6
Jakarta -- Menteri Koordinator bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Darmin Nasution mengakui, industri farmasi dalam negeri masih memiliki ketergantungan bahan baku impor yang cukup tinggi. Namun demikian, perkembangan industri tersebut cukup bagus dalam beberapa tahun belakangan. "Itu memang impornya tinggi, tetapi ini adalah industri yang perkembangannya bagus dalam beberapa tahun terakhir," ujar dia di kantornya, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Senin (19/10/2015) malam. Oleh karena itu, pemerintah akan menyiapkan regulasi guna mendorong pengembangan industri farmasi mulai dari penyediaan baku hingga hilirisasi industri tersebut. "Sehingga kita harus menyusun bukan hanya industri hilirnya, tapi bagimana bahan baku di hulunya," jelas Darmin. Dirinya menambahkan, di beberapa negara bahan baku industri farmasi memang dipenuhi regulasi yang ketat. Sehingga, pemerintah perlu mencari cara jitu mengembangkan industri farmasi. "Karena itu memang area yang terus terang saja, sangat high regulated di negara-negara lain. Kita harus mencari cara mengembangkannya bagaimana. Kalau tanya apa, kita belum sampai ke situ," tutup Darmin. http://lampost.co/berita/pemerintah-siap-dorong-pengembangan- industri-farmasi . ERITA INDUSTRI Menuju Kemandirian Industri Farmasi Sumber : Bisnis Indonesia

Tugas farmasi

  • Upload
    panji

  • View
    219

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

farmasi

Citation preview

Page 1: Tugas farmasi

Jakarta -- Menteri Koordinator bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Darmin Nasution mengakui, industri farmasi dalam negeri masih memiliki ketergantungan bahan baku impor yang cukup tinggi. Namun demikian, perkembangan industri tersebut cukup bagus dalam beberapa tahun belakangan.

"Itu memang impornya tinggi, tetapi ini adalah industri yang perkembangannya bagus dalam beberapa tahun terakhir," ujar dia di kantornya, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Senin (19/10/2015) malam.

Oleh karena itu, pemerintah akan menyiapkan regulasi guna mendorong pengembangan industri farmasi mulai dari penyediaan baku hingga hilirisasi industri tersebut.

"Sehingga kita harus menyusun bukan hanya industri hilirnya, tapi bagimana bahan baku di hulunya," jelas Darmin.

Dirinya menambahkan, di beberapa negara bahan baku industri farmasi memang dipenuhi regulasi yang ketat. Sehingga, pemerintah perlu mencari cara jitu mengembangkan industri farmasi.

"Karena itu memang area yang terus terang saja, sangat high regulated di negara-negara lain. Kita harus mencari cara mengembangkannya bagaimana. Kalau tanya apa, kita belum sampai ke situ," tutup Darmin.

http://lampost.co/berita/pemerintah-siap-dorong-pengembangan-industri-farmasi.

ERITA INDUSTRI

Menuju Kemandirian Industri Farmasi

Sumber : Bisnis Indonesia

Denyut nadi industri farmasi agaknya terletak pada kelancaran impor bahan baku obat. Kenyataannya aktivitas ekspor dan impor selalu fluktuatif, karena itu sepatutnya Indonesia punya industri penunjang farmasi yang mumpuni.

Direktur Industri Kimia Hulu Kementerian Perindustrian Muhammad Khayam menyatakan 90% dari kebutuhan bahan baku obat-obatan dibeli dari luar negeri. Angka ini menunjukkan betapa payah industri bahan baku dan penolong farmasi.

Dia bercerita pada era 1974 pemerintah mengeluarkan regulasi yang menugaskan perusahaan farmasi setelah lima tahun beroperasi wajib punya pabrik bahan baku obat. Pada 1993

Page 2: Tugas farmasi

Presiden B.J. Habibie turut menaruh perhatian terhadap peningkatan lokalisasi bahan baku obat ini.

“Pak Habibie menilai itu penting lalu dibuat pokja dan lainnya. Tapi [baru dirintis] lalu pada 1998 sudah kena krisis moneter, lalu orang sudah bangkrut dan sebagainya,” kata Khayam kepada Bisnis, akhir pekan lalu.

Sebetulnya bukan tidak ada yang coba menapaki jalan industri bahan baku obat. Sebut saja PT Riasima Abadi Farma yang membuat parasetamol dan bahan bakunya.

Selain itu, Sandoz yang pernah bergelut memproduksi ampicilin dan amoxicilin. Memang ada, tetapi bisnis mereka tidak ekonomis.

Guna merangsang perkembangan industri farmasi di Tanah Air, pada 2000-an pengusaha meminta Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengambil alih sektor yang mereka geluti. Jadilah seperti sekarang, perihal teknis seperti cara pembuatan obat ditangani Kementerian Kesehatan tetapi aktivitas industri seperti menyangkut bahan baku obat dinaungi Perindustrian.

Pemerintah dalam hal ini Kemenperin mulai menelaah kembali perkembangan industri bahan baku obat. Khayam menyatakan Indonesia setidaknya harus mampu memproduksi beberapa macam bahan baku aktif obat, yaitu parasetamol, amoxilin, dextrose, vitamin C, dan garam farmasi.

Guna merealisasikan ini sampai dengan tahun depan dijanjikan dilakukan kajian mencakup studi kelayakan proyek ini. “Pabrik bahan baku obat itu butuh investasi bisa sekitar Rp300 miliar, tetapi ini baru perkiraan,” ujar Khayam.

Belum dapat dijelaskan secara pasti soal skema pengembangan industri bahan baku obat ini. Adapun salah satu opsi, yakni menggarapnya via perusahaan farmasi pelat merah, seperti Kimia Farma.

DANA RISET

Industri farmasi bisa dibilang sektor yang unik. Manakala sektor lain butuh gelontoran dana yang mahal untuk aktivitas produksi, tidak demikian dengan farmasi. Bisnis di bidang ini justru memerlukan dana yang lebih banyak untuk riset dan pengembangan.

Guna mendapatkan formula racikan obat untuk penyakit tertentu butuh riset mendalam nan berbiaya mahal. Kemenperin menilai pola pengembangan industri yang harus ditekuni ke depan ialah dengan mengombinasikan aspek herbal dan kimiawi.

Perindustrian sadar tidak mudah merangsang industri penunjang dan bahan baku farmasi. Ini sukar jika pemerintah sendiri tak berani ambil resiko turun tangan. “Harus ada stimulan agar perusahaan farmasi bikin bahan baku obat juga, ini butuh intervensi pemerintah agar mereka mau,” kata Khayam.

Dalam program jangka pendek 2015 – 2019 Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur Kemenperin tercakup soal proyek pabrik bahan baku obat berbasis migas.

Page 3: Tugas farmasi

 Studi kelayakannya ditargetkan kelar pada Tahun Kambing 2015 ini. Dirjen Basis Industri Manufaktur Kemenperin Harjanto sempat menjelaskan sekilas khusus untuk studi kelayakan kementerian mengalokasikan Rp1,25 miliar. Lokasi yang dibidik terutama Provinsi Jawa Barat. Produk obat yang pertamatama akan diseriusi lokalisasinya adalah parasetamol.

“Untuk membangun industri bahan baku farmasi sintetis ini harus lihat skala keekonomian. Tapi pemerintah bertanggung jawab hasilkan obat yang terjangkau harganya, maka kami coba lakukan FS,” ucap Harjanto.

 Direktur Eksekutif Gabungana Pengusaha Farmasi (GP Farmasi) Darodjatun Sanusi membenarkan bukan sama sekali tidak ada produk bahan baku obat buatan lokal. Riasima contohnya, tetapi kenyataannya produksi parasetamol perseroan ini baru memenuhi sekitar 10% dari kebutuhan nasional.

Tak dipungkiri produsen bahan baku obat sukar bersaing apalagi terhadap produk impor. Penyebabnya material dasar yang dipakai untuk membuat bahan baku sendiri masih dibeli dari luar negeri. Walhasil biaya produksi sangat dipengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah.

Ada empat hal yang harus dipenuhi pemerintah dalam mengembangan industri bahan baku obat. “Prastudi kelayakan, riset mendalam, pemerintah harus menyediakan dana untuk merintis industri ini, dan [tetapkan strategi bisnis] bisa memanfaatkan BUMN atau konsorsium dengan swasta,” kata Darodjatun kepada Bisnis, Selasa (24/3).

Prastudi kelayakan bermaksud untuk mengkaji lebih dalam apa betul enam bahan baku aktif obat yang ditetapkan Kemenperin adalah yang paling strategis dan ekonomis untuk diproduksi. Yang pasti, studi kelayakan harus mencakup evaluasi pengua saan teknologi, berapa besar kapasitas produksi yang dibutuhkan, bagaimana kemampuan penyerapannya di dalam negeri, dan sejauh mana daya saing untuk mengekspor setidaknya ke Asean.

GP Farmasi menggarisbawahi tiga hal terkait pengembangan industri bahan baku dan penolong obat. Pertama soal ketersediaan teknologi untuk memproduksi material dasar bahan baku obat. Kedua, pemilihan bahan apa yang secara ekonomis dan ilmiah bisa dibutuhkan jangka panjang dan jumlahnya besar. Ketiga tak lain terkait insentif bagi investor.

Darodjatun menjelaskan saat ini terdapat beberapa perusahaan farmasi yang tengah melebarkan bisnis merambah produksi bahan baku obat. Sebagai contoh, Kimia Farma untuk garam farmasi, Kalbe Farma untuk bahan baku bioteknologi, grup Dexa untuk bahan baku obat dari alam dan obat kanker, jenis vaksin terbaru oleh Bio Farma, serta Soho untuk bahan baku berbasis bahan alami.

http://www.kemenperin.go.id/artikel/11462/Menuju-Kemandirian-Industri-Farmasi

Page 4: Tugas farmasi

Depok, SeputarUKM―Menteri Perindustrian Saleh Husin mengingatkan, liberalisasi perdagangan dunia makin meningkat, ditandai dengan beragam kerja sama ekonomi dan perdagangan dunia. Terdekat, ada pemberlakuan pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN  pada akhir 2015.

Menteri mengatakan, MEA bisa dijadikan peluang bagi industri dalam negeri, dalam mengembangkan pasar ekspor dan menarik investor. Terbitnya Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian juga diharapkan bisa mendorong pertumbuhan industri nasional, termasuk industri farmasi.

Dalam Undang-undang tersebut, industri farmasi menjadi salah satu industri andalan, yaitu yang berperan besar sebagai penggerak utama perekonomian di masa mendatang.

“Pemerintah akan terus berupaya menciptakan iklim usaha yang kondusif agar dunia usaha, baik sektor hulu maupun sektor hilir, tetap bergairah melakukan investasi di Indonesia serta memiliki daya saing yang tinggi sehingga industri farmasi bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” kata Saleh saat meresmikan perluasan pabrik PT Bayer Indonesia di Cimanggis, Depok, kemarin (27/5).

Pada 2014, nilai ekspor produk farmasi nasional mencapai 532 juta dolar AS, atau tumbuh 16,98 persen dibandingkan tahun 2013, sebesar 455 juta dolar AS.

“Selain menekankan pada penguasaan teknologi dan peningkatan penggunaan produk dalam negeri, diharapkan pula ketergantungan terhadap bahan baku impor akan berkurang,” kata Saleh.

Pemerintah menyadari bahwa pembinaan industri farmasi memerlukan kerja sama lintas sektoral yang saling terintegrasi. Untuk itu, dalam pembinaan industri farmasi, selain pemenuhan terhadap regulasi dari sisi kesehatan juga diperlukan fasilitasi atau pembinaan untuk menjamin standar dan kualitas produk, serta pengembangan usaha. Kementerian Perindustrian akan memprogramkan dukungan fasilitas dalam rangka kemandirian industri farmasi (SUKM/Kemenperin)

http://www.seputarukm.com/kemenperin-dukung-kemandirian-industri-farmasi/