Upload
kartika-ramadhani-bahri
View
62
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS GIGI DAN MULUT
Etiologi Karies Gigi
Etiologi atau penyebab karies atas faktor waktu penyebab primer yang
langsung mempengaruhi biofilm (lapisan tipis normal pada permukaan gigi yang
berasal dari saliva) dan faktor modifikasi yang tidak langsung mempengaruhi biofilm.
Karies terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja seperti faktor host atau tuan
rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet dan faktor waktu, tetapi
merupakan interaksi dari faktor - faktor tersebut. Pada tahun 1960-an oleh Keyes dan
Jordan (cit. Harris and Christen, 1995), karies
dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial yaitu :
1. Host atau tuan rumah
2. Agen atau mikroorganisme
3. Substrat atau diet dan
4. Waktu.
Gambar : Faktor – factor yang mempengaruhi terjadinya karies.
2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya karies:
1. Keturunan
2. Ras
Ras tertentu dengan mempunyai rahang yang sempit, menyebabkan gigi
tumbuh tidak teratur sehingga menyembabkan sukar untuk membersihkan gigi
dan ini akan mempertinggi prosentase karies pada ras tersebut.
3. Jenis kelamin
Volker. Dkk mengatakan bahwa prevalensi karies gigi tetap wanita lebih tnggi
dibandingkan pria. Demikian juga halnya anak-anak, prevalensi karies gigi
sulung anak wanita lebih tinggi di bandingkan anak-anak laki-laki.
4. Usia
Sejalan dengan pertambahan usia seseorang, jumlah karies pun bertambah.
Hal ini jelas karena factor resiko terjadinya karies akan lebih lama
berpengaruh terhadap gigi.
5. Vitamin
Vitamin berpengaruh pada proses terjadinya karies gigi. Terutama pada
periode pembentukan gigi.
Tabel beberapa vitamin dan pengaruhnya terhadap kerusakan gigi adalah sebagai
berikut :
No Vitamin Kebutuhan
perhari
Pengaruh
1. A 1-2 mg Merusak pembentukan email dan
dentin
2. B1 1-2 mg Karies meninggi (perubahan pada
lidah, bibir, dan p”tium)
3. B2 2 mg Karies meninggi (perubahan pada
lidah, bibir, dan p”tium)
4. B6 2 mg Tidak ada pengaruh
5. C 7 5-100 mg Degenerasi odontoblas kerusakan
periodontium, stomatitis, dll
6. D 400-600 IU Hipoplasia enamel dantin
7. E 10mg Tidak diketahui
8. K 1 mg (?) Tidak diketahui
6. Unsur kimia
Unsur kimia yang mempunyai pengaruh terhadap tejadinya karies gigi masih
dalam peelitian. Unsur kimia yang paling berpengaruh adalah Flour.
Tabel dibawah ini menunjukan beberapa unsure kimia yang mempengaruhi atau
memperlambat terjadinya karies :
No Unsur Kimia Pengaruh
1. Brellium Menghambat
2. Flour Menghambat
3. Aurium Menghambat
4. Cuprum Menghambat
5. Magnesium Menghambat
6. Platina Menunjang
7. Cadmium Menunjang
8. Selenium Menunjang
8. Air ludah
1. Campuran bahan-bahan yang terkandung didalamnya
2. Derajat keasaman
3. Jumlah/ volume
4. Faktor anti bakteri
9. Letak geografis
10. Kultur social penduduk
Gejala Karies Gigi
Gejala karies gigi bukan hanya satu gejala saja, adapun gejala –gejalanya sebagai
berikut :
1. Gigi sangat sensitif terhadap panas,dingin, manis. Gigi terasa sangant sensitive
terhadap panas, dingin, manis dan asam menandakan karies gigi sudah sampai
bagian dentin
2. Jika suatu kavitasi dekat atau telah mencapai pulpa maka nyeri akan bersifat
menetap bahkan nyeri yang dirasakan bersifat sepontan, meski tidak ada
rangsangan.
3. Jika bakteri telah mencapai pulpa. Dan pulpa mati maka nyeri untuk sementara
akan hilang lalu akan timbul lagi dalam beberapa jam atau hari dan gigi akan
menjadi peka karena peradangan dan infeksi telah menyebar keluar dan
menyebabkan abses.
Diagnosis
Gambar : Dental explorer, alat diagnostik karies.
Sumber : Wikipedia.co.id
Diagnosis pertama memerlukan inspeksi atau pengamatan pada semua permukaan
gigi dengan bantuan pencahayaan yang cukup, kaca gigi, dan eksplorer. Radiografi
gigi dapat membantu diagnosis, terutama pada kasus karies interproksimal. Karies
yang besar dapat langsung diamati dengan mata telanjang. Karies yang tidak ekstensif
dibantu dulu dengan menemukan daerah lunak pada gigi dengan eksplorer.
Beberapa peneliti gigi telah memperingatkan agar tidak menggunakan eksplorer untuk
menemukan karies. Pada kasus dimana sebuah daerah kecil pada gigi telah mulai
terjadi demineralisasi namun belum membentuk lubang, tekanan melalui eksplorer
dapat merusak dan membuat lubang.
Teknik yang umum digunakan untuk mendiagnosis karies awal yang belum berlubang
adalah dengan tiupan udara melalui permukaan yang disangka, untuk membuang
embun, dan mengganti peralatan optik. Hal ini akan membentuk sebuah efek "halo"
dengan mata biasa. Transiluminasi serat optik direkomendasikan untuk mendiagnosis
karies kecil.
1. Bentuk-bentuk Karies:
A. Cara meluasnya karies
B. Dalamnya karies
C. Lokasi karies
D. Berdasarkan banyaknya permukaan yang terkena
E. Berdasarkan keparahan atau kecepatan serangan karies
Gambar : Dalamnya karies karies
A. Berdasarkan cara meluasnya karies
a. Karies Penetriende
Karies yang meluas dari email kedentin dalam bentuk kerucut
perluasannya secara penetrasi merembes ke dalam
b. Karies Unterminirende
Karies yang meluas dari email ke dentin dimana pada oklusal kecil tetapi
di dalam email atau dentin sudah meluas
B. Berdasarkan dalamnya karies
a. Karies Superfisialis
Karies yang baru mengenai lapisan email, tidak sampai dentin
b. Karies Media
Karies yang sudah mengenai dentin tetapi belum melebihi setengah dentin
c. Karies Profunda
Dimana karies sudah mengenai lebih setengahnya dentin dan kadang -
kadang sudah mengenai pulpa
- Profunda pulpa terbuka
Bila pulpa sudah terbuka/ mengenai pulpa
- Profunda pulpa tertutup
Bila karies belum mengenai pulpa
C. Berdasarkan Lokasi Karies (Olah G Black)
a. Karies kelas I
Karies yang terdapat pada bagian oklusal (Pits dan fissure ) dari gigi
premolar dan molar. Dapat juga terdapa ada anterior di foramen caecum.
b. Karies kelas II
Karies yang terdapat pada bagian aproximal dari gigi molar atau premolar
yang umumnya meluas sampai bagian oklusal.
c. Karies kelas III
Karies yang terdapat pada bagian aproximal dari gigi anterior tetapi belum
mencapai margo incisal (belum mencapai 1/3 incisal gigi).
d. Karies kelas IV
Karies yang terdapat pada bagian aproximal dari gigi anterior dan sudah
mencapai margo incisal (telah mencapai 1/3 incisal gigi )
e. Karies kelas V
Karies yang terletak di cerviks gigi anterior maupun posterior.
D. Berdasarkan Banyaknya Permukaan Yang Terkena
a. Simple karies
Bila hanya satu permukaan yang terkena.
b. Kompleks karies
Bila lebih dari satu permukaan gigi yang terkena.
E. Berdasarkan Keparahan/ Kecepatan Serangan Karies
a. Rampant karies
b. Karies terhenti
PATOGENESIS
Gigi geligi dalam rongga mulut akan ditutupi oleh lapisan organic yang amorf,
yang disebut pelikel, sedangkan pelikel merupakan endapan glikoprotein saliva. Di
dalam pelikel (plak) berisi bakteri kurang lebih 70% volume. Bakteri ini dapat
membentuk asam dari karbohidrat yang mengakibatkan penurunan pH plak.
Penurunan pH dapat mengakibatkan perubahan keseimbangan antara gigi (enamel)
dan lingkungannya.
Penurunan pH dapat mencapai 5,5 atau bahkan sampai dibawah 5 sehingga
bahan pembentuk enamel terlepas dari struktur enamel. Bila kejadian ini terjadi
berulang-ulang dalam kurun waktu tertentu akan dapat mengakibatkan proses
demineralisasi yang berakibat proses karies mulai terjadi. Proses demineralisasi yang
berlanjut akan mengakibatkan kerusakan bahan organic, serta matriks enamel yang
akhirnya akan membentuk kavitas.
Ditinjau dari proses terjadinya karies, maka karies gigi tidak dapat terbentuk
bila tidak terdapat beberapa factor, diantaranya :
1) Mikroorganisme
Bakteri Streptococcus mutans dan Lactobacillus merupakan kelompok bakteri
yang kariogenik, karena mampu segera membuat asam dari karbohidrat.
Streptococcus mutans dan Lactobacillus ditemukan dalam jumlah lebih banyak
pada individu dengan karies aktif dibandingkan yang bebas karies. Bakteri
Streptococcus dapat diasosiasikan dengan perkembangan lesi karies pada enamel,
dan bila karies telah menembus dentin bakteri Lactobacillus juga ditemukan.
2) Host dan gigi yang rentan
Plak yang mengandung bakteri merupakan awal bagi terbentuknya karies, sebab
itu permukaan gigi yang memudahkan perlekatan plak adalah daerah yang mudah
terserang karies. Beberapa daerah yang mudah terserang karies, yaitu :
- Pit dan fisura gigi
- Permukaan halus pada proksimal gigi dibawah titik kontak
- Enamel pada servikal gigi
- Permukaan akar yang terbuka
- Tepi restorasi gigi yang kurang adaptif dengan gigi
- Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan
3) Karbohidrat
Karbohidrat menyediakan substrat untuk terbentuknya asam dari bakteri serta
sintesa polisakarida ekstra sel, walaupun demikian tidak semua jenis karbohidrat
memiliki derajat kariogenik yang sama. Karbohidrat dengan berta molekul rendah
akan lebih cepat meresap kedalam plak dan segera dimetabolisme oleh bakteri.
4) Waktu
Dibutuhkan waktu tertentu bagi plak dan karbohidrat yang menempel pada gigi
untuk membentuk asam dan mampu mengakibatkan demineralisasi enamel.
Karies enamel. Tanda awal terjadinya karies adalah terlihatnya suatu bercak
putih (white spots) sesudah plak dibersihkan. Ukuran bercak dikaitkan dengan luasnya
plak kariogenik dan warnanya lebih opak dari warna enamel normal.
Lesi dini ditandai dengan tetap utuhnya permukaan enamel yang diikuti
terjadinya demineralisasi didalam enamel. Karies enamel merupakan fase penyebaran
perlahan-lahan dan sebagian merupakan proses yang reversible oleh karena adanya
remineralisasi.
Pada gigi dengan lesi karies, pada pemeriksaan dibawah sinar terpolarisasi lesi
dapat dibagi dalam 4 zona :
1) Zona translusen, merupakan zona di bagian terdepan dan menunjukkan kehilangan
mineral 1%. Sering terlihat bila sediaan diperiksa menggunakan quinolon.
2) Zona gelap, merupakan lapisan tipis dibawah zona translusen dan menunjukkan
kehilangan mineral sebanyak 2-4%.
3) Zona lesi, merupakan badan lesi dan mineral yang hilang mencapai 25%.
4) Zona permukaan, merupakan lapisan permukaan yang relative utuh dan terlihat
radioopak pada radiograf mikro. Mineral yang hilang kurang dari 4% dengan lebar
30μm.
Karies dentin. Jika karies telah mengenai dentin, proses demineralisasi
berjalan sepanjang dentinoenamel junction, kedalam dentin dan penyebarannya
dipengaruhi oleh orientasi tubulus dentin. Dentin akan mengadakan reaksi berupa
sklerosis tubulus dan pembentukan dentin reparative.
Lesi karies pada dentin dapat dibagi menjadi 3 zona, yaitu :
1) Zona demineralisasi, merupakan zona terdepan dari lesi dan tidak ditemukan
bakteri, oleh karena kondisi yang terlalu asam, dan suplai nutrisi yang buruk
karena ujung pulpa dan tubulus telah tertutup oleh dentin sklerotik.
2) Zona penetrasi, ditemukan bakteri yang berkembang sepanjang tubulus dentin.
3) Zona destruksi, struktur dentin telah hancur, invasi bakteri luas dan konsistensi
dentin sangat lunak, mudah dibuang dengan menggunakan ekskavator. Dentin
sklerotik akan terlihat setelah dentin yang lunak dibersihkan.
OBAT KUMUR
Cara pemakaian bahan antiplak juga bervariasi tergantung bentuk bahannya.
Bahan antiplak yang berupa cairan dapat digunakan dengan cara :
1. Berkumur-kumur
Bahan yang digunakan dikemas dalam bentuk obat kumur. Obat kumur dapat
dibedakan atas :
a. Obat kumur biasa
Merupakan obat kumur yang biasa digunakan setelah menyikat gigi pada
kesempatan lain yang tidak bersamaan dengan watu penyikatan gigi.
b. Obat kumur prapenyikatan
Merupakan obat kumur yang penggunaannya sesaat sebelum menyikat gigi
(prebrushing rinse). Dasr pemikiran bagi penggunaan obat kumur prapenyikatan
adalah untuk melonggarkan perlekatan plak sehingga lebih mudah tersingkirkan pada
waktu penyikatan gigi. Mengenai manfaat obat kumur prapenyikatan, tampak masih
controversial namun demikian ada kesan bahwa hasil penelitian mengenai efektivitas
obat kumur prapenyikatan adalah lebih disebabkan perbedaan aktivitas bahan deteren
yang digunakan dalam melonggarkan perlekatan plak.
2. Disemprotkan
Bahan yang digunakan dikemas dalam bentuk bahan semprot (spray). Bahan
antiplak berupa semprotan ini dikembangkan dengan pertimbangan agar bahan
antiplak lebih mudah mencapai semua daerah di rongga mulut, terutama bagi mereka
yang karena keaddaan fisiknya tidak dapat berkumur-kumur dengan baik.
3. Diirigasiakan ke daerah subgingival.
Untuk mengirigasikan bahan anti plak berupa cairan ke darerah subginngival
dipergunakan alat irigasi mulai alat yang sederhana berupa alat suntik biasa yang
jarumnya dibengkokkan dan ujunhnya ditumpulkan, sampai alat untuk irigasi khusus
yang diproduksi pabrik. Irigasi subgingival tidak saja dilakukan oleh dokter gigi di
klinik tetapi juga bias dilakukan pasien sehari-hari di rumah. Dasar pemikiran bagi
irigasi subgingival adalah bahwa car berkumur-kumur atau semprotan tidak efektif
mencapai subgingival. Pada kasusu-kasus periodontitis justru mikroorganisme
subgingival yang harus disingkirkan dalam rangka mengontrol inflamasi yang terjadi
masih terus dilakukan penelitian, namun ada kesan sementara bahwa irigasi
subgingival ini akan sangat bermanfaat bagi perawatan periodontal.
BAHAN ANTI PLAK OBAT KUMUR
Bahan antiplak berupa obat kumur yang dapat diperoleh di pasaran pada saat
ini dapat digolongkan atas beberapa golongan yaitu :
1. Bisguanida
2. Campuran fenol minyak essensial
3. Campuran amoniak kuartenary
4. Golongan lain
Dari berbagai golongan golongan obat kumur tersebut baru dua jenis obat kumur yang
telah mendapat rekomendasi dari American Dental Association yaitu campuran fenol
minyak eukaliptol dan golongan klorheksidin dari golongan bisguanida.
1. Golongan Bisguanida
Obat kumur antiplak yang termasuk dalam golongan bisguanida (bisguanides)
yang dapt diperoleh dipasaran adalah obat kumur yang mengandung klorheksidin
glukonat 0,2 % (minosep). Banyak penelitian yang menunjukkan efektivitas
klorheksidin menghambat pembentukkan plak dan mencegah terjadinya gingivitis.
Behubung karena adanya efek smping dari pemakaian chlorheksidin, belakangan ini
di beberapa Negara telah dipasarkan obatkumur yang mengaandunh klorheksidin
glukonat 0,12 % (misanya paridex dan periogard). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pengurangan konsentrasi tersebut mengurangi efektivitas obat kumurnya.
Chlorhexidine
Chlorhexidine merupakan derivat bisquanid dan yang umumnya digunakan
dalam bentuk glukonatnya. Mempunyai antibakteri dengan spektrum luas, efektif
terhadap Gram positif dan Gram negatif meskipun untuk jenis yang terakhir
efektivitasnya sedikit lebih rendah. Chlorhexidine sangat efektif mengurangi radang
gingiva dan akumulasi p1ak, pendapat ini sesuai pendapat bahwa larutan
chlorhexidine sangat efektif digunakan untuk plak kontrol pada perawatan radang
gingival (gingivitis). Efek anti plak chlorhexidine tidak hanya bakteriostatik tetapi
juga mempunyai daya lekat yang lama pada permukaan gigi sehingga memungkinkan
efek bakterisid. Dengan demikian akumulasi plak dapatdicegah, sehingga mengurangi
terjadinya giggivitis.
Berbagai percobaan klinis menggunakan obat kumur mengandung
chlorhexidine telah banyak dilakukan dan ternyata chlorhexidine berpengaruh
terhadap gingivitis dan periodontitis. Pengaruh ini pertama kali dilaporkan oleh Loe
dan Schiottpada golongan Aarthus bahwa chlorhexidine dapat menghambat
pertumbuhan plak dan mencegah terjadinya radang gingiva. Pembentukan plak dapat
dicegah dengan kumur-kumur larutan chlorhexidine 0,2%,dan tidak tampak tanda-
tanda radang gingiva setelah beberapa minggu walaupun tanpa membersihkan mulut
secara mekanis. Dinyatakan pula bahwa perawatan radang gingival dapat dilakukan
dengan menggunakan obat kumur chlorhexidine. Pernyataan ini menguatkan
percobaan yang telah dilakukan di beberapa negara, bahwa chlorhexidine dapat
menghainbat pertumbuhan plak dan mencegah terjadinya radang gingival (gingivitis).
Percobaan terhadap sekelompok anggota militer menggunakan obat kumur
chlorhexidine dua kali sehari untuk membantu melakukan kebersihan mulut selama 4
(empat) bulan, hasilnya menunjukkan penurunan pertumbuhan plak. Namun di regio
yang terdapat poket dengan kedalaman 3 mm penurunan indeks
keradangan kurang bermakna. Dapat disimpulkan bahwa pengaruh chlorhexidine
terhadap plak subgingival berkurang dibandingkan dengan plak supra- gingival.
Untuk meningkatkan pengaruh chlorhexidine terhadap radang jaringan periodonsium
yang mengandung poket perlu dilakukan skeling. Cara pemberian, frekuensi
pemakaian serta konsentrasi chlorhexidine ternyata mempunyai pengaruh. Aplikasi
0,2% larutan chlorhexidine dibandingkan dengan kumur-kumur memberikan hasil
yang sama efektif. Cara aplikasi ini tidak selalu dapat dilakukan di tiap individu,
tergantung dari keadaan klinis penderita. Untuk hasil yang baik dari menyikat gigi 2
kali sehari menggunakan 1% chlorhexidine gel di daerah dengan pembentukan poket
perlu dilakukan skeling. Aplikasi pasta chlorhexidine pada sekelompok anak-anak
muda sekali sehari menghasilkan penurunan indeks baik plak maupun radang gingiva,
tetapi kurang baik bila dibandingkan dengan pemberian 2 (dua) kali sehari.
Pemakaian chlorhexidine pada anak-anak yang terbelakang (mentally
retarded) juga memberikan hasil yang kurang memuaskan walaupun ada penurunan
indeks plak dan radang gingiva. Penelitian lain menyatakan bahwa ada pertumbuhan
plak pada pemakaian chlorhexidine dengan konsentrasi yang rendah, walaupun tidak
menunjukkan tanda-tanda akan terjadi radang gingiva. Percobaan yang dilakukan
terhadap mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi di Norwegia selama 2 tahun
menunjukkan perbedaan yang kurang bermakna antara grup kontrol yang melakukan
penyikatan gigi dengan baik dibandingkan kelompok percobaan yang mcnggunakan
obat kumur chlorhexidine 0,2%. Hasil ini menunjukkan bahwa kontrol plak secara
khemis pada penderita dengan kebersihan mulut yang baik, tidak mempengaruhi
kondisi gingiva secara nyata.
Mekanisme Kerja Chlorhexidine
Seperti telah disebutkan di atas chlorhexidine mempunyai pengaruh yang luas
terutama untuk bakteri Gram positif dan Gram negatif, bakteri ragi juga jamur. Pada
pH fisiologis
chlorhexidine mengikat bakteri di permukaan rongga mulut; tergantung
konsentrasinya, dapat bersifat bakteriostatik atau bakterisid. Sifat bakteriostatik bila
konsentrasi antara 432 ug/ m1; konsentrasi yang lebih tinggi akan menyebabkan efek
bakterisid, karena terjadinya presipitasi protein sitoplasma. Efek bakterisid kurang
penting dibandingkan dengan efek bakteriostatik. Hambatan pertumbuhan plak oleh
chlorhexidine dihubungkan dengan sifat chlorhexidine untuk membentuk ikatan
dengan komponen-komponen pada permukaan gigi. Ikatan tersebut terjadi 1530 detik
setelah kumur dan lebih dari 1/3 bagian chlorhexidine diserap dan melekat, namun
jumlah pe-lekatan sebanding dengan konsentrasinya. Penelitian menun- jukkan bahwa
pelekatan akan terjadi sampai 24 jam, yang berarti sebanding dengan efek
bakteriostatik terhadap bakteri. Dasar yang kuat untuk mencegah terbentuknya plak
adalah terjadinya ikatan antara chlorhexidine dengan molekul-molekul permukaan
gigi antara lain polisakarida, protein, glikoprotein dan saliva, pelikel, mukosa serta
permukaan dari hidroxiapatit. Akibat terjadinya ikatan-ikatan tersebut maka
pembentukan plak yang merupakan penyebab utama dan radang gingiva dihambat .
Penelitian menunjukkan bahwa larutan 0,2% chlorhexidine sebagai obat kumur
selama 1 minggu menurunkan indeks plak sebanyak 72% pada hari ke 3 dan 85%
pada hari ke 7, dan terjadipenurunan indeks radang gingiva sebanyak 32% pada hari
ke 3 dan 77% pada hari ke 7
Tabel penurunan indeks plak dan indeks radang gingiva dari beberapa
antiseptik dibandingkan dengan plasebo/air
Antiseptik (obat
kumur)
Lama Pemakaian Penurunan Indeks
plak (dalam %)
Penurunan Indeks
ginggivitis( %)
Listerin®
Povidone Iodine
(Betadine(&)
Hexetidine
(Bactidol ®)
Hidrogen
Peroksidase
(H2O23%)
Chlorhexidine
Gluconate 0,2%
(Minosep®)
1 bulan
3 bulan
6 bulan
9 bulan
10 hari
3 hari
7 hari
14 hari
14 hari
3 hari
7 hari
15,5
20,9
23,7
19,5*
Kurang bermakna
25
52*
-
50*
72*
85*
5,1
9
20,8
23,9*
Kurang bermakna
24
37
58*
22*
32
77*
Keterangan : * Bermakna
Secara ringkas mekanisme penghmbatan olak oleh klorheksidin adalah sebagai
berikut :
a) Mengikat kelompok asam anionic dari glikoprotein saliva sehingga
pembentukan pelikel akuid terhambat. Hal ini menghambat kolonisasi bakteri
plak.
b) Mengikat plasma polisakarida yang menyelubungi bakteri atau langsung
berikatan dengan dinding sel bakteri. Ikatan dengan lapisan poliakarida yang
menyelubungi bakteri akan menghambat adsorbsi bakteri ke permukaan gigi
atau pelikel akuid. Sebaliknya ikatan klorheksidin lansung dengan sel bakteri
menyebabkan perubahan strukter permukaannya yang pada akhirnya
menyebabkan perubahan struktur permukaannya yang pada akhirnya
menyebabkan pecahnya membrane sitoplasma bakteri
c) Mengendapkan faktor-faktor aglutinasi asam dalam saliva dan menggantikan
kalsium yang berperan merekatkan bakteri membentuk massa plak.
Dengan mekanisme demikian, klorheksidin bukan saja bersifat bakteriostatis
tetapi juga bersifat substantivitas. Dengan sifat substantivitas dimaksudkan
kemampuan untuk menabsorbsi ke permukaan gigi atau mukosa, untuk kemudian
dilepas dalam level terapeutik sehingga lebih efektif dalam mengontrol pertumbuhan
plak bakteri. Meskipun klorheksidin dinilai efektif sebagai bahan antiplak, tetapi
bahan ini mempunyai kelemahan berupa pembentukan stein pada permukaan gigi
maupun mukosa serta gannguan pengecapan secara temporer. Oleh sebab itu,
penggunaannya hanya diindikasikan untuk jangka pendek (sampai 2 minggu).
2. Campuran fenol- minyak esensial
Obat kumur yang mengandung campuran fenol-minyak essensial (Listerine)
mengandung bahan aktif berupa timol dan eukaliptol. Efektivitas campuran fenol
minyak eukaliptol adalah lebih rendah dibandingkan dengan klorheksidine namun,
bahan ini tidak menimbulkan stein disamping terasa lebih segar dan nyaman di mulut
karena kandungan mentol dan metal salisilatnya. Mekanisme kerja timol adalah
menghancurkan dan mengendapkan dinding sel bakteri. Sebaliknya minyak eukaliptol
bekerja dengan jalan menghambat perlekatan bakteri ke permukaan gigi.
Listerine
Listerin dipasarkan dengan merek dagang Listerin®, merupakan antiseptik
yang efektif sebagai anti plak. Uji coba klinis antara 760 hari menunjukkan adanya
hambatan pembentukan plak dan radang gingiva bila digunakan untuk membantu
kontrol plak secara mekan. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Lamser dkk.
selama 6 bulan, yang menunjukkan bahwa listerin dapat mengurangi penimbunan
plak dan menurunkan derajat keradangan gingiva. Gordon dkk.melakukan penelitian
untuk membuktikan pengaruh listerin terhadap pembentukan plak dan gingivitis. Pada
penelitian ini dilibatkan 144 mahasiswa kedokteran gigi dan staf Fakultas Kedokteran
Gigi di Dickinson, umur antara 18-54 tahun. Orang percobaan kumur-kumur dengan
larutan listerin 2 kali sehari sebanyak 20 ml tiap kali kumur selama 30detik. Selama 6
bulan penggunaan obat kumur diawasi oleh petugas kecuali hari libur dan 3 bulan
terakhir. Evaluasi dilakukan pada bulan 1, 3,6,9. Hasilnya menunjukkan penurunan
skor plak yang bermakna pada bulan 1, 3 dan 6 bila dibandingkan dengan kelompok
kontrol (kumur dengan air) sebesar 12,1%,
18,3%, 18% pada bulan 1, 3 dan 6. Pada 3 bulan terakhir hanya 85 orang percobaan
dievaluasi. Hasil evaluasi menunjukkan adanya penurunan indeks plak yang
bermakna yaitu sebanyak 15,5%, 20,9%, 23,7% dan 19,5% pada bulan 1, 3, 6 dan 9.
Terhadap radang gingiva, didapat penurunan indeks radang sebanyak 0,9%, 7,9%,
10,4% pada bulan 1, 3 dan 6. Bila dibandingkan dengan kelompok kontrol (kumur
dengan air) maka penurunan indeks radang ini tidak bermakna. Pada bulan ke 9, 85
orang dan 144 orang percobaan dievaluasi perubahan indeks ginggivitisnya; hasilnya
didapat penurunan indeks radang gingiva sebanyak 5,1%, 9,0%, 20,8% dan 23,9%
pada bulan 1,3, 6, dan 9. Bila dibandingkan dengan kelompok kontrol (kumur dengan
air) hasil ini menunjukkan perbedaan yang bermakna. Penelitian 1ain melibatkan 131
orang percobaan yang pada akhir percobaan tinggal 103 orang. Orang percobaan
dibagi dalam 3 kelompok yaitu kelompok I kumur dengan listerin 4 kali sehari.
kelompok II kumur dengan listerin 2 kali sehari dan kelompok III kumur dengan
air/plasebo 2 kali sehari. Penelitian dilakukan selama 2 minggu dan menunjukkan
hasil sebagai berikut: Pada kelompok kumur 4 kali sehari terjadi penurunan indeks
plak sebanyak 48,2%, kelompok 2 kali kumur sebanyak 38,8%. Bila dibandingkan
dengan kelompok kontrol didapatkan perbedaan yang bermakna. Hasil evaluasi
radang gingiva mendapatkan penurunan indeks radang gingiva sebanyak 59,6% pada
kelompok kumur 4 kali sehari dan 56,4% pada kelompok kumur 2 kali sehari. Bila
dibandingkan dengan kelompok kontrol maka didapatkan perbedaan yang bermakna;
namun bila kelompok kumur 4 kali sehari dibandingkan dengan kelompok kumur 2
kali sehari tidak didapatkan perbedaan yang bermakna. percobaan menunjukkan tidak
adanya perbedaan bermakna dari indeks plak antara kedua kelompok, namun
didapatkan penurunan jumlah bakteri dalam ludah sebanyak 39,2% bakteri aerob dan
31,3% bakteri anaerob. Penurunan terjadi 12 jam setelah kumur-kumur. Bila
dibandingkan dengan chlorhexidine penu-runan jumlah bakteri jauh berkurang.
Penelitian menyimpulkan bahwa povidon iodin tidak dianjurkan untuk membantu
kebersihan mulut dan perawatan gingivitis karena tidak dapat menurunkan terjadinya
penumpukan plak sehingga radang gusi akan terus berlansung.
3. Bahan Oksigenasi
Salah satu bahan oksigenasi yang paling banyak digunakan adalah larutan oksigen
peroksida (perhidrol/H2O2) 3%. Pada saat ini di Indonesia belum ada dipasarkan obat
kumur dari bahan oksigenasi yang dipatenkan. Hidrogen peroksida (H,0 merupakan
antiseptik karena dapat melepaskan oksigen sebagai zat aktif. Sebagai obat kumur
biasanya dipakai konsentrasi 3%. Pemakaian hidrogen peroksida sebagai obat kumur
dapat mencegah/menghambat pertumbuhan bakteri plak. Hambatan ini dimungkinkan
karena oksigen yang dilepaskan oleh hidrogen peroksida akan mengoksidasi protein
kuman sehingga enzim kuman sebagai penyebab gingivitis menjadi tidak aktif.
Hampir 50% mikroorganisme anaerob terdapat pada ginggivitis dan sangat sensitif
terhadap oksigen.
Penggunaan larutan hidrogen peroksida 3% sebagai obat kumur 3 kali sehari
selama 2 minggu dapat menurunkan pembentukan plak sebanyak 50% dan
menurunkan indeks radang gingiva sebanyak 22%. Pemakaian hidrogen peroksida 1%
selama 5 hari juga dapat mengurangi terjadinya radang gingiva dan menghambat
pembentukan plak. Penggunaan larutan hidrogen peroksida 3% sebagai obat kumur
selama 4 hari menunjukkan penurunan indeks plak sebanyak 34% dan mengurangi
terjadinya radang
gingiva. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa hidrogen peroksida sangat
membantu kontrol plak secara mekanis
4. Bahan Antiplak Golongan Lain
Dua contoh obat kumur golongan lain adalah :
a. Obat kumur yang mengandung povidon iodine diodida (Betadine, isodine,
septadine, dan sejenisnya)
b. Obat kumur yang mengandung heksetidine (bactidol, hexadol, dan
sejenisnya).
Povidon Iodine
Povidone Iodine 1 % sebagai obat kumur yang dipasarkan dengan merek
dagang Betadine® (untuk selanjutnya kami sebut betadine) sebagai antiseptik
mempunyai sifat antibakteri. Obat kumur ini dapat dipakai untuk mengurangi
bakteremia setelah pencabutan gigi atau setelah perawatan bedah. Efek betadine
terhadap bakteri rongga mulut sangat cepat dan pada konsentrasi yang tinggi dapat
mematikan bakteri rongga mulut. Bila dibandingkan dengan chlorhexidine, betadine
hanya sedikit mempunyai sifat anti p1ak. Addy dkk.mengadakan penelitian untuk
membuktikan pengaruh povidone iodine (Betadin) terhadap pembentukan plak dan
jumlah bakteri dalam ludah.
Penelitian dilakukan terhadap 18 orang percobaan yang dibagi menjadi 2
kelompok yaitu kelompok yang kumur dengan betadin dan kelompok lain kumur
dengan plasebo/air. Masing-masing orang percobaan kumur-kumur dengan
betadine/plasebo 2 kali sehari sebanyak 10 ml tiap kali kumur selama 1 menit.
Percobaan dilakukan selama 10 hari dengan kontrol pada hari 2,4,5,6,9. Hasil evaluasi
sampai akhir percobaan menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna dari indeks
plak antara kedua kelompok, namun didapatkan penurunan jumlah bakteri dalam
ludah sebanyak 39,2% bakteri aerob dan 31,3% bakteri anaerob. Penurunan terjadi 12
jam setelah kumur-kumur. Bila dibandingkan dengan chlorhexidine penurunan jumlah
bakteri jauh berkurang. Penelitian menyimpulkan bahwa povidon iodin tidak
dianjurkan untuk membantu kebersihan mulut dan perawatan gingivitis karena tidak
dapat menurunkan terjadinya penumpukan plak sehingga radang gusi akan terus
berlangsung
Hexetidine
Hexetidine sebagai obat kumur dipasarkan dengan merek dagang Bactidol®
termasuk golongan antiseptik dan merupakan derivat piridin. Mempunyai sifat
antibakteri, bermanfaat untuk bakteri Gram positif dan Gram negatif, dan dapat
digunakan untuk mengurangi terjadinya keradangan. Hexetidine merupakan
antibakteri dengan spektrum luas dengan konsentrasi rendah bermanfaat untuk
mikroorganisme rongga mu1ut. Hexetidine dapat digunakan pada penderita dengan
radang rongga mulut dan nasopharynx.
Pernyataan ini dibuktikan pada percobaan dengan larutan 0,1 % hexetidine
sebagai obat kumur pada orang-orang Anglo di Amerika yang menderita radang
rongga mulut; ternyata radang dapat sembuh dengan baik. Hal ini berarti hexetidine
akan bermanfaat untuk penderita dengan kelainan periodontal yang disebabkan oleh
mikroorganisme. Penelitian 1ain membuktikan bahwa hexetidine dapat mengikat
protein mukosa mulut sehingga dapat menguntungkan hexetidine sebagai antibakteri.
Pendapat ini diperkuat oleh Bourgonet yang mengatakan bahwa hexetidine dapat
memperpanjang efek antibakteri karena adanya ikatan dengan protein mukosa. Ikatan
protein tersebut akan menghambat metabolisme mikroorganisme yang berada pada
permukaan mukosa dan plak. Ikatan dengan mukosa dan plak ini terjadi selama 7 jam
setelah kumur. Penelitian menggunakan larutan 0,1% hexetidine sebagai obat kumur
pada orang-orang percobaan selama 14 hari dapat menurunkan radang gingiva sampai
34% pada hari ke 7 dan 38% pada hari ke 15, tergantung dari keparahan keradangan
maka rata-rata akan sembuh selama 4 minggu. Hexetidine juga dapat menghambat
pertumbuhan plak, tetapi kurang efektif bila dibandingkan dengan chlorhexidine.
Penelitian dengan menggunakan larutan 0,1% hexetidine sebagai obat kumur yang
dipakai 2 kali sehari sebanyak 10 ml tiap kali kumur selama 3060 detik, menyebabkan
penurunan indeks plak sebanyak 25% pada hari ke 3 dan 52% pada hari ke 7.
Bakteri Penyebab Karies
Streptococus Mutans
Serotip a-h ( >> c, e, f ). Imunisasi dengan serotip spesifik streptococcus mutans berarti menurunkan
insiden terjadinya karies. Mampu untuk mencapai pH kritis dan menyebabkan demineralisasi enamel
dengan cepat dibanding bakteri plak.
Faktor virulensi :
Adheren pada gigi Sintesis glukan Polysakarida extraseluler Asidogenik Asidurik
Peran streptococcus mutans pada karies :
Jumlah streptococcus mutans didalam saliva dan plak gigi berhubungan dengan prevalensi dan timbulnya karies.
Streptococcus mutans banyak terdapat pada permukaan gigi sebelum terjadinya karies.
Hubungan positif antara pergerakan karies dan jumlah streptococuss mutans produksi polisakarida extraseluler yang berasal dari sukrosa (membantu melekatkan mikroorgansime plak dengan permukaan gigi )
Lactobacillus
Flora normal dari membran mukosa. Fermentasi lactosa dan fruktosa. Lactobacillus lebih banyak terlibat pada pergerakan pada lesi enamel yang
dalam daripada permukaan. Lactobacilus adalah organisme pelopor dalam mempercepat proses karies
terutama pada dentin.
Merupakan salah satu agent penyebab karies dengan pertimbangan :
Terdapat dalam jumlah banyak pada lesi karies enamel dan terlihat dalam prevalensi yang tinggi pada karies akar.
Hubungan positive antara jumlah lactobacilly dalam plak ,saliva dan aktivitas karies.
Mampu tumbuh pada pH rendah ( pH < 5 ) dan memproduksi asam laktat. Mampu mensintesis extraseluler dan intraseluler polisakrida dari sukrosa. Mampu menghasilkan karies pada tikus gnotiobiotik ( germ free ). Jumlah lactobacilus pada dental plak pada gigi sehat hanya sedikit. Sedangkan pada lesi karies enamel jumlahnya banyak.
Sekresi lactase :
Degradasi gula Menurunkan jumlah mikroorganisme patogenik Membantu menjaga keseimbangan pH
Actynomices
Species : A naeslundit , A. odontolyticus –> karies akar gigi Banyak terdapat pada karies akar, lesi pada akar berbeda dengan karies enamel
dimana terdapat kalsivikasi jarinhgan yang kurang tanpa kavitas yang jelas Peran dalam karies belum jelas
Veillonella
Bakteri coccus gram (-), Anaerob Menggunakan laktat dari mikroorganisme lain dan merubah kedalam bentuk
asam kariogenik yang lebih lemah ( EX; as. Propionik ) Memiliki efek menguntungkan pada dental karies protektif
Abstrak
Tindakan ekstraksi gigi merupakan suatu tindakan yang sehari-hari kita lakukan sebagai dokter gigi. Walaupun demikian tidak jarang kita temukan komplikasi dari tindakan ekstraksi gigi yang kita lakukan. Karenanya kita perlu waspada dan diharapkan mampu mengatasi kemungkinan-kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi.
Salah satu komplikasi ekstraksi gigi yang dapat terjadi adalah perdarahan pasca ekstraksi. Dalam mengatasi perdarahan pasca ekstraksi ini, tindakan yang paling utama adalah pencegahan, tetapi bila tetap terjadi kita harus mampu mengatasinya.
Mengingat komplikasi perdarahan pasca ekstraksi gigi dapat disebabkan oleh faktor lokal maupun faktor sistemik, maka pencegahan merupakan hal yang penting. Hal ini terutama apabila perdarahan terjadi karena faktor sistemik seperti kelainan darah (blood dyscrasia), hipertensi, gangguan pembekuan darah, dan apabila pasien mengkonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi pembekuan darah, dan lain-lain.
Bila perdarahan pasca ekstraksi terjadi karena faktor lokal, sebagai seorang dokter gigi kita harus mampu mengatasinya dengan baik. Prinsip-prinsip penatalaksanaan perdarahan pasca ekstraksi karena faktor-faktor lokal adalah dengan melakukan penekanan atau penjahitan yang baik, dan apabila diperlukan dengan pemberian obat-obatan hemostatic agent baik lokal maupun sistemik.
Pendahuluan
Ekstraksi gigi adalah tindakan yang paling sederhana di bidang Bedah Mulut dan merupakan tindakan yang sehari-hari dilakukan oleh seorang dokter gigi. Walaupun merupakan tindakan yang biasa dilakukan, tetapi kemungkinan terjadinya komplikasi pasca pencabutan gigi dapat terjadi setiap saat.
Salah satu komplikasi yang mungkin dapat terjadi pasca ekstraksi gigi adalah perdarahan. Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa perdarahan pasca ekstraksi dapat terjadi karena faktor lokal maupun karena faktor sistemik. Sebagai seorang dokter gigi, kita dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan kemampuan yang memadai dalam melakukan pencegahan dan penatalaksanaannya.
Perdarahan pasca ekstraksi umumnya disebabkan oleh faktor lokal, seperti :
• trauma yang berlebihan pada jaringan lunak• mukosa yang mengalami peradangan pada daerah ekstraksi• tidak dipatuhinya instruksi pasca ekstraksi oleh pasien• tindakan pasien seperti penekanan soket oleh lidah dan kebiasaan
menghisap-hisap• kumur-kumur yang berlebihan• memakan makanan yang keras pada daerah ekstraksiFaktor lokal
Setelah tindakan ekstraksi gigi yang menimbulkan trauma pada pembuluh darah, hemostasis primer yang terjadi adalah pembentukan platelet plug (gumpalan darah) yang meliputi luka, disebabkan karena adanya interaksi antara trombosit, faktor-faktor koagulasi dan dinding pembuluh darah. Selain itu juga ada vasokonstriksi pembuluh darah. Luka ekstraksi juga memicu clotting cascade dengan aktivasi thromboplastin, konversi dari prothrombin menjadi thrombin, dan akhirnya membentuk deposisi fibrin.
Perdarahan pasca ekstraksi gigi biasanya disebabkan oleh faktor lokal, tetapi kadang adanya perdarahan ini dapat menjadi tanda adanya penyakit hemoragik.
Beberapa penyakit sistemik yang mempengaruhi terjadinya perdarahan
1. Penyakit kardiovaskuler
Pada penyakit kardiovaskuler, denyut nadi pasien meningkat, tekanan darah pasien naik menyebabkan bekuan darah yang sudah terbentuk terdorong sehingga terjadi perdarahan.
2. Hipertensi
Bila anestesi lokal yang kita gunakan mengandung vasokonstriktor, pembuluh darah akan menyempit menyebabkan tekanan darah meningkat, pembuluh darah kecil akan pecah, sehingga terjadi perdarahan. Apabila kita menggunakan anestesi lokal yang tidak mengandung vasokonstriktor, darah dapat tetap mengalir sehingga terjadi perdarahan pasca ekstraksi. Penting juga ditanyakan kepada pasien apakah dia mengkonsumsi obat-obat tertentu seperti obat antihipertensi, obat-obat pengencer darah, dan obat-obatan lain karena juga dapat menyebabkan perdarahan.
3. Hemofilli
Pada pasien hemofilli A (hemofilli klasik) ditemukan defisiensi factor VIII. Pada hemofilli B (penyakit Christmas) terdapat defisiensi faktor IX. Sedangkan pada von Willebrand’s disease terjadi kegagalan pembentukan platelet, tetapi penyakit ini jarang ditemukan
4. Diabetes Mellitus
Bila DM tidak terkontrol, akan terjadi gangguan sirkulasi perifer, sehingga penyembuhan luka akan berjalan lambat, fagositosis terganggu, PMN akan menurun, diapedesis dan kemotaksis juga terganggu karena hiperglikemia sehingga terjadi infeksi yang memudahkan terjadinya perdarahan.
5. Malfungsi Adrenal
Ditandai dengan pembentukan glukokortikoid berlebihan (Sindroma Cushing) sehingga menyebabkan diabetes dan hipertensi.
6. Pemakaian obat antikoagulan
Pada pasien yang mengkonsumsi antikoagulan (heparin dan walfarin) menyebabkan PT dan APTT memanjang. Perlu dilakukan konsultasi terlebih dahulu dengan internist untuk mengatur penghentian obat-obatan sebelum pencabutan gigi.
Pencegahan kemungkinan komplikasi perdarahan karena faktor-faktor sistemik
1. Anamnesis yang baik dan riwayat penyakit yang lengkapKita harus mampu menggali informasi riwayat penyakit pasien yang memiliki tendensi perdarahan yang meliputi :• bila telah diketahui sebelumnya memiliki tendensi perdarahan• mempunyai kelainan-kelainan sistemik yang berkaitan dengan
gangguan hemostasis (pembekuan darah)• pernah dirawat di RS karena perdarahan• spontaneous bleeding, misalnya haemarthrosis atau menorrhagia dari
penyebab kecil• riwayat keluarga yang menderita salah satu hal yang telah disebutkan di
atas, dihubungkan dengan riwayat penyakit dari pasien itu sendiri• mengkonsumsi obat-obatan tertentu seperti antikoagulan atau aspirin• Penyebab sistemik seperti defisiensi faktor pembekuan
herediter,misalnya von Willebrand’s syndrome dan hemofiliaKita perlu menanyakan apakah pasien pernah diekstraksi sebelumnya, dan apakah ada riwayat prolonged bleeding (24-48 jam) pasca ekstraksi. Penting untuk kita ketahui bagaimana penatalaksanaan perdarahan pasca ekstraksi gigi sebelumnya. Apabila setelah diekstraksi perdarahan langsung berhenti dengan menggigit tampon atau dengan penjahitan dapat disimpulkan bahwa pasien tidak memiliki penyakit hemoragik. Tetapi bila pasca ekstraksi gigi pasien sampai dirawat atau bahkan perlu mendapat transfusi maka kita perlu berhati-hati akan adanya penyakit hemoragik.Bila ada riwayat perdarahan dalam (deep haemorrhage) didalam otot, persendian atau kulit dapat kita curigai pasien memiliki defek pembekuan darah (clotting defect). Adanya tanda dari purpura pada kulit dan mukosa mulut seperti perdarahan spontan dari gingiva, petechiae .
perdarahan pasca ekstraksi gigi
Yang pertama harus kita lakukan adalah tetap bersikap tenang dan jangan panik. Berikan penjelasan pada pasien bahwa segalanya akan dapat diatasi dan tidak perlu khawatir. Alveolar oozing adalah normal pada 12-24 jam pasca ekstraksi gigi. Penanganan awal yang kita lakukan adalah melakukan penekanan langsung dengan tampon kapas atau kassa pada daerah perdarahan supaya terbentuk bekuan darah yang stabil. Sering hanya dengan melakukan penekanan, perdarahan dapat diatasi.Jika ternyata perdarahan belum berhenti, dapat kita lakukan penekanan dengan tampon yang telah diberi anestetik lokal yang mengandung vasokonstriktor (adrenalin). Lakukan penekanan atau pasien diminta menggigit tampon selama 10 menit dan periksa kembali apakah perdarahan sudah berhenti. Bila perlu, dapat ditambahkan pemberian bahan absorbable gelatine sponge (alvolgyl / spongostan) yang diletakkan di alveolus serta lakukan penjahitan biasa.Bila perdarahan belum juga berhenti, dapat kita lakukan penjahitan pada soket gigi yang mengalami perdarahan tersebut. Teknik penjahitan yang kita gunakan adalah teknik matras horizontal dimana jahitan ini bersifat kompresif pada tepi-tepi luka. Benang jahit yang digunakan umumnya adalah silk 3.0, vicryl® 3.0, dan catgut 3.0.perdarahan yang sangat deras misalnya pada terpotongnya arteri, maka kita lakukan klem dengan hemostat lalu lakukan ligasi, yaitu mengikat pembuluh darah dengan benang atau dengan kauterisasi.Pada perdarahan yang masif dan tidak berhenti, tetap bersikap tenang dan siapkan segera hemostatic agent seperti asam traneksamat. Injeksikan asam traneksamat secara intravena atau intra muskuler.KesimpulanPencabutan gigi merupakan tindakan yang sering dilakukan oleh dokter gigi, sebelum melakukan tindakan tersebut sebaiknya kita lakukan anamnesis serta pemeriksaan klinis yang cermat pada pasien. Lakukan tindakan ekstraksi gigi dengan hati-hati serta hindari penggunaan alat yang berlebihan. Komplikasi paling sering adalah perdarahan pasca ekstraksi.
Apabila setelah ekstraksi gigi terjadi perdarahan, kita harus bersikap tenang dan mampu berpikir jernih untuk menganalisis penyebab perdarahan. Lihat kondisi pasien, cek tanda vital, dan bila semua dalam keadaan normal, segera periksa daerah yang mengalami perdarahan. Bersihkan soket secara cermat dan lakukan tindakan sesuai kondisi yang ada.