28
TUGAS PERORANGAN PERTAMA MATA KULIAH REKLAMASI Dosen : Prof.Dr.Ir. Suhardjono, MPd.,Dipl.HE TEMA : PERMASALAHAN PENGADAAN PANGAN DENGAN KEGIATAN REKLAMASI RAWA UNTUK BUDIDAYA PERSAWAHAN DI INDONESIA Di susun oleh : Elfira Dyah Setyowati 135060407111003 UNIVERSITAS BRAWIJAYA

TUGAS PERORANGAN PERTAMA REKLAMASI.docx

Embed Size (px)

DESCRIPTION

beras reklamasi

Citation preview

TUGAS PERORANGAN PERTAMA MATA KULIAH REKLAMASIDosen : Prof.Dr.Ir. Suhardjono, MPd.,Dipl.HE

TEMA :PERMASALAHAN PENGADAAN PANGAN DENGAN KEGIATAN REKLAMASI RAWA UNTUK BUDIDAYA PERSAWAHAN DI INDONESIA

Di susun oleh : Elfira Dyah Setyowati135060407111003

UNIVERSITAS BRAWIJAYAFAKULTAS TEKNIKJURUSAN TEKNIK PENGAIRANMALANG2015KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Mata Kuliah Reklamasi ini. Adapun judul dari Tema dari tulisan ini adalah Permasalahan Pengadaan Pangan dengan Kegiatan Reklamasi Rawa untuk Budidaya Persawahan di Indonesia, yang merupakan tugas perorangan pertama salah satu Mata Kuliah wajib di smester genap ini yaitu Reklmasi. Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Prof.Dr.Ir. Suhardjono, MPd.,Dipl.HE selaku Dosen Mata Kuliah Reklamasi.Penulis menyadari dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik agar penulis dapat memperbaikinnya dan membuat tulisan yang lebih baik dimasa yang akan datang. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan hal baik bagi semua pihak. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Malang, Maret 2015

Penulis

DAFTAR ISIPENGANTAR iDAFTAR ISI iiBAB 1 PENDAHULUAN1BAB 2 PEMBAHASAN22.1 Permasalahan Kebutuhan VS Pengadaan Pangan22.1.1 Lahan Subur Berkurang22.1.2 Kebutuhan Pangan Meningkat42.1.3 Menurunnya Produktifitas Lahan Subur521.4 Kurangnya Minat Generasi Muda di Sektor Pertanian62.2 Solusi72.2.1 Menekan Kebutuhan82.2.2 Meningkatkan Produksi82.2.3 Peran Reklamasi Rawa8BAB 3 KESIMPULAN13DAFTAR PUSTAKA14LAMPIRAN 15

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan PermasalahanPembangunan pertanian melalui pemanfaatan sumberdaya alam dilakukan pada lahan tadah hujan, lahan irigasi, dan daerah rawa. Pengembangan daerah irigasi di Indonesia pada masa Orde Baru sangat cepat karena komitmen untuk mencapai swasembada pangan khususnya beras, yang didukung oleh programprogram pendukung pertanian seperti BIMAS. Daerah irigasi seluas 3.9 juta ha pada tahun 1976 berkembang menjadi 4.8 juta ha pada tahun 1997. Dan sebagai hasil dari kesemuanya itu, pemerintah menyatakan swasembada beras pada tahun 1984. Swasembada beras yang pernah dicapai Indonesia pada tahun 1984 tidak dapat bertahan lama karena cepatnya laju pertambahan penduduk, menurunnya kualitas sumber daya lahan dan air, adanya El Nino (kekeringan), dan banjir (La Nina). Dan pada akhirnya di tahun 1990-an, Indonesia menjadi negara pengimpor beras lagi. Kecenderungan pola konsumsi pangan pada saat ini tetap menunjukkan beras sebagai bahan makanan utama. Selain itu kebutuhan jagung dan kedelai pun masih sulit dipenuhi dari produksi nasional dan juga memerlukan import. (Robiyanto, 2010).Titik kritis ketahanan pangan nasional akan terjadi apabila berbagai hal berikut tidak diperhatikan (Menko Ekonomi, 2009): Alih Fungsi lahan pertanian produktif yang saat ini berkisar 30.000 40.000 ha/ tahun, tidak diatasi dengan kebijakan yang nyata. Ketersediaan Air: Keandalan sistem irigasi baru mencapai 799 ribu Ha sawah yang airnya dijamin dari waduk (>2 kali panen/tahun). Sedangkan sisanya ( 4 juta ha) masih bergantung pada fluktuasi air sungai/ bendung dan sumber lainnya. Oleh karena itu konservasi dan kelestarian daerah tangkapan air sangat penting untuk ditingkatkan pada masa kini dan masa mendatang. Kerusakan Infrastruktur Irigasi: Kerusakan jaringan irigasi (5 tahun terahir 1,5 juta ha harus direhabilitasi), maka alokasi dana dan pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan (OP) secara berkelanjutan sangat penting dilakukan. Optimalisasi lahan: Lahan pertanian lainnya seperti lahan tadah hujan, lahan rawa lebak dan pasang surut (yang direklamasi dengan bantuan pemerintah seluas 1.8 juta ha dan 2.4 juta hektar oleh masyarakat dan swasta) tidak dioptimalkan pemanfaatannya

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Permasalahan Kebutuhan vs Pengadaan Pangan di Indonesia.Produksi beras lebih rendah daripada pertambahan penduduk yang pesat. Sementara lahan pertanian terus berkurang, akibat alih fungsi. Oleh karena itu tanpa adanya perluasan atau penambahan lahan, Indonesia akan tetap dibayangi dengan ancaman defisit pangan. Pasandaran, Effendi (2011)Menurut Suharjono (2015 ) Permalasalahan akan kebutuhan dan ketersediaan pangan akan di rangkum menjadi 4 pokok permasalahan yang saling berkaitan yaitu :a. Lahan Subur BerkurangMeningkatnya jumlah penduduk Indonesia diikuti meningkatkan kebutuhan akan infrastruktur berupa jalan, bangunan, industri dan pemukiman baru. Hal ini memicu terjadinya pembukaan lahan baru. Lahan subur di Indonesia dikatakan terbatas jika dilihat dari kebutuhan pangan penduduk Indonesia yang sangat tinggi. Namun tetap banyak lahan subur yang seharusnya dimanfaatkan untuk pertanian malah dialih fungsikan menjadi non pertanian. Alih Fungsi lahan pertanian produktif yang saat ini berkisar 30.000 40.000 ha/ tahun, tidak diatasi dengan kebijakan yang nyata. (Menko Ekonomi, 2009)Pengalih fungsian lahan subur tentu saja mengakibatkan dampak buruk bagi masyarakat. Dan salah satu yang menjadi fokus adalah menurunnya produksi beras di Indonesia. Apabila pengalih fungsian lahan produktif untuk pertanian tidak segera di tertibkan maka kedepannya Indonesia tidak akan bisa mandiri dalam mengatasi ketahanan pangan. Ketika beras cenderung langka, harga pun akan naik. Diketahui bahwa beras merupakan makanan pokok, ketika harga beras cenderung naik maka akan mengakibatkan kenaikan harga pada yang lainnya. Ini akan berujung pada menurunnya kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Gambar 1.1 Prediksi Kondisi Kritis Ketahanan Pangan Nasional (dari sudut pandang infrastruktur pengairan) (Sumber: Menko Ekonomi, 2009 dan BAPPENAS et al., 2002)

b. Kebutuhan Beras MeningkatKetergantungan konsumsi beras dalam pola konsumsi pangan masyarakat indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di dunia yaitu 133,26 kg per kapita per tahun (Data Badan Ketahanan Pangan Kementan, 2012). Selain kebutuhan akan beras yang memang tinggi, penduduk Indonesia dari tahun ke tahun meninggat pula. Meningkatnya penduduk di Indonesia berbanding lurus dengan meningkatnya kebutuhan akan beras. Hal ini tentunya akan menimbulkan ketidakseimbangan antara jumlah penduduk dengan jumlah bahan pangan yang ada. Prediksi pertambahan jumlah penduduk pada tahun 2030 dan 2050 berdasarkan data penduduk terakhir dengan produksi dan konsumsi beras (asumsi kehilangan 40.000 ha sawah irigasi per tahun di pulau Jawa) dapat dilihat pada Gambar 1.1

Gambar 1.2 Prediksi tingkat populasi, produksi dan konsumsi beras pada tahun 2030 dan 2050 di Indonesia (Hasil Vicon DD-ILDM Unsri Unesco-IHE, 2010)

Kurva kebutuhan akan pangan pokok yaitu beras ini kurang di respon dengan baik oleh sumberdaya manusia yang ada. Masyarakat Indonesia yang sudah terbiasa akan makanan pokok beras sehingga susah untuk digantikan dengan umbi-umbian. Pada akhirnya solusi yang di ambil adalah defisit.

Tabel 1.1 Proyeksi produksi, impor dan konsumsi beras di IndonesiaTahunProduksi(ton)Impor(ton)Konsumsi(ton)Selisih kproduksi-konsumsi (ton)

201044.217.30016.530,1049.371.096,70-5.153.796,7

201534.348.28024.727,5354.827.597,20-20.479.3172

202018.573.76035.215,1063.970.027,70-45.396.267,2

Sunarru Samsi Hariadi (2008)

Menurut data dari Badan Pusat Statistik tahun 1999, kita telah mengimpor beras sebanyak 1.8 juta ton pada tahun 1995; 2.1 juta ton pada tahun 1996; 0.3 juta ton pada tahun 1997; 2.8 juta ton pada tahun 1998; 4.7 juta ton pada tahun 1999. Di awal tahun 2000 kita bahkan dibanjiri dengan beras impor yang diberitakan ilegal, sedangkan di awal tahun 2006 kita diramaikan dengan keputusan pemerintah untuk mengimpor beras, yang dianggap tidak berpihak kepada petani meskipun hal itu bukan merupakan issue baru dan disadari pula bahwa petani kita pun merupakan konsumen beras.

c. Menurunnya Produktivitas Lahan Sawah.Indonesia sebenaranya memiliki potensi pertanian yang sangat besar. Indonesia tergolong memiliki lahan yang lebih luas dan potensial untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian yang berkelanjutan. Selain itu, iklim dan kesuburan tanah pertanian Indonesia juga sangat bagus dan potensial untuk memproduksi pangan nasional bahkan dunia. Namun dari tahun ke tahun produktivitas lahan sawah di Indonesia makin menurun. Menurunnya lahan pertanian dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya sumber daya manusia yang kurang berkualitas, infrastruktur yang belum canggih, pupuk yang kurang baik, bibit yang kurang unggul, pengairan yang masih buruk, faktor lingkungan , dan pemanfaatan masa lalu yang berlebihan. Menurunnya produktifitas lahan menghasilkan produktifitas akan beras yang tidak maksimal. Misal panen menjadi tidak teratur, harga yang tidak stabil, kualitas dan kuantitas menurun. Dan yang di takutkan adalah ketika produktifitas lahan sawah terus menerus menurun maka lama kelamaan mulai tidak subur dan tidak produktif, dan malah bisa menjadi dialih fungsikan.

d. Kurangya Minat Generasi Muda di Sektor PertanianGenerasi muda sebagai penerus bangsa menaruh minat yang sedikit terhadap sektor pertanian. Mereka lebih memilih untuk mengadu nasib ke luar kota bahkan ke luar negeri, bekerja di sektor non pertanian. Selama ini rata-rata pekerja yang bekerja di sektor pertanian adalah penduduk dengan usia lebih dari 50 tahun. Sebagian besar anak-anak petani di desa juga lebih suka memilih bekerja di kota ketimbang harus mengadu nasib di sawah dan ladangnya. Mereka tidak menyadari bahwa usaha pertanian bisa sangat menjanjikan, karena produknya dibutuhkan secara kontinu. Faktor yang menyebabkan generasi muda kurang berminat dengan pertanian adalah adanya pemikiran bahwa bekerja di kota atau di pabrik lebih menjanjikan dan lebih keren. Hasil dari usaha pertanian juga dianggap kurang bisa mendukung kebutuhan ekonomi mereka. Selain itu, pendidikan keluarga juga berpengaruh. Kebanyakan orangtua mengabaikan penanaman budaya cinta pertanian.Rendahnya minat generasi muda terhadap sektor pertanian ini akan menyebabkan masalah serius dan sektor itu tidak ada regenerasi. Generasi muda sebagai generasi yang kaya akan ide-ide, hanya sedikit yang terjun dalam bidang pertanian.Sehingga dimungkinkan bidang pertanian sebagai pemasok bahan pangan pokok bagi masyarakat Indonesia tidak akan mengalami perkembangan bahkan malah akan menurun.

2.2 SolusiTerdapat beberapa solusi alternatif dari permasalahan diatas, diantaranya :2.2.1 Menekan Kebutuhan Pangan Beras di IndonesiaYaitu bisa diupayakan dari mulai menekan angka penduduk. Kemudian dengan merunkan konsumsi beras dan meningkatkan konsumsi umbi umbian. Langkah ini dapat di dukung oleh paya-upaya Kementrian Pertanian yaitu Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP), gerakan One Day One Rice.Menurut Gultom, Margo C (2014) Tujuan dari menganekaragamkan pangan ini adalah:a) Memantapkan pola konsumsi pangan Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman (B2SA);b) Mendorong peningkatan penganekaragaman konsumsi pangan masyarakat melalui Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan berbasis pangan lokal dan LCM (Lomba Cipta Menu)c) Memfasilitasi laboratorium keamanan pangan segar dan peningkatan mutu dan keamanan pangan.2.2.2. Meningkatkan Produksi Beras di Indonesia (Intensifikasi/ Ekstensifikasi)2.2.2.1 Intensifikasi Lahan PertanianIntensifikasi lahan pertanian adalah upaya mengeefektiflan sebuah lahan subur agar produksi panen lebih maksimal. Cara yang dapat dilakukan antara lain :a. Melakukan Panca Usaha Tanib. Penggunaan infrastruktur yang lebih canggih dan modernc. Pemberian sosialisasi terhadap masyarakat khususnya petani di Indonesia

2.2.2.2 Ekstensifikasi Lahan PertanianEkstensifikasi adalah upaya menambah luas lahan persawahan. Salah satu bentuk ekstensifikasi lahan pertanian adalah reklamasi. Reklamasi adalah pemanfaatan, perbaikan, pemulihan kemampuan dan penigkatan kualitas lahan yang berkualitas rendah atau kurang produktif melalui pemberdayaan teknologi dan masyarakat.

2.2.3 Peran Reklamasi Rawa Upaya optimalisasi lahan untuk ketahanan pangan dapat dilakukan pada lahan tadah hujan, daerah irigasi, ataupun daerah rawa. Lahan rawa Indonesia baik yang berupa rawa pasang surut dan non-pasang surut (lebak) merupakan salah satu sumberdaya alam yang tersebar di Indonesia terutama pulau-pulau besar seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Gambar 1.3 Peta Sebaran Rawa di IndonesiaLahan rawa yang dikembangkan secara spontan oleh masyarakat dan swasta sampai saat ini mencapai 2.4 juta hektar. Jadi secara keseluruhan lahan rawa yang telah dikembangkan untuk mendukung ketahanan pangan yang pada umumnya terdapat di luar pulau Jawa, Bali dan Madura adalah 4.2 juta hektar. Kondisi lahan pada umumnya belum optimal karena permasalahan pra panen (keasaman tanah dan air, keterbatasan infrastruktur pengairan, penyiapan lahan, ketersediaan sarana produksi pertanian yang sulit, hama penyakit tanaman yang mengganggu, keterbatasan tenaga kerja) dan permasalahan pasca panen (panen, perontokan gabah, pengeringan, pengangkutan, penyimpanan dan pemasaran hasil pertanian) (Susanto, 2003, 2005, 2007, 2010); . Secara umum tingkat produksi padi misalnya adalah 2-3 ton GKP per ha dan hanya satu kali tanam dalam setahun (Susanto et al 2004; Susanto, 2006a; 2009).

Berikut gambar distribusi lahan rawa di Indonesia dan luas yang dikembangkan dengan bantuan pemerintah

Gambar 1.4 Jumlah Hektar Pemanfaatan Lahan Rawa di Indonesia

Kondisi lahan rawa pada umumnya belum optimal karena permasalahan pra panen (keasaman tanah dan air, keterbatasan infrastruktur pengairan, penyiapan lahan, ketersediaan sarana produksi pertanian yang sulit, hama penyakit tanaman yang mengganggu, keterbatasan tenaga kerja) dan permasalahan pasca panen (panen, perontokan gabah, pengeringan, pengangkutan, penyimpanan dan pemasaran hasil pertanian) (Susanto, 2003, 2005, 2007, 2010); . Secara umum tingkat produksi hanya satu kali tanam dalam setahun (Susanto et al 2004; Susanto, 2006a; 2009).Optimalisasi lahan rawa pasang surut untuk produksi pangan terbukti telah mampu meningkatkan produksi lahan per hektar per musim bahkan juga meningkatkan indeks pertanaman dari satu kali (IP100) menjadi dua sampai tiga kali per tahun (IP200, IP300). Bahkan di beberapa tempat seperti di Telang I, Kabupaten Banyuasin produksi padi dapat mencapai 7 sampai 8 ton GKP per hektar (Supriyanto et al,, 2006; LWMTL 2005a, b, c; LWMTL 2006; STLD, 2009) dan sudah 2-3 kali tanam (padi-padi-jagung) dalam setahun. (Susanto, 2007, 2009, 2010; Suprianto et al, 2009).Lahan rawa, baik yang tanah mineral ataupun gambut, berupa rawa pasang surut dan non-pasang surut (lebak) di Indonesia sebagian besar merupakan lahan konservasi dan kehutanan serta sebagian lainnya potensial untuk pengembangan pertanian (termasuk perikanan, perkebunan, peternakan, hutan tanaman, pemukiman). Optimalisasi lahan rawa untuk pengembangan pertanian yang sudah ada perlu dipelajari dengan seksama mengingat potensinya untuk mendukung kedaulatan dan ketahanan pangan Indonesia. Identifikasi dan karakterisasi lahan dan air secara rinci dan cermat digunakan untuk menentukan pola usaha tani yang akan dioptimalkan. Selain itu, dalam konteks pengelolaan lahan reklamasi rawa yang potensial untuk pertanian, alih fungsi lahan sawah pertanian pangan yang subur menjadi penggunaan lain juga harus dikendalikan (Susanto, 2010a, 2010b). Menurut Susanto (2010) Strategi perencanaan partisipatif dan pengelolaan sumberdaya rawa berbasis pertanian serta upaya penataan kawasan untuk pengamanan lahan-lahan sawah produktif sejalan dengan upaya pelestarian lingkungan memerlukan: a) pemetaan sebaran lahan rawa dan gambut, b) pemahaman kondisi iklim, hidrologi dan tata air; c) pemetaan lahan yang potensial dan potensial bersyarat

Pengelolaan Air Lahan RawaSesuai dengan rencana bahwa reklamasi rawa untuk budidaya tanaman baik berupa padi, free crops maupun second crop, sehingga dasar pengelolaan harus dilakukan hal-hal berikut :1. Pada waktu musim hujan, kelebihan air harus dibuang melalui saluran sub tersier, ke tersier dan seterusnya ke pembuang utama. Adapun ketinggian genangan yang terjadi disawah hanya sebatas yang diizinkan untuk tanaman.2. Pada saat musim kemarau dimana akan terjadi kekurangan air, maka apa bila dimungkinkan perlu diberikan air irigasi dan jika tidak tersedia, sebaiknya dilakukan pengawetan (waktu conservation). Pengawetan ini dilaksanakan mulai dari saluran sekunder, tersier, sub tersier serta sistem sorjan.3. Khusus daerah pantai atau daerah-daerah yang terjangkau oleh pasang surut maka harus selalu dijaga agar air asin maupun air asam tidak masuk kedalam lahan. Hal inilah yang membutuhkan penanganan secara khusus dan secara cermat agar lahan tidak terkontaminasi oleh kedua unsur air tersebut. Memajukan Pertanian Lahan Rawa Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknologi budidaya dan pengelolaan lahan rawa walaupun cukup banyak tersedia, tetapi perubahan sifat-sifat anah dan lingkungan dapat berlangsung cepat dan sangat berpengaruh terhadap produktivitas.Diperlukan pemahaman mendalam tentang sifat dan perilaku lingkungan fisik, termasuk sifat-sifat tanah, air, dan lainnya. Keadaan ini memerlukan pemantauan secara terus-menerus. Selain itu pengawalan secara ketat terhadap penerapan teknologi dan pengelolaan selanjutnya sangat diperlukan. Lahan rawa yang dibuka mudah menjadi lahan bongkor (lahan mati). Perubahan lahan tidak diperkirakan sebelumnya. Kesan ini tampak karena sebagian lahan mengalami pembunga air berlebih (overdrainage), muka air turun di bawah lapisan pirit setelah direklamasi, gambut menjadi kering. Pengembangan lahan rawa berkatan erat dengan lingkungan. Rawa selain mempunyai fungsi produksi juga fungsi lingkungan. Apabila fungsi lingkungan ini menurun maka fungsi produksi akan terganggu.

BAB 3 KESIMPULAN

Permasalahan akan ketidakseimbangan antar ketersediaan dan kebutuhan pangan ini merupakan masalah serius yang sudah dialami Indonesia sejak dulu, namu belum teratasi juga malah semakin parah. Salah satu solusi untuk masalah ini adalah dengan reklamasi lahan rawa yang potensial untuk dijadikan lahan produktif. Untuk upaya tersebut harus di dukung aspek lain yang terkait. Aspek tersebut diantaranya, sumber daya manusia, infrastruktur bangunan pengendali dan pengatur air, sistem irigasi dan drainasi, pemeliharaan lahan dan infrastrukturnya, pengolahan pemasaran dan permodalan yang lebih modern, peningkatan kemampuan manajeman dan daya saing serta efisiensi distribusi dan pemasaran, sarta sosialisasi untuk sumber daya manusinya berupa pengenalan dan implementasi sistem usahatani dan sebagainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. 2006. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. BogorBAPPENAS, Departmen Pertanian, USAID, DAI food policy advisory team. 2002. Does Indonesia face a food security time bomb? Indonesian Food Policy Program. Working paper no. 11, Jakarta, Indonesia. Tersedia : http://www.pusdatarawa.or.id/. Diakses pada : 27 Februari 2015Direktorat Rawa dan Pantai, Departemen PU, 2009. Potensi dan tantangan pengembangan rawa Indonesia. Makalah pada Seminar Lokakarya Pengelolaan Rawa dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Hotel Nikko Jakarta. Kedeputian Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kementrian Koordinasi Bidang Perekonomian. Tersedia : http://www.pusdatarawa.or.id/. Diakses pada : 27 Februari 2015Gultom, Masrog C. Bagaimana upaya untuk meningkatkan Ketahanan Pangan di Indonesia. asrogultom.wordpress.com/2014/05/20/bagaimana-upaya-untuk-meningkatkan-ketahanan-pangan-di-indonesia/ (27 Februari 2015)Hariadi,SunarruSamsi.2008.Urgensi Pembangunan Pedesaan Dalam mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional,4(2):75-86. Menko Ekonomi, Deputi Infrastruktur. 2009. Koordinasi Infrastruktur Pengembangan Wilayah untuk Ketahanan Pangan. Makalah pada Seminar Lokakarya Pengelolaan Rawa dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Hotel Nikko Jakarta. Kedepitian Bidang Koordinasi Infrastruktur dan pengembangan Wilayah, Kementrian Koordinasi Bidang Perekonomian. Tersedia : http://www.pusdatarawa.or.id/. Diakses pada : 27 Februari 2015Psandaran, RI Effendi. Menghindari Krisis Pangan dengan Pengembangan Pertanian Terpadu yang Didukung Peternakan Menuju Swasembada Pangan, di sampaikan pada workshop di LIPI Jakarta, Kamis Agustus 2010. Tersedia : http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/11/ (27 Februari 2015)Suharjono, Pedoman Mata Kuliah Reklamasi. 2015. Malang Suprianto H., Ravaie E., S.G. Irianto, R.H. Susanto., Schultz B., Suryadi F.X., dan Eelaart A.V. 2009. Land and Water Management of Tidal Lowlands: Experiences in Telang and Saleh, South Sumatera (Irrigation and Drainage Journal 2009 on line, Wiley Inter Science (www.interscience .wiley.com). (27 Februari 2015)Susanto, R.H Hedro. 2010. Pengembangan dan Pengelolaan Daerah Rawa untuk pembangunan Berkelanjutan. http://www.pusdatarawa.or.id/. Diakses pada : 27 Februari 2015Susanto, R.H. 2010. Strategi Pengelolaan Rawa untuk Pembangunan Pertanian Berkelanjutan (Buku II dari 2 buku). Strategi Pengelolaan Rawa untuk Pembangunan Pertanian Berkelanjutan, disampaikan pada Orasi Ilmiah pada Rapat Senat Khusus Terbuka Universitas Sriwijaya, 27 Desember 2010. On line, http://www.pusdatarawa.or.id/ (27 Februari 2015)

LAMPIRAN DATA DIRI PENULIS

NAMA : ELFIRA DYAH SETYOWATIJENIS KELAMIN: PEREMPUAN NIM : 135060407111003TEMPAT LAHIR : JAKARTATANGGAL LAHIR: 23 OKTOBER 1995NO. TELP: 085695779918EMAIL : [email protected]: 2013JURUSAN: PENGAIRANFAKULTAS : TEKNIKUNIVERSITAS : BRAWIJAYA1