Tugas Seminar ESDA 2

Embed Size (px)

Citation preview

A.

Pendahuluan Pembangunan ekonomi jangka panjang tidak selalu harus diarahkan pada sektor

industri, tetapi dapat juga diarahkan pada sektor lain, seperti sektor pertanian dan sektor jasa yang meliputi perdagangan, transportasi, komunikasi, perbankan, dan lain-lain. Pembangunan jangka panjang secara terpadu akan mengembangkan sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) melalui sektor pertanian, sektor agroindustri, sektor perdagangan, dan sektor jasa pendukung dalam kerangka pembangunan modal insani (human capital) Indonesia yang seluas-luasnya. Pengalaman negara-negara yang mengembangkan strategi keunggulan insani ternyata telah terbukti cukup manjur untuk menghadapi tantangan globalisasi dan kompetitif pasar dunia. Di samping itu, hal tersebut juga berefek semakin menipisnya cadangan sumber daya alam yang dapat diperbaharui bagi kepentingan masyarakat. Bertitik tolak dari pendekatan inilah, konsep agribisnis sebagai salah satu penghela pembangunan nasional menjadi menarik untuk dikaji dan diterapkan di Indonesia. Secara angka, pada tahun 2005 persentase kontribusi sektor pertanian terhadap GDP (gross domestic product) Indonesia semakin menurun. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mencanangkan program ekonomi yang pro-pertumbuhan, pro-orang kecil, dan prokesempatan kerja yang akan memacu agribisnis kelapa sawit sebagai salah satu ujung tombak bagi kerangka dasar pembangunan Indonesia yang menyongsong era globalisasi dan pasar bebas pasca-2020. Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu pondasi bagi tumbuh dan berkembangnya sistem agribisnis kelapa sawit. Sistem agribisnis kelapa sawit merupakan gabungan subsistem sarana produksi pertanian (industri hulu), pertanian, industri hilir, dan pemasaran yang dengan cepat akan merangkaikan seluruh subsistem untuk mencapai skala ekonomi. Strategi keunggulan komparatif di subsektor perkebunan harus dimanfaaatkan semaksimal mungkin untuk menghasilkan kuantitas bahan baku berkualitas bagi sektor industri. Keunggulan komparatif ini akan menciptakan daya saing produk yang tinggi bagi1

komoditi perkebunan karena memanfaatkan keunggulan tenaga kerja, iklim tropis (sinar matahari dan curah hujan yang merata setiap tahun), ketersediaan lahan yang luas, serta ditambah dengan dukungan pemerintah dalam pendanaan investasi. Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar kedua di dunia setelah Malaysia. Sebanyak 85% lebih pasar dunia kelapa sawit dikuasai oleh Indonesia dan Malaysia. Perkebunan kelapa sawit pun bisa menghadirkan prestasi-presetasi yang membanggakan dan layak untuk ditiru. Kesemuanya itu bergantung kepada manajemen dan pemimpinnya. Kemajuan dalam bidang agribisnis kelapa sawit Indonesia ditandai dengan semakin menyempitnya spesialisasi fungsional dan semakin jelasnya pembagian kerja berdasarkan fungsi-fungsi sistem agribisnis. Usaha agribisnis kelapa sawit Indonesia telah dikembangkan dengan orientasi bisnis untuk mencari keuntungan dengan konsep sistem agribisnis terpadu. Sistem agribisnis dikelompokkan menjadi empat subsistem kegiatan, yaitu pengadaan sarana produksi (agroindustri hulu), kegiatan produksi primer (budi daya), pengolahan (agroindustri hilir), dan pemasaran. Dengan demikian, agribisnis merupakan gabungan dari agroindustri, budi daya pertanian, dan pemasaran. Pengembangan agribisnis merupakan upaya pemerintah untuk masuk ke sektor industri tanpa memerlukan transformasi tenaga kerja yang crucial dari sektor pertanian ke sektor agroindustri. Transisi ini semakin penting karena kegiatan agribisnis dapat menyerap sebagian tenaga kerja di sektor pertanian tanpa memerlukan pelatihan yang sifatnya khusus. Hal ini dapat terjadi karena tuntutan pekerjaan di sektor awal agroindustri masih relatif sama dengan tuntutan pekerjaan di sektor budi daya pertanian. Dalam hal ini, agroindustri merupakan pengalihan kesempatan kerja dari sektor budidaya pertanian dan produksi pangan yang tradisional ke subsektor perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan yang merupakan landasan dasar bagi pengembangan agroindustri, berarti hanya akan membicarakan tahapan awal pengembangan industri yang semata-mata menjadikan Indonesia sebagai negara produsen komoditi primer dengan sedikit nilai tambah (value added) dan tingkat produktivitas yang rendah.2

B.

Defenisi Perkebunan Lahan perkebunan adalah usaha pertanian yang luas, biasanya terletak di daerah tropis

atau subtropis yang digunakan untuk menghasilkan komoditi perdagangan dalam skala besar dan dipasarkan ke tempat yang jauh, bukan untuk konsumsi lokal. Perkebunan dapat ditanami oleh tanaman keras atau tanaman industri seperti kakao, kelapa, dan teh, atau tanaman hortikultura seperti pisang, anggur, atau anggrek. Ukuran luas perkebunan sangat relatif dan tergantung ukuran volume komoditi yang dipasarkannya. Namun demikian, suatu perkebunan memerlukan suatu luas minimum untuk menjaga keuntungan melalui sistem produksi yang diterapkannya. Selain itu, perkebunan selalu menerapkan cara monokuktur, paling tidak untuk setiap blok yang ada didalamnya. Penciri lainnya, walaupun tidak selalu demikian, adalah terdapat instalasi pengolahan atau pengemasan terhadap komoditi yang dipanen di lahan perkebunan itu, sebelum produknya dikirim ke pembeli. Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan, serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. Komoditi pertanian yang biasa diusahakan dalam perkebunan terdiri dari dua jenis, yaitu tanaman industri (kakao, karet, sawit, tebu, teh, ), dan tanaman hortikultura (apel, anggrek, anggur). Pembukaan lahan adalah kegiatan yang dilakukan mulia dari perencanaan tata ruang dan tata letak lahan sampai dengan pembukaan lahan secara fisik. Membuka lahan merupakan pekerjaan teknis yang mudah dilakukan, asalkan tersedia peralatan dan sumber daya yang dibutuhkan. Adapun hal yang harus diperhatikan dalam pembukaan lahan di antaranya kesesuaian lahan yang akan dibuka tersebut untuk budi daya tanaman kelapa sawit. Jika lahan yang dipergunakan untuk perkebunan sawit tidak sesuai dengan habitat dari sawit tersebut, bisa jadi hasil yang didapat tidak sesuai dengan yang diharapkan, misalnya buah sawit yang ada tidak sebanyak biasanya, atau bahkan tidak berbuah sama sekali.3

C.

Kelapa sawit di Indonesia Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran

cukup penting dalam perekonomian Indonesia, karena merupakan komoditas andalan ekspor sehingga menjadi penghasil devisa negara di luar minyak dan gas. Selain peluang ekspor yang semakin terbuka, pasar dalam negeri juga masih cukup besar. Pasar yang banyak menyerap produk minyak sawit (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) adalah industri fraksinasi/ranifasi (terutama insdustri minyak goreng), lemak khusus (cocoa butter substitute), margarin/shortening, oleochemical dan sabun mandi. Disamping produk konvensional, minyak kelapa sawit juga merupakan salah satu bahan yang dapat dijadikan sumber bahan bakar (biodisel) yang terbarukan untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari minyak bumi yang semakin tipis persediaannya. Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu sektor unggulan bagi Indonesia, hal ini dikarenakan kondisi geografis wilayah Indonesia memang sangat cocok untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit. Pada tahun 2009, luas areal kelapa sawit di Indonesia mencapai 7,51 juta hektar dengan produksi sebesar 18,64 juta ton minyak sawit dan 3,47 juta ton inti sawit. Sementara, bila dilihat dari luas areal kelapa sawit berdasarkan status pengusahaan rata-rata tahun 1998-2009 sebanyak 52,23% diusahakan oleh Perkebunan Besar Swasta (PBS), 36,70% diusahakan oleh Perkebunan Rakyat (PR) dan 11,07% diusahakan oleh Perkebunan Besar Negara (PBN). Pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia menjadi sangat berkembang pesat dikarenakan: 1. Kebutuhan minyak nabati dunia cukup besar dan akan terus meningkat, sebagai akibat jumlah penduduk maupun tingkat konsumsi per kapita yang masih rendah. 2. Di antara berbagai jenis tanaman penghasil minyak nabati, kelapa sawit tanaman dengan potensi produksi minyak tertinggi.

4

3.

Semakin berkembangnya jenis-jenis industri hulu pabrik kelapa sawit maupun industri hilir oleokimia dan oleomakanan (oleochemical dan oleofoods), hingga industri konversi minyak sawit sebagai bahan bakar biodiesel.

Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit, hingga tahun 2008, sekitar 41, 39% produksi minyak sawit dunia dihasilkan oleh Indonesia sebagai Malaysia. Perkebunan kelapa sawit merupakan jenis usaha jangka panjang. Kelapa sawit yang ditanam saat ini baru akan dipanen hasilnya beberapa tahun kemudian. Sebagai tanaman tahunan (perennial crop), pada kelapa sawit dikenal periode tanaman belum menghasilkan (TBM) yang lamanya bervariasi antara 2-4 tahun, tergantung pada beberapa faktor yang terjadi di sekitarnya. Investasi yang sebenarnya bagi perkebunan komersial berada pada bahan tanaman (benih) yang akan ditanam karena merupakan sumber keuntungan perusahaan kelak. Pembangunan kelapa sawit komersial harus bisa memberikan jaminan produksi yang tinggi dan keuntungan yang optimal bagi perusahaan. Konsekuensinya, bahan tanaman yang ditanam harus bermutu tinggi dan dapat dijamin oleh institusi penghasil benih. Pemilihan bahan tanaman yang tidak tepat akan membawa risiko yang sangat besar. Perusahaan akan menderita rugi dana, waktu, dan tenaga jika bibit yang ditanam tidak sesuai dengan hasil yang diharapkan. Hal ini baru bisa diketahui setelah tanaman mulai menghasilkan 3-4 tahun kemudian Ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman sepanjang kehidupannya, yaitu innate, induce, dan enforce. Pemahaman dan kesadaran para pengelola perkebunan akan peranan masing-masing faktor sangat diperlukan jika ingin mencapai produksi yang maksimal.5

negara produsen dunia minyak sawit

kedua setelah

1.

Innate Faktor innate merupakan faktor yang terkait dengan genetik tanaman. Faktor ini bersifat mutlak dan sudah ada sejak mulai terbentuknya embrio dalam biji. Bagi pengelola kebun, tindakan yang bisa dilakukan untuk mengelola faktor innate ini hanyalah dengan memilih jenis kecambah dan membeli jaminan yang dikeluarkan oleh institusi yang menjual kecambah.

2.

Induce Faktor induce yaitu faktor yang mempengaruhi ekspresi sifat genetik sebagai manifestasi faktor lingkungan yang terkait dengan keadaan buatan manusia. Dalam konteks perkebunan kelapa sawit, faktor induce berperan mulai dari pembibitan sampai dengan pemeliharaan tanaman di lapangan. Contoh dari faktor induce adalah dengan melakukan pemupukan, pengendalian hama dan penyakit yang intensif.

3.

Enforce Faktor enforce merupakan faktor lingkungan (alam) yang bersifat merangsang atau menghambat pertumbuhan dan produksi tanaman. Umumnya, faktor ini tidak dapat dikendalikan manusia seara langsung, tetapi dampak negatifnya bisa dikurangi dengan memperbaiki faktor induce. Faktor enforce yang paling jelas pengaruhnya terhadap tanaman kelapa sawit yaitu faktor tanah dan iklim, seperti temperatur, kelembaban udara, curah hujan, dan lama penyinaran matahari.

Lahan adalah matriks tempat tanaman berada. Tanpa lahan, tanaman kelapa sawit tidak akan ekonomis untuk diusahakan secara komersial. Lahan yang optimum untuk kelapa sawit harus mengacu kepada 3 faktor, yaitu lingkungan, sifat fisik lahan, dan sifat kimia tanah atau kesuburan tanah. Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15o LU 15o LS). Tanaman ini dapat tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan curah hujan6

stabil, 2000-25000 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan mempengaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit. Tabel I : Kriteria Tanah untuk Perkebunan SawitKeadaan tanah Lereng Kedalaman solum tanah Ketinggian muka air tanah Tekstur Struktur Konsistensi Permeabilitas Keasaman (pH) Tebal gambut Kriteria baik < 12o > 75 cm < 75 cm Lempeng / liat Perkembangan kuat Gembur Sedang 4,0-6,0 0-60 cm Kriteria kurang baik 12o-23o 37,5-75 cm 75-37,5 cm Lempung berpasir Perkembangan sedang teguh Cepat atau lambat 3,2-4,0 60-150 cm Kriteria tidak baik > 23o < 37,5 cm < 37,5 cm Pasir berlempung Perkembangan lemah Sangat teguh Sangat cepat / lambat < 3,2 > 150 cm

Sumber: Pangudijatno dan Purba (1987)

Minyak sawit digunakan sebagai bahan baku minyak goreng, margarin, sabun, kosmetika, industri baja, kawat, radio, kilit dan industri farmasi. Minyak sawit dapat digunakan untuk begitu beragam peruntukannya karena keunggulan sifat yang dimilikinya yaitu tahan oksidasi dengan tekanan tinggi, mampu melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh pelarut lainnya, mempunyai daya pelapis yang tinggi dan tidak menimbulkan iritasi pada tubuh dalam bidang kosmetik. Produk turunan dari kelapa sawit sangat banyak sehingga sawit tetap dibutuhkan oleh dunia, meskipun ditentang oleh berbagai pihak karena isu pencemaran lingkungan. Walaupun produk turunan sawit sangat banyak, tetapi Indonesia hanya bisa memproduksi sebagian saja. Bagian yang populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten yang tinggi. minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika. Sisa pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan menjadi kompos.7

D.

Agribisnis Kelapa Sawit Kebutuhan minyak nabati dan lemak dunia terus meningkat sebagai akibat

pertumbuhan penduduk dan peningkatan pendapatan domestik bruto. Selain itu, konsumsi minyak per kapita penduduk di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara juga masih jauh di bawah rata-rata penggunaan minyak nabati dan lemak per kapita per tahun penduduk dunia. Minyak kelapa sawit merupakan komoditas yang mempunyai nilai strategis karena merupakan bahan baku utama dalam pembuatan minyak goreng. Sementara, minyak goreng merupakan salah satu dari 9 kebutuhan pokok bangsa Indonesia. Permintaan akan minyak goreng di dalam dan luar negeri yang kuat merupakan indikasi pentingnya peranan komoditas kelapa sawit dalam perekonomian bangsa. Tabel II : Negara Produsen Utama Minyak Kelapa Sawit Dunia Tahun 2001-2007Negara Malaysia Indonesia Nigeria Colombia Cote divore Thailand Papua New Guinea Ecuador Costa Rica Honduras Brazil Venezuela Guatemala Others Jumlah 2001 11.804 8.396 770 548 2055 625 329 228 150 130 110 52 70 883 24.300 2002 11.909 9.622 775 528 240 600 316 241 128 126 118 55 86 900 25.644 Volume (000 Ton) 2003 2004 2005 13.355 13.976 14.962 10.441 12.326 14.620 785 790 800 527 632 661 220 270 260 640 668 680 326 345 310 247 263 319 155 195 210 158 170 175 19 142 160 41 63 66 85 87 90 913 958 969 28.022 30.885 34.282 2006 15.881 16.570 815 708 265 780 272 345 198 190 170 70 96 1.043 37.403 2007 15.740 16.891 835 780 320 1.020 272 345 198 190 170 70 96 1.237 38.164

Sumber: Statistik kelapa sawit Indonesia, BPS

Menurut teori pemasaran, terdapat istilah competitive nation, yaitu negara dianggap mempunyai suatu competition advantage (suatu kelebihan) yang dapat dimanfaatkan untuk berkompetisi di pasar dunia. Di samping dengan sesama anggota ASEAN dalam blok ekonomi regional seperti AFTA, Indonesia juga harus bertempur di pentas dunia dalam WTO. Kondisi dunia yang semakin global menawarkan suatu konsep alternative nation, yaitu8

suatu negara alternatif yang paling banyak memberikan kemudahan dan keuntungan dalam melaksanakan suatu usaha tertentu. Arus modal investasi akan mengalir deras ke negara alternatif yang memberikan kemudahan dan keuntungan yang terbaik. Keunggulan komparatif Indonesia dalam agribisnis yaitu sebagai negara tropis yang mendapat sinar matahari melimpah sepanjang tahun dengan curah hujan yang cukup dan hampir merata. Kondisi inilah yang sangat diutuhkan oleh tanaman kelapa sawit sehingga membuat Indonesia merajai pasar dunia dalam produksi CPO. Pengembangan agribisnis kelapa sawit merupakan salah satu langkah yang diperlukan sebagai kegiatan pembangunan subsektor perkebunan dalam rangka revitalisasi sektor pertanian. Perkembangan pada berbagai subsistem yang sangat pesat pada agribisnis kelapa sawit sejak menjelang akhir tahun 1970-an menjadi bukti pesatnya perkembangan agribisnis kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit saat ini telah berkembang tidak hanya yang diusahakan oleh perusahaan negara, tetapi juga oleh perkebunan rakyat dan swasta. Pada tahun 2003, luas areal perkebunan kelapa sawit oleh rakyat mencapai 1.827.000 ha (34,9%), perkebunan negara seluas 645.000 ha (12,3%) dan perkebunan swasta seluas 2.765.000 ha (52,8%). Ditinjau dari bentuk pengusahaannya, perkebunan rakyat memberikan andil produksi CPO sebesar 3.645.000 ton (37,12%), perkebunan besar negara sebesar 1.543.000 ton (15,7%), dan perkebunan besar swasta sebesar 4.675.000 ton (47,13%). Produksi CPO juga menyebar dengan perbanfingan 85,55% Sumatera, 11,45% Kalimantan, 2% Sulawesi, dan 1% wilayah lainnya. Produksi tersebut dicapai pada tingkat produktivitas perkebunan negara 3,14 ton CPO/ha, perkebunan rakyat sekitar 2,73 ton CPO/ha, dan perkebunan swasta 2,58 ton CPO/ha. Dalam hal industri pengolahan, industri pengolahan CPO telah berkembang pesat. Saat ini jumlah unit pengolahan di seluruh Indonesia mencapai 320 unit dengan kapasitas olah 13.520 ton TBS per jam. Sedangkan industri pengolahan produk turunannyam kecuali minyak goreng, masih belum berkembang,dan kapasitas terpasang baru 11 juta ton. Idustri9

oleokimia Indonesia sampai tahun 2000 baru memproduksi oleokimia 10,8 % dari produksi dunia. Secara umum dapat diindikasikan bahwa pengembangan agribisnis kelapa sawit masih mempunyai prospek, ditinjau dari prospek harga, ekspor, dan pengembangan produk. Secara internal, pengembangan agribisnis kelapa sawit didukung potensi kesesuaian dan ketersediaan lahan, produktivitas yang masih dapat meningkat dan semakin berkembangnya industri hilir. Dengan prospek dan potensi ini, arah pengembangan agribisnis kelapa sawit adalah pemberdayaan di hulu dan penguatan di hilir. Sejalan dengan tujuan pembangunan pertanian, tujuan utama pengembangan agribisnis kelapa sawit adalah : 1. Menumbuh kembangkan usaha kelapa sawit di pedesaan yang akan memacu aktivitas ekonomi pedesaan, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat; 2. Menumbuhkan industri pengolahan CPO dan produk turunannya serta industri penunjang (pupuk, obat-obatan dan alsin) dalam meningkatkan daya saing dan nilai tambah CPO dan produk turunannya.

Arah kebijakan jangka panjang adalah pengembangan sistem dan usaha agribisnis kelapa sawit yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi. Dalam janga menengah kebijakan pengembangan agribisnis kelapa sawit meliputi peningkatan produktivitas dan mutu, pengembangan industri hilir dan peningkatan nilai tambah, serta penyediaan dukungan dana pengembangan. Dalam implementasinya, pengembangan agribisnis kelapa sawit baik melalui perluasan maupun peremajaan menerapkan pola pengembangan inti-plasma dengan penguatan kelembagaan melalui pemberian kesempatan kepada petani plasma sebagai pemilik saham perusahaan. Pemilik saham ini dilakukan

10

melalui cicilan pembelian saham dari hasil potongan penjualan hasil atau dari hasil outscourcing dana oleh organisasi petani. Dukungan kebijakan sarana dan prasarana serta regulasi diperlukan untuk mencapai sasaran investasi dan pengembangan agribisnis sawit ini. Dukungan kebijakan diharapkan diperoleh dari Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Departemen Keuangan, Bank Indonesia, maupun instansi terkait lainnya. Dukungan sarana prasarana juga sangat vital, misalnya pembuatan sarana jalan untuk memperlancar proses transportasi dari hasil perkebunan sawit (CPO) tersebut.

E.

Perkebunan Kelapa Sawit di Riau Perkebunan kelapa sawit di Riau pada tahun 2003 tercatat seluas 1.486.989 ha, dan

menurut data Dinas Perkebunan (Disbun) Riau, luas area perkebunan sawit Riau hingga akhir 2010 mencapai 1.781.900 ha. Jumlah itu terdiri dari perkebunan kelapa sawit milik rakyat seluas 889.196 ha, area produksi perkebunan besar negara (PBN) yang mencapai 79.545 ha, dan produksi perkebunan besar swasta (PBS) yang mencapai 812.439 ha. Tabel III : Produksi CPO per Kabupaten di RiauKabupaten / Kota Bengkalis Indragiri Hilir Indragiri Hulu Kampar Kuantan Singingi Pelalawan Rokan Hilir Rokan Hulu Siak Dumai Pekanbaru 2006 275.687 168.521 174.796 535.797 191.845 175.515 168.521 368.249 300.732 69.814 Produksi (Ton) 2008 417.775 448.878 433.505 1.291.970 429.453 620.126 448.878 807.117 611.664 58.770 2.527 2009 189.697 42.657 143.322 398.553 147.356 144.063 42.657 265.634 254.005 40.645 29.994 Lahan yang sudah digunakan 100.814 74.488 52.768 152.853 59.508 58.645 74.488 142.449 101.369 26.520 710

Sumber Data: Statistik Perkebunan Indonesia 2009-2011

Kebun kelapa sawit terluas di Indonesia dimiliki oleh Provinsi Riau, data pada tahun 2008 menyatakan bahwa luas kebun kelapa sawit di Provinsi Riau mencapai 6.623,5 ribu ha,11

semuanya tersebar di semua kabupaten dan kota di daerah Provinsi Riau. Hal ini menunjukkan bahwa kelapa sawit merupakan tanaman primadona bagi masyarakat di provinsi ini, baik masyarakat pedesaan maupun perkotaan. Prospek bisnis kelapa sawit di Provinsi Riau pada tahun 2012 ini diprediksi akan bertambah cerah karena dipicu meningkatnya permintaan ekspor minyak sawit dan kenaikan harga minyak mentah di pasar global. Dengan adanya kenaikan harga minyak, umumnya akan meningkatkan permintaan CPO untuk bahan energi alternatif. Dengan naiknya akan permintaan terhadap CPO, maka kesejahteraan masyarakat pun akan ikut bertambah.Tabel IV : Luas areal dan produksi perkebunan sawit di Indonesia

Terdapat

banyak

perusahaan

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Kepulauan Bangka Belitung Bengkulu Lampung Jawa Barat Banten Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Papua Papua Barat Indonesia

perkebunan kelapa sawit di Riau. Biasanya, setelah panen, buah kelapa sawit akan langsung diolah menjadi minyak kelapa sawit mentah atau yang sering disebut dengan crude palm oil (CPO). Selain mengolah buah hasil panen dari perkebunan milik

perusahaan, perusahaan kelapa sawit juga membeli buah sawit dari para petani disekitarnya. Jadi terjadi sebuah hubungan yang saling menguntungkan antara petani dan dengan pengusaha sawit Riau.

Jumlah Luas Area (ha) 274,1 1.026,6 305,9 1.623,5 0,5 454,8 718,1 171,5 161,5 158,5 11,6 15,0 476,9 709,2 265,2 368,5 52,2 16,2 117,3 21,2 25,9 33,6 7.007,9

Jumlah Produksi (ton) 709,0 3.200,7 898,6 5.072,8 0,0 1.210,2 1.829,6 407,2 355,9 406,9 19,8 33,8 1.140,6 1.352,9 368,6 370,7 136,8 45,1 384,2 8, 8 56,7 80,3 18.089,5

Sumber : Statistik Kelapa Sawit Indonesia

Salah satu perusahaaan sawit terbesar di Riau adalah PT Perkebunan Nusantara V (PTPN). PTPN memiliki kurang lebih 8000 karyawan. PTPN adalah salah satu badan usaha12

milik pemerintah. Selain untuk memperoleh keuntungan, PTPN juga memiliki misi untuk mensejahterakan kehidupan masyarakat provinsi ini. Perkebunan sawit merupakan salah satu penggerak ekonomi rakyat di Riau. Namun sayang, harga sawit yang tidak menentu terkadang menimbulkan kerugian bagi para petani sawit yang memiliki modal dan lahan kecil. Namun ketika harga sangat tinggi, pteani sawit sangat diuntungkan. Belakangan ini pemerintah memberikan solusi dengan menjaga harga sawit agar tetap stabil. Selain harga sawit yang tidak menentu, masalah lain yang menyusahkan petani adalah kebakaran hutan yang dapat membakar lahan mereka. Kebakaran hutan biasanya terjadi pada saat musim kemarau. Tabel V: Produksi Kelapa Sawit Menurut Provinsi (ton), 2008-2010Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Kepulauan Bangka Belitung Bengkulu Lampung Jawa Barat Banten Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Papua Papua Barat Indonesia 2008 564.748 3.882.401 961.537 4.815.885 10.638 1.626.461 1.891.425 412.938 560.271 416.294 12.622 24.950 1.124.388 1.295.729 891.057 338.451 126.559 21.532 325.814 10.579 49.544 39.971 19.400.794 2009 693.003 3.862.399 896.301 5.311.368 11.321 1.499.891 2.313.508 446.555 735.977 389.277 20.738 25.130 1.331.659 1.798.102 1.041.367 456.398 144.264 28.162 260.527 0 66.672 57.707 21.390.326 2010 709.004 3.981.649 905.113 5.462.482 11.321 1.530.821 2.380.544 466.472 751.933 396.981 21.179 25.727 1.373.165 1.828.662 1.051.534 491.813 147.564 28.776 266.382 0 68.097 58.901 21.958.120

Sumber: Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Perkebunan

Kondisi anomali iklom yang terjadi di tahun ini, memberikan pengaruh yang luar biasa kepada perkebunan sawit. Tingginya curah hujan mengakibatkan terganggunya pertumbuhan tanaman sawit dan akhirnya menurunkan produksi buah sawit. Proses penyerbukan buah13

sawit tidak sempurna karena iklim hujan sehingga berat TBS berkurang. Sementara tingginya permintaan tidak diimbangi dengan suplai yang memadai, akan mengakibatkan kenaikan harga. Kian meningkatnya harga minyak bumi juga menjadi faktor pendorong harga CPO naik. Selain itu, masalah infrastruktur juga menjadi kendala klasik yang belum terselesaikan hingga saat ini. Kondisi jalan yang kebanyakan rusak parah mengakibatkan lambatnya proses transportasi TBS ke pabrik, maupun proses pengiriman CPO ke berbagai tempat baik di dalam maupun di luar negeri.

F.

Kelapa Sawit dan Lingkungan Pertumbuhan subsektor kelapa sawit telah menghasilkan angka-angka pertumbuhan

ekonomi yang sering digunakan pemerintah bagi kepentingannya untuk mendatangkan investor ke Indonesia. Namun pengembangan areal perkebunan kelapa sawit ternyata menyebabkan meningkatnya ancaman terhadap keberadaan hutan Indonesia karena pengembangan areal perkebunan kelapa sawit utamanya dibangun pada areal hutan konversi. Konversi hutan alam hingga saat ini masih terus berlangsung bahkan semakin parah karena pemerintah yang ingin menjadikan Indonesia sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Demi mencapai tujuan tersebut, pemerintah banyak membuat program ekspansi wilayah kebun mesti harus mengkonversi hutan. Misalnya program sawit di wilayah perbatasan Indonesia Malaysia di pulau kalimantan seluas 1,8 jt ha dan program Biofuel 6 juta hektar. Banyak investor yang berminat menanamkan saham di proyek tersebut karena lahan peruntukan kebun yang ditunjuk pemerintah adalah wilayah hutan. Sebelum mulai berinvestasi para investor sudah mulai mendapatkan keuntungan besar berupa kayu dari hutan dengan hanya mengurus surat Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) kepada pihak pemerintah, yaitu Departemen Kehutanan. Akibat dari deforetasi tersebut bisa dipastikan Indonesia mendapat ancaman hilangnya keanekaragaman hayati dari ekosistem hutan hujan tropis. Hal ini juga menyebabkan14

hilangnya budaya masyarakat di sekitar hutan. Di samping itu praktek konversi hutan alam untuk pengembangan areal perkebunan kelapa sawit telah menyebabkan jutaan hektar areal hutan konversi berubah menjadi lahan terlantar berupa semak belukar dan/atau lahan kritis baru, sedangkan realisasi pembangunan perkebunan kelapa sawit tidak sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Pembukaan lahan sawit di kalimantan juga sempat menuai kritik dari masyarakat dan para pencinta alam, karena mereka tak segan-segan membantai binatang yang telah terusir dari habitatnya. Bahkan tak jarang ditemui bangkai-bangkai orang utan, padahal orang utan termasuk dalam kategori binatang dilindungi. Dampak negatif yang terungkap dari aktivitas perkebunan kelapa sawit diantaranya : 1. Persoalan tata ruang, dimana monokultur, homogenitas dan overloads konversi. Hilangnya keanekaragaman hayati ini akan memicu kerentanan kondisi alam berupa menurunnya kualitas lahan disertai erosi, hama, dan penyakit. 2. Pembukaan lahan seringkali dilakukan dengan cara tebang habis dan land clearing dengan cara pembakaran demi efisiensi biaya dan waktu. 3. Kerakusan unsur hara dan air tanaman monokultur seperti sawit, dimana dalam satu hari satu batang pohon bisa menyerap 12 liter air. Di samping itu pertumbuhan kelapa sawit mesti dirangsang oleh berbagai zat fertilizer sejenis pestisida dan bahan kimia lainnya. 4. Pencemaran yang diakibatkan oleh asap hasil dari pembakaran lahan pada saat membuka lahan, ataupun pembuangan limbah sisa produksi CPO merupakan cara perkebunan yang meracuni makhluk hidup dalam jangka waktu yang lama dan secara perlahan akan mengakibatkan penyakit di lingkungan sekitarnya. Limbah buangan dari produksi sawit yang dibuang langsung ke sungai akan mengakibatkan tercemarnya sungai tersebut, merusak ekosistem air, menimbulkan berbagai penyakit kulit bagi masyarakat yang biasa menggunakan air sungai.

15

5.

Terjadinya konflik akibat masuknya perkebunan sawit. Misalnya konflik antara warga yang menolak dan menerima masuknya perkebunan sawit, bentrokan antara masyarakat dengan aparat pemeritah akibat sistem perijinan perkebunan sawit, ataupun bentrok dengan para pencinta lingkungan.

6.

Praktek konversi hutan alam untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit seringkali menjadi penyebab utama bencana alam seperti banjir dan tanah longsor.

7.

Munculnya hama migran baru yang ganas karena jenis hama baru ini akan mencari habitat baru yang keras dengan fauna lainnya. Ini disebabkan karena keterbatasan lahan dan jenis tanaman akibat monokulturasi.

G.

Limbah Sawit Limbah dari produksi kelapa sawit ada dua jenis. Jenis limbah kelapa sawit pertama

adalah limbah padat, yang terdiri dari Tandan Kosong, pelepah, cangkang, dan lain-lain. Sedangkan limbah cair yang terjadi pada in house keeping. Limbah padat dan limbah cair dapat dimanfaatkan sehingga memiliki nilai ekonomi yang tidak sedikit. Salah satunya adalah potensi limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai unsur hara yang mampu menggantikan pupuk sintesis (urea, TSP, dan lain-lain). Tabel V : Jenis, Potensi dan pemanfaatan limbah Pabrik Kelapa Sawit Potensi per Jenis Manfaat ton TBS (%) Tandan Kosong 23,0 Pupuk kompos, pulp kertas, papan partikel, energi Wet Decanter Solid 4,0 Pupuk kompos, makanan ternak Cangkang 6,5 Arang, karbon aktif, papan partikel Serabut (fiber) 13,0 Energi, pulp kertas, papan partikel Limbah cair 50,0 Pupuk, air irigasi Air kondensat Air umpan broilerSumber : Tim PT. SP (2000)

Saat ini, berbagai penelitian telah dilakukan dan menunjukkan bahwa limbah kelapa sawit dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan. Manfaat limbah kelapa sawit adalah sebagai berikut :16

1.

Tandan kosong kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik yang memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dan tanah. Tandan kosong kelapa sawit mencapai 23% dari jumlah pemanfaatan kelapa sawit tersebut sebagai alternatif pupuk organik juga akan memberikan manfaat lain dari sisi ekonomi. Tandan kosong kelapa sawit sebagai limbah padat jika dibakar maka abu dari proses pembakaran tersebut bisa menjadi alternatif pupuk kalium.

2.

Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah yang bisa dimanfaatkan untuk menjadi arang. Arang aktif juga dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari tanpa adanya efek samping yang berbahaya.

3. 4.

Batang dan tandan sawit bisa dipergunakan untuk pulp kertas. Batang kelapa sawit yang sudah tua dan tidak produktif lagi bisa dimanfaatkan menjadi produk yang bernilai tinggi. batang kelapa sawit tersebut bisa dibuat sebagai bahan perabot rumah tangga seperti mebel, furniture, atau sebagai papan partikel.

17

H.

Kesimpulan dan Saran Dari pembahasan yang telah kelompok kami lakukan, kami mempunyai beberapa

kesimpulan dan saran sebagai berikut : 1. Dampak negatif dari pembangunan akan selalu muncul, untuk itu dampak yang dihasilkan ini harus ditangani dan dikelola dengan sebaik-baiknya sehingga tidak menimbulkan efek yang lebih besar lagi. 2. Badan air sungai akan selalu menanggung beban pencemaran oleh industri apapun, dan jika semua industri membuang limbah di sungai tanpa diolah terlebih dahulu, maka akan menimbulkan berbagai permasalahan dan yang akan dirugikan adalah masyarakat. 3. Walaupun perkebunan sawit membawa dampak positif (misalnya mengurangi pengangguran, menyumbang devisa negara), tetapi permasalahan sosial yang ditimbulkan masih kurang ditangani. 4. Provinsi Riau memang merupakan produsen CPO terbesar di Indonesia, dan itu artinya limbah yang dihasilkan lebih besar pula daripada di daerah lain. Jadi sebaiknya pemerintah segera turun tangan untuk menangani masalah limbah. 5. Keseriusan dari semua pihak sangat diperlukan agar limbah industri sawit yang ada benar-benar tidak mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia, kalau hal ini tidak dimulai dari sekarang, maka bahaya yang akan ditimbulkan dari limbah industri sawit ini akan benar-benar terasa di masa yang akan datang.

18

DAFTAR

PUSTAKA

id.m.wikipedia.org/wiki/kelapa_sawit litbang.deptan.go.id/special/komoditas/b4sawit riauinfosawit.blogspot.com/2011/10/sawit_riau_capai_21_juta_hektare.htm regionalinvestment.bpkm.go.id/newsipid/commodityarea.php?ia=14&ic=2 www.pekanbaruriau.com/2011/10/kelapa-sawit-riau.html?m=1 adekrawie.wordpress.com/2007/07/27/dampak-ekologi-dan-lingkungan-akibat-perkebunansawit-skala-besar/ id.shooving.com/business-management/entrepreneurship/1929400-pemanfaatan-limbahsawit/

19