Tumor Sinonasal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Keganasan kedua setelah tumor nasofaring dalam bidang THT, terdapat banyak jenis dari tumor sinonasal baik jinak maupun ganas. tumor sinonasal jarang bermetastasis pada umumnya disebabkan karena stukturnya yang tersembunyi dalam tengkorak

Citation preview

TUMOR SINONASALPENDAHULUANTumor hidung dan sinus paranasal pada umumnya jarang ditemukan, baik yang jinak maupun yang ganas. Di Indonesia dan di luar negeri, kekerapan jenis yang ganas hanya sekitar 1 % dari keganasan seluruh tubuh atau 3% dari seluruh keganasan di kepala dan leher. Hidung dan sinus paranasal atau juga disebut sinonasal merupakan rongga yang dibatasi oleh tulang-tulang wajah yang merupakan daerah yang terlindung sehingga tumor yang timbul di daerah ini sulit diketahui secara dini. Asal tumor primer juga sulit ditentukan, apakah dari hidung atau sinus karena biasanya pasien berobat dalam keadaan penyakit telah lanjut dan tumor sudah memenuhi rongga hidung dan seluruh sinus.1Lokasi rongga hidung dan sinus paranasal membuat mereka sangat dekat dengan struktur vital. Keganasan sinonasal dapat tumbuh dengan ukuran yang cukup dan terapi agresif mungkin diperlukan di daerah dekat dasar tengkorak, orbit, saraf kranial, dan pembuluh darah vital. Meskipun jarang, keganasan sinonasal merupakan masalah yang cukup penting. Masalah ini diperburuk oleh fakta bahwa manifestasi awal (misalnya, epistaksis sepihak, obstruksi hidung) meniru tanda-tanda dan gejala kondisi umum tetapi kurang serius. Oleh karena itu, pasien dan dokter sering mengabaikan atau meminimalkan presentasi awal dari tumor dan mengobati tahap awal keganasan sebagai gangguan sinonasal jinak. Anatomi rongga hidung dan sinus paranasal menyebabkan tumor untuk timbul dalam stadium lanjut dan mempersulit pengobatan mereka. Mereka berada berdekatan dengan struktur penting seperti dasar tengkorak, orbit, saraf kranial, dan struktur vaskular penting. Morbiditas jelas dan komplikasi yang terkait dengan bedah reseksi dari tumor tersebut dapat parah. Pengobatan keganasan sinonasal paling baik dilakukan melalui tim multidisiplin. Secara optimal, ini termasuk kepala dan leher bedah oncologic, rekonstruksi bedah, maxillofacial prosthodontist, onkologi radiasi, ahli onkologi medis,neuro radiologist, ahli patologi, ahli bedah saraf, dan pasien.3EPIDEMIOLOGIKeganasan sinonasal jarang terjadi. Mereka lebih umum di Asia dan Afrika daripada di Amerika Serikat. Di bagian Asia, keganasan sinonasal adalah peringkat kedua yang paling umum dan kanker leher karsinoma nasofaring belakang. Pria yang terkena 1,5 kali lebih sering dibandingkan wanita,dan 80% dari tumor ini terjadi pada orang berusia 45-85 tahun. Sekitar 60-70% dari keganasan sinonasal terjadi pada sinus maksilaris dan 20-30% terjadi pada rongga hidung sendiri. Diperkirakan 10-15% terjadi pada sel-sel udara ethmoid (sinus), dengan minoritas sisa neoplasma ditemukan di sinus frontal dan sphenoid.3Kejadian tahunan tumor hidung di Amerika Serikat diperkirakan kurang dari 1 dalam 100.000 orang per tahun. Tumor ini paling sering terjadi orang kulit putih, dan insiden pada laki-laki adalah dua kali dari perempuan. Tumor epitel yang paling sering hadir dalam dekade kelima dan keenam usia.4ANATOMIKavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri.31. Septum nasi dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum pada bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi juga dengan mukosa nasal.3Bagian tulang terdiri dari :1. Lamina perpendikularis os etmoid lamina perpendikularis os etmoid terletak pada bagian supero-posterior dari septum nasi dan berlanjut ke atas membentuk lamina kribriformis dan krista gali.2. Os vomer terletak pada bagian postero-inferior. Tepi belakang os vomer merupakan ujung bebas dari septum nasi.3. Krista nasalis os maksila. Tepi bawah os vomer melekat pada krista nasalis os maksila dan os palatina.3Krista nasalis palatina.Bagian tulang rawan terdiri dari :1. Kartilago septum (kartilago kuadrangularis)2. Kartilago septum melekat dengan erat pada os nasal, lamina perpendikularis osetmoid, os vomer dan krista nasalis os maksila oleh serat kolagen.3. Kolumela kedua lubang berbentuk elips disebut nares, dipisahkan satu sama lain oleh sekat tulang rawan dan kulit yang disebut kolumela.32. Pembuluh darah bagian postero-inferior septum nasi diperdarahi oleh arteri sfenopalatina yang merupakan cabang dari arteri maksilaris (dari akarotis eksterna). Septum nasi bagian antero-inferior diperdarahi oleh arteri palatina mayor (juga cabang dari a.maksilaris) yang masuk melalui kanalis insisivus. Arteri labialis superior (cabang dari a.fasialis) memperdarahi septum bagian anterior mengadakan anastomose membentuk fleksus Kiesselbach yang terletak lebih superfisial pada bagian anterior septum. Daerah ini disebut juga Littles area yang merupakan sumber perdarahan pada epistaksis. Arteri karotis interna memperdarahi septum nasi bagian superior melalui arteri etmoidalis anterior dan superior. Vena sfenopalatina mengalirkan darah balik dari bagian posterior septum ke fleksus pterigoideus dan dari bagian anterior septum ke vena fasialis. Pada superior vena etmoidalis mengalirkan darah melalui vena oftalmika yang berhubungan dengan sinus sagitalis superior.3 3. Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.1Secara embriologik, sinus para nasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kerang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8 10 tahun dan berasal dari bagian posterosuperior rongga hidung. Sinus sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia angtara 15 18 tahun.1

Gambar 1

Gambar 2Gambar 1 dan 2 dikutip dari kepustakaan 10Sinus paranasal dilapisi dengan pseudostratified epitel kolumnar, atau epitel pernapasan, juga disebut sebagai membran Schneiderian (epitel). Neoplasma jinak yang paling umum dari sinus paranasal adalah papiloma Schneiderian, yaitu yang terdiri dari tiga jenis: skuamosa, terbalik, dan silinder.6Sinus maksilaris adalah sinus paranasal pertama yang mulai berkembang dalam janin manusia. Sinus ini mulai berkembang pada dinding lateral nasal sekitar hari 65 kehamilan. Sinus ini perlahan membesar tetapi tidak tampak pada foto polos sampai bayi berusia 4-5 bulan. Pertumbuhan dari sinus ini bifasik dengan periode pertama di mulai pada usia tiga tahun dan tahap kedua di mulai lagi pada usia 7 hingga 12 tahun. Selama tahap kedua ini, pneumatisasi meluas secara menyamping hingga dinding lateral mata dan bagian inferior ke prosesus alveolaris bersamaan dengan pertumbuhan gigi permanen. Perluasan lambat dari sinus maksilaris ini berlanjut hingga umur 18 tahun dengan kapasitasnya pada orang dewasa rata-rata 14,75 ml. Sinus maksilaris mengalirkan sekret ke dalam meatus media.1Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior.1Sinus etmoid berongga rongga, terdiri dari sel sel yang menyerupai sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media dan dinding medial orbita. Sel sel ini jumlahnya bervariasi. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior dan bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang yang bermuara di meatus superior. Sel - sel sinus etmoid anterior biasanya kecil kesil dan banyak, letaknya di depan lempeng yang menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding lateral (lamina basalis), sedangkan sel sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di posterior dari lamina basalis.1Dibagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan diresesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksilaris. Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribrosa. Dinding lateral sinus adalah adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Dibagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid.1Sinus frontalis mulai berkembang sepanjang bulan keempat kehamilan, merupakan satu perluasan ke arah atas dari sel etmoidal anterosuperior. Sinus frontalis jarang tampak pada pemeriksaan foto polos sebelum umur lima atau enam tahun setelah itu perlahan tumbuh, total volume 6-7 ml. Pneumatisasi sinusfrontalis mengalami kegagalan pengembangan pada salah satu sisi sekitar 4-15% populasi. Sinus frontalis mengalirkan sekretnya ke dalam resesus frontalis.3Sinus sfenoidalis mulai tumbuh sepanjang bulan keempat masa kehamilan yang merupakan evaginasi mukosa dari bagian superoposterior kavum nasi. Sinus ini berupa suara takikan kecil di dalam os sfenoid sampai umur tiga tahun ketika mulai pneumatisasi lebih lanjut. Pertumbuhan cepat untuk mencapai tingkat sella tursika pada umur tujuh tahun dan menjadi ukuran orang dewasa setelah umur 18 tahun, total volume 7,5 ml. Sinus sfenoidalis mengalirkan sekretnya ke dalam meatus superior bersama dengan etmoid posterior. Mukosa sinus terdiri dari ciliated pseudostratified, columnar epithelial cell, sel Goblet, dan kelenjar submukosa menghasilkan suatu selaput lendir bersifat melindungi. Selaput lendir mukosa ini akan menjerat bakteri dan bahan berbahaya yang dibawa oleh silia,kemudian mengeluarkannya melalui ostium dan ke dalam nasal untuk dibuang.3DEFENISITumor sinonasal adalah penyakit di mana terjadi pertumbuhan sel (ganas) pada sinus paranasal dan rongga hidung.8

ETIOLOGIPaparan asap industri, debu kayu, penyulingan nikel, dan penyamakan kulit semua telah terlibat dalam karsinogenesis berbagai jenis tumor ganas sinonasal. Eksposur khusus kayu debu dan penyamakan kulit baik berhubungan dengan peningkatan risiko adenokarsinoma lain. Agenetiologi telah dilaporkan termasuk minyak mineral, dan senyawa kromium, minyak isopropil, cat pernis, solder dan las.1,2,4Paparan yang terjadi pada pekerja industri kayu, terutama debu kayu keras, merupakan faktor resiko utama yang telah diketahui untuk tumor ganas sinonasal. Peningkatan resiko (5-50 kali) ini terjadi pada adenokarsinoma dan tumor ganas yang berasal dari sinus. Efek paparan ini mulai timbul setelah 40 tahun atau lebih sejak pertama kali terpapar dan menetap setelah penghentian. Paparan terhadap thorotrast, agen kontras radioaktif juga menjadi faktor resiko tambahan. Tembakau dan penggunaan alkohol belum dibuktikan secara meyakinkan sebagai faktor penyebab dalam pengembangan tumor sinus paranasal.3 DIAGNOSISAnamnesis yang lengkap dan menyeluruh sangat diperlukan dalam penegakkan diagnosis keganasan di hidung dan sinus paranasal. Pada stadium awal sering berupa sumbatan, rinore, epistaksis, nyeri di daerah sinus dan pembengkakan pipi yang juga merupakan gejala peradangan umumnya. Kurang lebih 9-12 % keganasan di hidung dan sinus paranasal stadium awal bersifat asimptomatis. Riwayat terpapar bahan bahan kimia karsinogen yang dihubungkan dengan pekerjaan atau lingkungan perlu di ketahui untuk mencari kemungkinan faktor resiko.1PEMERIKSAAN FISIK Saat memeriksa pasien, pertama-tama perhatikan wajah pasien apakah terdapat asimetri atau tidak. Selanjutnya periksa dengan seksama kavum nasi dan nasofaring melalui rinoskopi anterior dan posterior. Permukaan yang licin merupakan pertanda tumor jinak sedangkan permukaan yang berbenjol-benjol, rapuh dan mudah berdarah merupakan pertanda tumor ganas. Jika dinding lateral kavum nasi terdorong ke medial berarti tumor berada di sinus maksila. Pemeriksaan nasoendoskopi dan sinuskopi dapat membantu menemukan tumor pada stadium dini. Adanya pembesaran kelenjar leher juga perlu dicari meskipun tumor ini jarang bermetastasis ke kelenjar leher.1KLASIFIKASI TUMOR :1. Tumor Jinak Tumor jinak tersering adalah papiloma skuamosa. Secara makroskopis mirip dengan polip, tetapi lebih vaskuler, padat dan tidak mengkilap. Ada 2 jenis papiloma, pertama eksofitik atau fungiform dan yang kedua endofitik disebut papiloma inverted. Papiloma inverted ini bersifat sangat invasive, dapat merusak jaringan sekitarnya. Tumor ini sangat cenderung untuk residif dan dapat berubah menjadi ganas. Lebih sering dijumpai pada anak laki-laki usia tua.Terapi adalah bedah radikal misalnya rinotomi lateral atau maksilektomi media. Tumor jinak angiofibroma nasofaring sering bermanifestasi sebagai massa yang mengisi rongga hidung bahkan juga mengisi seluruh rongga sinus paranasal dan mendorong bola mata keanterior.1

2. Tumor GanasTumor ganas yang tersering adalah karsinoma sel skuamosa (70%), disusul oleh karsinoma yang berdeferensiasi dan tumor kelenjar. Sinus maksila adalah yang tersering terkena (65-80%), disusul sinus etmoid (15-25%), hidung sendiri (24%), sedangkan sinus sphenoid danfrontal jarang terkena. Metastasis ke kelenjar leher jarang terjadi (kurang dari 5%) karena rongga sinus sangat miskin dengan system limfa kecuali bila tumor sudah menginfiltrasi jaringan lunak hidung dan pipi yang kaya akan system limfatik. Metastasis jauh juga jarang ditemukan (kurang dari 10%) dan organ yang sering terkena metastasis jauh adalah hati dan paru.1

Klasifikasi histologi tumor ganas di daerah hidung dan sinus paranasal menurut WHO:A. Karsinoma Sel Skuamosa

Karsinoma sel skuamosa adalah jenis yang paling umum yang sering ditemukan pada karsinoma sinonasal, sekitar 60% dari semua kasus. Kebanyakan karsinoma sel skuamosa sinonasal yang timbul dalam hidung atau sinus maksila, tapi ketika pertama kali dilihat tumor biasanya sudah melibatkan hidung, ethmoidal sel dan antrum maksila. Primer frontal atau karsinoma sel skuamosa sphenoidal jarang terjadi.5Karsinoma sel skuamosa merupakan neoplasma epitelial maligna yang berasal dari epitelium mukosa kavum nasi atau sinus paranasal termasuk tipe keratinizing dan nonkeratinizing. Karsinoma sel skuamosa sinonasal terutama ditemukan di dalam sinus maksilaris (sekitar 60-70%), diikuti oleh kavum nasi (sekitar 10-15%) dan sinus sfenoidalis dan frontalis (sekitar 1%). Simtom berupa rasa penuh atau hidung tersumbat, epistaksis, rinorea, nyeri, parastesia, pembengkakan pada hidung, pipi atau palatum, luka yang tidak kunjung sembuh atau ulkus, adanya massa pada kavum nasi, pada kasus lanjut dapat terjadi proptosis, diplopia atau lakrimasi. Pemeriksaan radiologis, CT scan atau MRI didapatkan perluasan lesi, invasi tulang dan perluasan pada struktur-struktur yang bersebelahan seperti pada mata, pterygopalatine atau ruang infratemporal. Secara makroskopik, karsinoma sel skuamosa kemungkinan berupa exophytic, fungating atau papiler. Biasanya rapuh, berdarah, terutama berupa nekrotik, atau indurated, demarcated atau infiltratif.3B. Mikroskopik Keratinizing Squamous Cell CarcinomaSecara histologi, tumor ini identik dengan karsinoma sel skuamosa dari lokasi mukosalain pada daerah kepala dan leher. Ditemukan diferensiasi skuamosa, di dalam bentuk keratin ekstraseluler atau keratin intraseluler (sitoplasma merah muda, sel-sel diskeratotik) dan/atau intercellular bridges. Tumor tersusun di dalam sarang-sarang, massa atau sebagai kelompok kecil sel-sel atau sel-sel individual. Invasi ditemukan tidak beraturan. Sering terlihat reaksi stromal desmoplastik. Karsinoma ini dinilai berupa diferensiansi baik, sedang atau buruk.3C. Mikroskopik Non-Keratinizing (Cylindrical Cell, transitional) CarcinomaTumor ini merupakan tumor yang berbeda dari traktus sinonasal yang di karakteristikkan dengan pola plexiform atau ribbon-like growth pattern. Dapat menginvasi ke dalam jaringan dibawahnya dengan batas yang jelas. Tumor ini dinilai dengan diferensiasi sedang ataupun buruk. Diferensiasi buruk sulit dikenal sebagai skuamosa, dan harusdibedakan dari olfactory neuroblastoma atau karsinoma neuroendokrin.3

D. Undifferentiated Carcinoma Merupakan karsinoma yang jarang ditemukan, sangat agresif dan histogenesisnya tidak pasti. Undifferentiated carcinoma berupa massa yang cepat memperbesar sering melibatkan beberapa tempat (saluran sinonasal) dan melampaui batas-batas anatomi dari saluran sinonasal. Gambaran mikroskopik berupa proliferasi hiperselular dengan pola pertumbuhan yang bervariasi, termasuk trabekular, pola seperti lembaran, pita, lobular, dan organoid. Sel-sel tumor berukuran sedang hingga besar dan bentuk bulat hingga oval dan memiliki inti sel pleomorfik dan hiperkromatik, anak inti menonjol, sitoplasma eosinofilik, rasio inti dan sitoplasma tinggi, aktivitas mitosis meningkat dengan gambaran mitosis atipikal, nekrosis tumor dan apoptosis. Pemeriksaan tambahan seperti imunohistokimia, mikroskop elektron dan biologimolekuler seringkali diperlukan dalam diagnosis undifferentiated carcinoma dan dapat membedakan keganasan ini dari neoplasma ganas lainnya.3E. Limfoma MalignaKebanyakan limfoma yang timbul di dalam kavum nasi berasal dari sel natural killer (NK). Meskipun demikian, beberapa laporan kasus mengindikasikan bahwa limfoma primer dapat juga berasal dari sel B dan T. Limfoma pada nasal jarang ditemukan di western countries, umumnya dijumpai di negara-negara Asia. Di karakteristikkan dengan infiltrat limfomatosa difus yang meluas ke mukosa nasal dan sinus paranasal, dengan pemisahan yang luas dan destruksi mukosa kelenjar sehingga memperlihatkan clear cell change. Nekrosis koagulatif luas dan apoptotic bodies selalu ditemukan. Dinding pembuluh darah sering ditemukan angiosentrik, angiodestruksi dan deposit fibrinoid. Sel-sel limfoma ukurannya bervariasi mulai dari kecil, medium hingga berukuran besar. Sel-sel memiliki sitoplasma pucat dan granul azurofilik pada sitoplasmanya yang dapat dilihat dengan pewarnaan Giemsa. Beberapa kasus berhubungan dengan infiltrate inflamatori yang mengandung limfosit kecil, histiosit, sel-sel plasma dan eosinofil.Terkadang hiperlasia pseudoepiteliomatosa pada pelapis epitel skuamosa dapat ditemukan, menyerupai karsinoma sel skuamosa berdiferensiasi baik.3F. Adenokarsinoma Sinonasal Adenokarsinoma dikenal sebagai tumor glandular maligna dan tidak menunjukkan gambaran spesifik. Adenokarsinoma dijumpai 10 hingga 14% dari keseluruhan tumor ganas nasal dan sinus paranasal. Secara klinis merupakan neoplasma agresif lokal, sering ditemukan pada laki-laki dengan usia antara 40 hingga 70 tahun. Tumor ini timbul di dalam kelenjar salivari minor dari traktus aerodigestivus bagian atas.Sering ditemukan pada sinus maksilaris dan etmoid. Simtom primer berupa hidung tersumbat, nyeri, massa pada wajah dengan deformasi dan atau proptosis dan epistaksis, bergantung pada lokasinya. Adenokarsinoma menunjukkan tiga pola pertumbuhan yaitu sessile, papilari dan alveolar mucoid. Adenokarsinoma menyebar dengan menginvasi dan merusak jaringan lunak dan tulang di sekitarnya dan jarang bermetastasis. Prognosis jelek dan biasanya penderita meninggal dunia disebabkan penyebaran lokal tanpa adanya metastasis.3G. Melanoma MalignaMelanoma bisa terjadi sebagai sindrom autosomal dominan familial. Sekitar 8% dari 12 % semua kasus. Para anggota keluarga ini berada pada peningkatan risiko menderita melanoma secara keseluruhan dan akan menimbulkan beberapa lesi primer pada usia lebih dini. Biasanya ditemukan pada usia 50 tahun. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita, dapat ditemukan pada kedua jenis kelamin. Secara makroskopik, massa polipoid berwarna keabu-abuan atau hitam kebiru-biruan pada 45% kasus. Di dalam kavum nasi, lokasi yang sering ditemukan melanoma maligna ini adalah daerah posterior septum nasal diikuti dengan turbinate medial dan inferior. Tumor menyebar melalui aliran darah atau limfatik. Metastasis nodul servikal dapat ditemukan pada pemeriksaan awal.3,9Sistem TNM (Stadium TNM)Sistem TNM adalah suatu cara untuk melukiskan stadium kanker. Sistem TNM pertama kali diperkenalkan oleh Piere de Noix dari perancis, kemudian diadopsi, diperluas dan disempurnakan oleh UICC (Union Internationale Contre le Cancere) yaitu Perhimpunan Kanker Dunia. Kini makin banyak negara yang menggunakan sistem TNM itu untuk melukiskan stadium kanker.7Sistem TNM didasarkan atas 3 kategori. Masing masing kategori dibagi lagi menjadi subkategori untuk melukiskan keadaan masing masing pada T, N, dan M dengan memberi indeks angka dan huruf, yaitu :1. T = Tumor primer(1) Indeks angka : Tx, Tis, T0, t1, T2, T3, dan T4.(2) Indeks huruf : T1a, T1b, T1c, T2a, T2b, T3b, dst.2. N = Nodus regional, metastase kelenjar limfe regional(1) Indeks angka : N0, N1, N2, dan N3.(2) Indeks huruf : N1a, N1b, N2a, N2b, dst.3. M = Metastase jauhIndeks angka saja : M0 dan M1.7Tiap tiap indekas angka dan huruf mempunyai arti sendiri sendiri untuk tiap jenis atau tipe kanker, jadi arti indeks untuk kanker mamma tidak sama dengan kulit, dsb. Untuk satu jenis kanker tertentu tidak semua indeks harus dipakai. Pada umumnya arti T.N.M itu sebagai berikut :1. Kategori T = tumor primera. Tx = syarat minimal menentukan indeks T tidak terpenuhib. Tis = Tumor in situ (Nis neoplasma in situ)c. T0 = tidak ketemu adanya tumor primerd. T1 = Tumor maksimal < 2 cme. T2 = Tumor maksimal 2-5 cmf. T3 = Tumor maksimal > 5 cmg. T4 = Tumor invasi keluar organ2. Kategori 2 N nodus/metastase kelenjar limfe regionala. N0 = Nodus regional relatifb. N1 = Nodus regional, mobilc. N2 = Nodus regional melekatd. N3 = Nodus juxtaregional atau bilateral3. Kategori M metastase organ jauha. M0 = Tida ada metastase organ jauhb. M1 = Ada metastase organ jauh. 7Cara penentuan stadium tumor ganas hidung dan sinus paranasal yang terbaru adalah menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) 2006 yaitu :Tumor Primer (T) Sinus maksilaris

TX : Tumor primer tidak dapat ditentukan T0 : Tidak tampak tumor primer Tis : Karsinoma in situ T1:Tumor terbatas pada mukosa sinus maksilaris tanpa erosi dan destruksi tulang.T2 : Tumor menyebabkan erosi dan destruksi tulang hingga palatum dan atau meatus media tanpa melibatkan dinding posterior sinus maksilaris dan fossa pterigoid.T3 :Tumor menginvasi dinding posterior tulang sinus maksilaris, jaringan subkutaneus, dinding dasar dan medial orbita, fossa pterigoid, sinus etmoidalis.T4a : Tumor menginvasi bagian anterior orbita, kulit pipi, fossa pterigoid, fossa infratemporal, fossa kribriformis, sinus sfenoidalis atau frontal.T4b :Tumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, duramater, otak, fossa kranial medial, nervus kranialis selain dari divisi maksilaris nervus trigeminal V2, nasofaring atau klivus.3 Kavum Nasi dan Sinus Etmoidalis

TX : Tumor primer tidak dapat ditentukan T0 : Tidak tampak tumor primer Tis : Karsinoma in situ T1 : Tumor terbatas pada salah satu bagian dengan atau tanpa invasi tulang T2 : Tumor berada di dua bagian dalam satu regio atau tumor meluas dan melibatkan daerah nasoetmoidal kompleks, dengan atau tanpa invasi tulang T3 : Tumor menginvasi dinding medial atau dasar orbita, sinus maksilaris, palatum atau fossa kribriformis. T4a : Tumor menginvasi salah satu dari bagian anterior orbita, kulit hidung atau pipi, meluas minimal ke fossa kranialis anterior, fossa pterigoid, sinus sfenoidalis atau frontal.T4b :Tumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, dura, otak, fossa kranial medial, nervus kranialis selain dari V2, nasofaring atau klivus.3

Kelenjar getah bening regional (N) NX : Tidak dapat ditentukan pembesaran kelenjar N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar N1 : Pembesaran kelenjar ipsilateral 3 cm N2 : Pembesaran satu kelenjar ipsilateral 3-6 cm, atau multipel kelenjar ipsilateral