Upload
hendra-wijaya
View
1.379
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PEMBAHASAN
Uji skoring merupakan uji yang menggunakan panelis terlatih dan benar-benar tahu
mengenai atribut yang dinilai. Tipe pengujian skoring sering digunakan untuk menilai mutu
bahan dan intensitas sifat tertentu misalnya kemanisan, kekerasan, dan warna. Selain itu,
digunakan untuk mencari korelasi pengukuran subyektif dengan obyektif dalam rangka
pengukuran obyektif (presisi alat) (Kartika dkk., 1988). Menurut Anonim (2006), Uji skoring
dilakukan dengan menggunakan pendekatan skala atau skor yang dihubungkan dengan
deskripsi tertentu dari atribut mutu produk. Pada sistem skoring, angka digunakan untuk
menilai intensitas produk dengan susunan meningkat atau menurun.
Uji skoring dilakukan setelah terlebih dahulu diadakan penyeleksian panelis terlatih,
yakni dengan uji triangle. Mekanisme uji skoring adalah dengan memberikan skor pada
sampel bakso ikan berkode 779, 197, dan 977. Pemberian skor didasarkan pada atribut
kenyal hingga keras, dengan skala nilai/skor dari 1 hingga 7 dimana nilai 1 menunjukkan
sifat paling kenyal dan nilai 7 menunjukkan sifat paling keras. Setelah semua panelis selesai
memberikan nilai/skor pada sampel bakso ikan, panelis diminta untuk menuliskannya pada
papan tulis, yang selanjutnya akan direkap dengan seluruh panelis terlatih. Analisis yang
digunakan untuk merekap data tersebut adalah dengan menggunakan tabel ANOVA dan uji
BNT (Beda Nyata Terkecil) untuk mengetahui apakah perlakuan berbeda nyata atau tidak.
Hasil perhitungan ANOVA didapatkan bahwa F hitung > F tabel yang berarti terdapat
beda nyata berdasarkan atribut kekenyalan bakso yang dikukus, direbus dan tanpa
perlakuan. Setelah di dapatkan table ANOVA, kemudian diuji BNT ( Beda Nyata Terkecil)
yaitu prosedur yang paling sederhana dan paling umum digunakan untuk pembandingan
berpasangan. Selain mengunakan metode BNT/ LSD, pengujian beda nyata juga
mengunakan metode lain yaitu metode BNT- Bonferroni (LSD- Bonferroni), HSD, DMRT,
SNK, Scheffe dan LSD-Dunnet.
Hasil perhitungan ANOVA, dapat dilihat pada tabel berikut :
SV db JK KT F hit F tabel
Panelis 25 25,18 1,0072 0,582 1,727 ns
Sampel 2 197,10 98,55 56,96 3,18*)
Eror 50 86,9 1,73
Total 77
Data diatas menunjukkan bahwa F hitung > F tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat beda nyata antar perlakuan. Setelah disimpulkan beda nyata, dilanjutkan dengan
uji BNT (Beda Nyata Terkecil) yang dapat dilihat pada tabel berikut :
P Perbandingan | Metode pemisahan rerata
Selisih|LSD-F LSD-B HSD DMRT SNK Scheffe Dunnet
2 |A-B| 2,730,723*) 0,922*) 0,82*) 0,734*) 0,7397*) 0,579*) 0,894*)
3 |A-C| 1,040,723*) 0,922*) 0,82*) 0,773*) 0,8892*) 0,579*) 0,894*)
2 |B-C| 3,770,723*) 0,922*) 0,82*) 0,734*) 0,7397*) 0,579*) 0,894*)
*) beda nyatans) tidak beda nyata
Hasil di atas menunjukkan bahwa semua metode BNT menyimpulkan bahwa ada beda
nyata antara sampel A yang merupakan kontrol dengan sampel B dan sampel C,
dikarenakan nilai uji BNT (LSD-F, LSD-B, HSD, DMRT, SNK, Scheffe, dan Dunnet) lebih
kecil daripada nilai selisih rerata sampel. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan yang
dilakukan dapat memberikan intensitas atribut kekenyalan yang berbeda, yakni tanpa
perlakuan, perebusan, dan pengukusan.
Uji scoring dapat digunakan untuk menilai mutu bahan dan intensitas sifat tertentu.
Panelis yang digunakan dalam uji scoring merupakan panelis yang terlatih. Setelah
dilakukan pengujian diketahui terdapat perbedaan intensitas kekenyalan antar sampel uji,
sampel A dan B; sampel A dan C; dan sampel B dan C beda nyata pada probability 5%.
Sampel A, B, dan C mempunyai intensitas kekenyalan yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2006. Pengujian Organoleptik (Evaluasi Sensori) dalam Industri Pangan. Ebook
Pangan.
Kartika, B., B. Hastuti., W. Supartono. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. PAU
Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.