3
PEMBAHASAN Uji skoring merupakan uji yang menggunakan panelis terlatih dan benar-benar tahu mengenai atribut yang dinilai. Tipe pengujian skoring sering digunakan untuk menilai mutu bahan dan intensitas sifat tertentu misalnya kemanisan, kekerasan, dan warna. Selain itu, digunakan untuk mencari korelasi pengukuran subyektif dengan obyektif dalam rangka pengukuran obyektif (presisi alat) (Kartika dkk., 1988). Menurut Anonim (2006), Uji skoring dilakukan dengan menggunakan pendekatan skala atau skor yang dihubungkan dengan deskripsi tertentu dari atribut mutu produk. Pada sistem skoring, angka digunakan untuk menilai intensitas produk dengan susunan meningkat atau menurun. Uji skoring dilakukan setelah terlebih dahulu diadakan penyeleksian panelis terlatih, yakni dengan uji triangle. Mekanisme uji skoring adalah dengan memberikan skor pada sampel bakso ikan berkode 779, 197, dan 977. Pemberian skor didasarkan pada atribut kenyal hingga keras, dengan skala nilai/skor dari 1 hingga 7 dimana nilai 1 menunjukkan sifat paling kenyal dan nilai 7 menunjukkan sifat paling keras. Setelah semua panelis selesai memberikan nilai/skor pada sampel bakso ikan, panelis diminta untuk menuliskannya pada papan tulis, yang selanjutnya akan direkap dengan seluruh panelis terlatih. Analisis yang digunakan untuk merekap data tersebut adalah dengan menggunakan tabel ANOVA dan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) untuk mengetahui apakah perlakuan berbeda nyata atau tidak. Hasil perhitungan ANOVA didapatkan bahwa F hitung > F tabel yang berarti terdapat beda nyata berdasarkan atribut kekenyalan bakso yang dikukus, direbus dan tanpa perlakuan. Setelah di dapatkan table ANOVA, kemudian diuji BNT ( Beda Nyata Terkecil) yaitu prosedur yang paling sederhana dan paling umum digunakan untuk

Uji Skoring

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Uji Skoring

PEMBAHASAN

Uji skoring merupakan uji yang menggunakan panelis terlatih dan benar-benar tahu

mengenai atribut yang dinilai. Tipe pengujian skoring sering digunakan untuk menilai mutu

bahan dan intensitas sifat tertentu misalnya kemanisan, kekerasan, dan warna. Selain itu,

digunakan untuk mencari korelasi pengukuran subyektif dengan obyektif dalam rangka

pengukuran obyektif (presisi alat) (Kartika dkk., 1988). Menurut Anonim (2006), Uji skoring

dilakukan dengan menggunakan pendekatan skala atau skor yang dihubungkan dengan

deskripsi tertentu dari atribut mutu produk. Pada sistem skoring, angka digunakan untuk

menilai intensitas produk dengan susunan meningkat atau menurun.

Uji skoring dilakukan setelah terlebih dahulu diadakan penyeleksian panelis terlatih,

yakni dengan uji triangle. Mekanisme uji skoring adalah dengan memberikan skor pada

sampel bakso ikan berkode 779, 197, dan 977. Pemberian skor didasarkan pada atribut

kenyal hingga keras, dengan skala nilai/skor dari 1 hingga 7 dimana nilai 1 menunjukkan

sifat paling kenyal dan nilai 7 menunjukkan sifat paling keras. Setelah semua panelis selesai

memberikan nilai/skor pada sampel bakso ikan, panelis diminta untuk menuliskannya pada

papan tulis, yang selanjutnya akan direkap dengan seluruh panelis terlatih. Analisis yang

digunakan untuk merekap data tersebut adalah dengan menggunakan tabel ANOVA dan uji

BNT (Beda Nyata Terkecil) untuk mengetahui apakah perlakuan berbeda nyata atau tidak.

Hasil perhitungan ANOVA didapatkan bahwa F hitung > F tabel yang berarti terdapat

beda nyata berdasarkan atribut kekenyalan bakso yang dikukus, direbus dan tanpa

perlakuan. Setelah di dapatkan table ANOVA, kemudian diuji BNT ( Beda Nyata Terkecil)

yaitu prosedur yang paling sederhana dan paling umum digunakan untuk pembandingan

berpasangan. Selain mengunakan metode BNT/ LSD, pengujian beda nyata juga

mengunakan metode lain yaitu metode BNT- Bonferroni (LSD- Bonferroni), HSD, DMRT,

SNK, Scheffe dan LSD-Dunnet.

Hasil perhitungan ANOVA, dapat dilihat pada tabel berikut :

SV db JK KT F hit F tabel

Panelis 25 25,18 1,0072 0,582 1,727 ns

Sampel 2 197,10 98,55 56,96 3,18*)

Eror 50 86,9 1,73

Total 77

Data diatas menunjukkan bahwa F hitung > F tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa

terdapat beda nyata antar perlakuan. Setelah disimpulkan beda nyata, dilanjutkan dengan

uji BNT (Beda Nyata Terkecil) yang dapat dilihat pada tabel berikut :

P Perbandingan | Metode pemisahan rerata

Page 2: Uji Skoring

Selisih|LSD-F LSD-B HSD DMRT SNK Scheffe Dunnet

2 |A-B| 2,730,723*) 0,922*) 0,82*) 0,734*) 0,7397*) 0,579*) 0,894*)

3 |A-C| 1,040,723*) 0,922*) 0,82*) 0,773*) 0,8892*) 0,579*) 0,894*)

2 |B-C| 3,770,723*) 0,922*) 0,82*) 0,734*) 0,7397*) 0,579*) 0,894*)

*) beda nyatans) tidak beda nyata

Hasil di atas menunjukkan bahwa semua metode BNT menyimpulkan bahwa ada beda

nyata antara sampel A yang merupakan kontrol dengan sampel B dan sampel C,

dikarenakan nilai uji BNT (LSD-F, LSD-B, HSD, DMRT, SNK, Scheffe, dan Dunnet) lebih

kecil daripada nilai selisih rerata sampel. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan yang

dilakukan dapat memberikan intensitas atribut kekenyalan yang berbeda, yakni tanpa

perlakuan, perebusan, dan pengukusan.

Uji scoring dapat digunakan untuk menilai mutu bahan dan intensitas sifat tertentu.

Panelis yang digunakan dalam uji scoring merupakan panelis yang terlatih. Setelah

dilakukan pengujian diketahui terdapat perbedaan intensitas kekenyalan antar sampel uji,

sampel A dan B; sampel A dan C; dan sampel B dan C beda nyata pada probability 5%.

Sampel A, B, dan C mempunyai intensitas kekenyalan yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2006. Pengujian Organoleptik (Evaluasi Sensori) dalam Industri Pangan. Ebook

Pangan.

Kartika, B., B. Hastuti., W. Supartono. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. PAU

Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.