Upload
satria-adi-putra
View
13
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Satria Adi Putra
Citation preview
TESIS
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PENERIMAAN TES HIV OLEH IBU HAMIL
DI PUSKESMAS KOTA DENPASAR
NI KETUT ARNITI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
TESIS
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PENERIMAAN TES HIV OLEH IBU HAMIL
DI PUSKESMAS KOTA DENPASAR
NI KETUT ARNITI
NIM 1292161021
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
ii
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PENERIMAAN TES HIV OLEH IBU HAMIL
DI PUSKESMAS KOTA DENPASAR
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Magister, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
NI KETUT ARNITI
NIM 1292161021
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
iii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL 19 JUNI 2014
Pembimbing I,
Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH
NIP. 194810101977021001
Pembimbing II,
dr. Luh Putu Lila Wulandari, MPH
NIP. 197806272005012002
Mengetahui
Ketua Program Studi
Ilmu Kesehatan Masyarakat
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH
NIP.194810101977021001
Direktur
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. A.A.Raka Sudewi, Sp.S (K)
NIP.195902151985102001
iv
Tesis ini Telah Diuji pada
Tanggal 19 Juni 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana No : 1755/UN 14.4/HK/2014
Tanggal 17 Juni 2014
Ketua : Prof.dr.Dewa Nyoman Wirawan, MPH
Anggota :
1. dr. Luh Putu Lila Wulandari, MPH 2. Prof. Dr. dr. Tuti Parwati Merati, SpPD 3. Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M.Repro, PA(K) 4. Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, MSi
v
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Nama : Ni Ketut Arniti
NIM : 1292161021
Program Studi : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat
Judul Tesis : Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Penerimaan Tes
HIV oleh Ibu Hamil di Puskesmas Kota Denpasar
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah *tesis/disertasi ini bebas plagiat.
Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmuah ini, maka
saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI Nomor : 17 tahun
2010 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar,
Ni Ketut Arniti
NIM. 1292161021
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya
atas asung kerta wara nugraha-Nya, tesis dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Prof.dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH sebagai
pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah memberi dorongan, semangat,
bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti program magister, khususnya
dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih sebesar-besarnya pula penulis
sampaikan kepada dr. Luh Putu Lila Wulandari, MPH sebagai pembimbing II
yang telah dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan
dan saran kepada penulis.
Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. I Ketut Suatika, SpPD(KEMD) atas kesempatan dan fasilitas yang
diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas Udayana. Ucapan
terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pasca Sarjana
Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A.Raka Sudewi, Sp.S(K)
atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa
Program Magister pada Program Pasca Sarjana Universitas Udayana. Tidak lupa
penulis ucapkan terima kasih kepada Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH
selaku ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Udayana. Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada
Kordinator Peminatan KIA-Kespro Program Studi Magister Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Udayana dan semua dosen serta staf di Program Studi
Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan
pula kepada para penguji tesis ini, yaitu Prof. Dr. dr. Tuti Parwati Merati, Sp.PD,
Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M.Repro PA(K) dan Dr. dr. Dyah
Pradnyaparamita Duarsa, M.Si yang telah memberikan masukan dan koreksi.
vii
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Puskesmas II Denpasar
Selatan dr. AA Candrawati dan Kepala Puskesmas I Denpasar Utara dr. AAA.
Ampera Prihatini, MM yang telah memberi ijin untuk melakukan penelitian di
tempat ini.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
tulus disertai penghargaan kepada seluruh guru-guru, mulai dari SD sampai
perguruan tinggi. Juga penulis ucapkan terima kasih kepada Ayah dan Ibu yang
telah mengasuh dan membesarkan penulis, memberikan dasar-dasar berfikir logik
dan suasana demokratis sehingga tercipta lahan yang baik untuk berkembangnya
kreativitas. Akhirnya penulis sampaikan terima kasih kepada suami tercinta I Putu
Agus Wahyu Arta Negara, SH serta anak-anak Putu Arnelita Devaney Arta
Negara dan Made Averina Mieko Arta Negara tersayang, yang dengan penuh
pengorbanan telah memberikan kepada penulis kesempatan untuk lebih
berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa selalu
melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan
dan penyelesaian tesis ini, serta kepada penulis sekeluarga.
Denpasar,
Penulis
viii
ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PENERIMAAN TES HIV OLEH IBU HAMIL
DI PUSKESMAS KOTA DENPASAR
HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia termasuk
Indonesia. Jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia terus mengalami peningkatan
begitupula kasus HIV pada perempuan dan anak. Tes HIV selama kehamilan
merupakan salah satu upaya untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke anak.
Berdasarkan wawancara awal, diketahui bahwa berbagai faktor dapat
mempengaruhi penerimaan ibu hamil terhadap tes HIV. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui alasan ibu hamil menerima atau tidak menerima tes HIV serta
faktor-faktor yang berhubungan dengan penerimaan tes HIV oleh ibu hamil.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan rancangan penelitian
cros-sectional dan besar sampel penelitian adalah 120 ibu hamil. Data
dikumpulkan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner terstruktur.
Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dengan uji chi-square dan
analisis multivariat dengan regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden (67,5%)
menerima tes HIV. Faktor yang ditemukan berhubungan dengan penerimaan tes
HIV oleh ibu hamil adalah faktor dukungan suami atau keluarga
(OR=8,711;95%CI=2,88726,279), faktor persepsi keparahan penyakit
HIV/AIDS (OR=3,392;95%CI=1,076-10,692) serta faktor pekerjaan
(OR=2,816;95%CI=1,0707,416). Faktor usia, pendidikan, paritas, frekuensi
ANC, pengetahuan tentang HIV MTCT dan PMTCT, persepsi kerentanan,
persepsi manfaat, persepsi halangan, dukungan petugas kesehatan dan dukungan
teman tidak berhubungan secara signifikan dengan penerimaan tes HIV oleh ibu
hamil. Alasan menerima tes adalah karena mengikuti anjuran petugas kesehatan,
ingin tahu status HIV nya saja dan hanya sebagian kecil alasan untuk melindungi
anak. Alasan tidak menerima tes yang diungkapkan responden adalah takut
diambil darah, takut hasil yang akan diterima dan tidak mendapat persetujuan
untuk tes HIV dari suami.
Simpulan dari penelitian adalah dukungan suami atau keluarga, persepsi
keparahan penyakit HIV/AIDS dan pekerjaan merupakan faktor yang ditemukan
berhubungan dengan penerimaan tes HIV oleh ibu hamil. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat berguna bagi petugas kesehatan di tempat pelayanan antenatal
care dan dapat dipakai sebagai dasar penelitian lebih lanjut.
Kata Kunci : penerimaan tes HIV, ibu hamil, denpasar
ix
ABSTRACT
FACTORS RELATED TO ACEPTENCE OF HIV TESTING BY
EXPECTANT MOTHERS IN COMMUNITY HEALTHCEARE
CENTRES IN DENPASAR
HIV/AIDS is a health problem throughout the world, including Indonesia.
HIV is becoming an increasing concern in Indonesia, particularly among women
of reproductive age. HIV testing during pregnancy is one way to prevent the
transmission of HIV from mother to child. This study aims to determine the
reasons behind the acceptance of pregnant women in undergoing HIV testing and
the factors associated with the client willingness.
This study was quantitative methods study design was cross sectional with a
large sample of 120 expectant mothers. Data were collected by interviews using a
structured questionnaire. Univariate data analysis, bivariate chi-square test and
multivariate analysis with logistic regression was used to assess findings
The results showed that the majority of respondents (67.5%) would be willing
to undergo HIV testing. Factors associated with the acceptance of HIV testing by
expectant mothers were husband/family support (OR=8.711,95%CI=2.887-
26.279), perceived severity of HIV (OR = 3.392, 95% CI = 1.076 to 10.692) and
employment status (OR = 2.816, 95% CI = 1.070 to 7.416). Factors of age,
education, parity, frequency of ANC, knowledge, perception of susceptibility,
perceived benefits, perceived barrier, support health workers and peer support
were not significantly associated with acceptance of HIV testing by expectant
mothers. Supporting factors include encouragement and advice from healthcare
providers, concern about HIV status, and a minority were accepting because of
concern for future children. Reasons behind non-acceptance of HIV testing
included fear of the use of syringe in sample extraction, fear of results and lack of
agreement from partner.
The conclusions of the study is factors associated with the acceptance of HIV
testing by expectant mothers were husband/family support perceived severity of
and employment status. The results of this study are expected to be useful for
health workers in the antenatal care and can be used as a basis for further research.
Keywords: acceptance of HIV testing, expectant mothers, Denpasar
x
DAFTAR ISI
Halaman Sampul Dalam......
Lembar Persyaratan Gelar Magister.....................................................................
Lembar Persetujuan Pembimbing Tesis...
Lembar Penetapan Panitia Penguji Tesis...
Surat Pernyataan Bebas Plagiat.
Ucapan Terima Kasih
Abstrak
Abstract
Daftar Isi
Daftar Gambar.
Daftar Tabel.
Daftar Singkatan.
Daftar Lampiran.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah...
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
1.3.2 Tujuan Khusus..
1.4 Manfaat Penelitian.
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
ix
x
xiii
xiv
xv
xvii
1
6
7
7
8
9
Halaman
xi
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pencegahan Penularan HIV dari Ibu Ke Anak (PPIA)...................................
2.2 Provider Initiated HIV Testing and Counseling (PITC)....
2.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penerimaan Tes HIV oleh Ibu
Hamil..........................................................................................................................
2.4 Teori Perubahan Prilaku oleh Para Ahli...................................................................
BABA III KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEP
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir...
3.2 Konsep Penelitian...
3.3 Hipotesis Penelitian
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian.
4.3 Ruang Lingkup Penelitian.
4.4 Sumber Data..
4.4.1 Populasi Penelitian
4.4.2 Sampel Penelitian.
4.5 Variabel Penelitian
4.5.1 Variabel Bebas
4.5.2 Variabel Tergantung
4.5.3 Definisi Operasional Variabel
4.6 Instrumrn Penelitian
4.7 Cara Pengumpulan Data......
4.8 Analisis Data
10
11
12
22
26
28
28
30
30
30
30
31
31
34
34
34
34
35
36
37
xii
4.8.1 Teknik Pengolahan Data..
4.8.2 Teknik Analisis Data...
4.9 Pertimbangan Etik
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian dan Pelaksanaan PPIA..
5.2 Karakteristik Responden Penelitian.
5.3 Hubungan Penerimaan Tes HIV oleh Ibu Hamil dengan Variabel
Independen.
5.4 Hasil Analisis Multivariat..
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Penerimaan Tes HIV oleh Ibu Hamil..
6.2 6.2 Faktor-faktor yang berhubungan dengan Penerimaan Tes HIV oleh Ibu Hamil
di Kota Denpasar..................................................................................................
6.3 Keterbatasan Penelitian....
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan...
7.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
37
40
42
43
44
50
53
55
59
68
70
71
72
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Model Prilaku Green (1980)...........................................................23
Gambar 3.2 Konsep Penelitian diadopsi dari Teori Lawrence Green dan Teori
Health Belief Model..28
Halaman
xiv
DAFTAR TABEL
Table 4.1 Perhitungan Besar Sampel..32
Tabel Tabel 4.2 Definisi Operasional Variabel34
Tabel 5.2.1 Penerimaan Tes HIV Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Kota
Denpasar..44
Tabel 5.2.2 Karakteristik Responden Penelitian di Puskesmas Kota
Denpasar..44
Tabel 5.2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban mengenai Sumber
Informasi HIV/AIDS, MTCT, PMTCT, Alasan Menerima dan
Menolak Tes HIV ...47
Tabel 5.3 Analisis Bivariat Hubungan Penerimaan Tes HIV oleh Ibu Hamil
dengan Variabel Independen.50
Tabel 5.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penerimaan
Tes HIV oleh Ibu Hamil.....53
Halaman
xv
DAFTAR SINGKATAN
AIDS =Acquired Immune Deficiency Syndrome
ARV =Antiretroviral
ANC = Antenatal Care
ARR =Adjusted Ratio Risk
CI =Confodent Interval
Dinkes =Dinas Kesehatan
Depkes RI =Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Ditjen P2PL =Direktorat Jenderal Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan
dkk =dan kawan-kawan
HIV =Human Immunodeficiency Virus
KB =Keluarga Berencana
Kemkes RI =Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
KIA =Kesehatan Ibu dan Anak
KPA =Komisi Penanggulangan AIDS
LKB =Layanan Komprehensif Berkesinambungan
MTCT =Mother to Child HIV Transmission
ODHA =Orang Dengan HIV/AIDS
OR =Odds Ratio
PITC =Provider Initiated HIV Testing and Counseling
xvi
PMTCT =Prevention Mother to Child HIV Transmission
PPIA =Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi
Puskesmas =Pusat Kesehatan Masyarakat
RR =Rate Ratio
UNAIDS =United Nations Programme on HIV/AIDS
VCT =Voluntary Counseling Test
WHO =World Health Organization
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Output SPSS .................................................................76
Lampiran 2 : Kuesioner Pengumpulan Data ......................................98
Lampiran 3 : Keterangan Kelaikan Etik.............................................109
Lampiran 4 : Ijin Penelitin dari Kesbanglinmas.................................110
Halaman
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome
(HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health
Organization (WHO) menyatakan bahwa HIV/AIDS menjadi ancaman global dan
mengakibatkan dampak merugikan di semua sektor. Penyakit HIV/AIDS
merupakan penyakit infeksi penyebab kematian peringkat atas dengan angka
kematian dan angka kejadian penyakit yang tinggi serta membutuhkan diagnosis
serta terapi yang cukup lama (WHO, 2006).
Laporan Epidemi HIV Global UNAIDS tahun 2012 menunjukan terdapat 34
juta orang dengan HIV di seluruh dunia dan 50% di antaranya adalah perempuan
dan 2,1 juta anak berusia kurang dari 15 tahun. Di Asia Selatan dan Tenggara,
terdapat kurang lebih 4 juta orang dengan HIV dan AIDS dan 1,3 juta orang atau
37% adalah perempuan (WHO, 2011). Jumlah perempuan yang terinfeksi HIV
dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, seiring dengan meningkatnya jumlah
laki-laki yang melakukan hubungan seksual tidak aman, yang selanjutnya akan
menularkan pada pasangan seksualnya.
Infeksi HIV pada ibu hamil dapat mengancam kehidupan ibu dan selain itu
juga dapat menularkan virus kepada bayinya. Virus HIV dapat ditularkan dari ibu
yang terinfeksi HIV kepada anaknya selama kehamilan saat persalinan dan
menyusui. Risiko penularan HIV dari ibu ke anak tersebut diperkirakan 5-10%
selama kehamilan, 10-20% selama persalinan dan 5-20% selama menyusui. Lebih
2
dari 90% kasus anak yang terinfeksi HIV, ditularkan melalui proses penularan
dari ibu ke anak atau mother to child HIV transmission (MTCT) (Kemenkes,
2012). UNAIDS tahun 2009 memperkirakan 22.000 anak di wilayah Asia Pasifik
terinfeksi HIV dan tanpa pengobatan dan setengah dari anak yang terinfeksi
tersebut akan meninggal sebelum berusia dua tahun.
Di Indonesia, infeksi HIV merupakan salah satu masalah kesehatan utama
dan merupakan penyakit menular yang dapat mempengaruhi kematian ibu dan
anak. HIV telah ada di Indonesia sejak kasus pertama ditemukan di Bali tahun
1987. Indonesia juga merupakan salah satu negara di dunia dengan estimasi
peningkatan insidens rate infeksi HIV lebih dari 25% (UNAIDS, 2012). Saat ini
Indonesia merupakan negara dengan tingkat epidemi HIV terkonsentrasi, karena
terdapat beberapa daerah dengan prevalensi HIV lebih dari 5% pada subpopulasi
tertentu, dan prevalensi HIV 2,4% pada populasi umum 15-49 tahun yang terjadi
di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia terus mengalami peningkatan
begitupula kasus HIV pada perempuan dan anak. Seiring dengan meningkatnya
proporsi HIV pada perempuan yaitu 28%, terjadi pula peningkatan jumlah kasus
AIDS pada ibu rumah tangga dari 172 orang pada tahun 2004 menjadi 3.368
orang sampai bulan Juni 2012. Jumlah anak dengan AIDS yang tertular HIV dari
ibunya meningkat pula dari 48 orang pada tahun 2004 menjadi 912 sampai bulan
Juni 2012 (Kemenkes RI, 2012).
Meskipun angka prevalensi dan penularan HIV dari ibu ke bayi masih
terbatas, jumlah ibu hamil yang terinfeksi HIV cenderung meningkat. Prevalensi
3
HIV pada ibu hamil diproyeksikan meningkat dari 0,38% tahun 2012 menjadi
0,49% pada tahun 2016. Infeksi HIV dari ibu ke anak dapat dicegah, melalui
upaya pencegahan penularan dari ibu ke anak yang merujuk dari rekomendasi
WHO tahun 2010, dimana pada dasarnya semua ibu hamil ditawarkan tes HIV.
Penawaran tes HIV pada ibu hamil bisa dilakukan saat ibu datang untuk
kunjungan antenatal. Hal ini sebagai wujud layanan integrasi Pencegahan
Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) dengan pelayanan Kesehatan Ibu dan
Anak (KIA) (Kemenkes, RI, 2012).
Data WHO melaporkan bahwa cakupan ibu hamil yang sudah melakukan tes
HIV mengalami peningkatan, kecuali Indonesia yang masih tetap paling rendah
yaitu < 1% sedangkan Thailand pencapainnya paling tinggi yaitu 94%, China
64%, Vietnam 52% dan Cambodia 41% (WHO, 2012). Data Kementerian
Kesehatan juga menyebutkan bahwa hingga tahun 2012 kejadian penularan dari
ibu ke anak sudah mencapai 2,6 persen dari seluruh kasus HIV/AIDS yang
dilaporkan di Indonesia (Kemenkes RI, 2012).
Di Provinsi Bali kasus kumulatif HIV/AID sejak di temukan di Bali tahun
1987 sampai dengan bulan Mei 2013 adalah sebesar 7.856 orang dan 35,5 % dari
keseluruhan kasus adalah perempuan. Pada tahun 2012 jumlah ibu hamil yang
sudah melakukan tes HIV sebanyak 1.284 orang atau 1,8% dari sasaran ibu hamil
sebanyak 72.713 orang. Dari ibu hamil yang melakukan tes HIV tersebut 53 orang
dinyatakan positif HIV (Dinkes Provinsi Bali, 2013).
Data dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Bali menyatakan bahwa
berdasarkan perhitungan secara statistik epidemiologi menunjukan bahwa sekitar
4
500 ibu hamil di Bali diperkirakan positif HIV/AIDS setiap tahun. Pola penularan
HIV pada ibu hamil tersebut, adalah penularan dari suami yang berganti-ganti
pasangan seksual kepada istrinya. Penularan tersebut tidak hanya pada ibu hamil
yang terinfeksi HIV dari suami saja, namun berlanjut kepada anak yang
dikandungnya (Wirawan, 2012).
Di Provinsi Bali, kota Denpasar merupakan penyumbang angka HIV/AIDS
tertinggi dibandingkan dengan 8 kabupaten lainnya. Jumlah kumulatif kasus
HIV/AIDS sejak ditemukan tahun 1978 sampai dengan bulan Mei 2013 di Kota
Denpasar sebanyak 3.146 orang atau 40,05% dari seluruh kasus HIV di Provinsi
Bali. Sedangkan cakupan ibu hamil yang melakukan pemeriksaan HIV baru
mencapai 2,58% dari 17.552 orang sasaran ibu hamil tahun 2012 (Dinkes Provinsi
Bali, 2013).
Terkait pelaksanaan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi (PPIA)
yang terintegrasi pada layanan KIA, Bali mempunyai peluang untuk mengatasi
permasalahan penularan HIV dari ibu ke bayi. Hal ini dapat kita lihat dari cakupan
K1 atau akses layanan kesehatan bagi ibu hamil mencapai 97,58% pada tahun
2012 (Dinkes Provinsi Bali, 2012).
Puskesmas merupakan unit pelayanan kesehatan terdepan, dan penawaran tes
HIV bagi ibu hamil yang melakukan kunjungan ANC dimulai dari unit layanan
pemerintah salah satunya puskesmas. Dengan penawaran tes HIV secara aktif
dilakukan oleh petugas kesehatan bagi ibu hamil di Puskesmas maka harapan
untuk penemuan dan pengobatan kasus HIV/AIDS menjadi lebih besar dan risiko
penularan HIV dari ibu ke bayi dapat diturunkan.
5
Penawaran tes HIV secara aktif oleh petugas kesehatan bagi seluruh ibu hamil
yang melakukan pemeriksaan ANC di Puskesmas di Bali khususnya Denpasar
sebagian besar dilakukan sejak tahun 2012 dan ditingkatkan terus pada tahun
2013. Namun seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa cakupan ibu hamil
yang melakukan pemeriksaan HIV masih belum mencapai target yang
diharapakan.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap 8 ibu hamil yang melakukan
kunjungan ANC di 4 Puskesmas Kota Denpasar, berbagai alasan dikemukaan oleh
ibu hamil untuk menerima dan menolak tes HIV. Alasan menerima tes HIV
adalah karena mengikuti anjuran petugas kesehatan dan merasa memiliki risiko.
Alasan menolak tes HIV oleh ibu hamil, karena merasa tidak memiliki faktor
risiko untuk tertular HIV, takut dengan hasil jika dilakukan tes, takut dengan
pandangan negatif orang yang melihat ketika mengunjungi klinik VCT, khawatir
pandangan masyarakat bila ketahuan positif HIV, ibu bekerja sehingga tidak ada
waktu untuk melakukan tes HIV serta tidak mendapatkan ijin dari pasangan atau
suami.
Pemeriksaan HIV pada ibu hamil merupakan peluang yang baik dalam upaya
mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi. Namun dari hasil wawancara awal,
diketahui bahwa berbagai faktor dapat mempengaruhi penerimaan ibu hamil
terhadap tes HIV. Sejauh ini, belum pernah dilakukan kajian lebih lanjut
mengenai faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi penerimaan tes HIV oleh
ibu hamil. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengkaji secara mendalam
6
faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan penerimaan tes HIV oleh ibu
hamil.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa alasan ibu hamil untuk menerima atau tidak menerima tes HIV?
1.2.2 Apakah usia berhubungan dengan penerimaan tes HIV oleh ibu hamil di
Puskesmas Kota Denpasar?
1.2.3 Apakah pekerjaan berhubungan dengan penerimaan tes HIV oleh ibu
hamil di Puskesmas Kota Denpasar?
1.2.4 Apakah pendidikan berhubungan dengan penerimaan tes HIV oleh ibu
hamil di Puskesmas Kota Denpasar?
1.2.5 Apakah status perkawinan berhubungan dengan penerimaan tes HIV oleh
ibu hamil di Puskesmas Kota Denpasar?
1.2.6 Apakah paritas berhubungan dengan penerimaan tes HIV oleh ibu hamil di
Puskesmas Kota Denpasar?
1.2.7 Apakah jumlah kunjungan ANC berhubungan dengan penerimaan tes HIV
oleh ibu hamil di Puskesmas Kota Denpasar?
1.2.8 Apakah pengetahuan tentang HIV, MTCT, dan PMTCT berhubungan
dengan penerimaan tes HIV oleh ibu hamil di Puskesmas Kota Denpasar ?
1.2.9 Apakah persepsi kerentanan (perceived susceptibility) terhadap HIV dan
AIDS berhubungan dengan penerimaan tes HIV oleh ibu hamil di
Puskesmas Kota Denpasar ?
7
1.2.10 Apakah persepsi keparahan (perceived saverity) HIV dan AIDS
berhubungan dengan penerimaan tes HIV oleh ibu hamil di Puskesmas
Kota Denpasar ?
1.2.11 Apakah persepsi manfaat (perceived benefits) tes HIV berhubungan
dengan penerimaan tes HIV oleh ibu hamil di Puskesmas Kota Denpasar ?
1.2.12 Apakah persepsi hambatan (perceived barrier) tes HIV berhubungan
dengan penerimaan tes HIV oleh ibu hamil di Puskesmas Kota Denpasar ?
1.2.13 Apakah dukungan suami atau keluarga berhubungan dengan penerimaan
tes HIV oleh ibu hamil di Puskesmas Kota Denpasar ?
1.2.14 Apakah dukungan petugas kesehatan berhubungan dengan penerimaan tes
HIV oleh ibu hamil di Puskesmas Kota Denpasar ?
1.2.15 Apakah dukungan teman berhubungan dengan penerimaan tes HIV oleh
ibu hamil di Puskesmas Kota Denpasar?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui alasan ibu hamil
untuk menerima maupun tidak menerima tes HIV dan mengetahui faktor-faktor
yang berhubungan dengan penerimaan tes HIV oleh ibu hamil di Puskesmas Kota
Denpasar.
8
1.3.2 Tujuan Khusus
Penelitian ini ingin mengetahui :
1.3.2.1 Alasan ibu hamil untuk menerima dan tidak menerima tes HIV.
1.3.2.2 Hubungan antara penerimaan tes HIV oleh ibu hamil dengan :
a. usia;
b. pekerjaan;
c. pendidikan;
d. status perkawinan;
e. paritas;
f. jumlah kunjungan ANC;
g. pengetahuan tentang HIV, MTCT, dan PMTCT;
h. persepsi kerentanan terhadap HIV dan AIDS;
i. persepsi keparahan HIV dan AIDS;
j. persepsi manfaat tes HIV;
k. persepsi halangan tes HIV;
l. Dukungan suami atau keluarga;
m. Dukungan petugas kesehatan;
n. Dukungan teman;
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis penelitian adalah menjadi masukan dalam upaya
pengembangan dan penerapan Ilmu Kesehatan Masyarakat bidang
Kesehatan Ibu dan Anak.
9
1.4.2 Manfaat praktis penelitian adalah dapat bermanfaat bagi pemegang
kebijakan pada bidang Kesehatan Ibu dan Anak serta HIV/AIDS
khususnya dalam melakukan intervensi terhadap hal-hal yang dipandang
perlu untuk perbaikan program penanggulangan kasus HIV/AIDS di
masyarakat.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencegahan Penularan HIV dari Ibu Ke Anak (PPIA)
Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) atau Prevention of
Mother to Child Transmission (PMTCT) merupakan bagian dari upaya
pengendalian HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) di Indonesia serta
Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Layanan PPIA diintegrasikan dengan
paket layanan KIA, KB, kesehatan reproduksi, dan kesehatan remaja di setiap
jenjang pelayanan kesehatan dalam strategi Layanan Komprehensif
Berkesinambungan (LKB) HIV/AIDS dan IMS.
Pada akhir tahun 2011 Kemenkes melaporkan baru terdapat 94 layanan PPIA
di Indonesia, yang baru menjangkau sekitar 7% dari perkiraan jumlah ibu yang
memerlukan layanan PPIA. Program PPIA juga telah dilaksanakan oleh beberapa
lembaga masyarakat khususnya untuk penjangkauan dan perluasan akses layanan
bagi masyarakat.
Agar penularan HIV dari ibu ke anak dapat dikendalikan, diperlukan
peningkatan akses program dan pelayanan PPIA yang diintegrasikan ke dalam
kegiatan pelayanan KIA, KB serta kesehatan remaja (PKPR) di setiap jenjang
fasilitas layanan kesehatan dasar dan rujukan (Kemenkes RI, 2011).
Pengembangan strategi implementasi PPIA merupakan bagian dari tujuan
utama pengendalian HIV/AIDS secara global yaitu, yaitu untuk menurunkan
kasus HIV serendah mungkin dengan menurunnya jumlah infeksi HIV baru,
11
mengurangi stigma dan diskriminasi, serta menurunnya kematian akibat AIDS
atau lebih dikenal dengan Getting to Zero (UNAIDS, 2010).
Pelaksanaan PPIA memperhatikan hal-hal berikut (Kemenkes, 2012).
1. Semua perempuan yang datang ke pelayanan KIA, KB, kesehatan reproduksi,
dan kesehatan remaja bisa mendapatkan informasi terkait reproduksi sehat,
penyakit IMS/HIV, dan pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak selama
masa kehamilan dan menyusui.
2. Tes HIV, skrining IMS dan tes sifilis merupakan pemeriksaan yang wajib
ditawarkan kepada semua ibu hamil pada daerah epidemi HIV meluas dan
terkonsentrasi yang datang ke layanan KIA/KB. Di layanan KIA tes HIV,
skrining IMS dan tes sifilis ditawarkan sebagai bagian dari paket perawatan
antenatal terpadu mulai kunjungan antenatal pertama hingga menjelang
persalinan. Apabila ibu menolak untuk dites HIV, petugas dapat melaksanakan
konseling pra-tes HIV atau merujuk ke layanan konseling dan testing sukarela.
3. Konseling pasca tes bagi ibu yang hasil tesnya positif sedapatnya dilaksanakan
bersamaan atau couple conselling, termasuk pemberian kondom sebagai alat
pencegahan penularan IMS dan HIV di fasilitas pelayanan kesehatan.
4. Perlu partisipasi laki-laki dalam mendukung keberhasilan PPIA.
2.2 Provider Initiated HIV Testing and Counseling (PITC)
Provider Initiated HIV Testing and Counseling (PITC) adalah layanan tes dan
konseling HIV terintegrasi di sarana kesehatan, yaitu tes dan konseling diprakarsai
oleh petugas kesehatan ketika pasien mencari layanan kesehatan. Persyaratan
penting bagi penerapan PITC tersebut adalah adanya lingkungan yang
12
memungkinkan. PITC sendiri harus disertai dengan paket layanan pencegahan,
pengobatan, perawatan dan dukungan yang terkait HIV. Juga dilengkapi dengan
mekanisme rujukan pada konseling pasca tes HIV yang efektif kepada semua
pasien serta rujukan dan dukungan medis serta psikososial bagi mereka yang
positif.
Harus dipastikan bahwa dalam PITC tidak mengesampingkan kesukarelaan
pasien dalam mengambil keputusan untuk tes HIV dan tidak berubah menjadi tes
mandatori. Konseling prates sebagai komponen VCT disederhanakan tanpa sesi
konseling dengan paket edukasi yang lengkap, namun tetap diupayakan agar
tersedia layanan edukasi dan dukungan emosional di tatanan klinis bila
diperlukan. Pendekatan PITC dapat merupakan jalan keluar dalam mengatasi
keterbatasan waktu petugas kesehatan di tatanan klinis dan menyediakan anjuran
yang jelas dan langsung tentang cara intervensi (Kemenkes RI, 2010).
2.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penerimaan Tes HIV oleh Ibu
Hamil
Pada kenyataannya untuk mengetahui apakah individu terinfeksi HIV/AIDS
atau tidak, bukanlah sesuatu yang mudah seperti pemeriksaan pada penyakit
lainnya. Berbagai faktor menyebabkan masyarakat kurang menyadari bahwa
HIV/AIDS sebetulnya mengancam kita semua sehingga mereka tidak ada
keinginan untuk melakukan tes HIV.
Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan
penerimaan tes HIV oleh ibu hamil, banyak penelitian telah dilakukan di berbagai
negara. Ada banyak faktor yang mempengaruhi penerimaan ibu hamil untuk tes
13
HIV salah satunya dilihat dari karakteristik ibu hamil yaitu usia. Seperti penelitian
yang dilakukan oleh Thior dkk. (2006), tentang konseling dan tes sukarela di
Botswana. Penelitian tersebut menyatakan bahwa penerimaan tes HIV secara
sosiodemografi dipengaruhi oleh usia ibu.
Hasil penelitia oleh Thior dkk. (2006) menemukan Ibu dengan usia 21 atau
lebih muda lebih mungkin untuk menerima tes HIV daripada ibu dengan usia 32
tahun atau lebih tua (OR=2,5;95%CI=1,8-3,7). Dalam penelitian ini dijelaskan
ibu yang lebih tua lebih mungkin terkena HIV karena riwayat praktek-praktek
seksual sebelumnya. Hasil penelitian ini sejalan pula dengan hasil penelitian
untuk menilai prediktor ibu hamil untuk tes HIV di antara peserta antenatal di
Lusaka, Zambia, oleh Thierman dkk. (2006). Dalam penelitian tersebut
menemukan bahwa wanita yang lebih muda dari 20 tahun (ARR=1,14), lebih
mungkin untuk menjalani tes HIV. Usia telah terbukti menjadi faktor yang
signifikan dalam penentuan apakah ibu akan menerima tes HIV karena persepsi
risiko lebih tinggi pada wanita yang lebih tua. Namun penelitian oleh Bajunirwe
dan Muzoora, (2005) di Uganda dengan menganalisis usia sebagai dikotomis
variabel menggunakan 25 tahun sebagai cut off, usia tidak terkait dengan
kesediaan untuk menerima tes HIV (OR=0,87;95%CI=0,47-1,62). Penelitian oleh
Demissie dkk. (2009) dalam PS, dkk (2012) mengatakan bahwa perilaku ibu
hamil untuk tes HIV tidak hanya berhubungan dengan umur, namun berhubungan
dengan pekerjaan, pengetahuan, persepsi risiko, persepsi manfaat dan keterlibatan
suami.
14
Status perkawinan, merupakan salah satu faktor yang berubungan dengan
penerimaan ibu terhadap tes HIV. Ibu atau perempuan yang sudah menikah lebih
mungkin untuk menerima tes HIV dibandingkan dengan mereka yang tidak
menikah (OR=5,83;95%CI=1,25-36,38). Demikian pula di kalangan perempuan
menikah mereka yang hidup dengan suami mereka lebih mungkin untuk tes HIV
dibandingkan dengan mereka yang pasangannya tinggal jauh
(OR=7,38;95%CI=3,65-15,23) (Worku, 2005).
Tingkat pendidikan, berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk
menerima dan merespon terhadap berbagai informasi. Menurut Notoatmodjo
(1989), pendidikan adalah proses dimana seseorang mengembangkan
kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat
dimana dia hidup. Pendidikan merupakan proses sosial dimana seseorang
dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol, sehingga
mereka dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan
kemampuan individu yang optimum.
Penelitian oleh Banjurniwe dan Muzoora, (2005) dalam analisisnya
menyebutkan, ibu yang memiliki pendidikan lebih dari tujuh tahun hampir tiga
kali lebih mungkin untuk melaporkan kesediaan untuk di tes HIV dibandingkan
dengan mereka yang belum tamat pendidikan dasar atau belum berpendidikan
sama sekali (OR=2,8;95 %CI=1,2-6,9). Selain itu, ibu yang mampu membaca dua
kali lebih mungkin menerima tes HIV dibandingkan ibu yang tidak bisa membaca
(OR=2,2;95%CI=1,02-4,9). Sejalan pula dengan penelitian oleh Worku. (2005)
Wanita dengan pendidikan sekunder dan tersier adalah 3-5 kali lebih mungkin
15
untuk menerima tes HIV dibandingkan ibu yang hanya berpendidikan dasar atau
tidak sekolah (OR=2,88;95%CI=1,43-5.84). Namun berbeda dengan hasil
penelitian oleh Paoli dkk. (2004) yang mengatakan bahwa perilaku ibu hamil
untuk mengikuti tes HIV tidak hanya berhubungan dengan pendidikan, namun
berhubungan dengan persepsi kerentanan, persepsi keparahan, persepsi halangan,
petunjuk berperilaku dan keterlibatan suami.
Selain pendidikan, dalam penelitian Thior dkk. (2006), juga disebutkan
bahwa pekerjaan berhubungan dengan penerimaan tes HIV oleh ibu hamil.
Penelitian oleh Moges dan Ambarbir (2011) menegaskan bahwa status pekerjaan
wanita itu ditemukan menjadi faktor penting dalam penerimaan tes HIV. Ibu yang
bekerja di sektor swasta ataupun pemerintah 4 kali lebih mungkin untuk
meneriama tes HIV dibandingkan dengan ibu rumah tangga. Hal ini disebabkan
karena ibu yang bekerja lebih banyak terpapar informasi tentang VCT di tempat
kerja mereka sementara ibu rumah tangga sebagian besar waktu mereka di rumah.
Berbeda dengan hasil penelitian oleh Kwofie (2008) bahwa pekerjaan tidak
signifikan berhubungan dengan penerimaan konseling dan tes HIV oleh ibu hamil
(OR=0,83;95%CI=0,41-1,68;P=0,71). Penelitian sejenis oleh PS, dkk (2012) di
Semarang Indonesia, menemukan bahwa sebagian besar responden tidak bekerja
dan proporsi yang menerima tes HIV sebagian besar adalah ibu hamil yang tidak
bekerja. Namun, secara statistik tidak ditemukan adanya hubungan penerimaan
tes HIV oleh ibu hamil dengan pekerjaan.
Jumlah kunjungan ANC juga berhubungan dengan penerimaan tes HIV oleh
ibu hamil. Saat ANC ibu mendapatkan informasi-informasi penting tentang
16
kehamilannya di tiap-tiap kunjungan termasuk informasi tentang penularan
HIV/AIDS dari ibu ke bayi. Jumlah kunjungan antenatal yang dilakukan oleh ibu
berhubungan dengan penerimaan tes HIV. Ibu yang melakukan setidaknya dua
kali kunjungan antenatal lebih mungkin untuk menerima tes HIV dibandingkan
dengan ibu yang hadir kurang dari dua kunjungan antenatal
(OR=2,73;95%CI=1,13-5,7) penelitian oleh Worku, tahun 2005. Sejalan pula
dengan penelitian oleh Malaju dan Alene tahun 2012 bahwa Ibu yang menerima
dua atau lebih perawatan antenatal 2,6 kali (95%CI=1,17-5,95) lebih mungkin
untuk menerima tes HIV daripada mereka yang menghadiri pelayanan antenatal
hanya sekali.
Selain itu, ibu hamil dengan paritas lebih dari satu memiliki pengalaman dan
pengetahuan lebih banyak tentang kehamilan sehingga berusaha untuk
mendapatkan pelayanan yang lebih baik untuk diri dan janin yang dikandungnya
termasuk juga upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi. Namun
penelitian oleh PS dkk. (2012) menemukan bahwa tidak ada hubungan antara
paritas ibu hamil dengan prilaku untuk tes HIV. Sejalan pula dengan Paoli dkk.
(2004) bahwa prilaku ibu hamil untuk tes HIV tidak hanya dipengaruhi oleh
paritas namun dipengaruhi pula oleh faktor-faktor lainnya.
Selain dukungan fasilitas pelayanan dan dorongan dalam diri seseorang sering
dibutuhkan orang terdekat yang mampu memberi dukungan dan pendapat pada
ibu tentang apakah ibu menerima atau menolak tes HIV yang ditawarkan
kepadanya. Orang terdekat yang dimaksud umumnya suami, pasangan ataupun
dukungan keluarga terdekat ibu. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan di
17
Ethiopia bahwa selain sosiodemografi ibu, pengetahuan ibu tentang HIV, VCT,
PMTCT, pengobatan HIV dan penularan HIV, persepsi terhadap HIV dan sikap
ibu hamil, bahwa peran pasangan untuk pengambilan keputusan dan reaksi
pasangan terhadap hasil tes yang positif mempengaruhi ibu untuk menerima tes
HIV. Penelitian ini menyebutkan bahwa 74,1% ibu hamil bersedia untuk
dikonseling dan melakukan tes HIV (Ambaye, 2006).
Sejalan pula dengan penelitian oleh Paoli dkk. (2004) bahwa dukungan dari
pasangan dan atau anggota keluarga akan menjadi faktor penting dalam
menentukan apakah seorang wanita mampu sepenuhnya berpartisipasi dalam tes
HIV untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi. Sama seperti penelitian
yang dilakukan oleh PS dkk. (2012) di Semarang Indonesia bahwa faktor yang
paling dominan berpengaruh terhadap prilaku ibu hamil untuk tes HIV adalah
dukungan suami. Dukungan suami yang baik, 15,711 kali lebih memungkinkan
ibu untuk menerima tes HIV dibandingkan ibu hamil yang tidak mendapat
dukungan suami. Begitu pula dukungan petugas kesehatan khususnya bidan juga
berpengaruh terhadap penerimaan tes HIV oleh ibu hamil. Dalam penelitian ini
ditemukan dukungan petugas kesehatan secara statistik mempunyai hubungan
yang signifikan dengan prilaku tes HIV
Informasi-informasi serta dukungan dari teman juga berhubungan dengan
penerimaan tes HIV oleh ibu hamil. Ibu hamil bisa berbagi informasi dan
pengalaman mereka selama kehamilan. Kondisi seperti ini akan menambah
pengetahuan ibu tentang berbagai informasi kehamilan termasuk tes HIV.
18
Setiap individu mempunyai cara yang berbeda dalam mengambil tindakan
penyembuhan atau pencegahan untuk mengatasi gangguan kesehatan yang
dirasakan. Semua itu tergantung pada belief masing-masing individu apakah dia
mau mengakses layanan kesehatan yang ada atau tidak. Belief yang dimaksud
berkaitan dengan kognitif seperti pengetahuan tentang masalah kesehatan dan
persepsi individu mengenai simptom penyakit yang dirasakan (Sarafino,2006).
Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Lamarque (2013), di Fort Dauphin,
Madagascar yang menunjukkan bahwa pengetahuan tentang berbagai aspek
HIV/AIDS adalah faktor yang ditemukan oleh peneliti bisa memainkan peran
dalam keputusan untuk tes HIV. Kesenjangan informasi dapat menyebabkan
kesalahpahaman tentang penyakit dan ini dapat meningkatkan diskriminasi dan
stigma yang terkait dengan penyakit. Takut akan kemungkinan penolakan oleh
pasangan, dan masyarakat luas, bisa berasal dari salah memahami suatu penyakit,
sehingga bisa mempengaruhi keputusan untuk tes. Takut hasil tes yang akan
diterima juga memainkan peran. Hal ini sejalan pula dengan penelitian oleh
Worku (2005) bahwa penerimaan tes HIV adalah bermakna dikaitkan dengan
pengetahuan tentang penularan vertikal atau penularan HIV dari ibu ke bayi
(OR=7.34;95%CI=3,44-15,67). Ibu yang tahu adanya intervensi yang dapat
menurunkan risiko infeksi HIV juga sekitar 3 kali lebih mungkin untuk menerima
tes HIV dibandingkan dengan mereka yang tidak (OR=3,26;95%CI=1,02-11,55).
Pengetahuan yang dimiliki ibu terkait HIV, MTCT dan PMTCT juga akan
membentuk sikap dan keyakinan ibu terhadap manfaat tes HIV. Sikap ibu hamil
terhadap manfaat tes HIV adalah bagaimana ibu menilai atau berpendapat
19
terhadap manfaat tes HIV tersebut. Pendapat dan penilaian inilah yang kemudian
mendorong individu untuk melaksanakan dan mempraktekkan apa yang diketahui
atau disikapi atau dinilai baik. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Fernandez
dkk. (2000) bahwa penerimaan tes HIV oleh ibu hamil ditemukan berkaitan
dengan persepsi yang kuat tentang manfaat tes HIV.
Persepsi halangan tes HIV timbul sebagai akibat stigma dan diskriminasi
yang ditujukan kepada penderita HIV/AIDS. Hal ini semakin membuat ibu hamil
tidak mau melakukan pemeriksaan HIV. Penelitian yang dilakukan oleh Meiberg
dkk, dalam Sitepu (2008) di Afrika Selatan menunjukkan bahwa ketakutan untuk
menerima stigma dan ketakutan untuk mengetahui status HIV positif merupakan
penghambat utama seseorang melakukan tes HIV. Kondisi seperti ini membawa
konsekuensi negatif terhadap tindakan pencegahan dan pengobatan HIV/AIDS.
Akibatnya sebagian masyarakat terutama mereka yang pernah melakukan perilaku
beresiko tinggi tertular HIV/AIDS masih enggan untuk memeriksakan dirinya ke
klinik VCT karena merasa takut mendapatkan hasil yang positif. Hal ini sejalan
dengan penelitian PS dkk. (2012) serta Paoli dkk.(2004) yang menyatakan bahwa
ada hubungan persepsi halangan terhadap prilaku tes HIV.
Persepsi kerentanan terhadap HIV/AIDS juga berhubungan dengan
penerimaan ibu hamil terhadap tes HIV. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh PS
dkk. (2012) dalam hasil penelitianya disebutkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara persepsi kerentanan terhadap HIV dengan prilaku tes HIV.
Begitu pula persepsi keparahan HIV dan AIDS berhubungan dengan penerimaan
tes HIV oleh ibu hamil.
20
Studi terkait tentang penolakan tes HIV oleh ibu hamil yang melakukan ANC
juga dilakukan di Ethiopia tepatnya di Gambella tahun 2008. Penelitian dengan
rancangan gabungan cross sectional dan kualitatif ini, menyatakan ibu hamil
dengan 2-3 kelahiran hidup di masa lalu, menyatakan perceraian sebagai respon
yang diberikan oleh suami mereka setelah hasil tes yang diterima ibu adalah HIV
positif. Begitu pula ketika tidak mengungkapkan dan mencari persetujuan dari
suami mereka untuk tes HIV (Fanta dan Worku, 2008).
Sebuah penelitian yang menggunakan pendekatan Health Belief Model di
Northwestern Ethiopia tahun 2011 menyebutkan alasan yang diungkapkan oleh
responden untuk menolak tes HIV adalah ketidaksetujuan pasangan, takut diambil
darah dan mengetahui status HIV mereka, serta stigma dan diskriminasi yang
diterima ODHA yang disebutkan sebagai hambatan (Moges dan Amberbir, 2011).
Veloso dkk. (2008) dalam studinya di Brazil menyatakan hubungan antara
penerimaan ibu hamil untuk ikut tes HIV berbeda disetiap kota. Perbedaan
penerimaan ini dipengaruhi oleh frekuensi dan kualitas ANC, ras, konseling, serta
pengetahuan ibu sebelum tes HIV.
Selain di Afrika penelitian terkait juga dilakukan di negara maju seperti
Amerika. Penelitian dilakukan di Florida, Connecticut, dan New York City.
Dalam penelitian ini menemukan 86% ibu hamil melaporkan telah melakukan tes
HIV. Penerimaan tes ditemukan berkaitan dengan keyakinan yang kuat tentang
manfaat tes, pengetahuan tentang penularan vertikal, adanya dukungan penyedia
layanan tes, dan dukungan sosial. Wanita yang menolak tes mengatakan bahwa
mereka melakukannya karena mereka tidak menganggap diri mereka berada pada
21
risiko untuk HIV atau mereka menghadapi kesulitan administrasi dengan beberapa
aspek dari proses tes misalnya penjadwalan, dan terbatasnya ketersediaan pre-test
koseling (Fernandez dkk, 2000).
Di Bali pernah dilakukan penelitian untuk mengetahui alasan ibu hamil
menolak untuk tes HIV. Penelitian dengan rancangan kualitatif ini dilakukan oleh
Ariasih (2012) di Singaraja. Dalam penelitiannya Ariasih menyebutkan alasan ibu
hamil tidak melakukan tes HIV adalah dikarenakan kuatnya budaya patriarki
mempengaruhi penerimaan ibu hamil terhadap tes HIV, masih adanya stigma di
masyarakat tentang HIV dan persepsi ibu hamil bahwa dirinya kurang berisiko
tertular HIV.
Hasil-hasil penelitian diatas menunjukan bahwa prilaku seseorang selain
dipengaruh oleh faktor dari dalam individu itu sendiri juga dipengaruhi oleh faktor
yang berasal dari luar individu. Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada
didalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia dalam
hidupnya mempunyai keinginan mempunyai kesehatan yang optimal sehingga
jika tubuh merasakan timbulnya gejala yang menganggu kesehatannya maka akan
berusaha untuk melakukan tindakan pencegahan atau pengobatan. Munculnya
keinginan untuk melakukan tindakan tersebut menjadi bagian dari perilaku
kehidupan manusia. Menurut Sudarman (2008), bahwa dengan adanya dorongan
dari dalam diri manusia maka menimbulkan keinginan seseorang untuk
melakukan tindakan atau perilaku khusus yang mengarah kepada tujuannya.
Seperti yang diuraikan diatas bahwa sudah banyak dilakukan penelitian yang
dilakukan terkait faktor-faktor penerimaan tes HIV oleh ibu hamil. Namun
22
kebanyakan penelitian tersebut dilakukan di negara-negara seperti Afrika, dan
Amerika dan hanya satu penelitian di Indonesia dan baru satu penelitian dengan
rancangan kualitatif yang dilakukan di Bali. Oleh karena itu dipandang perlu
untuk melakukan kajian lebih lanjut mengenai faktor-faktor apa saja yang
berhubungan dengan penerimaan tes HIV oleh ibu hamil.
2.4 Teori Perubahan Prilaku olah Para Ahli
2.4.1 Teori Lawrence Green (1980)
Menurut Lawrence Green (Notoatmojo, 2003) kesehatan dipengaruhi oleh
dua faktor pokok yaitu prilaku atau behavior causes dan faktor diluar prilaku atau
non behavior causes. Selanjutnya prilaku itu sendiri ditentukan oleh tiga faktor
yaitu :
1. Predisposing Factors (Faktor Predisposisi ) faktor ini merupakan faktor yang
mempermudah terjadinya perilaku seseorang. Faktor-faktor predisposisi
terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai-nilai keyakinan,
kebiasaan, norma sosial, budaya dan lain-lain.
2. Enabling Factors (Faktor Pendorong) merupakan faktor-faktor yang
memungkinkan terwujudnya perubahan perilaku, seperti adanya fasililitas,
lingkungan, atau sumber-sumber khusus yang mendukung dan keterjangkauan
sumber dan fasilitas kesehatan.
3. Reinforcing Factors (Faktor Penguat) faktor-faktor penguat terjadinya perilaku,
termasuk sikap dan perilaku petugas, dukungan suami atau keluarga, dan tokoh
masyarakat.
23
Gambar 2.1 Model Prilaku Green (1980)
2.4.2 Teori Health Belief Model
Rosenstock (1980) menyatakan teori tentang suatu bentuk penjabaran dari
model sosio-psikologi. Munculnya model ini didasarkan pada kenyataan bahwa
masalah-masalah kesehatan ditandai oleh kegagalan individu atau masyarakat
untuk menerima usaha-usaha pencegahan dan penyembuhan yang
diselenggarakan oleh penyedia layanan kesehatan.
Dalam perkembangan model ini lebih menjelaskan pada kurangnya partisipasi
publik dalam melakukan pemeriksaan dan program pencegahan. Model ini
Predisposing Factors
Keyakinan tentang prilaku
Nilai-nilai yang diperoleh
dari prilaku
Keyakinan normatif
Motivasi untuk mengikuti
dorongan orang lain
Reinfocing Factors
Sikap dan prilaku tenaga
kesehatan
Dukungan suami atau
keluarga dan tokoh
masyarakat Enabling Factors
Ketersediaan sumber daya
Aksesbilitas
Rujukan
Aturan yang berlaku
Keterampilan
Faktor lingkungan
Prilaku individu,
kelompok atau
kmunitas
24
diadaptasi untuk mengeksplorasikan berbagai perilaku kesehatan jangka panjang
dan jangka pendek. Model kepercayaan ini mencakup lima unsur penting, yaitu :
1. Unsur pertama yaitu persepsi individu tentang kemungkinan mereka terkena
penyakit (Perceived susceptibility). Persepsi ini mempunyai banyak
pengertian dan diikuti oleh beberapa variabel kunci , yaitu perceived threat ,
ancaman persepsi. Variabel ini mengambarkan kerentanan yang di rasakan.
Persepsi kerentanan merupakan persepsi subjektif seseorang dari resiko
tertular penyakit. Agar seseorang bertindak mengobati atau mencegah
penyakit, ia merasakan bahwa dia rentan terhadap penyakit tersebut. Hal ini
membuat model kepercayaan kesehatan bergantung dari persepsi individu.
Berkaitan dengan evaluasi terhadap pemanfaatan pelayanan apakah menerima
konsekuen terhadap pelayanan medis dan klinis serta mengahadapi kondisi
sosial.
2. Unsur kedua merupakan pandangan individu tentang keparahan penyakit
(Perceived severy) atau parahnya kondisi penyakit seseorang. Persepsi
keparahan merupakan perasaan yang serius tertular penyakit atau meninggal
karena tidak diobati. Sehingga menemukan kesulitan dalam pengobatan.
Seseorang akan melakukan tindakan pengobatan atau pencegahan bila
diancam oleh penyakit yang dirasakan lebih parah dibandingkan dengan
penyakit yang dirasakan lebih ringan. Hal ini menjadi stigma bagi penderita.
3. Unsur ketiga merupakan persepsi manfaat atau perceived benefits. Persepsi
ini mengungkapkan tentang kepercayaan akan efektifnya sebuah strategi yang
dirancang dalam menanggulangi ancaman penularan penyakit. Tindakan yang
25
dilakukan akan tergantung pada manfaat yang dirasakan setelah mengambil
keputusan tersebut.
4. Unsur keempat merupakan hambatan yang dirasakan atau perceived barrier.
Persepsi ini menjelaskan akan kemungkinan hambatan yang dirasakan pada
saat melakukan sebuah pengobatan, atau munculnya konsekuensi negatif
yang mungkin timbul dari pengambilan tindakan kesehatan tertentu.
Keputusan yang diambil untuk menerima suatu bentuk tindakan akan
menemui rintangan. Misalnya tuntutan fisik, diskriminasi, psikologi dan
keuangan.
5. Cues to action bisa sebagai isyarat atau tanda-tanda dengan melakukan aksi
kegiatan sehubungan dengan mempromosikan pelayanan kesehatan melalui
media tertentu yang benar. Diperlukan isyarat beberapa faktor eksternal untuk
mendapat tindakan penerimaan yang benar. Faktor ekstenal tersebut misalnya
adanya pesan-pesan pada media masa, nasihat atau anjuran dari
teman-teman/dukungan sebaya, anggota keluarga. Media yang ada berupa
poster, iklan bisa disampaikan berupa kegiatan penyuluhan tentang gejala
fisik dari kondisi kesehatan atau melalui lingkungan berupa penjelasan
melalui media publikasi yang kesemua acaranya memotivasi seseorang untuk
mengambil tindakan.
26
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Penyakit HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia termasuk
Indonesia. Memeriksakan diri untuk tes HIV merupakan langkah yang penting
dalam kehidupan seseorang terutama bagi ibu hamil karena bukan hanya untuk
ibu tetapi juga bermanfaat untuk janin yang dikandung. Dengan mengetahui status
HIV lebih awal maka risiko penularan HIV dari ibu ke bayi dapat diturunkan.
Pemerintah telah membuat program sebagai upaya untuk menurunkan risiko
penularan HIV dari ibu ke bayi. Salah satu bentuk program tersebut adalah
penawaran tes HIV bagi setiap ibu hamil yang melakukan ANC di pelayanan
kesehatan dasar maupun rujukan. Namun sampai saat ini cakupan pemeriksaan
HIV pada ibu hamil masih sangat rendah. Banyak penelitian telah dilakukan di
berbagai negara untuk menganalisis faktor-faktor penerimaan tes HIV oleh ibu
hamil. Dari penelitian-penelitian tersebut diketahui banyak faktor yang
berhubungan dengan tes HIV oleh ibu hamil .
Faktor-faktor tersebut antara lain karakteristik ibu hamil yaitu faktor
sosiodemografi baik itu usia, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, jumlah
kunjungan ANC dan paritas. Kepercayaan, nilai-nilai keyakinan, kebiasaan,
norma social dan budaya juga dikatakan sebagai faktor predisposisi perubahan
prilaku untuk menerima tes HIV. Disamping faktor sosiodemografi tersebut,
faktor predisposisi lainnya dari penerimaan tes HIV oleh ibu hamil adalah
27
pengetahuan ibu hamil tentang HIV/AIDS, MTCT, dan PMTCT, persepsi
kerentanan terhadap HIVdan AIDS, persepsi keparahan HIV dan AIDS serta
persepsi manfaat serta halangan tes HIV. Dalam berbagai penelitian faktor-faktor
ini banyak ditemukan sebagai faktor yang berhubungan dengan penerimaan tes
HIV oleh ibu hamil.
Sebagai faktor pendorong penerimaan tes HIV oleh ibu hamil adalah
ketersediaan layanan tes HIV yang dibutuhkan oleh ibu hamil tersebut. Layanan
tes HIV yang lengkap dan tersedia dalam satu unit pelayanan kesehatan akan
memudahkan akses terhadap pelayanan kesehatan sehingga berpengaruh terhadap
penerimaan ibu hamil terhadap tes HIV. Tersedianya pelayanan VCT secara
bersama-sama dengan layanan ANC dalam satu pelayanan kesehatan, merupakan
bentuk pelayanan yang mendorong penerimaan ibu terhadap tes HIV.
Dukungan dari petugas kesehatan yang ada di tempat pelayanan kesehatan
dan dukungan keluarga dalam hal ini suami atau pasangan ibu, tokoh masyarakat
dan teman merupakan faktor pendorong ibu untuk menerima tes HIV. Dukungan
suami, teman dan petugas kesehatan dalam berbagai penelitian sering
disebut-sebut sebagai faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap
penerimaan tes HIV.
28
3.2 Konsep Penelitian
Keterangan :
Gambar 3.2 Konsep Penelitian diadopsi dari Teori Lawrence Green dan Teori
Health Belief Model
3.3 Hipotesis Penelitian
3.3.1 Ada hubungan usia terhadap penerimaan tes HIV oleh ibu hamil.
3.3.2 Ada hubungan pekerjaan terhadap penerimaan tes HIV oleh ibu hamil.
3.3.3 Ada hubungan pendidikan, terhadap penerimaan tes HIV oleh ibu hamil.
Faktor Predisposisi
1. Usia
2. Pekerjaan
3. Pendidikan
4. Status Perkawinan
5. Jumlah kunjungan ANC
6. Paritas
7. Pengetahuan tentang HIV,
MTCT dan PMTCT
8. Persepsi kerentanan
9. Persepsi keparahan
10. Persepsi manfaat
11. Persepsi halangan
Penerimaan tes HIV
oleh ibu hamil
Faktor Enabling (Pendukung )
1. Ketersediaan layanan
VCT (tes HIV)
2. Aksesbilitas
3. Biaya
Faktor Reinforcing (Pendorong)
1. Dukungan suami atau
keluarga
2. Dukungan petugas
kesehatan
3. Dukungan teman
= diteliti
= tidak diteliti
29
3.3.4 Ada hubungan status perkawinan, terhadap penerimaan tes HIV oleh ibu
hamil.
3.3.5 Ada hubungan paritas terhadap penerimaan tes HIV oleh ibu hamil.
3.3.6 Ada hubungan jumlah kunjungan ANC terhadap penerimaan tes HIV oleh
ibu hamil.
3.3.7 Ada hubungan pengetahuan ibu hamil tentang HIV, MTCT dan PMTCT
terhadap penerimaan tes HIV oleh ibu hamil.
3.3.8 Ada hubungan persepsi kerentanan HIV dan AIDS terhadap penerimaan
tes HIV oleh ibu hamil.
3.3.9 Ada hubungan persepsi keparahan HIV dan AIDS terhadap penerimaan tes
HIV oleh ibu hamil.
3.3.10 Ada hubungan persepsi manfaat tes HIV terhadap penerimaan tes HIV
oleh ibu hamil.
3.3.11 Ada hubungan persepsi halangan tes HIV terhadap penerimaan tes HIV
oleh ibu hamil.
3.3.12 Ada hubungan dukungan suami atau keluarga terhadap penerimaan tes
HIV oleh ibu hamil.
3.3.13 Ada hubungan dukungan petugas kesehatan terhadap penerimaan tes HIV
oleh ibu hamil.
3.3.14 Ada hubungan dukungan teman terhadap penerimaan tes HIV oleh ibu
hamil.
30
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan menggunakan desain
cross sectional , yaitu penelusuran sesaat, artinya subjek diamati hanya sesaat
atau satu kali. Untuk memperoleh informasi tentang variabel dependen dan
variabel independen maka pengukuruannya dilakukan bersama-sama pada saat
penelitian (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di dua Puskesmas di Kota Denpasar yaitu
Puskesmas II Denpasar Selatan dan Puskesmas I Denpasar Utara. Penelitian
dilaksanakan dari tanggal 26 Maret 2014 sampai dengan 22 April 2014.
4.3 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian adalah bidang Kesehatan Ibu dan Anak.
Penelitian ini membahas beberapa faktor yang berhubungan dengan
penerimaan tes HIV oleh ibu hamil sebagi upaya pencegahan penularan HIV
dari ibu ke anak.
4.4 Sumber Data
Sumber data penelitian adalah dengan wawancara langsung pada subjek
penelitian. Data tentang karakteristik subjek dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan penerimaan tes HIV oleh ibu hamil diperoleh dari
31
responden dengan cara melakukan wawancara dengan menggunakan panduan
kuesioner terstruktur.
4.4.1 Populasi Penelitian
a. Populasi Target
Semua ibu hamil yang ada di Provinsi Bali
b. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah ibu hamil yang melakukan
kunjungan ANC di dua Puskesmas di Kota Denpasar yaitu Puskesmas II
Denpasar Selatan dan Puskesmas I Denpasar Utara.
4.4.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian diambil dari populasi terjangkau sesuai dengan
perhitungan besar sampel sebanyak 120 ibu hamil. Ibu hamil yang menjadi
sampel penelitian adalah ibu hamil yang melakukan kunjungan ANC di
Puskesmas II Denpasar Selatan dan Puskesmas I Denpasar Utara dari tanggal
26 Maret 2014 sampai dengan 22 April 2014 yang sudah mendapat penawaran
tes HIV. Adapun kriteria inklusi penelitian adalah ibu hamil yang sudah pernah
melakukan ANC dan mendapat penawaran tes HIV dari petugas kesehatan
serta bersedia menjadi responden. Kriteria eksklusi penelitian adalah ibu hamil
yang belum pernah mendapat penawaran tes HIV oleh petugas kesehatan,
sudah pernah diwawancara pada penelitian ini sebelumnya dan tidak bersedia
menjadi responden.
32
4.4.2.1 Besar Sampel
Besar sampel untuk penelitaian ini dihitung berdasarkan besar sampel
penelitian cross-sectional dengan rencana analisa data tabulasi silang. Cara
penghitungan sampel adalah dengan menetapkan variabel tertentu sebagai
patokan. Dalam penelitian ini variabel yang dijadikan sebagai patokan adalah
penerimaan tes HIV oleh ibu hamil sebagai variabel tergantung dan dukungan
suami sebagai variabel bebas. Berdasarkan penelitian sejenis yang dilakukan di
Semarang Indonesia tahun 2012 didapatkan bahwa ibu hamil yang menerima tes
HIV adalah 135 orang (75,7%) dan yang menolak tes adalah 45 orang (24,3%).
Ibu hamil dengan dukungan suami baik sebanyak 103 orang (57,2%) sedangkan
ibu hamil dengan dukungan suami tidak baik adalah 77 orang (42,8%).
Table 4.1 Perhitungan Besar Sampel
Menerima tes
HIV (0,757)
Menolak Tes HIV
(0,243)
Dukungan suami
baik (0,572)
Dukungan suami
tidak baik (0,428)
205243,0
50n 48
)428,0()243,0(
5
Xn
Berdasarkan perhitungan besar sampel diatas opsi pertama jumlah sampel
penelitian adalah 205 sampel, dan opsi kedua adalah 48 sampel atau sebagai
sampel minimal. Selain dengan perhitungan besar sampel seperti diatas, dalam
penelitian ini memperhatikan pula cara perhitungan besar sampel menggunakan
rule of tumb oleh Sastroasmoro dan Ismael (2011). Jumlah subjek yang diperlukan
dalam penelitian antara 5 sampai 50 kali jumlah variabel independen dan pada
33
umumnya 10 kali. Berdasarkan uraian perhitungan besar sampel diatas dan
mempertimbangkan keterbatasan waktu, dana serta tenaga maka diambil 120
sampel ibu hamil. Dasar pertimbangan jumlah tersebut adalah masih memenuhi
kriteria dari rule of tumb dan perhitungan besar sampel dalam penelitian cross
sectional.
4.4.2.2 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel adalah non probability sampling. Teknik ini
menjadi pilihan peneliti karena tidak mendapatkan kerangka sampel. Sampel
diambil dari dua lokasi yang berbeda dengan harapan sampel yang didapatkan
lebih bervariasi dari segi karakteristik demografi sehingga menyerupai hasil
pemilihan sampel dengan probability sampling. Peneliti mengambil setiap
kedatangan ibu hamil yang melakukan ANC di Poliklinik KIA di dua lokasi
penelitian mulai tanggal 26 Maret sampai dengan 22 April 2014 yang memenuhi
kriteria inklusi sampai dipenuhi 120 sampel. Peneliti memiliki asumsi bahwa
semua ibu hamil yang melakukan pemeriksaan ANC pasti ditawari tes HIV karena
penawaran sudah merupakan kebijakan bagi seluruh Puskesmas khususnya di
Kota Denpasar dari bulan Januari tahun 2014. Jumlah sampel yang diambil di
masing-masing lokasi ditentukan dengan membuat proporsi. Sampel yang diambil
di Puskesmas II Denpasar selatan sebanyak 60 ibu hamil dan di Puskesmas I
Denpasar Utara sebanyak 60 ibu hamil.
34
4.5 Variabel Penelitian
4.5.1 Variabel Bebas
Usia, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, jumlah kunjungan ANC,
paritas, pengetahuan tentang HIV, MTCT dan PMTCT, persepsi kerentanan
terhadap HIV dan AIDS, persepsi keparahan HIV dan AIDS, persepsi manfaat tes
HIV, persepsi halangan tes HIV, dukungan suami atau keluarga, dukungan
petugas kesehatan dan dukungan teman.
4.5.2 Variabel Tergantung
Variabel tergantung yaitu penerimaan tes HIV oleh ibu hamil.
4.5.3 Definisi Operasional Variabel
Tabel 4.2 Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala
Pengukuran
Skala
Analisis
Usia Usia dalam tahun responden saat
wawancara mengenai usia
Kuesioner Interval Kategorikal
Pekerjaan Status pekerjaan responden pada
saat wawancara mengenai
pekerjaan
Kuesioner Nominal Kategorikal
Pendidikan Pendidikan formal terakhir yang
ditamatkan oleh responden
Kuesioner Ordinal Kategorikal
Status
Perkawinan
Status perkawinan responden
berdasarkan pengakuan responden
Kuesioner Nominal Kategorikal
Jumlah
Kunjungan
ANC
Jumlah kunjungan perawatan
kehamilan yang dilakukan ibu
selama kehamilan ini
Kuesioner Interval Kategorikal
Paritas Jumlah anak hidup atau mati yang
pernah dilahirkan ibu saat
wawancara
Kuesioner Interval
Kategorikal
35
Lanjutan Tabel 4.2
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala
Pengukuran
Skala
Analisis
Persepsi
kerentanan
terhadap HIV
dan AIDS
Pandangan ibu hamil tentang
besarnya risiko untuk terkena HIV
dan AIDS
Kuesioner Interval Kategorikal
Persepsi
keparahan
HIV /AIDS
Pandangan ibu hamil tentang
keparahan penyakit HIV/AIDS
Kuesioner Interval Kategorikal
Persepsi
Manfaat tes
HIV
Pandangan ibu tentang manfaat
tes HIV
Kuesioner Interval Kategorikal
Persepsi
halangan tes
HIV
Pandangan ibu terhadap hal-hal
yang dapat menjadi penghalang
ibu untuk tes HIV
Kuesioner Interval Kategorikal
Dukungan
suami atau
keluarga
Dukungan dari suami atau
keluarga terhadap ibu untuk
melakukan tes HIV
Kuesioner Nominal Kategorikal
Dukungan
petugas
Kesehatan
Dukungan dari petugas kesehatan
di puskesmas untuk melakukan
tes HIV
Kuesioner Nominal Katagorikal
Dukungan
teman
Dukungan dari teman ibu hamil
untuk melakukan tes HIV
Kuesioner Nominal Kategorikal
Penerimaan
tes HIV oleh
ibu hamil
Pernah melakukan tes HIV selama
kehamilan ini
Kuesioner
dan CM
pasien
Nominal Kategorikal
4.6 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner yang diadopsi dari
penelitian sejenis dengan judul Factors Determining Acceptance of Voluntary
HIV Testing Among Pregnant Women Attending Antenatal Clinic at Armed Force
Hospitals in Addis ababa oleh Worku (2005) yang dimodifikasi sesuai dengan
36
situasi di Bali dan variabel penelitian. Untuk memastikan bahwa
pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam kuesioner dapat dimengerti oleh
responden, kuesioner ini sudah dicoba terlebih dahulu pada sepuluh responden
dengan tingkat pendidikan yang bervariasi. Responden tersebut adalah tamat SD,
tamat SMP, tamat SMA, dan yang sudah tamat akademi atau universitas.
4.7 Cara Pengumpulan Data Penelitian
Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan adalah data primer yang meliputi
umur, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, usia kehamilan, paritas,
pengetahuan ibu hamil tentang HIV, MTCT dan PMTCT, persepsi kerentanan
terhadap HIV dan AIDS, persepsi keparahan HIV dan AIDS, persepsi manfaat tes
HIV, persepsi halangan tes HIV, dukungan suami atau keluarga, dukungan
petugas kesehatan, dukungan teman serta penerimaan tes HIV oleh ibu hamil.
Pengambilan data dilakukan di Puskesmas II Denpasar Selatan dan di Puskesmas
I Denpasar Utara. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara langsung
pada responden. Pewawancara membacakan pertanyaan penelitian dan dijawab
oleh responden. Wawancara dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh 4 orang
tenaga kesehatan yang dilatih sebelumnya. Untuk menghindari pertanyaan yang
terlewatkan pewawancara mengcek kembali lembar pertanyaan sebelum
mengakhiri wawancara.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah :
a. Peneliti meminta izin kepada responden agar dapat melakukan penelitian,
dengan cara menjelaskan maksud dan tujuan penelitian.
37
b. Peneliti memberikan lembar persetujuan menjadi responden dalam penelitian
kepada calon responden.
c. Peneliti membacakan pertanyaan pada responden.
d. Responden menjawab secara langsung, dan peneliti mencatat jawaban dari
responden.
e. Semua informasi yang dikumpulkan dijamin kerahasiaanya oleh peneliti,
hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan pada hasil penelitian.
f. Peneliti mengcek kembali semua pertanyaan sebelum mengakhiri wawancara,
untuk menghindari pertanyaan yang terlewatkan. Apabila ada pertanyaan
yang belum ditanyaakan maka peneliti menanyakan kembali kepada
responden untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat.
4.8 Analisis Data
4.8.1 Teknik Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data di lokasi penelitian diolah
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Editing
Pada tahap ini data diperiksa untuk mengetahui kelengkapan data. Apabila
ditemukan data yang kurang jelas atau kurang lengkap, maka dilengkapi dengan
menanyakan kembali kepada responden.
b. Scoring
Beberapa variabel pada skala pengukuran pada saat pengumpulan data
dikategorikan untuk kebutuhan analisis data sesuai tujuan penelitian.
38
1) Karakteristik responden dikategorikan sesuai dengan variasi data yang
diperoleh dalam penelitian.
2) Variabel pengetahuan tentang HIV, MTCT dan PMTCT
Ada 10 pertanyaan yang diajukan kepada responden untuk menilai
pengetahuan tentang HIV, MTCT dan PMTCT. Dari 10 pertanyaan
tersebut hanya 8 pertanyaan yang diskoring untuk memperoleh skor
pengetahuan. Delapan pertanyaan tersebut adalah pertanyaan nomor 301,
303, 305, 306,307, 308, 309, 310. Nilai untuk jawaban benar dari
masing-masing pertanyaan adalah 1 dan 0 untuk jawaban salah. Untuk
pertanyaan nomor 305, 307 dan 310 bisa memiliki jawaban lebih dari satu,
jadi semakin banyak jawaban benar semakin tinggi skor yang didapat.
Nilai masing-masing pertanyaan dijumlahkan sehingga menjadi skor
pengetahuan masing-masing responden. Skor pengetahuan seluruh
responden dijumlahkan dan selanjutnya dihitung skor rata-rata
pengetahuan responden. Pengetahuan dikategorikan baik apabila skor yang
diperoleh responden rata-rata, dan dikategorikan kurang baik apabila
skor < rata-rata.
3) Variabel persepsi kerentanan terhadap HIV/AIDS. Ada 4 pertanyaan yang
diajukan kepada responden untuk memperoleh nilai persepsi kerentanan
terhadap HIV/AIDS. Pertanyaan tersebut adalah 401sampai dengan 404.
Nilai untuk jawaban benar dari masing-masing pertanyaan adalah 1 dan 0
untuk jawaban salah. Seluruh skor yang diperoleh responden dijumlahkan
dan dihitung nilai rata-ratanya. Responden dikategorikan memeiliki
39
kerentanan tinggi terhadap penyakit HIV/AIDS bila skor yang diperoleh
rata-rata skor dan kerentanan rendah bila skor yang diperoleh < skor
rata-rata.
4) Variabel persepsi keparahan penyakit HIV/AIDS. Pertanyaan untuk
variabel ini adalah 405 sampai dengan 408. Nilai jawaban benar adalah 1
dan 0 untuk jawaban salah. Responden dikategorikan memeiliki keparahan
tinggi terhadap penyakit HIV/AIDS bila skor yang diperoleh rata-rata
skor keseluruhan responden dan persepsi keparahan rendah bila skor yang
diperoleh < skor rata-rata.
5) Variabel manfaat tes HIV, terdapat dua pertanyaan persepsi manfaat tes
HIV yaitu pertanyaan nomor 412 dan 413. Untuk pertanyaan 413 jawaban
yang diberikan bisa lebih dari satu, jadi semakin banyak jawaban benar
semakin tinggi skor yang diperoleh responden artinya semakin tinggi
persepsi responden terhadap manfaat tes HIV.
6) Variabel halangan tes HIV, variabel ini memeiliki satu pertanyaan yaitu
nomor 414 dengan jawaban bisa lebih dari satu. Semakin banyak jawaban
yang diberikan responden semakin tinggi skor yang diperoleh maka
semakin tinggi halangan yang dirasakan oleh ibu untuk melakukan tes
HIV.
7) Variabel dukungan suami atau keluarga, variabel ini memiliki 3
pertanyaan yaitu nomor 505 sampai dengan 507. Responden dikategorikan
mendapat dukungan yang baik dari suami atau keluarga untuk melakukan
tes HIV, bila skor yang diperoleh rata-rata skor keseluruhan responden
40
dan dukungan suami atau keluarga dikategorikan kurang bila skor yang
diperoleh < skor rata-rata.
8) Variabel dukungan petugas kesehatan, variabel ini memiliki 3 pertanyaan
yaitu nomor 502 sampai dengan 504. Responden dikategorikan mendapat
dukungan yang baik untuk melakukan tes HIV, bila skor yang diperoleh
rata-rata skor keseluruhan responden dan dukungan dikategorikan kurang
bila skor yang diperoleh < skor rata-rata.
9) Variabel dukungan teman untuk tes HIV. Variabel ini memiliki 3
pertanyaan yaitu nomor 508 sampai dengan 510. Responden dikategorikan
mendapat dukungan yang baik dari teman untuk melakukan tes HIV, bila
skor yang diperoleh rata-rata skor keseluruhan responden dan dukungan
dikategorikan kurang bila skor yang diperoleh < skor rata-rata.
c. Entering
Data yang telah dikategorikan kemudian dimasukkan ke dalam Microsoft
Excel, kemudian dibuatkan ke dalam softwere analisis data.
d. Tabulating
Data kemudian dianalisis dengan softwere dan disajikan secara deskriptif
dalam bentuk tabel dan diinterpretasikan.
4.8.2 Teknik Analisis Data
1. Analisis univariat
Analisis ini dilakukan secara deskriptif dengan tabel distribusi frekuensi
yang meliputi karakteristik responden, variabel bebas dan variabel terikat.
Analisis ini untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dan proporsi dari
41
masing-masing variabel, baik variabel independen maupun variabel dependen.
Data disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan proporsi untuk menjelaskan
karakteristik masing-masing variabel yang diteliti.
2. Analisis bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk menilai hubungan satu variabel bebas
dengan satu variabel tergantung. Untuk menilai apakah hubungan variabel
bebas dengan variabel tergantung bermakna secara statistik maka dilakukan uji
statistik dengan menggunakan uji Chi-Square.
Nilai OR=1 maka dikatakan tidak ada hubungan, dan jika nilai OR1
maka dikatakan ada hubungan. Nilai OR yang lebih dari 1 artinya faktor
tersebut mendukung prilaku ibu hamil untuk menerima tes HIV. Jika nilai OR
kurang dari 1 maka sebaliknya faktor tersebut dapat mencegah penerimaan ibu
hamil untuk tes HIV.
Tingkat kemaknaan hubungan dilihat menggunakan p value atau nilai p.
Disebut bermakna secara statistik apabila nilai p0,05. Jika sebaliknya nilai
p>0,05 maka hubungan tersebut tidak bermakna secara statistik
3. Analisis multivariat
Analisis ini digunakan untuk menilai hubungan satu atau lebih variabel
bebas terhadap satu variabel tergantung. Sehingga didapatkan pengaruh
masing-masing variabel tersebut terhadap variabel tergantung. Uji satatistik
yang dipakai pada analisis ini adalah Regresi logistik.
42
4.9 Pertimbangan Etik
Penelitian ini diajukan ke komisi etik untuk mendapatkan kelaikan etika
penelitian. Upaya yang dilakukan peneliti agar aspek etik pada subjek
penelitian terjaga adalah dengan memberikan Informed Concent terlebih
dahulu sebelum subjek berpartisipasi. Dalam Informed Concent calon
responden memperoleh gambaran dan tujuan penelitian, penjelasan prosedur,
ketidaknyamanan dan risiko yang mungkin terjadi, keuntungan, kerahasiaan,
tentang pemutusan dan penolakan berpartisipasi serta hak dan keluhan subjek.
Partisipasi subjek dalam penelitian ini bersifat sukarela dan ketika subjek
menolak berpatisipasi dalam penelitian maka tidak ada pengaruh terhadap
haknya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Dalam penelitian ini juga
mengutamakan kerahasiaan identitas subjek meskipun hasil penelitian ini
kemungkinan akan dibagi dengan orang lain dan mungkin dipublikasikan
dalam laporan ilmiah, namun kenyataan bahwa identitas subjek yang terlibat
dalam penelitian ini tetap dirahasiakan.
43
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian dan Pelaksanaan PPIA
Penelitian dilakukan di dua Puskesmas di Kota Denpasar, yaitu Puskesmas
I Denpasar Utara dan Puskesmas II Denpasar Selatan. Pada proposal penelitian,
peneliti membedakan kedua lokasi penelitian dari segi ketersediaan fasilitas
layanan VCT di Puskesmas tersebut. Namun untuk analisis selanjutnya tidak
dibedakan lagi oleh karena pada saat penelitian dilakukan, kedua Puskesmas
sama-sama telah memiliki layanan tes HIV atau klinik VCT. Di Puskesmas II
Denpasar Selatan dua orang bidan yang telah dilatih PPIA bertugas di KIA
penawarkan tes HIV pada ibu hamil dilakukan bagi semua ibu hamil yang
berkunjung untuk ANC. Ibu hamil yang bersedia di tes akan di minta data-data
pendukung dan diminta persetujuan untuk tes, dilanjutkan ke laboratorium dan
hasil dikembalikan ke bagian KIA. Hasil tes non reaktif, langsung disampaikan
kepada ibu hamil oleh bidan KIA namun, hasil reaktif di buka di klinik VCT
dan dilakukan konseling pasca tes HIV.
Pelaksanaan PPIA di Puskesmas I Denpasar Utara sedikit berbeda, setelah
ibu hamil setuju untuk tes HIV, maka akan dilanjutkan dengan pre tes
konseling oleh konselor VCT dilanjutkan dengan tes di laboratorium dan untuk
membuka hasil ibu hamil kembali ke VCT untuk konseling post tes dan baru
kembali ke bagian KIA. Prosedur tes di Puskesmas ini lebih panjang begitupula
44
waktu yang dibutuhkan. Sehingga ada beberapa pasien yang memutuskan
untuk kembali keesokan harinya untuk membuka hasil.
5.2 Karakteristik Responden Penelitian
Variabel tergantung dari penelitian ini adalah penerimaan tes HIV oleh ibu
hamil. Dari hasil pengumpulan data diperoleh penerimaan ibu hamil terhadap
tes HIV seperti tabel 5.2.1 berikut.
Tabel 5.2.1 Penerimaan Tes HIV pada Ibu Hamil
Di Puskesmas Kota Denpasar
Pada analisis univariat dapat dilihat bahwa ibu hamil yang menerima tes
HIV sebanyak 67,7% dan yang tidak menerima tes HIV sebanyak 32,5%. Ibu
hamil yang menerima tes HIV lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak
menerima atau menolak tes HIV.
Tabel 5.2.2 Karakteristik Responden Penelitian
di Puskesmas Kota Denpasar
Peneriman Tes HIV n (%)
Ya 81(67,5)
Tidak 39(32,5)
Jumlah 120(100)
Karakteristik Responden n=120 %
Umur
45
Lanjutan Tabel 5.2.2
Karakteristik Responden n=120 %
Paritas
Multigravida
Primigravida
78
42
65,0
35,0
Jumlah kunjungan ANC
2
46
Dalam penelitian ditemukan bahwa semua responden dalam status kawin
sehingga status perkawinan tidak bisa dikatakan sebagai variabel karena tidak
ada variasi nilai status perkawinan. Sebagian besar (65%) responden sdang
hamil yang kedua atau lebih (multigravida). Ibu hamil yang menjadi respnden
dalam penelitian ini sebagaian besar (89,2%) melakukan kunjunga antenatal
dua kali atau lebih.
Dilihat dari pengetahuan responden tentang HIV, MTCT dan PMTCT dari
keseluruhan responden ditemukan bawa 61,7% responden memiliki
pengetahuan baik. Sebagian besar (83,3%) responden memiliki persepsi
kerentanan terhadap HIV/AIDS. Begitupula mengenai persepsi keparahan
sebagian besar responden (72,5%) memiliki persepsi bahwa penyakit
HIV/AIDS merupakan penyakit dengan tingkat keparahan yang tinggi.
Selain persepsi keparahan yang tinggi, dari keseluruhan responden 94,2%
menjawab bahwa tes HIV selama kehamilan memiliki manfaat. Walaupun
sebagian besar merasakan adanya manfaat tes HIV, namun masih ada
responden yang merasa ada halangan untuk melakukan tes HIV yaitu sebesar
32,5%.
Penerimaan tes HIV oleh ibu hamil juga tidak terlepas dari dukungan yang
diberikan oleh orang sekitar pada ibu seperti dukungan suami atau keluarga,
tenaga kesehatan dan teman. Dari tabel 5.2.2 dapat dilihat bahwa 47,5%
responden menyatakan memiliki dukungan suami baik dan 52,5% responden
memiliki dukungan suami yang kurang. Begitupula dukungan dari tenaga
kesehatan yang memberi pelayanan saat ibu melakukan kunjungan antenatal,
47
hampir seluruh responden (90,8%) menyatakan dukungan petugas kesehatan
baik. Tabel 5.1.2 diatas menunjukan hanya sebagian kecil (10,9%) responden
mendapat dukungan dari teman untuk menerima tes HIV selama kehamilan.
Distribusi responden mengenai sumber informasi HIV/AIDS, MTCT dan
PMTCT serta alasan menerima maupun menolak tes HIV disajikan dalam tabel
5.2.3 berikut.
Tabel 5.2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban mengenai
Sumber Informasi HIV/AIDS, MTCT, PMTCT, Alasan Menerima
dan Menolak Tes HIV
Jawaban Responden n=120 %
Sumber Informasi mengenai HIV/AIDS
Media cetak 43 35,8
Media elektronik 95 74,2
Teman 29 24,2
Keluarga 10 8,3
Petugas Kesehatan 73 60,8
Lainnnya 2 1,7
Cara Penularan HIV/AIDS
Hubungan seksual 106 88,3
Darah yang terinfeksi virus HIV 22 18,3
Jarum suntuk bergantian 41 34,2
Dari ibu hamil ke bayi yang dikandung 57 47,5
Penggunaan jarum suntik tidak steril 11 9,2
Lainnya 1 0,8
Waktu Penularan HIV/AIDS
Sejak kehamilan 54 45,0
Saat melahirkan 7 5,8
Saat menyusui 29 24,2
Tidak tahu 56 46,7
Lainnya 0 0,0
Cara Mengurangi Penularan HIV/AIDS
Menggunakan obat untuk HIV/AIDS 10 8,3
Tidak menyusui bayi 14 11,7
Melahirkan dengan cara operasi 4 3,3
Tidak tahu 93 77,5
Lainnya 3 2,5
48
Lanjutan Tabel 5.2.3
Jawaban Responden n=120 %
Cara Mengurangi Penularan HIV/AIDS
Menggunakan obat untuk HIV/AIDS 10 8,3
Tidak menyusui bayi 14 11,7
Melahirkan dengan cara operasi 4 3,3
Tidak tahu 93 77,5
Lainnya 3 2,5
Alasan Menerima Tes HIV
Untuk melindungi anak 23 19,2
Untuk melindungi pasangan 3 2,5
Untuk mengetahui status saya 74 61,7
Merasa memiliki risiko 2 1,7
Mengikuti anjuran petugas kesehatan 79 65,8
Tidak tahu 0 0,0
Lainnya 0 0,0
Alasan Tidak Menerima Tes HIV
Mahal 0 0,0
Akses Jauh 0 0,0
Waktu tidak sesuai jam kerja 6 5,0
Takut diambil darah 28 23,3
Takut hasil tes yang akan diterima 22 18,3
Takut pandangan negatif orang lain yang
melihat (takut dikucilkan di masyarakat)
1 0,8
Merasa malu 1 0,8
Tidak mendapat ijin suami/pasangan 20 16,7
Lainnya 1 0,8
Tabel 5.2.3 diatas menunjukan bahwa sumber informasi tentang
HIV/AIDS terbanyak didapat dari media elektronik yaitu sebesar 74,2%.
Sumber informasi lainnya yang di ungkapkan oleh responden adalah dari
petugas kesehatan sebesar 60,8% dan yang terbanyak ketiga adalah dari media
cetak sebesar 35,8%.
Mengenai cara penularan HIV/AIDS sebanyak 88,3% responden
menjawab melalui hubungan seksual, 18,3% dari darah yang terinfeksi virus
49
HIV, Sedangkan cara penularan dari ibu hamil ke bayi yang dikandung sebesar
47,5%.
Sebanyak 46,7% responden adalah tidak tahu ka