Upload
anggrainieny
View
15
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
vertigo
Citation preview
Keluhan BPPV Neuronitis
Vestibular
Penyakit
Miniere
Vertigo + + +
Mual + + +
Muntah + + +
Tinitus - + +
Gangguan
pendengaran
- + +
Gangguan
pengelihatan
+ - -
Demam - + -
Kelemahan - + -
Kesemutan - - -
Rasa penuh/rasa
berat/rasa
tertekan
+ - +
Serangan jantung 10-30 detik Hari - Minggu Menit - Jam
Perubahan posisi + + +
Vertigo : Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Terapi
DEFINISI
Istilah “vertigo” berasal dari bahasa Latin “verto” yang artinya memutar atau gerakan
berputar.1 Vertigo adalah suatu bentuk gangguan orientasi berupa ilusi atau halusinansi
gerakan diamana perasaan dirinya bergerak berputar atau bergelombang terhadap ruangan di
sekitarnya atau ruangan sekitarnya yang bergerak terhadap dirinya.1,3Dizziness adalah
gangguan perasaan kesimbangan tubuh terhadap ruang sekitarnya.2,4
EPIDEMIOLOGI
Vertigo dan dizziness merupakan salah satu keluhan tersering pasien datang ke
dokter.5 Insiden vertigo secara umum beragam yaitu 5 sampai 30% dari populasi dan
mencapai 40% pada orang yang berumur di atas 40 tahun.5,6 Vertigo meningkatkan resiko
cedera akibat trauma sampai 25% pada penderita yang berumur diatas 65 tahun. Di
Amerika, dari data pada tahun 1999 sampai 2005 didapatkan bahwa vertigo merupakan 2,5%
dari diagnosis pasien yang datang ke ruang gawat darurat.5
PATOFISIOLOGI
Keseimbangan dan kemampuan menyadari posisi dan kedudukan terhadap ruangan
sekitarnya diatur oleh integrasi berbagai sistem yaitu2:
1. Sistem vestibular. Impuls pada labirin yang berfungsi sebagai proprioseptor spasial
spesifik sangat sesitif terhadap perubahan kecepatan pergerakan dan posisi tubuh.
2. Sistem visual, impuls visual yang berasal dari retina dan impuls proprioseptif yang berasal
dari otot bola mata berguna dalam menetapkan jarak suatu objek dari tubuh. Impuls ini
judikoordinasikan dengan impuls dari sistem vestibuler.
3. Sistem proprioseptif. Impuls proprioseptif yang berasal dari otot dan tendon berhubungan
dengan reflek postural dan gerakan yang disadari.
Jaringan saraf yang terkait dalam proses timbulnya vertigo antara lain7 :
1 Reseptor alat keseimbangan tubuh yang berperan dalam proses tranduksi yaitu mengubah
rangsangan menjadi bioelektrokimia yang terdiri dari reseptor mekanis di vestibulum,
reseptor cahaya di retina, reseptor mekanik di kulit.
Saraf aferen yang berperan dalam proses transmisi menghantarkan impuls ke pusat
keseimbangan di otak. Terdiri dari : Nervus vestibularis, nervus optikus dan
spinovestibuloserebelaris pathway.
3. Pusat keseimbangan yang berperan dalam proses modulasi, komparasi, integrasi /
koordinasi dan presepsi.
Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor
vestibuler, visual dan proprioseptif. Dari ketiga reseptor tersebut informasi terbesar masuk
melalui reseptor vestibuler (lebih dari 50%).2,7 Arus informasi berlangsung intensif apabila
terjadi gerakan atau perubahan posisi kepala atau tubuh. Gerakan ini akan menyebabkan
perpindahan cairan endolimfe di labirin dan selanjutnya silia dari sel rambut akan menekuk.
Tekukan ini akan menyebabkan perubahan permeabilitas membran sel yang mengakibatkan
depolarisasi sel saraf yang selanjutnya berjalan sebagai impuls sensorik melalui nervus
vestubularis ke pusat keseimbangan di otak. Impuls tersebut selanjutnya dihantarkan ke
serebelum, kortek serebri, hipothalamus dan pusat otonomik di formasio retikularis.
Neurotransmitter yang berperan dalam impuls aferen vestibuler adalah bersifat
eksitator, antara lain glutamate, aspartat, asetilkolin, histamine dan substansi P. Sedangkan
neurotransmiter yang berperan dalam impuls eferen vestibuler adalah bersifat inhibitor, yaitu
GABA, glisin, noradrenalin, dopamine, dan serotonin. Pengetahuan mengenai
neurotransmitter ini berguna dalam prinsip terapi medikamentosa dari vertigo.7,8,9
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang
dipersepsi oleh susunan saraf pusat.2
(Dikutip dari Kelompok Studi Vertigo PERDOSSI. Vertigo: Patofisiologi, Diagnosis dan
Terapi. 1998).
KLASIFIKASI
Berdasarkan etiologi, vertigo dapat dikategorikan ke dalam empat jenis; otologik,sentral,
medikal dan tak terlokalisir.12
A. Vertigo otologik disebabkan oleh disfungsi telinga bagian dalam. Vertigo otologik
merupakan sepertiga dari semua pasien dengan vertigo. Vertigo otologikterdiri dari
komponen substansial:
1. Benign paroksismal posisional vertigo (BPPV) adalah jenis yang paling umum dari vertigo
otologik, terhitung sekitar 20% dari vertigo dari semuapenyebab dan 50% dari semua kasus
otologik. Pada BPPV terjadi serangan singkat vertigo yang dipicu oleh perubahan orientasi
kepala terhadap gravitasi. BPPV disebabkan oleh lepasnya otolith yang terdiri dari kristak
kalsium karbonat dalam kanalis semisirkularis, biasanya kanal posterior telinga bagian
dalam.12,13
2. Neuritis vestibular, gejalanya vertigo, mual, ataksia, dan nistagmus. Hal
iniberhubungan infeksi virus pada nervus vestibular dengan gejala bersifat akut dan
prolong. Jika disertai berkurangnya pendengaran, berarti melibatkan labirin dan disebut
labyrinithis. neuritis vestibular dan labyrinthitismerupakan 15% dari semua kasus vertigo
otologik.12,14
3. Penyakit Meniere terdiri dari gejala vertigo intermiten yang disertai olehtinnitus dan
gangguan pendengaran. Penyakit ini diduga disebabkan oleh overdistensi kompartemen
endolimfatik. Penyakit Meniere sekitar 15% kasus vertigo otologik.
4. Paresis vestibular bilateral ditandai dengan oscilopsia dan ataksia, biasanya disebabkan oleh
hilangnya sel-sel rambut vestibular. Terjadi karena pengobatan selama beberapa minggu
dengan antibiotik ototoksik intravenaatau intraperitoneal (gentamisin). Jauh lebih jarang,
paresis vestibular bilateral terjadi karena gangguan autoimun seperti Sindrom Cogan (disertai
dengan gangguan pendengaran bilateral)
5. Sindrom superior canal dehiscence (SCD) dan fistula Perilimfe (PLF)ditandai dengan vertigo
yang disebabkan oleh suara (fenomena Tullio). Diagnosis SCD telah meningkat pesat pada
tahun terakhir karena temuan alat vestibular evoked myogenic
potensials(VEMP). Pada PLF, terjadiruptur antara telinga bagian dalam yang berisi cairan
dan telinga tengah yangberisi udara. Barotrauma, seperti pada scuba diving, adalah penyebab
yang sering. Operasi otosklerosis atau cholesteatoma juga merupakan penyebab PLF yang
sering. Sangat jarang PLF yang terjadi secara spontan.
6. Tumor yang mengkompresi saraf kranial VIII mempunyai gejala gangguan pendengaran
asimetris dikombinasikan dengan ataksia ringan. Tumorjaringan saraf sangat jarang pada
populasi vertigo.
A. Vertigo sentral merupakan vertigo yang disebabkan oleh disfungsi struktursistem
saraf pusat. Vertigo sentral terdiri dari 2% sampai 23%
dari keseluruhanvertigo. Pada sebagian besar kasus, vertigo sentral disebabkan oleh gangguan
pembuluh darah seperti stroke, TIA dan migrain vertebrobasilar.
1. Stroke dan TIA melibatkan batang otak atau serebelum menyebabkan sekitar sepertiga dari
seluruh kasus vertigo sentral. Kelainan ini biasanya disebabkan oleh emboli. Vertigo murni
kadang hanya merupakan gejalatunggal stroke pada fossa posterior
sehingga sulit membedakan TIA yangmengenai nukleus vestibular atau cerebellum dari
proses lain yang berpengaruh terhadap nervus vestibular atau end organ.15
2. Migrain basilar muncul gejala vertigo dan sakit kepala, tetapi juga dapat muncul sebagai
vertigo terisolasi. Migrain menyebabkan sekitar 15% kasus vertigo sentral. Migrain sering
terjadi pada wanita di usia tiga puluhan.
3. Kejang dengan gejala munculan vertigo dengan gejala motorik atau konfusi. Sekitar 5%
kasus vertigo sentral disebabkan oleh kejang.Dizziness sering merupakan salah satu gejala
pada epilepsi.
4. Multiple sclerosis (MS) menggabungkan vertigo dengan tanda sentral lainnya, seperti
disfungsi serebelum. MS merupakan penyakit demielinisasi pada saraf pusat. Gejala penyakit
ini bermacam-macam.Sekitar 2 - 5% dari penyakit ini bergejala sebagai vertigo
sentral. Dalam menegakkan diagnosis MS terkait vertigo perlu dipertimbangkan penyebab
perifer umum yang mungkin muncul bersamaan, seperti BPPV.
5. Vertigo servikal masih tetap menjadi sindrom yang kontroversial.Diagnosis paling sering
ditegakkan setelah cedera whiplash dengan gejala biasannya vertigo, tinitus, dan nyeri
leher. Pemeriksaan biasanya menunjukkan gejala spesifik kompleks termasuk gerakan leher
terbatas oleh nyeri dan vertigo atau mual pada posisi leher tetentu. Secara umum, tidak ada
nistagmus. Tidak ada uji klinis atau laboratorium definitif untuk vertigo
cervikal. MRI vetebre servikal pada pasien ini sering menunjukkan diskus
cervikal menyempit tapi tidak mengompresi saraf cervikal.
B. Vertigo Medikal diduga disebabkan oleh perubahan tekanan darah, gula darah rendah,
dan / atau perubahan metabolik yang terkait dengan pengobatan atau infeksi
sistemik. Vertigo medikal sebagian besar ditemui di ruang darurat dan merupakan sekitar
33% dari semua kasus vertigo. Vertigo medikal jarang di praktek subspesialisasi (2% sampai
5%).
1. Hipotensi postural sering muncul dengan keluhan pusing, kepala ringan, atau
sinkop. Pusing terjadi hanya sementara ketika pasien berdiri
2. Aritmia jantung bergejala dengan sinkop atau drop attack. Seperti hipotensi postural, gejala
yang khas hanya jika pasien berdiri
3. Hipoglikemia dan perubahan metabolik terkait dengan diabetes bergejala dengan pusing
atau kepala terasa ringan. Hipoglikemia sering disertai dengan gejala-gejala otonom seperti
jantung berdebar, berkeringat, tremor atau pucat. Kelainan ini mencapai sekitar 5% dari
kasus dizziness.
4. Efek Pengobatan atau penyalahgunaan obat biasanya bergejala dengankepala terasa ringan,
tetapi juga dapat muncul sebagai vertigo. Diagnosis ini mencapai sekitar 16% dari
pasien dengan vertigo pada unit gawatdarurat. Kelainan ini biasanya terkait
obat antihipertensi, terutama alpha bloker seperti terazosin, blocker kanal kalsium seperti
nifedipin dansedatif. Benzodiazepin, seperti alprazolam dapat
menyebabkan dizziness sebagai bagian dari sindrom putus obat. Intoksikasi alkohol dapat
bergejala nystagmus posisional transien dan gejala serebelar. Obat-obat yang mendepresi
system vestibular seperti meclizine dan scopolamine dapat menyebabkan vertigo karena efek
langsung terhadap jaras vestibular sentral.
5. Infeksi virus yang tidak melibatkan telinga dilaporkan menyebabkandizziness pada sekitar
4% - 40% dari seluruh kasus. Sindrom ini termasuk gastroenteritis, dan influenza.
C. vertigo yang tidak terlokalisir. Yang termasuk ke dalamnya adalah pasien dengan gejala
yang berhubungan dengan gangguan psikiatri, dimana gejalanya berhubungan dengan
kejadian tanpa makna lanjut (seperti trauma kepala), dan vertigo dengan penyebab yang
tidak jelas. Tipe tersering dari vertigo yang tidak terlokalisasi termasuk vertigo psikogenik,
sindrom hiperventilasi, vertigo post trauma, dan rasa pusing yang tidak spesifik. Antara 15%
dan 50% dari seluruh pasien dengan keluhan dizziness atau vertigo berada pada kategori ini.
1. Unknown (dizziness yang tidak spesifik).Prosedur diagnostik tidak sensitif, dan pada
evaluasi pusing, sering tidak ditemukan kelainan dengan pemeriksaan klinis dan
laboratorium.16
2. Psikogenik. Pasien dengan gangguan cemas, gangguan panik, dan stress pasca trauma dapat
mengeluhkan rasa pusing, ataksia, gejala autonomik. Pada gangguan somatik gejala dapat
muncul tanpa kecemasan.
3. Vertigo post trauma. Pasien mengeluh vertigo setelah mengalami traumakepala tetapi
sering tidak ditemukan apapun pada pemeriksaan atau tes vestibular. BPPV disingkirkan
oleh hasil maneuver Dix-Hallpike yang negatif. Vertigo paska trauma sering ditemukan.
4. Sindroma hiperventilasi. Pasien ini mengalami vertigo setelah hiperventilasi, tanpa ada
temuan klinis atau nistagmus. Gejala yang diinduksi hiperventilasi sering ditemukan pada
kelainan struktural seperti neuroma akustik.
5. Ketidakseimbangan multisensoris pada usia lanjut. Sebagian besar orang lanjut usia
memiliki kelainan multisensoris yang terkait usia. Seperti diagnosis psikogenik vertigo,
diagnosis ini sering digunakan pada situasi dimana hasil pemeriksaan dalam batas normal.
6. Malingering. Karena vertigo muncul intermiten, sering mengikuti trauma kepala, vertigo
dapat dituntut dalam usaha untuk mendapatkan kompensasi.
Pendekatan klasifikasi vertigo berdasarkan waktu. Kategori ini memudahkan untuk
diagnosa dan dapat di gunakan ketika pasien tidak masuk kepada beberapa kategori di atas.12
1. Serangan singkat (1-3 detik). Vertigo sebagai gejala tunggal. Sebaiknya diperiksa EEG dan
BAER.
a. Iritasi nervus vestibular seperti kaitannya dengan sindrom mikrovaskuler atau residual dari
neuritis vestibular. Frekuensi serangan yang ekstrim. Hiperventilasi dapat menginduksi
nistagmus. Jika EEG normal, respon bagusterhadap oxcarbamazepin mendukung diagnosis.
b. Variasi penyakit meniere. Pasien mengeluhkan sensasi shock atau seperti terasa
gempa. Frekuensi serangan sering berulang. Pendengaran sering berpengaruh dalam
diagnosis.
c. Varian BPPV. Frekuensi serangan tidak lebih dari satu hari. Debris otokonial biasanya
mengalir dan kembali mengendap ke dinding kanal. Diagnosis ditegakkan dengan tes Dix
hallpike.
d. Epilepsi. Frekuensi serangan sering(20 kali/hari) dan sering mempunyai riwayat
trauma kepala.
2. Kurang dari 1 menit. Ini merupakan vertigo postural
a. BPPV klasik. Diagnosa didukung dengan manuver Dix-Halpike.
b. Aritmia kardiak. Serangan vertigo biasanya tampak di saat berdiri dan rasa kepala
ringan adalah gejala yang utama.
c. Varian penyakit meniere.
3.Menit-jam
a. TIA, dapat berupa vertigo selama 2-30 menit. Pada pasien dengan faktor risiko vaskular
yang signifikan didiagnosa sebagai vertebrobasiler. MRA pada sirkulasi vertebrobasiler
merupakan tes yang paling berguna.
b. Penyakit meniere. Serangan meniere tipikal berlangsung 2 jam. Kadang-kadang istilah
penyakit meniere vestibular digunakan untuk menandakan vertigo episodik.
c. Serangan panik, ansietas situasional dan hiperventilasi dapat menyebabkan gejala vertigo.
Pasien ini biasanya tidak bergejala selama pemeriksaan. Anamnesa yang tajam sangat
berguna dalam menegakkan diagnosis. Jika hiperventilasi menunjukkan gejala seperti ini
tanpa adanya gejala lain, maka diagnosisnya adalah sindroma hiperventilasi. Jika
hiperventilasi juga disertai dengan nistagmus, maka dianjurkan MRI
d. Aritmia jantung dan ortostatik
4. Jam sampai hari
a. Penyakit meniere
b. Miagrain basilar. Migrain sangat sering terjadi pada populasi umum dengan variasi yang
beragam seperti aura vertigo. Diagnosis tergantung umur, jenis kelamin, riwayat familial dan
serangan yang diprovokasi oleh pencetus migrain.
5. Dua minggu atau lebih
a. Neuritis vestibular. Diagnostik ditegakkan dengan ditemukannya nistagmus spontan dalam
jangka waktu lama atau hasil ENG abnormal. Pada ENG bisa tampak nistagmus atau paresis
vestibular. Vertigo selama 2 bulan yang mirip vertigo sentral dianjurkan untuk dilakukan
MRI. Pada labirinitis, diagnosis ditegakkan dengan adanya neuritis vestibular dengan
gangguan pendengaran. Dianjurkan pemeriksaan audiometri, FTA-ABS serum, laju
sedimentasi eritrosit dan gula darah puasa.
b. Vertigo sentral dengan lesi struktural SSP. Diagnosis harus dikaji lebih dalam jika
ditemukan defisit neurologis fokal yang menyertai vertigo. Diagnosis vertigo sentral
ditegakkan terakhir. Sebagai contoh, gabungan gejala vestibular perifer dan lesi serebelar
dapat muncul setelah operasi neuroma akustik. Meskipun demikian, gejala neuroma akustik
merupakan penyebab vertigo perifer atau sentral yang jarang dibandingkan BPPV. MRI
merupakan pemeriksaan anjuran yang paling penting untuk vertigo sentral. Sukar untuk
membedakan vertigo perifer dengan vertigo sentral dengan gejala sentral yang minimal.
c. Ansietas. Biasanya pasien mengeluhkan vertigo dengan durasi gejala selama 2 minggu atau
lebih. Jika pasien mengeluhkan vertigo, tapi tidak ditemukan nistagmus dan dapat
disimpulkan sebagai vertigo fungsional. Menariknya, mengingat hampir semua pasien
dengan ganguan telinga melaporkan keluhan psikologis memperberat gejala yang diderita dan
banyak pasien ansietas mengeluhkan stress mencetuskan vertigo. Respon positif dari trial
tentang benzodiazepine mendukung hal ini namun masih belum pasti karena beberapa
gangguan vestibular organik juga berespon terhadap obat ini.
d. Malingering. Pasien malingering tetap mengeluhkan gejala vertigo sesuai dengan
keinginannya. Tes posturografi dan neuropsikologi biasanya abnormal. Tes fungsi vestibular
objektif seperti VEMP dan ENG biasanya normal.
e. Parese vestibuler bilateral. Pasien ini secara umum mengalami gannguan pada tes
membaca E dan tes Romberg dengan mata tertutup. Ataksia memburuk dalam ruangan gelap.
Pada pemeriksaan audiometri, hanya pendengaran frekuensi tinggi yang berpengaruh. Tes
VEMP dan kursi barany adalah tes konfirmasi yang terbaik untuk diagnosis penyakit ini.
f. Disequilibrium multisensorik pada orang tua secara esensial merupakan gejala vertigo tak
terlokalisir. Gangguan ini biasanya bersifat permanen.
g. Intoksikasi obat. Diagnosis tergantung riwayat penggunaan obat.
DIAGNOSIS
Gejala
A. Gejala primer.5,16
Gejala primer yang merupakan akibat utama dari gangguan sensorik.
1. Sensasi berputar baik dirinya sendiri maupun lingkungannya. Vertigo dapat horizontal,
vertikal atau melingkar.
2. Sensasi pergerakan, biasanya digambarkan sebagai perasaan didorong atau miring yang
singkat. Perasaan ini menunjukkan adanya disfungsi dari apparatus otolith di telinga dalam
atau proses sentral yang merangsang otolith.
3. Osilopsia adalah ilusi pergerakan lingkungan sekitar yang dipicu oleh pergerakan kepala.
Pasien dengan gangguan vestibuler bilateral tidak dapat melihat apabila kepalanya sedang
bergerak karena osilopsia. Pasien dengan gangguan vestibuler unilateral selalu mengeluhkan
“lingkungan sekitar berputar” apabila mereka memutar kepalanya berlawanan dengan telinga
yang sakit.
4. Ataksia, cara berjalan yang tidak stabil, hampir secara universal terdapat pada pasien
dengan vertigo sentral atau perifer.
5. Gangguan pendengaran. Vertigo sering diikuti oleh tinnitus, reduksi atau distorsi
pendengaran, dan aura.
B. Gejala sekunder, termasuk mual, gejala otonom, lelah, sakit kepala, dan penglihatan yang
sensitif.
C. Perasaan kepala terasa ringan seperti hampir pingsan. Biasanya disebabkan oleh kelainan
yang berhubungan dengan gangguan kardiovaskuler
D. Pusing dan perasaan ringan yang tidak spesifik. Istilah ini tidak memiliki arti yang tepat
dalam penggunaan umum. Sering ditemukan pada pasien dengan ganguan psikologis.
Anamnesa.
Berikut ini gambaran anamnesa yang menyeluruh8,12:
1. Definisi. Apakah pasien mengeluhkan vertigo (rasa berputar), gejala sekunder (seperti
mual), gejala non spesifik (pusing atau kepala terasa ringan).
2. Pengaruh terhadap perubahan posisi
3. Waktu. Apakah gejala menetap atau episodik. Apabila episodik, berapa lama baru
berakhirnya.
4. Pencetus atau faktor eksaserbasi.
5. Riawayat gangguan pendengaran.
6. Riwayat menderita penyakit lainnya.
7. Riwayat pengobatan. Banyak obat yang dapat menginduksi vertigo, termasuk obat
ototoksik, obat antiepilepsi, antihipertensi, dan sedatif dan paparan zat ototoksik.
8. Riwayat penyakit keluarga.
Pemeriksaan fisik
Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab;
apakah akibat kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat korteks
serebri, serebelum, batang otak atau berkaitan dengan sistim vestibuler/otologik; selain itu
harus dipertimbangkan pula faktor psikologik/psikiatrik yang dapat mendasari keluhan
vertigo tersebut. Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk
vertigonya, lalu letak lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal
yang tepat dan terapi simtomatik yang sesuai.7,12
1. Pemeriksaan umum.
Ukur tekanan darah dan nadi dengan posisi pasien berdiri. Apabila tekanan darah saat
berdiri rendah, periksa tekanan darah dengan posisi berbaring dan duduk. Auskultasi arteri
karotis dan subklaviaFaktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain aritmi
jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung kongestif, anemi,
hipoglikemi, infeksi dantrauma kepala.12
2. Pemeriksaan neurologis
a. Tes menulis vertikal :
Pasien duduk di depan meja, tubuh tidak menyentuh meja dan tangan yang satu berada
diatas lutut, penderita disuruh menulis selajur huruf dari atas ke bawah, mula-mula dengan
mata terbuka lalu tertutup. Pada kelainan labirin satu sisi akan terjadi deviasi dari tulisan
dari atas kebawah sebesar 10 derajad atau lebih. Sedangkan Penderita kelainan serebelum
maka tulisannya menjadi semakin besar (macrographia) atau tulisan menjadi kacau.
b. Tes Romberg
Pasien berdiri tegak kedua kaki sejajar bersentuhan dan mata lalu dipejamkan. Apabila
gangguan vestibuler pasien tidak dapat mempertahankan posisinya, ia akan bergoyang
menjauhi garis tengah dan akan kembali ke posisi duduk dan berdiri seketika, jika ada lesi
pasien akan jatuh ke sisi lesi. Test Romberg sangat berguna. Kemampuan normal minimal
dengan mata tertutup selama sekitar 6 detik. Dewasa muda seharusnya dapat
melakukannya sekitar 30 detik, dan kemampuan menurun seiring usia. Pasien dengan
gangguan vestibuler bilateral secara moderat mengalami ataksia menjadi sangat tergantung
terhadap penglihatan dan merasa tidak seimbang apabila mata tertutup. Tidak ada pasien
dengan gangguan bilateral yang dapat berdiri dengan mata tertutup pada test Romberg
selama 6 detik.
c. Tes Tandem Gait
Pasien kaki saling menyilang dan tangan menyilang didada. Pasien di suruh berjalan lurus,
pada saat melangkah tumit kaki kiri djiletakkan pada ujung jari kaki kanan dan seterusnya.
Adanya gangguan vestibuler akan menyebabkan arah jalanannya menyimpang.
d. Stepping test
Berjalan di tempat dengan mata terbuka dan lalu tertutup sebanyak 50 langkah. Test
dianggap abnormal ada kelainan vestibuler jika pasien berjalan beranjak miring sejauh 1
meter atau badan berputar lebih 30 derajat. Jika penderita stabil test diulang dengan tangan
terentang. Juga berjalan diatas kasur. Penderita dengan kelainan vestibular bilateral yang
di sebabkan intoksikasi obat – obatan dapat berjalan dengan mata terbuka akan tetapi sulit
dengan mata tertutup
e. Past pointing test
Dengan mata terbuka pasien di minta untuk mengangkat lengannya lurus keatas dengan
telunjuk ekstensi. Kemudian lengan tersebut di turunkan sampai menyentuh telunjuk
pemeriksa. Selanjutnya dengan mata tertutup pasien di minta untuk mengulang gerakan
tersebut. Adanya gangguan vestibuler menyebabkan penyimpangan tangan pasien
sebhingga telunjuknya tidak dapat menyentuh telunjuk pemeriksa.
f. Pemeriksaan Quik
Pasien berdiri di depan pemeriksa. Kedua lengan direntangkan ke depan setinggi bahu,
dan kedua jari telunjuk menunjukkan ke telunjuk pemeriksa. Selanjutnya pasien disuruh
menutup mata. Perhatikan timbulnya penyimpangan arah pada kedua tangan pasien.
g. Finger to finger test : bila kelainan labirin satu / dua sisi maka kelainan test ini selalu pada
kedua jari kiri dan kanan, bila sumber kelainannya dari serebelum satu sisi maka jari yang
menunjukkan kelainan hanya pada sisi maka jari yang menunjukkan kelainan hanya pada
sisi yang sesuai dengan sisi kelainan serebelum.
3. Pemeriksaan mata untuk menilai nistagmus. Nistagmus menunjukkan gangguan telinga
bagian dalam, otak, dan otot okuler. Evaluasi nistagmus yang optimal
memerlukankacamata Frenzel, dimana kacamata ini dipakai oleh pasien dan mngaburkan
penglihatan pasien, namun memeperjelas munculan nistagmus. Dari dua
jenis kacamata Frenzel yang ada, optikal dan video, kacamata frenzel video jauh lebih
unggul.
1. Nistagmus Spontan. Dengan kacamata frenzel mata diamati untuk nistagmus spontan
selama 10 detik. Nistagmus tipikal yang dihasilkan oleh disfungsi telinga dalam adalah
nistagmus posisi primer, mata secara perlahan deviasi dari tengah dengan kemudian terdapat
sentakan cepat yang membawa bola mata kembali ke posisi tengah. Banyak nistagmus
dengan pola–pola lain (seperti sinusoidal, gaze evoked dan saccadic) bersumber dari sentral.
Bila kacamata frenzel tidak tersedia, tanda- tanda serupa tentang nistagmus spontan biasanya
didapat dari pemeriksaan optalmoskop yaitu dengan memonitor gerakan balik bola mata
seperti bola mata belakang bergerak ke depan, untuk gerakan horizontal dan vertikal.
Seseorang harus mengingatkan untuk membalikkan arah nistagmus ketika membuat catatan.
Fiksasi dapat dihilangkan dengan menutup mata sebelahnya. Nistagmus yang berasal dari
telinga dalam meningkat dengan menghilangkan fiksasi.12
2. Tes Posisi Dix Hallpike. Pasien diposisikan di meja pemeriksaan yang datar, kepala
diekstensikan melalui ujung meja. Jika kacamata Frenzel tersedia, gunakan, tapi biasanya
tidak digunakan. Pasien kemudian digerakkan dengan cepat dengan posisi kepala tergantung.
Jika pasien tidak pusing atau nistagmus yang terjadi setelah 20 detik, pasien didudukkan.
Kepala kemudian diposisikan 45o ke kanan dan pasien ditidurkan dengan posisi supinasi
dengan kepala ke kanan. Setelah 20 detik, pasien duduk kembali dan prosedur diulang ke kiri
( posisi kepala ke kiri). Serangan nistagmus dapat diprovokasi dengan posisi kepala ke kanan
dan ke kiri. Nistagmus tipe BPPV (kanal posterior) bergerak ke atas dan mempunyai
komponen berputar, gerakan bola mata ke bawah ketika pasien duduk. Ada beberapa jenis
BPPV dengan arah berbeda. Jenis BPPV kanal lateral dikaitkan dengan nistagmus horizontal
yang kuat yang berubah arah kepala kiri dan kanan. Jenis kanal anterior dihubungkan dengan
nistagmus ke bawah degan Dix Hallpike. Selanjutnya tes nistagmus
membutuhkan kacamata frenzel video.12,14
(Dikutip dari Demyer WE. Deafness, Dizziness and Disorder Of Equilibrium. In: Ropper AH,
Brown RH (eds). Adams and Victor’s Principles of Neurology, Eighth edition. New York:
McGraw-Hill, 2005).
1. Tes Gelengan Kepala. Tes ini dilakukan jika tidak ada nistagmus spontan atau nistagmus
posisi. Dengan kacamata Frenzel, kepala pasien diputar oleh pemeriksa dengan arah
horizontal dan seterusnya sebanyak 20 x putaran. Dilakukan dengan deviasi kepal 45o ke sisi
lain untuk 2 x putaran per detik.Nistagmus berlangsung 5 detik atau lebih adalah indikasi
adanya gangguan organik telinga atau sistem saraf pusat dan membantu pemeriksaan lebih
lanjut.
2. Tes Arteri Vertebre untuk Vertigo servikal. Dengan posisi pasien tegak lurus dan
memakai kacamata. Kepala diputar maksimal ke satu sisi dan biarkan selama 10 detik. Mata
tetap di tengah. Tes positif bila nistagmus terjadi dengan posisi kepala sejajar tubuh.
3. Tes Valsava. Dilakukan jika ada gejala tekanan sensitif kompleks dalam riwayat penyakit.
Ketika memakai kacamata frenzel, pasien diminta bernafas dalam dan menahan nafas selama
10 detik sambil diamati nistagmus dengankacamata frenzel. Tes positif bila nistagmus pada
saat onset berkurang.
4. Tes Hiperventilasi. Dilakukan jika pemeriksaan semuanya normal. Pasien diminta bernafas
dalam selama 30 x. Segera setelah hiperventilasi, mata dilihat apakah ada nistagmus dengan
menggunakan kacamata dan pasien ditanya bila tes menimbulkan gejala. Tes positif tanpa
nistagmus menunjukkan gejala hiperventilasi. Nistagmus yang dipicu oleh hiperventilasi
dapat berupa tumor nervus cranial VIII atau medulla spinalis.
5. Tes fungsi pendengaran. Biasanya dengan menggunakan garpu tala. Tes ini digunakan
untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan tes-tes Rinne, Weber dan
Schwabach.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes Audiologik, tidak dibutuhkan untuk untuk setiap pasien dengan keluhan pusing, tapi
mungkin lebih tepat jika ada masalah pendengaran.
a. Audiogram, menilai pendengaran. Abnormalitas memberikan kesan vertigo otologik.
Sering cukup untuk penegakkan diagnosis. Upaya untuk memisahkan otologik dari sumber
vertigo lain.
b. Brainstem Auditory Evoked Potensial (BAEP). Test nurofisiologi ini dipergunakan bila
diduga adanya carebello pontine tumor, terutama neuroma akus tikus atau multiple sklerosis.
Kombinasi pemeriksaan BERA dan CT Scan dapat menunjukkan konfirmasi diagnostik
tumor.2
c. Otoacoustic Emission (OAE) menilai suara oleh telinga pasien sendiri. Caraini cepat dan
sederhana. OAE berguna dalam mendeteksi malingering, gangguan pendengaran sentral dan
orang- orang dengan neuropati auditorik. Dalam situasi ini, OAE dapat dilakukan bahkan bila
pendengaran subjektif berkurang. Ketika ada potensi malingering, sering audiologist
melakukan beberapa tes untuk uji pendengaran objektif, tes dapat mendeteksi kehilangan
pendengaran psikogenik. OAE biasanya tidak membantu padang orang- orang usia > 60
tahun karena OAE menurun dengan usia.
d. Electrocochleografi (ECOG) adalah sebuah potensi bangkitan yang menggunakan electrode
perekam yang diposisikan dalam gendang telinga. ECOG membutuhkan frekuensi
pendengaran yang tinggi. ECOG yang abnormal memberi kesan penyakit Meniere. ECOG itu
sulit dan interpretasi dari hasil harus memnuhi penilaian bentuk gelombang.
2. Tes Vestibular tidak dibutuhkan untuk setiap pasien dengan keluhan pusing. Penelitian
primer- Tes Elektronystagmography (ENG), membantu bila diagnosis masih belum jelas
setelah anamnesis dan pemeriksaan. ENG secara bertahap digantikan dengan tes VEMP.
a. ENG merupakan prosedur beruntun yang dapat mengidentifikasi vestibular asimetris
(seperti yang disebabkan oleh neuritis vestibular) dan membuktikan nistagmus spontan dan
posisi (seperti yang disebabkan oleh BPPV). ENG adalah tes yang panjang dan sulit. Jika ada
hasil yang abnormal dan tidak sesuai dengan gejala klinis sebaiknya dikonfirmasi denga tes
kursi putar dan dikombinasi dengan tes VEMP.
b. VEMP merupakan tes vestibular dasar karena ini memberikan keseimbangan yang baik
untuk keperluan diagnostic dan toleransi pasien. Tes ini sensitifterhadap sindrom dehiscence
kanal superior. Kehilangan vestibular bilateral dan neuroma kaustik. VEMP secara umum
normal pada neuritis dan penyakit Menier.
c. Posturografi adalah sebuah instrument dari tes Romberg. Ini sangat berguna untuk
malingering dan juga mempunyai kegunaan melihat perkembangan orang- orang yang
menjalani pengobatan.
3. Pemeriksaan labor darah, dilakukan bila ada gejala spesifik kompleks dan tidak ada
pemeriksaan rutin untuk pasien denga keluhan pusing. Dalam faktanya pemeriksaan
kimia, hitung jenis , tes toleransi glukosa, tes alergi tidak secara rutin diperiksa.
4. Pemeriksaan Radiologi, foto tengkorak, foto vertebrae servikal, CT scan kepala dan sinus
tidak direkomendasikan secara rutin dalam evaluasi vertigo.
a. MRI kepala, mengevaluasi kesatuan struktural batang otak, serebelum, periventrikuler
substansia putih, dan kompleks nervus VIII. MRI tidak secara rutin dibutuhkan untuk
evaluasi vertigo tanpa penemuan neurologis yang lain berkaitan.
b. CT Scan tulang temporal memberikan resolusi tinggi dari struktur telinga daripada MRI
dan juga lebih baik untuk evaluasi lesi yang melibatkan tulang. CT tulang temporal mutlak
dibutuhkan untuk diagnosis dehiscence canal superior. Jenis koronal langsung resolusi tinggi
adalah yang terbaik untuk diagnosis ini. CT Scan tulang temporal banyak memancarkan
radiasi dan untuk alasan ini, tes VEMP direkomendasikan sebagai tes awal untuk dehiscence
canal superior.
5. Pemeriksaan lainnya
a. EEG digunakan untuk diagnosis kejang. Hasilnya sangat rendah untuk pasien dengan
keluhan pusing.
b. Ambulatory Monitor atau Holter Monitoring digunakan untuk mendeteksi aritmia atau
sinus arrest.
TERAPI
Tujuan umum penatalaksanaan vertigo adalah untuk mengeliminasi gejala
vertigo,meningkatkan kompensasi sistem vestibuler dan mengontrol gejala neurovegetatif
dan psikoafektif yang menyertai vertigo.8
Secara umum prinsip penatalaksaan vertigo terdiri dari:
1. Terapi kausal
Kebanyakan kasus vertigo tidak diketahui penyebabnya. Walaupun demikian jika
penyebabnya ditemukan, maka terapi kausal merupakan pilihan utama. Terapi kausal
disesuaikan dengan penyebab yang bersangkutan
2. Terapi medikamentosa
Penggunaan obat-obatan pada vertigo bersifat simptomatik.8 Prinsip utama pengobatan
pada vertigo mengacu kepada peran neurotransmitter pada vestibular pathway. Ada beberapa
neurotransmitter utama yang berperan dalam proses ini. Glutamate merupakan
neurotransmitter eksitator primer pada sel-sel rambut, sinap nervus vestibuler dan nucleus
vestibuler. Reseptor muskarinik asetilkolin merupakan selain memiliki peranan secara
perifer, tapi juga memiliki pengaruh untuk terjadinya vertigo pada tingkat pons, medulla
oblongata dan kompleks nucleus vestibuler.8,9Gamma aminobutyric acid(GABA) dan glisin
merupakan neurotransmitter inhibitor utama yang ditemukan pada jalur koneksi system
okulomotor dengan sistem vestibuler. Histamin secara umum ditemukan pada stuktur
vestibuler sentral. Norepinefrin berfungsi memodulasireaksi stimulasi vestibuler secara
sentral dan dopamine mempengaruhi kompensasi vestibuler, sedangkan serotonin berkaitan
dengan gejala nausea.7,8,9
Vestibular supresan dan antiemetic memainkan peranan penting dalam terapi
medikamentosa vertigo.7,8,9
a. Antikolinergik bekerja mempengaruhi reseptor muskarinik dan memiliki efek kompensasi.
Peranan obat antikolinergik sentral menjadi penting karena tidak semua obat dapat
menembus sawar darah otak. Pemberian obat antihistamin lebih efektif jika diberikan lebih
awal. Contoh obat ini adalah scopolamine dan atropin. Semua obat antikolinergik memiliki
efek samping mulut kering, dilatasi pupil dan sedasi.
b. Antihistamin memiliki efek sentral dalam mengurangi severitas gejala vertigo. Secara
umum, antihistamin juga memiliki efek antikolinergik dan blok kanal kalsium. Dalam
hubungannya dengan vertigo, obat antihistamin bekerja pada reseptor H2.
c. Benzodiazepin adalah modulator GABA yang secara sentral bekerja mensupresi respon
vestibuler. Zobat ini memiliki efek terapi pada dosis kecil dan masa kerja singkat.
d. Antiemetik bekerja mempercepat pengosongan lambung. Jika gejala mual dan muntah
menonjol, dapat diberikan secara supositoria atau injeksi.
e. Calcium channel blocker seperti flunarizin dan sinarizin adalah terapi yang pada saat ini
sering digunakan di eropa untuk vertigo akut. Sinarizin juga memiliki efek antihistamin,
antinorefinefrin, antinikotindan anti angiotensin. Obat ini memiliki efek samping sedasi,
menigkatkan berat badan, depresi dan parkinsonism.
f. Agonis histamine juga memiliki efek antivertigo. Mekanismenya diduga dengan
menigkatkan volume vena dn arteriol dan sebagai regulator mikrosirkulasi.
g. Steroid dianjurkan pada pengobatan vertigo yang didasari kelainan autoimun seperti
penyakit meniere dan neuritis vestibular.
h. Asetil-leusin. Obat ini juga termasuk vestibular supresan dan cukup banyak digunakan di
prancis.
i. Gingko biloba. Meskipun sudah banyak digunakan, namun efektifitas obat ini belum
terbukti secara klinis dan mekanisme kerjanya belum jelas.
3. Terapi rehalibitatif
Terapi rehalibitasi vestibular merupakan terapi fisik yang menggunakan latihan khusus
dengan tujuan untuk meningkatkan kompensasi organ vestibular terhadap gangguan
keseimbangan.7,17
Mekanisme kerja terapi ini adalah:
a. Adaptasi terhadap sistem visual dan somatosensori terhadap fungsi vestibular yang
terganggu.
b. Kompensasi dengan mengaktifkan kendali tonus pada inti vestibular di serebelum, system
visual dan somatosensori.
c. Habituasi terhadap posisi yang merangsang munculnya vertigo secara bertahap akan
mengurangi beratnya gejala.
Fungsi Vestibuler
a. Uji Dix Hallpike (Gb. 9)
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan ke belakang dengan cepat, sehingga
kepalanya meng-gantung 45º di bawah garis horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke
kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat
dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.