123
Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 PENGENALAN GUNUNGAPI Vulkanologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kegunungapian dan merupakan mata rantai yang tak terpisahkan dengan ilmu geologi. Gunung api mempunyai pengertian yang cukup kompleks, yaitu : 1. Merupakan bentuk timbulan di permukaan bumi yang dibangun oleh timbunan rempah gunungapi. 2. Dapat diartikan sebagai jenis atau kegiatan magma yang sedang berlangsung. 3. Atau merupakan tempat munculnya batuan leleran dan rempah lepas gunungapi yang berasal dari dalam bumi. Sebuah gunungapi disebut aktif apabila kegiatan magmatisnya dapat dilihat sacra nyata. Leleran lava dari kawah puncak atau kawah samping, adanya awan panas letusan dan awan panas guguran, lahar letusan dan lain sebagainya mencirikan bahwa gunung api tersebut masih aktif. Morfologi gunung api aktif biasanya menampakan bentukan kerucut sempurna. Apabila gejala kegiatan magmatisnya tidak teramati, suatu gunungapi dapat dikelompokan menjadi gunung api padam. Tetapi keadaan seperti ini bukan berarti bahwa gunung api tersebut mati, sebab pada suatu saat gunungapi itu dapat 1

vulkanologi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

vulkanologi

Citation preview

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 PENGENALAN GUNUNGAPI

Vulkanologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kegunungapian dan

merupakan mata rantai yang tak terpisahkan dengan ilmu geologi.

Gunung api mempunyai pengertian yang cukup kompleks, yaitu :

1. Merupakan bentuk timbulan di permukaan bumi yang dibangun oleh timbunan

rempah gunungapi.

2. Dapat diartikan sebagai jenis atau kegiatan magma yang sedang berlangsung.

3. Atau merupakan tempat munculnya batuan leleran dan rempah lepas gunungapi

yang berasal dari dalam bumi.

Sebuah gunungapi disebut aktif apabila kegiatan magmatisnya dapat dilihat sacra nyata.

Leleran lava dari kawah puncak atau kawah samping, adanya awan panas letusan dan

awan panas guguran, lahar letusan dan lain sebagainya mencirikan bahwa gunung api

tersebut masih aktif. Morfologi gunung api aktif biasanya menampakan bentukan kerucut

sempurna. Apabila gejala kegiatan magmatisnya tidak teramati, suatu gunungapi dapat

dikelompokan menjadi gunung api padam. Tetapi keadaan seperti ini bukan berarti

bahwa gunung api tersebut mati, sebab pada suatu saat gunungapi itu dapat aktif kembali.

Kenampakan gejala panas bumi di permukaan seperti daerah ubahan hidrotermal,

kubangan Lumpur panas, hembusan fumarol dan mata air panas memang sering

dikaitkan dengan gejala padamnya suatu gunungapi. Sebagai contoh kontras, jalur panas

bumi di Indonesia ternyata merupakan tempat kedudukan gunungapi aktif, sebab gas-gas

belerang akan dijumpai melimpah di daerah gunungapi aktif.

1.2 PROSES TERBENTUKNYA GUNUNG API

1. Pemekaran kerak benua, lempeng bergerak saling menjauh sehingga memberikan

kesempatan magma bergerak ke permukaan, kemudian membentuk busur gunung api

tengah samudra.

2. Tumbukan antar, dimana kerak samudra menunjam dibawah kerak benua. Akibat

gesekan antar kerak tersebut terjadi pelebuaran dan batuan.

1

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

3. Kerak benua menjauh satu sama lain secara horizontal, sehingga menimbulkan rekahan

atau patahan. Patahan atau rekahan tersebut menjadi jalan ke permukaan lelehan

batuan atau magma sehingga membentuk busur gunungapi tengah benua atau banjir

lava sepanjang rekahan.

4. Penipisan kerak samudera akibat pergerakan lempeng memberikan kesempatan bagi

magma menerobos ke dasar samudera, terobosan magma ini merupakan banjir lava

yang membentuk deretan gunungapi perisai.

Gambar 1.1 Penampang diagram yang memperlihatkan bagaimana gunungapi terbentuk

di permukaan melalui kerak benua dan kerak samudera serta mekanisme peleburan

batuan yang menghasilkan busur gunungapi, busur gunungapi tengah samudera,

busur gunungapi tengah benua dan busur gunungapi dasar samudera.

(Modifikasi dari Sigurdsson, 2000)

2

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gambar 1.2 Di Indonesia (Jawa dan Sumatera) pembentukan gunungapi terjadi akibat tumbukan

kerak Samudera Hindia dengan kerak Benua Asia. Di Sumatra penunjaman lebih kuat

dan dalam sehingga bagian akresi muncul ke permukaan membentuk

pulau-pulau, seperti Nias, Mentawai, dll.

(Modifikasi dari Katili, 1974).

1.3 SEJARAH GUNUNGAPI

Sejarah perkembangan pengetahuan kegunungapian bermula dari pengertian

manusia terhadap gejala tersebut meskipun terbatas dalam tingkatan yang sangat

sederhana dan bersifat animistic. Peradaban tentang pengetahuan gunungapi berawal dari

perilaku manusia dan manusia purba yang mempunyai hubungan dekat dengan

gunungapi.Itu ditandai dengan adanya penemuan fosil tulang-tulang manusia purba yang

ditemukan di Afrika dan Indonesia. Sebagai contoh banyak ditemukan kerangka manusia

di kota Pompeii dan Herculanum yang terkubur oleh endapan akibat letusan Vesuvius

pada 79 Masehi. Bangsa Poline beranggapan bahwa kegiatan gunungapi berada dibawah

tangan kekuasaan Dewa Pele. Sedangkan Legenda orang Indian di Oregeon Amerika

Serikat mengisahkan adanya konflik antara dewa api yang bermukim di Mount Mazama

dengan dewa salju yang bertempat di Mount Shata. Pertempuran keduanya menyebabkan

hancurnya MountMazama, dan membentuk apa yang sekarang yang disebut Creater

Lake. Cerita Senada juga ditemukan dalam kisah atau legenda orang Yunani dan Romawi

kuno. Penalaran ilmiah tentang gunung api mungkin dimulai oleh Empedocles (492 –

3

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

432), Dimana ia mulai merintis kegunungapian secara jelas. Didekat puncak Mount Etna

ia menghabiskan waktunya selama beberapa tahun untuk mengamati dan meyakini bahwa

di perut bumi terdapat larutan panas pembentuk gunungapi. Setelah Empedocles, muncul

beberapa pengamat seperti Strabo (1600), Martin Lister(1638-1711), Charles Lyell dan

Scrope.

Pada tahun 1827, Scroplah yang meletakan dasar pengertian Vulkanologi modern.

Didalam teorinya, Scrope berpendapat bahwa kegiatan vulkanik adalah arti dan fungsi

gas yang terkandung dalam magma. Dan baru beberapa dekade kemudian,

Vulkanologiwan Frank A. Perret mendukung pendapat Scrope, dimana Perret

berpendapat bahwa adalah gas adalah agen aktif atau motor penggerak magma. Sejak itu

penelitian kegunungapian mengalami perkembangan pesat, dimana banyak muncul

peneliti-peniliti baru. Perkembangan ilmu gunung api abad 20 dirintis oleh Thomas A.

Jaggar, seorang profesor Geologi dari Masschusset Institute of Technology (MIT), dan

Frank A. Perret, seorang insnyur listrik sahabat T.A. Edison. Dan sejarah ilmu gunung

apitidak pernah terpisah dari sejarah kegiatan pengamatan. Pusat pun mulai didirikan

dimana-mana, seperti di Hawaii(Hawaiian Vulcano Observatory) dan negara-negara lain

pun mulai banyak mendirikan pusat-pusat pengamatan gunungapi.

1.4. TEKTONIK DAN VULKANISMA

Berbagai proses geologi, secara fisis maupun kimiawi, antara lain bermula dari

adanya gangguan kesetimbangan sistem yang selanjutnya akan mengarah pada

pemulihan kesetimbangan baru. Adanya gangguan kesetimbangan sistem dan beberapa

kejadian yang diakibatkannya akan membentuk hubungan yang timbal balik cdan saling

pengaruh mempengaruhi. Kesetimbangan sistem isostatik, kesetimbangan gaya tarik

bumi, kesetimbangan panas bumi dan lain sebagainya merupakan beberapa contoh

kesetimbangan geologi. Kesetimbangan isostatik akan tercapai apabila massa batuan di

atas permukaan bidang kompensasi telah sama dan normal,sehingga tidak ada

penyimpangan regional. Kesetimbangan yang mempengaruhi magma anatar lain

kesetimbangan termal, kesetimbangan hidrostatik, kesetimbangan termodinamika,

kesetimbangan fisika, kimia dan lainya. Selama dapur magma belum membeku maka

senantiasa akan terjadi gangguan kesetimbangan, misal berupa hilangnya panas,

4

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

pembentukan kristal, naiknya tekanan gas dan uap, pergerakan magma, letusan dan lain

sebagainya. Sistem hidrostatik dikatakan setimbang apabila berta jenis magma membesar

ke arah dalam. Suatu penyimpangan terhadap berat jenis, biarpun kecil. Gangguan

kesetimbangan pada magma yang berada dibawah permukaan bumi anatara lain akan

menyebabkan terjadinya arus terputar yang segera diikuti proses lanjutan berupa

pembentukan cekungan (geosinklin), tegangan pada kerak benua yang berakhir dengan

pembentukan lurah, retakan dan sesar; orogenesa, tektogenesa dan gejala penerobosan

magma ke permukaan bumi.

Sehingga jelaslah bahwa tektonik dan vulkanisme merupakan ekspresi gaya-gaya

dalam bumi yang dihuibungkan dengan proses pengalihan tenaga ke permukaan.

Sementara tektonik merupakan manisfestasi gejala aspek mekanik yang ditimbulkan ;

maka vulkanisme adalah manisfestasi aspek kimiawi dari proses pemindhan tenaga

tersebut.

Ada tiga lingkungan gunungapi yang dapat dibedakan dengan jelas :

1. Lingkungan tipe busur kepulauan (typical island-arc environment), dimana

gunungapi terdapat di bagian puncak punggungan pegunungan yang membusur.

Magma basalan dari bagian atas selubung bumi yang terletak dibawah suatu

punggungan akan naik sepanjang rekahan yang memotong lapisan granit. Dan

sewaktu magma menerobos lapisan tersebut akan terjadi perubahan

komposisi,disamping proses difrensiasinya sendiri berjalan tanpa halangan

berarti. Di permukaan akan terbentuk gunungapi andesitan.

2. Lingkungan tipe samodra (typical ocean environment), di mana gunungapi

muncul dan tersebar berderet di sepanjang puncak punggungan yang mempunyai

sistem reakahan pada kerak samodranya. Melalui rekahan yang memotong

lapisan basalan, magma primer yang basa bergenerasi ke atas dari asalnya yaitu

selubung bumi yang berada di bawah punggungan tersebut. Dan karena hampir

5

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

tidak menjumpai lapisan granitan, maka magma yang berdiferensiasi selama

perjalanannya ke atas tidak mengalami perubahan yang bersifat basalan.

3. Lingkungan tipe benua (typical continental envoronment, di mana pada jalur

pegunungan yang tak stabil terdapat lapisan kerak granitan yang tebal. Magma

yang bergenerasi dekat dengan dasar akar p[egunungan, kemudian naik secara

perlahan melalui rekahan pada kerak granitan dan muncul di permukaan sebagai

gunungapi andesitan dan riolitan.

6

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

BAB I

PETROKIMIA BATUAN GUNUNGAPI

1.1 PENDAHULUAN

Analisa petrokimia batuan gunungapi digunakan untuk mengetahui sifat magma,

jenis magma, seri magma, posisi terbentuknya batuan pada jalur tektonik, serta

menafsirkan evolusi magma. Metoda-metoda analisis yang dipergunakan dalam analisis

ini :

1. Metoda Normatif C. I. P. W

2. Metoda Peacock ( 1931 )

3. Metoda Niggli

4. Metoda Rittman ( 1952, 1953 )

5. Metoda Kuno ( 1960, 1966 )

6. Metoda Withford ( 1975 )

7. Metoda - metoda lain

1.2 METODE NORMATIF C.I.P.W

Perhitungan variasi normatif ini pertama kali dikemukakan oleh C.W. Cross, J.P.

Iddings, L.P. Pirson, dan H.S. Washington, sekitar tahun 1930, sehingga dikenal dengan

metode C.I.P.W standar. Berikutnya dilakukan penyempurnaan oleh Johannsen ( 1931),

Kelsey (1965), dan Ch.s Hutchison (1975).

Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui (1) Indeks Kristalisasi

(Cristalitation Index), (2) Indeks Diferensiasi magma ( Differntiation Index ), dan (3)

tafsiran perkembangan magma.

Perhitungan normatif C.I.P.W standar

7

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Dalam perhitungan normaif C.I.P.W yang digunakan persen berat dari masing-

masing unsur - unsur mayor. Metoda/perhitungan normatif C.I.P.W standar dilakukan

dengan mengikuti langkah - langkah aturan baku, sebagai berikut :

8

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

9

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

10

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

gunakan langkah 30

28. Jika D ≤ (MgDI + FeDI)

CS = CS + 0,5 D

FO = FO + 0,5 D. PrMg

FA = FA + 0,5 D . PrFe

MgDi (b) = MgDI – D . PrMg

FeDI (b) = FeDI – D. PrFe

D = 0, lawati langkah 29

Gunakan langkah ke 30

29. Jika D ≤ 2 LC

KP = 0,5 D

LC (b) = LC – 0,5 D

Mencari harga Indeks Kristalisasi (Thornton & Tuttle, 1985) serta Indeks

Deferensiasi (Poldervaart & Parker, 1964). Sebelumnya harga normal dari unsur – unsur

yang telah diketahui dari perhitungan diatas diubah dalam prosentase.

Nama Normal BM Normal . BM (X) (X / ΣX) . 100%

11

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

APPRILORABANTNNTNELCKSFOFASPdst

CI = AN + MgDI + FO + 0.700837 . EN + MgSP

DI = Salic – AN

12

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

1.2.2 Menentukan indeks diferensiasi magma

13

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Indeks diferensiasi magma dapat ditentukan dengan formula % DI = % normative

( AB + NE +LC + OR + KP ). Selanjutnya hasil yang didapatkan dimasukkan

kedalam tabel 1.1

Harga % DI Tingkat Deferensiasi

< 30%

30%

30 % - 50 %

50 % - 70 %

> 70 %

Belum terdiferensiasi

Mulai terdiferensiasi

Terdiferensiasi ringan

Terdiferensiasi sedang

Sangat terdiferensiasi

Tabel 1.1. Indeks diferensiasi

1.3 METODE PEACOCK ( 1931 )

Metode Peacock dapat digunakan untuk menentukan jenis magma dan tipe suite

berdasarkan nilai Alkali Lime Index (T).

Penentuan dilakukan dengan mempergunakan diagram salib sumbu, dimana

sumbu X (absis) adalah harga-harga SiO2, sumbu Y1 (Ordinat) sebelah kiri untuk harga -

harga ( K2O + Na2O ) dan sumbu Y2 sebelah kanan untuk harga-harga (K2O + Na2O) dan

sumbu Y2 sebelah kanan untuk harga-harga CaO. Harga-harga SiO2, CaO dan (K2O +

Na2O) dari masing-masing contoh batuan diplot kedalam diagram salib sumbu . Dari

hubungan (a) harga SiO2 terhadap ( K2O + Na2O) dan (b) harga SiO2 terhadap CaO

didapatkan titik-titik tertentu. Dengan interpolasi ditarik garis ( K2O + Na2O) dan garis

CaO.

Dari titik potong kedua garis itu, setelah diproyeksikan ke sumbu X akan terbaca

harga Alkali Lime Index (T) yaitu niai yang ditunjukan oleh nilai SiO2 dalam sumbu X.

Selanjutnya untuk menentukan tipe suite dipergunakan tabel 2.2.

Jenis Magma Nilai (γ) Tipe Suite

14

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Alkalic

Alkalic calcic

< 51

51 - 56

Atlantic Suite

Calc alkalic

Calcic

56 - 61

> 61Pasific Suite

Tabel 1.2. Jenis Magma dan Tipe Suite

1.4 METODE NIGGLI

Metode Niggli dapat digunakan untuk menentukan jenis dan evolusi magma.

Beberapa langkah yang harus dilakukan adalah (1) menentukan nomor molekul (NM) ,

(2) menentukan harga koefisien magma, (3) menentukan harga koefisien nilai kwarsa

(qz) , (4) pembuatan diagram binair dan ternair, (5) pembuatan diagram segitiga Os-Fs-

Ls.

1.4.1 Penentuan nomor molekul (NM)

Dalam menentukan nomor molekul (NM) dipergunakan rumus Niggli, yaitu :

NM = % Berat Oksida

BM Oksida

Didalam praktikum, persen berat oksida sudah diketahui, sedangkan BM oksida

dicari terlebih dahulu, yaitu dengan menjumlahkan berat atom (BA) unsur - unsur yang

menyusun oksida – oksida tersebut. Berat atom unsur - unsur bisa dilihat dalam tabel

Sistem Periodik Unsur - unsur Mendeleyev. Khusus untuk menentukan NM Fe2O3

terlebih dahulu dicari NM FeO.

Rumus-rumus untuk menentukan nomor molekul tiap-tiap oksida sebagai berikut :

15

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

1.4.2 Penentuan harga koefesien magma

Harga koefesien magma dari Si, Al, Fm, Alk, Mg, C, Ti dan P dapat ditentukan

dengan mempergunakan rumus-rumus berikut :

16

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

1.4.3 Penentuan harga koefesien nilai kwarsa (qz)

Harga koefesien nilai kuarsa dapat ditentukan dengan memperhatikan beberapa

syarat, Jika Alk < Al digunakan rumus qz = Si – (100 + 4Alk), sedangkan jika Alk

>Al digunakan rumus qz = si – (100 +3Al + Alk).

Jika didapatkan hasil qz > 0, maka ada kuarsa bebas, berupa magma jenuh, akan

membentuk seri calc alkali. Sebaliknya bila qz < 0, maka tidak mengandung kuarsa

bebas, sebagai magma tidak jenuh, cenderung membentuk seri alkali.

1.4.4 Pembuatan diagram binair dan ternair

17

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Diagram binair merupakan sebuah salib sumbu yang terdiri dari sumbu y dan

sumbu x. Selanjutnya pada sumbu-sumbu tersebut diplotkan harga-harga X dan Y,

yang didapatkan dengan rumus-rumus :

Y = C +Al , dan X = C + Alk

Sedangkan diagram ternair mempergunakan 3 sumbu, yang terdiri dari sumbu x,

sumbu y dan sumbu z . Pada sumbu-sumbu tersebut diplotkan harga-harga X, Y dan

Z, yang didapatkan dengan rumus-rumus :

Y = C +Al, X = C + Alk, dan Z = C + Fm

Skala dari diagram-diagram tersebut dibuat dengan skala yang sama besar, baik

sumbu tegak maupun sumbu mendatar.

1.4.5 Pembuatan diagram segitiga Qs-Fs-Ls

Diagram ini dipergunakan dengan syarat, Al > Alk dan C >Al-Alk. Bila

persyaratan tersebut tidak terpenuhi maka diagram ini tidak perlu dipergunakan.

Diagram segitiga Qs-Fs-Ls merupakan diagram segitiga sama sisi. Harga Qs , Fs, dan

Ls ditentukan dengan mempergunakan rumus :

18

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gambar 1.1 Diagram Segitiga Qs – Fs – Ls

Nilai – nilai Qs, Fs dan Ls tersebut dirajahkan kedalam diagram segitiga dalam

persen . Oleh karenanya sebelum dilakukan pengeplotan, perlu penyesuaian presentasi

masing-masing nilai yang ada.

Dapat ditafsirkan, bila hasil perajahan menunjukan Qs kearah Fs maka berarti

sifat magma dari calk alkali ke thoelite. Semakin ke Qs sering terjadi fraksinasi sehingga

diferensiasi magma makin besar.

Qs adalah kuarsa, yang pada diagram ini bukan merupakan kuarsa primer tetapi

hanya sebagai kuarsa bebas, yang merupakan hasil dari fragsinasi sehingga diferensiasi

magma makin besar. Fs merupakan Si yang dikombinasikan dengan unsur - unsur mafik

mineral dan membentuk rangkaian inosilikat (piroksen dan amphibole), yang berasal

langsung dari magma, bukan hasil dari fragsinasi. Ls merupakan bagian Si yang

dikombinasikan dengan jumlah normal unsur - unsur leukokrat (feldspatoid dan Leusit).

1.5 METODE RITTMAN (1952, 1953)

Metode Rittman (1952,1953) digunakan untuk menentukan jenis magma dan

sifat magma. Penentuan tersebut dilakukan memperhatikan nilai suite index S dan P serta

hubungan perkembangan K dan Fm masing-masing contoh batuan dengan jenis

magmanya. Metoda ini digunakan untuk magma jenis calc alkali (tipe Pasifik).

1.5.1 Penentuan jenis magma

Penetuan jenis magma dalam metoda ini didasarkan pada nilai suite index S dan P,

dengan mempergunakan tabel yang disusun Rittman. Penentuan nilai S dan P

digunakan rumus-rumus :

19

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Nilai – nilai S dan P dari masing – masing contoh batuan dimasukkan ke dalam tabel,

sehingga jenis magma dapat ditentukan.

S P Jenis Magma

<1,0

1,0 – 1,8

1,8 – 3,0

3,0 – 4,0

>70

65 – 70

60 – 65

55 – 60

Calc Alkali ekstrim

Calc Alkali kuat

Calc Alkali medium

Calc Alcali lemah

Tabel 1.3 Jenis dan Tipe Magma

1.5.2 Penentuan sifat magma

Sifat magma ditentukan dengan memperhatikan perkembangan nilai-nilai K dan

Fm dari masing-masing contoh batuan. Besar nilai K dan Fm ditentukan oleh rumus-

rumus berikut :

Nilai dan Fm mempunyai keterikatan erat dengan sifat magma. Bila nilai K

cenderung naik, magma bersifat alkali. Sebaliknya bila nilai K cenderung menurun, maka

magma akan cenderung bersifat calk alkali. Demikian pula jika nilai Fm cenderung naik

maka magma bersifat calk alkali. Sebaliknya bila nilai Fm cenderung turun maka magma

bersifat alkali.

20

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Naik turunnya nilai K dan Fm dari contoh batuan harus selaras, dalam arti bila

nilai K cenderung turun maka nilai Fm harus naik . Bila didalam analisa kasus penurunan

atau naiknya nilai K dan Fm tidak selaras, maka didalam penyelesaiannya dilakukan

prosentase besarnya penurunan atau naiknya nilai K dan Fm.

Disini terlihat bahwa presentasi penurunan nilai K relatif lebih besar

dibandingkan penurunan nilai Fm, sehingga :

1. Karena Presentasi penurunan nilai K besar, maka persen berat unsur K semakin

kecil sehingga magma bersifat calk alkali.

2. Karena presentasi penurunan nilai Fm relatif lebih kecil, maka persen berat Fm

akan tetap besar sehingga magma bersifat calc alkali.

1.6 METODE KUNO (1960,1966)

Metode ini dapat digunakan untuk menentukan sifat magma/jenis magma dengan

didasarkan pada interpretasi kenaikan atau penurunan nilai Solidification Index ( Kuno I,

1960 ), serta untuk menentukan seri batuan dan sekaligus perkembangan magmanya

(Kuno II, 1966)

1.6.1 Metode Kuno I

21

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Menurut metode ini, bilamana nilai solidification Index (SI) contoh-contoh batuan

mengecil maka magma akan bersifat alkali, sebaliknya dengan niai SI semakin besar

maka magma akan bersifat calc alkali. Dalam menentukan Soidification Index yang

digunakan adalah persen persen berat unsur, dengan menggunakan rumus berikut :

1.6.2 Metode Kuno II

Dalam metode ini dipergunakan diagram hubungan antara SiO2 dengan ( K2O +

Na2O), dan klasifikasi seri batuan yang dikemukakan oleh Kuno. Dari hasil perajahan

harga-harga SiO2 dan (K2O + Na2O) pada diagram tersebut akan terunjukkan seri

batuannya. Kemudian dengan melihat perkembangan seri batuan dari masing-masing

contoh akan bisa pula ditentukan pula perkembangan magmanya. Misal seri batuan

yang berkembang dari high alumina series menjadi thoelitic series akan menunjukan

perkembangan magmanya dari yang jenuh ke kurang jenuh.

Gambar 1.2 Klasifikasi seri batuan dan variasi persen berat SiO2 dengan K2O + Na2O

22

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

(menurut Kuno, 1966)

1.7 METODE WITHFORD (1975 )

Metode ini dapat digunakan untuk menentukan jenis batuan vulkanik,

perkembangan serta kedalaman jalur Benioff menurut teori tektonik lempeng.

Metode ini mempergunakan diagram-diagram (a) klasifikasi seri batuan yang

dikemukakan berdasarkan variasi hubungan antara SiO2 dengan K2O ( Peccerillo &

Taylor, 1976). (b) gambar yang menunjukan hubungan antara kedalaman zona

Benioff dengan volcanic suite ( Withford & Nichls, 1975). Setelah Harga-harga SiO2

dan K2O masing-masing contoh batuan dirajahkan kedalam diagram akan

tertunjukan jenis-jenis batuan volkaniknya, serta akan terlihat pula perkembangan

batuan volkanik tersebut.

23

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gambar 1.3 Klasifikasi kerabat dan jenis batuan gunungapi serta variasi persen berat

SiO2 dengan K2O (menurut Peccerillo & Taylor, 1976)

Kedalaman jalur Benioff dapat ditentukan dengan menggunakan rumus : d = [ 397

– (5,26 x %SiO2) ] + ( 35,04 x %K2O). Dari gambar tersebut, setelah harga

kedalaman jalur Benioff dirajahkan kedalam gambar, maka akan didapatkan kerabat

batuan volkaniknya yang sesuai dengan jalur penunjamannya.

Nilai SiO2 dan K2O yang dimasukkan ke dalam rumus diatas adalah nilai persen berat

yang berasal dari contoh batuan yang paling basa. Oleh karenanya perlu pendekatan

secara petrografi, yaitu mengenai mineral-mineral penyusun contoh-contoh batuan

tersebut.

24

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gambar 1.4 Hubungan antara kedalaman jalur Beniof dengan kerabat batuan gunungapi

(menurut Withford & Nicholls, 1976)

1.8 METODE – METODE LAIN

Selain metoda-metoda maupun klasifikasi di atas, beberapa ahli lain telah

mengklasifikasikan gunungapi berdasakan unsur kimia yang dikandungnya, serta dapat

memberikan gambaran perkembangan magmanya.

1.8.1 Klasifikasi Irvine & Barragar (1971)

Klasifkasi Irvine & Barragar ( 1971 ) menggunakan diagram segitiga yang lebih

dikenal dengan diagram AFM. Klasifikasi ini menunjukan garis pemisah antara

batuan thoeliitic dan calk alkali sekaligus dapat untuk menafsirkan perkembangan

magma.

Gambar 1.5 Diagram AFM serta kurva pemisah kerabat batuan tholeit dan calc alkali

(menurut Irvine & Barragar, 1971 dalam RAF Cas & Wright 1987)

25

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

A, F dan M adalah nilai untuk persen berat unsur-unsur yang diwakilinya, yaitu :

A = Na2O + K2O, M = MgO, dan F = FeO* = FeO + 0,8998 Fe2O3.

Total persen berat AFM ( atau jumah % berat) = A + F + M. Sebelum dimasukkan

dalam diagram terebih dahulu masing-masing harga presentasi dari A, F dan M. Yaitu

dengan membagi masing-masing persen berat A, F dan M dengan jumlah % berat

dikalikan 100 persen. Setelah itu didapat harga % A, %F dan %M, maka harga –harga

tersebut dimasukkan dalam diagram AFM.

1.8.2 Klasifikasi Le Bas (1986)

Klasifikasi Le Bas (1986) adalah penamaan batuan berdasarkan hubungan antara

kandungan unsur total alkali (Na2O + K2O) dengan silika, yang dinyatakan dalam

persen berat.

26

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gambar 1.6 Klasifikasi batuan berdasarkan hubungan kandungan alkali total dan silika

(menurut Le Bas 1986 dalam RAF Cas &Wright 1987)

1.8.3 Diagram Harker

Diagram Harker adalah diagram-diagram yang menunjukan variasi hubungan

antara unsur utama dengan indeks differensiasi maupun kandungan kuarsa. Juga

diagram-diagram perbandingan Fe*, TiO2, SiO2 dan Na2O, serta K2O terhadap

FeO*/MgO. Oleh karenanya, dalam penerapannya diagram ini memiliki banyak

ragam. Antara masing-masing unsur utama maupun dengan kandungan silika dan

indeks diferensiasi (ID) memiliki kecenderungan tertentu, maka dari padanya dapat

ditafsirkan evolusi magma yang terjadi.

27

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gambar 1.7 Diagram Harker dari beberapa variasi oksida sebagai fungsi dari

Indeks Diferensiasi

BAB II

MORFOLOGI GUNUNGAPI

2.1 PENGELOMPOKKAN MORFOLOGI GUNUNGAPI

Morfologi Gunugapi dapat dikelompokkan menjadi :

1. Morfologi tubuh gunungapi

2. Morfologi diluar / disekitar gunungapi.

2.1.1 Morfologi tubuh gunungapi

Morfologi tubuh gunungapi dapat dibagi antara lain berupa bentuk - bentuk :

1. Kerucut, merupakan bentukan yang umum dijumpai pada gunungapi

piroklastik dan berlapis. Bentukan kerucut yang dibangun oleh bahan lepas

gunungapi dapat berupa kerucut batuapung yang tersusun oleh batuapung,

kerucut scoria yang tersusun oleh scorea dan kerucut sinder yang merupakan

kumpulan sinder dan bahan skorean.

28

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gambar 2.1 Kerucut gunungapi

2. Kubah, biasanya dijumpai pada tipe gunungapi lava (shield volcano). Kubah

lava merupakan bentukan dari lelehan lava kental yang keluar melalui celah

dan dibatasi oleh sisi curam disekelilingnya.

Gambar 2.2 Kubah Gunung merapi

3. Maar, umumnya dijumpai pada tipe gunungapi gas atau piroklastik.

Gambar 2.3 Maar gunung Lamongan

4. Kawah, merupakan bentuk negatif yang terjadi karena kegiatan gunungapi.

Berdasarkan genetiknya dibedakan kawah letusan dan kawah runtuhan.

Sedangkan berdasarkan letaknya terhadap pusat kegiatan dikelompokkan

kawah kepundan dan kawah samping (kawah parasiter).

29

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gambar 2.4 kawah gunungapi

5. Kaldera, merupakan depresi topografi yang besar, berbentuk bundar atau oval.

Ukuran kaldera memang lebih besar dari kawah, meskipun tidak ada batasan

ukuran yang membedakannya hingga mempunyai ukuran berupa kawah dapat

disebut kaldera. H. William (1974), mengklasifikasikan kaldera menjadi

beberapa jenis berdasarkan proses yang membentuknya, yaitu :

a. Kaldera letusan, yang disebabkan oleh letusan gunungapi yang sangat

kuat yang menghancurkan bagian puncak kerucut dan menyemburkan

massa batuan dalam jumlah besar. Contoh yang baik antara lain

Kaldera Bandaisan di Jepang, Kaldera Tarawera di New Zealand.

Gambar 2.5 Kaldera gunung Tarawera di New Zealand

b. Kaldera runtuhan, yang terbentuk karena adanya letusan yang berjalan

cepat yang memuntahkan batuapung dalam jumlah banyak, sehingga

menyebabkan kekosongan pada dapur magma. Penurunan permukaan

magma didalam waduk pun akan menyebabkan akan terjadinya

runtuhan pada bagian puncak gunungapi. Contoh yang baik antara lain

30

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Kaldera Toba (Tapanuli – Sumatra Utara), Kaldera Tengger

(Probolinggo – Jawa Timur).

Gambar 2.6 Kaldera Tengger

c. Kaldera erosi, disebabkan oleh erosi pada bagian puncak kerucut,

dimana erosi akan memperluas daerah lekukan sehingga kaldera

tersebut akan semakin luas.

d. Kaldera resurgent, yang terbentuk karena adanya bongkah lekukan di

bagian tengah kaldera yang terangkat oleh magma yang bergerak naik

ke atas, dan kemudian membentuk suatu kubah.

Hipotesa pembentukan Kaldera menurut Escher (1929)

Gunungapi yang membentuk kaldera membutuhkan sejumlah gas yang

mempunyai tekanan tinggi, yang secara matematis jumlah tersebut akan

terpenuhi apabila dapur magma mempunyai kedalaman yang cukup besar

yaitu antara 15 - 50 km. Selain itu, untuk membentuk kaldera diperlukan

letusan yang bersifat paroksimal, sehingga akan terbentuk teras besar

berbentuk silinder. Tingkat atau derajat kekuatan letusan ini merupakan fungsi

dari kedalaman dan isi dapur magma. Dan untuk peruntuhan yang besar

dibutuhkan bidang lengser silinder letusan yang mempunyai lebar antara 1 - 2

km. Letusan paroksimal yang berulang dan berlangsung singkat dibedakan

dengan letusan paroksimal berikutnya dalam ukuran abad dimana pada kurun

31

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

abad tersebut tekanan gas akan semakin meningkat dan menyamai tekanan

beban dari tubuh gunungapi di atas dapur magma. Dan selama periode tenang,

akan terjadi pembentukan generasi baru gunungapi disepanjang daerah kulit

bumi. Generasi baru gunungapi akan cenderung memperlihatkan kegiatan

yang bersifat berulang dan membangun.

Beberapa peristilahan yang sering dijumpai dalam struktur kawah atau

kaldera gunungapi antara lain adalah :

Gunungapi gabungan (composite volcano), yaitu suatu gunungapi yang

terdiri dari beberapa gunungapi lama. Istilah ini kurang lebih sama artinya

dengan multiple volcano.

Kerucut tengah (central cone), yaitu suatu kerucut kecil yang terdapat di

tengah kaldera atau kawah yang mengalami perluasan karena erosi.

Kubah tengah (central dome), merupakan kerucut tengah yang dibentuk

oleh lava.

Dinding pinggiran kawah atau kaldera (soma, crater, rim, caldera rim),

yaitu suatu punggungan terbuka yang berbentuk melingkar, dan

mempunyai bagian yang terjal pada sisi dalamnya.

Gunungapi ganda (double volcano), yaitu suatu gunungapi yang

mempunyai kerucut tengah atau beberapa kerucut pada dasar kawah atau

kaldera. Contoh Doya-ko, Hokkaido, kaldera Aira, Kagoshima di Jepang,

Sekincu di Sumatera Selatan, Krakatau di Selat Sunda, Batur di Bali dan

Rinjani di Lombok.

Gunungapi bertiga (triple volcano), yaitu suatu gunungapi ganda yang

mempunyai kerucut tengah atau beberapa kerucut pada bekas kerucut

tengah. Sebagai contoh adalah Hakone volcano, Ashima, Asama, Danau

Towada dan sebagainya di Jepang.

Bentuk - bentuk topografi negatif seperti telah disebutkan diatas tidaklah

selamanya berbentuk melingkar atau lonjong, tetapi kadang - kadang

berbentuk segi empat atau bahkan tak beraturan sama sekali. Lembah

Sapikerep di kompleks Tengger (Jawa Timur) merupakan suatu bentuk

32

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

lekukan atau lembah yang disebabkan oleh menurunnya kerak bumi di daerah

terebut. Kenampakan khas dari kawah Papandayan (Jawa Barat ) ditafsir juga

ada gunungapi tersebut bertumpu. Lekukan berbentuk aneh di Haleakala,

seperti telah disebutkan di atas, di P.Maui (Hawaii) juga lekukan pada tubuh

gunungapi yang pembentukannya lebih gunungapi. Kalau saja gunungapi

tersebut berkesempatan meletus, maka akan terjadi robohan disepanjang jalur

lemah tadi. Pergerakan tektonik disepanjang rekahan pada batuan dasar

gunungapi akan memicu terjadinya letusan gunungapi. Sehingga lebih jelaslah

sekarang kaitan dan hubungan timbal-balik antara gejala tektonik dan

vulkanisme.

Kalau tidak ada gangguan, suatu gunungapi yang tubuh semakin besar

akan mempunyai bentuk yang teratur, baik berupa berupa kerucut maupun

bentuk yang lainnya. Faktor-faktor yang menyebabkan tidak teraturnya bentuk

gunungapi tersebut antara lain :

Kegiatan vulkanisme, seperti misalnya pembentukan kaldera di mana

kegiatan tersebut akan mengganggu perkembangan suatu gunungapi.

Berpindahnya pusat kegiatan gunungapi (pipa kepundan), hal mana

berkaitan erat dengan keaktifan tektonik daerah setempat.

Tekanan arus dari aliran lava yang naik ke atas, yang lama kelamaan

akan merusak dan menghancurkan dinding kepundan.

Adanya kerucut spatter (spatter cone), yaitu suatu kerucut yang bersisi

curam yang tersusun dari batuan bahan lepas yang terendapkan di atas

celah atau pipa kepundan dan umumnya berkomposisi basalan atau

hornito yang juga merupakan kerucut spatter di sekitar ujung aliran

lava.

Adanya gua-gua pada daerah aliran lava.

6. Barangko (barronco), merupakan alur-alur yang kasar dan tak teratur pada

tubuh gunungapi karena sesar dan erosi.

33

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gambar 2.7 Barangko gunungapi

7. Parasol ribbing, merupakan alur-alur yang radier dan teratur pada tubuh

gunungapi karena erosi. Contoh yang baik terdapat pada tubuh G. Batok di

Kaldera tengger (Jawa Timur).

Gambar 2.8 Parasol ribbing Gunung Batok

2.1.2 Morfologi di Sekitar Gunungapi.

Morfologi disekitar gunungapi dapat dibagi antara lain berupa bentuk-bentuk :

1. Kerucut parasiter adalah bentukan kerucut pada kaki gunungapi utama,

terbentuk akibat magma yang terjadi berhubungan langsung dengan kegiatan

gunungapi.

2. Hillocks merupakan bukit - bukit kecil di sekitar kaki gunungapi, dari hasil

endapan lahar dari letusan gunungapi. Contoh yang baik terdapat di kaki G.

34

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Galunggung (Jawa barat), sehingga oleh MT Zen (1969) disebut juga sebagai

tipe Galunggung.

3. Antiklinorium Gunungapi merupakan rangkaian perbukitan antiklinorium

yang dijumpai pada kaki gunungapi. Terbentuk oleh gaya kompresi lateral

karena runtuhnya kerucut gunungapi Contoh yang baik terdapat di Bukit

Gendol, lereng G. Merapi (Yogyakarta), sehingga oleh MT Zen (1969)

disebut juga sebagai tipe Gendol.

4.

2.2 ANALISA MORFOLOGI GUNUNGAPI DAN PENGGUNAANNYA

Analisa morfologi gunungapi dilaksanakan untuk memudahkan pekerjaan

pemetaan geovulkanologi, yang dasarnya adalah penafsiran bentuk, pola penyebaran dan

ukuran berbagai aspek struktur dan obyek morfologi gunungapi. Pengenalan langsung di

lapangan ditujukan sebagai pembanding. Sehingga setelah tahapan pekerjaan tersebut

dilakukan, penafsiran dapat langsung dilakukan hanya dengan dengan mempergunakan

peta topografi.

Pengenalan morfologi gunungapi sebenarnya bertujuan untuk melengkapi usaha

penelitian geologis daerah gunungapi, yaitu pemetaan geovulkanologi, terutama di dalam

menentukan perkembangan (evolusi) gunungapi. Ini dirasa perlu sebab melacak batuan

gunungapi di lapangan bukanlah pekerjaan yang mudah.

Sehingga sasaran dari pemahaman morfologi gunungapi antara adalah :

1. Mengenal ragam bentuk morfologi gunungapi, khususnya gunungapi berlapis

2. Mengetahui hubungan antar satuan morfologi gunungapi, baik secara sendiri

maupun berkelompok.

3. Mengetahui jenjang keaktifan gunungapi

4. Menafsirkan perkembangan kegiatan suatu gunungapi.

Jalur-jalur gunungapi cenderung mengikuti pola struktur regional, di mana akan

ditunjukkan oleh berbagai kelurusan gunungapi baik skala besar maupun skala kecil.

Setelah memahami hubungan struktur regional dengan munculnya jalur gunungapi, maka

pengamatan ditingkatkan kepada jalur gunungapi pembanding yaitu dengan

memperhatikan aspek morfologinya. Dimana harus diperhatikan ciri - ciri ketakselarasan

35

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

morfologi, yang nantinya berguna untuk menentukan perbedaan umur secara nisbi

satuan-satuan gunungapi terletak berdekatan. Dan untuk ini pula perlu memahami dan

mengenal struktur dan morfologi gunungapi secara umum, khususnya gunungapi

berlapis. Prinsip utama analisa morfologi gunungapi berawal dari pengertian dasar

bahwasanya lava akan mencerminkan morfologi tertentu yang dengan mudah dapat

dibedakan dengan morfologi yang disusun oleh bahan lepas gunungapi. Kuenen (1945)

yang telah mengelompokkan rekahan sayap pada tubuh gunungapi kedalam empat jenis

menjelaskan lebih lanjut bahwasanya apabila rekahan - rekahan tersebut sempat dilalui

oleh magma, dan kemudian terjadi pembekuan, maka akan terbentuk korok dari berbagai

bentuk tergantung pada jenis rekahannya. Apabila 2 korok memencar berkembang

menjadi sistem penyesaran, maka bagian tengah yang dibatasi oleh korok - korok tersebut

akan melengser ke bawah dan berkumpul pada kaki gunungapi. Morfologi ini dikenal

sebagai sector graben yang di lapangan akan membentuk kipas alluvial. Apabila erosi

belum begitu lanjut, sector graben ini dicirikan dengan dinding - dinding tegak dari

korok yang juga merupakan bidang sesar.

Hasil penafsiran morfologi mempunyai kegunaan yang cukup luas, sehingga tidak

hanya untuk kepentingan ilmiah saja tetapi juga aspek-aspek sosial. Penerapan hasil

penafsiran morfologi gunungapi tersebut antara lain untuk :

Menyusun stratigrafi gunungapi berlapis

Membantu penentuan lokasi pengambilan contoh batuan secara

berpola (systematic sampling), terutama contoh batuan untuk analisis

petrokimia guna menentukan perkembangan magma selama waktu geologi

tertentu.

Membantu memecahkan permasalahan tektonik regional, yaitu

menentukan arah gaya tegasan utama yang bekerja di suatu daerah

berdasarkan analisis kelurusan gunungapi.

Memudahkan mempelajari ekosisten gunungapi, yang sangat berguna

untuk dasar perencanaan pengembangan wilayah pemukiman di daerah

gunungapi, penelitian sumber air atau hidrologi gunungapi, daerah pariwisata

dan sebagainya.

Adapun tujuan analisa morfologi Gunungapi dilakukan untuk :

36

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

1. Mengenal macam-macam bentuk Gunungapi

2. Mengetahui hubungan antara satuan morfologi Gunungapi baik secara individu

maupun kelompok.

3. Mengetahui stadia dan jenjang keaktifan Gunungapi

4. Menginterpretasikan evolusi atau perkembangan suatu Gunungapi maupun

kelompok Gunungapi.

Sarana – sarana yang dapat dipergunakan berupa :

1. Peta topografi

2. Foto udara

3. Citra satelit yang selanjutnya dilengkapi dengan

4. Pengamatan dilapangan.

37

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Ketidakselarasan morfologi dalam penentuan umur relatif

satuan morfologi gunungapi.

I : endapan rempah gunungapi muda

II : endapan rempah gunungapi tua

Pencerminan morfologi aliran lava

Gambar 2.9 Ketidakselarasan morfologi yang digunakan dalam penentuan umur relatif

dalam satuan morfologi gunungapi.

2.3 KELURUSAN GUNUNGAPI

Analisa kelurusan gunungapi bertujuan untuk menentukan pola penyebaran

gunungapi, berdasarkan kelurusan-kelurusan yang dibentuknya. Dari arah - arah

38

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

kelurusan gunungapi ini dengan mempergunakan diagram kipas, akan bisa ditafsirkan

sistem rekahan di daerah tersebut. Dari sistem rekahan tersebut selanjutnya digunakan

untuk menafsirkan evolusi atau perkembangan gunungapi yang ada. Gunungapi yang

muncul di permukanan bumi dan membentuk pola kelurusan dengan gunungapi lainnya

bukanlah merupakan suatu kebetulan. Pola-pola ini terjadi akibat adanya celah-celah atau

rekahan-rekahan yang ada didalam kerak bumi yang berhubungan erat dengan struktur

geologi daerah, baik secara lokal maupun regional. Celah - celah ini merupakan bidang

lemah yang mudah diterobos magma. Dalam perkembangan selanjutnya akan membentuk

suatu deretan gunungapi dipermukaan bumi.

Gambar 2.10 Penyebaran gunungapi di Indonesia

Beberapa gunungapi atau kelompok gunungapi kadang-kadang memperlihatkan

gejala kelurusan. Dan kalau diteliti lebih lanjut, pola kelurusan tersebut dibentuk oleh

unsur - unsur gunungapi seperti lubang kawah, kerucut atau kubah lava, kerucut sinder,

daerah-daerah hembusan fumarol atau solfatara dan lain sebagainya.

Kuenen (1945) yang banyak meneliti pola kelurusan gunungapi di Indonesia mempunyai

anggapan bahwa :

39

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

1. Susunan lurus gunungapi tersebut berhubungan erat dengan rekahan-rekahan

tektonik atau disloksi lainnya.

2. Pada tubuh suatu gunungapi, tekanan magmatis yang naik melalui lubang

kepundan akan berkembang memencar.

3. Gunungapi mungkin saja akan menempati perpotongan dua atau lebih rekahan

yang ada, sehingga gunungapi tersebut relatif lebih aktif dibanding dengan

lainnya yang berada dalam satu kelurusan.

4. Pusat-pusat letusan kelompok gunungapi di dunia memperlihatkan jarak (spacing)

yang sistematik.

Gambar 2.11 Tipe – tipe rekahan sayap pada kerucut gunungapi

(Menurut Kuenen, 1945)

40

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gambar 2.12 Diagram balok yang menggambarkan pembentukkan rekahan sayap

(menurut Kuenen, 1945)

Berdasarkan atas hubungannya dengan struktur sesar setempat (regional), pola

kelurusan dibagi menjadi 3, yaitu :

1. Skala kecil, adalah kelurusan yang terbentuk setempat, yaitu pada tubuh

gunungapi itu sendiri dimana rekahan yang ada disebabkan oleh tekanan

magmatis dari gunungapi tersebut.

2. Skala menengah, adalah kelurusan menengah yang diperlihatkan oleh dua atau

lebih pusat-pusat erupsi yang berlainan, tetapi masih dalam jajaran yang sama.

3. Skala dalam, adalah kelurusan besar yang menghubungkan pusat-pusat erupsi dari

beberapa jajaran gunungapi yang berlainan, jajaran gunungapi yng menempati

daerah pinggiran benua dikelompokkan sebagai kelurusan skala besar.

Transisi antara kelompok diatas dinyatakan sebagai intermediate, yaitu “kecil sampai

menengah” dan “menengah sampai besar”. Di dalam analisa penentuan arah dan gaya

utama pembentukannya digunakan diagram Mohr, yaitu antara menentukan shear joint,

extension joint dan realese joint.

Selain melalui morfostratigrafi, evolusi gunungapi secara lokal ditafsirkan dari

perpindahan pusat erupsi gunungapi. Perpindahan pusat erupsi umumnya disebabkan oleh

Sumbat pada lubang kepundan utama.

41

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Terbentuknya pola rekahan pada tubuh gunungapi

atau sekitar gunungapi, sehingga keluarnya magma melalui saluran lain pada kulit

bumi yang merupakan zona lemah dan mudah diterobos.

Kear (1964) menggolongkan kelurusan gunungapi menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Garis memencar dari lubang kepundan, yang lebih kurang mencerminkan adanya

tegangan dari dalam bumi.

2. Garis yang melalui pusat gunungapi, ditafsir berhubungan dengan pensesaran di

bagian dalam bumi yang kemudian berkembang menjadi suatu celah.

3. Garis yang melalui pusat gunungapi secara regional, mencerminkan adanya

rekahan besar di dalam bumi, yang berfungsi sebagai saluran magma,yang

kemudian berkembang menjadi sistem pensesaran di dekat permukaan.

Bila pada suatu benda dikenakan gaya, maka pada benda tersebut akan mengalami

rekahan-rekahan yang membentuk pola-pola tertentu, yaitu gaya tegasan utama (δ1), gaya

tegasan menengah (δ2), gaya tegasan terkecil (δ3), shear joint orde I (S1), extension joint

(Ex), release joint (R), dan shear joint orde II (S2).

Kuenen (1945) juga mengelompokkan rekahan atau celah yang menyebabkan terjadinya

aktifitas gunungapi menjadi 2, yaitu :

1. Rekahan sayap yang terjadi pada tubuh gunungapi itu sendiri.

2. Rekahan pada batuan dasar (basement) tempat gunungapi tersebut berada.

Rekahan sayap dibagi menjadi 3, yaitu :

1. Rekahan radial (radial fissures), diartikan sebagai hasil

injeks magma berbentuk siil yang menerobos tubuh gunungapi atau lapisan

batuan di sekitarnya dan diikuti oleh “pencungkilan” kerak bumi dan berakhir

dengan pembentukan rekahan.

2. Rekahan tangensial (tangensial fissure), merupakan

perkembangan suatu sesar atau rekahan tension yang melalui suatu daerah pra-

gunungapi.

3. Rekahan konsentris (concentric fissure), merupakan

pencerminan suatu aktivitas dalam bentuk dyke dari suatu pelepasan tekanan

waduk magma.

42

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Pola kelurusan Gunungapi di busur kepulauan Indonesia.

Tjia (1968) telah menganalisis pola kelurusan gunungapi di Indonesia, yang untuk

masing-masing daerah dibuat diagram kipas kelurusannya. Arah-arah orogen atau jajaran

gunungapi untuk tiap daerah ternyata berlainan, sehingga arah tegasan kompresi, yang

dianggap tegak lurus arah orogen, untuk tiap daerah juga berbeda. Garis lurus arah-arah

orogen dianggap sebagai pencerminan dari rekahan-rekahan yang mempunyai

kemiringan dari 70º hingga tegak. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya pelengkungan

busur kepulauan dari Sumatra - Jawa hingga Indonesia Timur, yang merupakan Busur

Banda Dalam yang bergunungapi.

Hudson (1962) menyebutkan bahwa tegasan utama mempunyai arah yang tegak

lurus busur kepulauan Indonesia (Busur Banda Dalam). Sedang menurut Ritsema (1964)

arah tegasan utama tegak lurus setiap bagian dari busur kepulauan.

Sebagai contoh kelurusan gunungapi di Jawa Tengah adalah jajaran lurus relatif

berarah utara - selatan atau utarabaratlaut - selatantenggara dari G.Ungaran - Suropati –

Telomoyo – Merbabu – Merapi - G. Merapi sepertinya menempati 2 perpotongan dua

sistem rekahan disamping seperti disebutkan di atas juga rekahan yang berjurus timurlaut

– baratbaratdaya. Sehingga dua rekahan yang berpotongan ini bertanggung jawab

terhadap keaktifan gunungapi tersebut. Pola kelurusan lain misal jajaran G.Slamet – Prau

– Sindoro - Sumbing, di daerah kompleks Lamongan, Dieng, Ijen dan Halmahera.

Gambar 2.13 Pola kelurusan gunungapi di busur Kepulauan Indonesia

(menurut Tjia, 1968)

43

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

2.4 STADIA GUNUNGAPI

Stadia keaktifan gunungapi, terutama pada gunungapi strato, dapat

diintrepretasikan dari hubungan antara sudut lereng dengan penyebaran sungai pada

tubuh gunungapi. Pada gunungapi strato, berdasarkan sudut lerengnya secara umum

dapat dibagi menjadi puncak, lereng dan kaki. bagian-bagian tersebut dibatasi oleh tekuk

lereng yang jelas.

Bagian puncak mempunyai kemiringan lereng terjal. Umumnya terdapat abu

gunungapi, lava, aglomerat, atau endapan-endapan melalui media udara. Morfologi

terdiri dari lembah-lembah tajam berbentuk V dengan pola radier murni. Bagian tengah

berlereng lebih landai. Tersusun oleh endapan lahar, abu gunungapi dan sedikit endapan

sungai dari sungai teranyam. Kemiringan lereng umumnya terbentuk oleh kipas alluvial

yang terbentuk didepan muka endapan puncak. Bagian kaki bermorfologi hampir datar,

terdiri dari endapan sungai, dengan sedikit endapan lahar dan abu gunungapi.

Pada gunungapi strato kedewasaan gunungapi dapat teramati dari bentuk dan

morfologinya.Gunungapi yang berstadia muda baru membentuk kerucut sinder yang

terdiri dari abu Gunungapi Kebayangan hanya berlereng satu, yaitu lereng puncak.

Misalnya bentuk G. Bromo dan G. Batok yang terletak di Kaldera Tengger (Jawa Timur).

Proses pembentukan gunungapi berikutnya adalah terjadinya longsoran-longsoran yang

menyertai pengendapan primer. Makin besar gunungapi yang terbentuk, maka longsoran

makin kuat, dan kipas alluvial yang terbentuk makin besar. Proses ini diselingi dengan

hasil letusan yang bersifat effusif. Jika lereng kedua telah terbentuk, maka dapat

dikatakan bahwa gunungapi tersebut berstadia remaja.

Proses berlanjut dalam bentuk pengangkatan endapan gunungapi yang terletak

dibagian atas untuk dibentuk menjadi endapan sungai. Proses ini merupakan proses

pembentukan kaki gunungapi. Gunungapi lengkap yang memiliki lereng kaki, dapat

disebut sebagai gunungapi berstadia dewasa.

44

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gunungapi yang tidak aktif lagi akan menghentikan proses penimbunan material

dibagian puncak. Proses erosi yang terus menerus akan menyebabkan perlandaian lereng.

Oleh karenanya sungai pada gunungapi yang telah tidak aktif lagi cenderung bergeser

kearah puncak, dan secara umum tidak lagi mempunyai pola radier. Gunungapi yang

mempunyai fenomena demikian dikatakan sebagi gunungapi yang telah berstadia tua.

Gambar 2.14 Hubungan antara stadia Gunungapi dengan morfologi yang terbentuk

dan material yang dihasilkan pada gunungapi strato.

(Modifikasi dari Soejono martodjojo,1980)

45

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

BAB III

VULKANOSTRATIGRAFI

3.1 PENGERTIAN VULKANOSTRATIGRAFI

Vulkanostratigrafi adalah ilmu yang mempelajari urutan dari rekaman kegiatan

volkanik, terutama kegiatan yang tidak disaksikan oleh ahli gunungapi.

Penelitian yang terdiri dari :

Pemetaan, penentuan kejadian dan penyebaran

Genesa produk gunungapi

Umur produk gunungapi

Pemetaan volkanostratigrafi menentukan :

Isopah endapan tephra

Isopleth pecahan batuapung

Analisa besar butir

Warna, terutama yang disebabkan oleh pembakaran

Pengelasan

Bentuk pecahan

Sifat perlapisan, misal massif, berlapis baik, dll.

Struktur pembukaan, antidunes, bomb sags, scouring, baking, dll.

Struktur dalam cross laminasi, struktur aliran.

Satuan volkanostratigrafi adalah satuan-satuan lapisan yang terpetakan yang

terdiri dari batuan volkanik yang terbentuk di darat (subaerially) atau di dalam air

(subaqueously) oleh proses-proses volkanik. Beberapa macam satuan volkanostratigrafi

yang dikenal :

Aliran lava, lava banjir, aliran lava pahoehoe, aliran lava aa, aliran lava bongkah.

Endapan subaqueous dan interglasial (basalt)

Lahar, terbentuk dari breksi tuff, batu breksi lapili, dan tuff lapili dengan berbagai

komposisi

Endapan debris avalanche, endapan bongkah dan abu dengan komposisi mirip

dengan lahar

46

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Aliran piroklastik, mirip dengan endapan aliran Lumpur dan avalanche, tetapi

prosentase fragmen yang lebih kasar berkomposisi silica lebih sedikit.

Endapan jatuhan abu, terdiri dari batuapung, abu, kadang-kadang cinder basalt,

membentuk endapan tephra.

3.2 SATUAN MORFOSTRATIGRAFI

Penggolongan stratigrafi merupakan pengelompokan batuan menurut berbagai

cara untuk mempermudah pemerian dan hubungan lapisan satu terhadap lapisan lainya.

(Soejono Mardjojo, 1978). Oleh karenanya dapat dilakukan penggolongan stratigrafi

berdasarkan kenampakan morfologinya. Satuan morfostratigrafi pertama kali diusulkan

oleh Astadireja (1980), sebagai usaha mengelompokkan batuan secara tersistem

bersendikan bentang alam.

Selanjutnya morfostratigrafi dinyatakan sebagai suatu cara atau system

pengelompokan urutan endapan gunungapi kwarter berdasarkan petunjuk bentang

alamnya. Bentang alam yang berasal dari endapan gunungapi sebagai hasil dari satuan

erupsi atau fase erupsi akan mempunyai ciri tertentu dan dapat dikenali dengan mudah.

Dengan demikian bentang alam endapan gunungapi dari suatu fase erupsi akan

menunjukkan ciri yang berbeda dari bentang alam endapan gunungapi dari erupsi

sebelum atau sesudahnya. Bentang alam dari endapan gunungapi dari berbagai fase

erupsi secara berturut-turut akan saling tindih-menindih, sehingga mempunyai nilai

stratigrafi. Tingkatan dalam satuan morfostratigrafi ditujukan untuk mempermudah

aturan, pemerian dan hubungan antara masing-masing endapan gunungapi. Pengamatan

stratigrafi dapat dikenali dengan analisis bentang alam gunungapi, sehingga selanjutnya

dapat dibuat satu satuan stratigrafi berdasarkan pengamatan bentang alam.

Dasar dalam pemberlakuan satuan stratigrafi tersebut adalah :

1. Endapan gunungapi merupakan hasil satu fase erupsi.

2. Setiap fase erupsi yang kemudian selalu berada diatas fase terdahulu.

3. Tiap fase erupsi mempunyai ciri-ciri tertentu.

Sebagai satuan dasar konsep satuan morfostratigrafi adalah Morfoset (morphocet :

morfological dan facet). Morfoset adalah suatu bentang alam yang tersusun dari suatu

endapan atau komplek endapan gunungapi hasil dari erupsi atu fase erupsi, yang

47

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

mempunyai ciri-ciri bentang alam tertentu, yang dapat dibedakan dengan bentang alam

yang tersusun dari suatu endapan atau komplek endapan gunungapi hasil erupsi atau fase

erupsi sebelumnya, sesudahnya atau sistem gunungapi lainya. Morfoset harus dapat

dikenali dengan baik dengan foto udara maupun dilapangan, serta dapat dipetakan dengan

skala 1 : 25.000.

Jika suatu morfoset tersusun dari suatu komplek batuan seperti lava, breksi atau

tuff, dan apabila setiap bataun tersebut secara sendiri memiliki bentang alam tertentu

yang bias dibedakan satu dengan lainnya, maka bentang alam dari setiap batuan tersebut

dinamai Morfonit (morphonit : morfological unit). Jadi morfonit merupakan bagian dari

morfoset, yaitu suatu bentang alam yang mencirikan suatu batuan tertentu dan biasanya

dibedakan satu dengan yang lainya.

Gabungan dari beberapa morfoset yang membentuk bentang alam tertentu

dinamakan Morfotem (morphotem : morphological sistem). Morfotem adalah suatu

bentang alam yang dihasilkan oleh suatu rangkaian proses atau sistem gunungapi.

Dalam penamaannya, satuan morfostratigrafi mengikuti sistem binomial. Untuk morfonit,

karena dibentuk oleh satu batuan, maka sebaiknya diikuti dengan nama batuan. Contoh

penerapannya untuk morfostratigrafi kawasan komplek G. Bromo – Tengger – Semeru,

sebagai berikut :

Morfotem G. Jambangan :

Morfoset Jambangan

Morfoset Ajak-ajak

Morfoset Semeru

Morfonit Lava

Morfonit Piroklastik

Morfoset Tengger

Morfonit Piroklastik

48

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gambar 3.1 Peta sebaran batuan komplek G Jambangan

(E. T Paripurno, 1993)

Batas-batas antara satuan morfostratigrafi dapat dikenali dengan mudah sebagai

ketidakselarasan morfologi. Hasil endapan yang lebih muda selalu menimbuni lapisan

sebelumnya.dalam peta topografi diekspresikan melalui pola kontur. Pola kontur yang

dibentuk oleh endapan yang lebih muda akan memotong pola kontur endapan yang lebih

tua, begitu seterusnya. Oleh karenanya umur relatif batuan pembentuk tubuh gunungapi

strato dapat diketahui dengan pendekatan morfologis, dan dapat disusun

morfostratigrafinya.

49

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gambar 3.2 Morfostratigrafi Komplek G. Dieng

(oleh NS Sumartadipura, 1980)

3.3 LAVA

Istilah lava diperuntukkan bagi magma yang telah berhasil mencapai permukaan

bumi. Melalui retakan kulit bumi atau pipa kepundan gunungapi, magma yang berasal

dari kedalaman bergerak keatas karena adanya dorongan gas yang terlarut dalam cairan

magma tersebut. Sehingga fungsi utama dari gas adalah sebagai penggerak magma.

O. Hirokawa (1980) mendefinisikan lava sebagai suatu massa cair yang

dikeluarkan dari dalam bumi, maupun batuan yang berasal dari pembekuannya. Lava

basalan mempunyai suhu antara 1.100º - 1.200º C, relatif lebih tinggi dari suhu lava

andesitan atau dasitan yang berkisar antara 900º – 1.000º C. Viskositas lava yang

menyertai suatu letusan gunungapi, khususnya lava basalan, adalah sekitar 10² - 10³

poise. Dan didalam suatu kolom lava, bagian bawah umumnya terdiri dari lava basalan

50

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

yang berwarna gelap, yang semakin ke atas makin berwarna terang dan terdiri lava

dasitan atau riolitan.

Pada tubuh aliran lava sering dijumpai sejumlah lubang yang beragam bentuk dan

ukurannya. Lubang-lubang tersebut adalah bekas gas yang terlarut dalam magma (lava)

yang kemudian menguap bersamaan dengan membekunya cairan tersebut. Lubang yang

disebut vesikel (vesicle) ini akan banyak ditemukan di bagian permukaan, sementara

kearah lebih dalam jumlahnya menjadi berkurang. Struktur vesikuler ini akan juga

banyak membantu dalam menentukan batas antar aliran lava, yaitu apabila pada suatu

daerah ditemukan lapisan-lapisan lava yang dihasilkan dari waktu yang berbeda.

Sesuai dengan komposisinya, aliran lava dipermukaan bumi akan membentuk

stuktur permukaan yang khas. Lava basalan yang mempunyai permukaan kasar dan

terkeratkan (fragmental) dikenal sebagai lava aa. Sedang lava andesitan yang mempunyai

permukaan terbongkah-bongkah menyudut (angular block) disebut dengan lava bongkah.

Dalam aliran lava bongkah, bagian tengahnya akan membentuk kekar melembar (platy

joint, platy structure, linear flow structure, planar flow structure). Kekar-kekar tersebut

sejajar dengan permukaan aliran, baik yang di atas maupun di bawah, atau sejajar dengan

permukaan pembekuan. Kekar yang terjadi akibat konsentrasi selama proses pembekuan

ini akan banyak didapatkan di dekat permukaan tubuh lava.

Jenis kekar lainnya yang sering dijumpai dalam aliran lava adalah kekar

mengolom (columnar joint, columnar structure, prismatic joint, prismatic structure)

dimana kekar-kekar tersebut akan memecah batuan menjadi kolom-kolom prismatik segi

enam (hexagonal). Sedangkan kekar-kekar tak beraturan (irregular joint) akan

menghancurkan batuan menjadi bongkah-bongkah bersegi banyak (polygonal block).

Lava yang berbentuk seperti tali disebut dengan lava tali (ropy lava), sedang lava

pahoehoe adalah aliran lava basalan yang mempunyai permukaan bergelombang, halus

dan gelasan. Kearah bawah, di beberapa tempat lava pahoehoe akan berubah secara

berangsur menjadi lava. Lingkungan pengendapan lava dapat daratan atau laut. Aliran

lava yang masuk kedalam lingkungan berair (subaqueous environment) akan membentuk

struktur bantal. Struktur ini dicirikan dengan bentuk-bentuk bantal yang tak menerus,

berukuran dari beberapa meter (rata-rata 30 – 60 cm) . Hubungan antar bentuk bantal

51

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

bersifat menutup, dan kalaupun ada rongga di antaranya akan diisi oleh sedimen klastik

atau bahan skoreaan.

Ukuran butir dalam struktur bantal umumnya akan menghalus ke arah luar. Dan

lava bantal biasanya berkomposisi basalt atau andesitan dianggap sebagai aliran lava

yang terjadi dilaut , berasosiasi dengan endapan laut dalam. Didalam suatu aliran lava,

kadang – kadang dijumpai saluran lava (lava tunnel ,lava tube) yang merupakan lubang

pada tubuh lava yang terjadi karena pergerakkan lava bagian tengah, sementara bagian

permukaannya mulai membeku. Saluran lava banyak dijumpai di G. Fuji ( Jepang ), atau

di G. Slamet (Jawa Tengah ).

3.4 PIROKLASTIK

Suatu erupsi gunung api yang eksplosif akan menghasilkan tiga macam endapan

piroklastik yaitu piroklastik jatuhan, piroklastik aliran, dan piroklastik surge. Mekanisme

erupsi eksplosif yang terjadi bisa disebabkan oleh erupsi magmatis, preato magmatis dan

preatik.

3.4.1 Piroklastik Jatuhan

Geometri dan ukuran pengendapan jatuhan piroklastik menunjukan tinggi pipa

kawah erupsi, kecepatan dan arah angin. Terjadi akibat letusan gunung api eksplosif,

pada erupsi preatik abu gunung api tidak sebanyak fase erupsi yang magmatis.

Endapan jatuhan piroklastik ketebalannya relatif seragam, dengan pemilahan baik,

akibat proses fraksinasi oleh angin pada saat pengendapannya. Struktur sedimen

perlapisan kadang - kadang teramati, disebabkan oleh kelakuan kolom erupsi yang

berbeda. Pada bagian bawah lapisan jatuhan piroklastik, tidak pernah ada struktur

perlapisan silang, atau bidang erosional. Sebagian endapan jatuhan piroklastik didekat

lubang kepundan, terelaskan demikian juga kita dapat menjumpai kayu yang terbakar

menjadi karbon. Longsoran dan guguran lava pijar dapat menyebabkan hujan abu,

seperti yang terjadi pada erupsi Gunung Galunggung dan Gunung merapi.

3.4.2 Piroklastik Aliran, Debris Avalanches

Abu panas, fragmen batuan dan gas yang bergerak kebawah dari pusat erupsi

eksplosif sebagai longsor berkecepatan tinggi atau terjadi ketika ada bagian kubah

lereng gunung api yang roboh, menghasilkan aliran piroklastik yang suhunya bisa

52

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

mencapai 815 º C dan bergerak dengan kecepatan 65 – 100 Km/jam, sehingga bisa

menghancurkan dan membakar jalan yang dilewati.

3.3.3 Piroklastik Surge

Endapan piroklastik surge hanya ada tiga jenis yaitu base surge (surge dasar ),

ground Surge ( surge tanah ) dan ash cloud surge ( surge awan abu ). Umumnya

berasosiasi dengan erupsi preatomagmatik dan preatik, aliran piroklastik dan jatuhan

piroklastik. Istilah surge dasar pertama kali diperkenalkan oleh Moore Et.al pada

tahun 1966 berdasarkan hasil studi kegiatan erupsi preatomagmatik G. Taal di

Fillipina pada tanggal 28 - 30 September tahun 1965.

Base surges

Berlapis, kadang – kadang massif, fragmen batuan klastik vesikuler / non

vesikuler, abu dengan diameter 10 cm, terbentuk kristal dan sedikit fragmen

batuan. Bom sags yang dilemparkan ke udara berada dekat dengan kepundan.

Untuk magma dengan erupsi preatomagmatik, dimana terjadi interaksi antara air

dengan magma yang cukup banyak, endapan piroklastik disekitar kepundan bisa

mencapai lebih dari 100 m. Pada gunung api strato endapannya biasanya tipis,

bisa lebih kecil dari 5 cm atau lebih kecil dari 5 m. Struktur sedimen

memperlihatkan pengarahan bentuk perlapisan dan bentuk dune. Disekitar

kepundan sangat sulit membedakan endapan surge perlapisan planar dengan

perlapisan akibat jatuhan piroklastik . Endapan surge biasanya terpotong dengan

sudut rendah, kadang – kadang menunjukan kondisi yang basah dan lengket saat

diendapkan. Penggumpalan lapili menjadi nodule – nodule kecil berukuran

kurang dari 2 cm umum dijumpai.

Ground surge

Memperlihatkan perlapisan dengan arah tertentu dan ketebalannya kurang

dari 1 m, biasanya merupakan dasar dari aliran piroklastik. Endapannya terdiri

dari abu gunung api, fragmen vesikuler, batuan dan kristal. Terdapat juga kayu

yang terbakar dan bekas saluran/pipa gas.

53

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Ash Cloud Surge

Endapan ini terletak diatas jatuhan piroklastik dengan ketebalan kurang

dari 1m, bentuk lapisan terpancung, kadang – kadang terpisah ebagai lensa.

Ukuran butir tergantung dari komposisi lava aliran piroklastik. Seperti halnya

ground surge teramati juga adanya bekas saluran/pipa gas.

Gambar 3.3 (1) Hubungan geometris tiga tipe utama endapan piroklastik terhadap topografi,

(2) karekteristik besar butir dari tiga tiputama endapan piroklastik (3) penampang –

Penampang yang diidealisasikan dari endapan (a) endapan block and ash-flow,

(b) endapan scoria flow, (c) endapan ignimbrite atau pumice – flow.

(RAF Cas & JV Wright, 1980)

54

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

3.5 LAHAR

Di Indonesia, breksi gunungapi diangkut oleh air dikenal sebagai lahar

(Bemmelen, 1949), yang artinya sama dengan aliran rombakan gunungapi ( Vulcanic

debris flow ) atau massa campuran rombakan bahan gunungapi dan air yang mengalir.

Lahar umumnya berserikat dengan gunungapi yang berlapis yang berkomposisi andesitan

hingga dasit. Sehingga mempunyai penyebaran tertentu saja yaitu didaerah gunungapi

berlapis seperti Indonesia, jalur gunungapi cascade ( Amerika barat ), Jepang New

Zealand. Tetapi meskipun demikian dijumpai juga lahar yang berserikat dengan

gunungapi berlapis yang berkomposisi lain, sebagai mana halnya di Vesuvius ( Italia )

dan Hekla ( Iceland ). Dalam skala kecil, lahar juga dihasilkan oleh letusan

Freomagmatik yang mempunyai berbagai macam komposisi kimiawi.

Meskipun pembentukan lahar umumnya berkaitan dengan letusan gunungapi,

diketahui pula adanya lahar yang pembentukannya hampir mirip dengan aliran bahan

rombakan non gunungapi (non Vulkanic debris Flow). Dan antara lahar dengan endapan

aliran piroklastika memang sangat sulit dibedakan, sebab keduanya mempunyai ciri

umum yang sama. Sedang perbedaan antara lahar dengan endapan sungai vulkaniklastik

terdapat pada kandungan batuan, sifat fisik dan pemilahannya, di mana lahar umumnya

mempunyai kandungan lempung melimpah. Lahar jarang sekali membentuk perlapisan

dalam (internal layering) dan pengkanalan. Endapan akan melimpah keluar lembah,

mempunyai ketebalan besar dan endapan lahar mempunyai bentuk permukaan datar.

Endapan lahar juga jarang sekali memperlihatkan sifat mengerosi batuan dasarnya. Sifat

khas lainnya dari endapan lahar, sehingga dapat digunakan sebagai dasar pembedaan

dengan endapan berbutir kasar lainnya, selain bongkah-bongkah batuan yang melimpah

dan pemilahan yang buruk adalah sering dijumpainya kayu pada endapan tersebut.

Kehadiran batuapung yang melimpah juga dapat digunakan untuk membedakan lahar

dengan aliran piroklastika yang tak terlaksanakan, tetapi lahar yang berasal dari aliran

piroklastika panas (hot pyroclastic flow) yang masuk ke dalam sungai sehingga terjadi

percampuran dengan air, akan menyebabkan sulitnya pembedaan. Namun, butiran di

dalam lahar umumnya akan memperlihatkan arah medan magnit secara acak (Aramaki &

Akimoto, 1957; Crandell, 1971; Crandell & Mullineaux, 1973; Hoblitt & Kellogg, 1979).

Tergantung dari asalnya, endapan lahar dapat tersusun dari butiran batuan sejenis maupun

55

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

tak sejenis. Lahar yang mempunyai batuan sejenis berasal dari letusan langsung

gunungapi; sedang apabila batuannya tak sejenis diduga lahar tersebut berasal dari

peruntuhan dinding kawah atau pelongsoran bahan rombakan gunungapi pada lereng

gunung api yang curam yang telah terjenuhi oleh air hujan.

SATUAN BATUAN CIRI KETERANGANAliran Piroklastik

Ignimbrites, Aliran Debu

Endapan Jatuhan Debu

Mirip dengan endapan avalanche, dibedakan dengan kehalusan dan bongkah yang tersebar. Terbatas pada lereng dan topografi rendah, bentuk lobote

Semburan gas panas, campuran bongkah, lapili, batuapung, banyak endapan debu berlapis. Berasal dari pusat gunungapi, kerucut parasiter, atau rekahan. Dapat diremas samapai sangat keras, kompak, massif. Perlapisan dihasilkan oleh perbedaan pengelasan dan zona kristalin. Permukaan halus, tertutup debu dan batuapung. Terbatas pada daerah topografi rendah.

Tutupan debu, berasal dari kawah atau kerucut parasit, dapat diremas, terkompaksi oleh penimbunan dan sementasi. Berlapis berdasarkan ukuran fragmen, komposisi, warna, dan volume erupsi yang dikeluarkan. Permukaan halus menutupi topografi

Distal, proksimal; 1 s/d 1000 km ², tebal 10 s/d 200 m

Distal, Proksimal; 100s/d 100000 km², tebal 10 s/d 100 m

Distal, proksimal, pusat ; basaltic cinder pusat 1-1000 km², 1000-1000000 km², tebal 0.1 s/d 10 m

Aliran Lava- Pahoehoe basalt

- Pahoehoe lava (basalt, andesit)

- Aa lava

- Bongkah lava

Lava cair dalam volume besar keluar dengan kecepatan yang tinggi dari rekahan sepanjang 0,5-10 km, menempati topografi yang rendah.

Volume lava cair lebih sedikit di banding pahoehoe basalt, keluar dari rekahan atau pusat erupsi.

Cairan lava dalam jumlah sedikit, umumnya keluar dari pusat erupsi atau rekahan. Perlapisan larutan teramati.

Volume lava sedikit, keluar dari pusat membentuk pola lobate pada kemiringan lereng. Permukaan tidak teratur, rekahan memanjang. Perlapisan

Distal; 100 s/d 100.000 km², tebal antara < 10 s/d 100 m

Distal, proksimal; 1 s/d 1000 km², tebal < 10 m

Proksimal; 1 s/d 100 km², tebal < 10 m

Pusat; 1 s/d 10 km², tebal 10 m s/d 100m

56

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Endapan Subaqueous

Lahar

Endapan Debris Avalanche

larutan teramati dengan jelas.

Terendapkan didalam air, membentuk lava bantal/mahkota atau endapan tuya.

Diendapkan secara fluvial, batuan tufaan, batuapung, breksi dan konglomerat kaya dengan fragmen batuan. Berasal dari pusat gunungapi atau lereng gunungapi, terkompaksi dengan baik, massif, berlapis buruk. Terbatas pada daerah topografi rendah, umum dijumpai struktur aliran fluvial disepanjang sisi dan ujung-ujungnya.

Semburan gas panas, campuran bongkah, lapili, batuapung, debu. Berasal dari pusat gunungapi, kawah atau kerucut parasit. Dapat diremas, kompaksi sedang, terlihat masif. Berlapis tidak menerus dengan batuapung batuan atau lensa debu volk. Permukaan irregular, paralel flute cast. Terbatas pada lereng gunungapi dan tekuk lereng/dasar gunungapi.

Pusat; 1 s/d 100 km², tebal 10 m s/d 50 m

Distal, proksimal; 1 s/d 1000 km², tebal 10-100 m

Pusat; 1 s/d 100 km², tebal 10 m s/d 50 m

Tabel 4.1 Satuan Batuan Untuk Volkanostratigrafi

3.6 TIPE ERUPSI

Tipe erupsi suatu gunung api bisa terdiri dari lebih 1 macam, karena erupsi magmatik

bisa berlangsung dalam beberapa jam, hari, minggu bahkan ada juga yang berlangsung

dalam orde tahunan. Beberapa tipe erupsi yang dikenal akan akan dibahas secara singkat

yaitu :

1. Tipe Merapi

Gunungapi ini terletak di Jawa Tengah, kawah tersumbat oleh kubah lava yang

dihasilkan oleh erupsi efusif, sedangkan awan panas berasal dari lava pijar yang

longsor atau langsung dari pusat erupsi. Sifat khusus yang dimiliki oleh tipe Merapi

menurut MT. Zen et.al. (1980), bersifat periodik dan mempunyai siklus tertentu,

gunungapi ini aktif dalam jangka waktu 2 sampai 3 tahun satu kali, bisa berlangsung

sampai dengan 7 tahun dan kemudian istirahat selama 6 sampai dengan 12 tahun.

Terdapat 4 macam erupsi :

57

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Tipe A, magma naik melalui pipa kepundan dan memecahkan kubah yang

lama dan membentuk kubah baru atau lidah lava. Pada fase ini, mulai ada

letusan kecil tidak terlalu berbahaya yang menghasilkan awan panas/nue

ardentes (istilah orang sekitar G. Merapi wedus gembel).

Tipe B, fase ini sangat umum dan dimulai dengan naiknya magma melalui

pipa kepundan dan memecahkan penutup diatasnya dengan letusan-letusan

kecil dan keluarnya lava. Fase utama menghancurkan sebagian puncak

gunungapi. Pada fase akhir, lava membentuk kubah atau lidah yang berasal

dari lava dengan viskositas tinggi. Awan panas bisa mencapai jarak yang jauh

dari pusat erupsi yaitu sekitar 12-14 km.

Tipe C, erupsi dimulai dengan naiknya magma dengan kandungan gas yang

cukup tinggi. Letusan yang terjadi memecahkan penutup di atasnya dan

melepaskan gas yang terkandung, tidak ada aliran lava yang terbentuk.

Biasanya erupsi berlangsung singkat, setelah tekanan gas berkurang, kubah

atau lidah lava terbentuk

Tipe D, merupakan erupsi yang paling berbahaya, tanpa aliran lava puncak

gunungapi dihancurkan, kaldera terbentuk, banyak sekali awan panas/wedus

gembel.

2. Tipe Pele

Terletak di Amerika Tengah dan Hindia Barat, tepatnya di kota St. Piere

Karibia. Letusan gunungapi sangat ekstrim, pertama kali dikenal setelah erupsi G.

Pelee tahun 1902 yang menewaskan 29.000 orang, diawali dengan adanya

penguapan fumarol dan jatuhan debu dengan bau sulfur yang menyengat. Erupsi

yang terjadi adalah :

Awan Panas erupsi terarah mendatar disebabkan penghancuran sumbat kawah

bagian bawah

Kubah lava tidak longsor, sehingga menjadi beban yang menahan tekanan gas.

3. Tipe St. Vincent

Terletak di Hindia Barat mempunyai ciri khas, yaitu awan panas menyebar

kesemua arah akibat erupsi letusan, pada umumnya gunungapi dengan tipe erupsi

58

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

St. Vincent memiliki danau kawah. Di Indonesia antara lain : G. Kelud di Jawa

Timur, G. Awu di P. Sangir Besar, G. Kie Besi di P. Makian Maluku Utara. Nama

lain dari tipe ini adalah Surtseyan, istilah ini diambil dari gunungapi Surtsey yang

memiliki kegiatan preato magmatik yang menghasilkan jatuhan piroklastik yang

penyebarannya tidak begitu luas, seperti halnya dalam erupsi yang preato plinian.

Pada tipe ini, erupsi bisa terjadi di danau ataupun di laut.

4. Tipe Preatoplinian

Erupsi yang terjadi pada proses preato magmatik yang diikuti oleh erupsi

lebih besar yang berasal dari magma dengan komposis riolit. Endapannya adalah

lapili berbutir halus, walaupun dekat dengan kepundan sumbernya. Struktur

perlapisan dijumpai, endapan jatuhan piroklastiknya relatif terpilah buruk. Contoh

yang terkenal adalah G. Vesuvius.

5. Tipe Plini/Peret

Awan panasnya sangat berbahaya karena menuju kearah tertentu. Erupsi

menghancurkan sebagian puncak kerucut gunungapi, mirip dengan tipe volcano

tetapi letusannya lebih dasyat. Di Indonesia contohnya adalah G. Krakatau (pada

tahun 1983, menewaskan 36.000 orang) G. Tambora (pada tanuh 1815,

Menewaskan 92.000 orang).

6. Tipe Volkano

Gunungapi volkano terletak di Itali Tengah, tipe volcano merupakan yang

terbanyak di dunia, ciri khasnya adalah hembusan awan panas yang bentuknya

menyerupai jamur, gunungapi ini memiliki pipa kawah terbuka. Intensitas

erupsinya bisa lemah, kuat dan sangat kuat. Pada Fase awalnya mirip dengan tipe

pelee, tetapi ciri khas awan panas dalam tipe erupsi ini, awan berwarna

gelap/hitam akibat kandungan debu yang tinggi. Di Indonesia antara lain G.

Raung dan G. Bromo di Jawa Timur, G. Slamet di Jawa Tengah. G. Lokon di

Minahasa (Sulawesi Utara).

59

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

7. Tipe Stromboli

Terletak di Laut Tengah, Itali, Semburan lava pijar dengan sela waktu 2-

10 detik, letusannya berkekuatan sedang. Fragmen lava dilemparkan bersamaan

dengan awan erupsi. Ciri khas lainnya awan berwarna putih karena sedikit

mengandung debu, berbeda dengan tipe volcano yang gelap dan hitam. Di

Indonesia contohnya antara lain adalah G. Batur di P. Bali, G. Anak Krakatau di

Selat Sunda.

8. Tipe Hawaii

Terletak di sekitar kepulauan Hawaii, membentuk danau lava pijar

kadang-kadang muncrat seperti air mancur (lava Fountein). Kepulauan Hawaii

adalah rangkaian gunungapi uang dibangun oleh ribuan aliran lava yang berasal

dari dasar samudra, dan muncul dipermukaan dengan ketinggian rata-rata sekitar

5 km dari dasar. Daerah yang tertinggi naik sekitar 10 km dari dasarnya. Jarak

antara pusat erupsi sekitar 40 km. Gunungapi di daerah ini terus tumbuh

bersamaan dengan erupsi lava yang terjadi.

9. Tipe Kombinasi

Erupsi terdiri lebih dari satu, misalnya Volkano-Strombali atauVolkano-

Merapi. Di Indonesia contohnya G. Semeru yang pada periode tahun 1958-1968

erupsinya volcano-merapi, tetapi pada periode sesudahnya 1968-1981 dan pada

sampai saat ini erupsi adalah Volkano-Stromboli.

60

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gambar 3. 4 Tipe letusan gunungapi berdasarkan derajad kecairan magma,

tekanan gas, dan kedalaman dapur magma (menurut Escher, 1952).

61

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

BAB IV

PEMANTAUAN GUNUNGAPI

4.1 SEJARAH PEMANTAUAN GUNUNGAPI

Stasiun pengamat kegiatan gunungapi yang pertama didirikan di Gunung Etna dan

Vesivius, Italia ; sekitar permulaan abad 20. Setelah itu baru Jepang dan Hawaii. Pada

1935 di Uni Soviet dibangun sebuah stasiun pengamat pada lereng Gunung Klyucevkaya,

yang merupakan gunung api terbesar di Asia.

Sedang di Indonesia pengamatan gunungapi baru dimulai pada 1920, dimana

tahun – tahun sebelumnya pengamatan hanya ditujukan untuk sekedar mengetahui gejala

peningkatan kegiatan gunungapi tanpa diikuti usaha untuk memperkecil pengaruh negatif

dari letusan gunungapi. Sehingga dapat dimengerti bahwa letusan Gunung Tambora pada

1815 menelan korban begitu banyak hingga 96 ribu orang. Letusan Krakatau pada 1883

sebanyak 36 ribu jiwa dan Gunung Kelud yang meletus pada 1919 sebanyak 5 ribu orang.

Dan sejak 1912 korban letusan gunungapi dapat diperkecil, karena orang mulai

mengamati kegiatan gunungapi sejak dini sehingga bahaya yang ditimbulkannya dapat

dihindari atau diperkecil. Usaha pengamatan tersebut mulai dibantu dengan peralatan

geofisika dan serangkaian penelitian kegunungapian lainnya, sehingga pengamatan lebih

membuahkan hasil nyata.

Peter Francis (1956) pernah menulis cara memantau kegiatan gunungapi secara

umum, yaitu dengan :

1. Mempelajari model letusan gunungapi, yang meliputi aspek kegiatan letusan, sifat

letusan, menerus dan tidaknya kegiatan letusan tersebut dan sebagainya.

2. Meneliti sifat – sifat kemagnetan dan suhu gunungapi.

3. Melakukan pemetaan gunung geologi gunungapi.

4. Memantau setiap denyut gempa gunungapi melalui seismograf.

62

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Dasar pemantauan yang dilakukan adalah asumsi bahwa pada waktu magma naik

ke permukaan akan menyebabkan berbagai akibat, antara lain :

1. Magma mendesak batuan di sekitarnya akan menyebabkan retakan.

Kejadian tersebut akan tercatat sebagai gempa vulkanik.

2. Desakan magma juga akan menyebabkan pembubungan lereng. Gejala ini

tersebut diamati sebagai anomaly deformasi.

3. Desakan magma tersebut dapat pula dapat merubah arah magnet batuan.

Suhu yang meningkat yang dilepaskan oleh magma juga menyebabkan

menurunnya intensitas kemagnetan bumi di gunungapi itu.

4. Desakan magma dapat pula merubah gejala gravitasi di tubuh gunungapi

itu. Gejala tersebut akan sepadan dengan perubahan deformasi. Dengan

pengukuran gaya berat atau gravitasi penyebab perubahan dapat diketahui,

apakan magma, air atau hanya gas.

5. Magma yang menuju permukaan akan mengalami penuruna suhu dan

terjadi proses pembekuan. Preses tersebut akan melepaskan berbagai

macam gas, diantaranya gas CO2, SO2. Gejala ini dapat diamati dengan

peralatan Geokimia.

6. Gas tersebut juga dapat mempengaruhi geolistrik di sekitar kawah. Gejala

ini dapat diamati dengan melakukan pengukuran potensial diri ( self

potensial ).

7. Pelepasan dari massa magma dapat menyebabkab kenaikan suhu solfatara.

8. Proses tersebut juga dapat menyebabkan perubahan pada kenampakan

permukaan ( visual atau audio ).

9. Mungkin pula magma menyebabkan gempa dan meningkatnya suhu tanah

akan menyebabkan perubahan tingkah laku binatang tertentu.

4.2 MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI

Indonesia mempunyai 129 gunung api aktif. Sekitar 10 – 15 gunungapi yang ada

dalam keadaan sangat potensial untuk meletus. Bentuk ancaman dari bencana alam ini

berupa korban jiwa dan kerusakan pemukiman/harta/benda, akibat aliran lava, lemparan

63

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

batu, abu, awan panas, gas – gas beracun dll. Frekuensi letusan gunungapi di Indonesia

tercatat 3 – 5 kali pertahun. Bencana yang ditimbulkan oleh erupsi gunungapi akibat :

Nue ardente, awan panas yang biasanya bersamaan dengan aliran piroklastik,

yang mengalir pada saat erupsi menuju daerah yang lebih rendah dengan

kecepatan sekitar 100 km/jam.

Bongkah dan bom vulkanik, merupakan hasil lemparan material yang menyumbat

lubang kawah, berupa kubah lava dan lemparan bom yang langsung berasal dari

magma pijar.

Hujan abu, partikel halus abu gunung api yang terbawa angin sejauh ratusan km.

Aliran lava, pergerakan lava tergantung dari viskositasnya, di Indonesia umumnya

lava mengalir lambat.

Tsunami, terjadi di laut, contoh letusan G. Krakatau (1883) dan G. Tambora

(1815).

Gas beracun, akumulasi gas beracun, contoh di Dieng, tragedi Sinila.

Batas daerah bahaya dibuat berdasarkan asumsi bahwasannya kegiatan erupsi

gunung yang akan datang akan mirip dengan yang telah tejadi. Data yang sudah ada

dikompilasi dan dianalisa kembali untuk memperkirakan daerah utama yang akan

mengalami kerusakan, sebagai berikut :

Erupsi akan terjadi pada kawah utama

Erupsi yang langsung bergerak secara vertikal

Bentuk morfologi gunungapi tidak banyak berubah

Peta bahaya gunungapi, dibuat dengan tujuan dapat mengurangi korban bencana

gunung api terdiri dari pembuatan peta yang menginformasikan :

Daerah terlarang, daerah dekat kawah yang sama sekali tidak boleh dijadikan

tempat tinggal.

Daerah bahaya I, daerah yang kemungkinan dilewati oleh nue ardante / awan

panas dan bom vulkanik, penduduk di sekitarnya harus segera mengungsi begitu

tanda – tanda kegiatan erupsi muncul.

Daerah bahaya II, terletak di daerah lembah dekat puncak yang kemungkinan

dilewati oleh aliran lahar, yang terdiri dari :

Daerah siaga, berada di lokasi dengan topografi yang tinggi.

64

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Daerah bebas, lokasi ini kemungkinan lolos dari pengaruh aliran lahar.

4.2.1 Peringatan Awal Letusan gunungapi

Beberapa erupsi eksplosif terjadi tanpa adanya tanda khusus, tetapi beberapa

kejadian setelah letusan awal memberikan peringatan khusus. Dalam melaksanakan

pemantauan gunung api, menggunakan beberapa macam teknik pengamatan / pengukuran

sifat fisika dan kimia gunung api. Hasil analisa pemantauan dapat memperkirakan

kemungkinan letusan suatu gunung api. Walaupun demikian, kita tidak sampai dapat

menentukan jam, hari, tanggal gunung api akan meletus. Karena teknologi yang ada

sekarang belum sampai kesana. Hal yang harus diperhatikan adalah :

Erupsi letusan uap, hampir tidak ada peringatan sebelumnya

Erupsi magmatik, melibatkan proses naiknya magma ke permukaan

menyebabkan perubahan permukaan tanah. Adanya anomali aliran panas

serata perubahan suhu dan kimia permukaan tanah dan mata air.

Frekuensi kejadian dan tingkat gempa biasanya meningkat pada saat

erupsi akan terjadi. Erupsi diawali oleh kegiatan fumarol didaerah yang

baru atau daerah kegiatan fumarol yang menjadi lebih luas.

4.2.2 Pemantauan Visual

Warna asap, semakin banyak zat padat maka warnanya menjadi gelap.

Suara gemuruh dari kawah, naiknya tekanan gas dan suhu yang besar

menyebabkan suara yang bergemuruh bersamaan dengan keluarnya gas atau uap

Mengukur suhu kawah jika dimungkinkan, suhu bisa diukur jarak jauh,

dan datanya dikirim melalui transfer data satelit. Suhu akan semakin tinggi jika

kegiatan gunung api menjelang erupsi meningkat.

Perkembangan kubah lava yang ada

Lingkungan di sekitar gunung api (tumbuh – tumbuhan dan hewan)

Pengamatan cuaca, pengamatan cuaca sangat penting dilakukan, terutama

berkaitan dengan kemungkinan terjadinya bahaya longsor. Hujan yang sangat

lebat dan petir bisa menjadi faktor utama yang menyebabkan tumpukan abu

65

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

vulkanik yang terkumpul di puncak lereng gunung api meluncur ke bawah dan

menyapu infrastruktur yang dilewatinya.

66

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gambar 4.1 Pengamatan visual Kubah Lava Gunung Merapi tahun 2006

67

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

4.2.3 Pemantauan Instrumental

Pengamatan Geodinamika

Untuk pengamatan ini diperlukan peralatan geofisika dan geodesi hal yang

dilakukan adalah :

Mengukurnya besarnya deformasi di daerah sekitar kawah gunung api

dengan alat – alat ukur geodesi yang dipasang dekat dengan lubang

kepundan misalnya : tiltmeter, seismograf / microseismometer, GPS,

EDM (electronic distance measurement).

Gambar 4.2 microseismometer Gambar 4.3 EDM (electronic distance measurement)

Gambar 4.4 tiltmeter Gambar 4.5 GPS (Global Positioning Satellites)

68

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Mengukur sifat kemagnetan, bisa dilakukan dengan alat geofisika.

Misalnya : MT (magnetotelurik), LOTEM (long offset EM),

magnetometer. Magma akan berkurang sifat kemagnetannya, jika suhunya

semakin tinggi dan akan hilang sama sekali jika telah berada diatas suhu

Curie (463 – 580 0C untuk granit, untuk hematit 650 – 680 0C). Naiknya

tingkat oksidasi mengurangi tingkat magnetisasi. Perubahan fisik magma

yang dicerminkan oleh suhu dan tekanan diinterpretasikan dari data

pengamatan. Pengukuran lainnya yang mirip dan sangat mendukung untuk

mengetahui suhu adalah dengan menggunakan resistivitymeter. Perbedaan

harga tahanan jenis yang diukur pada waktu yang berbeda merefleksikan

perubahaan suhu.

Mengukur gaya berat, menggunakan alat gravitimeter untuk mengetahui

kondisi bawah permukaan berdasarkan kontras densitas. Magma akan

mudah dikenali karena mempunyai kontras densitas yang besar dengan

batuan disekelilingnya. Misalnya untuk magma yang menembus lapisan

batuan sediment.

Mengukur kegempaan, dengan menggunakan seismometer kita mengamati

gempa yang umumnya dangkal. Pada saat menjelang erupsi yang

eksplosif, aktifitas getaran gempa akan meningkat. Saat magma naik,

umumnya terjadi gempa yang dapat kita deteksi dengan

mikroseismometer.

Gambar 4.6 Pengamatan Geodinamika

69

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Pengamatan Geokimia

Analisa geokimia batuan dan gas suatu gunung api, bertujuan untuk

mengetahui evolusi magma berdasarkan komposisi kimia batuan. Erupsi yang

terjadi biasnya berubah dari eksplosif menjadi efusif yang mengakhiri suatu

periode letusan. Pada saat kegiatan gunung api meningkat perbandingan CO2 +

CO dan H2S semakin besar, pengukuran dilakukan dengan cara spektrometri

ultraviolet, dimana kepekatan gas diketahui berdasarkan jumlah sinar ultraviolet

yang dapat menembusnya. Demikian juga saat kegiatan erupsi meningkat

keluarnya gas CO2, SO2, dan radioaktif menjadi juga semakin tinggi.

Gambar 4.7 Sampling Gas Gunungapi

Pengamatan fotografi inframerah

Apabila magma telah berhasil mencapai permukaan maka akan terjadi

pancaran gelombang inframerah. Dengan menggunakan film tertentu pancaran

tersebut dapat direkam dari ketinggian baik oleh pesawat terbang maupun satelit.

Cara ini sangat tepat unutk memantau perkembangan kegiatan gunung api tipe

vulcano yang senantiasa merusak, dimana tidak terdapat petunjuk bahaya yang

mengancam karena peletusan melainkan kenaikan suhu saja.

Pengamatan satelit

Pada saat ini pemantauan yang lebih cangih dengan menggunakan satelit

telah dilakukan seperti G. Merapi (Jawa Tengah), G. Lokon (Sulawesi Utara), G.

Semeru (Jawa Timur).

70

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

4.2.4 Bahaya Letusan Gunungapi

Produk suatu erupsi atau letusan magmatik bervariasi, sangat tergantung pada

tingkat viskositas magmanya. Produk tersebut dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Letusan Efusif, terjadi pada gunungapi yang viskositasnya magma rendah.

Hasil letusan berupa lelehan lava.

2. Letusan Eksplosif, terjadi pada gunungapi yang berviskositas magma tinggi.

Hasil letusan berupa aliran piroklastik dan tefra.

3. Letusan Campuran, terjadi pada gunungapi yang viskositasnya magma

menengah. Hasil letusan berupa lelehan lava, tefra, kadang-kadang disertai

aliran piroklastik.

Bahaya letusan gunungapi adalah bahaya lingkungan, yang dapat dibedakan

menjadi 3 macam, yaitu bahaya primer, bahaya sekunder dan bahaya tidak langsung.

1. Bahaya primer, disebabkan oleh aliran lava, aliran piroklastik atau awan panas,

rempah jatuh ( dari bom sampai abu gunungapi ), lahar letusan dan gas. Bahaya

yang terjadi selama letusan gunungapi masih berlangsung. Daerah yang teramcam

disekitar gunungapi atau sektor tertentu saja, yang dicapai oleh jatuhan bahan

letusan dan semburan aliran piroklastik. Jarak sangat terbatas.

2. Bahaya sekunder, disebabkan olen aliran lahar hujan. Ancaman bahaya tedak

terbatas waktunya, dapat berlangsung bertahun-tahun bahkan puluhan tahun.,

selama endapan bahan letusan masih dapat tererosi oleh air hujan. Padahal

letusannya mungkin hanya berlangsung selam beberapa hari saja. Daerah yang

terancam hanya disepanjang sungai yang hulunya dilerenga atas gunungapi tetapi

dapat mencapai puluhan kilometer jauhnya dari gunungapi itu.

3. Bahaya tidak langsung, merupakan bencana susulan akibat adanya bahaya primer

maupun bahaya sekunder. Bahaya sekunder berupa semburan abu dapat

menyebabkan pencemaran, gangguan kesehatan penduduk, lalu lintas udara

khususnya serta udara dan iklim. Bahaya sekunder dapat menyebabkan bencana

susulan berupa banjir atau akibat lainnya.

71

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

4.2.5 Usaha Penanggulangan

Usaha penanggulangan akibat bahaya gunungapi ( bahaya primer ) adalah :

Menentukan kapan letusan terjadi. Meramalkan dengan tepat dan pasti kapan

gunungapi akan meletus, suatu hal yang mustahil. Karena banyak factor yang

tidak diketahui, bahkan sulit diketahui. Usaha yang dilakukan adalah melakukan

pendekatan dari berbagai disiplin ilmu untuk mengetahui tingkat kegiatan suatu

gunungapi. Caranya yaitu dengan melakukan pengamatan berbagai gejala yang

ada hubungannya dengan magma. Dari pendekatan tersebut diharapkan dapat

diketahui kapan gunungapi dalam keadaan kritis dan kapan mulai mereda. Usaha

yang lain adalah menduga daerah yang aman, waspada dan daerah yang sangat

bahaya bila letusan terjadi.

Usaha yang tidak kurang pentingnya (sekunder) adalah melakukan

penyuluhan kepada penduduk disekitar gunungapi, agar mereka sadar akan

bahaya yang mungkin terjadi dan usaha untuk menghindari akan bahaya sekunder

atau bahaya susulan.

Usaha penanggulangan akibat bahaya sekunder yaitu :

Menyingkir dari daerah bahaya yang mungkin terancam bahaya.

Usaha memperkecil bencana yang disebabkan oleh aliran lahar juga dilakukan

dengan membangun :

Bronjong, merupakan untaian kawat berisi batu dan pasir dalam kantong,

terutama ditujukan untuk membelokkan arah aliran lahar supaya jangan

menyeleweng dan menghancurkan pemukiman penduduk yang ada di sepanjang

jalur sungai.

Terowongan, adalah salah satu cara untuk mengaasi tipe gunung api yang

mempunyai danau kawah. Pada puncaknya diusahakan beragam cara untuk

mengeringkannya. Usaha tersebut lebih menekankan pada cara menghadapi

bahaya lahar letusan dari gunung api tersebut.

Contoh pada G. Kelut (Jawa Timur). Pengerjaan pengeringan air pada danau

kawah dilakukan dengan sistem penerowongan dan sifon (1919 – 1926). Pada

akhir penyifonan isi air 1,8 juta m3. Pada 1875, 78 juta m3 dan dimuntahkan

sekitar 40 juta m3 air. Pada 1919, 38,5 juta m3. Penyempurnaan terowongan

72

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

diselesaikan tahun 1966 (terowongan Ampera) dengan volume air sekitar 4,3 juta

m3.

Sabo, merupakan bangunan sipil yang dibangun melintang aliran sungai,

berfungsi untuk menahan material lahar yang terdiri dari berbagai ukuran batuan

agar jangan terangkut lebih jauh lagi. Apabila check-dam dan sabo-dam sudah

tidak mampu lagi menampung material lahar bahan – bahan tersebut akan

melimpah ke daerah hilir yang disinipun akan tertahan oleh bangunan sejenis. Jadi

bangunan sipil tersebut umumnya dibuat bertingkatdari hulu hingga nilir sungai

terutama didaerah aliran sungai yang berdekatan dengan pemukiman penduduk.

Di G. Merapi (Tawa Tengah) di bangun pada daerah K. Putih.

Kantong lahar, merupakan daerah yang sengaja dikorbankan untuk memperkecil

kekuatan aliran lahar. Contohnya daerah Salam (Jawa Tengah) G. Merapi.

Menduga intensitas aliran lahar yang mungkin terjadi ditiap sungai dan

menentukan daerah yang mungkin dilanda aliran lahar.

Usaha penanggulangan bahaya letusan gunungapi yang dilakukan selam ini

tampak memberikan hasil yang baik. Sebagai bukti dapat dilihat pada tabel 4.1 dan

4.2 korban akibat letusan makin berkurang dengan efektifnya sistem pengamatan

gunungapi.

SEBELUM ADA PENGAMATAN SESUDAH ADA PENGAMATAN

Gunungapi Tahun Korban Gunungapi Tahun Korban

Papandayan 1772 2.951 Kelud 1951 7

Tambora 1815 92.000 Merapi 1954 4

Galunggung 1822 4.000 Merapi 1961 6

Krakatua 1883 36.000 Kelud 1966 210

Kelud 1901 Banyak Merapi 1969 3

Kelud 1901 5.160 Sinila 1979 149

Merapi 1930 1.369 Agung 1963 1.148

Tabel 4. 1 Korban akibat letusan gunungapi yang diketahui di Indonesia.

73

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

GUNUNGAPI TAHUN PENGUNGSI KORBAN

Gamalama 1980 52.555 -

1990 1.092 -

Gamkonora 1981 2.000 -

Galunggung 1982 / 83 72.000 -

Colo 1983 7.000 -

Merapi 1984 680 -

Karangetang 1984 3.000 -

Sangeangapi 1985 1.295 -

Banda Api 1988 1.600 4

Makian 1988 12.932 -

Kelud 1990 19.855 35

Tabel 4. 2 Usaha pengamatan penduduk dari bahaya letusan gunungapi tahun 1980 - 1990.

4.3 PETA DAERAH BAHAYA GUNUNGAPI

Salah satu usaha untuk memperkecil bahaya letusan, korban serta kerugian yang

diakibatkan oleh kegiatan gunungapi adalah dengan membuat peta daerah bahaya

gunungapi. Hanya saat ini, semua gunungapi aktif di Indonesia telah dilengkapi dengan

peta daerah bahaya, dimana peta tersebut dapat dijadikan pedoman sementara bagi

pemerintah daerah setempat untuk mengungsikan penduduk yang terancam bahaya

kedaerah yang lebih aman.

Penyusun peta daerah bahaya gunungapi dilakukan dengan cara :

1. Melakukan pemetaan dan pengamatan morfologi gunungapi terutama bagiab

puncak.

2. Mengumpul data-data berupa sejarah gunungapi yang bersangkutan, sifat letusan

termasuk bahan yang dihasilkan ( piroklastik, lava dan awan panas ) dan akibat

kegiatan tersebut terhadap daerah sekitar.

Didalam peta daerah bahaya gunungapi terdapat unsur - unsur peta seperti :

1. Daerah terlarang, yaitu daerah yang langsung tertimpa bencana apabila terjadi

letusan.

74

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

2. Daerah bahaya, yaitu daerah disekitar gunungapi yang mungkin masih dicapai

oleh jatuhan bahan lepas seperti bom, lapilli dan sebagainya.

3. Daerah waspada, yaitu daerah yang senantiasa siap dikosongkan apabila tiba-tiba

terjadi letusan.

Sebagai contoh adalah gunung Merapi ( yogyakarta ) yang merupakan gunungapi

tipe berlapis dengan kubah lava. Beberapa kawah dari gunungapi ini dikenal sebagai

kawah Pasarbubar, Pusung London, kawah 48 dan 56. gunungapi yang sangat aktif ini

terletak pada titik potong antara dua rekahan regional, yaitu rekahan transversal yang

memisahkan jawa tengah dengan jawa timur dan rekahan longitudinal yang melewati

pulau jawa (menurut Neumann van Padang, 1951 ). Pada juli 1883 hingga November

1884, lava kental yang naik hingga mencapai permukaan membentuk kubah lava, yang

dikenal denga kubah lava timur. Letusan 1888 menghancurkan sebagian kubah dan pada

tahun 1911 terbentuk kubah lava barat yang menjulang hingga 2.963 meter diatas

permukaan air laut.

Desember 1930 sebuah letusan besar menghancurkan kubah lava tersebut, sebagian

hancur kareka letusan tersebut dan sebagian lagi runtuh karena pembentukan kawah

dibagian puncak. Letusan yang menghancurkan kubah membentuk awan panas yang

bergerak sepanjang lereng dan menghancurkan hingga jarak 3-13 km. Di gunung merapi

ada dua jenis awan panas, yaitu awan panas yang terbentuk akibat guguran kubah lava

atau menurut peristilahan Lacroix sebagai awan panas guguran dan yang kedua awan

panas yang disebabkan oleh letugan gunungapi atau awan panas tipe St.Vincent menurut

Escher, atau awan panas gunungapai menurut Lacroix.

Tubuh awan panas yang meluncur kearah bawah sepanjang jurang atau lereng

bagian bawahnya mengandung guguran berbentuk pijar ( ladu ), sedangkan pada bagian

atasnya merupakan awan gas panas yang bercampur dengan abu halus. Dan karena

letusan tersebut menggerakan lereng dan puncak gunungapai, maka hujan lebat akan

menghanyutkan abu dan bahan lepas lainnya yang bertumpuk dilereng, membentuk aliran

lahar hujan yang meluap dari sungai yang ada. Bencna yang ditimbulkan oleh lahar hujan

ini dikelompokan dalam bahaya sekunder gunung merapi.

75

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Peta daerah bahaya gunung Merapi pertama kala disusun oleh Stehn ( 1935 ),

kemudian disempurnakan oleh Suryo ( 1956 ). Suryo membagi daerah bahaya tersebut

menjadi :

1. Daerah Terlarang, yaitu daerah yang tertutup dan kemungkinan besar dilanda oleh

awan panas.

2. Daerah Bahaya 1, merupakan daerah yang dipengaruhi oleh nahaya primer

( letusan ).

3. Daerah Bahaya 2, merupakan daerah yang dipengaruhi oleh bahaya sekunder

Selelah gunung merapi 1961, 1967, 1968, dan 1969 merubah sebagian besar

topografi daerah bahaya 2, Reksoprawiro (1972 ) menyempurnakan kembali peta daerah

bahaya tersebut.

76

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Gambar 4.1 Peta daerah bahaya G. Merapi Jawa Tengah

(menurut K. Koesoemadinata, 1979)

77

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

4.4 TINGKAT ATAU DERAJAT BAHAYA GUNUNGAPI

Dibawah ini merupakan alternatif lain untuk penilain derajad bahaya gunungapi di

Indonesia, dikemukakan oleh J Matahelumuan ( 1980 ). Didasarkan pada sifat erupsi

yang sering terjadi, tipe erupsi, daur kegiatan, kelas gunungapi aktif dan jumlah

penduduk yang bermukim didaerah sekitar gunungapi. Penggolongan yang selama ini

dilakukan berdasarkan sejarah letusannya, yang dibagi dalam 3 tipe, yaitu tipe A, B dan

C. Tipe A adalah gunungapi yang sekurang-kurangnya telah meletus sekali sejak tahun

1600 M. Tipe B adalah gunungapi yang sejak tahun 1600 M belum meletus, namun

menunjukan gejala kegiatannya, antara lain solfatara. Tipe C adalah gunungapi yang

tidak termasuk tipe A dan B, namun masih menunjukan gejala kegiatannya berupa

lapangan fumarola atau solfatara. Gampangnya gunungapi tipe C adalah gunungapi tipe

B yang sudah tidak memiliki kerucut sebagaimana lazimnya gunungapi.

N

o

TOLAK UKUR NILAI

1

.

Sifat erupsi yang sering terjadi a. Magmatik

b. Preatik

c. Tidak jelas diketahui

100

75

50

2

.

Tipe erupsi yang sering terjadi a. Tipe Plini

b. Tipe St.Vincent

c. Tipe Vulkano kuat atau

dahsyat

d. Tipe Merapi

e. Tipe Strombolin

f. Tipe Vulkano lemah

g. Tidak diketahui

100

90

80

70

60

50

40

3

.

Daur kegiatan a. lebih dari 100 tahun

b. 50 – 99 tahun

c. 20 – 49 tahun

d. 10 – 19 tahun

e. 5 – 9 tahun

100

90

80

70

60

78

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

f. 1 – 4 tahun

g. Tidak jelas diketahui

50

40

4

.

Kelas gunungapi aktif a. Kelas A

b. Kelas B

c. Kelas C

100

75

50

5

.

Jumlah penduduk yang bermukim a. Daerah Terlarang

- Lebih dari 10.000 orang

- 1000 – 9999 orang

- kurang dari 1000 orang

b. Daerah Bahaya 1

- Lebih dari 10.000 orang

- 1000 – 9999 orang

- kurang dari 1000 orang

c. Daerah Bahaya 2

- Lebih dari 10.000 orang

- 1000 – 9999 orang

- kurang dari 1000 orang

100

75

50

75

50

25

50

35

20

Tabel 4. 3 Penilaian derajat bahaya gunungapi

Penentuan derajat bahaya gunungapi ( DB ) dilakukan dengan menggunakan tabel

4. 4 yang sebelumnya menggunakan rumus :

Derajat Bahaya = Jumlah nilai dari tolak ukur --------------------------------- X 100 625

NILAI DERAJAT BAHAYA DERAJAT / TINGKAT BAHAYA ( DB )

75 – 100 Sangat rawan

50 – 74 Rawan

< 50 Cukup rawan

Tabel 4. 4 Tingkat derajat bahaya gunungapi berdasarkan nilai tolak ukur

79

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Sebagai contoh, perhitungan tingkat / derajat bahaya gunung Lokon – Empung,

bersifat erupsi yang sering terjadi bernilai 100, tipe erupsi bernilai 65, daur kegiatan

bernilai 60, kelas gunungapi bernilai 100, jumlah penduduk yang bermukim bernilai 125.

Tolal nilai berdasarkan tolak ukur adalah 450, sehingga nilai derajatbahaya adalah :

450 DB = ----- X 100 = 72 625

Maka berdasarkan tabel 4.4 Gunung Lokon – Empung termasuk gunungapi rawan.

Sebagai contoh lain, perhitungan tingkat / derajat bahaya Gunung Kelud – Jawa

Timur, sifat erupsi yang sering terjadi bernilai 100, tipe erupsi ( St.Vincent ) bernilai 90,

daur kegiatan ( 20 - 49 tahun ) bernilai 80, kelas gunungapi ( Aktif ) bernilai 100, jumlah

penduduk yang bermukim bernilai 125. Total nilai berdasarkan tolak ukur adalah 495,

sehingga nilai derajat bahaya adalah :

495 DB = ----- X 100 = 79,2 625

Maka berdasarkan tabel 4.4 Gunung Kelud termasuk gunungapi sangat rawan.

80

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

BAB V

SABO

5.1 PENGERTIAN SABO

Sabo dam adalah bangunan teknik (dam) yang didirikan di daerah hulu sungai

pada sungai-sungai yang terdapat di daerah pegunungan.Fungsi utama sabo adalah untuk

menampung material sedimen serta menekan jumlah dan aliran dari sedimen

tersebut.Bangunan ini didirikan pada tengah lembah sebagai sarana penahan secara

langsug dari debris flow hasil vulkanisme. Debris flow yang di maksud disini adalah

sedimen yang berasal dari material vulkanik (volcanic ash), dimana material vulkanik

yang masih lepas setelah terjadi erupsi terkena air hujan akan bergerak menuruni lereng,

selama pergerakannya debris flow dapat juga membawa massa batuan yang berukuran

sangat besar. Volcanic Mudflow adalah material vulkanik yang terbentuk bersamaan

dengan erupsi gunungapi, sedangkan Debris Flow diakibatkan oleh air hujan, atau bisa

juga dikatakan bahwa debris flow adalah mudflow skunder (lahar)

Macam – macam SABO :

1. SABO penyearah 3. SABO penahan

2. SABO penyaring 4. SABO penampung

Sabo dirancang mempunyai celah atau lubang karena sangat efektif untuk

menahan lahar karena dalam kondisi dibawah normal biasanya lahar mempunyai

kapasitas material berukuran pasir yang sangat besar.

Gambar 5. 1 SABO

81

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Vulkanologi

Fungsi sabo yang mempunyai lubang atau celah :

1. Meloloskan sedimen dengan volume yang menurun ke arah hilir

2. Menahan sedimen yang volumenya besar sehingga dalam sementara waktu dapat

mencegah bahaya pada daerah hilir

Bahaya gunungapi dapat menyebar sangat luas mengakibatkan kerugian berupa

harta benda bahkan jiwa. Sebagai pencegah utama, maka kita perlu mengetahui usaha-

usaha pencegahan terhadap bencana gunungapi baik yang berupa struktural atau non-

struktural. Secara struktural yaitu sengan membangun sabo, bungker dan lain-lain,

sedangkan yang non-struktural yaitu seperti memberi peringatan bila terjadi erupsi

gunungapi dan sistem evakuasi yang benar.

5.2. RUMUS SABO (SABO Kali Boyong)

Pada acara SABO ini menggunakan acuan SABO kali Boyong. Dimana luas

SABO memakai rumus bidang datar.

Rumus volume piroklastik :

Vpa = panjang sungai x lebar sungai x tebalpa

Vpj = luas DAS x tebalpj

Vair = luas DAS x tinggi curah hujan (mm/s)

Vsabo = luas SABO x panjang sungai

Setelah didapatkan Volume SABO kemudian mencari nila C (konstanta), dimana :

Vpa + Vpj + Vair

C =

Vsabo

C > 1, bahaya ; C < 1, aman

Keterangan :

Vpa : Volume piroklastik aliran

Vpj : Volume piroklastik jatuhan

Vair : Volume air

82