1
RADAR JOGJA KAMIS 2 JANUARI TAHUN 2020 HALAMAN 6 WARTA BUDAYA DINAS KEBUDAYAAN D.I.YOGYAKARTA Keistimewaan Yogyakarta merupakan sesuai yang istimewa bagi masyarakat dalam melestarikan budaya yang terkait erat dengan peradaban. Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta bertekad memfasilitasi pembinaan pelaku budaya hingga tingkat desa. KEHADIRAN 56 desa budaya di Jogjakarta mengindikasikan bahwa Keistimewaan Jog- jakarta bukan hanya ada di tingkat satu atau provinsi. Keistimewaan Jogjakarta sudah me- rambah hingga kabupaten dan kota. Bahkan, sampai ke tingkat desa dan padukuhan. Hal tersebut disampaikan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X di depan ratusan peserta yang menghadiri acara Dialog Budaya di Desa Budaya Sinduharjo, Ngaglik, Sleman, pada Jumat (27/12). ”Lha kalau enggak (sam- pai tingkat bawah) kan ndak bisa membawa manfaat untuk seluruh warga masyarakat,” tegas pejabat yang biasa disapa Ngarso Dalem tersebut. Dalam kesempatan itu dilakukan penyerahan gamelan, pakaian perawit, dan alat musik untuk desa budaya Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat itu mengatakan, penyerahan gamelan ini meru- pakan kali pertama dilakukan oleh pemerintah daerah. Dia ingin agar setelah peralatan di- terima oleh desa budaya langsung diikuti de- ngan langkah pembinaan untuk masyarakat. Sultan menyebut ada dua aspek penting. Pertama, yakni pelatihan. Masyarakat, kata dia, jika mengalami kesulitan dalam melatih bisa mengajukan permintaan untuk mem- peroleh guru pembimbing. Itu mencakup guru untuk mengajari menari, bermain gamelan, atau tatah sungging atau jenis kesenian lain. ”Kalau ada desa yang susah untuk mencari guru, komunikasikan saja sama tingkat satu (Pemerintah Provinsi DIY),” ujarnya. Sultan memastikan, Pemprov DIY siap untuk menyalurkan guru seni ke daerah. Sebab, Pem- prov DIY memiliki akademi komunitas yang setiap tahun meluluskan orang-orang yang bergelut di dunia seni. Baik itu tari, rupa, mu- sik ataupun pertunjukan. ”Bagi yang mengajar, nanti akan kami beri honorarium,” jelasnya. Permintaan untuk mendatangkan guru untuk melatih harus berasal dari desa. Sebab, jika tidak ada permintaan berarti di daerah terse- but sudah bisa berlatih secara mandiri. ”Yang lebih tahu desa. Jadi, saya mohon para kepala desa ataupun pendamping budaya jangan merasa kami tahu semua. Enggak. Yang tahu kebutuhan yang ada di desa,” tegasnya. Aspek kedua yakni pembinaan untuk masya- rakat desa. Sultan meminta jika ada kelompok seni di desa ingin mengadakan pagelaran ta- ri agar meminta agar desa bisa memfasilitasi. Sultan tidak ingin jika nantinya desa men- dapatkan Dana Keistimewaan (Danais) justru digunakan untuk nanggap seniman dari luar. Lha nanggap kan bukan pembinaan. Ya ming ngenteke duit (cuma menghabiskan uang). Masyarakate ming nonton (masyarakat cuma nonton),” ujarnya. Sultan berharap warga tidak melulu mengun- dang seniman dari luar untuk pentas. Justru, warga sendiri yang bisa menampilkan per- tunjukan. Sebab, Dana Keistimewaan juga bisa digunakan untuk memberikan honor kepada masyarakat yang tampil. Sultan mengingatkan agar prinsip pembagi- an honor disesuaikan. Contohnya, besaran honor untuk perawit yang baru berkpirah sa- tu tahun dengan perawit yang sudah berkiprah selama sepuluh tahun harus berbeda. Peme- rintah, lanjutnya, ingin memberikan apresia- si bagi para seniman yang memang hidup dari dunia seni itu sendiri. ”Pilihan bisa menari, lalu menjadi profesi seseorang untuk bisa hidup layak. Ya, yang bisa menghargai siapa kalau bukan kita, pe- merintah,” ungkapnya. Dia mengingatkan pentingnya rasa adil. Meng- ingat hal ini merupakan pembinaan. Oleh karenanya, dia ingin agar semua men- dapat kesempatan yang sama. Sehingga ke- pala desa bisa mengatur antara seniman yang sudah dikenal dan belum dikenal. ”Yang belum dikenal, ya diberikan ruang karena ini pem- binaan,” pintanya. Kendati Dana Keistimewaan diminta untuk digunakan pada pembinaan, Sultan mengata- kan, bukan berarti masyarakat tidak boleh membuat pagelaran dengan mengundang se- niman dari luar. Namun, dia ingin agar seniman yang berada di daerah yang menjadi prioritas. ”Bukan berarti nanggap tidak boleh. Karena setelah dibina nanti kan ditanggap, dalam arti dikasih upah,” terangnya. Lebih lanjut, Sultan mengingatkan kembali arti penting kebudayaan. Bagaimana bicara budaya tidak sekadar pengertian budaya meru- pakan upacara tradisi atau tari. ”Tidak. Yang dimaksud budaya itu identik dengan perada- ban. Berarti ada tata krama, etika,” tegasnya. Sultan berharap, dengan kegiatan ini dapat memberikan pencerahan terkait budaya yang hakikatnya berbicara peradaban. Hal ini agar sungguh-sungguh dapat dijaga. ”Karena pera- daban ini masih kental, masih dipahami seluruh warga masyarakat,” tandasnya. (har/amd/fj) Dialog Budaya Bersama Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X Memberi Manfaat untuk Seluruh Warga JAUH HARI WAWAN SETIAWAN/RADAR JOGJA SANG PEMBINA: Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X bersama peserta Dialog Budaya di Desa Budaya Sinduharjo, Ngaglik, Sleman, pada Jumat (27/12). Usul Bantuan Lembaga Desa Budaya Terpisah dari APBDes ADA beberapa masukan dan usulan dalam bersama peserta Dialog Budaya di Desa Budaya Sinduharjo, Ngaglik, Sleman, pada Jumat (27/12). Salah satunya masukan dariperwaklan Desa Budaya Girisekar, Panggang, Gunungkidul. Ketua Desa Budaya Girisekar Nana Wasana mengatakan, desa budaya memiliki beban berat. Sayangnya, lembaga desa budaya tidak memiliki hak sepenuhnya untuk mengelola keuangan. Sebab, dana untuk desa budaya sudah masuk dalam anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes). ”Usul saya, kalau bisa, lembaga desa budaya diberikan bantuan tersendiri yang terpisah dengan APBDes,” pinta Nana. Dia mencontohkan, antusiasme masyarakat untuk belajar gamelan di daerahnya sangat tinggi. Apalagi, setelah mendapatkan bantuan seperangkat alat gamelan dari Pemerintah Provinsi DIY. Masyarakat yang ingin belajar gamelan semakin banyak. Namun, tenaga pengajar yang dimiliki tidak sebanding. Tenaga pengajar yang tersedia ha- nya para perawit senior. ”Terus terang saja kami kekurangan tenaga pengajar,” ujarnya. Tidak bisa diaksesnya keuangan secara lang- sung membuatnya kesulitan untuk menambah tenaga pengajar. ”Dengan dipisah, barang kali penggunaan anggarannya bisa di dinas kebudayaan kabupaten sehingga kami bisa memberikan insentif untuk pelatih,” bebernya. Usulan itu ditanggapi langsung oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X. Dia ber- pendapat jika nantinya antara lembaga budaya dengan desa dipisahkan makan harus diko- ordinasikan dengan Pani Radya Kundha Ka- budayan. ”Yang penting, sekarang itu kami baru fokus agar anggaran danais itu bisa ma- suk di APBD kabupaten,” ujar Ngarso Dalem. Sultan menjelaskan, bisa masuknya danais dalam anggaran kabupaten akan berimplika- si pada pengajuan usulan danais. Padukuhan maupun desa bisa mudah mengakses dan mengusulkan danais ke Pemerintah Provinsi DIY melalui pemerintah kabupaten. ”Nanti semua pengajuan lewat (pemerintah) kabu- paten,” terangnya. Sultan menyatakan, besaran danais yang digelontorkan oleh Pemerintah Provinsi DIY belum dibagi secara rinci. Nantinya, dia ingin ada aturan yang lebih jelas terkait pembagian danais. ”Mungkin akan ada dialog lebih teknis. Yang paling penting itu untuk menentukan pola agar setiap desa bisa sama,” jelasnya. (har/amd/fj) JAUH HARI WAWAN SETIAWAN/RADAR JOGJA ANTUSIAS: Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X memberikan penjelasan kepada peserta Dialog Budaya di Desa Budaya Sinduharjo, Ngaglik, Sleman, pada Jumat (27/12). DINAS Kebudayaan (Disbud) DIY atau Kundha Kabudayaan terus berupaya melakukan pe- ngembangan kebudayaan secara luas. Salah satu langkah yang dilakukan yakni menetapkan de- sa budaya. Saat ini jumlah desa budaya di DIY mencapai 56 desa. Hal itu sesuai Keputusan Gubernur Nomor 262/Kep/2016 tanggal 2 Desember 2016 tentang Penetapan Desa atau Kelurahan Budaya. Kepala Dinas Kebudayaan DIY Aris Eko Nugroho menjelaskan, salah satu langkah pengembangan desa budaya yang dilakukan yak- ni memberikan bantuan. Terma- suk bantuan berupa gamelan, pakaian untuk perawit, dan alat musik lainnya. Khusus untuk ga- melan, masih terdapat 23 desa budaya belum mendapatkan. ”Satu sampai dua tahun menda- tang diharapkan bisa mendapat- kan gamelan perunggu laras se- lendro pelok,” kata Aris. Dalam penyerahan gamelan, pakaian perawit, dan alat musik di Desa Budaya Sinduharjo, Nga- glik, padaJumat (27/12), diserah- kan 16 gamelan perunggu laras pelok selendro untuk desa budaya. Sedangkan bantuan pakaian un- tuk perawit diberikan untuk 12 desa budaya. Turut diberikan juga peralatan gamelan besi pencu kuningan laras selendro pelok untuk 20 pe- nerima. Meliputi sanggar, pagu- yuban seni, dan organisasi ma- syarakat. Kundha Kabudayan DIY juga menyerahkan empat set peralatan kesenian dan keroncong. ”Di tahun 2019 telah dihasilkan gendhing desa budaya,” bebernya. Kundha Kabudayan DIY, kata Aris, juga memberikan fasilitasi di luar kegiatan desa budaya. Ter- catat lebih dari 360 fasilitasi untuk pegiat seni di seluruh DIY dan fasilitasi pemangku adat sebanyak 12 kali. Selain itu, ada puluhan kerja sama dengan komunitas pemerhati seni dan budaya di DIY. Menurut Aris, kegiatan pengem- bangan dan pembinaan tahun 2019 meliputi 17 kegiatan. Di an- taranya, pembekalan pendamping desa budaya, akreditasi desa bu- daya, gelar potensi desa budaya, workshop, sarasehan, seminar, pentas seni Selasa Wage, dan fa- silitasi upacara adat. Dalam rangka pegembangan kebudayaan secara luas, program kegiatan desa atau kelurahan berbudaya ini merupakan salah satu bentuk unggulan program pengembangan budaya yang dilakukan oleh Kundha Kabuda- yan DIY. Adanya program pengembang- an desa budaya diharapkan ka- rakter dan nilai-nilai kejogjakar- taan dapat terangkat dan terimple- mentasi dalam kehidupan ma- syarakat. Terutama di lingkungan kelurahan atau desa budaya. Kundha Kabudayan DIY beru- saha melakukan kegiatan-kegia- tan berupa pendampingan tena- ga teknis, fasilitasi sarana dan prasarana, serta fasilitasi penye- lenggaraan event atau agenda budaya dan juga gelar potensi. Aris menjelaskan, kegiatan ter- sebut dilaksanakan dengan ha- rapan sebagai sarana untuk me- melihara dan mengembangkan budaya yang ada di masyarakat. ”Khususnya di DIY,” tegasnya. Pembinaan dan pengembangan desa budaya, kata Aris, mencakup beberapa hal. Yakni, ingin mem- bangun desa budaya sebagai lembaga kebudayaan yang krea- tif, inovatif, produktif, dan menye- jahterakan masyarakat pendu- kungnya. Desa budaya yang sudah ber- kembang diharapkan bisa sejah- tera dan mandiri. Kehadiran desa budaya ini sekaligus untuk mem- pertahankan eksistensi budaya yang ada di desa atau kelurahan budaya. ”Kami juga ingin mening- katkan kualitas kesenian yang ada di desa atau kelurahan budaya agar lebih maju dan dikenal luas,” tan- dasnya. (har/amd/fj) JAUH HARI WAWAN SETIAWAN/RADAR JOGJA KUNDHA KABUDAYAN: Kundha Kabudayaan Kepala Dinas Kebudayaan DIY Aris Eko Nugroho menyaksikan penyerahan bantuan oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam Dialog Budaya di Desa Budaya Sinduharjo, Ngaglik, Sleman, pada Jumat (27/12). Desa Budaya Angkat Karakter dan Nilai Kejogjakartaan ARIS EKO NUGROHO Kepala Dinas Kebudayaan DIY Satu sampai dua tahun mendatang diharapkan bisa mendapatkan gamelan perunggu laras selendro pelok.” Yang penting, sekarang itu kami baru fokus agar anggaran danais itu bisa masuk di APBD kabupaten.” SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO X Gubernur DIY

warta BUD Jawa Pos DINAS KEBUDAYAAN aYa Jawa Pos SELASA 7 MEI TAHUN 2013 RADAR JOGJA KAMIS 2 JANUARI TAHUN 2020 HALAMAN 6 eceran Rp 4.000 warta BUD DINAS KEBUDAYAAN aYa D.I.YOGYAKARTA

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: warta BUD Jawa Pos DINAS KEBUDAYAAN aYa Jawa Pos SELASA 7 MEI TAHUN 2013 RADAR JOGJA KAMIS 2 JANUARI TAHUN 2020 HALAMAN 6 eceran Rp 4.000 warta BUD DINAS KEBUDAYAAN aYa D.I.YOGYAKARTA

Jawa PosSELASA 7 MEI TAHUN 2013 eceran Rp 4.000RADAR JOGJA KAMIS 2 JANUARI TAHUN 2020 HALAMAN 6

warta BUDaYaDINAS KEBUDAYAAND.I.YOGYAKARTA

Keistimewaan Yogyakarta merupakan sesuai yang istimewa

bagi masyarakat dalam melestarikan budaya yang terkait erat dengan peradaban. Pemerintah Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta bertekad memfasilitasi pembinaan pelaku budaya hingga tingkat desa.

Kehadiran 56 desa budaya di Jogjakarta mengindikasikan bah wa Keistimewaan Jog­jakarta bukan hanya ada di tingkat sa tu atau provinsi. Ke is ti me wa an Jogjakarta sudah me­rambah hing ga kabupaten dan kota. Bah kan, sampai ke tingkat desa dan padukuhan.

Hal tersebut disampaikan Gu ber nur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X di depan ratusan pe serta yang menghadiri acara Dia log Budaya di Desa Budaya Sin duharjo, Ngaglik, Sleman, pa da Jumat (27/12). ”Lha kalau eng gak (sam­pai tingkat bawah) kan ndak bisa membawa man fa at untuk seluruh warga ma sya rakat,” tegas pejabat yang bia sa disapa Ngarso Dalem ter sebut. Dalam kesempatan itu dilakukan penyerahan ga me lan, pakaian perawit, dan a lat musik untuk desa budaya

Raja Keraton Ngayogyakarta Ha diningrat itu mengatakan, pe nyerahan gamelan ini me ru­pa kan kali pertama dilakukan o leh pemerintah daerah. Dia i ngin agar setelah peralatan di­terima oleh desa budaya lang sung diikuti de­ngan langkah pem binaan untuk masyarakat.

Sultan menyebut ada dua aspek pen ting. Pertama, yakni pe la ti han. Masyarakat, kata dia, ji ka mengalami kesulitan da lam me latih bisa mengajukan per min taan untuk mem­peroleh gu ru pembimbing.

Itu mencakup guru untuk me nga jari menari, bermain ga me lan, atau tatah sungging atau je nis kesenian lain. ”Kalau ada de sa yang susah untuk men ca ri guru, komunikasikan saja sa ma tingkat satu (Pemerintah Pro vinsi DIY),” ujarnya.

Sultan memastikan, Pemprov DIY siap untuk menyalurkan guru seni ke daerah. Sebab, Pem­prov DIY memiliki akademi komunitas yang setiap tahun meluluskan orang­orang yang bergelut di dunia seni. Baik itu tari, rupa, mu­sik ataupun pertunjukan. ”Bagi yang mengajar, nanti akan kami beri honorarium,” jelasnya.

Permintaan untuk mendatangkan guru untuk melatih harus ber asal dari desa. Sebab, jika ti dak ada permintaan berarti di dae rah terse­but sudah bisa ber la tih secara mandiri. ”Yang le bih tahu desa. Jadi, saya mo hon para kepala desa ataupun pen dam ping budaya jangan merasa kami tahu semua. Enggak. Yang tahu kebutuhan yang ada di desa,” tegasnya.

Aspek kedua yakni pem bi na an untuk masya­rakat desa. Sul tan meminta jika ada kelompok se ni di desa ingin mengadakan pa ge laran ta­ri agar meminta a gar desa bisa memfasilitasi.

Sul tan tidak ingin jika nan ti nya de sa men­dapatkan Dana Ke is ti mewaan (Danais) justru digu na kan untuk nanggap seni man dari luar. ”Lha nanggap kan bu kan pembinaan. Ya ming ngen teke duit (cuma mengha bis kan uang). Masyarakate ming non ton (masya rakat cuma nonton),” ujarnya.

Sultan berharap warga ti dak melulu mengun­dang seni man dari luar untuk pentas. Jus tru, warga sendiri yang bisa me nam pil kan per­tunjukan. Sebab, Da na Keistimewaan juga bisa digu nakan untuk memberikan honor kepada masyarakat yang tampil.

Sultan mengingatkan agar prinsip pembagi­an honor di se su ai kan. Contohnya, besaran

ho nor untuk perawit yang baru ber kpirah sa­tu tahun dengan pe rawit yang sudah berkiprah se lama sepuluh tahun harus ber beda. Peme­rintah, lanjut nya, ingin memberikan apresia­si bagi para seniman yang me mang hi dup dari dunia seni itu sendiri.

”Pilihan bisa menari, lalu men ja di profesi seseorang untuk bi sa hidup layak. Ya, yang bisa meng hargai siapa kalau bukan kita, pe­merintah,” ungkapnya.

Dia mengingatkan penting nya ra sa adil. Meng­ingat hal ini me ru pakan pembinaan.

Oleh karenanya, dia ingin agar se mua men­dapat kesempatan yang sama. Sehingga ke­pala de sa bisa mengatur antara seni man yang sudah dikenal dan be lum dikenal. ”Yang belum di kenal, ya diberikan ruang karena ini pem­binaan,” pintanya.

Kendati Dana Keistimewaan diminta untuk digunakan pada pembinaan, Sultan mengata­kan, bukan berarti masyarakat tidak boleh membuat pagelaran dengan mengundang se­niman dari luar. Namun, dia ingin agar seniman yang berada di daerah yang menjadi prioritas.

”Bukan berarti nanggap tidak boleh. Karena setelah dibina nanti kan ditanggap, dalam arti dikasih upah,” terangnya.

Lebih lanjut, Sultan meng ingat kan kembali arti penting ke budayaan. Bagaimana bicara budaya tidak sekadar pe nger tian budaya meru­pakan upa ca ra tradisi atau tari. ”Tidak. Yang dimaksud budaya itu iden tik dengan perada­ban. Berarti ada tata krama, etika,” tegasnya.

Sultan berharap, dengan kegiatan ini dapat memberikan pencerahan terkait budaya yang hakikatnya berbicara peradaban. Hal ini agar sungguh­sungguh dapat dijaga. ”Karena pera­daban ini masih kental, masih dipahami seluruh warga masyarakat,” tandasnya. (har/amd/fj)

Dialog Budaya Bersama Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X

Memberi Manfaat untuk Seluruh warga

JAUH HARI WAWAN SETIAWAN/RADAR JOGJA

SANG PEMBINA: Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X bersama peserta Dialog Budaya di Desa Budaya Sinduharjo, Ngaglik, Sleman, pada Jumat (27/12).

Usul Bantuan Lembaga Desa Budaya Terpisah dari APBDes

ada beberapa masukan dan usulan dalam bersama peserta Dialog Budaya di Desa Budaya Sinduharjo, Ngaglik, Sleman, pada Jumat (27/12). Salah satunya masukan dariperwaklan Desa Budaya Girisekar, Panggang, Gu nungkidul.

Ketua Desa Budaya Girisekar Nana Wasana mengatakan, desa budaya memiliki beban berat. Sayangnya, lembaga desa budaya tidak memiliki hak sepenuhnya untuk mengelola keuangan. Sebab, dana untuk desa budaya sudah masuk dalam anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes).

”Usul saya, kalau bisa, lembaga desa budaya diberikan bantuan tersendiri yang terpisah dengan APBDes,” pinta Nana.

Dia mencontohkan, antusiasme masyarakat untuk belajar gamelan di daerahnya sangat tinggi. Apalagi, setelah mendapatkan bantuan seperangkat alat gamelan dari Pemerintah Provinsi DIY. Masyarakat yang ingin belajar gamelan semakin banyak.

Namun, tenaga pengajar yang dimiliki tidak sebanding. Tenaga pengajar yang tersedia ha­nya para perawit senior. ”Terus terang saja kami kekurangan tenaga pengajar,” ujarnya.

Tidak bisa diaksesnya keuangan secara lang­sung membuatnya kesulitan untuk menambah tenaga pengajar. ”Dengan dipisah, barang kali penggunaan anggarannya bisa di dinas kebudayaan kabupaten sehingga kami bisa memberikan insentif untuk pelatih,” bebernya.

Usulan itu ditanggapi langsung oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X. Dia ber­

pendapat jika nantinya antara lembaga budaya dengan desa dipisahkan makan harus diko­ordinasikan dengan Pani Radya Kundha Ka­budayan. ”Yang penting, sekarang itu kami baru fokus agar anggaran danais itu bisa ma­suk di APBD kabupaten,” ujar Ngarso Dalem.

Sultan menjelaskan, bisa masuknya danais dalam anggaran kabupaten akan berimplika­si pada pengajuan usulan danais. Padukuhan maupun desa bisa mudah mengakses dan mengusulkan danais ke Pemerintah Provinsi

DIY melalui pemerintah kabupaten. ”Nanti semua pengajuan lewat (pemerintah) kabu­paten,” terangnya.

Sultan menyatakan, besaran danais yang digelontorkan oleh Pemerintah Provinsi DIY belum dibagi secara rinci. Nantinya, dia ingin ada aturan yang lebih jelas terkait pembagian danais. ”Mungkin akan ada dialog lebih teknis. Yang paling penting itu untuk menentukan pola agar setiap desa bisa sama,” jelasnya. (har/amd/fj)

JAUH HARI WAWAN SETIAWAN/RADAR JOGJA

ANTUSIAS: Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X memberikan penjelasan kepada peserta Dialog Budaya di Desa Budaya Sinduharjo, Ngaglik, Sleman, pada Jumat (27/12).

dinas Kebudayaan (Disbud) DIY atau Kundha Kabudayaan terus berupaya melakukan pe­ngem bangan kebudayaan secara luas. Salah satu langkah yang dilakukan yakni menetapkan de­sa budaya. Saat ini jumlah desa budaya di DIY mencapai 56 desa. Hal itu sesuai Keputusan Gubernur Nomor 262/Kep/2016 tanggal 2 Desember 2016 tentang Penetapan Desa atau Kelurahan Budaya.

Kepala Dinas Kebudayaan DIY Aris Eko Nugroho menjelaskan, salah satu langkah pengem ba ngan desa budaya yang dilakukan yak­ni memberikan bantuan. Terma­suk bantuan berupa gamelan, pakaian untuk perawit, dan alat musik lainnya. Khusus untuk ga­melan, masih terdapat 23 desa budaya belum mendapatkan. ”Satu sampai dua tahun menda­tang diharapkan bisa mendapat­kan gamelan perunggu laras se­lendro pelok,” kata Aris.

Dalam penyerahan gamelan, pakaian perawit, dan alat musik di Desa Budaya Sinduharjo, Nga­glik, padaJumat (27/12), diserah­kan 16 gamelan perunggu laras pelok selendro untuk desa budaya. Sedangkan bantuan pakaian un­tuk perawit diberikan untuk 12 desa budaya.

Turut diberikan juga peralatan gamelan besi pencu kuningan laras selendro pelok untuk 20 pe­nerima. Meliputi sanggar, pagu­yuban seni, dan organisasi ma­syarakat. Kundha Kabudayan DIY juga menyerahkan empat set peralatan kesenian dan keroncong. ”Di tahun 2019 telah dihasilkan gendhing desa budaya,” bebernya.

Kundha Kabudayan DIY, kata Aris, juga memberikan fasilitasi di luar kegiatan desa budaya. Ter­catat lebih dari 360 fasilitasi untuk pegiat seni di seluruh DIY dan fasilitasi pemangku adat se ba nyak 12 kali. Selain itu, ada puluhan kerja sama dengan komunitas pemerhati seni dan budaya di DIY.

Menurut Aris, kegiatan pe ngem­

bangan dan pembinaan tahun 2019 meliputi 17 kegiatan. Di an­taranya, pembekalan pendamping desa budaya, akreditasi desa bu­daya, gelar potensi desa budaya, workshop, sarasehan, seminar, pentas seni Selasa Wage, dan fa­silitasi upacara adat.

Dalam rangka pegembangan kebudayaan secara luas, program kegiatan desa atau kelurahan berbudaya ini merupakan salah satu bentuk unggulan program pengembangan budaya yang dilakukan oleh Kundha Kabu da­yan DIY.

Adanya program pengembang­an desa budaya diharapkan ka­rakter dan nilai­nilai kejogjakar­taan dapat terangkat dan terimple­mentasi dalam kehidupan ma­syarakat. Terutama di lingkungan kelurahan atau desa budaya.

Kundha Kabudayan DIY beru­saha melakukan kegiatan­kegia­tan berupa pendampingan tena­ga teknis, fasilitasi sarana dan prasarana, serta fasilitasi pe nye­lenggaraan event atau agenda budaya dan juga gelar potensi.

Aris menjelaskan, kegiatan ter­sebut dilaksanakan dengan ha­rapan sebagai sarana untuk me­melihara dan mengembangkan budaya yang ada di masyarakat. ”Khususnya di DIY,” tegasnya.

Pembinaan dan pengembangan desa budaya, kata Aris, mencakup beberapa hal. Yakni, ingin mem­bangun desa budaya sebagai lembaga kebudayaan yang krea­tif, inovatif, produktif, dan menye­jahterakan masyarakat pendu­kungnya.

Desa budaya yang sudah ber­kembang diharapkan bisa sejah­tera dan mandiri. Kehadiran desa budaya ini sekaligus untuk mem­pertahankan eksistensi budaya yang ada di desa atau kelurahan budaya. ”Kami juga ingin mening­katkan kualitas kesenian yang ada di desa atau kelurahan budaya agar lebih maju dan dikenal luas,” tan­dasnya. (har/amd/fj)

JAUH HARI WAWAN SETIAWAN/RADAR JOGJA

KUNDHA KABUDAYAN: Kundha Kabudayaan Kepala Dinas Kebudayaan DIY Aris Eko Nugroho menyaksikan penyerahan bantuan oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam Dialog Budaya di Desa Budaya Sinduharjo, Ngaglik, Sleman, pada Jumat (27/12).

Desa Budaya Angkat Karakter dan Nilai Kejogjakartaan

ARIS EKO NUGROHOKepala Dinas

Kebudayaan DIY

Satu sampai dua tahun mendatang diharapkan bisa mendapatkan

gamelan perunggu laras selendro pelok.”

Yang penting, sekarang itu kami baru fokus agar anggaran danais itu bisa masuk di

APBD kabupaten.”

SRI SUlTAN HAMENGKU BUWONO XGubernur DIY