Upload
cahya-idznii
View
35
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
wayang asli nganjuk
Citation preview
Wayang Timplong, Kabupaten NganjukPosted on 22 April 2013by Pusaka Jawatimuran
Rate This
Tolak Balak dengan Wayang timplong
Dalam setiap acara bersih desa, wayang
timplong selalu disyaratkan untuk digelar. Konon kekuatan
gaib yang dimiliki wayang ini mampu menetralisir berbagai
energi negatif yang menyelimuti desa tersebut. Sambil
sesekali membenahi lipatan sarung yang dikenakannya, Ki
Gondo Maelan terus menata wayang-wayang yang baru
dibersihkannya. Di saat sedang sepi tanggapan seperti
sekarang ini, memang tidak ada kegiatan lain yang dilakukan
oleh pria 73 tahun ini selain membersihkan wayang-wayang
koleksinya. Sebab dia menyadari bahwa dari benda inilah,
dirinya selama ini bisa memenuhi segala kebutuhan hidupnya.
Sehingga sudah sewajarnyalah kalau dirinya dengan setia
merawat benda-benda ini.
Ya, Ki Gondo Maelan memang seorang dalang, yang
senantiasa menghabiskan masa hidupnya untuk memainkan
seni warisan leluhur itu. Namun tidak seperti halnya para da-
lang yang lain, tawaran untuk pagelaran wayang yang
dimainkannya relatif lebih sedikit. Sebab tidak semua orang
kenal dengan jenis wayang yang diciptakan leluhurnya itu.
Wayang timplong demikianlah nama wayang yang diyakini
hanya ada di wilayah Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur itu.
Berbeda dengan wayang kulit, wayang timplong terbu- at dari
kayu, sehingga bentuknya hampir mirip dengan wayang klitik.
“Bentuk wayang timplong itu
sebenarnya mirip wayang klitik, yang membedakan cuma’ dari
ceritanya. Kalau wayang klitik lebih berkisar pada kisah-kisah
Menak, wayang timplong justru lebih banyak berce- rita
seputar sejarah kerajaan Kediri ataupun cerita Panji,” jelas Ki
Maelan, sapaan akrab Ki Gondo Maelan saat ditemui LIBERTY
di rumahnya, di Desa Getas, Kecamatan Tanjung Anom,
Kabupaten Nganjuk.
Memang wayang timplong bisa dikategorikan jenis wayang
klitik, karena terbuat dari bahan kayu pi- pih. Namun
perbedaan mendasar di antara keduanya – yaitu pada cerita
yang dibawakan, membuat wayang timplong dimasukkan
dalam kategori tersendiri.
Petunjuk Gaib Wayang timplong sendiri awalnya diciptakan
oleh Mbah Bancol, pada sekitar tahun 1910-an, melalui sebuah
proses yang cenderung berbau mistis. Awalnya pada pria asal
Grobogan itu tengah membelah sebatang pohon waru untuk
kayu bakar. Namun anehnya pada satu bela- han kayu itu
terlihat sebentuk gambar yang mirip wayang.
Selanjutnya seperti mendapat tuntunan gaib, Mbah Bancol
selanjutnya memahat kayu itu dan mewujudkan bentuk
gambar itu menjadi sebuah wayang. Dari satu wayang yang
berhasil dibuat, hal itu mendorong Mbah Bancol untuk terus
membuat yang lain hingga akhirnya terbentuk seperangkat.
Dan sebagai pelengkap, Mbah Bancol juga menyi- apkan
seperangkat gamelan sederhana untuk mengiringi wayang ini.
Dalam pementasannya wayang timplong
memang tidak menggunakan seperangkat gamelan yang
lengkap. Yang dipakai hanya berupa gambang, kempul,
kendang serta sebuah gong. Dan nama timplong sendiri
sebenarnya berasal dari alunan gending yang dimainkan dari
seperangkat gamelan sederhana ini. “orang-orang
menyebutnya dengan nama timplongan. Karena kalau
diperhatikan dengan seksama suaranya terdengar timplang.,
timplong.. timplang., timplong..,” terang Ki Maelan yang telah
mendalang sejak tahun 60 an ini.
Mengenai cerita yang dibawakan, konon yang memiliki ide
adalah R. Sariguno, seorang pujangga dari Keraton Jogjakarta.
Dan Ki Maelan sendiri masih memiliki garis keturu- nan
dengan R. Sariguno. Karena itulah dia begitu piawai, dalam
memainkan setiap lakon cerita dalam page- laran wayang ini.
Tak hanya piawai memainkan, Ki Maelan ternyata juga piawai
menciptakan to- koh-tokoh dalam wayang ini. Bahkan di
wilayah Nganjuk, untuk saat ini hanya dialah satu-satunya
dalang WE* yang sekaligus merangkap sebagai pembuat
wayang timplong. Dan karena prestasinya itu, Ki Maelan
sempat mendapat penghargaan dari Gubernur Jawa Timur
Imam Utomo, pada 2005 silam. Tak hanya itu, Ki Maelan juga
mendapat perhatian serius dari International Biographical
Centre Cambridge (BCC) Inggris.
Namun sayang prestasi yang ditorehkan Ki Maelan tidak
sebanding dengan nasib wayang ini di masya- rakat. Sampai
saat ini wayang timplong terkesan hanya sebagai wayang
kampung yang pementasannya tak lepas dari acara bersih-
bersih desa. Hal ini berbeda dengan wayang kulit yang hampir
selalu cocok digelar untuk berbagai macam acara. Itu karena
lakon yang dimainkan memang tak lepas dari sejarah
perjalanan kerajaan Kediri yang tentu berkaitan erat dengan
sejarah desa-desa di kawasan Nganjuk dan sekitarnya. Bahkan
konon pagelaran wayang ini di tiap acara bersih desa,
berfungsi sebagai penolak bala.
Tujuannya agar seluruh warga desa bisa senantiasa mendapat
berkah keselamatan serta lancar rejeki. “Wayang ini biasanya
memang digelar pada acara bersih desa. Dan seperti sudah
menjadi syarat utama, setiap acara bersih desa di wilayah
Nganjuk dan sekitarnya, selalu menggelar wayang timplong
sebagai pengganti wayang kulit,” ungkap Ki Maelansembari
menunjukkan piagam penghargaan yang diterimanya dari
Gubernur Jatim, Imam Utomo.
Hal itulah yang membuat hatinya semakin gelisah di usianya
yang kian senja. Sebab calon generasi penerus kesenian ini
nyaris tidak ada. Yang berarti, wayang timplong di ambang
kepunahan. Padahal, di Nganjuk sendiri dalang wayang
timplong tak lebih dari empat orang yang kesemu- anya sudah
berusia lebih dari tujuh puluh tahun. Karenanya di usianya
yang semakin senja, Ki Maelan sangat berharap adagenerasi
muda yang tertarik dan mau untuk mempelajari kesenian yang
satu ini. Tujuannya tak lain agar wayang timplong bisa tetap
bertaShan hingga di masa-masa yang akan datang.
“Kalau saya amati, salah satu cucu saya ada yang mulai
tertarik dengan wayang ini. Karenanya saya berharap agar dia
nantinya benar- benar bisa menjadi penerus saya. Dan untuk
itu, saya terus berusaha untuk menularkan ilmu saya padanya,
agar dia semakin tertarik dan benar-benar menggeluti
kesenian ini,” pungkasnya.
Timplong adalah sebuah istilah yang terdapat di daerah Nganjuk. Masyarakat setempat
menggunakannya untuk menyebut suatu jenis wayang kayu yang menggunakan cerita Panji
sebagai sumber lakonnya. Tradisi pementasan wayang kayu tersebut telah berlangsung secara
turun-temurun dan secara damai berdampingan dengan tradisi wayang kulit.
Hingga kini belum diketahui secara pasti kapan kesenian ini diciptakan. Berdasarkan kenyataan
bahwa Nganjuk memiliki sejarah yang cukup tua, upaya untuk mengetahui asal-usul Wayang
Timplong akan terkait erat dengan perjalanan sejarah kota Nganjuk. Hal itu dibutuhkan untuk
menghadirkan peluang-peluang interpretasi demi tercapaianya pemahaman tentang jenis
wayang ini.
Ihwal penamaan Timplong belum diketahui hingga saat ini. Namun demikian penduduk
setempat menyatakan bahwa mereka menduga istilah tersebut dipilih untuk menamai wayang
kayu yang dimaksud, karena mengacu pada bunyi gambang bambu yang merupakan unsur
melodis paling dominan dalam Iringan Timplong. Keterangan ini cukup masuk akal karena
dalang-dalang Timplong umumnya juga berpendapat demikian. Jika suara gambang bambu
yang diunakan dalam iringan Wayang Timplong diperhatikan, maka yang terdengar adalah bunyi
‘plong…plong…plong”
Ihwal penciptaan Wayang Timplong dimulai oleh Eyang Sariguna yang diyakini merupakan
dalang Wayang Timplong pertama. Ia merupakan sorang prajurit Mataram yang pindah dari
daerah Grobogan.
Menurut perkiraan, kedatangan Sariguna di Nganjuk terjadi pada sekitar pertengahan
abad ke 18 hingga awal abad ke 19. Penciptaan Wayang Timplong oleh Eyang Sariguna
dilakukan karena bahan yang mudah didapatkan untuk membuat wayang di daerah Nganjuk
adalah kayu.
Wayang Timplong menggunakan iringan berlaras pelog dan cerita pokok yang digunakan adalah
Cerita Panji.
Wayang TimplongWayang Timplong adalah sejenis kesenian wayang dari daerah Nganjuk,Jawa
Timur. Kesenian tradisional ini konon mulai ada sejak tahun 1910 dari Dusun Kedung Bajul Desa Jetis, Kecamatan Pace, Provinsi Jawa Timur. Wayang ini terbuat dari kayu, baik kayu waru, mentaos, maupun pinus. Instrumen gamelan yang digunakan sebagai musik pengiring, juga sangat sederhana. Hanya terdiri dari Gambang yang terbuat dari kayu atau bambu, ketuk kenong, kempul dan kendang.[4