24
BAB II SENSATION SEEKING, SELF ESTEEM, DAN COSPLAYER A. Sensation Seeking 1. Pengertian Sensation Seeking Zuckerman (1979) dalam buku "Sensation Seeking: Beyond the Optimal Level of Arousal", menyebutkan bahwa pencarian sensasi merupakan sebuah sifat (trait) yang mengenai kebutuhan akan perubahan (variety), kebutuhan untuk melakukan hal yang baru (novel), pengalaman dan sensasi yang bersifat kompleks serta keinginan untuk mengambil resiko yang bersifat fisik dan sosial untuk kepentingan tertentu. Sifat (trait) didefinisikan sebagai suatu kecenderungan dalam bertindak dalam berbagai situasi. sedangkan the trait of sensation seeking mengarah pada kecenderungan seseorang untuk selalu mencari hal yang bersifat baru dan mengeksplor secara mendalam hal-hal baru tersebut (Zuckerman, 1979). Istilah perubahan (variety) merujuk pada kebutuhan akan perubahan. frase "melakukan hal yang baru" (novel) merefleksikan adanya ketidaksukaan individu terhadap kejadian-kejadian atau pengalaman yang telah dialami sebelumnya. selain itu, frase novel juga menunjukan adanya 8 Muhammad Abdillah Arsi Efsa, 2014 HUBUNGAN SENSATIONA SEEKING DENGAN SELF ESTEEM PADA COSPLAYER (Studi Kotelasioanal Cosplayer di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

repository.upi.edurepository.upi.edu/12402/5/S_PSI_0806951_Chapter2.doc · Web viewIndividu dengan harga diri yang rendah memiliki perasaan ditolak, ragu-ragu, dan tidak berharga

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: repository.upi.edurepository.upi.edu/12402/5/S_PSI_0806951_Chapter2.doc · Web viewIndividu dengan harga diri yang rendah memiliki perasaan ditolak, ragu-ragu, dan tidak berharga

BAB II

SENSATION SEEKING, SELF ESTEEM, DAN COSPLAYER

A. Sensation Seeking1. Pengertian Sensation Seeking

Zuckerman (1979) dalam buku "Sensation Seeking: Beyond the

Optimal Level of Arousal", menyebutkan bahwa pencarian sensasi

merupakan sebuah sifat (trait) yang mengenai kebutuhan akan perubahan

(variety), kebutuhan untuk melakukan hal yang baru (novel), pengalaman

dan sensasi yang bersifat kompleks serta keinginan untuk mengambil resiko

yang bersifat fisik dan sosial untuk kepentingan tertentu.

Sifat (trait) didefinisikan sebagai suatu kecenderungan dalam

bertindak dalam berbagai situasi. sedangkan the trait of sensation seeking

mengarah pada kecenderungan seseorang untuk selalu mencari hal yang

bersifat baru dan mengeksplor secara mendalam hal-hal baru tersebut

(Zuckerman, 1979).

Istilah perubahan (variety) merujuk pada kebutuhan akan perubahan.

frase "melakukan hal yang baru" (novel) merefleksikan adanya

ketidaksukaan individu terhadap kejadian-kejadian atau pengalaman yang

telah dialami sebelumnya. selain itu, frase novel juga menunjukan adanya

ketertarikan pada diri individu tersebut terhadap hal-hal yang tidak dapat

diprediksi (unpredictable). istilah "kompleksitas" merujuk pada jumlah atau

banyaknya elemen pada suatu kegiatan dan rangkaian-rangkaian dari

masing-masing elemen tersebut. sedangkan frase "risiko" merujuk pada

suatu kegiatan yang cenderung akan menghasilkan sesuatu yang negatif.

"risiko secara fisik" dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dapat

melukai fisik atau bahkan dapat membunuh. sedangkan "risiko secara sosial"

merujuk pada suatu keadaan dimana adanya perasaan malu, bersalah, atau

8Muhammad Abdillah Arsi Efsa, 2014HUBUNGAN SENSATIONA SEEKING DENGAN SELF ESTEEM PADA COSPLAYER (Studi Kotelasioanal Cosplayer di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Page 2: repository.upi.edurepository.upi.edu/12402/5/S_PSI_0806951_Chapter2.doc · Web viewIndividu dengan harga diri yang rendah memiliki perasaan ditolak, ragu-ragu, dan tidak berharga

keadaan dimana individu tersebut tidak dipedulikan lagi oleh lingkungan

sekitarnya (Zuckerman, 1979).

Menurut Chaplin (2006), pencarian sensasi adalah mencari

pengalaman yang timbul apabila suatu stimulus merangsang atau

membangkitkan suatu reseptor. pencarian sensasi dianggap sebagai suatu

sifat (trait) yang ditandai dengan kebutuhan akan berbagai macam sensasi

dan pengalaman baru, luar biasa dan kompleks, serta kesediaan mengambil

risiko fisik dan sosial untuk memperoleh pengalaman tersebut.

kecenderungan untuk mencari sensasi yang tinggi dapat mengarahkan pada

perilaku yang positif bila ia menemukan tantangan dari perilaku atau aktivitas

yang dilakukannya, misalnya: menjadi seniman, melakukan olah raga

beresiko tinggi seperti mendaki gunung, mendayung, menyelam. namun

kecenderungan ini dapat mengarah ke perilaku negatif apabila individu

pencari sensasi tinggi merasa hanya menemukan tantangan melalui cara

yang tidak bisa diterima masyarakat, misalnya mengendarai motor dengan

kecepatan tinggi di jalan raya tanpa menggunakan helm atau melakukan

seks bebas. individu yang mencari sensasi tinggi memiliki keinginan untuk

mengaktualisasikan dirinya kurang terpuji.

2. Dimensi Sensation SeekingAdapun dimensi-dimensi dari sensation seeking menurut Zuckerman

(1979) adalah:

a. Pencarian getaran jiwa dan petualangan (thrill and adventure seeking)Dimensi ini berhubungan dengan kebutuhan individu untuk

melakukan kegiatan beresiko pada tiap individu. Tindakan beresiko

meliputi keinginan yang kuat untuk terlibat dalam aktivitas fisik

berbahaya dan merupakan aktivitas yang “tidak biasa” dari yang

orang lain lakukan pada umumnya.

9Muhammad Abdillah Arsi Efsa, 2014HUBUNGAN SENSATIONA SEEKING DENGAN SELF ESTEEM PADA COSPLAYER (Studi Kotelasioanal Cosplayer di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Page 3: repository.upi.edurepository.upi.edu/12402/5/S_PSI_0806951_Chapter2.doc · Web viewIndividu dengan harga diri yang rendah memiliki perasaan ditolak, ragu-ragu, dan tidak berharga

b. Pencarian pengalaman (experience seeking)Dimensi pencarian pengalaman berhubungan dengan ekspresi

individu terhadap pengalaman baru melalui penginderaan, gaya hidup

yang tidak konvensional, termasuk dalam hal musik, seni, gaya

berpakaian, dan gaya hidup antikonformitas lainnya.

c. Rasa Malu (disinhibition)Dimensi ini berhubungan dengan perilaku impulsif pada individu,

meliputi keinginan yang kuat untuk melakukan perilaku yang

mengandung resiko sosial dan resiko kesehatan. Perilaku yang

mengandung resiko sosial dan kesehatan adalah perilaku yang

secara potensial dapat menimbulkan dampak negatif terhadap posisi

seseorang dalam masyarakat dan terhadap kondisi peristiwa di masa

yang akan datang. Perilaku disinhibition antara lain adalah

mengkonsumsi minuman beralkohol, menyukai pesta, sengaja

melanggar peraturan lalu lintas, bermesraan di depan umum dan hal-

hal lain yang tidak sesuai dengan norma sosial masyarakat yang

berlaku.

d. Kerentanan terhadap Rasa Bosan (Boredom Susceptibility)Dimensi ini berhubungan dengan perilaku individu yang antipati

terhadap pengalaman yang repetitif, pekerjaan yang rutin, kehadiran

orang-orang yang dapat diprediksi, dan reaksi ketidakpuasan

terhadap kondisi yang membosankan tersebut. Boredom

Susceptibility juga menyebabkan munculnya kegelisahan pada

individu saat tidak ada perubahan pada kehidupannya, dan

ketidaksukaan pada orang yang membosankan.

3. Faktor yang Mempengaruhi Pencarian Sensasi (Sensation Seeking)

Terdapat dua faktor utama yang dijadikan sebagai faktor yang

menjadi sumber penyebab munculnya pencarian sensasi dalam diri individu,

yaitu faktor herediter dan faktor lingkungan (Zuckerman, 1991: Grasha &

10Muhammad Abdillah Arsi Efsa, 2014HUBUNGAN SENSATIONA SEEKING DENGAN SELF ESTEEM PADA COSPLAYER (Studi Kotelasioanal Cosplayer di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Page 4: repository.upi.edurepository.upi.edu/12402/5/S_PSI_0806951_Chapter2.doc · Web viewIndividu dengan harga diri yang rendah memiliki perasaan ditolak, ragu-ragu, dan tidak berharga

Krischenbaum, 1980). Berikut merupakan penjelasan faktor-faktor yang

mempengaruhi sensation seeking.

a. Faktor Herediter

Zuckerman (1979) mengindikasikan adanya faktor genetik

yang mempengaruhi gen dan kondisi biologis individu sehingga

memiliki kecenderungan untuk mencari sensasi dalam hidupnya.

Keberadaan MAO (monoamine oxidase), kode kelas genetik

dopamine 4 (DRD4), kadar hormon seksual dan kadar tingginya

neurotransmitter norepinephrine maupun dopamine dipercaya

menjadi kondisi biologis yang menyebabkan individu memiliki

kebutuhan arousal dan sensasi yang tinggi. Kondisi biologis ini tentu

disebabkan oleh susunan genetika yang diturunkan oleh generasi

sebelumnya. Oleh sebab itu faktor herediter diprediksi memberi

pengaruh setidaknya 60% pada seseorang untuk memiliki kebutuhan

arousal dan sensasi yang tinggi dalam dirinya.

b. Faktor LingkunganHasil pembelajaran sosial (social learning) merupakan faktor

yang mempengaruhi dan ‘mengajarkan’ individu untuk menyukai

sensasi dan perilaku mencari sensasi tertentu. Faktor lingkungan dan

pembelajaran sosial ini kemudian diprediksi sebagai 40%

kemungkinan seseorang untuk terstimulus dalam memiliki trait

sensation seeking dan kebutuhan pencarian sensasi lainnya.

Observasi dan imitasi pada orangtua, teman, dan significant others

memungkinkan seseorang untuk mempelajari perilaku yang

cenderung mencari sensasi, baik secara tinggi maupun rendah.

4. Karakteristik Individu dengan Pencarian Sensasi

11Muhammad Abdillah Arsi Efsa, 2014HUBUNGAN SENSATIONA SEEKING DENGAN SELF ESTEEM PADA COSPLAYER (Studi Kotelasioanal Cosplayer di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Page 5: repository.upi.edurepository.upi.edu/12402/5/S_PSI_0806951_Chapter2.doc · Web viewIndividu dengan harga diri yang rendah memiliki perasaan ditolak, ragu-ragu, dan tidak berharga

Berikut merupakan table perbedaan indivdu pencari sensasi tinggi

dan individu pencari sensasi yang rendah (London & Exner, 1978).

Tabel 2.1 Perbedaan Diri Individu Pencari Sensasi

Pencari Sensasi Tinggi Pencari Sensasi Rendah

Antusias Penakut (frightening)

Senang bermain (playful) Panik

Petualang Tegang (tense)

Imaginatif Gugup (nervous)

Pemberani Gemetar (shaky)

Riang (elated) Gelisah (fearful)

Lucu (zany) Mudah cemas

Nakal (mischievous) Pemarah

Menurut London & Exner (1978). Karakteristik individu yang memiliki

tingkat sensation seeking sedang adalah gabungan dari karakteristik tingkat

sensation seeking tinggi dan rendah. Ini menunjukan bahwa individu tersebut

memiliki sebagian aspek dari sensation seeking tinggi dan sebagian aspek

dari sensation seeking rendah.

B. Self-Esteem1. Pengertian Self-Esteem

Self-esteem secara bahasa berarti penghargaan diri. Dalam ilmu

psikologi self esteem adalah sebuah penilaian terhadap diri sendiri, baik itu

penilaian diri yang positif ataupun negatif yang mempengaruhi penerimaan

terhadap dirinya sendiri.

Menurut Centi (1995) konsep diri merupakan gambaran mental yang

terdiri dari bagaimana individu melihat diri sendiri sebagai pribadi, bagaimana

individu merasa mengenai diri sendirinya sendiri, dan bagaimana individu

menginginkan diri seperti yang individu harapkan. persepsi individu atas diri 12

Muhammad Abdillah Arsi Efsa, 2014HUBUNGAN SENSATIONA SEEKING DENGAN SELF ESTEEM PADA COSPLAYER (Studi Kotelasioanal Cosplayer di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Page 6: repository.upi.edurepository.upi.edu/12402/5/S_PSI_0806951_Chapter2.doc · Web viewIndividu dengan harga diri yang rendah memiliki perasaan ditolak, ragu-ragu, dan tidak berharga

sendiri disebut gambaran diri (self-image), perasaan dan penilaian individu

atas diri sendiri merupakan harga diri (self-esteem), dan harapan individu

atas diri sendiri disebut cita-cita diri (self-idea) (Calhoun & Acocella dalam

Wulansari, 2010). Hal senada juga dikemukakan oleh Coopersmith (1967)

yang mendefinisikan:

"Self esteem adalah evaluasi yang dibuat oleh individu dan

berkembang menjadi kebiasaan terutama yang berkaitan dengan harga

dirinya sendiri, yang diekspresikan menjadi sikap menerima atau menolak,

dan mengidikasikan tingkat dimana individu tersebut meyakini dirinya

sebagai seorang yang memiliki kemampuan (capable), keberartian

(significance), kesuksesan (successful), dan keberhargaan (worthy)."

Sementara menurut Rosenberg (dalam Burns, 1993), self-esteem ini

adalah suatu sikap positif atau negatif terhadap objek tertentu, objek tersebut

tiada lain adalah dirinya sendiri.

2. Karakteristik Self-EsteemMenurut Coopersmith (1967), terdapat beberapa karakteristik individu

yang berhubungan dengan self esteem yaitu,

a. Physical attributeKarakteristik ini berhubungan dengan kondisi fisik yang dimiliki oleh

seseorang. Bagaimana seorang individu memandang dan

mengahrgai kondisi fisik yang ada pada dirinya. Kondisi fisik yang

dibahas di sini diantaranya seperti, tinggi badan, berat badan, warna

kulit, dan lain-lain.

b. General capacities, ability, and performanceKarakteristik ini berhubungan dengan kemampuan dan prestasi

individu secara umum. Apakah seorang individu menghargai prestasi

dan kemampuan dirinya atau tidak.

c. Affective stateKarakteristik ini berhubungan dengan kebahagiaan, kemampuan

afeksi, dan kepuasan terhadap diri sendiri. Individu dengan penilaian

13Muhammad Abdillah Arsi Efsa, 2014HUBUNGAN SENSATIONA SEEKING DENGAN SELF ESTEEM PADA COSPLAYER (Studi Kotelasioanal Cosplayer di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Page 7: repository.upi.edurepository.upi.edu/12402/5/S_PSI_0806951_Chapter2.doc · Web viewIndividu dengan harga diri yang rendah memiliki perasaan ditolak, ragu-ragu, dan tidak berharga

diri yang rendah biasanya memiliki ketidakpuasan dan

ketidakbahagiaan diri, sedangkan individu dengan penilaian diri yang

tinggi memiliki kepercayaan diri yang positif dan lebih ekspresif.

d. Self valuesKarakteristik ini berhubungan dengan bagaimana seorang individu

menilai keberhargaan dirinya seseuai dengan nilai yang berlaku dan

ideal self yang dimilikinya.

3. Aspek Self EsteemMenurut Rosenberg (1969), terdapat 3 aspek dalam self esteem

individu yaitu,

a. Physical Self EsteemAspek ini berhubungan dengan kondisi fisik yang dimiliki oleh seorang

individu. Apakah seorang individu menerima keadaan fisiknya atau

ada beberapa bagian fisik yang ingin diubah.

b. Social Self EsteemAspek ini berhubungan dengan kemampuan individu dalam

bersosialiasi. Pakah seorang individu membatasi orang lain untuk

menjadi teman atau menerima berbagai macam orang sebagai

teman. Selain itu, aspek ini mengukur kemampuan individu dalam

berkomunikasi dengan orang lain dalam lingkungannya.

c. Performance Self EsteemAspek ini berhubungan dengan kemampuan dan prestasi individu.

Apakah seorang individu puas dan merasa percaya diri dengan

kemampuan dirinya atau tidak.

4. Tingkat Self Esteem

Menurut Coopersmith (1967), individu dengan self esteem yang

berbeda hidup dalam dunia yang berbeda. Menurutnya, individu yang

14Muhammad Abdillah Arsi Efsa, 2014HUBUNGAN SENSATIONA SEEKING DENGAN SELF ESTEEM PADA COSPLAYER (Studi Kotelasioanal Cosplayer di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Page 8: repository.upi.edurepository.upi.edu/12402/5/S_PSI_0806951_Chapter2.doc · Web viewIndividu dengan harga diri yang rendah memiliki perasaan ditolak, ragu-ragu, dan tidak berharga

memiliki penilaian yang rentan terhadap dirinya terhambat oleh tingkat

kecemasannya yang tinggi, rendang dalam pengungkapan perasaan, serta

lebih sering terhambat oleh gejala psikosomatis dan perasaan depresi.

Coopersmith (1967) mengulas karakteristik umum yang tampak pada

individu dengan berbagai tingkat self-esteem, yaitu sebagai berikut:

a. Tingkat self esteem tinggiIndividu yang memiliki self-esteem tinggi akan puas dengan karakter

dan kemampuan dirinya yang ditandai dengan self-evaluation yang

positif sehingga memiliki self-image yang positif, mampu menerima

masukan dari lingkungannya, dapat melakukan evaluasi secara positif

serta memiliki self worth yang positif dan mampu mengoptimalkan

dan mengendalikan self worth yang dimilikinya (Coopersmith, 1967).

Individu dengan self esteem tinggi lebih independen dalam

mempengaruhi situasi, memiliki karakter yang konsisten dalam

merespon sesuatu. Gambaran dirinya akan menjelaskan bahwa dia

adalah seorang yang bernilai dan penting, mempunyai kemampuan

yang sebaik individu lain seusianya. Individu tersebut merasa bahwa

dirinya dinilai sebagai seseorang yang berharga dan dipertimbangkan

oleh orang-orang terdekatnya (Coopersmith, 1967).

Mereka memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain

dikarenakan adanya pengakuan orang-orang terhadap cara pandang

dan pendapat yang ia miliki (Coopersmith, 1967). Selain itu, mereka

juga percaya diri dengan padangan dan keputusan yang mereka

buat, sikap-sikap positif yang dimiliki oleh individu dengan harga diri

tinggi akan membimbing mereka pada penerimaan pribadi dan

kepercayaan terhadap reaksi dan konklusi yang mereka buat,serta

membuat mereka menimbulkan ide-ide baru (Coopersmith, 1967).

Ketika terlibat dalam sebuah diskusi mereka akan lebih senang untuk

15Muhammad Abdillah Arsi Efsa, 2014HUBUNGAN SENSATIONA SEEKING DENGAN SELF ESTEEM PADA COSPLAYER (Studi Kotelasioanal Cosplayer di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Page 9: repository.upi.edurepository.upi.edu/12402/5/S_PSI_0806951_Chapter2.doc · Web viewIndividu dengan harga diri yang rendah memiliki perasaan ditolak, ragu-ragu, dan tidak berharga

berpartisipasi daripada hanya sekedar menjadi penyimak

(Coopersmith, 1967). Mereka memiliki kejujuran dalam berpendapat

dan memiliki kemampuan dalam mempertimbangkan isu-isu eksternal

(Coopersmith 1967). Mereka juga bisa mengelola tindakan sesuai

dengan tuntutan lingkungan, memiliki pemahaman yang baik tentang

dirinya, dan sangat menyukai tantangan dan tugas-tugas baru dan

biasanya tidak merasa kecewa meskipun belum berhasil

(Coopersmith, 1967). Selain itu sikap-sikap positif mengenai diri

mereka sendiri juga akan membuat mereka memiliki kemandirian

sosial yang lebih baik (Coopersmith, 1967).

b. Tingkat self esteem sedangPada dasarnya individu memiliki kesamaan dengan individu yang

memiliki self-esteem yang tinggi dalam hal penerimaan diri. Mereka

memiliki penerimaan yang relatif baik, pertahanan yang baik, serta

pemahaman dan penghargaan yang sangat baik (Coopersmith,

1967). Namun, mereka kurang mampu mengendalikan self-worth

yang mereka miliki dari pandangan sosial sehingga kurang konsisten

dalam mempertahankan pandangannya. Selain itu mereka ragu-ragu

dengan penghargaan yang mereka miliki dan cenderung tidak yakin

terhadap kemampuan mereka dibanding yang lain (Coopersmith,

1967). Mereka memiliki sejumlah pernyataan positif tentang diri

mereka, tetapi penilaian mereka mengenai kemampuan, keberartian,

dan harapan lebih moderat dibanding yang lain. Mereka tidak menilai

diri mereka sebagai yang paling baik, melainkan lebih baik.

c. Tingkat self esteem rendahIndividu dengan self-esteem rendah adalah individu yang hilang

kepercayaan dirinya dan tidak mampu menilai kemampuan dan

atribut-atribut dalam dirinya (Coopersmith, 1967:71).

Individu yang memiliki self-esteem yang rendah menilai atribut-atribut

dalam dirinya secara negatif. Mereka mempunyai sikap yang negatif

16Muhammad Abdillah Arsi Efsa, 2014HUBUNGAN SENSATIONA SEEKING DENGAN SELF ESTEEM PADA COSPLAYER (Studi Kotelasioanal Cosplayer di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Page 10: repository.upi.edurepository.upi.edu/12402/5/S_PSI_0806951_Chapter2.doc · Web viewIndividu dengan harga diri yang rendah memiliki perasaan ditolak, ragu-ragu, dan tidak berharga

terhadap diri mereka sendiri. Gambaran yang mereka buat cenderung

memberi kesan depresi dan pesimis. Mereka merasa bahwa mereka

bukan orang penting dan pantas disukai. Menurut mereka, mereka

tidak bisa melakukan apapun yang mereka ingin lakukan. Mereka

tidak yakin dengan ide, kemampuan, dan pandangan mereka sendiri.

Mereka juga merasa lingkungan tidak memberikan perhatian kepada

apapun yang mereka lakukan (Coopersmith, 1967:47). Berkebalikan

dengan individu yang memiliki tingkat harga diri tinggi, individu ini

memiliki self-consciousness yang tinggi dan terlalu sibuk dengan

masalah internal mereka. Kesadaran mengenai diri mereka sendiri

yang tinggi, mengganggu mereka untuk bisa terlibat dengan orang

lain dan isu-isu yang ada dan menyebabkan mereka menjadi

keasyikan secara tidak wajar dengan kesulitan mereka sendiri

(Coopersmith, 1967).

Menurut Coopersmith (1967), mereka merasa terisolasi, tidak pantas

dicintai, tidak mampu mengekspresikan diri, dan tidak mampu

mempertahankan diri sendiri. Mereka merasa terlalu lemah untuk

melakukan konfrontasi dan melawan kelemahan mereka sendiri

(Coopersmith, 1967). Individu dengan harga diri yang rendah memiliki

perasaan ditolak, ragu-ragu, dan tidak berharga. Mereka merasa tidak

memiliki kekuatan (Coopersmith, 1967). Hal ini menyebabkan

ekspetasi mereka akan masa depan sangat rendah (Coopersmith,

1967:47).

C. Cosplayer1. Definisi Cosplayer

Cosplay dapat dibilang sebagai produk subkultur. Dick Hebdige

(2002) menjelaskan “Subculture represent of “noise‟ (as opposed to sound);

interface in orderly sequence which leads from real events and phenomena

to their representation in the media.” Subkultur adalah bagian dari

17Muhammad Abdillah Arsi Efsa, 2014HUBUNGAN SENSATIONA SEEKING DENGAN SELF ESTEEM PADA COSPLAYER (Studi Kotelasioanal Cosplayer di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Page 11: repository.upi.edurepository.upi.edu/12402/5/S_PSI_0806951_Chapter2.doc · Web viewIndividu dengan harga diri yang rendah memiliki perasaan ditolak, ragu-ragu, dan tidak berharga

kultur/budaya yang dianggap “tidak normal” dikalangan masyarakat. Awal

mulanya cosplay dan harajuku style muncul sebagai bentuk pemberontakan

remaja di Jepang untuk keluar dari batasan-batasan normal yang berlaku di

masyarakat. Gagasan tentang cosplay muncul sekitar tahun 1960-an di

Stasiun Harajuku, Distrik Shibuya, Tokyo, dan telah mengalami

perkembangan yang luar biasa. Selain sebagai produk budaya, cosplay juga

merupakan pembentukan seni dengan misi kebudayaan dan iklan. Cosplay

ini akrab dalam hal ideologi dengan Harajuku style, memberikan nuansa

perdebatan wacana mengenai transformasi ide-ide berbusana yang

bersumber pada tokoh-tokoh film animasi dan manga Jepang. Ide tersebut

divisualisasikan dalam wujud busana yang bertema tokoh atau kondisi

tertentu, dengan melakukan akulturasi berbagai jenis budaya, dan

menghasilkan kostum-kostum yang ekspresif.

Menurut Aji (2011) pada sebuah buku yang berjudul Cosplay Naze

Nihonjin wa Seifuku ga suki Na No Ka, Karya Fukiko Mitamura, menyebutkan

pengertian cosplay sebagai berikut :

簡単に「ある役割」になりきることができる。求められる、役柄、

なりたい自分に早代わりできる。それがコスプレである。

Artinya: Dapat dengan mudah menjadi suatu peran/ tokoh. Dapat

dengan cepat menjadi apa yang diinginkan oleh dirinya, atau menjadi peran

yang dibutuhkan. Inilah yang disebut cosplay.

Menurut Mitamura (2011), cosplay adalah merubah diri menjadi peran

yang dibutuhkan atau status yang diinginkan, terlepas dari apakah orang

tersebut memang berprofesi sebagai peran yang sedang diembannya

tersebut atau memiliki kemempuan yang dituntut harus dimiliki oleh peran

yang diembannya tersebut. Dengan kata lain, seseorang dapat menjadi

bagian dari suatu profesi atau peran hanya dengan mengenakan kostum

yang menandai peran tersebut sehingga dia akan merasa berkewajiban

untuk memiliki kemampuan sesuai dengan yang dituntut oleh profesi atau

peran yang diemban dengan kostum yang dikenakan.

18Muhammad Abdillah Arsi Efsa, 2014HUBUNGAN SENSATIONA SEEKING DENGAN SELF ESTEEM PADA COSPLAYER (Studi Kotelasioanal Cosplayer di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Page 12: repository.upi.edurepository.upi.edu/12402/5/S_PSI_0806951_Chapter2.doc · Web viewIndividu dengan harga diri yang rendah memiliki perasaan ditolak, ragu-ragu, dan tidak berharga

Menurut Hlister (2007) Cosplay adalah sebuah Konstruksi dan

mempunyai beberapa sifat yang mendasar dan juga komponen–komponen

yang menciptakan keseluruhannya. Setiap cosplayer mempunyai pilihan

yang mereka sadari untuk diekspresikan dengan cara memilih karakter dan

“penampilan” untuk bercosplay. Kebanyakan akan memilih genre atau media

kategori untuk inspirasi mereka. Perlu diperhatikan bahwa banyak genre

menginspirasikan cosplay berada disekitar mereka dan jelas tidak dalam

bagian dari komunitas cosplay.

Banyak dari para cosplayer yang terlihat sedang berada dalam suatu

event dengan cosplayer lainnya yang sedang berakting “in character”. Salah

satu contoh menjadi “in character” adalah dengan bercosplay dan menjadi

seperti aktor di panggung. Aksi mereka yaitu seperti ekspresi wajah yang

khas, atau mengingat kata-kata untuk diucapkan dan dibawa keluar kepada

orang-orang yang berinteraksi dengan mereka. Intinya yaitu untuk menjadi

satu dengan kepribadian dari karakter yang digambarkan. Dalam ranah dunia

cosplay terdapat kesepakatan semakin mirip dengan karakter yang

diperankan, berarti orang tersebut dapat dikategorikan dengan cosplayer

yang baik. “Semakin mirip dengan karakter yang diperankan” disini tidak

hanya kemiripan dengan kostum tetapi juga dengan karaktenya. Cosplayer

dituntut untuk dapat berakting sesuai dengan karakter tokoh yang

dicosplaykannya baik itu gesture yang diperlihatkan melalui foto dan video

atau tampil di atas panggung pada suatu acara cosplay.

2. Jenis-jenis CosplaySampai saat ini belum ada penelitian yang mengkategorikan cosplay,

namun bila dikategorisasikan berdasarkan jenis pakaian dan atribut yang

dikenakan, maka cosplay terdiri dari,

a. Fabric atau Cloth

Pada jenis ini seorang cosplayer mengenakan pakaian yang berbahan

dasar kain dan menyerupai pakaian pada umumnya. Biasanya pada jenis

ini tidak terlalu banyak atribut yang dikenakan dan membutuhkan biaya

yang relatif murah (Rp.150.000 – Rp. 400.000) serta tingkat kesulitan

19Muhammad Abdillah Arsi Efsa, 2014HUBUNGAN SENSATIONA SEEKING DENGAN SELF ESTEEM PADA COSPLAYER (Studi Kotelasioanal Cosplayer di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Page 13: repository.upi.edurepository.upi.edu/12402/5/S_PSI_0806951_Chapter2.doc · Web viewIndividu dengan harga diri yang rendah memiliki perasaan ditolak, ragu-ragu, dan tidak berharga

pengerjaannya yang tidak terlalu sulit dan dapat dibuat sendiri. Karakter

yang diperankan pada jenis ini biasanya mengacu pada karakter-karakter

dari anime atau video game, serta dalam pendalaman karakter lebih

mudah dikarenakan kita data mendalami karakter tokoh yang diperankan

jika menonton anime atau memainkan game yang diperankan tokoh

tersebut.

20Muhammad Abdillah Arsi Efsa, 2014HUBUNGAN SENSATIONA SEEKING DENGAN SELF ESTEEM PADA COSPLAYER (Studi Kotelasioanal Cosplayer di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Page 14: repository.upi.edurepository.upi.edu/12402/5/S_PSI_0806951_Chapter2.doc · Web viewIndividu dengan harga diri yang rendah memiliki perasaan ditolak, ragu-ragu, dan tidak berharga

b. Armored

Pada jenis ini biasanya cosplayer meniru tokoh-tokoh dari tokusatsu atau

sentai dan anime seperti Kamen Rider atau Saint Seiya, namun ada juga

yang meniru desain dari mecha (robot) seperti Gundam. Pada dasarnya

cosplay jenis ini meniru desain atau kostum yang digunakan namun kostum

tersebut memiliki bahan dari busa tebal atau resin dan biasanya menutupi

seluruh tubuh. Pada umumnya sedikit cosplayer yang memilih cosplay pada

jenis ini dikarenakan biaya yang mahal dalam pembuatan kostum (>

Rp.400.000), kostum yang berat sehingga sulit untuk bergerak, pembuatan

yang rumit dan membutuhkan waktu yang cukup lama, panas ketika

dikenakan, dan dalam event tidak dapat melakukan stunt act sehingga

hanya menjadi objek foto bagi para kameraman dalam sebuah event,

meskipun ada juga beberapa armored cosplayer seperti cosplayer yang

memerankan seri Saint Seiya yang melakukan stunt act ketika tampil di

panggung.

3. Perkembangan Cosplay di IndonesiaCosplay di Indonesia baru dikenal pada tahun 2000 ketika gaya berpakaian

harajuku dari Jepang mulai dikenal oleh remaja-remaja di Indonesia. Saat itu selain

gaya berpakaian, anime dan manga serta video game dari Jepang pun semakin gencar

muncul di Indonesia yang membuat banyak remaja-remaja di Indonesia menyukai hal-

hal tersebut dan mulai melakukan cosplay secara individu. Pada tahun 2002 di

Universitas Indonesia (UI) mencoba membuat sebuah event budaya Jepang yang

didalamnya memperbolehkan orang-orang untuk melakukan cosplay, ini menjadi awal

dari event Jepang dan cosplay di Indonesia. Setelah membuka beberapa event di

Jakarta beberapa kota lainnya di Pulau Jawa seperti Bandung dan Yogyakarta mulai

membuat event serupa yang mempertemukan orang-orang dengan hobi serupa seperti

cosplay, menonton anime, dan membaca manga.

Di Bandung sendiri event budaya Jepang yang pertama adalah di Institut

Teknologi Bandung (ITB) dengan bekerja sama dengan majalah Animonster serupa

majalah yang berfokus pada kebudayaan Jepang. Mulai saat itu terbentuk beberapa

21Muhammad Abdillah Arsi Efsa, 2014HUBUNGAN SENSATIONA SEEKING DENGAN SELF ESTEEM PADA COSPLAYER (Studi Kotelasioanal Cosplayer di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Page 15: repository.upi.edurepository.upi.edu/12402/5/S_PSI_0806951_Chapter2.doc · Web viewIndividu dengan harga diri yang rendah memiliki perasaan ditolak, ragu-ragu, dan tidak berharga

komunitas cosplay di Bandung seperti Shinsen-Gumi, AEON Cosplay Team,

ALBATROSS FORCE, dan komunitas lainnya.

Dalam komunitas tersebut seorang cosplayer tidak hanya dapat bertemu dengan

orang lain yang memiliki hobi yang sama, namun mereka dapat bertukar informasi

mengenai cosplay mulai dari cara pembuatan dan bahan yang digunakan dalam sebuah

kostum, menjahit, membuat property dari barang yang sudah tidak terpakai lagi, dan

pendalaman karakter dengan belajar acting, maka banyak dari cosplayer-cosplayer ini

memiliki kreativitas dan kemampuan lain yang orang lain tidak miliki.

Dalam perkembangan gaya cosplay di Indonesia pun terus berkembang mulai

dari hanya sekedar mengenakan kostum, kemudian mulai bertingkah laku seperti

karakter yang diperankan, melakukan stunt act di panggung dan fenomena-fenomena

yang mulai muncul sekarang ini seperti crossdress yaitu seorang perempuan yang

berpakaian dan berperilaku seperti laki-laki dan sebaliknya, light ecchi adalah perilaku-

perilaku ketika cosplay yang agak senonoh seperti mencium dan berpelukan, serta

cosplay photography yaitu cosplay yang berfokus pada suatu adegan atau situasi yang

diabadikan oleh foto.

D. Kerangka BerpikirMenurut Zuckerman (1979) pencarian sensasi merupakan sebuah sifat (trait)

yang menerangkan tentang suatu kebutuhan akan perubahan (variety), kebutuhan untuk

melakukan hal yang baru (novel), pengalaman dan sensasi yang bersifat kompleks serta

keinginan untuk mengambil resiko yang bersifat fisik dan sosial untuk kepentingan

tertentu. Menurut Coopersmith (1967) self esteem adalah evaluasi yang dibuat oleh

individu dan berkembang menjadi kebiasaan terutama yang berkaitan dengan harga

dirinya sendiri, yang diekspresikan menjadi sikap menerima atau menolak, dan

mengidikasikan tingkat dimana individu tersebut meyakini dirinya sebagai seorang yang

memiliki kemampuan (capable), keberartian (significance), kesuksesan (successful), dan

keberhargaan (worthy).

Dalam dunia cosplay pun banyak terjadi cemoohan terutama bila seorang

cosplayer tidak cocok memerankan suatu tokoh secara karakter atau fisik. Cemoohan ini

tidak hanya dari dunia nyata saja sebagian besar berasal dari dunia maya yang

22Muhammad Abdillah Arsi Efsa, 2014HUBUNGAN SENSATIONA SEEKING DENGAN SELF ESTEEM PADA COSPLAYER (Studi Kotelasioanal Cosplayer di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Page 16: repository.upi.edurepository.upi.edu/12402/5/S_PSI_0806951_Chapter2.doc · Web viewIndividu dengan harga diri yang rendah memiliki perasaan ditolak, ragu-ragu, dan tidak berharga

menyebar foto-foto cosplay seseorang. Hal inilah yang sering dialami oleh cosplayer

Indonesia yang secara fisik berbeda dari karakter yang diperankan. Hal- hal tersebut

menjadi salah satu alasan cosplayer di Indonesia memiliki sikap yang introvert dan

memiliki self-esteem yang rendah. Dan hal ini juga dijelaskan dalam teori self esteem

yang dikemukakan oleh Heatherton bahwa terdapat 3 sub-komponen dalam self esteem

yaitu, performance self esteem, social self esteem, dan appearance self esteem.

Bertolak belakang dengan gambaran kehidupan sosial seorang cosplayer yang

cenderung introvert dan memiliki self esteem yang rendah saat seorang cosplayer

bercosplay dalam sebuah event mereka seperti menjadi pribadi yang berbeda, mereka

menjadi seseorang yang ekspresif, ekstrovert dan aktif. Terlebih seorang cosplayer

biasanya dapat merubah perilaku mulai dari gaya bicara, tingkah laku, gesture, dan

kebiasaan dari tokoh yang diperankannya yang seringkali terbawa dalam kehidupan

nyata. Selain itu perilaku-perilaku ini juga seringkali terbawa dalam kehidupan sosial

seperti memakai pakaian yang penuh dengan atribut tokoh favorit, musik yang

didengarkan berbeda dengan orang kebanyakan, meniru kebiasaan tokoh yang

diperankan seperti tidak menyukai paprika atau tomat dan berjalan atau berlari dengan

meniru dengan gaya ninja.

Berdasarkan hal tersebut peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini

yaitu bagaimana gambaran self esteem dan sensation seeking pada cosplayer? Serta

apakah terdapat hubungan antara self esteem dan sensation seeking? Gambaran

kerangka berpikir pada penelitian ini dapat dilihat pada bagan di bawah ini,

23Muhammad Abdillah Arsi Efsa, 2014HUBUNGAN SENSATIONA SEEKING DENGAN SELF ESTEEM PADA COSPLAYER (Studi Kotelasioanal Cosplayer di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

COSPLAYERLingkungan Sosial

Introvert Self esteem rendah? Sensation seeking

rendah? kurang konformis dengan

lingkungan sekitar

Cosplay

Ekstrovert Ekspresif Sensation seeking tinggi? Sensation seeking

rendah?

Self Esteem

Appearance self esteem Performance self esteem Social self esteem

Sensation Seeking

Thrill and adventury seeking

Experience seeking Disinhibition Boredom susceptibility

Page 17: repository.upi.edurepository.upi.edu/12402/5/S_PSI_0806951_Chapter2.doc · Web viewIndividu dengan harga diri yang rendah memiliki perasaan ditolak, ragu-ragu, dan tidak berharga

Grafik 2.1 Kerangka Penelitian

E. HipotesisBerdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Monty dan Putu (2006) pada

penelitiannya yang berjudul “Hubungan antara Sensation Seeking dan Self-esteem pada

Pendaki Gunung” yang meliputi 117 pendaki gunung di Indonesia mendapatkan hasil

berupa korelasi positif dimana semakin tinggi sensation seeking pendaki gunung

semakin tinggi juga self-esteemnya. Berdasar pada hasil penelitian diatas maka dalam

penelitian ini didapat hipotesis sebagai berikut,

H0 = Tidak terdapat korelasi positif antara sensation seeking dan self-esteem pada

cosplayer di Kota Bandung.

H1 = Terdapat korelasi positif antara sensation seeking dan self-esteem pada cosplayer

di Kota Bandung.

Berdasarkan hipotesis diatas H0 menjelaskan bahwa tidak terdapat korelasi

positif antara sensation seeking dan self esteem ini berarti apabila seorang individu

memiliki sensation seeking yang tinggi maka self esteem individu tersebut rendah.

Sebaliknya dalam hipotesis H1 menjelaskan bahwa terdapat korelasi positif antara

sensation seeking dan self esteem, ini berarti apabila seorang indivdu memiliki

sensation seeking yang tinggi maka self esteem individu tersebut juga tinggi.

24Muhammad Abdillah Arsi Efsa, 2014HUBUNGAN SENSATIONA SEEKING DENGAN SELF ESTEEM PADA COSPLAYER (Studi Kotelasioanal Cosplayer di Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Hubungan?