258
1 Pengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang, Kabupaten Jember Oleh: Prof. Dr. Rudy Sumiharsono, MM Abstraksi Menurut Cruickshank, kinerja guru yang mempunyai pengaruh secara langsung terhadap proses pembelajaran adalah kinerja guru dalam kelas atau teacher classroom performance (Cruickshank, 1990: 5). Berdasarkan pendapat tersebut di atas diketahui bahwa kinerja guru merupakan faktor yang dominan dalam menentukan kualitas pembelajaran. Artinya kalau guru yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran mempunyai kinerja yang bagus, akan mampu meningkatkan sikap dan motivasi belajar siswa yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pembelajaran, begitu juga sebaliknya. Kinerja guru yang berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa adalah kinerja guru dalam kelas. Berdasarkan pendapat Cruichank, penelitian ini menjawab pertanyaan: Bagaimanakah pengaruh persepsi siswa tentang peranan guru di kelas, motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa? menjawab pertanyaan ini penelitian ini memakai statistik korelasi berganda dan objek penelitian adalah siswa dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri yang ada di kecamatan Patrang. Sebagai penelitian korelasional berupaya menjelaskan ada tidaknya hubungan antara variabel penelitian berdasarkan koefisien korelasi (Ary, Jacobs & Razaviech,1985). Berdasarkan hasil uji statistik korelasi disimpulkan dapat ditarik adalah sebagai berikut: (1). Persepsi siswa tentang peranan guru di kelas terhadap prestasi belajar siswa mulai dari setuju sampai sangat setuju dimana siswa mengatakan peran guru untuk merencanakan dan menerapkan metode pembelajaran dan evaluasi belajar sudah sesuai dengan silabus namun korelasinya sebesar 0,061 atau 6,1%. (2). Pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa dari level baik sampai dengan level sangat baik dimana siswa mempresepsikan bahwa guru selalu berpartisipasi aktif dalam

aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

1

Pengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang, Kabupaten Jember

Oleh: Prof. Dr. Rudy Sumiharsono, MM

Abstraksi

Menurut Cruickshank, kinerja guru yang mempunyai pengaruh secara langsung terhadap proses pembelajaran adalah kinerja guru dalam kelas atau teacher classroom performance (Cruickshank, 1990: 5). Berdasarkan pendapat tersebut di atas diketahui bahwa kinerja guru merupakan faktor yang dominan dalam menentukan kualitas pembelajaran. Artinya kalau guru yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran mempunyai kinerja yang bagus, akan mampu meningkatkan sikap dan motivasi belajar siswa yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pembelajaran, begitu juga sebaliknya. Kinerja guru yang berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa adalah kinerja guru dalam kelas. Berdasarkan pendapat Cruichank, penelitian ini menjawab pertanyaan: Bagaimanakah pengaruh persepsi siswa tentang peranan guru di kelas, motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa? menjawab pertanyaan ini penelitian ini memakai statistik korelasi berganda dan objek penelitian adalah siswa dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri yang ada di kecamatan Patrang. Sebagai penelitian korelasional berupaya menjelaskan ada tidaknya hubungan antara variabel penelitian berdasarkan koefisien korelasi (Ary, Jacobs & Razaviech,1985). Berdasarkan hasil uji statistik korelasi disimpulkan dapat ditarik adalah sebagai berikut: (1). Persepsi siswa tentang peranan guru di kelas terhadap prestasi belajar siswa mulai dari setuju sampai sangat setuju dimana siswa mengatakan peran guru untuk merencanakan dan menerapkan metode pembelajaran dan evaluasi belajar sudah sesuai dengan silabus namun korelasinya sebesar 0,061 atau 6,1%. (2). Pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa dari level baik sampai dengan level sangat baik dimana siswa mempresepsikan bahwa guru selalu berpartisipasi aktif dalam proses belajar siswa dengan memberikan empati terhadap siswa sehingga mereka melakukan tugas-tugas individu maupun kelompok dengan senang hati namun korelasinya sebesar 0,060 atau 6%. 3. Pengaruh persepsi siswa tentang peranan guru di kelas dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa tidak signifikan. Nilai kontribusi kedua variabel X1 dan X2 sebesar 0,081 atau 8,1%. 4. Nilai signifikansi uji F sebesar 0,726 dan nilai signifikansi peran guru (X1) sebesar 0,591 dan nilai signifikansi motivasi belajar siswa sebesar 0,600. Semua nilai signifikansi uji F dan uji t menunjukkan di atas 0,05. Hal ini berarti kedua uji F dan uji t tidak signifikan karena melebihi dari standar yang telah ditentukan sebesar 5%.

Kata Kunci: Persepsi Siswa, Peran Guru Di Kelas, Motivasi Belajar, Prestasi Belajar Siswa.

Page 2: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

2

1. Pendahuluan Meningkatnya kualitas pembelajaran, akan mampu meningkatkan hasil belajar

siswa. Hal ini dapat dipahami karena guru yang mempunyai kinerja bagus dalam kelas akan mampu menjelaskan pelajaran dengan baik, mampu menumbuhkan motivasi belajar siswa dengan baik, mampu menggunakan media pembelajaran dengan baik, mampu membimbing dan mengarahkan siswa dalam pembelajaran sehingga siswa akan memiliki semangat dalam belajar, senang dengan kegiatan pembelajaran yang diikuti, dan merasa mudah memahami materi yang disajikan oleh guru. Istilah kinerja dimaksudkan sebagai terjemahan dari istilah “performance”. Menurut Kane (1986:237), kinerja bukan merupakan karakteristik seseorang, seperti bakat atau kemampuan, tetapi merupakan perwujudan dari bakat atau kemampuan itu sendiri. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa kinerja merupakan perwujudan dari kemampuan dalam bentuk karya nyata. Kinerja dalam kaitannya dengan jabatan diartikan sebagai hasil yang dicapai yang berkaitan dengan fungsi jabatan dalam periode waktu tertentu (Kane, 1986:237). Suryadi Prawirosentono (1999: 2) mendefinisikan kinerja sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam rangka upaya mencapai tujuan secara legal.

Menurut Muhammad Arifin (2004: 9), kinerja dipandang sebagai hasil perkalian antara kemampuan dan motivasi. Kemampuan menunjuk pada kecakapan seseorang dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu, sementara motivasi menunjuk pada keingingan (desire) individu untuk menunjukkan perilaku dan kesediaan berusaha. Orang akan mengerjakan tugas yang terbaik jika memiliki kemauan dan keinginan untuk melaksanakan tugas itu dengan baik. Berdasarkan ungkapan tersebut di atas berarti kinerja guru (teacher performance) berkaitan dengan kompetensi guru, artinya untuk memiliki kinerja yang baik guru harus didukung dengan kompetensi yang baik. Tanpa memiliki kompetensi yang baik seorang guru tidak akan mungkin dapat memiliki kinerja yang baik. Sebaliknya, seorang guru yang memiliki kompetensi yang baik belum tentu memiliki kinerja yang baik. Kinerja guru sama dengan kompetensi plus motivasi untuk menunaikan tugas dan motivasi untuk berkembang. Oleh karena itu, kinerja guru merupakan perwujudan kompetensi guru yang mencakup kemampuan dan motivasi untuk menyelesaikan tugas dan motivasi untuk berkembang. Sementara itu, ada pendapat lain yang mengatakan bahwa kinerja guru adalah kemampuan guru untuk mendemonstrasikan berbagai kecakapan dan kompetensi yang dimilikinya (Depdiknas, 2004 : 11). Esensi dari kinerja guru tidak lain merupakan kemampuan guru dalam menunjukkan kecakapan atau kompetensi yang dimilikinya dalam dunia kerja yang sebenarnya. Dunia kerja guru yang sebenarnya adalah membelajarkan siswa dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Menurut pasal 28 ayat 3 PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan pasal 10 ayat 1 UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi guru terdiri dari: (a) kompetensi pedagogik; (b) kompetensi kepribadian; (c) kompetensi profesional; dan, (d) kompetensi sosial. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan

Page 3: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

3

kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Keempat kompetensi tersebut yang mempengaruhi kinerja guru dalam kelas secara langsung adalah kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional.

Motivasi belajar siswa memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap keberhasilan proses maupun hasil belajar siswa. Salah satu indikator kualitas pembelajaran adalah adanya semangat maupun motivasi belajar dari para siswa. Ormrod menguraikan bagaimana pengaruh motivasi terhadap kegiatan belajar sebagai berikut. Motivation has several effect on students’ learning and behavior:It directs behavior toward particular goal.It leads to increased effort and energy.It increases initiation of, and persistence in activities.It enhances cognitive processing. It lead to improved performance (Ormrod, 2003: 368 -369). Motivasi memiliki pengaruh terhadap perilaku belajar siswa, yaitu motivasi mendorong meningkatnya semangat dan ketekunan dalam belajar. Motivasi belajar memegang peranan yang penting dalam memberi gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar sehingga siswa yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar yang pada akhirnya akan mampu memperoleh prestasi yang lebih baik. Dalam pengertian umum, motivasi merupakan daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas guna mencapai tujuan tertentu. Woolfolk & Nicolich (1984: 270), menyatakan bahwa motivasi pada umumnya didefinisikan sebagai sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan. McClelland dalam Teevan dan Birney (1964: 98) mengartikan motif sebagai suatu dorongan yang menggerakkan, mengarahkan dan menentukan atau memilih perilaku. Pengertian tersebut memandang motif dan motivasi dalam pengertian yang sama karena definisinya mengandung pengertian sebagai konsep, pendorong serta menggambarkan tujuan dan perilaku. Manullang (1991: 34) menyatakan bahwa motif adalah suatu faktor internal yang menggugah, mengarahkan dan mengintegrasikan tingkah laku seseorang yang didorong oleh kebutuhan, kemauan dan keinginan yang menyebabkan timbulnya suatu perasaan yang kuat untuk memenuhi kebutuhan.

Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu potensi yang ada pada individu yang sifatnya laten atau potensi yang terbentuk dari pengalaman, sedangkan motivasi adalah kondisi yang muncul dalam diri individu yang disebabkan oleh interaksi antara motif dengan kejadiankejadian yang diamati oleh individu, sehingga mendorong mengaktifkan perilaku menjaditindakannyata.Kinerja guru dalam kelas merupakan faktor yang dominan dalam menentukan motivasi belajar siswa serta kualitas pembelajaran. Artinya kalau guru yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran mempunyai kinerja yang bagus, akan mampu meningkatkan kualitas pembe lajaran, begitu juga sebaliknya.

Page 4: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

4

Hal ini dapat dipahami karena guru yang mempunyai kinerja bagus dalam kelas akan mampu menjelaskan pelajaran dengan baik, mampu menumbuhkan motivasi belajar siswa dengan baik, mampu menggunakan media pembelajaran dengan baik, mampu membimbing dan mengarahkan siswa dalam pembelajaran sehingga siswa akan memiliki semangat dan motivasi dalam belajar, senang dengan kegiatan pembelajaran yang diikuti, dan merasa mudah memahami materi yang disajikan oleh guru.

Prestasi belajar merupakan suatu hasil pendidikan yang diperoleh siswa setelah melewati proses pendidikan dalam jangka waktu tertentu. Prestasi belajar mempunyai peranan yang sangat penting dalam pendidikan, bahwa kualitas pendidikan dicerminkan antara lain oleh prestasi belajar siswa pada mata pelajaran yang telah dipelajari di sekolah. Oleh karena itu prestasi belajar penekanannya pada hasil yang dicapai dari suatu kegiatan. Peningkatan prestasibelajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya persepsi siswa tentang keterampilan guru mengajar, minat belajar, dan motivasi belajar. Keterampilan guru dalam mengajar merupakan stimulus yang akan mendapatkan tanggapan dari siswa. Siswa yang mempersepsikan keterampilan mengajar guru secara positif, akan berpengaruh baik dalam proses belajarnya sehingga akan meningkatkan prestasi belajarnya. Selain itu minat belajar dan motivasi belajar juga sangat berpengaruh dalam kegiatan belajar mengajar. Minat pada suatu pelajaran akan membuat siswa menikmati pelajaran tanpa ada perasaan tertekan. Sedangkan motivasi dalam belajar akan mendorong siswa untuk giat dalam belajar tanpa adanya unsur keterpaksaan. Siswa yang memiliki minat dan motivasi dalam belajar, maka ia akan memiliki kesadaran dalam dirinya untuk bersungguhsungguh dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar sehingga hasil belajar yang dicapai akan lebih optimal.

Berdasarkan uraian tersebut, perlu dilakukan penelitian yang mengkaji pengaruh persepsi siswa tentang peranan guru di kelas dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa SMP Negeri di Kecamatan Patrang Jember tahun pelajaran 2011/2012. Hal ini dilakukan untuk memberi masukan dan solusi peningkatan prestasi belajar para siswa SMP Negeri di Kecamatan Patrang Jember.

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini secara rinci akan menyelidiki hal-hal sebagai berikut: (1). Bagaimanakah pengaruh persepsi siswa tentang peranan guru di kelas terhadap prestasi belajar siswa? (2). Bagaimanakah pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa ? (3). Bagaimanakah pengaruh persepsi siswa tentang peranan guru di kelas dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa?

2. Kajian teoritisPengertian Persepsi

Sebagai mahluk sosial yang juga sekaligus mahluk individual, manusia memiliki perbedaan karakteristik antara individu yang satu dengan yang lainnya (Wolberg, 1967). Perbedaan inilah yang antara lain menyebabkan mengapa seseorang menyenangi suatu obyek, sedangkan orang lain tidak senang bahkan membenci obyek tersebut. Dan pada kenyataannya, sebagian besar sikap, tingkah laku dan penyesuaian diri ditentukan oleh persepsi seseorang.

Page 5: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

5

Persepsi, pada hakikatnya, merupakan proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memberikan penilaian terhadap suatu objek tertentu, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Jadi, kunci untuk memahami persepsi terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukan suatu pencatatan yang benar terhadap situasi. Artinya, persepsi dibentuk oleh imajinasi yang akan memberikan seseorang suatu pengetahuan tentang dunia luar (Geertz,1992), sehingga persepsi itu sendiri selalu bersifat dinamis (Sukamto, 1992). Untuk memberikan pemahaman yang utuh dan komplit, maka sebaiknya dikemukan pandangan beberapa tokoh tentang persepsi. Young (1956) berpandangan bahwa persepsi merupakan aktifitas mengindera, mengintegrasikan dan memberikan penilaian pada obyek-obyek fisik maupun obyek sosial, dan penginderaan tersebut tergantung pada stimulus fisik dan stimulus sosial yang ada di lingkungannya. Sensasi-sensasi dari lingkungan akan diolah bersama-sama dengan hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya, baik hal itu berupa harapanharapan, nilai-nilai, sikap, ingatan dan lain-lain.

Gibson, Ivancevich, dan Donnelly (1996) memandang persepsi sebagai proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh seseorang individu. Oleh karena tiap-tiap orang memberi arti kepada stimulus, pengorganisasian stimulus, dan penafsiran stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa persepsi mencakup apa yang dilihat, dipikirkan, dan dirasakan oleh seseorang terhadap stimulus yang ia terima dari lingkungan di mana ia beradadalam jangka waktu relatif lama, yang pada guilirannya akan mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap mereka. Senada dengan pendapat di atas, Gary Johns (1988) mengatakan bahwa persepsi merupakan the process of interpreting the messages of our senses to provide order end meaning to the environment. Pendapat ini lebih menekankan pada perasaan seseorang dalam proses menginterpretasikan pesan-pesan yang muncul. Lebih jauh Gary Johns mengatakan “ The world is a complex place, and perceptions help us sort out and organize the input received by our sense of sight, smell, touch, taste, and hearing”. Pernyataan ini menggambarkan bahwa persepsi sangat membantu seseorang dalam memilah-milah dan menggabungkan berbagai pesan yang ia terima.

Branca (1965) mengemukakan: Perceptions are orientative reactions to stimuli. They have in past been determined by the past history and the present attitude of the perceiver. Sedangkan menurut Wagito (1981) menyatakan bahwa persepsi merupakan proses psikologis dan hasil dari penginderaan serta proses terakhir dari kesadaran, sehingga membentuk proses berpikir. Menurut Hamner dan Organ dalam Indrawijaya (1989) persepsi adalah suatu proses dengan mana seseorang mengorganisasikan dalam pikirannya, menafsirkan, mengalami, dan mengelola pertanda atau segala sesuatu yang terjadi dilingkungannya. Berdasar pada pendapat tersebut, maka Indrawijaya menarik suatu kesimpulan bahwa ada tiga unsur utama yang terjadi pada proses kognitif yaitu: (1) proses kognisi, (2) proses belajar, dan (3) proses pemecahan persoalan atau pemilihan perilaku. Lebih jauh Indrawijaya menguraikan tahapan-tahapan terjadinya proses persepsi yang meliputi proses masukan, selektivitas dan penutupan. Proses

Page 6: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

6

masukan yaitu suatu proses persepsi yang dimulai dari tahap penerimaan ransangan, yang ditentukan oleh faktor dari dalam diri individu dan faktor luar individu. Proses selektivitas yaitu suatu proses pengorganisasian dan pemberian perhatian pada rangsangan tertentu, hal ini dilakukan oleh karena kemampuan manusia yang tidak mampu mengolah semua rangsangan yang diterimanya, sehingga pemberian perhatian pada suatu rangsangan terkait dengan pentingnya suatu rangsangan bagi individu. Proses penutupan yaitu tahap akhir dari proses persepsi yang menentukan sikap dan perilaku seseorang terhadap apa yang ia persepsikan.

Didalam proses persepsi individu dituntut untuk memberikan penilaian terhadap suatu obyek yang dapat bersifat positif atau negatif, senang atau tidak senang dan sebagainya. Dengan adanya persepsi maka akan terbentuk sikap, yaitu suatu kecenderungan yang stabil untuk berlaku atau bertindak secara tertentu didalam situasi yang tertentu pula (Polak, 1976). Crow (1972) menyatakan: A percept is an organized totality rather than the sum total of individual sensory experinces. In perception, an individual first gains a general impression of theoutline of on ogject or situation, (which is) the percepts quality of organized totality. Dengan demikian persepsi merupakan suatu fungsi biologis (melalui organ-organ sensoris) yang memungkinkan individu menerima dan mengolah informasi dari lingkungan dan mengadakan perubahan-perubahan di lingkungan nya (Eytonck, 1972). Sehubungan dengan itu Branca (1965) mengemukakan: Perceptions are sensations with the adition of same sort of interpretation or indication of the sensation or the stimulus source of the sensation. The interpretation of the identification is the product past learning. Istilah persepsi berhubungan dengan suatu proses aktifitas seseorang dalam memberikan kesan, penilaian, pendapat, merasakan dan mengintepretasikan sesuatu berdasarkan informasi yang ditampilkan dari sumber lain (yang dipersepsi). Melalui persepsi kita dapat mengenali dunia sekitar kita, yaitu seluruh dunia yang terdiri dari benda serta manusia dengan segala kejadian-kejadiannya. (Meider, 1958). Dengan persepsi kita dapat berinteraksi dengan dunia sekeliling kita, khususnya antar manusia. Dalam kehidupan sosial di kelas tidak lepas dari interaksi antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru. Adanya interaksi antar komponen yang ada di dalam kelas menjadikan masing-masing komponen (siswa dan guru) akan saling memberikan tanggapan, penilaian dan persepsinya.

Adanya persepsi ini adalah penting agar dapat menumbuhkan komunikasi aktif, sehingga dapat meningkatkan kapasitas belajar di kelas. Persepsi adalah suatu proses yang kompleks dimana kita menerima dan menyadap informasi dari lingkungan (Fleming & Levie, 1978). Persepsi juga merupakan proses psikologis sebagai hasil penginderaan serta proses terakhir dari kesadaran, sehingga membentuk proses berpikir. Persepsi seseorang akan mempengaruhi proses belajar (minat) dan mendorong siswa untuk melaksanakan sesuatu (motivasi) belajar. Oleh karena itu menurut Walgito (1981), persepsi merupakan kesan yang pertama untuk mencapai suatu keberhasilan. Persepsi seseorang dalam menangkap informasi dan peristiwa-peristiwa menurut Muhyadi (1989) dipengaruhi oleh tiga faktor. Pertama, orang yang membentuk persepsi itu sendiri, khususnya kondisi intern (kebutuhan, kelelahan, sikap, minat, motivasi, harapan, pengalaman masa lalu dan kepribadian). Kedua, stimulus yang berupa obyek

Page 7: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

7

maupun peristiwa tertentu (benda, orang, proses dan lain-lain). Ketiga, stimulus dimana pembentukan persepsi itu terjadi baik tempat, waktu, suasana (sedih, gembira dan lain-lain).

Persepsi tersebut (Fleming & Levie, 1978) memiliki tiga prinsip dasar yaitu: 1) persepsi bersifat relatif, 2) persepsi bersifat selektif, 3) dan persepsi terorganisasi. Dari masing-masing karakteristik tersebut memberikan petunjuk bagi perancang guruan untuk menghindari adanya salah persepsi antara siswa dengan guru dalam proses belajar mengajar. Dalam proses belajar mengajar di kelas, yang termasuk dalam faktor pengamat (perseptor) adalah siswa, dan faktor yang di persepsi adalah guru, serta faktor di mana persepsi berlangsung situasi di tempat proses belajar mengajar berlangsung. Secara umum persepsi juga dapat dikatakan suatu bentuk pengamatan terhadap lingkungan dengan menggunakan pengindaraan (panca indera) yang kemudian dikoordinasikan dalam syaraf otak yang kemudian dikaitkan dengan pengalaman dan pengetahuan sehingga manusia dapat mengetahui dan mengenal serta menilai lingkungannya. Maka dapat disimpulkan bahwa persepsi dapat memberikan efek lanjutan terhadap individu yang sifatnya akan berdampak positip atau negatip, dengan istilah lain sukses atau gagal.

Peranan Guru di Kelas1. Pengertian Guru

Kata guru dalam bahasa Arab disebut Mu’allim dan dalam bahasa Inggris guru disebut dengan teacher yang memiliki arti A person whose occupation is teaching others, yaitu seseorang yang pekerjaannya mengajar orang lain (Muhibbin Syah, 2003; 222). Guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, surau, mushala, rumah, dan sebagainya (Syaiful Bahri Djamarah, 2000: 31). Maka guru di jaman sekarang sudah mendapat arti yang luas lagi dalam masyarakat.

Peran dan Fungsi GuruPara pakar pendidikan di Barat telah melakukan penelitian tentang peran guru

yang harus dilakoni. Peran guru yang beragam telah diidentifikasi dan dikaji oleh Pullias dan Young (1988), Manan (1990) serta Yelon dan Weinstein (1997). Adapun peran-peran tersebut adalah sebagai berikut : (a). Guru Sebagai Pendidik. Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. (b). Guru Sebagai Pengajar. Peranan guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam kegiatan belajar peserta didik dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti motivasi, kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan verbal, tingkat kebebasan, rasa aman dan keterampilan guru dalam berkomunikasi. (c). Guru Sebagai Pembimbing. Sebagai pembimbing perjalanan, guru memerlukan kompetensi yang tinggi untuk melaksanakan empat hal berikut: Pertama, guru harus merencanakan tujuan dan mengidentifikasi kompetensi yang hendak dicapai. Kedua, guru harus melihat keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran, dan yang paling penting bahwa peserta didik melaksanakan kegiatan belajar itu tidak hanya secara jasmaniah, tetapi

Page 8: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

8

mereka harus terlibat secara psikologis. Ketiga, guru harus memaknai kegiatan belajar.Keempat, guru harus melaksanakan penilaian. (d). Guru sebagai Pemimpin. Guru diharapkan mempunyai kepribadian dan ilmu pengetahuan. Guru menjadi pemimpin bagi peserta didiknya. Ia akan menjadi imam. (e). Guru sebagai pengelola pembelajaran. Guru harus mampu menguasai berbagai metode pembelajaran. Selain itu ,guru juga dituntut untuk selalu menambah pengetahuan dan keterampilan agar supaya pengetahuan dan keterampilan yang dirnilikinya tidak ketinggalan jaman. (f). Guru Sebagai Model dan Teladan. Guru merupakan model atau teladan bagi para peserta didik dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru. (g). Sebagai anggota masyarakat. Peranan guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat. (h). Guru sebagai administrator. Seorang guru tidak hanya sebagai pendidik dan pengajar, tetapi juga sebagai administrator pada bidang pendidikan dan pengajaran. (i). Guru Sebagai Penasehat. Guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik juga bagi orang tua, meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasehat dan dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasehati orang. (j). Guru Sebagai Pembaharu (Inovator). Guru menerjemahkan pengalaman yang telah lalu ke dalam kehidupan yang bermakna bagi peserta didik. (k). Guru Sebagai Pendorong Kreatifitas. Kreativitas merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran dan guru dituntut untuk mendemonstrasikan dan menunjukkan proses kreatifitas tersebut. Kreativitas menunjukkan bahwa apa yang akan dikerjakan oleh guru sekarang lebih baik dari yang telah dikerjakan sebelumnya. (l). Guru Sebagai Emansipator. Dengan kecerdikannya, guru mampu memahami potensi peserta didik, menghormati setiap insan dan menyadari bahwa kebanyakan insan merupakan “budak” stagnasi kebudayaan. (m). Guru Sebagai Evaluator. Evaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran yang paling kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta variabel lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian. (n). Guru Sebagai Kulminator. Guru adalah orang yang mengarahkan proses belajar secara bertahap dari awal hingga akhir (kulminasi). (3). Konsep Peranan Guru di Kelas. Salah satu tantangan dalam pendidikan yang selama ini dirasakan adalah sulitnya mempertahankan mutu pendidikan. Dalam Undang-Undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional ditegaskan, bahwa guru merupakan satu tenaga pendidik yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar, yang mana pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disebut guru, sedangkan pada jenjang pendidikan tinggi disebut dosen. Sebagai tenaga pendidik di perguruan tinggi menurut Utomo (1991), guru mempunyai 2 fungsi. Pertama, guru harus seorang ilmuwan, maksudnya guru harus menguasai bidangnya secara baik dan aktual, sehingga dapat meningkatkan mutu ilmu yang diajarkan. Kedua, guru sebagai tenaga pendidik yang berdasarkan teori pendidikan harus berfungsi sebagai pengelola proses belajar mengajar. Guru mempunyai peranan dan tugas khusus dalam pelaksanaan proses pendidikan. Pada kenyataannya, tenaga pendidik memegang kunci dalam pendidikan dan keguruan. Oleh karena itu, tenaga guru merupakan unsur yang manusiawi yang sangat dekat untuk berhubungan langsung dengan siswa dalam upaya pendidikan sehari-hari (Dekker, 1981). Sebagai tenaga kependidikan, guru memiliki kualifikasi untuk memangku jabatan fungsional akademik

Page 9: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

9

dengan tugas utama mengajar ( Fortunato & Wandle, 1981). Mengajar adalah suatu pekerjaan profesi (Darros, 1968). Dikatakan profesi karena pekerjaan mengajar memerlukan pendidikan khusus disertai latihanlatihan yang cukup lama. Biasanya pendidikan khusus itu dilakukan di universitas atau akademi. Sebagai profesi, pekerjaan mengajar memerlukan pula persiapan-persiapan yang bersifat teknis dan intelektual yang matang dan harus dilakukan oleh tenaga-tenaga profesional (Cruiskshank, 1985). Pada saat ini masalah utama yang dihadapi oleh penyelenggara pendidikan pada umumnya terkait dengan kualitas para lulusan yang dihasilkan (Ardhana, 1986). Masalah ini makin relevan bila dikaitkan dengan pesatnya perkembangan kehidupan masyarakat, sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang juga berkembang pesat. Perkembangan yang dimaksud menuntut para lulusan yang bukan hanya siap pakai tapi juga siap menghadapi segala tantangan dalam kehidupan. Sehubungan dengan itu untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dan mutu lulusan yang dihasilkan, sudah semestinya faktor sumber daya manusia perlu mendapat perhatian yang serius. Kemampuan guru dalam cara-cara menyampaikan materi mengajar hendaknya diperbaiki dan ditingkatkan, hal ini disebabkan guru merupakan ujung tombak yang menentukan dalam pencapaian tujuan pembelajaran (Sonhadji, 1990). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan meningkatkan kemampuan tenaga pendidik (guru). Untuk memiliki pengetahuan tentang caramengajar, ketrampilan mengajar dan mengerti bahwa mengajar itu merupakan seni (Richey, 1962). Untuk mencapai tujuan pendidikan, Joni (1985) menjelaskan peran guru dalam proses belajar mengajar adalah berusaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan motivasi belajar siswa. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk menumbuhkan dan mengembangkan motivasi belajar siswa adalah dengan menggunakan secara integratif sejumlah ketrampilan mengajar.

Sebagai tenaga pendidik, guru mengemban tugas dan tanggung jawab untuk mendidik siswa menjadi profesional dan ahli melalui kemampuannya dalam mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan dan ketrampilan, di samping tanggung jawab dalam membentuk sikap dan perilaku yang benar dan baik (do the right thing) dalam bertindak kepada siswa melalui sifat ketauladannya sebagai manusia bermoral (Semiawan, 1991). Guru, dengan demikian, sebagai tenaga pendidik untuk memenuhi kriteria tersebut. Namun peranan dan tanggung jawab guru tidak hanya terbatas pada tugas-tugas di bidang belajar mengajar saja, tetapi lebih dari itu sebagai pendidik, penyebar informasi dan agen pembaharuan (Sonhadji, 1992). Lebih jauh Taliziduhu (1988) mengatakan, tugas dan tanggung jawab guru adalah sebagai berikut: tugas dan tanggung jawab guru tidak hanya terbatas dalam hal transferring of knowledge semata, mereka memikul tanggung jawab individual dan kolektif. Tanggung jawab individual adalah mengajar dan mendidik siswa serta membimbing siswa yang lebih baik. Sedangkan tanggung jawab kolektif adalah tanggung jawab selaku agen pembaharuan.

Secara umum, tugas dan peranan guru adalah menumbuhkembangkan sikap ilmiah melalui penanaman rasa ingin tahu, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Hal ini disebabkan karena rasa ingin tahu tersebut merupakan dasar bagi seseorang untuk tumbuh dan berkembang secara intelektual. Hal ini sesuai dengan hakekat ilmu itu sendiri yaitu selalu mencari kebenaran yang merupakan landasan bagi adanya

Page 10: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

10

penelitian. Sehubungan dengan itu, maka Suriasumantri (1985), mengemukakan tugas dan tanggung jawab seorang ilmuwan profesional termasuk guru adalah sebagai berikut: 1) kebenaran, 2) kejujuran, 3) tanpa kepentingan langsung, 4) bersandar pada kekuatan argumentasi, 5) rasional, 6) obyektif, 7) kritis, 8) terbuka, 9) netral dari nilai-nilai yang bersifat dogmatis dalam menafsirkan hakekat reliatas. Disamping tugas dan tanggung jawab guru sebagai pendidik, guru juga berperan sebagai penyebar informasi dan agen pembaharuan. Tugas dan tanggung jawab ini terkait dengan fungsi lembaga pendidikan sebagai institusi masyarakat. Selain itu kehadiran guru dalam proses belajar mengajar masih tetap memegang peranan penting. Peran guru dalam proses belajar mengajar di kelas belum dapat digantikan sepenuhnya oleh mesin, tape recorder, radio ataupun komputer yang paling modern sekalipun. Masih terlalu banyak unsur manusiawi seperti sikap, sistem nilai, perasaan, motivasi dan kebiasaan yang merupakan hasil dari proses belajar mengajar di kelas yang tidak dapat dicapai melalui alat-alat tersebut. Disinilah kelebihan unsur manusiawi seorang guru. Sehingga adanya alat-alat tersebut sifatnya hanya sebagai media pembelajaran yang digunakan untuk memperlancar tugas guru di kelas dalam rangka menyampaikan bahan ajarnya. Dalam konteks kegiatan belajar mengajar di kelas, setiap guru merupakan administrator kelas yang menempati posisi dan peranan sangat penting, karena memikul tanggung jawab memajukan dan mengembangkan kelas masing-masing yang berpengaruh pada pengembangan dan kemajuan kampus secara keseluruhan. Peran guru sebagai komponen penggerak aktifitas siswa di kelas harus didayagunakan secara maksimal agar antara siswa dan guru tercipta hubungan yang dinamis dan menjadi bagian organisasi kampus yang ideal. Untuk itu guru harus memahami situasi kelasnya dengan baik, dan berkompeten dalam pengelolaan kelas.

Cara Pengukuran Peranan Guru di KelasPada dasarnya tujuan aktifitas pendidikan adalah mengupayakan terjadinya

perubahan siswa kearah yang lebih baik, karena ilmu pengetahuan yang diberikan kepada siswa dapat dijadikan landasan untuk perbaikan proses pendidikan. Dijelaskan lebih lanjut, bahwa evaluasi proses pendidikan di kelas yang dilakukan siswa merupakan metode langsung untuk memperoleh informasi tentang peranan guru di kelas, sehingga guru sebagai pendidik tidak perlu menghindari atau merasa terancam dengan penilaian siswa. Hasil penilaian siswa ini justru dapat digunakan sebagai cermin diri dan kemudian dapat menjadikannya sebagai dasar perbaikan dan pengembangan diri, ataupun perbaikan pendidikan secara keseluruhan. Bagaimanapun juga tenaga guru disetiap jenjang pendidikan harus tetap berpegang pada prinsip bahwa inti dari kegiatan pendidikan adalah terjadinya proses belajar pada diri siswa. Masih dalam kaitannya dengan penilaian peranan guru di kelas oleh siswa, Surachmad (1978) mengemukakan bahwa tindakan guru harus berinteraksi pada kemampuan dan kebutuhan siswa dan bukan dari sudut guru itu sendiri. Pendapat ini secara jelas menyatakan bahwa dalam peranannya di kelas guru harus memfokuskan setiap usahanya untuk kepentingan siswa, atau dengan kata lain keberhasilan guru sebagai tenaga guru setidaknya dilihat dari dimensi kepentingan siswa. Hal ini dipertegas lagi oleh Toelihere (1988) yang menyatakan bahwa penilaian peranan guru di kelas oleh siswa mempunyai banyak

Page 11: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

11

keuntungan yaitu: 1) evaluasi siswa memberi informasi secara langsung dari obyeknya sehingga bersifat lebih akurat penilaiannya, 2) oleh karena siswa juga mengambil mata kuliah yang lain, maka penilaian siswaterhadap peranan guru di kelas dapat digunakan sebagai bahan pembanding dengan guru yang lain.

Adapun peranan guru di kelas yang dapat di evaluasi oleh siswa di atas menurut Sonhadji (1989) dapat digambarkan melalui komponen-komponen sebagai berikut: 1) memiliki kepribadian dan kepemimpinan yang kuat, 2) menguasai bidang studi / spesialisasi yang tangguh, 3) menguasai strategi belajar mengajar, 4) mampu berpikir logis dan kritis, 5) mengetahui prinsip-prinsip dan mampu melaksanakan penelitian serta mampu mengkomunikasi kan dan menerapkan hasil-hasil penelitian sesuai dengan bidangnya, 6) tanggap terhadap perubahan-perubahan ilmu, teknologi, sosial dan budaya, 7) mampu menerima, menciptakan, mengolah, dan mentransmisikan informasi, 8) mampu mensosialisasikan dirinya dengan lingkungan yang ada, 9) menguasai teknik bimbingan belajar dan mengajar bagaimana siswa belajar, dan 10) menguasai teknik-teknik evaluasi belajar. Sedangkan Joni (1985) memandang bahwa peranan guru sesuai dengan tugasnya yaitu guru sebagai fasilitator serta sekaligus inspirator dalam kelas.

Dalam suatu penelitian kepada sejumlah siswa (Nasution, 2000), para guru menganggap pembelajaran sangat diperlukan karena siswa belum cukup matang untuk belajar sendiri. Metode pembelajaran yang tepat merupakan cara yang paling efektif dan efisien. Melalui mengajar, para guru menganggap dapat menyampaikan dengan tuntas seluruh silabus dalam garis besar dan prinsip-prinsip yang mendasarinya. Dalam kaitannya dengan peranan guru tersebut, Tilaar (1998) mengemukakan bahwa guru sangat berperan dalam pengembangan sumber daya manusia, kualitas guru harus ditingkatkan kemampuan profesionalnya, guru seorang fasilitator yang dapat mengatur peserta didik di dalam dunia informasi pasar bebas. Sedangkan menurut Usman (2002) peranan guru adalah: 1) ketrampilan bertanya (questioning skills), 2) ketrampilan memberi penguatan (reinforcement skills), 3) ketrampilan mengadakan variasi (variation skill), 4) ketrampilan menjelaskan (explaining skills), 5) ketrampilan membuka dan menutup pelajaran (set induction and closure), 6) ketrampilan membimbing diskusi kelompok kecil, 7) ketrampilan mengelola kelas, dan 8) ketrampilan mengajar perorangan. Dengan demikian, peranan guru adalah tingkah laku yang ditampilkan oleh seseorang sebagai guru yang berada di depan kelas sebagai fasilitator dan inspirator yang dapat diamati oleh siswa sehingga dapat membangkitkan motivasi, hasrat, dan gairah belajar mereka. Adapun komponen-komponen mengajar guru adalah : 1) guru menguasai bidang studinya, 2) menerangkan materi kuliah dengan jelas,3) mempersiapkan materi kuliah, 4) memberikankerangka yang jelas, 5) merespon pertanyaan siswa, 6) menggunakan media /sumber belajar, 7) memberi penguatan, 8) membuka dan menutup materi kuliah, 9) berpikir logis dan kritis, 10) menerima dan meneruskan informasi, 11) mampu mengevaluasi.

Seorang guru dikatakan dapat mengajar dengan baik bila ia melakukan proses belajar mengajar dengan mudah dengan cara yang cepat dan tepat dalam menggunakan cara-cara mengajar (Wahjoetomo, 1990). Mengajar pada prinsipnya adalah upaya untuk memberi perangsang, bimbingan dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar

Page 12: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

12

(Ali, 1982). Pendapat ini sejalan dengan pendapat (Joni, 1982) yang menyatakan bahwa dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, seorang guru akan berupaya untuk menumbuhkan dan mengembangkan motivasi belajar siswa.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal akan berupaya mengarahkan perubahan yang terjadi pada diri siswa, sehingga mereka akan mempunyai pengetahuan, pemahaman, visi serta nilai-nilai yang menunjang perkembangannya. Peranan guru dan siswa dalam aktualisasi proses belajar mengajar di kelas merupakan suatu totalitas yang didukung oleh berbagai faktor baik yang berasal dari guru sebagai guru, siswa maupun bahan guruan serta lingkungan secara keseluruhan. Salah satu faktor utama yang perlu dipertimbangkan dalam proses belajar dari faktor guru yang dapat mempengaruhi prestasi belajar adalah teknik mengajar, gaya mengajar, latar belakang filosofinya dan kondisi fisik serta mental guru tersebut. (Joni, 1980).

Khusus di sekolah, tugas guru dalam mengelola proses belajar mengajar adalah memberikan pelajaran, yaitu pengetahuan, kemahiran, ketrampilan serta nilai dan sikap yang baik kepada siswa. Sehingga siswa dapat menyerap dan mengembangkan secara mandiri ilmu yang dipelajari, kemudian menerapkan ilmu pengetahuan tersebut untuk memecahkan masalah-masalah yang mungkin muncul dalam kehidupannya. Peranan guru dalam proses belajar mengajar di kelas adalah sebagai berikut: 1) guru sebagai komunikator dan informator, dalam hal ini guru merupakan sumber informasi sekaligus pengolah informasi, 2) guru sebagaiorganisator, dalam hal ini guru harus bisa mengorganisasikan materi dan bahan perkuliahan, sekaligus mengorganisasikan siswa sebagai subyek belajar, 3) guru sebagai motivator dan dinamisator, dalam peranan ini mengharuskan guru untuk selalu dapat membangkitkan gairah dan semangat belajar siswa, disamping dituntut menciptakan suasana belajar yang tidak membosankan dengan menggunakan berbagai macam teknik mengajar, 4) guru sebagai konduktor adalah peranan guru untuk dapat mengarahkan dan menyerasikan proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pembelajaran, 5) guru sebagai inisiator, yaitu peranan guru untuk selalu kreatif dalam upaya menemukan ide-ide baru, 6) guru sebagai katalisator, yaitu peranan guru untuk selalu berupaya agar tujuan guruan dapat tercapai tanpa upaya intervensi terhadap hasilnya, 7) guru sebagai pengarah dalam proses belajar mengajar guru dituntut untukmampu mengarahkan aktifitas siswa agar berperan aktif dalam kegiatan perkuliahan, 8) guru sebagai fasilitator, yaitu peranan guru untuk bisa berupaya menciptakan suasana perkuliahan sesuai dengan perkembangan siswa, 9) guru sebagai moderator, yaitu tuntutan terhadap guru agar selalu mampu bertindak sebagai penengah dalam segala situasi, 10) guru sebagai evaluator, yaitu peranan guru untuk dapat memberikan penilaian terhadap hasil belajar yang telah dapat dicapai oleh siswa. (Dirjen Dikti, 1992).

Motivasi BelajarKonsep Motivasi belajar

Pada dasarnya, motivasi merupakan hasrat di dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan tindakan (Matjis & Jackson, 2000). Seseorang melakukan tindakan dimaksudkan untuk mencapai tujuan. Artinya, motivasi merupakan faktor yang memprakasai, memperkuat, dan mempertahankan perilaku (Houston,

Page 13: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

13

1985), disamping juga menggerakkan, mengerahkan dan mempertahankan perilaku (Peterson, 1991). Mitchell (1982) mengartikan motivasi mewakili proses psikologikal, diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan yang diarahkan ke arah tujuan tertentu. Sementara itu, Owens (1991) menyatakan bahwa motivasi adalah dorongan baik yang datang dari dalam diri seseorang maupun yang datang dari luar, sehingga membuat seseorang melakukan sesuatu. Hersey & Blanchard (1982) mengartikan motivasi sebagai sesuatu yang mendorong dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu. Luthans (1981) mengutarakan bahwa motivasi dapat berarti kebutuhan (need), dorongan (drive), dan tujuan (goals). Robbins (1983) mengemukakan bahwa motivasi adalah keinginan yang mendorong seseorang untuk berupaya dengan kemampuan terbaiknya untuk menunaikan berbagai kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya dalam rangka pencapaian tujuan organisasi dan pemuasan beberapa kebutuhan pribadinya.

Kemudian Mc. Donald dalam Sardiman (2011: 73-74) berpendapat bahwa: Motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian di atas mengandung 3 elemen penting yaitu: 1) Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan energi di dalam sistem “neurophysiological” yang ada pada organisme manusia. Karena menyangkut perubahan energi manusia (walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri manusia), penampakkannya akan menyangkut kegiatan fisik manusia. 2) Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa/”feeling”, afeksi seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalanpersoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia. 3) Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respon dari suatu aksi, yakni tujuan. Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena terangsang/terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini akan menyangkut soal kebutuhan.

Dari beberapa definisi yang diungkapkan di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan mental yang akan membuat seseorang bertindak mengarah kepada adanya pencapaian tujuan yang dianggap sebagai kebutuhan. Dengan kata lain, motivasi adalah keseluruhan kondisi intrinsik maupun ekstrinsik yang menjadi tenaga penggerak bagi seseorang untuk mau dan ingin melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan materi maupun kebutuhan non materi. Dorongan mental ini dapat tumbuh dari dalam diri individu dan juga akibat dari adanya rangsangan dari luar. Motivasi merupakan landasan bagi seseorang untuk melakukan suatu tindakan. Termasuk dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 80).

Motivasi dapat berperan dalam penguatan belajar apabila seorang siswa yang belajar dihadapkan pada suatu masalah yang memerlukan pemecahan, dan hanya dapat dipecahkan berkat bantuan hal-hal yang pernah dilaluinya. Sebagai contoh, seorang siswa akan memecahkan materi kuliah yang memerlukan suatu buku tertentu. Upaya untuk mencari buku tersebut merupakan peran motivasi yang dapat menimbulkan

Page 14: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

14

penguatan belajar. Peristiwa tersebut dapat dipahami bahwa sesuatu dapat menjadi penguat belajar untuk siswa, apabila dia sedang benar-benar mempunyai motivasi untuk belajar sesuatu. Dengan perkataan lain, motivasi dapat menentukan halhal yang apa di lingkungan siswa yang dapat memperkuat perbuatan belajar. Bagi guru, sangat perlu memahami situasi tersebut agar dapat membantu para siswanya sebagai bahan penguat belajar. Hal itu tidak cukup dengan memberitahukan sumber-sumber yang harus dipelajari, melainkan yang lebih penting adalah mengaitkan isi mata kuliah dengan situasi yang terjadi yang berhubungan dengan materi yang diberikan (contextual learning).

Cara Pengukuran Motivasi BelajarMotivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar

adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktek atau penguatan (reinforced practice) yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Hal tersebut sesuai dengan rumusan pendapat Uno (2003) tentang pengertian belajar: 1) memodifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman, 2) suatu proses perubahan tingkah laku individu dengan lingkungannya, 3) perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk nilai pengetahuan dan kecakapan dasar, yang terdapat dalam berbagai pengalaman yang terorganisasi, 4) belajar selalu menunjukkan suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu.

Sedangkan motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik berupa keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Untuk faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik. Namun demikian, kedua faktor tersebut disebabkan oleh rangsangan tertentu, sehingga seseorang berkeinginan untuk melakukan aktivitas belajar yang lebih giat dan semangat. Menurut Robbins, komponen-komponen motivasi adalah: 1) proses pemenuhan kebutuhan, kebutuhan dalam hal ini adalah suatu keadaan internal yang menyebabkan hasil-hasil tertentu tampak menarik, 2) kebutuhan yang tidak terpuaskan menciptakan ketegangan yang menyebabkan dorongandorongan di dalam diri individu itu, 3) dorongan tersebut menimbulkan suatu perilaku pencarian untuk menemukan tujuan-tujuan tertentu, yang jika tercapai akan memenuhi kebutuhan itu dan mendorong ke pengurangan ketegangan. Sergiovanni (1992) mengemukakan bahwa dalam penelitian Hackman dan Oldman telah mengenali tiga tingkatan psikologi yang diyakini sangat penting dalam menentukan apakah seseorang akan termotivasi pada pekerjaannya. Ketiga tingkatan tersebut adalah: 1) mengalami dengan penuh arti, suatu tingkatan di mana seseorang merasakan kerja sebagai sesuatu yang penting dan berarti, memberikan padanya sistem nilai, 2) mengalami tanggung jawab, tingkatan di mana seseorang yakin bahwa dia secara pribadi bertanggung jawab terhadap hasil-hasil atau usaha, 3) pengetahuan terhadap hasil, tingkatan dimana seseorang dapat menentukan sebuah dasar yang teratur baik usahanya menyenangkan atau tidak.

Menurut Hamalik (2002), memotivasi belajar penting karena berfungsi untuk mendorong. Menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar. Ada beberapa prinsip

Page 15: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

15

belajar dan motivasi, yaitu: 1) kebermaknaan, berarti termotivasi belajar karena yang dipelajari mengandung makna tertentu, 2) modelling, apa yang diajarkan disertai dengan tingkah laku model, 3) komunikasi terbuka, penyajian disertai dengan pesan-pesan terbuka, 4) adanya hubungan guruan dengan masa depan, karena akan terasa lebih bermakna apabila pelajaran dapat digunakan untuk kehidupan pada masa mendatang, 5) apa yang telah dipelajari merupakan faktor yang menentukan berhasil atau gagalnya belajar yang akan datang, 6) novelty, dengan penyajian yang baru menjadi lebih senang belajar, 7) latihan / praktek yang aktif dan bermanfaat, menjadi lebih senang belajar karena menjadi bagian yang aktif dalam latihan /praktek, 8) latihan terbagi, menjadi lebih senang belajar jika latihan dibagibagi menjadi sejumlah kurun waktu yang pendek, 9) mengurangi pemaksaan belajar secara sistematis dan 10) kondisi yang menyenangkan.

Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Hal itu mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) adanya hasrat dan keinginan untuk berhasil, 2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, 3) adanya harapan dan cita-cita masa depan, 4) adanya penghargaan dalam belajar, 5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, 6) adanya lingkungan belajar yang kondusif (Hamzah (2007). Sehingga dengan faktorfaktor tersebut memungkinkan seorang siswa dapat belajar dengan semakin baik.

Prestasi BelajarKonsep Prestasi Belajar

Di bidang pendidikan, prestasi belajar merupakan suatu gambaran dari taraf penguasaan kemampuan siswa sebagaimana telah ditetapkan untuk satu mata kuliah yang bersangkutan. Untuk menentukan tingkat dan penguasaan prestasi belajar hendaknya dilakukan tindakan penelitian terhadap hasil belajar siswa secara menyeluruh dan berkesinambungan sesuai dengan karakteristik pendidikan keahlian yang bersangkutan. Usaha penilaian terutama ditujukan untuk dapat mengetahui apakah hasil belajar siswa telah mencapai tingkat penguasaan kemampuan seperti yang telah ditetapkan semula dalam tujuan pembelajaran.

Pelaksanaan penilaian harus berusaha mengungkapkan aspek-aspek pencapaian yang dianggap penting dalam mata kuliah yang bersangkutan, baik yang bersifat kognitif, afektif maupun psikomotorik untuk pelaksanaan penilaian yang dipergunakan bermacam-macam cara pengumpulan informasi, baik yang berbentuk tes (ujian) maupun non tes serta diaksanakan lebih dari satu kali kesempatan.

Menurut Abdullah (1985) bahwa prestasi belajar merupakan indikator kualitas dari pengetahuan yang telah dikuasai oleh siswa. Disisi lain, prestasi belajar merupakan hasil dari suatu sistem pendidikan, sehingga tingkat keberhasilannya ditentukan oleh elemen-elemen dalam sistem itu sendiri seperti motivasi siswa.

Sedangkan Sadli (1979) mengemukakan bahwa keberhasilan seorang murid didalam studinya ditentukan oleh faktor-faktor baik dari dalam maupun dari luar dirinya. Faktor-faktor dari dalam diri murid antara lain : motivasi, intelegensi, serta ciri-

Page 16: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

16

ciri kepribadiannya. Intelegensi akan berfungsi secara optimal apabila didukung oleh faktor motivasi yang kuat dan sesuai. Tidak jauh dari pendapat diatas menurut Purwanto (1990) secara umum faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah sebagai berikut: 1) kematangan / pertumbuhan, 2) kecerdasan, 3) latihan / ulangan, 4) motivasi, 5) sifat pribadi siswa, 6) keadaan keluarga, 7) guru dan cara mengajarnya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Tabrany (1993) yang menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu : 1) kecerdasan, 2) cara belajar, 3) konsentrasi yang menyangkut gangguan dari luar, 4) kesehatan jasmani, 5) lingkungan, 6) perlengkapan, 7) motivasi.

Cara Pengukuran Prestasi belajarMenurut Sukiat (1974) beberapa aspek yang turut menentukan prestasi belajar

siswa adalah: 1) aspek intelegen, 2) aspek kepribadian, 3) aspek motivasi, 4) aspek lingkungan sekolah, 5) aspek orang tua. Untuk mengetahui seberapa besar tingkat pencapaian prestasi belajar atau hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa, maka perlu diadakan suatu pengukuran terhadap hasil belajar atau prestasi belajar siswa. Menurut Sutrisno Hadi dalam Sugihartono, dkk (2007: 129) “Pengukuran dapat diartikan sebagai suatu tindakan untuk mengindetifikasikan besar kecilnya gejala”. Hasil pengukuran dapat berupa angka atau uraian tentang kenyataan yang mengambarkan derajat kualitas, kuantitas dan eksistensi keadaan yang diukur.

Pengukuran prestasi belajar untuk siswa dikemukakan lebih jelas lagi oleh Hamalik (1989) yang menyebutkan bahwa prestasi belajar siswa meliputi tiga aspek, yaitu: 1) aspek kognitif yang meliputi pengetahuan, ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi, 2) aspek afektif yang terdiri dari sikap, penghargaan, minat, 3) aspek ketrampilan (psikomotor) yakni ketrampilan-ketrampilan proses (pembuatan, penggunaan dan pengerjaan). Umumnya di sekolah pengukuran prestasi belajar ditekankan pada aspek kognitif saja karena hal itu berkaitan erat dengan proses pembelajaran, aspek ketrampilan mendapat tempat kedua, sedangkan aspek afektif sering kurang mendapat perhatian atau sering tidak mendapat perhatian.

Keberhasilan belajar siswa selalu mendapat perhatian para guru, dan juga unsur pimpinan sekolah. Dengan penilaian ini dapat diperoleh gambaran nyata tentang keberhasilan belajar dalam bentuk nilai raport. Dan pelaksanaan penilaian keberhasilan belajar dilakukan secara bertahap sesuai dengan tahap pelaksanaan program.

Jadi dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa cara pengukuran prestasi belajar untuk siswa di sekolah adalah dengan cara melihat jumlah nilai raport yang diperoleh oleh siswa SMP Negeri yang ada di kecamatan Patrang Jember secara keseluruhan.

Hubungan Langsung antar Variabel-variabel PenelitianDalam bagian ini diuraikan landasan teoritik hubungan langsung antar variabel-

variabel penelitian yang berasal dari hasi-hasil penelitian terdahulu atau hasil kajian para ahli. Persepsi merupakan proses kognitif yang dimiliki oleh seseorang terhadap informasi yang ada dilingkungannya. Persepsi yang dimiliki oleh siswa terhadap profesi

Page 17: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

17

pendidik akan berpengaruh pada motivasi belajarnya. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Brown (1971) bahwa terdapat delapan ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar intrinsik tinggi yang dapat dikenali selama mengikuti proses pembelajaran dikelas, yaitu: 1) tertarik pada guru, artinya tidak bersikap acuh tak acuh; 2) tertarik pada mata kuliah yang diajarkan; 3) antusiasme tinggi, pengendalian perhatian dan energinya kepada kegiatan belajar; 4) ingin bergabung pada suatu kelompok; 5) ingin identitas dirinya diakui oleh orang lain; 6) tindakan, kebiasaan dan moralnya selalu dalam kontrol diri; 7) selalu mengingat pelajaran dan mempelajarinya kembali di rumah; 8) selalu terkontrol oleh lingkungan.

Aderson dan Faust (1979) menjelaskan bahwa motivasi siswa dalam belajar dapat dilihat dari segi karakteristik tingkah laku siswa yang berkaitan dengan minat, ketajaman perhatian, konsentrasi, dan ketekunan. Siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi akan mempunyai minat yang besar dan perhatian yang penuh terhadap kegiatan belajar, tanpa mengenal perasaan bosan, apalagi menyerah. Sebaliknya siswa yang memiliki motivasi belajar yang rendah akan menunjukkan keengganan, cepat bosan, dan berusaha menghindar dari kegiatan belajar. Apabila siswa mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar maka prestasi belajar yang akan diperoleh juga semakin tinggi.

Berdasarkan uraian tersebut diatas motivasi belajar yang dimiliki oleh siswa mempunyai hubungan yang signifikan dengan persepsi yang positif terhadap profesi pendidik. Artinya semakin baik persepsi siswa terhadap profesi pendidik, maka semakin tinggi pula motivasi belajarnya dan semakin tinggi juga prestasi belajarnya.

Hubungan antara Peranan Guru di kelas, Motivasi Belajar dengan Prestasi Belajar.Salah satu tugas guru adalah menciptakan kondisi pembelajaran yang dapat

meningkatkan motivasi siswa untuk mengikuti secara efektif dan efisien proses pembelajaran yang dikendalikannya. Untuk menciptakan kondisi itu, guru dapat merancang pembelajaran yang diberikan agar supaya menimbulkan motivasi pada siswa.

Peran guru dalam menumbuhkan motivasi dalam diri siswa seperti dikemukakan oleh Joni (1985) yang menyatakan bahwa guru sesuai dengan tugasnya adalah sebagai fasilitator dan motivator dan sekaligus inspirator dalam kelas. Kedudukan ini menunjukkan betapa pentingnya peran guru dalam menumbuhkan motivasi belajar pada diri siswa. Guru sebagai fasilitator. Maka ia harus dapat memberikan berbagai kemudahan, petunjuk, bantuan, dorongan kepada siswa selama proses belajar mengajar dikelas. Memberikan kemudahan artinya sebagai guru tidak mempersulit siswa, dan memberikan petunjuk dalam belajar dengan mudah dan sekaligus memberikan dorongan-dorongan yang diperlukan siswa. Guru sebagai motivator, maka dalam proses belajar mengajar harus dapar membangkitkan motivasi, hasrat, dan semangat belajar kepada siswa, dan guru sebagai inspirator guru harus dapat memberikan semangat pada setiapsiswa tanpa memandang taraf kemampuan intelektual atau tingkat motivasi belajarnya. Sehingga dengan demikian peranan guru dikelas sangat berhubungan secara signifikan terhadap tingkat motivasi belajar siswa.

Page 18: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

18

Sehubungan dengan peranan guru tersebut diatas, tidak dapat terlepas dari kurikulum, yang mana setiap guru harus mampu memberikan kuliah pada siswa yang harus disesuaikan dengan kurikulum. Dan pada setiap kurikulum yang ada tidak bisa terlepas dari referensi, oleh karena itu keberadaan perpustakaan dengan segala pelayanan dan fasilitas yang mendukungnya adalah merupakan faktor yang sangat penting bagi siswa.

Hal itu sesuai dengan pendapat Sukarman (1981) yang menyatakan bahwa untuk memperoleh anak didik yang berprestasi, maka harus ditunjang dengan berbagai aspek, antara lain peranan pendidik untuk mau mendorong peserta didiknya untuk mencari referensi atau buku-buku yang bermanfaat dalam proses pembelajaran di perpustakaan. Dan apabila layanan perpustakaan yang disediakan cukup bagus, maka akan membuat peserta didik rajin untuk mendatangi perpustakaan, karena mereka mempunyai semangat dan motivasi belajar yang tinggi untuk belajar diperpustakaan yang akan mempengaruhi juga hasil prestasi belajarnya. Sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peranan guru dikelas, mempunyai hubungan yang sangat signifikan dengan motivasi belajar dan prestasi belajar siswa.

Hubungan antara Motivasi Belajar dengan Prestasi BelajarSedangkan hubungan antara motivasi belajar dengan prestasi belajar siswa

dikemukakan oleh Fyans dan Machr (1987) diantara tiga faktor yaitu latar belakang, kondisi atau lingkungan kampus dan motivasi, faktor yang terakhir merupakan prediktor yang baik untuk prestasi belajar. Dalam penelitiannya Welberg (1983) menyimpulkan bahwa motivasi mempunyai kontribusi antara 11 sampai 20% terhadap prestasi belajar. Sedangkan Mc Celland menunjukkan bahwa motivasi berprestasi (achievement motivation) mempunyai kontribusi sampai 64 % terhadap prestasi belajar. Hal ini dapat disimpulkan bahwa motivasi memiliki hubungan korelasi yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa.

Hasil Penelitian Terdahulu Yang Relevan dengan PenelitianHasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini antara lain penelitian Siti Arfah (1998) yang mengambil lokasi di SLTP Negeri 3 Malang. Penelitian kualitatif yang menggunakan rancangan studi kasus ini menghasilkan temuan bahwa dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa, maka dibutuhkan: 1) guru memberi motivasi siswa dalam proses pembelajaran; 2) siswa harus aktif melaksanakan pembelajaran; 3) guru harus mampu memilih strategi pembelajaran yang tepat; 4) guru harus disiplin dalam menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dikelas; 5) siswa harus berdisiplin dalam pembelajaran; 6) faktor penunjang dalam upaya meningkatkan prestasi belajar adalah: a) fasilitas peningkatan pendidikan bagi guru, b) siswa aktif mengikuti pelajaran, c) siswa selalu diajak untuk menambah pengetahuan dengan diikutkan lomba, seminar, dan faktor penghambat berupa: a) kondisi kehidupan guru, b) kenaikan pangkat yang masih melalui birokrasi berbelit sehingga menghambat karir guru, c)siswa tidak dapat menerima pelajaran dengan baik jika tidak didukung dengan fasilitas yang baik. Hariyanto (2003) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa di

Page 19: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

19

SMU Negeri se Kabupaten Tuban. Dengan menggunakan rancangan deskriptif korelasional, hasil penelitian dari data yang sudah dianalisisfaktor-faktor yang berhubungan dengan prestasi belajar siswa adalah antara lain sebagai berikut: 1) kompetensi guru dalam pengelolaan kelas harus baik; 2) interaksi guru dengan siswa harus kondusif; 3) motivasi berprestasi siswa hendaknya tinggi; 4) terdapat hubungan yang signifikan antara kompetensi guru dalam pengelolaan kelas dengan prestasi belajar siswa; 5) terdapat hubungan yang positif antara interaksi guru dengan siswa; 6) terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi siswa dengan prestasi belajar siswa; 7) terdapat hubungan positif yang signifikan antara kompetensi guru dalam pengelolaan kelas, interaksi guru dengan siswa, dan motivasi berprestasi siswa dengan prestasi belajar siswa; 8) kopetensi guru dalam pengelolaan kelas memberikan sumbangan efektif sebesar 20,12 % terhadap prestasi belajar siswa; 9) interaksi guru dengan siswa memberikan sumbangan efektif sebesar 22,47 % terhadap prestasi belajar siswa; 10) motivasi berprestasi siswa memberikan sumbangan efektif sebesar 19,36 % terhadap prestasi belajar siswa. Sumbangan sarana prasarana yang berpengaruh pada prestasi belajar siswa diteliti oleh Eko Cahyono (2005) yang mengambil populasi siswa SMP sekota Probolinggo. Hasil penelitian yang menggunakan rancangan deskriptif korelasional dan data yang telah dianalisis, maka dapat disimpulkan : 1) kecenderungan sarana prasarana siswa SMP di kota Probolinggo masih dalam intensitas rendah 45, 30%, sedang 41,44% dan tinggi 15, 26%. Dan secara bersama-sama sarana prasarana belajar, motivasi belajar dan pengelolaan kelas memberikan sumbangan secara efektif terhadap prestasi belajar siswa SMPN se kota Probolinggo sebesar 30,08%. Penelitian Musdiani (1999) tentang hubungan persepsi siswa terhadap kepemimpinan ketua jurusan, keefektifan mengajar guru dengan prestasi belajar siswa PTS di Kotamadya Banda Aceh. Dari perhitungan uji korelasi parsial diperoleh hipotesis nihil (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) berbunyi “terdapat korelasi yang signifikan antara keefektifan mengajar guru dengan prestasi belajar siswa dengan memisahkan kepemimpinan ketua jurusan diterima pada taraf signifikan 5%”.

Hubungan antara persepsi siswa terhadap ketrampilan mengajar guru dengan minat dan motivasi belajar siswa dilakukan oleh Hikmah Eva Trisnantari (2000), dilakukan pada siswa FPIPS di Universitas Negeri Malang yang menyimpulkan bahwa: 1) persepsi siswa terhadap ketrampilan mengajar guru pada kategori tinggi; 2) minat belajar siswa pada kategori tinggi; 3) terdapat hubungan antara persepsi siswa terhadap ketrampilan mengajar guru; 4) terdapat hubungan antara persepsi siswa dengan motivasi belajar siswa; 5) terdapat hubungan yang signifikan antara ketrampilan mengajar guru dengan motivasi belajar siswa.

3. Metode PenelitianPenelitian ini termasuk dalam penelitian ex-post-facto, karena peneliti

berhubungan dengan variabel yang telah terjadi dan mereka tidak perlu memberikan perlakuan terhadap variabel yang diteliti (Sukardi, 2005: 15).

Page 20: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

20

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif yang artinya semua informasi atau data yang diperoleh diwujudkan dengan angka dan analisis yang digunakan adalah analisis statistik.

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh persepsi siswa tentang peranan guru di kelas dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa. Penelitian ini mempunyai satu variabel dependen (terikat) dan dua variabel independen (bebas). Prestasi belajar sebagai variabel dependen (Y), persepsi siswa tentang peran guru di kelas sebagai variabel independen pertama (X1), dan motivasi belajar sebagai variabel independen kedua (X2).

Pengujian HipotesisHipotesis merupakan jawaban sementara atas permasalahan yang dirumuskan.

Oleh sebab itu, awaban sementara ini harus diuji kebenarannya secara empirik. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik regresi sederhana untuk hipotesis pertama dan hipotesis kedua. Untuk hipotesis ketiga menggunakan teknik regrasi ganda. Penjelasan tentang hasil pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Perhitungan Regresi Linier Berganda

Variabel Independent Konstanta T Sig. rA 3,118

Persepsi ProfesionalGuru

0,006 0,539 0.591 0,055

Motivasi BelajarSiswa

0,005 0,526 0,600 0,053

F-hitung 0,322 0,726R 0,081R Square 0,007Adjusted RSquare

-0,014

Sumber: data diolah

Berdasarkan tabel 1 di atas, dapat dituliskan persamaan regresi linier berganda sebagai berikut: Y = 3,118 + 0,006X1+0,005X2. Persamaan ini berarti bahwa peran guru dan motivasi belajar akan memberi kontribusi sebesar 8,1%.

Page 21: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

21

Tabel 2. Hasil PerhitunganKorrelasi Berganda Peran Guru dan Motivasi Belajar terhadap Nilai Hasil Belajar Siswa

Nilai hasilbelajar siswa

Peran Guru Motivasi Belajar

Pearson Correlation

Nilai hasil belajar siswa

1.000 .061 .060

Peran Guru .061 1.000 .119Motivasi Belajar

.060 .119 1.000

Sig. (1-tailed) Nilai hasil belajar siswa

. .272 .276

Peran Guru .272 . .119Motivasi Belajar

.276 .119 .

Sumber: Data diolah

Tabel di atas menunjukkan bahwa korelasi peran guru di kelas terhadap nilai hasil belajar siswa sebesar 6,1% dan motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa sebesar 6,0%. Kontribusi nilai korelasi dan nilai R square sangat kecil oleh karena itu signifikansi juga melebihi dari standar 5%.

Hasil uji t pada persepsi peran guru di kelas sebesar 0,539 dengan nilai signifikansi 0,591 sementara motivasi belajar siswa dengan nilai t sebesar 0,526 dengan nilai signifikansi 0,600. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi setiap variabel X1 dan X2 sangat rendah dan tidak signifikan pada sekolah menengah pertama di Kecamatan Patrang Kabupaten Jember.

Hipotesis penelitian ini menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan dari kompetensi peran guru di kelas terhadap hasil belajar siswa. Secara statistik hipotesis ini berhubungan dengan hasil uji terhadap ã1&2 yang dapat dirumuskan dengan hipotesis statistik : H0 : ã1&2 = 0 Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara peran guru dan motivasi

belajar siswa terhadap hasil belajar siswa.H1 : ã1&2 ≠ 0 Terdapat hubungan yang signifikan antara peran guru dan motivasi belajar

siswa terhadap hasil belajar siswa.

Koefisien regresi dari konstruk peran guru di kelas dan motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar siswa bernilai 0.322 dengan nilai signifikansi sebesar 0,726 (lebih besar dari 0,05). Hasil ini memberikan keputusan bahwa dari koefisien regresi yang diperoleh telah menunjukkan adanya hubungan positif akan tetapi nilai signifikan dari konstruk peran guru dan motivasi belajar siswa ke konstruk hasil belajar siswa tidak signifikan. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini yang menyatakan bahwa peran guru di kelas tidak signifikan terhadap hasil belajar siswa adalah tidak dapat diterima.

Page 22: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

22

4. PembahasanBerdasarkan hasil uji statistik deskriptif dan uji korelasi maka pembahasan

tentang hubungan peran guru di kelas dan motivasi belajar siswa terhadap nilai hasil belajar siswa adalah sebagai berikut. Peran guru dalam merencanakan, menentukan metode, dan mengevaluasi hasil belajar, dan memotivasi siswa tidak signifikan terhadap nilai hasil belajar siswa sekolah menengah pertama di kecamatan Patrang Kabupaten Jember. Di masa mendatang guru harus paham penelitian guna mendukung terhadap efektivitas pembelajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitian guru tidak terjebak pada praktik pembelajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif, namun kenyataannya justru mematikan kreativitas para siswanya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian yang mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pembelajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung. Menurut Creemers (1994) efektifitas pembelajaran menunjukkan bahwa peran penting para guru dalam meningkatkan pembelajaran yang efektif dengan pembelajaran langsung melalui pengautan, struktur tugas dan peningkatan monitoring pada siswa untuk melihat perkembangan kemajuan siswa, kemudian waktu mengajar termasuk pemberian pekerjaan rumah atau tugas dan kesempatan untuk belajar bagi para guru baik menyangkut isi pembelajaran, pengukuran maupun pengukuran prestasi siswa.

Hasil penelitian ini mendukung sebagaimana dikemukakan Mulyasa (2007) bahwa gurumempunyai peran sebagai berikut :a) Memiliki kemampuan menciptakan iklim belajar yang kondusif, antara lain kemampuan interpersonal untuk menunjukkan empati dan penghargaan kepada peserta didik, hubungan baik dengan peserta didik, menerima dan memperhatikan peserta didik secara tulus, menunjukkan minat dan antusias yang tinggi dalam mengajar, menciptakan iklim untuk tumbuhnya kerjasama, melibatkan peserta didik dalam mengorganisasikan dan merencanakan pembelajaran, mendengarkan dan menghargai hak peserta didik untuk berbicara dalam setiap diskusi, dan meminimalkan bahkan mengeliminasi setiap permasalahan yang sering terjadidalam pembelajaran.b) Kemampuan mengembangkan strategi dan manajemen pembelajaran, berkaitan dengan kemampuan untuk menghadapi dan menangani peserta didik yang bermasalah, suka menyela, mengalihkan pembicaraan dan mampu memberikan transisi substansi bahan ajar dalam pembelajaran, serta kemampuan bertanya yang memerlukan tingkat berpikir yang berbeda untuk semua peserta didik .c) Kemampuan memberikan umpan balik dan penguatan antara lain: memberikan umpan balik yang positif terhadap respon peserta didik, memberikan respon yang sifatnya membantu peserta didik yang lamban belajar, memberikan tindak lanjut terhadap jawaban peserta didik yang kurang memuaskan, kemampuan memberikan bantuan kepada peserta didik. d) Kemampuan untuk meningkatkan diri, antara lain: menerapkan kurikulum dan metode mengajar secara inovatif, memperluas dan menambah pengetahuan tentang

Page 23: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

23

metode pembelajaran, memanfaatkan kelompok untuk menciptakan dan mengembangkan metode pengajaran yang relevan.

Indikator peran guru yang disebutkan Mulyasa (2007) pada nomor satu yaitu guru mempunyai empati terhadap siswa agar terjadi situasi yang kondusif dalam prosesbelajar yang baik. Hal ini sama dengan pendapat Hamzah (2007) yang mengatakan: Motivasi pada dasarnya dapat membantu dalam memahami dan menjelaskan perilaku individu, termasuk perilaku individu yang sedang belajar. Menurut Hamzah (2007) ada beberapa peranan penting dari motivasi dalam belajar dan pembelajaran, antara lain dalam; (a) menentukan hal-hal yang dapat dijadikan penguat belajar, (b) memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai, (c) menentukan ragam kendali terhadap rangsangan belajar, (d) menentukan ketekunan belajar. Hamzah (2006) menambahkan bahwa motivasi belajar siswa didorong oleh faktor internal dan eksternal dimana peserta didik yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung, yaitu sebagai berikut : 1) adanya hasrat dan keinginan berhasil, 2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, 3) adanya harapan dan cita-cita masa depan, 4) adanya penghargaan dalam belajar, 5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, 6) adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seorang peserta didik dapat belajar dengan baik.

Menumbuhkan hasrat belajar dari siswa bukan hanya dari empati saja namun yang terpenting adalah kemandirian belajar dari siswa melalui pemecahan masalah teori dan menghubungkan teori dengan realitas dengan melakukan penelitian. Penelitian sendiri berasal dari kata search artinya mencari kebenaran dengan metode ilmiah. Dengan adanya semangat mencari yang terus menerus akan meningkatkan nilai hasil belajar siswa.

Penelitian ini menegaskan kembali betapa pentingnya penelitian bagi guru dan siswa. Penelitian dijadikan menjadi metode pembelajaran yang integratif dan metode mendapatkan hasil supaya motivasi internal dan eksternal terintegrasikan dalam proses belajar dan mengajar. Dorongan dari guru untuk meneliti itu akan memotivasi siswa untuk mencari kebenaran ilmiah. Dengan melakukan penelitian akan mendorong siswa untuk lebih kreatif dan berinovasi dalam belajar sehingga tercipta nilai hasil belajar yang sesuai dengan standar pendidikan nasional yakni siswa dan guru melakukan penelitian sebagai habitus (kebiasaan) yang harus didukung dan dipertahankan demi kemajuan ilmu pengetahuan dan penyelesaian masalah yang dihadapi oleh masyarakat.

5. Simpulan Dan SaranSimpulan

Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif dan korelasi pada bab empat maka kesimpulan yang dapat ditarik adalah sebagai berikut:1. Persepsi siswa tentang peranan guru di kelas terhadap prestasi belajar siswa mulai dari setuju sampai sangat setuju dimana siswa mengatakan peran guru untuk merencanakan dan menerapkan metode pembelajaran dan evaluasi belajar sudah sesuai dengan silabus namun korelasinya sebesar 0,061 atau 6,1%.

Page 24: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

24

2. Pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa dari level baik sampai dengan level sangat baik dimana siswa mempresepsikan bahwa guru selalu berpartisipasi aktif dalam proses belajar siswa dengan memberikan empati terhadap siswa sehingga mereka melakukan tugastugas individu maupun kelompok dengan senang hati namun korelasinya sebesar 0,060 atau 6%.3. Pengaruh persepsi siswa tentang peranan guru di kelas dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa tidak signifikan. Nilai kontribusi kedua variabel X1 dan X2 sebesar 0,081 atau 8,1%.4. Nilai signifikansi uji F sebesar 0,726 dan nilai signifikansi peran guru (X1) sebesar 0,591 dan nilai signifikansi motivasi belajar siswa sebesar 0,600. Semua nilai signifikansi uji F dan uji t menunjukkan di atas 0,05. Hal ini berarti kedua uji F dan uji t tidak signifikan karena melebihi dari standar yang telah ditentukan sebesar 5%.

SaranBerdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat diberikan saran-saran sebagai

berikut :1. Untuk meningkatkan persepsi siswa tentang peranan guru di kelas bukan hanya

ditunjukkan dalam proses belajar mengajar di dalam kelas seperti mengajar, perancang program proses belajar mengajar, sebagai manajer atau pemimpin kelas, fasilitator, motivator dan evaluator akan tetapi lebih memberikan contoh sebagai peneliti untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan pengembangan ilmu pengetahuan sehingga siswa mengikuti teladan sebagai peneliti unggul untuk menumbuhkan kreativitas dan inovasi.

2. Dorongan belajar yang ada dalam diri siswa untuk menumbuhkan, mempertahankan/meningkatkan perilaku berprestasi belajar dengan cara melakukan penelitian sehingga membuat siswa untuk mandiri dalam mencari ilmu pengetahuan dan menyelesaikan permasalahan masyarakat.

3. Prestasi belajar hendaknya dilihat dari proses dan output dalam mencari ilmu pengetahuan dengan cara melakukan penelitian sehingga siswa trampil dalam menyajikan data dan metode ilmiah.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. 1983. Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru.Ametembun, 1980. Supervisi Pendidikan : Penuntun Bagi Pembina Pendidikan Kepala

Sekolah & Guru-Guru. Malang : IKIP Malang.Ardhana, A,W, 2000. Bacaan Pilihan dalam Metode Penelitian Pendidikan, Dirjendikti, Jakarta.Ary, D. Jacobs, 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Jurnal Pendidikan V (20) :

1-24.Arthur, 1999. Learning Theory for Teacher. Hepper & Row Publisher. Branca. 1965.

Psychology The Science of Behavior. Allyn + Bacon, Inc USA.Brown, E.J & Phelps, Arthur Thomas, 1961. Managing Class Room. The Ronald Press Co.

New York.

Page 25: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

25

Budiono, 1980. Efektifitas Guru Sekolah Menengah di Pulau Jawa. Prisma 7, 60-64.Chandler. 1976. Educational and The Teacher, Mead and Co, New York.Clark, E. 1991. Christian Education : Foundation for the Future. Chicago : Moody Press.Collier, CC, Houston, W.R. Schemats, RR & Walsh, W.J. 1971. Teaching in The Modern

Elementary School. New York : The McMillan Company.Crow, 1972. Educational Psychology. Littlefield Adams And Co. Totowa, New Jersey.D. Jacobs, Ary. 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Jurnal Pendidikan V (20) : 1-24.Depdikbud, 1992. Pembahasan Tipe Sekolah. Jakarta : Kepdirjendikdasmen.Djamarah. 1984. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya : Usaha Nasional.Djojonegoro Wardiman, 1996. Limapuluh Tahun Perkembangan Pendidikan Indonesia.

Jakarta : Depdikbud.Elliot, 1996. Educational Pschology Company. New York, Narcount,Brace and Company.Eytunck, 1972. Psychology of Personality.Prentice Hall, Inc. New York.Ferdinand, F.A. 2002. Structural Equation Modelling dalam Penelitian Manajemen.

Semarang : BP Undip.Fleming,W. 1981. Instructional Massage Design, Principles from the Behaviour

Sciences. Educational Tecnology, pub. Englewood Cliffs, New Jersey.Gorton, Richard, A. 1977. School Administration. Iowa. WM : C. Brown Company.Hadiwinarto, 1988. Hubungan antara Persepsi Timbal Balik antara Siswa dan Guru

dengan Prestasi Belajar Matematika & IPS pada Siswa SMPN di Kodya Bengkulu.Tesis : PPS IKIP Malang.

Hamalik, 1992. Psikologi Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru.Hudoyo, Herman, 1981. Pengembangan Kurikulum dan Pelaksanaannya Didepan Kelas,

Surabaya : Usaha Nasional.Joni, T. Raka, 1980. Wawasan Pendidikan Guru. Depdikbud : P2LPTKJoni, T. Raka, 1985. Profesional Jabatan Guru Permasalahan dan Kemungkinan. Naskah

disiapkan untuk Rapat Kerja Sub. Dit. Pengembangan Kurikulum dan Perlengkapan Dirjen Dikti.

Joni, T. Raka. 1992. Wawasan Kependidikan Guru . Jakarta : Depdikbud. Dirjen Dikti P2LPTK.Meider, 1958. Sintesis dan Aplikasi Prinsip-prinsip Mengajar. Jakarta : CV.Akademika

Prasendo.Muhyadi, 1989. Psikologi Komunikasi. Bandung : Remaja Karya.Mulyono. 2003. Sikap Siswa Sekolah Pendidikan Guru terhadap Jabatan Guru.Untuk

Penelitian Desertasi. Nana Sudjana. (2005). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algasindo.Owens, R.1991. Organizational Behaviour in Education. New Jersey, Englewood Cliffs :

Prentice Hall-Inc.Pasaribu. 1983. Proses Belajar Mengajar. Bandung : Tarsito Bandung.Petterson. 1991. Psikologi Pendidikan & Evaluasi Belajar. Jakarta : Gramedia.Richey, 1962. Planning for Teaching, Introduction to Education. McGraw- Hill.R. Ibrahim & Nana Syaodih. (2003). Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Page 26: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

26

Sadiman, Ali, 1983. Pengukuran Pendidikan. Jakarta : Gramedia.Sadiman, Arif. 1988 Media Pendidikan dan Pengembangannya. Jakarta : Depdikbud, CV

RajawaliSaifudin Zuhri. 1974. Guruku orang-orang dari Pesantren. PT. Al Ma’arif : Bandung.Sardiman, A.M. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada.Sastrawijaya, 1988. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Karya.Sceerens,J. & Bosker,R. 1977. The Foundations of Educational Effectiveness. New York :

Elsevier Science Inc.Sertain. 1958 . Motivasi & Interaksi Belajar Mengajar. Jakarta : rajawali Press.Singarimbun, S.M. Metode Penelitian Survei. Jakarta : PT Pustaka LP3ES Ind.Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta.Sudjana, 1992. Penilaian Hasil PBM. Bandung : Remaja Rosda Karya.Sugiono, 2002. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.Sukiat, 1974. Motivasi & Intelegensi. Fakultas Psikologi UI Jakarta. Sutrisno Hadi. (2004). Analisis Regresi. Yogyakarta: Andi Offset.Tantowi, 1991. Motivasi dalam Belajar. Jakarta : Dirjen Dikti. P2LPTK.Tyler, L.E. 1956. The Psychology of Human Differences. Appleton Century Crofts Inc.New York.Turney, Cifford, 1981. Classroom Management and Discipline, Sydney Micro Skills,

Series 3, Handbook, Sydney University Press.Usman. 2002. Menjadi Guru Profesional. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.Undang-Undang Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional, 2003. Jakarta

: Depdikbud Pusat.Wagito, Bimo. 1981. Analisa Model Mengajar.Yogyakarta : HikmahWahjoetomo, Adi. 1994. Dosen Seorang Manajer Kelas. Jakarta : PT. Raja Grafindo.Weber, 1992. Psikologi Sosial.Terjemahan M. Shobarudin. Jakarta : Bina Aksara.Willerman, 1978. The Psychology of Individual and Group Differences. W.F. Freeman &

Company, San Fransisco.Winskel, W.S. 1986. Psikologi Pengajaran. Jakarta : PT. Gramedia.Winarno, S. 1969. Guru dan Pendidikannya. Direktorat Pendidikan Guru & Tenaga

Teknis P & K Jakarta.

Page 27: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

27

STRATEGI CASED BASED LEARNING (CBL) YANG TERINTEGRASI DENGAN SILABUS UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN MANAJEMEN STRATEGI

Oleh: AMIN SILALAHI, BA, MBA, DMS, Dosen Prodi Ilmu Pendidikan Ekonomi IKIP PGRI Jember

Abstract

Strategy Cased Based Learning (CBL) techniques can help students develop their capacities to analyze and solve problems. In contrast to the instructor-centered lecture method of teaching, through which learning occurs passively and largely by revelation, case-based teaching is highly student-centered and promotes learning through a process of discovery. In order for such discovery learning to take place, however, students must fully participate in both small-group and whole-class discussions of the cases under consideration. The purpose of teaching method being expected in this paper namely: to have decision making being made through process analysis/identification of theory, concept and data so that the students can argue, write down in their paper and they can talk their distinct ideas in front of the class by using creativity tools.

Keyword: strategy cased based learning, quality of learning, integrated with syllabus.

1. PendahuluanAdapun alasan memilih judul: “Strategi Cased Based Learning (CBL) yang

Terintegrasi dengan Silabus untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Manajemen Strategi” adalah untuk mengubah paradigma lama dalam proses belajar dan mengajar dari teacher centered ke student centered. Proses pembelajaran dengan menggunakan CBL diusulkan ke PHK A3 karena banyak mahasiswa menunjukkan kebiasaan yang membutuhkan penanganan serius dari fakultas ekonomi antara lain:(a) Menghafal mata pelajaran tanpa mengerti substansinya.(b) Tidak dapat menghubungkan teori terhadap praktik dan dari teori untuk membentuk

suatu konsep.(c) Datang ke kelas tanpa persiapan dan kurangnya pengelolaan waktu belajar sehingga

prestasi mereka menurun dari semester ke semester berikutnya. (d) Tidak dapat mengemukakan ide atau pendapat di depan teman kelompok dan kelas.(e) Tidak bisa menulis karya ilmiah dalam bentuk tulisan ilmiah. (f) Tidak bisa mendapatkan dan mengolah data yang sudah dipublikasikan untuk acuan

dalam mengambil keputusan.(g) Masih membaca presentasinya di depan kelas karena kurangnya menguasai

komunikasi, dan kurangnya persiapan dan penguasaan topik yang dipresentasikan.(h) Tidak aktif dalam proses belajar mengajar karena kurangnya tingkat kekritisan

mereka. (i) Kurang dapat mengambil keputusan yang abstrak.

Page 28: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

28

Permasalahan di atas ini diharapkan dapat diselesaikan dengan metode CBL yang terintegrasi dengan silabus. Metode strategi pembelajaran berbasis studi kasus yang diusulkan ini mempunyai banyak manfaat antara lain:(a) Analisis kasus terbukti merupakan metode pendidikan yang khususnya efektif dalam

kuliah manajemen strategik (Pearce & Robinson, 1997: 512).(b) Memberi kesempatan untuk mahasiswa terlibat dalam proses pengambilan

keputusan yang terdapat dalam studi kasus. Menurut Pearce & Robinson, (1997: 512) keterlibatan mahasiswa dalam proses belajar itu terpacu karena bahan teks dan kuliah professor memusatkan perhatian pada apa yang telah dilakukan atau seharusnya dilakukan suatu perusahaan dalam situasi bisnis nyata.

(c) Mahasiswa dapat mengenali gagasan terbaiknya dibandingkan dengan mahasiswa/kelompok lain.

(d) Mahasiswa diharapkan juga dapat mengenali risiko yang timbul dari keputusannya. Mengenali gagasan dan risiko dalam pengambilan keputusan mereka melalui data-data yang mereka kumpulkan dan menghubungkan keputusan mereka dari teori-teori yang sudah ada dan masih berkembang sehingga ilmu pengetahuan semakin dihargai dan dikembangkan. Hunger dan Wheelen (2001:550) sering menyebut nomor (d) ini dengan kalimat: “membangun titik-titik keterkaitan yang jelas dalam menghubungkan teori dan praktik di dunia nyata”.

(e) Memberi mahasiswa peluang untuk mengembangkan dan mempertajam kemampuan analitik tentang gambaran-gambaran situasi dengan baik. Pearce & Robinson, (1997: 512) dan Hunger & Wheelen, (2001: 550).

(f) Meningkatkan keterampilan berkomunikasi dan menulis dan pengalaman menyenangkan dengan memungkinkan mahasiswa memainkan peran sebagai pengambil keputusan penting bagi organisasi yang akan dipelajari.

(g) Metode kasus menuntut persiapan kelas yang berbeda dengan kuliah yang biasa. Pearce & Robinson, (1997: 512). Parce dan Robonson menambahkan: “untuk kuliah dengan metode kasus, persiapan yang cukup adalah penting”.

Pengalaman dalam proses pembelajaran CBL diharapkan akan menambah kreatifitas mahasiswa sehingga meningkatkan kualitas pembelajaran seperti: keterampilan mengambil keputusan, melakukan analisis situasi bisnis dan mengidentifikasi permasalahan bisnis, mengaplikasikan konsep dengan teori yang terkait, berkomunikasi mengutarakan pendapat dan gagasan secara tertulis, dapat mengolah waktu belajar, menjunjung tinggi inter-personal (komunikasi sosial) dan meningkatkan inovasi-kreatif dalam belajar di kelas.

Harapan dari mengaplikasikan metode CBL yang terintegrasi dengan silabus akan membedakan mahasiswa Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya dengan mahasiswa universitas yang lain. Perbedaan metode pembelajaran yang efektif dari mahasiswa semester 6 dan 7 akan sendirinya menjunjung tinggi motto universitasnya: “Life Improving University” (kita belajar bukan ilmu semata-mata akan tetapi belajar untuk hidup). Belajar untuk kehidupan harus mengetahui know that, know how dan knowing in action dan menggabungkan konseptual, presentasi dan analisis baik itu di tingkat pembelajaran individu dan pembelajaran kelompok kecil maupun besar (kelas).

Page 29: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

29

1.1. Rumusan Masalah dan Tujuan Metode Pembelajaran Berdasarkan latar belakang pemilihan topik dan permasalahan di atas, maka

metode pembelajaran yang diusulkan dirumuskan seperti di bawah ini:“Apakah strategi cased based learning (CBL) yang terintegrasi dengan silabus

dapat meningkatkan kualitas pembelajaran manajemen strategi?” Metode pembelajaran studi kasus yang terintegrasi dengan silabus akan dapat

meningkatkan kualitas pembelajaran antara lain: mengambil keputusan dengan analisis konsep dan teori yang terkait sehingga mereka lebih paham mengkomunikasikan dan menuliskan dalam makalah dan semakin menjamin komunikasi sosial akademis dan etis.

1.2. Manfaat Metode Pembelajaran1. Mahasiswa: dapat mengambil keputusan terhadap permasalahan, dengan metode

mengidentifikasi permasalahan dengan mengumpulkan teori-teori dan konsep-konsep dan mempergunakan data-data yang terkait sehingga mahasiswa dapat mengkomunikasikan idenya dengan beda dalam bentuk tulisan dan non-tulisan dan mampu menguji perusahaan-perusahaan yang berhasil dan gagal.

2. Dosen: mengubah paradigma pembelajaran pasif kepada paradigma pembelajaran aktif melalui metode CBL. CBL merupakan suatu cara belajar yang menggunakan kisah keadaan yang sebenarnya, dimana para peserta diajak terlibat dalam membuat keputusan, menjawab tantangan dan kesempatan, guna menghadapi permasalahan atau isu yang dihadapi oleh satu orang atau beberapa orang dalam sebuah organisasi.

3. Fakultas Widya Mandala: dapat mengubah sistem pembelajaran yang terintegrasi untuk mengurangi penurunan indeks prestasi mahasiswa dari semester pertama sampai semester tujuh. Dengan semangat partisipatif di dalam metode pembelajaran CBL di dalam kelas, akan menjadikan proses belajar semakin menarik sehingga Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya menjadi pusat pengembangan pembelajaran CBL.

2. KONSEP PENGEMBANGAN DAN TINJAUAN TEORITIK2.1. Konsep Pengembangan Pendekatan Pembelajaran Studi Kasus

Metode pembelajaran CBL merupakan salah satu strategi pembelajaran yang efektif dalam mata kuliah manajemen strategik (Pearce II & Robinson Jr., 1997:512). Sebelum mengimplementasikan strategi pembelajaran CBL, terlebih dahulu mengetahui fase atau step-step belajar manusia: (a) Fase pertama: Mulai dari menstransfer ilmu pengetahuan terhadap anak didik. Fase

ini ditandai dengan mengetahui fisik dari ilmu pengetahuan. Fase pertama itu sering ditandai dengan ilmu pengetahuan dalam kata-kata.

(b) Fase kedua: mengajar mahasiswa melalui tutoring (pendampingan) yang ditandai dengan sistematika ilmu pengetahuan, konsep, mengetahui cara dan pemecahan permasalahan dan fase kedua sudah mengacu pada keahlian, dan kemampuan. Schneider, Watermen, Peters dan Phillips, (1991:314) menambahkan bahwa fase

Page 30: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

30

kedua itu lebih terfokus pada konsep dengan cara memilah-milah, mengkategorikan, dan mendiskusikan.

(c) Fase yang ketiga: adalah mengarahkan (coaching). Fase ketiga ini lebih memahirkan ilmu sebagai bagian dari hidupnya dengan cara mempraktikkan ilmu itu supaya menjadikan mahasiswa profesional dalam bidang tertentu. Fase ketiga dalam wujud tanggungjawab sosial.

Tujuan dari pengajaran dan pembelajaran CBL pada setiap fase adalah sebagai berikut:(a) Fase pertama adalah mentransfer pengantar ilmu pengetahuan dan identitasnya

ditentukan dengan: mengetahui, mengingat. (b) Fase kedua: Schneider, Watermen, Peters dan Phillips, (1991:314) menambahkan

tipe ini ditandai dengan mengingat kembali, mendeskripsikan dan mengidentifikasi, diikuti dengan mempresentasikan permasalahan dan pembelajaran ditandai dengan melakukan, mempraktikkan dan berdebat (argumentasi).

(c) Fase ketiga: dengan tujuan perbuatan disesuaikan dengan situasi. Dan pembelajaran pada fase ketiga ini ditandai dengan mahirkan suatu ilmu (master) dan mengatasi suatu permasalahan.

Teknik pengajaran dan pembelajaran di CBL antara lain: (a) Fase pertama: dengan cara mengajar dan menjelaskan. Teknik pengajaran dan pembelajaran ini akan dievaluasi dengan cara menjawab pertanyaan benar atau salah.(b) Fase kedua dengan cara mengobservasi, membantu mahasiswa dan mendemonstrasikan. Teknik pengajaran dan pembelajaran di atas ini akan dievaluasi dengan cara memilih metode dan cara pemakaiannya,(c) Fase ketiga dengan cara saling mendukung dan bekerjasama dengan mahasiswa yang lain. Teknik pengajaran dan pembelajaran di atas ini akan dievaluasi dengan cara merealisasikan aksi untuk umum.

2.2. Tinjauan Teoritik

Fase pertama dalam proses pembelajaran dimulai dengan perilaku. Kalau perilaku si anak mau menerima pelajaran itu, maka dia akan berusaha menggali ilmu itu sedapat mungkin. Perilaku dalam proses pembelajaran itu sering disebut metode behavioristik. Joyce (2003:10) menyebutkan fase pertama ini dimulai dari pembelajaran menguasai pelajaran melalui instruksi-instruksi yang sudah diprogramkan. Fase ini lebih memberikan stimulus dan instruksi langsung kepada mahasiswa. Ciri khas dari fase pertama ini mengubah behavior dari pelajar dan diikuti dengan penekanan pada kultur (budaya) melalui pengajaran keahlian dan ilmu pengetahuan.

Fase kedua sudah mengarah pada rasionalisasi dan mengkonstruksikan konsep. Mengkonstuksikan konsep dengan metode memfasilitasi (Roger & Klein, 1992:11), Yoyce (2003:10), menyebutkan pelajar dapat meningkatkan harga diri, konsep perkembangan diri individu, mengembangkan resource pribadi untuk melihat cara yang berbeda dari setiap apa yang dia pelajari, mencari informasi (Joyce, 2003:11),

Page 31: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

31

meningkatkan proses berpikir melalui mencari informasi, konsep belajar, memformulasikan dugaan sementara, melakukan tes, dan berpikir kreatif. Berpikir induktif, menemukan dan mengumpulkan data sampai ke pembentukan suatu konsep (Taba & Festervand & Hill, 1993:141).

Pencapaian konsep: mengajarkan konsep dan membantu mahasiswa mengembangkan konsep baru (Bruner, Decker & Bibb, 1990:89).

Mengingat-ingat: dengan cara mengumpulkan data dan mengajak mahasiswa untuk berpikir konsep untuk mengerti materi yang kompleks (Ausubel, Keys & Wolfe, 1988:214).

Penemuan ilmu: dengan cara mengajar dengan mengajari bagaimana mengumpulkan dan menganalisis data, menguji hipotesis dan teori, memformulasikan pertanyaan, membentuk konsep dan menguji hipotesis. Membuat sintesis (menggabungkan beberapa pendapat yang sama) dengan cara pemikiran kreatif, dan membantu mahasiswa untuk menyelesaikan masalah dan menuliskan aktivitas penanganannya.

Fase ketiga ini akan membentuk kerangka sosial yang berhubungan dengan pembelajaran yang disesuaikan dengan situasi sekarang di masyarakat, membangun pembelajaran komunitas yang membawa manfaat dari interaksi-interaksi pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas. Pada level strategi: mengajarkan pembelajaran dengan keahlian sosial dan komunikasi.

Contoh-contoh model pengajaran CBL pada fase pertama adalah belajar menjadi mahir, mengajar secara langsung dan instruksi. Dan level belajarnya berupa menyemangati (pemotivasian) dan hafalan.

Contoh model pengajaran di fase kedua dapat menggunakan problem based learning, case based learing dan discovery learning dengan simulasi. Dan fase kedua ini memakai metode asosiasi (penalaran), mengelompokkan, belajar konsep dan memecahkan masalah. Pembelajaran ini sering disebut dengan belajar mencari yang baru, dan belajar menarasikan. Pada level penalaran dan prosedur: aplikasi dari prosedur, metode deduksi (Schneider, Watermen, Peters, Philips, 1991:309). Menyelesaikan masalah dan strategi produksi: mengidentifikasi bagian dari tujuan dan ditambah dengan mengaplikasikan makna yang terkandung dalam kalimat (Schneider, Watermen, Peters, Philips, 1991:309). Manfaat yang lain pada fase kedua ini adalah: motivasi, emosi, refleksi, semua elemen itu dapat berhubungan dengan semua kategori.

Fase yang ketiga adalah contoh pengajaran inquiry-based learning dan project based learing, pembelajaran untuk menemukan yang sesuai dengan situasi sekarang, dan pembelajaran menjabarkan (Schneider, Watermen, Peters, Philips, 1991:309). Level pembelajaran pada fase ketiga ini berfokus pada menyelesaikan masalah yang kompleks dan otentik atau sering disebut dengan learning application (Scneider, Watermen, Peters, Philips, 1991:309).

Page 32: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

32

2.2.1. Pengaplikasian Teori terhadap studi Kasus

Teori yang disebutkan di atas mendeskripsikan bahwa strategi pembelajaran: know that, know how dan know in action sangat berkaitan erat dengan kualitas pembelajaran yang disebutkan dalam gambar 2.1 di halaman berikutnya. CBL mempunyai empat dimensi pembelajaran yakni:(a) Dimensi mengetahui yang berhubungan erat dengan fase pembelajaran pertama,

metode pembelajaran untuk fase pertama ini lebih mengarah kepada fase individu.(b) Sedangkan dimensi konseptual dan presentasi, analisis berhubungan erat dengan

strategi know how, yang diikuti dengan metode pembelajaran kelompok kecil dan,(c) Strategy know in action untuk dimensi interaksi sosial pada metode pembelajaran

kelas.

Page 33: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

33

Strategi Pembelajaran Dimensi dan Cara dan kualitas Pembelajaran (metode) Pembelajaran

Gambar 1: Hubungan antara strategi dan kualitas pembelajaran dengan dimensi dan metode pembelajaran.

3. METODE PENGEMBANGAN SISTEM PEMBELAJARAN

3.1. Strategi pelaksanaan pembelajaran

Strategi pembelajaran cased based learning yang terintegrasi dengan silabus untuk mendapatkan kualitas pembelajaran manajemen strategi ini akan disesuaikan dengan tiga fase pembelajaran dari konkrit (pengalaman panca indera) ke fase abstrak (pembentukan konsep dan aksi) atau sering disebut dengan metode induktif. Metode induktif ini ada di CBL mulai dari know that – mengetahui dengan membaca studi kasus,

Phase Know That (tahu)

Mengetahui dengan mengikuti instruksi, dan menghafal, persiapan membaca studi kasus dan materi

Phase Know How (mengerti)

mengambil keputusan ; melakukan analisis, antara lain, situasi bisnis, identifikasi permasalahan, dsb; pemaknaan infromasi baru;

mengaplikasikan konsep dan teori yang terkait; presentasi di kelas: mengutarakan pendapat dan gagasan orang lain secara tertulis; mengelola waktu, keterampilan berpikir kritis seperti analisis, membandingkan, generalisasi, memprediksi dan menghipotesis; dan menguji kebenaran konseptual dan teoritis; memformulasikan pertanyaan-pertanyaan.

Phase Know in action

Berkomunikasi, Inter-personal atau sosial (budaya); berkreasi; Kebebasan belajar; dapat menentukan proses dan hasil belajar; Kerja kelompok sangat berharga; Dorong munculnya: diskusi terhadap pengetahuan baru yang dipelajari; berpikir divergent, kaitan dan pemecahan ganda, bukan hanya ada satu jawaban yang benar; berbagai jenis luapan pikiran/aktivitas, seperti main peran, debat dan pemberian penjelasan kepada teman; mengkaitkan informasi baru ke pengalaman pribadi/ke pengetahuan yang telah dimiliki siswa; menggunakan informasi pada situasi baru; memberi kesempatan untuk menerapkan cara berpikir yang paling cocok dengan dirinya;

Dimensi Pembelajaran

Dimensi Mengetahui

Dimensi Konseptual

Dimensi Presentasi

Dimensi Analisis

Dimensi Interaksi sosial

Page 34: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

34

know how – mengerti mempergunakan konsep, teori dan mengumpulkan data mempresentasikan hasil analisis dan hipotesisnya untuk mengambil suatu keputusan dan know in action – melakukan proyek yang sesuai dengan situasi yang sama di masyarakat sebagai wujud tanggungjawab sosial ilmu pengetahuan. Melalui proses pembelajaran CBL, mahasiswa diharapkan mendapatkan kualitas pembelajaran yang terintegrasi dengan silabus, dan komprehensif dimana menyentuh segala aspek humanitas.

3.2. Rancangan PembelajaranRancangan pembelajaran dimulai memikirkan CBL yang dapat dintegrasikan

dengan silabus dengan memasukkan proses belajar dari fase satu ke fase tiga yakni dari pembelajaran tipe konkrit ke abstrak, setelah itu diaplikasikan kepada mahasiswa manajemen tingkat enam atau tujuh. Pada tahapan pengaplikasian metode pembelajaran CBL ini ada selalu observasi yang didasarkan pada item-item yang sudah dirancang di CBL. Pada tahap terakhir akan dievaluasi metode pembelajaran CBL dengan memberikan kuisioner yang berisikan kualitas pembelajaran yang sudah ditentukan. Bila ada kualitas pembelajaran yang tidak tercapai maka pelajar dan dosen mencari akar permasalahan dari CBL yang tidak terlaksana dan penambahan indikator aktivitas yang yang baru setelah menjalankan CBL ini.

3.3. Langkah-Langkah Pelaksanaan PembelajaranLangkah-langkah pembelajaran dengan strategi CBL yang terintegrasi dengan

silabus untuk mendapatkan kualitas pembelajaran secara umum dibagi menjadi tiga bagian:(a) Bagian pertama menyangkut, pembuatan silabus yang sesuai dengan satu studi

kasus yang terintegrasi dengan topik yang terdapat di dalam silabus. (b) Tahapan kedua yaitu mengimplementasikan kegiatan pembelajaran CBL yang sudah

dirancang dalam silabus. (c) Tahapan ketiga adalah tahapan evaluasi metode pembelajaran CBL yang sudah

dirancang.

Langkah pertama: Kegiatan pembuatan silabus yang disesuaikan dengan topik di silabus.a. Menyiapkan topik silabus yang sesuai dengan studi kasus yang terintegrasi.b. Menyiapkan tujuan pembelajaran yang sesuai dengan kualitas pembelajaran yang

diharapkan dicapai setelah pengimplementasian CBL.c. Menyusun kriteria penilaian pada studi kasus dan waktu pertemuan.

Langkah kedua: Mengimplementasikan kegiatan pembelajaran studi kasus.a. Memberikan pedoman dalam mengerjakan kasus seperti: persiapan-persiapan yang

harus dimiliki mahasiswa dalam mengerjakan kasus, cara mengerjakan tugas, dan presentasi lisan di depan kelas dan cara bekerja sebagai anggota tim.

b. Membagi kelompok beranggotakan lima orang dalam satu kelompok. Lima orang itu dipilih sesuai dengan daftar absensi yang sudah diprint out dari tata usaha fakultas.

Page 35: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

35

c. Menerima masukan dari anggota kelompok yang dibentuk, apakah bisa bekerjasama atau tidak bisa bekerjasama. Hal ini ditanyakan supaya keefektifan kelompok dapat berjalan dengan baik.

d. Memberi pengarahan apakah mahasiswa siap untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sudah dirancang. Kalau mahasiswa sudah siap dengan pencapaian kualitas pembelajaran maka metode CBL dapat diuji coba.

e. Belajar kelompok dilakukan oleh mahasiswa, dosen menyiapkan transparansi dan alat tulisnya. Alat tulis dan transparansi plastik diperuntukkan agar menunjukkan hasil diskusi mereka dan melihat cara pembelajaran mereka lakukan di dalam kelas.

f. Dosen memberikan pertanyaan terhadap kelompok dari apa yang sudah dipaparkan di depan kelas. Kalau memungkinkan kelompok lain dapat bertanya terhadap kelompok yang sudah mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.

g. Penghargaan atas kerja kelompok yang baik akan dinilai oleh dosen dengan skor sangat baik, baik, medium, jelek dan sangat jelek dan transparansi yang dipakai kelompok di dalam kelas akan didokumentasikan sebagai bukti performan/kinerja mahasiswa.

h. Refleksi akan apa yang mereka lakukan di dalam pembelajaran CBL itu apakah disukai atau membosankan.

NB: Pedoman yang dirancang pada nomor (a) di atas sebagai berikut:

Persiapan Individu

1. Berpikir dan berperan sebagai individu tokoh utama (atau salah satu tokoh) dalam studi kasus, yang bertanggungjawab mengambil keputusan (decision maker).

2. Disiplin dalam menggunakan kerangka teori dan/atau konsep guna menguraikan masalah dalam kasus, dan mencarikan solusinya tanpa melalaikan/mengabaikan common sense.

3. Gunakan waktu untuk tahap ini maksimum 2 jam.

Diskusi Kelompok Kecil

1. Menjadi jembatan antara persiapan individu dan diskusi di kelas. Jangan mengikuti diskusi kelompok kecil kalau belum melakukan persiapan individu.

2. Diskusi kelompok kecil bukan tempat untuk mencapai kesempatan kelompok, karena itu hasil yang diharapkan bukan sebuah keputusan bersama.

3. Gunakan waktu tidak lebih dari 30 menit untuk tahapan ini.

Diskusi di Kelas

1. Merupakan proses belajar melalui proses diskusi dan menemukan kontroversi. Dengan bertukar pikiran guna menangani kontroversi yang akan membangun:

a. Keterampilan analisisb. Kemampuan membuat judgement

Page 36: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

36

c. Memperoleh pengetahuan konseptual2. Diskusi di kelas juga akan meningkatkan kemempuan berpikir secara teliti dan

keterampilan untuk berkomunikasi:a. Mendengar dengan cermat dan pikiran terbuka.b. Ukuran keberhasilan belajar di kelas adalah seberapa banyak hal baru yang

kita mengerti setelah diskusi, dan bukan seberapa banyak hal yang kita lontarkan benar.

3. Umumnya waktu yang dibutuhkan untuk diskusi di kelas tidak lebih dari 75 menit.

Langkah Ketiga: Evaluasi metode pembelajaran studi kasus yang sudah dirancang.

a. Dimensi Mengetahui studi kasus

Mengetahui topik yang tertulis di silabus dengan permasalahan yang ada di studi kasus yang sudah dirancang.

b. Dimensi Analisis

Tugas apa yang harus dikerjakan oleh peserta belajar studi kasus berkaitan dengan keputusan kunci atau isu di dalam kasus?

1. Mengevaluasi penyelesaian masalah yang dibuat oleh si tokoh dalam kasus.2. Mengusulkan beberapa alternatif penyelesaian masalah yang dihadapi oleh si tokoh

dalam kasus.3. Mengidentifikasi pokok masalah yang dihadapi oleh si tokoh dalam kasus dan

mengusulkan alternatif penyelesaiannya.4. Mengadakan studi literatur di perpustakaan untuk mendukung pemecahan

permasalahan.

c. Dimensi konseptual

Teori, konsep atau teknik apa saja yang berguna untuk memahami dan/atau menyelesaikan situasi dalam kasus?

1. Dua ukuran untuk mengukur tingkat kesulitan konseptual:a. Seberapa sulit konsep dan/atau teori itu sendiri dimengerti.b. Berapa jumlah konsep dan/atau teori yang perlu digunakan untuk menjawab

tantangan kasus yang ada.2. Tingkat kesulitan konseptual bersifat relatif karena kemampuan konseptual individu

sangat bervariasi.a. Dimensi Presentasi

Informasi apa yang paling penting dan relevan dalam kasus dan informasi apa yang belum tersedia?

b. Dimensi aksi sosialMenginginkan pengaplikasian terhadap permasalahan sosial saat ini dan di dalam kelas.

Page 37: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

37

3.4. Media/Sumber PembelajaranMedia pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi dua yakni media pendukung

dan media utama. Media dan sumber pembelajaran utama yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Studi kasus yang terintegrasi dengan silabus2. Lembar kerja kelompok berisikan pertanyaan-pertanyaan pendukung.3. Kuisioner yang disebarkan ke setiap anggota perkuliahan.4. Lembaran transparansi setiap pertemuan.

Media dan sumber pembelajaran pendukung yang digunakan adalah sebagai berikut:1. OHP2. LCD3. Lap Top4. White Borad.

3.5. Metode PenilaianPenilaian bersumber pada:

a. Proses pembelajaran studi kasus.b. Kuis untuk mengetahui level mengetahui.c. Tugas individu: membaca studi kasus dan tujuan pembelajaran dengan menghasilkan

executive summary dari studi kasus.d. Tugas kelompok: Pengetahuan tentang kasus, presentasi dengan menggunakan kata-

kata sendiri, analisis: tidak mengulang fakta yang ada dalam kasus, konsep: merekomendasikan alternatif yang menurut kelompok yang paling baik dan aksi terhadap permasalahan yang sama terhadap masyarakat, mempersiapkan diri menanggapi pertanyaan, mengemukakan rekomendasi yang spesifik. Artinya uraikanlah beberapa tindakan spesifik yang perlu dilakukan untuk mencapai sasaran yang diusulkan dan mengemukakan asumsi mahasiswa gunakan secara spesifik, menggunakan alat bantu visual dalam presentasi.

e. Penghargaan kelompok berdasarkan partisipasi kelompok yang kompak, sering bertanya dan memberi masukan terhadap topik yang dibahas pada pertemuan hari itu.

3.6. Hasil yang mau dicapaiHasil yang ingin hendaknya mengikuti proses mulai dari nomor 1 sampai nomor 3

seperti dalam gambar di bawah ini.

Page 38: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

38

No Indikator Penilaian % Penilaian Skala Penilaian

1 Phase Know That (tahu)/dimensi mengetahui dan pembelajaran individuMengetahui dengan mengikuti instruksi/prosedur, dan menghafal, persiapan membaca studi kasus dan materi

20% Kuis 1 2 3 4 5

2. Phase Know How (mengerti)/dimensi konsep, dimensi analsisis dan dimensi presentasi dan pembelajaran kelompok kecilMengambil keputusan Melakukan analisis dari siatuasi bisnis.Mengidentifikasi permasalahanPemaknaan infromasi baru;Mengaplikasikan konsep dan teori yang terkait pada presentasi di kelasMengutarakan pendapat dan gagasan orang lain secara tertulis; Mengelola waktuKetrampilan berpikir kritis seperti: analisis, membandingkan, generalisasi, memprediksi dan menghipotesis; dan menguji kebenaran konseptual dan teoritis; Menformulasikan pertanyaan-pertanyaan.

60%PresentasiAnalisisMendapatkan dataMembentuk konsep/teoriMengambil keputusanKritis Memakai metodeBekerja sebagai anggota timMengemukakan rekomendasi spesifikMengemukakan asumsi yang digunakan secara spesifikMenggunakan alat bantu visual.Siap menaggapi pertanyaan.Menggunakan kata-kata sendiri dalam presentasi.Kerangka dalam menganalisisMempunyai kertas kerja pemeriksaan strategis.

1 2 3 4 5

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 51 2 3 4 51 2 3 4 5

1 2 3 4 51 2 3 4 5

1 2 3 4 5

1 2 3 4 5

1 2 3 4 51 2 3 4 5

1 2 3 4 5

1 2 3 4 5

1 2 3 4 5

3 Phase Know in action /dimensi aksi sosial dan pembelajaran kelompok di kelas.Berkomunikasi, Inter-personal atau sosial (budaya); Berkreasi; Kebebasan belajar; Dapat menentukan proses dan hasil belajar; Kerja kelompok sangat berharga; Dorong munculnya: diskusi terhadap pengetahuan baru yang dipelajari; Berpikir divergent, kaitan dan pemecahan ganda, bukan hanya ada satu jawaban yang benar; Berbagai jenis luapan pikiran/aktivitas, seperti main peran, debat dan pemberian penjelasan kepada teman; Mengkaitkan informasi baru ke pengalaman pribadi/ke pengetahuan yang telah dimiliki siswa; Menggunakan informasi pada siatuasi baru; Memberi kesempatan untuk menerapkan cara berpikir yang paling cocok dengan dirinya; Menyukai tugas tertentu; Memperoleh kesempatan untuk terlibat secara mendalam dengan keputusan yang harus dimabil oleh orang-orang dalam organisasi sesungguhnya; Ikut merasakan tekanan-tekanan yang dihadapi para pengambil keputusan dalam organisasi; Belajar mengenali risiko yang dihadapi dalam pengambilan keputusan; Mengutamakan gagasan kepada orang lain dan meyakinkan mereka akan kekuatan gagasan kita.

20%KomunikasiKreatifitasAktif di dalam kelompokMenghargai sesama kelompokSaling memahami perasaan orang lain, Saling membutuhkanProyek kelasMembagi tugas dengan adilBerkomunikasi dengan anggota tim yang lain.Bekerja sebagai satu tim.Ada jadwal pertemuan tim.

1 2 3 4 51 2 3 4 51 2 3 4 51 2 3 4 5

1 2 3 4 5

1 2 3 4 51 2 3 4 5

1 2 3 4 5

1 2 3 4 5

1 2 3 4 51 2 3 4 5

Page 39: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

39

Gambar 2: Tingkatan proses belajar manusia dari induktif ke deduktif.

4. Analisis dan Pembahasan

Level mengetahui mahasiswa sebelum diberikan studi kasus pada kriteria cara mengikuti instruksi dan dalam bentuk proses belajar dengan cara menghafal, melakukan persiapan membaca studi kasus dan materi kasus di mata pelajaran manajemen strategi, sudah pada level “baik”. Adapun alasan pada penilaian “baik” berdasarkan rata-rata mean dari hasil statistik deskriptif menunjukkan 3.3140 dan diperkuat lagi dengan frekuensi jawaban setuju yang menunjukkan 42 (57%) orang mengatakan “setuju”. Namun ada juga pendapat mahasiswa “tidak setuju” sebesar 13 (15.1%) selebihnya pada level “netral” 31 (36.0%).

Kendati level proses pembelajaran mengetahui itu “rendah” manfaatnya pada keilmuan, mahasiswa harus melakukan aktivitas itu karena studi kasus itu menuntut mahasiswa untuk mengetahui instruksi seperti membaca materi studi kasus dan menghafal permasalahan sebelum memasuki perkuliahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Lenders & Eriskine 1978: “these cases, usually prepared in written form and derived from actual experience of business executive, are read, studied, and discussed by students among themselves, and they constitute the basis for class discussion under the direction of the instructor. The case method, therefore, includes both a special type of instructional material and the special techniques of using that material in the instructional process”. “(Kasus-kasus ini, biasanya dibuat secara tertulis dari dan berasal dari pengalaman aktual eksekutif bisnis, dibaca, dipelajari, dan didiskusikan oleh siswa diantara mereka sendiri, dan mereka merupakan dasar bagi diskusi kelas di bawah arahan instruktur. Metode kasus, oleh karena itu, meliputi jenis khusus bahan pengajaran dan teknik-teknik khusus yang menggunakan bahan dalam proses pengajaran)”.

Setelah studi kasus diimplementasikan di dalam mata pelajaran manajemen strategi, pendapat mahasiswa dalam proses mengetahui sudah bergerak maju dari nilai rata-rata mean 3.3140 ke 3.8837. Nilai rata-rata mean ini diperkuat dengan frekuensi jawaban “setuju” sampai level “sangat setuju” sebesar 65 (75.6%). Selain menunjukkan proses pembelajaran yang semakin membaik, ada juga mahasiswa yang belum setuju dengan level proses pembelajaran pada aktivitas mempersiapkan diri untuk membaca materi studi kasus 7 (11.2%). Kalau dilihat grafik penurunan sebelum dan sesudah dimplementasikan studi kasus di manajemen strategi itu hanya berkurang 15.1%-11.2% = 3.9%.

Data-data mengetahui di atas ada peningkatan dalam proses pembelajaran, pada kesempatan ini pembahasan hierarki proses belajar yang kedua adalah mengerti. Level mengerti ini sangat penting karena di dalam studi kasus yang baik terdapat karakteristik yang harus diikuti dengan proses pembelajaran mengerti seperti yang dipaparkan Handoko (2009): 1. Berorientasi pada keputusan: kasus menggambarkan situasi manajerial yang mana

suatu keputusan harus dibuat (segera), tetapi tidak mengungkap hasilnya. 2. Partisipasi: kasus ditulis dengan cara yang dapat mendorong partisipasi aktif

mahasiswa dalam menganalisis situasi. Ini berbeda dengan cerita (stories) pasif yang

Page 40: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

40

hanya melaporkan berbagai peristiwa atau kejadian seperti apa adanya, tetapi tidak mendorong partisipasi.

3. Pengembangan diskusi: material kasus ditulis untuk memunculkan beragam pandangan dan analisis yang dikembangkan oleh para mahasiswa.

4. Substantif: kasus terdiri atas bagian utama yang membahas isu dan berbagai informasi lain.

5. Pertanyaan: kasus biasanya tidak memberikan pertanyaan, karena pemahaman atas apa yang seharusnya ditanya merupakan bagian penting analisis kasus.

Pendapat Handoko ini sangat berhubungan erat dengan proses pembelajaran “mengerti”. Pada umumnya mahasiswa yang mengerti akan dapat mengambil keputusan karena sudah membaca teori dan kosnep-konsep yang berhubungan dengan permasalahan yang ada di dalam materi studi kasus, mahasiswa lebih berpartisipasi aktif di kelas, dan diskusi di kelas akan lebih hidup dan aktif bertanya dan mengetahui lebih mendalam tentang substansi studi kasus karena mahasiswa sudah membaca materi studi kasus dan teori dan konsep-konsep terlebih dahulu.

Fakta-fakta yang diolah dari data deskriptif tentang level mengerti mahasiswa dari ketiga mata pelajaran sebelum mengimplementasikan studi kasus menunjukkan level “baik”. Level “baik” ini ditujukkan dengan nilai rata-rata mean sebesar 3.0558. Nilai rata-rata mean ini ditunjukkan dari kriteria pertanyaan yang menyangkut level mengerti bergerak dari rata-rata mean 2.8405 sampai 3.4884. Kalau dilihat dari ranking tertinggi dari kriteria level pengertian itu antara lain: mengelola waktu (3.4884) atau (53.5%); presentasi di kelas (3.2558) atau (41.8%) dan mengutarakan pendapat dan gagasan orang lain secara tertulis (3.0581) atau (31.4%). sedangkan rangking terendah ada pada kriteria menguji kebenaran konseptual dan teoritis (2.8488) atau (28%) dan terendah tingkat kedua adalah melakukan analisis antara lain: situasi bisnis, identifikasi permasalahan, dan sebagainya (2.8605) atau (27.9%).

Setelah mengimplementasikan studi kasus di manajemen strategi, ada peningkatan dari nilai rata-rata mean 3.0558 ke 3.7395. Level tertinggi dari kriteria mengetahui itu sudah berubah dari level rangking sebelumnya yakni mengambil keputusan 3.9302 pada level pertama, presentasi di kelas 3.9186 level tertinggi kedua, dan mengelola waktu 3.8953 pada level tertinggi ketiga. Pada sisi lain level terendah dari kriteria mengetahui adalah memformulasikan pertanyaan-pertanyaan 3.5930, dan menguji kebenaran konseptual dan teoritis 3.6047.

Fenomena yang terjadi dalam proses belajar mahasiswa di manajemen strategi itu menunjukkan bahwa level memformulasikan pertanyaan dari sebelum dan sesudah implementasi studi kasus harus diperhatikan pada aktivitas belajar menguji konseptual dan teoritis. Dan ada hal yang ironis yang perlu diperhatikan yakni sebelum diimplementasikan studi kasus pada kriteria mengutarakan pendapat dan gagasan orang lain secara tertulis pada level dua tertinggi menjadi berubah pada level terakhir setelah mengimplementasikan studi kasus pada level sepuluh. Jawaban atas pergeseran level tertinggi menjadi jatuh ke level yang terendah karena mahasiswa kurang melakukan analisis antara lain: situasi bisnis, mengidentifikasi permasalahan, dan sebagainya dan pemakaian informasi baru sebagai acuan untuk menguji kebenaran konseptual dan

Page 41: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

41

teoritis dan kurangnya mahasiswa dapat memformulasikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mengklarifikasi fakta terhadap permasalahan yang ada pada materi studi kasus yang diberikan.

Hal yang mengejutkan dalam pembelajaran studi kasus ini adalah mahasiswa sudah mengerti mengambil keputusan kendati mereka lemah dalam penguasaan konseptual dan teoritis dan rendahnya kesadaran mahasiswa untuk memformulasikan pertanyaan-pertanyaan. Hal ini dapat terjadi dalam dunia bisnis dimana para pengambil keputusan hanya menganalisis fenomena-fenomena yang terjadi di sekitarnya sehingga mereka terbiasa mengambil keputusan tanpa didukung data literatur. Mahasiswa lebih terfokus pada visioner atau intuisi pengambil keputusan bisnis. Ada juga kebenaran tentang praktik dalam pengambilan keputusan namun karena mereka masih dalam bangku kuliah mereka harus mengambil keputusan melalui pengaplikasian teori dan konsep yang sudah diberikan di bangku kuliah.

Setelah melihat komposisi deskriptif dari proses pembelajaran mengerti, pada level membumikan apa yang mereka tahu dan mengerti harus diwujudkan dalam aksi sosial untuk mendapatkan nilai yang paling tinggi dalam proses belajar. Mahasiswa harus mempunyai arti seorang terpelajar dan keberadaan mereka berdampak positif bagi lingkungan dimana mereka berada. Mintzberg dan Gosling, 2002 mengatakan bahwa learning occurs where concepts meet experiences through reflection (pembelajaran terjadi dimana konsep melalui refleksi pengalaman bertemu) dan reflecting does not mean musing; it means wondering, probing, analyzing, synthesizing and struggling (refleksi tidak berarti renungan; itu berarti bertanya-tanya, menyelidik, menganalisis, mensintesis dan memperjuangakan). Pembelajaran learning by doing ini sering disebut pembelajaran induktif. Dimana mahasiswa mencoba melakukan proses manajemen melalui coba-coba sehingga mahasiswa menemukan sesuatu manajemen praktis di dalam lingkungan pekerjaannya. Mahasiswa belajar secara induktif itu dengan empat cara: 1. Learning by discovery (belajar dengan penemuan)2. Learning by probing (belajar dengan cara menyelidik)3. Learning through practice (belajar melalui praktik)4. Learning by contrast and comparison (belajar dengan cara menemukan kontras

(perbedaan) dan perbandingan).Covey, 1980, mengatakan: “management education is like legal training, medical

or any field of professional education based on situational diagnosis and prescription. The reasoning is inductive; it proceeds from the particular to the general. The products of such training are analytical skills and conceptual understanding in the fields of study. By comparison, deductive learning proceeds from the teaching of a body of principles which may then applied to the relevant classes of problems. Students first learn principles, and then seek to apply them to the specific situations. In management, though, problems do not yield to sets of law, theorems or principles unless perhaps the problems are reduced to artificially simple terms”. (Pendidikan manajemen adalah seperti pelatihan hukum, medis atau bidang pendidikan profesional didasarkan pada diagnosis dan resep. Dengan penalaran induktif; itu berasal dari yang khusus ke yang umum. Produk dari pelatihan tersebut adalah kemampuan analisis dan pemahaman konseptual dalam bidang studi.

Page 42: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

42

Perbandingan, hasil pembelajaran deduktif dari ajaran prinsip dasar yang kemudian dapat diterapkan pada kelas yang menyangkut masalah yang relevan. Pertama-tama siswa belajar prinsip-prinsip, dan kemudian berusaha untuk menerapkannya pada situasi yang spesifik. Manajemen, meskipun, masalah tidak tunduk kepada serangkaian hukum, teorema atau prinsip-prinsip, kecuali masalah-masalah yang mungkin berkurang secara artifisial sederhana).

Fakta yang didapat dari hasil pengolahan statistik bahwa level membumikan apa yang diketahui sebelum pengimplementasian studi kasus sebagai berikut: nilai rata-rata mean sebesar 3.2180 yang artinya “medium”. Nilai “medium” ini dapat diartikan bahwa mahasiswa sebelum studi kasus masih mereka ragu-ragu apakah tetap dalam mempelajari teori (deduktif) atau melakukan praktik menuju penemuan teori (induktif). Dari nilai rata-rata mean yang ada pada setiap kriteria dari pengaplikasian teori ke praktik menurut tingkatan nilai rata-rata mean adalah sebagai berikut: kebebasan belajar dan belajar mengenali risiko yang dihadapi dalam pengambilan keputusan sebesar 3.5116 pada level tertinggi pertama, berkomunikasi, inter-personal atau sosial sebesar 3.3837 pada level kedua, menghargai kerja kelompok sebesar (3.3721) pada level tertinggi ketiga, mengaitkan informasi baru ke pengalaman pribadi/ke pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebesar 3.3372 pada level tertinggi keempat, dan berpikir divergent, kaitan dan pemecahan ganda (bukan haya ada satu jawaban yang benar sebesar 3.2558 pada level tertinggi kelima. Sedangkan level nilai rata-rata mean yang terendah adalah: mendorong munculnya: memperoleh kesempatan untuk terlibat secara mendalam dengan keputusan yang harus diambil oleh orang-orang dalam organisasi sesungguhnya sebesar 2.9302 pada level nilai terendah pertama, dorong munculnya: diskusi terhadap pengetahuan baru yang dipelajari 3.000 pada level nilai terendah kedua, ikut merasakan tekanan-tekanan yang dihadapi para pengambil keputusan dalam organisasi dan dapat menentukan proses dan hasil belajar 3.0581 pada level terendah ketiga, menumbuhkan kreasi baru 3.0930 pada level nilai terendah kelima.

Setelah mengimplementasikan pembelajaran studi kasus, ada peningkatan nilai rata-rata mean dari 3.2180 menjadi 3.7718. Para mahasiswa menyetujui ada perkembangan pembelajaran pada level tiga dalam melakukan praktik atas ilmu yang mereka peroleh dalam ketiga mata pelajaran. Nilai rata-rata mean ini pada level “baik” karena pergerakan nilai rata-rata mean mulai dari angka 3.3721 sampai 4.0581. Kalau dilihat dari rangking tertinggi dari data deskriptif: belajar mengenali risiko yang dihadapi dalam pengambilan keputusan 4.0581 pada rangking pertama, berkomunikasi, inter-personal atau sosial 4.0233 pada level kedua, berpikir divergent, kaitan dan pemecahan ganda (bukan hanya ada satu jawaban yang benar) 4.000 pada level tiga, menghargai kerja kelompok sebesar 3.9651 pada level empat, dan mahasiswa merasakan kebebasan belajar 3.9186 pada ranking lima. Pada sisi lain rangking yang terendah pertama: memperoleh kesempatan untuk terlibat secara mendalam dengan keputusan yang harus diambil oleh orang-orang dalam organisasi sesungguhnya 3.3721, ikut merasakan tekanan-tekanan yang dihadapi pada pengambil keputusan dalam organisasi 3.5116 pada level terendah kedua, mereka menyukai tugas tertentu 3.6163, mendorong munculnya: diskusi terhadap pengetahuan baru yang dipelajari 3.6395 pada level terendah ketiga, berbagai jenis luapan pikiran/aktivitas, seperti main peran, debat dan

Page 43: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

43

pemberian penjelasan kepada teman 3.6977 pada rangking terendah keempat, dan dapat menentukan proses dan hasil belajar 3.7093 pada rangking kelima.

Fenomena pembelajaran yang terjadi dari sebelum dan sesudah diimplementasikan studi kasus adalah sebagai berikut: belajar mengenali risiko yang dihadapi dalam pengambilan keputusan sebelum dan sesudah studi kasus selalu pada rangking pertama akan tetapi ada peningkatan nilai rata-rata mean dari 3.5116 menjadi 4.0581. Pada tes sebelum diberikan studi kasus nlai rata-rata mean kebebasan belajar menurun rankingnya dari satu menjadi rangking empat akan tetapi nilai rata-rata meannya meningkat dari 3.5116 menjadi 3.9186. dan hal lain pada posisi rangking kedua tetap sama pada kriteria berkomunikasi, inter-personal atau sosial akan tetapi nilai rata-ratanya meningkat dari 3.3837 menjadi 4.0233. hal lain yang menunjukkan level rangking meningkat dan level rata-rata mean juga meningkat pada berpikir divergent, kaitan dan pemecahan ganda (bukan hanya ada satu jawaban yang benar) dulunya level rangking 5 menjadi level rangking 3 dan diikuti dengan peningkatan nilai rata-rata mean dari 3.2558 menjadi 4.000 dan menghargai kerja kelompok meningkat nilai rata-rata meannya dari 3.3721 menjadi 3.9651. Pada aspek penurunan rangking kendati nilai rata-rata meannya meningkat yakni: memperoleh kesempatan untuk terlibat secara mendalam dengan keputusan yang harus diambil oleh orang-orang dalam organisasi sesungguhnya, ikut merasakan tekanan-tekanan yang dihadapi para pengambil keputusan dalam organisasi, menyukai tugas tertentu, dan dapat menentukan proses dan hasil belajar, dorongan munculnya: diskusi terhadap pengetahuan baru yang dipelajari, berbagai jenis luapan pikiran/aktivitas, seperti main peran, debat dan pemberian penjelasan kepada teman harus diberi perhatian untuk proses pembelajaran lanjutan karena rangkingnya tetap di bawah rangking sembilan. Hal yang kurang itu dapat dibantu dengan melibatkan mahasiswa lebih aktif memilih studi kasus yang mereka suka dan mereka harus diajari membuat studi kasus sendiri untuk mendapatkan pembelajaran berbasis pada keaktifan mahasiswa.

Untuk dapat mendapatkan hasil yang maksimal dalam mengimplementasikan studi kasus, instruktur harus memperhatikan umur dari mahasiswa. Seperti yang terlihat dari tabel profil responden kebanyakan umur 19-22. Pada level umur ini kejiwaan anak didik belum stabil akan tetapi tingkat mencoba hal-hal yang baru selalu tinggi. Oleh karena itu membumikan keilmuan ke dalam lingkungan sosial cukup tinggi kendati selama ini mereka belum pernah melakukan sesuatu terhadap sosial. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam mendapatkan hasil yang memuaskan dalam pengimplementasian studi kasus adalah asal sekolah dari mahasiswa yang ikut dalam pengimplementasian studi kasus itu. Kalau dilihat dari ragam asal sekolah mereka mencapai 45 nama asal sekolah. Lingkungan pembentukan proses belajar bergantung juga dari lingkungan sekolah yang terdahulu. Demikian juga dengan mata pelajaran yang diikutkan dalam pengimplementasian studi kasus.

Page 44: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

44

5. Simpulan, Saran dan Aksi Perbaikan

5.1. SimpulanSimpulan yang didapat dari sebelum dan sesudah pengimplementasian studi

kasus pada manajemen strategi sebagai berikut:1. Level mengetahui dengan cara mengikuti instruksi & menghafal, mengadakan

persiapan membaca studi kasus sudah “baik” pada waktu sebelum dan sesudah mengimplementasian studi kasus karena nilai rata-rata mean sudah meningkat dari 3.3140 menjadi 3.8837.

2. Mahasiswa dalam level mengerti sudah baik pada waktu sebelum maupun sesudah pengimplementasian studi kasus karena nilai rata-rata mean bertambah dari 3.0558 menjadi 3.7395. Peningkatan nilai rata-rata mean itu dipicu oleh aspek pengambilan keputusan secara intuisi (visioner), presentasi di kelas dan pengelolaan waktu.

3. Level mengetahui in action sudah membaik pada waktu sebelum dan sesudah pengimplementasian studi kasus karena nilai rata-rata mean mulai dari 3.2180 samapai 3.7718. Kenaikan nilai rata-rata mean ini dipicu dari belajar mengenali resiko yang dihadapi dalam pengambilan keputusan, berkomunikasi, interpersonal atau sosial, berfikir divergent, kaitan dan pemecahan ganda (bukan hanya ada satu jawaban yang benar) dan kerja kelompok sangat berharga dan adanya kebebasan belajar.

5.2. SaranSaran yang diperoleh dari sebelum dan sesudah pengimplementasian studi kasus

pada manajemen strategi sebagai berikut:1. Persiapan membaca studi kasus di rumah sebelum mata kualiah diajarkan di depan

kelas.2. Adanya penurunan ranking pada waktu sebelum dan sesudah pengimplementasian

studi kasus pada aspek pengelolaan waktu, mengutarakan pendapat dan gagasan orang lain secara tertulis, dan pemaknaan informasi baru.

3. Adanya perhatian penuh pada aspek memperoleh kesempatan untuk terlibat secara mendalam dengan keputusan yang harus diambil oleh orang-orang dalam organisasi sesungguhnya, ikut merasakan tekanan-tekanan yang dihadapi para pengambil keputusan dalam organisasi, menyukai tugas tertentu, dorongan munculnya: diskusi terhadap pengetahuan baru yang dipelajari, dan berbagai jenis luapan pikiran/aktivitas, seperti main peran, debat dan pemberian penjelasan kepada teman.

5.3. Aksi Perbaikan dari SaranAksi perbaikan dari saran di atas sebagai berikut:

1. Mempersiapan studi kasus yang relevan dengan topik yang akan dibahas pada pertemuan yang sudah ditentukan dalam silabus.

2. Memberikan penilaian nilai tugas dan partisipasi di kelas dengan nilai yang baik.3. Memberikan kesempatan mahasiswa untuk menyediakan kasusnya sesuai dengan

topik yang ditugaskan pada kelompok tertentu.

Page 45: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

45

4. Menyemangati para mahasiswa untuk mencari data dari industri tertentu dengan mengambil bagian dalam bentuk magang.

Daftar Pustakaan

Ausubel, R. & B. Keys dan J. Wolfe, (1993), Management Education and Development: Current Issues and Emerging Trends, Journal of Managmenet and Case Research Journal.

Bruncer, J., C.R. Decker dan J.F. Bibb, (1990). The Business Policy Cource: Case and Other Cource Components, (Millkin University Working Paper).

Hunger, David J. & Thomas L. Wheelen, (2001). Manajemen Strategis. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Joyce, B., & Weil, M., & Calhoun, E. (2003). Models of teaching (7th ed.). Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.

Pearce II, John A. Richard B. Robinson, Jr., (1997). Manajemen Strategik: Formulasi, Implementasi, dan Pengendalian. Jakarta: Binarupa Aksara.

Roger, Steve & Klein, H.E., (1992). “Preface”, Forging New Partnerships With Cases, Simulations Games and Other Interactive Methods; World Association for Case Method Research and Application.

Schneider, P., R.W. Waterman, Jr., & T..J. Peters, dan J.R. Philips, (1991), The 7-S Framework, dalam Strategy Process: Concepts, Content, Cases. Englewood Cliffs: Prentice Hall.

Taba, T., & Festervand dan C. J. Hill, (1993). The Case Method: A Managerial Assessment of Present Status and Future Directions, Business Case Journal.

Page 46: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

46

PENDALUNGAN SEBAGAI SEBUAH REALITAS AKULTURASI BAHASA: STUDI KASUS DI KAMPUNG ARAB PAMEKASAN MADURA

H. Makmuri Pujakesuma, Direktur Pacasarjana Teknologi Pembelajaran IKIP PGRI Jember J. Agung Indratmoko, Dosen Pendidikan Kewarganegaraan IKIP PGRI JemberAkhmad Dzukaul Fuad , Dosen Pendidikan Kewarganegaraan IKIP PGRI JEMBER

ABSTRAK

Istilah pendalungan-sampai saat ini- merujuk pada etnis maupun ras campuran dari hasil perkawinan. Dalam tulisan ini istilah pendalungan akan diberikan pemaknaan baru dalam konteks kebahasaan. Kampung Arab (KA) merupakan wahana integrasi linguistik kultural. Dalam hal ini, KA tidak hanya dimaknai sebagai sebuah simbol bermukimnya orang-orang Arab migran, akan tetapi lebih sebagai tempat bertemunya dua kebudayaan yang nantinya akan termanifestasi dalam bentuk bahasa, baik berupa perubahan bahasa, bahasa kombinasi, ataupun munculnya bahasa baru. Pamekasan sebagai salah satu kantong bermukimnya orang-orang Arab memiliki bahasa Arab (bA) yang berbeda dan tergolong unik dalam hal fitur-fitur lingual sebagai akibat kontak dengan bahasa Madura dan sekaligus menjadi pembeda dengan bahasa Arab standar (fushhā). Dalam komunikasi, bA digunakan oleh warga KA sebagai wahana ekspresi identitas Arab yang melekat dalam diri mereka dan juga sebagai wahana mempererat tali persaudaraan. Sikap warga kA Pamekasan terhadap bA cenderung masih menganggapnya sebagai sebuah bahasa yang memiliki prestise dan sebuah kebanggaan tersendiri bagi mereka yang mampu menguasainya.

Key Word: Pendalungan-kampung Arab Pamekasan-bahasa Arab-fitur-fitur lingual.

1. PENDAHULUANPertemuan antara dua kebudayaan yang berujung pada interaksi dua bahasa

sering kali terjadi akibat adanya migrasi sekelompok komunitas ke suatu tempat tertentu, tentunya migrasi tersebut tidak hanya berupa individu perindividu saja, akan tetapi perpindahan tersebut diikuti dengan perpindahan pola pikir serta nilai yang mereka anut dari negeri asal mereka. Edward T. Hall (dalam Liliweri, 2003; Mulyana ed., 2006) mengatakan bahwa komunikasi adalah budaya dan budaya adalah komunikasi.

Di Indonesia, setidaknya terdapat dua etnis asing yang dominan, yaitu etnis Cina dan Arab. Keduanya berbaur dan bermukim menyatu dengan warga pribumi. Pembauran serta komunikasi yang terjalin antara etnis migran dengan warga pribumi lambat laun menjadikan bahasa kedua etnis tersebut tidak lagi seperti bahasa yang mereka tuturkan di negeri asal mereka. Foley (1997, 384) menyebutkan bahwa secara alamiah kontak antar dua atau lebih kebudayaan (komunitas) yang berbeda akan selalu termanifestasi dalam wujud perubahan bahasa.

Khususnya di pulau Jawa, komunitas Arab menyebar hampir di seluruh kota besar yang ada, seperti Pekojan di Jakarta, Semarang, Pekalongan, Pasar Kliwon di Solo, wilayah Gapura di Gresik, Kauman di Pasuruan, Ampel di Surabaya, Jagalan di Malang, Bali dan Sumenep serta Pamekasan di Madura (Berg, 1989: 68-69; Rifai, 2007: 434;

Page 47: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

47

Slama, 2005; Jonge, 1989: 28). Mayoritas para imigran Arab generasi awal yang menetap di kota-kota tersebut berasal dari Hadramaut (Yaman Selatan) yang dalam keseharian mereka mengenal dua ragam bahasa, yaitu bahasa Arab klasik (fushhā) yang dipertahankan dalam bentuk bahasa standar di negara Timur Tengah dan bahasa Arab dialek Yaman, lahjah yamanī, yang nantinya mempengaruhi wujud bahasa Arab yang ada di Indonesia.

Bertitik tolak pada pernyataan di atas, bahwa kontak antardua atau lebih kebudayaan (komunitas) yang berbeda akan selalu termanifestasi dalam wujud perubahan bahasa. Lantas, pertanyaan yang muncul adalah bagaimanakah wujud khas yang dimiliki bA di kampung Arab Pamekasan setelah membaur dengan komunitas etnis Madura, apakah masih mempertahankan pola-pola baku bA ataukah justru pola-pola baku tersebut ditanggalkan dalam komunikasi masyarakat kampung Arab Pamekasan akibat dari pengaruh kontak dengan bahasa Madura. Sementara itu kampung Arab Pamekasan sebagai tempat bermukimnya orang-orang Arab sedikit banyak telah dipengaruhi oleh bahasa Madura sebagai bahasa mayoritas. Oleh karenanya pola perubahan dan hubungan yang saling tarik menarik bahasa Arab dengan bahasa Madura akan memunculkan fitur-fitur yang menjadi karakteristik bA di Kampung Arab Pamekasan.

Kajian linguistik etnis migran selama ini masih didominasi oleh kajian etnis Tiong Hua, seperti Kartomihardjo (1981), Suwito (1987), dan Markhamah (2000), ketiganya meneliti tentang pemilihan bahasa komunitas peranakan Cina dalam masyarakat tutur Jawa, sedangkan kajian tentang komunitas Arab di Indonesia sejauh ini masih didominasi oleh kajian tentang sejarah keberadaan komunitas Arab dan proses asimilasi dengan warga setempat, seperti Artono (2003) Patji (1983). Kajian awal ini diharapkan menjadi batu loncatan atau dorongan untuk penelitian lebih lanjut mengenai komunitas Arab di Indonesia, mengingat masih banyaknya komunitas Arab di wilayah Indonesia yang belum tersentuh.

2. METODE PENELITIANUntuk menjaring data primer digunakan metode simak dan metode

cakap/wawancara (Mahsun, 2007:92). Metode cakap (Mahsun, 2007:95) dengan teknik dasar pancing dan teknik lanjutan berupa teknik cakap semuka, dilakukan untuk menjaring daftar leksikon bA di Kampung Arab Pamekasan berdasarkan medan makna. Teknik lanjutan berupa cakap semuka dilakukan untuk menjaring data kompetensi gramatika bA Kampung Arab Pamekasan dengan daftar terjemahan kalimat. Data skunder berupa perbendaharaan bA Standar diperoleh dengan penelusuran perbendaharaan leksikon bA dalam kamus bahasa Arab ”al Munawwir”, yang nantinya digunakan sebagai pembanding untuk menentukan fitur-fitur khas yang dimiliki bA Kampung Arab Pamekasan.

Dalam analisis data, Metode linguistik komparatif dalam padan intralingual (Mahsun, 2007:117-130) dipakai untuk mendeskripsikan fitur-fitur khas yang dimiliki oleh bA di Kampung Arab Pamekasan. Adapun tahap analisis data diawali dengan membandingkan data pada setiap katagori berupa daftar inventarisasi kosakata bA Kampung Arab Pamekasan dengan bA Standar untuk menemukan fitur khas yang dimiliki

Page 48: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

48

oleh bA Kampung Arab Pamekasan dari segi fonologis maupun leksikon. Dilanjutkan dengan analisis kalimat dengan menggunakan metode komparatif, yaitu dengan membandingkan gramatika bA Kampung Arab Pamekasan dengan gramatika bA Standar untuk menentukan modifikasi morfologi.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 3.1. SELAYANG PANDANG KAMPUNG ARAB PAMEKASAN

Pamekasan adalah salah satu Kabupaten yang ada di Pulau Madura, Propinsi Jawa Timur. Kabupaten Pamekasan terdiri atas 13 Kecamatan, diataranya adalah Kecamatan Kota. Jika kita menengok kembali jauh ke belakang, sejarah masuknya imigran Arab ke Pamekasan tidak terlepas dengan keberadaan Kraton Sumenep pada masa silam, karena di wilayah Sumenep pada masa itu lebih dulu dihuni oleh orang-orang Arab yang jumlahnya pada tahun 1859 berjumlah 1037 (Berg, 1989: 69), relatif besar jika dibandingkan dengan kota-kota pesisir lain seperti Batavia, Cirebon, dan Semarang (Jonge, 1989: 28).

Gladak Anyar merupakan lokasi awal mula persinggahan para migran Arab di Pamekasan yaitu sekitar tahun 1800 (Jonge: 1989). Lokasi Gladak Anyar yang berada tepat di jantung kota rupanya menjadi pertimbangan utama untuk menjadikannya sebagai tempat bermukim yang memudahkan dalam mobilitas mereka. Paayaman orang setempat menyebutnya dengan Paajeman -yang secara harfiyah bermakna ‘tempat ayam’- merupakan lokasi cikal bakal kampung Arab mulanya yang terdapat di Gladak Anyar.

Sikap orang Madura terhadap orang-orang Arab dijaga dengan baik, bagi mereka, orang Arab dianggap sebagai kerabat atau bahkan terkadang dihormati sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW, yang ajaran agama Islamnya dianut secara kukuh. Sekalipun banyak orang Arab yang berada di Madura berasal dari Hadramaut, yang wilayahnya terletak di ujung paling selatan Jazirah Arabia jauh dari Saudi Arabia dan tidak bergelar .Habīb sebagai gelar kehormatan yang sering orang Madura kepada keturunan ‘żurriyah’ sang Nabi. Sebaliknya, orang Arab menganggap orang Madura sebagai saudara, orang Arab menyebut orang Madura dengan julukan akhwāl ‘paman dari pihak ibu’.

3.2. KARAKTERISTIK BAHASA ARAB KAMPUNG ARAB PAMEKASAN3.2.1. FONOLOGI 3.2.1.1. Modifikasi Konsonan

1. merealisasikan konsonan velar hambat tak bersuara /k/, uvular geser bersuara /γ/, uvular hambat tak bersuara /q/ pada semua posisi, uvular geser tak bersuara /x/ pada posisi ultima dan pharyngeal geser tak bersuara /ħ/ pada suku pertama menjadi konsonan velar hambat bersuara /g/.

Page 49: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

49

No. Gloss bA Standar bA Kampung Arab Pamekasan

Kaidah Modifikasi

1. Gadis b-k-r beger k>g/_ VK#

2. Kecil ş-γ-r sOgir γ>g/_VK#

3. Ringan θ-q-l sagil q>g/_VK#

4. Murah r-x-ş rOgis x>g/_ VK#

5. Keadaan ħ-ş-l gisOl ħ>g/#_V

2. merealisasikan konsonan emfatik (/sˤ/, /dˤ/, /tˤ/, /ðˤ/) menjadi konsonan non-emfatik (/s/, /d/, /t/, /d/).

No. Gloss bA Standar bA Kampung Arab Pamekasan

Kaidah Modifikasi

1. Sulit sˤ-ʕ-b sOʔbun sˤ>s/#_

2. Kuku ðˤ-f-r dufrun ðˤ>d/#_

3. Anak (masc.) tˤ-f-l tifl tˤ>t/#_

4. Tamu dˤaif daef dˤ>d/#_

3. merealisasikan konsonan interdental geser bersuara /ð/ pada posisi ultima dengan konsonan alveolar geser bersuara /z/ dan pada posisi yang lain menjadi konsonan dental hambat bersuara /d/ dan pada penultima menjadi konsonan dental hambat tak bersuara /t/.

No. Gloss bA Standar bA Kampung Arab Pamekasan

Kaidah Modifikasi

1. Sepatu ħIðāʔ hidaʔ ð>d/_VK#

2. Enak laðĪð ladIt ð>t/_#

3. Itu ðālik zāka ð>z/#_

4. merealisasikan konsonan non-emfatik /d/ menjadi /t/ pada posisi penultima.

No. Gloss bA Standar bA Kampung Arab Pamekasan

Kaidah Modifikasi

1. Hitam aswād aswat

Page 50: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

50

d>t/_#

2. Anak (masc.) w-l-d walat

3. Dingin b-r-d barit

5. merealisasikan konsonan geseran tak bersuara (/ʃ/, /θ/, /sˤ/) menjadi geseran palatal tak bersuara /s/, juga terjadi pada konsonan geseran dental nonemfatik /z/ terutama pada posisi penultima.

No. Gloss bA Standar bA Kampung Arab Pamekasan

Kaidah Modifikasi

1. Pemuda ʃ-bb sabāb ʃ>s/#_

2. Baju θaub saub θ>s/#_

3. Nasi ruz rus

z>s_#4. Pisang mauz mōs

6. merealisasikan konsonan uvular geseran tak bersuara /x/, uvular geseran tak bersuara /ħ/ menjadi geseran glotal tak bersuara /h/.

No. Gloss bA Standar bA Kampung Arab Pamekasan

Kaidah Modifikasi

1. Lima xOmsah hOmsah x>h/#_

2. Manis ħilwah hilwah ħ>h/#_

7. merealisasikan konsonan uvular hambat tak bersuara /q/ menjadi konsonan velar hambat tak bersuara /k/.

No. Gloss bA Standar bA Kampung Arab Pamekasan

Kaidah Modifikasi

1. Pencuri sarĪq sarek q>k/_#

2. Jalan tˤ-r-q tarek q>k/_#

Page 51: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

51

8. merealisasikan konsonan pharyngeal geser tak bersuara /ʕ/ menjadi konsonan glotal hambat tak bersuara /ʔ/ pada semua posisi.

No. Gloss bA Standar bA Kampung Arab Pamekasan

Kaidah Modifikasi

1. Mendengar s-m-ʕ yasmaʔ ʕ>ʔ/ _#

2. Di atas ʕala ʔala ʕ>ʔ/#_

3.2.1.2. Modifikasi Vokal

Dalam kaidah fonotaktik bA memungkinkan keberadaan klaster pada posisi penultima, seperti pada kata waqt ‘waktu’, laħm ‘daging’ tidak halnya dengan bahasa Indonesia dan bahasa Madura yang tidak memungkinkan adanya klaster pada penultima. Dengan adanya fenomena tersebut, leksikon bAKAP cenderung untuk menambahkan vokal di antara dua konsonan yang berdempetan diikuti dengan penyesuaian dengan vokal yang ada di depannya.

No.

Gloss bAK/bASM bAKAP Kaidah Modifikasi

1. Wajah waJh waJah -

4. Susu milħ Milih -

5. Piring ðˤufr Dufur -

Hilangnya pemanjangan vokal pada sebagian leksikon bAKAP, karena dalam bAKAP unsur suprasegmental oleh sebagian penutur bAKAP kurang mendapat perhatian, sedangkan dalam bA pemanjangan vokal berfungsi sebagai pembeda arti.

No. Gloss bAK/bASM bAKAP Kaidah Modifikasi

1. Orang tua (fem.) aJūz aJuz -

2. Paman (dari garis ibu) xֿכl xOl -

Berdasarkan uraian di atas, dapat kita cermati pola perubahan serta realisasi fonem-fonem yang ada dalam Ba Kampung Arab Pamekasan akibat adanya pengaruh ataupun kontak dengan bahasa Madura. Pola perubahan tersebut meliputi perubahan konsonan, vokal maupun perubahan unsur panjang pendek vocal (suprasegmental). Dalam hal konsonan, pola perubahan terjadi pada konsonan emfatik menjadi konsonan

Page 52: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

52

non-emfatik, bunyi pharyngeal cenderung untuk direalisasikan menjadi bunyi glotal dan bunyi uvular cenderung untuk direalisasikan menjadi bunyi velar, yang keseluruhannya merupakan bunyi-bunyi yang dimiliki oleh bahasa Madura. Pada vokal, fenomena anaptiksis-penyisipan vocal- (Kridalaksana, 2001: 51) banyak terjadi pada leksikon bA yang diakhiri dengan klaster, dengan demikian kaidah fonotaktik yang ada dalam bA Kampung Arab Pamekasan serupa dengan bahasa Madura.

3.2.2. MORFOLOGI3.2.1. Verba

3.2.1.1. Infleksi Verba

Pola infleksi verba dalam bA Kampung Arab Pamekasan kurang begitu mendapat perhatian, terbukti dalam penggunaan pola infleksi verba yang terbolak-balik, contoh berikut ini

(1) harem yatarūn yuʔkulan‘gadis itu membeli makanan’

(2) beger itar yuʔkulan ‘gadis itu membeli makanan’

Pada kalimat (1) menggunakan verba imperfek, pronomina ketiga jamak maskulin, seharusnya kalimat tersebut menggunakan tatarĪ ‘membeli (imperfek., pronominal ketiga feminim. tunggal.)’, sedangkan pada kalimat (2) menggunakan verba amr (perintah).

Dalam pembentukan kalimat aktif pasif para penutur bA di Kampung Arab Pamekasan mempunyai pola tersendiri yang tergolong unik, seperti pada kalimat

Aktif Pasif(3) al qitˤtˤu yaʔkul ruzza ar rūz yuʔkul qitˤtˤu

‘kucing itu makan nasi’ ‘nasi itu dimakan kucing’(4) al kittu yuʔkul ruzza ar rūz εyuʔkul kit

‘kucing itu makan nasi’ ‘nasi itu dimakan kucing’(5) al qitˤtˤu yaʔkul ruzza ar rūz yuʔakkal qitˤtˤu

‘kucing itu makan nasi’ ‘nasi itu dimakan kucing’(6) sarīq yuðˤrib fil Insān

‘pencuri itu dipukuli warga’(7) sarīq yuðˤOrrib fil Insān

‘pencuri itu dipukuli warga’(8) sarek εdugguh bin nās

‘pencuri itu dipukuli warga’Pada kalimat (3 dan 6) kata yuʔkul dan yuðˤrib digunakan untuk verba pasif yang

dalam bA Standar menggunakan yuʔkalu ‘dimakan (imperfek., pronomina kedua)’ yuðˤrabu ‘dipukul (imperfek, pronomina kedua)’. Pada εyuʔkul (data 4) dan data (8) εdugguh (yang dalam bA Standar daqqa ‘mengetuk (perfek pronomina ketiga, maskulin,

Page 53: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

53

tunggal.)’. Unsur bM masuk dalam pembentukan verba pasif bA Kampung Arab Pamekasan sebagai penggantinya, yaitu penambahan awalan {é-} yang bermakna ‘di-’ (Wibisono, 2006: 34; Davies: 197-220), sedangkan pada data yang lain (5 dan 7) ditemukan yuʔakkal dan yuðˤOrrib, yang dalam bA Standar juga digunakan sebagai verba pasif akkala ‘memberi makan’ dan ðˤarraba ‘memukuli’, akan tetapi penggunaanya dalam data (5 dan 7) maknanya terasa janggal (:tidak sesuai), seharusnya menggunakan yuʔkalu ‘dimakan’ yuðˤarrabu ‘dipukuli’ (imperfek, pronominal ketiga, maskulin., tunggal.)’.

Kebanyakan pembentukan derivasi verba menggunakan morfem khas yang dimiliki bM, seperti dalam kalimat dibawah ini

(9) sudah, ε pasOlah berIk ‘sudah, di perbaiki kemarin’ ‘kemarin sudah diperbaiki’

(10) al bikr itar yuʔkulan ‘tkr gadis membeli makanan’

‘gadis itu membeli makanan’Kata dur-unduran dalam bahasa Madura (bM) mempunyai padanan bəs-abəsan

‘saling melihat/berpandangan’ yang keduanya merupakan bentuk reduplikasi sebagian yang khas dimiliki bM dengan penambahan akhiran {-an} abəs>bəs-abəs+{-an} bəs-abəsan, sedangkan dalam bA Standar makna saling terkandung dalam stem fāʕala, sehingga kata tersebut menjadi nāðˤOrO. Pada kalimat (9) terdapat awalan berupa {é-} dan {pa-} yang dalam bM menunjukkan arti ‘dijadikan seperti yang disebut pada kata dasarnya’ (Wibisono, 2006: 72) sedangkan pada bAK/bASM makna tersebut terkandung dalam stem faʕʕala.

Nominalisasi verba bAKAP juga sering dibentuk dengan menambahkan imbuhan yang ada dalam bM, seperti suhul ‘bekerja’>suhulan ‘pekerjaan’, seperti pada kalimat (10) yaʔkulu ‘makan > yuʔkulan ‘makanan’.

3.2.3. NominaDalam hal penanda kasus, bA standar memiliki ksusus nominatif (rafa‘), akusatif

(na.sab), dan genitif (jār), yang ketiga memiliki penanda yang berbeda-beda.

Dalam bA Kampung Arab Pamekasan penanda kasus sering tertukar ataupun ditanggalkan dalam tuturan, seperti dalam contoh berikut ini.

(11) anā ya bkī liannu ‘saya (pronominal ketiga mask. tggl.) menangis karena yasgut jatuh ‘saya menangis karena terjatuh’

(12) anā yadrib kalbun ‘saya memukul anjing’

Pada kalimat (12) terjadi ketidaksesuaian antara Subjek dan infleksi pronomina pada Verbanya, demikian halnya pada penanda kasus genitif /u/, yang seharusnya /i/.

Page 54: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

54

Pada kalimat (12), tidak hanya ketidaksesuaian antara Subjek dan infleksi pronomina pada Verba, akan tetapi kesalahan bentuk penanda kasus juga terjadi, kalbun yang seharusnya berkasus Akusatif dengan penanda {-an} pada bentuk tunggal justru berkasus Nominatif {-un}.

3.2.4. GenderPembahasan infleksi gender dalam bA, terbagi menjadi maskulin dan feminin.

Dalam bA Kampung Arab Pamekasan pembedaan gender tidak begitu mendapat perhatian atau justru kurang dikuasai. Pada kasus tertentu mereka masih membedakan antara maskulin dan feminin terutama penanda gender yang bersifat alamiyah, dengan pemarkah {-at/-ah}, seperti pada aib ‘laki-laki tua’ >< aibah ‘perempuan tua’, xOl ‘paman dari garis ibu’ >< xOlah ‘bibi dari garis ayah’, zauJ ‘suami’ >< zauJah ‘istri’, sihrī ‘ipar laki-laki’ >< sihrOh ‘ipar perempuan’.

bA Kampung Arab Pamekasan mengenal pembentukan kata dengan reduplikasi dan pembentukannya mempunyai cara yang unik untuk mengulang sebuah kata dengan arti yang berbeda, semisal pada kata zέn ‘tampan’> zέn ma zέn ‘berlagak tampan’, {ma-} yang terletak diantara kata zέn menunjukkan arti ‘berlagak seperti yang disebut oleh bentuk dasar’ (Wibisono, 2006: 126). Pengulangan kata untuk menunjuk makna ‘banyak’ (Ramlan, 2001: 176), seperti marit ‘sakit’>rit-marit ‘banyak yang sakit’. Untuk pembentukan kata ulang yang menunjuk pada arti ‘menyerupai apa yang disebut pada bentuk dasar (Ramlan, 2001: 179; Moehnilabib, 1979: 73) dengan menambahkan afiks {-an}, seperti bagar ‘sapi’>gar-bagaran ‘menyerupai sapi’.

3.2.5. SintaksisPembentukan Kalimat

Pembentukan kalimat dalam bA mengenal dua bentuk, yaitu bentuk jumlah ismiyyah dan jumlah fi‘liyyah (al Ġulāyaynī, 2003). Jumlah ismiyyah adalah setiap kalimat yang diawali dengan nomina sebagai pembukanya, sebaliknya jumlah fi‘liyyah adalah setiap kalimat yang diawali oleh verba.

Tidaklah sulit mencari jumlah ismiyyah dalam tuturan komunitas Arab Pamekasan, namun tidak lantas jumlah tersebut diterapkan gramatika bA dengan tepat, beberapa contoh di bawah ini menunjukkan bahwa sebagian responden kurang memperhatikan kesesuaian antara pronomina persona sebagai subjek dengan infleksi pronomina persona yang melekat pada Verbanya. Hal tersebut dapat kita temukan dalam data berikut ini.

(13) anā yabkī liannu yasgut ‘saya menangis karena jatuh ‘saya menangis karena terjatuh’

(14) anā yadrib kalbun ‘saya memukul anjing’

Pada kalimat (13) terjadi ketidaksesuaian antara subjek dan infleksi pronomina pada verbanya, demikian halnya pada penanda kasus genitif /u/, yang seharusnya /i/.

Page 55: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

55

Pada kalimat (14), tidak hanya ketidaksesuaian antara subjek dan infleksi pronomina pada verba, akan tetapi kesalahan bentuk penanda kasus juga terjadi, kalbun yang seharusnya berkasus Aku. dengan penanda {-an} pada bentuk tunggal justru berkasus Nom. {-un}.

Jumlah fi‘liyyah jarang atau hampir tidak digunakan dalam tuturan komunitas Arab Pamekasan, hal tersebut banyak dipengaruhi oleh struktur kalimat bM dan bahasa Indonesia yang berpola Subjek Predikat Objek, hanya ditemukan satu data yang dapat mendukung bahwa jumlah fi‘liyyah masih digunakan dalam tuturan komunitas Arab Pamekasan.

Munculnya kecenderungan penyederhanaan baik dari bentuk, maupun makna bA dalam bA Kampung Arab Pamekasan, hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan pemahaman mereka tentang kaidah pembentukan kata dalam bA ataupun mereka berkompeten atau mampu tetapi enggan menerapkan kaidah tersebut dalam tuturan, sehingga kekurangtepatan sering terjadi akibat mereka kurang familliar dan jarang menggunakannya. Ketidakfamiliaran, juga dapat disebabkan oleh sifat lokatif yang dimiliki oleh leksikon tertentu yang berujung pada hilangnya beberapa laksikon. Sebagaimana yang terjadi pada komunitas Cina Surakarta yang bertutur bahasa Jawa, mereka sulit untuk menempatkan leksikon lokatif sebagaimana mestinya dalam tuturan (Markhamah, 2000: 111). Seperti pada kata tarawwas ‘mandi’ dalam bAK/bASM memiliki makna memercikkan, sehingga penerapan kata tarawwas untuk makna mandi terasa janggal bagi penutur bA Standar.

4. SIMPULAN dan SARANbA Kampung Arab Pamekasan sebagai sebuah produk kontak bahasa antara bA

dialek yamanī yang dibawa para imigran Arab dengan bahasa Madura sebagai bahasa mayoritas. bA Kampung Arab Pamekasan mengalami banyak modifikasi, baik fonologi, morfologi, sintaksis yang menghasilkan bentuk kekhasan tersendiri.

Secara fonologik, bA Kampung Arab Pamekasan mengalami penyederhanaan fonem yang berujung pada hilangnya sebagian fonem yang ada dalam bA karena terpengaruh fonem-fonem yang ada dalam bahasa. Dalam hal morfologi, bA Kampung Arab Pamekasan tampil dengan pembentukan gabungan antara bA dengan bahasa Madura ataupun yang juga berujung pada hilangnya beberapa kaidah morfologi bA yang dikenal rumit.

bA Kampung Arab Pamekasan mempunyai struktur gramatikal lebih sederhana jika dibandingkan dengan gramatika yang ada dalam bA Standar, para penutur bA di Kampung Arab Pamekasan cenderung tidak lagi memperhatikan fitur-fitur infleksi yang melekat pada verba dan nomina. Penyederhanaan leksikon, baik dari segi bentuk maupun makna yang berakibat pada berkurangnya leksikon bA Kampung Arab Pamekasan dan tak jarang mereka menciptakan makna baru untuk leksikon tertentu yang tidak sesuai dengan makna dalam bA Standar.

Sebagai bahasa yang selama ini sangat disakralkan, bA tampil dengan bentuknya yang baru dari tengah-tengah perkampungan Arab Pamekasan. Masyarakat setempat masih meyakini bahwa bA Kampung Arab Pamekasan sebagai bahasa yang memiliki

Page 56: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

56

prestise. Tentunya, iklim tersebut sangat menunjang keberlangsungan bAKAP. Masyarakat sekitar kAP yang berlatar belakang etnis Madura tidak segan-segan menggunakan bAKAP dalam komunikasi keseharian mereka.

Fenomena kebahasaan di Kampung Arab Pamekasan dapat menjadi wahana pengenalan budaya berbentuk bahasa “baru” sebagai produk akulturasi. Sekaligus menguak khazanah dan kekayaan budaya bangsa Indonesia yang tercermin dalam wujud bahasa. Penelitian ini juga dapat dijadikan acuan sebagai pertimbangan awal untuk pengambilan kebijakan terkait dengan pelestarian bahasa dan budaya lokal di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Page 57: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

57

Al Ġulāyaynī, Mus.tafā. 2003. Jāmi‘u al Durūs al Luġah al‘Arabiyyah. Bairut: al Maktabah al ‘A.sriyyah.

Artono. 2003. “Perkembangan Komunitas Arab di Kota Surabaya 1900-1942”. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Davies, William D. 2005. “The Richness of Madurese Voice” dalam Arka dan Ross (ed.). The Many Faces of Austronesian Voice Systems: Some new Empirical Studies. Canberra: Basil Wilson.

Edward T. Hall. 1974. “Komunikasi Antarbudaya: Suatu Tinjauan Antropologis” dalam Deddy Mulyana dan Jalaluddin R. ed. 2006. Komunikasi Antarbudaya: Panduan Berkomunikasi dengan orang-orang Berbeda Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Garvin, P.L. dan Madeline Mathiot. 1968. “The Urbanization of the Guarani Language: Problem in Language and Culture” dalam Fishman (ed.) 1972. Readings in the Sociology of language. Mounton: The Hague. 365-374.

Jonge, Huub de. 1989. Madura dalam Empat Zaman, Pedagang, Perkembangan Ekonomi dan Islam: Suatu Studi Antropologi Budaya. Jakarta: PT. Gramedia.

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa, Tahapan Strategi, Metode dan Tekniknya.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.Markhamah. 2000. Etnik Cina: Kajian Linguistis Kultural. Surakarta: Muhammadiyah

University Press. Munawwir, Ahmad Warson. 1997. Kamus al Munawwir. Surabaya: Pustaka Progressif.Patji, Abdul Rachman. 1983. “Asimilasi Golongan Etnis Arab: Suatu Studi Lapangan di

Kelurahan Ampel Surabaya”. Dalam majalah Masyarakat Indonesia 47-81.Poedjosoedarmo, Soepomo. 1985. “Komponen Tutur”. Dalam Soenjono

Dardjowidjojo (Peny.) Perkembangan Linguistik di Indonesia. Jakarta: Arcan.Ramlan, M. 2001. Ilmu Bahasa Indonesia, Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif.

Yogyakarta: CV. Karyono.Ramlan, M. 2005. Ilmu Bahasa Indonesia, Sintaksis. Yogyakarta: CV. Karyono.Rifai, Mien Ahmad. 2007. Manusia Madura: Pembawaan, Perilaku, Etos Kerja,

Penampilan, dan Pandangan Hidupnya seperti Dicitrakan Peribahanya. Yogyakarta: Pilar Media.

Slama, Martin. 2005. “Orang Indonesia Keturunan Hadramaut di Bali: Masyarakat Diaspora dalam Perbandingan”. Dalam Masyarakat Indonesia jilid XXXI, No. 2. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 1-24.

Suhardi, Basuki. 1996. Sikap Bahasa: Suatu Telaah Eksploratif atas Sekelompok Sarjana dan Mahasiswa di Jakarta. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Wibisono, Bambang, Sofyan, Suyanto, dan Izak. 2006. ‘Struktur Morfologi Bahasa Madura: Bahan Penyusunan Buku Tata Bahasa Madura’. Laporan Penelitian Balai Bahasa Surabaya.

Page 58: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

58

PERBEDAAN PERSEPSI GURU BERDASARKAN JENJANG DAN JENIS SEKOLAH TERHADAP PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI KABUPATEN JEMBER

Oleh: Asrorul Mais, ST., S.Pd., M.Pd. dan Lailil Aflahkul Yaum, S.Pd., M.Pd., Prodi. Pendidikan Luar Biasa (PLB), FIP, IKIP PGRI Jember

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan persepsi guru berdasarkan jenjang dan jenis sekolah dan pengaruh perbedaan jenis serta jenjang sekolah terhadap persepsi guru tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kabupaten Jember. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode non eksperimental. Statistik yang digunakan adalah statistik inferensial uji mean satu populasi dan ANOVA dua faktor dua jalur. Data hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa persepsi guru baik berdasarkan jenjang maupun jenis sekolah (SDLB, SD Inklusi, SMPLB, dan SMP Inklusi) terhadap pendidikan inklusif memiliki skor yang sama 0≤ µ <20 yaitu pada kriteria sangat negatif. Data hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara persepsi guru pendidikan dasar baik berdasarkan jenjang maupun jenis sekolah terhadap pendidikan inklusif. Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa persepsi guru pendidikan dasar berdasarkan jenjang dan jenis sekolah berada pada kriteria yang sama yaitu sangat negatif. Jenjang sekolah dan jenis sekolah tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap persepsi guru tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kabupaten Jember.

Kata Kunci: persepsi, guru, jenjang sekolah, jenis sekolah, pendidikan inklusif

1. PendahuluanSalah satu upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia untuk

mewujudkan pendidikan yang menghargai keberagaman dan tidak diskriminatif adalah dengan meratifikasi kesepakatan Salamanca 1994 tentang pendidikan inklusif sejak tahun 1997. Melalui pendidikan inklusif diharapkan semua anak berkebutuhan khusus yang tersebar di seluruh kecamatan dan desa terutama dengan kondisi ekonomi orang tuanya menengah ke bawah dapat menjangkau pendidikan dalam rangka menuntaskan Program Wajib Belajar 9 Tahun.

Meskipun penyelenggaraan pendidikan inklusif tersebut telah memiliki legalitas dan mendapat dukungan sepenuhnya dari pemerintah khususnya Pemerintah Propinsi Jawa Timur dengan telah dikeluarkannya Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 6 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Provinsi Jawa Timur, namun masih

Page 59: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

59

terdapat keragaman persepsi yang menunjukkan pandangan negatif terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif.

Adanya beragam persepsi negatif yang muncul di kalangan guru baik guru umum, guru inklusif, guru SLB, guru kelas, maupun guru mata pelajaran dapat berpengaruh negatif pula pada sikap dan tingkah laku terutama dalam menjalankan profesinya sebagai guru. Menurut Sobur (2010: 447), dari sudut pandang psikologi dikatakan bahwa tingkah laku seseorang merupakan fungsi dari cara orang tersebut memandang, oleh karena itu, untuk mengubah tingkah laku seseorang, harus dimulai dari mengubah persepsinya.

Keberagaman persepsi guru dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif dapat membawa dampak bagi pelayanan pendidikan terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK). Guru-guru di sekolah inklusif sering dihadapkan pada kebingungan dalam melaksanakan program pembelajaran individu dan penanganan anak berkebutuhan khusus yang beragam di kelas inklusif, hal ini senada dengan pendapat Whiting & Young, 1995 dalam Subban, et al (2006:43) yang menyatakan bahwa “Teachers view the inclusion of students with disabilities into mainstream settings as difficult and stressful”. Bahkan karena alasan-alasan tersebut, tidak jarang pula sekolah inklusif mengadakan seleksi bagi siswa berkebutuhan khusus terbatas hanya pada siswa yang mengalami kelainan ringan saja yang bisa diterima di sekolah inklusif tersebut.

Guru sebagai agen pembaharuan pandangan yang salah satunya meliputi pandangan tentang melihat manusia dalam suatu seting pendidikan yang menghargai perbedaan dan keanekaragaman, dan tidak diskriminatif khususnya kepada peserta didik yang memiliki kElainan fisik, sensorik, motorik, emosional, mental, sosial dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Webber (1994) dalam Smith (2012: 53) menyatakan bahwa semua pendidik harus punya ‘rasa memiliki’ pada semua siswa termasuk yang menyandang hambatan. Untuk itu diperlukan pemahaman makna filosofi yang terkandung dalam pelaksanaan pendidikan inklusif bagi guru agar menghasilkan suatu persepsi yang positif dalam pengimplementasiannya serta menghasilkan hubungan yang sinergis dan dinamis antara guru, peserta didik, dan pembelajaran.

Persepsi guru terhadap pelaksanaan program inklusif di Kabupaten Jember merupakan hal yang menarik untuk diteliti mengingat pelaksanaan program inklusif di Kabupaten Jember sudah dilaksanakan sejak tahun 2007 untuk jenjang sekolah dasar dan tahun 2005 untuk jenjang sekolah menengah pertama dan menurut data dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur tahun 2010, jumlah sekolah penyelenggara pendidikan inklusif se-Kabupaten Jember sebanyak 64 Sekolah Dasar (SD) Inklusif dan 1 Sekolah Menengah Pertama (SMP) Inklusif. Jumlah ini menempati urutan kedua Kabupaten/Kota penyelenggara pendidikan inklusif se-Provinsi Jawa Timur setelah Kota Surabaya.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana persepsi guru yang bekerja di sekolah inklusif dan luar biasa pada jenjang sekolah dasar dan sekolah menengah pertama terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kabupaten Jember. Secara terperinci masalah dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagi berikut: 1) Bagaimana persepsi guru SDLB terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kabupaten Jember? 2) Bagaimana

Page 60: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

60

persepsi guru SD Inklusif terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kabupaten Jember? 3) Bagaimana persepsi guru SMPLB terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kabupaten Jember? 4) Bagaimana persepsi guru SMP Inklusif terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kabupaten Jember? 5) Apakah perbedaan jenis sekolah berpengaruh terhadap persepsi guru tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kabupaten Jember? 6) Apakah perbedaan jenjang sekolah berpengaruh terhadap persepsi guru tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kabupaten Jember?

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui perbedaan persepsi antara guru yang bekerja di sekolah inklusif dan luar biasa pada jenjang sekolah dasar dan sekolah menengah pertama terhadap pelaksanaan program inklusif di Kabupaten Jember.

2. Kajian Literatur2.1. Persepsi

Dalam konteks sosial, Baron (2003: 38) mendefinisikan persepsi adalah suatu rangkaian proses yang digunakan untuk mencoba memahami orang lain. Sedangkan dalam konteks interpersonal, Thalib (2010: 174) mendefinisikan persepsi adalah situasi interaksi yang menyangkut interdependensi dua orang atau lebih yang terjadi karena adanya kesamaan sinyal berdasar pengalaman bersama sehinggga dalam mempersepsi, individu akan menyadari keadaan di sekitarnya dan keadaan diri sendiri.

Menurut Sobur (2010: 447), terdapat tiga komponen utama dalam proses persepsi yaitu sebagai berikut: (a). Seleksi adalah proses penyaringan oleh indra tubuh terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit; (b). Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengkategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana; (c). Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi (Depdikbud, 1985, dalam Soelaeman, 1987).

Thalib (2010: 182) menyatakan bahwa dalam persepsi interpersonal terdapat dua faktor yang mempengaruhi yaitu: (1) faktor intern yang terdiri dari kondisi fisik (rasa lelah, sakit, mengantuk), kondisi sosial psikologis (motif, minat, pengalaman, kemampuan, sosiabilitas, sikap yang berhubungan dengan norma-norma sosial, serta ciri-ciri pribadi lainnya), dan (2) faktor ekstern seperti penampilan atau daya tarik fisik, kedekatan, kemiripan, situasi sosial, hasil kebudayaan, dan stimulus luar lainnya.

2.2. GuruMenurut Bernadib dalam Suwardi (2007: 15), pendidik diartikan setiap orang

yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi. Pendidik diartikan seorang yang memberi atau melaksanakan tugas mendidik dengan sadar bertanggungjawab dalam dalam membimbing anak untuk mencapai kedewasaan (Achmadi dalam Suwardi, 2007:16).

Page 61: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

61

Mulyasa (2011:36) menyatakan bahwa guru harus berpacu dalam pembelajaran, dengan memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Hasil kajian dari Puliias dan Young (1998), Manan (1990), serta Yelon dan Weinstein (1997) dalam Mulyasa (2011:37) dapat diidentifikasikan 19 peran guru yaitu sebagai berikut: 1) guru sebagai pendidik; 2) guru sebagai pengajar; 3) guru sebagai pembimbing; 4) guru sebagai pelatih; 5) guru sebagai penasihat; 6) guru sebagai pembaharu (inovator); 7) guru sebagai model dan teladan; 8) guru sebagai pribadi; 9) guru sebagai peneliti; 10) guru sebagai pendorong kreativitas; 11) guru sebagai pembangkit pandangan; 12) guru sebagai pekerja rutin; 13) guru sebagai “pemindah kemah”; 14) guru sebagai pembawa cerita; 15) guru sebagai aktor; 16) guru sebagai emansipator; 17) guru sebagai evaluator; 18) guru sebagai pengawet; dan 19) guru sebagai kulminator. Saondi dan Suherman (2010: 57) menyatakan bahwa ada empat kompetensi yang harus dimiliki seorang guru yaitu: a). kompetensi pedagogik; b). kompetensi kepribadian; c). kompetensi profesional; dan d). kompetensi sosial.2.3. Pendidikan Inklusif

Sailor dan Skrtic dalam Loreman, dkk. (2011: 3) menyatakan bahwa ada beberapa elemen yang merupakan definisi terbaru dari inklusif yaitu: 1) inclusion of all children with diverse abilities in schools they would attend if they had no disability; 2) representation of children with diverse abilities in schools and classrooms in natural proportion to their incidence in the district at large; 3) zero rejection and heterogeneous grouping; 4) age and grade appropiate placements of children with diverse abilities; 5) site-based coordination and mangement of instruction and resource; 6) effective school’-style desentralised instructional model.

Budiyanto, dkk. (2009: 10) menyatakan bahwa terdapat lima prinsip penyelenggaraan pendidikan inklusif yaitu sebagai berikut: 1) Prinsip pemerataan dan peningkatan mutu; 2) Prinsip kebutuhan individual; 3) Prinsip kebermaknaan; 4) Prinsip keberlanjutan; 5) Prinsip keterlibatan.

Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Tahun 2007 menyatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan inklusif memiliki komponen-komponen sebagai berikut: 1) Peserta Didik; 2) Kurikulum; 3) Tenaga Pendidik; 4) Kegiatan Pembelajaran; 5) Penilaian dan Sertifikasi; 6) Sarana dan Prasarana Pendidikan; 7) Manajemen Sekolah; 8) Pemberdayaan Masyarakat.

Sebagai inovasi baru dalam bidang pendidikan, pendidikan inklusif masih diterima oleh masyarakat dengan beragam persepsi, pro dan kontra terjadi dengan alasan masing-masing. (Direktorat PSLB, 2007) Adapun alasan pro pendidikan inklusif antara lain: 1) Belum ada bukti empirik yang kuat bahwa SLB merupakan satu-satunya sistem terbaik untuk pendidikan anak berkebutuhan khusus. 2) Biaya penyelenggaraan SLB jauh lebih mahal dibanding dengan dengan sekolah regular. 3) Banyak anak berkebutuhan khusus yang tinggal di daerah-daerah tidak dapat bersekolah di SLB karena jauh dan/atau biaya yang tidak terjangkau. 4) SLB (terutama yang berasrama) merupakan sekolah yang memisahkan anak dari kehidupan sosial yang nyata. Sedangkan sekolah inklusif lebih ‘menyatukan’ anak dengan kehidupan nyata. 5) Banyak bukti di sekolah reguler terdapat anak berkebutuhan khusus yang tidak mendapatkan layanan

Page 62: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

62

yang sesuai. 6) Penyelenggaraan SLB berimplikasi adanya labelisasi anak ‘cacat’ yang dapat menimbulkan stigma sepanjang hayat sehingga orangtua tidak mau menyekolahkan anaknya ke SLB. 7) Melalui pendidikan inklusif akan terjadi proses edukasi kepada masyarakat agar menghargai adanya perbedaan. Sedangkan alasan kontra pendidikan inklusif antara lain: 1) Peraturan perundangan memberikan kesempatan pendidikan khusus bagi anak berkebutuhan khusus. 2) Hasil penelitian masih menghendaki berbagai alternatif pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. 3) Banyak orangtua yang anaknya tidak ingin bersekolah di sekolah reguler. 4) Banyak sekolah reguler yang belum siap menyelenggarakan pendidikan inklusif karena menyangkut sumberdaya yang terbatas. 5) Sekolah khusus/SLB dianggap lebih efektif karena diikuti anak yang sejenis.

3. Metode 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode non eksperimental. Statistik yang digunakan adalah statistik inferensial uji mean satu populasi dan ANOVA dua faktor dua jalur. Adapun rancangan yang digunakan pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 1. Rancangan Penelitian

Jenis Sekolah (x)

Jenjang Sekolah (y)

Sekolah Luar Biasa

(x1)

Sekolah Inklusif

(x2)

Sekolah Dasar (y1)

Sekolah Menengah Pertama (y2)

Sumber: Fraenkel (2012:256)

3.2. Variabel PenelitianDalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah persepsi guru

pendidikan dasar terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kabupaten Jember dilihat dari delapan komponen dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif menurut Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Tahun 2007. sedangkan variabel bebas dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah: 1) jenis sekolah (x) yang terbagi atas Sekolah Luar Biasa (x1) dan Sekolah Inklusif (x2); dan 2) jenjang sekolah (y) yang terbagi atas Seolah Dasar (y1) dan Sekolah Menengah Pertama (y2).

3.3. Populasi dan SampelPopulasi pada penelitian ini adalah semua guru Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB),

Sekolah Dasar Inklusif, Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Inklusif. Menurut data dari Dinas Pendidikan Kabupaten Jember tahun 2011 terdapat 7 (tujuh) SDLB, 64 (enam puluh empat) SD Inklusif, 5 (lima)

Page 63: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

63

SMPLB, dan 1 (satu) SMP Inklusif di Kabupaten Jember. Jumlah populasi guru pada satuan pendidikan SDLB sebanyak 65 guru, SD Inklusif sebanyak 650 guru, SMPLB sebanyak 36 guru, dan SMP Inklusif sebanyak 29 guru. Sedangkan sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Disproportionate Startified Random Sampling. Terdapat 60 responden dengan sebaran 15 responden dari SDLB, 15 responden dari SD Inklusif, 15 responden dari SMPLB dan 15 responden dari SMP Inklusif.

3.4. Pengumpulan DataPada penelitian ini, peneliti menggunakan angket tertutup. Angket dibuat dalam

bentuk instrumen berupa kuisioner yang terdiri dari beberapa bagian, yaitu: 1) Kuesioner bagian A berbentuk daftar pertanyaan dengan beberapa pilihan jawaban, dususun sebagai data penunjang untuk mengetahui lebih mendalam tentang karakteristik guru atau responden; 2) Kuesioner bagian B berupa skla sikap untuk mengukur persepsi guru terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif. Instrumen disusun dalam bentuk skala sikap dari Likert dengan empat pilihan jawaban yaitu: 1) Sangat Setuju, 2) Setuju, 3) Tidak Setuju, dan 4) Sangat Tidak Setuju. Keempat pilihan jawaban tersebut dibuat agar responden menunjukkan ketegasan sikapnya dalam menjawab setiap item pernyataan berdasarkan kondisi yang sebenarnya dengan membuang pilihan ragu-ragu/netral.

3.5. HasilDalam penelitian ini terdapat masing-masing 15 sampel untuk 4 kelompok guru.

Dilakukan perhitungan untuk setiap kelompok guru dari skor total ke-15 sampel pada

interval 0 s.d. 100 yang meliputi nilai rata-rata sampel (x ), varian sampel (s2), dan simpangan baku sampel (s). Adapun hasil perhitungan dari keempat kelompok guru secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Perhitungan Nilai Mean, Varian dan Simpangan Baku Sampel untuk Masing-Masing Kelompok Guru

No.

Kelompok Guru (x ) (s2) (s)

1 SDLB 12,14 19,22 4,38

2 SD Inklusif 10,83 14,03 3,75

3 SMPLB 13,37 14,47 3,80

4 SMP Inklusif 12,14 15,88 3,99

Sumber: Data diolah

Hasil yang tertera pada Tabel 2 tersebut masih merupakan hasil dari sampel dan masih berlaku pula pada sampel. Agar hasil dari perhitungan pada tabel tersebut dapat berlaku pada populasi, maka dilakukan uji mean satu populasi untuk setiap kelompok

Page 64: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

64

dari empat kelompok guru yang ada. Adapun hasil pengujian untuk setiap kelompok guru dapat dilihat pada Tabel 3,4 dan 5 berikut:

Tabel 3. Hasil Perhitungan Uji Mean Satu Populasi Persepsi Guru Berdasarkan Jenis Dan Jenjang Sekolah

No. Kelompok Guru Rentang Skor Kriteria Persepsi

1 SDLB 0 ≤ µ < 20 Sangat Negatif

2 SD Inklusif 0 ≤ µ < 20 Sangat Negatif

3 SMPLB 0 ≤ µ < 20 Sangat Negatif

4 SMP Inklusif 0 ≤ µ < 20 Sangat Negatif

Sumber: Data diolah

Tabel 4. Tabel Perbandingan Skor Persepsi Guru Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Kabupaten Jember Berdasarkan Subvariabel

No Sub Variabel

Jenis Sekolah (x) Jenjang Sekolah (y)

SDLBSD

Inklusi SMPLBSMP

Inklusi

Skor Skor Skor Skor

0-100 0-100 0-100 0-100

1 Peserta Didik 8.89 10.28 15.56 13.06

2 Kurikulum 9.63 6.30 10.00 8.52

3 Tenaga Pendidik 11.11 12.59 11.48 8.89

4 Kegiatan Pembelajaran 18.33 14.44 18.33 18.33

5 Penilaian & Sertifikasi 14.07 11.48 13.33 11.85

6 Sarana dan Prasarana 12.78 18.89 18.33 17.78

7 Manajamen Sekolah 6.25 1.81 6.67 6.53

8Pemberdayaan Masyarakat 14.44 15.93 11.85 12.22

Sumber: Data diolah

Page 65: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

65

Tabel 5. Hasil Perhitungan ANOVA

Dependent Variable:Skor

Source Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Corrected Model 136.600a 3 45.533 1.015 .393Intercept 349912.067 1 349912.067 7796.449 .000JENJANG_SEKOLAH 68.267 1 68.267 1.521 .223JENIS_SEKOLAH 68.267 1 68.267 1.521 .223JENJANG_SEKOLAH * JENIS_SEKOLAH

.067 1 .067 .001 .969

Error 2513.333 56 44.881Total 352562.000 60Corrected Total 2649.933 59R Squared = .052 (Adjusted R Squared = .001)Sumber: Data diolah

Dari hasil interpretasi tabel tersebut, dapat diketahui bahwa: 1) Persepsi guru pada jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kabupaten Jember berada pada tingkat yang sama yaitu pada katagori sangat negatif. 2) Persepsi guru pada jenis Sekolah Luar Biasa (SLB) dan Sekolah Inklusif terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kabupaten Jember berada pada tingkat yang sama yaitu pada katagori sangat negatif. 3) Tidak ada interaksi antara persepsi guru SDLB, SD Inklusif, SMPLB, dan SMP Inklusif terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kabupaten Jember.

4. Pembahasan4.1. Persepsi Guru SDLB terhadap Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Kabupaten

JemberSunardi dalam Marentek (2007: 126) mendefinisikan inklusif atau mainstreaming

sebagai integrasi sosial, instruksional, dan temporal anak berkebutuhan khusus dengan teman-teman reguler lainnya berdasarkan pada kebutuhan pendidikan yang diukur secara individual, serta memerlukan klasifikasi dan tanggung jawab koordinasi dalam penyusunan program oleh tim dari berbagai profesi dan disiplin ilmu. Hal inilah yang menyebabkan adanya persepsi sangat negatif guru SDLB terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kabupaten Jember. Sekolah inklusif yang ada dianggap masih belum memiliki sumberdaya manusia yang memadai untuk mengelola pendidikan inklusif dengan optimal baik dari segi manajemen maupun kurikulum.

Guru SDLB yang mayoritas memiliki latar belakang pendidikan luar biasa seharusnya lebih mampu memahami peserta didik mereka yang mengalami hambatan, hal ini sesuai dengan pendapat Marsidi (2007: 59) yang menyatakan bahwa guru PLB adalah figur

Page 66: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

66

seorang pemimpin dan sosok arsitektur yang diharapkan dapat membentuk jiwa dan watak anak berkebutuhan khusus untuk membangun dirinya, bangsa dan negaranya.

Marsidi (2007: 111) menyatakan bahwa guru PLB sering mengeluh dalam melaksanakan peran bimbingannya baik secara umum maupun dalam proses pembelajaran. Guru SDLB pada umumnya menganggap anak berkebutuhan khusus masih memiliki kemampuan yang rendah, memerlukan pendidikan individual, pengajaran khusus, dan penempatan pada program pendidikan khusus pula sehingga menyebabkan adanya persepsi bahwa pendidikan inklusif tidak sesuai dan sangat memberatkan bagi ABK. Persepsi ini terbentuk dari pikiran, perasaan, pengalaman, dan situasi sosial para guru SDLB dalam melihat segala keterbatasan dan ketidakmampuan siswa berkebutuhan khusus dalam melakukan pembelajaran di SDLB. Hal ini senada dengan pendapat Thalib (2010: 174) yang menyatakan bahwa proses persepsi interpersonal melibatkan keseluruhan aspek pribadi seperti: pikiran, perasaan, pengalaman-pengalaman, dan situasi sosial.

4.2. Persepsi Guru SD Inklusif terhadap Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Kabupaten JemberMarentek (2007: 128) menyatakan bahwa pelaksanaan proses pembelajaran

inklusif memerlukan perubahan atas sistem yang ada. Pendidikan inklusif menghendaki adanya lingkungan sekolah yang lebih fleksibel, menerima dan mempertimbangkan keanekaragaman anak dengan mengindividualisasikan berbagai program pengajaran. Hal ini dirasakan cukup berat oleh guru SD inklusif yang sebagian besar adalah guru reguler. Dengan kualifikasi pendidikan mereka yang pada umumnya adalah bukan guru pendidikan luar biasa, hal ini berdampak pada kurang memilikinya perasaan mampu dalam menangani tantangan yang ada, dan perasaan inilah yang dapat mempengaruhi mereka dalam mempersepsi penyelenggaraan pendidikan inklusif.

Guru SD Inklusif di Kabupaten Jember memiliki persepsi sangat negatif terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif, salah satu faktor pembentuk persepsi negatif tersebut adalah persepsi negatif terhadap siswa berkebutuhan khusus yang bersekolah di SD Inklusif. Persepsi negatif tersebut timbul karena adanya kesan negatif terhadap penampilan fisik ABK yang cenderung tidak menarik perhatian ditambah lagi dengan sifat dan karakteristiknya yang terkadang tampak tidak wajar. Hal ini sejalan dengan pendapat Thalib (2010: 177) yang menyatakan bahwa ada dua faktor penting yang mempengaruhi persepsi interpersonal yaitu faktor fisik serta psikologis dan latar belakang kepribadian yang ada di balik penampilan fisik seseorang.

Marentek (2007: 127) menyatakan bahwa guru merupakan bagian dari proses pelaksanaan pendidikan inklusif yang memerlukan modifikasi pembelajaran antara lain pembelajaran yang lebih individual, kerja sama anatar berbagai profesi, perubahan kondisi fisik sekolah, lingkungan sekolah yang lebih fleksibel dan media pembelajaran khusus. Proses inilah yang dirasakan sulit dan semakin menambah beban pekerjaan mereka, serta mereka pada umumnya tidak memiliki cukup pengetahuan dan wawasan dalam menghadapi siswa berkebutuhan khusus. Sejalan dengan hal ini, Smith (2012: 426) menyatakan bahwa guru kelas, terutama yang mendapatkan pelatihan atau pengalaman sedikit dalam menangani siswa berkebutuhan khusus seringkali resisten

Page 67: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

67

terhadap ide mengenai keberadaan siswa berkebutuhan khusus di kelas mereka, selain itu, mereka juga mempertanyakan tentang keuntungan pendidikan inklusif bagi siswa berkebutuhan khusus, hal ini bertentangan dengan pendapat Arum (2005: 138) yang menyatakan bahwa guru reguler dan guru PLB harus memiliki dasar kemampuan yang sama untuk memberikan layanan pendidikan bagi siswa pada umumnya maupun siswa yang membutuhkan layanan khusus.

4.3. Persepsi Guru SMPLB terhadap Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Kabupaten JemberPendidikan inlusif berarti melakukan perubahan sistem baik manajemen maupun

kurikulum yang ramah bagi anak berkebutuhan khusus. Namun banyak guru yang menolak kehadiran siswa berkebutuhan khusus di sekolah reguler (Jamieson dalam Arum, 2005: 115). Fakta tentang banyaknya guru yang resisten terhadap anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah reguler inilah yang merupakan salah satu penyebab adanya persepsi negatif guru SMPLB terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif.

Guru SMPLB masih memiliki anggapan bahwa diperlukan persiapan yang matang bagi anak berkebutuan khusus untuk dapat bersekolah di sekolah inklusif, sehingga tidak semua anak berkebutuhan khusus dapat melanjutkan di sekolah inklusif pada jenjang yang lebih tinggi. Hal ini senada dengan pendapat Marentek (2007: 128) yang menyatakan bahwa anak luar biasa yang akan diinklusikan perlu dipersiapkan agar mereka dapat beradaptasi dan dapat diterima oleh guru dan teman sebaya mereka di sekolah inklusif.

Adanya persepsi negatif terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif dapat disebabkan juga karena kurangnya pemahaman yang mendalam guru SMPLB terhadap kebutuhan ABK di usia mereka yang menginjak masa remaja dan adanya sudut pandang yang sempit dalam memahami makna pendidikan inklusif bagi ABK. Hal ini senada dengan teori Gesalt dalam Rakhmat (2012: 57) yang menyatakan bahwa bila kita mempersepsi sesuatu, kita mempersepsinya sebagai suatu keseluruhan, kita tidak melihat bagian-bagiannya. Sedangkan Thalib (2010: 179) menyatakan bahwa kesalahan persepsi itu terutama karena terlalu sempitnya sudut tinjauan individu dalam mencoba memahami orang lain.

4.4. Persepsi Guru SMP Inklusif terhadap Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Kabupaten JemberMarentek (2007: 141) menyatakan bahwa pendidikan inklusi adalah sebuah sistem

pendidikan yang menerima semua siswa berkebutuhan khusus di kelas reguler di sekolah yang berlokasi di daerah mereka dan mendapatkan berbagai pelayanan pendukung dan pendidikan berdasarkan kebutuhan mereka. Hal ini tentunya bukan sesuatu yang mudah, dibutuhkan kemampuan khusus dalam mengelola sekolah yang bersifat inklusif tersebut. Pengelolaan yang baik dalam segi manajemen sekolah, kurikulum dan ketersediaan tenaga pendidik inilah yang menjadi faktor yang lebih dominan bagi para guru SMP inklusif dalam mempersepsi penyelenggraan pendidikan

Page 68: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

68

inklusif di Kabupaten Jember. Ketiga faktor tersebut sangat erat kaitannya dengan predikat yang disandang oleh siswa berkebutuhan khusus yang tentunya membutuhkan pelayanan dan penanganan yang bersifat khusus pula.

Adanya persepsi yang sangat negatif guru terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusi dapat disebabkan oleh kesalahan guru dalam mempersepsi siswa berkebutuhan khusus. Thalib (2010:179) menyatakan bahwa terdapat dua masalah yang sering dihubungkan dengan kesalahan persepsi interpersonal yaitu stereotip dan dampak gema. Contoh pandangan stereotip seorang guru terhadap anak berkebutuhan khusus yang dipandang memiliki ciri-ciri pada umumnya antara lain memiliki kemampuan di bawah rata-rata, bergantung pada orang lain, lamban dalam beraktifitas dan memiliki perasaan rendah diri. Tentunya tidak semua anak berkebutuhan khusus memiliki ciri-ciri tersebut. Sedangkan contoh dampak gema adalah anggapan bahwa seorang siswa berkebutuhan khusus yang mengalami kesulitan belajar dalam bidang berhitung belum tentu dia mengalami kesulitan belajar juga dalam bidang lainnya, bahkan mungkin saja dia memiliki kelebihan dalam bidang-bidang yang lain. Jadi tidak dapat disimpulkan bahwa adanya kelambanan dalam satu hal pasti memiliki kelambanan juga dalam hal-hal yang lain.

Saroni (2011: 71) menyatakan bahwa pengabdian merupakan bentuk loyalitas dan dedikasi seorang guru terhadap profesinya, untuk itu guru dengan hati lapang dapat menerima anak didik dalam keadaan apapun untuk belajar bersamanya. Adanya persepsi yang sangat negatif terhadap prinsip inklusif, tidak objektif dan diskriminatif tentunya dapat merusak nilai-nilai pengabdian seorang guru. Hal ini senada dengan pendapat Arifin (2011: 160) yang menyatakan bahwa mental inklusif harus ditegaksuburkan pada diri seorang pendidik selama proses interaksi dengan siswa, sesama guru, karyawan sekolah, orang tua/wali murid dan masyarakat lainnya.

4.5. Pengaruh Perbedaan Jenis Sekolah terhadap Persepsi Guru tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Kabupaten Jember

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa jenis sekolah tempat guru mengajar tidak memiliki pengaruh secara signifikan terhadap persepsi guru tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif. Proses pertama dari persepsi adalah menerima rangsangan dari luar untuk kemudian diseleksi. Sobur (2003: 452) menyatakan bahwa ada dua faktor yang menentukan seleksi rangsangan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Dalam hal ini, faktor internal guru yang meliputi kebutuhan psikologis, pengalaman, kepribadian, sikap serta kepercayaan umum dan penerimaan diri lebih dominan dari pada faktor eksternal yaitu intensitas, ukuran, kotras, gerakan, ulangan, keakraban, dan sesuatu yang baru.

Guru PLB yang secara khusus dibekali dengan wawasan keilmuan dan pengetahuan di bidang anak berkebutuhan khusus dibandingkan dengan guru umum seharusnya lebih memiliki persepsi positif dari pada guru umum terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif. Dengan adanya persepsi positif itulah guru PLB seharusnya memiliki keinginan agar suatu saat siswa-siswinya yang berkebutuhan khusus mampu bersekolah dan berinteraksi dengan teman sebayanya di sekolah inklusif.

Page 69: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

69

Sedangkan guru umum yang meskipun tidak memiliki latar belakang pendidikan luar biasa harus tetap berpijak pada prinsip individualitas yaitu kesadaran bahwa setiap siswa memiliki perbedaan dalam mempelajari atau menyerap materi yang telah diberikan oleh guru. Usman (2010: 30) menyatakan bahwa jarang sekali guru menjelaskan bahwa ketidakmampuan murid dalam belajar itu merupakan akibat kelemahan guru dalam mengajar. Sejalan dengan pendapat tersebut, Mulyasa (2011: 26) menyatakan bahwa salah satu kesalahan yang sering dilakukan guru dalam pembelajaran adalah mengabaikan perbedaan individu peserta didik dan bersikap diskriminatif.

Selain itu, persepsi sangat negatif ini terjadi karena kurangnya dorongan dan dukungan dari pemerintah atau lembaga terkait dan para akademisi terutama dalam hal teknis untuk menghadapi anak berkebutuhan khusus. Hal ini senada dengan penelitian Sarı, et al., (2009) yang menunjukkan bahwa kecendurang persepsi guru sangat erat kaitannya dengan perasaan mampu (self-efficacy) dalam menangani siswa berkebutuhan khusus di sekolah mereka.

Fakta dan data tentang sangat negatifnya persepsi guru terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif ini tentunya juga tidak dapat lepas dari peran LPTK yang menurut Semiawan dan Natawidjaja dalam Musfah (2011: 8) menyatakan bahwa LPTK seharusnya menghasilkan para guru yang memiliki kompetensi pedagogis, profesional, sosial, dan kepribadian.

4.6. Pengaruh Perbedaan Jenjang Sekolah terhadap Persepsi Guru tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Kabupaten JemberBurner dan Goodman dalam Sobur (2003:460) menyatakan bahwa semakin tinggi

tingkat kebutuhan sosial objek, semakin tinggi nilai operasi faktor penentu perilaku. Jenjang sekolah yang lebih tinggi berarti siswa yang bersekolah di sekolah itupun memiliki kompleksitas kebutuhan sosial dan perilaku yang lebih kompleks pula. Hal ini seharusnya juga mempengaruhi guru dalam mempersepsi siswa-siswinya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor personal yang meliputi pengalaman, motivasi dan kepribadian guru memiliki pengaruh yang sangat dominan dalam mempersepsi penyelenggaraan pendidikan inklusif. Sejalan dengan hal tersebut Leather dalam Sobur (2003: 462) membuktikan bahwa pengalaman akan membantu seseorang dalam meningkatkan persepsi. Jadi adanya persepsi yang sangat negatif guru baik pada jenjang SD maupun SMP dapat juga disebabkan karena guru-guru tersebut kurang memiliki pengalaman dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif.

Sikap menghargai, toleran, simpati dan empati adalah salah satu wujud dari penanaman pendidikan kepribadian anak yang akan terbentuk dari persepsinya dalam menilai sesamanya. Seorang guru yang masih memiliki persepsi sangat negatif terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif sama halnya dengan memiliki persepsi sangat negatif terhadap perbedaan. Hal ini tentunya akan mempersulit guru dalam menanamkan dan meneladani nilai-nilai toleransi dan kemanusiaan terhadap siswanya, karena tidak mungkin seorang yang memiliki persepsi negatif akan mendidik orang lain untuk berpersepsi positif. Menurut Musfah (2011: 9) yang menyatakan bahwa para guru sangat penting dalam pembentukan karakter dan sikap murid, karena murid

Page 70: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

70

membutuhkan contoh disamping pengetahuan tentang nilai baik-buruk, dan benar-salah.

Pada jenjang SMP seharusnya guru memiliki persepsi yang lebih positif dibandingkan dengan pada jenjang SD karena pada jenjang SMP seorang anak sudah memiliki perasaan ingin dihargai dan diperlakukan sama. Dorongan dan keinginan guru harus sangat kuat untuk memberikan motivasi kepada siswa baik yang berkebutuhan khusus mupun yang normal agar mampu bersosialisasi dan berinteraksi bersama teman sebayanya dengan penuh sikap toleran. Marsidi (2007: 90) menyatakan bahwa dibutuhkan kecakapan mengarahkan motivasi dan berfikir dengan tidak lupa menggunakan pribadi guru itu sendiri sebagai contoh atau model. Pembentukan persepsi, sikap, mental, dan perilaku anak didik tidak akan terlepas dari soal penanaman nilai, oleh karena itu guru bukanlah sekedar pengajar, melainkan betul-betul sebagai pendidik yang akan mentransfer nilai-nilai tersebut kepada anak didiknya.

Adanya kesamaan persepsi sangat negatif guru terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif berdasarkan jenjang sekolah ini dapat juga disebabkan oleh kekurangpahaman guru terhadap tanggungjawabnya dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif. Dalam penelitiannya, Gudjonsdottir (2006) dalam Marentek (2007: 197) menyarankan dua hal yang harus dilakukan guru dalam pelaksanaan pendidikan inklusif yaitu: 1) memahami perkembangan anak dan perbedaan individual anak, dan 2) memiliki kemampuan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan seluruh anak.

5. Simpulan dan Saran5.1. Simpulan

Berdasarkan diskusi hasil penelitian tentang persepsi guru pendidikan dasar terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kabupaten Jember Provinsi Jawa Timur, maka dapat dibuat beberapa simpulan sebagai berikut: 1) Persepsi guru SDLB se-Kabupaten Jember terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kabupaten Jember Provinsi Jawa Timur berada pada kriteria sangat negatif. 2) Persepsi guru SD Inklusif se-Kabupaten Jember terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kabupaten Jember Provinsi Jawa Timur berada pada kriteria sangat negatif. 3) Persepsi guru SMPLB se-Kabupaten Jember terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kabupaten Jember Provinsi Jawa Timur berada pada kriteria sangat negatif. 4) Persepsi guru SMP Inklusif se-Kabupaten Jember terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kabupaten Jember Provinsi Jawa Timur berada pada kriteria sangat negatif. 5) Jenis sekolah tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap persepsi guru pendidikan dasar tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kabupaten Jember Provinsi Jawa Timur atau dengan kata lain bahwa persepsi guru pada jenis Sekolah Luar Biasa (SLB) dan Sekolah Inklusif terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kabupaten Jember berada pada tingkat yang sama. 6) Jenjang sekolah tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap persepsi guru pendidikan dasar tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kabupaten Jember Provinsi Jawa Timur atau dengan kata lain bahwa persepsi guru pada jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama

Page 71: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

71

(SMP) terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kabupaten Jember berada pada tingkat yang sama.

Meskipun persepsi guru terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif di kabupaten Jember berdasarkan jenis dan jenjang sekolah berada pada kriteria yang sama yaitu sangat negatif, namun peringkat skor sub variabel penyelenggraan pendidikan inklusi memiliki urutan yang berbeda antara guru SDLB, SD Inklusi, SMPLB, dan SMP Inklusi.

5.2. SaranBerdasarkan hasil penelitian ini, maka ada beberapa pihak yang diharapkan dapat

berperan bagi perubahan persepsi para guru baik dari jenis sekolah maupun jenjang sekolah terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif khususnya di Kabupaten Jember Provinsi Jawa Timur. Bagi Pemerintah Kabupaten Jember: 1) Melakukan sosialisasi yang lebih gencar lagi tentang program pendidikan inlusif. 2) Melaksanakan pelatihan secara terus menerus terkait dengan teknis menghadapi ABK pada seting pendidikan inklusif. 3) Menjalin kerjasama dengan pihak-pihak yang berkompeten tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif (misalnya LPTK yang menyelenggarakan Program Studi Pendidikan Luar Biasa). 4)Mengembangkan SLB yang ada menjadi resource center, sehingga guru-guru baik yang berasal dari sekolah segregasi maupun sekolah inklusif dapat saling bekerjasama guna penanganan ABK yang lebih optimal. Bagi LPTK sangat diharapkan untuk: 1) Memasukkan materi tentang ke-ABK-an atau layanan pendidikan inklusif sebagai mata kuliah pada semua FIP atau FKIP baik di universitas maupun institut ataupun sekolah tinggi. 2) Menumbuhkembangkan rasa simpati dan empati terhadap nilai-nilai kemanusiaan khususnya ABK baik pada mahasiswa program studi PLB maupun program studi non PLB. 3) Mengadakan seminar atau pelatihan pendidikan inklusif bagi para guru ataupun para calon guru sehingga diharapkan dapat memperbaiki persepsi mereka terhadap pendidikan inklusif. Dan bagi peneliti selanjutnya sangat diharapkan untuk meneliti lebih mendalam tentang faktor-faktor apa saja yang menyebabkan adanya persepsi negatif guru pendidikan dasar terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif khususnya di Kabupaten Jember.

Page 72: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

72

Daftar Pustaka

Alahbabi, Alsaghira. (2009). K-12 Special And General Education Teachers’ Attitudes Toward The Inclusion Of Students With Special Needs In General Education Classes In The United Arab Emirates (UAE). Dalam International Journal Of Special Education. Vol. 24 No. 2 pp. 42-54. (online) dalam (http://www.internationaljournalofspecialeducation.com/issues.cfm) diakses 19 November 2011.

Ali. M.M., Mustapha, R., & Jelas, Z.M. 2006. An Empirical Study on Teacher’s Perception Toward Inclusive Education in Malaysia. International of Special Education. Vol. 21 No. 3 pp. 36-44. (online), dalam (http://www.internationaljournalofspecialeducation.com/issues.cfm) diakses 19 November 2011.

Al-Zyoudi, M. 2006. Teacher’s Attitudes Toward Inclusive Education In Jordanian Schools. International of Special Education. Vol. 21 No. 2 pp. 55-62. (online), dalam (http://www.internationaljournalofspecialeducation.com/issues.cfm) diakses 19 November 2011.

Arifin. 2011. Kompetensi Guru dan Strategi Pengembangannya. Yogyakarja: LilinArikunto, Suharsimi. 1995. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta.Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta.Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta.Arum, W.S.A. 2005. Perspektif Pendidikan Luar Biasa dan Implikasinya bagi Penyiapan

Tenaga Kependidikan. Jakarta: DepdiknasBaron Robert A. & Byrne Donn. 2004. Psikologi Sosial Edisi Kesepuluh Jilid 1. Jakarta:

ErlanggaBekti, Veralia Maya. 2010. “Persepsi Istri terhadap Kekerasan dalam Rumah Tangga”. Tesis Magister Psikologi, Universitas DiponegoroBudiyanto dkk. 2009. Modul Training of Trainers Pendidikan Inklusif. Jakarta:

Departemen Pendidikan Nasional.Bunch, G., & Finnegan, K. 2000. Values Teacher’s Find in Inclusive Education. Makalah

pada International Special Education Congress 2000 (ISEC 2000), University of Manchester, 24th-28th July 2000. (online) dalam (http://www.isec2000.org.uk/abstract/papers_b/bunch_1.htm) diakses 19 November 2011.

Choykhruea, Benjamaporn. 2011. Teachers and General Students’ Attitude towards Autistics enrolling in Inclusive Classroom, Primary School Level. ICER 2011: Learning Community for Sustainable Development: September 9-10, 2011, KKU, Thailand. pp 1292-1299

Cochran, H.K. 1998. Attitudes Toward Inclusive Education: Differences In Teacher’s Attotude Toward Inclusive Classroom (STATIC). Makalah pada The Annual Meeting of the Mid-Western Educational Research Association, Chicago, Illinois. October

Page 73: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

73

pp. 14-16 (online), dalam (http://www.eric.ed.gov/ERICDocs/data/ericdocs2sql/content_storage_01/0000019b/80/17/37/82.pdf ) diakses 19 November 2011.

Delphie, Bandi. 2009. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan Inklusi. Sleman: Intan Sejati Klaten.

Direktorat PSLB Mandikdasmen. 2007. Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. Jakarta: Depdiknas

Djamarah, Saiful. B. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka CiptaEmzir. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif. Jakarta:

Rajagrafindo Persada.Fraenkel, Jack R. Wallen, Norman E. & Hyun, Helen H. 2012. How to Design and

Evaluate Research in Education 8th edtion. New York : The McGraw-Hill Companies. Galis, S.A., & Tanner, C.K. (1995). Inclusion in Elementary Schools: A Survey and Policy

Analysis. Education Policy Analysis Archieves. Vol 3 No. 15 pp. 1-24, (online), dalam (http://epaa.asu.edu/epaa/v3n15.html) diakses 19 November 2011.

Hamalik, Oemar. 2010. Psikologi Belajar & Mengajara. Bandung: Sinar Baru Algensindo.Herlina. 2010. “Sikap Guru Sekolah Dasar terhadap Penyelenggaraan Sekolah Inklusif”.

Tesis Magister Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia.Hsien, Michele L. W. 2007. Teacher Attitudes towards Preparation for Inclusion – In

Support of a Unified Teacher Preparation Program. Post-Script: Postgraduate Journal of Education Research. Vol. 8 No. 1 pp. 49-60, (online), dalam (http://www.edfac.unimelb.edu.au/research/resources/student_res/postscriptfiles/vol8/Michelle_Hsien.pdf) diakses 19 November 2011.

Hutagalung, Linda. 2010. “Sikap Masyarakat Pendidikan Dasar Terhadap Tunanetra Yang Mengikuti Pendidikan Inklusif : Studi Deskriptif Tentang Sikap Masyarakat Pendidikan Dasar Terhadap Tunanetra yang Mengikuti Pendidikan Inklusif di 3 (tiga) Kecamatan di Kota Medan”. Tesis Magister Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia.

Isnawati, Nurlaela. 2010. Guru Positif Motivatif: Buku Pintar Para Guru Agar Bisa Menjadi Teladan yang Inspiratif dan Motivatif bagi Anak-anak Didiknya. Jogjakarta: Laksana

Kubyana, K.D. 2005. Attitudes of Specila School Teacher’s Toward Inclusion. University of Johannesburg: Faculty of Education and Nursing. (online), dalam (http://ujdigispace.uj.ac.za:8080/dspace/dspace/bitstream/10210/932/1/sec114.03.05.pdf) diakses 19 November 2011.

Kurniawan, Albert. 2011. SPSS: Serba-Serbi Analisis Statistika dengan Cepat dan Mudah. Jakarta: Jasakom

Leatherman, Jane M. 2007. “I Just See All Children as Children”: Teachers’ Perceptions About Inclusion. The Qualitative Report . Vol. 12 No. 4 pp. 594-611, (online), dalam (http://www.nova.edu/ssss/QR/QR12-4/leatherman.pdf) diakses 19 November 2011

Loreman, Tim., Deppeler, Joanne., & Harvey, David. 2011. Inclusive Education: Supporting Diversity in The Classroom. Australia: Allen&Unwin.

Page 74: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

74

Marentek, L.K.M. 2007. Manajemen Pendidikan Inklusif. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Marsidi, Agus. 2007. Profesi Keguruan Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Mulyana, Deddy. 2000. Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyasa. 2011. Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rodakaya.

Musfah, Jejen. 2011. Peningkatan Komepetensi Guru: Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori dan Praktek. Jakarta: Kencana

Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 6 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Provinsi Jawa Timur. Surabaya: Dinas Pendidikan Prov. JATIM

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, (online), (http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/Permen16-2007KompetensiGuru.pdf) diakses 19 November 2011

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2008 Tentang Standar kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Pendidikan Khusus.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi Pesrta Didik Yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. Surabaya: Dinas Pendidikan Prov. JATIM

Peraturan Pemerintah Nomer 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, (online), (http://www.presidenri.go.id/DokumenUU.php/104.pdf) diakses 19 November 2011

Rakhmat, Jalaluddin. 2012. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja RosdakaryaRiduwan. 2006. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: AlfabetaRiduwan. 2010. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: AlfabetaSaondi, Ondi. dan Suherman, Aris. 2010. Etika Profesi Keguruan. Bandung: Refika

AditamaSaroni, Mohammad. 2011. Personal Branding Guru. Jogjakarta: Ar-Ruzz MediaSarı, Hakan et al. (2009). An Analysis Of Pre-School Teachers’ And Student Teachers’

Attitudes To Inclusion And Their Self Efficacy. International Journal Of Special Education. Vol. 24, No. 3 pp. 29-44. (online) dalam (http://www.internationaljournalofspecialeducation.com/issues.cfm) diakses 19 November 2011

Shaleh, Abdul Rahman. 2009. Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam. Jakarta: Kencana

Skjφ rten, M.D. 2002. Menuju Inklusi dan Pengayaan. Pendidikan-Pendidikan Kebutuhan Khsus. (online), dalam (http://www.idp-europe.org/indonesia) diakses 19 November 2011.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta.

Page 75: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

75

Smith, J. David. 2012. Sekolah Inklusif: Konsep dan Penerapan Pembelajaran (Sugiarmin. M, dan Baihaqi, MIF., Ed.). Bandung: Nuansa.

Sobur, Alex. 2010. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.Stubbs, S. 2002. Inclusive Education Where There Are Few Resource (terjemahan oleh

Susi Septaviana R). (online), dalam (http://www.eenet.org.uk/theory-practice/IE_few_resource_BAhsa.pdf . ) diakses 19 November 2011.

Subban, P., & Sharma, U. 2006. Primary School Teachers’ Perception of Inclusive Education in Victoria, Australia. International Journal of Special Education. Vol. 21 No. 1 pp. 42-52, (online), dalam (http://www.internationaljournalofspecialeducation.com/articles.cfm?Y=2006&V=21&N=1) diakses 19 November 2011.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Sugiyono. 2011. Statistika untuk Penelitian. Bandung: AlfabetaSuparno, Paul. 2005. Guru Demokratis di Era Reformasi. Jakarta: GrasindoSuwardi. 2007. Manajemen Pembelajaran: Mencipta Guru Kreatif dan Berkompetisi.

Surabaya: Temprina Media Grafika.Syah, Muhibbin. 2000. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja

Rosdakarya.Syamsuddin. 2006. Persepsi Guru tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi. Jurnal

Kajian Teori dan Praktik Kependidikan FIP Universitas Negeri Malang. Vol. 33 No. 1 pp. 67-73. Abstrak diperoleh dari Index Artikel UPT Perpustakaan UM, Label bendel : 370.105 ILM, (online), dalam (http://journal.um.ac.id/index.php/ilmu-pendidikan/article/view/1192) diakses 19 November 2011.

Thalib, Syamsul B. 2010. Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif. Jakarta: Prenada Media Group.

Undang-Undang Dasar 1945. (online) dalam (http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/05/uud_1945.pdf) dalam 19 November 2011

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen, (online), (http://wrks.itb.ac.id/app/images/files_produk_hukum/uu_14_2005.pdf) diakses 19 November 2011Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, (online), (www.usu.ac.id/sisdiknas.pdf) diakses 19 November 2011 Usman, Uzer. 2010. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.Uyanto, Stanislaus. S. 2009. Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha

Ilmu.Walgito, Bimo.2002. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Andi.Walpole, et all. 1983. Realibility and Statistic for Engineers and Scientist. Fourth Edition.

New York: Monemollan Publishing CompanyWinter, Suzanne. M., 2007. Inclusive Early Childhood Education: A Collaborative

Approacch. Ohio: Pearson Prentice Hall.

Page 76: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

76

IMPLEMENTASI METODOLOGI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KEDALAM TREND EDUTAINMENT

Tauhedi As'ad, Desen Pendidikan Agama FIP-IKIP PGRI Jember

Abstrak

Metode sebagai alat analisis dengan pendekatan yang beragam sesuai dengan kebutuhan yang terjadi sehingga praktik pembelajaran pendidikan tepat sasaran dan obyektif. Jika tanpa metode yang hendak digunakan ke dalam praktik pendidikan maka tidak akan mengalami perkembangan secara obyektif pula. Metodologi pembelajaran pendidikan agama Islam sangat relevan jika benar-benar digunakan oleh guru kepada peserta didik sebaik mungkin dengan cara membebaskan dan sesuai dengan perkembangan potensi peserta didiknya masing-masing. Model pembelajaran dalam pendidikan secara umum dan berkembang sekarang ini sekurang-kurang ada tiga yaitu bentuk metode pembelajaran yang berpusat pada pendidik dan metode pembelajaran berpusat pada peserta didik serta metode yang berpusat pada pendidik dan peserta didik sekaligus. Sedangkan pembelajaran pendidikan edutainment seharusnya berpusat pada metode anak didiknya sesuai kemampuan dalam penyampaian oleh guru pendidik dengan cara menghibur, humor dan dapat menyenangkan sehingga proses praktik metode pembelajarannya akan mencapai sasaran tujuan pendidikan.

Kata Kunci: metodologi pendidikan agama islam dan trend edutainment

A. PendahuluanPembelajaran pendidikan seringkali mengajarkan tentang hasil dan wacana ilmu

pengetahuan yang diproduksi oleh pemikir pendidikan Islam maupun pemikir Barat. Ilmu pendidikan Islam masuk pada kategori ilmu pengetahuan terapan yang harus dilakukan oleh semua jenjang pendidikan di sekolah, sehingga pendidikan agama Islam tidak mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Salah satunya adalah penerapan metodologi pendidikan Islam yang bercorak ortodoksi yang absolut sehingga pendidikan Islam di lembaga sekolah seringkali menjenuhkan bahkan membosankan. Oleh karena itu, metode pendidikan agama Islam khususnya di lembaga pendidikan formal seharusnya bertujuan kepada pemikiran pendidikan Islam yang mengacu kepada kebersamaan secara kritis untuk menjembatani problematika yang dihadapinya.

Pada perkembangannya, metode pembelajaran yang digunakan dalam pendidikan agama Islam khususnya di lembaga pendidikan formal hanya bersifat teknis dan operasional sehingga materi pembelajaran pendidikan Islam mengalami involusi artinya penyampaian materi pendidikan selalu menoton dan statis. Mestinya metode pendidikan agama Islam harus saling berkaitan dengan tujuan, materi, kurikulum,

Page 77: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

77

sarana-prasarana, dan evaluasi pendidikan untuk mendapatkan kualitas yang optimal, namun pembelajaran pendidikan agama Islam yang dilakukan di lembaga pendidikan formal mampu memberikan dasar-dasar teoritik mengenai konsep pendidikan Islam sehingga pendidikan Islam mengalami perkembangan dan perubahan. Cara berpikir metodik inilah yang akan melahirkan perubahan pemikiran pendidikan Islam ke dalam konteks post modernitas yang dapat mencengkram terhadap masyarakat bangsa Indonesia.

Selanjutnya berkaitan dengan metode pendidikan agama Islam dalam praktik pembelajaran dilembaga pendidikan formal sangat signifikan untuk dikembangkan, agar proses pembelajaran dapat membangkitkan semangat belajar peserta didik sehingga materi pelajaran mampu dicerna dan memahaminya, serta mencapai tujuan pendidikan agama Islam. Penggunaan metode tersebut di dalam pembelajaran tidak hanya menggunakan satu variasi saja melainkan banyak variasi di dalam menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan kebutuhan di lapangan, namun metode pendidikan yang hendak diberlakukan kepada peserta didik seharusnya mempertimbangkan aspek efektivitas dan relevansinya dengan materi yang disampaikan, Armai (2002:38).

Sementara fungsi di dalam menggunakan metode pendidikan tiada lain untuk mencapai terget proses keberhasilan pembelajaran untuk menerapkan nilai-nilai ideal dalam bentuk realitas dan kuliatas hidup.

Kegelisahan ini, barawal bahwa pendidikan agama Islam yang berhubungan dengan proses pembelajaran di kelas ada kesalahan metodik dari guru itu sendiri, karena tidak pernah membebaskan peserta didik dari kungkungan materi-materi yang menjenuhkan sehingga materi pembelajaran pendidikan agama Islam tidak berkembang. Al-Abrasy (1964:285) mengatakan bahwa, asas terpenting at-Tarbiyah al-Istiqlaliyah (pendidikan pembebasan) adalah membiasakan peserta didik berpegang teguh pada kemampuan diri sendiri sebagai refleksi dasar dari sikap percaya diri, percaya dengan pikiran dirinya sendiri. Asas ini hanya bisa dipakai jika proses pendidikan dilakukan dengan terbuka dan dialogis.

Menurut Moh Roqib (2009:89) bahwa metode pembelajaran yang dipakai selama ini lebih banyak menggunakan model ceramah tanpa sentuhan kreasi dan motivasi yang membuat peserta didik dapat bangkit untuk melompat mencari potensi dan mengembangkannya. Metode pembelajaran yang menoton ini tentu saja menjadikan peserta didik tertekan dan seakan ingin lari dari kelasnya.

Pembahasan tersebut, penulis akan mendeskripsikan seputar metode dan penggunaannya, prinsip-prinsip metode dan pembelajaran di dalam dunia pendidikan agama Islam serta sedikit menguraikan konsep trend edutainment. Alasan penulisan ini, berangkat dari realitas pendidikan agama Islam yang bercorak normatif, artinya penyampaian materi pendidikan pada saat pelajaran berlangsung paserta didik diberlakukan sebagai obyek belajar sesuai dengan silabus semata, sehingga seringkali paserta didik bosan dan merasa tertekan di dalam menerima materi pelajaran pendidikan agama Islam di kelas. Oleh karena itu, metode pendidikan agama Islam yang hendak diberlakukan seharusnya menyesuaikan perkembangan dan perubahan ruang dan waktu sehingga materi pembelajarannya akan mencapai tujuan pendidikan agama Islam.

Page 78: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

78

B. Terminologi Dasar Penggunaan MetodePengertian Istilah metode secara kebahasaan berarti dengan cara yang telah

diatur dan terpikirkan baik-baik untuk mencapai suatu maksud. Istilah metode barasal dari Yunani yaitu “meta” yang berarti “melalui”, dan “hodos” berarti “jalan yang dilalui” Ar-Ruzz, (2006:138 dan 110).

Pengertian secara terminologis, menurut Qomar, (2005:270) menyatakan bahwa, metode pendidikan Islam bermaksud membahas metode-metode yang dipakai untuk menyampaikan materi pendidikan Islam. Nata, (1996:91-92) mengemukakan bahwa, metode sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seseorang sehingga terlihat dalam pribadi obyek sasaran yaitu pribadi Islam.

Akan tetapi didalam literatur ilmu pendidikan yang telah diungkapkan oleh Tafsir, (2004:131) bahwa metode mendidik selain dengan cara mengajar, tidak terlalu banyak dibahas oleh para ahli sebab metode mengajar lebih jelas, lebih tegas, obyektif, bahkan universal, sedangkan metode mendidik selain mengajar lebih subyektif, kurang jelas, kurang tegas, lebih bersifat seni daripada sebagai sains.

Jadi metode pendidikan agama Islam merupakan jalan yang dilalui dengan cara menyampaikan materi pendidikan kepada peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan agama Islam.

Pemahaman tentang metode sangat berkaitan dengan materi pendidikan untuk disampaikan kepada peserta didik, sedangkan konsep pendidikan agama Islam yang hendak disampaikan kepada paserta didik harus berjalan dengan benar dan tepat, jika tidak menggunakan metode yang tepat, maka hasilnya juga akan tidak baik, sementara materi pendidikan Islam harus di proses secara tepat sesuai dengan perkembangan pendidikan berdasarkan pada peristiwa dan realitas yang melingkupinya. Baik atau tidaknya kegunaan metode tentang materi pembelajaran pendidikan agama Islam tersebut, tergantung pendekatan yang dipakai oleh pendidik untuk mendekati kebenaran atau materi yang hendak disampaikan kepada peserta didik. Oleh karenanya, kedudukan metode pendidikan agama Islam sangat signifikan digunakan untuk praktik pembelajaran kedalam pendidikan formal, Arifin, (2003:144). namun didalam pendidikan banyak sekali variasi metode yang dikembangkan oleh para pemikir pendidikan Islam maupun pemikir pendidikan Barat.

Menurut Roqib, (2009:94) membagi dasar-dasar penggunaan metode pendidikan Islam yang penting diperhatikan adalah dasar agamis, biologis, pskilogis yang meliputi: (1) tujuan pendidikan dan pembelajaran yang akan disampaikan mencakup dominan kognitif (pikir), afektif (dzikir), dan psikomotorik (amal) guna mendapatkan kesejahteraan, kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. (2) peserta didik sebagai manusia yang memiliki potensi dan sekaligus kelemahan individual dan kolektif sesuai dengan kondisi fisik, psikis, dan usianya. (3) situasi dan kondisi lingkungan pembelajaran, baik dari aspek fisik-materiil, sosial dan psikis emosional. (4) fasilitas dan media pembelajaran yang tersedia berserta kualitasnya. (5) kompetensi pendidik (baik profesional, pedagogis, sosial, maupun kepribadian).

Dasar-dasar kegunaan kelima di atas, merupakan pertimbangan yang harus dilakukan oleh pendidik atau guru untuk mengetahui secara obyektif terhadap

Page 79: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

79

perkembangan materi pelajaran pendidikan Islam di kelas, maka konsep dasar tersebut akan menjadi fleksibel, relatif, dan tentatif, Roqib, (2009:95). Dikatakan fleksibel, berarti bisa berubah dan berbeda antara materi yang satu dengan materi yang lain, bahkan memungkinkan ada perubahan dan penyesuaian di tengah proses pembelajaran berlangsung. Relatif, berarti tidak ada kebenaran mutlak dalam penggunaan metode dan teknik pembelajaran, karena masing-masing mempunyai kelemahan dan kelebihannya. Tentatif, berarti tidak ada metode yang cocok untuk semua peserta didik dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Oleh karenanya, dasar pertimbangan metode pendidikan Islam tersebut harus bersifat dinamis sehingga penggunaan metode pembelajaran pun harus dinamis.

C. Prinsip-Prinsip Metodologi Pendidikan Agama IslamMetode pendidikan agama Islam pada dasarnya tidak ada perbedaan dengan

metode pendidikan pada umumnya. Sedangkan prinsip-prinsip pelaksanaan metodologi pendidikan agama Islam mengacu pada unsur-unsur yang pembeda. Menurut Al-Saibany (1979:65) meliputi: (1) mengetahui motivasi, kebutuhan dan minat anak didiknya. (2) mengetahui tujuan pendidikan yang sudah ditetapkan sebelum pelaksanaan pendidikan. (3) mengetahui tahap kematangan, perkembangan, serta perubahan anak didik. (4) mengetahui perbedaan-perbedaan individu didalam anak didik. (5) memperhatikan kepahaman, dan mengetahui hubungan-hubungan, integrasi pengalaman dan kelanjutan, keaslian, pembaharuan dan kebebasan berpikir. (6) menjadikan proses pendidikan sebagai pengalaman yang mengembirakan bagi anak didik. (7) menegakkan keteladanan.

Prinsip-prinsip dasar tersebut merupakan asas atau dasar pendidikan agama Islam untuk mencapai tujuan pendidikan Islam. Asas adalah merupakan kebenaran untuk berproses berpikir dan bertindak sebaik-baiknya, dengan cara menggunakan metodologi pendidikan agama Islam agar memperoleh materi pembelajaran yang hendak disampaikan oleh pendidik terhadap peserta didik. Metodologi pendidikan agama Islam yang dimaksud adalah dasar pemikiran yang digunakan dalam mengaplikasikan metode pendidikan agama Islam sesuai dengan materinya masing-masing, Armai Arief, 2002:93). Oleh karena itu, prinsip metode pendidikan agama Islam sebagai alat bantu untuk berfungsi membantu bidang-bidang lain dalam proses pembelajaran. Menurut Soewarno, (1976:40) metode pendidikan banyak sekali jenisnya, disebabkan oleh metode yang dipengaruhi oleh banyak faktor.

Perlu diperhatikan bahwa ada penekanan term metodologi dengan metode, seni, strategis, pendekatan yang digunakan khususnya ke dalam pendidikan Islam, namun term tersebut saling berhubungan dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Kalau metodologi penekanannya kepada epistemologi ilmu pengetahuan, metode lebih mengarahkan kepada cara mengajar yang sesuai dengan sasarannya, seni merupakan keindahan cara mengajar di kelas, dan pendekatan merupakan kerangka filosofis dan teoritis yang menjadi dasar pijak bagi cara yang ditempuh seseorang untuk mencapai tujuan. Menurut Arief, (2002:100), bahwa pendidikan tidak efektif, manakala tidak menggunakan pendekatan, ketika menyampaikan suatu materi dalam proses pembelajaran. Dalam proses pendidikan agama Islam, pendidikan yang tepat guna

Page 80: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

80

adalah pendidikan yang mengandung nilai-nilai yang sejalan dengan materi pelajaran dan secara fungsional dapat dipakai untuk merealisasikan nilai-nilai ideal yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam.

Metode pendidikan agama Islam sangat berkaitan dengan pendekatan yang digunakan, salah satunya pendekatan sebagai landasan epistemologis yang seringkali dipakai dalam dunia pendidikan agama Islam adalah pendekatan bayani, burhani dan irfani, Arif, (2008:263).

Sedangkan pendekatan bayani hanya berkutat pada teks normatifnya untuk memahami apa adanya tanpa adanya interpretasi secara kontekstual, sementara burhani adalah interpretasi yang berhubungan dengan konteks yang berkembang, irfani memahami dengan landasan intuisi transedental untuk menerima kebenarannya. Dalam proses belajar-mengajar materi yang disampaikan kepada peserta didik seringkali menggunakan pendekatan bayani untuk mengkomsumsi ilmu pengetahuan tanpa adanya nalar kritis dan tidak menjelaskan atau menguraikan pengalamannya masing-masing.

Pada sisi lain, ada pendekatan yang di rumuskan oleh pakar pendidikan Islam beragam pendekatan yang digunakan dalam materi pembelajaran yang hendak disampaikan kepada peserta didik, sedangkan beragam pendekatan pendidikan agama Islam yang sering dipakai dalam proses pembelajaran, menurut Ihsan (1998:193-194) meliputi beragam pendekatan, yaitu (1) pendekatan religius, yaitu menekankan kepada pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang berjiwa keagamaan. (2) pendekatan filosofis, yaitu memandang bahwa manusia adalah makhluk rasional, sehingga segala sesuatu yang menyangkut pengembangan didasarkan pada kemampuan berpikirnya. (3) pendekatan sosio kultural yang bertumpu pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang bermasyarakat dan berkebudayaan. (4) pendekatan scientific yang menekankan pada pandangan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk menciptakan (kognitif), kemauan dan merasa (emosional atau afektif) pendidikan harus dapat mengembangkan kemampuan analisis, reflektif, dan berpikir.

D. Praktik Metode Mengajar Aktif-KreatifRelasi metode pendidikan Islam dengan pengajaran sangat berhubungan, jika

metode tanpa praktik mengajar tidak bisa menilai perkembangan sejauhmana proses pembelajaran saat berlangsung. Pendidik dan peserta didik harus saling memahami terhadap materi yang hendak disampaikannya, pendidik harus mampu mengusai tindakan kelas dan benar-benar mengusai metode yang hendak disampaikan kepada peserta didik sesuai dengan keinginan. Dalam literatur kependidikan, menurut Nata: (2001:202). paling tidak ditemukan tiga bentuk metode pembelajaran yang berpusat pada pendidik dan metode pembelajaran berpusat pada peserta didik serta metode yang berpusat pada pendidik dan peserta didik sekaligus.

Sedangkan metode pembelajaran model yang pertama adalah cara pembelajaran yang menempatkan pendidik sebagai pemberi informasi, pembina, dan pengarah satu-satunya aktivitas pendidikan. Konsekuensinya model ini adalah seorang pendidik mencukupkan dirinya pada penguasaan bahan pelajaran semata, tanpa harus mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam bahan pelajaran yang dapat disampaikan

Page 81: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

81

kepada peserta didik. Sementara model metode pembelajaran kedua, yaitu yang berpusat pada peserta didik merupakan metode yang berupaya memberikan rangsangan, bimbingan dan pengarahan, serta dorongan kepada peserta didik agar terjadi proses belajar, Suharto, 2006:139).

Jadi yang terpenting dalam metode model tersebut adalah bukan hanya pendidik menyampaikan bahan pelajaran sesuai dengan tujuan, artinya pendidik hanya memfasilitasi terhadap proses perkembangan peserta didik di dalam kelas.

Menurut Muhajir, (2003:138). didalam model ini, bahwa peserta didik diberi kesempatan seluas mungkin untuk menyerap informasi, menghayati sendiri peristiwa yang terjadi, dan melakukan langsung aktivitas operasional belajarnya. Dengan pemberian kesempatan yang luas ini, yang terjadi adalah kontrak belajar dari peserta didik kepada pendidik atau gurunya, maka pendidik harus menerima kontrak tersebut sesuai dengan kesepakatan bersama, tujuannya adalah agar antara pendidik dan peserta didik sama-sama mengikuti dan menghargai terhadap segala ketentuan pada saat materi pelajaran berlangsung sehingga tidak ada diskriminasi di antara keduanya. Oleh karena itu, metode dan praktik pembelajaran pendidikan Islam akan berjalan dengan baik dan lancar.

Metode model ketiga adalah menciptakan interaksi yang harmonis dalam proses pembelajaran di dalam menerima materi pelajaran pendidikan Islam sehingga tidak ada unsur dominasi yang diskriminasi, Suharto, (2006:140). Metode model tersebut sangat penting untuk dilaksanakan dalam jenjang pendidikan formal, para ahli pendidikan kontemporer lebih memilih pada metode model yang ketiga, mengingat terhadap perkembangan pendidikan pada umumnya, dan khususnya peserta didik semakin berkembang. Pendidik dan peserta didik harus ikut andil yang sama di dalam konteks interaktif, yaitu bagaimana pendidik mengajar dan siswa belajar dengan aksentuasi pada proses belajar peserta didik. Kategori model metode tersebut sangat menghendaki dalam pandangan filsafat pendidikan Islam, karena pada hakikatnya pendidikan agama Islam menginginkan kebebasan peserta didik untuk berdiskusi, berdebat, dan dialog dengan penuh tanggung jawab.

Sedangkan macam-macamnya metode yang digunakan ke dalam pendidikan agama Islam, menurut, Soewarno, (1976:40-70), sebagai tim penyusun didaktik metodik, bahwa metode pendidikan agama Islam secara ringkas meliputi sepuluh macam, (1) metode ceramah, (2) metode latihan siap, (3) metode tanya jawab, (4) metode diskusi, (5) metode demontrasi dan eksperimen, (6) metode pemberian tugas, (7) metode karyawisata, (8) metode kerja kelompok, (10) metode sosio-drama dan bermain peranan. Akan tetapi mengenai metode mengajar sangat beragam sekali yang telah dirumuskan oleh pakar pendidikan Islam, walaupun tidak menjelaskan pembahasan secara mendetail. Oleh karenanya, di dalam menggunakan metode pendidikan agama Islam harus dipertimbangkan terlebih dahulu sesuai dengan konteks baik dari pendidikan agama Islam sendiri secara profesional maupun peserta didik yang kompetitif, bahkan tidak semua metode pengajaran relevan dengan sasarannya yang hendak disampakan terhadap peserta didik.

E. Trend Edutainment Di dalam Pembelajaran

Page 82: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

82

Edutainmen dalam pembelajaran sangat dipengaruhi oleh perkembangan tekhnologi yang telah masuk terhadap dunia pendidikan yaitu masuknya intertainment yang memfokuskan kepada hiburan. Konsep edutainment sangat menarik dan trend di dalam dunia pendidikan agama Islam, kata edutainment terdiri dari dua kata, yaitu education dan interteinment. Education artinya pendidikan, dan intertainment artinya hiburan. Dari segi bahasa, edutainment adalah pendidikan yang menyenangkan. Sedangkan dari dari segi terminologi, edutainment bisa di definisikan sebagai proses pembelajan yang di desain dengan memadukan antara muatan pendidikan dan hiburan secara harmonis, sehingga aktivitas pembelajaran berlangsung dengan menyenangkan, Hamruni, (2008:124-125).

Proses pembelajaran yang lebih menekankan pada sisi hiburan ini disebut dengan edutainment (pendidikan yang menyenangkan). Edutainment secara epistemologis dapat dimaknai sebagai pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat langsung dan menikmati proses pembelajaran dalam suasana yang kondusif dan dengan proses pembelajaran yang rileks, menyenangkan, dan bebas dari tekanan, baik fisik maupun psikis, Roqib, (2009:107). Praktik edutainment tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan humor yang diselipkan di tengah-tengah penyampaian materi atau humor yang di desain untuk gambaran faktual yang menarik, terkait dengan materi yang dipelajari. Teknik bermain peran dan demontransi serta penggunaan multi media dengan diiringi musik yang menyentuh hati merupakan alternatif lain dari pelaksanaan edutainment.

Teori edutainment didasarkan pada situasi bahwa, setiap hal yang menyenangkan bagi seseorang akan senantiasa di ingat dan di ulang-ulang yang merasakannya. Kenikmatan dan kesenangan bahkan telah memunculkan aliran hidonisme, paham yang beroreintasi pada kesenangan hidup dan menikmati sepuas-puasnya kesenangan semata. Terkait dengan edutainment tersebut, teori quantum learning menyatakan bahwa setiap informasi yang masuk ke dalam otak peserta didik akan menuju otak tengahnya yang berfungsi sebagai pusat pengarah. Berbeda dengan informasi pembelajaran yang berhubungan dengan rasa takut atau emosi negatif, otak tengah akan meredam dan menyaring informasi yang masuk dan sedikit sekali yang mencapai neokortes. Neokortes akan menerima sesuatu secara lebih baik sehingga belajar menjadi kurang efektif.

Munculnya konsep belajar edutaiment lahir abad ke 21 pada tahun 1980-an untuk menjadikan konsep yang berwawasan secara formal untuk diberlakukan pada jenjang pendidikan di sekolah. Pemahaman konsep tersebut sangat efektif untuk di praktekkan ke dalam lembaga pendidikan formal, dan konsep edutaiment merupakan salah satu bagian metode pembelajaran yang berhasil serta membawa implikasi yang luar biasa pada bidang pendidikan maupun pelatihan di era kontemporer ini. Tujuan pembelajaran edutainment tiada lain untuk mencerdaskan dan menyenangkan serta mampu menangkap materi pelajaran secara aktif-kreatif yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan agama Islam itu sendiri. Menurut Hamruni, (2008: 125) tujuan edutainment adalah agar pembelajar (siswa) bisa mengikuti dan mengalami proses pembelajaran dalam suasana yang gembira, menyenangkan, menghibur dan mencerdaskan. Oleh karenanya, sangat penting diberlakukan konsep edutainment di

Page 83: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

83

lembaga pendidikan formal sesuai dengan kebutuhan khususnya dalam situasi tertentu dalam proses pembelajaran berlangsung.

Langkah-langkah implementasi konsep edutainment dalam proses pembelajaran, ada beberapa langkah yang harus bisa dilakukan. Pertama, menumbuhkan sikap positif terhadap belajar. Pada proses pembelajaran berlangsung tidak berjalan secara murni, karena setiap siswa atau murid seringkali mengalami rasa takut, cemas, gagal, dan bahkan membosankan di dalam menerima materi pelajaran di kelas. Untuk itu, perlu adanya sikap dan berpikir posistif terhadap siswa agar bisa menerima materi pelajaran seoptimal mungkin. Kedua, membangun minat belajar. Proses belajar edutainment harus berlandaskan kepada bagaimana guru menjelaskan secara mudah dan dapat dipahaminya, baik menggunakan metode pembelajaran, mengusai materi pelajaran, dan menguasai tindakan kelas sehingga bisa bermanfaat terhadap tujuan pendidikan agama Islam. Ketiga, melibatkan emosi siswa dalam pembelajaran. Artinya siswa mampu diarahkan untuk semangat mencari ilmu pengetahuan khususnya di bidangnya masing-masing dengan cara penelitian tindakan kelas sehingga menemukan makna yang sangat signifikan dan permanen.

Desain pembelajaran yang perspektif edutainment berdampak pada (1) membuat peserta didik merasa senang dan membuat belajar menjadi terasa lebih mudah, (2) mendesain pembelajaran dengan selipan humor atau mendesain humor dan permainan edukatif untuk memperkuat pemahaman materi, (4) penuh kasih sayang dalam berinteraksi dengan peserta didik, (5) menyampaikan materi pelajaran yang dibutuhkan dan bermanfaat, (6) menyampaikan materi yang sesuai dengan usia dan kemampuan peserta didik, dan (7) memberikan pujian dan hadiah sebagai motivasi agar peserta didik dapat lebih berprestasi. Meski demikian, pada kasus tertentu, pendidik dapat memberikan sanksi atau hukuman jika edukatif diperlukan, Hamruni, (2008:06). Sedangkan teknik aplikasi program edutainment dapat dilakukan dengan beberapa cara: (1) menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran, (2) mengembangkan motivasi belajar yang kuat, (3) mengenal dan memahami karakter dan gaya belajar peserta didik, (4) melakukan pembelajaran aktif dan total. Inilah proses pemberian tugas dan latihan harus dengan motivasi untuk sukses dan menunjukkan manfaat dalam kehidupan, Moh Roqib, (2009:109).

F. SimpulanMetode pendidikan Islam sangat diperlukan dalam dunia pendidikan Islam

sehingga peserta didik mengalami suasana yang enak tidak terganggu. Karena kedudukan metode itu sangat signifikan, bahkan metode pendekatan lebih dari pada materi itu sendiri. Namun penggunaan metode, pendekatan, teknik, dan seni, sesungguhnya merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan antara satu sama lainnya sehingga prinsip-prinsip dan kegunaannya mencapai tujuan pendidikan Islam. Komponen-komponen pendidikan di dalamnya harus dipertimbangkan untuk menerapkan metodologi yang hendak disampaikan kepada peserta didik dengan baik dan lancar, agar materi pendidikan Islam tersebut bermanfaat bagi peserta didik sehingga suasana ruangan di kelas tidak menakutkan.

Page 84: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

84

Proses dan praktik metode pendidikan Islam harus disesuaikan dengan ruang dan kondisi peserta didik. Pendidik harus mampu melihat perkembangan siswa di kelas secara optimal untuk menjaga kebosanan dan emosi yang negatif, supaya di dalam menyampaikan materinya tidak membosankan. Oleh karena itu, prinsip-prinsip metode sesuai dengan tujuan pendidikan Islam dan tidak semua metode yang diterapkan cocok digunakan kedalam praktik pembelajaran pada saat proses belajar-mengajar berlangsung. Penelitian tindakan kelas sangat penting untuk menformat metodologi pendidikan Islam dalam kelas yang di dalamnya terdapat anak berbakat atau menuntut pendidik lebih kreatif dengan cara mengembangkan metode yang ada untuk dikembangkan sehingga berpotensi membuat peserta didik bersikap kreatif.

Menghindari kebosanan di kalangan peserta didik, cara belajar aktif merupakan salah satu solusinya yang di antara bisa dilakukan dengan pendekatan cara-cara belajar-mengajar yang dimaksudkan untuk mengembangkan potensinya. Di antara berpikir kritis tersebut adalah dengan meneliti berbagai masalah sosial sehingga mereka memperoleh pengetahuan, keterampilan akademis, sikap dan nilai yang baik serta keterampilan sosial. Selain dengan menggunakan langkah-langkah tersebut, pendidikan kreatif juga menggunakan langkah-langkah lain, yang penting rasional, sistematis, dan logis secara profesional sesuai dengan ketentuan yang ditentukan oleh Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.

DAFTAR PUSTAKA.

Al-Saibany, Omar Muhammad al-Taoumy, 1979. Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang.

Aly, Hery Noer, 1999. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos.Arifin, M., 2003. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.Arif, Mahmud, 2008. Pendidikan Islam Transformatif, Yogyakarta: LKiS.Arief. Armai, 2002. Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers.Asifuddin, Ahmad Janan, 2009. Mengungkit Pilar-Pilar Pendidikan Islam Tinjauan

Filosofis. Yogyakarta: Suka Press.Hamruni, 2008. Konsep Edutainment Dalam Pendidikan Islam, Yogyakarta: Bidang

Akademik.Ihsan, Hamdani Dan Fuad Ihsan, 2001. Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka

Setia.Muhajir, Noeng, 2003. Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial, Yogyakarta: Rake

Sarasin.Nata, Abuddin, 1996. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat. ____________, 2001. Paradigma Pendidikan Islam: Kapita Selekta Pendidikan Islam.

Jakarta: Grasindo.Qomar, Mujammil, 2005. Epistemologi Pendidikan Islam Dari Metode Rasional Hingga

Metode Kritik, Jakarta: Erlangga.Roqib, Moh, 2009. Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: LKiS.Ruh al-Islam, Muhammad Athiyah al-Abrasy, 1964. Mesir: Mathba’ah Lajnah al-Bayan al-

Arabi

Page 85: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

85

Soewarno, 1976. Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM, Jakarta: Rajawali.Tafsir, Ahmad, 2004. Ilmu Pendidikan Dalam Pespektif Islam, Bandung: Rosdakarya. Toto Suharto, 2006. Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar-Ruzz.PENGARUH SISTEM PENCATATAN AKUNTANSI TERHADAP LABA DAN PERKEMBANGAN USAHA PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN KAMPUS KABUPATEN JEMBER

Oleh: Hari Budi Lestari; Nike Norma Epriliyana; Suwarso, Dosen Tetap Akademi Akuntansi PGRI Jember

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh sistem pencatatan akuntansi terhadap tingkat laba usaha dan perkembangan usaha Pedagang Kaki Lima di Kawasan Kampus Kabupaten Jember. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari Program Kreativitas Mahasiswa Penerapan Teknologi (PKMT) tahun 2008. Target luaran dalam penelitian ini adalah publikasi jurnal ilmiah. Metode penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif. Responden Pedagang Kaki Lima berjumlah 118 pedagang. Lokasi penelitian berada di Kawasan Kampus yaitu di Jalan Jawa, Jalan Kalimantan dan Jalan Sumatra. Analisis data menggunakan analisis jalur (path analisis). Hasil Penelitian adalah Sistem Pencatatan Akuntansi tidak berpengaruh terhadap Laba dan Perkembangan Usaha Pedagang Kaki Lima di Kawasan Kampus Kabupaten Jember.

Kata Kunci : Sistem Pencatatan Akuntansi, Laba, Perkembangan Usaha

ABSTRACT

This study aims to examine and analyze the effect of the accounting system of the level of operating profit and business development area of Street Vendors Campus Jember. This research is continuation of Application Technology Student Creativity Program (PKMT) 2008. Target outcomes in this study is a scientific journal publications. The research method using a quantitative approach. Street Vendors responden total 118. Research location in Central Campus is located in Jalan Jawa, Jalan Kalimantan, and Jalan Sumatra. Analysis data using path analysis. Research is System Accounting Record no effect on the profit and Business Development of Street Vendors in Central Campus Jember.

Keywords: Accounting System, Profit, Business Development.

1. PENDAHULUANKrisis moneter tahun 1998 yang melanda Indonesia juga berdampak terhadap

perkembangan ekonomi di Kabupaten Jember. Tingginya angka PHK karyawan dan sulitnya lapangan pekerjaan membuat masyarakat Kabupaten Jember memilih jalan lain untuk bertahan hidup. Masyarakat lebih memilih menciptakan lapangan kerja baru di

Page 86: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

86

sektor informal, seperti pedagang kaki lima, pedagang asongan, dan lain-lain. Sehingga jumlah usaha kecil menengah yang tersebar di Kabupaten Jember semakin meningkat.

Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember tahun 2012 menunjukkan kenaikan jumlah industri kecil yang signifikan dibandingkan 2 tahun terakhir. Tahun 2010, jumlah industri kecil di Kabupaten Jember berjumlah 15.982 unit. Sementara tahun 2011 meningkat menjadi 16.153 unit, dan di tahun 2012 meningkat menjadi 16.459 unit.

Permasalahan yang harus dihadapi oleh Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Jember tidak hanya berhadapan dengan petugas ketertiban yang nantinya menjadi penggusur lahan usaha tetapi juga pada pencatatan atau pembukuan hasil usahanya. Hampir semua usaha Pedagang Kaki Lima memiliki permasalahan yang serupa yaitu kekurangtahuan tentang pembukuan atau pencatatan akuntansi, padahal pencatatan akuntansi sangat penting untuk mengetahui perkembangan usaha.

Penelitian ini merupakan kelanjutan dari hasil Program Kreativitas Mahasiswa Penerapan Teknologi (PKMT) tahun 2008. Melalui PKMT yang diperoleh Akademi Akuntansi PGRI Jember, mahasiswa Akademi Akuntansi PGRI Jember telah memberikan pelatihan sistem pencatatan akuntansi kepada 292 Pedagang Kaki Lima di Kawasan Kampus (Jalan Jawa, Jalan Kalimantan, Jalan Sumatra) dengan tujuan untuk mengetahui tingkat laba dan perkembangan usaha Pedagang Kaki Lima pada masa sekarang dan masa mendatang.

2. RUMUSAN MASALAHBerpedoman pada latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah sistem pencatatan akuntansi berpengaruh signifikan terhadap laba pada

usaha Pedagang Kaki Lima di Kawasan Kampus Kabupaten Jember?2. Apakah sistem pencatatan akuntansi berpengaruh signifikan terhadap

perkembangan usaha pada usaha Pedagang Kaki Lima di Kawasan Kampus Kabupaten Jember?

3. Apakah laba berpengaruh signifikan terhadap perkembangan usaha pada usaha Pedagang Kaki Lima di Kawasan Kampus Kabupaten Jember?

3. TINJAUAN PUSTAKA3.1 Pedagang Kaki Lima

Pedagang Kaki Lima (PKL) pada umumnya adalah self employed, artinya mayoritas PKL memiliki satu tenaga kerja, modal yang dimiliki relatif kecil hanya terbatas pada modal tetap berupa peralatan dan modal kerja (Syamsir, 2011). Menurut Mulyanto (2007) PKL termasuk usaha kecil yang berorientasi pada laba (profit) layaknya kewirausahaan (entrepreneurship). Pada dasarnya PKL dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain (Mulyanto, 2007) :1. PKL mobile, yaitu PKL yang berdagang tidak menetap2. PKL yang tidak mobile, yaitu PKL yang berdagang menetap3. PKL static down, yaitu PKL yang menggelar barang dagangan pada waktu dan

tempat tertentu

Page 87: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

MODAL BIAYA JURNAL

LAPORAN U / R

PEMBELIAN BARANG / BAHANTRANSPORT TENAGA KERJA

87

3.2 Sistem Pencatatan Akuntansi PKLSistem pencatatan yang diterapkan pada para pedagang kaki lima (PKL) tidak

selengkap siklus akuntansi tersebut. Namun, siklus akuntansi yang digunakan lebih sederhana yaitu mulai dari bukti transaksi, jurnal sampai laporan laba dan rugi. Siklus akuntansi sederhana tersebut dibuat agar para pedagang kaki lima (PKL) dapat memahami tentang cara pencatatan akuntansi yang sederhana. Jadi dapat digambarkan siklus akuntansi sederhana bagi para pedagang kaki lima (PKL) adalah :

Gambar 1. Sistem PencatatanAkuntansi PKLSumber : data PKMT, 2008

3.3. LabaKulkarni (2010) menjelaskan profit sebagai sebagai suatu excess dari business

income terhadap business expenses. Bisnis memperoleh uang setelah menjual barang atau jasa. Jika uang yang didapat lebih dari uang yang dikeluarkan untuk membuat/menyediakan barang/jasa, dikatakan bahwa bisnis telah membuat sebuah laba akuntansi. Laba dalam akuntansi memiliki lima karakteristik sebagai berikut (Belakoui dalam Aditantra, 2011): a. Laba didasarkan pada transaksi aktual terutama dari penjualan barang/jasa. b. Laba didasarkan pada postulat periodik dan mengacu pada kinerja perusahaan

dalam periode tertentu. c. Laba didasarkan pada prinsip pendapatan yang memerlukan pemahaman khusus

mengenai definisi, pengukuran, dan pengakuan pendapatan. d. Laba memerlukan pengukuran beban dalam bentuk historical cost. e. Laba membutuhkan penandingan antara pendapatan dan biaya yang relevan

terhadap laba tersebut.

Page 88: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

88

3.4 Perkembangan UsahaSantoso (2007) menemukan bahwa faktor yang mempengaruhi perkembangan

usaha Pedagang Kaki Lima antara lain:a. Keterampilan pedagang, yaitu ketrampilan pedagang dalam menciptakan menu

masakan baru yang sesuai dengan selera pelanggan serta memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan;

b. Semangat kerja yang tinggi, yaitu adanya disiplin dan ketelitian bekerja;c. Informasi peluang usaha, yaitu saling terbukanya peluang informasi terhadap

perkembangan usaha antar pedagang;d. Informasi tempat usaha, yaitu adanya saling tukar informasi terhadap lokasi

berjualan yang strategis sehingga jumlah pelanggan dapat berkembang;e. Tempat tinggal, yaitu faktor kedekatan lokasi usaha dengan tempat tinggal; f. Modal usaha, yaitu adanya ketersediaan modal untuk menjalankan dan

mengembangkan usaha

3.5 Penelitian terdahuluSyamsir (2011) dalam penelitian berjudul “Dampak Program Bantuan PKL

terhadap tingkat Motivasi Pedagang Kaki Lima di Provinsi Sumatera Barat” menyimpulkan bahwa tingkat motivasi PKL dalam berjualan dan mengembangkan usaha menjadi semakin rendah setelah adanya program bantuan PKL. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, kuesioner dan studi dokumentasi.

Hasyim dan Susilowati (2010) dalam penelitian berjudul “Implementasi Pencatatan Akuntansi pada Franchise Bisnis Lokal” menyimpulkan bahwa pedagang Warung Bakso dalam bentuk usaha franchise lokal telah memahami bahwa pencatatan akuntansi secara sederhana sangat penting untuk perkembangan usaha. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi.

Santoso (2007) dalam penelitian berjudul “Peran Modal Sosial terhadap Perkembangan Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Ponorogo” menyimpulkan bahwa perkembangan usaha Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Ponorogo dipengaruhi oleh keterampilan pedagang, semangat kerja yang tinggi, informasi peluang usaha, tempat usaha, tempat tinggal, dan modal usaha

Page 89: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

Sistem Pencatatan

Akuntansi (X)Laba (Z)

Perkembangan Usaha (Y)

H1

H2

H3

89

4. HIPOTESISKerangka konseptual penelitian tentang pengaruh sistem pencatatan akuntansi

terhadap laba dan kemajuan usaha Pedagang Kaki Lima digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2. Kerangka KonseptualSumber : data diolah, 2013

Berdasarkan rumusan masalah, maka hipotesis pada penelitian ini adalah:1. Sistem pencatatan akuntansi berpengaruh signifikan terhadap laba pada usaha

Pedagang Kaki Lima di Kawasan Kampus Kabupaten Jember 2. Sistem pencatatan akuntansi berpengaruh signifikan terhadap perkembangan

usaha pada usaha Pedagang Kaki Lima di Kawasan Kampus Kabupaten Jember 3. Laba berpengaruh signifikan terhadap perkembangan usaha pada usaha

Pedagang Kaki Lima di Kawasan Kampus Kabupaten Jember.

5. METODE PENELITIANJenis penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kuantitatif.

Penelitian yang dilaksanakan ini adalah penelitian eksplanatori (explanatory research), artinya penelitian yang menjelaskan secara keseluruhan dari obyek yang diteliti dalam batas-batas tertentu, yaitu pengaruh sistem pencatatan akuntansi terhadap laba dan perkembangan usaha Pedagang Kaki Lima di Kawasan Kampus Kabupaten Jember. Lokasi penelitian adalah di tiga ruas jalan utama Kawasan Kampus di Kabupaten Jember, yaitu di Jalan Jawa, Jalan Kalimantan dan Jalan Sumatra. Ketiga lokasi ini merupakan kawasan yang dekat dengan empat Perguruan Tinggi yaitu Universitas Jember, IKIP PGRI Jember, Akademi Akuntansi PGRI Jember dan STIE Mandala Jember. Responden penelitian berjumlah 118 responden. Analisis data dalam penelitian menggunakan program SPSS v 16.00 for Windows.

6. HASIL DAN PEMBAHASANf.1 Hasil Penelitian

Kuisioner yang disebar selama 2 bulan sebanyak 178 kuisioner. Dari jumlah tersebut, jumlah kuisioner yang tidak kembali sebanyak 54 kuisioner, kuisioner yang tidak valid atau banyak jawaban kosong sebanyak 16 kuisioner dan kuisioner yang kembali dan dinyatakan valid ada 118 kuisioner. Dari kuisioner yang diperoleh akhirnya

Page 90: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

Sistem Pencatatan

Akuntansi (X)Laba (Z)

Perkembangan Usaha (Y)

p = 0,129; sig =0,163Tidak Signifikan

p = 0,039 ; sig = 0,596Tidak Signifikan

p = 0,629 ; sig = 0,000Signifikan

90

peneliti menganalisis kuisioner yang dinyatakan valid untuk dilakukan analisis lebih lanjut.

Data yang telah masuk kemudian diuji validitas dan reliabilitasnya. Peneliti kemudian melakukan tabulasi data dan memberikan analisa statistik deskriptif untuk mengetahui gambaran umum responden. Setelah data dinyatakan valid dan reliabel, data diuji dengan uji normalitas. Setelah uji normalitas selesai, data dianalisis untuk mengetahui pengaruh antarvariabel eksogen, endogen dan intervening menggunakan analisis jalur (path analysis). Model yang terbentuk dari analisis jalur kemudian diuji dengan uji asumsi klasik. Setelah model terbebas dari multikolonieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi, peneliti mulai memaknai hasil penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pencatatan akuntansi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap laba dan perkembangan usaha Pedagang Kaki Lima di kawasan Kampus Kabupaten Jember. Hasil ini dapat diketahui melalui print out SPSS 16.00.

Gambar 3. Hasil analisis penelitianSumber : data diolah, 2013

Page 91: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

91

Setelah diketahui hasil penelitian, maka dari tiga hipotesis yang diuji dalam penelitian ini menunjukkan :

Tabel 2. Hasil Uji HipotesisHipotesis

ke-Rumusan Hipotesis Hasil Penelitian Kesimpulan

1 Sistem pencatatan akuntansi berpengaruh signifikan terhadap laba pada usaha Pedagang Kaki Lima di Kawasan Kampus Kabupaten Jember

Sistem pencatatan akuntansi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap laba pada usaha Pedagang Kaki Lima di Kawasan Kampus Kabupaten Jember

Hipotesis ke – 1 tidak terbukti/ditolak

2 Sistem pencatatan akuntansi berpengaruh signifikan terhadap perkembangan usaha pada usaha Pedagang Kaki Lima di Kawasan Kampus Kabupaten Jember

Sistem pencatatan akuntansi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan usaha pada usaha Pedagang Kaki Lima di Kawasan Kampus Kabupaten Jember

Hipotesis ke – 2 tidak terbukti/ditolak

3 Laba berpengaruh signifikan terhadap perkembangan usaha Pada usaha Pedagang Kaki Lima di Kawasan Kampus Kabupaten Jember

Laba berpengaruh signifikan terhadap perkembangan usaha Pada usaha Pedagang Kaki Lima di Kawasan Kampus Kabupaten Jember

Hipotesis ke – 3terbukti/diterima

Sumber : data diolah, 2013

f.2 PembahasanHasil penelitian dapat dibahas dan dianalisis sebagai berikut:

a. Hipotesis penelitian ke – 1 yang menyatakan bahwa sistem pencatatan akuntansi berpengaruh signifikan terhadap laba tidak terbukti/ditolak, karena hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pencatatan akuntansi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap laba Pedagang Kaki Lima di Kawasan Kampus. Beberapa kondisi yang dapat menjelaskan tidak adanya pengaruh sistem pencatatan akuntansi terhadap laba Pedagang Kaki Lima diantaranya:

Page 92: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

92

- Pedagang Kaki Lima belum sepenuhnya memahami tentang pembukuan sederhana, harta, utang, modal, dan biaya dalam akuntansi.

- Sebagian besar pedagang tidak lagi melakukan pencatatan secara berkelanjutan setelah mendapat pelatihan. Kondisi ini, menurut beberapa pedagang disebabkan kekurangtahuan dalam melakukan pencatatan akuntansi.

- Pedagang tidak melakukan pencatatan setiap terjadi transaksi baik saat melakukan belanja dan berjualan.

- Tidak adanya buku panduan untuk sistem pencatatan akuntansi bagi pedagang kaki lima, sehingga pedagang masih merasa kebingungan untuk mencatat transaksi berjualan.

b. Hipotesis ke – 2 yang menyatakan bahwa sistem pencatatan akuntansi berpengaruh signifikan terhadap perkembangan usaha tidak terbukti/ditolak, karena hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pencatatan akuntansi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan usaha Pedagang Kaki Lima di Kawasan Kampus. Beberapa kondisi yang dapat menjelaskan tidak adanya pengaruh sistem pencatatan akuntansi terhadap perkembangan usaha Pedagang Kaki Lima diantaranya:- Pedagang belum mampu menghitung pendapatan yang diperoleh secara

sistematis melalui pencatatan akuntansi yang benar.- Pedagang kurang teliti dalam mengelompokkan pendapatan, sehingga semua

pendapatan atau margin hasil penjualan diakumulasikan sebagai laba dan langsung digunakan untuk membiayai hidup, uang saku anak, dan sisanya untuk menambah peralatan usaha.

- Pedagang juga belum mengetahui secara pasti jumlah nominal serta persentase kenaikan laba yang dimiliki. Sehingga, karena kurang tahu jumlah yang sebenarnya, laba 1 hari habis untuk keperluan rumah tangga. Bahkan, kerap pedagang meminjam bahan jualan ke toko kelontong jika modal untuk usaha habis. Kondisi ini terjadi karena pencatatan tidak dilakukan secara benar.

c. Hipotesis penelitian ke – 3 yang menyatakan bahwa laba berpengaruh signifikan terhadap perkembangan usaha terbukti/diterima, karena hasil penelitian menunjukkan bahwa laba berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan usaha Pedagang Kaki Lima di Kawasan Kampus. Beberapa kondisi yang dapat menjelaskan adanya pengaruh laba terhadap perkembangan usaha Pedagang Kaki Lima diantaranya:- Laba atau margin yang diperoleh digunakan untuk membeli dan menambah

peralatan berjualan.- Dengan adanya laba, maka jumlah menu jualan semakin bervariasi.

7. KESIMPULAN DAN SARAN7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh kesimpulan:1 Pedagang Kaki Lima yang telah mendapatkan pelatihan pencatatan akuntansi

sederhana kurang memahami proses pencatatan akuntansi sehingga setelah

Page 93: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

93

pelatihan usai, pencatatan akuntansi terhadap usahanya tidak dilakukan secara konsisten

2 Jumlah Pedagang Kaki Lima di Kawasan Kampus sejak tahun 2008 hingga 2013 mengalami perubahan, sehingga dapat diketahui ada pedagang yang telah mendapatkan pelatihan sistem pencatatan akuntansi, ada pedagang yang belum mendapatkan pelatihan sistem pencatatan akuntansi

3 Pedagang belum mampu melakukan perkiraan pendapatan dan persentasenya. Semua laba dialokasikan untuk biaya hidup dan sisanya untuk membeli peralatan usaha

4 Kondisi kekurangtahuan Pedagang Kaki Lima terhadap pembukuan sederhana karena belum adanya buku panduan atau modul untuk pembukuan sederhana bagi pedagang kaki lima serta pendampingan yang berkelanjutan.

7. 2 SaranBerdasarkan kesimpulan, maka saran yang diajukan :

1. Bagi Pedagang Kaki LimaPerlu adanya pemahaman kembali tentang pentingnya pencatatan akuntansi bagi Pedagang Kaki Lima

2. Bagi Peneliti- Perlu dilakukan penelitian lanjutan yang memiliki target akhir terciptanya

buku panduan pembukuan sederhana sistem pencatatan akuntansi bagi pedagang kaki lima.

- Perlu adanya pendampingan untuk sistem pencatatan akuntansi pedagang kaki lima melalui program pengabdian masyarakat.

Page 94: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

94

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember. 2012. “Kabupaten Jember dalam Angka 2012”. Jember.

Hasyim dan Susilowati. 2010. “Implementasi Pencatatan Akuntansi pada Franchise Bisnis Lokal”. https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:k2ORWRbGpZ0J:eprints.upnjatim.ac.id/3130/1/M_Arda_F_dan_Endah_S_Vol_1_No_1_2011_Hal_22_30.pdf+&hl=en&pid=bl&srcid=ADGEESj6a0KoyTG7DTqH9k31zgUbLjG7EtERnrikLGOp6BaBDemNDVRpRWHoWttcUF7DgwifOkEMPt1dbyTyG2K0VgUmpuKrp8b3ZMdr9si0uiwi1ZhwvXzug3vnbFTwtRT6F4_YfXq&sig=AHIEtbSB0HfgvL42ybSDllmh24yCJfpxeg. Tanggal Akses 6 Maret 2013.

Mulyanto. 2007. “Pengaruh Motivasi dan Kemampuan Manajerial Terhadap Kinerja Usaha Pedagang Kaki Lima Menetap (Suatu Survai pada Pusat Perdagangan dan Wisata di Kota Surakarta)”. ”.http://www.google.com/ url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDQQFjAB&url=http%3A%2F%2Fejournal.unp.ac.id%2Findex.php%2Ftingkap%2Farticle%2Fdownload%2F15%2F14&ei=xrk2UZ6HH4aNrgeqgoHABw&usg=AFQjCNFNW7IlZKTEIm5_u7adBpcMmLXycQ&bvm=bv.43287494,d.bmk. Tanggal Akses 6 Maret 2013.

Syamsir. 2011. “Dampak Program Bantuan PKL terhadap tingkat Motivasi Pedagang Kaki Lima di Provinsi Sumatera Barat”. http://www.google.com/ url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDQQFjAB&url=http%3A%2F%2Fejournal.unp.ac.id%2Findex.php%2Ftingkap%2Farticle%2Fdownload%2F15%2F14&ei=xrk2UZ6HH4aNrgeqgoHABw&usg=AFQjCNFNW7IlZKTEIm5_u7adBpcMmLXycQ&bvm=bv.43287494,d.bmk. Tanggal Akses 6 Maret 2013.

Santoso. 2007. berjudul “Peran Modal Sosial terhadap Perkembangan Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Ponorogo” https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:so8Y6VduwYEJ:ssantoso.umpo.ac.id/wp-content/uploads/2012/03/Artikel-Peran-Modal-Sosial.pdf+&hl=en&pid=bl&srcid=ADGEESiwquyhtUrIHsP3WS12cvF7GQpPdUPQAI2Cs9S1g6q21xLjnlb0i_1hGgM2ISP1pCz7ahUoM0lO3Vpa-vpbOzv8cXVfZoi7lXglWMtsmDnhMCuDxOPt34eeeDgocjQrm5da3NkG&sig=AHIEtbSP9ScX7PeNHExTuW7AvHBpFmxipQ. Tanggal Akses 6 Maret 2013.

Sarwono. 2006. SPSS itu Mudah. Yogyakarta: Andi Offset.Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Page 95: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

95

OPTIMASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM MENINGKATKAN KINERJA SEKOLAH

Sri Puji Astuti, Dosen Kopertis Wilayah VII di Fakultas Ilmu Pengetahuan Sosial IKIP PGRI Jember.

ABSTRACTAs an organization, a school has to involve many individuals with different

tendency among each other either based on their social, education and personal background. The aim of this paper is to discuss efforts in optimizing management of human resources in schools to improve school performance. Each individual in school organization may engage in collaboration to achieve the same objectives of organization. School headmaster as the chief officer of this education organization has to establish cooperation harmonized as his or her responsibility, especially in managing human resource as the agent of change of the school. Personal management manifested as clear job description is aimed to hinder job overlapping in running the organization. Management of human resources is initiated since phase of officer recruitment planning, positioning, adaptation, evaluation, improvement, compensation until dismiss of staffs. These steps are carried out to obtain profile of qualified staffs in terms of expertise, capability, motivation, and creativity. Considering that final decision making for human resource management depend on the school head master, there is a need for high concentration to get objectives of organization by maintaining initiative and creativity of its members in performing their works which eventually harmonize the objective of school objectives and individual efforts.

Kata Kunci: Sumberdaya Manusia, Kinerja sekolah, Diskripsi tugas, Organisasi, Manajemen

1. PENDAHULUANSekolah sebagai suatu organisasi yang di dalamnya terhimpun dalam kelompok-

kelompok manusia. Pada hakekatnya manusia itu saling melakukan hubungan kerjasama untuk mencapai tujuan, baik secara perorangan maupun kelompok (Hicks, 1977:377). Kelompok-kelompok manusia yang dimaksud adalah sumberdaya manusia yang terdiri dari kepala sekolah, guru-guru, tenaga administrasi/staf, peserta didik, dan kelompok orang tua siswa. Pada setiap organisasi di dalamnya selalu ada pembagian tugas. Pembagian tugas ini diadakan untuk mendukung agar proses interaksi antarmanusia dapat berjalan dengan baik (Elbing, 1978:346). Demikian juga di dalam kehidupan sekolah, pembagian tugas ini dilaksanakan dengan tegas oleh kepala sekolah, sehingga masing-masing kelompok dan orang-orang dengan jelas melakukan macam dan cara tugas apa, kapan, dan bagaimana melakukan tugas tersebut. Diskripsi tugas ini merupakan manifestasi dari pemberdayaan sumberdaya manusia (Herbert, 1976:59). Pembahasan peranan aspek pembelajaran dalam peningkatan kinerja sekolah telah

Page 96: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

96

banyak dilakukan, di lain pihak peranan pengelolaan sumberdaya manusia dari aspek bukan pendidikan di sekolah masih kurang dikaji. Tujuan tulisan ini adalah membahas peranan sumberdaya manusia di sekolah dalam meningkatkan kinerja sekolah, disamping itu diharapkan dapat memberi pemahaman pada para pimpinan organisasi pada umumnya, dan kepada para kepala sekolah pada khususnya.

2. KINERJA SUMBERDAYA MANUSIAMeningkatkan kinerja sumberdaya manusia memerlukan pengelolaan yang

sistematis dan terarah, agar proses pencapaian tujuan organisasi dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Ini berarti bahwa manajemen sumberdaya manusia merupakan hal yang sangat penting untuk keberhasilan perusahaan, besar atau kecil, apapun jenis industrinya (Schuller & Jackson, 1997:32). Aspek manajemen sumberdaya manusia menduduki posisi penting dalam suatu perusahaan/organisasi karena setiap organisasi terbentuk oleh orang-orang dengan menggunakan jasa mereka, mengembangkan keterampilan mereka, mendorong mereka untuk berkinerja tinggi, dan menjamin mereka untuk terus memelihara komitmen pada organisasi merupakan faktor yang sangat penting dalam pencapaian tujuan organisasi (De Cenzo & Robbin, 1999:8). Menurut Barney (Bagasatwa (ed), 2006:12) sistem sumberdaya manusia dapat mendukung keunggulan kompetitif secara terus menerus melalui pengembangan kompetensi sumberdaya manusia dalam organisasi.

Penampilan dan pemeliharaan sumberdaya manusia adalah kunci keberhasilan kelompok kerja atau organisasi dan penampilan serta pemeliharaan sumberdaya manusia bergantung pada manajemen personalia yang diterapkan oleh pimpinan (Bandura, 1978:345). Manajemen yang rendah jelas akan merugikan organisasi, kelompok, dan anggota kelompok. Penerapan pengelolaan personil ini dalam kehidupan berorganisasi demi tercapainya suatu tingkat tertinggi penampilan kerja (Naylor et al.1980:228) dan pemeliharaan sumberdaya manusia suatu waktu.

Langkah manajemen sumberdaya manusia yang amat diperlukan adalah pengembangan profesi yang merupakan upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kompetensi personil agar dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi kepentingan organisasi. Untuk itu diperlukan upaya untuk melakukan penilaian kinerja (performance appraisal) sebagai upaya untuk memahami bagaimana kondisi kinerja personil dalam organisasi yang amat diperlukan dalam menentukan kebijakan kompensasi serta pengembangan karier personil.

Manajemen sumberdaya manusia dalam suatu organisasi pada dasarnya hanyalah suatu cara atau metode dalam mengelola sumberdaya manusia agar dapat mendukung dalam pencapaian tujuan organisasi, melalui upaya-upaya yang dapat mengembangkan kompetensi sumberdaya manusia menjalankan peran dan tugasnya dalam suatu organisasi. Oleh karena itu tujuan dari manajemen sumberdaya manusia adalah memanfaatkan dan mengembangkan sumberdaya manusia dalam organisasi untuk bekerja dengan baik dalam mewujudkan tujuan organisasi. Sementara itu secara rinci Wherther dan Davis (1993: 11) menyatakan bahwa tujuan dari pada manajemen sumberdaya manusia adalah sebagai salah satu bagian dari manajemen organisasi secara keseluruhan jelas akan berpengaruh pada bidang-bidang manajemen lainnya,

Page 97: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

97

karena pada dasarnya semua organisasi itu bergerak dan berjalan karena adanya aktivitas dan kinerja sumberdaya manusia yang bekerja dalam organisasi.

Manajemen sumberdaya manusia sangat penting peranannya dalam suatu organisasi termasuk dalam lembaga pendidikan seperti sekolah yang juga memerlukan pengelolaan sumberdaya manusia yang efektif dalam meningkatkan kinerja organisasi. Peningkatan kualitas pendidikan pada dasarnya berimplikasi pada perlunya sekolah mempunyai sumberdaya manusia pendidikan baik pendidik maupun sumberdaya manusia lainnya untuk berkinerja secara optimal. Pengembangan sumberdaya manusia yang sesuai dengan tuntutan legal formal seperti kualifikasi dan kompetensi, maupun tuntutan lingkungan eksternal yang makin kompetitif di era globalisasi dewasa ini, yang menuntut kualitas sumberdaya manusia yang makin meningkat, mempunyai sikap kreatif dan inovatif serta siap dalam menghadapi ketatnya persaingan.

3. BIROKRASI SEKOLAHBirokrasi sebagai salah satu sistem dalam suatu organisasi termasuk sekolah, di

dalamnya ditandai dengan berbagai indikasi, seperti kedudukan yang bersifat hierarki, hubungan otoritas, fungsi-fungsi khusus, peraturan dan undang-undang yang mengatur pengelolaan, tugas-tugas, interaksi dengan lingkungan yang mendukung. Menurut Max Weber (Wahjosumidjo, 2007: 62), birokrasi adalah salah satu bentuk ideal organisasi dengan titik sentralnya terletak pada pola-pola interaksi yang legal di antara para anggota organisasi dalam mencapai tujuan dan terlibat dalam kegiatan.

Ciri-ciri organisasi sebagai birokrasi menurut Max Weber adalah 1) proses interaksi antar sekelompok manusia dalam mencapai tujuan; 2) pembagian tugas dalam interaksi mencapai tujuan; 3) hubungan kerjasama bersifat struktural atau merupakan hubungan hierarki yang di dalamnya berisi wewenang, tanggungjawab dan pembagian kerja (a hierarchy of authority); 4) aturan yang mengatur proses interaksi di antara orang-orang yang melakukan kerjasama; 5) sistem komunikasi dan sistem insentif.

Sekolah sebagai suatu organisasi di dalamnya terhimpun kelompok-kelompok manusia yang masing-masing baik secara perorangan maupun kelompok saling melakukan hubungan kerjasama untuk mencapai tujuan. Kelompok-kelompok manusia yang dimaksud adalah sumberdaya manusia yang terdiri dari: kepala sekolah, guru-guru, tenaga administrasi/staf, peserta didik, dan kelompok orangtua siswa.

Pada setiap organisasi di dalamnya selalu ada pembagian tugas. Pembagian tugas ini diadakan untuk mendukung agar proses interaksi antarmanusia dapat berjalan dengan baik. Demikian juga di dalam kehidupan sekolah, pembagian tugas ini dilaksanakan dengan tegas oleh kepala sekolah, sehingga masing-masing kelompok dan orang-orang dengan jelas melakukan tugas apa, kapan, dan bagaimana melakukan tugas tersebut.

4. PERSONALIA SEKOLAHKepegawaian disebut juga personalia dan pegawainya disebut juga personil atau

karyawan. Pegawai sekolah adalah mereka yang tergabung dalam suatu sekolah untuk melaksanakan tugas dalam rangka mencapai tujuan pendidikan (Burhanuddin, 2005: 65).

Page 98: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

98

Pada prinsipnya yang dimaksud personil ialah orang-orang yang melaksanakan sesuatu tugas untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, personil di sekolah meliputi unsur guru yang disebut tenaga edukatif dan unsur karyawan yang disebut tenaga administratif ( Suryosubroto, 2004: 86).

Seringkali juga untuk seorang pegawai digunakan istilah staf. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia staf berarti sekelompok orang yang bekerjasama membantu seorang ketua dalam mengelola sesuatu. Staf yang dimaksud dalam bahasan kita adalah sekelompok sumberdaya manusia yang bertugas membantu kepala sekolah dalam mencapai tujuan sekolah yang terdiri dari para guru, laboran, pustakawan, dan kelompok sumberdaya manusia yang bertugas sebagai tenaga administrasi yang khusus dalam hal keuangan, kepegawaian, perlengkapan dan sebagainya.

Guru sebagai tenaga pendidik, ialah sekelompok sumberdaya manusia yang ditugasi untuk membimbing, mengajar dan atau melatih para peserta didik menuju ke arah perubahan yang lebih baik. Laboran adalah seseorang misalnya ahli kimia dan sebagainya yang bekerja di laboratorium. Pustakawan adalah orang yang bergerak di bidang perpustakaan sebagai ahli perpustakaan. Tenaga administrasi atau administrator adalah pengurus, penata usaha di bidang-bidang tertentu seperti keuangan, kepegawaian, perlengkapan dan sebagainya.

5. MANAJEMEN PERSONALIA DI SEKOLAHKeberadaan sumberdaya manusia merupakan bagian integral dalam kehidupan di

sekolah, karena masing-masing sumberdaya manusia mempunyai peranan yang strategis. Oleh sebab itu, pembinaan terhadap sumberdaya manusia yang ada di sekolah menjadi tanggungjawab kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi. Konsekuensinya setiap kepala sekolah harus memahami benar mengenai lingkup atau dimensi-dimensi kepegawaian.

Banyak masalah yang tidak terpisahkan dari kehidupan sekolah sebagai suatu organisasi. Masalah-masalah itu mencakup beberapa aspek, seperti mendefinisikan tujuan, menentukan kebijaksanaan, mengembangkan program, mempekerjakan orang, mengadakan fasilitas, mencapai hasil dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan yang terpisah-pisah menjadi terintegrasi untuk mencapai tujuan. Semua kegiatan tersebut memerlukan keterlibatan orang-orang dengan latar belakang kemampuan yang berbeda-beda, seperti para guru yang profesional, kelompok orang-orang yang tidak terlibat dalam tugas mengajar, seperti pustakawan, laboran, dan sebagainya.

Secara umum kita akui bahwa keberhasilan usaha seseorang mempunyai hubungan yang erat dengan kualitas manusia yang melakukan usaha atau tugas tersebut. Kualitas sumberdaya manusia yang nampak melalui kompetensi yang dimilikinya merupakan hal esensial untuk menjadi manusia profesional. Begitu juga dengan keberhasilan suatu sekolah.

Keberhasilan sekolah sangat ditentukan oleh keberhasilan pimpinannya mengelola tenaga kependidikan yang tersedia di sekolah. Pengelolaan atau manajemen tenaga kependidikan bertujuan untuk memberdayagunakan tenaga kependidikan secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang optimal, namun tetap dalam kondisi yang menyenangkan. Sehubungan dengan itu, fungsi personalia yang harus dilaksanakan

Page 99: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

99

pimpinan adalah menarik, mengembangkan, menggaji, dan memotivasi personil guna mencapai tujuan.

Oleh sebab itu, kepala sekolah sebagai seorang pemimpin harus mampu mengolah dan memanfaatkan segala sumberdaya manusia yang ada, sehingga tercapai efektivitas sekolah yang pada ujungnya menghasilkan perubahan yang diharapkan pada anak didik.

Untuk mengelola sumberdaya manusia agar memiliki kecakapan, motivasi dan kreativitas secara maksimal, maka hendaknya melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:a. Identifikasi staf/pegawai

Tahapan ini erat kaitannya dengan rencana pengadaan pegawai. Dalam rangka memenuhi kebutuhan pegawai pada suatu sekolah, lembaga ataupun organisasi, maka diperlukan adanya rencana kepegawaian. Namun sebelumnya harus dilakukan analisis pekerjaan (job analysis) dan analisis jabatan untuk memperoleh diskripsi tentang tugas-tugas dan pekerjaan yang harus dilaksanakan.

Identifikasi staf atau pegawai merupakan pengenalan terhadap kualitas yang dimiliki oleh para calon staf baik dari sisi derajat kepribadian, keinginan atau harapan, motivasi serta keahlian yang dimiliki sesuai dengan kebutuhan atau jenis pekerjaan/kedudukan yang diberikan pada mereka.

Identifikasi dibedakan menjadi rekrutmen dan seleksi. Rekrutmen merupakan proses identifikasi calon-calon staf yang secara potensial akan diterima. Sementara itu seleksi merupakan proses pemilihan calon-calon yang tingkat kualitasnya seperti kepribadian, kebutuhan atau harapan, motivasi serta kecakapan/keahlian memang betul-betul telah memiliki persyaratan untuk melaksanakan pekerjaan/jabatan khusus yang akan ditugaskan. Seleksi itu biasanya dilakukan dengan serangkaian ujian baik secara lisan maupun praktik. Namun adakalanya, pada suatu organisasi, pengadaan pegawai dapat didatangkan secara internal atau dari dalam organisasi saja, entah melalui promosi atau mutasi.

b. PenempatanBila rekrutmen pegawai telah mendapatkan calon–calon pegawai yang sesuai dengan kualifikasi pegawai yang ditetapkan, maka pimpinan menentukan kemungkinan penempatannya. Tujuan pokok penempatan adalah mencari kepastian secara maksimal tentang kesesuaian antara jabatan/tugas yang harus diisi dengan kemampuan dan keahlian individu serta karakteristik pribadi para individu.

c. Penyesuaian diriTujuan utama penyesuaian adalah untuk membantu seorang pegawai baru

memahami dan beradaptasi pada harapan, peran, dan mengembangkan rasa ikut memiliki dan mengenali sekolah dan masyarakat. Tahapan ini berkaitan erat dengan pembinaan dan pengembangan staf atau pegawai. Fungsi pembinaan dan pengembangan pegawai merupakan pengelolaan personil yang mutlak perlu, untuk memperbaiki, menjaga dan meningkatkan kinerja pegawai. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan cara on the job training dan in service training. Kegiatan pembinaan dan pengembangan ini tidak hanya menyangkut aspek kemampuan, tetapi juga menyangkut karier pegawai.

d. Evaluasi

Page 100: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

100

Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kemampuan dan keberhasilan pegawai, seorang pimpinan perlu mengadakan evaluasi terhadap kinerja pegawainya. Evaluasi mencakup penilaian terhadap tingkat penampilan dari masing-masing personil/staf dalam mencapai hasil yang diharapkan. Penampilan yang dimaksud di sini mencakup prestasi individu dan peran sertanya dalam kegiatan sekolah, dan juga kepribadian pegawai. Penilaian ini tidak hanya penting bagi sekolah, tetapi juga bagi pegawai itu sendiri. Bagi para pegawai, penilaian berguna sebagai umpan balik berbagai hal, seperti kemampuan, kelebihan, kekurangan dan potensi yang pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan tujuan, jalur, rencana, dan pengembangan karier (Mulyasa, 2007: 42 – 45).

Menurut Ismed Syarif, ada beberapa hal yang penting untuk dinilai dalam daftar penilaian pegawai, yaitu:

Kemampuan kerja Kerajinan Kepatuhan disiplin kerja Rasa tanggungjawab terhadap tugas Hubungan kerjasama Kelakuan di dalam dan di luar dinas Prakarsa (inisiatif) Kepemimpinan Pekerjaan pada umumnya (Suryosubroto, 2004: 90-91).

e. PerbaikanBerdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan, maka perlu adanya perbaikan untuk

meningkatkan profesionalisme dan memperbaiki kelemahan dan kekurangan pegawai yang telah diidentifikasi. Perbaikan itu bisa berupa pendidikan dan latihan yang merupakan suatu bentuk program pengembangan sumberdaya manusia (personal development). Hal ini mengacu pada arti dari pendidikan dan latihan merupakan suatu program belajar yang direncanakan untuk menghasilkan anggota demi memperbaiki penampilan seseorang yang telah mendapatkan tugas menduduki jabatan (Wahjosumidjo, 2007: 380).

f. Kompensasi pegawaiKompensasi adalah balas jasa yang diberikan organisasi kepada pegawai, yang

dapat dinilai dengan uang dan mempunyai kecenderungan diberikan secara tetap. Pemberian kompensasi selain dalam bentuk gaji, dapat juga berupa tunjangan, fasilitas perumahan, kendaraan, dan lain-lain. Masalah kompensasi merupakan salah satu bentuk tantangan yang harus dihadapi manajemen, karena imbalan oleh para pegawai tidak lagi dipandang semata-mata sebagai alat pemuas kebutuhan materialnya, akan tetapi sudah dikaitkan dengan harkat dan martabat manusia.

g. Pemberhentian pegawaiPemberhentian pegawai merupakan fungsi personalia yang menyebabkan

terlepasnya pihak organisasi dan personil dari hak dan kewajiban sebagai lembaga tempat bekerja dan sebagai pegawai. Untuk selanjutnya mungkin masing-masing pihak terikat dalam perjanjian dan ketentuan sebagai bekas pegawai. Sebab-sebab pemberhentian pegawai ini dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis yaitu:

Page 101: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

101

- Pemberhentian atas permohonan sendiri;- Pemberhentian oleh dinas atau pemerintah, bagi yang berstatus PNS;- Pemberhentian oleh sebab-sebab lain, seperti meninggal dunia, hilang, habis

masa cuti tetapi tidak melaporkan, dan lain-lain.

6. PERANAN KEPALA SEKOLAH DALAM PENGELOLAAN PERSONILMenurut Fleishman dan Bass (1974:388), sebagai pimpinan organisasi seorang

kepala sekolah harus mampu menggerakkan sumberdaya manusia yang memiliki kecakapan, motivasi dan kreativitas secara maksimal untuk:

a. Memungkinkan sekolah mengatasi ketidakpastian atau kelemahan (infirmity);b. Menyesuaikan progam pendidikan secara terus-menerus terhadap kebutuhan

hidup individu dan kebutuhan kompetisi di dalam masyarakat yang dinamis;c. Menggunakan kepemimpinan yang membentuk organisasi kemanusiaan dengan

cara yang sesuai antara kepentingan individu dengan kepentingan sekolah;d. Menciptakan kondisi dan suasana kondusif untuk meningkatkan pertumbuhan

sikap kepeloporan/sukarela dan efektifitas individu secara maksimal;e. Mempengaruhi orang-orang biasa, sehingga mampu tampil dalam bentuk yang

luar biasa (Wahjosumidjo, 2007).Strategi kepegawaian yang mengacu kepada lima hal di atas memerlukan

konsentrasi kepemimpinan dalam arti kesungguhan dalam mencapai tujuan organisasi yaitu memelihara para anggotanya, berinisiatif dan berkreativitas dalam melaksanakan tugas-tugasnya sehingga terjadi hubungan proses administrasi, yang pada akhirnya akan tercipta keserasian antara tujuan organisasi dan usaha-usaha individu.

Peranan sumberdaya manusia terkait erat dengan keberhasilan sebuah organisasi. Yang penting juga untuk diketahui bahwa di dalam organisasi seperti sekolah akan selalu terjadi problem kemanusiaan, yang menurut William B. Castetter (dalam Wahjosumidjo, 2007) adalah sebagai berikut:

a. Kesenjangan komunikasi;b. Pemberian penghargaan yang tidak efektif;c. Ketiadaan otoritas;d. Supervisi yang tidak tepat;e. Pemberian kompensasi yang tidak seimbang;f. Kedudukan yang tidak aman;g. Ketidaklenturan karir;h. Keusangan personil;i. Rekrutmen dan usaha seleksi yang tidak produktif;j. Ketidakpuasan jabatan;k. Pergantian yang berlebih-lebihan;l. Kelambatan dan ketidakhadiran;m. ketidakadilan pemberian tugas dan kesempatan promosi; dann. Akibat negatif yang tumbuh sehingga mitra sekolah seringkali bersekutu dengan

tawar menawar bersama (bargaining) di dalam sektor masyarakat umum.Staf memegang peranan penting dalam kehidupan di sekolah, sehingga

kepemimpinan kepala sekolah yang mempunyai arti vital dalam proses pendidikan harus

Page 102: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

102

mampu mengolah dan memanfaatkan segala sumberdaya manusia yang ada sehingga tercapai efektivitas sekolah yang diharapkan akan membawa perubahan pada peserta didik.

Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dan dilaksanakan oleh kepala sekolah agar dapat mencapai efektivitas sekolah, yaitu:

a. Sekolah harus secara terus menerus menyesuaikan dengan kondisi internal dan eksternal yang terkini;

b. Mampu mengkoordinasikan dan mempersatukan usaha seluruh sumberdaya manusia ke arah pencapaian tujuan;

c. Perilaku sumberdaya manusia ke arah pencapaian tujuan dapat dipengaruhi secara positif apabila kepala sekolah mampu melakukan pendekatan secara manusiawi;

d. Sumberdaya manusia merupakan suatu komponen penting dari keseluruhan perencanaan organisasi;

e. Dalam rangka pengelolaan, seorang kepala sekolah harus mampu menegakkan hubungan yang serasi antara tujuan sekolah dengan perilaku sumberdaya manusia yang ada;

f. Dalam meningkatkan efektivitas dan efesiensi sekolah, fungsi sumberdaya manusia harus ditumbuhkan sebagai satu kesatuan utama.

Jelas sekali dari paparan di atas betapa peranan sumberdaya manusia sangat dominan dalam menentukan berhasil tidaknya suatu organisasi sekolah, sehingga sudah seharusnya seorang kepala sekolah betul-betul memahami pengelolaan sumberdaya manusia mulai dari proses rekrutmen sampai pemberhentian.

Oleh karena itu seorang kepala sekolah memiliki tanggungjawab pembinaan sumberdaya manusia yang harus diarahkan pada:

a. Pencapaian tujuan sekolah;b. Bantuan terhadap individu untuk memperoleh kedudukan dan standar

penampilan kerja kelompok;c. Pengembangan karir anggota secara maksimal;d. Rekonsiliasi antara tujuan individu-individu dengan tujuan organisasi (Ejiogu,

1985:36). Begitu berat tugas seorang kepala sekolah, sehingga untuk mencapai hasil yang diharapkan dari organisasi yang dipimpinnya dia harus memiliki kemampuan sebagai berikut:1. Mendorong timbulnya kemauan yang kuat serta penuh semangat dan percaya

diri para guru, staf dan siswa dalam melaksanakan tugas masing-masing;2. Memberikan bimbingan dan tuntunan terhadap para guru, staf dan siswa

memacu dan berdiri di depan untuk memberikan inspirasi dalam mencapai tujuan.

Untuk dapat berhasil menggerakkan para guru, staf dan siswa, seorang kepala sekolah perlu memperhatikan hal–hal sebagai berikut:

1. Menghindarkan diri dari sikap dan perbuatan yang bersifat memaksa dan bertindak keras (Lipham & Hoch, 1974:13);

Page 103: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

103

2. Mampu melakukan perbuatan yang melahirkan kesadaran dan rasa tanggung jawab dengan cara:a. Meyakinkan, berusaha agar para guru, staf dan siswa percaya bahwa apa

yang diperbuat adalah benar;b. Membujuk (induce), berusaha meyakinkan apa yang dilakukan oleh para

guru, staf dan siswa adalah benar selama berpegang pada aturan yang berlaku.

Demikianlah uraian singkat mengenai pengelolaan sumberdaya manusia di sekolah yang dalam hal ini menuntut peran dari kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi di sebuah sekolah. Pengelolaan sumberdaya manusia harus dilakukan secara profesional untuk mencapai hasil yang diharapkan, mengingat sekolah bukan hanya sebagai agen pembelajaran tapi juga agen perubahan.

Salah satu bidang penting dalam administrasi/manajemen pendidikan adalah berkaitan dengan personil/sumberdaya manusia yang terlibat dalam proses pendidikan, baik itu pendidik seperti guru maupun tenaga kependidikan seperti tenaga administratif. Intensitas dunia pendidikan berhubungan dengan manusia dapat dipandang sebagai suatu perbedaan penting antara lembaga pendidikan/organisasi sekolah dengan organisasi lainnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Sergiovanni et al. (1987:134) yang menyatakan bahwa perbedaan utama antara sekolah dengan sebagian besar organisasi lainnya adalah intensitas insan/manusia dalam karyanya. Sekolah adalah organisasi manusia dalam arti bahwa produknya adalah manusia dan dalam prosesnya membutuhkan sosialisasi manusia. Dengan demikian sumberdaya manusia menjadi hal yang sangat dominan dalam proses pendidikan/pembelajaran, hal ini juga berarti bahwa mengelola sumberdaya manusia merupakan bidang yang sangat penting dalam melaksanakan proses pendidikan/pembelajaran di sekolah.

Sumberdaya manusia dalam konteks manajemen adalah ”people who are ready, willing, and able to contribute to organizational goals (Wherther & Davis, 1993:635). Oleh karena itu sumberdaya manusia dalam suatu organisasi termasuk organisasi pendidikan memerlukan pengelolaan dan pengembangan yang baik dalam upaya meningkatkan kinerja mereka agar dapat memberi sumbangan bagi pencapaian tujuan. Meningkatnya kinerja sumberdaya manusia akan berdampak pada semakin baiknya kinerja organisasi dalam menjalankan perannya di masyarakat.

Manajemen sumberdaya manusia merupakan suatu ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan. Manajemen sumberdaya manusia merupakan suatu pengakuan terhadap pentingnya unsur manusia sebagai sumberdaya yang cukup potensial dan sangat menentukan dalam suatu organisasi, dan perlu terus dikembangkan sehingga mampu memberikan kontribusi yang maksimal bagi organisasi maupun bagi pengembangan dirinya.

Dalam era yang penuh dengan perubahan, lingkungan yang dihadapi oleh manajemen sumberdaya manusia sangatlah menantang, perubahan muncul dengan cepat dan meliputi masalah-masalah yang sangat luas. Berdasarkan penelitian dan sumber-sumber lain, menurut Mathis (2001:4) dapat disimpulkan bahwa tantangan yang dihadapi oleh manajemen sumberdaya manusia adalah sebagai berikut (a)

Page 104: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

104

perekonomian dan perkembangan teknologi; (b) ketersediaan dan kualitas tenaga kerja; (c) kependudukan dengan masalah-masalahnya; (d) restrukturisasi organisasi. Oleh karena itu mengelola sumberdaya manusia menjadi sesuatu yang sangat menentukan bagi keberhasilan suatu organisasi, kegagalan dalam mengelolanya akan berdampak pada kesulitan organisasi dalam menghadapi berbagai tantangan.

Manajemen sumberdaya manusia merupakan faktor yang akan menentukan pada kinerja organisasi, ketepatan memanfaatkan dan mengembangkan sumberdaya manusia serta mengintegrasikannya dalam suatu kesatuan gerak dan arah organisasi akan menjadi hal penting bagi peningkatan kapabilitas organisasi dalam mencapai tujuannya. Untuk lebih memahami bagaimana posisi manajemen sumberdaya manusia dalam konteks organisasi diperlukan pemahaman tentang makna manajemen sumberdaya manusia itu sendiri, agar dapat mendudukkan peran manajemen sumberdaya manusia dalam dinamika gerak organisasi.

Adapun lingkup manajemen sumberdaya manusia meliputi aktivitas yang berhubungan dengan sumberdaya manusia dalam organisasi. Fungsi manajemen sumberdaya manusia terbagi atas fungsi manajemen yang meliputi planning, organizing, actuating, controlling dan fungsi operasional yang meliputi procurement, development, kompensasi, integrasi, maintenance, separation (Cahyono, 1996: 2).

Fungsi perencanaan (planning) merupakan penentu dari program bagian personalia yang akan membantu tercapainya sasaran yang telah disusun oleh perusahaan. Fungsi pengorganisasian (organizing) merupakan alat untuk mencapai tujuan organisasi, dimana setelah fungsi perencanaan dijalankan bagian personalia menyusun dan merancang struktur hubungan antara pekerjaan, personalia dan faktor--faktor fisik. Fungsi actuating, pemimpin mengarahkan karyawan agar mau bekerjasama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan pihak-pihak yang berkepentingan dalam organisasi (Edem, 1987). Fungsi pengendalian (controlling) merupakan upaya untuk mengatur kegiatan agar sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

Fungsi pengadaan tenaga kerja (procurement) yang berupaya untuk mendapatkan jenis dan jumlah karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Fungsi pengembangan (development) harus dilaksanakan untuk meningkatkan keterampilan mereka melalui pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan prestasi kerja. Fungsi integrasi (integration) merupakan usaha untuk menyatukan kepentingan karyawan dan kepentingan organisasi, sehingga tercipta kerjasama yang baik dan saling menguntungkan. Fungsi pemeliharaan (maintenance) tenaga kerja yang berkualitas perlu dilakukan agar mereka mau tetap bekerjasama dan loyal terhadap organisasi. Fungsi pemberhentian (separation) yang merupakan putusnya hubungan kerja seseorang dengan perusahaan karena alasan-alasan tertentu.

Menurut Lunenburg dan Ornstein (2004: 53), dalam proses manajemen sumberdaya manusia terdapat enam program yaitu:

1. Human resource planning2. Recruitment3. Selection4. Professional development

Page 105: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

105

5. Performance appraisal6. Compensation

Human resource planning merupakan perencanaan sumberdaya manusia yang melibatkan pemenuhan kebutuhan akan personil pada saat ini dan masa datang, dalam konteks ini pimpinan perlu melakukan analisis tujuan pekerjaan syarat-syarat pekerjaan serta ketersediaan personil. Recruitment adalah upaya pemenuhan personil melalui pencarian personil yang sesuai dengan kebutuhan dengan mengacu pada rencana sumberdaya manusia yang telah ditentukan. Kemudian dari pendaftar yang diperoleh dalam rekrutmen, dilakukanlah seleksi untuk menentukan personil yang kompeten sesuai dengan persyaratan pekerjaan yang ditetapkan.

PENUTUPTulisan ini telah membahas secara kritis upaya mengoptimalisasi pengelolaan

personil pada suatu organisasi yang dalam hal ini terfokus pada organisasi sekolah. Sekolah sebagai sebuah organisasi melibatkan begitu banyak individu yang memiliki kecenderungan yang berbeda satu sama lain. Baik dari latar belakang sosial, pendidikan bahkan sebagai individu yang memiliki kepribadian yang juga berbeda satu sama lain. Masing-masing individu itu saling bekerjasama satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan yang sama dari organisasi yang menaunginya.

Bukan hal mudah bagi seorang pemimpin organisasi untuk membangun kerjasama yang harmonis dalam organisasi yang menjadi tanggungjawabnya. Pemimpin organisasi yang dalam hal ini diperankan oleh kepala sekolah harus mampu mengelola organisasi dengan baik lebih-lebih pada aspek pengelolaan personalia sebagai sumberdaya manusia yang menjadi motor penggerak suatu organisasi.

Pengelolaan personalia ini dimanifestasikan pada job description (diskripsi tugas) yang jelas untuk menghindari terjadinya job overlapping (tumpang tindih tugas). Pengelolaan personalia ini dimulai sejak tahap rencana pengadaan pegawai, penempatan, penyesuaian diri, evaluasi, perbaikan, kompensasi pegawai sampai pemberhentian pegawai. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan profil pegawai yang benar-benar memiliki kualifikasi dari segi keahlian, kecakapan, motivasi, dan kreatifitas yang maksimal.

Maka, pada akhirnya orang yang paling menentukan keberhasilan suatu sekolah adalah kepala sekolah. Dibutuhkan konsentrasi kepemimpinan dalam arti kesungguhan dalam mencapai tujuan organisasi dengan cara memelihara para anggotanya, berinisiatif dan mempunyai kreatifitas dan inovasi dalam menjalankan tugas-tugasnya sehingga terjadi hubungan proses administratif dan akan saling mengaitkan proses administrasi yang pada akhirnya akan tercipta keserasian antara tujuan organisasi dan usaha-usaha individu.

Page 106: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

106

DAFTAR PUSTAKA

Bandura, A. 1978. “The Self System in Reciprocal Determinism”. American Psychologist. Vol. 33.

Burhanuddin, Yusak. 2005. Administrasi Pendidikan. Bandung : Pustaka SetiaEdem, D.A. (1982) Introduction to Educational Administration in Nigeria Ibadan. John

Wiley and Sons Ltd.Ejiogu, A. (1978). Behavioural Decisions in Organization. Dallas Scolt, Foresman and

Company.Elbing, A. (1978). Behavioural Decisions in Organizations. Dallas: Scott. Foresman and

Company.Herbert, T. (1976). Dimension of Organizational Behaviour. New York. Macmillan

Publishing Company.Hicks, H. (1976). The Management of Organizations. U.S.A. McGraw Hill.Lipham, J. M. and Hoch, J. A. (1974). The Principalship: Foundations and Functions. New

York. Harper and Row Publishers.Mathis, Robert. L dan Jackson, Jhon H, 2001, Manajemen Sumberdaya manusia,

Penerjemah Jimmi Sadeli dan Bayu Prawira Hie, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Mulyasa. 2007. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Pustaka Setia.Naylor, J. C. Pitchard, R. D and Ilgen, R. D. (1980). The Theory of Behaviour in

Organizations. New York. Academic Press.Schuler, Randal S. dan Jackson, Susan E, 1996, Manajemen Sumberdaya Manusia

Menghadapi Abad ke 21, Jilid 2, Edisi Keenam, Penerbit Erlangga, Jakarta.Suryosubroto. 2004. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta.Wahjosumidjo. 2007. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta : Raja Grafindo

PersadaWerther, Wlillian B, dan Keith Davis, 2003, Human Resources and Personnel

Management, 5th Edition, McGraw-Hill, Inc, New York.

Page 107: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

107

DARI PAYANG KE MINITRAWL: KONFLIK PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT DI PANTAI PESISIR UTARA LAMONGAN 1990-1999

Adzkiyak, S.S., M.A. Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah IKIP PGRI Jember.

Abstrak

Artikel ini adalah hasil penelitian tentang konflik pengelolaan sumberdaya perikanan laut di wilayah pesisir Lamongan. Tujuan penelitian ini mengambarkan konflik antar nelayan yang terjadi di Pantai Utara Lamongan. Pihak-pihak yang terlibat konflik ini adalah nelayan tradisional, nelayan semi modern dan aparatur pemerintah. Konflik antar nelayan dan aparatur pemerintah merupakan bagian dari konflik perebutan akses sumberdaya. Masing-masing pihak yang terlibat konflik memiliki tafsir atas sumberdaya laut yang berbeda. Nelayan tradisional menganggap sumberdaya laut adalah titipan untuk anak cucu sehingga keberadaannya harus dijaga dan dilestarikan sedangkan nelayan semi tradisional mengganggap sumberdayalaut adalah sumber kehidupan yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia sehingga dapat dikelola semampunya. Pada pihak lain keterlibatan aparatur pemerintah tidak dapat dilepaskan dari kepentingan ekonomi oleh oknum negara. Penelitian ini menggunakan pendekatan konflik ekonomi. Metode yang digunakan adalah metode sejarah yang meliputi; pengumpulan sumber (heuristik), kritik sumber (ekstern dan intern), penafsiran sumber (interpretasi), dan penyusunan sejarah dan penarikan kesimpulan (historiografi). Artikel ini menguraikan tentang konflik yang terjadi bersifat spontan, sporadis, dan anarkis sehingga menyebabkan kondisi sosial yang chaos selama periode konflik tahun 1990-1999.

Kata kunci: konflik, pengeloaan sumberdaya, laut, pesisir, lamongan

1. PengantarPagi itu nelayan Desa Paciran tidak melaut karena angin kencang dan ombak

besar yang terjadi beberapa hari di awal Bulan Desember 1999. Beberapa nelayan berkumpul di pingir jalan raya Deandles membicarakan nasib mereka yang semakin sulit melaut akibat maraknya penggunaan alat tangkap minitrawl oleh nelayan Weru Kompleks dan sekitarnya. Kerumunan nelayan yang semula hanya beberapa orang itu kemudian bertambah karena kebetulan pagi itu banyak yang tidak melaut. Di tengah kerumunan nelayan tersebut berlangsung diskusi bebas dan lepas yang kemudian muncul keinginan bersama untuk menuntut hasil kesepakatan penghapusan penggunaan alat tangkap minitrawl setahun yang lalu. Beberapa saat kemudian mereka melakukan aksi unjuk rasa ke instansi pemereintah. Aksi ini dilakukan karena mereka menganggap aparatur pemerintah ikut “bermain” dalam masalah penghapusan alat tangkap minitrawl. Unjuk rasa yang dilakukan para nelayan ini berakhir dengan

Page 108: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

108

pengrusakan dan pembakaran simbol-simbol negara seperti kantor desa, kecamatan, polisi, koramil, dan fasilitas umum lainnya.

Peristiwa di atas merupakan gambaran menjelang terjadinya perlawanan nelayan tradisional Paciran terhadap aparatur pemerintah pada 2 September 1999. Tindakan nelayan tradisional Paciran tersebut terjadi secara cepat dan sporadis tanpa direncanakan secara matang terlebih dahulu. Tidak ada setting aksi dan koordinator lapangan serta kurangnya daya dukung perangkat aksi lainnya seperti pengeras suara, selebaran, pernyataan sikap, poster dan spanduk sebagaimana gerakan modern pada umumnya. Saat itu yang ada hanya suara keras nelayan yang menuntut penghapusan alat tangkap minitrawl.

Salah satu sebab kerusakan ekosistem laut dan kelangkaan ikan di wilayah perairan Paciran adalah penggunaan alat minitrawl oleh nelayan Desa Weru Kompleks dan sekitarnya seperti Desa Tunggul, Kranji, dan Banjarwati. Jaring minitrawl adalah alat tangkap ikan berteknologi karena digerakkan oleh mesin motor. Alat tangkap ini memiliki daya rusak yang tinggi karena bersifat aktif dan dapat menjangkau sampai ke dasar laut karena dilengkapi papan kayu yang diberi besi sebagai pemberat. Selain bersifat aktif alat tangkap minitrawl juga mempunyai mata jaring yang kecil yaitu 1,5 inci sehingga ikan-ikan kecil yang belum siap berkembang biak ikut terjaring. Cara beroperasinya minitrawl sama seperti jaring trawl, namun ukurannya lebih kecil apabila dibandingkan dengan jaring trawl sehingga disebut minitrawl. Meskipun alat tangkap minitrawl ini bersifat destruktif, namun penggunaannya cenderung meningkat di wilayah perairan Paciran. Oleh karenanya, alat tangkap hasil modifikasi nelayan Weru Kompleks dan sekitarnya termasuk jenis alat tangkap yang dilarang penggunaannya berdasarkan Keppres Nomor 39 Tahun 1980 (Keppres Nomor 39 Tahun 1980).

Tiga dasawarsa setelah kebijakan modernisasi perikanan Orde Baru, kehidupan masyarakat pesisir di wilayah Kecamatan Paciran mengalami perubahan yang sangat drastis (Kepas, 1987:97). Apabila sebelum penggunaan mesin motor dan alat tangkap berteknologi (minitrawl) nelayan tradisional Paciran bisa menghasilkan pendapatan satu juta rupiah dalam sehari ketika musim udang windu (lobster), maka setelah penggunaan minitrawl pendapatan semakin menurun, bahkan nelayan Paciran seringkali tidak mendapatkan hasil tangkapan apapun. Udang windu yang merupakan primadona tangkapan nelayan Paciran mulai langka, kemudian diikuti dengan langkanya berbagai jenis ikan lainnya seperti tongkol, putihan, kembong, dan dorang. Kelangkaan sumberdaya perikanan di wilayah perairan Paciran sering menyebabkan kerugian nelayan tradisional Paciran karena harus mengeluarkan biaya operasional selama melaut (Hasil Wawancara dengan Mohammad Aly, 19 Juni 2004).

Secara historis, kelangkaan sumberdaya perikanan laut di Jawa sudah terjadi abad 19-20 (Semedi, 2002: 19-34). Meskipun demikian, setidaknya sampai era tahun 80-an wilayah pesisir di Kecamatan Paciran adalah “surga” bagi nelayan setempat. Berbagai jenis ikan bernilai ekonomis tinggi banyak terdapat di wilayah perairan ini. Jenis ikan yang hidup di perairan Paciran antara lain; udang windu (lobster), dorang, putihan, tongkol, kembong, rajungan, dan lain-lain. Melimpahnya potensi ikan yang terdapat di wilayah ini memberikan sumber penghidupan bagi nelayan Desa Paciran dan sekitarnya.

Page 109: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

109

Berdasarkan informasi nelayan Paciran, saat itu nelayan dapat menikmati hasil tangkapan yang melimpah, ibaratnya dalam setahun melaut dapat digunakan untuk makan selama dua tahun. Pada masa-masa tersebut nelayan tradisional Paciran tidak mau dikatakan miskin.

Konflik masyarakat pesisir atau nelayan di sepanjang pantai utara pulau Jawa pada masa pemerintahan Orde Baru terjadi setelah kebijakan modernisasi perikanan (blue revolution) mulai dilaksanakan di wilayah ini. Meskipun modernisasi perikanan mempunyai maksud untuk mengangkat derajat kehidupan kaum nelayan, namun justru akhirnya kebijakan ini malah menimbulkan akibat yang sebaliknya. Paradigma tunggal kebijakan pembangunan pemerintah Orde Baru yang lebih mengutamakan kemajuan ekonomi dengan meningkatkan produktifitas hasil tanggkapan ikan pada akhirnya justru menjauhkan kehidupan kaum nelayan dari sumberdaya perikanan laut (Kusnadi, 2002: 79-92).

Sejarah kehidupan kaum nelayan belum pernah mengalami konflik selama pemerintahan Hindia Belanda, pendudukan Jepang, dan bahkan awal masa republik sampai setidaknya masa pemerintahan Orde Lama. Meskipun pada periode tersebut pengelolaan sumberdaya perikanan telah dilaksanakan berbagai kebijakan termasuk modernisasi perikanan. Sebut saja misalnya, masa pendudukan Jepang kawasan pantai utara Jawa sudah dikenalkan dengan alat tangkap muro ami yang merupakan alat tangkap berteknologi. Meskipun alat tangkap ini banyak beroperasi di wilayah perairan laut Jawa namun kehidupan masyarakat tidak pernah mengalami konflik. Hal ini terjadi karena saat itu para nelayan pendatang menghargai hak-hak masyarakat setempat, seperti menjual hasil tangkapan kepada pedagang ikan setempat, mengikuti pengajian, dan lain-lain (Masyhuri, 1995: 22-71).

Berdasarkan uraian di atas, tulisan ini bermaksud menjawab pertanyaan tentang konflik perebutan sumberdaya perikanan laut antara nelayan tradisional Paciran dengan nelayan minitrawl Weru Kompleks serta keterlibatan berbagai pihak seperti aparatur pemerintah dan tokoh- tokoh informal dalam meramaikan konflik. Bagaimana kelompok kepentingan yang terlibat konflik tersebut memaknai sumberdaya perikanan, dan mengapa mereka terlibat konflik menarik pula untuk dikemukakan.

2. Akar Konflik Nelayan Paciran Penjelasan di atas merupakan akibat dari cara pandang sebagian nelayan yang

menganggap sumberdaya perikanan pesisir sumberdaya terbuka dan dapat diakses oleh siapa pun (open access). Perspektif demikian pada akhirnya menyebabkan tragedi bersama (common tragedy) atas pengelolaan sumberdaya perikanan. Sebagaimana digambarkan Garrett Hardin tentang dilema kebersamaan dalam mengelolah sumberdaya alam milik bersama akan membawa kehancuran. Menurut Hardin, kehancuran adalah sasaran kemana orang-orang bergegas, setiap orang mengejar kepentingannya sendiri dalam suatu masyarakat yang percaya akan kebebasan dari kebersamaan. Kebebasan dalam suatu kebersamaan membawa kehancuran bagi semua (Hardin, 1977: 19-21).

Apa yang dikhawatirkan Garrett Hardin di atas memiliki relevansi dengan situasi yang terjadi pada masyarakat pesisir pantai utara Lamongan dalam mengelola

Page 110: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

110

sumberdaya perikanan pesisir laut. Dimana sekelompok nelayan minitrawl menganggap sumberdaya perikanan dapat dikelola secara bebas dengan cara apapun. Penggunaan alat tangkap minitrawl yang memiliki daya rusak tinggi terhadap kelangsungan hidup ekosistem laut di kawasan ini merupakan bukti nyata ancaman sumber kehidupan nelayan.

Nelayan Desa Paciran menganggap bahwa laut adalah sumberdaya yang harus tetap dijaga kelestariannya. Cara pandang nelayan tradisional Paciran diwujudkan dengan penggunaan alat tangkap ikan yang ramah lingkungan seperti jaring blentik, gondrong, serok, dan wuwu. Selain menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan, sekitar tahun 1970-an nelayan Desa Paciran masih banyak menggunakan layar dan welah (alat penggerak perahu) sebagai penggerak perahu jaten dalam menangkap ikan. Oleh karena armada perahu jaten masih menggunakan layar, maka aktifitas nelayan di laut saat itu sangat tergantung pada arah angin.

Sebaliknya, nelayan Weru Kompleks dan sekitarnya menganggap bahwa sumberdaya perikanan laut merupakan anugerah dan rejeki Tuhan untuk manusia. Oleh karenanya, nelayan berhak mengatur dan mengelola sumberdaya laut untuk kesejahteraan nelayan. Pandangan seperti ini tampak dari modifikasi alat tangkap payang menjadi minitrawl yang dilakukan nelayan Weru Kompleks dan sekitarnya. Selain memodifikasi alat tangkap minitrawl, para nelayan Weru Kompleks juga menambah kekuatan mesin dalam menggerakkan armada perahu yang mereka gunakan. Semula mereka hanya menggunakan satu buah mesin dengan kekuatan 60 PK, namun setelah modifikasi alat tangkap payang mereka menggunakan tiga buah mesin dengan kekuatan 60-90 PK dalam setiap perahu (Hasil wawancara dengan Adenan, 17 Juni 2004).

Selain cara pandang yang berbeda terhadap sumberdaya perikanan laut, faktor lain yang mempengaruhi perubahan pengelolaan sumberdaya pesisir di pantai Utara Jawa adalah tekanan penduduk. Tekanan penduduk di wilayah ini menyebabkan kompetisi dalam memperebutkan wilayah tangkapan ikan (fishing ground) semakin ketat. Oleh karena itu, pertambahan jumlah penduduk yang bekerja sebagai nelayan tidak berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas hasil tangkapan karena pada saat yang sama sumberdaya perikanan yang diperebutkan masih dalam kondisi yang tetap bahkan berkurang. Di sisi lain, perebutan sumberdaya perikanan yang semakin kompetitif di antara nelayan menyebabkan semakin tingginya eksploitasi di wilayah pesisir utara Lamongan (Kusnadi, 2003:117).

3. Kronologi Perlawanan Nelayan Paciran Munculnya protes sosial nelayan Paciran terjadi sejak tahun 1990-an, ketika nelayan dari Desa Kranji, Tunggul, Banjarwati, dan Weru Kompleks melakukan penangkapan ikan di wilayah perairan Paciran dengan menggunakan alat tangkap minitrawl atau payang.

Awalnya nelayan Paciran merespon penggunaan minitrawl di wilayah perairan Paciran dengan melaporkan ke berbagai instansi pemerintah seperti DPRD, Gubernur, Bupati, dan Satroltas. Namun, tuntutan nelayan Paciran terhadap institusi negara ini tidak direspon secara positif oleh aparat yang berwenang. Bahkan, di kalangan nelayan

Page 111: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

111

Paciran menganggap aparatur pemerintah telah melakukan kolusi dengan nelayan pengguna minitrawl. Anggapan ini dibuktikan secara nyata dengan adanya poster Primkopad yang ditempelkan di perahu nelayan pengguna minitrawl. Selama penggunaan poster Primkopad, nelayan minitrawl semakin berani melakukan penangkapan ikan di wilayah Paciran. Keberanian nelayan minitrawl ini terjadi karena mereka merasa dilindungi oleh aparat militer (Samego, 1998: 57-60).

Setelah sekian lama tuntutan penghapusan minitrawl tidak direspon oleh aparatur pemerintah, nelayan Paciran mulai melakukan aksi perlawanan terhadap nelayan Weru Kompleks dan sekitarnya. Awalnya aksi nelayan Paciran dilakukan dengan cara penangkapan, penyanderaan dan pembakaran peralatan tangkap minitrawl. Aksi yang dilakukan nelayan Paciran mendapat balasan dari nelayan dari Desa Tunggul, Kranji, Banjarwati, dan Weru Kompleks. Sebagaimana terjadi tahun 1998, ketika nelayan Desa Tunggul, Kranji, Banjarwati menangkap dan kemudian membakar perahu jaten milik Agus nelayan Paciran yang sedang menangkap ikan di perairan Kranji. Aksi itu dibalas nelayan Paciran dengan melakukan pengrusakan rumah penduduk Desa Kranji serta membakar empat perahu milik nelayan Tunggul, Kranji, dan Banjarwati (Darma, 5 Mei 2009; Jawa Pos, 3, 4, 6 dan 8 September 1999).

Protes nelayan Paciran secara besar-besaran terjadi pada 2 September 1999. Kejadian bermula ketika nelayan Paciran melakukan unjuk rasa untuk menagih kesepakatan penghapusan alat tangkap minitrawl ke kantor Kecamatan Paciran. Namun, tuntutan ini diabaikan oleh Camat Paciran karena pada saat itu sedang keluar. Akhirnya nelayan melakukan pengrusakan terhadap kantor Kecamatan Paciran, kantor Polsek, kantor Pembantu Bupati, dan kantor Koramil. Fasilitas publik lainnya yang ikut dirusak dan dibakar nelayan adalah telepon umun, tempat wisata Tanjung Kodok, dan Goa Maharani. Tempat pembenihan ikan bandeng milik keluarga Bupati Lamongan saat itu pun tidak luput dari aksi pengrusakan dan pembakaran. Fasilitas umum yang dirusak oleh nelayan merupakan simbol-simbol kekuasaan negara. Meskipun aksi nelayan tradisional Paciran ini dilakukan dalam waktu yang singkat mulai dari pukul 09.00 pagi hingga 15.00 sore, namun kerugian Pemerintah Kabupaten Lamongan mencapai 3 milyar rupiah. (Jawa Pos, 4 September 1999; Memorandum, 4 Oktober, 1999; Duta 11 September 1999).

4. Dinamika Konflik Nelayan Konflik nelayan di Kecamatan Paciran melibatkan banyak kelompok kepentingan

yang terlibat didalamnya seperti aparatur pemerintah, tokoh masyarakat, dan nelayan (Dahrendorf, 1981: 191-225). Berbagai kelompok yang terlibat konflik memiliki kepentingan yang beragam dalam mengakses sumberdaya perikanan. Bagi pemerintah daerah dan aparaturnya sumberdaya perikanan laut adalah aset ekonomi daerah yang penting untuk menambah pendapatan daerah. Oleh karenanya, produktifitas hasil tangkapan nelayan harus ditingkatkan dengan berbagai macam cara. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melegalkan pengunaan alat tangkap yang memiliki produktifitas tinggi seperti motorisasi dan alat tangkap minitrawl. Tentunya, kebijakan pemerintah daerah Lamongan di satu sisi menguntungkan nelayan pengguna minitrawl, namun di sisi lain merugikan nelayan tradisional Paciran. Bagi nelayan tradisional Paciran,

Page 112: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

112

pemberian ijin alat tangkap minitrawl merupakan ancaman bagi kelestarian sumberdaya perikanan laut di wilayah perairan Paciran. Apalagi selama proses pemberian ijin sampai praktik di lapangan nelayan pengguna alat tangkap minitrawl Weru Kompleks dan sekitarnya melibatkan Primkopad. Primkopad merupakan institusi ekonomi militer yang selama konflik nelayan terlibat aktif dalam melindungi penggunaan minitrawl (Malik, 2004; Kasim dan Suhendar; 1997; Samego,1998); Aditjondro, 2004). Jejaring kepentingan antara Pemerintah Daerah Lamongan, nelayan penguna minitrawl, dan Primkopad sering mengabaikan kepentingan nelayan tradisional Paciran. Situasi demikian merupakan realitas sosial yang menyebabkan nelayan tradisional sebagai komunitas yang selalu kalah (Klandermans, 2005: 16-36.). Akhirnya situasi yang demikian memunculkan sikap ketidakpercayaan terhadap aparatur pemerintah karena mereka dianggap merugikan kepentingan nelayan tradisional Paciran.

Ketidakpercayaan nelayan tradisional Paciran muncul ketika pernyataan M. Faried selaku Bupati Lamongan yang cenderung mendukung penggunaan alat tangkap minitrawl. Saat itu M. Faried menyatakan, bahwa alat tangkap minitrawl merupakan hasil modifikasi yang tidak bertentangan dengan Keppres Nomor 39 tahun 1980. Pernyataan M. Faried ini dianggap nelayan tradisional Paciran sebagai bentuk dukungan terhadap nelayan minitrawl. Anggapan nelayan tradisional ini didasarkan atas kenyataan bahwa bupati M. Faried pernah mengadakan pertemuan tokoh nelayan minitrawl H. Birin. Oleh karenanya, ketika terjadi aksi nelayan 2 September 1999, aset pembenihan bandeng milik keluarga M. Faried yang berlokasi di Tanjung Kodok dirusak dan dibakar nelayan tradisional Paciran.

Ketidakpercayaan nelayan tradisional juga ditunjukkan kepada aparat militer yang melindungi penggunaan alat tangkap minitrawl nelayan Weru Kompleks. Aparat militer yang terlibat dalam bisnis keamanan penggunaan alat tangkap minitrawl diwakili institusi militer di tingkat Komando Rayon Militer (Koramil) Paciran. Koramil merupakan struktur organisasi militer paling bawah yang berada di tingkat kecamatan. Selama terjadi konflik antar nelayan, aparat militer dari koramil sering membekingi penggunaan alat tangkap minitrawl, hal ini terbukti dengan penggunaan stempel Primer Koperasi Angkatan Darat pada perahu nelayan minitrawl. Penggunaan stempel ini demi keamanan nelayan minitrawl selama melaut, karena alat tangkap mereka sering dirusak dan dibakar nelayan tradisional Paciran.

Selain Primkopad, keterlibatan aparat militer juga dilakukan oleh oknum dari berbagai kesatuan dinas keamanan seperti Satuan Patroli Terbatas (Satroltas), Satuan Polisi Air dan Udara (Satpol Airud) dan Polisi Sektor (Polsek) yang ‘bermain’ dalam konflik antarnelayan. Oknum aparat ini biasanya berpura-pura serius menangani persoalan minitrawl yang dihadapi nelayan tradisional Paciran demi mendapatkan uang, tetapi ketika berhadapan dengan nelayan Weru Kompleks mereka mendukung penggunaan alat tangkap minitrawl.

5. Dimensi Konflik Nelayan Adanya faktor penyebab dan pemicu konflik dalam masyarakat nelayan di

Kecamatan Paciran belum memungkinkan munculnya letupan sosial tanpa didukung dimensi pemimpin (leaders), ideologi (ideology), dan basis massa. Tiga dimensi ini

Page 113: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

113

menjadi penting untuk menjelaskan kenapa konflik masyarakat pesisir di Kecamatan Paciran menjadi kekuatan yang mampu memunculkan letupan sosial.

Pertama, pemimpin gerakan. Berbagai studi tentang gerakan perlawanan sosial menerangkan bahwa peranan tokoh atau pimpinan sangat penting dan menentukan. Sebagaimana dijelaskan oleh Kartodirdjo, bahwa peranan seorang tokoh akan menentukan sejauhmana intesitas gerakan tersebut berlangsung. Peran tokoh gerakan juga menjadi inspirator bagi basis massa yang terlibat dalam sebuah gerakan. Mengolah isu untuk mematangkan kondisi menjadi keyakinan kolektif dalam menentukan sasaran-sasaran gerakan yang dianggap sebagai lawan. Senada dengan ungkapan Sartono Kartodirdjo, perlawanan nelayan tradisional Paciran juga melibatkan peranan tokoh gerakan yang berasal dari kalangan nelayan. Tokoh gerakan nelayan dipilih berdasarkan kemampuan dan pengalaman dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi nelayan (Kartodirdjo, 1984: 244-288).

Keberhasilan pemimpin dalam gerakan sosial harus didukung kondisi-kondisi yang sebelumnya terjadi dan memungkinkan basis massa untuk ikut dan patuh kepada pimpinan gerakan. Tanpa didukung kondisi yang menyertai sebelumnya seperti rasa kecewa, frustasi dan putus asa seorang pimpinan gerakan sulit menciptakan situasi yang matang menuju gerakan kolektif (Hoffer, 1988: 25-26).

Tokoh-tokoh gerakan nelayan pada umumnya tidak memiliki basis pendididikan yang memadai, kebanyakan lulusan sekolah agama dan sebagian dari mereka tidak lulus Madrasah Ibtidaiyah (MI). Rendahnya tingkat pendidikan di kalangan tokoh nelayan merupakan bukti bahwa gerakan nelayan tidak dirumuskan orang-orang pandai. Tokoh-tokoh nelayan yang aktif selama konflik antar nelayan antara lain; Mohammad Aly (45 tahun), Abdurrohim (54 tahun), dan Mahfudoh (35 tahun). Selain ketiga tokoh di atas juga terdapat tokoh-tokoh nelayan lainnya, namun perannya tidak begitu menonjol.

Mohammad Aly adalah tokoh nelayan Desa Paciran. Di antara nelayan ia tergolong beruntung karena lulus Pendidikan Guru Agama (PGA). Selama terjadi konflik antarnelayan tradisional dan nelayan pengguna minitrawl serta aparatur pemerintah ia sebagai ketua rukun nelayan Paciran, karena mendapat kepercayaan ia menjabat selama tiga periode tahun 1993-2003. Akhirnya ia mengundurkan diri tahun 2001 karena tidak mempunyai parahu jaten. Perahu jaten satu-satunya dijual untuk membiayai pengobatan istrinya yang sakit lumpuh. Sebagai nelayan tradisional ia merasakan penurunan hasil tangkapan ikan setelah beroperasinya alat tangkap minitrawl. Dulu sebelum alat minitrawl beroperasi pendapatannya Rp.25.000-Rp.500.000 perhari, tetapi setelah minitrawl beroperasi pendapatannya menurun Rp.25.000 perhari. Bahkan bila musim paceklik tidak mendapatkan uang sehingga sering rugi (Hasil wawancara dengan Mohammad Aly, 19 Juni 2004).

Hal yang sama juga dialami Abdurrahim seorang tokoh nelayan tradisional lainnya. Ia dipilih sebagai ketua rukun nelayan Paciran menggantikan Mohammad Aly. Ia berasal dari keluarga miskin, karena tidak mempunyai biaya untuk melanjutkan sekolah akhirnya sebelum tamat Madrasah Ibtidaiyah ia memilih bekerja sebagai nelayan sejak usia 13 tahun. Melaut, bagi Abdurrahim adalah pekerjaan satu-satunya yang digeluti. Keterbatasan ketrampilan yang dimiliki selain melaut, menyebabkan ia sering mengganggur di saat musim barat dan ombak besar. Sebagai nelayan tradisional yang

Page 114: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

114

berpenghasilan rendah ia mencukupi keluarganya dibantu istrinya yang bekerja sebagai pedagang ikan di pasar. Sejak beroperasinya alat tangkap minitrawl di wilayah perairan Paciran ia merasakan sulitnya mencari ikan akibat kelangkaan sumberdaya laut pesisir. Abdurrahim merupakan salah satu nelayan yang ditangkap dan dipenjarakan aparat dalam peristiwa kerusuhan nelayan tahun 1999 (Hasil wawancara dengan Abdurrahim, 5 September 2003, dan 9 dan 28 Juni 2004).

Mahfudoh (35 tahun) seorang tokoh muda nelayan tradisional yang menjadi korban penggunaan alat tangkap minitrawl. Ia tamat sekolah Madrasah Aliyah setingkat Sekolah Menengah Atas. Setelah lulus Madrasah Aliyah ia merantau ke Ambon dan bekerja di perusahaan perikanan milik putra Suharto yang bernama Sigit. Selama bekerja di perusahaan ia merasakan ganasnya alat tangkap trawl yang mampu menangkap ikan besar dan kecil dalam jumlah yang cukup besar. Setelah pulang ia terkenal sangat kritis terhadap pejabat, setiap kali diadakan dialog dengan pemerintah ia selalu berdebat tentang pelanggaran penggunaan alat tangkap minitrawl. Oleh karena kekritisannya, ia dianggap sebagai provokator dalam peristiwa kerusuhan nelayan tahun 1999 (Hasil wawancara dengan Mahfudoh, tanggal 30 Juni 2004).

Selain tokoh dari kalangan nelayan, gerakan nelayan juga melibatkan peranan kyai sebagai tokoh informal (informal leader) seperti K.H Abdurrahman Syamsuri (almarhum), mantan Pimpinan Pondok Pesantren Karang Asem Paciran, K.H Anwar Mu’rob (Pimpinan Pondok Karang Asem Muhammadiyah Paciran) dan H. Khairuman (almarhum), mantan pengurus Pondok Modern Muhammadiyah Paciran. Pola hubungan yang dibangun nelayan dengan tokoh informal di atas didasarkan pada budaya patron-client. Kepatuhan terhadap nasihat kyai (patron) adalah kewajiban yang harus didengarkan nelayan (client). Peranan kyai terlihat setiap kali terjadi konflik antara nelayan Desa Paciran dengan Tunggul, Kranji, Banjarwati dan Weru Kompleks. Keterlibatan para kyai dalam meredakan setiap kali muncul konflik antarnelayan.

Meskipun pola hubungan yang terbangun antara kyai dan nelayan didasarkan pada budaya patron-client, tetapi nelayan tradisional membangun dasar kepercayaan terhadap kyai pada pertimbangan-pertimbangan rasional. Artinya, bahwa tindakan dan perilaku kyai dapat dipercaya nelayan tradisional sepanjang itu benar, tetapi apabila tindakan dan perilaku kyai itu tidak sesuai dengan maksud dan tujuan perjuangan, maka nelayan biasanya tidak mematuhi saran dan nasehat kyai. Nelayan tradisional Paciran kebanyakan menganut faham Muhammadiyah, karenanya pandangan tersebut banyak dipengaruhi nilai-nilai ajaran Muhammadiyah yang lebih mempertimbangkan kebenaran akal pikiran (rasionalitas) (Syamsudduha, 1999: 11-52).

Kepercayaan nelayan terhadap kyai dapat dilihat dalam setiap upaya penyelesaian konflik antara nelayan tradisional dengan nelayan pengguna minitrawl. Setiap penyelesaian konflik yang dimediasi oleh aparatur pemerintah selalu melibatkan peran kyai di dalamnya. Hal ini dapat dilihat dari kesepakatan islah antara nelayan tradisional dengan nelayan penguna minitrawl yang diputuskan bersama kyai tahun 1998 tentang penghapusan penggunaan alat tangkap minitrawl. Selama konflik antarnelayan berlangsung peranan kyai sangat menonjol dalam menyelesaikan konflik.

Kedua, Ideologi gerakan. Gerakan sosial yang dibangun masyarakat selalu memuat unsur keyakinan para pelakunya. Keinginan akan keadilan dan kebebasan

Page 115: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

115

masyarakat dari dominasi kekuasaan atau keinginan akan perubahan nasib yang lebih baik merupakan cita-cita kehidupan yang harus dicapai. Perubahan harus dilakukan dengan tindakan nyata dari pelakunya, sehingga kondisi yang dicita-citakan terwujud. Setiap tindakan selalu didorong oleh keyakinan yang menjadi landasan gerak dan spirit bagi basis massa gerakan. Keyakinan ini dipengaruhi pandangan kebudayaan yang berlaku dalam masyarakatnya.

Nelayan tradisional Paciran mempunyai tradisi keagamaan yang kuat sebagai cermin islam pesisir yang diwariskan secara turun temurun. Dinamika sosial dan agama masyarakat menggambarkan fanatisme keyakinan agama islam secara mendalam di wilayah ini. Gambaran demikian dapat dilihat dari banyaknya pondok pesantren yang berdiri di sepanjang desa-desa pesisir di Kecamatan Paciran, bahkan hampir setiap desa memiliki pondok pesantren. Hal ini membuat Desa Paciran disebut sebagai masyarakat santri karena banyak masyarakat pendatang dari luar daerah yang belajar mendalami ilmu agama islam (Sam, 2005: 13-34).

Pada disi lain, akulturasi antara keyakinan agama islam dengan kehidupan pesisir memunculkan karakteristik sosial masyarakat yang keras, berani, terbuka dan jujur. Keyakinan keagamaan yang kuat, telah membangun perspektif nelayan tradisional Desa Paciran dalam memaknai laut. Bagi nelayan tradisional Paciran sumberdaya laut tidak hanya sekedar untuk kepentingan kebutuhan ekonomi semata. Laut adalah karunia Allah yang harus dimanfaatkan secara adil dan merata dengan memperhatikan kelangsungan (sustainable) ekosistem yang ada di dalamnya. Oleh karenanya, pola pemanfaatan yang eksploitatif terhadap sumberdaya laut merupakan ancaman terhadap kehidupan manusia sekaligus melanggar peringatan Allah.

Tafsir teologis nelayan tradisional dalam memaknai sumberdaya laut merupakan dorongan keyakinan yang kuat dalam melakukan perlawanan terhadap nelayan minitrawl dan aparatur pemerintah. Sebagaimana dituturkan Mahfudoh, sebagai berikut:

Saat terjadi konflik dengan nelayan pengguna alat minitrawl, kita adakan dialog dengan Bupati, waktu itu saya bilang, “Yang merusak laut itu nelayan Desa Tunggul, Kranji, Banjarwati dan Weru Kompleks”, begitu kata saya. Pak Bupati berkata, “Nelayan Weru Kompleks itu agamanya islam, tidak mungkin merusak!”. Saat itu langsung saya bantah, “maaf Pak! Islam itu agamanya, tapi belum tentu ia itu mukmin. Kenapa? Karena Allah berfirman dalam Al-Qur’an bahwa kerusakan lautan dan daratan itu disebabkan oleh ulah manusia. Ini jelas, bahwa laut dirusak manusia sendiri” (Hasil wawancara dengan Mahfudoh di Desa Paciran, tanggal 30 Juni 2004).

Pernyataan di atas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi gerakan perlawanan nelayan Paciran. Fenomena keagamaan masyarakat pedesaan sebagaimana diuraikan Sartono Kartodirdjo merupakan ekspresi protes terhadap keadaan sosial yang tidak adil atau berbagai kekacauan termasuk pemerasan dan penindasan oleh mereka yang menggunakan kekuasaan. Ideologi mereka diliputi oleh lambang keagamaan karena pandangan dunia tentang rakyat pedesaan yang masih dipengaruhi agama.

Page 116: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

116

Keyakinan yang dibangun nelayan tradisional Paciran dalam melakukan aksi perlawanan menggunakan simbol-simbol ideologi gerakan agama. Tafsir-tafsir teks agama yang dilontarkan nelayan tradisional Paciran dijadikan dasar dalam memaknai laut merupakan simbol mereka dalam melakukan perlawanan. Kepercayaan keagamaan masyarakat pedesaan tersebut merupakan ciri ideologi tradisional yang sudah umum digunakan dalam perlawanan masyarakat desa-desa di Jawa (Kartodirdjo, 1973: 5-6).

Ketiga, basis massa gerakan. Basis massa mempunyai peranan sangat menentukan dalam gerakan sosial. Keberhasilan suatu gerakan massa sering dikaitkan dengan jumlah massa pendukung yang terlibat di dalamnya. Intensitas gerakan memerlukan adanya kesadaran massa pendukung yang mampu dimobilisasi secara aktif untuk melakukan tindakan dalam menyampaikan tuntutan yang diinginkan. Massa pendukung gerakan nelayan tradisional adalah nelayan yang dirugikan dengan adanya penggunaan beroperasinya alat tangkap minitrawl di perairan Kecamatan Paciran. Nelayan Paciran yang seluruhnya menggunakan alat tradisional menentang pengoperasian jaring trawl oleh nelayan Weru Kompleks dan sekitarnya.

Basis massa perlawanan nelayan tradisional Paciran terdiri dari para juragan (pemilik perahu jaten), blandong (ABK) dan istri-istri nelayan. Kelompok ini merupakan kelas sosial yang paling merasakan penderitaan penggunaan alat tangkap minitrawl. Kebutuhan dan kepentingan ekonomi di antara mereka saling terkait satu sama lain. Menurunnya pendapatan juragan secara otomatis mempengaruhi pembagian hasil para blandong. Kesulitan yang dirasakan juragan juga dialami blandong, kalau sebelumnya penghasilan blandong di musim udang dapat mencapai Rp.200.000 perhari, tetapi setelah maraknya pengunaan minitrawl, hasil pembagian pendapatan blandong semakin berkurang dan tidak menentu. Hasil pendapatan yang tidak menentu tersebut semakin menambah tekanan ekonomi blandong dalam mencukupi kebutuhan hidup berkeluarga. Oleh karenanya, kesulitan ekonomi yang mereka rasakan memunculkan rasa frustasi. Rasa frustasi ini menjadikan mereka sebagai kelompok tersingkir dalam kehidupan yang akhirnya menyatukan keinginan bersama dalam suatu tindakan atau aksi (Hoffer, 1988: 25-26).

Selain juragan dan blandong, basis massa gerakan nelayan tradisional juga melibatkan istri-istri nelayan. Saat terjadi kerusuhan tahun 1999 para istri nelayan memberi dukungan atas perjuangan suami mereka. Para istri nelayan ini rela menyerahkan diri kepada pihak aparat keamanan untuk turut serta dipenjarakan bersama suaminya. Meskipun ada keinginan kuat, tetapi akhirnya tindakan mereka dicegah oleh kyai. Peristiwa kerusuhan 1999 juga melibatkan kelompok di luar nelayan seperti tukang becak, sopir, dan kernet.

Menurut Eric Hoffer, tekanan sosial ekonomi merupakan faktor eksternal yang menggugah kesadaran basis massa untuk berkorban dalam suatu aksi. Kondisi ini menjadi kekuatan luar biasa yang mendorong basis massa nelayan untuk melakukan perlawanan kolektif.

Kehidupan keseharian dalam menaklukkan ganasnya kehidupan laut memunculkan perasaan senasib di antara nelayan. Persamaan senasib memunculkan solidaritas yang kuat dalam komunitas nelayan, sehingga setiap kali masalah muncul selalu dijadikan agenda bersama. Faktor kebersamaan merupakan modal utama nelayan

Page 117: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

117

dalam melakukan tekanan-tekanan bagi kelompok-kelompok kepentingan lain, seperti nelayan minitrawl dan aparatur pemerintah atau institusi negara seperti Pemerintah Kabupaten, Kantor Kecamatan dan Dinas Perikanan.6. Simpulan

Konflik pengelolaan sumberdaya pesisir di pantai utara pulau Jawa mulai marak terjadi selama masa pemerintahan Orde Baru. Sejak kebijakan modernisasi perikanan diberlakukan pada tahun 1970, pemerintah Orde Baru mulai melakukan mobilisasi teknologi alat tangkap dan modal usaha untuk pengembangan sektor perikanan. Meskipun program pembangunan di sektor perikanan pada mulanya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat pesisir, namun kenyataan di lapangan menunjukkan terjadinya kesenjangan antara nelayan tradisional dengan nelayan semi modern di wilayah pantai utara pulau Jawa.

Daftar Pustaka

BukuArif Satria. 2001. Dinamika Modernisasi Perikanan Formasi Sosial dan Mobilitas Sosial

Nelayan. Bandung: HUP Pres.

Dahrendorf, Ralf. 1981. Konflik dan Konflik dalam Masyarakat Industri Sebuah Analisa Kritik, Jakarta: Pustaka Jaya.

Georde Junus Aditjondro. 2004. Kayu Hitam, Bisnis Pos Penjagaan, Perdagangan Senjata dan Proteksi Modal Besar Ekonomi Politik Bisnis Militer di Sulawesi Bagian Utara, dalam Wacana. Negeri Tentara Membongkar Politik Ekonomi Militer. Yogyakarta: Insist Pres.

Hardin, Garret. 1977. “The Tragedy of the Commons”, dalam Garret Hardin dan John Baden (eds.), Mananging the Commons, San Fransisco: W.H. Freeman and Company.

Hoffer, Eric. 1988. Gerakan Massa.Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Ihdal Kasim dan Endang Suhendar. 1997. Kebijakan Pertanahan Orde Baru:

Mengabaikan Keadilan Demi Pertumbuhan Ekonomi. Dalam Tanah dan Pembangunan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Indria Samego, (ed). 1998. Bila ABRI Berbisnis. Bandung: Mizan. 1998 ……… Bila ABRI Menghendaki”: Desakan Kuat Reformasi Atas Konsep Dwi Fungsi ABRI. Bandung: Mizan.

Kusnadi. 2000. Nelayan: Strategi dan Adaptasi Sosial. Bandung: HUP. _______. 2002. Konflik Sosial Nelayan Kemiskinan dan Perebutan Sumberdaya

Perikanan. Yogyakarta: LKiS. _______, 2003. Akar Kemiskinan Nelayan.Yogyakarta: LKiS. Kelompok Penelitian Agro-ekosistem (KEPAS), Pengelolaan dan Pola Perubahan

Kawasan Pantai Utara Jawa Studi Kasus Penelitian Agro-ekosistem. Jakarta: Tanpa Penerbit, 1987.

Page 118: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

118

Klandermans, Bert. 2005. Protes Dalam Kajian Psikologi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Masyhuri. 1995. Pasang Surut Usaha Perikanan Laut Tinjauan Sosial Ekonomi Kenelayanan Di Jawa dan Madura. 1850-1940, Amsterdam: Amsterdam University.

Sartono Kartodirjo. 1984. Pemberontakan Petani Banten 1888. Jakarta: Pustaka Jaya. _________. 1993. Messianisme Dan Millenarisme Dalam Sedjarah Indonesia,

Jogjakarta. Seksi Penelitian Djurusan Sedjarah Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gajah Mada. Lembaran Sedjarah. edisi Juni.

S. Syamsudduha, 1999. Konflik Rekonsiliasi NU-Muhammadiyah sebuah Kajian Kontemplatif. Surabaya: Bina Ilmu.

Surat kabarBhirawa. 1998. ‘Bentrokan Nelayan di Lamongan 6 Kapal di Bakar Dan Puluhan Rumah Rusak’,

Mei 4.1998 ‘Kesenjangan Nelayan Tradisional dan Modern Larang Jaring Minitrawl Perlu

Diperlakukan Kembali’, Mei14.Duta Masyrakat, 1999. ‘Bupati Faried Tak Mau Disalahkan’, September 11.

Jawa Pos1999 ‘Amuk Massa Nelayan di Lamongan’, September 4.1999 ‘Kredit 2 Miliyar untuk Nelayan Kecil, Gubernur Heran Lihat Bekas

Kerusuhan Paciran’, September 6.1999 ‘Nelayan Ngamuk, Bakar Kantor Pemerintah’, September 3.1999 ‘Pangdam Larang Gunakan Minitrawl’, September 4.

Kompas2003 ‘Nelayan Memintak Penertiban “Minitrawl”, Juli16.2002 ‘Nelayan Tradisional Melawan “Minitrawl”, April 8.1998 ‘Ribuan Nelayan Lamongan Bentrok’, Mei 4.

Karya Darma1998 ‘Brimob Masih Berjaga-jaga Setelah Bentrok Antar Nelayan Di Pantura’, Mei 5.Memorandum1998 ‘Bentrok Nelayan Pantura Lamongan Diislahkan “Saya Ingin Selesai Seperti

Germo Nguwok”, Mei 8.1999 ‘DPRD Jangan Hanya Tidur, SOR Kembali Demo Kasus Paciran’, September

16.

Surabaya Post1999 ‘Kasus Paciran Mulai Disidangkan’, Oktober 21.1998 ‘Ketegangan Nelayan Paciran Masih Berlanjut’, Mei 4.

Page 119: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

119

1999 ‘Penggunaan Trowl Dapat ‘Simpati’ Pejabat’, September 16.1998 ‘Bentrok, 5 Perahu Motor Warga Kranji Dibakar, Mei 3.

Surya1998 ‘Mengenang 429 Tahun Kelahiran Lamongan, Majapahit Nilai Lamongan

Strategis’, Mei 25.1998 ‘Nelayan Paciran Dan Kranji Damai’, Mei 9.1999 ‘Tuntut 42 Tersangka Rusuh Paciran Dilepas’, September 15.

Tabloid Oposisi1999 ‘Rusuh Paciran Gara-gara Faried’, September 19.1999 ‘SOR Desak Penyelesaian Paciran’, September 16.

Arsip-arsipKeputusan Menteri Pertanian No. 392/KPTS/IK.120/4/99 tentang jalur-jalur

penangkapan ikan.Undang-Undang Nomor. 39 Tahun 1980 tentang larangan penggunaan minitrawl dan

alat sejenisnya.

WawancaraWawancara dengan Abdurrahim di Desa Paciran, tanggal 5 September 2003, 9 dan 28

Juni 2004.Wawancara dengan Adenan (Nelayan Minitrawl Desa Weru) di Desa Weru, tanggal 17

Juni 2004.Wawancara dengan Mohammad Aly di Desa Paciran, tanggal 19 Juni 2004.Wawancara dengan Matemu (Nelayan Minitrawl Desa Weru) di Desa Weru, tanggal 17

Juni 2004.Wawancara dengan Mahfudoh di Desa Paciran, tanggal 30 Juni 2004

Page 120: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

120

PENGAKUAN DAN PENGINGKARAN TERHADAP HAK ATAS TANAH ULAYAT MASYARAKAT ADAT

Oleh: Risa Shoffia, S.H., M.H. Fakultas Pendidikan Ilmu Sosial Jurusan PKN, IKIP PGRI Jember

Abstrak

Tanah mempunyai arti yang sangat penting dalam kehidupan manusia baik untuk kehidupan maupun tempat peristirahatan yang terahir. Hukum adat memberikan penilaian dan penghargaan pada tanah sedemikian rupa sehingga tanah menjadi jenis benda yang sangat istimewa dan mendapat perlakuan khusus dalam pengaturan hukumnya. Tanah adalah benda yang bernilai tinggi, karena tanah dianggap mengandung aspek spiritual bagi masyarakat adat.

Tanah merupakan sesuatu yang berhubungan dengan para leluhurnya, karena tanah bagi masyarakat adat mempunyai nilai khusus dan sangat penting dalam penghidupannya (Hassan, 1997: 23).

Tanah juga mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social asset, tanah di kalangan masyarakat (masyarakat Hukum Adat) Indonesia nerupakan sarana pengikat kesatuan sosial untuk hidup dan berkehidupan di atas tanah. Sebagai capital asset, tanah merupakan faktor modal dalam pembangunan ekonomi, Yulis, (2000: 9).

Menyingkapi hak ulayat secara arif merupakan suatu keniscayaan. Komitmen untuk menghormati dan melindungi hak ulayat masyarakat adat tidak dapat dilihat dari sudut pandang regional dan nasional semata, karena hal ini telah merupakan perhatian global sebagaimanapun terwujud dalam berbagai peraturan/konvensi internasional, maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Secara umum, pengertian hak ulayat utamanya berkenaan dengan hubungan hukum antara masyarakat hukum adat dengan tanah dalam lingkungan wilayahnya. Hubungan hukum tersebut berisi wewenang dan kewajiban. Dalam pengertian tanah dan lingkungan wilayahnya itu mencakup luas kewenangan masyarakat adat berkenaan dengan tanah, termasuk segala isinya, yakni perairan, tumbuh-tumbuhan dan binatang dalam wilayahnya yang memenuhi sumber kehidupan dan mata pencahariannya. Pemahaman ini penting karena pada umumnya pembicaraan mengenai tanah ulayat hanya difokuskan pada hubungan hukum dengan tanahnya saja.

Keywords: Hak, Pengakuan, Pengingkaran, Tanah Adat (Ulayat), Pertambangan.

I. Pendahuluan

Melaksanakan kebijaksanaan mengenai penyediaan dan pemberian tanah untuk keperluan perusahaan-perusahaan itu menyangkut aspek-aspek sosial, politik, psikologi, dan Hankamnas atas dasar asas-asas pembangunan nasional dan wawasan nusantara.

Page 121: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

121

Sedangkan pelaksanaan pengadaan/pembebasan tanah selanjutnya tetap harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan mendahulukan prinsip-prinsip musyawarah antara pihak-pihak yang bersangkutan sehingga tidak timbul permasalahan dikemudian hari.

Pertambangan di atas tanah adat (ulayat) dikualifikasikan sebagai pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Landasan kebijaksanaan sebagaimana yang dimaksud adalah Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 3, bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Garis-Garis Besar Haluan Negara yang ditetapkan dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No. IV/MPR/1973 dan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Falsafah atau konsepsi hukum yang mengkristal sebagai nilai-nilai hukum yang melandasi pembentukan asas, lembaga, dan sistem pengaturan hukum itu disebut sebagai derivasi nilai. Falsafah hukum tanah nasional yang komunalistik religius sebagaimana tersirat dalam Pasal 1 butir 1 dan 2 UUPA diturunkan ke dalam beberapa asas hukum tanah nasional. Beberapa asas hukum yang lahir dari falsafah/konsepsi komunalistik religius ini, seperti : a) asas nasionalitas subjek hak atas tanah, b) asas pemerataan keadilan, c) asas penggunaan tanah dan pemeliharaan lingkungan hidup, d) asas kekeluargaan dan kegotongroyongan dalam penggunaan tanah, e) asas pemisahan horisontal dalam hubungannya dengan bangunan dan tanah di atasnya, f) asas hubungan yang berkarakter publik antara negara dengan tanah. Salah satu asas tersebut adalah asas fungsi sosial hak atas tanah sebagaimana dalam Pasal 6 UUPA.

Pengaturannya terkait dengan tanah hak ulayat masyarakat adat di dalam peraturan perundang-undangan tersebut masih belum jelas dalam hal perlindungannya. Dalam hal ini permasalahan yang timbul adalah sejauh mana perlindungan, pengakuan terhadap hak ulayat tersebut dapat diimplementasikan secara riil di lapangan ketika terjadi kasus yang melibatkan tanah adat tersebut. Dan sebaliknya, sejauh mana pula adanya pengingkaran hak ulayat dalam peraturan perundang-undangan.

2. Pembahasan

2.1 Pengakuan, Penghormatan dan Perlindungan Hak Ulayat dalam Peraturan Perundang-Undangan.Dalam perkembangannya, berbagai konvensi internasional yang memuat

penghormatan dan perlindungan hak-hak adat, antara lain:a. The United Nation Charter (1945).b. The Universal Declaration of Human Right (1948).c. The United Nation on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide

(1951).d. Recommendation 104: ILO Recommendation Concerning the Protection and

Integration of Indigenous and Other Tribal and Semi-Tribal Populations In Independent Countries (1957).

Page 122: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

122

e. Convention 107: Convention Concerning the Protection and Integration of Indigenous and Other Tribal and Semi-Tribal Populations In Independent Countries (1957), International Labor Organization (ILO).

f. The International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (1966).

g. The International Covenant on Civil and Political Right (1966).h. The International Covenant on Economic, Social, Cultural Rights (1966).i. Convention 109: Convention Concerning Indigenous and Tribal and People In

Independent Countries (1989), International Labor Organization (ILO).j. Rio Declaration on Environment and Development (1992).k. Agenda 21 (UN Conference on Environment and Development (1992).l. Technical Review of the UN draft Declaration on the Right of Indigenous Peoples,

as Agreed Upon by the Members of Working Group at its Eleventh Session, UN Doc. E/ CN. 4Sub.2/1994/Add.1 (20 April 1994).

m. UU No. 41/1999 tentang Kehutanan.Pasal 1 huruf f, “Hutan adat adalah hutan Negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat”.Pasal 4 ayat (3), “Penguasaan hutan oleh Negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional”.Pasal 34, “Pengelolaan kawasan hutan untuk tujuan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat diberikan kepada: a. masyarakat hukum adat, b. lembaga pendidikan, c. lembaga penelitian, dan c. lembaga sosial dan keagamaan”.Pasal 37 ayat (1), “Pemanfaatan hutan adat dilakukan oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan, sesuai dengan fungsinya”.Pasal 37 ayat (2), ‘Pemanfaatan hutan adat yang berfungsi lindung dan konservasi dapat dilakukan sepanjang tidak mengganggu fungsinya”.Pasal 67 ayat (1), “Masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya berhak: a. melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat adat yang bersangkutan, b. melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan undang-undang. C. mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya”.

n. UU No. 22/2001 tentang MIGASPasal 34 ayat (1), “Dalam hal Badan Usaha atau Bentuk Badan Usaha Tetap akan mengunakan bidang-bidang tanah hak atau tanah Negara dalam wilayah kerjanya, Badan Usaha atau Badan Usaha Tetap yang bersangkutan wajib terlebih dahulu mengadakan penyelesaian dengan pemegang hak atau pemakai tanah di atas tanah negara, sesuai dengan ketentuan peratuan perundang-undangan yang berlaku”.Pasal 34 ayat (2), “Penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara musyawarah dan mufakat dengan cara: 1. Jual-beli, tukar-menukar, ganti

Page 123: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

123

rugi yang layak, 2. Pengakuan atau bentuk penggantian yang lain kepada pemegang hak atau pemakai tanah di atas tanah Negara”.Penjelasan Pasal 34 ayat (2), “Yang dimaksudkan dengan pengakuan dalam ketentuan ini adalah pengakuan atas hukum adat di suatu daerah, sehingga penyelesaiannya dapat dilakukan melalui musyawarah dan mufakat berdasarkan hukum adat yang bersangkutan”.

o. UUD 1945 Perubahan Kedua (Tahun 2000), antara lain:Pasal 18 B Ayat (2), “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat baserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan Prinsip Negara Kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang”.Pasal 28 I Ayat (3): “Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban”.

p. TAP MPR No. IX/MPR/2001 Tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.Pasal 4, Pembaharuan Agraria dan pengelolaan SDA harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip:1. Memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan RI.2. Menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.3. Menghormati supremasi hukum dengan mengakomodasikan

keanekaragaman dalam unifikasi hukum.4. Mensejahterakan rakyat, terutama melalui kualitas sumber daya menusia

Indonesia.5. Mengembangkan demokrasi, kepatuhan hukum, transparansi dan

optimalisasi partisipasi masyarakat.6. Mewujudkan keadilan termasuk kesetaraan jender dalam penguasaan,

pemilikan, penggunaan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya agraria/ sumber daya alam.

7. Memberi keberlanjutan yang dapat memberi manfaat yang optimal baik untuk generasi sekarang maupun generasi mendatang, dengan tetap memperhatikan daya tampung dan daya dukung lingkungan.

8. Melaksanakan fungsi sosial, kelestarian dan fungsi ekologis sesuai dengan kondisi budaya setempat.

9. Meningkatkan keterpaduan dan koordinasi antar sektor pembangunan antar daerah dalam pelaksanaan pembaharuan agraria dan pengelolaan sumber daya alam.

10. Mengakui, menghormati dan melindungi masyarakat hukum adat dan keragaman budaya bangsa atas sumber daya agraria/sumber daya alam.

11. Mengupayakan keseimbangan hak dan kewajiban Negara, pemerintah (pusat, daerah, provinsi, kabupaten/kota, dan desa atau yang setingkat), masyarakat dan individu.

12. Melaksanakan desentralisasi berupa pembagian kewenangan di tingkat nasional, daerah provinsi, kabupaten/kota dan desa atau yang setingkat,

Page 124: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

124

berkaitan dengan alokasi pengelolaan sumber daya agraria/sumber daya alam.

q. UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.Pasal 5 ayat (3)“Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya ”.Pasal 6 ayat (1)“Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan pemerintah ”.Pasal 6 ayat (2) “Identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman ”.

2.2 Pengingkaran Hak Ulayat dalam Peraturan Perundang-Undangan. a. UU No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadan Tanah Bagi Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum.Hal tersebut dapat terlihat dari beberapa ketentuan dari pasal-pasal di

bawah ini:Pasal 41 (1) Ganti Kerugian diberikan kepada Pihak yang Berhak berdasarkan hasil

penilaian yang ditetapkan dalam musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) dan/atau putusan pengadilan negeri/Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (5).

(2) Pada saat pemberian Ganti Kerugian Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian wajib:a. Melakukan pelepasan hak; danb. Menyerahkan bukti penguasaan atau kepemilikan Objek Pengadaan

Tanah kepada instansi yang memerlukan tanah melalui Lembaga Pertanahan.

(3) Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan satu-satunya alat bukti yang sah menurut hukum dan tidak dapat diganggu gugat di kemudian hari.

(4) Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian bertanggung jawab atas kebenaran dan keabsahan bukti penguasaan atau kepemilikan yang diserahkan.

(5) Tuntutan pihak lain atas Objek Pengadaan Tanah yang telah diserahkan kepada Instansi yang memerlukan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi tanggung jawab Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian.

(6) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 42

Page 125: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

125

(1) Dalam hal Pihak yang Berhak menolak bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian berdasarkan hasil musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, atau putusan pengadilan negeri/Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Ganti Kerugian dititipkan di pengadilan negeri setempat.

(2) Penitipan Ganti Kerugian selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga dilakukan terhadap:a. Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian tidak diketahui

keberadaannya; ataub. Objek Pengadaan Tanah yang akan diberikan Ganti Kerugian:

1. Sedang menjadi objek perkara di pengadilan;2. Masih dipersengketakan kepemilikannya;3. Diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang; atau4. Menjadi jaminan di bank.

Reformasi sejak tahun 1989 hanya memberikan setengah penyelesaian kepada pengakuan hukum terhadap masyarakat hukum adat ini, Pada suatu sisi telah ada pengakuan konstitusional secara formal terhadap masyarakat hukum adat, seperti tercantum dalam Pasal 18 B ayat (2) dan Pasal 28 I ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 serta Pasal 6 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia; tetapi pada sisi yang lain, pengakuan tersebut selain masih digondeli dengan berbagai persyaratan yang menyebabkan pengakuan terhadap masyarakat hukum adat tersebut hampir tidak ada artinya, juga oleh karena masih berlakunya sebagai hukum positif berbagai undang-undang organik yang melanggar hak masyarakat hukum adat tersebut, dan belum adanya rancangan undang-undang yang disiapkan secara sungguh-sungguh untuk melindungi eksistensi, hak tradisional serta posisi ketatanegaraan masyarakat hukum adat ini.

Tinjauan singkat tersebut di atas jelaslah bahwa perlindungan terhadap hak masyarakat hukum adat tidaklah terbatas pada atau bukanlah hanya merupakan masalah merumuskan definisi yang tepat terhadap apa dan siapa masyarakat hukum adat itu, tetapi justru merumuskan secara lebih jernih posisi ketatanegaraannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara menyeluruh.

Oleh karena selama ini belum ada perlindungan dan pembinaan yang sungguh-sungguh terhadap masyarakat hukum adat ini, sampai saat ini belum ada data yang otentik tentang berapa persisnya jumlah masyarakat hukum adat yang ada di Indonesia. Hal ini berbeda jauh dengan Republik Filipina, yang dengan adanya The Indigenous Peoples’ Rights Act 1997 telah membentuk sebuah komisi nasional hak masyarakat hukum adat, serta mendata secara persis bukan hanya jumlah masyarakat hukum adat serta lokasinya, tetapi juga ancestral lands menjadi hak tradisional mereka.

Prof Mr Dr Soepomo, seorang ahli hukum adat lulusan Universitas Leiden, yang menjadi perancang Undang-Undang Dasar 1945, memasukkan pengakuan terhadap eksistensi, hak tradisional serta posisi ketatanegaraan masyarakat hukum adat dalam Penjelassan Pasal 18 Undang-Undang dasar 1945, tanpa persyaratan sama sekali. Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 tersebut dapat dipandang sebagai

Page 126: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

126

original intent dari para Pendiri Negara, yang secara hukum mengikat sesuai dengan asas pacta sunt servanda.

Adalah jelas bahwa sesungguhnya pemberian conditionalities dalam sebuah undang-undang organik, yang tidak terdapat bahkan bertentangan dengan unconditional recoqnition dalam Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai original intent dari para Pendiri Negara, adalah batal demi hukum (van rechtswege nietig). Pemberian conditionalities dalam undang-undang tersebut berlanjut secara terus-menerus sejak tahun 1960 dan meningkat secara luar biasa sejak tahun 1970 sampai sekarang.

Dewasa ini timbul suatu masalah teoritikal yang lumayan mendasar, yaitu bahwa conditionalities terhadap masyarakat hukum adat yang bermula pada undang-undang organik tersebut bukannya dikoreksi, tapi malah ‘diangkat ke atas’ dalam Pasal 18 B Undang-Undang Dasar 1945, yang berarti bahwa baik anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat RI maupun Undang-Undang Dasar 1945 pasca Amandemen telah melanggar original intent dari apa Pendiri Negara. Seyogyanya materi ini harus dirapikan kembali dalam Amandemen Kelima yang sedang diperjuangkan oleh Dewan Perwakilan Daerah RI.

Prof Natabaya, (2008: 2) mengutip pengertian masyarakat hukum adat yang diajukan oleh Pro.Mr Hazairin, dan Surojo Wignjodipuro. Menurut Hazairin ”kesatuan-kesatuan kemasyarakatan yang mempunyai kelengkapan-kelengkapan untuk sanggup berdiri sendiri, yaitu mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa dan kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua anggotanya”. Sedangkan Surojo menyebut masyarakat hukum adat sebagai persekutuan yang “merupakan kesatuan-kesatuan yang mempunyai tata susunan yang teratur dan kekal, memiliki pengurus sendiri dan kekayaan sendiri, baik kekayaan materil maupun kekayaan immaterial”.

Peraturan perundang-undangan Nasional Republik Indonesia memberikan seperangkat conditionalities terhadap pengakuan masyarakat hukum adat, yaitu 1) sepanjang masih hidup; 2) sesuai dengan perkembangan masyarakat; 3) sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Terhadap conditionalities ini, Prof Natabaya menjelaskan pendapat Mahkamah Konstitusi pada tahun 2007 sebagai berikut:1. Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa suatu kesatuan masyarakat hukum adat

untuk dapat dikatakan secara de facto masih hidup (actual existence) baik yang bersifat territorial, genealogis, maupun yang bersifat setidak-tidaknya mengandung unsur (i) adanya masyarakat yang warganya memiliki perasaan kelompok (in-group feeling); (ii) adanya pranata pemerintahan adat; (iii) adanya harta kekayaan dan/atau benda-benda adat; dan (iv) adanya perangkat norma hukum adat. Khusus pada kesatuan masyarakat hukum adat yang bersifat teritorial juga terdapat unsur (v) adanya wilayah tertentu.

2. Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya dipandang sesuai dengan perkembangan masyarakat apabila masyarakat hukum adat tersebut keberadaannya diakui sebagai pencerminan perkembangan nilai-nilai yang dianggap ideal dalam masyarakat dewasa ini, baik

Page 127: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

127

dalam undang-undang yang bersifat umum maupun bersifat sektoral, seperti bidang agrarian, kehutanan, perikanan, dan lain-lain maupun dalam peraturan daerah, serta substansi hak-hak tradisional tersebut diakui oleh warga masyarakat yang bersangkutan maupun masyarakat yang lebih luas, serta tidak bertentangan dengan hak asasi manusia.

3. Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa satu kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia apabila kesatuan masyarakat hukum adat tersebut tidak mengganggu eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai kesatuan politik dan kesatuan hukum yaitu keberadaannya tidak mengancam kedaulatan dan integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia dan substansi norma hukum adatnya sesuai dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, Natabaya, (2008:2).Setelah mengadakan kajian dari perspektif hak asasi manusia serta berbagai

instrument hukum internasional, untuk kepentingan pelaksanaan tugasnya, pada tahun 2005 komisioner hak masyarakat hukum adat menyusun sebuah kertas posisi, yang merumuskan pengertian masyarakat hukum adat sebagai berikut:“Yang dimaksud dengan dengan ‘masyarakat hukum adat’ atau istilah lain yang sejenis dengan itu seperti ‘masyarakat adat’ atau ‘masyarakat tradisional’ atau the indigenous peoples – dalam kertas posisi ini adalah suatu komunitas antropologis yang bersifat homogeni dan secara berkelanjutan mendiami suatu wilayah tertentu, mempunyai hubungan historis dan mistis dengan sejarah masa lampau mereka, merasa dirinya dan dipandang oleh pihak luar berasal dari satu nenek moyang yang sama, dan mempunyai identitas dan budaya yang khas yang ingin mereka pelihara dan lestarikan untuk kurun sejarah selanjutnya, serta tidak mempunyai posisi yang dominan dalam struktur dan sistem politik yang ada” (Dr. Saafroedin BAHAR (Ketua Dewan Pakar Sekretariat Nasional Masyarakat Hukum Adat (Seknas MHA); Komisioner Komnas HAM 1995-2007).

b. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA).Sampai sekitar tahun 1960, pengakuan konstitusional terhadap masyarakat hukum

adat ini tidak banyak dipersoalkan, apalagi digugat. Sebagian faktor penyebabnya adalah karena jaminan tersebut dianggap sudah seyogyanya demikian, sebagian lagi oleh karena Republik masih sibuk dengan perang kemerdekaan.

Namun perlindungan terhadap eksistensi dan hak masyarakat hukum adat ini merosot tajam sejak tahun 1960, seiring dengan meningkatnya kepentingan negara terhadap sumber daya alam, yang bagaimanapun juga berada dalam wilayah ulayat masyarakat hukum adat, terutama di luar pulau Jawa. Dengan berbagai peraturan perundang-undangan, negara mengembangkan berbagai kebijakan, yang intinya adalah mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak-hak tradisional serta hak sejarah masyarakat hukum adat yang ada.

Secara retrospektif dapat dikatakan bahwa sengaja atau tidak sengaja, seluruh kebijakan negara yang mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak-hak tradisional serta hak sejarah masyarakat hukum adat tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Secara khusus perlu kita catat sikap ambivalen yang dianut oleh Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Agraria

Page 128: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

128

terhadap hukum adat dan masyarakat hukum adat. Pada suatu sisi, undang-undang ini secara tegas menyatakan bahwa hukum adat merupakan sumber dari hukum agraria nasional kita. Namun pada sisi lain, eksistensi masyarakat hukum adat yang merupakan konteks sosiokultural lahirnya hukum adat tersebut dibebani dengan beberapa kondisionalitas, yang cepat atau lambat membuka peluang untuk dinafikannya masyarakat hukum adat tersebut. (The Republic of Indonesia. 2006. Indigenous Peoples: The Structural Relationship among Tribal Groups, Nations and the State, From A Human Rights Perspective. The Indonesian National Commission of Human Rights, Jakarta).

Perubahan konsep (manipulasi penafsiran UUPA), Perubahan konsep ini dilakukan dalam upaya membangun konsep bahwa pemerintah masih konsisten dengan UUPA. Konsep-konsep dalam UUPA telah digunakan, tetapi maknanya ditafsirkan sesuai dengan kebutuhan. Misalnya, dewasa ini berkembang penyalahartian fungsi sosial (lihat arah kebijakan pertanahan repelita v) dari yang dimaksud dalam UUPA, atau dalam hal pendaftaran tanah, yang dimaksud dengan fungsi sosial menurut Pasal 6 UUPA adalah bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang dalam penggunaannya tidak boleh semata-mata untuk kepentingan pribadi atau menimbulkan kerugian kerugian pada orang lain.

Penggunaan tanah tersebut harus sedapat mungkin memberikan manfaat kepada pemiliknya, masyarakatnya dan juga Negara. Hal ini tidak berarti bahwa kepemilikan perorangan secara mentah-mentah terdesak oleh kepentingan umum, kerena pada dasarnya UUPA juga memperhatikan kepentingan perorangan maupun kepentingan dari masyarakat adat. Kepentingan keduanya itu harus bejalan seimbang, terlebih lagi pengadaan tanah itu harus memperhatikan pihak-pihak yang secara ekonomis lemah.

Akan tetapi penggunaan arti tanah sebagai fungsi sosial menjadi tidak jelas dan menjelma kuat dengan pengertian “untuk kepentingan umum”, kalau semula fungsi sosial adalah masalah tanah untuk penggunaannya saja sehingga tidak seorangpun dapat mencabut hak atas tanah yang melekat pada seseorang kecuali dengan Undang-Undang. Tetapi sekarang fungsi sosial berarti pengalihan hak atas tanah untuk kepentingan pembangunan. Pengertian dari penyalahartian “pembangunan” itulah yang pada akhirnya kurang tepat dan berakibat tidak tercapainya asas keadilan sosial Sila V dari Pancasila. Permasalahan yang terjadi itu dikarenakan, secara konstitusional UUPA masih sebagai acuan kebijakan tetapi substansi yang dikandungnya ditafsirkan sesuai dengan kebutuhan. Atau dengan kata lain, pemerintah itu mengambil pasal-pasal dalam UUPA sepenggal-sepenggal yaitu untuk kepentingan investasi saja dan tidak secara utuh dijalankan sebagaimana layaknya sebuah dasar kebijakan.

Perubahan konsep yang menjadikan tanah ulayat secara langsung lebur menjadi tanah Negara. Hal ini dapat dibuktikan jika kita mengkaji pada Pasal 11 ayat (2) UUPA yang berisi, “Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat yang perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan ekonomi lemah”. UUPA telah memenuhi prinsip keadilan yang mana juga mengakui adanya suatu keadaan yang khusus sehingga dari keadaan yang khusus tersebut juga memerlukan pengaturan yang berbeda atas dasar tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.

Page 129: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

129

Atas dasar Pasal 11 UUPA, maka kemudian merujuk pada Pasal 58 UUPA yang merupakan Pasal peralihan yang bersifat umum, berisi: “Selama peraturan-peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini belum berlaku, maka peraturan-peraturan, baik yang bersifat tertulis maupun yang tidak tertulis mengenai bumi, air serta kekayaan alam yang ada di dalamnya dan hak-hak atas tanah, yang ada pada mulai berlakunya Undang-Undang ini, tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dari ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang ini serta diberi tafsiran sesuai”.

Beranjak dari beberapa peraturan dari UUPA di atas, maka mutlak menjadi berlaku kembali beberapa peraturan di bawah ini, yaitu:a) Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1973; “Dengan tindakan

pencabutan itu hendaknya bekas pemilik/pemegang hak atas tanah tidak mengalami kemunduran, baik dalam bidang sosial maupun pada tingkat ekonominya”

b) Pasal 6 ayat (2) Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1973 Tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian Oleh Pengadilan Tinggi Sehubungan Dengan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya;

c) “Rencana pembangunan orang-orang yang hak atas tanahnya dicabut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c, Undang-Undang No. 20 Tahun 1961 (Lembaran Negara RI Tahun 1961 Nomor 288), oleh yang berkepentingan harus diusahakan sedemikian rupa agar mereka yang dipindahkan itu tetap dapat menjalankan kegiatan usahanya/mencari nafkah kehidupan yang layak seperti semula”

d) KEPRES No. 53 Tahun 1989 yang telah di ubah menjadi KEPRES No. 55 Tahun 1993; “... Untuk memperhatikan kepentingan bekas pemilik yang tanahnya digunakan untuk kawasan industri, dengan cara memberi ganti rugi yang layak berdasarkan musyawarah atau memberi penggantian tanah di lokasi yang lainnya yang nilainya seimbang dengan tanah yang dibebaskan”.

Selain hal tersebut di atas, dalam UUPA mengenai kewenangan masyarakat adat terhadap hak atas tanah merupakan kewenangan limpahan semata dari kewenangan hak menguasai negara. Kesimpulannya, penghormatan terhadap kewenangan masyarakat adat atas hak atas tanah tidak ada. Yang ada hanyalah penghormatan terhadap kewenangan pemerintah di bidang pertanahan dalam lingkup nasional. Hal ini dapat dibuktikan dalam:Pasal 2 ayat (4) UUPA:

“Hak menguasai dari negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah”.Pasal 3 UUPA:

“Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2, pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi ”.Pasal 5 UUPA:

Page 130: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

130

“Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas kesatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-undang ini dengan peraturan perundang-undangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama”.

Dikaji dari pasal-pasal di atas, masyarakat adat menurut kenyataannya masih ada maka masyarakat adat juga tetap diakui, tetapi jika tanah ulayat tersebut dibutuhkan oleh pemerintah maka dalam rangka kepentingan umum maka pemerintah memandang masyarakat adat sama dengan pemilik hak atas tanah lainnya. Maka negara secara konsisten dan terarah mengikis keberadaan hak ulayat masayarakat adat terutama jika terkait dengan proyek pembangunan. Hal ini dapat dibuktikan:

Pasal 2 KepMen Agraria/Kepala BPN No. 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Hak Ulayat Masyarakat Adat mengenai eksistensi keberadaan masyarakat adat dapat dilihat dari beberapa ciri: adanya tatanan atau kebiasaan-kebiasaan adat yang masih tetap berlaku; adanya hak ulayat yang menjadi tempat tinggal masyarakat adat; adanya fungsionaris adat.

Pasal 3 KepMen Agraria/ Kepala BPN No. 5 Tahun 1999, bahwasanya ketentuan dalam Pasal 2 di atas menjadi tidak berlaku jika; telah ada hak perseorangan yang diatur dalam UUPA; telah ada pembebasan atau pengadaan tanah yang dilakukan oleh pemerintah.

Kemudian jika dikembalikan pada UUPA, terutama Pasal 22 ayat (1) “Terjadinya hak milik oleh masyarakat adat diatur Peraturan Pemerintah”. Pasal 22 ayat (2) UUPA “Selain menurut cara yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini hak milik terjadi karena: (a) Penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. (b) Ketentuan undang-undang. Pasal 46 ayat (1) “Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan hanya dapat dipunyai oleh warga negara Indonesia dan diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Kesimpulannya keadilan distributif tidak terkandung dalam Perpres 65 Tahun 2006 melainkan hanya keadilan korektif semata.

Hukum yang tertuang dalam suatu peraturan perundang-undangan haruslah memuat tentang asas keadilan sosial, dimana konsep dari keadilan itu sendiri adalah suatu ekuilibrium dari konsep budaya, maksudnya dalam peraturan tersebut harus mencakup keadilan distributif dan keadilan korektif, tidak bisa hanya mengandung keadilan distributif saja dan meninggalkan keadilan korektif karena yang disebut adil adalah memberikan suatu perlakuan yang sama pada suatu hal yang sama dan memberlakukan berbeda pada suatu hal yang berbeda pula, jika suatu hal yang berbeda tetapi diberlakukan sama maka dan dapat dipastikan bahwa semangat dari asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia belum tercapai, hal ini dikarenakan ketidaktepatan penafsiran asas pengadaan tanah untuk kepentingan umum tanpa memperhatikan suatu kekhususan dari hak atas tanah yaitu hak ulayat.

Sudah barang tentu, sebagai dokumen yang non-legally binding, deklarasi ini tidak memerlukan ratifikasi, namun norma-norma yang terkandung di dalamnya bermanfaat sebagai salah satu rujukan hukum internasional yang dapat dipegunakan

Page 131: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

131

untuk membentuk sebuah rancangan undang-undang tentang hak masyarakat hukum adat.

2. Simpulan

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.

Mengingat dasar hukum di atas, dalam kaitannya ini dapat penulis ambil kesimpulan atau definisi hukum, sesuai dengan pendapat J. Van Kan yang mengatakan hukum merupakan serumpun peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang diasakan untuk mengatur perlindungan kepentingan orang dalam masyarakat (Efendi, dkk., (1994: 112). Pengadaan tanah yang dilakukan untuk pertambangan baik di atas lokasi tanah hak ulayat atau tidak maka memang dibenarkan bahwasanya demi kepentingan umum pengadaan tanah itu tetap harus dilakukan. Tetapi sejauh mana pengakuan terhadap hak ulayat itu ada, maka disini penekanannya dapat dirasakan dengan menilai besarnya nilai ganti rugi yang diberikan negara terhadap masyarakat adat supaya taraf kehidupannya lebih baik dibandingkan sebelum proyek pertambangan itu ada.

Dengan demikian presepsi pengadaan tanah untuk kepentingan pemerintah dilihat dari teori hukum J. Van Kan adalah peraturan yang bersifat memaksa, sehingga dapat dikatakan tidak diwarnai konsepsi hukum adat, yaitu sebagai musyawarah dan mufakat untuk menyelesaikan besarnya nilai ganti kerugian, berarti sepihak, belum memenuhi keadilan.

DAFTAR PUSTAKA

Rusli Efendi, dkk., 2004, Teori Hukum, Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Jakarta:Gramedia.

MakalahProf. H. Ahmad Syarifudin Natabaya S.H., LL.M “ Masyarakat Hukum Adat dalam

Perspektif Konstitusi”. Diskusi Akademik “Mendefinisikan Masyakat Hukum Adat”, Laboratorium Konstitusi Sekolah Pascasarjana USU dan Hanns Seidak Foundation Indonesia, Medan, 12 Juli 2008.

Djuhaendah Hassan, Rumah Vertical Berdasarkan Sistem Strata Title Suatu Alternatf Dalam Pemilikan Rumah Oleh Orang Asing, Dalam Majalah Hukum Nasional, BPHN, No. 1 Th 1997.

Herma Yulis, Aspek-Aspek Hukum Hak Pakai Atas Tnah Negara Sebagai Objek Jaminan, Hukum Bisnis, Vol. 10, 2000.

Kebijakan Negara dalam rangka pengakuan, penghormatan, dan perlindungan masyarakat (hukum) adat di Indonesia. Dr. Saafroedin BAHAR (Ketua Dewan Pakar

Page 132: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

132

Sekretariat Nasional Masyarakat Hukum Adat (Seknas MHA); Komisioner Komnas HAM 1995-2007) The Republic of Indonesia. 2006. Indigenous Peoples: The Structural Relationship among Tribal Groups, Nations and the State, From A Human Rights Perspective. The Indonesian National Commission of Human Rights, Jakarta.

PENGARUH KEBERADAAN TOKO KELONTONG MODERN TERHADAP PENDAPATAN TOKO KELONTONG TRADISIONAL DI WILAYAH PERKOTAAN JEMBER

Drs. Mucharom, Neviyani, dan Indra Lely Hariani dosen fakultas ilmu pendidikan sosial IKIP PGRI Jember.

Abstract

Semakin banyak toko kelontong modern yang kita kenal dengan minimarket berjaringan seperti Indomaret dan Alfamart yang dibangun tanpa terkendali di Kabupaten Jember. Minimarket tentu jadi pilihan utama para pembeli, karena suasana yang lebih dingin, lebih bersih, dan lebih nyaman ketimbang warung biasa, toko, atau kios-kios tradisional yang dikelolala oleh rakyat Jember. Apalagi minimarket banyak menggelar aksi diskon besar-besaran atau promo yang tidak lain untuk menggiring konsumen supaya berbelanja di minimarket.

Metode Analisis Data menggunakan Regresi Dua Prediktor, Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh keberadaan Alfamart (X1) terhadap pendapatan toko kelontong tradisional (Y) di wilayah perkotaan Jember dan pengaruh keberadaan Indomaret (X2) terhadap pendapatan toko kelontong tradisional (Y) di wilayah perkotaan Jember.

Berdasarkan hasil uji hipotesis dalam penelitian diterima. Hasil uji hipotesis ditunjukkan oleh nilai probabilitas signifikansi yang terdiri dari 0,001 (signifikansi hipotesis mayor); 0,028 (siginifikansi hipotesis minor 1); 0,019 (signifikansi hipotesis minor 2). Sementara, nilai koefisien korelasi menunjukkan nilai 4,683 (keberadaan toko kelontong modern berpengaruh signifikan terhadap pendapatan toko kelontong tradisional); 0,525 (keberadaan toko kelontong modern Alfamart berpengaruh signifikan terhadap pendapatan toko kelontong tradisional); 0,410 (keberadaan toko kelontong modern Indomaret berpengaruh signifikan terhadap pendapatan toko kelontong tradisional).

Kata Kunci : Toko Kelontong Modern, Pendapatan, Toko Kelontong Tradisional

1. PENDAHULUANSejak sepuluh tahun lalu sampai sekarang, semakin banyak toko kelontong

modern yang biasa kita kenal dengan dengan minimarket berjaringan seperti Indomaret dan Alfamart yang dibangun tanpa terkendali di Kabupaten Jember. Minimarket tentu jadi pilihan utama para pembeli, karena suasana yang lebih dingin, lebih bersih, dan lebih nyaman ketimbang warung biasa, toko, atau kios-kios tradisional yang dikelolala oleh rakyat Jember. Soal selisih harga juga tak terlalu besar. Apalagi minimarket banyak

Page 133: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

133

menggelar aksi diskon besar-besaran atau promo yang tidak lain untuk menggiring konsumen supaya berbelanja di minimarket.

Pertumbuhan toko modern berjaringan alias minimarket di Kabupaten Jember, Jawa Timur, tanpa aturan. Perizinan mudah diperoleh, bahkan jarak antartoko bisa berdekatan. Data yang diterima Komisi D DPRD Jember, sejak Januari 2012, Kantor Lingkungan Hidup menerbitkan 79 izin baru untuk minimarket berjaringan. Ini artinya setiap bulan berdiri enam hingga tujuh toko modern berjaringan (beritajatim.com, 2013).

Toko kelontong modern atau minimarket, yang menjual segala macam barang dan makanan, namun tidak selengkap dan sebesar sebuah supermarket. Berbeda dengan toko kelontong modern atau minimarket menerapkan sistem swalayan, dimana pembeli mengambil sendiri barang yang ia butuhkan dari rak-rak dagangan dan membayarnya dikasir. Sistem ini juga membantu agar pembeli tidak berhutang. Minimarket yang ada di Indonesia adalah Alfamart, Indomaret, Ceriamart, Starmart, Circle K, dan lain-lain.

Pendapatan adalah hasil pencaharian usaha. Budiono (1992: 180) mengemukakan bahwa pendapatan adalah hasil dari penjualan faktor-faktor produksi yang dimilikinya kepada sektor produksi. Sedangkan menurut Winardi (1992: 171), pendapatan adalah hasil berupa uang atau materi lainnya yang dapat dicapai dari pada penggunaan faktor-faktor produksi.

Toko kelontong tradisional adalah suatu toko kecil mudah diakses umum atau bersifat lokal. Toko kelontong sering ditemukan di lokasi perumahan padat di perkotaan. Kebanyakan toko kelontong masih bersifat tradisional dan konvensional, dimana pembeli tidak bisa mengambil barangnya sendiri, karena rak toko yang belum modern dan menjadi pembatas antara penjual dan pembeli (http://id.wikipedia.org/wiki/Toko_kelontong)

2. METODE PENELITIANRancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian penjelasan (explanatory research) yang menjelaskan hubungan kausal antarvariabel bebas dan variabel terikat melalui pengujian hipotesis. Menurut Singarimbun (1995:3), penggunaan metode eksplansi bukan saja menggambarkan konsep dan fakta yang ada, tetapi bermaksud menganalisis dan menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis.

Definisi Operasional Variabel dan PengukuranDefinisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti atau spesifikasi kegiatan, memberikan suatu operasional yang digunakan untuk mengukur variabel tersebut.1. Variabel bebas toko kelontong modern Alfamart (X1), diukur dengan indikator:

a. Fasilitas pada Alfamartb. Tata letak produk yang ditawarkan pada Alfamartc. Kelengkapan produk yang ditawarkan

Page 134: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

134

d. Promosi dan bonus yang diberikan Alfamarte. Keterampilan pegawai dalam melayani pelanggan

2. Variabel bebas toko kelontong modern Indomaret (X2), diukur dengan indikator:a. Fasilitas pada Indomaretb. Tata letak produk yang ditawarkan pada Indomaretc. Kelengkapan produk yang ditawarkand. Promosi dan bonus yang diberikan Indomarete. Keterampilan pegawai dalam melayani pelanggan

3. Variabel terikat pendapatan toko kelontong tradisional (Y) diukur dengan indikator:a. Pendapatan toko kelontong tradisional setelah toko kelontong modern berdirib. Jumlah toko kelontong tradisional setelah berdirinya toko kelontong modernc. Kelangsungan hidup toko kelontong tradisional yang ditimbulkan setelah toko

kelontong modern berdiri

Metode Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer

didapat melalui penyebaran kuisioner kepada responden, sedangkan data sekunder diperoleh melalui pencatatan dokumen yang ada di tempat penelitian serta data-data lain yang dapat menunjang data primer yang diperoleh dari wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti baik dengan responden, maupun dengan pihak lain yang terkait dengan penelitian.

Metode pengumpulan data digunakan dengan tujuan untuk mendapatkan data-data yang relevan dengan tujuan penelitian. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:a. Metode Observasi

Menurut Bungin (2005: 133), metode observasi adalah kemampuan seseorang menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja panca indra mata serta dibantu dengan panca indra lainnya. Data yang diperoleh dari observasi ini digunakan untuk melengkapi data-data dalam analisis.b. Metode Angket atau Kuisioner

Menurut Bungin (2005: 133), metode angket merupakan serangkaian atau daftar pertanyaan yang secara sistematis. Data yang dihasilkan melalui metode ini akan dipergunakan sebagai data pokok atau data primer untuk melakukan analisis dalam penelitian ini.c. Metode Wawancara

Metode wawancara digunakan untuk mendapatkan keterangan lebih lanjut, baik hal-hal yang berkaitan dengan angket maupun data-data penunjang lainnya. Selain itu, metode ini juga digunakan untuk melakukan cross-check terhadap jawaban yang telah diberikan oleh responden melalui angket. Hal ini dilakukan dengan cara bertanya langsung kepada pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini. d. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mencari dokumen-dokumen, baik dalam bentuk catatan maupun foto. Metode dokumentasi adalah metode untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel dari

Page 135: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

135

benda tertulis yang berupa dokumen, transkrip, buku, majalah, prasasti, catatan harian, notulen rapat dan sebagainya (Arikunto, 2002: 135).

Teknik Analisis DataAnalisis data dalam penelitian menggunakan program SPSS 16.00 for Windows.

Beberapa teknik analisis data dalam penelitian ini antara lain:1. Metode Pengujian Dataa. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan guna memastikan akuransi alat ukur yang digunakan. Validitas item pertanyaan dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi Product Moments yang merupakan korelasi antara skor item pertanyaan dengan total skor item pertanyaan yang digunakan untuk menguji validitas instrumen. Kriteria setiap item pertanyaan dinyatakan valid apabila nilai r (koefisien korelasi antara skor butir pertanyaan dengan total skor) > 0,30 (Sarwono, 2009: 185).

b. Uji ReliabilitasReliabilitas erat hubungannya dengan kepercayaan. Suatu tes dikatakan

mempunyai taraf kepercayaan jika tes memberikan hasil yang tepat. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat uji reliabilitas data menggunakan rumus alpha cronbach (α) didasarkan pada konsistensi internal suatu instrumen penelitian. Nilai alpha cronbach (α) untuk data reliabel > 0,6 (Sugiyono, 2010: 153).

2. Analisis Dataa. Analisis Regresi: Dua Prediktor

Melalui rumus analisa regresi ini dimaksudkan untuk mencari persamaan garis regresi atau untuk menggambarkan hubungan variabel toko kelontong modern dan pendapatan toko kelontong tradisional.

Persamaan garis regresi dengan tipe prediktor:Y = a1 . x1 + a2 . x2 Keterangan:a1.a2 = Angka konstan dari Unstandardizet Coeffeicient X1 = AlfamartX2 = IndomaretY = Pendapatan

b. Analisis Varian garis regresiTujuan analisis varian regresi adalah untuk membuktikan hipotesis penelitian

(Ha) Adapun rumus menganalisisnya menggunakan koefisien korelasi dengan 2 prediktor yaitu:

R y (x1 , x 2 ,) = √ a1Σx1 y+a2Σx2 y

Σy2

Page 136: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

136

Hasil perhitungan R y (1,2) diatas perlu diadakan uji signifikasi untuk mengetahui bahwa hasil dari data tersebut signifikasi atau tidak signifikan dengan cara mencari F regresi dengan perhitungan:

F reg =

R k . regR k . res

Keterangan :Freg = Harga garis regresiR k reg = Rata-rata garis hitung regresiR k res = Rata-rata hitung garis residu

Dari hasil perhituingan garis diatas kemudian dilakukan uji F dan dikonsultasikan dengan F tabel 5%. Keputusan yang diambil:- Menerima, Ha jika F Reg > F tab = signifikan- Menolak, Ho jika F Reg < F tab = tidak signifikan

c. Efektifitas Garis Regresi (EGR)Melalui rumus efektifitas garis regresi dimaksudkan untuk mengetahui beberapa

besar Sumbangan Efektif variabel toko kelontong modern (X) terhadap pendapatan toko kelontong tradisional (Y) sebagai berikut:

EGR = ( Jk reg / Jk tot ) x 100%Sedangkan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan relatif (SR%) dan

sumbangan efektif (SE%) untuk masing-masing prediktor menggunakan rumus:Sumbangan relatif dalam persen

X1 =

a1∑ x1 yJk reg x 100%

X2 =

a2∑ x2 yJk reg x 100%

3. Uji Asumsi KlasikUji asumsi klasik terdiri dari:

a. Uji NormalitasDasar pengambilan keputusan pada uji normalitas dengan kriteria jika data

menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model analisis data yang ada memenuhi asumsi normalitas.b. Uji Mulitikolinieritas

Pengambilan keputusan pengujian dilakukan dengan kriteria jika nilai condition index < nilai 15 maka tidak terjadi multikolinieritas. c. Uji Heteroskedastisitas

Page 137: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

137

Pengambilan keputusan pada uji heteroskedastisitas dilakukan dengan kriteria jika tidak ada pola tertentu di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y dan data menyebar maka dapat dikatakan bahwa model penelitian tidak terjadi adanya heteroskedastisitas.

d. Uji AutokorelasiPengambilan keputusan pengujian dengan kriteria jika nilai Durbin-Watson

statistik terletak pada -2 sampai dengan +2 maka tidak terdapat adanya gejala autokorelasi.

4. Uji HipotesisUji hipotesis merupakan uji yang dilakukan terhadap hipotesis penelitian terkait

pengaruh antarvariabel. Level of Significant dalam penelitian ini adalah 5%. Uji hipotesis dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan kriteria apabila probabilitas signifikansi antarvariabel lebih kecil dari 0,050 maka hipotesis diterima, artinya ada pengaruh secara signifikan antar variabel (Nugroho, 2005: 55).

3. HASIL DAN PEMBAHASANAnalisis Data1. Analisis Regresi Dua Prediktor

Setelah data diuji validitas, reliabilitas dan normalitas maka data kemudian dianalisis dengan analisis regresi linier dua prediktor menggunakan program SPSS 16.00 for windows. Hasil analisis regresi dua prediktor disajikan sebagai berikut:

Tabel 1 : ANOVAModel Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 7.108 2 3.554 4.638 .001a

Residual 91.892 97 .947

Total 99.000 99

a. Predictors: (Constant), Zscore(x2r), Zscore(x1r)b. Dependent Variable: Zscore(yr)

Sumber: Data diolah

Tabel 2: Koefisien Analisis Regresi Dua Prediktor Coefficients

Page 138: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

138

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

T Sig.

Collinearity Statistics

BStd.

Error BetaToleran

ce VIF

1 (Constant) 1.465E-15 .098 .000 1.000

Zscore(x1r) .525 .101 .525 2.233 .028 .963 1.038

Zscore(x2r) .410 .101 .410 2.102 .019 .963 1.038

a. Dependent Variable: Zscore(yr)Sumber: Data diolahTabel koefisien analisis regresi di atas diperoleh model sebagai berikut:

Y = 0,525 X1 + 0,410 X2Hasil analisis regresi dua prediktor belum dapat dimaknai sebelum dilakukan uji

asumsi klasik yang meliputi moltikolinieritas, autokorelasi, dan heterokedastisitas. Untuk dapat dianalisis lebih lanjut, model analisis regresi dua prediktor harus terbebas dari uji asumsi klasik.

2. Uji Asumsi Klasika. Multikolinieritas

Multikolinieritas bertujuan menguji apakah pada model analisis regresi dua prediktor ditemukan hubungan antarvariabel bebas. Model regresi dinyatakan bebas dari multikolinieritas jika nilai condition index <15. Hasil uji multikolinieritas disajikan sebagai berikut:

Tabel 3. Hasil Uji Multikolinieritas

Collinearity Diagnosticsa

ModelDimension Eigenvalue

Condition Index

Variance Proportions

(Constant) Zscore(x2r) Zscore(x1r)

1 1 1.415 1.000 .00 .29 .29

2 1.000 1.189 1.00 .00 .00

3 .585 1.555 .00 .71 .71

Sumber: Data diolahBerdasarkan hasil uji multikolonieritas, nilai condition index 1,000; 1,189; 1,555.

Nilai yang ada pada condition index < 15, artinya variabel terbebas dari multikolinieritas dan dapat dianalisis lebih lanjut.

b. AutokorelasiAutokorelasi menyatakan bahwa dalam pengamatan-pengamatan yang berbeda

tidak terdapat korelasi antar error term. Pengujian autokorelasi dalam penelitian ini yaitu

Page 139: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

139

uji Durbin-Watson. Persamaan struktural dalam penelitian ini dinyatakan terbebas dari autokorelasi jika nilai Durbin-Watson statistik terletak pada -2 sampai dengan +2. Hasil uji autokorelasi disajikan sebagai berikut:

Tabel 4. Uji AutokorelasiModel Summaryb

Model R R SquareAdjusted R

SquareStd. Error of the

EstimateDurbin-Watson

1 .683a .507 .469 10068078.6 1.991

a. Predictors: (Constant), Zscore(x1r), Zscore(x2r)b. Dependent Variable: Zscore(yr)

Sumber: Data diolah

Berdasarkan hasil uji autokorelasi, nilai Durbin-Watson 1,991 artinya, model analisis regresi terbebas dari autokorelasi dan dapat dianalisis lebih lanjut.

c. HeterokedastisitasHasil uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini disajikan pada Lampiran 6.

Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas pada data penelitian tidak ditemukan pola tertentu di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y serta data menyebar. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa persamaan struktural penelitian ini terbebas dari heterokedastistas dan dapat dianalisis lebih lanjut.

3. Uji Hipotesis Uji hipotesis dalam analisis regresi bertujuan untuk menguji dan menganalisis

apakah hipotesis yang telah ada dapat diterima maupun ditolak. Hipotesis dinyatakan diterima apabila nilai probabilitas signifikansi variabel lebih kecil dari 0,05 (<0,05). Jika hipotesis diterima, artinya ada pengaruh antarvariabel bebas dan terikat. Berdasarkan hasil analisis regresi dua prediktor pada Tabel 5.4 dan Tabel 5.5 dalam penelitian, maka uji hipotesis penelitian dapat disajikan sebagai berikut:

Tabel 5. Hasil Uji Hipotesis

Hipotesis Kriteria Level of

significant

Probabilitas signifikansi

Variabel

Hasil Uji simultan/

Parsial

Kesimpulan

Keberadaan toko kelontong modern (Alfamart dan Indomaret) berpengaruh signifikan terhadap pendapatan toko kelontong tradisional

<0,05 0,001 4,683 Berpengaruh

signifikan

Page 140: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

140

Keberadaan toko kelontong modern Alfamart berpengaruh signifikan terhadap pendapatan toko kelontong tradisional

<0,05 0,028 0,525 Berpengaruh

signifikan

Keberadaan toko kelontong modern Alfamart berpengaruh signifikan terhadap pendapatan toko kelontong tradisional

<0,05 0,019 0,410 Berpengaruh

signifikan

Sumber: Data diolah

Berdasarkan hasil uji hipotesis diperoleh kesimpulan bahwa hipotesis yang diuji dalam penelitian diterima. Hasil uji hipotesis ditunjukkan oleh nilai probabilitas signifikansi yang terdiri dari 0,001 (signifikansi hipotesis mayor); 0,028 (siginifikansi hipotesis minor 1); 0,019 (signifikansi hipotesis minor 2). Sementara, nilai koefisien korelasi menunjukkan nilai 4,683 (keberadaan toko kelontong modern berpengaruh signifikan terhadap pendapatan toko kelontong tradisional); 0,525 (keberadaan toko kelontong modern Alfamart berpengaruh signifikan terhadap pendapatan toko kelontong tradisional); 0,410 (keberadaan toko kelontong modern Indomaret berpengaruh signifikan terhadap pendapatan toko kelontong tradisional).

PembahasanBerdasarkan hasil uji hipotesis, maka diperoleh kesimpulan hasil uji hipotesis

sebagai berikut:

Tabel 6. Kesimpulan Hipotesis dan Hasil Analisis

Hipotesis Hasil Analisis KesimpulanKeberadaan toko kelontong modern (Alfamart dan Indomaret) berpengaruh signifikan terhadap pendapatan toko kelontong tradisional

Keberadaan toko kelontong modern (Alfamart dan Indomaret) berpengaruh signifikan terhadap pendapatan toko kelontong tradisional

Hipotesis Mayor terbukti/diterima

Keberadaan toko kelontong modern Alfamart berpengaruh signifikan terhadap pendapatan toko kelontong tradisional

Keberadaan toko kelontong modern Alfamart berpengaruh signifikan terhadap pendapatan toko kelontong tradisional

Hipotesis Minor 1 terbukti/diterima

Page 141: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

141

Keberadaan toko kelontong modern Alfamart berpengaruh signifikan terhadap pendapatan toko kelontong tradisional

Keberadaan toko kelontong modern Alfamart berpengaruh signifikan terhadap pendapatan toko kelontong tradisional

Hipotesis Minor 2 terbukti/diterima

Sumber: Hasil uji hipotesis

Hasil uji hipotesis dan hasil analisis dibahas sebagai berikut:1. Pengaruh keberadaan toko kelontong modern terhadap pendapatan toko kelontong

tradisionalHipotesis mayor yang menyatakan bahwa keberadaan toko kelontong modern berpengaruh signifikan terhadap pendapatan toko kelontong tradisional diterima, karena hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan toko kelontong modern berpengaruh signifikan terhadap pendapatan toko kelontong tradisional. Beberapa kondisi yang dapat menjelaskan adanya pengaruh keberadaan toko kelontong modern terhadap pendapatan toko kelontong tradisional antara lain:a. Fasilitas, tata letak, ketersediaan barang, promosi, bonus dan pelayanan

pegawai toko kelontong modern lebih lengkap dan nyaman sehingga pelanggan merasa puas berbelanja serta berminat melakukan pembelian ulang

b. Setelah toko kelontong modern berdiri, keberadaan toko kelontong tradisional mengalami beberapa penurunan antara lain pada tingkat pendapatan, jumlah toko kelontong tradisional semakin sedikit karena banyak toko kelontong yang tidak mampu bertahan, serta jumlah pelanggan yang semakin sedikit karena berpindah lokasi pembelian di toko kelontong modern.

2. Pengaruh keberadaan toko kelontong modern Alfamart terhadap pendapatan toko kelontong tradisionalHipotesis minor ke–1 yang menyatakan bahwa keberadaan toko kelontong modern Alfamart berpengaruh signifikan terhadap pendapatan toko kelontong tradisional diterima, karena hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan toko kelontong modern Alfamart berpengaruh signifikan terhadap pendapatan toko kelontong tradisional. Beberapa kondisi yang dapat menjelaskan adanya pengaruh keberadaan toko kelontong modern Alfamart terhadap pendapatan toko kelontong tradisional antara lain:a. Fasilitas, tata letak dan ketersediaan barang di Alfamart lebih lengakp

dibandingkan toko kelontong tradisional b. Promosi, bonus dan pelayanan pegawai Alfamart lebih nyaman dan lebih

menyenangkan pelanggan dibandingkan toko kelontong tradisional, sehingga pelanggan merasa puas berbelanja serta berminat melakukan pembelian ulang

c. Setelah toko kelontong modern berdiri, keberadaan toko kelontong tradisional mengalami beberapa penurunan antara lain pada tingkat pendapatan, jumlah toko kelontong tradisional semakin sedikit karena banyak toko kelontong yang

Page 142: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

142

tidak mampu bertahan, serta jumlah pelanggan yang semakin sedikit karena berpindah lokasi pembelian di toko kelontong modern.

3. Pengaruh keberadaan toko kelontong modern Indomaret terhadap pendapatan toko kelontong tradisionalHipotesis minor ke–2 yang menyatakan bahwa keberadaan toko kelontong modern Indomaret berpengaruh signifikan terhadap pendapatan toko kelontong tradisional diterima, karena hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan toko kelontong modern Indomaret berpengaruh signifikan terhadap pendapatan toko kelontong tradisional. Beberapa kondisi yang dapat menjelaskan adanya pengaruh keberadaan toko kelontong modern Indomaret terhadap pendapatan toko kelontong tradisional antara lain:a. Fasilitas, tata letak dan ketersediaan barang di Indomaret lebih lengkap

dibandingkan toko kelontong tradisional b. Promosi, bonus dan pelayanan pegawai Indomaret lebih nyaman dan lebih

menyenangkan pelanggan dibandingkan toko kelontong tradisional, sehingga pelanggan merasa puas berbelanja serta berminat melakukan pembelian ulang

c. Setelah toko kelontong modern berdiri, keberadaan toko kelontong tradisional mengalami beberapa penurunan antara lain pada tingkat pendapatan, jumlah toko kelontong tradisional semakin sedikit karena banyak toko kelontong yang tidak mampu bertahan, serta jumlah pelanggan yang semakin sedikit karena berpindah lokasi pembelian di toko kelontong modern.

4. SIMPULANBerdasarkan tujuan penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Keberadaan toko kelontong modern (Alfamart dan Indomaret) berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan toko kelontong tradisional di Kabupaten Jember

2. Keberadaan toko kelontong modern Alfamart berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan toko kelontong tradisional di Kabupaten Jember

3. Keberadaan toko kelontong modern Indomaret berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan toko kelontong tradisional di Kabupaten Jember

Page 143: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

143

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Aryani. D. 2011. Pengaruh Keberadaan Minimarket Terhadap Pendapatan Pedagang Pasar Tradisional Di Kota Malang. Jurnal Dinamika Manajemen.. Vol 2. Nomor 2 : 169-180.

Bungin. B. 2005. Metodologi Penelitian. Jakarta.http://www.beritajatim.com. Ikatan Akuntansi Indonesia. 2004. Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat.

Jakarta.Narendra, Moersintowati. 2002. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta: CV

SAGUNG SETO. Nugroho. 2005. Strategi Jitu memilih Metode Statistik Penelitian Dengan SPSS.

Yogyakarta : Andi Offset.Prastya, BE . 2012. Analisis Pengaruh Keberadaan Minimarket Terhadap Penurunan

Pendapatan Pedagang Toko Kelontong Di Surabaya Selatan. Tugas Akhir. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Sari, E.N.L,Suhadi, Utami.W.S. 2013. Pengaruh Keberadaan Minimarket Terhadap Kelangsungan Hidup Toko Kelontong Di Kecamatan Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo. Skripsi. UNESA, Surabaya.

Sarwono. 2009. Statistik itu Mudah. Yogyakarta : Andi Offset.Sinaga, Pariaman. 2004. Makalah Pasar Modern VS Pasar Tradisional. Kementerian

Koperasi dan UKM. Jakarta : Tidak Diterbitkan.Sisson, Derek. 1999. Online vs Traditional Commercee.

http://www.philosophe.com/commercee/traditional.html. Diakses pada tanggal 5 Maret 2013.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta.

Page 144: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

144

Syamrilaode. 2010. Pengertian Pendapatan. http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2061554-pengertian-pendapatan/#ixzz2MZRKjfh4. Diakses tanggal 5 Februari 2013.

Wikipedia. Toko Kelontong. http://id.wikipedia.org/wiki/Toko_kelontong . Diakses tanggal 5 Februari 2013.

PERKAWINAN BEDA AGAMA DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Oleh: Helda Mega Maya Candra Puspita SH.,MH. Fakultas IPS Prodi PKN, IKIP PGRI JEMBER

AbstrakMembentuk keluarga melalui pernikahan merupakan hak asasi pasangan calon

suami dan istri yang sudah dewasa ditinjau dari perspektif HAM. Kewajiban negara adalah melindungi, mencatatkan dan menerbitkan akte perkawinannya. Namun pada realitasnya tidak cukup disadari oleh negara, bahkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan tidak memberi tempat bagi perkawinan beda agama. Sebagai sebuah instrumen hukum, Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 disamping merupakan sandaran atau ukuran tingkah laku atau kesamaan sikap (standard of conduct), juga berfungsi sebagai suatu perekayasaan untuk mengubah masyarakat ke arah yang lebih sempurna (as a tool of social engineering) dan sebagai alat untuk mengecek benar tidaknya suatu tingkah laku (as a tool of justification). Fungsi tersebut ditegakkan dalam rangka memelihara hukum menuju kepada kepastian hukum dalam masyarakat. Jika asumsi ini diaplikasikan pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, maka pembaruan terhadap beberapa pasal dalam undang-undang ini khususnya pada pasal 2 ayat (1) yang sering dijadikan rujukan bagi persoalan perkawinan beda agama, menjadi sebuah keharusan. Asumsinya, negara mempunyai kewajiban untuk melayani keinginan keberagamaan warganya secara adil tanpa diskriminasi. Implikasi dari kewajiban negara tersebut harus diartikan secara luas terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan hak dan kewajiban warga negara di mata hukum. Atas dasar itu, negara harus memenuhi hak-hak sipil warga negaranya tanpa melihat agama dan kepercayaan yang dianut.Kata kunci: Hak Asasi Manusia, Perkawinan Beda Agama, dan Kebebasan Beragama.

Page 145: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

145

AbstractAccording to the human rights perspective, forming a family through marriage is

a fundamental right candidate pair of husband and wife who've grown. Is the state's obligation to protect record and issue marriage certificates? But the reality is not quite recognized by the state, even the Law No. 1 of 1974 on Marriage no place for interfaith marriage. As a legal instrument, Act No. 1 of 1974 in addition to a backrest or measure the behavior or attitude, also serves as an engineering to transform society toward a more perfect and as a tool to check whether or not a behavior. The function is enforced in order to keep the law towards legal certainty in the community. If this assumption is applied to the Law No. 1 of 1974 concerning marriage, then updates to several articles in the law, especially in Article 2 paragraph ( 1 ) which is often used as a reference for the issue of interfaith marriage, becomes a necessity. Assumption, the state has a duty to serve the religious desires of its citizens fairly and without discrimination. The implications of the state's obligation should be interpreted broadly to all things relating to the rights and obligations of citizens under the law. On that basis, the state must meet the civil rights of its citizens regardless of religion and beliefs held.Keywords: Human Rights, Interfaith Marriage, Religious Freedom.1.1 Pendahuluan

Pengertian diskriminasi sebagaimana yang tercantum dalam batasan definisi Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia adalah setiap pembatasan, pelecehan atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya. Batasan definisi tentang diskriminasi dalam Undang-Undang tentang HAM merupakan salah satu penjelasan dari ketentuan Pasal 3 ayat (3) yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi. Pasal 4 Undang-Undang tentang HAM mencantumkan ketentuan bahwa hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak-hak manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.

Hak beragama dan hak kebebasan pribadi dalam ketentuan Pasal-Pasal di atas, merupakan hak yang tidak dapat dikurangkan dalam keadaan apapun dan oleh siapapun. Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun. Pemerintah atau pihak manapun tidak dibenarkan mengurangi, merusak atau menghapuskan hak asasi manusia dan kebebasan dasar tersebut.

Salah satu kebijakan negara Indonesia dalam persoalan klasik yang tetap menjadi isu aktual dalam wacana hukum adalah wacana perkawinan beda agama. Dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat 1 dijelaskan bahwa “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya

Page 146: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

146

itu”. Dalam aturan hukum Islam melarang tegas adanya perkawinan beda agama. Larangan tersebut tentu saja perlu dikritisi lebih lanjut karena beberapa hal yaitu: pertama sebagai satu negara yang sudah memiliki instrumen hukum berupa Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, idealnya negara menjamin kebebasan warganya untuk memilih pasangannya dalam membentuk sebuah keluarga. Hak untuk memilih pasangan hidup merupakan kebebasan yang harus diakui keberadaannya oleh negara. Berdasarkan pasal 10 ayat (1) dalam undang-undang tersebut, dinyatakan bahwa setiap orang berhak untuk membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah dan atas kehendak yang bebas Kenyataannya, negara justru membatasi perkawinan tersebut. Kedua, Indonesia bukan negara teokrasi dan bukan pula negara sekuler sehingga di dalam pembentukan hukum nasional, pemerintah harus bisa menjamin kepastian hukum kepada seluruh lapisan masyarakat tanpa melihat agama dan kepercayaan yang dianut, termasuk dalam persoalan perkawinan beda agama. Ketiga, perkawinan antar agama secara objektif sosiologis adalah wajar karena penduduk Indonesia memeluk bermacam-macam agama dan UUD 1945 menjamin kemerdekaan beragama bagi setiap penduduknya sehingga tentu saja terbuka kemungkinan terjadinya dua orang berbeda agama saling jatuh cinta dan pada akhirnya membentuk sebuah keluarga. Keempat, akibat tidak diaturnya ketentuan mengenai perkawinan beda agama dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974, maka hal tersebut membuka ruang terjadinya penyimpangan hukum. Untuk memenuhi persyaratan formal secara perdata, suami-istri berbeda agama “rela” melangsungkan pernikahan di luar negeri tanpa memperhatikan hukum agama, atau salah satu pihak pura-pura pindah agama.

1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:1. Bagaimanakah pengaturan perkawinan beda agama di Indonesia bila dianalisis

dalam perspektif HAM?2. Bagaimanakah cara yang ditempuh oleh pasangan beda agama untuk mendapat

pengakuan dari Negara?

2. Kajian Teoritis 2.1 Pengaturan Perkawinan Beda Agama di Indonesia

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memberikan pengertian bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ikatan lahir dan batin sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1 tersebut merupakan perwujudan dari hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani serta hak beragama yang ketentuannya diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang tentang HAM.

Hak kebebasan pribadi pikiran dan hati nurani serta hak beragama merupakan hak manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun baik oleh Pemerintah atau pihak manapun yang dianggap mempunyai kekuasaan atas hal

Page 147: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

147

tersebut. Dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang tentang Perkawinan, dijelaskan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Ketentuan dalam Pasal 1 dan Pasal 2 ayat (1) merupakan suatu aturan yang saling bertentangan. Berdasarkan pada ketentuan Pasal 4 dan Pasal 74 Undang-Undang tentang HAM serta ketentuan Pasal 28I ayat (2) UUD Tahun 1945, maka aturan yang termuat dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang tentang Perkawinan merupakan salah satu pelanggaran terhadap kebebasan dasar atau hak asasi manusia.

Perkawinan beda agama di Indonesia sebenarnya tidak diatur secara khusus dalam sebuah undang – undang. Sehingga sebenarnya masalah yang timbul di kemudian hari akibat perkawinan/pernikahan beda agama juga tidak ada hukum undang–undang yang mengaturnya.

Undang – undang yang mengatur mengenai syarat sahnya perkawinan di Indonesia diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UUP”). Sahnya suatu perkawinan berdasarkan ketentuan dalam Pasal 2 UUP adalah: Apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayannya. Dalam

penjelasan pasal 2 ayat (1) dinyatakan bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum agamanya dan kepercayaannya itu.

Perkawinan tersebut dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan mengenai pencatatan perkawinan diatur lebih lanjut dengan PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Apabila perkawinan dilakukan oleh orang Islam maka pencatatan dilakukan oleh pegawai pencatat sebagaimana dimaksud dalam UU No. 32 Tahun 1954. Sedangkan, bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama dan kepercayaannya di luar agama Islam, maka pencatatan dilakukan pada Kantor Catatan Sipil (lihat Pasal 2 PP No. 9/1975).

Pada dasarnya, hukum perkawinan di Indonesia tidak mengatur secara khusus mengenai perkawinan pasangan beda agama sehingga ada kekosongan hukum. Mengenai sahnya perkawinan adalah perkawinan yang dilakukan sesuai agama dan kepercayaannya sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UUP. Hal ini berarti UU Perkawinan menyerahkan pada ajaran dari agama masing-masing.

Namun, permasalahannya apakah agama yang dianut oleh masing-masing pihak tersebut membolehkan untuk dilakukannya perkawinan beda agama. Misalnya, dalam ajaran Islam wanita tidak boleh menikah dengan laki-laki yang tidak beragama Islam (Al Baqarah [2]: 221). Selain itu, juga dalam ajaran Kristen perkawinan beda agama dilarang (II Korintus 6: 14-18).

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) Tahun 1948 telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang tentang HAM dalam Pasal 75 huruf a yang berbunyi mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Pasal 16 DUHAM mengatur mengenai hak untuk menikah yang dituangkan pada 3 ayat:1) laki-laki dan perempuan yang sudah dewasa dengan tidak dibatasi kebangsaan,

kewarganegaraan atau agama berhak untuk menikah dan untuk membentuk

Page 148: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

148

keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal perkawinan, di dalam masa perkawinan dan di saat perceraian

2) perkawinan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan oleh kedua mempelai; dan

3) keluarga adalah kesatuan yang alamiah dan fundamental dari masyarakat dan berhak mendapatkan perlindungan dari masyarakat dan negara.

Pasal 16 DUHAM tersebut memberikan aturan tegas mengenai kebebasan untuk menikah dan membentuk keluarga yang merupakan suatu hak yang dimiliki oleh setiap laki-laki dan perempuan dewasa yang salah satunya tanpa dibatasi perbedaan agama.

Indonesia sebagai salah satu negara yang meratifikasi DUHAM secara otomatis mempunyai kewajiban untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam DUHAM. Selain ketentuan yang terdapat dalam DUHAM, aturan yang tertulis dalam UUD Tahun 1945 sebagai peraturan tertinggi yang berlaku di Indonesia juga wajib untuk diterapkan. Ketentuan Pasal 16 DUHAM tentang kebebasan untuk menikah sebagaimana disebutkan di atas juga tercermin dalam ketentuan Pasal 28I ayat (2) UUD Tahun 1945. Pelaksanaan Undang-Undang tentang Perkawinan yang memberikan pembatasan terhadap pernikahan yang hanya diakui secara sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan yang dianut. Ketentuan tersebut secara nyata memberikan pembatasan berdasarkan agama terhadap kebebasan dan hak untuk menikah terhadap laki-laki dan perempuan yang sudah dewasa.

Pembatasan yang diberikan negara Indonesia terhadap hak dan kebebasan dalam pernikahan dengan sangat bertentangan ketentuan yang sudah diatur dalam DUHAM yang telah diratifikasi serta dalam UUD Tahun 1945 yang merupakan konstitusi negara Indonesia sendiri. Latar belakang pembentukan Undang-Undang tentang Perkawinan yang melibatkan berbagai unsur kepentingan, antara lain unsur Pemerintah dan unsur agama, menyebabkan ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalamnya menjadi bersifat memihak terhadap golongan mayoritas.

Indonesia yang merupakan negara dengan latar belakang masyarakat yang berbeda-beda hendaknya menempatkan suatu peraturan sebagai payung hukum bagi seluruh lapisan masyarakat, baik bagi golongan mayoritas maupun bagi golongan minoritas. Sebagai negara yang multi-agama, Indonesia tidak akan pernah bisa memaksakan rakyatnya untuk selalu menikah dengan pasangan yang mempunyai agama atau keyakinan yang sama.

Pelaksanaan Undang-Undang tentang Perkawinan membuktikan bahwa Indonesia telah melanggar ketentuan-ketentuan yang termuat dalam DUHAM dan Konvensi Internasional tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial yang telah diratifikasi. Selain melanggar dua peraturan internasional tersebut, Indonesia juga melanggar ketentuan dari konstitusi negara, yaitu UUD Tahun 1945. Pelanggaran terhadap peraturan-peraturan tersebut merupakan bentuk pelanggaran kebebasan dasar dan hak asasi manusia yang dimiliki oleh setiap orang dan wajib dilindungi oleh negara.

Hak asasi manusia bukan merupakan ketentuan yang hanya tertulis dalam setiap peraturan saja. Indonesia sebagai negara anggota PBB juga seharusnya tidak hanya ikut

Page 149: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

149

berlomba untuk meratifikasi setiap konvensi internasional tentang HAM. Pemerintah Indonesia mempunyai kewajiban untuk menghormati, melindungi dan menegakkan HAM yang dimiliki oleh seluruh rakyat Indonesia tanpa ada batasan dan diskriminasi. Pemerintah tidak mempunyai dibenarkan mengintervensi kebebasan beragama ke dalam hukum nasional yang salah satunya adalah ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang tentang Perkawinan.

Undang-Undang tentang HAM juga telah menyebutkan tidak satu ketentuanpun dalam Undang-undang ini boleh diartikan bahwa pemerintah, partai, golongan atau pihak manapun dibenarkan mengurangi, merusak, atau menghapuskan hak asasi manusia atau kebebasan dasar yang diatur dalam Undang-Undang ini. Hak beragama dan hak kebebasan pribadi merupakan dua dari sekian hak asasi manusia atau kebebasan dasar yang telah diakui dalam Undang-Undang tersebut. Undang-Undang ini juga merupakan pelaksana dari Pancasila, UUD Tahun 1945 dan DUHAM yang sangat melindungi hak asasi manusia.

Hal yang signifikan di dalam memahami persoalan perkawinan beda agama bukanlah soal perbedaan agama itu sendiri, tetapi soal tanggungjawab negara dalam melindungi dan menjamin hak-hak warganya. Adapun yang dipersoalkan adalah soal relasi vertikal dalam hubungan antara negara dan warga negara (citizen), bukan soal relasi horisontal yang menyangkut hubungan di antara warga negara yang beragam agama, kepercayaan dan beragam penafsirannya. Hal ini penting untuk diperhatikan karena persoalan perkawinan beda agama dalam konteks Negara Indonesia adalah persoalan hukum, sementara tafsiran agama-agama tentang pernikahan beda agama adalah persoalan teologis dan tafsir-tafsir keagamaan.

Indonesia bukan negara agama, oleh karena itu yang menjadi acuan adalah hukum nasional. Meskipun hukum nasional, seperti Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 mendasarkan diri pada apa yang dikatakan dengan hukum agama, namun cendrung lebih terikat pada dasar filosofi bangsa yang Bhineka Tunggal Ika. Artinya, prinsip mengakui keragaman bangsa dan kemajemukan masyarakat haruslah menjadi dasar dari pembentukan dan pembuatan suatu hukum maupun undang-undang yang bersifat nasional.

Dalam konteks nation state, tidak boleh ada satu produk hukum pun yang sektarian yang hanya menguntungkan kelompok agama tertentu dan mengabaikan suara komunitas agama lainnya. Setiap warga negara dijamin hak-haknya yang sama dan sederajat, apa pun latar belakang agama, keyakinan, dan kepercayaannya. Setiap pertimbangan dan alasan untuk membuat perundang-undangan haruslah memperhitungkan kesamaan dan kesederajatan warga negara dalam pemenuhan hak-hak mereka, tanpa membedakan antara satu kelompok warga negara dengan yang lainnya atas dasar perbedaan agama dan kepercayaan. Dalam perspektif HAM, setiap pembuatan undang-undang harus mempertimbangkan terlebih dahulu kewajiban negara untuk mempromosikan (to promote), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fulfill) hak-hak mendasar warga negara.

Jika melihat persoalan perkawinan di Indonesia, maka hukum perkawinan di Indonesia diatur melalui Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. UU ini terdiri dari 14 bab dan 67 pasal, dan untuk implementasinya dilengkapi dengan

Page 150: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

150

Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang peraturan pelaksanannya dan dinyatakan berlaku efektif sejak tanggal 1 Oktober 1975. Berkaitan dengan perkawinan beda agama, maka pasal yang sering dijadikan rujukan bagi persoalan ini adalah pasal 2 ayat (1) yang menyatakan bahwa “ Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu” dan ditegaskan lagi lewat Penjelasan pasal tersebut bahwa “ Tidak ada perkawinan diluar hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945”.

Jika dianalisis secara kritis, tampak bahwa persoalan hak asasi manusia muncul dalam kasus perkawinan beda agama berkaitan dengan pasal 2 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974 dan pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pencatatan Perkawinan sebagai peraturan pelaksana UU Perkawinan. Problem HAM yang muncul adalah:

Pertama, soal sahnya perkawinan. Dalam pasal 2 ayat (1) diatas terlihat bahwa sahnya perkawinan tergantung apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Ketentuan ini hanya dapat dilaksanakan manakala kedua mempelai memiliki agama yang sama. Kalau keduanya memiliki agama yang berbeda, maka boleh jadi, ada empat cara yang lazim ditempuh pasangan beda agama yang akan menikah yakni, pertama, meminta penetapan pengadilan terlebih dahulu. Atas dasar penetapan itulah pasangan melangsungkan pernikahan di Kantor Catatan Sipil. Tetapi cara ini tak bisa lagi dilaksanakan sejak terbitnya Keppres No. 12 Tahun 1983.

Kedua, soal pencatatan perkawinan. Dalam pasal 2 ayat (2) dinyatakan bahwa “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Peran pemerintah hanya sebatas melakukan pencatatan nikah dan hal tersebut berarti pemerintah hanya mengatur aspek administratif perkawinan. Namun, dalam prakteknya, kedua ayat dalam pasal 2 tersebut berlaku secara kumulatif sehingga kedua-duanya harus diterapkan bagi persayaratan sahnya suatu perkawinan. Hal ini boleh jadi merupakan konsekwensi dari sistematika produk perundang-undangan dimana komponen-komponen yang menjadi bagiannya tidak dapat dipisah-pisahkan satu sama lain.

Akibatnya, meskipun suatu perkawinan sudah dipandang sah berdasarkan aturan agama tertentu, tetapi kalau belum dicatatkan pada kantor pemerintah yang berwenang (baik Kantor Urusan Agama/KUA untuk yang beragama Islam ataupun Kantor Catatan Sipil/KCS untuk yang diluar Islam), maka perkawinan tersebut belum diakui sah oleh negara. Dalam berbagai kasus, sahnya suatu perkawinan secara yuridis memang harus dibuktikan melalui buku nikah yang diperoleh dari KUA dan KCS. Hal ini tentu saja menimbulkan implikasi hukum dan sosial yang beragam bagi pasangan yang berbeda agama seperti misalnya anak-anak yang lahir tidak akan dianggap sebagai keturunan yang sah dan suami-istri pun mengalami kesulitan memperoleh hak-hak keperdataan yang timbul dari perkawinan tersebut. Padahal dalam pasal 3 ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 dijelaskan bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum”.

Page 151: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

151

Problem lain yang muncul dari sahnya sebuah perkawinan harus dicatatkan adalah bahwa pencatatan tersebut hanya berlaku bagi agama-agama yang diakui oleh negara sebagaimana yang tertuang dalam UU No 1/PNPS/1965 dimana agama-agama yang diakui di Indonesia hanya ada lima yaitu Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha dan Kong Hu Chu. Di luar itu hak sipilnya tidak diakui negara sehingga orang yang di luar enam agama tersebut jika menikah dan ingin diakui negara maka dia harus membohongi negara dan diri sendiri.

Definisi agama yang dibuat oleh pemerintah ternyata sangat diskriminatif. Definisi agama versi pemerintah menyebutkan bahwa agama adalah sistem kepercayaan yang disusun berdasarkan kitab suci, memuat ajaran yang jelas, mempunyai nabi dan kitab suci. Definisi ini berimplikasi negatif karena menimbulkan diskriminasi terhadap agama lainnya yang tidak memenuhi syarat sebagai agama sesuai definisi pemerintah. Selain itu, diskriminasi tersebut merembet pada diskriminasi terhadap hak sipil. Mereka terancam tidak memiliki KTP karena komputer pemerintah hanya bisa menuliskan satu dari 5 agama atau mereka harus memilih pencantuman sebagai salah satu pemeluk agama yang 5 untuk dapat dibuatkan KTPnya. Hal ini tentu berimplikasi pada masalah pencatatan perkawinan yang seringkali ditolak oleh Kantor Catatan Sipil karena bukan pemeluk salah satu agama yang diakui oleh pemerintah. Perkawinan yang tidak mendapatkan pengakuan negara akan mendapatkan kesulitan untuk mendapatkan Kartu Keluarga (KK), akta kelahiran anak, KTP, surat nikah dan hak pendidikan. Ini artinya keluarga tersebut kehilangan hak sipilnya sebagai warga negara. Diskriminasi jelas merupakan tindakan yang melanggar HAM. Dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 dijelaskan bahwa “Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya”.

Problem-problem di atas tentu tidak harus terjadi jika saja pemerintah lebih memahami bahwa hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki oleh setiap manusia yang hidup yang bukan merupakan pemberian siapapun juga termasuk negara, sedangkan hak sipil adalah hak warga negara yang menimbulkan kewajiban bagi negara untuk melindungi, mengakui dan memproteksinya.

Hak beragama, berkeyakinan, dan berkeluarga termasuk dalam rumpun hak sipil. Beragama dan beraliran kepercayaan adalah hak sipil dalam arti bahwa hak itu sudah ada, tumbuh dan berkembang dalam lembaga sosial dan keagamaan sebelum lahirnya organisasi negara. Dasar kebebasan agama dan beragama adalah kodrat atau martabat manusia itu sendiri. Kodrat atau martabat adalah kenyataan bahwa manusia sebagai pribadi dikaruniai akal budi dan kehendak. Akal budi dan kehendak bebas tersebut merupakan inti kodrat (martabat) manusia. Berkaitan dengan adanya kedua hal tersebut dalam diri manusia, maka dikatakan manusia mempunyai tanggung jawab pribadi dalam bidang apa saja, termasuk dalam tindakan percaya dan beragama itu

Page 152: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

152

sendiri. Tanggung jawab pribadi yang mengandaikan akal budi dan kehendak bebas itu bukanlah sesuatu yang diberikan oleh siapa-siapa dan oleh karena itu tidak dapat diambil oleh siapapun.

Berbicara tentang pilihan terhadap agama, berarti berbicara tentang sesuatu yang paling asasi pada diri manusia. Dikatakan demikian karena proses manusia dalam beragama merupakan pengejawantahan kesadaran ilahiyah yang terpatri dalam diri manusia. Kesadaran ini kemudian memperoleh afirmasi simbolik melalui agama formal yang disebarkan melalui utusan Tuhan yang jumlahnya tak terbilang. Dari kajian sejarah agama-agama diperoleh suatu gambaran, banyaknya utusan Tuhan berpengaruh juga terhadap banyaknya agama yang dipeluk oleh manusia. Maka bila kemudian muncul kebijakan yang hanya mengakui keberadaan agama dengan jumlah yang amat terbatas, maka hal ini merupakan pengingkaran terhadap kemerdekaan eksistensial manusia untuk melakukan ziarah spiritual yang bisa jadi melintasi agama-agama yang diakui secara resmi oleh pemerintah.

Oleh karena itu, setiap orang mempunyai kewajiban dan hak untuk mencari kebenaran terutama dalam bidang agama, sesuai dengan tuntutan suara hatinya. Orang harus dapat menjalankan kewajiban dan menggunakan haknya dalam suasana bebas tanpa ketakutan dan tekanan dari pihak manapun dan dalam bentuk apa pun. Dalam suasana itulah, manusia dapat bertindak secara bertanggung jawab. Oleh karena itu, kebebasan adalah hak asasi manusia dan termasuk dalam martabat manusia. Merusak kebebasan seseorang berarti menghina citra martabat orang itu sebagai manusia.

Adapun hak sipil itu umumnya berkaitan dengan prinsip kebebasan, yang terganggu karena hadirnya organisasi negara. Negara melalui pemerintah cenderung mengatur, membatasi dan terkadang melarang kebebasan sipil. Kebebasan sipil yang berkait dengan nilai-nilai agama dan diatur oleh kaidah agama, seringkali berimpit dengan hak penguasa dalam mengatur kehidupan kemasyarakatan. Hak untuk memilih pasangan hidup misalnya, haruslah merupakan kebebasan yang harus diakui keberadaannya oleh pemerintah. Namun kenyataannya, negara tidak membiarkan begitu saja kebebasan memilih pasangan yang bersamaan jenis atau berbeda agama.

Negara seharusnya tidak dibenarkan memaksa seseorang agar mengawini orang yang sama agamanya, karena perkawinan berbeda agama itu pun merupakan bagian dari kebebasan memilih calon suami atau istri. Lebih jauh lagi, perkawinan beda agama adalah merupakan implikasi dari realitas kemajemukan agama, etnis, suku, ras yang ada di Indonesia. Sehingga jika terjadi pelarangan perkawinan beda agama, maka hal tersebut sama saja dengan mengingkari realitas kemajemukan tadi. Kaidah dalam hak-hak asasi manusia sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, tidak mungkin dapat ditegakkan pelaksanaannya tanpa adanya hukum positif yang mengatur hak tersebut. Walaupun kaidah hak asasi manusia membenarkan perkawinan antar agama, tetapi jika pemerintah menolak melakukan pencatatan, maka kaidah hak asasi manusia itu akan kehilangan makna. Oleh karena itu, meskipun pemerintah atau negara tidak melarang perkawinan campuran antaragama, namun pemerintah secara tidak langsung menolak hak asasi tersebut melalui lembaga pencatatan nikah. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesan bahwa pemerintah memaksakan seseorang untuk memilih agama,

Page 153: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

153

yang semata-mata hanya untuk kepentingan unifikasi hukum dan administrasi pemerintahan.

Oleh karena itu, bila di Indonesia terjadi penolakan perkawinan beda agama, baik dari segi pelaksanaannya maupun pencatatannya, maka dalam perspektif HAM, hal tersebut menurut penulis jelas bertentangan dan melanggar prinsip-prinsip yang dikandung oleh HAM terutama hak beragama dan berkeluarga yang merupakan hak sipil seseorang.

Alasannya adalah bahwa Undang-Undang No. 39 tahun 1999 yang merupakan instrumen hukum yang mengatur HAM secara khusus di Indonesia, dengan tegas menjelaskan pada pasal 22 ayat (1) bahwa “ Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya itu”. Pasal 10 ayat (1) lebih menegaskan lagi bahwa “Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah”. Pelarangan kawin beda agama juga melanggar prinsip kebebasan dasar seseorang dalam beragama dan merupakan tindakan diskriminatif. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 secara jelas menyatakan bahwa “Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung di dasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan sepek kehidupan lainnya”.

Oleh karena itu, tindakan diskriminasi terhadap kebebasan seseorang dalam beragama mesti dihentikan karena beragama merupakan salah satu hak asasi manusia dan merupakan kebebasan dasar manusia yang diatur dan dijamin perlindungannya dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999. Hal ini tampak pada pasal 3 ayat (3) yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi”. Dalam Pasal 8 juga ditegaskan bahwa negara (dalam hal ini pemerintah) memiliki tanggungjawab menjamin prinsip kebebasan tersebut yang menjadi hak asasi manusia, “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia menjadi tanggung jawab negara, terutama Pemerintah“. Oleh karena itu, jika terjadi pelanggaran, pembatasan, bahkan penolakan terhadap kebebasan beragama dan kebebasan untuk berkeluarga (menikah) di Indonesia, maka hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap HAM dan konstitusi itu sendiri.

Dari segi pencatatan perkawinan, setiap warga negara yang memeluk agama apa pun yang secara universal diakui oleh umat manusia, maka berhak mendapat pelayanan administrasi dari negara. Tidak bisa dibenarkan Kantor Catatan Sipil menolak pencatatan perkawinan hanya karena suatu agama tidak tercatat pada lembaran negara atau karena masing-masing pasangan yang ingin menikah berbeda agamanya. Asumsi dasar dari pencatatan perkawinan adalah bahwa pernikahan, disamping sebagai bagian aktifitas ritual dalam semua agama, juga harus ditempatkan sebagai perikatan yang berdimensi yuridis dan sosiologis sehingga dalam pelaksanaannya harus memperhatikan aspek legalitas yang bersifat yuridis-formal. Di samping perkawinan adalah sebagai sebuah peristiwa hukum, perkawinan juga merupakan bagian dari proses sosial yang

Page 154: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

154

memerlukan adanya pengakuan secara sosial. Keharusan pencatatan dalam perkawinan bisa ditempatkan sebagai tindakan preventif dari kemungkinan lahirnya pelanggaran hukum berupa kekerasan dalam perkawinan baik dalam bentuk kekerasan fisik, psikis maupun penelantaran rumah tangga dengan payung yuridis yang kuat dan otentik yang dibuktikan dengan adanya akte perkawinan.

Pencatatan perkawinan juga merupakan bagian hak asasi warga negara yang perlu dilindungi karena berdasarkan pasal 3 ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 dijelaskan bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum”.

Dalam konteks jaminan atas HAM, konstitusi memberikan arti penting tersendiri bagi terciptanya sebuah paradigma negara hukum sebagai buah dari proses dialektika demokrasi yang telah berjalan secara amat panjang dalam lintasan sejarah peradaban manusia. Jaminan atas HAM meneguhkan pendirian bahwa negara bertanggung jawab atas tegaknya supremasi hukum. Oleh karena itu, jaminan konstitusi atas HAM penting artinya bagi arah pelaksanaan ketatanegaraan sebuah negara, sebagaimana yang diungkapkan oleh Sri Soemantri sebagai berikut:

Adanya jaminan terhadap hak-hak dasar setiap warga negara mengandung arti bahwa setiap penguasa dalam negara tidak dapat dan tidak boleh bertindak sewenang-wenang kepada warga negaranya. Bahkan adanya hak-hak dasar itu juga mempunyai arti adanya keseimbangan dalam negara, yaitu keseimbangan antara kekuasaan dalam negara dan hak-hak dasar warga negara.

Dari pernyataan di atas terlihat bahwa konstitusi merupakan napas kehidupan ketatanegaraan sebuah bangsa, tidak terkecuali bagi bangsa Indonesia. Konstitusi sebagai perwujudan konsensus dan penjelmaan dari kemauan rakyat memberikan jaminan atas keberlangsungan hidup berikut HAM secara nyata. Oleh karena itu, jaminan konstitusi atas HAM adalah bukti dari hakikat, kedudukan dan fungsi konstitusi itu sendiri bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sebagaimana yang telah dijelaskan di awal, dalam perspektif HAM, membentuk keluarga melalui pernikahan merupakan hak prerogatif pasangan calon suami dan istri yang sudah dewasa. Kewajiban negara adalah melindungi, mencatatkan dan menerbitkan akte perkawinannya. Namun sayangnya sebagaimana analisa penulis di atas, realitas ini tidak cukup disadari oleh negara, bahkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam (KHI) tidak memberi tempat bagi perkawinan beda agama. Akibatnya, banyak warga negara yang kebetulan “mampu” secara ekonomi menyiasati pembatasan undang-undang tersebut dengan mencatatkan perkawinannya di luar negeri untuk akhirnya dilaporkan ke Kantor Catatan Sipil di Indonesia. Sungguh ironis, bahwa warga negara Indonesia tidak mendapatkan perlindungan hukum di dalam negerinya sendiri, tetapi justru mendapatkan perlindungan hukum dari negara lain. Untuk yang tidak mungkin ke luar negeri, ada yang terpaksa “mengalah” dengan jalan pindah agama sejenak agar peristiwa pernikahannya dicatat oleh Kantor Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama.

2.1 Cara yang Ditempuh Bagi Pasangan Beda Agama

Page 155: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

155

Menurut Guru Besar Hukum Perdata Universitas Indonesia Prof. Wahyono Darmabrata, menjabarkan ada empat cara yang populer ditempuh pasangan beda agama agar pernikahannya dapat dilangsungkan. Menurut Wahyono, empat cara tersebut adalah:

1. meminta penetapan pengadilan,2. perkawinan dilakukan menurut masing-masing agama,3. penundukan sementara pada salah satu hukum agama, dan4. menikah di luar negeri.

Meminta penetapan pengadilan terakhir kali dilakukan oleh Andi Vonny Gani pada 1989. Jika RUU Adminduk yang saat ini sedang dibahas DPR disahkan, akan lebih banyak lagi penetapan pengadilan dimohonkan. Ketua Konsorsium Catatan Sipil Lies Sugondo menyatakan bahwa solusi penetapan pengadilan yang disarankannya turut dimasukkan dalam RUU Adminduk.

Perkawinan menurut masing-masing agama merupakan interpretasi lain dari pasal 2 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pagi menikah sesuai agama laki-laki, siangnya menikah sesuai dengan agama perempuan. Masalahnya adalah perkawinan mana yang sah? Terhadap cara ini perlu penelitian lebih jauh lagi.

Penundukan diri terhadap salah satu hukum agama mempelai mungkin lebih sering digunakan. Dalam agama Islam, diperbolehkan laki-laki Islam menikahi wanita non-Islam, yang termasuk ahlul kitab. Ayat Al-Quran inilah yang dipraktikkan sungguh oleh lembaga-lembaga seperti Paramadina, Wahid Institute, dan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), bahkan diperluas jadi memperbolehkan kawin beda agama bagi wanita muslim.

Untuk perkawinan beda agama, ada pendapat agar dikembalikan kepada agama masing-masing. Yang jelas dalam jalinan pernikahan antara suami dan istri, pertama harus didasari atas persamaan agama dan keyakinan hidup. Namun pada kasus pernikahan beda agama, harus ada jaminan dari agama yang dipeluk masing-masing suami dan istri agar tetap menghormati agama pasangannya. Jadi jangan ada sikap saling menghalangi untuk menjalankan ibadah sesuai agamanya.

Hukum gereja Katholik memperbolehkan perkawinan beda agama selama calon mempelai non-Katholik bersedia berjanji tunduk pada hukum perkawinan Katholik, monogami dan tidak bercerai seumur hidup, serta membiarkan pasangannya tetap memeluk Katholik.

Ada beberapa pihak yang menyatakan bahwa larangan beda agama tidak datang dari negara melainkan dari agama. Sepanjang tidak ada pengesahan agama, adalah tidak mungkin catatan sipil mencatat sebuah perkawinan, tandas Sudhar.

Fatwa MUI telah melarang perkawinan beda agama. Pada prinsipnya, agama-agama lain juga tidak membolehkan, bukan hanya agama Islam. Semua agama tidak memperbolehkan kawin beda agama. Umatnya saja yang mencari peluang-peluang. Perkawinannya dianggap tidak sah, dianggap tidak ada perkwianan, tidak ada waris, anaknya juga ikut hubungan hukum dengan ibunya.

Solusi terakhir adalah menikah di luar negeri. Banyak artis yang lari ke luar negeri seperti Singapura dan Australia untuk melakukan perkawinan beda agama. Jika melakukan perkawinan di luar negeri, berarti tunduk pada hukum di luar

Page 156: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

156

negeri. Pasangan tersebut mendapat akte dari negara itu, kemudian akte di bawa pulang untuk dicatatkan saja. Artinya tidak memperoleh akte lagi dari negara.

Hal ini menunjukkan Pemerintah tidak tegas. Meskipun UU tidak memperbolehkan kawin beda agama, tetapi Kantor Catatan Sipil bisa menerima pencatatan perkawinan beda agama yang dilakukan di luar negeri. Padahal, Kantor Catatan Sipil merupakan produk negara. Dengan demikian, seharusnya yang dicatat KCS adalah sesuai dengan hukum Indonesia. Secara hukum tidak sah. Kalau kita melakukan perbuatan hukum di luar negeri, baru sah sesuai dengan hukum kita dan sesuai dengan hukum di negara tempat kita berada. Seharusnya kantor catatan sipil tidak boleh melakukan pencatatan.

3. Simpulan Peraturan perundang-undangan Indonesia yang mengatur tentang perkawinan

memang kurang jelas dan tegas, banyak terjadi pertentangan antara satu aturan dengan aturan lain. Sehingga perlu diadakan perombakan peraturan sehingga tidak menimbulkan polemik di masyarakat. Salah satunya mengenai aturan tentang perkawinan khususnya mengenai kawin beda agama. Penolakan terhadap perkawinan beda agama, baik dari segi pelaksanaannya maupun pencatatannya jelas bertentangan dan melanggar prinsip-prinsip yang dikandung oleh HAM terutama hak beragama dan berkeluarga yang merupakan hak sipil seseorang.

Berkaitan dengan pencatatan perkawinan, maka hal tersebut juga merupakan bagian dari hak warga negara yang mesti dilindungi dan dipenuhi haknya. Asumsi dasar dari pencatatan perkawinan adalah bahwa pernikahan, disamping sebagai bagian aktifitas ritual dalam semua agama, juga harus ditempatkan sebagai perikatan yang berdimensi yuridis dan sosiologis sehingga dalam pelaksanaannya harus memperhatikan aspek legalitas yang bersifat yuridis-formal. Maka, materi-materi di dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan KHI perlu diperbaharui untuk tujuan penyempurnaan, sehingga mampu memberikan solusi terhadap persoalan yang muncul di masyarakat, baik dalam aturan formil maupun materil.

Salah satu yang perlu dilakukan adalah merevisi Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan khususnya pasal 2 ayat 1. Pembaruan tersebut menurut penulis secara teoritis dilatari dengan alasan: pertama, bahwa perkawinan, membentuk keluarga dan mendapatkan keturunan adalah merupakan hak seseorang yang termasuk dalam hak asasi manusia; kedua, sebagai sebuah negara, Indonesia dibangun bukan oleh satu komunitas agama saja, melainkan di dasarkan pada asas nasionalitas; ketiga, dalam konteks negara demokrasi, maka beberapa prasyarat yang dibutuhkan antara lain jaminan membangun civil society yang bebas, otonomi dan kualitas political society, adanya rule of law sebagai jaminan hukum bagi kebebasan warga negara dan kehidupan organisasi yang independent, birokrasi yang mendukung pemerintahan baru yang demokratis, dan masyarakat ekonomi yang institutionalized; keempat, Indonesia merupakan negara yang sangat plural. Pluralitas tersebut bukan hanya dari sudut etnis, ras, budaya, dan bahasa melainkan juga agama sehingga setiap kebijakan yang dilakukan oleh negara haruslah mengakomodir semua warga negaranya tanpa membedakan latar belakangnya. Tujuan dari pengakomodiran kebijaksanaan tersebut tidak lain agar semua

Page 157: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

157

warga negara mendapat sebuah kepastian hukum; kelima, negara mempunyai kewajiban untuk melayani hajat keberagamaan warganya secara adil tanpa diskriminasi. Implikasi dari kewajiban negara tersebut harus diartikan secara luas terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan hak dan kewajiban warga negara di mata hukum. Atas dasar itu, negara harus memenuhi hak-hak sipil warga negaranya tanpa melihat agama dan kepercayaan yang dianut; dan keenam, perkawinan antar agama secara objektif sosiologis adalah wajar karena penduduk Indonesia memeluk bermacam-macam agama dan instrumen hukum yang ada di Indonesia menjamin kemerdekaan beragama bagi setiap penduduknya sehingga tentu saja terbuka kemungkinan terjadinya dua orang berbeda agama saling jatuh cinta dan pada akhirnya membentuk sebuah keluarga.

Adapun secara praktis, Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 telah berusia lebih dari 32 tahun, sebuah usia yang menuntut peninjauan ulang atasnya karena undang-undang merupakan satu “sistem yang terbuka” yang tidak hanya melihat kebelakang kepada perundang-undangan yang ada, tetapi juga memandang kedepan dengan memikirkan konsekuensi-konsekuensi suatu keputusan hukum bagi masyarakat yang diaturnya.

DAFTAR PUSTAKA

Asmin. Status Perkawinan antar Agama Ditinjau dari Undang-Undang Perkawinan No. 1/1974, Jakarta: Dian Rakyat, 1986.

Dewan Pertahanan Keamanan Nasional, Pokok-Pokok Pikiran Bangsa Indonesia tentang HAM, Jakarta: Dewan Pertahanan Keamanan Nasional, 1997.

Eoh, O.S., Perkawinan Antaragama dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.

FXS. Purwaharsanto Pr., Perkawinan Campuran Antar Agama menurut UU RI No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan: Sebuah Telaah Kritis Aktualita Media Cetak, Yogyakarta: tnp, 1992.

Hamidi, Jazim dan Abadi, M. Husnu, Intervensi Negara terhadap Agama; Studi Konvergensi atas Politik Aliran Keagamaan dan Reposisi Peradilan Agama di Indonesia, Yogyakarta: UII Press, 2001.

Raharjo, Satjipto, Ilmu Hukum , Bandung: Angkasa, 1979.Raharjo, M. Dawam, “Dasasila Kebebasan Beragama, ” http://islamlib.com/id/index.php?

page=article&id=925, akses 7 Desember 2013.Rasyidi, M, Kasus RUU Perkawinan dalam Hubungan Islam dan Kristen, Jakarta: Bulan

Bintang, 1974.Ridwan, Nur Khalik, Detik-Detik Pembongkaran Agama: Mempopulerkan Agama

Kebajikan, Menggagas Pluralisme Pembebasan, Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2003.Sirry, Mun’im A., Membendung Militansi Agama: Iman dan Politik dalam Masyarakat

Modern, Jakarta: Erlangga, 2003.

Page 158: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

158

Soehadha, Moh, “Kebijakan Pemerintah tentang “Agama Resmi” serta Implikasinya terhadap Peminggiran Sistem Religi Lokal dan Konflik antar Agama”, Esensia, Vol. 5, No. 1 (Januari 2004).

Soemantri, Sri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Bandung: Alumni, 1992.Tamara, M. Nasir dan Taher, Elza Peldi (ed.), Agama dan Dialog Antar Peradaban,

Jakarta: Paramadina, 1996

LEARNING MINDSET IN TODAY’S BUSSINESS: LEADING TO INNOVATION AND CONSUMER CENTRIC MOTIVES

Mr. Ign Heri Satrya Wangsa is Faculty of Economics Dharma Cendika Catholic University Surabaya

ABSTRACT

Innovation has become relevant keywords for business that may intend to be competitive as there will be a creation of new breakthrough which has the orientation to form consumer-centric motives. Innovative business could label consumer-centric touch toward its products. Old result-oriented mindset will then go through how to ideally accomplish consumer’s expectation. The growing number of various customized products or tailor-made products has brought an important indication that consumer has become major issue. Innovative activities could not be continuously applied unless the business has mindset to renew its cycle. As an organism, a business should have learning mindset which could motivate itself to keep innovative. This is an introductory paper which hopefully facilitates those who want to conduct thorough study related to learning mindset on innovation and consumer-centric motives.

Keywords: learning mindset, innovation, consumer-centric motives

Page 159: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

159

1. BACKGROUND

Business is always close to its consumer. This means that business cannot be away from the perspective of its customer. This is not a problem of which should be in the first place, the supply or even the demand first, or reversely. The perspective of consumer in business put the consumer in deciding product orientation. Kotler (1994) used a number of terms related to pro-consumer such as customer satisfaction, customer orientation, customized product, customer importance, customer need management, economic value to customer and customer adoption process.

Product cannot be separated from those who want to use. Product has close relationship with consumer. Therefore, product should be made within the perspective of consumer, not even contrary, that product is made within business perspective.

Business as an organism has its own way of life and orientation for each product it produces that is customer orientation or consumer-centric. This orientation will be achieved easily by business which has commitment and motivation to give the best for its consumer, or in other words, consumer-centric motives.

Learning within the business organization context has been relevant issue in response with the challenge of competitive environment. Business should have learning mindset to carry out learning activities. Learning cannot be applicable with no active participation from human resources that also have to change their old mindset into learning individuals.

Learning will create knowledge which is persistently improved to attain business intelligence.

The outcomes of learning activities are innovative culture and consumer-oriented motivation. This means that learning can create innovative culture which will then change into pro-consumer motivation. The writer uses the term “consumer-centric motives” as opposed to today’s popular term “profit motives”. The way to use consumer-centric motives which is contrast with profit motives attempts to remove the existing “religiously believed” mindset that business must be profit-oriented.

Therefore, it will create learning mindset cycle combining learning mindset, innovation, and consumer-centric motives which make business more adaptive, and responsive. Business which grows potentially as it can be well integrated with its surroundings.

The writer uses three terms or keywords related with the business demand to be more adaptive and responsive in the competitive environment, mainly: learning mindset, innovation and consumer-oriented motives.

PROBLEM

How could learning concept producing innovative culture as well as consumer-centric motives be justified?

Page 160: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

160

2. THEORETICAL REVIEW

Drucker (1992) stated that the coming era of knowledge has caused business context consequences which put information as business resources. Business need structured information and be equally applicable to guide orientation for the creation of business transformation lead to the efficiency and effectiveness. The logic of knowledge era for business has to be adopted by the presence of information which could drive business to attain productivity, mainly managing efficiency and effectiveness.

Managing productivity also discusses about the quality of business management which is very much determined by the quality of atmosphere in which all human resources closely interact each other individually or in-group. Meaning of strategic role within the context of human resources is the ability to create innovation and engage their own scientific understanding (Tjakraatmadja, 2006:61), in order to attain competitiveness in business by re-shaping itself into “learning organization” which persistently be adaptive with its environment. (Senge, 1990)

Consumer-oriented means that they zero in on the consumer’s world, rather than on more impersonal market variables (segments, shares, and trends). More direct means that they speak directly to consumers rather than relying on filtered data and interpretations of less direct sources. More anticipatory means that they more effectively identity consumer interests in the early stages, in contrast to source dealing mainly with consumer reactions to marketing actions. More aware means that they possess a keener capacity for tapping consumer feelings, rather than just thoughts. Dissatisfaction sensitive means that they stand a better chance of registering consumer dissatisfaction. While government and consumer influenced means that they recognize the effect on consumers of the government-consumer advocate coalition as distinct from the effect of competitors and intermediaries. (Barbera and Rosenberg, 1985)

Chaplin (1981) in Kartini-Kartono (2001) explained the meaning of motive from the perspective of psychology as an intense situation found in human who could drive, maintain and guide behavior to certain goal or target. The meaning of “an intense situation” covers the meaning of “conscious reason”. The “conscious reason” becomes a driver for individuals to behave. The motives attribute which could be taken from that meaning is conscious reason and clearly-defined and target-oriented behavior.

3. METHODOLOGYThis paper is written in the form of literature study as well as rationalizing the

correlation between all the three keywords, mainly: learning mindset, innovation and consumer-centric motives. The study is theoretically accomplished using deductive methods, whereas rationalizing the correlation is applied to initiate meaning of the three keywords. Some examples were introduced to clarify understanding. Hopefully, this study could motivate future research to find and determine variables, to develop research question, and to build conceptual framework of learning organization.

4. DISCUSSION

Page 161: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

161

4.1. Era of knowledge and learning mindset

Trend in new economic has been focusing on knowledge as resources for the production of information. The growth of service industry is shown by service products which are globally getting easier, faster and cheaper. Changes in knowledge and technology which are very easy and fast has made technological cycle getting shorter. The facts show the importance of continuous innovation (Riady, 2004:193) for company through the development of mindset which could be constructed when the existing individuals could build themselves as learning individuals. Therefore, the ideal characteristic of individuals is the ability to have knowledge on accurate information resources, intelligent analysis, solution-based, communicative, quick and strict response, have scientific creativity, vision able, human-based consciousness, ethics, art and culture, logic and anthropologic (Riady, 2004:193).

The production of knowledge through the great role of mind. In learning process mind plays importantly. When all human resources in a company interact each other they use their mind producing knowledge. Companies do investing knowledge attaining success in the future. Knowledge can be shared, and the very act of sharing multiplies it exponentially. A human mind alters its state forty times a second, with each cycle creating additional knowledge. When exposing it to another mind – also brimming with knowledge, also cycling at forty times a second – learning explodes. Each mind changes in accordance with the other mind; they co-evolve. Put three or more together and amazing things really start to happen. “I not only use all the brains that I have,” Woodrow Wilson said, “but all that I can borrow.”……“Business has become terribly complex,” Konosuke Matsushida of Matsushida Industries wrote in 1988. “Therefore, a company must have the constant commitment of the minds of all its employees to survive.” (Petzinger Jr, 1999:150)

Therefore, there should be close relationship between trend in new economic and era of knowledge which make “learning” becomes very relevant issues. The keyword of learning cannot be separated from knowledge. When sharing knowledge happened, learning activity is accomplished.

Meaning of learner has indicated business as an organism which can grow through commitment to develop management capability within the clear and specific direction, that is when business is considered as essential by its environment. The ability to adapt with trend of market which is more complex and customized can be well done if there is a strong commitment to keep in touch with innovation and develop consumer-centric motives.

In Toyota’s case, the outcome of organization learning process is the creation of continuous improvement. Continuous improvement, which is called by Toyota as “kaizen”, has become philosophical reference for its worker, so that Toyota can reach operational excellence as its strategic weapon to win global competition. Toyota has successfully implemented “kaizen” as it has commitment and thorough consistency to use management and leadership principles which is focusing on people (respect for people), so that every individuals can give maximum contribution. In addition, Toyota has successfully created better “climate” or atmosphere for individuals to accomplish continuous learning process. Toyota’s keywords that may be necessary to highlight are organization learning

Page 162: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

162

process, continuous improvement process, operational excellence, leadership which is respect for people, better climate for learning activity, and productivity.

4.2. InnovationInnovation cannot avoid the role of human. Innovation in business is accomplished

through human capital. Human resources as intellectual asset for business, through learning mindset, exercise creativity, concept, adoption and implementation for product development.

Innovation has wider meaning including creativity, concept, adoption and implementation of new idea and service. Innovation is implemented through human capital such as knowledge or new idea which is transformed into product, service and spiritual development. Developing human capital in an organization is accomplished by using more on things owned by individuals in an organization, knowledge as well as skills. Various programs can be prepared systematically by organization which is possible to facilitate idea sharing related work and problem that may happen. Organization can find opportunity of private knowledge which is made into general knowledge, and tacit knowledge is created into explicit knowledge. Combination of knowledge can be base for the creation of innovation. Creation of organization knowledge may be accomplished by socialization, externalization, combination and internalization. (Dharma, 2004:27)

4.3. Customer-Centric MotivesThe importance of customer-centric motives is consciously perceived by business

as a logical consequences. It means that business should have better instinct towards consumer’s need. It is different with the meaning of “customer is a king” or misinterpretation of consumer orientation meaning as stated by Trout (1999:73):

Many management gurus and instructor have created informal industry for consumer orientation. They published many articles related to how to attract, love and cooperate as well as maintain consumer. We are told that consumer is always right, sometimes right, or always wrong. Consumer is CEO; consumer is a king; consumer is a “butterfly”. In this era we are forced to know how to use feed-back from consumer, how to give lifetime warranty to consumer, how to get inspired by consumer, how to manage bad consumers, how to prepare for the coming era of “never satisfied consumer”.

Business which is consumer-oriented has better sense towards consumer’s need that is the ability to know how consumer knows well our business. While there are many CEO prefer to discuss consumer orientation, it is interesting to see where the success CEO of 500 world-class companies give greater concern to competitive strategy (18%), human resources management (17%), technology breakthrough (13%), change management (13%), and financial management (12%). It is clearly stated that “focusing on consumer” is not among those success factors. The major problem is not how you know consumer, but how consumer knows you (Trout, 1999:80-81).

Barbera & Rosenberg (1985) adds Trout’s opinion that quantitative data related to market performance has shown business concern on profit is not relevant as it denies brand loyalty, supply availability, and competitive alternatives, which can affect future sales and market share.

Page 163: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

163

Managers clearly attribute great importance to market performance data. Indicators such as sales volume, sales growth, and market share provide excellent feedback and are used directly in profit calculations. But they can measure only so much. While sales figures indicate customer acceptance in a given time period, they tell little about the degree of satisfaction. They generally exclude such factors as brand loyalty, supply availability, and competitive alternatives, which can affect future sales and market share. (Barbera & Rosenberg, 1985)

In today’s meaning of business, consumer-centric motives have been very relevant to “remove” profit motives shown by quantitative data of business performance. Consumer-centric motives mean hard effort to get closer with its consumer. The following illustration figure out how business has efforts to employ the meaning of consumer orientation:

Experiencing what consumer’s experience. Most large organizations shield executives from contact with consumers. This isolation is compounded when subordinates insulate executives from bad news, especially in the early stages. To break out of the corporate cocoon, some managers seek interaction with customers. Either voluntarily or because of company policy, these managers ride repair trucks, answer telephones, wait on customers, and stand in lines – without identifying themselves. They seek out customers’ opinions of the company’s products or service. With an eye on consumerist critics, executives can benefit from feeling first-hand many of the frustrations their customer’s experience.

Avis’s chairman, Winston J. Morrow, Jr., gets in line with customers waiting for cars at airports and sometimes steps behind the counter to check out customer reactions. McDonald’s Corporation executives eat regularly at company fast-food outlets. Signs ordering people to move to the “next position” were removed from all outlets following chairman Ray Kroc’s experience and statement: “It’s up to us to move the customer.”

The opportunity for senior executives to gather field information may be limited. Some executives prefer the VIP treatment. Even when executives visit service outlets, a typical experience may elude them – if they are recognized or if employees are notified prior to the visit. To prevent this, several companies use a spotter service to check on product or service performance. (Barbera & Rosenberg, 1985)

The illustration shows how consumer-centric motives are exercised through “real activities” to build communicative relation. It is a communicative approach as well as medium to collect information (field information) that could be “scarce” opportunity for senior executives to get closer with their consumer and hear the first-hand many of the frustrations their customers may experience.

Consumer-centric motives are conscious activities for business to keep focusing on market opportunity. Opportunity which is relevant with consumer orientation means that business creates potential product for future consumer. It is possible that consumer has not been able to predict its need in the future. Business has found this as an opportunity. Business should be able to predict what consumer needs in the future. The following illustration is taken from Majalah East Java Business Review (2001):

In Indonesia it has come around 25 new brands of motorcycle which are made in China (mocin). The advantages of mocin lays in the efficiency, powerful, and higher after

Page 164: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

164

sales pricing. Supported by commitment to give excellent service and relatively low-priced, mocin forcefully compete with the existing motorcycle market in Indonesia. Many years ago the market had been won by Japan with the prestigious and established brand such as Honda, Yamaha, Suzuki and Kawasaki. Japan should anticipate the presence of mocin as its target market is middle class.

4.4. Conceptual model: Learning mindset, Innovation and Consumer-Centric motivesBased on the above description, the writer develops conceptual model for the

three keywords in the context learning organization: learning mindset, innovation and consumer-centric. (see Figure-1). An organization could build itself as a learning “organism” by implementing key policies (Pitts, 1996). The main policies are training and developing human resources, decentralization of responsibility (de Geus, 1997), team-work building, tolerance and reward system (de Geus, 1997), and openness policy. The elements of learning mindset derived from the model (see Figure-1) within learning organization context are new ideas and skills, creativity of decision making, skills and knowledge for potential and prospective product, and building motivation. Innovation and consumer-centric motives could be well implemented when learning individuals are created. Consumer-centric motives focus on how consumer can know our business (Trout, 1993) and how business can experience what consumers experience (Barbera & Rosenberg, 1985).

5. CONCLUSIONLearning has been relevant keywords for today’s business which is consistently

accomplished innovation in various practices. The intensity of competition has made business keep innovating which should be consumer-oriented.

Consumer-centric motives mean highly response to consumer’s need, deep concern on how to fulfill consumer’s expectation and market preference which are now getting complicated. It is a matter of how consumers can well recognize our product and how business can experience what consumer’s experience.

The adaptability for business in the current competitive environment could only be succeeded by human capital through learning activity and innovation.

REFERENCES

Barbera, Priscilla A. La & Larry J. Rosenberg. 1985. How Marketers Can Better Understand Consumers. Boston: Houghton Mifflin Company.

Chaplin, J.P., 1981. Dictionary of Psychology (diterjemahkan oleh Kartini-Kartono). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

De Geus, Arie. 1997. The Living Company. Harvard Business School Press.Dharma, Surya. 2004. Formasi Modal Manusia dan Strategi Inovasi. Majalah USAHAWAN

No. 09 Tahun XXXIII September 2004. Jakarta: Penerbit Lembaga Manajemen FE-UI.Drucker, P.F. 1992. Managing for the Future. New York: Butterworth-Heinemann Ltd.

Page 165: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

165

Hadiyati, Uning. 2007. Strategi Mengelola Perubahan melalui Learning Organization di Lingkungan Perusahaan Kecil-Menengah Sentra Industri Kecil Mebel Rotan. Majalah Usahawan No. 01 Tahun XXXVI Januari 2007. Jakarta: Penerbit Lembaga Manajemen FE-UI.

Kotler, Philip et all., 2003. Rethinking Marketing. Singapore: Prentice Hall.Kotler, Philip. 1994. Marketing Management: Analysis, Planning, Implementation, and

Control. New Jersey: Prentice Hall International Edition.Majalah East Java Business Review. Volume 2 No. 3 March – April 2001 p. 7-8. Centre for

Business & Industrial Studies (CBIS) Ubaya.Petzinger Jr, Thomas. 1999. The New Pioneers. New York: Simon & Schuster Publisher.Pitts, Robert A. 1996. Strategic Management: Building and Sustaining Competitive

Advantage. West Publishing Company.Riady, Mochtar. 2004. Nanotechnology Management Style. Jakarta: Penerbit FE-UI.Senge, P.M. 1990. The Fifth Discipline: The Art and Practice of Learning Organization. New

York: Double D.Tjakraatmadja, Jann Hidajat & Donald Crestofel Lantu. 2006. Knowledge Management

Dalam Konteks Organisasi Pembelajar. Bandung: PT Mizan Grafika SaranaTrout, Jack. 1999. The Power of Simplicity Management Guide to Cutting Through the

Nonsense and Doing Things Right. New York: McGraw-Hill CompaniesPERAN PENGUNGKAPAN INTELLECTUAL CAPITAL PADA LAPORAN KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN DI MASA MENDATANG

OLEH: CHRISDIANTO, Dosen Ekonomi di Universitas Dharma Chendika Surabaya

ABSTRAK

Intellectual capital adalah kekayaan perusahaan yang penting dan sangat bernilai. Seiring dengan perkembangan yang terjadi dalam dunia bisnis, masalah intellectual capital mendatangkan tantangan untuk menyajikan intellectual capital dalam laporan keuangan agar laporan keuangan lebih memiliki nilai guna untuk memberikan informasi kepada pihak yang membutuhkan terutama memberikan daya guna prediksi kinerja keuangan perusahaan di masa mendatang bagi investor dan kreditor.

Penyajian intellectual capital membuat laporan keuangan menjadi lebih relevan dan reliabel terutama untuk memprediksi kinerja keuangan perusahaan di masa mendatang yang amat penting artinya bagi investor dan kreditor. Berdasarkan keadaan ini, amat penting bagi perusahaan untuk menyajikan laporan keuangan dengan didampingi penyajian pelaporan intellectual capital.

Penyajian intellectual capital seringkali menjadi perdebatan karena sulit untuk dinilai dan diukur. Akan tetapi karena manfaatnya yang besar terutama untuk memprediksi kinerja keuangan di masa mendatang maka harus dicari jalan agar tetap ada menjadi bagian laporan keuangan. Guna mengatasi permasalahan yang ada penyajian intellectual capital dapat dilakukan pada bagian pengungkapan atas laporan keuangan.

Page 166: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

166

Kata Kunci: Intellectual Capital, Pengungkapan, Prediksi Kinerja Keuangan

1. Latar Belakang

Laporan keuangan berguna untuk memberikan informasi terutama informasi keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap sebuah perusahaan. Untuk memberikan peningkatan pada daya guna laporan keuangan sehingga dapat dijadikan sebagai informasi dalam pertimbangan pengambilan keputusan, laporan keuangan harus bersifat relevan dan reliabel. Laporan keuangan yang relevan adalah laporan keuangan yang dapat digunakan sebagai alat prediksi tentang hal-hal di masa mendatang, sedangkan laporan keuangan yang reliabel adalah laporan keuangan yang dapat diandalkan dalam arti laporan keuangan tersebut bebas dari salah saji dan jujur.

Laporan keuangan untuk saat ini tidak boleh hanya berfokus pada masalah keuangan saja guna mewujudkan laporan keuangan yang relevan dan reliabel. Laporan keuangan harus mampu memberikan informasi lain yang bersifat non keuangan untuk mendukung terciptanya laporan keuangan yang relevan dan reliabel. Salah satu masalah yang harus dilaporkan dalam laporan keuangan untuk meningkatkan daya guna yang dimiliki dengan meningkatkan nilai relevansi dan reliabilitas adalah pengungkapan intellectual capital perusahaan. Intellectual capital merupakan salah satu faktor yang memiliki peranan penting untuk mendapatkan kinerja keuangan yang baik bagi perusahaan sehingga masalah intellectual capital diyakini amat penting untuk diungkapkan dalam laporan keuangan yang disajikan oleh suatu perusahaan. Intellectual capital yang dimaksud adalah pengetahuan dan keahlian karyawan, paten yang dimiliki, image yang baik dari konsumen, pangsa pasar, dan sebagainya. Perusahaan yang saat ini memiliki kinerja keuangan yang baik belum tentu tetap memiliki kinerja keuangan yang baik pula di masa mendatang karena tidak didukung oleh intellectual capital yang baik, akan tetapi perusahaan yang saat ini memiliki kinerja keuangan yang kurang baik belum tentu juga memiliki kinerja keuangan yang tidak baik di masa mendatang karena memiliki dukungan intellectual capital yang baik bahkan bukan tidak mungkin perusahaan tersebut lebih unggul dari perusahaan lainnya.

Dari pemaparan tersebut, amat berbahaya juga bagi pemakai informasi laporan keuangan bila tidak memperhatikan masalah intellectual capital. Manajemen perusahaan sebagai penyaji laporan keuangan harus berupaya untuk memikirkan penyajian intellectual capital untuk meningkatkan daya guna laporan keuangan terutama untuk menghasilkan pengambilan keputusan yang benar sesuai dengan kepentingan masing-masing pihak yang membutuhkan laporan keuangan. Penyajian intellectual capital dalam laporan keuangan diharapkan mendatangkan kemampuan untuk memilih keputusan yang tepat sesuai dengan kepentingan masing-masing pihak.

Masalah pengungkapan intellectual capital semakin penting ketika berada pada perusahaan jasa. Perusahaan jasa dengan karakteristik yang dimiliki yaitu mengandalkan kemampuan (intellectual) membuat adanya tekanan penting terhadap intellectual capital bila dibandingkan pada perusahaan dagang atau manufaktur. Rumah sakit, hotel,

Page 167: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

167

transportasi dan sebagainya adalah perusahaan yang mengandalkan kemampuan tenaga kerja yang dimiliki untuk mencapai kesuksesan, di mana semua itu merupakan komponen dari intellectual capital. Akibatnya, pada perusahaan jasa diperlukan kemampuan yang lebih untuk melakukan pengungkapan terhadap masalah intellectual capital.

Untuk menyajikan masalah intellectual capital dalam pada laporan keuangan yang menjadi masalah adalah masalah penyajian itu sendiri. Penyajian intellectual capital pada laporan keuangan seringkali menimbulkan masalah di mana letak penyajian laporan keuangan. Hal itu disebabkan intellectual capital seringkali sulit untuk diukur sehingga bila dipaksakan akan mendatangkan kesulitan untuk mendapatkan nilai ukuran untuk intellectual capital. Guna mengatasi keadaan ini, penyajian intellectual capital pada laporan keuangan dapat dilakukan dengan menyajikan pada bagian pengungkapan.

Pengungkapan dapat dilakukan pada catatan atas laporan keuangan. Meskipun penyajian dilakukan secara kualitatif, diharapkan penyajian ini akan memberikan nilai tambah informasi bagi pihak pemakai laporan keuangan untuk mengambil keputusan sesuai dengan kepentingan yang dimiliki. Dengan demikian, adanya pengungkapan masalah intellectual capital pada laporan keuangan diharapkan akan meningkatkan kemampuan untuk memprediksi kinerja keuangan perusahaan di masa mendatang. Tujuan pembahasan yang diharapkan adalah memberikan pemahaman tentang peran pengungkapan intellectual capital pada laporan keuangan untuk memprediksi kinerja keuangan perusahaan di masa mendatang.

2. Pembahasan

2.1. Intellectual CapitalSaputro (2001) menyatakan bahwa intellectual capital bisa juga disebut dengan

intellectual property, intellectual assets, knowledge assets yang dalam bahasa Indonesia dapat disebut dengan modal intelektual, kekayaan intelektual, atau aktiva intelektual. Intellectual capital sebagai total modal saham atau ekuitas dengan didasarkan pada pengetahuan yang dimiliki perusahaan. Intellectual capital dapat juga merupakan hasil akhir dari proses transformasi pengetahuan atau pengetahuan itu sendiri yang ditransformasikan dalam intellectual property atau intellectual assets perusahaan. Intellectual capital merupakan bagian dari pengetahuan yang dimiliki oleh perusahaan, yang akan menghasilkan keuntungan di masa mendatang bagi perusahaan.

Astuti (2005) mengungkapkan definisi tentang intellectual capital dari berbagai ahli sebagai berikut ini:1. Intellectual capital bersifat elusive, dalam arti apabila intellectual capital sekali

dapat diketemukan dan dieksploitasi dapat berguna menjadi basis atau sumberdaya baru bagi organisasi untuk berkompetisi dan memenangkan persaingan.

2. Inttelectual capital adalah istilah yang diberikan untuk mengkombinasikan intangible asset dari pasar, property intellectual, infrastukrur dan pusat manusia yang menjadikan perusahaan dapat berfungsi.

Page 168: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

168

3. Intellectual capital adalah materi intelektual (pengetahuan, informasi, property intellectual, dan pengalaman) yang dapat digunakan untuk menciptakan kekayaan. Ini adalah suatu kekuatan akan kolektif atau seperangkat pengetahuan yang berdaya guna.

4. Intellectual capital adalah pengejaran penggunaan efektif dari pengetahuan sebagaimana berposisi terhadap informasi.

5. Intellectual capital dianggap sebagai suatu elemen nilai pasar perusahaan dan juga market premium (nilai lebih perusahaan di pasar). Yudianti (2000) menyatakan intellectual capital dapat dikategorikan menjadi dua

bagian, yaitu:1. Modal intelektual yang relatif mudah diukur seperti paten, merek dagang, hak

cipta, dan aktiva yang tidak berwujud lainnya yang bisa diukur dan dikelola sesuai dengan standar akuntansi yang ada.

2. Modal intelektual yang sulit untuk diukur seperti nilai karyawan, tim manajemen, hubungan dengan pelanggan, dan sebagainya.Hidayat (2001) menyatakan intellectual capital merupakan pengetahuan, tetapi

bukan setiap pengetahuan. Dengan kata kata lain, intellectual capital memiliki makna yang lebih luas dari pengetahuan murni, di mana pengetahuan tersebut juga memberikan manfaat bagi perusahaan. Pengelolaan intellectual capital mencakup kegiatan mencari, menumbuhkan, menyimpan, menjual, dan membagikan informasi atau pengetahuan.

Astuti (2005) menyatakan intellectual capital merupakan kombinasi dari elemen-elemen sebagai berikut ini:1. Modal manusia (human capital)

Modal manusia terdiri dari pengetahuan, pendidikan, kualifikasi keahlian, pengetahuan yang berhubungan dengan pekerjaan, penilaian jabatan dan pekerjaan, penilaian psikometrik, kemampuan inovatif dan proaktif, dan kemampuan untuk berubah menuju arah yang lebih baik dari karyawan yang dimiliki oleh perusahaan.

2. Modal pelanggan atau relasi (customer capital)Customer capital merupakan hubungan dengan pihak luar khususnya pelanggan. Customer capital berupa jumlah pelanggan yang dimiliki oleh perusahaan, reputasi dari perusahaan, brand, nama perusahaan, saluran distribusi, kolaborasi dalam bisnis, persetujuan untuk melakukan lisensi, kontrak yang menguntungkan, dan sebagainya.

3. Modal organisasi (struktural)Pendekatan sistematik untuk modal organisasi dapat dilakukan dengan menggunakan analisis value chain. Tujuan dari analisis value chain untuk mengidentifikasikan elemen-elemen proses dan aktivitas perusahaan dan menghubungkannya untuk menghasilkan value bagi pelanggan. Modal organisasi terdiri dari:a. Kekayaan intelektual yang meliputi: paten, merek dagang, desain produk,

hak cipta, dan sebagainya.

Page 169: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

169

b. Aktiva infrastruktur yang meliputi filosofi manajemen perusahaan, budaya perusahaan, proses manajemen, sistem informasi, sistem jaringan, dan hubungan keuangan.

Totanan (2004) menyatakan intellectual capital memiliki kemampuan menghantarkan perusahaan pada keunggulan bersaing. Persaingan bisnis yang ketat membuat perusahaan berfokus pada konsumen yang dimiliki dengan menciptakan nilai yang terbaik kepada konsumen. Intellectual capital adalah faktor yang dapat menghantarkan perusahaan untuk menciptakan nilai yang terbaik, sebab intellectual capital merupakan kemampuan yang pada umumnya tidak dimiliki oleh pihak lain dan bersifat untuk sulit ditiru. Kondisi yang ada menyebabkan intellectual capital memiliki kemampuan untuk memampukan perusahaan mencapai keunggulan bersaing.

Yudianti (2000) juga menyatakan bahwa pengukuran terhadap intellectual capital penting untuk dilakukan karena alasan sebagai berikut ini:1. Pengukuran akan memberikan dasar penilaian perusahaan. Penilaian perusahaan

penting untuk memberi harga perusahaan di pasar sehingga bisa dipakai sebagai acuan untuk memperoleh keuntungan bagi pemegang saham atau investor.

2. Pengukuran akan menarik perhatian manajemen pada sesuatu yang penting. Pengukuran intellectual capital memberikan informasi besar perkembangan intellectual capital yang dimiliki dari waktu ke waktu, sehingga manajemen bisa lebih memberikan perhatian melalui evaluasi yang dilakukan.

3. Pengukuran juga bisa dipakai sebagai penyesuaian aktivitas yang berhubungan dengan investasi intellectual capital, sehingga bisa dipakai untuk meyakinkan manajemen puncak mengenai nilai dan kegunaan dari intellectual capital.Saputro (2001) menyatakan bahwa pengembangan perlakuan intellectual capital

pada laporan keuangan bukan merupakan hal yang mudah. Ada tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk melakukan memperlakukan intellectual capital pada laporan keuangan, yaitu:1. Pendekatan standar akuntansi

Standar akuntansi memberikan pendekatan perlakuan intellectual capital sebagai intangible asset (aktiva tidak berwujud) apabila intellectual capital tersebut dapat diukur dengan baik. Hal ini juga seperti yang dipaparkan oleh IAI (2004) pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 19 yang memberikan penekanan pada aktiva tidak berwujud dan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 30 yang memberikan penekanan pada perlakuan akuntansi untuk biaya riset dan pengembangan perusahaan.

2. Informasi tambahan pada laporan keuanganPendekatan ini memberikan informasi yang relevan tentang intellectual capital dalam bentuk tambahan laporan atau informasi tambahan untuk mendukung informasi yang ada dalam laporan keuangan.

3. Informasi intellectual capital dalam bentuk disclosureApabila pengukuran tetap sulit untuk dilakukan, maka informasi intellectual capital sebaiknya diungkapkan dalam bentuk disclosure. Akuntan memiliki keterbatasan pengetahuan untuk dapat menyampaikan semua informasi dan keterbatasan untuk dapat memenuhi semua yang diinginkan oleh pemakai sehingga sulit untuk

Page 170: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

170

mempertahankan satu pilihan pelaporan untuk berbagai kepentingan. Konsekuensi sebagai pilihan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pengungkapan (disclosure) tentang intellectual capital yang lebih rinci.Pengungkapan intellectual capital merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi keterbatasan pengukuran intellectual capital. Pengungkapan intellectual capital menyajikan hal-hal berkaitan dengan intellectual capital yang tidak disajikan pada laporan keuangan. Disclosure tentang intellectual capital yang dilakukan diharapkan dapat memberikan informasi kepada pemakai laporan keuangan mengenai semua nilai yang dimiliki perusahaan sehingga tidak salah dalam pengambilan keputusan.

2.2. Peran Laporan Keuangan sebagai Alat Prediksi Kinerja Keuangan Perusahaan di Masa Mendatang

Laporan keuangan merupakan informasi yang menyajikan prestasi keuangan perusahaan pada periode tertentu. Dari laporan keuangan terutama laporan laba rugi, pihak yang memakai laporan keuangan dapat mengetahui bagaimana kinerja keuangan yang dicapai oleh perusahaan. Kinerja keuangan ini umumnya dapat digunakan sebagai bahan evaluasi serta melakukan prediksi keuangan perusahaan di masa mendatang. Berdasarkan kondisi yang ada, maka secara tidak langsung laporan keuangan berguna untuk pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan guna melakukan prediksi kinerja keuangan perusahaan di masa mendatang sesuai dengan kepentingan yang dimiliki.

Laporan keuangan yang disajikan secara time series (dari waktu ke waktu) akan menunjukan bagaimana perkembangan kinerja keuangan perusahaan dari satu waktu ke waktu berikutnya sehingga pihak pemakai laporan keuangan dapat memberikan prediksi bagaimana kinerja perusahaan untuk masa mendatang. Laporan keuangan juga memberikan kemampuan kepada pihak pemakai untuk menyusun rasio-rasio keuangan yang dibutuhkan, sebagai upaya melakukan analisis laporan keuangan guna mendukung kemampuan prediksi terhadap kinerja keuangan perusahaan di masa mendatangsesuai dengan kepentingan-kepentingan yang dimiliki. Pihak investor dan kreditor adalah pihak yang umumnya berkepentingan terhadap prediksi kinerja keuangan perusahaan di masa mendatang.

Investor melakukan prediksi kinerja keuangan perusahaan untuk menetapkan keputusan pembelian saham. Investor akan membeli saham perusahaan yang diprediksi memiliki kinerja keuangan terbaik di masa mendatang. Hal ini dikaitkan dengan balas jasa yang akan diterima investor baik itu dividen maupun capital gain. Dividen adalah laba yang dibagikan kepada investor sebagai pemegang saham. Perusahaan yang memiliki kinerja keuangan yang baik umumnya memiliki laba yang tinggi sehingga dividen yang dibagikan juga tinggi. Hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap permintaan saham perusahaan di pasar modal sebab banyaknya investor yang menginginkan dividen tinggi membuat volume perdagangan saham perusahaan di pasar modal meningkat sehingga harga saham menjadi tinggi dan investor akan mendapatkan

Page 171: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

171

keuntungan lain yaitu capital gain atau selisih harga jual dengan harga beli saham yang tinggi.

Kreditor melakukan prediksi terhadap kinerja keuangan perusahaan di masa mendatang karena berkepentingan terhadap penentuan pemberian pinjaman kepada perusahaan yang bersangkutan. Bila prediksi kinerja keuangan perusahaan di masa mendatang memberikan informasi yang bersifat positif maka kreditor akan memutuskan untuk memberikan pinjaman tetapi bila tidak baik, maka pinjaman tidak akan diberikan. Informasi positif akan terjadi bila prediksi kinerja keuangan perusahaan menunjukkan hasil yang makin baik sehingga menghasilkan asumsi ada kemampuan perusahaan untuk menghasilkan tingkat laba yang tinggi di masa mendatang, sehingga akan ada aliran kas yang masuk untuk memperkuat kondisi keuangan perusahaan. Kondisi keuangan perusahaan yang makin kuat memberikan informasi pada kreditor bahwa perusahaan punya kemampuan membayar bunga serta pokok pinjaman.

Laporan keuangan yang berguna sebagai alat prediksi keuangan perusahaan di masa mendatang adalah laporan keuangan yang memiliki tingkat relevansi dan reliabilitas yang tinggi. Laporan keuangan yang relevan adalah laporan keuangan yang disusun sesuai dengan keadaan yang dihadapi oleh perusahaan pada periode yang bersangkutan. Laporan keuangan yang reliabel adalah laporan keuangan yang dapat diandalkan, di mana laporan keuangan tersebut bebas dari salaj saji material serta memiliki nilai kejujuran yang tinggi. Laporan keuangan yang tidak relevan dan reliabel tentu saja akan menghasilkan analisis yang salah oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan, akibatnya prediksi tentang kinerja keuangan perusahaan di masa mendatang juga akan salah.

Untuk menghasilkan laporan keuangan yang relevan dan reliabel sehingga berguna dalam rangka prediksi kinerja perusahaan di masa mendatang, laporan keuangan tidak hanya berfokus pada masalah keuangan saja tetapi juga memberikan tinjauan lain terhadap masalah non keuangan. Hal ini disebabkan karena masalah non keuangan juga berperan untuk menentukan prediksi kinerja keuangan perusahaan di masa mendatang. Salah satu masalah non keuangan yang berperan menentukan kinerja keuangan adalah intellectual capital sehingga amat penting bagi perusahaan untuk menyajikan intellectual capital dalam laporan keuangan yang dibuat.

2.3 Intellectual Capital untuk Meningkatkan Kemampuan Prediksi Kinerja Keuangan Perusahaan di Masa Mendatang

Intellectual capital mampu meningkatkan kemampuan prediksi kinerja keuangan perusahaan di masa mendatang sebab intellectual capital berkaitan dengan berbagai masalah non keuangan yang memberikan pengaruh besar terhadap kinerja keuangan perusahaan. Hal ini disebabkan karena intellectual capital yang meliputi pengetahuan dan keahlian karyawan, paten yang dimiliki, image yang baik dari konsumen, pangsa pasar, dan sebagainya sangat berkaitan dengan upaya-upaya menghasilkan kinerja keuangan. Perusahaan yang saat ini memiliki kinerja keuangan yang tidak baik di masa sekarang, belum tentu memiliki prediksi kinerja keuangan tidak baik di masa mendatang apabila memiliki intellectual capital yang baik di masa sekarang. Demikian pula

Page 172: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

172

sebaliknya, perusahaan yang memiliki kinerja keuangan yang baik di masa sekatang belum tentu memiliki prediksi kinerja keuangan yang baik di masa mendatang karena tidak memiliki intellectual capital yang baik di masa sekarang.

Perusahaan dengan kinerja keuangan yang tidak baik di masa sekarang akan memiliki prediksi kinerja keuangan yang baik untuk masa mendatang karena ada dukungan intellectual capital yang baik, sebab intellectual capital yang baik menunjukkan bahwa perusahaan mampu menjalankan kegiatan usaha dengan baik yang akan berakhir pada peningkatan kinerja keuangan di masa mendatang. Perusahaan dengan kinerja keuangan yang baik di masa sekarang akan memiliki prediksi kinerja keuangan yang tidak baik untuk masa mendatang karena tidak didukung oleh intellectual capital yang baik, sehingga perusahaan kurang mampu menjalankan kegiatan operasi usaha yang baik pula sehingga akan berakhir pada adanya penurunan kinerja keuangan di masa mendatang.

Pemaparan di atas memberikan deskripsi bahawa masalah intellectual capital sangat berperan untuk meningkatkan kemampuan prediksi kinerja keuangan perusahaan di masa mendatang sehingga intellectual capital harus disajikan dalam laporan keuangan. Beberapa hal lain yang dapat dijadikan alasan bahwa intellectual capital harus disajikan dalam laporan keuangan sehingga meningkatkan prediksi kinerja keuangan perusahaan adalah sebagai berikut:1. Intellectual capital berguna untuk mengurangi asimetri informasi yaitu informasi

yang hanya dimiliki oleh pihak-pihak tertentu. Asimetri informasi dalam laporan keuangan akan menguntungkan manajemen perusahaan sebab hanya pihak manajemen perusahaan sebagai penyaji laporan keuangan yang mengetahui informasi sesungguhnya, termasuk tentang bagaimana keadaan intellectual capital perusahaan yang benar. Bila intellectual capital tidak disajikan pada laporan keuangan akan menyebabkan adanya kemungkinan penyajian laporan keuangan yang bersifat bias, tidak relevan serta reliabel yang menyebabkan adanya kesalahan melakukan prediksi kinerja keuangan perusahaan di masa mendatang.

2. Tidak adanya penyajian intellectual capital dalam laporan keuangan membuat adanya kesalahan untuk menentukan harga saham. Harga saham perusahaan sebenarnya ditentukan oleh volume perdagangan saham hanya saja keputusan pembelian saham masing-masing investor umumnya juga didasarkan pada image perusahaan yang dipandang baik. Image perusahaan juga bagian dari intellectual capital, akibatnya satu-satunya informasi kepada investor sebagai dasar pengambilan keputusan pembelian saham di pasar modal hanya informasi keuangan, yang sebenarnya tidak dapat diandalkan penuh sehingga terkadang nilai saham terlalu tinggi atau rendah akibat kesalahan keputusan pembelian investor.

3. Hasil kerja dari kegiatan peningkatan keahlian dan pengetahuan karyawan sebagai sumberdaya manusia perusahaan dengan pelatihan sebagai bagian komponen intellectual capital tidak bisa diukur dari sudut keuangan untuk jangka waktu pendek. Umumnya kegiatan ini membutuhkan biaya yang tinggi, tetapi manfaatnya baru dapat dirasakan untuk masa mendatang sehingga ada laporan kinerja keuangan yang tidak baik untuk masa saat ini sehingga ada asumsi kinerja

Page 173: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

173

keuangan perusahaan di masa mendatang juga tidak baik bila masalah intellectual capital ini tidak disajikan pada laporan keuangan.

4. Laporan keuangan yang tidak menyajikan intellectual capital sehingga membuat adanya kesalahan prediksi kinerja keuangan akan menyebabkan laporan keuangan kehilangan daya guna yang sudah dimiliki sebelumnya. Akibatnya banyak pihak yang semula berkepentingan terhadap laporan keuangan menjadi tidak mempercayai laporan keuangan dan meninggalkan laporan keuangan serta berusaha mencari informasi dari bentuk laporan yang lain sebagai dasar pengambilan keputusan sesuai dengan kepentingan yang dimiliki. Hal ini menyebabkan laporan keuangan untuk segera melakukan tinjauan terhadap penyajian intellectual capital.Banyaknya dorongan yang ada terhadap penyajian masalah intellectual capital

dalam laporan keuangan membuat penyaji laporan keuangan, yaitu pihak manajemen perusahaan dituntut memenuhi harapan yang ada. Intellectual capital harus segera disajikan menjadi bagian laporan keuangan terutama untuk mendukung terciptanya relevansi dan reliabilitas laporan keuangan berkaitan dengan upaya melakukan prediksi kinerja keuangan perusahaan, bagi pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan.

2.4. Pengungkapan Intellectual Capital dalam Laporan Keuangan

Assih (1999: 10) menyatakan bahwa laporan keuangan akan menjadi berguna bila memberikan kemampuan mengkaitkan kinerja masa sekarang dan masa akan datang dengan melakukan perbandingan terhadap kinerja tersebut. Hal ini bertujuan agar perbandingan tersebut dapat digunakan untuk evaluasi, dan lebih penting lagi digunakan untuk memprediksi keadaan masa mendatang sehingga keputusan sekarang dari hasil evaluasi tersebut mendatangkan hasil terbaik di masa mendatang. Untuk memberikan kemampuan tersebut, dalam laporan keuangan diperlukan pengungkapan. Prinsip pengungkapan menyatakan bahwa manajer akan mengumumkan seluruh informasi baik itu yang bersifat baik maupun yang bersifat buruk.

Patmono (2003:25) menyatakan bahwa beberapa informasi yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan adalah sebagai berikut:1. Pengungkapan data kuantitatif, di mana akan diungkapkan hal-hal mengenai data

kuantitatif yang relevan dan material untuk mendukung pertimbangan laporan keuangan dalam rangka pengambilan keputusan. Pengungkapan ini dapat berupa perbandingan-perbandingan antar perusahaan dalam satu periode waktu dengan periode lainnya. Dalam pengungkapan ini akan disajikan tentang rasio-rasio berkaitan dengan komponen laporan keuangan yang ada dan dibutuhkan.

2. Pengungkapan informasi kualitatif, yaitu pengungkapan informasi yang tidak dapat dinyatakan dalam satuan moneter tetapi memiliki segi materialitas dan relevansi yang tinggi. Pengungkapan ini berupa informasi-informasi terkait dengan keadaan-keadaan yang terjadi di perusahaan pada suatu periode tertentu, serta dapat memberikan pengaruh pada operasi usaha perusahaan di masa mendatang.Patmo (2003: 24) juga menyatakan ada beberapa keberatan perusahaan untuk

melakukan pengungkapan dalam laporan keuangan karena:

Page 174: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

174

1. Pengungkapan akan membantu para pesaing dengan tidak menguntungkan pemegang saham dari perusahaan yang melakukan pengungkapan. Pengungkapan membuat pesaing banyak mengetahui hal-hal yang dilakukan perusahaan sehingga tidak menguntungkan bagi kepentingan perusahaan,

2. Para pekerja mendapat keuntungan dalam perundingan upah melalui pengungkapan yang lengkap tentang informasi keuangan. Akan tetapi pengungkapan lengkap pada umumnya justru tidak akan memperbaiki suasana perundingan yang dilakukan tetapi malah memperkeruh suasana perundingan yang dilakukan untuk mencapai kesepakatan dengan pekerja.

3. Sering para investor tidak mengerti kebijaksanaan-kebijaksanaan dan prosedur akuntansi sehingga pengungkapan menjadi tidak berguna. Keterbatasan para investor tentang pengetahuan laporan keuangan membuat pengungkapan yang semakin banyak sehingga semakin tidak bermanfaat dan lebih baik tidak dilakukan.

4. Ada suatu pendapat atau argumentasi bahwa laporan keuangan bukanlah satu-satunya sumber informasi keuangan. Sumber lainnya mungkin akan diperoleh dengan biaya yang lebih murah.Hartono (2002: 53) menyatakan bahwa pengungkapan intellectual capital dapat

berupa sukarela (voluntary) atau kewajiban (mandatory). Pengukapan bersifat sukarela apabila intellectual capital yang ada di perusahaan sulit untuk diukur serta tidak memiliki tingkat materialitas serta pengaruh yang tinggi dalam perusahaan. Pengungkapan bersifat wajib bila intellectual capital yang ada di perusahaan dapat diukur serta memenuhi persyaratan standar akuntansi yang berlaku umum untuk diungkapan dalam laporan keuangan.

Yudianti (2000:280) menyatakan bahwa pengungkapan intellectual capital akan membantu para pengguna laporan keuangan dan meningkatkan relevansi pelaporan untuk pengambilan keputusan. Dari sisi reliabilitasnya juga dapat diandalkan, karena dapat diverifikasi oleh pihak lain. Pengungkapan intellectual capital pada laporan keuangan akan berfungsi sebagai pendamping informasi keuangan serta pertimbangan lain untuk melakukan prediksi tentang kinerja keuangan perusahaan di masa mendatang.

3. Simpulan

Laporan keuangan adalah jembatan antara pihak internal dengan eksternal perusahaan. pihak internal adalah pihak dalam perusahaan yaitu manajemen perusahaan, sedangkan pihak eksternal adalah pihak luar perusahaan meliputi investor, kreditor, pemerintah, dan sebagainya. Bagi pihak eksternal terutama investor dan kreditor laporan keuangan berguna untuk memprediksi kinerja keuangan perusahaan di masa mendatang yang amat penting manfaatnya bagi investor dan kreditor untuk menentukan keputusan investasi dana yang dimiliki.

Laporan keuangan yang menunjukkan kinerja baik, belum tentu memberi prediksi kinerja yang baik pula di masa mendatang. Hal ini disebabkan intellectual capital sebagai faktor penting untuk mendapatkan kinerja keuangan yang baik tidak dilaporkan. Dalam

Page 175: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

175

kondisi demikian, amat penting bagi perusahaan untuk melakukan pelaporan intellectual capital sebagai pendamping laporan keuangan.

Penyajian intellectual capital sebagai pendamping laporan keuangan akan meningkatkan relevansi laporan keuangan, sehingga prediksi terhadap kinerja keuangan perusahaan di masa mendatang lebih dapat dilakukan oleh investor dan kreditor. Untuk menyajikan masalah intellectual capital dalam laporan keuangan dapat dimanfaatkan bagian pengungkapan pada laporan keuangan guna mengatasi kesulitan penyajian intellectual capital pada laporan keuangan, terkait dengan masalah pengukuran dan penilaian.

Daftar Pustakaan

Assih, P., 1999, Pengungkapan untuk Meningkatkan Kualitas Pelaporan Keuangan dalam Rangka Mememnuhi Kriteria Decision Usefulness, Jurnal Akuntansi dan Manajemen, STIE YKPN, Vol IX, No 1, Januari: 9-15.

Astuti, P.D., 2005, Hubungan Intellectual Capital dan Business Performance, Jurnal Maksi, Vol 5, Januari: 34-58.

Hartono, B., 2002, Mencari Format Intellectual Capital, Akuntan, Edisi 23, Januari: 49-56.

Hidayat, 2001, Peranan Strategis Modal Intelektual dalam Persaingan Bisnis di Era Jasa, Ekuitas, Vol 5, No 3, September: 293-313.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), 2007, Standar Akuntansi Keuangan, Salemba Empat, Jakarta.

Patmo, Y. Y., 2003, Pengungkapan dalam Laporan Keuangan, Media Mahardika, Vol 1, No 2, Januari: 23-28.

Saputro, J.A., 2001, Upaya Pengembangan Ukuran dan Pengungkapan Intellectual Capital dalam Laporan Keuangan, Kajian Bisnis, No 22, Januari-April: 45-56.

Totanan, C., 2004, Peranan Intellectual Capital dalam Penciptaan Nilai untuk Keunggulan Bersaing, Usahawan, No 1, Th XXXIII, Januari: 27-31.

Yudianti, N., 2000, Pengungkapan Modal Intelektual untuk Meningkatkan Kualitas Keterbukaan Pelaporan Keuangan, Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol 2, No 3, Desember: 271-283.

Page 176: aminsilalahi.files.wordpress.com · Web viewPengaruh Persepsi Siswa Tentang Peran Guru Di Kelas Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Patrang,

176