33
PERCOBAAN IV METABOLISME OBAT Disusun oleh : Kintyas Asokawati (G1F014069) Irenne Agustina T. (G1F014071) Alifah Itmi Mushoffa (G1F014073) Gasti Giopenra Benarqi (G1F014075) Tanggal Praktikum : 13 Mei 2015 Nama Dosen Pembimbing Praktikum : Hanif Nasiatul B. Nama Asisten Praktikum : Intan dan Yessy JURUSAN FARMASI FAKULTAS ILMU - ILMU KESEHATAN

irenneagustina.files.wordpress.com€¦  · Web viewReaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belumcukup polar setelah mengalami metabolisme fase I, ini terutama terjadi

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: irenneagustina.files.wordpress.com€¦  · Web viewReaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belumcukup polar setelah mengalami metabolisme fase I, ini terutama terjadi

PERCOBAAN IV

METABOLISME OBAT

Disusun oleh :

Kintyas Asokawati (G1F014069)

Irenne Agustina T. (G1F014071)

Alifah Itmi Mushoffa (G1F014073)

Gasti Giopenra Benarqi (G1F014075)

Tanggal Praktikum : 13 Mei 2015

Nama Dosen Pembimbing Praktikum : Hanif Nasiatul B.

Nama Asisten Praktikum : Intan dan Yessy

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS ILMU - ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAM

PURWOKERTO

2015

Page 2: irenneagustina.files.wordpress.com€¦  · Web viewReaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belumcukup polar setelah mengalami metabolisme fase I, ini terutama terjadi

METABOLISME OBAT

(Percobaan 4)

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Farmakologi merupakan sifat dari mekanisme kerja obat pada sistem tubuh termasuk

menentukan toksisitasnya. Jalur pemakaian obat yang meliputi secara oral, rektal, dan

parenteral serta yang lainnya harus ditentukan dan ditetapkan petunjuk tentang dosis-dosis

yang dianjurkan bagi pasien dalam berbagai umur, berat dan status penyakitnya serta teknik

penggunaannya atau petunjuk pemakaiannya (Katzung, 2001).

Bentuk sediaan dan cara pemberian merupakan penentu dalam memaksimalkan

proses absorbsi obat oleh tubuh karena keduanya sangat menentukan efek biologis suatu obat

seperti absorpsi, kecepatan absorpsi, dan bioavailabilitas (total obat yang dapat diserap),

cepat atau lambatnya obat mulai bekerja (onset of action), lamanya obat bekerja (duration of

action), intensitas kerja obat, respons farmakologik yang dicapai serta dosis yang tepat untuk

memberikan respons tertentu (Katzung, 2001).

Obat sebaiknya dapat mencapai reseptor kerja yang diinginkan setelah diberikan

melalui rute tertentu yang nyaman dan aman seperti suatu obat yang memungkinan diberikan

secara intravena dan diedarkan di dalam darah langsung dengan harapan dapat

menimbulkan efek yang relatif lebih cepat dan bermanfaat (Katzung, 2001).

Tidur merupakan suatu fenomena fisiologis penting dalam menjaga keseimbangan

regulasi sistem tubuh, juga merupakan suatu proses otak yang dibutuhkan oleh seseorang

untuk dapat berfungsi dengan baik (Nelson, 2006).

Fisiologi tidur merupakan proses yang kompleks dan melibatkan berbagai macam

neurotransmiter. Dengan adanya tidur, maka manusia dapat memelihara kesegarannya,

kebutuhan, dan metabolisme seluruh tubuhnya. Tidur memiliki fungsi restorasi yang penting

untuk termoregulasi dan cadangan energi tubuh. Pada saat tidur tenaga yang hilang dipulihkan

dan terjadi pelemasan otot (Nelson, 2006).

Pada dasarnya semua obat yang mempunyai kemampuan hipnotik bekerja dengan

menekan aktifitas Ascending Reticular Activating System (ARAS) diotak. Salah satu contoh

obat yang mempunyai kemampuan hipnotik adalah golongan Barbiturat. Barbiturat 1

Page 3: irenneagustina.files.wordpress.com€¦  · Web viewReaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belumcukup polar setelah mengalami metabolisme fase I, ini terutama terjadi

berikatan dengan reseptor GABA (neurotransmiter inhibitorik) di otak dan memfasilitasi kerja

GABA (Nelson, 2006).

2. Tujuan Percobaan

Mempelajari pengaruh beberapa senyawa kimia terhadap enzim pemetabolisme obat

dengan mengukur efek farmakologinya

3. Dasar Teori

Metabolisme atau biotransformasi adalah reaksi perubahan zat kimia dalam jaringan

biologi yang dikatalis oleh enzim menjadi metabolitnya. Jumlah obat dalam tubuh dapat

berkurang karena proses metabolisme dan ekskresi. Hati merupakan organ utama tempat

metabolisme obat. Ginjal tidak akan efektif mengeksresi obat yang bersifat lipofil karena

mereka akan mengalami reabsorpsi di tubulus setelah melalui filtrasi glomelurus. Oleh karena

itu, obat yang lipofil harus dimetabolisme terlebih dahulu menjadi senyawa yang lebih polar

supaya reabsorpsinya berkurang sehingga mudah diekskresi (Mardjono, Mahar, 2007).

Proses metabolisme terbagi menjadi beberapa fase, fase I merubah senyawa lipofil

menjadi senyawa yang mempunyai gugus fungsional seperti OH, NH2, dan COOH. Ini

bertujuan agar senyawa lebih mudah mengalami proses perubahan selanjutnya. Hasil

metabolisme fase I mungkin mempengaruhi efek farmakologinya. Metabolisme fase I

kebanyakan menggunakan enzim sitokrom P450 yang banyak terdapat di sel hepar dan GI.

Enzim ini juga berperan penting dalam memetabolisme zat endogen seperti steroid, lemak dan

detoksifikasi zat eksogen. Namun demikian, ada juga metabolisme fase I yang tidak

menggunakan enzim sitokrom P450, seperti pada oksidasi katekolamin, histamine dan etanol

(Mardjono, Mahar, 2007).

Reaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belumcukup polar setelah

mengalami metabolisme fase I, ini terutama terjadi pada zat yang sangat lipofil. Konjugasi

ialah reaksi penggabungan antara obat dengan zat endogen seperti asam glukoronat, asam

sulfat, asam asetat dan asam amino. Hasil reaksi konjugasi berupa zat yang sangat polar dan

tidak aktif secara farmakologi. Glukoronidasi adalah reaksi konjugasi yang paling umum dan

paling penting dalam ekskresi dan inaktifasi obat (Mardjono, Mahar, 2007).

Untuk obat yang sudah mempunyai gugus seperti OH, NH2, SH dan COOH mungkin

tidak perlu mengalami reaksi fase I untuk dimetabolisme fase II. Dengan demikian tidak

semua zat mengalami reaksi fase I terlebih dahulu sebelum reaksi fase II. Bahkan zat dapat 2

Page 4: irenneagustina.files.wordpress.com€¦  · Web viewReaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belumcukup polar setelah mengalami metabolisme fase I, ini terutama terjadi

mengalami metabolisme fase II terlebih dahulu sebelum mengalami metabolisme fase I.

(Mycek,2001).

Metabolisme obat terutama terjadi di hati, yakni di membran endoplasmik retikulum

(mikrosom) dan di cytosol. Tempat metabolisme yang lain (ekstra hepatik) adalah dinding

usus, ginjal, paru, darah, otak dan kulit, juga di lumen kolon (oleh flora usus) (Mardjono,

Mahar, 2007).

Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang non polar (larut lemak) menjadi

polar (larut air)agar dapat diekskresikan melalui ginjal atau empedu.dengan perubahan ini

obat aktif umumnya diubah menjadi inaktif.Tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif(jika

asalnya prodrug),kurang aktif,atau menjadi toksik (Mardjono, Mahar, 2007).

Reaksi metabolisme yang terpenting adalah oksidasi oleh enzim cytocrome P450

(cyp)yang disebut juga enzim monooksigenase atau MFO (Mixed Fungtion Oxidase) dalam

endoplasmic reticulum (mikrosom)hati.Interaksi dalam metabolisme obat berupa induksi atau

inhibisi enzim metabolisme,terutama enzim cyp (Mardjono, Mahar, 2007).

Induksi berarti peningkatan sistem enzim metabolisme pada tingkat transkripsi

sehingga terjadi peningkatan kecepatan metabolisme obat yang menjadi substrat enzim yang

bersangkutan (Mardjono, Mahar, 2007).

Inhibisi enzim metabolisme berarti hambatan yang terjadi secara langsung dengan

akibat peningkatan kadar substrat dari enzim yang dihambat juga terjadi secara langsung.

(Mardjono,2007,hal 8)

Proses metabolisme dapat mempengaruhi aktivitas biologis, masa kerja, dan toksisitas

obat. Oleh karena itu pengetahuan tentang metabolisme obat penting dalam studi. Suatu obat

dapat menimbulkan suatu respon biologis dengan melalui dua jalur, yaitu:

a. Obat aktif setelah masuk melalui peredaran darah,langsuns berinteraksi dengan

reseptor dan menimbulkan respon biologis.

b.     Pra-obat setelah masuk ke peredaran darah  mengalami proses metabolisme

menjadi obat aktif,berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respon

biologis(bioaktivasi) (Mardjono, Mahar, 2007).

Secara umum tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat menjadi metabolit tidak

aktif dan tidak toksik (bioinaktivasi atau detoksifikasi),mudah larut dalam air dan kemudian

3

Page 5: irenneagustina.files.wordpress.com€¦  · Web viewReaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belumcukup polar setelah mengalami metabolisme fase I, ini terutama terjadi

diekskresikan dari tubuh.Hasil metabolit obat bersifat lebih toksik dibanding dengan senyawa

induk(biootoksifikasi)dan ada pula hasilmetabolit obat yang mempunyai efek farmakologis

berbeda dengan senyawa induk.contoh:Iproniazid,suatu obat perangsang system syaraf

pusat,dalam tubuh di metabolis menjadi isoniazid yang berkhasiat sebagai antituberkolosis

(Mardjono, Mahar, 2007).

Faktor-faktor yang mempengarui metabolisme obat:

Metabolisme obat secara normal melibatkan lebih dari satu proses kimiawi dan

enzimatik sehingga menghasilkan lebih dari satu metabolit.Jumlah metabolit ditentukan oleh

kadar dan aktivitas enzim yang berperan dalam proses metabolisme.Kecepatan metabolisme

dapat menentukan intensitas dan masa kerja obat.Kecepatan metabolisme ini kemungkinan

berbeda-beda pada masing-masing individu.Penurunan kecepatan metabolisme akan

meningkatkan intensitas dan memperpanjang masa kerja obat dan kemungkinan

meningkatkan toksisitas obat.Kenaikan kecepatan metabolisme akan menurunkan intensitas

dan memperpendek masa kerja obat sehingga obat menjadi tidak efektif pada dosis normal

(Ganiswara, dkk. 1995).

1.     Faktor Genetik atau keturunan

Perbedaan individu pada proses metabolisme sejumlah obat kadang-kadang

terjadi dalam system kehidupan.Hal ini menunjukkan bahwa factor genetic atau

keturunan ikut berperan terhadap adanya perbedaan kecepatan metabolisme obat

(Ganiswara, dkk. 1995).

2. Perbedaan spesies dan galur

Pada proses metabolisme obat,perubahan kimia yang terjadi pada spesies

dan galur kemungkinan sama atau sedikit berbeda,tetapi kadang-kadang ada

perbedan uang cukup besar pada reaksi metabolismenya (Ganiswara, dkk. 1995).

3. Perbedaan jenis kelamin

Pada spesies binatang menunjukkan ada pengaruh jenis kelamin terhadap

kecepatan metabolisme obat (Ganiswara, dkk. 1995).

4

Page 6: irenneagustina.files.wordpress.com€¦  · Web viewReaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belumcukup polar setelah mengalami metabolisme fase I, ini terutama terjadi

4. Perbedaan umur

Bayi dalam kandungan atau bayi yang baru lahir jumlah enzim-enzim

mikrosom hati yang diperlukan untuk memetabolisme obat relatif masih sedikit

sehingga sangat peka terhadap obat (Ganiswara, dkk. 1995).

5. Penghambatan enzim metabolisme

Kadang-kadang pemberian terlebih dahulu atau secara bersama-sama suatu

senyawa yang menghambat kerja enzim-enzim metabolisme dapat meningkatkan

intensitasn efek obat, memperpanjang masa kerja obat, dan kemungkinan juga

meningkatkan efek samping dan toksisitas (Ganiswara, dkk. 1995).

6. Induksi enzim metabolisme

Pemberian bersama-sama suatu senyawa dapat meningkatkan kecepatan

metabolisme obat dan memperpendek masa kerja obat. Hal ini disebabkan

senyawa tersebut dapat meningkatkan jumlah atau aktivitas enzim metabolisme

dan bukan Karena permeablelitas mikrosom atau adanya reaksi

penghambatan.Peningkatan aktivitas enzim metabolisme obat-obat tertentu atau

proses induksi enzim mempercepat proses metabolisme dan menurunkan kadar

obat bebas dalam plasma sehingga efek farmakologis obat menurun dan masa

kerjanya menjadi lebih singkat. Induksi enzim juga mempengaruhi toksisitas

beberapa obat karena dapat meningkatkan metabolisme dan metabolit reaktif

(Ganiswara, dkk. 1995).

Tempat metabolisme obat

Perubahan kimia obat dalam tubuh terutama terjadi pada jaringan-jaringan dan organ-

organ seperti hati,ginjal,paru dan saluran cerna. Hati merupakan  organ tubuh tempat utama

metabolisme obat oleh karena mengandung enzim-enzim metabolisme dibanding organ lain.

Metabolisme obat di hati terjadi pada membrane reticulum endoplasma sel. Retikulum

endoplasma terdiri dari dua tipe yang berbeda, baik bentuk maupun fungsinya. Tipe 1

mempunyai permukaan membran yang kasar,terdiri dari ribosom-ribosom yang tersusun

secara khas dan berfungsi mengatur susunan genetik asam aminoyang diperlukan untuk

sintesis protein.Tipe 2 mempunyai permukaan membran yang halus tidak mengandung

ribosom.Kedua tipe ini merupakan tempat enzim-enzim yang diperlukan untuk metabolisme

5

Page 7: irenneagustina.files.wordpress.com€¦  · Web viewReaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belumcukup polar setelah mengalami metabolisme fase I, ini terutama terjadi

obat. Jalur umum metabolisme obat dan senyawa organik asing Reaksi metabolisme obat dan

dan senyawa organic asing ada dua tahap yaitu:

Reaksi-reaksi yang termasuk dalam fase I antara lain:

a. Reaksi Oksidasi

Merupakan reaksi yang paling umum terjadi. Reaksi ini terjadi pada berbagai

molekul menurut proses khusus tergantung pada masing-masing struktur kimianya,

yaitu reaksi hidroksilasi pada golongan alkil, aril, dan heterosiklik; reaksi oksidasi

alkohol dan aldehid; reaksi pembentukan N-oksida dan sulfoksida; reaksi deaminasi

oksidatif; pembukaan inti dan sebagainya (Anonim,1999). Reaksi oksidasi dibagi

menjadi dua, yaitu oksidasi yang melibatkan sitokrom P450 (enzim yang

bertanggungjawab terhadap reaksi oksidasi) dan oksidasi yang tidak melibatkan

sitokrom P450.

b. Reaksi Reduksi (reduksi aldehid, azo dan nitro).

Reaksi ini kurang penting dibanding reaksi oksidasi. Reduksi terutama

berperan pada nitrogen dan turunannya (azoik dan nitrat), kadang-kadang pada

karbon. (Anonim, 1999). Hanya beberapa obat yang mengalami metabolisme dengan

jalan reduksi, baik dalam letak mikrosomal maupun non microsomal.

c. Reaksi Hidrolisis (deesterifikasi)

Proses lain yang menghasilkan senyawa yang lebih polar adalah hidrolisis dari

ester dan amida oleh enzim. Esterase yang terletak baik mikrosomal dan

nonmikrosomal akan menghidrolisis obat yang mengandung gugus ester. Di

hepar,lebih banyak terjadi reaksi hidrolisis dan terkonsentrasi, seperti hidrolisis

peptidin oleh suatu enzim. Esterase non mikrosomal terdapat dalam darah dan

beberapa jaringan (Anief,1995).

Reaksi Fase II (Fase sintetik)

Reaksi ini terjadi dalam hati dan melibatkan konjugasi suatu obat atau

metabolit fase I nya dengan zat endogen. Konjugat yang dihasilkan hampir selalu

kurang aktif dan merupakan molekul polar yang mudah diekskresi oleh ginjal (Neal,

2005). Reaksi konjugasi bekerja pada berbagai substrat alamnya dengan proses

enzimatik terikat pada gugus reaktif yang telah ada sebelumnya atau terbentuk pada

fase I. reaksi yang terjadi pada fase II ini ini meliputi konjugasi glukoronidasi, asilasi,

metilasi, pembentukan asam merkapturat, dan konjugasi sulfat (Gordon dan Skett,

1991). Reaksi fase II terdiri dari :

6

Page 8: irenneagustina.files.wordpress.com€¦  · Web viewReaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belumcukup polar setelah mengalami metabolisme fase I, ini terutama terjadi

a. Konjugasi asam glukoronat

Konjugasi dengan asam glukoronat merupakan cara konjugasi umum dalam

proses metabolisme. Hampir semua obat mengalami konjugasi ini karena sejumlah

besar gugus fungsional obat dapat berkombinasi secara enzimatik dengan asam

glukoronat dan tersedianya D-asam glukoronat dalam jumlah yang cukup pada tubuh

(Siswandono dan Soekardjo,2000). Koenzim antara (UDPGA : uridine

diphosphoglucorinic acid ) bereaksi dengan obat dengan bantuan enzim UDP

glukoronosil-transferase (UGT) untuk memindahkan glukoronida ke atom O pada

alkohol, fenol, atau asam karboksilat; atau atom S pada senyawa tiol; atau atom N

pada senyawa2 amina dan sulfonamida.

b. Metilasi

Reaksi metilasi mempunyai peran penting pada proses biosintesis beberapa

senyawa endogen, seperti norepinefrin, epinefrin, dan histaminserta untuk proses

bioinaktivasi obat. Koenzim yang terlibat pada reaksi metilasi adalah S-adenosil-

metionin(SAM). Reaksi ini dikatalis oleh enzim metiltransferase yang terdapat dalam

sitoplasma dan mikrosom (Siswandono dan Soekardjo,2000).

c. Konjugasi Sulfat

Terutama terjadi pada senyawa yang mengandung gugus fenol dan kadang-

kadang juga terjadi pada senyawa alkohol, amin aromatik dan senyawa N-hidroksi.

Konjugasi sulfat pada umumnya untuk meningkatkan kelarutan senyawa dalam air dan

membuat senyawa menjadi tidak toksik (Siswandono dan Soekardjo,2000).

d. Asetilasi

Merupakan jalur metabolisme obat yang mengandung gugus amin primer,

sulfonamida, hidrasin, hidrasid, dan amina alifatik primer. Fungsi utama asetilasi

adalah membuat senyawa inaktif dan untuk detoksifikasi (Siswandono dan

Soekardjo,2000)

II. ALAT DAN BAHAN

a. Alat

7

Page 9: irenneagustina.files.wordpress.com€¦  · Web viewReaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belumcukup polar setelah mengalami metabolisme fase I, ini terutama terjadi

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah spuit injeksi (0,1-2 ml), jarum

sonde/ujung tumpul/membulat, labu ukur 10 ml, stopwatch, timbangan tikus, neraca analitik,

dan alat-alat gelas.

b. Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Aquabidest, Diazepam, Induktor

enzim : Fenobarbital 30 mg/kg BB, Inhibitor enzim :

Simetidin dan siprofloksasin, hewan coba

(tikus).

III. CARA KERJA

- disiapkan

- dibagi menjadi 4 kelompok

-

mendapat

3 tikus per

kelompok

-

ditimbang bobot badan tikus

- dihitung konversi dosis, pembuatan larutan

stok, dan volume pemberian obat

8

Alat dan Bahan disiapkan

Kelompok 1 (kontrol)

Diazepam I.P+ Dosis Tunggal

Kelompok 2Fenobarbital

I.P+ Diazepam

I.P

Kelompok 3Simetidin P.O+ Diazepam

I.P

Kelompok 4Siprofloksasin

P.O+ Diazepam I.P

Tiap golongan

Tikus

Page 10: irenneagustina.files.wordpress.com€¦  · Web viewReaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belumcukup polar setelah mengalami metabolisme fase I, ini terutama terjadi

- diamati onset dan durasi terjadinya hypnosis berdasarkan refleks balik badan dan julah jatuh dari rotarod (pada menit ke 15, 30, 60,90,120)

- dibandingkan efek yang terjadi akibat pengaruh pemberian obat bersama dengan induktor dan inhibitor enzim pemetabolisme

IV. PERHITUNGAN DAN HASIL PERCOBAAN

1. Kelompok 1(Diazepam I.P)

Dosis untuk manusia = 10 mg / 70 kg BB

Dosis konversi = Faktor konversi xdosis obat

BB standar tikus

= 0.018 x10

200 gram BB

= 0,18 mg / 200 gram BB tikus

Konsentrasi Larutan Stock = Dosis konversi

Volume Maksimal

= 0,185

= 0.18 mg / 5 ml

= 1.8 mg / 50 ml

Yang dibuat dari larutan stock : V1 . M1 = V2 . M2

V1 x 5 mg/ml = 50 ml x 1.8/50 ml

V1 x 5 mg/ml = 50 ml x 0.036 mg/ml

V1 = 0.36 ml

Volume Pemberian

Tikus I = BB Tikus100

x 12

x Volume max

= 200100

x 12

x 5

= 5 ml9

Hasil

Page 11: irenneagustina.files.wordpress.com€¦  · Web viewReaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belumcukup polar setelah mengalami metabolisme fase I, ini terutama terjadi

Tikus II = BB Tikus

100x 1

2x Volume max

= 150100

x 12

x5

= 3.75 ml

2. Kelompok 2 ( Fenobarbital (I.P) + Diazepam (I.P))

Dosis untuk manusia = 30 mg/ 70 kg BB

Dosis konversi = Faktor konversi xdosis obat

BB standar tikus

= 0.018 x30

200 gram BB

= 0,54 mg / 200 gram BB tikus

Konsentrasi Larutan Stock = Dosis konversiVolume Maksimal

= 0,545

= 0.54 mg / 5 ml

= 2.7 mg / 25 ml

Yang dibuat dari larutan stock : V1 . M1 = V2 . M2

V1 x 100 mg/ml = 25 ml x 2.7/25 ml

V1 x 5 mg/ml = 50 ml x 0.108 mg/ml

V1 = 0.027 ml

Volume Pemberian

Tikus I = BB Tikus

100x 1

2x Volume max

= 200100

x 12

x 5

= 5 ml

Tikus II = BB Tikus

100x 1

2x Volume max

= 200100

x 12

x 5

= 5 ml10

Page 12: irenneagustina.files.wordpress.com€¦  · Web viewReaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belumcukup polar setelah mengalami metabolisme fase I, ini terutama terjadi

3. Kelompok 3 ( Simetidin (P.O) + Diazepam (I.P))

Simetidin per oral

Dosis untuk manusia = 200 mg / 70 kg BB

Dosis konversi = Faktor konversi xdosis obat

BB standar tikus

= 0.018 x200

200 gram BB

= 3.6 mg / 200 gram BB tikus

Konsentrasi Larutan Stock = 2. Dosis konversiVolume Maksimal

= 2 x 3.65

= 7.2 mg / 5 ml

= 1.44 mg/ ml

Banyak tablet yang diambil =1.44 x 400mg

200 mg = 2.88 mg/ 5 ml

= 28.8 mg/ 50 ml

Volume Pemberian ( Simetidin = Diazepam )

Tikus I = BB Tikus

100x 1

2x Volume max

= 270100

x 12

x 5

= 6,75 ml

Tikus II = BB Tikus

100x 1

2x Volume max

= 200100

x 12

x 5

= 5 ml

4. Kelompok 4 (Siprofloksasin (P.O) + Diazepam (I.P))

Siprofloksasin (per oral)

11

Page 13: irenneagustina.files.wordpress.com€¦  · Web viewReaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belumcukup polar setelah mengalami metabolisme fase I, ini terutama terjadi

Dosis untuk manusia = 500 mg / 70 kg BB

Dosis konversi = Faktor konversi xdosis obat

BB standar tikus

= 0.018 x500

200 gram BB

= 9 mg / 200 gram BB tikus

Konsentrasi Larutan Stock = 2. Dosis konversiVolume Maksimal

= 2 x 95

= 18 mg / 5 ml

= 180 mg / 50 ml

Berat tablet yang diambil = konsentrasilarutan stock x berat tablet

dosis tablet

= 180 x 771,8500

= 227, 848 mg

Volume Pemberian ( Siprofloksasin = Diazepam)

Tikus I = BB Tikus

100x 1

2x Volume max

= 150100

x 12

x5

= 3.75 ml

Tikus II = BB Tikus

100x 1

2x Volume max

= 290100

x 12

x 5

= 7,25 ml

No Perlakuan Waktu Timbul Efek

Onset Durasi

1. Diazepam+Aquadest Menit ke-12 6.5 menit

2. Diazepam+Fenobarbital Menit ke-41.25 8.25 menit

3. Diazepam+Simetidin Menit ke-44 4.5 menit

4. Diazepam+Siprofloksasin Menit ke-67 6 menit

12

Page 14: irenneagustina.files.wordpress.com€¦  · Web viewReaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belumcukup polar setelah mengalami metabolisme fase I, ini terutama terjadi

Diazepam Fenobarbital + diazepam Simetidin + Diazepam Siprofloksasin + Diazepam

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Durasi

Durasi

Jatuhnya tikus dari rotarod

Perlakuan

WaktuDiazepam

Fenobarbital

+ Diazepam

Simetidin +

Diazepam

Siprofloksasin

+ Diazepam

15’ 15 13.5 9 12

30’ 11 9.5 11 8.5

60’ 9.5 10.5 11.5 8.5

90’ 8 6 11.5 6.5

13

Diazepam Fenobarbital + Diazepam

Simetidin + Diazepam Siprofloksasin + Diazepam

0

10

20

30

40

50

60

70

80

Onset

Onset

Page 15: irenneagustina.files.wordpress.com€¦  · Web viewReaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belumcukup polar setelah mengalami metabolisme fase I, ini terutama terjadi

V.

V.

V.

V.

V.

V.

V.

V.

V.

V.

PEMBAHASAN

Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat

yang terjadi di dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim (Syarif,1995). Metabolisme obat

mempunyai dua efek penting. 1. Obat menjadi lebih hidrofilik-hal ini mempercepat

ekskresinya melalui ginjal karena metabolit yang kurang larut lemak tidak mudah direabsorpsi

dalam tubulusginjal. 2. Metabolit umumnya kurang aktif daripada obat asalnya. Akan tetapi,

tidak selalu seperti itu, kadang-kadang metabolit sama aktifnya (atau lebih aktif) daripada

obat asli. Sebagai contoh, diazepam (obat yang digunakan untuk mengobati ansietas)

dimetabolisme menjadi nordiazepam dan oxazepam, keduanya aktif. (Neal,2005).

Reaksi-reaksi selama proses metabolisme dibagi menjadi 2 yaitu reaksi fase I (reaksi

oksidasi, reduksi, hidrolisis) : reaksi-reaksi enzimatik yang berperan dalam proses ini

sebagian besar terjadi di hati. Mengalami hidroksilasi pada posisi para dengan  bantuan enzim

sitokrom450. Reaksi fase II (konjugasi glukoronida, asilasi, metilasi, pembentukan asam

merkapturat, konjugasi sulfat).

Interaksi dan Efek Obat

Fenobarbital

Fenobarbital mengalami reaksi fase I sebagai persyaratan reaksi konjugasi. Metabolisme

utama di hati dan diekskresikan ke urin kira-kira 25% fenobarbital diekskresi ke urin dalam

bentuk utuh (Katzung, 2004). Interaksi antara fenobarbital dan obat lain biasanya melibatkan

induksi sistem enzim mikrosom hati oleh fenobarbital. Konsentrasi fenobarbital dalam plasma 14

Diazepam Fenobarbital + Diazepam Simetidin + Diazepam Siprofloksasin + Diazepam

0

2

4

6

8

10

12

14

16

Jumlah jatuhnya tikus dari rotarod

Menit ke-15 Menit ke-30 Menit ke-60 Menit ke-90

Page 16: irenneagustina.files.wordpress.com€¦  · Web viewReaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belumcukup polar setelah mengalami metabolisme fase I, ini terutama terjadi

dapat ditingkatkan sebanyak 40 % selama penggunaanya yang bersaman dengan asam

valproat. Fenobarbital mengurangi kadar carbamazepin, lamotrigin, tiagabin, dan zonisamide

dalam darah; phenobarnital mungkin megurangi konsentrasi ethosuximide dalam darah;

konsentrasi Fenobarbital dalam darah meningkat oleh oxcarbazepin, juga kadar metabolit

aktif oxcarbazepin dalam darah menurun; kadar Fenobarbital dalam darah seringkali

meningkat oleh fenitoin, kadar fenitoin dalam darah seringkali berkurang tetapi dapat

meningkat; efek sedasi meningkat saat barbiturate diberikan dengan primidone; kadar

Fenobarbital dalam darah meningkat oleh valproat, kadar valproat dalam darah menurun;

kadar Fenobarbital dalam darah mungkin berkurang oleh vigabatrin. Rifampisin , fenitoin ,

karbamazepin dan fenobarbital meningkatkan metabolisme diazepam, sehingga menurunkan

tingkat obat dan efek. (Tjay Hoan, 2008).

Simetidin

Interaksi Farmakokinetik ( Hambatan Metabolisme )

Substrat + Penghambat → Efek

Diazepam Simetidin ↑Kadar Substrat

 

Simetidin mengalami reaksi fase I. Simetidin metabolit utama yaitu sulfoxide. Simetidin

menghambat metabolism golongan benzodiazepin dihati sehingga meningkatkan kadar diazepam

dalam darah. Mekanisme yang terjadi pada diazepam adalah berinteraksi dengan reseptor penghambat

neurotransmitter yang diaktifkan oleh GABA Sedangkan mekanisme simetidin pada dizepam adalah

menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible sehingga menghambat sekresi asam lambung.

Simetidin menghambat sitokrom P-450 sehingga menurunkan aktivitas mikrosom

hati, jadi obat lain yang merupakan substrat enzim tersebut akan terakumulasi bila diberikan

bersama simetidin. Obat yang metabolismenya dipengaruhi simetidin antara lain warfarin,

fenitoin, kafein, teofilin, fenobarbital, karbamazepin, diazepam, propanolol, metoprolol dan

imipramin. Simetidin cenderung menurunkan aliran darah hati sehingga memperlambat

klirens obatlain. Simetidin dapat menghambat alcohol dehidrogenase dalam mukosa lambung

dan menyebabkan peningkatan kadar alcohol serum. Simetidin juga mengganggu disposisi

danmeningkatkan kadar lidokain serta meningkatkan antagonis kalsium dalam serum. Obat ini

tak tercampurkan dengan barbiturate dalam larutan IV. Simetidin dapat menyebabkan

berbagai gangguan sistem syaraf pusat terutama pada pasien usia lanjut atau dengan penyakit

hati atau ginjal. Gejala gangguan sistem syaraf pusat berupa slurred soeech, somnolen, letargi,

15

Page 17: irenneagustina.files.wordpress.com€¦  · Web viewReaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belumcukup polar setelah mengalami metabolisme fase I, ini terutama terjadi

gelisah, bingung, disorientasi, agitasi, halusinasi dan kejang. Gejala - gejala tersebut hilang /

membaik bila pengobatan dihentikan. Gejala seperti demensia dapat timbul pada penggunaan

simetidin bersama obat psikotropik atau sebagai efek samping simetidin.

Diazepam

Diazepam mengalami reaksi fase I. Diazepam mengalami metabolisme oksidatif oleh

Demethylation (CYP 2C9, 2C19, 2B6, 3A4, dan 3A5), hidroksilasi (CYP 3A4 dan 2C19)

serta glucuronidation di hati sebagai bagian dari sitokrom P450 sistem enzim. Ada banyak

sekali adendum yang terjadi antara diazepam dengan obat, makanan atau zat lainnya yang

efeknya harus menjadi perhatian bagi kalangan medis dan penggunanya. Interaksi yang

diuraikan dibawah adalah interaksi yang terjadi secara farmakokinetik dan farmakodinamik.

Adapun interaksi-interaksi diazepam dengan berbagi obat antara lain yaitu:

Kombinasi diazepam dengan alcohol, anestesi, obat antidepresan, obat antipsikosis, obat

tidur dan barbiturate dapat meningkatkan efek samping seperti mengantuk,

kebingungan, atau kesulitan bernapas.

Clearence benzodiazepine dikurangi jika digunakan bersama dengan Cimetidin atau

Omeprazol, dan akan meningkat jika digunakan dengan Rifamfisin.

Barbiturate/ fenobarbital dapat mengurangi kadar diazepam dalam darah.

Penyekat neuron adrenergic dapat eningkatkan efek hipotensif saat ansiolitik dan

hipnotik diberikan dengan penyekat neuron adrenergic.

Analgesik dapat meningkatkan efek sedasi saat ansiolitik dan hipnotik diberikan dengan

analgesik opioid

(Murphy A, 2003)

Karbamazepin, rifabutin, rifampisin menurunkan efek dari diazepam. 

Simetidin, chlarithromycin, eritromisin dan segolongannya, itrakonazol,

ketokonazol,nefazodone, meningkatkan efek dari diazepam.

Sodium oxybate bila digabung dengan diazepam akan meningkatkan efek dari obat

lain,dan akan menimbulkan depresi pada Sistem Syaraf Pusat.

Cimetidine, omeprazole, oxcarbazepine, Ticlopidine, topiramate, ketoconazole, itraconazole,

disulfiram, fluvoxamine, isoniazid, eritromisin, probenesid, propranolol, imipramine,

16

Page 18: irenneagustina.files.wordpress.com€¦  · Web viewReaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belumcukup polar setelah mengalami metabolisme fase I, ini terutama terjadi

ciprofloxacin, fluoxetine dan asam valproat memperpanjang tindakan diazepam oleh yang

menghambat eliminasi.

Rifampisin, fenitoin, karbamazepin dan fenobarbital meningkatkan metabolisme diazepam,

sehingga menurunkan tingkat obat dan efek.

(Anonim, 2011)

Siprofloksasin

Siprofloksasin mengalami reaksi fase I ,metabolismenya di hati dan dieksresi terutama

melalui urin. Siprofloksasin merupakan salah satu obat sintetik derivat kuinolon. Mekanisme kerjanya

adalah menghambat aktivitas DNA gyrasi bakteri, bersifat bakterisidal dengan spektrum luas terhadap

bakteri gram positif maupun negatif. Siprofloksasin diabsorbsi secara cepat dan baik melalui saluran

cerna, biovailabilitas absolut antara 69-86%, kira-kira 16-40% terikat pada protein plasma dan

didistribusi ke berbagai jaringan serta cairan tubuh. Metabolismenya di hati dan dieksresi terutama

melalui urin. Untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang sensitive terhadap

ciprofloxacin seperti : infeksi saluran kemih termaksud prostatitis. Uretritis dan servisitis gonorrhoeae.

Infeksi saluran cerna, termaksud demam tifoid yang disebabkan oleh S.thypi. infeksi saluran nafas,

kecuali pneumonia akibat streptococcus. Infeksi kulit dan jaringan lunak, innfeksi tulang dan sendi

(Nurramadhani, 2012).

Hasil vs Pustaka

Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh beberapa senyawa kimia

terhadap enzim pemetabolisme obat dengan mengukur efek farmakologinya berdasarkan hasil

pengolahan dan interpretasi data secara statistika. Pada percobaan ini, yang menjadi objek

pengamatan durasi karena yang dilihat adalah kadar obat di dalam plasma sehingga yang

dilihat obat tersebut berefek sampai obat tersebut tidak berefek. Jadi bukan onsetnya atau

waktu mula kerja obat sampai obat tersebut memberikan efek.

Praktikum ini dilakukan percobaan metabolisme obat kepada hewan percobaan yaitu

tikus. Kelompok praktikan akan mendapat 2 ekor mencit, yang akan diberi obat yang berbeda

dengan cara pemberian obat per oral dan intraperitonial. Obat yang diberikan

untuk tikus kelompok 1 adalah tikus 1 = diazepam (i.p), tikus 2 = fenobarbital (i.p) +

diazepam (i.p) setelah 15 menit ;

17

Page 19: irenneagustina.files.wordpress.com€¦  · Web viewReaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belumcukup polar setelah mengalami metabolisme fase I, ini terutama terjadi

untuk tikus kelompok 2 adalah tikus 1 = fenobarbital (i.p) + diazepam (i.p) setelah 15

menit , tikus 2 = simetidin (p.o) + diazepam (i.p) setelah 15 menit ;

untuk tikus kelompok 3 adalah tikus 1 = siprofloksasin (p.o) + diazepam (i.p) setelah

15 menit, tikus 2 = diazepam (i.p) ;

untuk tikus kelompok 4 adalah tikus 1 = simetidin (p.o) + diazepam (i.p) setelah 15

menit, tikus 2 = siprofloksasin (p.o) + diazepam (i.p) setelah 15 menit

Tujuan diberikan selang waktu 15 menit sebelum pemberian obat diazepam yaitu

memberi waktu fenobarbital, simitidin, dan siprofloksasin untuk berikatan dengan enzim

pemetabolisme. Berarti pemberian induktor atau inhibitor akan mempengaruhi metabolisme

obat (durasi obat) sehingga perlu diperhatikan pemberian obat secara bersama. Pemberian

obat secara bersamaan dengan inhibitor menyebabkan masa kerja obat diperpanjang dan dapat

menyebabkan efek toksis karena aktivitas enzim metabolisme dihambat. Obat diberikan

bersamaan induktor dapat mempercepat metabolisme obat tersebut dengan meningkatkan

aktivitas enzim metabolisme, ini menyebabkan kadar obat bebas dalam plasma turun dan

masa kerjanya lebih singkat.

Kerja suatu inhibitor yaitu berikatan dengan enzim sehingga ketika ada obat lain

masuk obat tersebut tidak akan dimetabolisme, lalu obat akan terakumulasi dalam plasma dan

akan menyebabkan efek toksik. Akibatnya durasi efek terapi yang lama dan bahkan kematian

hewan uji. Secara garis besar kerja inhibitor yaitu menghambat metabolisme suatu obat.

Kerja suatu induktor yaitu membantu meningkatkan enzim pemetabolisme, ketika ada

obat lain yang masuk obat tersebut akan langsung dimetabolisme dan di ekskesikan sehingga

mengurangi kadarnya dalam plasma dan diperoleh durasi obat yang pendek.

Menurut teori durasi dari yang tercepat sampai terlama adalah induktor,kontrol,

inhibitor (induktor < kontrol < inhibitor). Tetapi pada percobaan yang dilakukan semua

percobaan tidak sesuai dengan teori.

No. Obat yang diberikan Menurut literatur

yang didapatkan

Pada percobaan Keterangan

1. Diazepam (kontrol) 8.25 < 6.5 < 4.5 < 6 4.5 < 6 < 6.5 < 8.25 Tidak Sesuai

2. Fenobarbital +

Diazepam (induktor)

8.25 < 6.5 8.25 > 6.5 Tidak Sesuai

3. Simetidin + 4.5 > 6.5 4.5 < 6.5 Tidak sesuai

18

Page 20: irenneagustina.files.wordpress.com€¦  · Web viewReaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belumcukup polar setelah mengalami metabolisme fase I, ini terutama terjadi

Diazepam (inhibitor)

4. Siprofloksasin +

Diazepam (inhibitor)

6 > 6.5 6 < 6.5 Tidak sesuai

Diazepam

Diazepam berlaku sebagai kontrol, sehingga diperoleh durasi yang lebih lama dari

pemberian induktor enzim dan lebih cepat dari pemberian inhibitor enzim. Pada hasil

percobaan menghasilkan durasi terlama dibandingkan dari durasi simetidin + diazepam

(inhibitor), siprofloksasin + diazepam (inhibitor) dan durasi tercepat dibandingkan dari durasi

fenobarbital + diazepam (induktor). Hasil ini tidak sesuai dengan literatur yang didapatkan,

disebabkan saat pemberian diazepam secara intraperitonial dalam menyuntik tikus sempat

terhenti beberapa saat karena tikus menolak disuntik dan kurang teliti dalam menghitung

durasi tikus tidur. Jadi hasil percobaan untuk pemberian obat diazepam yaitu untuk onset 12

menit, dan durasi 6.5 menit.

Fenobarbital dan diazepam

Fenobarbital merupakan induktor enzim, sehingga diperoleh durasi yang tercepat

dibandingkan dengan kontrol dan inhibitor. Pada hasil percobaan menghasilkan durasi lebih

lama dibandingkan dengan diazepam (kontrol). Hasil ini tidak sesuai dengan literatur yang

didapatkan, disebabkan saat pemberian fenobarbital intraperitonial dalam menyuntik tikus

sempat terhenti beberapa saat karena tikus menolak disuntik dan kurang teliti dalam

menghitung durasi tikus tidur. Jadi hasil percobaan untuk pemberian obat fenobarbital dan

diazepam yaitu untuk onset 41.25 menit, dan durasi 8.25 menit.

Simetidin dan diazepam

Simetidin merupakan inhibitor enzim yang dapat memperlama efek obat yang

diberikan selanjutnya (durasi yang terlama dibandingkan kontrol dan induktor). Pada hasil

percobaan menghasilkan durasi lebih cepat dibandingkan dengan diazepam (kontrol). Hasil

ini tidak sesuai dengan literatur yang didapatkan, disebabkan saat pemberian diazepam secara

intraperitonial dalam menyuntik tikus terjadi kesalahan sehingga tikus berdarah, volume obat

terbuang (tidak sesuai perhitungan) dan kurang teliti dalam menghitung durasi tikus tidur. Jadi

hasil percobaan untuk pemberian obat simetidin dan diazepam yaitu untuk onset 44 menit,

dan durasi 4.5 menit.

19

Page 21: irenneagustina.files.wordpress.com€¦  · Web viewReaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belumcukup polar setelah mengalami metabolisme fase I, ini terutama terjadi

Siprofloksasin dan diazepam

Siprofloksasin merupakan inhibitor enzim yang dapat memperlama efek obat yang

diberikan selanjutnya (durasi yang terlama dibanding kontrol dan induktor). Pada hasil

percobaan menghasilkan durasi lebih cepat dibandingkan dengan diazepam (kontrol). Hasil

ini tidak sesuai dengan literatur yang didapatkan, disebabkan saat pemberian siprofloksasin

secara per oral dalam menyuntik tikus, jarum suntik kurang dalam sehingga ada volume obat

yang keluar dari mulut dari tikus yang menyebabkan volume obat berkurang dan kurang teliti

dalam menghitung durasi tikus tidur. Jadi hasil percobaan untuk pemberian obat simetidin dan

diazepam yaitu untuk onset 67 menit, dan durasi 6 menit.

VI. KESIMPULAN

Metabolisme merupakan proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam

tubuh dan dikatalis oleh enzim.

Penggunaan induktor ataupun inhibitor enzim dapat mempengaruhi proses

metabolisme

Tujuan pemberian obat selang waktu 15 menit, agar obat dapat berikatan dengan

enzim pemetabolisme.

Fenobarbital sebagai Induktor, untuk mempercepat proses metabolisme

Simetidin dan siprofloksasin sebagai inhibitor untuk memperpanjang fase obat dalam

tubuh, sehingga memperoleh durasi obat yang lama.

Berdasarkan pengamatan yang ada, induktor enzim ( fenobarbital ) yang diberikan

bersamaan dengan obat (diazepam) akan meningkatkan kecepatan metabolisme dari

obat tersebut sehingga efek yang ditimbulkan oleh obat tersebut akan cepat hilang.

Pemberian inhibisi enzim (simetidin, siprofloksasin) bersamaan obat (diazepam) akan

menghambat metabolisme dari obat sehingga kerjanyapun dalam tubuh akan

menimbulkan efek yang lama.

VII. DAFTAR PUSTAKA

20

Page 22: irenneagustina.files.wordpress.com€¦  · Web viewReaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belumcukup polar setelah mengalami metabolisme fase I, ini terutama terjadi

Anonim,1999, Majalah Farmasi Indonesia Vol 10 No 04 , Mandiri Jaya Offest, Yogyakarta.

Anonim, 2011, DIAZEPAM, http://reference.medscape.com/drug/valium-diastat-diazepam-

342902, diakses tanggal 23 Mei 2015

Ganiswara, dkk, 1995, Farmakologi dan Terapi. Edisi IV, UIP, Jakarta.

Gordon Dan Paul Skett, 1991, Pengantar Metabolisme Obat, UI Presss, Jakarta .

Katzung, Bertram. G, 2001, Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Merdeka, Jakarta.

Katzung, B. G., 2004, Farmakologi Dasar dan Klinik (Buku 3 Edisi 8), Salemba Medika,

Jakarta

Mardjono, Mahar. 2007. Farmakologi dan Terapi. Universitas Indonesia Press, Jakarta

Murphy A. Phenytoin, 2003, Diazepam Interaction , The Annals of Pharmacotherapy, New

York

Mycek, Mary J., Harvey, Richard A., Champe, Pamela C, 2001, Farmakologi Ulasan

Bergambar Edisi 2 , Widya Medika, Jakarta

Neal,M.J, 2005 , Farmakologi Medis Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta

Nurramadhani, 2012, Farmakologi, www.academia.edu, diakses tanggal 26 Mei 2015

Siswandono dan Soekardjo,Bambang, 2000, Kimia Medisinal , Airlangga University Press,

Jakarta

Syarif,Amin,1995,Farmakologi Dan Terapi,Edisi IV, Bagian Farmakologi Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Tjay, Hoan Tan dan Raharja Kiran, 2008, Obat-Obat Penting Edisi 6, Gramedia, Jakarta.

21

Page 23: irenneagustina.files.wordpress.com€¦  · Web viewReaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belumcukup polar setelah mengalami metabolisme fase I, ini terutama terjadi

Purwokerto, 26 Mei 2015

Mengetahui, Ketua Kelompok,

Dosen Pembimbing Praktikum

(Hanif Nasiatul B.) (Alifah Itmi M.)

22