43
BAB II WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PRINSIP CORPORATE OPPORTUNITY YANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS A. ORGAN PERSEROAN TERBATAS Ketentuan-ketentuan yang memuat persyaratan konstitutif badan hukum dapat ditemukan dalam anggaran dasar dan/ atau peraturan perundang-undangan yang menunjuk orang-orang yang mana yang dapat bertindak untuk dan atas nama tanggung jawab badan hukum. 41 Orang-orang tersebut disebut sebagai organ badan yang merupakan suatu esensial organisasi itu. 42 Menurut ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan: “Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham; Direksi; dan Dewan Komisaris.” Jadi, Organ Perseroan Terbatas terbagi atas 3 (tiga) bagian antara lain sebagai berikut: a. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dimaksud dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyatakankan: 41 Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, (Yogyakarta : FH UII Press, 2006), hal. 49. 42 Ali Ridho, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan Koperasi, Yayasan, Wakaf, (Bandung : Alumni, 1986), hal. 17. Universitas Sumatera Utara

WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28124/3/Chapter II.pdf · bab ii . wewenang dan tanggung jawab direksi dalam prinsip . corporate opportunity

Embed Size (px)

Citation preview

BAB II WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PRINSIP

CORPORATE OPPORTUNITY YANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG

PERSEROAN TERBATAS

A. ORGAN PERSEROAN TERBATAS

Ketentuan-ketentuan yang memuat persyaratan konstitutif badan hukum dapat

ditemukan dalam anggaran dasar dan/ atau peraturan perundang-undangan yang

menunjuk orang-orang yang mana yang dapat bertindak untuk dan atas nama

tanggung jawab badan hukum.41 Orang-orang tersebut disebut sebagai organ badan

yang merupakan suatu esensial organisasi itu.42

Menurut ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan:

“Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham; Direksi; dan

Dewan Komisaris.”

Jadi, Organ Perseroan Terbatas terbagi atas 3 (tiga) bagian antara lain sebagai berikut:

a. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dimaksud dapat dilihat dalam

Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

yang menyatakankan:

                                                       41 Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, (Yogyakarta : FH UII Press, 2006), hal. 49. 42 Ali Ridho, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan

Koperasi, Yayasan, Wakaf, (Bandung : Alumni, 1986), hal. 17.

Universitas Sumatera Utara

“Rapat Pemegang Umum Saham yang selanjutnya disebut RUPS, adalah organ

perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau

Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan undang-undang ini dan/ atau

anggaran dasar.”

1. Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mempunyai segala wewenang yang

tidak diberikan kepada Direksi atau komisaris dalam batas yang ditentukan dalam

undang-undang perseroan dan anggaran dasar. Rapat Umum Pemegang Saham

(RUPS) berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan

perseroan dari Direksi dan atau komisaris. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

diadakan ditempat kedudukan perseroan atau tepat perseroan melakukan kegiatan

usahanya, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar, tempat tersebut harus

terletak di wilayah Negara Republik Indonesia.43

Setiap pemegang saham mempunyai hak untuk menghadiri Rapat Umum

Pemegang Saham (RUPS). Undang-Undang Perseroan pada masa modern mengatur

ketentuan yang mengatur ketentuan yang menegaskan hak tersebut. Begitu juga

dengan Anggaran Dasar (AD) Perseroan, mengatur ketentuan Perseroan harus

mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) paling tidak satu kali satu

tahun. Pada dasarnya, dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pemegang

saham melakukan kontrol atas jalannya kepengurusan Perseroan yang dilakukan                                                        

43 Frans Satrio Wicaksono, Op. Cit, hal. 4.

Universitas Sumatera Utara

Direksi.44 Di dalam perseroan, jabatan pemegang saham bukanlah pemegang

kedaulatan tertinggi namun acapkali digunakan untuk mempengaruhi kebijakan

perseroan. Sehingga di dalam perseroan seharusnya peegang saham tidak mempunyai

kekuasaan sama sekali (di luar forum), namun para pemegang saham baru

mempunyai kekuasaan atas Peseroan Terbatas (PT), apabila mereka dalam suatu

ruangan pertemuan atau forum yang dinamakan Rapat Umum Pemegang Saham

(RUPS).45

Batas-batas dan ruang lingkup kewenangan yang dapat dilakukan oleh Rapat

Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam suatu Perseroan Terbatas (PT), antara lain

sebagai berikut:

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak dapat mengambil keputusan

yang bertentangan dengan hukum yag berlaku dan ketentuan dalam anggaran

dasarnya (meskipun anggaran dasar dapat diubah oleh Pemegang Umum

Saham (RUPS) asal memenuhi syarat untuk itu).

2. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak boleh mengambil keputusan

yang bertentangan dengan kepentingan yang dilindungi oleh hukum, yaitu

kepentingan stakeholders, seperti pemegang saham minoritas, karyawan,

kreditor, masyarakat sekitar dan lain sebagainya.

                                                       44 M. Yahya Harahap, Op. Cit, hal. 305, yang dikutip dari James D. Cox, Thomas Lee Hazen,

Hedge O’ Neal, Corporations, Alpen Law & Business, 1977, hal. 306. 45 Handri Raharjo, Hukum Perusahaan, (Jakarta : Pustaka Yustisia, 2009), hal. 91.

Universitas Sumatera Utara

3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak boleh mengambil keputusan

yang merupakan kewenangan Direksi dan Dewan Komisaris, sejauh kedua

organ perusahaan tersebut tidak menyalahgunakan kewenangannya.46

2. Kewenangan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) memiliki beberapa kewenangan,

antara lain sebagai berikut:

a. Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas tentang perubahan anggaran dasar yang ditetapkan oleh Rapat Umum

Pemegang Saham (RUPS).

b. Pasal 38 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

tentang pembelian kembali saham atau pengalihannya hanya boleh dilakukan

berdasarkan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), kecuali

ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

c. Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas tentang penambahan modal perseroan dilakukan dengan persetujuan

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

d. Pasal 44 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

tentang pengurangan modal perseroan.

                                                       46 Munir Fuady, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, (Bandung : CV Utomo, 2005),

hal. 126-127.

Universitas Sumatera Utara

e. Pasal 64 Undang–Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

tentang memberikan persetujuan laporan tahunan dan pengesahan laporan

keuangan atau perhitungan keuangan

f. Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas tentang persetujuan laporan tahunan termasuk pengesahan laporan

keuangan serta laporan tugas pengawasan dewan komisaris dilakukan oleh Rapat

Umum Pemegang Saham (RUPS).

g. Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas tentang penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan

untuk cadangan diputuskan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

h. Pasal 105 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

tentang penetapan mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan.

i. Pasal 123 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

tentang penetapan pembubaran perseroan.

3. Bentuk Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Menurut Pasal 78 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas menyebutkan:

1. RUPS terdiri atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya. 2. RUPS tahunan wajib diadakan dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam)

bulan setelah tahun buku berakhir. 3. Dalam RUPS tahunan, harus diajukan semua dokumen dari laporan tahunan

Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2). 4. RUPS lainnya dapat diadakan setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk

kepentingan Perseroan.

Universitas Sumatera Utara

a. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan (annual general meeting)

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan bertujuan memberikan penilaian

dan pengambilan keputusan atas laporan Direksi mengenai kegiatan Perseroan

Terbatas dan hasil-hasilnya pada tahun yang lalu dan rencana kegiatan tahun

berikutnya. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan wajib diadakan

dalam jangka waktu paling lambat enam bulan setelah tahun buku berakhir.

Dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan harus diajukan semua

dokumen dari laporan tahunan perseroan.

b. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) lainnya (RUPS luar biasa/extraordinary

general meeting)

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) luar biasa bertujuan untuk membahas

dan mengambil keputusan atas masalah-masalah yang timbul mendadak dan

memerlukan penanganan segera maka akan menghambat operasionalisasi

Perseroan Terbatas. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) lainnya ini dapat

diadakan setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk kepentingan perseroan.

b. Direksi

Direksi merupakan salah satu organ penting dalam kepengurusan dan

kepentingan perseroan. Persyaratan sebagai Direksi merupakan suatu hal atau

ketentuan yang harus dipenuhi dan bersifat penting dalam suatu perseroan terbatas,

sehingga Direksi yang dipilih dan diangkat dapat diharapkan menjalankan dan

Universitas Sumatera Utara

memenuhi tujuan dan maksud perseroan nantinya. Bila di lihat dari pengaturan Kitab

Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), tidak terdapat pengaturan mengenai

persyaratan untuk menjadi Direksi dalam suatu Perseroan. Sedangkan, didalam

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur secara

tegas mengenai suatu persyaratan yang harus dipenuhi menjadi Direksi dalam suatu

Perseroan Terbatas.

Untuk pertama kalinya, diangkat oleh para pendiri, hal mana disebutkan

dalam akta pendirian. Selanjutnya, diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham

(RUPS).48

Direksi merupakan pengurus perseroan yang bertindak untuk dan atas nama

perseroan. Dengan kata lain, Direksi adalah dewan direktur yang dapat terdiri dari

satu atau beberapa orang direktur. Oleh karena itu, bila Direksinya terdiri dari

beberapa orang maka salah satunya menjadi direkstur utama atau presiden direktur

sedangkan yang lain menjadi direktur atau wakil direktur. Perseroan yang kegiatan

usahanya berkaitan dengan menghimpun dana dan/ atau mengelola dana masyarakat,

perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau

perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit dua orang anggota Direksi. Dalam

hal Direksi terdiri atas dua anggota Direksi atau lebih, pembagian tugas dan

wewenang pengurusan di antara anggota Direksi ditetapkan berdasarkan Rapat

Umum Pemegang saham (RUPS).

                                                       48 C. S. T. Kansil dan Christine S. T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia, Aspek Hukum

dalam Ekonomi, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2005), hal. 101.

Universitas Sumatera Utara

1. Pengertian Direksi

Pengertian Direksi yang dimaksud dapat di lihat dalam Pasal 1 ayat 5

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan

bahwa Direksi adalah:

“ organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas

pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud

dan tujuan Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan

ketentuan anggaran dasar.”

Sehingga, Direksi dapat dikatakan sebgai perwakilan daripada perseroan.

Perwakilan adalah tindakan atau perbuatan yang dilakukan seseorang untuk

kepentingan orang atau pihak lain, serta untuk dan atas nama pihak tersebut.49

2. Syarat-Syarat Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Direksi

Pertama kali, pengangkatan anggota Direksi telah dicantumkan didalam Akta

Pendirian Perseroan Terbatas, hal ini dapat di lihat dalam Pasal 8 ayat 2 huruf b

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang

menyatakan:

“ nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal,

kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali

diangkat.”

                                                       49 Gunawan Widjaja, 150 Tanya Jawab tentang Perseroan Terbatas, (Jakarta : Forum

Sahabat, 2008), hal. 63.

Universitas Sumatera Utara

Hal ini merupakan suatu kebiasaan yang menjadi ketentuan umum dalam

suatu akta pendirian Perseroan Terbatas yang memuat susunan dan nama anggota

Direksi yang pertama kali memimpin Perseroan Terbatas sejak didirikan, dan

Anggaran Dasar (AD), memuat ketentuan mengenai cara pemilihan, pengangkatan,

penggantian dan pemberhentian anggota Direksi dan Komisaris.

Direksi merupakan organ perseroan yang bertanggung jawab dan yang

bertugas untuk melaksanakan dan menjalankan pengurusan perseroan untuk

kepentingan dan tujuan perseroan, serta Direksi merupakan perwakilan perseroan

baik di dalam pengadilan maupun di luar pengadilan.

Setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik (in good faith) dan penuh

tanggung jawab (full sense of responbility) menjalankan tugas untuk kepentingan

perseroan. apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya, maka

ia bertanggung jawab penuh secara pribadi.50

Berdasarkan ketentuan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan:

1. Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah: a. dinyatakan pailit; b. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan

bersalah c. menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau dihukum karena

melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.

                                                       50 I. G. Rai Widjaja,Op. Cit, hal. 109.

Universitas Sumatera Utara

2. Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan instansi teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

3. Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan dengan surat yang disimpan oleh Perseroan.

Adapun kegunaan dari ketentuan persyaratan pengangkatan Direksi ini untuk

membantu dalam usaha pengelolaan perseroan terbatas ecara sehat untuk mencapai

tujuan pendirian perseroan terbatas. Dan yang mengangkat anggota Direksi adalah

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).51

Ketentuan mengenai pengangkatan Direksi oleh RUPS ini tidak ditemukan

secara tegas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), tetapi terdapat

suatu ketentuan Pasal 44 KUHD yang menyebutkan:

’ Tiap-tiap Perseroan Terbatas harus diurus oleh beberapa pengurus, kawan-

kawan peserta atau lain-lainnya semua itu harus diangkat oleh para pesero,

dengan atau tidak mendapat upah, dan dengan atau tidak dengan diawasi oleh

beberapa Komisaris.”

Mengenai pemberhentian Direksi dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 105

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang berbunyi:

1. Anggota Direksi dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya.

2. Keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS.

3. Dalam hal keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan keputusan di luar RUPS sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91, anggota Direksi

                                                       51 Pasal 94 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,

Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756.

Universitas Sumatera Utara

yang bersangkutan diberi tahu terlebih dahulu tentang rencana pemberhentian dan diberikan kesempatan untuk membela diri sebelum diambil keputusan pemberhentian.

4. Pemberian kesempatan untuk membela diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperlukan dalam hal yang bersangkutan tidak berkeberatan atas pemberhentian tersebut.

5. Pemberhentian anggota Direksi berlaku sejak: a. ditutupnya RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1); b. tanggal keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3); c. tanggal lain yang ditetapkan dalam keputusan RUPS sebagaimana

dimaksud pada ayat (1); atau d. tanggal lain yang ditetapkan dalam keputusan sebagaimana dimaksud

pada ayat (3).

Anggota Direksi yang diberhentikan terlebih dahulu diberikan kesempatan

untuk membela diri didepan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Pemberhentian

terhadap Direksi ada dua macam pemberhentian anggota Direksi, yaitu:

1. Pemberhentian (seterusnya)

Pemberhentian itu dengan didasarkan alasan yang sudah jelas. Sudah tentu

pemberhentian tersebut ada kaitannya dengan kesalahan yang dilakukan oleh

anggota Direksi yang bersangkutan. Kesalahan anggota Direksi tidak terlepas dari

ketentuan menjalankan tugasnya dengan itikad baik dan tidak/kurang bertanggung

jawab terhadap kepentingan dan usaha perseroan.52 Dalam pemberhentian ini,

RUPS dapat memberhentikan Direksi tanpa menunggu pembelaan dari Direksi,

apabila Direksi tidak menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

2. Pemberhentian Sementara

Pemberhentian yang didasarkan untuk sementara waktu. Karena sifatnya

sementara, maka pemberhentian itu nantinya dengan keputusan Rapat Umum                                                        

52 Gatot Supramono, Op. Cit, hal. 91.

Universitas Sumatera Utara

Pemegang Saham (RUPS) dapat berakibat anggota Direksi bersangkutan dapat

bekerja kembali menjalankan tugasnya atau diberhentikan seterusnya.53

Dalam pemberhentian sementara waktu ini tidak selalu dilakukan oleh Rapat

Umum Pemegang Saham (RUPS), namun dapat dilakukan oleh Dewan Komisaris

dengan menyebutkan alasannya.54 Pemberhentian sementara tersebut dapat

ditolak atau diterima menjadi pemberhentian tetap oleh Rapat Umum Pemegang

Saham (RUPS).55

Selain karena pemberhentian oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS),

seorang Direksi dapat berhenti dari jabatannya karena sebab-sebab sebagai berikut:

a. Masa jabatannya telah berakhir dan tidak lagi diangkat untuk masa jabatan

berikutnya.

b. Berhenti atas permintaaan direktur yang bersangkutan, dengan atau sebab apapun.

c. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Direksi sebagimana diatur dalam anggaran

dasar atau dalam perundang-undangan yang berlaku.

d. Direktur secara pribadi dinyatakan pailit oleh pengadilan.

e. Sakit terus-menerus yang dapat menghambat pelaksanaan tugas direktur.

f. Menderita tekanan mental atau gangguan jiwa yang dapat menghambat

pelaksanaan tugas direktur.

                                                       53 Ibid, hal. 93. 54 Pasal 106 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,

Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756. 55 Munir Fuady (Munir Fuady II), Op. Cit. hal. 57.

Universitas Sumatera Utara

g. Dihukum penjara karena bersalah dalam waktu yang relatif lama sehingga dapat

menghambat pelaksanaan tugas direktur.

h. Meninggalkan tugas atau menghilang tanpa berita secara terus menerus.56

3. Kewajiban Direksi Perseroan

Secara umum kewajiban Direksi adalah mengurus dan mengelola perseroan,

dan mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Anasitus Amanat,

membagi kewajiban Direksi dalam dua kategori, yaitu:57

1. Kewajiban yang berkaitan dengan perseroan.

2. Kewajiban yang berkaitan dengan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Ada beberapa kewajiban Direksi apabila ditinjau dari Undang- Undang

Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, antara lain sebagai berikut:

a. Dalam Pasal 100 ayat (1) Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas yang menyatakan:

“Direksi wajib: a. membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS, dan

risalah rapat Direksi; b. membuat laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan

dokumen keuangan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang Dokumen Perusahaan; dan

c. memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan Perseroan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dan dokumen Perseroan lainnya.”

                                                       56 Ibid, hal 62. 57 Anasitus Amanat, Pembahasan Undang-Undang Perseroan Terbatas 1995 dan

Penerapannya Dalam Akta Notaris (Jakarta : Rajawali pers, 1996), hal. 130-132.

Universitas Sumatera Utara

b. Dalam Pasal 101 ayat (1) Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas yang menyatakan:

“Anggota Direksi wajib melaporkan kepada Perseroan mengenai saham yang

dimiliki anggota Direksi yang bersangkutan dan/atau keluarganya dalam

Perseroan dan Perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus.”

c. Dalam Pasal 102 ayat (1) Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas yang menyatakan:

“Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk: a. mengalihkan kekayaan Perseroan; atau b. menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan;

yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.”

c. Dewan Komisaris

Pengertian Dewan Komisaris yang dimaksud dapat di lihat dalam Pasal 1 ayat

(6) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan

bahwa Dewan Komisaris adalah:

“Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan

pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta

memberi nasihat kepada Direksi.”

Komisaris sebagai organ disebut sebgai Dewan Komisaris, dan komisaris

sebagai orang perorangan disebut sebagai anggota komisaris.

1. Pengangkatan dan Masa Tugas Dewan Komisaris

Universitas Sumatera Utara

Mengenai pengangkatan dan persyaratan yang harus dipenuhi orang

perorangan untuk diangkat menjadi dewan komisaris dapat di lihat dalam Pasal 110

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang

menyebutkan:

1. Yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:

a. dinyatakan pailit; b. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang

dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau

c. dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.

2. Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan instansi teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

3. Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan dengan surat yang disimpan oleh Perseroan.

Anggota Dewan Komisaris diangkat oleh RUPS. Untuk pertama kali

pengangkatan anggota Dewan Komisaris dilakukan oleh pendiri dalam akta pendirian

dan diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali. Dalam

Anggaran Dasar perseroan mengatur tata cara pengangkatan, penggantian, dan

pemberhentian anggota Dewan Komisaris serta dapat juga mengatur tentang

pencalonan anggota Dewan Komisaris. Keputusan RUPS mengenai pengangkatan,

penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris juga menetapkan saat

mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian tersebut. Dalam hal

RUPS tidak menentukan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan

pemberhentian anggota Dewan Komisaris, pengangkatan, penggantian, dan

Universitas Sumatera Utara

pemberhentian mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS. Dalam hal terjadi

pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris, Direksi

wajib memberitahukan perubahan tersebut kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar

Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak

tanggal keputusan RUPS tersebut. Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud

diatas, Menteri dapat menolak setiap pemberitahuan tentang perubahan susunan

Dewan Komisaris selanjutnya yang disampaikan kepada Menteri oleh Direksi.58

Pengangkatan anggota Dewan Komisaris yang tidak memenuhi persyaratan

memiliki konsekuensi batal karena hukum sejak saat anggota Dewan Komisaris

lainnya atau Direksi mengetahui tidak terpenuhinya persyaratan tersebut. Anggota

Dewan Komisaris lainnya yang dimaksud adalah anggota Dewan Komisaris di luar

anggota Dewan Komisaris yang pengangkatannya batal. Dalam jangka waktu paling

lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diketahui, Direksi harus mengumumkan batalnya

pengangkatan anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan dalam surat kabar dan

memberitahukannya kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan. Perbuatan

hukum yang telah dilakukan oleh anggota Dewan Komisaris untuk dan atas nama

Dewan Komisaris sebelum pengangkatannya batal, tetap mengikat dan menjadi

tanggung jawab Perseroan.59

                                                       58 Pasal 111 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran

Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756. 59 Pasal 112 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran

Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756.

Universitas Sumatera Utara

2. Fungsi dan Kewajiban Dewan Komisaris

Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan,

jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha

Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi. Pengawasan dan pemberian nasihat

sebagaimana dimaksud diatas dilakukan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai

dengan maksud dan tujuan Perseroan, yakni pengawasan dan pemberian nasihat yang

dilakukan oleh Dewan Komisaris tidak untuk kepentingan pihak atau golongan

tertentu, tetapi untuk kepentingan Perseroan secara menyeluruh dan sesuai dengan

maksud dan tujuan Perseroan.

Dewan Komisaris terdiri atas 1 (satu) orang anggota atau lebih. Dewan

Komisaris yang terdiri atas lebih dari 1 (satu) orang anggota merupakan majelis dan

setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan

berdasarkan keputusan Dewan Komisaris. Terdapat perbedaan yang sangat jelas

diantara anggota Direksi dan Dewan Komisaris, dimana anggota Direksi bertindak

sendiri-sendiri dalam menjalankan tugas sebagai Direksi, sedangkan Dewan Komisari

tidak dapat bertindak secara sendiri-sendiri dalam menjalankan tugas Dewan

Komisaris, kecuali berdasarkan keputusan Dewan Komisaris.

Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau

mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang

kepada masyarakat atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua)

Universitas Sumatera Utara

orang anggota Dewan Komisaris.54 Artinya Perseroan Terbuka memerlukan

pengawasan dengan jumlah anggota dewan Komisaris yang lebih besar karena

menyangkut kepentingan masyarakat.

Kewajiban Dewan Komisaris di atur dalam Pasal 116 Undang-Undang Nomor

40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan:

Dewan Komisaris wajib: a. membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya; b. melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau

keluarganya pada Perseroan tersebut dan Perseroan lain; dan c. memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan

selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS.

3. Kewenangan Dewan Komisaris

Kewenangan Dewan Komisaris berdasarkan Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas terbagi atas beberapa bagian antara lain:

1. Dalam Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas yang menyebutkan:

“Anggota Direksi dapat diberhentikan untuk sementara oleh Dewan

Komisaris dengan menyebutkan alasannya. Artinya Dewan Komisaris

memiliki kewenangan untuk memberhentikan Direksi untuk sementara.”

2. Dalam Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas yang menyebutkan:

                                                       54 Pasal 108 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran

Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756.

Universitas Sumatera Utara

1. Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Dewan Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.

2. Dewan Komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu melakukan tindakan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang, dan kewajiban Direksi terhadap Perseroan dan pihak ketiga.

Apabila Direksi tidak ada atau berhalangan karena suatu sebab, misalnya

mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan atau berhalangan, atau

diberhentikan sementara, komisaris dapat bertindak sebagai pengurus yang

dalam hal ini semua ketentuan mengenai hak, wewenang, dan kewajiban

Direksi terhadap perseroan dan pihak ketiga berlaku untuk komisaris tersebut.

2. Dalam Pasal 121 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas yang menyebutkan:

a. Dalam menjalankan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108, Dewan Komisaris dapat membentuk komite, yang anggotanya seorang atau lebih adalah anggota Dewan Komisaris.

b. Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris.

Artinya Dewan Komisaris berwenang untuk membentuk komite, yang

anggotanya seorang atau lebih adalah anggota Dewan Komisaris dan komite

ini bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris.

B. WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN

a. Wewenang Direksi Perseroan

Universitas Sumatera Utara

Agar Direksi sebagai organ Perseroan yang mengurus Perseroan sehari-hari

dapat mencapai prestasi terbesar untuk kepentingan Perseroan, maka ia harus diberi

kewenangan-kewenangan tertentu untuk mencapai hasil yang optimal dalam

mengurus Perseroan. Dari kewenangan yang diberikan, ia perlu diberi tanggung

jawab untuk mengurus Perseroan. Hal ini berarti dalam membicarakan kewenangan

Direksi, diperlukan pemahaman tentang tanggung jawabnya.61

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Direksi harus bertolak dari

landasan bahwa tugas dan kedudukan yang diperoleh oleh Direksi berdasarkan 2

(dua) prinsip dasar yaitu kepercayaan yang diberikan perseroan kepadanya (fiduciary

duty) dan prinsip yang merujuk pada kemampuan serta kehati-hatian tindakan Direksi

(duty of skill and care).62 Kedua prinsip ini menuntut Direksi untuk bertindak secara

hati-hati dan disertai itikad baik, semata-mata untuk kepentingan dan tujuan

perseroan. Pelanggaran terhadap kedua prinsip ini membawa konsekuensi yang berat

bagi Direksi, karena Direksi dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara

pribadi.

Suatu perbuatan hukum sangat bergantung pada dipenuhi atau tidaknya

kewenangan yang dimilki oleh pihak yang melakukan perbuatan hukum tersebut.

Kewenangan yang dimiliki oleh pihak yang melakukan perbuatan hukum tersebut.

Kewenangan ini digolongkan ke dalam kewenangan yang berdasarkan pada:

                                                       61 Nindyo Pramono, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 5 Nomor 3

Tahun 1997, hal. 15. 62 Chatamarrasjid Ais,Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing The Corporate Veil) Kapita

Selekta Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 71.

Universitas Sumatera Utara

1. Kapasitas diri sendiri sebagai individu pribadi.

2. Kapasitas sebagai pemegang kuasa yang bertindak untuk dan atas nama pemberi

kuasa.

3. Kapasitas untuk bertindak dalam jabatan yang dalam hal ini bertindak selaku yang

berwenang berdasarkan jabatannya tersebut.63

Konsep kewenangan bertindak tersebut menjadi sangat penting, terutama

pabila dihubungkan dengan konsekuensi hukum dari tidak terpenuhinya syarat

subjektif sahnya suatu perjanjian. Hukum perjanjian pada lazimnya peraturan

perundang-undangan yang berlaku mengancam setiap perbuatan hukum yang tidak

memenuhi syarat subjektif ini, dengan ancaman kebatalan (dapat dibatalkan) setiap

saat, selama masa daluarsa masih belum terlewati dan atau dalam perjanjian ini tidak

diratifikasi lebih lanjut. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, hak untuk

membatalkan perjanjian yang demikian diberikan kepada mereka yag syarat

subjektifnya tidak terpenuhi sebagaimana diatur dalam Pasal 1331 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).64

Menurut Sutjipto sebagaimana yang dikutip oleh Rachmadi Usman yang

menyatakan bahwa:

“Pimpinan perseroan berikut usaha-usahanya berada di tangan Direksi. Kewenangan pengurusan meliputi semua perbuatan hukum yang tercakup dalam maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan sebagaiman dimuat dalam anggaran dasarnya. Dengan demikian, Direksi adalah organ melalui mana perseroan mengambil bagian dalam lalu lintas hukum sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Ini pula yang menjadi sumber kewenangan Direksi utnuk dan

                                                       63 Ibid, hal. 118. 64 Ibid, hal. 118-119.

Universitas Sumatera Utara

atas nama perseroan melakukan perbuatan-perbuatan hukum dengan pihak ketiga atau dengan kata lain, mewakili perseroan di dalam maupun di luar pengadilan. Kepengurusan oleh Direksi ini tidak terbatas pada memimpin dan menjalankan kegiatan rutin sehari-hari. Direksi berwenang dan wajib mengambil insiatif dan membuat rencana masa depan perseroan dalam rangka menwujudkan maksud dan tujuan perseroan. sebagaimana diketahui maksud dan tujuan perseroan merupakan batas ruang lingkup kecakapan bertindak perseroan. Dalam kaitan ini perlu diperhatikan bahwa kewnangna Direksi untuk melakukan perbuatan hukum atas nama perseroan tidak terbatas pada perbuatan hukum yang secara tegas disebut dalam maksud dan tujuan perseroan, melainkan jua perbuatan-perbuatan lainnya, yakni perbuatan-perbuatan yang menurut kebiasaan, kewajaran dan kepatutan dapat disimpulkan dari maksud dan tujuan perseroan serta berhubungan dengannya sekalipun perbuatan-perbuatan tersebut tidak secara tegas disebutkan di dalam rumusan maksud dan tujuan perseroan.”65

Dilihat tata cara dan prosedur bagaimana Direksi mendelegasikan

kewenangan dalam mengurus perseroan, maka terdapat 3 (tiga) pendelegasian

kewenangan, yaitu:

1. Pendelegasian kewenangan Direksi kepada anggota Direksi lainnya;

2. Pendelegasian kepada pegawai perseroan; dan

3. Pendelegasian kepada pihak di luar pegawai perseroan.

Dalam praktek, pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi perseroan

tidak ditetapkan dalam keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) secara

tersendiri, tetapi yang lazim, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) menetapkan

anggaran dasar dan dalam anggaran dasar tersebut antara lain diatur mengenai

pembagian tugas dan wewenang Direksi perseroan.

Dengan demikian, secara umum, pembagian tugas dan wewenang tersebut

diusulkan oleh Direksi berdasarkan rapat Direksi dan tentunya memperhatikan

                                                       65 Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung : Alumni,

2004), hal. 166.

Universitas Sumatera Utara

struktur organisasi perseroan. Oleh karena itu, pembagian, pembagian tugas dan

wewenang anggota Direksi tersebut lazimnya disesuaikan dengan struktur organisasi

perseroan.66

Wewenang Direksi yang lazim terdapat di dalam anggaran dasar perseroan,

antara lain sebagai berikut:

1. Apabila pengeluaran saham-saham telah jatuh tempo dan masih diperlukan

perpanjangan waktu, maka Direksi diberi wewenang untuk memohonkan

perpanjangan waktu kepada pemerintah, dalam hal ini Menteri Kehakiman;

2. Apabila dalam waktu satu bulan setelah Direksi memberitahukan pengeluaran

saham-saham tersebut tidak ada yang membelinya, maka Direksi dengan

persetujuan komisaris mempunyai wewenang untuk menjual saham-saham itu

kepada siapa saja;

3. Direksi bersama-sama dengan dewan komisaris berwenang untuk

menandatangani surat-surat saham;

4. Bila ada surat saham atau talon yang rusak hingga tidak dapat dipakai lagi maka

Direksi berwenang untuk mengeluarkan duplikatnya atas permintaan yang

berkepentingan setelah aslinya dimusnahkan oleh Direksi di hadapan yang

berkepentingan tersebut.

5. Demikian pula apabila surat saham atau talon yang asli tadi hilang, maka dengan

bukti yang cukup serta jaminan-jaminan yang dianggap perlu, Direksi mempunyai

wewenang untuk memberikan duplikatnya;                                                        

66 Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2005), hal. 62.

Universitas Sumatera Utara

6. Direksi mempunyai wewenang untuk menahan keuntungan-keuntungan atas

saham dan melarang mengeluarkan suara atas saham tersebut, jika ternyata dalam

suatu pemindahan hak, tidak terpenuhi kewajiban-kewajibannya;

7. Direksi atas tanggung jawabnya sendiri diberi kewenangan untuk mengangkat

seorang kuasa atau lebih dengan syarat-syarat dan kekuasaan yang ditentukan

secara tertulis;

8. Direksi mempunyai wewenang mewakili pereroan si muka dan di luar pengadilan

serta berhak untuk melakukan perbuatan pengurusan dan pemilikan atau

penguasaan (beheer en beschkking) dengan batasan-batasan tertentu;

9. Mempunyai wewenang memimpin dan mengetuai Rapat Umum pemegang

Saham (RUPS);

10. Mempunyai wewenang untuk mengadakan rapat umum luar biasa pemegang

saham setiap waktu bila dipandang perlu;

11. Mempunyai wewenang untuk menandatangani notulen rapat, jika notulen tidak

dibuat dengan proses verbal notaris.67

Besarnya kewenangan yang diberikan kepada Direksi tidak berarti

kewenangan Direksi tanpa batas. Kewenangan Direksi dibatasi oleh kewenangan

bertindak secara intern, baik yang bersumber pada doktrin hukum maupun yang

bersumber pada peraturan yang berlaku, termasuk anggaran dasar perseroan.

Batasan tersebut antara lain adalah adanya doktrin Ultra Vires, yang

menyatakan bahwa perbuatan tersebut merupakan perbuatan di luar kewenangan dari                                                        

67 Agus Budiarto, Op. Cit, hal. 68.

Universitas Sumatera Utara

Direksi tersebut. Apabila Direksi telah melanggar ketentuan kewenangannya

sebagaiman yang telah dinyatakan dalam anggaran dasar perseroan, maka Direksi

telah melakukan pelanggaran terhadap prinsip ultra vires dan dengan demikian

Direksi harus mempertanggungjawabkan atas perbuatan yang dilakukannya sampai

dengan mengikutsertakan harta pribadi Direksi tersebut.

Pihak ketiga yang berhubungan usaha dengan perseroan tersebut tetap sah dan

dilindungi tanpa memperhatikan ultra vires. Misalnya, terdapat suatu ketentuan yang

disebutkan dalam anggaran dasar bahwa dalam melakukan suatu perbuatan hukum,

seperti perjanjian kerjasama tertentu dengan pihak lain harus terlebih dahulu

mendapatkan persetujuan tertulis dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS),

namun dalam kenyataan yang terjadi (prakteknya), Direksi tersebut telah melakukan

perjanjian kerjasama tersebut tanpa meminta persetujuan tertulis atau memperoleh

izin dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), maka akibat hukum yang

ditimbulkan dari perbuatan yang dilakukan oleh Direksi tersebut secara intern telah

melakukan pelanggaran asas ultra vires tersebut, namun perjanjian kerjasama dengan

pihak lain tersebut tetap sah dan berlaku.

Pembatasan-pembatasan kewenangan Direksi Perseroan yang di tinjau dari

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas antara lain

terdapat pada:

1. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,

yaitu: “perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang

Universitas Sumatera Utara

tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, ketertiban

umum, dan/ atau kesusilaan”;

2. Pasal 92 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas, yaitu: dalam menjalankan pengurusan perseroan, Direksi untuk

kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.

Ketentuan ini menugaskan Direksi untuk mengurus Perseroan yang antara lain

meliputi pengurusan sehari-hari dan Perseroan;

3. Pasal 97 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas, yaitu: Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan, artinya

harus ada itikad baik dan bertanggung jawab dalam pengurusan perseroan;

4. Pasal 102 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,

yaitu: adanya perbuatan-perbuatan hukum tertentu yang harus mendapatkan

persetujuan terlebih dahulu dari Komisaris dan atau Rapat Umum Pemegang

Saham (RUPS) yang diatur dalam anggaran dasar;

5. Direksi tidak berwenang mewakili perseroan dalam hal terjadinya konflik

kepentingan (conflict interest).

Perbuatan hukum perseroan terbatas yang tidak sesuai dengan cakupan

kewenangan yang telah diuraikan (perbuatan ultra vires), maka tanggung jawab

pemegang saham, Direksi, dan komisaris menjadi tidak terbatas karena telah

melampui batas kewenangannya. Bagi pemegang saham, menjadi tidak terbatas

dalam hal yang dinyatakan pada Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun

2007 tentang Perseroan Terbatas.

Universitas Sumatera Utara

Dalam pasal ini mengandung suatu pernyataan bahwa dalam hal tertentu tidak

tertutup kemungkinan hapusnya tanggung jawab terbatas tersebut apabial terbukti

terjadi hal-hal yang diuraikan dalam ketentuan pasal diatas. Tanggung jawab

pemegang saham sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya kemungkinan

hapus apabila terbukti, antara lain terjadi pencampuran harta kekayaan pribadi

pemegang saham dan harta kekayaan Perseroan sehingga Perseroan didirikan semata-

mata sebagai alat yang dipergunakan pemegang saham untuk memenuhi tujuan

pribadinya.

Namun demikian, atas perbuatan-perbuatan Direksi tanpa persetujuan dari

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau komisaris tetap sah dan mengikat pihak

ketiga, namun tanpa mengurangi tangung jawab Direksi atas potensi kerugian. Untuk

melaksanakan pembuktian terhadap perbuatan ultra vires sangatlah tidak mudah.

Dalam hal terjadi suatu perbuatan hukum Direksi yang demikian dan pemberi

persetujuan (dalam hal ini Komisaris atau Rapat Umum Pemegang Saham) setuju atas

tindakan Direksi tersebut, maka dapat dilakukan dengan cara ratifikasi atas perbuatan

hukum yang dilakukan oleh Direksi.

Dalam hal wewenang Direksi untuk mewakili perseroan di luar pengadilan,

anggaran dasar memberikan pembatasan-pembatasan, antara lain sebagai berikut:

1. Direksi harus mendapat persetujuan tertulis dari dewan komisaris apabila ia akan

melakukan tindakan-tindakan:

a. Meminjam uang atas nama perseroan atau meminjamkan uang kepada pihak

lain dalam jumlah tertentu;

Universitas Sumatera Utara

b. Mengikat perseroan sebagai penjamin utang;

c. Membeli, menjual atau dengan cara lain memperoleh atau mengalihkan

barang-barang tetap milik perseroan atau membebani barang-barang milik

perseroan tersebut dengan utang;

d. Menggadaikan barang-barang bergerak milik perseroan yang bernilai tinggi.

2. Dalam hal mengangkat dan memberhentikan seseorang, kuasa untuk mewakili

perseroan harus dilakukann oleh dua orang anggota Direksi atau apabila Direksi

itu terdiri hanya terdiri seorang direktur, maka harus dilakukan bersama-sama

dengan komisaris;

3. Direksi harus bekerja sesuai dengan rencana kerja yang telah disetujui oleh

Dewan Komisaris atau Rapat Umum pemegang Saham (RUPS);

4. Tiap anggota Direksi wajib meminta pertimbangan terlebih dahulu kepada

anggota Direksi lainnya apabila akan melakukan tindakan yang menurut

kebiasaan dalam dunia usaha dianggap sebagai hal yang penting bagi perseroan;

5. Pembagian pekerjaan Direksi dalam lingkungan perseroann antara para anggota

Direksi diatur dan ditentukan sendiri oleh para nggota Direksi itu.

b. Tanggung Jawab Hukum Direksi Perseroan

Di Indonesia, secara umum tanggung jawab Direksi terbagi atas dua tahap,

yaitu sebelum Perseroan Terbatas mendapat statusnya sebagai Badan Hukum dan

Universitas Sumatera Utara

setelah Perseroan Terbatas mendapatkan status sebagai badan hukum.68 Direksi

sebelum Perseroan Terbatas memperoleh statusnya sebagai badan hukum, secara

kolektif bersama dengan pendiri dan dewan Komisaris bertanggung jawab atas segala

perbuatan hukum yang dilakukan, hal ini dimaksudkan agar Direksi tidak melakukan

perbuatan hukum atas nama perseroan yang belum berstatus badan hukum tanpa

persetujuan semua pendiri, Direksi dan Dewan Komisaris.69 Sedangkan tanggung

jawab Direksi setelah Perseroan berstatus badan hukum adalah bersifat terbatas pada

perbuatan yang dilakukan sebagai perwakilan yang mengurus dan mengelola untuk

dan atas nama perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.70

Masalah tanggung jawab Direksi sangat erat hubungannya dengan tugas dan

kewajiban Direksi. Tugas dan kewajiban Direksi untuk menjalankan kepengurusan

perseroan akan mengakibatkan tuntutan tanggung jawab atas semua perbuatan-

perbuatan hukum yang dilakukannya dan dilaksanakannya. Tanggung jawab Direksi

pada dasarnya beriringan dengan keberadaan, tugas, kewenangan hak, dan kewajiban

yang melekat pada dirinya, termasuk yang terdapat pada teori dan doktrin hukum

yang telah diuraikan dengan singkat sebelumnya.

Menurut Nindyo Pramono yang menyatakan:

                                                       68 Erman Rajagukguk, New Indonesian Limited Liability Company Law:Liabilities of

Stakeholders and Board of Company, Makalah yang dipresentasikan dalam 4™ Asian Law Institute (ASLI) Conference on “ Voice from Asia for a Just and Equitable World”, University of Indonesian Faculty of Law, Jakarta, 24-25 Mei 2007, hal. 4-14, sebagaimana yang dikutip oleh Harris Freddy dan Teddy Anggoro, Op. Cit, hal.43.

69 Pasal 14 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756.

70 Pasal 92 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756.

Universitas Sumatera Utara

“tanggung jawab Direksi timbul apabila Direksi yang memiliki kewenangan atau

Direksi yang menerima kewajiban untuk melaksanakan pengurusan perseroan

tersebut mulai menggunakan kewenangannya tersebut.”71

Direksi sebagai orang yang menjalankan pengurusan dan pengelolaan

perseroan dalam kedudukannya sebagai pemegang kuasa dari perseroan dan

mempunyai tanggung jawab atas kedudukan yang dilakoninya tersersebut.

Pada prinsipnya, setiap konsekuensi yuridis atas tindakan perseroan, baik atau

buruk, akan dipikul sendiri oleh perseroan tersebut. Namun demikian, undang-undang

mengenal juga beberapa pengecualian, karena terdapat kemungkinan bukan

perusahaan yang bertanggung jawab, tetapi pihak lainnya, misalnya bertanggung

jawab secara pribadi ataupun secara renteng.

Tanggung jawab berarti kewajiban seorang individu untuk melaksanakan

aktifitas-aktifitas yang ditugaskan kepadanya sebaik mungkin sesuai dengan

kemampuan yang dimilikinya.72 Tanggung jawab Direksi dapat dibedakan dalam:

1. Tanggung jawab internal, yaitu meliputi tugas dan tanggung jawab Direksi

perseroan dan pemegang saham perseroan; dan

2. Tanggung jawab eksternal, yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab

Direksi kepada pihak ketiga yang berhubungan hukum langsung maupun tidak

langsung dengan perseroan.73

                                                       71 Harris Freddy dan Teddy Anggoro, Op. Cit, hal.44. sebagaimana dikutip dari Nindyo

Pramono, Sertifikasi Saham PT Go Publik dan Hukum Pasar Modal di Indonesia, (Jakarta : Citra Aditya Bakti, 1997). 

72 Winardi, Asas-Asas Manajemen, (Bandung : Alumni, 1983), hal. 144.

Universitas Sumatera Utara

Ditinjau dari pengaturan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas, terdapat beberapa pasal yang menegenai tanggung jawab pribadi

masing-masing anggota Direksi maupun tanggung jawab renteng semua anggota

Direksi perseroan terbatas, antara lain sebagai berikut:

1. Pasal 37 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas,74 bahwa Direksi menjamin transaksi pembelian kembali saham

perseroan terbatas baik secara langsung maupun tidak langsung dengan proses

dan tata cara yang telah ditentukan oleh perseroan terbatas;

2. Pasal 69 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas,75 yang merefleksikan informasi dalam rangka pelaksanaan fiduciary

duty Direksi terhadap perseroan;

3. Pasal 72 ayat (6) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas,76 yakni tindakan kehati-hatian dalam pembagian deviden interim yang

dilakukan oleh Direksi terhadap perseroan;

4. Pasal 95 ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas,77 yakni pembatalan pengangkatan Direksi karena tidak memenuhi

                                                                                                                                                           73 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Pemahaman Perseroan Terbatas Risiko Hukum

Pemilik, Direksi & Komisaris, (Jakarta : PT Forum Sahabat, 2008), hal. 112. 74 Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pemegang

saham yang beritikad baik, yang timbul akibat pembelian kembali yang batal karena hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

75 Dalam hal laporan keuangan yang disediakan ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan.

76 Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian Perseroan, dalam hal pemegang saham tidak dapat mengembalikan dividen interim sebagaimana dimaksud pada ayat (5).

Universitas Sumatera Utara

persyaratan pengangkatan, namun tetap bertanggung jawab atas perbuatan

hukum yang telah dilakukan untuk dan atas nama perseroan yang

mengakibatkan kerugian perseroan atas tindakan yang memiliki itikad buruk

dan/ atau perbuatan melawan hukum;

5. Pasal 97 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas,78 yaitu tanggung jawab renteng anggota Direksi bila keanggtaan

Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota atau lebih;

6. Pasal 101 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas,79 yaitu sanksi pertanggungjawaban Direksi mengenai keterbukaan

(disclodure) yang berhubungan dengan keungkina terjadinya benturan

kepentingan;

7. Pasal 104 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas,80 yakni terjadinya kelalaian dan kesalahan Direksi dan harta pailit

tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban perseroan, sehingga setiap

anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh

kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit perseroan;                                                                                                                                                            

77 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mengurangi tanggung jawab anggota Direksi yang bersangkutan terhadap kerugian Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 dan Pasal 104.

78 Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

79 Anggota Direksi wajib melaporkan kepada Perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota Direksi yang bersangkutan dan/atau keluarganya dalam Perseroan dan Perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus.

80 Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut.

Universitas Sumatera Utara

8. Pasal 102 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas,81 yaitu mengabaikan kewajiban untuk meminta persetujuan atau

bantuan kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sehingga Direksi

dimintai pertanggungjawaban secara pribadi;

9. Pasal 117 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas,82 yaitu mengabaikan kewajiban untuk meminta persetujuan atau

bantuan kepada dewan komisaris, sehingga bila terjadi kerugian Direksi

dimintai pertanggungjawaban secara pribadi.

1. Tanggung Jawab Direksi dalam Perseroan Terbatas

Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk

kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di

luar pengadilan. Jadi selain bertanggung jawab penuh atas pengurusan, Direksi juga

bertindak mewakili perseroan (persona standi in judicio). Dalam menjalankan tugas

unutk kepentingan dan usaha perseroan, maka setiap anggota Direksi wajib dengan

itikad baik (in good faith) dan penuh tanggung jawab (full responbility).83

Namun apabila tidak dengan demikian, maka setiap anggota Direksi

bertanggung jawab penuh secara pribadi, apabila yang bersangkutan bersalah atau

                                                       81 Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa persetujuan RUPS, tetap

mengikat Perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik. 82 Dalam hal anggaran dasar menetapkan persyaratan pemberian persetujuan atau bantuan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tanpa persetujuan atau bantuan Dewan Komisaris, perbuatan hukum tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lainnya dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik.

83 I.G Rai Widjaja, Op. Cit, hal. 215

Universitas Sumatera Utara

lalai dalam menjalankan tugasnya sebgaimana yang dibebankan dan diwajibkan

kepadanya.

2. Tanggung Jawab Direksi kepada Perseroan dan Pemegang Saham

Tugas dan pertanggungjawaban Direksi kepada persroan dan pemegang

saham perseroan dimulai sejak perseroan memperoleh status badan hukum

sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan:

“Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya

keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan.”

Setiap kesalahan atau kelalaian anggota Direksi dalam menjalankan

kewajibannya terhadap perseroan dan pemegang saham perseroan, memberikan hak

kepada pemegang saham untuk:

1. Secara sendiri-sendiri atau bersama-sama, yang mewakili jumlah sepersepuluh pemegang saham perseroan melakukan gugatan untuk dan atas nama perseroan terhadap Direksi perseroan, yang atas kesalahan dan kelalaiannya telah menyebabkan kerugian pada perseroan (derivative action);

2. Secara sendiri-sendiri melakukan gugatan langsung untuk dan atas nama pribadi pemegang saham terhadap Direksi perseroan atas setiap keputusan atau tindakan Direksi perseroan yang merugikan pemegang saham.84

3. Tanggung Jawab Direksi kepada Pihak Ketiga

Tugas dan kewajiban Direksi perseroan terhadap pihak ketiga terwujud dalam

kewajiban Direksi untuk melakukan keterbukaan (disclosure) terhadap pihak ketiga

                                                       84 Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, (Jakarta : Raja

Grafindo Persada, 2004), hal. 70.

Universitas Sumatera Utara

atas setiap kegiatan perseroan yang dianggap dapat mempengaruhi kekayaan

perseroan. Pihak ketiga adalah orang lain yang tidak ikut serta dalam perjanjian.

Kewajiban-kewajiban itu adalah:

1. Dalam hal perseroan ingin mengadakan pengurangan atas modal dasar, modal

dikeluarkan, ataupun modal disetor dari perseroan;

2. Dalam hal perseroan bermaksud untuk melakukan penggabungan, peleburan

dan pengambilalihan;

3. Dan bagi :

a) Perseroan yang bidang usahanya berkaitan dengan pengerahan dana

masyarakat;

b) Perseroan yang mengeluarkan surat pengakuan hutang;

c) Perseroan Terbuka.

Direksi perseroan diwajibkan untuk menyerahkan hasil perhitungan tahunan

perseroan untuk diperiksa oleh akuntan publik sebelum perhitungan tahunan tersebut

disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan. dan segera setelah disahkan

oleh rapat, diumumkan untuk kepentingan pihak ketiga. Khusus untuk perseroan

terbatas terbuka, Direksi perseroan juga diwajibkan untuk mengumumkan setiap

maksud dan rencana penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham.

Ketentuan tersebut diatas tidak menutup adanya kemungkinan permintaan

pemberian data dan atau keterangan mengenai perseroan oleh pihak ketiga yang

berkepentingan, berdasarkan pada perjanjian antara para pihak. Dalam hal-hal yang

Universitas Sumatera Utara

demikian tersebut diatas, Direksi berkewajiban untuk memberikan data dan atau

keterangan tersebut secara jelas, tegas, benar dan akurat.

4. Tanggung Jawab Renteng Antara Sesama Anggota Direksi Perseroan

Menurut sistem hukum di Indonesia, demikian juga hukum di kebanyakan

negara yang menganut sistem Civil Law, hubungan antara direktur dengan perusahaan

adalah bersifat kontraktual. Artinya, sungguhpun antara perusahaan dengan

direkturnya tidak terdapat suatu kontrak tertentu, tetapi oleh hukum “dianggap”

(fiksi) ada kontrak pemberian kuasa.85 Karena itu, hubungan antara direktur dengan

perusahaan tidak merupakan hubungan antara “trustee” dengan “beneficiary” seperti

dalam Anglo Saxon.86

Sebagai konsekuensi yuridisnya, direktur sebagai pemegang kuasa tidak boleh

bertindak melebihi dari kekuasaan yang diberikan kepadanya. Seberapa jauh

kekuasaan diberikan kepadanya, dapat dilihat dalam anggaran dasar perusahaan yang

bersangkutan. Apabila direktur bertindak melampaui wewenang yang diberikan

kepadannya tersebut, direktur tersebut ikut bertanggung jawab secara pribadi. Jika

perusahaan yang bersangkutan kemudian jatuh pailit, beban tanggung jawab tidak

                                                       85 Munir Fuady (Munir Fuady V), Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Buku Ketiga,

(Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 93. 86 Munir Fuady (Munir Fuady VI), Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Buku Kesatu,,

(Bandung : Citra Aditya Bakti,, 1994), hal. 59.

Universitas Sumatera Utara

cukup ditampung oleh harta perusahaan (harta pailit), maka Direksi pun ikut

bertanggung jawab secara renteng.87

Dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa:

“Perbuatan hukum atas nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, hanya boleh dilakukan oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota Dewan Komisaris Perseroan dan mereka semua bertanggung jawab secara tanggung renteng atas perbuatan hukum tersebut.”

Terhitung sejak pengesahan, para pendiri perseroan terbatas tidak lagi

bertanggung jawab secara terbatas atas tiap perikatan yang dibuat untuk dan atas

nama perseroan, dan hanya akan menanggung kerugian yang terbatas pada nilai

seluruh saham yang dimilikinya. Selama pengesahan tersebut belum diperoleh, maka

pendiri (dan sekalian pengurusnya) bertanggungjawab sepenuhnya secara tanggung

renteng atas nama perseroan. Ketiadaan pengesahan itu tidak meniadakan perseroan

yang hendak dibentuk, hanya saja sifat pertanggungjawabannya yang belum tidak

terbatas.

Berdasarkan pada sifat pertanggungjawaban renteng tersebut, oleh kalangan

ahli hukum, status hukum dari perseroan terbatas dalam pendirian diperlakukan sama

dengan atau sebagaimana layaknya suatu persekutuan dengan firma, dimana para

pengurus bertindak selaku kuasa dari para pendiri dalam menjalankan kegiatan atau

usaha perseroan. Dengan ini berarti bhawa selama harta kekayaan perseroan tidak

mencukupi untuk menutupi seluruh kewajiban perseroan (dalam pendirian) tersebut,

                                                       87 Munir Fuady (Munir Fuady V), Op. Cit, hal. 93.

Universitas Sumatera Utara

maka para pendiri (dan pengurus) bertanggung jawab secara pribadi untuk memenuhi

seluruh kewajiban yang belum terlunasi.88

Beberapa pengaturan mengenai pertanggungjawaban renteng sesama anggota

Direksi dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,

antara lain sebagai berikut:

1. Pasal 69 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas, yaitu Anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dibebaskan dari

tanggung jawab apabila terbukti bahwa keadaan tersebut bukan karena

kesalahannya.

2. Pasal 97 ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas, yaitu Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian

perseroan apabila dapat membuktikan:

a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk

kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak

langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya

kerugian tersebut.

3. Pasal 104 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas yaitu, Anggota Direksi tidak bertanggung jawab atas kepailitan

Perseroan apabila dapat membuktikan:

a. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

                                                       88 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op. Cit, hal. 112.

Universitas Sumatera Utara

b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan

d. telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.

C. PENERAPAN PRINSIP CORPORATE OPPORTUNITY TERHADAP

DIREKSI DALAM MENGELOLA PERSEROAN YANG DITINJAU DARI

UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN

TERBATAS

Transaksi kesempatan perseroan (Corporate Opportunity) mengajarkan

bahwa bahwa akibat dari adanya fiduciary duty dari Direksi, maka Direksi haruslah

terlebih dahulu mengutamakan kepentingan perseroan daripada kepentingan pribadi.

Prinsip fiduciary duties merupakan konsep yang terus berkembang, dan

bersifat sangat kontekstual, merupakan hukum yang terbentuk melalui peradilan (case

law) dan kemudian diangkat menjadi doktrin hukum. sehingga dapat dipahami

mengapa Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. ini

tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan fiduciary duties, tetapi terkandung

dalam suatu rumusan pasal-pasal yang bersifat umum.

Ada 3 (tiga) faktor penting yang terkandung dari tugas dan tanggung jawab

dalam prinsip fiduciary duties, yaitu :

1. Prinsip yang merujuk kepada kemampuan, kecermatan serta ketelitian tindakan

Direksi (duty of skill and care);

Universitas Sumatera Utara

2. Prinsip yang merujuk kepada itikad baik dari Direksi untuk bertindak

mendahulukan kepentingan perseroan diatas kepentingan pribadi(duty of

loyalty);

3. Prinsip untuk menyajikan keterangan mengenai pelaksanaan tugas

kepengurusan (duty of disclosure).89

Pentingnya penerapan prinsip Corporate Opportunity dalam menjalankan

dan mengelola perseroan, berbagai tugas dan tanggung jawab dan/ atau wewenang

Direksi didasari dengan prinsip fiduciary duties, sehingga setiap pelanggaran yang

terjadi akan membawa konsekuensi yang berat bagi Direksi karena akan dimintai

pertanggungjawaban secara pribadi terhadap kerugian yang dialami perseroan akibat

tindakannya tersebut.

a. Duty Of Skill And Care

Hal-hal yang dapat digunakan untuk menguji apakah Direksi telah memenuhi

unsur duty of skill and care atau tidak, yaitu:

1. Apakah tindakan Direksi itu telah dilakukan dengan itikad baik;

2. Dalam kondisi yang sama, apakah setiap orang dengan keahlian tertentu yang

sama, juga akan melakukan tindakan tersebut dalam posisi sebagai Direksi,

ataukah untuk kepentingan bisnis pribadinya

3. Apakah tindakan tersebut diambil dengan keyakinan bahwa hal itu semata-mata

untuk kepentingan terbaik bagi perseroan.

                                                       89 Sumardji, Pembaharuan Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta : Makalah, 1996), hal. 19.

Universitas Sumatera Utara

Dalam praktek, penerapan prinsip duty of skill and care kadangkala berbeda,

sesuai dengan sifat dan jenis usaha ataupun metode pengurusan yang seharusnya

ditempuh bagi perseroan tertentu. Hal ini membawa konsekuensi bagi Direksi,

misalnya dalam Direksi suatu bank dituntut untuk melakukan prinsip duty of skill and

care dengan kadar yang lebih tinggi, sebab dalam usaha perseroan tersebut

menyangkut dana masyarakat.

Bentuk nyata dari penerapan prinsip duty of skill and care terlihat dalam hal

Direksi akan kelalaian atau telah melakukan kesalahan dalam melaksanakan

tugasnya. Unsur ketidaksengajaan tidak selalu berhasil digunakan dalam pembelaan

akan kesalahan yang terjadi, karena Direksi tersebut akan diuji dengan

mempertimbangkannya kemampuannya untuk sepatutnya megetahui bahwa Direksi

tersebut telah lalai atau membuata kesalahan dalam mengambil atau tidak mengambil

suatu tindakan bagi kebaikan perseroan. Ukuran kemampuan itu sendiri biasanya

bersumber dari pendidikan dan pengalaman Direksi yang bersangkutan.

b. Duty Of Loyalty

Penerapan prinsip duty of loyalty yang merujuk pada sikap Direksi untuk

bertindak berdasarkan itikad baik dan semata-mata untuk tujuan dan kepentingan

perseroan ini pada dasarnya akan tampak jelas dalam kasus yang melibatkan adanya

pertentangan kepentingan antara Direksi secara pribadi dengan perseroan (self

dealing).

Secara umum, unsur self dealing dapat dijumpai dalam kasus :

Universitas Sumatera Utara

1. Transaksi antara beberapa perseroan yang memiliki Direksi yang sama

(interlocking directorship);

2. Transaksi antara Direksi secara pribadi dengan perseroan;

3. Transaksi Direksi secara pribadi mengambil alih keuntungan (opportunity) yang

seharusnya menjadi milik atau diperuntukkan bagi perseroan (business

opportunity);

4. Terjadi persaingan usaha antara Direksi secar pribadi dengan perseroan (unfair

competition & breach confidence).

Di beberapa negara, pada mulanya self dealing ini dianggap sebagai suatu

larangan mutlak karenanya perbuatan ini dianggap batal dengan sendirinya

(automatically voidable). Tetapi perkembangan berikutnya menunjukkan bahwa

prasangka negatif terhadap Direksi banyak dipandang tidak perlu untuk ditarik lebih

jauh. Pandangan ini dari pemikiran bahwa dalam keadaan tertentu, dimana usaha

Direksi secara pribadi dapat menawarkan kondisi pinjaman yang lebih baik kepada

perseroan dibandingkan tawaran piha (calon kreditor) lainnya, larangan ketat

terhadap self dealing dapat menghilangkan opportunity terbaik bagi perseroan.

Self dealing pada saat tertentu juga dapat diterima, apabila :

a. Transaksi tersebut diberitahukan secara lengkap (full disclosure) dan

diratifikasi oleh anggota Direksi lainnya dan komisaris atau bahkan para

pemegang saham yang secara pribadi tidak berkepentingan langsung dengan

transaksi itu dan memenuhi ketentuan undang-undang dan anggaran dasar;

b. Transaksi tersebut disetujui oleh perseroan dengan laporan tertulis.

Universitas Sumatera Utara

c. Duty Of Disclosure

Dalam rangka fiduciary duties, terdapat kewajiban bagi Direksi untuk

melaporkan saham yang dimilikinya atau dimiliki keluarganya, baik dalam perseroan

yang bersangkutan ataupun perseroan lainnya, sebagaimana yang telah ditentukan

dalam Pasal 101 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas yang menyebutkan :

“Anggota Direksi wajib melaporkan kepada Perseroan mengenai saham yang

dimiliki anggota Direksi yang bersangkutan dan/atau keluarganya dalam

Perseroan dan Perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus.”

Hal ini bertujuan untuk mendeteksi kemungkinan adanya self dealing, yaitu dengan

mengetahui saham Direksi atau keluarganya apada perseroan lain yang menjadi

lawan transaksi perseroan dimana ia menduduki sebagai jabatan Direksi. Karena pada

dasarnya, Direksi terikat pada prinsip untuk tidak mengambil keuntungan secara

pribadi (no secret profile rule) atas suatu opportunity atau keuntungan yang

sebenarnya menjadi milik perseroan yang dipimpinnya.

Untuk mengetahui hal tersebut, ada 2 (dua) pertanyaan mendasar, yaitu :

a. Apakah perseroan benar-benar mempunyai kepentingan terhadap

opportunity tersebut?

b. Dalam situasi bagamana Direksi mengambil alih opportunity tersebut?

Universitas Sumatera Utara