25
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS PERCOBAAN 4 YODO-YODIMETRI Disusun oleh : Golongan II / Kelompok C Arini Rufaida (G1F010028) Nevia Sekti Putri G. (G1F010029) Rizki Puspitasari (G1F010031) Wimala Permatasari (G1F010032) Dedy Iskandar (G1F010034)

yodo-yodimetri

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Cara langsung disebut iodimetri (digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya). Namun, metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat iodium sendiri merupakan oksidator yang lemah. Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Sedangkan cara tidak langsung disebut iodometri

Citation preview

Page 1: yodo-yodimetri

LAPORAN PRAKTIKUMKIMIA ANALISIS

PERCOBAAN 4YODO-YODIMETRI

Disusun oleh :

Golongan II / Kelompok C

Arini Rufaida (G1F010028) Nevia Sekti Putri G. (G1F010029) Rizki Puspitasari (G1F010031)

Wimala Permatasari (G1F010032) Dedy Iskandar (G1F010034)

LABORATORIUM KIMIA FARMASIUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN FARMASI

PURWOKERTO2011

Page 2: yodo-yodimetri

PERCOBAAN 4

YODO-YODIMETRI

I. TUJUAN

Menetapkan kadar suatu senyawa obat dalam sampel menggunakan prinsip reaksi oksidasi dan reduksi.

II. ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah buret, spatula, batang pengaduk, beaker glass, corong gelas, labu erlenmeyer, pipet tetes, pipet ukur, labu ukur, statif dan klem, mortar dan stamper, gelas arloji.

Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah antalgin, aquadest, asam sulfat encer, yodium 0,1 N, indikator kanji.

III. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Penetapan kadar vitamin C

Perlakuan Pengamatan

50 mg sample vitamin C dilarutkan

dalam 25 ml akuades, ditambah 1 ml

HCl dan indikator kanji sebanyak 3

tetes

Dititrasi dengan larutan baku Iodium

0,1 N.

Volume titran Iodium

Larutan berwarna kuning.

Warna larutan berubah menjadi

biru.

Labu I = 17,20 ml.

Labu II = 17,15 ml.

Labu III = 17,35 ml.

Kadar titrasi I =

Page 3: yodo-yodimetri

=

= 151,360 %

Kadar titrasi II =

=

= 150,920 %

Kadar titrasi III =

=

= 152,680 %

Kadar rata-rata =

=

= 151,653%

X

151,360

151,653

0,293 0,086

150,920 0,733 0,537

152,680 1,027 1,055

∑ 1,678

Page 4: yodo-yodimetri

Jadi, kadar Vitamin C = ± SD .

Penetapan kadar vitamin C(2)

Perlakuan Pengamatan

50 mg sample vitamin C dilarutkan

dalam 25 ml akuades, ditambah 1 ml

HCl dan indikator kanji sebanyak 3

tetes

Dititrasi dengan larutan baku Iodium

0,1 N.

Volume titran Iodium

Larutan berwarna kuning.

Warna larutan berubah menjadi

biru.

Labu I = 13,50 ml.

Labu II = 13,20 ml.

Labu III = 13,00 ml.

Kadar titrasi I =

=

= 118,80 %

Kadar titrasi II =

=

= 116,16 %

Kadar titrasi III =

=

= 114,40 %

Kadar rata-rata =

Page 5: yodo-yodimetri

=

= 116,16%

X

118,80

116,45

2,35 5,25

116,16 0,29 0,08

114,40 2,05 4,20

∑ 4,69 9,8

Jadi, kadar Vitamin C = ± SD .

Penetapan Kadar Metampiron/Antalgin (metode Yodimetri)

Titrasi ke Volume Yodium 0,1 N

1 25,80 Ml

2 25,18 mL

3 26,02 mL

Diketahui :

BM C13H16N3NaO4S . H2O = 351,37

BE =

Page 6: yodo-yodimetri

=

= 175,69

Berat sampel = 100 mg

Rumus kadar = ( ) %

Kadar 1 = ( ) %

= ( ) %

= 453,28 %

Kadar 2 = ( ) %

= ( ) %

= 442,39 %

Kadar 3 = ( ) %

= ( ) %

= 457,15 %

Kadar rata-rata =

= 450,94 %

Page 7: yodo-yodimetri

1,76 3,10

450,94 9,13 83,36

6,21 38,56

Jadi, kadar antalgin adalah 450,94 % ± .

Penetapan Kadar Metampiron/Antalgin (metode Yodimetri)

Rep Volume I2 N I2

1 27,22 mL 0,1 N

2 29,02 mL 0,1 N

3 28,60 mL 0,1 N

Rata-rata 28,27 mL 0,1 N

BE zat = 175,69

Kadar =

Kadar 1 =

= 478,23

Kadar 2 =

= 509,85

Kadar 3 =

Page 8: yodo-yodimetri

= 502,47

Jadi, Kadar = 496,85 %

d = 37,24= 12,41

3

SD = =

= 16,54

Jadi kadar antalgin adalah % ±16,54.

IV.PEMBAHASAN

Dalam menganalisa suatu senyawa dalam hal ini adalah obat dapat digunakan analisis

secara kuantitatif (penetapan banyak suatu zat tertentu yang ada dalam sampel) dan analisis

secara kualitatif (identifikasi zat-zat dalam suatu sampel). Intinya tujuan analisis secara kualitatif

adalah memisahkan serta mengidentifikasi sejumlah unsur (Day & Underwood, 1981).

Diantara sekian banyak contoh teknik atau cara dalam analisis kuantitatif terdapat dua cara

melakukan analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung dan

tidak langsung. Cara langsung disebut iodimetri (digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi

reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya). Namun,

metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat iodium sendiri merupakan oksidator yang

lemah. Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu

478,23 18,62 346,70

509,85 496,85 13 169

502,47 5,62 31,58

Σ= 37,24 Σ= 547,28

Page 9: yodo-yodimetri

larutan iod standar. Sedangkan cara tidak langsung disebut iodometri (oksidator yang dianalisis

kemudian direaksikan dengan ion iodida berlebih dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya

iodium dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan larutan natrium thiosilfat standar atau

asam arsenit). Metode titrasi iodometri tak langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi

dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia (Bassett, 1994).

Monografi bahan :

1. Antalgin

Antalgin merupakan derivat sulfonat dari aminofenazon yang larut dalam air. Obat ini

dapat secara mendadak dan tak terduga menimbulkan kelainan darah yang adakalanya fatal.

Karena bahaya agranulositosis, obat ini sudah lama dilarang peredarannya dibanyak negara,

antara lain Amerika Serikat, Swedia, Inggris dan Belanda. (Rahardja, 2007).

Nama sinonim dari Antalgin adalah Methampiron. Rumus molekul : C13H16N3NaO4S .

H2O. Kadar bahan aktif : mengandung tidak kurang dari 99% dan tidak lebih dari 101,0%.

Pemerian : Serbuk hablur, putih sampai kuning. Kelarutan : Kelarutanya 1:1.5 dakm air, 1:30

dalam alchohol ,sedikit larut dalam kloroform dan tidak larut dalam eter. Stabilitas : Tidak stabil

terhadap udara lembab,dan harus terlindungi dari cahaya matahari ( Sulistiawati, 2007).

2. Asam Sulfat

Asam sulfat mempunyai rumus kimia H2S O 4, merupakan asam mineral (anorganik) yang

kuat. Zat ini larut dalam air pada semua perbandingan. Nama lain dari asam sulfat yaitu minyak

vitriol. Asam sulfat memiliki massa molar 98,078 g/mol; mempunyai titik leleh 10° C, 283° K,

50° F; (asam murni. 98% larutan mendidih pada 338°C). Pemerian : bening tidak berwarna dan

cairan tidak berbau. Kelarutan dalam air tercampur penuh (eksotermik).

Page 10: yodo-yodimetri

Asam sulfat mempunyai banyak kegunaan, termasuk dalam kebanyakan reaksi kimia.

Kegunaan utama termasuk pemrosesan bijih mineral, sintesis kimia, pemrosesan air limbah dan

pengilangan minyak.

Reaksi hidrasi (pelarutan dalam air) dari asam sulfat adalah reaksi eksoterm yang kuat.

Jika air ditambah kepada asam sulfat pekat, terjadi pendidihan. Senantiasa tambah asam kepada

air dan bukan sebaliknya. Sebagian dari masalah ini disebabkan perbedaan isipadu kedua cairan.

Air kurang padu dibanding asam sulfat dan cenderung untuk terapung di atas asam. Reaksi

tersebut membentuk ion hidronium:

H2SO4 + H2O → H3O+ + HSO4-. (Anonim, 2007).

3. Iodium

Nama resmi : IODUM

Nama lain : Iodum

RM : I

BM : 126,96

Kelarutan : larut dalam 3500 bagian air ,dalam 13 bagian etanol, dalam 80 bagian gliserol .

Kegunaan : Sebagai sampel

Pemerian : Keeping atau butir, berat, mengkilap seperti logam, hitam kelabu dan bau khas .

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 2007).

4. Aquadest / air suling

Nama resmi : AQUA DESTILLATA

Nama lain : Air suling

Page 11: yodo-yodimetri

RM : H2O

BM : 18,02

Kelarutan : Larut dalam etanol dan gliserol

Kegunaan : Sebagai pelarut

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Struktur : H-O-H (Anonim, 1979).

Iodium merupakan oksidator lemah. Sebaliknya ion iodida merupakan suatu pereaksi

reduksi yang cukup kuat. Dalam proses analitik iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi

(iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat |

merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium.

Maka jumlah penentuan iodometrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup

kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik.

Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan

pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Day &

Underwood, 1981).

Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium

thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh

distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar

primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama (Day & Underwood,

1981).

Tembaga murni dapat digunakan sebagai standar primer untuk natrium thiosulfat dan

dianjurkan apabila thiosulfat harus digunakan untuk penentuan tembaga. Potensial standar

pasangan Cu(II) – Cu(I),

Cu2+ + e | Cu+ Eo= +0.15 V (Day & Underwood, 1981).

Karena harga E° iodium berada pada daerah pertengahan maka sistem iodium dapat

digunakan untuk oksidator maupun reduktor. I2 adalah oksidator lemah sedangkan iodida secara

Page 12: yodo-yodimetri

relatif merupakan reduktor lemah. Jika Eo tidak bergantung pada pH (pH < 8.0) maka persamaan

reaksinya

I2 (s) + 2e- ⎯⎯→ 2I- Eo= 0.535 V

I2 adalah oksidator lemah sedangkan iodida secara relatif merupakan reduktor lemah.

Kelarutannya cukup baik dalam air dengan pembentukan triodida [KI3].

I2 (s) + 2e- ⎯⎯→ 2I- Eo= 6.21 V

Dengan demikian iodium Eo= + 0.535 V merupakan pereaksi yang lebih baik daripada ion

Cu(II). Akan tetapi bila ion iodida ditambahkan pada suatu larutan Cu(II), maka suatu endapan

CuI terbentuk

2Cu2+ + 4I- ⎯⎯→ 2CuI(p) + I2

Reaksi dipaksa berlangsung ke kanan dengan pembentukan endapan dan juga dengan

penambahan ion iodida berlebih (Day & Underwood, 1981).

Biasanya indikator yang digunakan adalah kanji/amilum. Iodida pada konsentrasi < 10 -5 M

dapat dengan mudah ditekan oleh amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang

digunakan. Kompleks iodium-amilum mempunyai kelarutan kecil dalam air sehingga biasanya

ditambahkan pada titik akhir reaksi (Khopkar, 2002).

Dalam menggunakan metode iodometrik kita menggunakan indikator kanji dimana warna

dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat bertindak sebagai indikator

bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat-zat

pelarut seperti karbon tetra korida dan kloroform. Namun demikan larutan dari kanji lebih umum

dipergunakan, karena warna biru gelap dari kompleks iodin–kanji bertindak sebagai suatu tes

yang amat sensitiv untuk iodin (Underwood, 2002).

Pada keadaan asam kuat maka biasanya indikator yang digunakan adalah kanji/amilum.

Indikator yang digunakan pada titrasi iodimetri dan iodometri adalah larutan kanji .Kanji atau

pati disebut juga amilum yang terbagi menjadi dua yaitu: Amilosa (1,4) atau disebut b-Amilosa

dan Amilopektin (1,4) ; (1,6) disebut a-Amilosa. Namun untuk indikator, lebih lazim digunakan

larutan kanji, karena warna biru tua kompleks pati – iod berperan sebagai uji kepekaan terhadap

iod. Kepekaan itu lebih besar dalam larutan sedikit asam  daripada dalam larutan netral dan lebih

besar dengan adanya ion iodida. Molekul iod diukat pada permukaan beta amilosa, suatu

konstituen kanji. Indikator kanji yang dipakai adalah amilosa, karena jika dipakai amilopektin,

maka akan membentuk kompleks kemerah-merahan (violet) dengan iodium, yang sulit

Page 13: yodo-yodimetri

dihilangkan warnanya karena rangkaiannya yang panjang dan bercabang dengan Mr= 50.000 –

1.000.000. Warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat bertindak

sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang intens

untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetraklorida dan kloroform dan terkadang kondisi ini

dipergunakan dalam mendeteksi titik akhir dari titrasi-titrasi. Namun, pada percobaan iodimetri

kali ini kita menggunakan larutan kanji sebagai indikator. Kanji bereaksi dengan iod, dengan

adanya iodida membentuk suatu kompleks yang berwarna biru kuat, yang akan terlihat pada

konsentrasikonsentrasi iod yang sangat rendah. Kepekaan reaksi warna ini adalah sedemikian

rupa sehingga warna biru akan terlihat bila konsentrasi iod adalah 2 x 10-5 M dan konsentrasi

iodida lebih besar daripada 4 x 10-4 M pada 20oC. Kepekaan warna berkurang dengan naiknya

temperatur larutan. Kanji tidak dapat digunakan dalam medium yang sangat asam karena akan

terjadi hidrolisis pada kanji itu sendiri. Keunggulan pada pemakaian kanji ini yaitu bahwa

harganya murah, namun terdapat kelemahan-kelemahan yaitu sebagai berikut : (i) bersifat tidak

dapat larut dalam air dingin; (ii) ketidak stabilan suspensinya dalam air; (iii) dengan iod memberi

suatu kompleks yang tak dapat larut dalam air, sehingga kanji tidak boleh ditambahkan terlalu

dini dalam titrasi (karena itu, dalam titrasiiod larutan kanji hendaknya tak ditambahkan sampai

tepat sebelu m titik akhir, ketika warna mulai memudar). Iodida pada konsentrasi < 10-5 M dapat

dengan mudah ditekan oleh amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang

digunakan. Kompleks iodium-amilum mempunyai kelarutan kecil dalam air sehingga biasanya

ditambahkan pada titik akhir reaksi  amilum yang dipakai sebagai indikator akan terhidrolisis,

selain itu pada keadaan ini iodide (I-) yang dihasilkan dapat diubah menjadi I2 dengan adanya O2

dari udara bebas, reaksi ini melibatkan H+ dari asam (Anonim, 2011).

Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga dapat bekerja sebagai indikatornya

sendiri. Iodium juga memberikan warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut-

pelarut seperti karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk

mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal)

kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka

terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam dari pada dalam larutan

netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Day & Underwood, 1981).

Page 14: yodo-yodimetri

Zat-zat pereduksi yang kuat (zat-zat potensial reduksi yang jauh lebih rendah), seperti

timah(II)klorida, asam sulfat, hidrogen sulfida, dan natrium thiosulfat, bereaksi lengkap dan

cepat dengan iod, bahkan dalam larutan asam. Dengan zat pereduksi yang lemah misalnya arsen

trivalen, atau stibium trivale, reaksi yang lengkap hanya akan terjadi bila larutan dijaga tetap

netral atau, sangat sedikit asam; pada kondisi ini, potensial reduksi adalah minimum, atau daya

mereduksinya adalah maksimum (Bassett, 1994).

Jika suatu zat pengoksid kuat diolah dalam larutan netral atau (lebih biasa) larutan asam,

dengan ion iodida yang sangat berlebih, yang terakhir bereaksi sebagai zat prereduksi, dan

oksidan akan direduksi secara kuantitatif. Dalam hal-hal yang demikian, sejumlah iod yang

ekivalen akan dibebaskan, lalu dititrasi dengan larutan standar suatu zat pereduksi, biasanya

natrium thiosulfat (Bassett, 1994).

Pengertian Oksidasi dan Reduksi (Redoks)

Pengertian konsep reaksi reduksi-oksidasi telah mengalami tiga tahap perkembangan sebagai

berikut:

1. Berdasarkan Pengikatan dan Pelepasan Oksigen

a. Reduksi adalah reaksi pelepasan oksigen dari suatu senyawa.

Reduktor adalah:

1) Zat yang menarik oksigen pada reaksi reduksi.

2) Zat yang mengalami reaksi oksidasi.

2. Berdasarkan Pengikatan dan Pelepasan Elektron

a. Reduksi adalah reaksi pengikatan elektron.

Reduktor adalah:

1) Zat yang melepaskan elektron.

2) Zat yang mengalami oksidasi. 

Contoh:

Cl2 + 2 e– ⎯⎯→ 2 Cl–

Page 15: yodo-yodimetri

b. Oksidasi adalah reaksi pelepasan elektron.

Oksidator adalah:

1) Zat yang mengikat elektron.

2) Zat yang mengalami reduksi.

Contoh:

K ⎯⎯→ K+ + e–

3. Berdasarkan Pertambahan dan Penurunan Bilangan Oksidasi

a. Reduksi adalah reaksi penurunan bilangan oksidasi.

Reduktor adalah:

1) Zat yang mereduksi zat lain dalam reaksi redoks.

2) Zat yang mengalami oksidasi.

Contoh:

2 SO3 ⎯⎯→ 2 SO2 + O2

Oksidatornya adalah SO3 dan zat hasil reduksi adalah SO2.

b. Oksidasi adalah reaksi pertambahan bilangan oksidasi.

Oksidator adalah:

1) Zat yang mengoksidasi zat lain dalam reaksi redoks.

2) Zat yang mengalami reaksi reduksi.

Contoh:

4 FeO + O2 ⎯⎯→ 2 Fe2O3

Reduktornya adalah FeO dan zat hasil oksidasi adalah Fe2O3. Jika suatu reaksi kimia

mengalami reaksi reduksi dan oksidasi sekaligus dalam satu reaksi, maka reaksi tersebut disebut

reaksi reduksi-oksidasi atau reaksi redoks( Taufiqullah, 2009 ).

Hasil VS Pustaka

Perbandingan data hasil praktikum dengan literatur :

Kelompok Bahan Sampel Persyaratan FarmakopeHasil Analisis

Praktikum

Page 16: yodo-yodimetri

1Metampiron/

Antalgin79,39% -79,61%

I. % ±16,54

II. 450,94 % ± .

2 Vitamin C 90% - 110%

Dari kadar yang tertera

dalam kemasan

I.

II. .

(Anonim.1995)

Pada praktikum kali ini kelompok kami melakukan percobaan penentuan kadar Antalgin

menggunakan metode Yodimetri atau titrasi langsung. Prosedur kerja yang dilakukan yaitu

menimbang 100 mg antalgin, kemudian digerus dalam mortir dan dilarutkan dalam campuran

yang terdiri dari 50 ml aquadest dan 10 ml asam sulfat encer. Selanjutnya dititrasi dengan

yodium 0,1 N menggunakan indikator kanji 1ml hingga terjadi warna biru mantap selama 1

menit.

Berdasarkan hasil percobaan yang kami lakukan didapatkan hasil bahwa kadar Antalgin yang

kami uji memiliki kadar 450,94 % ± . Hasil tersebut sangat berbeda jauh dari kadar yang

tertera di label kemasan. Berdasarkan literature untuk penentuan kadar senyawa antalgin metode

yang baik digunakan adalah metode Yodometri, jadi apabila penentuan kadar antalgin dianalisis

menggunakan metode Yodimetri maka hasilnya akan kurang akurat. Oleh karena itu, nilai kadar

antalgin yang kami dapat dari hasil percobaan tidak sesuai dengan kadar yang tertera dalam label

kemasan.

Vitamin C 50 mg, Antalgin yang di dapat dari hasil praktikum tidak memenuhi persyaratan

Farmakope Indonesia. Ada beberapa faktor-faktor kesalahan yang menyebabkan tidak akuratnya

hasil titrasi yang didapat antara lain sebagai berikut.

1. Tidak tepatnya metode titrasi yang digunakan.

Page 17: yodo-yodimetri

2. Penggunaan skala buret yang tidak tepat

3. Kurang tepatnya pada saat pembuatan larutan Yodium, seperti pada saat

penimbangan.

4.Kurangnya ketelitian dalam memperhatikan perubahan warna indikator

5. Kurang telitinya dalam melakukan proses titrasi.

Aplikasi

Metode iodo-iodimetri dapat digunakan untuk mengetahui suatu senyawa dalam sampel

yang ingin diketahui ,biasanya digunakan dalam bidang industri. Biasanya pada bagian

QC/quality control atau pun digunakan pada bidang yang lain.

Dalam Farmakope Indonesia, titrasi iodimetri digunakan untuk menetapkan kadar obat –

obatan.   Salah satu contohnya adalah untuk menetapkan kadar asam askorbat atau vitamin C,

natrium askorbat, metampiron (antalgin), serta natrium tiosulfat dan sediaan injeksinya (Anonim,

2011).

V. KESIMPULAN

1. Ada dua cara analisis menggunakan senyawa iodium yaitu titrasi iodimetri atau dengan

iodometri dimana iodium terlebih dahulu dioksidasi oleh oksidator misalnya KI.

2. Indikator yang dipakai adalah kanji karena kanji sangat peka terhadap iodium dan 

terbentuk kompleks kanji berwarna biru mantap saat ekivalen kani terlepas kembali.

3. Penetapan kadar penetapan kadar antalgin dengan metode iodimetri adalah 450,94 % ±

7,91 dan 496,8 % ± 16,54, penetapan kadar vitamin C dengan metode iodimetri adalah

151,653 % ± 0,839 dan 116,445 % ± 2,21.

Page 18: yodo-yodimetri

VI. DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen kesehatan RI, Jakarta

Anonim. 2011, Titrasi Iodimetri, http://titrasi-iodimetri.blogspot.com/2011.html, diakses pada

tanggal 17 Desember 2011

Basset, J etc, 1994, Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta

Day.R.A dan Underwood A.L, 2002, Analisis Kimia Kuantitatif Edisi VI, Erlangga, Jakarta

Khopkar, S. M, 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, Universitas Indonesia Press, Jakarta

Sulistiawati, Farida dan Nelly Suryani, 2007, Buku Penuntun Praktikum Teknologi Sediaan

Padat, UIN Press, Jakarta

Page 19: yodo-yodimetri

Taufiqullah, 2010, Konsep Reaksi Oksidasi Reduksi (Redoks),

http://masteropik.blogspot.com/2010/05/konsep-reaksi-oksidasi-reduksi-redoks.html,

diakses pad tanggal 17 Desember 2011.