MAKALAH KELOMPOK 6
DHF (Dengue Haemoragic Fever)
Disusun Oleh :
1. Sri Wahyuni ( A1. 0900555 )
2. Susanti Nur Oktama ( A1. 0900556 )
3. Syamsul Sani ( A1. 0900557 )
4. Tri Handayani ( A1. 0900559 )
5. Uji Luhur Istiyarto ( A1. 0900560 )
6. Wiji Hastuti ( A1. 0900561 )
7. Windiyatun Ekaningsih ( A1. 0900562 )
8. Wirati Enny Sayekti ( A1. 0900563 )
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2012
DHF (Dengue Haemoragic Fever)
A. DEFINISI
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang
disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi
mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer
& Suprohaita, 2000; 419).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang
disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus (Ngastiyah, 1995;
341).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan tipe I – IV dengan infestasi klinis
dengan 5 – 7 hari disertai gejala perdarahan dan jika timbul tengatan angka
kematiannya cukup tinggi (UPF IKA, 1994; 201).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam yang
berlangsung akut menyerang baik orang dewasa maupun anak – anak tetapi
lebih banyak menimbulkan korban pada anak – anak berusia di bawah 15
tahun disertai dengan perdarahan dan dapat menimbulkan syok yang
disebabkan virus dengue dan penularan melalui gigitan nyamuk Aedes
(Soedarto, 1990; 36).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama
terdapat pada anak dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan
biasanya memburuk pada dua hari pertama (Soeparman, 1987; 16).
DHF (Dengue Haemoragic fever) adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam
tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina) (Christantie
Effendy, 1995).
B. ETIOLOGI
1. Virus Dengue
Virus Dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu
virus dengue tipe 1, 2, 3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat
di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis
virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40
nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam
kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK
(Babby Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes
Albopictus (Soedarto, 1990; 36).
2. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan
beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi
dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup
terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap
serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita, 2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui
gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah
perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk
tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada
genangan air bersih yang terdapat bejana-bejana yang terdapat di dalam
rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang-
lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air
bersih alami lainnya (Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai
menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi
hari dan senja hari. (Soedarto, 1990 ; 37).
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia
akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna,
sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama
tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever
(DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus
dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya
atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus
dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap
dengue dari ibunya melalui plasenta (Soedarto, 1990 ; 38).
C. KLASIFIKASI DHF
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4
golongan, yaitu :
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7
hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan
seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
3. Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan
cepat, tekanan nadi sempit, tekanan darah menurun.
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur, anggota gerak teraba
dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
D. PATOFISIOLOGI
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan
virtemia. Hal tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi
komplek imun Antibodi-virus pengaktifan tersebut akan membentuk dan
melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin, histamin), yang akan
merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi instabil
yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga
terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan
permeabilitas dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma.
Adanya komplek imun antibodi-virus juga menimbulkan Agregasi trombosit
sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit, trombositopeni, coagulopati.
Ketiga hal tersebut menyebabkan perdarahan berlebihan yang jika berlanjut
terjadi shock dan jika shock tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan
akhirnya terjadi Asidosis metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan
karena kebocoran plasma yang akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi sistemik
sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi hipoxia jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat
hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia
terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung
pada daya tahan tubuh manusia.
Sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi : (1) aktivasi sistem
komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin yang menyebabkan
peningkatan permiabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan plasma dari
ruang intravaskular ke ekstravaskular, (2) agregasi trombosit menurun,
apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit
sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum
tulang dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau
mengaktivasi faktor pembekuan. Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan
(1) peningkatan permiabilitas kapiler, (2) kelainan hemostasis, yang
disebabkan oleh vaskulopati, trombositopenia dan kuagulopati (Arief
Mansjoer & Suprohaita, 2000; 419).
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2-7 hari kemudian
turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan
berlangsung demam, gejala-gejala klinik yang tidak spesifik misalnya
anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan
rasa lemah dapat menyetainya (Soedarto, 1990; 39).
2. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dari demam dan umumnya
terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah
terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura
(Soedarto, 1990; 39). Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada
saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis (Nelson,
1993; 296). Perdarahan gastrointestinat biasanya di dahului dengan nyeri
perut yang hebat (Ngastiyah, 1995; 349).
3. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada
anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari
hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan
akan tejadi renjatan pada penderita (Soederita, 1995; 39).
4. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita,
dimulai dengan tanda-tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin
pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut.
Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis
yang buruk (Soedarto, 1995; 39).
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Laboratorium
Terjadi trombositopenia (100.000/ml atau kurang) dan hemokonsentrasi yang
dapat dilihat dan meningginya nilai hematokrit sebanyak 20 % atau lebih
dibandingkan nilai hematokrit pada masa konvalesen.
Pada pasien dengan 2 atau 3 patokan klinis disertai adanya trombositopenia
dan hemokonsentrasi tersebut sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis
DHF dengan tepat. Juga dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari ke-
2 atau ke-3 dan titik terendah pada saat peningkatan suhu kedua kalinya
leukopenia timbul karena berkurangnya limfosit pada saat peningkatan suhu
pertama kali.
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
1. Tirah baring atau istirahat baring
2. Diet makan lunak
3. Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup
dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang
paling penting bagi penderita DHF.
4. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali)
merupakan cairan yang paling sering digunakan.
5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika
kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
6. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
7. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
8. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
9. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
10. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan
tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
11. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.
H. PENCEGAHAN
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut :
1. Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah
dengan melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya
kasus DHF.
2. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada
tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia
sembuh secara spontan.
3. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di
sekolah, rumah sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
4. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi
penularan tinggi.
Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :
a. Menggunakan insektisida
Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam
berdarah dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa
dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara
penggunaan malathion ialah dengan pengasapan atau pengabutan.
Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan pasir abate ke dalam
sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana tempat penampungan air
bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1 %
per 10 liter air.
b. Tanpa insektisida
Caranya adalah :
- Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air
minimal 1 x seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7-10
hari).
- Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
- Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan
benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.
FOKUS PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
Nama : An. T
Umur : 4 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Gombong
Identitas Penanggung jawab
Nama : Ny. A
Umur : 35 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Hubungan dengan klien : Ibu
Alamat : Gombong
B. Keluhan Utama : Klien datang dengan keluhan demam sudah 7 hari.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
An. T datang ke RS Lekas sembuh dengan keluhan demam sudah 7 hari.
Panasnya naik turun, mual, sakit bila menelan, muntah sekitar 2x/hari, nyeri
epigastrium, sakit kepala, nyeri persendian, nafsu makan menurun. Setelah
diperiksa rampelid test terdapat petekie di lengan atas ± diameter 3 cm. TTV :
Nadi : 105 x/menit, RR : 28x/menit, Suhu : 39oC. Mukosa bibir kering,
konjungtiva anemis. Hasil pemeriksaan laboratorium : IgG dengue : positif,
trombosit : 12.000 ul, Hb : 11 gr/dl, Ht : 58%, Leukosit : 12.000 ul.
D. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
1. Prenatal :
Selama kehamilan ibu klien melakukan ANC ke bidan secara teratur
sesuai dengan anjuran dari bidan, selama hamil tidak ada keluhan dan
penyakit yang diderita ibu klien.
2. Natal dan post natal :
An. T lahir spontan ditolong bidan, langsung menangis.
3. Penyakit yang pernah diderita :
Ibu klien mengatakan anaknya tidak pernah sakit yang mengharuskan
dirawat di RS, baru kali ini.
4. Hospitalisasi/tindakan operasi :
Klien belum pernah mengalami hospitalisasi sebelum sakit yang sekarang.
5. Injuri/kecelakaan :
Ibu klien mengatakan anaknya belum pernah mengalami kecelakaan.
6. Alergi :
Ibu klien mengatakan anaknya tidak mempunyai riwayat alergi demikian
juga dengan keluarga, tidak ada yang mempunyai riwayat alergi.
7. Imunisasi dan tes laboratorium :
Ibu klien mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap.
8. Pengobatan :
Apabila klien sakit ibu klien membawa ke bidan atau dokter.
E. POLA FUNGSIONAL
1. Pola persepsi dan manajemen kesehatan
Klien mengatakan sehat itu penting, jika klien sakit klien akan minum
obat dan pergi ke petugas kesehatan terdekat.
2. Pola nutrisi dan metabolik
a. Sebelum sakit
Klien mengatakan makan teratur 3 kali sehari dan habis satu porsi
dengan menu nasi, sayur dan lauk pauk. Klien tidak memilki riwayat
alergi terhadap makanan. Klien minum ± 4-6 gelas perhari.
b. Selama sakit
Klien mengatakan klien mengalami perubahan dalam porsi makan,
yaitu ½ porsi makan dengan bubur biasa dan minum hanya ± 2-4 gelas
perhari.
3. Pola eliminasi
a. Sebelum sakit
Klien mengatakan klien tidak mengalami gangguan dalam eliminasi,
BAB 1 kali dalam sehari dengan konsistensi lembek, warna kuning
kecoklatan dan bau khas feses dan BAK 4-5 kali sehari dengan warna
kuning jernih, dan bau khas amoniak.
b. Selama sakit
Klien mengatakan klien tidak mengalami gangguan ataupun
perubahan dalam eliminasi, BAB 1 kali sehari dengan konsistensi
lembek, warna kuning kecoklatan dan bau khas feses dan BAK 4-5
kali sehari dengan warna kuning jernih dan bau khas amoniak.
4. Pola aktifitas dan latihan
a. Sebelum sakit
Klien dapat melakukan aktivitas secara mandiri
b. Saat sakit
Klien tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari hanya tiduran
ditempat tidur
5. Pola istirahat dan tidur
a. Sebelum sakit
Klien mengatakan klien tidur malam 10 jam, mulai jam 20.00 WIB
sampai dengan jam 06.00 WIB dan tidur siang 2 jam mulai jam 13.00
WIB sampai dengan jam 15.00 WIB.
b. Selama sakit
Klien mengatakan klien dapat tidur dengan nyenyak dan selama sakit
klien tidur lebih dari 8 jam, klien mulai tidur jam 19.30 WIB sampai
dengan jam 06.00 WIB. Klien mengatakan klien tidur siang 3 jam tapi
klien sering terbangun, dan waktunya tidak menentu.
6. Pola konsep diri
a. Sebelum sakit
Klien mengenali ibunya,bapaknya dan dirinya sendiri
b. Saat sakit
Klien masih mampu mengenali dirinya sendiri dan orang tuannya
7. Pola peran hubungan
8. Pola persepsi dan kognitif
Klien mengatakan bahwa klien mengetahui sedikit tentang penyakitnya,
ditandai dengan, klien dapat menjelaskan penyebab demam berdarah,
klien tidak merasa cemas dan khawatir karna klien yakin bahwa dengan
pengobatan yang sedang di jalani akan membuat dia sembuh.
9. Pola reproduksi dan seksual
Klien adalah seorang anak laki-laki yang berumur 16 tahun, klien sedang
mengalami masa remajanya, klien sudah mulai menyukai lawan jenisnya.
10. Pola koping terhadap stress
Klien mengatakan jika ada masalah atau bila klien menginginkan sesuatu
klien mendiskusikanya dengan keluarga dan jika ada masalah yang
berhubungan dengan penyakitnya klien menyampaikanya dengan
perawat.
11. Pola nilai dan keyakinan
Klien terlahir di sebuah keluarga yang beragama Islam, dan klien sudah
terbiasa beribadah sholat dan mengaji.
F. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Klien tampak lemah
2. Kesadaran : composmentis
3. TTV : Nadi : 105 x/menit
RR : 28 x/menit
Suhu : 39oC
4. Kulit
Warna sawo matang, kulit teraba hangat, kuku pendek dan bersih, turgor
kulit menurun.
5. Kepala
Bentuk mesochepal, ubun-ubun menutup, warna rambut hitam, lurus,
distribusi merata, tersisir rapi dan bersih.
6. Mata
Simetris, sklera tidak ikterik, konjungtiva anemis.
7. Telinga
Simetris, bersih, bentuk normal.
8. Hidung
Simetris, bentuk normal.
9. Mulut
Simetris, mukosa bibir kering, gigi normal, bersih, karies (-).
10. Leher
JVP tidak meningkat, tidak ada pembesaran limponodi.
11. Dada
Paru-paru
I : Simetris, tidak ada retraksi dinding dada
P : tidak ada nyeri tekan
P : sonor
A : vesikuler
Jantung
S1-S2 murni, bising (-)
12. Payudara
Tak ada keluhan, simetris.
13. Abdomen
I : terlihat membesar
A : bunyi bising usus 10x/m
P :perut kembung
P :bunyi thimpany
14. Genetalia
Tak ada keluhan
15. Muskuleskeletal
Tak ada keluhan, pergerakan sendi sesuai jenis, ROM baik.
16. Neurologi
Normal, tak ada keluhan.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Data Laboratorium
Pemeriksaan darah
IgG dengue : positif
HB : 11 gr/dl
Ht : 58%
Leukosit : 12.000 ul
Trombosit : 12.000 ul
H. ANALISA DATA
No Data Fokus Etiologi Problem1. DS : Ibu klien mengatakan
anaknya demam sudah 7 hari dan panasnya naik turun.DO : - Mukosa bibir kering- TTV :
N : 105 x/mntRR : 28 x/mntS : 39 oC
- Terdapat petekie lengan atas ± diameter 3 cm
- IgG dengue: positif- Trombosit 12.000 ul- Ht: 58 %- Leukosit 12.000 ul
Proses infeksi virus dengue
Hipertermi
2. DS : Ibu klien mengatakan An. T demam sudah 7 hari, muntah sekitar 2x/hari dan mualDO : - Mukosa bibir kering- Konjungtiva anemis- TTV
N : 105 x/mntRR : 28 x/mntS : 39 oC
Perdarahan, muntah dan demam
Kekurangan volume cairan
3. DS : - Ibu klien mengatakan
nafsu makan An. T menurun, sakit bila menelan, muntah sekitar 2x/hari, mual.
DO : - Konjungtiva anemis - Klien tampak lemah- Mukosa bibir kering
Anoreksia Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
4. DS :- Klien mengatakan nyeri
epigastrium, sakit kepala dan nyeri dipersendian
DO :- Klien tampak meringis
Proses patologis penyakit
Nyeri akut
menahan nyeri- Skala nyeri 6-7
5. DS : Ibu klien mengatakan An. T demam sudah 7 hari, mual, muntah 2x/hariDO: - Terdapat petekie di
lengan atas ± diameter 3 cm
- Trombosit 12.000 ul
Perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
Resiko Syok hypovolemik
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Hipertermi b.d proses infeksi virus dengue
b. Kekurangan volume cairan b.d perdarahan, muntah dan demam
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia
d. Nyeri akut b.d proses patologis penyakit
e. Resiko Syok hypovolemik b.d perdarahan yang berlebihan, pindahnya
cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
J. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Hipertermi b.d proses infeksi virus dengue
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan hipertermi dapat teratasi, dengan kriteria hasil:
- Suhu tubuh normal (36 – 37oC).
- Pasien bebas dari demam.
Intervensi :
1) Kaji saat timbulnya demam.
Rasional : untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
2) Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam.
Rasional : tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan
umum pasien.
3) Anjurkan pasien untuk banyak minum 2,5 liter/24 jam.
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh
meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan
yang banyak.
4) Berikan kompres hangat.
Rasional : Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang
mempercepat penurunan suhu tubuh.
5) Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal.
Rasional : Pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh.
6) Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program
dokter.
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu
tinggi.
b. Kekurangan volume cairan b.d perdarahan, muntah dan demam
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi devisit voume cairan, dengan kriteria
hasil :
- Input dan output seimbang
- Vital sign dalam batas normal (N: 80-120x/mnt, S: 36-
37,5oC, RR: 20-50x/mnt)
Intervensi :
1) Kaji keadaan umum pasien (lemah, pucat, takikardi) serta tanda-tanda
vital
Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui
penyimpangan dari keadaan normalnya.
2) Observasi tanda-tanda syok
Rasional : Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani
syok.
3) Berikan cairan intravena sesuai program dokter
Rasional : Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang
mengalami kekurangan cairan tubuh karena cairan tubuh
karena cairan langsung masuk ke dalam pembuluh darah.
4) Anjurkan pasien untuk banyak minum
Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume
cairan tubuh.
5) Catat intake dan output
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan gangguan pemenuhan nutrisi teratasi, dengan kriteria
hasil:
- Intake nutrisi klien meningkat
- Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan posisi
yang diberikan /dibutuhkan.
Intervensi:
1) Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien.
Rasional : Untuk menetapkan cara mengatasinya.
2) Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan.
Rasional : Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu
makan pasien.
3) Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur.
Rasional : Membantu mengurangi kelelahan pasien dan
meningkatkan asupan makanan.
4) Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
Rasional : Untuk menghindari mual.
5) Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap
hari.
Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.
6) Berikan obat-obatan antiemetik sesuai program dokter.
Rasional : Antiemetik membantu pasien mengurangi rasa mual dan
muntah dan diharapkan intake nutrisi pasien meningkat.
7) Ukur berat badan pasien setiap minggu.
Rasional : Untuk mengetahui status gizi pasien
d. Nyeri akut b.d proses patologis penyakit
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan nyeri teratasi, dengan kriteria hasil:
- Nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi :
1) Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2) Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang.
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri.
3) Alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri.
Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat melupakan
perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.
4) Berikan obat-obat analgetik.
Rasional : Analgetik dapat menekan atau mengurangi nyeri pasien.
e. Resiko Syok hypovolemik b.d perdarahan yang berlebihan, pindahnya
cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi syok hypovolemik, dengan kriteria hasil:
- Tanda Vital dalam batas normal
Intervensi:
1) Monitor keadaan umum pasien
Raional : Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama
saat terdi perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda
tanda presyok/syok.
2) Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk
memastikan tidak terjadi presyok/syok c.
3) Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera
laporkan jika terjadi perdarahan
Rasional : Dengan melibatkan pasien dan keluarga maka tanda-tanda
perdarahan dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat
dan tepat dapat segera diberikan. d.
4) Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan
cairan tubuh secara hebat.
5) Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang
dialami pasien dan untuk acuan melakukan tindakan lebih
lanjut
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan , Edisi 8 ,
(terjemahan). Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC.
Doenges, Marilynn E, dkk. 2000. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan. Jakarta: EGC.
Effendy, Christantie. 1995. Perawatan Pasien DHF. Jakarta: EGC.
Hendarwanto. 1996. Ilmu Penyakit Dalam, J ilid I, E disi ketiga . Jakarta: FKUI.
Mansjoer, Arif & Suprohaita. 2000. Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Jakarta:
Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
Sunaryo, Soemarno. 1998. Demam Berdarah Pada Anak. Jakarta: UI.