8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,
DAN MODEL PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka
Dalam kajian pustaka dijelaskan beberapa hasil penelitian sejenis yang
terdahulu. Kajian pustaka ini digunakan untuk menghindari terjadinya duplikasi
suatu penelitian. Selain itu juga sebagai dasar atau pedoman untuk melakukan
penelitian selanjutnya. Hasil-hasil penelitian yang digunakan adalah penelitian yang
terkait dengan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan infrastruktur kota
pada PNPM Mandiri Perkotaan secara umum.
2.1.1 Penelitian Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat di Tinjau dari Proses
Pengembangan Kapasitas Pada Program PNPM Mandiri Perkotaan di
Desa Sasrodirjan Kabupaten Pekalongan
Penelitian Zaki Mubarak (2010) tentang Evaluasi Pemberdayaan
Masyarakat di Tinjau dari Proses Pengembangan Kapasitas Pada Program PNPM
Mandiri Perkotaan di Desa Sasrodirjan Kabupaten Pekalongan lebih focus mengkaji
implementasi pengembangan kapasitas masyarakat dari sikap dan cara pandang
masyarakat tentang pemberdayaan masyarakat serta mengkaji derajat keberdayaan
masyarakat di Desa Sastrodirjan.
Hasil penelitian dapat disimpulkan persamaan dengan penelitian ini
adalah diketahui bahwa kegiatan pengembangan kapasitas masyarakat di Desa
Sastrodirjan telah dilaksanakan sesuai dengan prinsip pemberdayaan dan telah
berhasil mengubah tingkat kesadaran masyarakat serta meningkatkan
pemahamannya untuk berperan dalam pembangunan di komunitasnya.
Temuan lain yang didapatkan dalam penelitian Zaki adalah perubahan
kesadaran masyarakat tidak berhubungan dengan usia responden, tingkat pendidikan
dan perannya dalam PNPM Mandiri Perkotaan, namun memiliki hubungan dengan
jenis kelamin, dimana peran dan keterlibatan perempuan masih rendah dan belum
cukup optimal dalam mendukung pembangunan di tingkat komunitas. Masyarakat
9
Desa Sastrodirjan telah menyadari konsep pemberdayaan dan mengerti untuk
menggunakannya bagi kepentingan komunitasnya, namun untuk menuju tahapan
pembiasaan masih membutuhkan pembelajaran yang lebih banyak sehingga mereka
benar-benar siap untuk bertangggungjawab secara penuh dalam pengelolaan
pembangunan komunitasnya.
Masyarakat juga telah siap untuk melanjutkan program pemberdayaan
yang selama ini telah berjalan, meskipun secara mandiri hal tersebut belum dapat
dilaksanakan sendiri oleh masyarakat dan masih membutuhkan pendampingan yang
intensif dari pihak luar serta bantuan pendanaan secara kontinyu.namun secara
umum penelitian Zaki Mubarak hanya focus mengukur tingkat pengembangan
kapasitas masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan program,
penelitian tidak menggali lebih jauh sejauh mana peningkatan kapasitas dapat
mempengaruhi peningkatan efektivitas pembangunan infrastruktur kota yang
direncanakan oleh masyarakat. Namun dari hasil penelitian tidak dibahas lebih jauh
sejauh mana pengaruh partisipasi, dan kegiatan swakelola masyarakat terhadap
pembangunan infrastruktur kota.
2.1.2 Penelitian Partisipasi Masyarakat pada Pembangunan Prasarana
Lingkungan melalui Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan
(PPMK) di Kelurahan Marunda Jakarta Utara
Penelitian Sutami (2009) tentang Partisipasi Masyarakat pada
Pembangunan Prasarana Lingkungan melalui Program Pemberdayaan Masyarakat
Kelurahan (PPMK) di Kelurahan Marunda Jakarta Utara, menyatakan pertumbuhan
kota yang cepat secara langsung berdampak pada pembangunan infrastruktur dasar
dan pelayanan publik yang tentunya memerlukan pembiayaan yang sangat besar.
Hal ini menuntut pemerintah kota untuk melakukan efesiensi dan efektifitas dalam
pembiayaan pembangunan, karena keterbatasan pemerintah kota dalam
menyediakan dana pembangunan, termasuk menetapkan sektor-sektor yang dapat
diserahkan pengelolaannya kepada masyarakat sebagai bentuk partisipasi.
Hasil penelitian Sutami dapat disimpulkan persamaan dengan penelitian
ini adalah bahwa dalam PPMK sebagai salah satu program penanggulangan
10
kemiskinan perkotaan membawa konsep yang berbeda dengan program sebelumnya,
yaitu melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat yang menekankan pada aspek
partisipasi dan kemandirian sehingga tercapai pembangunan berkelanjutan dalam 3
aspek kehidupan yaitu ekonomi, sosial dan fisik lingkungan (Tridaya).
Hasil penelitian Sutami (2009) menunjukkan adanya antusiasme
keterlibatan masyarakat dalam setiap tahapan pembangunan prasarana lingkungan
dalam berbagai bentuk. Keikutsertaan masyarakat pada setiap tahapan
pembangunan prasarana lingkungan menunjukkan bahwa responden sudah
melakukan kerjasama yang baik dengan pemerintah sebagai penggagas adanya
program PPMK. Indikasi adanya kerjasama ini, menunjukkan bahwa bentuk
partisipasi masyarakat telah berada pada tingkat kemitraan (partnership), sedang
keberadaan Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) di Kelurahan
Marunda Jakarta Utara berada pada tingkat therapy.
Hasil Rekomendasi yang diberikan dalam penelitian ini adalah pelibatan
seluruh masyarakat dalam pembangunan prasarana lingkungan tanpa memandang
perbedaan kondisi sosial ekonomi, dan peningkatan intensitas sosialisasi Program
Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) oleh pemerintah agar program ini
berada pada tingkat kemitraan (partnership), dimana pada tingkat ini partisipasi
masyarakat memiliki kekuatan untuk bernegosiasi dengan pemegang kekuasaan
dalam melakukan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi. Dari uraian
penelitian tersebut dapat dibedakan dengan penelitian ini adalah penelitian hanya
focus mengukur partisipasi masyarakat dalam program PPMK, yang baru pada
tingkat Therapy belum mencapai tingkat partnership. Penelitian belum membahas
lebih jauh, apakah peningkatan kapasitas kelembagaan dan kegiatan swakelola ada
pengaruhnya dalam pemberdayaan masyarakat.
2.1.3 Penelitian Pembangunan Wilayah Permukiman Dengan Pemberdayaan
Masyarakat (studi kasus : kawasan permukiman Kalianak Surabaya)
Penelitian Wiwik Widyo W., Jurusan Teknik Arsitektur, FTSP - ITATS
(2004) menunjukan bahwa pembangunan permukiman diusahakan agar bersifat
partisipatoris dan demokratis serta berbasis pada masyarakat dengan lebih menitik
11
beratkan pada model buttom up sesuai dengan Habitat Agenda bahwa
‘kebijaksanaan pembangunan dewasa ini tidak lagi melalui proses satu arah,
melainkan harus ditempuh melalui dua arah yaitu dari atas ke bawah (top down –
buttom up) dan sebaliknya’. Hal tersebut didasarkan pada asumsi bahwa orang yang
paling tahu kebutuhan dan problema riil yang dihadapi masyarakat adalah warga
masyarakat itu sendiri.Dengan demikian maka diharapkan masyarakat tidak hanya
menjadi obyek tetapi juga menjadi subyek pembangunan. Pemberdayaan masyarakat
dalam pembangunan adalah mewujudkan masyarakat sebagai pelaku penentu serta
pusat kegiatan dalam proses pelaksanaan pembangunan, dengan memobilisasi
masyarakat melalui keikutsertaannya sejak perencanaan, pembangunan,
pengoperasian dan pemeliharaan dari hasil-hasil pembangunan melalui azas :
1. Memampukan ; mengupayakan akses masyarakat ke arah berbagai sumber
kunci antara lain fasilitas pendanaan, teknologi, perijinan, penguasaan lahan.
2. Pemerataan ; menjamin tersedianya kesempatan dalam memanfaatkan dan
meraih peluang.
3. Partisipatif ; perwujudan peran serta aktif dan nyata dari setiap pelaku
pembangunan dalam menjalankan kegiatan yang dilandasi oleh tekad yang
telah disepakati bersama.
4. Kemitraan ; membangun prinsip-prinsip kemitraan antara pelaku
pembangunan.
Wiwik Widyo W. (2004) menyimpulkan bahwa pendekatan
pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui konsep Tribina (bina manusia, bina
usaha dan bina lingkungan), yang sasarannya adalah untuk :
1. Memberikan iklim yang mendorong tumbuhnya potensi masyarakat dalam
pembangunan.
2. Memberikan akses/kemudahan kepada masyarakat untuk meningkatkan
kehidupan sosial ekonominya dengan memberikan stimulan yang diperlukan.
3. Pola pembangunan dengan keberpihakan kepada kepentingan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat dengan konsep Tribina dengan bertitik tolak
“masyarakat sebagai pelaku pembangunan bukan penerima hasil pembangunan”.
Sehingga pembangunan yang berorientasi dari, oleh dan untuk masyarakat, akan
12
membuka peluang sebesar-besarnya bagi warga masyarakat untuk dapat berkreasi,
berinovasi dan menyalurkan aspirasinya, sehingga dengan peluang tersebut
diharapkan dapat membangkitkan keswadayaan masyarakat. Perubahan-perubahan
ini sesuai dengan keputusan Menpera Nomor : 06/KPTS/1994 tanggal 13 September
1994, tentang pedoman umum pembangunan permukiman bertumpu pada kelompok
yang secara garis besar menekankan pembangunan yang bertumpu pada masyarakat.
2.1.4 Penelitian Partisipasi Masyarakat Dalam Penyusunan Rencana Umum
Tata Ruang Kota Pati
Penelitian Suciati (2006) menunjukan pendekatan baru dalam penataan
ruang menuntut pemerintah berperan dalam menggali dan mengembangkan visi
secara bersama antara Pemerintah dan kelompok masyarakat di daerah dalam
merumuskan wajah ruang di masa depan, standar kualitas ruang,dan aktivitas yang
diinginkan atau dilarang pada suatu kawasan yang direncanakan. Perencanaan tata
ruang kota yang melibatkan partisipasi masyarakat, yaitu dengan cara melakukan
penjaringan aspirasi masyarakat dan seminar rancangan rencana bersama
masyarakat. Meskipun begitu, masih juga dijumpai permasalahan penyimpangan
terhadap pemanfaatan rencana tata ruang. Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan
penelitian ini adalah untuk melakukan kajian bentuk dan tingkat partisipasi
masyarakat serta faktor-faktor yang mempengaruhinya dalam proses penyusunan
rencana umum tata ruang Kota Pati.
Hasil kajian penelitian menunjukkan persamaan dengan penelitian ini
adalah bahwa kebijakan penyusunan rencana umum tata ruang Kota Pati pada
prakteknya ternyata terdapat beberapa perbedaan dengan normatifnya. Bentuk
partisipasi masyarakat didominasi oleh bentuk sumbangan masukan/saran/ usul dan
sumbangan informasi/ data. Tingkat partisipasi masyarakat menurut tipologi
Arnstein masuk dalam kategori Consultation (konsultasi), yang merupakan tangga
keempat dari delapan tangga partisipasi masyarakat dari Arnstein atau termasuk
dalam derajad tokenisme/ penghargaan.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa metode partisipasi
masyarakat dalam penyusunan rencana umum tata ruang Kota Pati, baru merupakan
13
sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemerintah, karena tuntutan
desentralisasi dalam otonomi daerah yang menghendaki pemerintah berperan
bersama stakeholder lain dalam perencanaan pembangunan.
Perbedaan dengan penelitian yang akan dilaksanakan adalah tujuan
pemberdayaan masyarakat sangat erat kaintannya dengan partisipasi, peningkatan
kapasitas, dan kegiatan swakelola yang belum diteliti lebih jauh oleh penulis
sebelumnya.
Penelitian terdahulu yang telah diuraikan, masih focus pada
pemberdayaan masyarakat dari sisi kapasitas dan kemandirian masyarakat,
partisipasi, kesewadayaan, serta perubahan dari dinamika pendekatan masyarakat,
belum ditemukan penelitian yang membahas lebih mendalam yang berkaitan
dengan pemberdayaan masyarakat lebih luas yang dilakukan secara berkaitan dalam
pembangunan infrastruktur kota.
2.1.5 Penelitian Pendekatan Partisipatif Dalam Pembangunan Proyek
Infrastruktur Perdesaan di Indonesia.
Penelitian (Andi Asnudin, 2010) menguraikan bahwa pembangunan,
infrastruktur kota berhasil apabila masyarakat mampu berpartisipasi yaitu: mampu
merangsang timbulnya swadaya masyarakat yang merupakan dukungan penting
dalam pembangunan, mampu meningkatkan motivasi dan keterampilan masyarakat
dalam membangun, pelaksanaan pembangunan semakin sesuai dengan aspirasi dan
kebutuhan masyarakat, serta jangkauan pembangunan menjadi luas, meskipun
dengan dana yang terbatas, dan tidak menciptakan ketergantungan masyarakat
terhadap pemerintah.
Dari hasil penelitian dapat diuraikan persamaanya dengan penelitian ini
adalah penelitian lebih detail membahas isu-isu dalam mekanisme pemberdayaan
yang perlu diperhatikan, antara lain : membutuhkan waktu yang lebih lama
dibanding dengan mekanisme yang tidak partisipatif, ketepatan dalam memilih
representasi masyarakat, minoritas harus tetap terlindungi kepentingannya.
Siklus proyek terdiri atas beberapa rangkaian kegiatan yaitu: lahirnya
suatu gagasan yang muncul dari suatu kebutuhan (need), pemikiran kemungkinan
14
kelayakan (feasibility study), memutuskan untuk dibangun dan membuat penjelasan
(penjabaran) yang lebih detail tentang rumusan kebutuhan tersebut (briefing),
menuangkannya dalam bentuk rancangan awal (preliminary design), dan rancangan
yang lebih detail dan pasti (detail design), persiapan administrasi untuk pelaksanaan
pembangunan dengan memilih calon pelaksana (procurement), melaksanakan
pembangunan di lokasi yang telah disediakan (construction) dan mempersiapkan
penggunaan bangunan tersebut (start up), serta bangunan siap digunakan dan
dilakukan pemeliharaan (operation and maintenance).
2.2 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan suatu alur pikir peneliti mulai dari awal
dalam menemukan tema-tema penelitian hingga dilakukannya penelitian tersebut.
Sedangkan konsep merupakan dasar pemikiran yang dijadikan acuan dalam
melakukan suatu penelitian yang akan dilakukan.
Kerangka berpikir disini merupakan tahapan-tahapan suatu penelitian
mulai dari survei lapangan, kemudian proses menemukan fokus/masalah penelitian,
merumuskan tujuan dan sasaran penelitian, menentukan teori-teori yang akan
digunakan sebagai dasar terkait dengan penelitian yang akan dilakukan, tahap
mengumpulkan data, kemudian menganalisis data, hingga memperoleh suatu hasil
penelitian, dan terakhir merumuskan kesimpulan, rekomendasi studi dan saran.
gambar 2.1 . Diagaram kerangka berpikir dalam penelitian dapat dijabarkan
sebagai berikut :
15
Gambar 2.1 Diagram kerangka berpikir
Sumber : Hasil Analisa Penulis, 2018
Survei Lapangan
Konteks Studi :
1. Konsep Pengembangan
Pemberdayaan Masyarakat
2. Infrastruktur Perkotaan
3. Peningkatan Kapasitas
4. PNPM Mandiri Perkotaan
Judul :
Model Pengembangan Pemberdayaan
Masyarakat pada Pembangunan
Infrastruktur Perkotaan di Bali
(studi : PNPM Mandiri Perkotaan
Kecamatan Denpasar Timur
Rumusan Masalah :
1. Pembangunan infrastruktur perkotaan apa saja
yang telah dibangun pada PNPM Mandiri
Perkotaan Kecamatan Denpasar Timur ?
2. Bagaimana tingkat pemberdayaan masyarakat
dalam pembangunan infrastruktur perkotaan
pada PNPM Mandiri Perkotaan Kecamatan
Denpasar Timur ?
3. Bagaimana tanggapan para pelaku pembangunan
infrastruktur kota pada kegiatan PNPM Mandiri
Perkotaan terhadap peningkatan kapasitas dalam
pembangunan Infrastruktur kota?
4. Bagaimanakah konsep pengembangan
pemberdayaan masyarakat yang tepat dalam
pembanguann infrastruktur perkotaan pada
PNPM Mandiri Perkotaan Kecamatan Denpasar
Timur?
Data dan Analisis :
1. Studi Literatur
2. Survei Lapangan
Tabulasi Data
Analisis Data
Metodologi Penelitian
Landasan Teori
Hasil Penelitian, Kesimpulan
dan Saran
16
2.3 Konsep
Konsep merupakan dasar pemikiran yang dijadikan sebagai acuan dalam
melakukan suatu penelitian, sehingga nantinya tidak menyimpang dari lingkup
penelitian yang akan dilakukan. Konsep juga digunakan untuk menyamakan
persepsi dari peneliti kepada pembaca mengenai topik penelitian. Beberapa konsep
yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
2.3.1 Pemberdayaan Masyarakat
Substansi dasar proses pemberdayaan masyarakat dititik beratkan pada
memulihkan dan melembagakan kembali kapital sosial yang dimiliki masyarakat,
yakni dengan mendorong masyarakat agar mampu meningkatkan kepedulian dan
kesatuan serta solidaritas sosial untuk bahu-membahu dan bersatu-padu
menanggulangi masalah pembangunan Infrastruktur dasar perkotaan, mengurangi
kemiskinan di wilayahnya secara mandiri dan berkelanjutan, dengan bertumpu pada
nilai universal kemanusiaan, kemasyarakatan dan pembangunan berkelanjutan. Oleh
karena itu, siklus pelaksanaan program PNPM-Mandiri Perkotaan adalah siklus
kegiatan yang dilaksanakan sepenuhnya oleh masyarakat di desa/kelurahan
setempat. Peran pendampingan pihak luar (fasilitator dan pemerintah daerah),
hanyalah sebagai pendamping pembelajaran agar inisiatif, prakarsa, komitmen,
kepedulian, motivasi, keputusan dan ikhtiar dari masyarakat berbasis pada nilai-nilai
luhur dan kebutuhan masyarakat (PTO PNPM-Mandiri Perkotaan, 2012).
Tahapan awal pelaksanaan program di lokasi baru, para pendamping
(fasilitator, konsultan dll), berkewajiban melakukan proses pembelajaran masyarakat
agar mereka mampu melakukan tahapan kegiatan PNPMM Perkotaan di wilayahnya
atas dasar kesadaran kritis terhadap substansi mengapa dan untuk apa suatu kegiatan
itu harus dilakukan.
Tahapan berikutnya, siklus pelaksanaan kegiatan dilaksanakan sepenuhnya
dan dilembagakan oleh masyarakat sendiri secara berkala dengan difasilitasi
pendamping yang dititik beratkan pada menjaga koridor-koridor kesesuaian dengan
nilai luhur, transparansi dan akuntabilitas. Inti kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan di
masyarakat kelurahan/desa adalah proses menumbuhkembangkan kemandirian dan
keberlanjutan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dari, oleh dan untuk
17
masyarakat, melalui proses pembelajaran dan pelembagaan nilai-nilai universal
kemanusiaan (value based development), prinsip-prinsip universal kemasyarakatan
(good governance), serta prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable
development).
Tahapan pelaksanaan kegiatan ini mencakup serangkaian kegiatan yang
terdiri dari siklus rembug kesiapan masyarakat dan kerelawanan, refleksi
kemiskinan, pemetaan swadaya berorientasi IPM-MDGs, pembentukan BKM,
perencanaan partisipatif menyusun PJM Pronangkis dan pelaksanaan program
penanggulangan kemiskinan oleh masyarakat dengan stimulan BLM oleh KSM.
Semua tahapan siklus tesebut semestinya bukan hanya terjadi ketika ada fasilitator
PNPM-Mandiri Perkotaan, akan tetapi menjadi siklus yang terus berulang setiap
tahun sebagai daur program penanggulangan kemiskinan di kelurahan/desa sehingga
kegiatan penanggulangan kemiskinan akan berkelanjutan. Pada gambar 2.2
gambaran siklus pemberdayaan masyarakat pada PNPM Mandiri dapat dilihat
sebagai berikut :
Gambar. 2.2 Siklus Pemberdayaan Masyarakat pada PNPM
Mandiri Perkotaan
Sumber : Petujuk Teknis Operasional PNPM-Mandiri Perkotaan,2011
18
Latar belakang permasalahan penelitian, Kecamatan Denpasar Timur
memperoleh program PNPM Mandiri Perkotaan untuk pembangunan infrastruktur
sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2014. Dari hasil program sudah banyak yang
dapat dibangun selama periode tersebut terutama pembangunan infrastruktur dasar
perkotaan yaitu jalan lingkungan, air bersih, sanitasi, jembatan, dan sarana
pendidikan dan kesehatan.
Permasalahan yang banyak terjadi pada pelaksanaan PNPM Mandiri
Perkotaan di Denpasar Timur yaitu masalah pemberdayaan masyarakat,
berkurangnya peningkatan kapasitas masyarakat dan kemandirian masyarakat dalam
pembangunan infrasruktur kota. Aspek-aspek inilah yang nantinya akan diteliti pada
PNPM Mandiri Perkotaan di Denpasar Timur.
2.3.2 Infrastruktur Perkotaan
Infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial
dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur
juga dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar,
peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk
berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat menunjuk pada suatu
keberlangsungan dan keberlanjutan aktivitas masyarakat dimana infrastruktur fisik
mewadahi interaksi antara aktivitas manusia dengan lingkungannya (Grigg, 2000).
Suripin (2007) menyatakan bahwa:"Infrastructure (perkotaan) adalah
bangunan atau fasilitas-fasilitas dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang
dibangun dan dibutuhkan untuk mendukung berfungsinya suatu sistem tatanan
kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Infrastruktur merupakan aset fisik yang
dirancang dalam system sehingga mampu memberikan pelayanan prima pada
masyarakat. Sebagai suatu sistem, komponen infrastruktur pada dasarnya sangat luas
dan sangat banyak, namun secara umum terdiri dari 12 komponen sesuai dengan
sifat dan karakternya".
AGCA (Associated General Contractor of America), mendefinisikan
infrastruktur adalah semua aset berumur panjang yang dimiliki oleh Pemerintah
setempat, Pemerintah Daerah maupun Pusat dan utilitas yang dimiliki oleh para
19
pengusaha. Menurut Chapin (1995), guna lahan harus memiliki akses terhadap
jaringan umum dan struktur umum serta pelayanan umum .
Struktur umum disini disebut dengan infrastruktur, fasilitas umum atau
terkadang disebut sebagai fasilitas pelayanan umum. Secara umum istilah
infrastruktur biasanya berhubungan dengan air bersih, fasilitas air limbah, jalan raya,
dan transportasi umum, sementara fasilitas umum berhubungan dengan sekolah,
taman, dan fasilitas lain yang sering dikunjungi masyarakat. Terkadang fasilitas
umum dapat digunakan secara bergantian dengan infrastruktur untuk menunjukan
segala sesuatu yang terkandung dalam bangunan umum baik secara fisik maupun
sistem pelayanannya. Kita sering menggunakan istilah fasilitas umum (community
facility) guna mempersatukan keduanya, infrastruktur dan struktur dan tempat
dimana pelayanan masyarakat dilakukan.
Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa Infrastruktur
merupakan fasilitas-fasilitas publik yang diadakan oleh pemerintah maupun swasta
merujuk pada sistem fisik seperti jaringan jalan, air bersih, drainase, telekomunikasi,
listrik, limbah, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan
ekonomi.
Penelitian ini nantinya akan dianalisis mengenai pembangunan
infrastruktur kota dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat pada PNPM
Mandiri Perkotaan di Denpasar Timur.
2.4 Landasan Teori
2.4.1 Pemberdayaan Masyarakat
Departemen Pendidikan Nasional (2003). Pemberdayaan menurut arti
secara bahasa adalah proses, cara, perbuatan membuat berdaya, yaitu kemampuan
untuk melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak yang berupa akal, ikhtiar atau
upaya. Foy (1994) dalam beberapa kajian mengenai pembangunan komunitas,
pemberdayaan masyarakat sering dimaknai sebagai upaya untuk memberikan
kekuasaan agar suara mereka didengar guna memberikan kontribusi kepada
perencanaan dan keputusan yangmempengaruhi komunitasnya.
20
Sumaryadi (2005:105). Memberdayakan orang lain pada hakikatnya
merupakan perubahan budaya, sehingga pemberdayaan tidak akan jalan jika tidak
dilakukan perubahan seluruh budaya organisasi secara mendasar. Perubahan budaya
sangat diperlukan untuk mampu mendukung upaya sikap dan praktik bagi
pemberdayaan yang lebih efektif.
Hakikat pemberdayaan berkaitan dengan otonomi yaitu : meletakkan
landasan pembangunan yang tumbuh dan berkembang dari rakyat, diselenggarakan
secara sadar dan mandiri oleh rakyat, sehingga dalam program pembangunan
masyarakat tidak lagi dianggap sebagai objek dari pembangunan, tetapi menjadi
subjek/pelaku dari pembangunan (Sumaryadi, 2005: 84)
Partisipasi masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat adalah
perumusan program yang membuat masyarakat tidak semata-mata berkedudukan
sebagai konsumen program, tetapi juga sebagai produsen karena telah ikut serta
terlibat dalam proses pembuatan dan perumusannya, sehingga masyarakat merasa
ikut memiliki program tersebut dan mempunyai tanggungjawab bagi
keberhasilannya serta memiliki motivasi yang lebih bagi partisipasi pada tahap -
tahap berikutnya (Soetomo, 2006).
Pembangunan partisipatoris harus dimulai dari orang-orang yang paling
mengetahui sistem kehidupan mereka sendiri karena pada pendekatan ini mereka
harus senantiasa menilai dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang
mereka miliki, dan memberikan sarana yang perlu bagi mereka supaya dapat
mengembangkan diri, untuk itu diperlukan suatu perombakan dalam seluruh praktik
dan pemikiran serta pola-pola bantuan pembangunan yang telah ada (Buch-Hansen
dalam Sumaryadi, 2005: 88).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, secara umum pemberdayaan
masyarakat dapat diartikan sebagai upaya untuk memulihkan atau meningkatkan
kemampuan suatu komunitas untuk mampu berbuat sesuai dengan harkat
danmartabat mereka dalam melaksanakan hak-hak dan tanggungjawabnya
selakuanggota masyarakat. Dengan adanya pemberdayaan, diharapkan
masyarakatmemiliki budaya yang proaktif untuk kemajuan bersama, mengenal diri
21
danlingkungannya serta memiliki sikap bertanggung jawab dan memposisikan
dirinya sebagai subjek dalam upaya pembangunan di lingkungannya.
Rubin dalam Sumaryadi (2005: 94-96) mengemukakan 5 prinsip dasar
dari konsep pemberdayaan masyarakat sebagai berikut:
1. Pemberdayaan masyarakat memerlukan break-even dalam setiap kegiatan
yang dikelolanya, meskipun orientasinya berbeda dari organisasi bisnis,
dimana dalam pemberdayaan masyarakat keuntungan yang diperoleh
didistribusikan kembali dalam bentuk program atau kegiatan pembangunan
lainnya.
2. Pemberdayaan masyarakat selalu melibatkan partisipasi masyarakat baik
dalam perencanaan maupun pelaksanaan yang dilakukan.
3. Dalam melaksanakan program pemberdayaan masyarakat, kegiatan pelatihan
merupakan unsur yang tidak bisa dipisahkan dari usaha pembangunan fisik.
4. Dalam implementasinya, usaha pemberdayaan harus dapat memaksimalkan
sumber daya, khususnya dalam hal pembiayaan baik yang berasal dari
pemerintah, swasta maupun sumber-sumber lainnya.
5. Kegiatan pemberdayaan masyarakat harus dapat berfungsi sebagai
penghubung antara kepentingan pemerintah yang bersifat makro dengan
kepentingan masyarakat yang bersifat mikro.
Pemahaman mengenai konsep pemberdayaan tidak bisa dilepaskan dari
pemahaman mengenai siklus pemberdayaan itu sendiri, karena pada hakikatnya
pemberdayaan adalah sebuah usaha berkesinambungan untuk menempatkan
masyarakat menjadi lebih proaktif dalam menentukan arah kemajuan dalam
komunitasnya sendiri. Artinya program pemberdayaan tidak bisa hanya dilakukan
dalam satu siklus saja dan berhenti pada suatu tahapan tertentu, akan tetapi harus
terus berkesinambungan dan kualitasnya terus meningkat dari satu tahapan
ketahapan berikutnya.
Menurut Wilson (1996) terdapat 7 tahapan dalam siklus pemberdayaan
masyarakat. Tahap pertama yaitu keinginan dari masyarakat sendiri untuk berubah
menjadi lebih baik. Pada tahap kedua, masyarakat diharapkan mampu melepaskan
22
halangan-halangan atau factor-faktor yang bersifat resistensi terhadap kemajuan
dalam dirinya dan komunitasnya.
Pada tahap ketiga, masyarakat diharapkan sudah menerima kebebasan
tambahan dan merasa memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan dirinya dan
komunitasnya. Tahap keempat lebih merupakan kelanjutan dari tahap ketiga yaitu
upaya untuk mengembangkan peran dan batas tanggungjawab yang lebih luas, hal
ini juga terkait dengan minat dan motivasi untuk melakukan pekerjaan dengan lebih
baik.
Pada tahap kelima ini hasil-hasil nyata dari pemberdayaan mulai
kelihatan, dimana peningkatan rasa memiliki yang lebih besar menghasilkan
keluaran kinerja yang lebih baik .Pada tahap keenam telah terjadi perubahan
perilaku dan kesan terhadap dirinya, dimana keberhasilan dalam peningkatan kinerja
mampu meningkatkan perasaan psikologis di atas posisi sebelumnya.
Pada tahap ketujuh masyarakat yang telah berhasil dalam
memberdayakan dirinya, merasa tertantang untuk upaya yang lebih besar guna
mendapatkan hasil yang lebih baik. Siklus pemberdayaan ini menggambarkan proses
mengenai upaya individu dan komunitas untuk mengikuti perjalanan kearah prestasi
dan kepuasan individu dan pekerjaan yang lebih tinggi.
Model pemberdayaan adalah salah satu bentuk alat analisis yang bisa
digunakan untuk mengukur derajat keberdayaan suatu masyarakat. Pendekatan
analisis yang digunakan oleh Fujikake (2008) dalam pemberdayaan adalah dengan
menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu mencoba memahami pencapaian
pemberdayaan dari pandangan masyarakat sebagai pelaksana program.
Pendekatan ini mencoba memahami hubungan antara tanggapan
masyarakat dengan tujuan pemberdayaan itu sendiri untuk kemudian dituangkan
dalam gambar-gambar dan skema-skema konsep tertentu. Model yang
dikembangkan Fujikake telah dipraktikkan dalam mengevaluasi pemberdayaan
perempuan di sebuah desa di Paraguay (Fujikake,2008) mengembangkan empat
langkah dalam mengevaluasi pemberdayaan. Tahap pertama adalah melihat
perubahan masyarakat dari tingkat kesadarannya. Hasil dari analisis mengenai
perubahan tingkat kesadaran ini dituangkan dalam grafik yang menggambarkan
23
tingkat perubahan kesadaran yang diklasifikasikan menjadi 3 yaitu “sangat baik”,
“telah berubah”, dan “tidak seperti sebelumnya. Dalam gambar 2.3 tiga tipe hasil
pemberdayaan dapat diuraikan menjadi tiga tipe sebagai berikut :
Gambar. 2.3 Tiga Tipe Hasil Pemberdayaan
Sumber: Fujikake, 2008
Tahap kedua dalam evaluasi pemberdayaan yang dikembangkan Fujikake
adalah menilai tanggapan masyarakat dan praktik pemberdayaan yang didasarkan
pada penilaian terhadap 12 indikator yang merupakan sub-project dari proses
pemberdayaan itu sendiri. Kedua belas indikator tersebut yaitu tingkat partisipasi,
pengemukaan opini, perubahan kesadaran, pengambilan tindakan, kepedulian dan
kerjasama, kreativitas, menyusun tujuan baru, negosiasi, kepuasan, kepercayaan diri,
keterampilan manajerial, dan pengumpulan keputusan. Untuk evaluasi
pemberdayaan dengan 12 indikator pada gambar 2.4 dapat digambarkan sebagai
berikut :
24
Gambar.2.4 Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat
Menggunakan 12 Indikator
Sumber: Fujikake, 2008
Tahap ketiga adalah mengelompokkan dan menghubungkan antar
indikator yang telah dianalisis pada model - model pada tahap sebelumnya. Hasil
analisis pada tahap ini adalah grafik keterkaitan antar elemen ini dalam
pemberdayaan, yaitu ekonomi, sosial dan budaya, kesadaran dan mobilitas. Pada
25
gambar 2.5 empat elemen inti pemberdayaan masyarakat dapat digambarkan sebagai
berikut :
Gambar. 2.5 Empat Elemen Inti Pemeberdayaan Masyarakat
Sumber: Fujikake, 2008
Tahap ke-empat adalah mengukur tingkatan pencapaian pemberdayaan
itu sendiri, apakah pengaruh dari proses pemberdayaan itu hanya pada tataran lokal,
regional atau nasional. Alshop dan Heinshon (2005) menjabarkan tingkatan
pemberdayaan menjadi tiga yaitu: local level, intermediary level, dan macro level.
Fujikake (2008) menggolongkan tingkatan pemberdayaan menjadi tiga yaitu micro
level (desa), meso level (kota/wilayah), dan macro level (nasional). Hasil dari
analisis ini digambarkan dalam grafik tingkatan pemberdayaan, yang disebut sebagai
model Fujikake 4. Gambar 2.6 tingkat pemeberdayaan masyarakat dapat diuraikan
tingkatannya sebagai berikut :
26
Gambar. 2.6 Tingkat Pemberdayaan Masyarakat
Sumber: Fujikake, 2008
Suharsimi Arikunto (2002: 13) mende-finisikan evaluasi dalam
pemberdayaan masyarakat dengan lebih dahulu menjelaskan tentang mengukur dan
menilai. Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran yang
bersifat kuantitatif. Menilai adalah mengambil sesuatu keputusan terhadap sesuatu
dengan ukuran baik buruk dan bersifat kualitatif. Sedangkan mengadakan evaluasi
meliputi kedua langkah diatas, yaitu mengukur dan menilai. Dengan demikian
evaluasi adalah menilai (tetapi dilakukan dengan mengukur terlebih dahulu).
Evaluasi menurut rumusan Daniel Stufflebean (dalam Suharsimi
Arikunto, 2002) : adalah sebagai suatu proses dimana kita mengupayakan sejumlah
informasi yang berkaitan dengan jenis keputusan yang akan diambil, mengumpulkan
dan melengkapi informasi yang berguna dan dipelukan untuk pengambilan
keputusan. Jadi evaluasi : adalah proses dengan kegiatan-kegiatan yang berke-
lanjutan atau bertahap dimana digunakan berbagai pendekatan metoda dan teknik.
27
2.4.2 Infrastruktur Perkotaan
Menurut Grigg (2000), infrastruktur merupakan pendukung utama
fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat. Sistem infrastruktur juga dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas
atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun
dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi
masyarakat menunjuk pada suatu keberlangsungan dan keberlanjutan aktivitas
masyarakat dimana infrastruktur fisik mewadahi interaksi antara aktivitas manusia
dengan lingkungannya.
Todaro (2000) menjelaskan kaitan infrastruktur dengan pembangunan
ekonomi bahwa tercakup dalam pengertian infrastruktur adalah aspek fisik dan
finansial yang terkandung dalam jalan raya, kereta api, pelabuhan laut dan bentuk
bentuk sarana transportasi dan komunikasi ditambah air bersih, listrik dan pelayanan
publik lainnya. Penelitian Ramirez dan Esfahani (1999) menunjukan bahwa
infrastruktur mempunyai dampak kuat terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil studi
ini mendukung apa yang ditemukan oleh Aschauer (1989) bahwa infrastruktur
secara statistik signifikan mempengaruhi Output.
Zamzami (2014) yang menyimpulakn bahwa infrastruktur jalan
menunjukan pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia serta
penelitian yang dilakukan oleh Patricio J.(1994) yang menunjukan bahwa
infrastruktur memiliki efek positif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi
di Spanyol. Infrastruktur jalan sebagai salah satu infrastruktur pengangkutan
berperan dalam merangsang pertumbuhan ekonomi, karena ketersedian jalan akan
meminimalkan modal sehingga proses produksi, distribusi serta jasa akan lebih
efektif dan efisien.
Suripin (2007) menyatakan bahwa:"Infrastructure (perkotaan) adalah
bangunan atau fasilitas-fasilitas dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang
dibangun dan dibutuhkan untuk mendukung berfungsinya suatu sistem tatanan
kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Infrastruktur merupakan aset fisik yang
dirancang dalam system sehingga mampu memberikan pelayanan prima pada
masyarakat. Sebagai suatu sistem, komponen infrastruktur pada dasarnya sangat luas
28
dan sangat banyak, namun secara umum terdiri dari 12 komponen sesuai dengan
sifat dan karakternya".
AGCA (Associated General Contractor of America), mendefinisikan
infrastruktur adalah semua aset berumur panjang yang dimiliki oleh Pemerintah
setempat, Pemerintah Daerah maupun Pusat dan utilitas yang dimiliki oleh para
pengusaha. Menurut Chapin (1995), guna lahan harus memiliki akses terhadap
jaringan umum dan struktur umum serta pelayanan umum .
Struktur umum disini disebut dengan infrastruktur, fasilitas umum atau
terkadang disebut sebagai fasilitas pelayanan umum. Secara umum istilah
infrastruktur biasanya berhubungan dengan air bersih, fasilitas air limbah, jalan raya,
dan transportasi umum, sementara fasilitas umum berhubungan dengan sekolah,
taman, dan fasilitas lain yang sering dikunjungi masyarakat. Terkadang fasilitas
umum dapat digunakan secara bergantian dengan infrastruktur untuk menunjukan
segala sesuatu yang terkandung dalam bangunan umum baik secara fisik maupun
sistem pelayanannya. Kita sering menggunakan istilah fasilitas umum (community
facility) guna mempersatukan keduanya, infrastruktur dan struktur dan tempat
dimana pelayanan masyarakat dilakukan.
Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa Infrastruktur
merupakan fasilitas-fasilitas publik yang diadakan oleh pemerintah maupun swasta
merujuk pada sistem fisik seperti jaringan jalan, air bersih, drainase, telekomunikasi,
listrik, limbah, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan
ekonomi.
Adapun elemen dasar lingkungan perumahan menurut Dirjen Cipta
Karya, secara garis besar dapat dikelompokkan dalam infrastruktur fisik, antara lain:
1. Jaringan Jalan
Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang meliputi bagian jalan
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu
lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah atau air serta di atas permukaan air. (Adji Adisasmita, 2012 : 79).
29
Dalam suatu kota, pola jaringan jalan biasanya terbentuk melalui proses yang sangat
panjang dan merupakan bagian atau kelanjutan dari pola yang ada sebelumnya.
(Rinaldi Mirsa, 2011 : 54).
Ketentuan-ketentuan berkaitan dengan sistem perencanaan jaringan jalan
adalah sebagai berikut: (Adji Adisasmita, 2012 : 91).
a) Secara umum sistem jaringan jalan dalam suatu kawasan harus
menunjukkan adanya pola jaringan jalan yang jelas antara jalan-jalan
utama dengan jalan kolektor/lokalnya, sehingga orientasi dari
kawasan-kawasan fungsional yang ada dapat terstruktur.
b) Fungsi penghubung dalam peranan jaringan jalan pada suatu kawasan
ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
c) Penataan ruang jalan dapat sekaligus mencakup ruang-ruang antar
bangunan dan termasuk untuk penataan elemen lingkungan,
penghijauan, dan lain-lain.
d) Pemilihan bahan pelapis jalan dapat mendukung pembentukan
identitas lingkungan yang dikehendaki, dan kejelasan kontinuitas
pedestrian.
Jalan disini adalah jalan yang dapat berfungsi sebagai penghubung
antar desa/kelurahanatau ke lokasi pemasaran, atau berfungsi sebagai
hunian/perumahan, serta juga berfungsisbagai penghubung desa/kelurahan ke pusat
kegiatan yang lebih tinggi tingkatannya(kecamatan/kabupaten/kota) oleh karena itu
dalam merencanakan jalan diperlukanpemilihan teknologi dan jenis kosntruksi yang
tepat. Untuk perencanaan standar teknis jalan mengacu pada Pedoman Teknis
PembangunanJalan yang diterbitkan oleh Departemen Pekerjaan Umum yang sudah
ada, seperti Pedoman Sederhana Pembangunan Jalan dan Jembatan Perdesaan
yang diterbitkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan, Puslitbang Dep. PU,
1996. Tabel 2.1 berikut adalah pemilihan teknologi dan Jenis Konstruksi Jalan :
30
Tabel 2.2 Jenis Teknologi dan Konstruksi Jalan
Tabel Kriteria Pemilihan Teknologi & Jenis Konstruksi Jalan
Jenis
Perkerasan
Penggunaan Keuntungan Kerugian
Tanah Pembukaan Jalan
Baru
-Mudah
pelaksanaannya
bila medannya
tidak berat;
-Relatif murah
-Mudah tererosi,
sehingga perlu
perkuatan didaerah
yang jelek / stabilisasi
Telford/
Makadam
-Pada daerah datar
& berbukit-bukit;
-Kondisi tanah
dasar lunak &
keras;
-Daerah Tanjakan /
Turunan;
-Peningkatan Jalan
Tanah
-Relatif Mudah
dikerjakan
-Konstruksi lebih
kuat dari Sirtu
-Mudah
perbaikannya
Tidak semua desa
mudah mendapatkan
batu belah
Sirtu -Daerah dataran
rendah yang datar
tidak berbukit-
bukit dan daerah
pantai;
-Peningkatan Jalan
Tanah
-Mudah
pelaksanaannya;
-Material relatif
mudah diperoleh;
-Relatif Murah
-Mudah tererosi
Aspal -Peningkatan dari
Jalan Telford/Sirtu
-Daerah
Tanjakan/Turunan
>12%
Permukaan lebih
halus/baik dari
Jalan Telford/Sirtu
(Lebih Awet &
Nyaman)
-Relatif Mahal;
-Perawatan sulit
-Perlu pengawasan
tinggi;
-Sedikit menyerap
Tenaga Kerja
Beton/
Rabat
Beton
-Jenis Tanah
Labil/Mudah
pecah/lembek;
-Pada tanjakan;
-Singkapan batu
-Awet
-Mudah
perlaksanaannya
-Mudah
perbaikannya
-Banyak menyerap
tenaga kerja
-Relatif Mahal
-Perlu pngawasan
Paving
Blok
-Jalan Lingkungan;
-Trotoar
/Pertamanan;
-Tempat
Parkir/Terminal
Bus
-Awet
-Mudah dalam
pemasangan dan
pemeliharaannya
-Ukuran paving
lebih terjamin
-Memperindah
-Relatif Mahal
31
permukaan
tanah/lingkungan
-Mudah
ketersediaan bahan
-Ramah
Lingkungan
Sumber : Balibang PU, 1996
2. Prasarana Jembatan
Jembatan adalah suatu bangunan konstruksi di atas sungai atau jurang
yang digunakan sebagai prasarana lalu lintas darat.Tujuan dari pembangunan
jembatan di sini adalah untuk sarana penghubung pejalan kaki atau lalu-lintas
kendaraan ringan. Konstruksinya sederhana, dengan mempertimbangkan
sumberdaya setempat (tenaga kerja, material, peralatan, teknologi) sehingga mampu
dilaksanakan oleh masyarakat setempat.
Jembatan yang dibangun dalam program ini adalah jembatan yang
melengkapi sistem lalulintas ekonomi dan transportasi masyarakat :
1) Jembatan pada jalan desa/kelurahan yang menghubungkan desa/kelurahan
dengan wilayah desa/kelurahan lain sebagai prasarana perhubungan ekonomi
dan social masyarakat;
2) Jembatan pada jalan desa/kelurahan yang menghubungkan pusat-pusat
kegiatan ekonomi (seperti pasar, TPI, dll) ke outlet (jalan poros
desa/kelurahan/jalan dengan fungsi yang lebih tinggi/dermaga);
3) Jembatan pada jalan desa/jalan lingkungan yang menghubungkan
RW/dusun/perkampungan dengan pusat pemerintahan, pusat kegiatan
ekonomi, produksi, outlet;
4) Jembatan pada jalan desa/jalan lingkungan yang menghubungkan
desa/kelurahan dengan pusat kegiatan produksi (seperti pertanian,
perkebunan).
Pembangunan jembatan baik berupa pembangunan baru, peningkatan
atau rehabilitasiJembatan Kayu, Jembatan Gelagar Besi, Jembatan Beton dan
Jembatan Gantunghendaknya mempertimbangkan kriteria-kriteria, pemilihan Jenis
Konstruksi Jembatan
32
3. Draenase Permukiman
Kementerian Pekerjaan Umum (PTP Kegiatan Infrastruktur Perkotaan,
Dirjen Cipta Karya, 2008). Drainase permukiman merupakan sarana atau prasarana
dipermukiman untuk mengalirkan air hujan dari suatu tempat ketempat lain agar
lingkungan perumahan bebas dari genangan air. Hal ini sering ditunjukan dengan
terjadinya air yang meluap dari saluran drainase bahkan banjir dapat terjadi yang
mengganggu aktivitas masyarakat. Ketentuan umum pembangunan drainase
permukiman adalah :
1) Drainase permukiman yang dibangun pada proyek ini harus terintegrasi
dengan sistem/jaringan drainase yang sudah ada atau harus sampai pada
tempat pembuangan air (saluran drainase/sungai/laut).
2) Pembangunan drainase diusahakan mengindari perlintasan dengan bangunan
yang telah ada, namun bila terpaksa maka desain dan pelaksanaannya wajib
mendapat persetujuan dari instansi pengelola bangunan tersebut. Misalnya
melintasi jalan kab/provinsi/nasional, irigasi teknis, jaringan/bangunan
listrik, telepon, dll.
3) Prioritas pembangunan drainase dengan urutan : perbaikan/peningkatan
drainase lama karena kapasitas/fungsinya sudah berkurang dan
pembangunan baru.
Air hujan yang masuk kesaluran air hujan adalah air hujan yang tidak
tercemar dan bukan air limbah. Jenis drainase disini dapat meliputi saluran air hujan
dan sumur resapan di permukiman.
4. Prasarana Bangunan Gedung
Kementerian Pekerjaan Umum (PTP Kegiatan Infrastruktur Perkotaan,
Dirjen Cipta Karya, 2008). Prasarana bangunan gedung terdiri dari gedung sarana
kesehatan, sarana pendidikan, rumah dan pasar. Untuk detailnya dijelaskan sebagai
berikut :
1) Prasarana Kesehatan
33
Prasarana kesehatan yang dimaksud disini adalah prasarana dan saran
untuk menunjang pelayanan kesehatandasar bagi masyarakat, melalui upaya
kesehatan yang berbasis masyarakat (UKBM).Kegiatan UKBM yang dikembangkan
dalam program ini antara lain adalah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes), Pos
Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan Pos bersalin desa (Polindes),
dalam cakupan layanan wilayah kelurahan/desa.
Lingkup pembangunan sarana/prasarana kesehatan dasar disini
hanyalah mencakuppenyediaan fisik/bangunan sederhana termasuk meubelair yang
diperlukan, tetapi tidaktermasuk penyediaan tenaga/peralatan medis, transportasi,
komunikasi dan obat-obatan.Prioritas pemilihan pembangunan prasarana kesehatan
dasar adalah sebagai berikut:
a) Rehabilitasi/perbaikan bangunan yang telah ada karena fungsi bangunan
berkurang;
b) Peningkatan bangunan yang telah ada agar mampu mendukung
penyelenggaraan kegiatan utama sesuai fungsi organisasinya, misalnya
gedung Polindes yang ada dikembangkan menjadi Poskesdes.
c) Kelurahan/desa yang telah memiliki kelembagaan/kepengurusan tetapi
belum memiliki bangunan/masih menumpang pada bangunan lain dalam
menjalankan kegiatan utama sesuai fungsinya;
d) Kegiatan yang dilaksanakan harus dikoordinasikan dengan pemerintah
desa/kelurahan dan instansi teknis kesehatan setempat.
e) Pembangunan Poskesdes tidak diprioritaskan bagi Desa/kelurahan yang
terdapat sarana kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit).
Persyaratan teknis bangunan mengacu pada standar teknis bangunan
gedung sederhana tahan gempa yang ditetapkan Kementerian PU sedangkan terkait
dengan kebutuhan ruangan bangunan mengacu pada standar teknis yang ditetapkan
oleh Kementerian Kesehatan.
2) Poskesdes (Pusat Kesehatan Desa)
Poskesdes dikelola oleh masyarakat yang dalam hal ini kader, relawan
dengan bimbingantenaga kesehatan.Tenaga kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan di Poskesdesminimal seorang Bidan.Pembinaan Poskesdes dilaksanakan
34
secara terpadu dengan lintassektor.Pembinaan teknis medis secara periodik
dilakukan oleh Puskesmas, sedangkanhal-hal non teknis medis dilakukan oleh
Pemerintah Desa/Kelurahan dan lintas sektor ditingkat Kecamatan.
3) Posyandu
Pengelola Posyandu dipilih dari dan oleh masyarakat melalui
musyawarah pada saatpembentukan Posyandu.Pengurus Posyandu sekurang-
kurangnya terdiri dari pembina, seorang ketua, seorang sekertaris dan seorang
bendahara ditambah dengan kader posyandu yang selanjutnya ditetapkan oleh
Lurah/Kades.Susunan pengurus bersifat fleksibel, sehingga dapat dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan, kondisi dan permasalahan setempat.Lokasi pembangunan
posyandu sebaiknya ditempat yang relatif datar dan ditengah – tengah lingkungan
sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat.
4) Prasarana Pendidikan
Prasarana pendidikan yang dimaksud disini adalah prasarana dan saran
untuk menunjang pelayanan pendidikan dasar bagi masyarakat yang dikelola oleh
masyarakat/pemerintah, tetapi tidak termasuk prasarana pendidikan dasar yang
dikelola oleh swasta/yayasan.Pembangunan sarana/prasarana pendidikan dasar yang
dikembangkan dalam program ini antara lain adalah PAUD (Pendidikan Anak Usia
Dini), Taman Kanak-kanan (TK), Rehabilitasi bangunan Sekolah Dasar/sederajat,
termasuk meubeler (seperti meja,bangku, papan tulis) tetapi tidak termasuk tenaga
pengajar dan buku-buku pelajaran. Prioritas pemilihan pembangunan prasarana
pendidikan dasar adalah :
a) Rehabilitasi/perbaikan bangunan pendidikan dasar yang telah ada karena
fungsi bangunan berkurang;
b) Peningkatan bangunan yang telah ada agar mampu mendukung
penyelenggaraan kegiatan utama sesuai fungsinya, misalnya penambahan
ruangan belajar/ruang guru termasuk fasilitas sanitasi.
c) Pembangunan baru untuk PAUD, TK termasuk fasilitas bermain, terutama
bagi kelurahan yang telah memiliki kelembagaan/kepengurusan tetapi belum
35
memiliki bangunan/masih menumpang pada bangunan lain dalam
menjalankan kegiatan utamanya.
d) Pembangunan baru untuk PAUD, TK termasuk fasilitas bermain, bagi
kelurahan yang belum memiliki kelembagaan/kepengurusan tetapi bersedia
membentuk pengelola pemanfaatan & pemeliharaan bangunan segera setelah
usulan kegiatan disetujui.
Seluruh pembangunan prasarana pendidikan yang dibangun disini harus
dikoordinasikan dan tidak bertentangan dengan kebijakan/perencanaan umum dari
pemerintah desa/kelurahan dan dinas/sektor Pendidikan dan Kebudayaan di daerah
setempat.Persyaratan teknis bangunan mengacu pada standar teknis bangunan
gedung (sederhana) tahan gempa atau untuk rehabilitasi SD mengacu pada standar
teknis bangunan SD tahan gempa yang ditetapkan Departemen PU sedangkan terkait
dengan kebutuhan ruangan dan kelengkapan fasilitas bangunan mengacu pada
standar teknis yang ditetapkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
5) Prasarana Perumahan dan Permukiman
Pembangunan prasarana perumahan yang didanai dari PNPM Mandiri
Perkotaan adalah merupakan kegiatan pembangunan rumah yang diperuntukkan
bagi keluarga miskin dikelurahan PNPM MP yang memiliki hak atas tanah dan
memiliki rumah yang tidak layak huni bila dilihat dari aspek kesehatan, kenyamanan
dan keamanan penghuninya.
Pembangunan rumah ini dikelompokkan menjadi 2 (dua) kategori yaitu,
pertama rehabilitasi dan kedua pembangunan baru, penentuan kategori ini
didasarkan pada hasil survey yang dilaksanakan sebelumnya. Oleh karena itu
besaran alokasi pagu dana Bantuan Dana Langsung Tunai PNPM Mandiri Perkotaan
untuk rehabilitasi dan pembangunan baru rumah layak huni maksimum sebesar Rp.
15 juta per unit, Dana yang berasal dari BLM PNPM Mandiri Perkotaan tersebut
merupakan stimulan bagi masyarakat untuk merehab/membangun konstruksi rumah
yang sudah direncanakan dan disepakati bersama.
2.4.3 Pengembangan Kapasitas Masyarakat
36
Pengembangan masyarakat sejatinya merupakan proses, dan aspek
terpenting dari integrasi proses tersebut adalah melibatkan masyarakat itu sendiri.
Proses pengembangan masyarakat harus menjadi sebuah proses yang
dimiliki,dikuasai dan dilangsungkan oleh mereka sendiri karena masyarakat
sendirilah yang mengerti akan kebutuhan, potensi, dan sumber daya yang mereka
miliki. Inti dari pengembangan masyarakat adalah proses peningkatan kesadaran
masyarakat itu sendiri. Salah satu aspek dari peningkatan kesadaran adalah
terbukanya peluang-peluang untuk tindakan menuju perubahan.
Milen (2004) mendefenisikan kapasitas sebagai kemampuan individu,
organisasi atau sistem untuk menjalankan fungsi sebagaimana mestinya secara
efektif, efisien dan terus-menerus. Sedangkan Morgan merumuskan pengertian
kapasitas sebagai kemampuan, keterampilan, pemahaman, sikap, nilai-nilai,
hubungan, perilaku, motivasi, sumber daya, dan kondisi-kondisi yang
memungkinkan setiap individu, organisasi, jaringan kerja/ sektor, dan sistem yang
lebih luas untuk melaksanakan fungsi-fungsi mereka dan mencapai tujuan
pembangunan yang telah ditetapkan dari waktu ke waktu. Lebih lanjut, Milen
melihat capacity building sebagai tugas khusus, karena tugas khusus tersebut
berhubungan dengan faktor-faktor dalam suatu organisasi atau sistem tertentu pada
suatu waktu tertentu.
Pendapat Grindle (1997), pengembangan kapasitas (capacity building)
merupakan upaya yang dimaksudkan untuk mengembangkan suatu ragam strategi
meningkatkan efisiensi, efektivitas dan responsivitas kinerja pemerintah. Yakni
efisiensi, dalam hal waktu (time) dan sumber daya (resources) yang dibutuhkan
guna mencapai suatu outcomes; efekfivitas berupa kepantasan usaha yang dilakukan
demi hasil yang diinginkan; dan responsivitas merujuk kepada bagaimana
mensikronkan antara kebutuhan dan kemampuan untuk maksud tersebut.
Menurut Morrison (2001), bahwa Capacity Building (Pengembangan
Kapasitas) adalah serangkaian strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi,
efektifitas, dan responsifitas dari kinerja. Lebih lanjut Morrison mengatakan bahwa :
Capacity Building adalah pembelajaran, berawal dari mengalirnya kebutuhan untuk
mengalami suatu hal, mengurangi ketidaktahuan dan ketidakpastian dalam hidup,
37
dan mengembangkan kemampuan yang dibutuhkan untuk beradaptasi menghadapi
perubahan.
Ife dan Tesoriero (2008), menyatakan peningkatan kapasitas dan
kesadaran itu dapat dicapai melalui beberapa strategi, diantaranya melalui kebijakan
dan perencanaan, aksi sosial dan politik, dan melalui pendidikan dan penyadaran.
Pemberdayaan melalui pendidikan dan penyadaran menekankan pentingnya suatu
proses edukatif atau pembelajaran (dalam pengertian luas) dalam melengkapi
masyarakat untuk meningkatkan keberdayaan mereka, sehingga masyarakat
memiliki gagasan-gagasan, pemahaman, kosakata, dan keterampilan bekerja menuju
perubahan yang efektif dan berkelanjutan.
Dalam pengembangan kapasitas di suatu komunitas masyarakat, harus
disadari bahwa setiap masyarakat berbeda-beda. Mereka memiliki karakteristik
budaya, geografi, sosial, politik, dan demografi yang unik, sehingga pengalaman
pengembangan kapasitas di suatu komunitas masyarakat belum tentu dapat berjalan
di masyarakat yang lain bahkan sangat beresiko mengalami kegagalan dan
melemahkan pengalaman orang-orang dari masyarakat tersebut karena hal itu bukan
proses yang cocok untuk mereka.
Tujuan pengembangan masyarakat adalah membangun kembali
masyarakat sebagai tempat pengalaman penting manusia, untuk memenuhi
kebutuhan manusia, dan membangun kembali struktur-struktur negara dalam hal
kesejahteraan, ekonomi global, birokrasi, elite profesional, dan sebagainya yang
selama ini kurang berperikemanusiaan dan sulit diakses.
Tujuan dari sebuah usaha pengembangan masyarakat dikatakan berhasil
apabila proses yang dilaksanakan menuju ke arah pencapaian tujuan. Berdasarkan
kajian mengenai ruang lingkup pemberdayaan masyarakat, diketahui bahwa
pemberdayaan masyarakat harus dilaksanakan baik pada tataran sistem,
kelembagaan dan individu. Sejalan dengan hal tersebut, pengembangan kapasitas
dalam upaya untuk mengembangkan masyarakat juga harus dilakukan pada tataran
yang sama, yaitu pada tataran sistem, kelembagaan dan individu.
Peningkatan kapasitas dalam tataran sistem meliputi usaha yang bersifat
luas dan banyak menekankan keterlibatan pemerintah dan pemegang kekuasaan
38
lainnya terutama dalam mengembangkan sebuah sistem pembangunan yang
berpihak kepada masyarakat. Dalam lingkup komunitas, proses peningkatan
kapasitas adalah pada tataran kelembagaan komunitas dan pada tataran individu
masyarakat. Peningkatan kapasitas kelembagaan berarti usaha untuk meningkatkan
peran dan mengembangkan tata kelembagaan di tingkat masyarakat yang mampu
mewadahi setiap gagasan, usulan dan aspirasi dari masyarakat untuk kemajuan
dalam komunitasnya. Peningkatan kapasitas kelembagaan ini meliputi usaha
penyadaran masyarakat untuk menyusun norma-norma dan aturan-aturan yang
menyangkut pola perilaku masyarakat yang mana keluaran dari usaha ini adalah
terbentuknya lembaga-lembaga berbasis komunitas untuk pembangunan dalam
lingkungannya. Peningkatan kapasitas juga meliputi usaha untuk meningkatkan
kemampuan manajerial dan berorganisasi masyarakat dalam upaya mewujudkan tata
kelembagaan yang lebih partisipatif dan transparan.
Peningkatan kapasitas individu lebih condong pada usaha untuk
meningkatkan kemampuan individu-individu masyarakat agar mereka mampu
memanfaatkan semua potensi dan kemampuan yang ada pada dirinya untuk dapat
dimanfaatkan demi kemajuan masyarakat sekitarnya. Upaya peningkatan kapasitas
individu ini meliputi usaha-usaha pembelajaran baik dari ranah pengetahuan, sikap
atau penyadaran kritis dan keterampilannya. Pemahaman mengenai pengembangan
masyarakat sebagai sebuah proses juga harus diikuti dengan usaha peningkatan
kapasitas yang terus menerus.
Keluaran dari proses pengembangan masyarakat bukanlah suatu kondisi
yang berhenti pada sebuah titik tertentu saat tujuan pengembangan itu dinyatakan
tercapai, namun keluarannya harus berupa siklus yang terus menerus dan
berkelanjutan, karena kondisi dan dinamika masyarakat terus berkembang dan
ketika usaha peningkatan kapasitas telah mencapai suatu tingkatan tertentu,
makaakan muncul tantangan-tantangan baru yang lebih kompleks dan lebih berat.
Dalam siklus pengembangan masyarakat, proses peningkatan kapasitas dilakukan
secara berulang-ulang sehingga kesadaran terhadap pembangunan akan menjadi
budaya dan bagian dari masing-masing individu dalam masyarakat. Elemen-elemen
39
dalam pengembangan kapasitas merupakan hal-hal yang harus dilaksanakan dalam
mencapai kondisi kapasitas masyarakat yang berkembang.
Garlick dalam McGinty (2003) menyebutkan lima elemen utama dalam
pengembangan kapasitas sebagai berikut:
1. Membangun pengetahuan, meliputi peningkatan keterampilan, mewadahi
penelitian dan pengembangan, dan bantuan belajar
2. Kepemimpinan
3. Membangun jaringan, meliputi usaha untuk membentuk kerjasama dan
aliansi
4. Menghargai komunitas dan mengajak komunitas untuk bersama-sama
mencapai tujuan
5. Dukungan informasi, meliputi kapasitas untuk mengumpulkan, mengakses
dan mengelola informasi yang bermanfaat
Bartle (2007) menjabarkan elemen-elemen dalam pengembangan
kapasitas masyarakat secara lebih detil menjadi enam belas aspek, yaitu:
1. Altruism, yaitu mengutamakan kepentingan umum.
2. Common values atau kesamaan nilai dalam bermasyarakat, yaitu masyarakat
memiliki kesamaan peran dalam mengusulkan ide.
3. Communal service atau layanan masyarakat.
4. Communication atau komunikasi
5. Confidence atau percaya diri
6. Context atau Keterkaitan (politik dan administratif)
7. Information atau Informasi
8. Intervention atau rintangan
9. Leadership atau kepemimpinan
10. Networking atau jaringan kerja
11. Organization atau organisasi
12. Political power atau kekuatan politik
13. Skills atau keterampilan dan keahlian
14. Trust atau Kepercayaan
15. Unity atau Keselarasan
40
16. Wealth atau kekayaan
2.4.4 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan
Petunjuk Teknis PNPM Mandiri Perkotaan (Dirjen Cipta Karya, 2008).
PNPM Mandiri Perkotaan merupakan kegiatan lanjutan dari Program
Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) yang dilaksanakan sejak tahun
1999 sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat
dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan.
Program ini termasuk salah satu program strategis karena menyiapkan
landasan kemandirian masyarakat berupa lembaga kepemimpinan masyarakat yang
representatif, mengakar dan kondusif bagi perkembangan modal sosial (social
capital) masyarakat di masa mendatang serta menyiapkan program masyarakat
jangka menengah dalam penanggulangan kemiskinan yang menjadi pengikat dalam
kemitraan masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat.
Visi kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan adalah terciptanya masyarakat
yang berdaya yang mampu menjalin sinergi dengan pemerintah daerah serta
kelompok peduli setempat dalam rangka menanggulangi kemiskinan dengan efektif,
secara mandiri dan berkelanjutan. Sedangkan misi kegiatan PNPM Mandiri
Perkotaan adalah memberdayakan masyarakat perkotaan, terutama masyarakat
miskin, untuk menjalin kerjasama sinergis dengan pemerintah daerah dan kelompok
peduli lokal dalam upaya penanggulangan kemiskinan, melalui pengembangan
kapasitas, penyediaan sumber daya, dan melembagakan budaya kemitraan antar
pelaku pembangunan.
Uraian visi dan misi tersebut dapat kita pahami bahwa pengembangan
kapasitas merupakan salah satu aspek dalam upaya pemberdayaan masyarakat untuk
mencapai tujuan utama yaitu menanggulangi kemiskinan.
Tujuan pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan adalah :
1. Mewujudkan masyarakat “Berdaya” dan “Mandiri”, yang mampu mengatasi
berbagai persoalan kemiskinan di wilayahnya, sejalan dengan kebijakan
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
41
2. Meningkatkan kapasitas Pemerintah Daerah dalam menerapkan model
pembangunan partisipatif yang berbasis kemitraan dengan masyarakat dan
kelompok peduli setempat
3. Mewujudkan harmonisasi dan sinergi berbagai program pemberdayaan
masyarakat untuk optimalisasi penanggulangan kemiskinan d. Meningkatkan
capaian manfaat bagi masyarakat miskin untuk mendorong peningkatan IPM
dan pencapaian sasaran MDGs
Sasaran pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan adalah:
1. Terbangunnya lembaga kepemimpinan masyarakat (BKM) yang aspiratif,
representatif, dan akuntabel untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya
partisipasi serta kemandirian masyarakat
2. Tersedianya PJM Pronangkis sebagai wadah untuk mewujudkan sinergi
berbagai program penanggulangan kemiskinan yang komprehensif dan
sesuai dengan aspirasi serta kebutuhan masyarakat dalam rangka
pengembangan lingkungan permukiman yang sehat, serasi, berjati diri dan
berkelanjutan
3. Meningkatnya akses terhadap pelayanan kebutuhan dasar bagi warga miskin
dalam rangka meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan
pencapaian sasaran MDGs
Petunjuk teknis partisipatif (Dirjen Cipta Karya, 2008). Pendekatan yang
digunakan dalam pencapaian tujuan dari pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan
adalah sebagai berikut:
1. Melembagakan pola pembangunan partisipatif yang berorientasi masyarakat
miskin dan berkeadilan, melalui pembangunan lembaga kepemimpinan
masyarakat (BKM) yang representatif, akuntabel, dan mampu menyuarakan
kepentingan masyarakat dalam proses-proses pengambilan keputusan dan
Perencanaan Partisipatif dalam menyusun PJM-Pronangkis berbasis pada
peningkatan IPM MDGs
2. Menyediakan stimulan BLM secara transparan untuk mendanai kegiatan
penanggulangan kemiskinan yang mudah dilakukan oleh masyarakat dan
membuka kesempatan kerja, melalui pembangunan sarana/prasarana
42
lingkungan, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, pengembangan
ekonomi lokal dengan prasyarat tertentu, memperkuat keberlanjutan
program dengan menumbuhkan rasa memiliki di kalangan masyarakat
melalui proses penyadaran kritis, partisipatif, pengelolaan hasil-hasilnya, dan
lainnya
3. Meningkatkan kemampuan perangkat pemerintah dalam perencanaan,
penganggaran, dan pengembangan paska program
4. Meningkatkan efektifitas perencanaan dan penganggaran yang lebih
berorientasi pada masyarakat miskin dan berkeadilan
Petunjuk teknis pengembangan KSM ( Dirjen Cipta Karya, 2008).
Kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan dilaksanakan melalui suatu lembaga
kepemimpinan masyarakat yang mengakar, representatif dan dipercaya disebut
Lembaga Keswadayaan Masyarakat (secara generik disebut Badan Keswadayaan
Masyarakat atau disingkat BKM), yang dibentuk melalui kesadaran kritis
masyarakat untuk menggali kembali nilai-nilai luhur kemanusiaan dan nilai-nilai
kemasyarakatan sebagai pondasi modal sosial (social capital) kehidupan
masyarakat.
BKM ini diharapkan mampu menjadi wadah perjuangan kaum miskin
dalam menyuarakan aspirasi dan kebutuhan mereka, sekaligus menjadi motor bagi
upaya penanggulangan kemiskinan yang dijalankan oleh masyarakat secara mandiri
dan berkelanjutan, mulai dari proses penentuan kebutuhan, pengambilan keputusan,
proses penyusunan program, pelaksanaan program hingga pemanfaatan dan
pemeliharaan. BKM bersama masyarakat bertugas menyusun Perencanaan Jangka
Menengah Program Penanggulangan Kemiskinan (yang kemudian lebih dikenal
sebagai PJM Pronangkis) secara partisipatif, sebagai prakarsa masyarakat untuk
menanggulangi kemiskinan di wilayahnya secara mandiri.
Atas fasilitasi pemerintah dan prakarsa masyarakat, BKM-BKM ini
mulai menjalin kemitraan dengan berbagai instansi pemerintah dan kelompok peduli
setempat. BKM memiliki unit pelaksana di bawahnya, yaitu Unit Pelaksana Sosial,
Unit Pelaksana Lingkungan dan Unit Pelaksana Keuangan.Unit-unit pelaksana ini
berada di bawah BKM dan bertanggung jawab kepada BKM.
43
BKM juga bertanggungjawab untuk menjamin keterlibatan semua lapisan
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang kondusif untuk
pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan
khususnya dan pembangunan masyarakat kelurahan pada umumnya. Lembaga-
lembaga partisipatif lainnya yaitu Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), yang
dibentuk di tingkat komunitas atau masyarakat untuk melakukan agenda kegiatan
secara langsung.KSM ini dapat dibentuk oleh siapa saja atau kelompok masyarakat
apabila diperlukan untuk melaksanakan suatu kegiatan tertentu yang dianggap perlu
bagi pembangunan dalam komunitas tersebut.
KSM ini diorganisasikan oleh tim relawan dan dibantu oleh tim
fasilitator terdiri dari warga kelurahan yang memiliki ikatan kebersamaan (common
bond) dan berjuang untuk mencapai tujuan bersama. KSM ini bukan hanya sekedar
pemanfaat pasif melainkan sekaligus sebagai pelaksana kegiatan terkait dengan
penangulangan kemiskinan yang diusulkan untuk didanai oleh LKM melalui
berbagai dana yang mampu digalang (Petunjuk Teknis KSM,2008).
Petunjuk teknis perencanaan infrastruktur perkotaan (Dirjen Cipta Karya,
2008). Bantuan untuk masyarakat dalam kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan
diwujudkan dalam bentuk bantuan pendampingan dan bantuan dana.
1) Bantuan Pendampingan
Bantuan pendampingan ini diwujudkan dalam bentuk penugasan konsultan
dan fasilitator beserta dukungan dana operasional untuk mendampingi dan
memberdayakan masyarakat agar mampu merencanakan dan melaksanakan
program masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan di kelurahan masing
asing.
2) Bantuan Dana
Bantuan dana diberikan dalam bentuk dana BLM (dana bantuan langsung
masyarakat). BLM ini bersifat stimulan dan sengaja disediakan untuk
memberi kesempatan kepada masyarakat untuk berlatih dengan mencoba
melaksanakan sebagian rencana kegiatan penanggulangan kemiskinan
44
Dana bantuan Langsung masyarakat dapat digunakan untuk kegiatan
kegiatan yang termasuk dalam komponen-komponen kegiatan lingkungan,
komponen kegiatan sosial, dan kompoonen kegiatan keuangan.
2.5 Model Penelitian
Berdasarkan pada latar belakang, kemudian dilakukan langkah
berikutnya yaitu pendekatan konsep pengembangan pemberdayaan masyarakat pada
pembangunan infrastruktur kota dalam PNPM Mandiri Perkotaan Denpasar Timur.
Penelitian tersebut nantinya dapat mengetahui atau menjawab dari rumusan masalah
dan tujuan penelitian seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Model penelitian
secara detail dijabarkan pada gambar 7, dalam alur model penelitian sebagai berikut
:
Gambar. 2.7 Alur Model Penelitian
Sumber: Analisa Penulis 2018
Model Pengembangan
Pemberdayaan Masarakat
pada Pembangunan
Infrastruktur Kota di Bali
( Studi : Program
Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri
Perkotaan Kec. Denpasar
Timur)
Hasil Pembangunan Infrastruktur
Perkotaan :
• Prasarana Jalan
• Draenase Permukiman
• Prasarana Jembatan
• Prasarana Pembagunan
Gedung
• Prasarana Kesehatan
• Prasarana Pendidikan
• Prasarana Permukiman dan
Perumahan
(Hasil Kegiatan PNPM Mandiri
Perkotaan/Kotaku, 2016 )
Evaluasi Peningkatan Kapasitas
Pelaku dan Masyarakat dalam
Pembangunan Infrastruktur Kota
(PTO PNPM Mandiri Perkotaan, 2011)
KESIMPULAN
DAN SARAN
Hasil dan Pembahasan Penelitian
berdasarkan Landasan Teori dan Pedoman
Teknis Operasional (PTO) Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM) Mandiri Perkotaan
Evaluasi Pembangunan Infrastruktur
Perkotaan Pada PNPM Mandiri
Perkotaan di Denpasar Timur
PTO PNPM Mandiri Perkotaan, 2011
Konsep Pemberdayaan Masyarakat
dalam Pembangunan Infrastruktur Kota
(Fujikake, 2008 & PTO PNPM Mandiri
Perkotaan/Kotaku, 2017 )
Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat
Menggunakan 12 Indikator
(Fujikake, 2008)