Case Report Session
STROKE HEMORAGIK
Oleh:
Febria Gusni Ragesta 1010311006
Muhammad Lingga Primananda 1110312008
Pembimbing:
Dsr. Amilus Ismail, Sp.S
BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF
RSUD DR. ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
BUKITTINGGI
2015
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 DEFINISI
Stroke merupakan manifestasi klinis yang di akibatkan adanya gangguan
pembuluh darah di otak, baik secara fokal maupun global, yang timbul secara
tiba-tiba (mendadak), berlangsung selama 24 jam atau lebih, tanpa adanya
penyebab lain selain gangguan vaskular.1-3
Klasifikasi stroke :8
a. Stroke non hemoragik (cerebral infarction)
Secara klinis terdiri dari :
1) TIA (Transient Ischemic Attack)
2) RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
3) Progressing stroke = stroke in evolusi
4) Complete stroke
Secara kausal terdiri dari :
1) Stroke trombotik
2) Stroke emboli/non trombotik
1
b. Stroke hemoragik
1) PSD (Perdarahan Sub Dural)
2) PSA (Perdarahan Sub Araknoid)
3) PIS (Perdarahan Intraserebral)
1.2 KLASIFIKASI STROKE HEMORAGIK
1. Perdarahan Sub Dural (PSD)
Perdarahan subdural terjadi diantara duramater dan araknoid.
Perdarahan dapat terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins)
yang menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam
dura mater atau karena robeknya araknoid.
2. Perdarahan Sub Araknoid (PSA)
Perdarahan Subaraknoid (PSA) adalah keadaan akut dimana
terdapatnya/masuknya darah ke dalam ruangan subaraknoid, atau
perdarahan yang terjadi di pembuluh darah di luar otak, tetapi masih di
daerah kepala seperti di selaput otak atau bagian bawah otak. PSA
menduduki 7-15% dari seluruh kasus Gangguan Peredaran Darah Otak
(GPDO). PSA paling banyak disebabkan oleh pecahnya aneurisma (50%).
3. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer
berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan
oleh trauma, dimana 70% kasus PIS terjadi di kapsula interna, 20% terjadi
2
di fosa posterior (batang otak dan serebelum) dan 10% di hemisfer (di luar
kapsula interna). PIS terutama disebabkan oleh hipertensi (50-68%).
Angka kematian untuk perdarahan intraserebral hipertensif sangat tinggi,
mendekati 50%. Perdarahan yang terjadi diruang supratentorium (diatas
tentorium cerebeli) memiliki prognosis yang baik apabila volume darah
sedikit. Namun, perdarahan kedalam ruang infratentorium didaerah pons
atau cerebellum memiliki prognosis yang jauh lebih buruk karena
cepatnya timbul tekanan pada struktur–struktur vital dibatang otak.8
1.3 VASKULARISASI OTAK
Gambar 1. Vaskularisasi Otak
3
Gambar 2. Vaskularisasi Otak
Darah mengalir ke otak melalui dua arteri yaitu arteri karotis dan arteri
vertebralis. Arteri karotis yang mendarahi otak terbagi 2 yaitu arteri karotis interna
dan arteri karotis eksterna. Arteri vertebralis yang mendarahi otak juga ada 2.
Cabang dari kedua arteri karotis dan vertebralis ini beranastomose membentuk
siklus arteriosus willis.4,5 Arteri vertebralis berasal dari arteri subclavia, dan
berlanjut ke spinal cord kemudian bergabung dan membentuk arteri basilar.4
Arteri karotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis,
naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam
sinus kavernosus, mempercabangkan arteri untuk nervus optikus dan retina,
akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media.6 Arteri
4
karotis interna memberikan vaskularisasi pada regio sentral dan lateral hemisfer.
Arteri serebri anterior memberikan vaskularisasi pada korteks frontalis, parietalis
bagian tengah, korpus kalosum dan nukleus kaudatus. Arteri serebri media
memberikan vaskularisasi pada korteks lobus frontalis, parietalis dan temporalis.7
Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang
berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis
transversalis di kolumna vertebralis servikalis, masuk rongga kranium melalui
foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli
inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri
basilaris dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat
mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang arteri serebri
posterior.6 Arteri vertebralis memberikan vaskularisasi pada batang otak dan
medula spinalis atas. Arteri basilaris memberikan vaskularisasi pada pons. Arteri
serebri posterior memberikan vaskularisasi pada lobus temporalis, oksipitalis,
sebagian kapsula interna, talamus, hipokampus, korpus genikulatum dan
mamilaria, pleksus koroid dan batang otak bagian atas.6
1.4 FAKTOR RISIKO
Faktor risiko stroke adalah faktor yang menyebabkan seseorang menjadi
lebih rentan atau mudah terkena stroke, antara lain :
a. Usia
Usia merupakan faktor risiko yang paling penting bagi semua stroke.
Insiden stroke meningkat secara eksponsial dengan bertambahnya usia.
5
Setelah umur 55 tahun risiko stroke iskemik meningkat 2 kali lipat setiap 10
tahun (risiko relatif ). Di Oxfordshire, selama tahun 1981–1986, tingkat
insiden stroke pada kelompok usia 45-54 tahun ialah 57 kasus per 100.000
penduduk dan pada kelompok usia 85 tahun keatas terdapat 1.987 kasus per
100.000 penduduk.
Tahun 1998 di Aucland, Selandia Baru, insiden stroke pada
kelompok usia 55-64 tahun ialah 2 per 100.000 penduduk dan di Soderham,
Swedia, insiden stroke pada kelompok usia yang sama 3,2 per 100.000
penduduk. Pada kelompok usia diatas 85 tahun dijumpai insiden stoke dari
18,4 per 100.000 di Rochester, Minnesota, dan 39,7 per 100.000 penduduk
di Soderham, Swedia.
b. Jenis Kelamin
Pada pria memiliki kecendrungan lebih besar untuk terkena stroke
dibandingkan dengan wanita, dengan perbandingan 2:1. Walaupun para pria
lebih rawan dari pada wanita pada usia yang lebih muda, tetapi para wanita
akan menyusul setelah usia mereka mencapai menopause. Hasil-hasil
penelitian menyatakan bahwa hormon berperan dalam hal ini, yang
melindungi para wanita sampai mereka melewati masa-masa melahirkan
anak. Pria berusia kurang dari 65 tahun memiliki risiko terkena stroke
iskemik atau perdarahan intraserebral lebih tinggi sekitar 20% dari pada
wanita. Namun, wanita usia berapa pun memiliki risiko perdarahan
subaraknoid sekitar 50% lebih besar.
6
Menurut data dari 28 Rumah Sakit di Indonesia pada tahun 2000,
ternyata bahwa kaum pria lebih banyak menderita stroke dibandingkan
kaum wanita. Risiko relatif stroke 1,25 kali lebih besar pada pria dibanding
wanita.
c. Ras / Suku Bangsa
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada orang
kulit putih. Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya hidup.
Pada tahun 2004 di Amerika terdapat penderita stroke pada laki-laki yang
berkulit putih sebesar 37,1% dan yang berkulit hitam sebesar 62,9%
sedangkan pada wanita yang berkulit putih sebesar 41,3% dan yang berkulit
hitam sebesar 58,7%.
d. Riwayat Keluarga dan Genetika
Kelainan turunan sangat jarang menjadi penyebab langsung stroke.
Namun, gen memang berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke,
misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes, dan kelainan pembuluh
darah. Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota
keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun. Anggota
keluarga dekat dari orang yang pernah mengalami PSA memiliki
peningkatan risiko 2-5% terkena PSA.
e. Riwayat Stroke
Bila seseorang telah mengalami stroke, hal ini akan meningkatkan
terjadinya serangan stroke kembali/ulang. Dalam waktu 5 tahun,
kemungkinan akan terjadi stroke kembali sebanyak 35-42%.
7
f. Diabetes Mellitus
Gula darah yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel
pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. Pada orang yang
menderita Diabetes Mellitus risiko untuk terkena stroke 1,5-3 kali lebih
besar (risiko relatif).8
1.5 PATOFISIOLOGI
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola mengalami perubahan
patologik pada dinding pembuluh darah. Kenaikkan tekanan darah dapat
menginduksi pecahnya pembuluh darah. Jika pembuluh darah tersebut pecah,
maka perdarahan dapat berlanjut sampai 6 jam dan jika volumenya besar akan
merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik.
Jika perdarahan yang ditimbulkan ukurannya kecil maka masa darah hanya
dapat merasuk dan menyela diantara selaput akson masa putih tanpa merusaknya.
Pada keadaan ini absorpsi darah akan diikuti oleh pulihnya fungsi-fungsi
neurologis. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi masa otak,
peninggian TIK, dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falx
cerebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat di sebabkan karena kompresi batang otak, hemisfer otak,
dan perdarahan batang otak sekunder. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi
pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, pons. Elemen-elemen
vaso aktif darah yang keluar serta cascade iskemik akibat menurunnya tekanan
perfusi menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terken darah dan sekitarnya
8
lebih tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila
volume darah lebih dari 60cc, maka risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan
dalam dan 71% perdarahan luas. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebral
dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%.
Volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal.9
1.6 MANIFESTASI KLINIS10
Stroke hemoragik biasa timbul tanpa adanya tanda peringatan, paling
sering terjadi pada saat pasien bangun. Sakit kepala merupakan 50% gejala yang
terjadi dan mungkin berat dan muntah merupakan gejala yang umum. Tekanan
darah naik setelah terjadinya perdarahan. Pada pasien dengan tekanan darah
normal atau rendah dengan stroke dapat menyulitkan diagnosis bila onset terjadi
pada usia sebelum 50 tahun.
Setelah terjadi perdarahan, edema pada area sekitar perdarahan akan
terjadi dan menghasilkan perburukan pada pasien dari hitungan menit sampai hari.
Durasi perdarahan juga mempengaruhi keadaan pasien. Bila defisit yang terjadi
telah stabil, maka perbaikan pun akan terjadi secara pelahan. Hal ini dapat terjadi
karena defisit yang terjadi pada prinsipnya karena proses kompresi oleh
perdarahan dan edema yang timbul, sehingga perbaikan neurologis dapa terjadi.
Perdarahan karena hipertensi dapat menyebabkan ruptur jaringan otak
sampai ke ventrikel dan mengakibatkan cairan serebrospinal bercampur dengan
darah. Akibat fatal yang terjadi behubungan dengan herniasi diakibatkan
kombinasi dari efek masa hematoma dan edema yang terjadi.
9
Manifestasi klinis bervariasi tergantung tempat terjadinya perdarahan,
yaitu :
1. Deep cerebral hemorrhage, tempat yang paling sering adalah di putamen
dan di thalamus yang dipisahkan oleh bagian posterior dari kapsula interna.
Segmen dari kapsula interna ini dilalui oleh serabut motorik desendens dan
serabut sensorik asendens, termasuk radiasi optik. Penekanan pada serabut
saraf ini dari lateral (putaminal) atau medial (talamik) oleh hematom akan
mengakibatkan defisit sensorimotor yang kontralateral. Secara umum,
perdarahan putaminal akan mengakibatkan defisit motorik yang lebih berat
dan pada perdarahan talamik akan mengakibatkan gangguan sesorik yang
lebih berat. Hemianopia homonim dapat terjadi sebagai fenomena transient
setelah perdarahan talamik dan sering menetap pada perdarahan putaminal.
Pada perdarahan talamik yang luas dapat terjadi deviasi mata ke bawah
seperti saat melihat ke puncak hidung, hal ini terjadi karena desakan ke atas
pada bagian tengah mesensefalon. Afasia dapat terjadi jika perdarahan
menyebabkan penekanan pada area bahasa korteks.
2. Lobar hemorrhage, terjadi pada bagian subkorteks substansia alba lobus
frontal, parietal, temporal dan oksipital. Gejala dan tanda yang muncul
bervariasi tergantung dari lobus yang diterkena. Gejala yang dapat terjadi
termasuk sakit kepala, muntah, hemiparesis, defisit hemisensorik, afasia,
dan abnormalitas lapangan pandang. Kejang lebih sering terjadi pada tipe ini
dibandingkan dengan perdarahan pada lokasi lain. Koma jarang terjadi.
10
3. Pontine hemorrhage, dengan perdarahan pada pons, koma dapat terjadi
dapat hitungan detik sampai menit dan biasanya berujung pada kematian
dalam waktu 48 jam. Temuan kelainan pada mata khas yaitu pinpoint
pupils. Tidak ditemukan adanya gerakan mata horizontal, tapi gerakan mata
vertikal dapat terjadi. Pada beberapa pasien, dapat terjadi ocular bobbing,
sebuah gerakan ke bawah pada kedua mata dengan interval sekitar 5 detik.
Pasien sering quadriparesis dan memperlihatkan posisi deserebrasi. Demam
kadang dapat terjadi. Perdarahan biasanya dapat pecah ke venrikel IV dan
penyebaran perdarahan ke arah rostral dapat menyebabkan midposition fixed
dari pupil. Pada perdarahan minimal yang menyisakan sistem aktivasi
retikuler akan terjadi defisit yang lebih ringan dan perbaikan sempurna juga
dapat terjadi.
4. Cerebellar hemorrhage, gejala khas dari perdarahan ini (sakit kepala,
pusing, muntah dan ketidakmampuan untuk berdiri dan berjalan) terjadi
secara tiba-tiba dalam hitungan menit seletah onset perdarahan. Walaupun
pasien awalnya hanya terlihat kebingungan ringan, perdarahan yang luas
bisa mengakibatkan koma dalam 12 jam pada 75% kasus dan 24 jam pada
90% kasus. Ketika koma sudah terjadi, manifestasi klinis sulit dibedakan
dari perdarahan pontin.
11
Gambar 3. Deep Cerebral Hemorrhage. Atas: potongan aksial. Bawah:
perdarahan putaminal (1), perdarahan talamik (2), perdarahan talamik dapat
berkembang ke ventrikel atau menekan hipotalamus atau menekan ke atas bagian
tengah (3).10
12
Tabel 1. Manifestasi Klinis pada Perdarahan Intraserebral.10
1.7 DIAGNOSIS
Diagnosis stroke hemoragik dapat dilakukan dari hasil temuan klinis dan
dibantu oleh pemeriksaan penunjang terutama periksaan ragiologi yang sangat
membantu dalam membedakannya dengan stroke iskemik :11
1. Temuan klinis
Anamnesis :
Terdapat keluhan/gejala defisit neurologi yang mendadak
Tidak ada trauma kepala
13
Ada faktor resiko CVD
Pemeriksaan Fisik
Ada defisit neurologi fokal
Terdapat bising pada auskultasi atau kelainan pembuluh darah
Pemeriksaan lainnya
Skor Gajah Mada, dilakukan berdasarkan atas penilaian:
a. Penurunan kesadaran
b. Nyeri kepala
c. Refleks Babinsky
Penurunan
Kesadaran
Nyeri Kepala Refleks Babinsky Diagnosis
+ + + Stroke Hemoragik
+ - - Stroke Hemoragik
- + - Stroke Hemoragik
- - + Stroke Iskemik Akut
atau Stroke Infark
- - - Stroke Iskemik Akut
atau Stroke Infark
14
Skor Siriraj
= (2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x sakit kepala) + (0,1 x diastol) –
(3 x ateroma) - 12
Keterangan
Kesadaran :
2 = soporous/koma,
1 = somnolen,
0 = komposmentis
Muntah :
1 = ada,
0 = tidak ada
Sakit Kepala
1 = ada,
0 = tidak ada
Ateroma :
1 = DM, angina, claudicatio intermitten ( jika 1 dari 3 ada yang
positif),
0 = jika tidak ada
Penilaian :
> 1 = hemoragik
< -1= infark
-1 s.d. 1 = meragukan
15
2. Pemeriksaan penunjang (CT scan atau MRI)
Gambar 4. CT scan pada Perdarahan Intraserebral. Panah kiri: darah pada daerah
talamus, panah atas: penyebaran ke ventrikel III, panah bawah: penyebaran
ipsilateral ke oksipital horn ventrikel lateral, panah kanan: penyebab kontralateral
ventrikel lateral.10
1.8 DIAGNOSIS BANDING10
Pada perdarahan putaminal, talamik, dan lobar sulit dibedakan dengan
infark serebri. Keberadaan sakit kepala yang hebat, mula dan muntah, serta
penurunan kesadaran sangat berguna sebagai pertana telah terjadinya perdarahan.
CT scan secara defintif dapat membedakan kelainan utama.
Stroke batang otak atau infark serebellar dapat terlihat seperti perdarahan
serebellar. Bila mengarah kepada perdarahan serebellar maka CT scan atau MRI
adalah penunjang yang sangat berguna karena hematoma dapat secara cepat dan
16
akurat dilihat. Pada keadaan CT scan dan MRI tidak tersedia angiografi vertebral
harus dilakukan. Lumbal punksi dapat mempercepat terjadinya herniasi, sehingga
tidak dianjurkan untuk dilakukan pada perdarahan serebellar.
Seperti perdarahan serebellar, vestibulopati perifer akut memperlihatkan
mual, muntal, dan ataksia gait. Tetapi sakit kepala yang hebat, peningkatan
tekanan darah, atau onset usia tua sangat mengarahkan pada perdaraha serebellar.
1.9 PENATALAKSANAAN
Pengobatan secara umum13
1. Pertahankan saluran pernafasan yang baik
2. Pertahankan tekanan darah yang cukup, untuk itu evaluasi fungsi jantung
dan organ vital lain
3. Pertahankan milieu intern, yaitu kualitas darah cairan dan elektrolit, protein
darah, dan keseimbangan asam basa yang baik
4. Pertahankan bladder dan rektum
5. Hindarkan berlangsungnya febris, dan pemakaian glukosa dalam nutrisi
parenteral
Pengobatan stroke hemoragik10
1. Pembedahan
a. Dekompresi Serebellar, pembedahan dekompresi hematom merupakan
interventi terapeutik yang paling penting pada perdarahan. Dengan
17
dilakukannya prosedur ini, akibat fatal juga dapat terjadi. Prosedur ini
juga dapat mengakibatkan defisit neurologis. Pembedahan dapat
menghasilkan hasil yang lebih baik pada pasien yang respon sehingga
harus dilakukan sesegera mungkin pada pasien yang sadar.
b. Dekompresi Serebri, pembedahan akan berguna bila perdarahan
superfisial pada substansia alba cukup luas untuk mengakibatkan
terjadinya midline shift dan herniasi insipiens. Prognosis dari tindakan ini
berkaitan dengan kesadaran pada saat sebelum dioperasi dan biasanya
pembedahan kurang bermanfaat pada pasien yang sudah koma.
c. Kontraindikasi Pembedahan, pembedahan tidak diindikasikan pada
perdarahan pontin dan deep cerebral hemorrhage karena pada
kebanyakan kasus akan terjadi dekompresi secara spontan akibat
rupturnya ke dalam ventrikel.
2. Obat
Antikoagulan dan antitrombotik harus dihentikan pada perdarahan
intraserebral akut, kecuali pada kebutuhan khusus (menggunakan katup
jantung buatan). Koagulopati harus ditangani dengan pemberian fresh-
frozen plasma dan vitamin K. Penggunaan agen antihipertensi pada
perdarahan intraserebral akut masih kontroversi karena tekanan darah yang
lebih rendah dapat menyebabkan perubahan aliran darah otal yang bisa
mengakibatkan terjadinya infark, tapi hipertensi dapat menyebabkan edema
otak yang lebih parah. Pada kondisinya penurunan tekanan diastol sampai
sekitar 100 mmHg dapat dilakukan dengan perhatian yang baik karena
pembuluh darah otal lebih sensitif terhadap agent antihipertensi.
18
Nitrogliserin dapat digunakan atau diuretik juga membantu pada yang
mengalami kelebihan cairan sebagai antihipertensi.
Tidak ada pengobatan efektif lain yang dapat diberikan. Perdarahan
ulang dapat terjadi, tapi pemberian antifibrinolitik atau recombinant
activated factor VII tidak meningkatkan keadaan kepada yang lebih baik.
Kortikosteroid biasa diresepkan untuk mengurangi edema otak vasogenik
pada pasien dengan perdarahan intraserebal, tapi bukti dari hasil
pengobatannya kurang. Antiedema hanya memberikan manfaat sementara.
1.10 PROGNOSIS10
Prognosis dari stroke hemoragik tergantung dari beberapa faktor, yang
paling penting adalah keparahan dari defisit neurologis. Umur pasien, penyebab
stroke, dan keberadaan penyakit lain juga mempengaruhi prognosis. Secara
keseluruhan kurang dari 80% pasien dengan stroke yang dapat bertahan paling
kurang 1 bulan dan yang bertahan 10 tahun yang sekitar 35%. Pada pasien yang
dapat melewati periode akut, sekitar setengah atau dua pertiganya bisa
mendapatkan kembali fungsi tubuhnya, hanya 15% yang selanjutnya
membutuhkan penanganan lebih lanjut.
19
BAB II
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN :
Nama : Ny. I
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 51 tahun
Suku bangsa : Minangkabau
Alamat : Harau, 50 Kota
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Autoanamnesis :
Seorang pasien, Ny. I, perempuan, umur 51 tahun dirawat di bangsal
Neurologi RSUD Dr. Achmad Muchtar, Bukit Tinggi pada tanggal 26 September
2015 dengan:
Keluhan Utama :
Penurunan Kesadaran sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang:
Penurunan Kesadaran sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit, terjadi
tiba-tiba, saat pasien sedang istirahat
Lemah anggota gerak kanan sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit,
kelemahan dirasakan tiba-tiba saat pasien sedang istirahat.
Bicara pelo tidak ada.
Sakit kepala dirasakan pasien sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit
Mual tidak ada, muntah tidak ada
20
Kejang tidak ada
Demam tidak ada
Buang air kecil biasa
Buang air besar biasa
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat menderita penyakit hipertensi lama sejak ± 3 tahun yang lalu,
kontrol tidak teratur
Riwayat menderita penyakit jantung tidak ada
Riwayat menderita penyakit stroke sebelumnya tidak ada
Riwayat penyakit gula tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat stroke pada anggota keluarga tidak ada
Ayah dan kakak pasien menderita penyakt hipertensi
Riwayat Pribadi dan Sosial :
Pasien seorang ibu rumah tangga
Riwayat merokok (-), riwayat minum alkohol,
Riwayat memakai KB hormonal ada
PEMERIKSAAN FISIK
Umum
Keadaan umum : Sakir Berat
Kesadaran : Soporocomatus (E2M3V2)
Kooperatif : tidak kooperatif
Nadi/ irama : 80 x/menit
21
Pernafasan : 20 x/menit
Tekanan darah : 170/110 mmHg
Suhu : 37 oC
Turgor kulit : baik
Kulit dan kuku : pucat (-), sianosis (-)
Kelenjar Getah Bening
Leher : tidak teraba pembesaran KGB
Aksila : tidak teraba pembesaran KGB
Inguinal : tidak teraba pembesaran KGB
Torak
Paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari lateral LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung melebar ke lateral dan inferior
Auskultasi : irama murni, teratur, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : membuncit tidak ada
Palpasi : hepar dan lien tak teraba
Perkusi : timpani
22
Auskultasi : bising usus (+) N
Korpus Vertebrae
Inspeksi : deformitas (-)
Palpasi : gibus (-)
Status Neurologikus
1. Tanda rangsangan selaput otak
Kaku kuduk : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Tanda Kernig : (-)
2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial
Pupil isokor, diameter 2m/2mm , reflek cahaya +/+, papil edema (-)
Muntah proyektil tidak ada
3. Pemeriksaan nervus kranialis
N. I (Olfaktorius)
Penciuman Kanan Kiri
Subjektif Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Objektif (dengan bahan) Tidak diperiksa Tidak diperiksa
N. II (Optikus)
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam penglihatan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Lapangan pandang Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Melihat warna Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
23
Funduskopi Tidak diperiksa Tidak diperiksa
N. III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola mata Bulat Bulat
Ptosis Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Gerakan bulbus Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Strabismus Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Nistagmus Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Ekso/endotalmus Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Pupil
Bentuk
Refleks cahaya
Refleks akomodasi
Refleks konvergensi
isokor
(+)
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
isokor
(+)
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
N. IV (Trochlearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Sikap bulbus Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Diplopia Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
N. VI (Abdusen)
24
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Sikap bulbus Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Diplopia Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
Membuka mulut
Menggerakkan rahang
Menggigit
Mengunyah
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Sensorik
Divisi oftalmika
- Refleks kornea
- Sensibilitas
Tidak dilakukan
Tidak dapat dinilai
Tidak dilakukan
Tidak dapat dinilai
Divisi maksila
- Refleks masetter
- Sensibilitas
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Divisi mandibular
- Sensibilitas Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
N. VII (Fasialis) Plica nasolabialis kiri lebih datar
25
Kanan Kiri
Raut wajah Simetris
Sekresi air mata Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Fissura palpebral Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Menggerakkan dahi Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Menutup mata Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Mencibir/ bersiul Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Memperlihatkan gigi Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Sensasi lidah 2/3 depan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Hiperakusis Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
N. VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
Suara berbisik Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Detik arloji Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Rinne tes Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Weber tes Tidak diperiksa
Schwabach tes
- Memanjang
- Memendek
Tidak diperiksa
Nistagmus
- Pendular
- Vertikal
- Siklikal
Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
26
Pengaruh posisi kepala Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
N. IX (Glossopharyngeus)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Refleks muntah (Gag Rx) Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
N. X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Uvula Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Menelan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Suara Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Nadi
N. XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Menoleh ke kiri Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Mengangkat bahu kanan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Mengangkat bahu kiri Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
N. XII (Hipoglosus)
27
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Kedudukan lidah dijulurkan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Tremor Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Fasikulasi Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Atropi Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
4. Pemeriksaan koordinasi
Cara berjalan Tidak dapat
dinilai
Disartria Tidak dapat
dinilai
Romberg tes Tidak dapat
dinilai
Disgrafia Tidak dapat
dinilai
Ataksia Tidak dapat
dinilai
Supinasi-
pronasi
Tidak dapat
dinilai
Reboundphenomen Tidak dapat
dinilai
Tes jari hidung Tidak dapat
dinilai
Test tumit lutut Tidak dapat
dinilai
Tes hidung jari Tidak dapat
dinilai
5. Pemeriksaan fungsi motorik
a. Badan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
b. Berdiri dan
berjalan
Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
28
c. Ekstremitas Superior Inferior
Tidak dapat
dinilai
Tidak dapat
dinilai
Tidak dapat
dinilai
Tidak dapat
dinilai
Gerakan Tidak dapat
dinilai
Tidak dapat
dinilai
Tidak dapat
dinilai
Tidak dapat
dinilai
Kekuatan Tidak dapat
dinilai
Tidak dapat
dinilai
Tidak dapat
dinilai
Tidak dapat
dinilai
Tropi Tidak dapat
dinilai
Tidak dapat
dinilai
Tidak dapat
dinilai
Tidak dapat
dinilai
Tonus Tidak dapat
dinilai
Tidak dapat
dinilai
Tidak dapat
dinilai
Tidak dapat
dinilai
6. Pemeriksaan sensibilitas
Sensibiltas taktil Tidak dapat dinilai
Sensibilitas nyeri Tidak dapat dinilai
Sensiblitas termis Tidak dapat dinilai
Sensibilitas kortikal Tidak dapat dinilai
Stereognosis Tidak dapat dinilai
Pengenalan 2 titik Tidak dapat dinilai
Pengenalan rabaan Tidak dapat dinilai
7. Sistem refleks
29
a. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea Tidak dapat
dinilai
Tidak dapat
dinilai
Biseps - ++
Berbangkis Triseps - ++
Laring KPR - ++
Masetter APR - ++
Dinding perut Bulbokver
nosus
Atas Cremaster
Tengah Sfingter
Bawah
b.Patologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Lengan Babinski (-) (-)
Hoffmann-
Tromner
(-) (-) Chaddocks (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)
Tungkai (-) (-)
8. Fungsi otonom
30
- Miksi : baik
- Defekasi : baik
- Sekresi keringat: baik
9. Fungsi luhur : Baik
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah :
Rutin : Hb : 13,3 gr/dl
Leukosit : 17.620/mm3
LED : 37 mm/jam
Kimia darah :LDL : 175 mg/dl
Kalium : 3,17 mEq/l
Natrium : 144,7 mEq/l
Clorida : 107,8 mEq/l
RENCANA PEMERIKSAAN TAMBAHAN
Brain CT Scan
EKG
Rontgen Thorak
DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : Penurunan kesadaran ec stroke hemoragik
Diagnosis Topik : Subkortek serebri
Diagnosis Etiologi : Stroke hemoragik
31
Diagnosis Sekunder : Hipertensi Stage II, tidak terkontrol
DIAGNOSIS BANDING
Meningitis
Ensefalitis
Stroke non hemoragik
PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ed malam
Quo ad sanam : dubia ed malam
Quo ad fungsionam : dubia ed malam
Terapi :
- Umum : Ekstensi kepala 30 derajat
Awasi keadaan umum dan vital sign
O2 3L/menit
NGT
- Khusus : IVFD RL 20 tts/menit
Inj ranitidin 2 x 1
Vit K 2 x 1
Ditranex 2 x 1
Cefepime 2 x 1
PCT inf
Amlodipin 1 x 1
32
Captopril 2 x 50
Herbeser 1 x 100
Fenitoin 3 x 1
Simvastatin 10, 1 x 1
Bicnat 3 x 1
Asam Folat 1 x 1
Atendol 1 x 1
Manitol 250
33
FOLLOW UP
Rabu, 3/11/2015:
S/ lemah anggota gerak kanan (+)
O/
KU Kesadaran TD Nd Nf T
Berat Coma 230/130 80 x/ menit 22 x/menit 370C
Status neurologikus : GCS E1M3V1 5
TRM (-), ↑ TIK (-)
Pupil isokor, diameter 2m/2mm, reflek cahaya +/+
Nervus kranialis : sulit dinilai
Motorik : sulit dinilai
Eutonus, eutropi
Sensorik : sulit dinilai
Otonom : baik
RF
- ++
- ++
RP
- -
- -
A/ Stroke hemorragik
P/ - Umum : Ekstensi kepala 30 derajat
34
Awasi keadaan umum dan vital sign
O2 3L/menit
NGT
- Khusus : IVFD RL 20 tetes/memit
Inj ranitidin 2 x 1
Vit K 2 x 1
Ditranex 2 x 1
Cefepime 2 x 1
PCT inf
Amlodipin 1 x 1
Captopril 2 x 50
Herbeser 1 x 100
Fenitoin 3 x 1
Simvastatin 10, 1 x 1
Bicnat 3 x 1
Asam Folat 1 x 1
Atendol 1 x 1
Manitol 250
35
BAB III
DISKUSI
Telah dirawat seorang pasien, Ny. R, perempuan, umur 51 tahun dirawat
di bangsal Neurologi RSUD Dr. Achmad Muchtar, Bukit Tinggi pada tanggal 3
Oktober 2015 dengan diagnosis klinik Penurunan kesadaran ec stroke hemoragik.
Diagnosis topik subkortek serebri. Diagnosis etiologi adalah Stroke hemoragik.
Diagnosis sekunder ialah Hipertensi stage II, tidak terkontrol. Diagnosis ini
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa pasien datang Penurunan
Kesadaran sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit, terjadi tiba-tiba, saat pasien
sedang istirahat, lemah anggota gerak kanan sejak 2 jam sebelum masuk rumah
sakit. Awalnya pasien mengeluhkan sakit kepala, kemudian pasien beristirahat,
dan 5 menit kemudian pasien sulit d bangunkan. Kelemahan dirasakan tiba-tiba
saat pasien sedang istirahat, bicara pelo tidak ada, sakit kepala dirasakan pasien
sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit, mual dan muntah tidak ada, kejang tidak
ada, demam tidak ada. Pasien juga mempunyai riwayat menderita penyakit
hipertensi lama sejak ± 3 tahun yang lalu, kontrol tidak teratur. Riwayat menderita
penyakit jantung tidak ada. Riwayat menderita penyakit stroke sebelumnya tidak
ada. Riwayat penyakit gula tidak ada. Pada riwayat penyakit keluarga ditemukan
ayah dan kakak pasien menderita penyakt hipertensi.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien soporocomatus
dengan GCS 7 (E2M3V2). Pada status neurologi ditemukan TRM kanan (-), Pupil
36
isokor, diameter 2m/2mm, reflek cahaya +/+, pada pemeriksaan nervus kranialis
plica nasolabialis sulit dinilai. Pada pemeriksaan motorik, sulit dinilai,
sensoriknya sulit dinilai, otonomnya baik. Refleks fisiologis kanan (-), kiri + dan
refleks patologis -/-.
Pada pasien ini dianjurkan untuk melakukan brain-CT scan yang bertujuan
unutk mengetahui lokasi dari stroke hemoragik, EKG dan rontgen foto thorak
untuk mendeteksi kelainan pada jantung. Dari hasil Ct scan di dapatkan kesan
intra parenkimal (frontotemporoparietal kiri) serta intra ventrikular hemioagonis
dengan herniasi ke kanan. Hematoma jaringan lunak ekstrakranial temporoparietal
kanan serta temporal kiri.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah pemberian ranitidin inj, vit K,
ditranex,cefepime, PCT inf, amlodipin, captopril, herbeser, fenitoin, simvastatin,
bicnat, asam Folat, atendol, manitol.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Gubitz G, Sandercock P. Extracts from clinical evidence.Acute ischemic
stroke. BMJ 2000; 320: 692-6.
2. Setyopranoto I. Update management of acute stroke. Stoke Unit Departement
of Neurology Faculty of Medicine Gajah Mada University. Yogyakarta.
3. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. 2005. Gambaran umum
tentang gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology
edisi kedua editor Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. Hal
81-102
4. Neuroems. Blood flow through the brain, pt.1. Di unduh 6 Oktober 2015 pada
http://www.neuroems.com/2014/03/15/blood-flow-through-the-brain-pt-1-
overview.
5. Akhyar YI. Sistem karotis. Faculty of medicine university of Riau.
Pekanbaru. 2009.
6. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. 2005. Gambaran umum
tentang gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology
edisi kedua editor Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. Hal
81-102
7. Widjaja, L 1993. Stroke patofisiologi dan penatalaksanaan. Lab/bagian Ilmu
Penyakit Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.Hal 1-48.
8. Melati S. Analisis akrilamida dalam minyak goreng bekas pakai secara
kromatografi cair kinerja tinggi. Skripsi S1. Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara Medan. Medan. 2011.
38
9. Harsono, Neurologi klinik. Jakarta.PERDOSSI dan Gajah Mada press. 2011.
10. Simon, RP, Aminoff MJ, Greenberg DA. 2009. Clinical Neurology, 7th
Edition. McGraw-Hill Lange, USA. Hal 293-327.
11. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. 2005. Gambaran umum
tentang gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology
edisi kedua editor Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. Hal
81-102.
12. Chandra, B. 1994. Stroke dalam nurology Klinik Edisi Revisi. Lab/bagian
Ilmu Penyakit Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. Hal 28-51.
13. Widjaja, L 1993. Stroke patofisiologi dan penatalaksanaan. Lab/bagian Ilmu
Penyakit Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.Hal 1-48.
39
Recommended