Transcript

BAB 4 KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA Komunikasi adalah faktor penting dalam manajemen lintas-budaya, khususnya dalam mengatasi persoalan sifat hubungan orang, yang berisi motivasi, leadership, interaksi kelompok dan negosiasi. Budaya dibawa dan diulang lewat komunikasi di satu bentuk atau bentuk lainnya. Budaya dan komunikasi bisa saling terkait, bahkan dianggap sinonim. Dengan memahami hubungan ini, manajer bisa menghasilkan manajemen lintas-budaya yang konstruktif. Komunikasi, baik dalam bentuk tulisan, bicara, mendengar, atau lewat Internet, adalah bagian dari peran manajer, dan menguras mayoritas waktu manajer dalam kerjanya. Studi oleh Mintzberg menemukan betapa pentingnya komunikasi lisan. Dia menemukan bahwa manajer menghabiskan 50 dan 90 persen waktunya bicara ke orang. Kemampuan manajer dalam komunikasi efektif lintas-budaya bisa menentukan kesuksesan transaksi bisnis internasional atau output angkatan kerjanya. Perlu untuk memecah elemen dalam proses komunikasi agar kita bisa memahami isu lintas-budaya dan memaksimalkan proses komunikasi lintas-budaya itu. PROSES KOMUNIKASI Istilah komunikasi mendeskripsikan proses pembagian makna dengan mengirim pesan lewat media seperti kata, perilaku, atau artifak materi. Manajer melakukan komunikasi untuk mengkoordinasi aktivitas, menyebarkan informasi, memotivasi orang, dan menegosiasi rencana masa depan. Penting bagi penerima untuk menginterpretasikan makna dari komunikasi dalam cara yang diinginkan pengirim. Sayangnya, proses komunikasi berisi tahap yang bisa mempengaruhi makna. Apapun yang bisa melemahkan komunikasi makna disebut noise. Sebab utama dari noise berasal dari fakta bahwa pengirim dan penerima

1

masing-masing berada di dunia privat yang menjadi ruang hidupnya. Konteks dunia privat ini, berdasarkan budaya, pengalaman, hubungan, nilai dan sebagainya, menentukan interpretasi makna dalam komunikasi. Orang menyaring, atau memahami secara selektif, pesan yang konsisten dengan harapan dan persepsi realita dan juga nilai dan norma perilakunya. Semakin berbeda budayanya, semakin besar kecenderungan misinterpretasi. Samovar, Porter dan Jain mengatakan bahwa faktor budaya bisa mempengaruhi proses komunikasi: Budaya bukan hanya menentukan siapa yang bicara dengan siapa, tentang apa, dan bagaimana cara melakukan komunikasi, tapi juga membantu menentukan bagaimana cara orang mengatur pesan, memberikan makna ke pesan, dan kondisi ketika pesan harus dikirim, diberitahukan atau diinterpretasikan. Faktanya, perilaku komunikasi kita selalu menggunakan budaya. Budaya, karena itu, menjadi pondasi komunikasi. Ketika budayanya beragam, praktek komunikasi juga beragam. Komunikasi, karena itu, adalah proses kompleks yang menghubungkan atau membagi persepsi pengirim ke dan ruang penerima. hidup Pengirim yang perseptif penerima membangun jembatan penerima. Setelah

menginterpretasikan pesan dan menarik keismpulan dari maksud pengirim, dia mengingat dan mengirim lagi responnya, sehingga membuat komunikasi menjadi proses siklus. Proses komunikasi dengan cepat berubah sebagia imbas dari perkembangan teknologi. Karena itu, ini membawa bisnis global ke laju pertumbuhan yang fenomenal. Noise Budaya Dalam Proses Komunikasi Karena fokusnya diberikan ke komunikasi lintas-budaya efektif, maka penting bisa memahami variabel budaya apa yang menyebabkan noise di proses

2

komunikasi. Pengetahuan tentang noise budaya variabel budaya yang melemahkan komunikasi makna membuat kita mengambil tindakan mengurangi noise dan meningkatkan komunikasi. Ketika anggota satu budaya mengirim pesan ke anggota budaya lain, komunikasi lintas-budaya bisa terjadi. Pesan ini berisi makna yang memang diinginkan encoder (pengirim). Ketika menjangkau penerima, meski begitu, ini menghasilkan perubahan yang mana budaya decoder (penerima) menjadi bagian dari makna. Perhatikan atribusi perilaku yang berbeda di setiap partisipan. Atribusi adalah proses ketika orang mencari penjelasan tentang perilaku orang lain. Ketika sadar bahwa mereka tidak memahami satu sama lainnya, mereka menyalahkan orang lain dengan ungkapan bodoh dan tolol. Bagaimana cara menghindari ini? Kita tidak punya banyak informasi tentang orang atau konteks situasi, tapi kita bisa mempelajari variabel yang bisa digunakan sebagai basis analisis. HUBUNGAN BUDAYA-KOMUNIKASI Bagian berikut akan mengulas beberapa elemen budaya yang mempengaruhi komunikasi. Kondisi saat orang mampu melakukan komunikasi efektif ditentukan oleh sama atau tidaknya harapan budaya orang lain. Meski begitu, gap budaya bisa diatasi dengan mempelajari dan memahami variabel ini dan mencari cara menyesuaikan dengan itu. Kepercayaan dalam Komunikasi Komunikasi efektif, dan kolaborasi aliansi antar bangsa, ditentukan oleh pemahaman informal antar pihak yang didasarkan pada kepercayaan antar mereka. Meski begitu, makna kepercayaan dan cara ini dibentuk dan dikomunikasikan bisa berbeda antar masyarakat. Di China dan Jepang, contohnya, transaksi bisnis didasarkan pada network hubungan jangka panjang berdasarkan kepercayaan, bukan kontrak formal dan hubungan yang tipikal

3

United States. Ketika ada kepercayaan antar pihak tersebut, pemahaman bisa muncul dalam komunikasi. Pemahaman ini memberikan keuntungan ke bisnis, termasuk mendorong komunikator mengesampingkan perbedaan budaya dan meminimkan masalah. Ini membuat komunikator bisa menyesuaikan diri ke kondisi tidak terduga dengan sedikit konflik. Ini juga membantu menciptakan komunikasi terbuka yang akan menukar ide dan informasi. Dari penelitian tentang kepercayaan di kolaborasi global, John Child memberikan panduan pembentukan kepercayaan: Menciptakan basis jelas untuk keuntungan mutual. Harus ada komitmen realistik dan intensi baik untuk menghormati itu. Meningkatkan prediktabilitas: Berusaha menyelesaikan konflik dan menjaga komunikasi agar terbuka. Menghasilkan ikatan mutual lewat sosialisasi dan kontak yang ramah. Apa yang bisa diantisipasi manajer untuk menghasilkan level kepercayaan di dalam komunikasinya dengan orang di negara lain? Jika eksperimen didasarkan pada seberapa besar keterpercayaan ke seseorang, maka ini berbeda berdasarkan apakah ada atau tidak budaya yang mendukung norma dan nilai yang membuat orang harus bertindak kredibel. Apakah ada perbedaan antar masyarakat dalam mengukur kepercayaan? Ada beberapa wawasan dalam nilai budaya ketika menjelaskan kepercayaan. Hampir semua masyarakat mengatakan bahwa banyak orang bisa dipercaya, tapi yang berbeda adalah kadar kepercayaan yang diberikannya. GLOBE Project Hasil dari penelitian GLOBE tentang budaya memberikan wawasan tentang gaya dan harapan komunikasi yang tepat dan yang bisa digunakan manajer. Temuan dari penelitian tersebut (Javidan dan House) adalah sebagai berikut. Bagi orang yang masyarakatnya menghormati orientasi kinerja contohnya,

4

United States memberikan informasi obyektif dalam cara langsung dan eksplisit adalah sebuah cara penting untuk komunikasi. Ini berbeda dari Rusia atau Yunani karena mereka rendah dalam orientasi kinerja, dan karena itu, lebih suka pendekatan tidak langsung. Orang dari negara yang rendah dalam ketegasan, seperti Swedia, juga kurang suka keterbukaan. Preferensinya adalah wacana dua-arah dan hubungan ramah. Orang dengan dimensi humanis tinggi, seperti di Irlandia dan Philipina, menghindari konflik dan cenderung melakukan komunikasi dengan tujuan mendukung orang, bukan meraih hasil atau target. Ini berbalik dengan orang dari Perancis dan Spanyol yang agendanya adalah pencapaian tujuan. Kita perlu memahami implikasi gaya komunikasi dari temuan penelitian tentang perbedaan budaya antar masyarakat. Manajer global pintar tahu bahwa budaya dan komunikasi berhubungan erat dan bahwa mereka harus bersiap dengan itu. Banyak dari mereka memilih melihat dan mendengar cara komunikasi orang lain, dan mengikuti arahannya. Variabel Budaya Dalam Proses Komunikasi Di level berbeda, perlu memahami variabel budaya yang mempengaruhi proses komunikasi dengan mempengaruhi persepsi seseorang. Varibael ini bisa berupa sikap, organisasi sosial, pola pikir, peran, bahasa (lisan atau tulisan), komunikasi non-verbal (termasuk perilaku kinesik, proksemik, para-bahasa, dan bahasa obyek), dan waktu. Meski variabel ini didiskusikan secara terpisah, efeknya bisa saling terkait dan tidak bisa dipisah. Hecht, Andersen dan Ribeau mengatakan bahwa Encoder dan decoder mengolah petunjuk non-verbal menjadi gestalt konseptual yang multi-channel. Sikap. Kita semua tahu bahwa sikap mendasari cara kita bertindak melakukan komunikasi, dan mempengaruhi cara kita menginterpretasikan pesan dari orang lain. Sikap ethnosentris adalah sumber noise dalam komunikasi lintas-

5

budaya. Orang Amerika dan Yunani bisa berusaha menginterpretasikan dan membawa makna berdasarkan pengalaman mereka dalam jenis transaksi yang ditemui. Orang Amerika bisa salah dalam men-stereotype-kan pegawai Yunani. Masalah ini, stereotyping, terjadi ketika orang berasumsi bahwa setiap anggota masyarakat atau subbudaya memiliki karakteristik atau sifat sama. Stereotyping adalah sebab salah paham dalam komunikasi lintas-budaya. Ini adalah cara yang destruktif dalam memahami orang. Manajer pintar adalah yang waspada dengan stereotyping dan melakukan hubungan dengan orang lain sebagai individu yang berbeda. Organisasi Sosial. Persepsi bisa dipengaruhi oleh perbedaan nilai, pendekatan atau prioritas yang dipertimbangkan organisasi sosial. Organisasi ini bisa dibuat berdasarkan bangsa, suku atau sekte agama, atau berisi anggota dari profesi tertentu. Contoh dari ini adalah serikat buruh. Pola Pikir. Kemajuan logika alasan bisa berbeda antar dunia, dan mempengaruhi proses komunikasi. Manajer tidak bisa berasumsi bahwa orang lain menggunakan proses alasan sama. Peran. Masyarakat bisa berbeda dalam persepsinya tentang peran manajer. Banyak perbedaan ini dihubungkan dengan persepsi mereka soal siapa yang membuat keputsan dan siapa yang bertanggungjawab ke apa. Orang Amerika berasumsi bahwa perannya sebagai otonomi, manajer dan adalah mendelegasikan manajemen tanggungjawab, mendukung mempraktekkan

partisipatif. Dia menetapkan peran pegawai tanpa mempertimbangkan apakah pegawai memahami peran itu atau tidak. Kebiasaan pikir orang Yunani adalah bahwa manajer adalah atasan, dan harus memberikan perintah kapan pekerjaan diselesaikan. Dia menginterpretasikan perilaku Amerika sebagai yang merusak

6

kebiasaan pikir orang Yunani, dan karena itu, dia merasa bahwa atasan bisa dianggap bodoh bila memberikan perintah salah dan tidak memahami pencapaian yang dilakukan bawahan. Manajer harus mempertimbangkan perilaku yang diharapkan oleh pekerja Yunani, dan memainkan peran atau mendiskusikan situasi secara hati-hati. Bahasa. Bahasa lisan atau tulisan sering menjadi sebab mis-komunikasi, yang berawal dari ketidakmampuan orang dalam mengucapkan bahasa lokal, penterjemahan yang buruk atau terlalu literal, ketidakmampuan speaker untuk menjelaskan idiom, atau orang tidak memahami makna dari bahasa tubuh atau simbol tertentu. Di antara negar yang memiliki bahasa sama, masalah bisa muncul pada situasi dan kesan dari penggunaan bahasa. George Bernard Shaw mengatakan bahwa Inggris dan Amerika adalah dua bangsa yang berbahasa sama, dan masalah dari ini muncul di sub-budaya atau sub-kelompok. Lebih dari sekadar memberikan informasi obyektif, bahasa juga membawa pemahaman budaya dan sosial dari satu generasi ke lainnya. Contoh dari betapa pentingnya bahasa di masyarakat adalah 6.000 kata Arab untuk mendeskripsikan unta, dan 50 atau lebih klasifikasi salju yang digunakan Inuit, orang Eskimo di Kanada. Karena bahasa membawa budaya, teknologi dan prioritas, ini juga memecah dan melestarikan sub-budaya. Di India, 14 bahasa resmi dan banyak bahasa tidak resmi tetap digunakan, dan sekitar 800 bahasa diucapkan di benua Afrika. Karena keberagaman angkatan kerja di dunia, maka bisnis internasional harus menghadapi berbagai jenis bahasa. Manajer internasional, karena itu, membutuhkan interpreter bahasa lokal yang kompeten. Tugas terjemahan akurat untuk menjembatani gap budaya bukannya mudah. Selalu ada perbedaan interpretasi dan respon, bahkan meski telah menggunakan pakar dalam proses penterjemahan.

7

Bahkan terjemahan langsung kata-kata tertentu tidak menjamin kongruensi makna. Kesopanan dan keinginan mengatakan apa yang ingin didengar malah menciptakan noise di proses komunikasi. Penterjemahan yang jelas tidak lalu membuat orang paham apa yang dimaksud karena proses encoding bisa menutupi pesan sebenarnya. Bahasa sastra Arab yang dipenuhi dengan eksagerasi, elaborasi dan repetisi makna bisa dihubungkan ke bagaimana sesuatu dikatakan, bukan apa yang dikatakan. Dalam konteks supervisor Amerika dan pegawai Yunani, orang Amerika mungkin mengambil petunjuk dari bahasa tubuh pegawainya, yang mungkin memunculkan masalah dalam interpretasi makna. Bagaimana kemudian bahsa tubuh ini menciptakan noise? Komunikasi Non-Verbal. Perilaku yang berkomunikasi tanpa kata (meski sering disertai kalimat) disebut komunikasi non-verbal. Orang biasanya yakin dengan apa yang mereka lihat daripada yang didengar. Jadi, sebuah gambar bernilai lebih ribuan kali daripada kata. Studi menunjukkan bahwa pesan ini terjadi antara 65 dan 93 persen komunikasi. Variasi minor dalam bahas tubuh, ritme bicara, dan ketepatan waktu, contohnya, sering menimbulkan ketidakpercayaan dan mispersepsi pada situasi pihak lintas bangsa. Media dari komunikasi non-verbal dikategorikan menjadi empat tipe (1) perilaku kinesik, (2) proksemi, (3) para-bahasa, dan (4) bahasa obyek. Istilah perilaku kinesik adalah komunikasi lewat gerakan tubuh postur, isyarat badan, ekspresi wajah, dan kontak mata. Meski aksi tersebut universal, seringkali maknanya tidak demikian. Karena sistem kinesik dari makna adalah spesifik dan bisa dipelajari, ini tidak bisa digeneralisasikan antar budaya. Banyak orang di Barat tidak bisa menginterpretasikan banyak ekspresi wajah orang China, seperti menjulurkan lidah untuk terkejut, melebarkan mata untuk marah, dan mengosok telinga dan pipi sebagai wujud senang. Meski begitu, banyak orang di dunia memiliki tampilan emosi dasar

8

seperti marah, jijik, takut, bahagia, sedih, terkejut dan terhina . Banyak pebisnis dan pengunjung bereaksi negatif ke ekspresi wajah yang dirasa tidak tepat, tapi tanpa memahami makna budaya di balik itu. Dalam stuidi tentang negosiasi lintas-budaya, Graham menunjukkan bahwa orang Jepang merasa tidak nyaman ketika berhadapan dengan postur mata-kemata dari orang Amerika. Mereka diajar sejak kecil untuk menundukkan kepala sebagai sikap merendah, sedangkan respon orang Amerika adalah tetap melihat pembicara ketika diajak bicara. Perbedaan dalam perilaku mata (disebut okulesik) bisa merusak komunikasi jika ini tidak dipahami. Perilaku mata berisi perbedaan bukan hanya dalam kontak mata tapi juga menggunakan mata untuk membawa pesan lain, apakah itu menyenangkan atau tidak. Edward T. Hall, penulis karya klasik The Silent Language, menjelaskan perbedaan kontak mata antara orang Inggris dan Amerika. Selama bicara, orang Amerika melihat langsung ke anda, tapi orang Inggris bicara tanpa melihat ke anda. Orang Inggris baru melihat ke anda ketika mereka selesai bicara, yang memberikan sinyal bahwa ini giliran anda bicara. Alasan dari ini adalah anda tidak bisa menyela orang bila mereka tidak melihat ke anda. Manajer US harus tahu dengan harapan budaya dari postur tersebut dan cara ini diinterpretasikan. Di Eropa atau Asia, postur rileks dalam pertemuan bisnis bisa dianggap tidak sopan atau hasil dari didikan buruk. Di Korea, anda diminta duduk tegak, dengan kaki sejajar di lantai, dan bicara pelan, yang menunjukkan keseimbangan badan dan roh. Manajer bisa juga membiasakan diri dengan interpretasi berbeda dari tangan dan jari, yang beberapa di antaranya bisa berupa isyarat cabul. Tentu saja, kita tidak ingin merubah semua perilaku kinesik alami kita, tapi kita mengira-ngira apa maksudnya bagi orang lain. Kita perlu belajar memahami perilaku kinesik dari orang lain dan perannya di dalam masyarakat, atau bagaimana ini mempengaruhi transaksi bisnis. Kesalahapaham tentang makna

9

gerakan tubuh atau sikap enthosentris ke perilaku yang tepat bisa memiliki reperkusi negatif. Proksemik adalah pengaruh proximity (kedekatan) dan ruang komunikasi baik itu ruang pribadi dan ruang kantor atau layout. Orang Amerika berharap layout kantornya bisa memberikan ruang pribadi bagi setiap orang, dan biasanya ada ruang privat lebih besar dan lebih banyak ketika seseorang bisa naik di tangga hirarki. Di Asia, adatnya adalah ruang kantor terbuka, dengan orang di semua level bekerja dan bicara dalam jarak dekat satu sama lain. Ruang bisa mengkomunikasikan power di Jerman dan United States, seperti yang ditunjukkan dengan keinginan kantor di sudut atau satu kantor di top floor. Pejabat Perancis, meski begitu, memilih posisi di tengah bawahan, yang mengkomunikasikan bahwa mereka punya posisi sentral di sebuah network informasi, dimana mereka akan tetap tahu dan mengontrol. Apakah anda merasa tidak nyaman dan mundur ketika orang bicara dengan anda? Ini terjadi karena orang menyerang ruang personal anda. Ruang personal adalah pola budaya, dan petunjuk ruang asing adalah sumber dari mis-interpretasi. Ketika orang terlihat jauh atau terlalu maju,ini sering berarti bahwa dia menggunakan aturan ruang berbeda. Hall dan Hall berpendapat bahwa perbedaan budaya bisa mempengaruhi program nalar dan bahwa ruang, yang digambarkan oleh nalar, bisa dianggap sebagai bentuk wilayah yang harus dilindungi. Amerika Selatan, Eropa Selatan dan Timur, Indonesia, dan Arab adalah budaya kontak-tinggi, yang menekankan pada jarak dekat, saling sentuh, dan keterlibatan indera dekat. Di lain pihak, Amerika Utara, Asia Utara dan Eropa Utara adalah budaya kontak-rendah, dan suka keterlibatan indera rendah, saling jauh dan jarang bersentuhan. Ini adalah gaya jauh dari bahasa tubuh. Yang menarik, budaya kontak tinggi sering berada di iklim lebih hangat, dan budaya kontak-rendah berada di iklim lebih dingin. Orang Amerika jarang bersentuhan, karena berdiri lebih dekat lebih dari batasan

10

dianggap menyerang ruang intim. Meski begitu, orang Amerika dan Kanada masih melakukan jabat tangan hangat atau menepuk punggung teman dekatnya, meski tidak sebanding jabat tangan dobel hangat di Spanyol (menggenggam lengan bawah dengan tangan kiri). Orang Jepang, yang jarang haptik (menyentuh), tidak melakukan jabat tangan. Sapaan awal antara pebisnis Jepang dan Spanyol bisa memunculkan masalah jika dua pihak tidak terlatih dengan haptik budaya. Ketika mempertimbangkan budaya kontak tinggi dan kontak rendah, kita bisa menemukan korelasi antara variabel budaya Hofstede tentang individualisme dan kolektivisme, dan tipe perilaku kinesik dan proksemik yang ditunjukkan orang. Umumnya, orang dari budaya individualistik bisa lebih remote dan jauh, sedangkan orang dari budaya kolektivist bisa saling terkait. Mereka cenderung bekerja, bermain, hidup dan tidur dalam jarak dekat. Istilah para-bahasa adalah cara sesuatu dikatakan, bukan kontennya kecepatan bicara, nada dan infleksi suara, noise lain, tertawa, atau menguap. Manajer yang paham budaya pasti belajar untuk menginterpretasikan perbedaan dalam para-bahasa, termasuk saat diam. Diam adalah komunikator yang kuat. Ini bisa menjadi cara untuk mengatakan tidak, tersinggung, atau menunggu informasi lebih banyak untuk membuat keputusan. Ada variasi dalam penggunaan diam di pertemuan. Bila orang Amerika tidak nyaman untuk diam selama 10 atau 15 detik, orang China mau berpikir selama 30 detik sebelum bicara. Skenario tipikal antara orang Amerika dan China adalah bahwa orang Amerika tidak sabaran, mengatakan sesuatu untuk memecah keheningan, dan menyinggung orang China dengan menyela rantai pikirnya dan juga level kenyamanannya dengan subyek. Tidak heran, jika pebisnis Amerika gagal bernegosiasi dengan orang Jepang karena tidak tahan menunggu 30 detik (karena Amerika terbiasa memperoleh jawaban sepersepuluh detik) untuk membuat keputusan. Sensitivitas ke perbedaan

11

budaya

komunikasi

setidaknya

bisa

membuat

pebisnis

Amerika

mau

menunggu lebih lama, atau mungkin menghasilkan respon lebih tepat lewat pertanyaan yang lebih sopan. Istilah bahasa obyek, atau budaya materi, diartikan sebagai cara kita melakukan komunikasi lewat artifak materi, apakah itu arsitektur, desain dan perabotan kantor, pakaian, mobil, atau kosmetik. Budaya materi melakukan komunikasi ke apa yang dianggap orang sebagai penting. Di Meksiko, seorang eksekutif atau salesperson internasional disarankan untuk melakukan time out, sebelum melakukan bisnis, untuk menunjukkan apresiasi bagi arsitektur sekitarnya, yang memang dihormati oleh orang Meksiko. Waktu. Variabel lain yang mengkomunikasikan budaya adalah cara orang menghargai dan menggunakan waktu. Bagi orang Brazil, ketepatan waktu mengkomunikasikan level kepentingan orang yang terlibat. Bagi orang Timur Tengah, waktu adalah yang dikontrol kehendak Allah. Untuk mengawali interaksi bisnis lintas-budaya yang efektif, manajer harus tahu perbedaan antara sistem waktu monokronik dan sistem waktu polikronik, dan bagaimana ini mempengaruhi komunikasi. Hall dan Hall menjelaskan bahwa dalam budaya monokronik (Swiss, Jerman dan United States), waktu dirasakan dalam cara linear, dengan sebuah masa lalu, masa sekarang, dan masa depan, dan waktu digunakan sebagai sesuatu yang bisa dihabiskan, dihemat, diatur, atau dibuang. Karena bisa diklasifikasikan dan dikompartemenkan maka waktu menata kehidupan. Sikap ini adalah bagian dari budaya Barat, mungkin sejak awal Revolusi Industri. Orang monokronik, yang ada di budaya individualistik, umumnya berkonsentrasi ke satu hal di satu waktu, suka ke komitmen waktu, dan terbiasa dengan hubungan jangka pendek. Sebaliknya, budaya polikronik mentoleransi banyak hal yang terjadi bersamaan, dan menekankan keterlibatan dirinya ke orang tertentu. Dua orang

12

Amerika Latin yang jarang bertemu memilih ngobrol dibanding tepat waktu ke pertemuan bisnis, karena itu, prioritas hubungan dianggap lebih penting daripada sistem materi. Orang polikronik Amerika Latin, Arab dan orang dari budaya kolektivist lain menfokuskan beberapa hal dalam sekali waktu, cenderung bingung, dan sering berubah rencana. Hubungan antara waktu dan ruang bisa mempengaruhi komunikasi. Orang polikronik, contohnya, cenderung melakukan pertemuan terbuka, berkeliling dan melakukan transaksi dengan satu pihak dan kemudian pihak lain, bukan mengkompartemenkan topik pertemuan seperti orang monokronik. Nuansa dan perbedaan budaya di dalam komunikasi non-verbal bisa jadi banyak. Aspek komunikasi non-verbal apa yang bisa menciptakan noise dalam interaksi antara supervisor Amerika dan pegawai Yunani? Beberapa petunjuk mengarah pada perilaku kinesik dari masing-masing pihak. Manajer perlu tahu indikasi dari orang Yunani agar dia bisa merubah pola atau asumsi komunikasinya. Komunikasi tatap muka bisa mempermudah sender pesan untuk mendapat feedback, verbal dan non-verbal, dan karena itu, memiliki ide tentang cara pesan diterima dan apakah dibutuhkan informasi tambahan atau tidak. Aspek perilaku kinesik atau para-bahasa apa yang bisa dilihat di pegawai Yunani oleh mata manajer yang sensitif budaya? Apakah pendapat waktu dari dua pihak bisa mempengaruhi proses komunikasinya? Konteks Asia Timur hidup dalam network sosial kompleks dengan hubungan peran yang jelas. Perhatian ke konteks, karena itu, dianggap penting agar bisa berfungsi efektif. Sebaliknya, orang barat hidup dalam dunia sosial yang kurang terbatas yang menekankan independensi dan membuatnya kurang perhatian ke konteks. Richard E. Nisbett (September, 2005)

13

Faktor pembeda yang menjadi utama noise dalam proses komunikasi adalah konteks yang berisi banyak variabel. Konteks dimana komunikasi terjadi bisa mempengaruhi makna dan interpretasi interaksi. Budaya bisa dianggap budaya konteks tinggi atau rendah, dengan ada range relatif di antaranya. Dalam budaya konteks-tinggi (Asia, Timur Tengah, Asia dan Mediteran), perasaan dan pikiran tidak diekspresikan secara eksplisit. Tapi, orang harus membacanya dan menginterpretasikan maknanya dari pemahaman general. Dua budaya konteks-tinggi adalah Korea Selatan dan Arab. Dalam budaya tersebut, informasi kunci berada dalam konteks, bukan dibuat eksplisit. Orang membuat asumsi tentang apa maksud pesannya lewat pengetahuan orang di sekitarnya. Dalam budaya ini, banyak komunikasi terjadi dalam konteks network informasi ekstensif, yang dibentuk lewat hubungan personal yang dekat. Dalam budaya konteks-rendah (Jerman, Swiss, Skandinavia dan Amerika Utara), dimana hubungan personal dan bisnis cenderung kompartemen, media komunikasi harus eksplisit. Perasaan dan pikiran diekspresikan dalam kata, dan informasi bisa tersedia. Orang barat lebih fokus ke individu, dan karena itu, cenderung melihat kejadian sebagai hasil dari agen/pelaku, sedangkan orang timur melihat kejadian dalam konteks lebih luas dan jangka panjang. Dalam komunikasi lintas-budaya antara orang konteks-tinggi dan konteks- rendah, kurangnya pemahaman bisa menghambat pencarian solusi, dan konflik bisa terjadi. Orang Jerman, contohnya, berharap memperoleh informasi detail sebelum membuat keputusan bisnis, sedangkan orang Arab mendasarkan keputusannya lebih ke pengetahuan tentang orang yang terlibat informasi orang tersebut memang ada, tapi implisit. Orang dalam budaya konteks-tinggi berharap orang lain memahami mood yang tidak terucap, isyarat kecil, dan petunjuk lingkungan yang tidak diolah oleh orang budaya konteks-rendah. Salah interpretasi dan salah paham

14

sering terjadi. Orang dari budaya konteks-tinggi menganggap orang dari budaya konteks-rendah terlalu banyak bicara, terlalu terbuka, dan redundan. Orang dari budaya konteks-rendah menganggap orang konteks-tinggi sebagai tertutup dan misterius. Penelitian menunjukkan bahwa orang Amerika menganggap orang banyak bicara sebagai lebih menarik, sedangkan orang Korea, yang berkonteks-tinggi, menganggap orang yang kurang verbal adalah yang lebih menarik. Menemukan keseimbangan yang pas antara komunikasi konteks-rendah konteks-tinggi bisa jadi sulit, seperti yang dikatakan Hall dan Hall, yaitu bahwa terlalu banyak informasi bisa membuat orang merasa sulit bicara, sedangkan terlalu sedikit informasi bisa membuat mereka salah atau merasa dibiarkan. Jalur Komunikasi Selain variabel yang berhubungan dengan pengirim dan penerima pesan, variabel yang berhubungan dengan jalur dan konteks pesan harus dipertimbangkan. Variabel bisa berisi aliran pesan dan informasi yang cepat atau lambat, atau tipe media berbeda. Sistem Informasi. Komunikasi dalam organisasi bisa berbeda pada dimana dan bagaimana awalnya, jalurnya, dan kecepatan alirannya, apakah itu formal atau infromal, dan sebagainya. Tipe struktur organisasi, kebijakan staffing, dan gaya leadership bisa mempengaruhi sifat sistem informasi organisasi. Sebagai manajer internasional, penting untuk tahu dimana dan bagaimana informasi berawal dan kecepatan aliran informasi, baik internal dan eksternal. Dalam struktur organisasi sentral, seperti di Amerika Selatan, banyak informasi berawal dari top manager. Pekerja kurang bertanggungjawab untuk membuat manajer tahu, dan in berbeda dari perusahaan di United States dimana delegasi membuat informasi mengalir dari staff ke manajer. Dalam sistem pembuatan keputusan dimana banyak orang terlibat, seperti sistem

15

ringi yang berupa pembuatan keputusan konsensus di Jepang, ekspatriat harus paham bahwa ada pola sistematik dalam aliran informasi. Konteks juga mempengaruhi aliran informasi. Dalam budaya kontekstinggi (seperti di Timur Tengah), informasi menyebar cepat dan bebas karena kontak yang konstan dan ikatan erat antara orang dan organisasi. Aliran informasi sering informal. Dalam budaya konteks-rendah (seperti Jerman atau United States), informasi harus dikontrol dan fokus, dan karena itu, tidak mengalir bebas. Peran kompartemen dan layout kantor bisa menghambat jalur informasi. Sumber informasi cenderung lebih formal. Penting bagi manajer ekspatriat untuk menemukan cara mencari sumber informasi informal dari perusahaan. Di Jepang, pegawai bisa minum bersama saat pulang dari kerja, dan ini menjadi sumber informasi penting. Meski begitu, network komunikasi masih didasarkan pada hubungan jangka panjang di Jepang (di dalam budaya konteks-tinggi). Informasi yang sama tidak bisa diberikan ke outsider. Hambatan seperti ini di Jepang bisa memisahkan orang asing dari temannya sendiri, dan ini menghambat komunikasi. Orang Amerika lebih terbuka dan bicara bebas tentang apapun, sedangkan orang Jepang membuka sedikit tentang pikiran atau persoalan pribadi. Orang Amerika memiliki diri publik yang besar, dan membuka reaksi pribadinya secara verbal dan fisik. Sebaliknya, orang Jepang lebih suka membuat responnya menjadi diri pribadi. Orang Jepang hanya menunjukkan sebagian kecil dari pikirannya. Menurut Barnlund, mereka bisa mengurangi intensitas ketidakprediksian dan emosi dalam hubungan personalnya. Tabrakan budaya antara diri publik dan diri pribadi dalam komunikasi lintasbudaya antara orang Amerika dan Jepang bisa terjadi ketika setiap pihak memaksakan norma budaya komunikasinya. Dalam gaya Amerika, norma budaya Amerika yang menekankan komunikasi eksplisit bisa dipaksakan ke Jepang dengan menyerang diri pribadi seseorang. Gaya Jepang yang menekankan komunikasi implisit bisa menyebabkan reaksi negatif dari orang

16

Amerika karena dianggapnya terlalu formal dan ambigu, sehingga membuang waktu. Variabel budaya dalam sistem dan konteks informasi bisa menyebabkan perbedaan gaya komunikasi antara Jepang dan Amerika. Gaya komunikasi ningensei (kemanusiawian) dari Jepang adalah preferensi ke kemanusiaan, resiprokitas, orientasi penerima, dan ketidakpercayaan ke kata dan logika analitik. Orang Jepang yakin bahwa intensi sebenarnya bukanlah yang ditunjukkan oleh kata atau kontrak, tapi ditutupi. Berbeda dari dari keuletan verbal dan keterbukaan Amerika, perilaku dan komunikasi Jepang diarahkan untuk membela dan memberikan hormat ke setiap orang. Karena itu, orang Jepang menghindari ketidaksetujuan publik. Dalam negosiasi lintas-budaya, point ini menjadi penting. Kecepatan dalam menggunakan sistem informasi adalah variabel penting lain yang perlu dipertimbangkan guna menghindari salah interpretasi dan konflik. Orang Amerika berharap bisa memberikan dan menerima informasi dengan cepat, dan jelas, berpindah dalam detail dan tahap lewat cara linear sampai menghasilkan kesimpulan. Mereka biasanya menggunakan media untuk pesan cepat surat atau email yang memberikan semua fakta. Sebaliknya, orang Perancis menggunakan jalur pesan lebih lambat seperti hubungan erat, budaya dan mediator untuk pertukaran informasi. Komunikasi tertulis dari orang Perancis cenderung tentatif, dengan surat selanjutnya dikirim untuk menghasilkan sebuah kemungkinan baru. Preferensi orang Perancis ke komunikasi tertulis, bahkan untuk interaksi informal, memunculkan formalitas hubungan, tapi ini memperlambat transmisi pesan yang sering dianggap tidak perlu oleh orang Amerika. Pendeknya, karena pertukaran informasi dilakukan dalam media pesan lambat, maka bijak untuk memberikan lebih banyak waktu untuk transaksi, untuk bersabar, dan untuk belajar mendapat informasi yang dibutuhkan dalam cara yang lebih halus lewat hubungan erat dan mengamati sistem lokal yang

17

mendukung pertukaran informasi. Salah interpretasi lintas-budaya bisa dihasilkan dari noise dalam transmisi pesan pilihan atau kecepatan media. Menginterpretasikan makna sebuah pesan, karena itu, bisa menjadi fungsi jalur transmisi sekaligus alat memeriksa pesan itu sendiri. TEKNOLOGI INFORMASI: GOING GLOBAL DAN ACTING LOCAL Dengan menggunakan Internet sebagai alat komunikasi global ,perusahaan di semua ukuran bisa mengembangkan kedudukannya di pasar di dunia. Ini adalah fakta dari go global. Meski begitu, jangkauan global tidak lalu diterjemahkan menjadi bisnis global. Perusahaan tahu bahwa mereka harus menyesuaikan aplikasi e-commerce dan enterprise resource planning (ERP) miliknya dengan idiosinkrasi regional agar tidak terjadi persoalan terjemahan atau manajemen konten. Meminta nama atau alamat email bisa ditolak di negara dimana orangnya tidak suka memberikan informasi personal. Meski komunikasi di Internet bisa jadi bukan personal seperti komunikasi lintasbudaya tatap muka, transaksi bisa diregionalkan dan dipersonalkan dengan menyesuaikan perbedaan bahasa, budaya, hukum lokal dan model bisnis, dan juga menyesuaikan perbedaan di level perkembangan infrastruktur telekomunikasi lokal. Meski begitu, preferensi ke daerah, bahasa dan budaya tertentu adalah sebuah keputusan bisnis jangka pendek yang bisa mengurangi ekuitas brand, segmen pasar, profit dan leadership global. Dengan tingkat pertumbuhan tahunan 70 persen dalam situs dan penggunaan non-bahasa Inggris, maka situs berbahasa Inggris bisa kalah. Strategi online global harus multi-lokal. Sifat impersonal dari Web kadang disesuaikan dengan budaya lokal guna menciptakan hubungan dan loyalitas konsumen. Komunikasi teknologi yang efektif membutuhkan lebih banyak sensitivitas budaya, bukan komunikasi tatap muka, karena sering sulit menilai reaksi dan mendapat feedback, atau bahkan menjaga kontak. Orang-

18

lah yang harus merespon dan berinteraksi dengan orang lain lewat alat Internet, dan orang-lah yang menginterpretasikan dan merespon berdasarkan bahasa dan budayanya, atau praktek dan harapan bisnis lokal. Di Eropa, contohnya, perbedaan dalam budaya bisnis dan teknologi e-business bisa memperlambat kemajuan e-business. Meski begitu, beberapa perusahaan menciptakan kemajuan dalam integrasi pan-Eropa, seperti leEurope, yang dimaksudkan untuk mengurangi hambatan bahasa, mata uang dan budaya. Secara spesifik, leEurope menghasilkan set layanan untuk membantu perusahaan mengikat lagi sistem e-business-nya antar batasan Eropa lewat serangkaian merger yang berisi integrator e-business di lebih dari lusinan negara. MENGELOLA KOMUNIKASI LINTAS-BUDAYA Beberapa cara untuk menghasilkan komunikasi lintas-budaya yang efektif bisa berupa peningkatan sensitivitas budaya, enkode dengan hati-hati, transmisi selektif, dekode dengan hati-hati, dan follow-up yang tepat. Menciptakan Sensitivitas Budaya Ketika bertindak sebagai pengirim, seorang manajer harus mengenal penerima dan mengenkode pesan dalam sebuah bentuk yang bisa dipahami. Di pihak manajer, ini membutuhkan kesadaran akan budayanya sendiri dan bagaimana itu mempengaruhi proses komunikasinya. Dengan kata lain, jenis perilaku apa yang dihasilkan pesan, dan bagaimana ini bisa dipersepsikan penerima? Cara untuk mengantisipasi makan yang yang diberikan penerima ke pesan adalah dengan memberikan empati budaya jujur ke penerima. Apa latarbelakang budaya dari komunikasi konteks sosial, ekonomi dan organisasi? Apa harapan orang ke situasi, dan apa posisi relatif dua pihak yang berkomunikasi, dan apa yang terbentuk dari komunikasi? Jenis transaksi dan perilaku apa yang digunakan orang? Sensitivitas budaya adalah soal memahami orang lain,

19

konteks, dan bagaimana orang lain merespon konteks. Orang Amerika, sayangnya, memiliki reputasi negatif di luar negeri sebagai orang yang kurang sensitif budaya. Ada beberapa saran bagi orang Amerika yang melakukan bisnis di luar, agar bisa melawan sifat stereotipikal Amerika seperti mulut besar, suara keras, dan kecepatan: Melihat peta: Memahami geografi lokal agar tidak menimbulkan salah paham. Pakaian rapi: Di beberapa negara, pakaian kasual (santai) dianggap kurang terhormat. Bicara sedikit: Bicara tentang kekayaan, power atau status korporat atau personal bisa menimbulkan rasa benci. Tidak slengekan: Perkataan kasual juga dianggap buruk. Melambat: Orang Amerika bicara cepat, makan cepat, bergerak cepat, hidup cepat. Banyak budaya lain tidak demikian. Mendengar banyak: Minta orang bercerita tentang dirinya dan hidupnya. Bicara rendah dan lambat: Suar keras sering dianggap membual. Kendali agama: Di banyak negara, agama bukan diskusi publik. Kendali politik: Kendali jelas tentang subyek. Jika seseorang menyerang politisi atau kebijakan US, tunjukkan setuju atau tidak setuju. Enkode Dengan Hati-Hati Dalam menterjemahkan makna ke simbol di komunikasi lintas-budaya, pengirim harus menggunakan kata, gambar atau isyarat yang dianggap tepat bagi kerangka pikir penerima. Karena itu, pengirim tidak perlu menggunakan idiom dan perkataan regional dalam terjemahan, atau bahkan dalam bahasa Inggris ketika bicara dengan non-Amerika yang sedikit mengerti bahasa

20

Inggris. Terjemahan literal, adalah jawaban terbatas ke perbedaan bahasa. Bahkan bagi orang di negara berbahasa Inggris, kata bisa memiliki makna berbeda. Cara menghindari masalah adalah bicara lambat dan jelas, hindari kalimat panjang, dan ekspresi kolokial, dan jelaskan sesuatu dalam cara berbeda dan lewat beberapa media. Meski begitu, meski bahasa Inggris digunakan di seluruh dunia untuk transaksi bisnis, usaha manajer bicara dalam bahasa lokal bisa memperbesar iklim tersebut. Kadang orang dari budaya lain benci asumsi eksekutif berbahasa Inggris bahwa setiap orang akan berbahasa Inggris. Terjemahan bahasa hanyalah bagian dari proses enkode, dan pesan juga harus diekspresikan dalam bahasa non-verbal. Dalam proses enkode, pengirim harus memastikan adanya kongruensi antara pesan non-verbal dan verbal. Dalam mengenkode sebuah pesan, karena itu, harus seobyektif mungkin, dan tidak mengandalkan interpretasi personal. Untuk menjelaskan pesan, manajer bisa mengirim ringkasan tertulis tentang presentasi verbal dan menggunakan alat bantu visual, seperti grafik atau gambar. Panduan yang baik untuk ini adalah bergerak lambat, menunggu, dan meminta petunjuk dari penerima. Transmisi Selektif Tipe medium yang dipilih untuk pesan ditentukan oleh sifat pesan, level kepentingan, konteks dan harapan penerima, timing, dan kebutuhan akan interaksi personal. Media tipikal ini berisi email, surat atau memo, laporan, pertemuan, pembicaraan bawah, hubungan tatap telepon, telekonferensi, adalah videokonferensi, menemukan budaya atau muka. atau Rahasianya dst. bagaimana juga bisa

komunikasi bisa ditransmisikan dalam organisasi lokal ke atas atau ke vertikal horisontal, Variabel dipertimbangkan, seperti apakah penerima berasal dari budaya konteks-tinggi atau konteks-rendah, apakah dia menggunakan komunikasi eksplisit atau

21

implisit, dan apakah kecepatan dan rute pesan bisa paling efektif. Di beberapa bagian, penggunaan interaksi tatap muka bisa digunakan untuk penguatan hubungan atau transaksi penting lainnya, khususnya dalam komunikasi lintas-budaya, karena kurangnya kesepahaman antar pihak. Interaksi personal memberikan peluang bagi manajer untuk mendapat feedback verbal dan visual yang cepat, dan melakukan penyesuaian cepat dalam proses komunikasi. Usaha internasional sering dilakukan jarak jauh, yang membatasi peluang untuk komunikasi tatap muka. Meski begitu, hubungan personal bisa dibuat atau ditingkatkan lewat hubungan telepon atau videokonferensi, dan lewat kontak terpercaya. Media elektronik modern bisa digunakan untuk menembus batas komunikasi dengan mengurangi waktu tunggu informasi, mengklarifikasi persoalan, dan melakukan konsultasi instant. Network telekomunikasi dan komputer global telah merubah wajah komunikasi lintasbudaya lewat penyebaran informasi lebih cepat dalam organisasi penerima. Ford di Eropa menggunakan videokonferensi dengan insinyurnya di Inggris dan Jerman untuk membicarakan masalah kualitas. Lewat monitor video, mereka mempelajari diagram teknis satu sama lain, dan menemukan solusi yang membuat pabrik kembali aktif dalam waktu pendek. Dekode Feedback Dengan Hati-Hati Jalur feedback yang tepat waktu dan efektif bisa juga dibuat untuk menilai komunikasi general dari sebuah perusahaan tenang kemajuan bisnis dan prinsip manajemen generalnya. Sarana terbaik untuk mendapat feedback akurat adalah lewat interaksi tatap muka karena ini mempermudah manajer mendengar, melihat dan menalar pesan yang diinterpretasikan. Ketika feedback visual tentang isu penting sulit didapat atau tidak tepat, maka bisa menggunakan beberapa sarana untuk meraih feedback, seperti dengan menggunakan pihak ketiga.

22

Dekode adalah proses menterjemahkan simbol yang diterima menjadi pesan yang diinterpretasikan. Sebab utama ketidakkongruensian adalah (1) penerima salah menginterpretasikan pesan, (2) penerima mengenkode pesan secara tidak tepat, atau (3) pengirim salah menginterpretasikan feedback. Komunikasi dua-arah karena itu dianggap penting bagi isu penting sehingga usaha suksesif bisa dilakukan sampai sebuah pemahaman bisa tercapai. Bertanya ke kolega lain untuk menginterpretasikan apa yang terjadi sering menjadi cara baik mendobrak siklus miskomunikasi. Mungkin alat paling penting untuk menghindari miskomunikasi adalah menjalankan dekode dengan hati-hati dengan meningkatkan skill mendengar dan observasi. Seorang pendengar yang baik akan melakukan mendengar proyektif atau mendengar empatik mendengar tanpa menyela atau evaluasi ke pesan pembicara, berusaha mengenal perasaan di balik kata dan petunjuk non-verbal, dan memahami perspektif pembicara. Di multinational corporation (MNC), jalur komunikasi dan feedback antar perusahaan induk dan subsidier bisa terbuka lewat hubungan telepon, pertemuan dan kunjungan rutin, laporan dan rencana semuanya membantu kerjasama, kontrol kinerja, dan pelaksanaan perusahaan. Komunikasi antar proses bisa dikelola dengan baik dengan menciptakan sistem feedback dan orang penghubung. Orang kantor pusat harus menjaga fleksibilitas saat bekerjasama dengan manajer lokal, dan membuatnya mengatur konteks lokal yang dianggapnya cocok. Aksi Follow-Up Manajer bisa berkomunikasi lewat aksi dan tidak aksi. Karena itu, untuk menghasilkan komunikasi yang terbuka, feedback dan kepercayaan, manajer harus menindaklanjuti apa yang telah didiskusikan dan apa yang telah disetujui seperti pada sebuah kontrak yang menjadi komunikasi bisnis formal paling penting. Sayangnya, isu tindak lanjut kontrak adalah yang

23

sensitif lintas-budaya karena interpretasi berbeda pada apa yang menjadi kontrak (misal, jabat tangan atau dokumen legal penuh) dan aksi yang dihasilkan. Kepercayaan, komunikasi masa depan, dan bisnis masa depan, didasarkan pada interpretasi tersebut, dan manajer-lah yang memahami itu dan menindaklanjutinya. Manajemen komunikasi lintas-budaya ditentukan oleh kemampuan dan perilaku personal manajer. Perilaku yang ditunjukkan peneliti sebagai paling penting bagi intercultural communication effectiveness (ICE) direview oleh Ruben, yaitu: 1. Menghormat (lewat kontak mata, postur tubuh, suara, dan anggukan). 2. Postur interaksi (kemampuan merespon lainnya dalam cara deskriptif, non-evaluatif, dan non-judgmental). 3. Orientasi ke pengetahuan (memahami bahwa pengetahuan, persepsi dan keyakinan orang adalah valid untuk orang tersebut, dan bukan ke orang lain). 4. Empati. 5. Manajemen interaksi. 6. Toleransi ke ambiguitas. 7. Perilaku peran berorientasi-lainnya (kapasitas untuk fleksibel dan menggunakan peran berbeda untuk kohesi dan komunikasi kelompok yang lebih besar). Apakah di dalam negeri atau luar negeri, kapabilitas personal bisa membantu terjadinya komunikasi lintas-budaya efektif. Kemampuan ini membantu ekspatriat beradaptasi ke negara asing dan memudahkan menjalin hubungan kerja produktif untuk jangka panjang. Peneliti menemukan sebuah hubungan antara sifat dan perilaku kepribadian, dan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan budaya negara asing. Apa yang jarang dipelajari adalah bahwa komunikasi adalah faktor mediasi antara perilaku dan level adaptasi relatif yang diraih ekspatriat. Proses komunikasi bisa membantu adaptasi lintas-

24

budaya lewat proses ini, dan ekspatriat mempelajari pola komunikasi dominan dari masyarakat asing. Karena itu, kita harus menghubungkan faktor kepribadian tersebut agar bisa mempermudah adaptasi untuk menciptakan komunikasi lintas-budaya yang efektif. Kim mengkonsolidasi temuan penelitian menjadi dua kategori, yaitu (1) keterbukaan sifat seperti pikiran terbuka, toleransi ke ambiguitas, dan ekstrovert; dan (2) resiliensi sifat seperti lokus kontrol internal, persistensi, toleransi ambiguitas, dan kesumberdayaan. Faktor keprbadian, bersama dengan identitas budaya dan rasial dari ekspatriat, dan level kesiapan perubahan, berisi potensi adaptasi seseorang. Level kesiapan bisa ditingkatkan oleh manajer sebelum penugasannya dengan mengumpulkan informasi tentang pola komunikasi verbal dan non-verbal negara asing dan norma perilakunya. Kim menjelaskan bahwa variabel yang mempengaruhi level kompetensi komunikasi yang diraih antara asing dan ekspatriat adalah kecenderungan adaptif dari ekspatriat dan juga kondisi reseptivitas dan kesesuaian dengan tekanan di lingkungan asing. Faktor ini mempengaruhi proses komunikasi personal dan sosial, dan juga hasil adaptasi. Menurut Kim, tiga aspek perubahan adaptif orang asing peningkatan kecocokan fungsi, kesehatan psikologi, dan identitas lintas-budaya dikatakan sebagai konsekuensi langsung dari lamanya pengalaman adaptasi-komunikasi di masyarakat asing. Dalam mengidentifikasi spesifikasi personal dan perilaku yang membantu ICE, kita tidak boleh melewatkan gambaran keseluruhan. Kita harus ingat prinsip dasar dari manajemen kontingensi, yang mana manajer bekerja dalam sebuah sistem dengan banyak variabel yang berinteraksi di konteks dinamis. Studi menunjukkan bahwa faktor situasi seperti lingkungan fisik, batasan waktu, kadar struktur, perasaan bosan atau overwork, dan anonimitas memiliki pengaruh kuat ke kompetensi komunikasi lintasbudaya. Keterkaitan antar variabel menyulitkan peneliti lintas-budaya dalam

25

menemukan dan mengidentifikasi faktor kesuksesannya. Meski manajer memahami dan mengontrol banyak faktor yang menghasilkan efektivitas manajemen, sering mereka hanya menggunakan apa yang dihasilkan dari keputusannya. KESIMPULAN Komunikasi lintas-budaya yang efektif adalah skill penting bagi manajer internasional dan manajer domestik dari angkatan kerja multi-budaya. Karena miskomunikasi cenderung terjadi antar orang dari negara berbeda atau latarbelakang berbeda dibanding orang dari latarbelakang sama, maka penting untuk tahu bagaimana budaya bisa tercermin dalam komunikasi khususnya lewat pengembangan sensitivitas budaya dan kesadaran sumber noise budaya dalam proses komunikasi. Manajer internasional yang sukses karena itu adalah yang peduli dengan variabel ini, dan cukup fleksibel untuk menyesuaikan gaya komunikasinya agar bisa berkomunikasi dengan penerima yaitu melakukan dalam cara mereka. Variabel budaya dan cara budaya dikomunikasikan mendasari proses negosiasi dan pembuatan keputusan. Bagaimana orang di dunia bernegosiasi: apa harapan mereka dan pendekatan mereka ke negosiasi? Apa pentingnya memahami negosiasi dan proses pembuatan keputusan di negara lain? Ringkasan Point Penting 1. Komunikasi adalah bagian dari peran manajer, yang menggunakan banyak waktu manajer dalam kerjanya. Komunikasi lintas-budaya yang efektif bisa menentukan kesuksesan transaksi internasional atau output angkatan kerja yang beragam secara budaya. 2. Budaya adalah pondasi komunikasi, dan komunikasi bisa mengirim budaya. Variabel budaya yang bisa mempengaruhi proses komunikasi lewat pengaruhnya ke persepsi orang adalah sikap, organisasi sosial, pola

26

pikir, peran, bahasa, bahasa non-verbal dan waktu. 3. Bahasa bisa membawa pemahaman budaya dan norma sosial dari satu generasi ke lainnya. Bahasa tubuh, atau komunikasi non-verbal, adalah perilaku yang dikomunikasikan tanpa kata. Ini tercatat sebagai 65 sampai 93 persen komunikasi yang diinterpretasikan. 4. Tipe komunikasi non-verbal di dunia adalah perilaku kinesik, proksemik, para-bahasa, dan bahasa obyek. 5. Komunikasi lintas-budaya yang efektif harus mempertimbangkan apakah penerima berasal dari satu negara dengan sistem waktu monokronik atau polikronik. 6. Variabel yang berhubungan dengan jalur komunikasi bisa berupa budaya konteks-tinggi dan konteks-rendah, aliran pesan dan informasi cepat atau lambat, dan berbagai tipe media. 7. Dalam budaya konteks-tinggi, perasaan dan pesan bisa implisit, dan harus diakses lewat pemahaman orang dan sistem. Dalam budaya konteksrendah, perasaan dan pikiran diekspresikan, dan informasi bisa jadi lebih tersedia. 8. Manajemen efektif dari komunikasi lintas-budaya mengharuskan peningkatan sensitivitas budaya, enkode dengan hati-hati, transmisi selektif, dekode dengan hati-hati, dan aksi follow-up. 9. Kemampuan dan perilaku personal bisa membantu adaptasi ke negara asing lewat komunikasi lintas-budaya yang pintar. 10. Komunikasi lewat Internet harus bisa disesuaikan menurut perbedaan bahasa, budaya, hukum lokal, dan model bisnis.

27