KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Referat yang
berjudul Tumor Mamae yang berlangsung pada tanggal 19 Januari - 29 Maret
2015 dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran UKRIDA di RS Lempuyangwangi.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada .
dr. Gapong S. Sp.B selaku pembimbing dari RS Lempuyangwangi yang telah
memberikan bimbingan dan petunjuk serta sarannya selama pelaksanaan
kepaniteraan.
Penulis berharap, semoga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh
selama menjalani kepaniteraan ini dapat memberikan manfaat rekan sejawat dan
semua pihak yang membutuhkan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan referat ini.
Akhirnya, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan taufik dan
hidayahnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyusun laporan
ini dan semoga laporan ini dapat bermanfaat.
Yogyakarta, Januari 2015
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................. 2
DAFTAR ISI................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 5
2.1. Embriologi...................................................................................
5
2.2. Anatomi……………………………………………................... 6
2.3. Fisiologi......................................................................................
16
2.4. Pengertian Tumor........................................................................
17
2.5. Tumor Jinak……………………………………………………. 17
2.6. Tumor Ganas…………………………………………………….19
2.7. Etilogi dan faktor resiko...................................................
.............24
2.8. Epidemiologi..................................................................................27
2.9. Patofisiologi...................................................................................27
2.10. Stadium ..................................................................................29
2.11. Diagnosis.................................................................................33
2.12. Penatalaksanaan......................................................................40
2.13. Pencegahan.............................................................................45
2.14. Prognosis................................................................................45
BAB III PENUTUP
Kesimpulan.................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 47
3
BAB I
Pendahuluan
Angka harapan hidup kanker payudara sangat bervariasi di seluruh dunia,
mulai dari 80% atau lebih di Amerika Utara, Swedia dan Jepang menjadi sekitar
60% di negara-negara berpenghasilan menengah dan dibawah 40% di negara-
negara berpenghasilan rendah. Tingkat kelangsungan hidup yang rendah di negara
berkembang kurang dapat dijelaskan terutama oleh kurangnya program deteksi
dini, mengakibatkan tingginya proporsi wanita dengan penyakit stadium akhir,
dan juga oleh kurangnya diagnosis yang memadai dan fasilitas pengolahan.
Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2007, kanker
payudara menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di seluruh RS di
Indonesia (16,85%), disusul kanker leher rahim (11,78%). Ditambahkan, kanker
tertinggi yang diderita wanita Indonesia adalah kanker payudara dengan angka
kejadian 26 per 100.000 perempuan, disusul kanker leher rahim dengan 16 per
100.000 perempuan.
Cara terbaik untuk menghadapi masalah kanker adalah dengan pencegahan
atau setidaknya dengan deteksi dini. Namun pasien kanker sering datang ke dokter
dengan kondisi yang sudah parah (stadium lanjut), karena pada stadium dini
belum dirasakan gejala yang mengkhawatirkan. Untuk kasus demikian
keberhasilan penyembuhan tergantung pada keberhasilan penanganan selanjutnya.
4
BAB II
Tinjaun Pustaka
2.1. Embriologi
Payudara merupakan suatu kelompok kelenjar-kelenjar besar yang berasal
dari epidermis, yang terbungkus dalam fascia yang berasal dari dermis, dan
fascia superficial dari permukaan ventral dada. Puting susu sendiri merupakan
suatu proliferasi lokal dari stratum spinosum epidermis.
Selama bulan kedua kehamilan, dua berkas lapisan tebal ectoderm muncul
pada dinding depan tubuh terbentang dari aksila ke lipat paha. Dua berkas ini
adalah milk line dan melambangkan jaringan kelenjar mamma yang potensial
(Gambar 1.1). Pada manusia, hanya bagian pectoral dari berkasi ini yang akan
menetap dan akhirnya berkembang menjadi kelenjar mamma dewasa. Kadang-
kadang, jaringan payudara yang tersisa atau bahkan fungsional dapat muncul
dari bagian lain dari milk line.1
5
Gambar 1.1. A. Milk line dari embrio mamalia secara umum, kelanjar mamma
terbentuk sepanjang garis ini. B. Tempat umum terbentuknya kelenjar
mamma atau supernumerary nipples pada manusia
Gambar 1.2. Pembentukkan payudara. A-D : stadium pembentukkan kelenjar
dan sistem duktus berasal dari epidermis. Septa jaringan ikat berasal dari
mesenkim dermis. E : eversi putting menjelang kelahiran.
2.2. Anatomi
Payudara wanita dewasa berlokasi dalam fascia superficial dari dinding depan
dada. Dasar dari payudara terbentang dari iga kedua di sebelah atas sampai iga
keenam atau ketujuh di sebelah bawah, dan dari sternum batas medialnya sampai
ke garis midaksilrasis sebagai batas lateralnya. Duapertiga dasar tersebut terletak
di depan M.pectoralis major dan sebagian M.serratus anterior. Sebgaian kecil
terletak di atas M.obliquus externus.
Pada 95% wanita terdapat perpanjangan dari kuadran lateral atas sampai ke
aksila. Ekor ini (tail of Spence) dari jaringan mammae memasuki suatu hiatus
6
(dari Langer) dalam fascia sebelah dalam dari dinding medial aksila. Hanya ini
jaringan mammae yang ditemukan secara normal di bawah fascia sebelah dalam. 1
Gambar 1.3. Potongan sagital mammae dan dinding
dada sebelah depan
Tabel 1.1. Otot-otot dan persarafan yang perlu diperhatikan pada mastektomi
Muscle Origin Insertion Nerve supply Comments
Pectoralis major
Medial half of clavicle, lateral half of sternum, 2nd to 6th costal cartilages, aponeurosis of external oblique muscle
Lateral lip, bicipital groove
Lateral and medial pectoral nerves
Clavicular portion of pectoralis forms upper extent of radical mastectomy; lateral border forms medial boundary of modified radical mastectomy; both nerves should be preserved in modified radical procedure
Pectoralis minor
2nd to 5th ribs
Coracoid process of scapula
Lateral and medial pectoral nerves
Deltoid Lateral half of clavicle, lateral border of acromion process, spine of scapula
Deltoid tuberosity of humerus
Axillary nerve
Serratus 1. 1st and 2nd Costal surface Long thoracic Injury produces
7
anterior (3 parts)
ribs
of scapula at superior angle
nerve "winged scapula"
2. 2nd to 4th ribs
Vertebral border of scapula
3. 4th to 8th ribs
Costal surface of scapula at inferior angle
Latissimus dorsi
Back, to crest of ilium
Crest of lesser tubercle and intertubercular groove of humerus
Thoracodorsal nerve
The anterior border forms the lateral extent of radical mastectomy; injury results in weakness of rotation and abduction of arm
Subclavius Junction of 1st rib and its cartilage
Groove of lower surface of clavicle
Subclavian nerve
Subscapularis Costal surface of scapula
Lesser tubercle of humerus
Upper and lower subscapular nerves
Subscapular nerves should be spared
External oblique aponeurosis
External oblique muscle
Rectus sheath and linea alba, crest of ilium
Remember the interdigitation with serratus anterior and pectoralis muscles
Rectus abdominis
Ventral surface of 5th to 7th costal cartilages and xiphoid process
Crest and superior ramus of pubis
Branches of 7th-12th thoracic nerves
The rectus sheath is the lower limit of radical mastectomy
8
Gambar 1.4. Topografi aksila (Anterior view)
Setiap payudara terdiri dari 15 sampai 20 lobus, beberapa lebih besar
daripada yang lainnya, berada dalam fascia superficial, dimana dihubungkan
secara bebas dengan fascia sebelah dalam. Lobus-lobus ini beserta duktusnya
adalah kesatuan dalam anatomi, bukan kesatuan dalam bedah. Suatu biopsy
payudara bukan suatu lobektomi, dimana pada prosedur semacam itu, sebagian
dari 1 atau lebih lobus diangkat.
Antara fascia superficial dan yang sebelah dalam terdapat ruang
retromammary (submammary) yang mana kaya akan limfatik (Gambar 1.5.)
Gambar 1.5. Ruang retromammary. 1. Membranous layer of superficial fascia. 2.
Retromammary space. 3. Muscle fascia.
Lobus-lobus parenkim beserta duktusnya tersusun secara radial berkenaan
dengan posisi dari papilla mammae, sehingga duktus berjalan sentral menuju
papilla seperti jari-jari roda berakhir secara terpisah di puncak dari papilla.
Segmen dari duktus dalam papilla merupakan bagian duktus yang tersempit. Oleh
karena itu, sekresi atau pergantian sel-sel cenderung untuk terkumpul dalam
bagian duktus yang berada dalam papilla, mengakibatkan ekspansi yang jelas dari
duktus dimana ketika berdilatasi akibat isinya dinamakan lactiferous sinuses
(Gambar 1.6.). Pada area bebas lemak di bawah areola, bagian yang dilatasi dari
duktus laktiferus (lactiferous sinuses) merupakan satu-satunya tempat untuk
menyimpan susu. Intraductal papillomas sering terjadi di sini.
9
Gambar 1.6. Topografi payudara. 1. Retinacula cutis. 2. Membranous layer. 3. Serratus anterior fascia. 4. Serratus anterior muscle. 5. Pectoral fascia. 6. Pectoralis major muscle. 7. Suspensory ligament of axilla. 8. Lobe of breast parenchyma. 9. Lactiferous duct. 10. Ampulla.
Ligamentum suspensori Cooper membentuk jalinan yang kuat, pita
jaringan ikat berbentuk ireguler menghubungkan dermis dengan lapisan dalam
dari fascia superfisial, melewati lobus-lobus parenkim dan menempel ke elemen
parenkim dan duktus. Kadang-kadang, fascia superfisial terfiksasi ke kulit,
sehingga tidak mungkin dilakukan total mastectomy subkutan yang ideal. Dengan
adanya invasi keganasan, sebagian dari ligamentum Cooper akan mengalami
kontraksi, menghasilkan retraksi dan fiksasi atau lesung dari kulit yang khas. Ini
berbeda dengan penampilan kulit yang kasar dan ireguler yang disebut peau
d'orange, dimana pada peau d'orange perlekatan subdermal dari folikel-folikel
rambut dan kulit yang bengkak menghasilkan gambaran cekungan dari kulit. 1
10
Gambar 1.7. Dumpling of the breast, akibat dari terlibatnya ligamentum Cooper
pada penyakit yang invasive. Dapat diperjelas dengan penekanan
oleh tangan pemeriksa.
Suplai darah
Mammae diperdarahi dari 2 sumber, yaitu A. thoracica interna, cabang dari A.
axillaries, dan A. intercostal.
Gambar 1.8. A. Pada 18% individu, payudara diperdarahi oleh arteri internal thoracic, axillary, dan intercostals. B. Pada 30%, kontribusi dari A.aksilaris tidak berarti. C. Pada 50%, A.intercostal hanya sedikit kontribusinya.
Vena aksilaris, vena thoracica interna, dan vena intercostals 3-5 mengalirkan
darah dari kelenjar mamma. Vena-vena ini mengikuti arterinya.
Vena aksilaris terbentuk dari gabungan vena brachialis dan vena basilica,
terletak di medial atau superficial terhadap arteri aksilaris, menerima juga 1 atau 2
cabang pectoral dari mammae. Setelah vena ini melewati tepi lateral dari iga
pertama, vena ini menjadi vena subclavia. Di belakang, vena intercostalis
berhubungan dengan sistem vena vertebra dimana masuk vena azygos,
11
hemiazygos, dan accessory hemiazygos, kemudian mengalirkan ke dalam vena
cava superior. Ke depan, berhubungan dengan brachiocephalica.
Melaui jalur kedua jalur pertama, metastasis ca mammae dapat mencapai
paru-paru. Melalui
jalurketiga, metastasis dapat
ke tulang dan system saraf
pusat.1
Gambar 1.9. Diagram potongan frontal mammae kanan menunjukkan jalur drainase vena. A. Drainase medial melalui internal thoracic vein ke jantung kanan. the right heart. B. Drainage posterior ke vertebral veins. C. Drainase lateral ke intercostal, superior epigastric veins, dan hati. D. Darinase superior lateral superior melalui vena aksilaris ke jantung kanan.
Aliran limfatik
Kelenjar getah bening dari regio mammae terdapat dalam kelompok inkonstan
yang bervariasi. Seringnya pembagian menurut Haagensen.
12
Gambar 1.10. Kelenjar getah bening aksila dan payudara menurut klasifikasi dari
Haagensen (kiri). Aliran limfatik mammae (kanan).
Klasifikasi utama Haagensen adalah axillary dan internal thoracic (mammary).
1. Drainase Aksilaris (35.3 nodes).
Group 1. External mammary nodes (1.7 nodes), juga dikenal sebagai anterior
pectoral nodes. Ini terletak sepanjang batas lateral dari M. pectoralis minor, di
bawah M. pectoralis major, sepanjang sisi medial dari aksila mengikuti aliran
lateral thoracic artery pada dinding dada, mulai dari iga 2-6. Di bawah areola
terdapat perluasan jaringan pembuluh-pembuluh limfatik, dinamakan
subareolar plexus of Sappey.
Gambar 1.11. Aliran limfatik mammae. Aliran limfe langsung dari kulit ditunjukkan oleh tanda panah pada mammae kanan dan sisi medial mammae kiri. 1. Areolar plexus of vessels, draining areola, nipple and some parenchyma. 2. Anterior pectoral nodes. 3. Central axillary nodes. 4. Interpectoral nodes (a path which can bypass central axillary nodes). 5. Apical, infraclavicular nodes. 6. Retrosternal nodes.
Group 2. Scapular nodes (5.8 nodes). Terletak di atas pembuluh-pembuluh darah
subsakapular. Limfatik dari KGB ini salng berhubungan dengan pembuluh
limfe intercistal.
Group 3. Central nodes (12.1 nodes). Merupakan kelompok kelenjar getah bening
yang terbesar; merupakan KGB yang paling mudah dipalpasi di aksila karena
ukurannya yang besar. Ketika KGB ini membesar, dapat menekan
13
intercostobrachial nerve, cabang kutaneus lateral dari second atau third
thoracic nerve, dapat timbul nyeri.
Group 4. Interpectoral nodes (Rotter's nodes) (1.4 nodes). Terletak antara otot
pektoralis mayor dan minor, sering terdapat tunggal. Merupakan kelompok
KGB terkecil dari KGB aksila dan tidak dapat ditemukan walaupun M.
pectoralis major diangkat.
Group 5. Axillary vein nodes (10.7 nodes). Merupakan kelompok KGB terbesar
kedua di aksila. Terletak di permukaan ventral dan kaudal dari bagian lateral
vena aksilaris.
Group 6. Subclavicular nodes (3.5 nodes). Terletak pada permukaan ventral dan
kaudal dari bagian medial vena aksilaris. These lie on the caudal and ventral
surfaces of the medial part of the axillary vein.
2. Drainase Internal Thoracic (Mammary) (8.5 Nodes)
Pembuluh-pembuluh limfatik timbul dari tepi medial mammae pada fascia
pectoralis. KGB ini juga menerima trunkus limfatikus dari kulit mammae
kontralateral, hati, diafragma, rectus sheath, bagian atas rectus abdominis. KGB
sekitar 4-5 setiap sisinya, kecil, dan biasanya dalam lemak dan jaringan ikat dari
ruang interkosta. Saluran ini bermuara ke ductus thoracicus atau ductus limfatikus
dextra. Rute ke vena aksilaris lebih pendek daripada rute aksila.1
Dalam staging, bila ditemukan metastasis ke KGB supraclavicular, cervical,
atau contralateral internal mammary dianggap telah mengadakan metastasis jauh
(M1). Yang termasuk KGB regional :
1. KGB aksila (ipsilateral) : interpectoral (Rotter's) nodes dan KGB sepanjang
vena aksilaris dan bagian-bagiannya yang dapat dibagi ke dalam beberapa
tingkat :
a. Level I (low axilla): KGB lateral dari tepi lateral M pectoralis minor
b. Level II (midaxilla): KGB antara tepi medial dan lateral M pectoralis minor
dan KGB interpectoral (Rotter's)
c. Level III (apical axillary): KGB medial dari tepi medial M pectoralis minor
termasuk subclavicular, infraclavicular, or apical
14
Catatan : KGB intramammary disandikan sebagai KGB aksila.
Gambar 1.12. Kelompok kelenjar getah bening aksila. Level I meliputi beberapa kelenjar getah bening yang terletak lateral dari M. Pectoralis minor, Level II meliputi beberapa kelenjar getah bening yang terletak di bawah M. Pectoralis minor, Level III meliputi beberapa kelenjar getah bening yang terletak medial dari M. Pectoralis minor. 1
2. Internal mammary (ipsilateral): KGB di ruang intercosta sepanjang tepi
sternum dalam fascia endothoracica.
Persarafan
Mammae dipersarafi oleh nervus intercosta 2-6, dengan cabang-cabangnya
melewati permukaan kelenjar. 2 cabang mammae dari nervus kutaneus lateral
keempat juga mempersarafi papilla mammae.
15
Gambar 1.13. Saraf-saraf perifer penting yang ditemukan selama mastectomy
2.3 Fisiologi
Kelenjar payudara merupakan satu bagian integral dari sistem reproduksi
maka perbuahan fisiologis kelenjar tersebut rapat hubungannya dengan
reproduksi, dalam keseluruhannya dikendalikan oleh sistem neuro-
endrokrinologi yang sama.(4)
Payudara mengalami tiga macam perubahan : (4)
Pertumbuhan dan involusi kelenjar payudara
Pada waktu lahir payudara merupakan suatu sistem saluran yang
bermuara ke mamilla. Beberapa hari sesudah lahir sebagian besar bayi
dari kedua seks menunjukkkan pembesaran kelenjar payudara sedikit
dan mulai bersekresi sedikit mengeluarkan kolostrum yang menghilang
sesudah kira-kira satu minggu kemudian, kelenjar payudara kembali
dalam keadaan infantil, tidak aktif.
Dalam permulaan pubertas antara 10-15 tahun, areola membesar
dan lebih mengandung pigmen. Payudara pun menyerupai satu cakram.
Pertumbuhan kelenjar akan berjalan terus sampai umur dewasa hingga
berbentuk seperti kuncup. Hal ini terjadi pengaruh estrogen yang
kadarnya meningkat. Terutama yang tumbuh ialah jaringan lemak dan
jaringan ikat di antara 15-20 lobus payudara, saluran lobus tidak banyak
bertumbuh. Biasanya payudara sudah sempurna terbentuk setelah haid
mulai.
Perubahan kelenjar payudara yang berhubungan dengan haid
Pada saat haid payudara agak membesar dan tegang dan pada beberapa
wanita timbul rasa nyeri. Perubahan ini kiranya ada hubungan dengan
perubahan vaskuler dan limfogen.
Perubahan payudara pada saat hamil dan laktasi
Beberapa minggu setelah konsepsi timbul perubahan pada kelenjar
payudara. Payudara menjadi lebih penuh, tegang, areola lebih banyak
16
mengandung pigmen dan puting susu sedikit membesar. Pada awal
trimester kedua mulai timbul sistem alveolar, baik duktus maupun
asinus menjadi hipertrofi di bawah pengaruh estrogen dan progesteron
yang kadarnya meningkat, alveolus-alveolus mulai terisi cairan, yakni
kolostrum di bawah pengaruh prolaktin. Karena inhibisi estrogen dan
progesteron, kolostrum tidak dikeluarkan, hanya pada bulan-bulan
terakhir dapat dikeluarkan beberapa tetes. Pengecilan payudara sesudah
menopause adalah berdasarkan berkurangnya produksi estrogen.
Pemakaian obat-obatan yang tidak diketahui becampur dengan estrogen
dapat menimbulkan bermacam-macam keluhan.
2.4 Pengertian Tumor
Tumor adalah setiap benjolan abnormal pada tubuh tanpa melihat
penyebanya. Tumor, dalam arti sempit, disebut juga neoplasma,
yakni pertumbuhan sel atau jaringan baru di luar kendali tubuh.
Neoplasma dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasma ganas atau
kanker terjadi karena sel berkembangbiak secara tidak terkendali
sehingga tumbuh terus dan merusak bentuk serta fungsi organ
tempat tumbuhnya. Kanker, karsinoma, atau sarkoma tumbuh
menyususup ( infiltratif ), dapat menyebar kebagian lain tubuh, dan
umumnya fatal jika dibiarkan. neoplasma memiliki batas yang
tegas dan tidak mnyusup, tidak merusak, tetapi terus membesar
sehingga menekan jaringan disekitarnya dan umumnya tidak
bermetastasis.
2.5 Tumor Jinak
1. Fibroadenoma
Fibroadenoma adalah suatu tumor jinak dan merupakan
golongan terbesar dari tumor payudara yaitu 45,28%-50% di RS Dr.
Soetomo (Sukardja). Fibroadenoma mammae (FAM) ini secara klinis
diketahui sebagai tumor di payudara dengan konsistensi padat kenyal,
17
dapat digerakkan dari jaringan sekitarnya, berbentuk bulat lonjong dan
berbatas tegas. Pertumbuhannya lambat, tidak ada perubahan pada
kulit, dan tidak disertai rasa nyeri. FAM terdapat pada usia muda yaitu
15-30 tahun, dapat dijumpai bilateral atau multipel (15%). Sebagai
tumor jinak, tidak ada metastase regional dan jauh, pengobatannya
cukup dengan eksisi tumornya.
2 Penyakit fibrokistik
Fibrocystic disease (FCD) biasanya multipel dan bilateral,
disertai rasa nyeri terutama menjelang haid. Ukurannya dapat berubah,
terasa lebih besar, penuh dan nyeri menjelang haid dan akan mengecil
serta nyeri berkurang setelah haid selesai. Hal ini terjadi karena FCD
dipengaruhi oleh keseimbangan hormonal. Tumor jenis ini umumnya
tidak berbatas tegas kecuali kista soliter. Konsistensinya padat kenyal,
dapat pula kistik. Jenis yang padat kadang-kadang sukar dibedakan
dengan kanker payudara dini. Kelainan ini dapat juga dijumpai tanpa
massa tumor yang nyata hingga jaringan payudara teraba padat,
permukaan granular. Pengobatan FCD umumnya adalah
medikamentosa simptomatis. Namun apabila medikamentosa tidak
menghilangkan keluhan nyerinya dan ditemukan pada usia
pertengahan sampai tua diperlukan terapi operatif.
3. Cystosarcoma philloides
Gambaran klinis Cystosarcoma philloides dapat seperti FAM
yang besar. Bentuknya bulat lonjong, permukaan berbenjol, batas
tegas, ukuran bisa mencapai 20-30 cm. Konsistensinya dapat padat
kenyal tapi ada bagian yang kisteus. Walaupun ukurannya besar tidak
ada perlekatan ke dasar atau kulit. Kulit payudara tegang, berkilat dan
tampak venektasi. Cystosarcoma philloides tidak bermetastase karena
ini adalah kelainan jinak tapi sejumlah kecil (27%) ditemukan dalam
bentuk ganas yang disebut malignant cystosarcoma philloides.
Pengobatannya adalah simple mastectomy untuk mencegah residif.
18
Pada orang muda atau belum berkeluarga dapat dipertimbangkan untuk
mastekstomi subkutan.
4. Galactocele
Galaktokel bukan kelainan neoplasma atau pertumbuhan baru
melainkan suatu massa tumor kistik yang timbul akibat tersumbatnya
duktus laktiferus pada ibu-ibu yang sedang atau baru selesai masa
laktasi. Tumor ini berbatas tegas, bulat dan kisteus karena berisi air
susu yang mengental.
5. Mastitis
Mastitis adalah suatu infeksi pada kelenjar payudara yang
biasanya terdapat pada wanita yang sedang menyusui. Ditemukan
tanda-tanda radang dan sering sudah menjadi abses.
Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan
mekanisme normalnya, sehingga mengambil pertumbuhan yang tidak
normal, cepat dan tidak terkendali, kanker payudara (Carcinoma mammae)
adalah suatu penyakit neoplasma yang ganas yang berasal dari
parenchyma. 1-3
2.6 Tumor Ganas
1. Non invasive carcinoma
a) Ductal carcinoma in situ
Ductal carcinoma in situ, juga disebut intraductal cancer, merujuk
pada sel kanker yang telah terbentuk dalam saluran dan belum
menyebar. Saluran menjadi tersumbat dan membesar seiring
bertambahnya sel kanker di dalamnya. Kalsium cenderung terkumpul
dalam saluran yang tersumbat dan terlihat dalam mamografi sebagai
kalsifikasi terkluster atau tak beraturan (clustered or irregular
19
calcifications) atau disebut kalsifikasi mikro (microcalcifications) pada
hasil mammogram seorang wanita tanpa gejala kanker.3Munculnya
massa yang secara jelas terlihat atau dirasakan, dan terlihat pada
mammografi. DCIS kadang ditemukan dengan tidak sengaja saat
dokter melakukan biopsy tumor jinak. Sekitar 20%-30% kejadian
kanker payudara ditemukan saat dilakukan mamografi. Jika diabaikan
dan tidak ditangani, DCIS dapat menjadi kanker invasif dengan potensi
penyebaran ke seluruh tubuh.
DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu
sel cenderung lebih invasif dari tipe satunya. Tipe pertama, dengan
perkembangan lebih lambat, terlihat lebih kecil dibandingkan sel
normal. Sel ini disebut solid, papillary atau cribiform. Tipe kedua,
disebut comedeonecrosis, sering bersifat progresif di awal
perkembangannya, terlihat sebagai sel yang lebih besar dengan bentuk
tak beraturan. 1,3
20
A B
Gambar 1.12 Ductal Carcinoma in situ (A) dan Sel-sel kanker menyebar keluar dari ductus, menginvasi jaringan sekitar dalam mammae (B)
b) Lobular carcinoma in situ
Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang
digolongkan sebagai tipe kanker payudara non-invasif. Bermula dari
kelenjar yang memproduksi air susu, tetapi tidak berkembang
melewati dinding lobulus. Mengacu pada National Cancer Institute,
Amerika Serikat, seorang wanita dengan LCIS memiliki peluang 25%
munculnya kanker invasive (lobular atau lebih umum sebagai
infiltrating ductal carcinoma) sepanjang hidupnya.
Gambar 1.13 Lobular carcinoma in situ
2. Invasive carcinoma
I. Paget’s disease dari papilla mammae
21
Paget’s disease dari papilla mammae pertama kali
dikemukakan pada tahun 1974. Seringnya muncul sebagai erupsi
eksim kronik dari papilla mammae, dapat berupa lesi bertangkai,
ulserasi, atau halus. Paget's disease biasanya berhubungan dengan
DCIS (Ductal Carcinoma in situ) yang luas dan mungkin
berhubungan dengan kanker invasif. Biopsi papilla mammae akan
menunjukkan suatu populasi sel yang identik (gambaran atau
perubahan pagetoid). Patognomonis dari kanker ini adalah
terdapatnya sel besar pucat dan bervakuola (Paget's cells) dalam
deretan epitel. Terapi pembedahan untuk Paget's disease meliputi
lumpectomy, mastectomy, atau modified radical mastectomy,
tergantung penyebaran tumor dan adanya kanker invasif. 3
II. Invasive ductal carcinoma
a. Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST)
(80%)
Kanker ini ditemukan sekitar 80% dari kanker payudara dan
pada 60% kasus kanker ini mengadakan metastasis (baik mikro
maupun makroskopik) ke KGB aksila. Kanker ini biasanya
terdapat pada wanita perimenopause or postmenopause dekade
kelima sampai keenam, sebagai massa soliter dan keras. Batasnya
kurang tegas dan pada potongan meilntang, tampak permukaannya
membentuk konfigurasi bintang di bagian tengah dengan garis
berwarna putih kapur atau kuning menyebar ke sekeliling jaringan
payudara. Sel-sel kanker sering berkumpul dalam kelompok kecil,
dengan gambaran histologi yang bervariasi.
b. Medullary carcinoma (4%)
Medullary carcinoma adalah tipe khusus dari kanker payudara,
berkisar 4% dari seluruh kanker payudara yang invasif dan
merupakan kanker payudara herediter yang berhubungan dengan
BRCA-1. Peningkatan ukuran yang cepat dapat terjadi sekunder
22
terhadap nekrosis dan perdarahan. 20% kasus ditemukan bilateral.
Karakterisitik mikroskopik dari medullary carcinoma berupa (1)
infiltrat limforetikular yang padat terutama terdiri dari sel limfosit
dan plasma; (2) inti pleomorfik besar yang berdiferensiasi buruk
dan mitosis aktif; (3) pola pertumbuhan seperti rantai, dengan
minimal atau tidak ada diferensiasi duktus atau alveolar. Sekitar
50% kanker ini berhubungan dengan DCIS dengan karakteristik
terdapatnya kanker perifer, dan kurang dari 10% menunjukkan
reseptor hormon. Wanita dengan kanker ini mempunyai 5-year
survival rate yang lebih baik dibandingkan NST atau invasive
lobular carcinoma.
c. Mucinous (colloid) carcinoma (2%)
Mucinous carcinoma (colloid carcinoma), merupakan tipe
khusus lain dari kanker payudara, sekitar 2% dari semua kanker
payudara yang invasif, biasanya muncul sebagai massa tumor yang
besar dan ditemukan pada wanita yang lebih tua. Karena
komponen musinnya, sel-sel kanker ini dapat tidak terlihat pada
pemeriksaan mikroskopik.
d. Papillary carcinoma (2%)
Papillary carcinoma merupakan tipe khusus dari kanker
payudara sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif.
Biasanya ditemukan pada wanita dekade ketujuh dan sering
menyerang wanita non kulit putih. Ukurannya kecil dan jarang
mencapai diameter 3 cm. McDivitt dan kawan-kawan
menunjukkan frekuensi metastasis ke KGB aksila yang rendah dan
5- and 10-year survival rate mirip mucinous dan tubular
carcinoma.
e. Tubular carcinoma (2%)
Tubular carcinoma merupakan tipe khusus lain dari kanker
payudara sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif.
23
Biasanya ditemukan pada wanita perimenopause dan pada periode
awal menopause. Long-term survival mendekati 100%.
III. Invasive lobular carcinoma (10%)
Invasive lobular carcinoma sekitar 10% dari kanker
payudara. Gambaran histopatologi meliputi sel-sel kecil dengan
inti yang bulat, nucleoli tidak jelas, dan sedikit sitoplasma.
Pewarnaan khusus dapat mengkonfirmasi adanya musin dalam
sitoplasma, yang dapat menggantikan inti (signet-ring cell
carcinoma). Seringnya multifokal, multisentrik, dan bilateral.
Karena pertumbuhannya yang tersembunyi sehingga sulit untuk
dideteksi.
IV. Kanker yang jarang (adenoid cystic, squamous cell, apocrine)
2.7 Etiologi dan Faktor Resiko
Etiologi pasti dari kanker payudara masih belum jelas. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa wanita dengan faktor risiko tertentu lebih sering
untuk berkembang menjadi kanker payudara dibandingkan yang tidak
memiliki beberapa faktor risiko tersebut.2 Beberapa faktor risiko
tersebut3,4:
Umur :
Kemungkinan untuk menjadi kanker payudara semakin meningkat
seiring bertambahnya umur seorang wanita. Angka kejadian kanker
payudara rata-rata pada wanita usia 45 tahun ke atas. Kanker jarang
timbul sebelum menopause. Kanker dapat didiagnosis pada wanita
premenopause atau sebelum usia 35 tahun, tetapi kankernya cenderung
lebih agresif, derajat tumor yang lebih tinggi, dan stadiumnya lebih
lanjut, sehingga survival rates-nya lebih rendah.
Riwayat kanker payudara :
24
Wanita dengan riwayat pernah mempunyai kanker pada satu
payudara mempunyai risiko untuk berkembang menjadi kanker pada
payudara yang lainnya.
Riwayat Keluarga :
Risiko untuk menjadi kanker lebih tinggi pada wanita yang ibunya
atau saudara perempuan kandungnya memiliki kanker payudara.
Risiko lebih tinggi jika anggota keluarganya menderita kanker
payudara sebelum usia 40 tahun. Risiko juga meningkat bila terdapat
kerabat/saudara (baik dari keluarga ayah atau ibu) yang menderita
kanker payudara.
Perubahan payudara tertentu :
Beberapa wanita mempunyai sel-sel dari jaringan payudaranya
yang terlihat abnormal pada pemeriksaan mikroskopik. Risiko kanker
akan meningkat bila memiliki tipe-tipe sel abnormal tertentu, seperti
atypical hyperplasia dan lobular carcinoma in situ [LCIS].
Perubahan Genetik :
Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko
terjadinya kanker payudara, antara lain BRCA1, BRCA2, dan beberapa
gen lainnya. BRCA1 and BRCA2 termasuk tumor supresor gen. Secara
umum, gen BRCA-1 beruhubungan dengan invasive ductal carcinoma,
poorly differentiated, dan tidak mempunyai reseptor hormon.
Sedangkan BRCA-2 berhubungan dengan invasive ductal carcinoma
yang lebih well differentiated dan mengekspresikan reseptor hormon.
Wanita yang memiliki gen BRCA1 dan BRCA2 akan mempunyai
risiko kanker payudara 40-85%. Wanita dengan gen BRCA1 yang
abnormal cenderung untuk berkembang menjadi kanker payudara pada
usia yang lebih dini.
Riwayat reproduksi dan menstruasi :
Meningkatnya paparan estrogen berhubungan dengan peningkatan
risiko untuk berkembangnya kanker payudara, sedangkan
berkurangnya paparan justru memberikan efek protektif. Beberapa
25
faktor yang meningkatkan jumlah siklus menstruasi seperti menarche
dini (sebelum usia 12 tahun), nuliparitas, dan menopause yang
terlambat (di atas 55 tahun) berhubungan juga dengan peningkatan
risiko kanker. Diferensiasi akhir dari epitel payudara yang terjadi pada
akhir kehamilan akan memberi efek protektif, sehingga semakin tua
umur seorang wanita melahirkan anak pertamanya, risiko kanker
meningkat. Wanita yang mendapatkan menopausal hormone therapy
memakai estrogen, atau mengkonsumsi estrogen ditambah progestin
setelah menopause juga meningkatkan risiko kanker.
Ras :
Kanker payudara lebih sering terdiagnosis pada wanita kulit putih,
dibandingkan wanita Latin Amerika, Asia, or Afrika. Insidensi lebih
tinggi pada wanita yang tinggal di daerah industrialisasi.
Wanita yang mendapat terapi radiasi pada daerah dada :
Wanita yang mendapat terapi radiasi di daerah dada (termasuk
payudara) sebelum usia 30 tahun, risiko untuk berkembangnya kanker
payudara akan meningkat di kemudian hari.
Kepadatan jaringan payudara :
Jaringan payudara dapat padat ataupun berlemak. Wanita yang
pemeriksaan mammogramnya menunjukkan jaringan payudara yang
lebih padat, risiko untuk menjadi kanker payudaranya meningkat.
Overweight atau Obese setelah menopause:
Kemungkinan untuk mendapatkan kanker payudara setelah
menopause meningkat pada wanita yang overweight atau obese, karena
sumber estrogen utama pada wanita postmenopause berasal dari
konversi androstenedione menjadi estrone yang berasal dari jaringan
lemak, dengan kata lain obesitas berhubungan dengan peningkatan
paparan estrogen jangka panjang.
Kurangnya aktivitas fisik :
26
Wanita yang aktivitas fisik sepanjang hidupnya kurang, risiko
untuk menjadi kanker payudara meningkat. Dengan aktivitas fisik akan
membantu mengurangi peningkatan berat badan dan obesitas.
Diet :
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita yang sering
minum alkohol mempunyai risiko kanker payudara yang lebih besar.
Karena alkohol akan meningkatkan kadar estriol serum. Sering
mengkonsumsi banyak makan berlemak dalam jangka panjang akan
meningkatkan kadar estrogen serum, sehingga akan meningkatkan
risiko kanker. 5
2.8. Epidemiologi
Seluruh dunia, kanker payudara adalah kanker paling umum pada wanita
setelah kanker kulit yang mewakili 16% dari semua kanker wanita. Angka
ini lebih dari dua kali lipat dari kanker kolorektal dan kanker leher rahim
dan sekitar tiga kali lipat dari kanker paru-paru. Kematian di dunia adalah
25% lebih besar daripada kanker paru-paru pada wanita.
Insiden kanker payudara sangat bervariasi di seluruh dunia, yang lebih
rendah di negara-negara berkembang dan terbesar di lebih-negara maju.
Saat ini, terjadi peningkatan insidens kanker payudara di Negara-negara
yang sebelumnya memilikin insidens rendah, seperti di Jepang dan Cina.
Selain disebabkan oleh perubahan yang signifikan dalam gaya hidup
masyarakat Asia, peningkatan ini juga turut terjadi berkat kemajuan
tekhnologi diagnosis tumor ganas payudara.1,4
2.9. Patogenesis
Tumorigenesis kanker payudara merupakan proses multi tahap, tiap
tahapannya berkaitan dengan satu mutasi tertentu atau lebih di gen
27
regulator minor atau mayor.Terdapat dua jenis sel utama pada payudara
orang dewasa; sel mioepitel dan sel sekretorik lumen.1
Secara klinis dan histopatologis, terjadi beragam tahap morfologis dalam
perjalanan menuju keganasan. Hiperplasia duktal, ditandai oleh proliferasi
sel-sel epitel poliklonal yang tersebar tidak rata yang pola kromatin dan
bentuk inti-intinya saling bertumpang tindih dan lumen duktus yang tidak
teratur, sering menjasi tanda awal kecendrungan keganasan. Sel-sel di atas
relatif memiliki sedikit sitoplasma dan batas selnya tidak jelas dan secara
sitologi jinak. Perubahan dari hiperplasia ke hiperplasia atipik (klonal),
yang sitoplasma selnya lebih jelas, intinya lebih jelas dan tidak tumpang
tindih, dan lumen duktus yang teratur, secara klinis meningkatkan risiko
kanker payudara.Setelah hiperplasia atipik, tahap berikutnya adalah
timbulnya karsinoma in situ, baik karsinoma duktal maupun lobular. Pada
karsinoma in situ, terjadi proliferasi sel yang memiliki gambaran sitologi
sesuai dengan keganasan, tetapi proliferasi sel tersebut belum meginvasi
stroma dan menembus membran basal. Karsinoma in situ lobular biasanya
menyebar keseluruh jaringan payudara (bahkan bilateral) dan biasanya
tidak teraba dan tidak terlihat pada pencitraan. Sebaliknya,karsinoma in
situ duktal merupakan lesi duktal segmental yang dapat mengalami
klasifikasi sehingga memberi penampilan yang beragam. Setelah sel-sel
tumor menembus membran basal dan menginvasi stroma, tumor menjadi
invasif, dapat menyebar secara hematogen dan limfogen sehingga
menimbulkan metastasis.
2.10. Stadium1-6
Tabel 1.3. TNM Staging System untuk Breast Cancer
Tumor Primer (T)
TX Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak ada bukti terdapat tumor primer
28
Tis Carcinoma in situ
Tis(DCIS) Ductal carcinoma in situ
Tis(LCIS) Lobular carcinoma in situ
Tis(Paget's) Paget's disease dari papilla mammae tanpa tumor (Catatan : Paget's
disease yang berhubungan dengan tumor diklasifikasikan menurut ukuran
tumor)
T1 Tumor ≤ 2 cm
T1mic Microinvasion ≤ 0.1
T1a Tumor > 0.1 cm tetapi tidak lebih dari 0.5 cm
T1b Tumor > 0.5 cm tetapi tidak lebih dari 1 cm
T1c Tumor > 1 tetapi tidak lebih dari 2 cm
T2 Tumor > 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm
T3 Tumor > 5 cm
T4 Tumor ukuran berapapun dengan perluasan langsung ke dinding dada atau
kulit, seperti yang diuraikan dibawah ini :
T4a Perluasan ke dinding dada, tidak melibatkan otot pectoralis
T4b Edema (termasuk peau d'orange), atau ulserasi kulit [ayudara, atau ada
nodul satelit terbatas di kulit payudara yang sama
T4c Kriteria T4a dan T4b
T4d Inflammatory carcinoma
Kelenjar Getah Bening—Klinis (N)
NX KGB regional tidak dapat dinilai (misalnya sebelumnya telah diangkat)
N0 Tidak ada metastasis ke KGB regional
N1 Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral tetapi dapat digerakkan
N2 Metastasis KGB aksilla ipsilateral tetapi tidak dapat digerakkan atau
terfiksasi, atau tampak secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral
tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla
29
ipsilateral
N2a Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral dengan KGB saling melekat atau
melekat ke struktur lain sekitarnya.
N2b Metastasis hanya tampak secara klinis ke KGB internal mammary
ipsilateral dan tidak terbukti secara klinis terdapat metastasis ke KGB
aksilla ipsilateral
N3 Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa
keterlibatan KGB aksilla, atau secara klinis ke KGB internal mammary
ipsilateral tetapi secara klinis terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla
ipsilateral; atau metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral dengan atau
tanpa keterlibatan KGB infraklavikula atau aksilla ipsilateral
N3a Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral
N3b Metastasis ke KGB internal mammary dan aksilla
N3c Metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral
Kelenjar Getah Bening Regional—Patologia anatomi (pN)
pNX KGB regional tidak dapat dinilai (sebelumnya telah diangkat atau tidak
dilakukan pemeriksaan patologi)
pN0b
Secara histologis tidak terdapat metastasis ke KGB, tidak ada
pemeriksaan tambahan untuk isolated tumor cells (Catatan : Isolated
tumor cells (ITC) diartikan sebagai sekelompok tumor kecil yang tidak
lebih dari 0.2 mm, biasanya dideteksi hanya dengan
immunohistochemical (IHC) atau metode molekuler
pN0(i–) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (-)
pN0(i+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (+), IHC
cluster tidak lebih dari 0.2 mm
pN0(mol–) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, pemeriksaan
molekuler (-) (RT-PCR)
pN0(mol+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, pemeriksaan
molekuler (+) (RT-PCR)
30
pN1 Metastasis ke 1-3 KGB aksila, dan atau KGB internal mammary
terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis
tidak tampak
pN1mi Micrometastasis (> 0.2 mm, < 2.0 mm)
pN1a Metastasis ke 1-3 KGB aksila
pN1b Metastasis ke KGB internal mammary terdeteksi secara mikroskopis
melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak tampak
pN1c Metastasis ke 1-3 KGB aksila dan ke KGB internal mammary terdeteksi
secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak
tampak (jika berhubungan dengan >3 (+) KGB aksila, KGB internal
mammary diklasifikasikan sebagai pN3b)
pN2 Metastasis ke 4-9 KGB aksila, atau tampak secara klinis ke KGB internal
mammary tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB
aksilla
pN2a Metastasis ke 4-9 KGB aksila (sedikitnya 1 tumor > 2 mm)
pN2b tampak secara klinis ke KGB internal mammary tetapi secara klinis tidak
terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla
pN3 Metastasis ke 10 KGB aksila, atau KGB infraklavikula, atau secara klinis
ke KGB internal mammary ipsilateral dan terdapat 1 atau lebih metastasis
ke KGB aksilla atau > 3 metastasis ke KGB aksilla tetapi secara klinis
microscopic metastasis (-) ke KGB internal mammary; atau ke KGB
supraklavikular ipsilateral
pN3a Metastasis ke ≥10 KGB aksila (minimal 1 tumor > 2 mm), atau metastasis
ke KGB infraklavikula
pN3b Secara klinis metastasis ke KGB internal mammary ipsilateral dan
terdapat 1 atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis ke
KGB aksilla dan dalam KGB internal mammary dengan kelainan
mikroskopis yang terdeteksi melalui diseksi KGB sentinel, tidak tampak
secara klinis
pN3c Metastasis ke KGB supraklavikular ipsilateral
31
Metastasis Jauh (M)
MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 Tidak terdapat metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh
Tampak secara klinis didefinisikan bahwa dapat dideteksi melalui alat pencitraan atau dengan pemeriksaan klinis atau kelainan patologis terlihat jelas.Tidak tampak secara klinis berarti tidak terlihat melalui alat pencitraan (kecuali dengan lymphoscintigraphy) atau dengan pemeriksaan klinis.Klasifikasi berdasarkan diseksi KGB aksila dengan atau tanpa diseksi sentinel dari KGB. Klasifikasi semata-mata berdasarkan diseksi sentinel KGB tanpa diseksi KGB aksila yang selanjutnya direncanakan untuk "sentinel node", seperti pN-(l+) (sn).RT-PCR = reverse transcriptase polymerase chain reaction.SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer: AJCC Cancer Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, pp 227–228.
Tabel 1.4. TNM Stage Groupings
Stage 0 Tis N0 M0
Stage I T1a N0 M0
Stage IIA T0 N1 M0
T1a N1 M0
T2 N0 M0
Stage IIB T2 N1 M0
T3 N0 M0
Stage IIIA T0 N2 M0
T1a N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
Stage IIIB T4 N0 M0
T4 N1 M0
T4 N2 M0
Stage IIIC Any T N3 M0
Stage IV Any T Any N M1
a T1 termasuk T1 mic.SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer: AJCC Cancer Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, p 228.
32
2.11. Diagnosis
a. Anamnesa1-6
Anamnesis dimulai dengan pencatatan identitas penderita secara
lengkap dilanjutkan dengan keluhan utama. Keluhan utama penderita
dapat berupa: adanya benjolan pada payudara; rasa nyeri; keluar cairan
dari puting susu; retraksi puting susu; adanya ekzema di sekitar areola;
keluhan kulit berupa dimpling, venektasi, ulserasi atau adanya peau
d’orange; adanya benjolan di ketiak; edema lengan dan tanda
metastasis jauh misalnya nyeri tulang (vertebrae, femur), rasa penuh di
ulu hati, batuk, sesak, dan sakit kepala hebat.
Benjolan payudara dapat dideteksi pada 90% pasien dengan
kanker payudara dan merupakan tanda yang paling umum. Benjolan
kanker cenderung soliter, unilateral, padat, keras, ireguler, tidak dapat
digerakkan (nonmobile), cepat membesar dan tidak nyeri. Cairan yang
keluar secara spontan dari puting susu (nipple discharge) adalah tanda
kedua yang paling umum dari kanker payudara. Karakter nipple
discharge dapat membantu menegakkan diagnosis. Cairan seperti susu
menandakan galaktore, cairan purulen disebabkan oleh infeksi, dan
cairan multiwarna atau lengket menandakan ektasia duktus
(comedomastitis). Cairan serous, serosanguinus, berdarah atau seperti
air mungkin menandakan papiloma (80%) atau karsinoma intraduktal
(20%).6
Selain itu juga perlu ditanyakan mengenai pengaruh siklus
menstruasi terhadap keluhan tumor; menstruasi pertama pada usia
berapa; bila sudah menopause, pada usia berapa; usia saat pertama kali
melahirkan anak; menyusui atau tidak; riwayat kanker payudara atau
kanker lainnya dalam keluarga; riwayat pemakaian obat-obat
hormonal; riwayat operasi tumor payudara atau tumor ginekologik;
dan riwayat radiasi di daerah dada. Faktor-faktor risiko ini perlu
ditanyakan agar dokter dapat mempertimbangkan untuk melakukan
33
pemeriksaan mamografi pada penderita yang berisiko tinggi, dan bagi
pasien agar lebih waspada dan rutin melakukan pemeriksaan payudara
sendiri. Keluhan pasien di organ lain yang berhubungan dengan
metastasis perlu ditanyakan seperti batuk, sesak, rasa penuh di ulu hati,
nyeri tulang, dan sakit kepala hebat. Tanda-tanda umum tentang nafsu
makan dan penurunan berat badan juga perlu ditanyakan.
a. Pemeriksaan fisik
Pada status generalis, selain tanda vital perlu juga diperiksa
performance status penderita. Karena payudara dipengaruhi oleh
faktor hormonal antara lain estrogen dan progesteron maka sebaiknya
pemeriksaan payudara dilakukan saat pengaruh hormon ini seminimal
mungkin, yaitu setelah lebih kurang satu minggu dari hari pertama
menstruasi. Dengan pemeriksaan fisik yang baik dan teliti, ketepatan
pemeriksaan untuk kanker payudara secara klinis cukup tinggi.
Penderita diperiksa dengan badan bagian atas terbuka
1. Posisi tegak (duduk)
Lengan penderita jatuh bebas di samping tubuh, pemeriksa berdiri
di depan dalam posisi yang lebih kurang sama tinggi. Posisi
berbaring
Penderita berbaring dan diusahakan agar payudara jatuh tersebar
rata di atas lapangan dada, jika perlu bahu atau punggung diganjal
dengan bantal kecil terutama pada penderita yang payudaranya
besar. Palpasi dilakukan dengan mempergunakan falang distal dan
falang medial jari II, III dan IV yang dikerjakan secara sistematis
mulai dari kranial setinggi iga kedua sampai ke distal setinggi iga
keenam, juga dilakukan pemeriksaan daerah sentral subareolar dan
papil. Palpasi juga dapat dilakukan dari tepi ke sentral (sentrifugal)
berakhir di daerah papil. Terakhir diadakan pemeriksaan kalau ada
cairan keluar dengan menekan daerah sekitar papil. Pemeriksaan
dengan rabaan halus akan lebih teliti daripada dengan rabaan kuat
34
karena rabaan halus akan dapat membedakan kepadatan massa
payudara.
Pada pemeriksaan ini ditentukan lokasi tumor berdasarkan
kuadran payudara (lateral atas, lateral bawah, medial atas, medial
bawah, dan daerah sentral), ukuran tumor (diameter terbesar),
konsistensi, permukaan, bentuk dan batas-batas tumor, jumlah
tumor serta mobilitasnya terhadap jaringan sekitar payudara, kulit,
m.pektoralis dan dinding dada.
a. Pemeriksaan kelenjar getah bening regional
1. Aksila
Sebaiknya dalam posisi duduk karena dalam posisi ini fossa
aksila jatuh ke bawah sehingga mudah untuk diperiksa dan lebih
banyak yang dapat dicapai. Pada pemeriksaan aksila kanan tangan
kanan penderita diletakkan atau dijatuhkan lemas di tangan/bahu
35
kanan pemeriksa dan aksila diperiksa dengan tangan kiri
pemeriksa. Diraba kelompok KGB mammari eksterna di bagian
anterior dan di bawah tepi m.pektoralis aksila; KGB subskapularis
di posterior aksila; KGB sentral di bagian pusat aksila; dan KGB
apikal di ujung atas fossa aksilaris. Pada perabaan ditentukan
ukuran, konsistensi, jumlah, apakah terfiksasi satu sama lain atau
ke jaringan sekitarnya.
2. Supra dan infraklavikula serta leher utama, bagian bawah dipalpasi
dengan cermat dan teliti.
Selain payudara dan KGB, organ lain yang ikut diperiksa adalah paru,
tulang, hepar, dan otak untuk mencari metastase jauh.
b. Pemeriksaan Penunjang
1. Mammografi
Mammografi merupakan suatu pemeriksaan dengan soft
tissue technic yang dapat mendeteksi 85% kanker payudara.
Meskipun 15% kanker payudara tidak bisa divisualisasikan dengan
mammografi, 45% kanker payudara dapat dilihat pada
mammografi sebelum mereka dapat diraba. Adanya proses
keganasan akan memberikan tanda–tanda primer dan sekunder.
Tanda primer berupa fibrosis reaktif, comet sign, mikrokalsifikasi,
deposit kalsium baik dalam pola mulberrry atau curvilinear, dan
distorsi duktus mamaria. Tanda-tanda sekunder berupa
bertambahnya vaskularisasi, adanya bridge of tumor dan jaringan
fibroglanduler tidak teratur. Mammografi sangat baik digunakan
untuk diagnosis dini dan skrining, hanya saja untuk skrining
harganya mahal sehingga dianjurkan penggunaan yang selektif
yaitu untuk wanita-wanita dengan risiko tinggi. Sensitifitas
mammografi sekitar 75% dan spesifisitasnya hampir 90%.6
Ultrasonografi berguna terutama untuk membedakan lesi
padat atau kistik juga untuk memandu FNAB dan core-needle
36
biopsy. Mammografi dan USG payudara dilakukan pada tumor
yang berukuran < 3cm.
Pemeriksaan termografi ditemukan oleh Lawson tahun
1956. Dengan menggunakan sinar infra merah pemeriksaan ini
memanfaatkan perbedaan suhu di mana suhu kanker payudara
lebih tinggi dibanding jaringan sekitarnya.
Xerografi merupakan pemeriksaan yang menggunakan
sistem pencitraan foto elektrik. Ketepatannya mencapai 95,3%
dengan false positive ± 5%.
Scintimamografi merupakan teknik pemeriksaan
radionuklir menggunakan radioisotop Tc 99m. Sensitifitasnya
dalam menilai aktifitas sel kanker payudara cukup tinggi.
Pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi lesi yang multipel dan
adanya keterlibatan KGB regional.
2. Pemeriksaan histopatologi jaringan (gold standard)
Pemeriksaan histologi jaringan merupakan cara untuk
menegakkan diagnosis pasti kanker payudara. Bahan pemeriksaan
dapat diambil melalui biopsi eksisional (untuk ukuran tumor <
3cm) atau biopsi insisional (untuk tumor operabel dengan ukuran >
3cm sebelum operasi definitif dan untuk tumor yang inoperabel)
yang kemudian diperiksa potong beku atau PA. Untuk biopsi
kelainan yang tidak dapat diraba seperti temuan pada mammografi
dapat dilakukan ultrasound atau stereotactic core biopsy yaitu
pungsi dengan jarum besar yang akan menghasilkan suatu silinder
jaringan yang cukup untuk pemeriksaan termasuk teknik
biokimia.2,3,6
3. Pemeriksaan sitologi
Pemeriksaan sitopatologi dilakukan dengan FNAB (fine
needle aspiration biopsy). Sensitivitasnya dalam mendiagnosis
37
keganasan dilaporkan sebesar 90-95% bila tepat cara pengambilan
dan diekspertise oleh ahlinya.2,3
4. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin dan kimia darah dilakukan
sesuai dengan perkiraan metastasis misalnya alkali fosfatase dan
liver function tests untuk metastasis ke hepar atau kadar kalsium
dan fosfor untuk metastase tulang.2,3,6
5. Pemeriksaan metastase jauh
Pemeriksaan lain seperti foto thoraks, bone scanning
dan/atau bone survey, USG abdomen, dan CT scan dilakukan
untuk mencari metastasis jauh. Pemeriksaan yang
direkomendasikan oleh PERABOI adalah foto thoraks dan USG
abdomen sedangkan bone scanning dan/atau bone survey (bila
sitologi dan/atau klinis sangat mencurigakan pada lesi > 5cm) dan
CT scan dilakukan atas indikasi.
Metastasis di parenkim paru pada foto rontgen
memperlihatkan gambaran coin lesion yang multipel dengan
ukuran yang bermacam-macam. Metastasis dapat pula mengenai
pleura yang akan menimbulkan efusi pleura. Metastasis ke tulang
vertebra akan terlihat pada foto rontgen sebagai gambaran
osteolitik/destruksi yang dapat menyebabkan fraktur patologis.2,3
6. Pemeriksaan penanda tumor (tumor marker) dan imunohistokimia
Pemeriksaan kadar CEA dan CA 27.29 (CA 15-3) mungkin
berguna untuk memantau respon terhadap terapi pada penyakit
yang sudah lanjut. Pemeriksaan imunohistokimia seperti ER, PR,
c-erb-2 (HER-2 neu), cathepsin-D, dan p53 bersifat situasional.6
2.12. Manifestas Klinis
Benjolan pada payudara7
38
Umumnya berupa benjolan yang tidak nyeri pada payudara. Benjolan itu
mula-mula kecil, semakin lama akan semakin besar, lalu melekat
pada kulit atau menimbulkan perubahan pada kulit payudara atau pada
puting susu.
Erosi atau eksema puting susu
Kulit atau puting susu tadi menjadi tertarik ke dalam (retraksi),
berwarna merah muda atau kecoklat-coklatan sampai
menjadi oedema hingga kulit kelihatan seperti kulit jeruk (peau d'orange),
mengkerut, atau timbul borok (ulkus) pada payudara. Borok itu semakin
lama akan semakin besar dan mendalam sehingga dapat menghancurkan
seluruh payudara, sering berbau busuk, dan mudah berdarah. Ciri-ciri
lainnya antara lain:
Pendarahan pada puting susu.
Rasa sakit atau nyeri pada umumnya baru timbul apabila tumor sudah
besar, sudah timbul borok, atau bila sudah muncul metastase ke tulang-
tulang.
Kemudian timbul pembesaran kelenjar getah bening di ketiak, bengkak
(edema) pada lengan, dan penyebaran kanker ke seluruh tubuh.
Kanker payudara lanjut sangat mudah dikenali dengan mengetahui kriteria
operbilitas Heagensen sebagai berikut: terdapat edema luas pada kulit
payudara (lebih 1/3 luas kulit payudara); adanya nodul satelit pada kulit
payudara; kanker payudara jenis mastitis karsinimatosa; terdapat model
parasternal; terdapat nodul supraklavikula; adanya edema lengan; adanya
metastase jauh; serta terdapat dua dari tanda-tanda locally advanced, yaitu
ulserasi kulit, edema kulit, kulit terfiksasi pada dinding toraks, kelenjar
getah bening aksila berdiameter lebih 2,5 cm, dan kelenjar getah bening
aksila melekat satu sama lain.
Keluarnya cairan (Nipple discharge)
39
Nipple discharge adalah keluarnya cairan dari puting susu secara spontan
dan tidak normal. Cairan yang keluar disebut normal apabila terjadi pada
wanita yang hamil, menyusui dan pemakai pil kontrasepsi. Seorang wanita
harus waspada apabila dari puting susu keluar cairan berdarah cairan encer
dengan warna merah atau coklat, keluar sendiri tanpa harus memijit puting
susu, berlangsung terus menerus, hanya pada satu payudara (unilateral),
dan cairan selain air susu.
2.12. Penatalaksanaan
Pengobatan stadium dini akan memberikan harapan kesembuhan dan
harapan hidup yang baik.Secara umum, pengobatan pada penderita kanker
meliputi 2 tujuan, yaitu :7
a. Terapi kuratif
Terapi kuratif adalah tujuan utama terapi pada pasien kanker untuk
menghilangkan kanker tersebut. Dalam pelaksanaannya, terapi pada
pasien kanker tidak dapat mempertahankan asas primum non nocere
karena dalam pemberian terapi kuratif, akan diberikan sejumlah
tertentu zat kemoterapi atau radiasi yang bersifat toksik terhadap
bagian tubuh lain yang tidak terkena kanker. Terapi kuratif dapat
berupa bedah radikal, kemoterapi, radiasi, imunoterapi atau kombinasi
dari keempat modalitas tersebut.
b. Terapi paliatif
Terapi paliatif diberikan jika tujuan utama terapi kuratif tidak tercapai,
Tujuan terapi paliatif adalah untuk mengurangi gejala, dan
meningkatkan kualitas hidup pasien dengan kanker pada pasien yang
tidak mungkin sembuh. Ketika tujuan terapi adalah sebagai paliatif,
maka efek toksisitas kemoterapi atau radiasi harus diminimalisir.
A. Terapi secara pembedahan
40
1. Mastektomi partial (breast conservation)
Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari
reseksi tumor primer hingga batas jaringan payudara normal,
radioterapi dan pemeriksaan status KGB (kelenjar getah bening)
aksilla. Reseksi tumor payudara primer disebut juga sebagai
reseksi segmental, lumpectomy, mastektomi partial dan tylectomy.
Tindakan konservatif, saat ini merupakan terapi standar untuk
wanita dengan karsinoma mammae invasif stadium I atau II.
Wanita dengan DCIS hanya memerlukan reseksi tumor primer dan
radioterapi adjuvan. Ketika lumpectomy dilakukan, insisi dengan
garis lengkung konsentrik pada nipple-areola complex dibuat pada
kulit diatas karsinoma mammae. Jaringan karsinoma diangkat
dengan diliputi oleh jaringan mammae normal yang adekuat sejauh
2 mm dari tepi yang bebas dari jaringan tumor. Dilakukan juga
permintaan atas status reseptor hormonal dan ekspresi HER-2/neu
kepada patologis.
Setelah penutupan luka payudara, dilakukan diseksi KGB
aksilla ipsilateral untuk penentuan stadium dan mengetahui
penyebaran regional. Saat ini, sentinel node biopsy merupakan
prosedur staging yang dipilih pada aksilla yang tidak ditemukan
adanya pembesaran KGB. Ketika sentinel node biopsy
menunjukkan hasil negatif, diseksi KGB akilla tidak dilakukan.7
2. Modified Radical Mastectomy
Modified radical mastectomy mempertahankan baik M. pectoralis
mayor and M. pectoralis minor, dengan pengangkatan KGB aksilla
level I dan II tetapi tidak level III. Modifikasi Patey mengangkat
M. pectoralis minor dan diseksi KGB axilla level III. Batasan
anatomis pada Modified radical mastectomy adalah batas anterior
41
M. latissimus dorsi pada bagian lateral, garis tengah sternum pada
bagian medial, bagian inferiornya 2-3 cm dari lipatan infra-
mammae dan bagian superiornya m. subcalvia.
Seroma dibawah kulit dan di aksilla merupakan komplikasi
tersering dari mastektomi dan diseksi KGB aksilla, sekitar 30%
dari semua kasus. Pemasangan closed-system suction drainage
mengurangi insidensi dari komplikasi ini. Kateter dipertahankan
hingga cairan drainage kurang dari 30 ml/hari. Infeksi luka jarang
terjadi setelah mastektomi dan kebanyakan terjadi sekunder
terhadap nekrosis skin-flap. Pendarahan sedang dan hebat jarang
terjadi setelah mastektomi dan sebaiknya dilakukan eksplorasi dini
luka untuk mengontrol pendarahan dan memasang ulang closed-
system suction drainage. Insidensi lymphedema fungsional setelah
modified radical mastectomy sekitar 10%. Diseksi KGB aksilla
ekstensif, terapi radiasi, adanya KGB patologis dan obesitas
merupakan faktor-faktor predisposisi. 6
B. Terapi secara medikalis (non-pembedahan)
1. Radioterapi
Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma
mammae. Untuk wanita dengan DCIS, setelah dilakukan
lumpectomy, radiasi adjuvan diberikan untuk mengurangi resiko
rekurensi lokal, juga dilakukan untuk stadium I, IIa, atau IIb
setelah lumpectomy. Radiasi juga diberikan pada kasus
resiko/kecurigaan metastasis yang tinggi.
Pada karsinoma mammae lanjut (Stadium IIIa atau IIIb), dimana
resiko rekurensi dan metastasis yang tinggi maka setelah tindakan
pembedahan dilanjutkan dengan terapi radiasi adjuvan.6
2. Kemoterapi
a. Kemoterapi adjuvan
42
Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang minimal pada
karsinoma mammae tanpa pembesaran KGB dengan tumor
berukuran kurang dari 0,5 cm dan tidak dianjurkan. Jika ukuran
tumor 0,6 sampai 1 cm tanpa pembesaran KGB dan dengan
resiko rekurensi tinggi maka kemoterapi dapat diberikan. Faktor
prognostik yang tidak menguntungkan termasuk invasi
pembuluh darah atau limfe, tingkat kelainan histologis yang
tinggi, overekspresi HER-2/neu dan status reseptor hormonal
yang negatif sehingga direkomendasikan untuk diberikan
kemoterapi adjuvan.
Contoh regimen kemoterapi yang digunakan antara lain
siklofosfamid, doxorubisin, 5-fluorourasil dan methotrexate.
Untuk wanita dengan karsinoma mammae yang reseptor
hormonalnya negatif dan lebih besar dari 1 cm, kemoterapi
adjuvan cocok untuk diberikan. Rekomendasi pengobatan saat
ini, berdasarkan NSABP B-15, untuk stadium IIIa yang operabel
adalah modified radical mastectomy diikuti kemoterapi adjuvan
dengan doxorubisin diikuti terapi radiasi. 6
b. Neoadjuvant chemotherapy
Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi inisial yang
diberikan sebelum dilakukan tindakan pembedahan, dimana
dilakukan apabila tumor terlalu besar untuk dilakukan
lumpectomy.
Rekomendasi saat ini untuk karsinoma mammae stadium lanjut
adalah kemoterapi neoadjuvan dengan regimen adriamycin
diikuti mastektomi atau lumpectomy dengan diseksi KGB aksilla
bila diperlukan, diikuti kemoterapi adjuvan, dilanjutkan dengan
terapi radiasi. Untuk Stadium IIIa inoperabel dan IIIb,
kemoterapi neoadjuvan digunakan untuk menurunkan beban
atau ukuran tumor tersebut, sehingga memungkinkan untuk
43
dilanjutkan modified radical mastectomy, diikuti dengan
kemoterapi dan radioterapi. 6
3. Terapi anti-estrogen
Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spesifik
berupa reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen dan progesteron.
Reseptor hormon ini ditemukan pada lebih dari 90% karsinoma
duktal dan lobular invasif yang masih berdiferensiasi baik.
Setelah berikatan dengan reseptor estrogen dalam sitosol,
tamoxifen menghambat pengambilan estrogen pada jaringan
payudara. Respon klinis terhadap anti-estrogen sekitar 60% pada
wanita dengan karsinoma mammae dengan reseptor hormon yang
positif, tetapi lebih rendah yaitu sekitar 10% pada reseptor
hormonal yang negatif. Kelebihan tamoxifen dari kemoterapi
adalah tidak adanya toksisitas yang berat. Nyeri tulang, hot flushes,
mual, muntah dan retensi cairan dapat terjadi pada pengunaan
tamoxifen. Resiko jangka panjang pengunaan tamoxifen adalah
karsinoma endometrium. Terapi dengan tamoxifen dihentikan
setelah 5 tahun. Beberapa ahli onkologi merekomendasikan
tamoxifen untuk ditambahkan pada terapi neoadjuvan pada
karsinoma mammae stadium lanjut terutama pada reseptor
hormonal yang positif. Untuk semuaa wanita dengan karsinoma
mammae stadium IV, anti-estrogen (tamoxifen), dipilih sebagai
terapi awal.
4. Terapi antibodi anti-HER2/neu
Penentuan ekspresi HER-2/neu pada semua karsinoma mammae
yang baru didiagnosis, saat ini direkomendasi. Hal ini digunakan
untuk tujuan prognostik pada pasien tanpa pembesaran KGB,
untuk membantu pemilihan kemoterapi adjuvan karena dengan
regimen adriamycin menberikan respon yang lebih baik pada
karsinoma mammae dengan overekspresi HER-2/neu. Pasien
44
dengan overekspresi Her-2/neu mungkin dapat diobati dengan
trastuzumab yang ditambahkan pada kemoterapi adjuvan.
2.13. Preventif
Karsinoma payudara dapat dicegah dengan memahami factor resiko dan
kemudian menghindarinya. Seorang wanita yang memiliki riwayat
keluarga menderita kanker payudara atau ovarium, sebaiknya melakukan
pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) sebulan sekali sekitar hari ke 8
menstruasi baik untuk dilakukan sejak usia 18 tahun dan mamografi setiap
tahun sejak usia 25 tahun.
Gejala dan tanda serta adanya factor resiko yang mengarah ke terjadinya
karsinoma payudara, khususnya usia dibawah 35 tahun, sebaiknya dikenali
sejak dini sehingga dapat dilakukan pengobatan kuratif.1
2.14. Prognosis
Stadium klinis dari kanker payudara merupakan indikator terbaik untuk
menentukan prognosis penyakit ini. Angka kelangsungan hidup 5-10 tahun
pada penderita kanker payudara yang telah menjalani pengobatan yang
sesuai mendekati:
100% untuk stadium 0
100% untuk stadium I
81-92% untuk stadium II
54-67% untuk stadium III
20% untuk stadium IV
BAB III
PENUTUP
45
Tumor payudara merupakan salah satu kelainan yang sering ditemukan di
seluruh dunia. Tumor payudara hampir selalu memberi kesan menakutkan bagi
wanita. Setiap nodul pada payudara dianggap sebagai kanker terutama pada
wanita golongan risiko tinggi walaupun kemungkinan tumor jinak tidak dapat
diabaikan.1-7
Insidensi kanker payudara di dunia merupakan 27% dari kanker pada wanita
dan menyebabkan 20% kematian akibat kanker. Kanker ini menduduki tempat
kedua setelah kanker servik uteri. Di Indonesia kanker payudara berada pada
urutan ke dua dari jenis kanker yang ada dan lebih kurang 60 - 80% ditemukan
pada stadium lanjut yang berakibat fatal.
Tumor payudara dapat berasal dari semua komponen jaringan, yaitu
komponen jaringan penunjang dan epitel, namun unsur epitel lebih sering
menimbulkan neoplasma pada payudara. Berdasarkan sifatnya, tumor payudara
dikelompokkan menjadi tumor jinak dan ganas.
Tumor jinak payudara antara lain; adenoma, fibroadenoma, papilloma
intraduktus, lipoma. Tumor ganas payudara yang berasal dari epitel disebut
karsinoma yang dibagi menjadi duktular dan alveolar. Sedangkan tumor ganas
payudara yang berasal dari jaringan penunjang disebut sarkoma.
Diagnosis tumor payudara dapat ditegakkan dengan cara anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan patologi anatomi.
Tingkat pertumbuhan atau stadium kanker payudara ditentukaan tumor,
penyebaran pads kelenjar getah bening di daerah ketiak ataupun supraklavikuler
dan organ lain misalnya paru, hati dan tulang. Semakin kecil tumor, kemungkinan
penyebaran tumor semakin kecil dan tindakan bedah kuratif dapat diharapkan
walaupun sifatnya sulit diramalkan karena kemungkinan mikrometastasis tidak
dapat diabaikan. Oleh sebab itu penanggulangan kanker payudara dewasa ini
diprioritaskan pada upaya menemukan kanker pada ukuran sekecil mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
46
1. De jong, Syamsuhadi. Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. 2005.
2. Manuaba TW. Kanker Payudara. Dalam ; Panduan Penatalaksanaan Kanker
Solid PERABOI 2010. Jakarta. 2010. Sagung Seto. h. 17-48.
3. Kumpulan Naskah Ilmiah Muktamar Nasional VI Perhimpunan Ahli
Bedah Onkologi Indonesia. Semarang.2003
4. Moningkey, Shirley Ivonne, 2000. Epidemiologi Kanker Payudara.
Medika; Januari 2000. Jakarta.
5. Profil Kesehatan Indonesia. Pusat Data Kesehatan. Jakarta, 1997
6. Tjindarbumi, 2000. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penaggulangannya,
Dalam: Deteksi Dini Kanker. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta
7. Vaidya, M.P, and Shukla, H.S. A textbook of Breast Cancer. Vikas
Publishing House PVT LTD.
47
Recommended