1. Sumatera Barat
Filosofi hidup masyarakat Minangkabau yaitu “Adat Basandi Syara’, Syara’
Basandi Kitabullah”. Artinya adat bersendikan agama, agama bersendikan Kitab
Al-Quran. Merupakan landasan dari sistem nilai yang menjadikan Islam sebagai
sumber utama dalam tata dan pola perilaku serta melembaga dalam masyarakat
Minangkabau. Artinya, “Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah”
merupakan kerangka filosofis masyarakat Minangkabau dalam memahami dan
memaknai eksistensinya sebagai makhluk Allah.
Maksud dari “Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah” adalah adat,
budaya, aturan, hukum di Minangkabau diatur berdasarkan Syara’ atau agama.
Dan Syara’ tersebut diambil atau berlandaskan Kitabullah atau Kitab Suci Al-
Quran.
Jadi, segala keputusan tentang adat, hukum, dan budaya harus sesuai dengan
ajaran Agama Islam dan filosofi ini merupakan proses perpaduan antara Adat,
Agama Islam, dan Ilmu Pengetahuan.
Selain “Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah”, dalam bidang
pendidikan, orang Minangkabau mempunyai filosofi “Alam Takambang Jadi
Guru” yang artinya alam terkembang jadi guru. Maksud dari filosofi ini adalah
segala sesuatu yang ada di alam dapat dijadikan pelajaran dalam hidup.
Jadi, orang Minang haruslah dinamis dan bisa belajar dari alam. Orang Minang harus
bisa menyesuaikan dan mengembangkan dirinya dimanapun ia berada. Baik di kampung
atau pun di rantau, orang Minang dituntut bisa menjadi rahmat bagi seluruh alam.
2. Aceh
Di Aceh berlaku aturan “Adat Mengenal, Hukum Membaca” (adat
mengenal atau mencari, hukum menimbang). Segala keputusan adat, tidak
selamanya menjadi norma-norma agama. Keputusan-keputusan adat selalu
diinterpretasikan ke dalam hukum agama, apakah sejalan atau tidak. Bila
keduanya telah bergandengan, maka hal itu sudah dipandang sempurna.
“Yoh na teuga taibadat, tahareukat yoh goh matee”
Artinya: Selagi kuat beribadatlah, berusahalah mencari rezeki sebelum mati.
Masa dan waktu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, untuk beribadat kepada
Allah, disamping dipergunakan pula untuk mencari kebutuhan hidup.
“Umur geutanyo hanya siuro simalam, oleh sebabnyan taubat teu
bakna”
Artinya: Umur kita tidak ada sehari semalam, oleh sebab itu, bertaubatlah
Umur manusia itu pendek sekali (sehari semalam). Untuk itu dianjurkan kepada
manusia, supaya selalu bertaubat kepada Tuhan (Allah).
“Adat meukoh reumbong, hukom meukoh pureh. Adat jeub
beurangho takong, hukom hanyeut talangeuh”
Artinya: Adat berporong rebung, hukum berpotong lidi. Adat bisa saja dihidari,
hukum tidak bisa dibantah.
Hukum Tuhan adalah hukum yang lebih sempurna daripada ciptaan manusia.
Oleh karena itu tak boleh diganggu gugat.
“Syeeruga nyan diyup gaki ma”
Artinya: surga itu dibawah telapak kaki ibu.
Pepatah ini menunjukkan bahwa ibu mendapat tempat yang teratas dalam
pandangan agama, sehingga seolah-olah surga itu ada di bawah telapak kaki ibu.
Begitu mulianya seorang ibu, sehingga apabila seseorang itu durhaka kepada
ibunya, maka Tuhan (Allah) tidak menyediakan surga kepada yang mendurhakai
ibunya.
“Lailah haillallah, kalimah taibah payong pagee. Sou yang afai kaliah
nyan, seulamat iman di dalam hatee”
Artinya: Lailah haillallah, kalimah taubah payung kiamat. Siapa yang hapal
kalimah itu, selamat iman di dalam hatinya.
Seorang hamba Allah yang taat mengerjakan ibadah, kepadanya akan diberikan
balasan yang setimpal di hari kiamat sesuai dengan amal perbuatannya.
“Abeh nyawong Tuhan tung, abeh areuta hukom pajoh”
Artinya: Habis nyawa, Tuhan yang ambil. Habis harta, hukum yang makan.
Maksudnya kemana saja pergi pada suatu saat kita akan dipanggil menghadap
Tuhan.
“Raja ade, Raje geuseumah, Raja laleem, Raja geusanggah”
Artinya: raja adil, raja disembah, raja lalim, raja disanggah.
Setiap raja yang memerintah dengan adil, bijaksana, pemurah dan jujur perlu
disembah atau diikuti, tetapi kalau raja itu lalim dan bertindak sewenang-wenang
dalam memerintah maka ia perlu disanggah.
“Alah satatang bana urek same buku, alah sesuai au jo pinago, ibarat
pinang pulang ka tampuak, sirih baliek kaguyanggayo, pucuak dicinto ulam
tibo, kuah tatunggang diaten nasi, lak kuak lai makanan, diateh daluang
hidangan tiba”
Artinya: sudah tepat benar urat dengan buku, sudah sesuai aur dengan pinaga,
ibarat pinang pulang ketampuk, sirih berbalik ketampunya, pucuk dicinta ulam
tiba, kuah ditumpahkan di atas nasi, tambah kuah tambah makanan, diatas dulang
makanan tiba.
Makna dari pepatah di atas menyatakan bahwa suatu pekerjaan yang paling cocok,
sesuai dan paling harmonis bagi seseorang.
“Bia sutan kota di kampuang, rajo di nagari, kalau ke rantau dagang
juo”
Artinya: Biar bangsawan kita di kampung, raja di negeri, kalau ke rantau dagang
juga.
Walaupun kita keturunan baik-baik di kampung sendiri atau pun raja di negeri
sendiri, tetapi bila kita berada di tempat lain atau negeri orang lain, haruslah kita
dengan kerendahan hati menyesuaikan diri dengan lingkungan. Sehingga tidak
terjadi suatu pertentangan dengan penduduk setempat, baik langsung maupun
tidak langsung.
“Umong meuateung, ureng meupeutua. Rumoh meuadat, pukat
meukaja”
Artinya: sawah berpematang, orang berpemimpin, rumah beradat, pukat berkaja.
Setiap masyarakat harus ada pemimpin untuk mengatur hak dan kewajiban
anggota masyarakatnya, sehingga tujuan kerajaan tercapai sebagaimana mestinya.
Apabila masyarakat tidak mempunyai pemimpin yang baik, maka suatu waktu
akan rubuhlah masyarakat itu.
“Hukom nanggro keupakaian, hukom Tuhan keu kulahkama”
Artinya: hukum negara untuk pakaian, hukum Tuhan untuk Mahkota.
Hukum pada suatu wilayah atau negara harus dipergunakan dan dipatuhi, sebagai
tata cara dalam menjalani hidup. Hukum Tuhan adalah merupakan pedoman hidup
dan wajib dijunjung tinggi lebih dari hukum negara itu sendiri.
“Matee aneuk na jeurat, matee adat pat tamita”
Artinya: mati anak ada kuburan, hilang adat dimana kita harus mencarinya.
Seandainya seseorang itu tidak lagi mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku
dalam masyarakat, berarti seseorang atau anggota masyarakat tersebut tindak
tanduknya menjurus kepada pembasmian adat istiadat yang berlaku. Kalau hal itu
terjadi bagaimanakah mengembalikan adat istiadat tersebut pada tempatnya
semula.
“Tajak beutroh takalon beudeuh, beek rugo meuh saket hatee”
Artinya: pergi sampai ke batas, melihat harus jelas, jangan sampai rugi mas sakit
hati.
Apa yang kita dengarkan maupun yang kita kerjakan atau lakukan, haruslah kita
periksa atau pikir-pikir dulu, jangan sampai menyesal dikemudian hari.
“Uleueu bak matee, ranteng beek patah. But beujeut, geutanyo beek
leumah”
Artinya: ular harus mati, ranting jangan patah. Pekerjaan harus jadi, kita jangan
nampak.
Menyelesaikan suatu perkara hendaklah dengan bijaksana, sehingga
menyenangkan bagi kedua belah pihak.
3. Medan
Di dalam dudaya Batak , setiap orang harus mempunyai 10 hal yang yang
dijadikan patokan hidup untuk dijalani.
a. Tetap semangat, dan memiliki motivasi yang tinggi serta harga diri.
“Tanda lagum asa hasea ho. Metmet si hapor punjung diujung do
simanjujungna.”
Artinya: Kenalilah akan diri sendiri supaya sukses.
b. Menunjukkan sikap rendah hati (low profile).
“Najagar dijolo dijolo, najagar dipudi pudi girgir manangi nangi
bakkol makkatahon jala serep marroha.”
Artinya: Jadikanlah dirimu sering untuk mendengar, tidak apatis, tetapi
perlu batasan untuk mengatakan menyampaikiannya dan tetap rendah hati
tidak pernah sombong.
c. Belajarlah tanpa batas karena suasana yang kompetitif.
“Ijuk dipara para, hotang diparlabian, nabisuk nampuna hata naoto
tupanggadisan.”
Artinya: Orang yang pintar atau pandai akan mendapat tempat yang lebih
baik dari yang tidak.
d. Tampillah dengan selalu sopan dan santun.
“Pantun dohangoluan tois do tuhamagoan/hamatean.”
Artinya: Orang berperilaku sopan dan santun adalah cikal bakal kehidupan
yang baik tetapi berperilaku sombong dan anggkuh awal dari kehancuran.
e. Rajin bekerja dan kerja keras
“Pidong harijo, pidong harangan sitapi tapi pidong toba, nagogo
mangula do butong mangan, najugul marguru do dapotan poda.”
Artinya: Orang yang gigih bekerja adalah mendapat mudah rejeki dan
orang yang gigih belajar akan mendapat ilmu lebih.
f. Taat hukum dan peraturan.
“Baris baris ni gaja turura pangaloan molo marsuru raja naikkon do
oloan.”
Artinya: Setiap perintah atasan atau yang lebih tua haruslah dilaksanakan.
Dan taat pada atasan.
g. Mampu berintegrasi dan adaptasi yang tinggi.
“Muba dolok , muba duhutna, muba laut ,muba uhumna sidapot solup
do naro.”
Artinya: Lain daerah lain kebiasaannya, lain kelompok/organisasi lain juga
peraturannya, setiap pendatang baru wajib menghormatinya.
h. Rasa Solider yang tinggi dan Kesetia kawanan.
“Manuk ni pea langge hotek hotek laho marpira nasirang marale ale
lobian matean ina.”
Artinya: ini mengambarkan manusia batak suka bergaul dan mempunyai
banyak teman. Jika kita kehilangan seorang handai taulan sepertinya kita
merasa melebihi kehilangan seorang ibu yang kita cintai.
i. Miliki nilai Demokrasi tinggi.
“Rata pe bulung ni salak, rataan dope bulung ni sitorop, uli pe hata ni
sahalak, ulian dope hata torop.”
Artinya: Menjungjung tinggi nilai nilai demokrasi.
Walaupun pendapat seseorang sudah baik tetapi keputusan bersama adalah
lebih baik
j. Pasrah dan penyerahan diri kepada Tuhan.
“dolok martimbang hatubuan ni siborot, debata na diginjang suhat
suhat ni jolama jala naparorot.”
Artinya: Tuhan Yang Maha Kuasa menjadi hakim manusia dan Dia-lah
yang melindungi.
Nilai falsafah Batak Asli jika diamalkan terbukti mampu mengatur
keseimbangan menjadi unggul dalam kehidupan terhadap lingkungan. Yang di
perkokoh dengan kuat oleh ajaran Agama yang menjadi prioritas utama.
Daftar Pustaka
Syamsuddin, T. 1978. Adat Istiadat Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Banda
Aceh: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
______. (2008) Filosofi, Falsafah Batak Mengandung Muatan Unggul [Internet Blog].
Available from: < http://lumbanpinasa.blogspot.com/2008/09/filosofi-falsafah-batak-
mengundung/>[Accesed 20 Oktober 2014].
______. (2012) Filosofi Hidup Masyarakat Minang "ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH" [Internet Blog]. Available
from: < http:// http://anakdilam.mywapblog.com/filosofi-hidup-masyarakat-minang-adat-ba.xhtml/>[Accesed 20 Oktober 2014].