HAK NAFKAH IDDAH PASCA CERAI GUGAT DAN IMPLEMENTASINYA
DI PENGADILAN AGAMA TANJUNG PATI
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Syari’ah (S.Sy)
Oleh:
DEFI USWATUN HASANAH
NIM.1110044100003
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435/2014
HAK NAFKAH IDDAH PASCA CERAI GUGAT DANTMPLEMENTASINI"YA DI PENGADILAN AGAMA TANJUNG PATI
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syari'ah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Syari'ah (S.SV)
Oleh
DETI USWATUN HASANAH
NIM. 1110044100003
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
F'AKULTAS SYARI'AH DAN IIUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAII
JAKARTA
t43sl20t4
i
Bimbingan:
NrP. t97 602t32003 122001
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul "HAK NAFKAH rDDAH PASCA CERAr GUGAT DANIMPLEMENTASII\"YA DI PENGADILAN AGAMA TANJUNG PATI' telah diujikandalam sidang munaqasyah Fakultas Syari'ah dan Hukum Program Studi Hukum Keluarga IslamUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 9 Mei 2014. Skripsi ini telahditerima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1)pada Program Studi Ahwal al-Syakhshiyyah.
Jakarta, 12Mei2014
Mengesahkan
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
PANITIA UJIAN MUNAQASYAH
Ketua Drs. H.A. Basiq Djalil. S.H.M.A
NrP. 19500306197603 1 001
E. Rosdiana. M.A.
Pembimbing
NrP. 1 9690 6102003 t22001
Dr. Hj. Mesraini. M.Ag
NrP. 1 97602t32003 12200t
Dr. Asmawi. M.AgPenguji I
NrP. 19721010199703 1008
Sri Hidayati. M. Ae
NIP. 1 97 1 02151997 032002
aSekretaris
196808121 999031014
Penguji II
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan
hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 21 April 2014
Defi Uswatun Hasanah
iv
ABSTRAK
Defi Uswatun Hasanah. NIM 1110044100003. HAK NAFKAH IDDAH PASCA CERAI
GUGAT DAN IMPLEMENTASINYA DI PENGADILAN AGAMA TANJUNG PATI.
Program Studi Akhwal Syakhsyiyah, Konsentrasi Peradilan Agama, Fakultas Syari’ah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1435/2014 M. x + 87 halaman +
69 halaman lampiran.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hak perempuan memperoleh nafkah
iddah pasca cerai gugat yang diajukan istri dengan alasan KDRT dan poligami liardalam
prakteknya di pengadilan, dalam artian putusan tersebut telah sesuai dengan aturan perundang-
undangan atau belum. Karena pada saat ini banyaknya kasus perceraian yang diajukan oleh istri
yang mana dalam Hukum Acara Perdata disebut dengan cerai gugat. Pada penelitian ini penulis
mengambil objek penelitian di Pengadilan AgamaTanjung Pati, Sumatera Barat. Penulis ingin
mengetahui bagaimana hak perempuan pasca cerai gugat ini dipraktekan dalam putusan hakim di
Pengadilan tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis
empiris. Sedangkan untuk penentuan sampelnya dilakukan dengan tekhnik random sampling
yang mana disini terdapat 12 putusan Pengadilan Agama Tanjung Pati Tahun 2012 yang
berkaitan dengan hak nafkah iddah pada cerai gugat. Sehubungan dengan itu maka respondennya
adalah 5 Hakim di Pengadilan Agama Tanjung Pati. Tekhnik analisis yang digunakan adalah
analisis normatif kualitatif, yaitu dengan berpedoman pada aturan yang ada dan membandingkan
dengan fakta-fakta terhadap putusan- putusan di Pengadilan Agama Tanjung Pati.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada satu putusan pun yang memberikan hak
nafkah iddah pada perkara cerai gugat, walaupun dalam proses persidangan hakim membenarkan
adanya KDRT, namun putusan tersebut berakibat sang istri tidak mendapatkan hak nafkah iddah.
Kata kunci: Nafkah Iddah, Cerai Gugat
Pembimbing : Dr. Hj. Mesraini, M. Ag
Daftar Pustaka : Tahun 1986s.d Tahun 2012
v
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الر حيم
Segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya terutama
dalam menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan
besar kita Nabi Muhammad saw, keluarga, sahabat dan seluruh umat Islam yang taat akan
ajarannya hingga akhir zaman .
Skripsi ini penulis persembahkan kepada Ayahanda H. Firdaus MS dan IbundaDra. Hj
Dewi Warti yang selalu memberikan dorongan, bimbingan, kasih sayang, dan doa tanpa kenal
lelah dan bosan. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada
mereka.
Penulis sadar tidak akan dapat menyelesaikan sripsi ini tanpa adanya bantuan orang-
orang yang ada di sekitar penulis. Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima
kasih sebesar-besarnya dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Dr. H. JM. Muslimin,M.A, selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A, dan Ibu Hj. Rosdiana, M.A selaku Ketua dan
Sekretaris Program StudiHukum Keluarga, serta Bapak Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag,
selaku Dosen Pembimbing akademik. Penulis mengucapkan terima kasih banyak atas
bantuan, perhatian, serta arahan yang selama ini diberikan.
3. Ibu Dr. Hj. Mesraini, M.Ag, dosen pembimbing skripsi, yang senantiasa ikhlas
meluangkan waktunya untuk selalu memberikan arahan dan bimbingan serta motivasi
yang sangat berarti demi kelancaran penulisan skripsi ini.
vi
4. Segenap Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan dengan tulus ikhlas,
semoga ilmu yang diajarkan bermanfaat serta menjadi keberkahan penulis dalam
mengarungi samudra kehidupan.
5. Ketua Pengadilan Agama Tanjung Pati dan para Hakim serta pihak-pihak terkait yang
telah meluangkan waktunya sehingga memudahkan penulis menyelesaikan skripsi ini.
6. Kepala Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syari’ah dan Hukum beserta para
staf yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi perpustakaan guna
menyelesaikan skripsi ini.
7. Kepada Adik-adikku tercinta, Defi Rahmi Fadillah dan Irfanul Habibi, yang menjadi
cermin bagi penulis untuk menjadi kakak yang baik dan bijak sehingga bisa menjadi
contoh. Terima kasih telah memberi semangat dan dukungan. Karena berkat do’a, kasih
sayang dan motivasi dari mereka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Kepada Nenek, Kakek, Etek dan Pak Etek, Uni dan Uda keluarga besar di Payakumbuh,
yang telah memberikan bantuan baik secara moril maupun materil kepada ananda selama
ini.
9. Teman-teman seperjuangan Peradilan Agama A angkatan 2010, terutama the winnie
Nisa Oktafiani,Wardhatul Jannah,Nurul Hikmah, Dede Umu Kulsum, Restia Gustiana,
Eka Dita Martiana, dan teman-teman semuanya yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu. Terima kasih telah mengisi menjadi partner Penulis selama ini dan terima juga
atas semangat yang telah ditularkannya kepada Penulis
10. Teman-Teman KKN Langit 13, Gengker dan lainnya, terima kasih atas hari-hari yang
telah kita lalui bersama
vii
11. Kakanda dan Adinda di Komisariat Syari’ah dan Hukum IMM Cabang Ciputat, terima
kasih telah menjadi bagian dalam kehidupan organisasi penulis selama ini
12. Teman-Teman di Kosan “ Happy Family” ( Liah, Ainun, Nopeng, Aci, Mijeh, Hayyi dan
Eka) , suka dan duka hidup di perantauan kita lalui bersama di kosan
Demikianlah ucapan terima kasih penulis haturkan kepada seluruh pihak, semoga
Allah Swt membalas dan melipatgandakan jasa dan kebaikan semuanya. Akhir kata, dengan
kerendahan hati semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan,
terutama bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
Pepatah klasik nan sederhana senantiasa bergema, tak ada gading yang tak retak. Untuk
itu, penulis mohon maaf apabila dalam penyusunan tugas akhir ini banyak kekurangan dan
kealfaan.Semoga Allah swt senantiasa melimpahkan rahmatdan hidayah-Nya kepada kita semua.
Amin.
Ciputat, 21 April 2014
Defi Uswatun Hasanah
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................................................ iii
ABSTRAK ................................................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................................... 9
D. Metode Penelitian ...................................................................................................... 11
E. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu .......................................................................... 14
F. Sistematika Penelitian ............................................................................................... 16
BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG CERAI GUGAT
A. Pengertian Cerai Gugat dan Khulu’ ............................................................................17
B. Proses Penyelesaian Perkara Cerai Gugat dan Khulu’ di Pengadilan Agama ............24
C. Akibat Cerai Gugat dan Khulu’ ................................................................................. 35
ix
BAB III HAK PEREMPUAN MEMPEROLEH NAFKAH IDDAH
A. Pengertian Nafkah Iddah ........................................................................................... 41
B. Nafkah Iddah menurut Fuqaha Mazhab di Indonesia ................................................ 44
C. Nafkah Iddah dalam Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia ......................... 48
D. Komparasi antara Pendapat Fuqaha Mazhab dan Peraturan Perundang-Undangan di
Indonesia tentang Hak Nafkah Iddah. ........................................................................ 53
BAB IV HAK NAFKAH IDDAH PASCA CERAI GUGAT DALAM PUTUSAN
PENGADILAN AGAMA TANJUNG PATI
A. Profil Pengadilan Agama Tanjung Pati ..................................................................... 59
B. Putusan Pengadilan Agama Tanjung Pati tentang Nafkah Iddah Pada Perkara Cerai
Gugat Tahun 2012 ...................................................................................................... 64
C. Pandangan Hakim Pengadilan Agama Tanjung Pati Tentang Hak Nafkah Iddah Pada
Cerai Gugat ................................................................................................................ 76
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................................81
B. Saran .......................................................................................................................... 82
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................83
LAMPIRAN ............................................................................................................................... 87
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama Islam adalah agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam
(rahmatan lil‟alamin) diturunkan oleh Allah SWT sebagai agama terakhir merupakan
agama yang komprehensif, dimana ajarannya lengkap mengatur semua sendi-sendi
kehidupan manusia. Hal ini sangat wajar karena Islam merupakan agama yang
diturunkan Tuhan Pencipta alam yang mengetahui keadaan, kebutuhan dan
kemampuan semua makhluknya dan Allah telah menciptakan manusia tentu
mengetahui berbagai kebutuhan manusia sekaligus menyediakan fasilitas untuk
pemenuhan kebutuhan tersebut yang diiringi dengan aturan-aturan mainnya, agar
tidak terjadi benturan-benturan kebutuhan antar sesama manusia sehingga terwujud
ketertiban di bumi-Nya. Di antara kebutuhan-kebutuhan manusia yang diatur cara
pemenuhannya adalah kebutuhan biologis yang menuntut manusia untuk saling
mencintai,memiliki pasangan hidup dan sekaligus melahirkan keturunan dari
pasangannya tersebut. Hal ini diatur melalui Perkawinan. 1
Perkawinan ini juga merupakan syariat Islam yang tujuannya bukan saja
untuk menyalurkan instink seksual manusia dan meletakkannya pada jalan yang
1Adil Samadani, Kompetensi Pengadilan Agama Terhadap Tindak Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), h. 2.
2
benar, tetapi berfungsi juga sebagai sarana reproduksi manusia untuk mengagungkan
nama Allah. Dan Nabi saw juga menganjurkan umatnya untuk menikah “ nikah
adalah ajaranku, barang siapa yang tidak mengikuti ajaranku, maka ia bukan
umatku.”2
Perkawinan adalah sebuah gerbang untuk membentuk keluarga bahagia. Hal
ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Dalam pasal 1 disebutkan: “Perkawinan adalahikatan lahir bahtin antara seorang
pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.”3
Definisi perkawinan diatas sarat dengan muatan filosofis. Istilah kekal dalam
definisi tersebut dapat dimaknai bahwa tujuan perkawinan adalah untuk selama-
lamanya. Oleh karena itu sebagaimana yang disebutkan oleh Anik Farida bahwa salah
satu unsur perekat perkawinan adalah adanya keabadian atau kelanggengan (idea of
permanence) yaitu keinginan untuk hidup bersama dari pasangan sampai kematian
menjemput.4
Untuk menjaga kelanggengan sebuah perkawinan masing-masing pasangan
berkewajiban untuk selalu memelihara prinsip-prinsip perkawinan. Diantara prinsip
tersebut adalah mawaddah wa rahmah atau cinta dan kasih sayang (Q.S. Al
Ruum/30: 21), saling melengkapi dan melindungi (Q.S.Al-Baqarah/2:187),
2Yayan Sopyan, Islam-Negara Tranformsi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum
Nasional(Ciputat: UIN Jakarta, 2011), h. 172.
3Redaksi Sinar Grafika, Undang-Undang Pokok Perkawinan (Jakarta: Sinar Grafika, 2006) ,
h. 1.
4Anik Farida, dkk, Perempuan dalam Sistem Perkawinan dan Perceraian di berbagai
Komunitas Adat (Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta, 2007), h. 3.
3
mu„asyarah bil ma‟ruf atau memperlakukan pasangan dengan sopan (Q.S. An
Nisa‟/4: 19)
Memelihara prinsip perkawinan adalah kewajiban bersama suami-istri.
Dengan demikian peran untuk membangun dan mempertahankan keluarga bahagia
menjadi kewajiban kolektif suami-istri dan anak-anak yang dilahirkan dari
perkawinan tersebut. Dalam suatu lembaga perkawinan setiap pasangan tidak hanya
dituntut untuk melakukan serangkaian kewajiban, tetapi setiap pasangan juga
memiliki sejumlah hak.5
Ikatan pertama pembentukan rumah tangga telah dipatri oleh ijab kabul yang
dilakukan waktu akad nikah. Ikatan janji yang terbentuk antara suami istri tersebut
bukanlah sembarang janji. Wahyu Ilahi menyebutnya bukan pula menggunakan kata-
kata yang biasa seperti عمذ atau kata ذ yang keduanya berarti ikatan janji, tetapi ع
kata yang digunakan adalah ميثا ق yakni suatu istilah yang khusus dipakai untuk
ikatan janji yang penting seperti perjanjian dua kaum atau dua bangsa, dan untuk
perjanjian suci seperti perjanjian antara Allah swt dan hamba-hambaNya.6 Melihat
begitu pentingnya ikatan antara suami dan istri itu, wahyu ilahi memakai istilah ميثالا
.(ikatan yang kuat ) غهيظا7
5 Anik Farida, dkk, Perempuan dalam Sistem Perkawinan dan Perceraian, h. 4.
6 Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1995) h. 53
7Satria Efendi menambahkan dalam bukunya bahwa kalimat ijab kabul adalah kalimat
sangat mudah untuk diucapkan oleh calon suami dan wali calon istri. Ijab kabul seperti ini oleh
Rasulullah disebut sebagai Khafifatani „alal lisan tsaqilatani fil mizan(ringan untuk diucapkan oleh
lidah, tetapi berat pada timbangannya). Artinya, bahwa ucapan ijab dan kabul sungguh gampang
diucapkan, namun berat dalam pelaksanaanya, karena memerlukan perhatian yang serius dan terus-
menerus.Satria Efendi M Zein, Problema Hukum Keluarga Islam Kontemporer: Analisis
Yurisprudensi dengan pendekatan Ushuliyah, (Jakarta:Preanada Kencana, 2004), h. 97.
4
Namun terkadang dalam menjalankan bahtera rumah tangga itu tidak selalu
mulus, pasti ada kesalahfahaman, kekhilafan dan pertentangan. Hal ini sering terjadi
karena pernikahan merupakan pertemuan antara dua jiwa yang berbeda latar
belakang, adat istiadat, pendidikan, prilaku dan kebiasaan, sehingga manakala satu
dengan yang lainnya sudah tidak ada saling pengertian dalam perbedaan- perbedaan
tersebut, maka muncullah masalah dalam rumah tangga. 8
Permasalahan yang muncul dalam keluarga biasanya adanya diawali dengan
percekcokan.Terkadang percekcokan itu perlu ada di tengah dinamika keluarga
sebagai bumbu keharmonisan dan variasi rumah tangga. Tentunya dalam porsi yang
tidak terlalu banyak.9Percekcokan dalam menangani permasalahan keluarga ini, ada
pasangan yang dapat mengatasinya, dalam artian mereka mereka bersabar dan
sanggup menahan diri dan menasehati satu sama lain. Namun ada juga keluarga yang
tidak dapat mengatasi problematika ini sehingga berakibat adanya konflik, masing-
masing pihak tetap bersikeras pada pendiriannya untuk berpisah, dan upaya
rekonsiliasi pun gagal ditempuh, pada kondisi ini perceraian tidak dapat dihindarkan.
Melihat kenyataan bahwa perceraian merupakan suatu hal yang sama sekali
tidak bisa dihindari dalam kehidupan perkawinan, maka Islam memberikan legislasi
akan adanya perceraian meskipun sangat diajurkan untuk ditinggalkan. Hal ini
tampak pada sabda Nabi: ( أبغض انحلال عهى الله انطلاق ) “Perkara halal yang dibenci
Allah adalah perceraian”. Dengan demikian perceraian adalah jalan terakhir yang
8Adil Samadani, Kompetensi Pengadilan Agama Terhadap Tindak Kekerasan, h. 2.
9Yayan Sopyan, Islam Negara Transformasi Hukum Perkawinan, h.173.
5
dapat diambil oleh suami-istri jika tidak ada upaya lain demi menghindari bahaya
yang lebih besar. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqhiyyah yang menegaskan bila
seseorang dihadapkan pada suatu dilema, maka akan dibenarkan untuk memilih
melakukan kemudharatan yang paling ringan diantara beberapa kemudaratan yang
sedang dihadapinya.10
Perceraian menurut hukum agama Islam yang telah dipositifkan dalam Pasal
38 dan Pasal 39 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 dan telah dijabarkan dalam Pasal
14 sampai Pasal 18 serta Pasal 20 sampai dengan Pasal 36 Peraturan Pemerintah No
9 Tahun 1975 mencakup cerai talak dan cerai gugat.11
Dalam memahami kasus cerai
gugat atau talak ini, pemahaman yang paten berlaku adalah ketika perceraian itu
diajukan oleh suami, maka jenis perkaranya cerai talak, di mana suami mohon izin
untuk ikrar talak raj‟i di muka sidang Pengadilan Agama. Sementara ketika
perceraian itu diajukan oleh pihak istri, maka jenis perkaranya cerai gugat, di mana
istri meminta hakim untuk memutus perkawinannya, selajutnya putusan itu berbentuk
ba‟in sughra.
Terdapat perbedaan akibat hukum antara cerai talak dan cerai gugat,
sebagaimana yang tercantum dalam KHI pasal 149,12
dalam pasal-pasal tersebut
10Anik Farida, dkk, Perempuan dalam Sistem Perkawinan dan Perceraian, h. 6.
11
Muhammad Syaifuddin, dkk, Hukum Perceraian, (Jakarta:Sinar Grafika, 2013), h. 7.
12
Pasal 149, diantaranya: (1) Bekas suami wajib memberikan mut‟ah yang layak kepada
bekas istrinya, baik berupa uang atau benda, kecuali qabla al-dukhul. (2) Memberikan nafkah, maskan,
dan kiswah (pakaian) kepada bekas istri selama masa iddah (menunggu) kecuali bekas istri telah
dijatuhi talak ba‟in atau nusyuz. (3) Melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya dan separo
apabila qabla dukhul. (4) Memberikan biaya hadhanah untuk ank-anaknya yang belum mencapai
6
terlihat adanya perbedaan akibat hukum antara cerai talak dan cerai gugat, adalah
dimana cerai talak sang istri berhak mendapat mut‟ah dan hak nafkah iddah,maskan
serta kiswah dari suami, kecuali jika ia nusyuz (KHI pasal 152)13
, sementara pada
cerai gugat aturan tersebut tidak ada.
Mengenai alasan-alasan apa saja yang dapat membolehkan terjadinya
perceraian, yang mana itu menjadi acuan hakim ketika memutuskan perkara
perceraian, terdapat dalam Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia, baik dalam
KHI, PP No 9 Tahun 1975 pasal 19, maupun Pedoman dalam Pelaksanaan Teknis
Peradilan lainnya. Sehingga dengan adanya aturan ini dapat memperkecil terjadinya
perceraian antara suami-istri. Akan tetapi permasalahan yang dihadapi di lapangan
tidak bisa semua disamaratakan atau diputuskan dengan aturan hukum yang sudah
ada. Sebagian besar aturan tersebut belum melindungi pihak perempuan ketika ia
mengajukan cerai gugat dikarenakan penyebab-penyebab yang ada pada suaminya.
Sementara ia tidaklah termasuk kepada golongan istri yang nusyuz. Akan tetapi
menurut Undang-Undang Perkawinan mereka tetap digolongkan kepada istri yang
nusyuz, sehingga tidak berhak atas hak nafkah iddah dan hak-hak pasca perceraian
lainnya.
Masalah nafkah iddah menjadi salah satu hal menarik untuk dikaji terutama
dalam perkara cerai gugat. Hal ini dikarenakan belum adanya aturan yang pasti dan
umur 21 tahun. Lihat Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia,
(Jakarta: Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, 2003), h. 69.
13Pasal 152 berbunyi: bekas istri berhak mendapat nafkah iddah dari suaminya, kecuali ia
nusyuz.
7
tegas dalam menetapkan hak nafkah iddah pada perkara cerai gugat, sehingga
sebagian hakim tidak berani mengambil keputusan di luar aturan yang ada, akan
tetapi hakimMahkamah Agung telah berani melakukan improvisasi hukum,dengan
menetapkan uang hak nafkah iddah kepada istri yang mengajukan cerai gugat. Hal ini
terdapat dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung No 137K/AG/2007 dan No
276K/AG/2010. Kedua yurisprudensi tersebut menetapkan adanya hak nafkah iddah
bagi istri yang mengajukan cerai gugat dimana dalam proses persidangan ia tidak
terbukti telah berbuat nusyuz. Tentu hal ini bertentangan dengan pasal 149 KHI yang
menyatakan bahwa tidak ada mut‟ah dan nafkah iddah bagi istri yang mengajukan
cerai gugat dan khulu‟, karena ia dinilai melakukan nusyuz, di sini sang hakim
menggunakan Hak ex officionya untuk menciptakan adanya keadilan bagi istri atau
pemenuhan minimal hak-hak istri pasca perceraian.
Di dalam buku II Pedoman Teknis Pengadilan Agama ditentukan bahwa apabila
gugatan cerai dengan alasan adanya kekejaman atau kekerasan suami, hakim secara
ex officio dapat menetapkan nafkah iddah.
Pengadilan Agama Tanjung Pati adalah salah satu pengadilan yang berwenang
dalam memutus perkara cerai gugat di Kab 50 Kota. Menurut Laporan Perkara yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Agama Tanjung Pati pada tahun 2012 terdapat
617 perkara. Dari 617 perkara tersebut 421 perkara adalah dalam bentuk perkara cerai
gugat dan 196 perkara dalam bentuk perkara cerai talak. Berdasarkan data tersebut
peneliti tertarik untuk meneliti bentuk putusan perkara di Pengadilan Agama Tanjung
8
Pati dalam perkara cerai gugat, dalam artian apakah Pengadilan Tanjung Pati ini
mempraktekkan yurisprudensi tersebut atau tidak.
Berdasarkan uraian singkat di atas penulis tertarik untuk membahas masalah
ini dan merumuskannya ke dalam sebuah karya tulis dalam bentuk skripsi dengan
judul “HAK NAFKAH IDDAH PASCA CERAI GUGAT DAN
IMPLEMENTASINYA DI PENGADILAN AGAMA TANJUNG PATI”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dalam kasus cerai gugat dengan alasan apapun yang diajukan sang istri, baik
karena kekerasan dalam rumah tangga, poligami tanpa izin, tidak diberi nafkah
selama beberapa waktu. Sesuai dengan aturan yang ada baik dalam KHI maupun
UUP, hakim akan langsung menjatuhkan talak ba‟in sughra, akibat dari talak ini sang
istri tidak akan mandapat hak nafkah iddah, mut‟ah, kiswah dan maskan.Kecuali istri
dalam keadaan hamil, karena istri yang dalam keadaan hamil maka ia akan
mendapatkan hak nafkah iddah, mut‟ah, maskan dan kiswah. Pada beberapa putusan
pengadilan tidaklah semua istri yang mengajukan cerai gugat itu tergolong kepada
istri yang nusyuz. Kadang-kadang malah sebaliknya suamilah yang menyebabkan
istri mengajukan cerai gugat, seperti adanya kekerasan dalam rumah tangga. Di sini
istri berusaha untuk menuntut haknya.
Di sini akan dilihat bagaimana hakim Pengadilan Agama Tanjung Pati Kab 50
Kota, Payakumbuh, Sumatera Barat memutuskan perkara ini, apakah hakim
9
Pengadilan Agama Tanjung Pati tetap tidak memberikan hak nafkah kepada istri yang
mengajukan cerai gugat dalam keadaan tidak hamil, akibat KDRT (sesuai dengan
aturan KHI) sehingga menyebabkan ketidakadilan bagi istri. Atau hakim Pengadilan
Agama Tanjung Pati memberikan putusan yang berbeda dengan memberikan hak
nafkah iddah bagi istri yang menggugat cerai suaminya dengan alasan KDRT.
Objek penelitian ini hanya difokuskan untuk menganalisis hak istri yang
mengajukan cerai gugat namun tidak dalam keadaan hamil memperoleh nafkah iddah
dalam putusan Pengadilan Agama Tanjung Pati selama tahun 2012
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis rumuskan dalam
bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana hak perempuan memperoleh nafkah iddah pasca cerai gugat
menurut fuqaha mazhab dan Peraturan Perkawinan di Indonesia.
2. Bagaimana hak perempuan dalam memperoleh nafkah iddah pasca cerai gugat
dipraktekkan di Pengadilan Agama Tanjung Pati.
3. Sejauh mana kebebasan hakim dalam menafsirkan ketentuan perundang-
undangan tentang hak nafkah iddah pasca cerai gugat dalam upaya
menegakkan keadilan.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dalam penyusunan skripsi ini penulis mempunyai tujuan sebagai berikut:
10
1. Untuk mengkaji bagaimana hak perempuan memperoleh nafkah iddah pasca
cerai gugat menurut fuqaha mazhab dan Peraturan Perkawinan di Indonesia.
2. Untuk menjelaskan bagaimana hak perempuan dalam memperoleh nafkah
iddah pasca cerai gugat dipraktekkan di Pengadilan Agama Tanjung Pati.
3. Untuk mengetahui sejauh mana kebebasan hakim dalam menafsirkan
ketentuan perundang-undangan tentang hak nafkah iddah pasca cerai gugat
dalam upaya menegakkan keadilan
2. Manfaat Penelitian
Selain tujuan sebagaimana telah dikemukakan di atas. Penelitian ini juga
diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat baik secara teoritis maupun praktis,
antara lain:
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
yang berharga untuk penulis maupun praktisi-praktisi hukum, terutama
hakim-hakim di Pengadilan Agama Tanjung Pati dalam memecahkan
masalah-masalah yang muncul akibat perceraian, fokusnya mengenai cerai
gugat.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam merumuskan
kebijakan/peraturan yang lebih baik dimasa mendatang.
11
D. Metode Penelitian.
1. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
pendekatan yuridis empiris. Yang dimaksud dengan pendekatan yuridis-empiris
adalah: penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan
hukum normatif secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi
dalam masyarakat.
Metode pendekatan yuridis empiris merupakan cara prosedur yang
dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder
terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap
data primer di lapangan.
Pendekatan yuridis empiris ini dimaksudkan untuk melakukan penjelasan
atas masalah yang diteliti dengan hasil penelitian yang diperoleh dalam hubungan
dengan aspek hukum dan realita yang terjadi menyangkut hak nafkah iddah pada
cerai gugat di Pengadilan Agama Tanjung Pati.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah jenis penelitian kualitatif yaitu
penelitian untuk mengungkapkan rahasia sesuatu dilakukan dengan cara menghimpun
data dalam keadaan sewajarnya, mempergunakan cara kerja yang sistematis, terarah
dan dapat dipertanggung jawabkan sehingga tidak kehilangan sifat ilmiahnya.
12
Karena yang menjadi objek kajian adalah putusan hakim, maka penelitian ini
juga akan terfokus pada isi putusan. Oleh karenanya peneliti akan menggunakan
content analysis.14
Dengan teknik ini, maka data kualitatif tekstual yang diperoleh akan dipilah,
dilakukan pengelompokan yang sejenis, selanjutnya dianalisa isinya secara kritis
untuk mendapatkan suatu formulasi analisa mengenai putusan hakim Pengadilan
Agama Tanjung Pati tahun 2012 mengenai hak nafkah iddah
3. Subjek dan Objek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Agama Tanjung Pati. Adapun yang
menjadi populasi dalam penelitian ini adalah putusan Pengadilan Agama Tanjung
Pati terkait hak nafkah iddah pada cerai gugat. Sedangkan penentuan sampelnya
dilakukan dengan tekhnik random sampling15
terhadap putusan Pengadilan Agama
Tanjung Pati yang berkaitan dengan hak nafkah iddah pada cerai gugat, dan putusan
tersebut telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Sehubungan dengan itu maka
respondennya adalah 5 orang Hakim Pengadilan Agama Tanjung Pati.
14Content Analisis atau Kajian Isi menurut Holsti adalah teknik yang digunakan untuk
manarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dan dilakukan secara objektif dan
sistematis. Lihat Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda
Karya, 2011), h. 220. Boy Sabarguna mendefinisikan content analisis dengan proses memilih,
membandingkan, menggabungkan, memilah berbagai pengertian, hingga ditemukan yang relevan.
Lihat Boy Sabarguna, Analisis Data pada Penelitian Kualitatif, (Jakarta: UIP, 2008), h. 66.
15
Random Sampling adalah pengambilan sampel secara random atau tampa pandang bulu. Ini
adalah salah satu dari jenis Probability Sampling. Probability Sampling adalah tekhnik pengambilan
sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur anggota populasi untuk dilpilih
menjadi anggota sampel. Tekhnik itu meliputi salah satunya Random Sampling. Lihat Sugiyono,
Metode Penelitian Kualitatif, Kuantatif dan R&D, (Bandung:Alfabeta, 2011), h. 82. Pengambilan
sampel secara Random ini hanya dapat dilakukan jika keadaan populasi memang homogen. Lihat
Suharsimi Arikanto, Prosedur Penelitian, (Jakarta:Rineka Cipta, 2010), h. 181.
13
4. Metode Pengumpulan Data
a. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan sebagai referensi untuk menunjang keberhasilan penelitian
ini berupa literatur-literatur fiqh, UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Inpres
No 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, dan Undang-Undang No 3 tahun
2006 Tentang Peradilan Agama, Yurisprudensi Mahkamah Agung No 137
K/AG/2007 dan No 276 K/AG/2010. Serta artikel atau majalah-majalah yang ada
kaitannya dengan masalah nafkah iddah pada cerai gugat
b. Studi Lapangan
Studi lapangan ini dilakukan dengan dua tekhnik berikut
1. Studi dokumen untuk memperoleh berkas dalam bentuk Putusan Pengadilan
Agama Tanjung Pati dari tahun 2012 yang telah Berkekuatan Hukum Tetap
terkait dengan hak nafkah iddah pada cerai gugat
2. Wawancara yang dilakukan kepada hakim yang menyelesaikan perkara
tentang hak nafkah pada cerai gugat di Pengadilan Agama Tanjung Pati.
Wawancara ini dilakukan dengan metode Wawancara tak terstruktur (open–
ended) yaitu wawancara dengan pertanyaan yang bersifat terbuka dimana
responden secara bebas menjawab pertanyaan tersebut.16
Wawancara ini
digunakan untuk mengungkap perasaan-perasaan, dan pikirandan alasan-
alasan tingkah lakunya, atau disebut juga“ Informasi emic “17
16Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, t.th), h. 233.
17
Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, h. 233.
14
5. Metode Analisis Data
Sebagai cara untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah
terkumpul, akan digunakan analisis normatif kualitatif. Normatif18
karena peneliti
bertitik tolak dari peraturan yang ada sebagai norma hukum positif, sedangkan
kualitatif yang dimaksud yaitu analisis yang bertitik tolak pada usaha penemuan asas
dan informasi yang bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus (sehingga tidak
dapat disusun ke dalam suatu struktur klasifikatoris)19
dari responden. Memahami
kebenaran yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pertanyaan kepada sejumlah
responden baik secara lisan maupun secara tertulis selama dalam melakukan
penelitian.
6. Teknik Penelitian
Adapun tekhnik penulisan penelitian skripsi ini berpedoman kepada buku
“Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012
E. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu
Setelah penulis melakukan penelusuran terhadap karya ilmiah yang bertema
tentang hak nafkah iddah pada cerai gugat di Perpustakaan Fakultas Syari‟ah dan
Hukum, penulis menemukan dua skripsi yang berkaitan. Dua skripsi yang terkait
18 Disebut juga dengan penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian ini hukum MA
dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam perundang-undangan (law in books). Lihat, Amiruddin
dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2004), h. 118.
19
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: 1997), h. 269.
15
akan dikemukakan oleh penulis secara ringkas untuk mengetahui sisi perbedaan
dengan skripsi penulis.
Pertama, skripsi Hanif Bagus Azhar (107044202413), dengan judul “Nafkah
Iddah bagi Mantan Istri Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (Analisis Putusan
Perkara Nomor 1038/pdt.G/2008/PA.Jt)” pada tahun 2012. Penelitian yang digunakan
adalah analisis deskriftif yaitu menggambarkan isi putusan Pengadilan Agama
Jakarta Timur mengenai hak nafkah bagi mantan istri akibat adanya kekerasan
dalam rumah tangga. Hasil penelitiannya dalam pertimbangan sang hakim tidak
menyebutkan secara jelas bahwa perkara ini adalah perkara kekerasan dalam rumah
tangga. Padahal dalam petitumnya telah disebutkan oleh penggugat bahwa tergugat
sering memukul penggugat.Berbeda dengan skripsi penulis, dalam skripsi ini penulis
menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan mengambil putusan secara
ramdom sampling. Dan hak nafkah iddah pada perkara cerai gugat tidak hanya
didasarkan pada alasan kekerasan dalam rumah tangga.
Kedua, Skripsi Noor Baayah binti Abu Bakar (107044103904), dengan judul
“Hak-Hak Istri Akibat Perceraian Perbandingan Imam Syafii dan Kompilasi Hukum
Islam (KHI)” pada tahun 2011. Penelitian yang digunakan adalah perbandingan
antara pendapat Imam Syafi‟i dan Kompilasi Hukum Islam mengenai hak-hak
mantan istri akibat putusnya perceraian secara umum. Baik mahar, nafkah iddah,
mut‟ah, kiswah dan lainnya. Hasil penelitiannya memaparkan persamaan dan
perbedaan antara pendapat Imam Syafi‟i dan KHI mengenai hal tersebut, yang mana
persamaannya terdapat dalam pasal 156, 158, 159 dan 160 KHI,sementara
16
perbedaannya adalah dalam hal pembagian harta bersama. Sedangkan skripsi yang
akan penulis tulis secara khusus tidak membandingkan pendapat Imam Syafi‟i dan
KHI, tetapi antara aturan perundang-undangan mengenai hak nafkah iddah pada cerai
gugat dan melihat realitanya di Pengadilan Agama Tanjung Pati.
F. Sistematika Penulisan
Penelitian ini disusun dengan sitematika sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, yang meliputi: latar belakang masalah,pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan
(review) kajian terdahulu, sistematika penulisan. Unsur-unsur ini dikemukakan
diawal sebagai pedoman dari penelitian yang akan dilakukan.
Berikutnya, Bab II, akan mengupas kajian teoritis tentang cerai gugat dan
khulu‟, baik dalam perspektif perundang-undangan perkawinan di Indonesia maupun
dalam aturan hukum Islam. Di dalamnya mencakup pengertian, proses penyelesaian
perkara sampai akibat hukumnya. Bagian ini penting untuk dibahas mengingat
bahwa tiap-tiap putusnya perkawinan memiliki dampak yang berbeda.
Bab III menguraikan tentanghak perempuan memperoleh nafkah iddah
menurut pandangan Imam Mazhab dan juga peraturan perundang-undangan
perkawinan di Indonesia dan juga komparasi antara pandangan Fuqaha Mazhab dan
Peraturan Perundang-undangan di Indonesia tentang hak nafkah iddah
Bab IV adalah bagian inti penelitian ini, yaitu bahasan mengenai
implementasi hak nafkah iddah pasca cerai gugat dalam putusan Pengadilan Agama
17
Tanjung Pati tahun 2012. Disini akan dijelaskan bagaimana implementasi aturan
perundang-undangan mengenai hak nafkah iddah pada cerai gugat di Pengadilan
Agama Tanjung Pati dengan menganalisis putusan-putusan yang ada mengenai hal
ini. Di sini juga akan dipaparkan seberapa jauh hakim menggunakan kebebasannya
dalam memutuskan perkara mengenai cerai gugat dengan melihat alasan yang
diajukan sang istri, dengan melampirkan hasil wawancara dari hakim di Pengadilan
Agama Tanjung Pati.
Bab V Akan diisi dengan kesimpulan dan saran sebagai bab penutup
18
BAB II
KAJIAN TEORITIS TENTANG CERAI GUGAT
A. Pengertian Cerai Gugat dan Khulu’
Setiap orang melaksanakan perkawinan dengan harapan terwujudnya kehidupan
rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, namun dalam realitanya hal
tersebut sangat sulit untuk diwujudkan, bahkan banyak terjadi kehidupan keluarga
atau kehidupan rumah tangga yang tidak bahagia. Dalam Islam, kehidupan suami istri
yang mengalami kekacauan atau kebencian akibat tidak adanya kasih sayang,
pergaulan yang tidak baik atau masing-masing pihak tidak dapat menjalankan
kewajibannya dengan baik, maka dalam hal ini Islam berpesan agar bersabar,
sanggup menahan diri dan menasehati satu sama lain. Tetapi terkadang kekacauan
atau kebencian itu semakin membesar, perpecahan semakin sangat,penyelesaiannya
menjadi sulit, kesabaran menjadi hilang.20
Dalam hal ini Islam membenarkan
putusnya perkawinan sebagai langkah terakhir dari usaha melanjutkan rumah tangga.
Istilah perceraian terdapat dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
yang memuat ketentuan fakultatif bahwa “perkawinan dapat putus karena kematian,
perceraian, dan atas putusan pengadilan”. Begitu juga dengan KHI,akan tetapi pasal-
pasal yang digunakan lebih banyak yang menunjukkan aturan-aturan yang lebih rinci.
Seperti dalam pasal 114 menyebutkan bahwa putusnya perkawinan yang disebabkan
karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian.
20Adil Samadani, Kompetensi Pengadilan Agama Terhadap Tindak Kekerasan, h.2.
19
Menurut Abdul Kadir Muhammad sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad
Syaifuddin, putusnya perkawinan karena kematian disebut dengan “cerai mati‟,
sedangkan putusnya perkawinan karena perceraian ada 2 istilah, yaitu: cerai gugat
(khulu‟) dan cerai talak.21
Pengertian dari cerai gugat yaitu isteri menggugat suaminya untuk bercerai
melalui pengadilan, yang kemudian pihak pengadilan mengabulkan gugatan
dimaksud sehingga putus hubungan penggugat (isteri) dengan tergugat.22
Abdul Manan mendefinisikan cerai gugat sebagaimana yang terdapat dalam buku
Aneka Permasalahan Hukum Perdata Islam di Indonesia yaitu cerai yang didasarkan
atas adanya gugatan yang diajukan oleh seorang istri agar perkawinan dengan
suaminya menjadi putus.23
Cerai gugat terjadi karena adanya kemauan dari pihak istri, dengan alasan
perkawinannya tidak dapat dipertahankan lagi. Cerai gugat dapat terjadi jika ada
keinginan untuk bercerai datangnya dari pihak istri, karena ia benci kepada suaminya.
Cerai gugat dalam Islam dikenal dengan istilah khulu‟/talak tebus, artinya talak
yang diucapkan oleh suami dengan pembayaran dari pihak istri kepada suami.Khulu‟
yang terdiri dari lafaz kha-la-„a yang berasal dari kata بخهع انثيا (menanggalkan
21Muhammad Syaifuddin, dkk, Hukum Perceraian h. 16.
22
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Indonesia(Palu: Yayasan Masyarakat Indonesia Baru,
2002), h. 906.
23
Abdul Manan,Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2006), h. 19.
20
pakaian).24
Dihubungkannya kata khulu‟dengan perkawinan karena dalam Al qur‟an
disebutkan bahwa suami itu sebagai pakaian bagi istrinya dan istri itu merupakan
pakaian bagi suaminya dalam surat Al Baqarah ayat 187:
ه نباش نكم اوتم نباش نه
“Mereka merupakan pakaian bagimu dan kamu merupakan pakaian bagi mereka”
Penggunaan kata khulu‟ untuk putusnya perkawinan karena istri sebagai
pakaian bagi suaminya berusaha menanggalkan pakaian itu dari suaminya. Dalam arti
istilah hukum dalam beberapa kitab fiqh khulu‟ diartikan dengan:
فرلت بعض بهفظ انطلاق ا انخهع
“Putus perkawinan dengan menggunakan uang tebusan, menggunakan ucapan
thalaq atau khulu‟.25
Dalam buku Hukum Acara Peradilan Agama dalam kerangka fiqh Al qadha,
Aris Bintania menyebutkan bahwa khulu‟menurut istilah fiqh berarti menghilangkan
atau membuka buhul akad nikah dengan kesediaan istri membayar tebusan kepada
pemilik akad (suami) dengan menggunakan perkataan cerai atau khulu‟. Khulu‟
merupakan penyerahan harta yang dilakukan oleh istri untuk menebus dirinya dari
ikatan suaminya. Khulu‟ disebut juga dengan talak tebus yang terjadi atas persetujuan
suami istri dengan jatuhnya talak satu dari suami kepada istri dengan tebusan harta
atau uang dari pihak istri yang menginginkan cerai dengan cara itu. Penebusan atau
24 Ibnu Manzur, Lisanul Arab juz 4, (Beirut: Darehie Al Tourath Al- Arabi, t.th) h. 178. Dan
juga A.W. Munawwir. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia. Pentashih, Ali Ma‟sum & Zainal Abidan
Al Munawwir, ed. 12(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 360.
25
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia:Antara Fiqh Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan (Jakarta: KencanaPrenada Media Group, 2009), h. 231.
21
pengganti yang diberikan istri kepada suami disebut dengan iwadh.Iwadh dapat
berupa pengembalian mahar atau sejumlah barang, uang atau sesuatu yang dipandang
mempunyai nilai yang telah disepakati kedua suami istri.26
Sedangkan menurut pasal1 huruf i Kompilasi Hukum Islam, khulu‟ adalah
perceraian yang terjadi atas permintaan istri dengan memberikan tebusan atau iwadh
kepada dan atas persetujuan suaminya. Menurut pasal 124 Kompilasi Hukum Islam
khulu‟ harus berdasarkan atas alasan perceraian
Untuk maksud yang sama dengan kata khulu‟ itu ulama menggunakan
beberapa kata, yaitu: fidyah, shulh, mubaraah.27
Walaupun dalam makna yang sama,
namun dibedakan dalam dari segi jumlah ganti rugi atau iwadh yang digunakan.
Khulu‟ hukumnya menurut jumhur ulama adalah boleh atau mubah. Dasar
kebolehannya terdapat di dalam Al Qur‟an dan terdapat pula dalam hadist Nabi.
Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur‟an surat Al Baqarah ayat 229:
ما فيما افتذث بفا ن خفتم ألا يميما حذ د انه ف لا جىاح عهي
“Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak menjalankan hukum-hukum
Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan istri untuk
menebus dirinya.”
Dalam Undang-Undang Nomor1 Tahun 1974 maupun Peraturan
PemerintahNomor 9 Tahun 1975, istilah khulu‟ ini tidaklah ditemukan,Pengadilan
26Aris Bintaria,Hukum Acara Peradilan Agama dalam kerangka fiqh Al qadha,(Depok : PT
Raja Grafindo Persada, 2012),h. 134.
27
Bila ganti rugi untuk putusnya hubungan perkawinan itu adalah seluruh mahar yang
diberikan waktu nikah, maka disebut dengan khulu‟.Bila ganti rugi adalah separoh dari mahar, disebut
shulh. Bila ganti rugi lebih banyak dari mahar yang diterima disebut fidyah dan bila istri bebas dari
ganti rugi disebut mubaraah.Lihat Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h. 231.
22
Agama hanya mengenal adanya dua jenis perkara perceraian, yaitu perkara
permohonan cerai talak dan perkara cerai gugat. Dalam perkara cerai gugat
disebutkan bahwa jika istri ingin memutuskan ikatan perkawinan dengan suaminya ia
bisa menggugat cerai suaminya melalui pengadilan yang akan memutuskan hubungan
perkawinan keduanya.28
Begitu juga dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama sebagaimana yang diubah dengan Undang-Undang Nomor
3 Tahun 2006 dan Perubahan Kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun
2009. Disini terlihat bahwa Undang-Undang tersebut tidak membedakan antara cerai
gugat dan khulu‟ sehingga mereka tidak menjelaskan pasal-pasal mengenai hal
tersebut.
Berbeda halnya dengan Kompilasi Hukum Islam, KHI membedakan antara
cerai gugat dengan khulu‟.Jika sebelumnya istri ingin memutuskan hubungan
perkawinan dengan suaminya mengajukan gugat, maka dalam KHI seorang istri juga
bisa mengajukan perceraian dengan jalan khulu‟ (talak tebus) kepada dan dengan
persetujuan suaminya. Namun berlakunya acara perceraian dengan cara khulu‟ (talak
tebus) tidak melahirkan jenis perkara perceraian yang baru di Pengadilan Agama,
khulu‟ menjadi bagian dari perkara cerai gugat dengan tambahan putusan mengenai
tebusan yang harus dibayar oleh istri dan perceraian menjadi dengan jatuhnya talak
khulu‟ dari suami.
Akan tetapi perceraian dengan jalan khulu‟ (talak tebus) tidak justru
mempermudah seorang istri untuk memutuskan hubungan perkawinan dengan
28Aris Bintaria, Hukum Acara Peradilan Agama dalam, h. 133.
23
suaminya, ia harus tetap memiliki alasan-alasan sebagaimana yang harus juga ia
buktikan dalam cerai gugat biasa, bahkan konsekuensinya ia harus membayar tebusan
kepada suaminya.
Dari paparan diatas terlihat adanya persamaan dan perbedaan di antara
keduanya dalam pandangan KHI. Persamaannya adalah keinginan untuk bercerai
sama-sama berasal dari pihak isteri dan alasan-alasan cerai gugat maupun khulu‟ pun
harus sesuai dengan alasan-alasan yang terdapat dalam pasal 116 KHI.Sementara
perbedaannya: pertama, dilihat dari wajibnya disediakan iwadh oleh istri, dalam
khulu‟ iwadh harus ada, sementara pada cerai gugat tidak perlu membayar uang iwad
(uang tebusan).29
Kedua, dari bentuk putusannya, cerai gugat biasanya putusannya
berbentuk talak satu ba‟in sughra, dan kalau cerai gugat dengan alasan pelanggaran
taklik talak dengan talak satu khul‟i. Sementara pada khulu‟ apapun alasannya
putusannya berbentuk talak satu khul‟i.30
Ketiga, hak istri untuk menerima nafkah
iddah, pada khulu‟ istri tidak berhak atas nafkah selama masa iddah yang ia jalani,
pada cerai gugat selama menjalani masa iddah ia akan tetap memperoleh nafkah
iddah dari mantan suaminya. 31
Melalui cerai gugat atau khulu‟ ini, maka perempuan memiliki hak yang
setara dengan laki-laki dalam institusi perkawinan yang dapat membebaskan istri dari
29Aris Bintaria,Hukum Acara Peradilan Agama dalam,h.144.
30
Mahkamah Agung, Direktorat Jendral Badan Peradilan Agama,Pedoman Pelaksanaan
Tugas dan Administrasi Peradilan Agama. Buku II(Jakarta: Direktorat Jendral Badan Peradilan
Agama, 2010), h.155.
31
Aris Bintaria,Hukum Acara Peradilan Agama dalam,h.144.
24
tekanan yang dialaminya.32
Hanya saja yang perlu dikritisi adalah bentuk penerapan
cerai gugat ini masih terdapat sebuah ketidakadilan jika dibandingkan dengan talak.
Apabila si istri mengajukan cerai gugatnya ke pengadilan, maka yang harus terlebih
dahulu disiapkan adalah biaya untuk menebus dirinya. Dibandingkan dengan cerai
talak, di mana sang suami tanpa sebuah tebusan untuk dirinya.
B. Proses Penyelesaian Perkara Cerai Gugat dan Khulu’ di Pengadilan
Agama
Salah satu azas-azas hukum perkawinan dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun
1974 adalah azas mempersukar atau mempersulit proses perceraian, yang disebut juga
dengan azas preventif. 33
Azas mempersulit proses hukum perceraian juga terkandung
dalam pasal 39 ayat [2] Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang memuat
ketentuan imperatif bahwa untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan,
bahwa antara suami-istri itu tidak akan hidup rukun sebagai suami-istri. Kemudian
ketentuan imperatif dalam pasal 39 ayat [2] UU Nomor 1 Tahun 1974 telah
dijabarkan dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, yang
menentukan alasan-alasan hukum perceraian.34
32Anik Farida, dkk, Perempuan dalam Sistem Perkawinan dan Perceraian,h. 33.
33
Hasbi Indra, dkk, Potret Wanita Shalehah (Jakarta: Penamadani,2004), h. 222.
34
Alasan-alasan perceraian tersebut yaitu: (1)Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi
pemabok, pemadat penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan. (2) Salah satu pihak
meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah
atau karena hal lain diluar kemampuannya. (3)Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun
atau hukuman yang lebih berat lagi setelah perkawinan berlangsung.(4)Salah satu pihak melakukan
kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain. (5)Salah satu pihak mendapat
cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau
25
Pasal 19 Peraturan Pemerintah diatas diulangi dalam Kompilasi Hukum Islam
dengan rumusan yang sama, hanya menambahkan dua anak ayatnya, yaitu:
1. Suami melanggar taklik talak.35
2. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan
dalam rumah tangga.
Taklik talak adalah janji atau pernyataan yang dibacakan suami setelah akad
nikah. Kalau suami melanggar janji yang telah diucapkan dan istrinya tidak rela bisa
mengadu ke pengadilan untuk mengajukan perceraian. Jadi taklik talak sebagai
sebuah ijtihad baru sangat penting untuk melindungi hak-hak wanita.36
Pada
prinsipnya taklik talak adalah suatu penggantungan terjadinya jatuhnya talak terhadap
peristiwa tertentu sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat sebelumnya antara
istri. (6)Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan atau pertengkaran dan tidak ada harapan
akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
35Taklik talak ini telah lazim diperjanjikan dalam perkawinan dewasa di Indonesia, dimana
setiap mempelai laki-laki setelah akad nikah mengucapkan ijab kabul, mengucapkan lagi ikrar taklik
talak yang berbunyi sebagai berikut:“apabila saya (suami) meninggalkan istri saya 6 bulan berturut-
turut, tanpa memberi kabar dan memberi nafkah kepada istri saya”, atau “apabila saya (suami)
memukul/ menyakiti istri saya melampaui batas dan berbekas”, atau “ apabila saya
(suami) menambah istri saya, maka apabila istri saya tidak ridho datang kepada saya atau pihak yang
berwajib atau Kantor Urusan Agama atau mesjid dan membayar uang iwadh sebesar yang ditentukan,
maka jatuhlah talak saya (suami) satu”. Lebih lanjut baca Muhammad Syaifuddin dkk, Hukum
Perceraian, h. 141.
Memang tidak jelas kapan metode perceraian taklik talak ini pertama kali dipraktekkan,
sebagaimana yang dikutip oleh Ratna Lukito dalam bukunyaseorang ilmuan belanda, Jan Prins, sudah
mengklaim pada tahun 1951 institusi taklik ini cenderung untuk mempertahankan beberapa hak
tradisional istri, berasal dari dekret yang dikeluarkan oleh seorang raja Mataram pada abad ketujuh
belas Masehi. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh para ulama terdahulu terhadap institusi
taklik talak ini, membuktikan adanya percampuran elemen-elemen yang diderivasikan dari hukum
adat dan hukum Islam. Ratna Lukito, Pergumulan Antara Hukum Islamdan Adat di Indonesia (Jakarta:
INIS, 1998) h. 78.
36
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan,Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqh No 1/1974 sampai KHI(Jakarta: Kencana, 2004), h.
22.
26
suami istri. Secara prinsipil pernyataan dalam taklik talak berupa ikrar dari suami dan
hanya mengikat pada suami istri itu sendiri. Lembaga taklik talak disamping untuk
menjaga kerukunan hubungan suami istri juga untuk mengimbangi hak talak yang
ada pada suami.
Undang-Undang Perkawinan tidak menyinggung murtad sebagai alasan
perceraian sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam murtad dijadikan alasan
perceraian. Artinya jika salah satu keluar dari agama Islam, maka suami atau istri
dapat mengajukan permohonan cerai kepada pengadilan.
Undang-Undang Perkawinan mengatur bahwa perceraian harus dilakukan di
depan sidang pengadilan, sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 39 dan pasal
40.37
Pasal 115 KHI menegaskan bunyi Pasal 39 UU Perkawinan yang sesuai dengan
konsep KHI, yaitu orang Islam: “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang
Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak. Dengan aturan ini perempuan akan mendapatkan
perlindungan hukum.38
Menurut pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 gugatan
perceraian diajukan oleh suami, istri, dan kuasanya kepada pengadilan yang daerah
37
Pasal 39 UU Perkawinan:(1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan
setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
(2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat
hidup rukun sebagai suami istri. (3) Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam
perundang- undangan tersendiri.
38
Yayan Sopyan, Islam – Negara, h. 193.
27
hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat. Tetapi setelah lahirnya UU No 73
Tahun 1989 jo UU No.3 Tahun 2006 jo. UU No 50 Tahun 2009 tentang Pengadilan
Agama disebutkan dalam pasal 73 bahwa gugatandiajukan ke Pengadilan Agama
yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat (istri) kecuali apabila
penggugat meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat. Dalam hal
penggugat bertempat tinggal di luar negeri gugatan perceraian diajukan kepada
pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat. Dalam hal
penggugat dan tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan
kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka
dilangsungkan.39
Apabila gugatan perceraian dilaksanakan atas alasan satu diantara
dua pihak mendapat penjara 5 tahun atau lebih, maka untuk memperoleh putusan
perceraian, sebagai bukti, istri sebagai penggugat menurut Pasal 74 UU No.7 Tahun
1989 jo. UU No 3 Tahun 2006 jo. UU No 50 Tahun 2009 cukup menyampaikan
salinan putusan Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi atau juga putusan
Mahkamah Agung RI40
disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan tersebut
telah berkekuatan hukum tetap. 41
39Senada dengan pasal 132 KHI, hanya saja dalam ayat 2 KHI disebutkan apabila tergugat
bertempat kediaman di luar negeri, Ketua Pengadilan Agama memberitahukan gugatan tersebut kepada
tergugat melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat.
40
Dalam pasal 135 KHI disebutkan jika gugatan perceraian karena alasan suami mendapat
hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat, maka untuk mendapatkan keputusan
perceraian sebagai bukti, maka penggugat cukup menyampaikan salinan putusan Pengadilan yang
memutus perkara disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah berkekuatan hukum
tetap.
41
Muhammad Syaifuddin, dkk, Hukum Perceraian, h.255.
28
Apabila gugatan perceraian diajukan ke pengadilan dengan alasan tergugat
mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat suami tidak dapat menjalankan
kewajibannya sebagai suami, maka hakim berdasarkan Pasal 75 UU No 7 Tahun
1989 jo. UU No 3 Tahun 2006 jo UU No 50 Tahun 2009, dapat memerintahkan
tergugat untuk memeriksakan diri kepada dokter. Jika gugatan perceraian didasarkan
syiqaq (cekcok) terus menerus yang membahayakan kehidupan suami-istri,maka
untuk mendapatkan putusan perceraian harus didengar keterangan saksi-saksi yang
berasal dari keluarga atau orang-orang yang dekat dengan suami-istri. Sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 76 UU No 7 Tahun 1989 jo UU No 3 Tahun 2006 jo UU No
50 Tahun 2009.42
Adapun cara mengajukan gugatan adalah dengan mengajukan gugatan ke
Pengadilan Agama (bagi orang islam) yang bersangkutan. Bagi orang yang tidak
dapat menulis boleh mengajukan secara lisan. Majelis hakim Pengadilan Agama
menurut pasal 80 UU No 7 Tahun 1989 jo UU No 3 Tahun 2006 jo UU No 50 Tahun
2009, melakukan pemeriksaan atas gugatan perceraian selambat-lambatnya 30 hari
setelah perkara didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama.43
Pengadilan wajib berusaha mendamaikan kedua belah pihak yang berperkara
agar mereka rukun lagi dalam satu rumah tangga. Usaha ini dilakukan oleh Majelis
Hakim Pengadilan Agama itu tidak hanya terbatas pada sidang pertama, tetapi pada
setiap sidang dilakukan. Agar perdamaian yang dilakukan oleh majlis hakim
42Muhammad Syaifuddin,dkk,Hukum Perceraian,h. 256.
43
Muhammad Syaifuddin,dkk,Hukum Perceraian, h.257.
29
membawa hal positif, maka suami-istri yang bersatu itu harus datangsecara pribadi,
kecuali apabila salah satu pihak bertempat tinggal di luar negeri dan tidak mungkin
hadir dalam sidang secara pribadi, dalam hal in i dapat diwakilkan oleh kuasanya.
Apabila hakim berhasil mendamaikan suami-istri yang berperkara itu, maka
mereka tidak dapat lagi mengajukan gugatan dalam alasan yang sama.44
Akan tetapi,
apabila tidak berhasil mendamaikan mereka,selanjutnya Hakim akan mengadakan
pemeriksaan.
Sidang Majelis Hakim Pengadilan Agama yang memeriksaperkara perceraian
baik cerai talak maupun cerai gugat harus dilaksanakan dalam sidang tertutup yang
diatur dalam Pasal 80 UU No 7 Tahun 1989 jo UU No 3 Tahun 2006 jo UU No 50
Tahun 2009. Hal ini disebabkan karena dalam sidang gugatan perceraian itu kedua
belah pihak saling mengucapkan hal-hal yang bersifat pribadi bahkan merupakan aib
yang kurang layak diketahui orang lain.
Proses hukum cerai gugat di Pengadilan Agama diuraikan secara teknis-
yuridis dalam Buku II Edisi Revisi Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi
Peradilan Agama45
adalah sebagai berikut:
a) Cerai gugat diajukan oleh istri yang petitumnya memohon agar Pengadilan
Agama atau Mahkamah Syar‟iyah memutuskan perkawinan penggugat
dengan tergugat.
44KHI Pasal 144: “apabila terjadi perdamaian, maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian
baru berdasarkan alasan atau alasan-alasan yang ada sebelum perdamaian dan telah diketahui oleh
penggugat pada waktu dicapainya perdamaian. Lihat juga PP Nomor 9 tahun 1975 pasal 32
45
Mahkamah Agung, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi,h. 154.
30
b) Prosedur pengajuan gugatan dan pemeriksaan cerai gugat agar mempedomani
Pasal 73 s.d.86 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua
dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 jo pasal 14 s.d. 36 Peraturan
Pemeritah Nomor 9 Tahun 1975.
c) Gugatan nafkah anak, nafkah istri, mut‟ah, nafkah iddah dapat diajukan
bersama-sama dengan cerai gugat, sedangkan gugatan hadhanah dan harta
bersama suami istri sedapat mungkin diajukan terpisah dalam perkara lain.
d) Dalam perkara cerai gugat, istri dalam gugatannya dapat mengajukan gugatan
provisi, begitu pula suami yang mengajukan rekonvensi dapat pula
mengajukan gugatan provisi tentang hal-hal yang diatur dalam pasal 24
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975.
e) Permohonan provisi sebagaimana yang dimaksudkan oleh huruf d diatas
antara lain: permohonan istri sebagai korban KDRT untuk didampingi oleh
seorang pendamping (Pasal 41 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga)
f) Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar‟iyah secara ex officio dapat
menetapkan kewajiban nafkah iddah terhadap suami, sepanjang istrinya tidak
terbukti telah berbuat nusyuz (Pasal 41 huruf c Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974).
g) Dalam pemeriksaan cerai gugat, Pengadilan Agama atau Mahkamah
Syar‟iyah sedapat mungkin berupaya untuk mengetahui jenis pekerjaan dan
31
pendidikan suami dijadikan dasar pertimbangan dalam menetapkan nafkah
madhiyah, nafkah iddah dan nafkah anak.
h) Cerai gugat dengan alsan taklik talak harus dibuat sejak awal diajukan
gugatan, agar selaras dengan format laporan perkara.
i) Dalam hal tergugat tidak hadir di persidangan dan perkara akan diputus
dengan verstek, pengadilan tetap melakukan sidang pembuktian mengenai
kebenaran adanya alasan perceraian yang didalilkan oleh penggugat.
j) Cerai gugat dengan adanya kekejaman atau kekerasan suami, hakim secara ex
officio dapat menetapkan nafkah iddah (lil istibra‟)46
k) Untuk keseragaman, amar putusan cerai gugat berbunyi: “menjatuhkan talak
satu ba‟in shughra tergugat (nama.....bin....) terhadap penggugat (nama....
binti....)”
l) Amar putusan cerai gugat dengan alasan pelanggaran taklik talak
berbunyi:”menjatuhkan talak satu khul‟i tergugat (nama.....bin....) terhadap
penggugat (nama.... binti....) dengan iwadh sebesar Rp..... (..... tulis dengan
huruf)”.
Setalah perkara perceraian itu diputuskan, maka Panitera Pengadilan Agama
menyampaikan salinan surat putusan tersebut kepada suami istri atau kuasanya
dengan menarik Kutipan Akta Nikah dari masing-masing yang
46 Istibra‟ berarti menunggu masa bersih dan sucinya seorang istri dari mengandung/
pengetahuan akan kekosongan rahim dari kehamilan. Sejumlah ulama berpendapat bahwa istibra‟ itu
hanya diwajibkan terhadap wanitawanita yang tidak mengetahui kekosongan rahimnya (hamil/tidak).
Sedangkan wanita yang mengetahui kekosongan rahimnya, maka tidak ada kewajiban beristibra‟.
Syaikh Hasan Ayyub, Fiqih Keluarga. Pen. M Abdul Ghafar (Jakarta: Pustaka Al Kausar, 2006) h.
376.
32
bersangkutan.47
Terhadap keputusan tersebut para pihak dapat mengajukan upaya
hokum banding dan kasasi. Apabila selama jangka waktu 14 hari semenjak
diputuskan perceraian gugat itu suami tidak melakukan upaya banding, putusan
tersebut telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Pada dasarnya prosedur administrasi perceraian melalui khulu‟ tidak jauh
berbeda dengan prosedur administrasi cerai gugat diatas. Istri atau kuasa hukumnya
mengajukan gugatan perceraian melalui khulu‟ kepada Pengadilan Agama yang
daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal istri.
Proses hukum talak khulu‟ di Pengadilan Agama diuraikan secara teknis-
yuridis dalam buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan
Agama (Edisi Revisi 2010) adalah sebagai berikut:48
a) Talak khulu‟ merupakan gugatan istri untuk bercerai dari suaminya dengan
tebusan. Proses penyelesaian gugatan tersebut dilakukan sesuai dengan
prosedur cerai gugat.
b) Untuk keseragaman, amar putusan talak khulu‟ berbunyi:
“Menjatuhkan talak satu khul‟i tergugat (nama.....bin.....) terhadap penggugat
(nama....binti....) dengan iwadh berupa uang sebesar Rp .... ( .... tulis dengan
huruf)”.
Iwadh tersebut dapat pula berupa uang, rumah atau benda lainnya secara
bersama.
47KHI pasal 147 ayat {1}.
48
Mahkamah Agung, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi, h.156.
33
c) Terhadap putusan khulu‟ dapat diajukan upaya hukum banding dan kasasi.
d) Ketentuan khulu‟ sebagaimana tersebut dalam pasal 14849
KHI harus
dikesampingkan pelaksanaannya sebab menyalahi ketentuan hukum acara,
gugatan khulu‟ tetap harus diputus oleh hakim dan boleh banding dan kasasi.
Sebagaimana disebutkan dalam pembahasan sebelumnya, bahwa aturan
mengenai khulu‟ tidak berlaku di dalam UU Perkawinan maupun dalam Peraturan
Pemerintah.Hukum acara khulu‟ ini ditemui aturannya dalam Kompilasi Hukum
Islam. Di berlakukannya acara khulu‟ di Pengadilan Agama membawa perubahan
signifikan terhadap hukum acara perceraian, jika sebelumnya baik suami maupun istri
berada dalam posisi yang sama untuk mengajukan perceraian ke Pengadilan Agama,
meskipun dengan pembedaan dua jenis perkara, dan istri supaya gugatan
perceraiannya dapat dikabulkan dan ikatannya diputus oleh Pengadilan Agama, istri
49
Proses hukum khusus gugatan perceraian dengan jalan khulu‟ menurut pasal 148
Kompilasi Hukum Islam adalah: (1) Seorang istri yang mengajukan gugatan perceraian dengan jalan
khulu‟ menyampaikan permohonannya kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggalnya
disertai alasan-alasannya. (2) Pengadilan Agama selambat-lambatnya 1 bulan memanggil istri dan
suaminya untuk didengar keterangannya masing-masing. (3) Dalam persidangan tersebut, Pengadilan
Agama memberikan penjelasan tentang akibat khulu‟ dan memberikan nasehat-nasehat. (4) Setelah
kedua belah pihak sepakat tentang besarnya iwadh atau tebusan, maka Pengadilan Agama memberikan
penetapan tentang izin bagi suami untuk mengikrarkan talaknya didepan sidang Pengadilan
Agama.Terhadap penetapan ini dapat dilakukan upaya kasasi dan banding. (5) Setelah sidang
penyaksian ikrar talak,Pengadilan Agama membuat penetapan tentang terjadinya talak rangkap empat
yang merupakan bukti perceraian bagi bekas suami dan istri. Helai pertama beserta surat ikrar talak
dikirim ke Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat tinggal suami untuk diadakan pencatatan.
Helai kedua dan ketiga masing-masing diberikan kepada suami-istri. Helai keempat disimpan oleh
Pengadilan Agama. (6) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan tentang besarnya tebusan atau iwadh,
Pengadilan Agama memeriksa dan memutus sebagai perkara biasa.
34
hanya perlu membuktikan alasan-alasan untuk terjadinya perceraian tanpa harus
menebus dirinya.
Dengan diberlakukannya acara khulu‟ seorang istri, jika alasan-alasan
perceraian yang terbukti ternyata berasal dari pihak istri, maka ia harus menebus
dirinya supaya talak dijatuhkan oleh suaminya, sehingga pada dasarnya bukan
pengadilan yang memutus ikatan perkawinan, tetapi kesediaan suami mengikrarkan
talaklah yang memutuskan hubungan perkawinan.
Berdasarkan paparan di atas terlihat bahwa dalam mengompilasi hukum
Islam, di satu sisi ada keinginan yang kuat untuk menyerap sebanyak mungkin
semangat dan nilai-nilai hukum Islam ke dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia. Akan tetapi di sisi lain ada berbagai persoalan-persoalan
penerapan hukum Islam ke dalam hukum positif yang tidak terlepas dari adanya
perbedaan dan semangat nilai-nilai, yang diutamakan oleh hukum Islam dalam
mengatur kehidupan para penganutnya berhadapan dengan nilai dan cita-cita
pembentukan kesatuan hukum di Negara Indonesia dengan cita rasa keadilan, yang
melindungi segenap warga negara sehingga dimata hukum semua warga negara
berada dalam kedudukan yang sejajar dalam seluruh lapangan hukum, termasuk
hukum keluarga.
Hal ini berakibat pada aturan acara khulu‟ yang dimuat dalam Kompilasi
Hukum Islam sebagai alternatif bagi kaum perempuan dan jalan untuk memutuskan
hubungan perkawinan niscaya akan menjadi pasal-pasal yang tidak bermakna dan
tidak fungsional, karena seorang perempuan pasti akan memilih perceraian dengan
35
jalan cerai gugat biasa ketimbang dengan cara khulu‟, mengapa harus dengan talak
tebus jika alasan-alasan perceraian yang harus dibuktikan sama dengan cerai gugat
biasa yang tidak perlu dengan tebusan plus masih berhaknya istri atas nafkah iddah.
C. Akibat Cerai Gugat
Akibat putusnya perkawinan (perceraian) diatur dalam pasal 41 UU No. 1
Tahun 1974 dan pasal 149 KHI.Pasal 41 UU No 1 Tahun 1974 menjelaskan akibat
putusnya perkawinan karena perceraian adalah;
a. Baik ibu atau bapak berkewajiban memelihara, melindungi dan mendidik
anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada
perselisihanmengenai penguasaan anak,pengadilan memberikan putusannya.
b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan
pendidikan yang diperlukan anak, bila bapak dalam kenyataannya tidak dapat
memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut
memikul biaya tersebut.
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya
hidup untuk bekas istri.
Pasal 149 KHI menjelaskan akibat talak, berbunyi; bilamana perkawinan
putus karena talak, maka bekas suami wajib:
36
a. memberikan mut‟ah yang layak kepada bekas isterinya baik berupa uang,
benda kecuali bekas isteri tersebut qabla al dukhul
b. Memberikan nafkah, maskawin dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam
masa iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak bain atau nusyuz dan
dalam keadaan tidak hamil
c. Melunasi mahar yang masih terutang seluruhnya, dan separoh apabila qabla
al-dukhul
d. Memberikan biaya (hadhanah) untuk anak-anaknya yang belum mencapai
umur 21 tahun.
Di dalam KHI memang tidak dijelaskan akibat cerai gugat dalam pasal
tersendiri. Dari pasal-pasal tersebut dapat dipahami bahwa bagi apabila cerai gugat
maka istri tidak menerima: pertama, hak nafkah iddah. Hal ini apabila perkara cerai
gugat tersebut diputus oleh majelis hakim dengan putusan talak ba‟in dan istri
tidaklah dalam keadaan hamil, sebagaimana pemahaman dalam pasal 149 huruf b.
Hak nafkah iddah ini hanya diberikan kepada istri yang berada dalam iddah talak
raj‟i. Pemahaman ini berlandaskan karena istri yang mengajukan cerai gugat adalah
istri yang nusyuz sehingga ia pantas untuk tidak mendapatkan hak nafkah iddah.
Kedua, mantan istri tidak akan menerima mut‟ah. Mut‟ah adalah pemberian
bekas suami kepada istri yang dijatuhi talak berupa benda atau uang lainnya. Mut‟ah
wajib diberikan oleh bekas suami dengan syarat belum ditetapkan mahar bagi istri
37
ba‟da dukhul dan perceraian itu atas kehendak suami (KHI Pasal 158).50
Sementara
cerai gugat adalah perceraian dengan kehendak istri, maka ia tidak berhak atas mut‟ah
Ketiga, tidak dapat ruju‟. Cerai Gugat putusannya berupa talak ba‟in sughra.
Talak ba‟in sugra adalah talak satu atau dua disertai dengan iwadh dari istri kepada
suami yang dengan akad nikah baru suami dapat kembali kepada istrinya.51
Sementara KHI dalam Pasal 119 ayat 1 menjelaskan bahwa talak ba‟in sughra adalah
50
Terdapat perbedaan dalam pendapat para ulama mazhab tentang wanita yang berhak
mendapatkan mut‟ah. Pertama, Mazhab Abu Hanifah, Ahmad bin Hambal dan Alaudin Al Kasani
berpendapat: (a) wajib apabila terjadi perceraian sebelum dukhul (qabla dukhul) yang tidak disebut
mahar sewaktu akad nikah dan penyebab perceraiannya adalah dari laki-laki, (b) Mustahabbah, apabila
terjadi talak dalam keadaan selain tersebut pada point a di atas. Kedua, Mazhab Syafi‟i dan Ibnu
Taimiyah berpendapat, wajib bagi semua perempuan yang ditalak kecuali yang berhak menerima
separuh mahar. Baik penyebab perceraian dari laki-laki maupun penyebab dari perempuan. Ketiga,
Umar, Ali Husein bin Ali mengatakan wajib mut‟ah bagi perempuan yang ditalak secara mutlak, tanpa
kecuali. Lihat lagi Mudatsir Roci,”Seputar Masalah Mut‟ah, “ Suara Uldilag VII, no 4 (Maret 2004):
h. 88
Abu Bakar Al Jashash dalam kitab Tafsirnya sebagaimana yang dikutip oleh Edi Riadi
menguraikan perbedaan pendapat ulama salaf dan khalaf tentang hukum pemberian mut‟ah dari laki-
laki kepada mantan istrinya. Para ulama salaf dan khalaf dalam menyikapi hukum mut‟ah terbagi dua
kelompok. Kelompok pertama terdiri dari Abu Zainal, Abi Laila dan Al Laits berpendapat
memberikan mut‟ah kepada istri yang dicerai hukumnya sunnah bukan wajib, sehingga suami tidak
dapat dipaksa untuk memberi mut‟ah kepada bekas istrinya. Kelompok kedua berpendapat, suami
memberi mut‟ah kepada istri yang dicerai hukumnya wajib. Kelompok kedua ini walaupun sepakat
hukum memberikan mut‟ah wajib, akan tetapi mereka terbagi kepada lima varian. Pertama, suami
yang mentalak istrinya wajib memberikan mut‟ah kepada mantan istrinya secara mutlak, pendapat ini
dipelopori oleh Ali ra. Kedua, wajib memberikan mut‟ah, terbatas untuk mantan istri yang ditalak
apabila si istri tersebut belum diberi mas kawin dan belum disenggama, demikian pendapat Syuraih,
Ibrahim dan Al Hasan. Ketiga, Ibnu Abbas dan Nafi‟ berpendapat wajib memberi mut‟ah untuk istri
yang ditalak, sudah diberi mahar tapi belum disenggama oleh suaminya. Keempat, pendapat
Muhammad Bin Ali, mut‟ah wajib untuk mantan istri yang belum diberi mahar baik sudah disenggama
maupun belum disenggama. Kelima, pendapat Abu Amar, beliau berpendapat mut‟ah wajib untuk
seorang istri yang ditalak, akan tetapi mantan istri yang sudah diberi mahar belum disenggama hanya
berhak mut‟ah sebanyak ½ jumlah mahar. Abu Bakar Al Jashash sendiri berpendapat pemberian
mut‟ah wajib secara mutlak untuk istri yang ditalak. Lihat lagi, Edi Riadi, “ Hak-Hak Perempuan
Pasca Perceraian (Study Banding Hukum Normatif di Negara Turki, Tunisia, Mesir dan Iran ), Suara
Uldilag II, no 6(April 2005): h. 67.
51
Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Modern (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011) h.
29.
38
talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya
meskipun dalam masa iddah. Sementara ayat 2 nya menyebutkan bahwa bentuk talak
ba‟in tersebut berupa: (a) talak yang terjadi qabla al-dukhul, (b) talak dengan tebusan
khulu‟, (c) talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama.
Sedangkan dalam hal-hal lain tidak ada perbedaan akibat hukum antara cerai
gugat dan talak seperti dalam hal harta bersama dan hadhanah. Terhadap harta
bersama diatur dalam pasal 37 UU Perkawinan.Dalam pasal tersebut dinyatakan
bahwa mengenai harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing, yang
mencakup hukum agama, hukum adat atau hukum yang lainnya. Hal ini
menunjukkan bahwa UU No 1 Tahun 1974 menyerahkan kepada para pihak yang
bercerai untuk memilih hukum mana dan hukum apa yang berlaku. Menurut
penjelasan Mohd. Idris Ramulyo sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad
Syaifuddin, dalam hukum Islam apabila terjadi putus hubungan perkawinan, baik
karena cerai talak atau cerai gugat, maka harta bersama yang diperoleh selama
perkawinan itu harus dibagi antara suami istri menurut pertimbangan yang sama.52
Dalam pasal 156 Kompilasi Hukum Islam ditentukan bahwa akibat hukum putusnya
perkawinan karena perceraian terhadap harta bersama adalah harta bersama tersebut
dibagi menurut ketentuan sebagaimana tersebut dalam pasal 97 yang memuat
52Muhammad Syaifuddin, dkk, Hukum Perceraian, h. 428.
39
ketentuan bahwa janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari
harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. 53
Adapun akibat hukum perceraian terhadap anak diatur dalam pasal 41 UU No
1 Tahun 1974 sebagaimana yang disebutkan di atas. Pasal ini merupakan suatu wujud
normatif dari upaya negara untuk melindungi hak-hak anak setelah terjadiperceraian
dari kedua orang tuanya, berlandaskan fungsi negara hukum melindungi dan
mengakui HAM. 54
Menurut Ahmad Rafiq dalam bukunya Hukum Islam Di Indonesia
menanggapi pasal 41 UU No 1 Tahun 1974 adalah adanya perbedaan antara tanggung
jawab pemeliharaan yang bersifat material, dan tanggung jawabpengasuhan. Jika
ketentuan pasal 41 UU No 1 Tahun 1974 tersebut lebih memfokuskan kepada
kewajiban dan tanggung jawab material yang menjadi beban suami atau bekas suami
jika mampu, namun disisi lain apabila terjadi suami tidak mampu maka pengadilan
dapat menentukan lain. 55
Kompilasi Hukum Islam mengaturnya secara lebih rinci dalam pasal 105
sebagai berikut:
Dalam hal terjadinya perceraian:
a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun
adalah hak ibunya.
53Muhammad Syaifuddin, dkk, Hukum Perceraian, h. 429.
54
Muhammad Syaifuddin, dkk, Hukum Perceraian, h. 375.
55
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003),
h. 248.
40
b. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk
memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya.
c. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya
Biaya pemeliharaan dan pendidikan anak-anak merupakan tanggung jawab
dari ayah, besar nominal kebutuhan si anak dalam hal pemeliharaan dan pendidikan
ditetapkan oleh hakim setalah perkawinannya dinyatakan putus di muka pengadilan,
besarnya juga disesuaikan dengan kemampuan finansial si ayah. Berdasarkan
pertimbangan hakim hal ini bisa disimpangi apabila si ayah menurut pandangan
hakim dalam kenyataannya tidak cukup finansial untuk memenuhi semua kebutuhan
si anak, maka pengadilan dapat menetapkan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.56
Jika menurut pandangan hakim baik ibuataupun ayah dianggap sama-sama tidak
mampu, maka pengadilan dapat mengangkat seorang wali berdasarkan Pasal 50 UU
No 1 Tahun 1974.57
56 Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994) h.374.
57
Pasal 50 UU No 1 Tahun 1974 ayat (1) anak yang belum mencapai umur 18 ( delapan
belas)tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan
orang tua, berada di bawah kekuasaan wali. (2) Perwalian itu mengenai pribadi anak yang
bersangkutan maupun harta bendanya.
41
BAB III
HAK PEREMPUAN MEMPEROLEH NAFKAH IDDAH
A. Pengertian Nafkah Iddah
Konsekuensi logis dari adanya akad nikah dalam Islam adalah terdapatnya
sejumlah hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak, suami dan
istri.58
Kewajiban salah satu pihak merupakan hak bagi pihak yang lain. Salah satu
dari kewajiban itu adalah masalah nafkah yang harus dipenuhi oleh seorang suami
kepada istrinya.59
Diantara rahmat yang diberikan oleh Islam kepada kaum perempuan untuk
memelihara hak-hak mereka adalah hukum-hukum yang terdapat pada masa iddah
(masa menunggu) ketika ia ditalak atau ditinggal mati suaminya. Pada masa iddah
yang b60
oleh diruju‟ atau dalam keadaan hamil, baik dalam masa iddah talak raj‟i atau
talak ba‟in, perempuan berhak mendapat nafkah dan tempat tinggal.61
Nafkah iddah berasal dari dua kata yang masing-masingnya memiliki makna
tersendiri, yaitu nafkah dan iddah. Kata nafkah secara etimologi berasal dari kata
yang berarti yang berarti berkurang. Juga berarti yang berarti
58 Peunoh Daly dalam bukunya menambahkan bahwa keharusan suami memberikan nafkah
kepada istrinya ialah apabila mereka sudah tinggal sekamar dan watha‟, bukan karena sudah terjadi
akad nikah saja. Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam: Suatu Studi Perbandingan dalam Kalangan
Ahlu-Sunnah dan Negara- Negara Islam (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2005) h. 99.
59
Zubair Ahmad,”Nafkah Istri dalam Islam.” Sri Mulyati,ed.,Relasi Suami Istri dalam Islam
(Jakarta: PSW UIN Syarif Hidayatullah, 2004) h.61.
60
Ibnu Manzur, Lisanul Arab Juz 14, h. 242
61
Huzemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer (Jakarta: Ghalia Indonesia, t.th),
h. 112.
42
hilang atau pergi. Bila seorang dikatakan memberi nafkah membuat harta yang
dimiliki menjadi sedikit karena telah dilenyapkan atau dipergikan untuk kepentingan
orang lain. Bila kata ini dihubungkan dengan perkawinan mengandung artisesuatu
yang dikeluarkan dari harta untuk kepentingan istri sehingga menyebabkan harta
menjadi berkurang.62
Di dalam Al qur‟an secara jelas ditemukan bahwa suami berkewajiban
memenuhi nafkah bagi istrinya, sebagaimana firman Allah berikut ini.
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara
yangma‟ruf.Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya “
(Al-Baqarah : 233)
Kata rizki dalam ayat tersebut dijelaskan oleh para ahli tafsir diantaranya
Quraih Shihab dalam Tafsir Al Misbah sebagai kebutuhan makanan (pangan).63
Sementara kata kiswah dipahami sebagai pakaian.64
Dari ayat tersebut jelas bahwa
tanggung jawab nafkah dibebankan kepada suami, termasuk jika istri adalah orang
yang memiliki kekayaan.
62Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam, h. 165.
63
M Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur‟an, Vol 1
(Jakarta: Lentara Hati, 2002) h. 504
64
Hal ini juga terdapat dalam Surat At thalaq ayat 7“hendaklah orang yang mampu memberi
nafkah menurut kemampuannya.Dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah
dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang
melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan
sesudah kesempitan”
43
Sementara iddah adalah masa menunggu bagi wanita untuk melakukan
perkawinan setelah terjadinya perceraian dengan suaminya, baik cerai hidup maupun
cerai mati, dengan tujuan untuk mengetahui keadaan rahimnya atau untuk berfikir
bagi suami. Iddah ini hanya berlaku bagi istri yang telah didukhul. Sedangkan bagi
istri yang belum didukhul (qabla dukhul) dan putusnya bukan karena kematian suami
maka tidak berlaku baginya masa iddah.65
Dari definisi nafkah dan iddah diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
pengertian nafkah iddah adalah segala sesuatu yang diberikan oleh suami kepada istri
yang telah diceraikannya baik berupa pakaian, makanan maupun tempat tinggal.
Waktu pemberian nafkah tersebut adalah selama masa iddah dan jika mantan istri
telah lewat masa iddahnya, berarti tanggung jawab suami untuk memberikan nafkah
sudah selesai.
Bentuk nafkah yang diberikan oleh suami selama masa iddah adalah makanan,
minuman, tempat tinggal, uang atau lainnya.Dalam hal ini perlu ditegaskan bentuk
pemberian nafkah pada istri adalah kebutuhan material, bukan kebutuhan bathiniah
(termasuk sex dan lainnya). Bentuk dan besarnya pemberian nafkah tersebut pada
dasarnya tidak ditegaskan secara jelas, akan tetapi hanya secara umum. Dalam
pemberian bentuk dan besarnya nafkah lebih ditentukan atas dasar kemampuan pihak
suami.66
65Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h.242.
66
Hanif Bagus Azhar,” Nafkah Iddah bagi Mantan Istri Korban Kekerasan dalam Rumah
Tangga (Analisis Putusan Perkara Nomor 1038/pdt.G/2008/PA.Jt),” (Skripsi S1Fakultas Syari‟ah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 21.
44
B. Nafkah Iddah menurut Fuqaha Mazhab
Suami diwajibkan untuk memberi nafkah pada masa iddah ini, karena selama
pada masa ini istri masih belum memiliki kebebasan diri dan masih dilarang
melangsungkan pernikahan dengan laki-laki lain. Namun demikian hak nafkah yang
harus diterima istri tidaklah sempurna sebagaimana yang berlaku dalam ikatan
pernikahan.Bentuk nafkah yang diterima istri tergantung pada bentuk perceraiannya.
Pertama, jika suami istri bercerai dalam bentuk talak raj‟i maka diwajibkan
untuknya nafkah dengan berbagai jenisnya yang berbeda, yang terdiri dari makanan,
pakaian, dan tempat tinggal, menurut kesepakatan fuqaha, karena perempuan yang
tengah menjalani masa iddah adalah masih dianggap sebagai istri selama berada pada
masa iddah.67
Hal ini berdasarkan firman Allah swt:
“(tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut
kemampuanmu).”(QS Ath thalaq :6)
Kedua, jika dia berada pada masa iddah talak ba‟in, baik bain sugra ataupun
ba‟in kubra, dan dia tengah berada dalam kondisi hamil, maka diwajibkan untuk
nafkah secara utuh. Hal ini berdasarkan firman Allah swt:
“dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah
kepada mereka nafkah hingga mereka bersalin”. (QSAth thalaq:6)
67Wahbah Az Zuhaili, Fiqh Islam Wa adillatuhu,Jilid 9,Penerjemah Abdul Hayyie al
Kattani,dkk, (Jakarta: Darul Fikir, 2011), h. 563
45
Jika suami istri bercerai dalam bentuk talak ba‟in dan istri tidak dalam
keadaan hamil, maka ulama berbeda pendapat yang dikelompokkan atas 3 bagian
yaitu:
Pertama, Mazhab Hanafi berpendapat bahwa perempuan tersebut berhak
memperoleh nafkah secara utuh dengan syarat dia tidak meninggalkan rumah yang
disediakan suami yang menceraikannya.68
Akibat tertahannya dia pada masa iddah
demi hak suami.69
Mereka berdalil dengan keumuman perintah firman Allah swt
dalam QS Ath thalaq :6. جذ كم ه مه حيث ضكىتم مه tempatkanlah mereka)“ اضكى
(para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu).”Ayat tersebut
mewajibkan semua suami yang menceraikan istrinya tanpa membedakan bentuk
perceraiannya agar menyediakan tempat tinggal buat istri. Ketika syariat mewajibkan
suami untuk menyediakan tempat tinggal kepada istri, maka menjadi kewajiban
suami pula untuk memberi nafkah yang lainnya.70
Pendapat ini diikuti oleh
Muhammad Ali al-Shabuni bahwa ayat tersebut bentuk lafaznya umum meliputi
perempuan yang ditalak raj‟i, talak ba‟in, dan talak khulu‟.71
Begitu pula dengan
pendapat Umar bin Khattab, Tsauri dan Umar bin Abdul Aziz. 72
68Tihami Sohari Sahrani, Kajian Fiqh Nikah Lengkap, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2009),
h. 174.
69
Wahbah Az Zuhaili, Fiqh Islam Wa adillatuhu ,h. 563.
70
Ibrahim Muhammad Al Jamal, Fiqhu al- Mar‟ah al-Muslimah. Penerjemah S.Ziyad „Abbas,
Fiqh Wanita Islam (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1991), h. 118. Lihat juga, Tihami Sohari Sahrani,
Kajian Fiqh Nikah Lengkap...h. 174.
71
Edi Riadi, “ Hak-Hak Perempuan Pasca Perceraian ( Study Banding Hukum Normatif di
Negara Turki, Tunisia, Mesir dan Iran ), Suara Uldilag II, no 6(April 2005): h. 69
72
Sayyid Sabiq, Fiqhun Sunnah . Penerjemah Moh Thalib, Fiqih Sunnah 7 (Bandung: PT Al
maarif, 1986), h.79.
46
Kedua, Mazhab Hambali berpendapat tidak diwajibkan nafkah dan tempat
tinggal untuknya.Ini dikemukakan oleh Ahmad, Abu Dawud, Abu Saur, dan Ishaq.
Pendapat ini juga disampaikan dari Ali, Ibnu Abbas, Jabir, Hasan, Atha‟ dan Mazhab
Imamiyah.73
Mereka menyandarkan pendapatnya pada hadist yang diriwayatkan
Bukhari dan Muslim dari Fatimah binti Qais yang mengatakan:
: نيص نا ضكىى لا وفمتفي انمطهمت ثلا ثا, لال (tentang perempuan yang ditalak tiga ,
Rasulullah bersabda: tidak ada hak baginya, tempat tinggal dan tidak juga nafkah).74
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa, Rasulullah saw bersabda اوما انىفمت انطكىى نهمرأة
sesungguhnya nafkah dan tempat tinggal bagi istri jika) را كان نسجا نيا انرجت
suaminya masih memiliki hak rujuk kepadanya).75
Ketiga, Menurut Mazhab Maliki dan Syafi‟i hanya diwajibkan untuknya
tempat tinggal saja, berdasarkan firman Allah SWT dalam QS At Thalaq: 6
Dia .(tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal)مه حيث ضكىتم
diwajibkan untuk memberi si istri tempat tinggal saja tanpa mempedulikan apakah si
istri dalam keadaan hamil atau tidak.76
Bagi mereka tidak diwajibkan untuk nafkah
makanan dan pakaian, karena itu khusus diberikan kepada istri yang sedang hamil.
Para ulama berbeda pendapat tentang kadar nafkah yang menjadi kewajiban
suami. Iman Ahmad mengatakan bahwa yang dijadikan ukuran dalam menetapkan
73Sayid Sabiq, Fiqhun Sunnah. Penerjemah Abdurrahim dan Masrukhin, Fikih Sunnah 3
(Jakarta: Cakrawala Publishing, 2011) h. 445
74
Sayid Sabiq, Fiqhun Sunnah. 3.h. 445
75
Wahbah Az Zuhaili, Fiqh Islam Wa adillatuhu, h. 563.
76
Wahbah Az Zuhaili, Fiqh Islam Wa adillatuhu, h. 563. Dan lihat jugaSayid Sabiq, Fiqhun
Sunnah. 4. h. 136
47
nafkah adalah status sosial-ekonomi suami dan istri secara bersama-sama. Jika
keduanya kebetulan berstatus sosial-ekonomi yang berbeda, maka diambil standar
menengah diantara keduanya. Yang menjadi pertimbangan bagi pendapat ini adalah
keluarga itu merupakan gabungan antara suami dan istri.77
Imam Abu Hanifah dan Imam Malik mengatakan bahwa yang dijadikan
standar adalah kebutuhan istri, dengan landasan firman Allah Surat Al Baqarah ayat
ف .233 ه با انمعر ت كط ه رزل د ن ن عهى انم “(kewajiban suami untuk menanggung
biaya hidup dan pakaian secara patut)”78
Imam Syafii dan pengikutnya berpendapat bahwa yang dijadikan standar
dalam ukuran nafkah istri adalah status sosial dan kemampuan ekonomi suami.
pendapat ini juga berlaku dikalangan ulama Syi‟ah Imamiyah. Landasannya adalah
firman Allah QS Ath-Thalaq ayat 7.
وفطنيى لا يكهف انه فهيىفك مما ءاتاي انه رزل مه لذر عهي ضعت مه ضعت ا لا ما ءاتاا فك ر
ضيجعم الله بعذ عطر يطر
“Orang yang berkemampuan hendaklah memberi nafkah sesuai dengan
kemampuannya. Barang siapa yang rezkinya sudah diqadarkan Allah hendaklah
memberi nafkah dengan apa yang telah Allah berikan kepadanya. Allah tidak
memikul beban seseorang kecuali sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah
akan memberikan kemudahan sesudah kesulitan yang dirasakannya.“
77Amir Syarifuddin, Hukum PerkawinanIslam di Indonesia, h. 170
78
Amir Syarifuddin, Hukum PerkawinanIslam di Indonesia, h. 170.
48
C. Nafkah Iddah dalam Aturan Perundang-Undangan di Indonesia.
Ketentuan tentang hak perempuan memperoleh nafkah setelah perceraian
diatur dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pasal 41 huruf c dan
Kompilasi Hukum Islam pasal 81, 149, 152 dan 162. Khusus bagi perempuan yang
memiliki suami berstatus sebagai Pegawai Negeri atau yang dipersamakan, haknya
untuk memperoleh nafkah iddah juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1983 pasal 8.
Dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pasal 41 huruf c
yang berbunyi”Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan
biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri”, dalam
pasal ini tidak dijelaskan secara rinci apa saja bentuk nafkah yang dapat diterima
oleh istri pasca perceraian, begitu juga Undang-Undang ini tidak pula mengatur
secara tegas berapa lama istri berhak memperoleh nafkah iddah.
Berbeda dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, dalam Kompilasi
Hukum Islam ini perihal mengenai nafkah iddah diatur secara rinci. Dalam KHI pasal
149 disebutkan bahwa diantara kewajiban suami terhadap istrinya adalah memberi
nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas istri selama dalam iddah kecuali bekas istri
telah dijatuhi talak ba‟in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil.
Disamping itu, KHI juga menjelaskan bahwa tidak semua bekas istri yang
menjalani masa iddah berhak memperoleh nafkah, tempat tinggal dan pakaian dari
bekas suami yang menceraikannya. Nafkah, tempat tinggal dan pakaian hanya
diberikan kepada bekas istri yang sedang menjalani masa iddah talak raj‟i dan dia
49
tidaklah nusyuz atau bekas istri yang sedang menjalani masa iddah talak ba‟in dan
sedang hamil serta tidak melakukan nusyuz.
Kemudian bagi istri yang sedang menjalani masa iddah talak ba‟in yang tidak
hamil dan tidak pula nusyuz aturan yang di muat dalam Kompilasi Hukum Islam
mengenai hal tersebut tidaklah disebutkan secara tegas dalam pasal-pasal KHI,
sehingga hal ini melahirkan pemahaman yang berbeda, karena pasal-pasal mengenai
hal tersebut disebutkan secara umum saja diantaranya:
a. Keumuman pasal 81 KHI, yang menyatakan bahwa suami wajib menyediakan
tempat kediaman bagi istri dan anak-anaknya atau bekas istri dalam masa
iddah, hal ini bisa ditakhsishkan oleh Pasal 149 huruf (b) bahwa nafkah,
maskan dan kiswah diberikan kepada isteri selama masa iddah, kecuali bekas
istri tersebut telah dijatuhi talak ba‟in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak
hamil. Sehingga bekas istri tersebut tidak berhak memperoleh nafkah,tempat
tinggal ataupun pakaian.
b. Keumuman pasal 149 huruf (b) KHI, yang menyatakan bahwa bekas istri
yang ditalak ba‟in dan tidak hamil adalah tidak berhak menerima nafkah,
tempat tinggal dan pakaian ditakhsish oleh pasal 81 yang menyatakan bahwa
suami wajib menyediakan tempat tinggal bagi bekas istri yang masih dalam
masa iddah. Sehingga bekas istri tersebut berhak memperoleh tempat tinggal,
nafkah dan pakaian.
Kompilasi Hukum Islam tidak menyebutkan berapa jumlah pasti nafkah yang
wajib diberikan oleh suami kepada istri maupun bekas istrinya. Menurut pasal 80 ayat
50
4 KHI, suami wajib memberi nafkah, pakaian dan tempat tinggal tersebut sesuai
dengan penghasilannya. Dan menyangkut perlengkapan tempat tinggal, selain
mempertimbangkan kemampuan suami harus pula disesuaikan dengan keadaan
lingkungan tempat tinggal, sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 81 ayat 4.
Selain Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam,
khusus bagi suami yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil dan yang
dipersamakan, yang melakukan perceraian diwajibkan pula untuk tunduk terhadap
ketentuan yang dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 pasal 879
dan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 pasal 1 ayat 4
Pembagian gaji kepada bekas istri tidak diberikan jika alasan perceraian
disebabkan karena istri berzina, atau istri melakukan kekejaman atau penganiayaan
berat baik lahir ataupun bathin terhadap suami, istri menjadi pemabuk, pemadat dan
penjudi yang sukar disembuhkan, atau istri telah meninggalkan suami selama 2 tahun
berturut-turut tanpa izin suami atau tanpa alasan yang sah.
79 Aturan tersebut memuat tentang pembagian gaji setelah Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan resmi bercerai, yaitu: Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 pasal 8 ayat 1,
apabila perceraian terjadi atas kehendak suami yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil, maka dia
wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan bekas istri dan anak-anaknya. (ayat
2),pembagian gaji tersebut adalah sepertiga untuk suami, sepertiga untuk bekas istrinya dan sepertiga
untuk anak-anaknya. Apabila dalam perkawinan itu tidak ada anak juga di atur dalam (ayat 3), yaitu
bagian gaji yang wajib diserahkan oleh suami kepada istrinya adalah setengah dari gajinya. Gaji yang
diterima oleh bekas istri Pegawai Negeri tersebut hanya dapat diterima selama ia belum menikah lagi.
Apabila yang bersangkutan kawin lagi, maka haknya atas bagian gaji dari bekas suaminya menjadi
hapus terhitung mulai ia kawin lagi, sebagaimana yang diatur dalam ayat 7
51
Sebaliknya jika perceraian terjadi atas kehendak istri, maka ia tidak berhak
atas bagian penghasilan bekas suaminya.80
Ketentuan ini tidak berlaku apabila istri
minta cerai karena dimadu, atau suami berzina, atau suami melakukan kekejaman
atau penganiayaan berat baik lahir ataupun bathin terhadap istri, suami menjadi
pemabuk, pemadat dan penjudi yang sukar disembuhkan, atau suami telah
meninggalkan istri selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin istri atau tanpa alasan
yang sah. Hal ini diatur dalam ayat 6 Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1983.
Ketentuan tentang hak perempuan untuk memperoleh hak nafkah iddah
setelah perceraian juga diatur pada Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan
Administrasi Peradilan Agama (Edisi Revisi 2010) diantaranya, di sana dinyatakan
pada point f bahwa Pengadilan Agama secara ex officio dapat menetapkan kewajiban
nafkah iddah terhadap suami, sepanjang istrinya tidak terbukti telah berbuat nusyuz.
Selanjutnya pada point j juga disebutkan bahwa cerai gugat dengan adanya
kekejaman atau kekerasan suami, hakim secara ex officio dapat menetapkan nafkah
iddah (lil istibra‟).
Berdasarkan aturan ini Mahkamah Agung telah mengeluarkan yurisprudensi
dengan menetapkan uang hak nafkah iddah kepada istri yang mengajukan cerai gugat.
Hal ini terdapat dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung No 137 K/AG/2007 dan No
80 PP Nomor 10 tahun 1983 pasal 8 ayat (4) lama, atau pasal 8 ayat (5) baru setelah diubah
oleh PP Nomor 45 Tahun 1990.
52
276 K/AG/2010.81
Kedua yurisprudensi tersebut menetapkan adanya hak nafkah
iddah bagi istri yang mengajukan cerai gugat dimana dalam proses persidangan ia
tidak terbukti telah berbuat nusyuz.82
D. Komparasi antara Pendapat Fuqaha Mazhab dan Peraturan Perundang-
Undangan di Indonesia tentang Hak Nafkah Iddah.
Berdasarkan pemaparan tentang hak perempuan memperoleh nafkah iddah
baik dalam aturan fiqh maupun aturan perundang-undangan di Indonesia, dapat
dibandingkan dalam 3 hal:
81 Yurisprudensi adalah putusan Majelis Hakim Agung di Mahkamah Agung RI yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap berisi kaedah hukum yang diberlakukan dalam memeriksa dan
memutus perkara dalam lingkup peradilan pidana, perdata, tata usaha negara, agama yang
dikualifikasi. Lihat Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 317.
Hakim tidak boleh terikat pada putusan Yurisprudensi, sebab negara Indonesia tidak
menganut asas “the binding force of president” jadi bebas memilih antara meninggalkan yurisprudensi
dengan memakai dalam suatu perkara yang sejenis dan telah mendapat putusan sebelumnya. Hakim
harus berani meninggalkan yurisprudensi kalau sekiranya yurisprudensi itu telah usang dan tidak
sesuai dengan keadaan masyarakat, tetapi tidak ada salahnya untuk tetap dipakai kalau masih sesuai
dengan keadaan masyarakat. Lihat Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdatadi Lingkungan
Peradilan Agama (Jakarta: yayasan Al Hikmah, 2000) h. 7. Lebih lanjutnya Titik Triwulan
menyebutkan dalam bukunya bahwa seorang hakim dalam menangani suatu perkara disatu pihak
memperoleh keterikatan, sedangkan dipihak lain mempunyai kebebasan. Kebebasan tersebut dibatasi
dengan pertimbangan-pertimbangannya sendiri dalam putusan. Pertimbangan–pertimbangan tersebut
tidak dapat melepaskan dari ketentuan undang-undang yang berlaku.
Bagi Hakim, suatu yurisprudensi digunakan sebagai alat hakim di dalam memberikan suatu
perkara-perkara yang muncul dalam hal tersebut tidak dapat penyelesaiannya di dalam undang-undang
yang mengatur. Maka disinilah Yurisprudensi sebagai urgensi Mahkamah Agung. Akan tetapi
Yurisprudensi tersebut tidak bersifat tertulis dalam hukum dan bersifat otonom, dan menjadi suatu
hukum kebiasaan di pengadilan. Lihat Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem, h. 326.
82
Mahkamah Agung Dalam kedua yurisprudensi tersebut menyebutkan dalam putusannya
bahwa menghukum Tergugat/Termohon Kasasi supaya memberikan nafkah iddah kepada Penggugat/
Pemohon Kasasi, walaupun Pemohon Kasasi/ Penggugat tidak memuat petitum tentang pemberian
nafkah bagi penggugat. Lihat selengkapnya Badan Penelitian dan Pengembangan & Pendidikan dan
Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI, Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Tahun
2010 (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan & Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan
Peradilan Mahkamah Agung RI, 2010) h. 283.
53
a. Perempuan yang berhak menerima nafkah setelah perceraian
Semua mazhab fiqh sepakat menyatakan bahwa perempuan yang ditalak raj‟i
maka diwajibkan untuknya nafkah secara utuh, yang terdiri dari makanan, pakaian,
dan tempat tinggal, karena perempuan yang tengah menjalani masa iddah adalah
masih dianggap sebagai istri selama berada pada masa iddah. Begitu juga dengan
perempuan yang ditalak ba‟in dalam keadaan hamil fuqaha sepakat menyatakan
bahwa suami yang mentalaknya berkewajiban memberi nafkah secara utuh.
Kesepakatan para ulama mazhab ini diikuti oleh perundang-undangan perkawinan di
Indonesia. Ini terlihat dalam aturan Kompilasi Hukum Islam pasal 149 yang mengatur
bahwa perempuan yang ditalak raj‟i dan perempuan yang ditalak ba‟in dalam keadaan
hamil berhak memperoleh nafkah secara penuh. Dalam hal ini tampak bahwa
perundang-undangan perkawinan yang berlaku di Indonesia hanya menegaskan
pendapat ulama mazhab yang terdapat dalam kitab-kitab fiqh menjadi hukum
perundang-undangan negara.
Sementara dalam hal perempuan yang ditalak ba‟in dan dalam keadaan tidak
hamil. Aturan ulama mazhab dalam kitab-kitab fiqh berbeda satu sama lainnya.
Begitu pula dengan Kompilasi Hukum Islam, disana tidak ada ketegasan yang jelas
mengenai hal ini sehingga menimbulkan pemahaman yang ambigu, dari satu sisi
dapat dipahami bahwa, menurut Kompilasi Hukum Islam, perempuan yang ditalak
ba‟in dan dalam keadaan tidak hamil memperoleh hak tempat tinggal selama
54
menjalani masa iddah.83
Akan tetapi dari sisi lain dapat pula dipahami bahwa
Kompilasi Hukum Islam menentukan tidak ada hak nafkah maupun hak tempat
tinggal bagi perempuan yang ditalak ba‟in dalam keadaan tidak hamil.
Dalam hal ini terlihat bahwa para perumus Kompilasi Hukum Islam di
Indonesia hanya melakukan kodifikasi dalam bentuk takhayyur.84
Adanya takhayyur
atau penyeleksian berbagai pendapat mazhab ini dapat dilihat dalam perbedaan
pendapat ulama mazhab mengenai hukum perempuan yang ditalak ba‟in dan dalam
keadaan tidak hamil. Misalnya Imam Abu Hanifah, menyebutkan bahwa perempuan
yang ditalak ba‟in dalamkeadaan tidak hamil berhak memperoleh nafkah secara utuh
dengan syarat dia tidak meninggalkan rumah yang disediakan suami yang
menceraikannya selama masa iddah. Sedangkan Imam Maliki dan Imam Syafi‟i
berpendapat bahwa perempuan yang ditalak ba‟in dalam keadaan tidak hamil hanya
berhak memperoleh tempat tinggal. Berbeda lagi dengan Imam Ahmad dan Imam
Ja‟far Shadiq dari Syi‟ah yang berpendapat tidak ada nafkah dalam bentuk apapun
buat perempuan yang ditalak ba‟in dalam keadaan tidak hamil.
Dari paparan tersebut tampak bahwa, pemahaman perempuan yang ditalak
ba‟in dalam keadaan tidak hamil hanya memperoleh hak tempat tinggal selama
menjalani masa iddah. Sesungguhnya ketentuan tersebut merupakan pendapat yang
selaras dengan pendapat Imam Syafi‟i. Di sini tampak bahwa perumus Kompilasi
83 KHI Pasal 81 ayat 1
84
Takhayyur adalah proses penyeleksian berbagai pendapat mazhab secara elektika.
Selengkapnya lihatAhmad Tholabie Kharlie dan Asep Syarifuddin Hidayat, Hukum Keluarga di dunia
Islam Kontemporer (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2011), h. 21.
55
Hukum Islam hanya sekedar menegaskan aturan fiqh menjadi aturan perundang-
undangan negara,tampak tidak ada keberanjakan dalam aturan tersebut.
Berbeda dengan pemahaman yang menyatakan bahwa Kompilasi Hukum
Islam di Indonesia tidak memberikan hak nafkah maupun hak tempat tinggal bagi
perempuan yang ditalak ba‟in dalam keadaan tidak hamil. Jika pemahaman ini yang
dipakai oleh perumus Kompilasi Hukum Islam, berarti perumus KHI tersebut telah
melakukan pembaruan hukum Islam dalam bentuk takhayyur. Mereka memilih
berbagai pendapat Imam Mazhab, dan telah beranjak dari aturan Imam Syafi‟i yang
pada umumnya dilaksanakan oleh mayoritas masyarakat Indonesia.
Sementara aturan nafkah iddah yang ditetapkan dalam Buku II Pedoman
Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama (Edisi Revisi 2010) hanya
diberikan apabila istri telah tidak terbukti berbuat nusyuz dan cerai gugat dengan
alasan adanya kekerasan atau kekejaman suami. Aturan ini didasarkan dengan tujuan
lil istibra‟. Pada pendapat Imam Mazhab kekerasan suami pada istrinya tidaklah
menjadi suatu hal yang dapat menyebabkan istri berhak mendapat nafkah iddah.
Lain halnya dengan kedua Yurisprudensi Mahkamah Agung (No 137
K/AG/2007 dan No 276 K/AG/2010). Dalam anotasi Putusan Mahkamah Agung
menggunakan pendapat Imam Hanafi dan pengikutnya bahwa istri yang ditalak raj‟i
maupun ditalak ba‟in, baik dalam keadaan hamil maupun tidak hamil, maka istri
berhak mendapat nafkah iddah berupa maskan, kiswah maupun nafkah untuk
keperluan sehari-hari selama masa iddah. Karena istri dibebani agar diam di rumah
mantan suaminya selama masa iddah. Nafkah tersebut dianggap utang yang terang
56
atas mantan suaminya dan harus diputuskan oleh pengadilan. Utang tersebut menjadi
gugur setelah dilunasi.Dikuatkan dengan pendapat Sudikno Mertokusumo
sebagaimana yang disebutkan dalam Anotasi putusan bahwa ilmu pengetahuan dapat
dijadikan sumber hukum dalam memutus suatu perkara, asalkan ilmu pengetahuan
tersebut telah diikuti dan didukung oleh pengikut-pengikutnya.85
b. Masa Penerimaan nafkah pasca perceraian
Baik ulama mazhab maupun Kompilasi Hukum Islam sama-sama
menentukan bahwa nafkah iddah wajib disediakan bekas suami selama istrinya
menjalani masa iddah. Kewajiban ini gugur jika sang istri melakukan nusyuz.
Terdapat perbedaan dalam menentukan batasan nusyuz yang dapat
menghilangkan hak perempuan menerima nafkah iddah. Imam-Imam Mazhab Fiqh
menjelaskan secara detail kriteria atau batasan-batasan nusyuz istri yang dapat
menghilangkan hak mereka untuk mendapatkan hak nafkah iddah. Menurut Imam
Hanafi batasan yang menyebabkan hilangnya hak istri mendapatkan nafkah iddah
adalah apabila perempuan keluar dari rumah yang telah disediakan tanpa seizin bekas
suaminya. Sementara fuqaha dari kalangan Syafi‟i dan Hambali menambahkan
apabila istri keluar bukan untuk kepentingan suami, meskipun seizin suaminya, maka
haknya menerima nafkah menjadi gugur. Sementara bagi Jumhur ulama apabila istri
tidak memberikan kesempatan bagi suami untuk berkhalwat dan menyetubuhinya
tanpa alasan yang dibenarkan syara‟, maka istri dipandang nusyuz yang tidak berhak
memperoleh nafkah dari suaminya.
85Badan Penelitian dan Pengembangan,Yurisprudensi Mahkamah Agung, h. 284.
57
Lain halnya dengan Kompilasi Hukum Islam, di KHI yang dimaksud dengan
istri yang nusyuz adalah istri yang tidak mau berbakti kepada suami dalam batas-
batas yang dibenarkan oleh hukum Islam tanpa alasan yang sah. Selanjutnya KHI
tidak memberikan rincian yang jelas atau bentuk-bentuk nusyuz tersebut. Dalam
pasal-pasal yang membahas nusyuz,86
tidak terdapat uraian mengenai maksud
persoalan tersebut. Hal ini dapat menimbulkan berbagai pandangan yang cukup
beragam. Kompilasi Hukum Islam dinilai memberikan batasan yang lebih longgar
dari aturan fiqh mengenai batasan nusyuz istri yang dapat menghilangkan haknya
menerima nafkah iddah. 87
c. Kadar Nafkah Iddah
Penjelasan mengenai kadar hak nafkah iddah perempuan yang dicerai, baik
para ulama mazhab maupun peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak
menentukan secara jelas kadar nafkah iddah yang wajib diberikan oleh mantan suami.
Hanya saja,semuanya berlandaskan kepada status sosial ekonomi suami istri.
Menurut Iman Ahmad yang dijadikan ukuran dalam menetapkan nafkah
adalah status sosial-ekonomi suami dan istri secara bersama-sama. Sementara Imam
86 Pasal 80 (nomor7) tentang kewajiban suami, pasal 84 tentang kewajiban istri, pasal 149
(huruf b) dan Pasal 152 tentang akibat talak,
87
Batasan nusyuz istri adalah istri yang tidak mau menjalankan kewajibannya. Adapun
kewajiban istri adalah: (a) Bersikap taat dan patuh terhadap suami dalam segala sesuatunya selama
tidak merupakan hal yang dilarang Allah. (b) Memelihara kepentingan suami berkaitan dengan
kehormatan dirinya. (c) Menghindari segala sesuatu yang akan menyakiti hati suami seperti bersikap
angkuh, menampakkan wajah cemberut atau penampilan buruk lainnya. Lihat Selengkapnya, Amir
Syarifuddin, Hukum PerkawinanIslam di Indonesia, h.185. Dalam Kompilasi Hukum Islam, kewajiban
istri terhadap suaminya dijelaskan dalam Pasal 83 yaitu: (1) kewajiban utama bagi seorang istri ialah
berbakti lahir bathin kepada suami di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam. (2) Islam
menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya.
58
Abu Hanifah dan Imam Malik mengatakan bahwa yang dijadikan standar adalah
kebutuhan istri. Lain pula halnya dengan Imam Syafii dan pengikutnya yang
dijadikan standar dalam ukuran nafkah istri adalah status sosial dan kemampuan
ekonomi suami. Begitu juga dengan Syi‟ah Imamiyah.
Dalam Kompilasi Hukum Islam, kadar nafkah yang dapat diterima oleh
perempuan selama masa iddah disesuaikan dengan penghasilan suami. Dari sini
tampak jelas, bahwa aturan Kompilasi Hukum Islam hanya menegaskan salah satu
dari pendapat Imam Mazhab, yaitu Imam Syafi‟i, yang mana mayoritas dianut oleh
penduduk Indonesia.
Dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung No 137 K/AG/2007 dan No 276
K/AG/2010. Hakim menetapkan kadar nafkah iddah sesuai dengan kemampuan
suami. Hal ini sesuai dengan aturan dalam Kompilasi Hukum Islam dan pendapat
Imam Syafi‟i.
59
BAB IV
HAK NAFKAH IDDAH PASCA CERAI GUGAT DALAM PUTUSAN
PENGADILAN AGAMA TANJUNG PATI
A. Profil Pengadilan Agama Tanjung Pati88
1. Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Tanjung Pati
Pengadilan Agama Tanjung Pati sebagai salah satu instansi yang
melaksanakan tugasnya memiliki dasar hukum dan landasan kerja sebagai berikut:
a. Peraturan Pemerintah No.45 tahun 1957 tentang Pembentukan
Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‟iyah di luar Jawa dan Madura;
b. Keputusan Menteri Agama RI No.202 tahun 1986 tentang Perubahan
Penetapan Menteri Agama RI No.58 Tahun 1957 tentang
Pembentukan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‟iyah di Sumatera.
2. Sejarah Pembentukan Peradilan AgamaTanjung Pati
Cikal bakal Pengadilan Agama Tanjung Pati adalah Mahkamah
Syari‟ah/Pengadilan Agama Pangkalan Koto Baru yang berdiri pada tahun 1960.89
Wilayah hukum Pengadilan Agama Pangkalan Koto Baru meliputi 2 Kecamatan
88
Profil Pengadilan Agama Tanjung Pati diunduh dari; http://www.pa
tanjungpati.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=773&Itemid=216, pada hari Sabtu
tanggal 4 Mei 2013, pukul 09.16 WIB.
89
Pangkalan Koto Baru merupakan salah satu kecamatan di wilayah Kabupaten Limapuluh
Kota yang terletak lebih kurang 42 KM dari ibukota Kabupaten yaitu Payakumbuh. Setelah keluarnya
Peraturan Pemerintah RI No.40 tahun 2004,ibukota Kabupaten Limapuluh Kota dipindahkan dari
Payakumbuh ke Sarilamak.
60
yaitu Kecamatan Pangkalan Koto Baru dan Kecamatan Kapur IX dua kecamatan ini
berdampingan, daerahnya berbatasan dengan Provinsi Riau.
Pada tahun 1963 Pengadilan Agama Pangkalan Koto Baru yang terletak di
Labuah Baru Payakumbuh dipindahkan ke Kecamatan Suliki Gunung Mas yang
terletak lebih kurang 25 KM dari Payakumbuh dan namanyapun berubah menjadi
Pengadilan Agama Suliki yang kantornya terletak di Limbanang.90
Setelah berubah menjadi Pengadilan Agama Suliki maka wilayah yuridiksinya
pun menjadi berubah pula yaitu Kecamatan Suliki Gunung Mas dan Kecamatan
Guguak yang merupakan Kecamatan terdekat dari Suliki. Sedangkan kecamatan-
kecamatan lain, seperti Kecamatan Harau, Luhak, Pangkalan Koto Baru, Kapur IX
dan lain-lain merupakan wilayah Kabupaten Limapuluh Kota masuk dalam wilayah
yuridiksi Pengadilan Agama Payakumbuh. Hal ini disebabkan karena jarak dan
transportasi daerah-daerah kecamatan tersebut lebih dekat dan mudah ke Pengadilan
Agama Payakumbuh.
Berbeda ketika masih bernama Pengadilan Agama Pangkalan Koto Baru yang
berkedudukan di Labuh Baru Payakumbuh yang perkaranya sangat jarang dan ketika
Pengadilan Agama Suliki yang kedudukannya di Limbanang perkaranya cukup
banyak.
90
Perpindahan itu disebabkan antara lain karena jarangnya perkara yang masuk ke Pengadilan
Agama Pangkalan Koto Baru, bahkan hampir tidak ada perkara yang masuk dalam 1 bulan. Hal ini
terjadi karena masyarakat Pangkalan Koto Baru dan kapur IX yang ingin mengajukan perkara harus
menempuh perjalanan yang cukup jauh ke kantor Pengadilan Agama Koto Baru yang terletak di Labuh
Baru Payakumbuh, apalagi pada saat itu transportasi masih sulit. Sementara Pengadilan Agama
Pangkalan Koto Baru tidak memungkinkan berkantor di Pangkalan Koto Baru karena jaraknya jauh
dari kantor Pengadilan Negeri yang terletak di Suliki.
61
3. Perkembangan Pengadilan Agama Tanjung Pati
a. Periode Tahun 1960 Sampai 1983.
Pada awal berdirinya Pengadilan Agama Pangkalan Koto Baru sampai
berubah menjadi Pengadilan Agama Suliki jumlah petugas/pegawai 2 orang yaitu
Mizan Sya‟rani sebagai Ketua dan H. Abu Samahsebagai staf, keduanya sebagai
Ulamaditengah masyarakat. Hal ini berlangsung sampai tahun 1965 setelah itu baru
secara berangsur-angsur jumlah pegawai semakin bertambah dari tahun ke tahun
namun jumlah pegawai yang berstatus Pegawai Negeri Sipil masih sangat sedikit.
Sejak berdirinya Pengadilan Agama Pangkalan Koto Baru sampai berubah
menjadi Pengadilan Agama Suliki. Pengadilan ini belum mempunyai kantor milik
sendiri sehingga yang dijadikan kantorketika itu adalah rumah penduduk yang
disewa dan terakhir yang disewa adalah bekas stasiun kereta api di Limbanang. Hal
ini berlangsung sampai tahun 1979.91
b. Periode Tahun 1983 Sampai Sekarang
Pada tahun 1983 setelah Baharuddin Dt. Maleka, Ketua Pengadilan Agama
Suliki dilanjutkan oleh Drs.M.Syafe‟i Narim. Kemudian bulan Desember 1986
Pengadilan Agama Suliki berubah nama menjadi Pengadilan Agama Kabupaten
Limapuluh Kota di Tanjung Pati karena letaknya dipindahkan ke Tanjung Pati
91Dan pada tahun 1979 Pengadilan Agama Suliki mendapat pembangunan Balai Sidang yang
diresmikan oleh Gubernur Sumatera Barat pada tanggal 29 April 1979 yang pada waktu itu dijabat
oleh Ir.H. Azwar Anas, balai sidang tersebut terletak di jalan Tan Malaka Limbanang Kecamatan
Suliki Gunung Mas Kabupaten Limapuluh KotaSetelah berubah nama menjadi Pengadilan Agama
Kab.Limapuluh Kota di Tanjung Pati, gedung kantor di Limbanang tersebut dioperasikan sebagai
ruang siding keliling hingga saat ini.
62
terletak lebih kurang 8 KM dari pusat kota Payakumbuh kearah utara, bertempat di
Kantor Camat Harau.
Dari tahun 1986 tersebut di atas, Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh
Kota di Tanjung Pati juga memakai nama Pengadilan Agama Tanjung Pati karena
mengikuti nama Pengadilan Negeri Tanjung Pati, sehingga sampai sekarang
Pengadilan Agama ini memakai nama sebagai berikut :
- Apabila berhubungan dengan hal-hal yang berkaitan administrasi keuangan
dan kepegawaian, maka nama yang dipakai Pengadilan Agama Tanjung Pati.
- Apabila berhubungan dengan hal-hal yang berkaitan administrasi perkara,
maka yang lebih menonjol nama dipakai ada Pengadilan Agama Kabupaten
Limapuluh Kota di Tanjung Pati.
Pada tahun 1986 ini juga wilayah hukum Pengadilan Agama Tanjung Pati
berubah menjadi 5 kecamatan yaitu : Kecamatan Suliki Gunung Mas, Kecamatan
Guguak, Kecamatan Harau, Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Kecamatan Kapur IX.
Kemudian pada tahun 1992 Pengadilan Agama Tanjung Pati membangun
balai sidang yang baru berdasarkan DIP Departeman Agama No.136/XXV/3/1992,
diatas tanah ±1020 m² di Jalan Negara KM 11 Sarilamak Tanjung Pati, yang
diresmikan pemakaiannya pada tanggal 1 Maret 1993 oleh Drs. M. Syafei Narim
yang saat itu sebagai Ketua Pengadilan Agama Tanjung Pati.
Terakhir sejak pemekaran kecamatan dari tahun 2002 sampai sekarang ini,
wilayah hukum Pengadilan Agama Tanjung Pati menjadi 8 kecamatan yaitu :
63
Kecamatan Harau, Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Kecamatan Kapur IX,
Kecamatan Guguak, Kecamatan Mungka, Kecamatan Suliki, Kecamatan Gunung
Mas, Kecamatan Bukit Barisan.
4. Visi dan Misi Pengadilan Agama Tanjung Pati
VISI :Terwujudnya Pengadilan Agama yang bersih, berwibawa, dan
profesional dalam menegakkan hukum dan keadilan menuju peradilan agama yang
agung.
MISI :
1. Meningkatkan profesional aparatur Pengadilan Agama.
2. Mewujudkan management Peradilan yang modern, transparan dan akuntabel.
3. Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan dengan asas peradilan yang
sederhana, cepat dan biaya ringan.
4. Meningkatkan pengawasan yang terencana dan efektif.
5. Wilayah Yuridiksi Pengadilan Agama Tanjung Pati
Wilayah Yurisdiksi Pengadilan Agama Tanjung Pati meliputi 8 Kecamatan
dan 46 nagari (setingkat Kelurahan) yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama
Tanjung Pati Kabupaten Limapuluh Kota yaitu:
1. Kecamatan Harau: Nagari Gurun, Nagari Koto Tuo, Nagari Lubuak
Batingkok, Nagari Sarilamak, Nagari Tarantang, Nagari Harau, Nagari Solok
Bio-Bio, Nagari Batu Balang, Nagari Pilubang, Nagari Bukik Limbuku,
Nagari Taram.
64
2. Kecamatan Pangkalan Koto Barum: Nagari Gunung Malintang, Nagari
Pangkalan, Nagari Manggilang, Nagari Koto Alam, Nagari Tanjung Balik,
Nagari Tanjung Pauah.
3. Kecamatan Kapur IX: Nagari Koto Lamo, Nagari Lubuak Alai, Nagari Muaro
Peti, Nagari Koto Bangun, Nagari Durian Tinggi, Nagari Sialang, Nagari
Galugua.
4. Kecamatan Guguak: Nagari Sungai Talang, Nagari Guguak VIII Kota,
Nagari VII Koto Talago, Nagari Kubang, Nagari Simpang Sugiran.
5. Kecamatan Mungka: Nagari Mungka, Nagari Jopang Manganti, Nagari
Talang Maua, Nagari Simpang Kapuak.
6. Kecamatan Suliki: Nagari Suliki, Nagari Kurai, Nagari Sungai Rimbang,
Nagari Limbanang, Nagari Tanjuang Bungo.
7. Kecamatan Gunung Mas: Nagari Koto Tinggi, Nagari Talang Anau, Nagari
Pandam Gadang.
8. Kecamatan Bukit Barisan: Nagari Baruah Gunuang, Nagari Sungai Naniang,
Nagari Koto Tangah, Nagari Banjalaweh, Nagari Maek.
B. Putusan Pengadilan Agama Tanjung Pati tentang Nafkah Iddah Pada
Perkara Cerai Gugat Tahun 2012
Pembahasan ini antara lain memuat data statistik putusan Pengadilan Agama
Tanjung Pati tahun 2012 mengenai cerai gugat. Setelah itu akan dianalisa beberapa
putusan yang terkait dengan permasalahan yang diangkat. Dalam putusan tersebut
65
akan dilihat bagaimana implementasi hak nafkah iddah pada putusan perkara cerai
gugat di Pengadilan Agama Tanjung Pati tahun 2012, apakah sudah memenuhi
keadilan kepada sang istri atau belum, dan juga akan dianalisis dengan peraturan-
peraturan yang ada.
Berdasarkan data yang diperoleh, perkara perceraian merupakan perkara yang
paling banyak diselesaikan oleh hakim di Pengadilan Agama Tanjung Pati. Dari 562
perkara yang telah diputus oleh hakim Pengadilan Agama Tanjung Pati pada tahun
2012, terdapat 230 putusan adalah perkara cerai gugat, dan 108 putusan yang
merupakan perkara cerai talak. Data ini menunjukkan bahwa perkara cerai gugat
lebih banyak dibandingkan cerai talak.92
Dari 230 perkara cerai gugat dan 108 perkara cerai talak yang diputus oleh
hakim Pengadilan Agama Tanjung Pati selama tahun 2012. Ditemukan bahwa
terdapat faktor yang beragam yang menjadi alasan perceraian. Kadang kala
permasalahan dalam keluarga disebabkan tidak oleh satu faktor saja, tetapi diikuti
oleh faktor lainnya. Berikut ini akan digambarkan faktor-faktor dominan penyebab
terjadinya perceraian pada tahun 2012.93
92Arsip Pengadilan Agama Tanjung Pati tentang Laporan Tahunan: 2012 Pengadilan Agama
Tanjung Pati tentang Keadaan Perkara, perkara yang diterima dan diputus. h.18
93
Arsip Pengadilan Agama Tanjung Pati tentang Laporan Tahunan: 2012 Pengadilan Agama
Tanjung Pati tentang Keadaan Perkara: Keuangan Perkara, faktor penyebab terjadinya perceraian
selama tahun 2012. h. 20.
66
No Bulan Faktor Dominan Penyebab Perceraian
Tidak Ada
Tanggung
Jawab
Pengania
yan berat
Cemburu Ekonomi Tidak ada
keharmoni
san
Gangguan
pihak
ketiga
1 Januari 12 - - 1 9 3
2 Februari 6 - 1 4 11 3
3 Maret 9 - 1 8 6 3
4 April 4 - 2 3 7 3
5 Mei 8 - - 2 9 7
6 Juni 11 - 1 2 9 1
7 Juli 6 1 1 - 8 5
8 Agustus 14 5 - - 8 6
9 September 6 1 - 1 6 6
10 Oktober 10 - - - 8 8
11 November 7 - - 5 8 8
12 Desember 6 - - 1 11 11
Apabila suatu perceraian telah berkekuatan hukum tetap suami tidaklah bebas
berpisah begitu saja, antara keduanya masih terikat dengan berbagai kewajiban yang
harus dilakukan dan hak yang harus diterima sebagai akibat dari perceraian yang
mereka lakukan. Karena perceraian dapat terjadi dalam beberapa bentuk dengan
67
berbagai macam penyebab, maka hak dan kewajiban pun berbeda, tergantung bentuk
dan penyebab perceraiannya.
Pada bab-bab terdahulu telah dijelaskan bahwa apabila istri mengajukan cerai
gugat, maka hakim akan memutuskan perkara tersebut dengan talak ba‟in, yang mana
akibat dari talak ini adalah istri tidak berhak memperoleh nafkah iddah dan mut‟ah.
Hal ini dikarenakan istri yang mengajukan cerai gugat dinilai istri yang nusyuz
sehingga pantas untuk tidak mendapatkan hak nafkah iddah. Faktanya dalam
kehidupan ketika menjalani rumah tangga banyak ditemui alasan-alasan yang
menyebabkan istri mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya diantaranya sikap
atau perbuatan suami yang tidak bisa ditoleransi oleh istri, seperti suami ringan
tangan kepada istri atau yang lebih dikenal dengan istilah KDRT, menelantarkan atau
menyengsarakan keluarga dan melakukan poligami liar, sedangkan istri sudah tidak
sanggup lagi untuk menahan penderitaan tersebut.
Pada pembahasan ini akan fokus menyoroti hak nafkah iddah bagi istri yang
mengajukan cerai gugat karena mengalami KDRT dan atau poligami liar. Dari sekian
putusan perkara cerai gugat, diambil 12 data yang akan dianalisis, diantara 12 putusan
tersebut 7 putusan yang berupa KDRT dan 5 putusan berupa poligami liar.
Setelah mempelajari 12 salinan putusan tersebut ditemukan bahwa tidak ada
satu putusan pun yang menghukum suami untuk membayar hak nafkah iddah kepada
istri yang akan menjalani masa iddah talak ba‟in dan istri tidak dalam keadaan hamil.
68
Padahal terdapat beragam alasan yang menyebabkan istri mengajukan gugat kepada
suaminya yang salah satunya adanya kekerasan atau kekejaman dari suami.
Dari penelitian yang dilakukan penulis, juga tidak ditemukan putusan cerai
gugat atau khulu‟ yang dikomulasikan94
dengan tuntutan agar suami membayar
nafkah iddah. Padahal untuk mendapatkan hak tersebut istri bisa mengajukan gugatan
perceraian yang dikomulasikan dengan tuntutan hak nafkah iddah. Ketika istri tidak
melakukan hal ini maka ia tidak akan mendapatkan hak-hak pasca perceraian. Akan
tetapi dalam perkara tertentu jika istri mengajukan gugatan cerai yang tidak
dikomulasikan dengan hak nafkah iddah, dan alasan gugatan cerai tersebut adalah
adanya kekerasan dan kekejaman suami, maka sebagaimana yang disebutkan dalam
Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, maka
hakim secara ex officio dapat menetapkan nafkah iddah.
94Komulasi Gugatan dikenal dengan istilah penggabungan gugatan. Penggabungan gugatan
diatur dalam RV. Pasal 135 dan 135 RV mengatakan, apabila satu pengadilan ada 2 perkara yang satu
sama lain saling berhubungan, lebih-lebih apabila kedua perkara tersebut berlangsung antara
penggugat dan tergugat yang sama, salah satu pihak atas keduanya dapat mengajukan permohonan
kepada majlis agar kedua perkara tersebut digabungkan. MohTaufik Makarao, Pokok-Pokok Hukum
Acara Perdata (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004) h. 90.
Selanjutnya Abdul Manan menambahkan dalam bukunya, bahwa apabila penggugat
mengajukan lebih dari satu objek gugatan dalam satu perkara sekaligus, ini disebut dengan komulasi
Objektif. Sementara apabila penggabungan terjadi pada subjeknya ( baik penggugat maupun tergugat),
ini disebut komulasi subjektif. Dalam praktik Pengadilan Agama, komulasi objektif ini dapat terjadi
dalam perkara perceraian yang digabungkan sekaligus dengan tuntutan nafkah selama ditinggal,
nafkah anak selama ditinggal dan yang akan datang, pemeliharaan anak dan nafkah iddah. Objek
gugatan tersebut dapat dituntut sekaligus bersamaan dengan gugat cerai, karena hal ini akan
memudahkan proses berperkara, menghemat waktu dan tenagaserta biaya. Lihat Abdul Manan,
Penerapan Hukum Acara Perdatadi Lingkungan Peradilan Agama h. 28.
Sudikno Mertokusumo menambahkan dalam bukunya, komulasi berbeda dengan konkursus,
yang mana konkursus adalah kebersamaan adanya beberapa tuntutan hak. Konkursus terjadi apabila
seorang penggugat mengajukan gugatan yang mengandung beberapa tuntutan yang kesemuanya
menuju kepada satu akibat hukum yang sama. Dengan dipenuhi dan dikabulkannya salah satu tuntutan,
maka tuntutan lainnya sekaligus terkabul. Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata di Indonesia
( Yogyakarta:Liberti Yogyakarta, 1998), h. 77.
69
Berikut akan dipaparkan hasil penelitiannya. Ini dibedakan menjadi dua point
penting.
1. Cerai Gugat dengan alasan istri mengalami KDRT
Diantara 12 salinan tersebut terdapat 7 putusan yang diajukan istri yang faktor
penyebabnya adalah kekerasan suami kepadanya. Yaitu Putusan Nomor
0157/Pdt.G/2012/PA.LK, 0168/ Pdt.G/2012/PA.LK, 0170/ Pdt.G/2012/PA.LK, 0175/
Pdt.G/2012/PA.LK, 0201/ Pdt.G/2012/PA.LK, 0231/ Pdt.G/2012/PA.LK, dan 0236/
Pdt.G/2012/PA.LK.
Setelah mempelajari ke 7 putusan tersebut ditemukan bahwa istri tidaklah
istri yang nusyuz kepada suaminya. Alasan mereka mengajukan cerai gugat
dikarenakan tidak sanggup lagi menahan sikap suami yang sudah semena-mena dan
tidak menghargainya sebagai seorang istri. Pertengkaran-pertengkaran yang terjadi
kadang diiringi dengan tamparan maupun pukulan kepada istri sampai meninggalkan
bekas dan luka ditubuh istri. Seperti pada perkara Nomor 0170/ Pdt.G/2012/PA.LK,
hanya karena persoalan kecil suami menendang istri tatkala istrinya sedang hamil
sehingga sang anak yang dalam kandungan meninggal dunia. Tidak hanya itu, suami
juga sering memukul, mencekik dan tidak segan-segan mematahkan ibu jari sang istri
hanya dikarenakan istri tidak sengaja menyenggolnya dengan payung. Hal ini
dibenarkan oleh saksi dalam pernyataannya, bahkan dalam pertimbangannya hakim
juga menyebutkan bahwa suami sering melakukan kekerasan. Akan tetapi dalam
70
putusannya hakim tidak menghukum suami secara ex officio untuk membayar hak
nafkah iddah kepada istri.
Begitu juga dengan perkara nomor 0168/ Pdt.G/2012/PA.LK dan 0175/
Pdt.G/2012/PA.LK. Dalam perkara yang pertama, ketika terjadi pertengkaran suami
memukul dan mendorong kepala istri ke dinding, pertengkaran disebabkan suami
tidak mau mengajak anaknya bermain ketika istri sedang mengurus pekerjaan rumah.
Suami memukul istrinya hampir disetiap pertengkaran yang terjadi. Istri telah
bersabar selama 7 tahun untuk mempertahankan rumah tangga. Dan puncaknya pada
tahun 2011 dimana suami meminta istri untuk melakukan hubungan suami istri, tetapi
istri menolak karena dia dalam kondisi sakit, suami yang tidak menerima alasan
tersebut, sehingga terjadilah pertengkaran, suami memukul istri sampai bibir dan
matanya memar serta kuku terkelupas. Berdasarkan hal demikian istri merasa tidak
sanggup lagi untuk mempertahankan kondisi rumah tangganya. Sementara dalam
perkara nomor 0175/ Pdt.G/2012/PA.LK, pertengkaran terjadi karena suami tidak
suka mendengar suara tangisan anaknya dan langsung marah kepada istri, suami
menampar telinga sang istri sampai tuli, lalu suami pergi selama 2 bulan. Setelah
kembali lagi, terjadi pertengkaran karena suami tidak memberikan nafkah kepada
istrinya samapai beras yang dimasak pun tidak ada, padahal ia bekerja. Dalam
pertengkaran tersebut suami kembali memukul istri. Pertengakaran berikutnya terjadi
ketika anak pertama ingin menggunakan sepeda motor untuk pergi bekerja, namun
suami tidak mengizinkannya, meskipun demikian sang anak tetap membawa dan
71
suami marah kepada istrinya serta memukul istri dengan kayu, untungnya sang istri
cepat menghindar sehingga kayu tersebut tidak melukai dirinya. Dua perkara tersebut
juga dikuatkan oleh keterangan saksi dan juga disebutkan dalam pertimbangan hakim.
Namun dalam putusannya hakim tetap tidak menghukum suami atau tergugat untuk
membayar hak nafkah iddah kepada istri.
2. Cerai Gugat dengan alasan suami melakukan poligami liar
5 putusan lainnya berupa putusan cerai gugat dengan alasan suami melakukan
poligami liar, yaitu: Putusan Nomor 0176/ Pdt.G/2012/PA.LK, 0187/
Pdt.G/2012/PA.LK, 0194/ Pdt.G/2012/PA.LK, 0228/ Pdt.G/2012/PA.LK dan 0212/
Pdt.G/2012/PA.LK. Dari ke 5 (lima) perkara tersebut tak ada satu pun putusan yang
menghukum suami untuk memberi nafkah iddah. Istri mengajukan gugatan
perceraian karena suami melakukan poligami liar dan juga kekerasan kepada istrinya.
Poligami liar ini tidak hanya sekali, tetapi beberapa kali dilakukan suami dengan
selingkuhannya yang lain. Bahkan suami tidak segan-segan untuk membawa istri
mudanya tinggal di kediaman bersama dengan istri pertama. Seperti putusan nomor
0176/ Pdt.G/2012/PA.LK, ketika istri bertanya tentang selingkuhan-selingkuhan
suaminya, suami langsung manampar istri, lalu meninggalkan anak dan istri selama 3
tahun. Hal ini juga dibuktikan oleh keterangan saksi dan juga dicantumkan dalam
pertimbangan hakim. Dalam perkara ini pun, hakim tetap tidak menghukum suami
72
untuk membayar hak nafkah iddah. Padahal disini istri tidak hanya diduakan tetapi
juga mendapat kekerasan, sehngga ia sangat menderita lahir bathin
Sementara dalam perkara nomor 0194/ Pdt.G/2012/PA.LK, semenjak suami
melakukan poligami liar, pertengkaran sering terjadi, hal ini disebabkan suami tidak
adil dalam pembagian waktu dan juga nafkah, sehingga istrilah yang bekerja untuk
memenuhi kebutuhan keluarga. Walaupun sudah dijadwal ketika suami di rumah istri
lama, istri baru sering menelpon dan menyuruh pulang ke rumahnya. Suami akan
langsung pulang ke rumah istri barunya. Hal ini terjadi berkali-kali sehingga istri
pertama merasa tersiksa lahir bathin, ia sudah bersabar dan menasehati suami agar
merubah sikapnya, apalagi mereka memiliki tiga orang anak yang akan melihat sikap
ayahnya seperti itu. Lain halnya dalam kasus pada perkara nomor
228/Pdt.G/2012/PA.LK, setelah hidup rukun selama 13 tahun, penggugat mendapat
kabar bahwa tergugat mempunyai hubungan khusus dengan seorang wanita yang
merupakan karyawan yang bekerja pada penggugat dan tergugat. Dan pada tahun
2010 hubungan tergugat dengan selingkuhannya semakin dekat, sehingga
menyebabkan tergugat dan penggugat pisah ranjang, namun masih serumah. Pada
bulan Februari 2011 tergugat menyuruh kakak tergugat untuk mengantarkan
penggugat ke rumah orang tuanya karena penggugat sudah sakit-sakitan dan tidak
bisa berbuat apa- apa semenjak tahun 2010.setelah penggugat berada di rumah orang
tuanya, tergugat tidak pernah datang menjenguk, mereka telah berpisah selama lebih
kurang 1 tahun 5 bulan, dan selama berpisah pun tergugat tidak pernah memberi
73
nafkah kepada penggugat. Dan semenjak 2011 tergugat ternyata sudah menikah
secara resmi dengan selingkuhannya tersebut. Dalam perkara ini memang sang istri
tidak mendapat kekerasan secara fisik, akan tetapi secara bathin pasti mereka tersiksa,
akan tetapi sang hakim dalam putusan tetap tidak menghukum tergugat untuk
membayar hak nafkah iddah kepada tergugat.
Apabila dilakukan analisis, semua putusan Pengadilan Agama Tanjung Pati
Tahun 2012 yang tidak menghukum suami untuk membayar nafkah iddah kepada
bekas istri yang ditalak ba‟in dan dalam keadaan tidak hamil adalah sesuai dengan
peraturan-peraturan yang dimuat dalam Kompilasi Hukum Islam. Sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 119 bahwa istri yang mengajukan cerai gugat akan dihukum
dengan talak ba‟in. Dilanjutkan pasal 149 mengatur istri yang ditalak ba‟in yang
tidak dalam keadaan hamil, tidak berhak menerima nafkah iddah. Akan tetapi jika
melihat kepada alasan atau faktor- faktor terjadinya perceraian tidak bisa semua
putusan yang dijatuhkan talak ba‟in mengakibatkan istri tidak berhak menerima
nafkah iddah. Karena belum tentu istrilah yang menjadi penyebab perceraian dalam
artian istri nusyuz, sehingga ia berhak tidak menerima nafkah iddah. Apabila terbukti
suami yang menjadi penyebab perceraian, apakah disini akan menjadi suatu keadilan
bagi istri jika ia juga dihukum dengan tidak mendapat hak nafkah iddah.
Disini penulis akan memaparkan beberapa pertimbangan: Pertama,
seharusnya tidak semua istri yang mengajukan cerai gugat harus kehilangan hak
74
memperoleh nafkah iddah. Ketika seorang istri mengajukan cerai gugat karena tidak
dapat menahan beban psikis maupun fisik yang telah dilakukan suaminya, padahal ia
adalah istri yang tidak nusyuz. Suatu ketidakadilan jika ia juga harus menerima
hukuman untuk tidak mendapat hak nafkah iddah. Pasal-pasal yang telah diatur
dalam Kompilasi Hukum Islam tadi akan lebih cocok jika diterapkan pada kasus istri
yang mengajukan cerai gugat sementara suami tidak terbukti melakukan kekejaman.
Kedua, berpedoman kepada Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor
137K/AG/2007 dan Nomor 276K/AG/2010. Kedua putusan Mahkamah Agung
tersebut memberikan nafkah iddah bagi istri yang mengajukan gugat cerai. Dalam
pertimbangan putusan itu disebutkan bahwa sesuai ketentuan Pasal 41 huruf (c)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 149 huruf (b) Kompilasi Hukum
Islam, meskipun gugatan diajukan oleh istri akan tetapi tidak terbukti istri telah
berbuat nusyuz, maka Mahkamah Agung berpendapat Termohon Kasasi harus
dihukum untuk memberikan nafkah iddah kepada Pemohon Kasasi, dengan alasan
istri harus menjalani masa iddah dan tujuan dari iddah itu antara lain untuk istibra‟,
yang mana istibra‟ tersebut menyangkut kepentingan suami.
Ketiga, merujuk kepada pendapat Imam Hanifah dan pengikutnya bahwa
perempuan yang ditalak ba‟in dan tidak dalam keadaan hamil, berhak memperoleh
nafkah secara utuh dengan syarat dia tidak meninggalkan rumah yang disediakan
suami yang menceraikannya. Akibat tertahannya dia pada masa iddah demi hak
75
suami. Berdalil dengan keumuman perintah firman Allah swt dalam QS Ath thalaq :6.
ه مه ح جذ كماضكى يث ضكىتم مه “(tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu
bertempat tinggal menurut kemampuanmu).” Ayat tersebut mewajibkan semua suami
yang menceraikan istrinya tanpa membedakan bentuk perceraiannya agar
menyediakan tempat tinggal istri. Ketika syarat mewajibkan suami untuk
menyediakan tempat tinggal kepada istri, maka menjadi kewajiban suami pula untuk
memberi nafkah yang lainnya.
Keempat, Buku II Pedoman Teknis Pengadilan Agama ditentukan bahwa
apabila gugatan cerai dengan alasan adanya kekejaman atau kekerasan suami, hakim
secara ex officio dapat menetapkan nafkah iddah, dan nafkah iddah itu diberikan
kepada istri yang mengajukan gugat cerai karena kekejaman dan kekerasan suami.
Dalam buku tersebut memang tidak dijelaskan apakah itu mencakup kekejaman fisik
semata atau juga kekejaman psikis. Menurut penulis makna kekejaman tersebut
mencakup kekejaman fisik dan psikis. Istri yang mengajukan gugat cerai karena tidak
sanggup menahan beban psikis rumah tangga kadang kala ini disebabkan oleh
perilaku suaminya, padahal istri sudah menjalankan kewajibannya dengan baik, maka
ia berhak diberikan nafkah iddah.
76
C. Pandangan Hakim Pengadilan Agama Tanjung Pati Tentang Hak
Nafkah Iddah Pada Cerai Gugat.
Dalam menyelesaikan perkara cerai gugat Hakim-Hakim di Pengadilan
Agama Tanjung Pati sudah merujuk kepada ketentuan yang ada yaitu: Pasal 73-86
UU No 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan UU N0 3 Tahun 2006 dan Perubahan
ke-2 dengan Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009, Pasal 14-36 Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, dan Pasal 132-147 Kompilasi Hukum Islam.
Perkara-perkara yang diputus sesuai dengan aturan yang terdapat dalam
peraturan perundang-undangan yang disebutkan diatas. Para Majelis Hakim
Pengadilan Agama Tanjung Pati tidak bergeser dari bunyi rumusan perundang-
undangan yang sudah ada. Hal ini tergambar dari ke 12 putusan yang sudah di
analisis pada bab sebelumnya.
Semua perkara-perkara cerai gugat diputus dengan talak ba‟in, walaupun
dalam alasan perceraian tersebut karena adanya KDRT atau poligami liar, Para
Hakim berpandangan bahwa ketika perkara perceraian diajukan oleh sang istri, maka
perkara tersebut akan diputus dengan talak ba‟in dan talak khul‟i adapun akibat dari
talak tersebut adalah sang istri tidak akan mendapatkan nafkah iddah dan suami juga
tidak bisa rujuk.95
Dan menurut beberapa pendapat mereka dinilai sebagai istri yang
nusyuz.
95Wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Tanjung Pati, Bapak Muhammad Fauzan,
SHI.MH. pada hari Senin, 24 Maret 2014. Bapak Isrizal Anwar, S.Ag. M. Hum, wawancara tanggal 21
Maret 2014, Bapak Ahyar Siddiq, SE.I.MHI, wawancara tanggal 21 Maret 2014, Ibu Elidasniwati,
S.Ag, MH, wawancara tanggal 23 Maret 2014, Ibu Anneka Yosihilma, SH.MH tanggal 24 Maret 2014.
77
Adapun Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 137K/AG/2007 dan Nomor
276K/AG/2010 yang memberikan hak nafkah iddah pada cerai gugat dan juga
dengan aturan pada Buku II Pedoman Teknis Pelaksaan Tugas dan Administrasi
Peradilan Agama, 4 dari 5 koresponden Hakim di Pengadilan Agama Tanjung Pati
berpandangan bahwa putusan seperti Yurisprudensi tersebut sulit diterima karenaQS
At-Thalaq sudah menentapkan bahwa hak nafkah iddah pada talak ba‟in itu hanya
diberikan pada istri yang sedang hamil, sedangkan bagi istri yang tidak dalam
keadaan hamil tidak berhak atas nafkah iddah, dan juga Pasal 141 huruf c UU No 1
Tahun 1974 jo Pasal 149 KHI yang digunakan sebagaimana mestinya hanya untuk
cerai talak sebagaiman aturan dalam fiqh. Ibu Elidasniwati S.Ag. MH.96
menambahkan bahwa dalam surat gugatannya sang istri tidaklah menuntut hak
nafkah tersebut, sehingga hakim tidak berani memutus melebihi dari apa yang
diminta penggugat.
Salah seorang Hakim Pengadilan Agama Tanjung Pati memiliki pendapat
yang berbeda dari kebanyakan pendapat, Hakim Isrizal Anwar, S.Ag. M.Hum
berpendapat bahwa tidak dipakainya aturan Yurisprudensi dan Buku II diatas karena
didasarkan pada beberapa pertimbangan, diantaranya kebanyakan putusan perkara
cerai gugat tersebut di putus secara verstek, maka hakim menjatuhkan putusan
dengan mempertimbangkan banyak hal termasuk juga kemampuan suami sendiri,
sehingga substansi putusan dapat memenuhi dimensi keadilan maupun kepastian
96 Wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Tanjung Pati, Ibu Elidasniwati, S.Ag, MH,
wawancara tanggal 23 Maret 2014
78
hukum. Akan tetapi beliau setuju dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung yang
memberikan hak nafkah iddah kepada penggugat dengan alasan istibra‟. Beliau juga
berpendapat tentang pengambilan Yurisprudensi ini sebagai sumber hukum, secara
normatif Hakim tidak terikat dengan Yurisprudensi dalam menjatuhkan putusan,
hakim dapat sependapat dengan pertimbangan Mahkamah Agung dalam mendasarkan
putusannya, dan juga bisa tidak memberlakukan pertimbangan Mahkamah Agung
karena adanya perbedaan dalam fakta yang ditemukan dalam persidangan. 97
Jika dilihat dari sisi apakah putusan-putusanyang dihasilkan Pengadilan
Agama Tanjung Pati tersebut telah mampu memberi keadilan hukum bagi masyarakat
pencari keadilan, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum putusan-putusan
tersebut belum memberikan hak-hak yang patut diperoleh perempuan akibat
perceraian. Hal ini terjadi karena hukum yang dijadikan rujukan oleh para hakim saat
ini masih kurang pro gender, seperti ketentuan bahwa istri yang mengajukan cerai
gugat tidak berhak memperoleh nafkah iddah tanpa membedakan alasan-alasan istri
tersebut mengajukan gugatan perceraian, selain itu sulitnya yurisprudensi tersebut
untuk dipraktekkan di Pengadilan Agama tersebut. Dari sini juga tampak bahwa para
Hakim tersebut tidak berani keluar dari aturan yang ada untuk menciptakan keadilan
bagi masyarakat.
Menurut penulis, untuk menyikapi materi-materi hukum yang dirasa masih
belum mampu memberikan keadilan bagi perempuan yang mengajukan cerai gugat,
97Wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Tanjung Pati, Bapak Isrizal Anwar,
S.Ag..M.Hum. Pada hari Jum at, 21 Maret 2014
79
diperlukan adanya gebrakan baru dan keberanian hakim terutama dalam membaca
hal-hal yang tersirat dan tersurat selama proses persidangan. Dalam kaitan tugas
hakim sebagai pembuat hukum (judge made law) pada kondisi tertentu harus mampu
membuat terobosan hukum yang tentu saja harus dilandasi argumentasi yang rasional
dan filosofi dalam pendekatan masalah hukumnya. 98
Putusan yang ideal tercermin dari alur penalaran hukum (legal reasoning)
yang dilakukan oleh seorang hakim dalam menemukan hukum. Karena itu penemuan
hukum bukan semata-mata hanya penerapan terhadap peristiwa konkrit tetapi juga
penciptaan dan penemuan hukum.
Dalam penerapan hukum yang menjadi objek penemuan tidaklah berarti
terlepas sama sekali dari ketentuan peraturan yang ada. Setiap produk undang-undang
dibarengi penjelasan, namun demikian penjelasan yang dimaksud sangat simple
sehingga masih perlu penjelasan yang lebih detail. Ratio dari penjelasan undang-
undang yang terbatas ini menunjukkan bahwa hakim diberi kebebasan untuk
berkreasi, namun tentu saja dalam koridor yang rasional dan ilmiah.
Untuk menjalankan tugas tersebut setidaknya ada beberapa hal konkrit yang
dapat dilakukan oleh hakim Pengadilan Agama. Pertama, melakukan penafsiran
terhadap kata atau redaksi dari pasal-pasal yang terdapat dalam KHI. Untuk
membantu para hakim kiranya dapat merujuk kepada pendapat-pendapat fiqh
mazhab, karena aturan-aturan yang disebutkan dalam KHI bersifat ringkas, sementara
98Andi Syamsu Alam, “ Penulisan Argumentatif dalam Putusan” , Suara Uldilag II, no II (Juli
2003): h. 68
80
itu bersumber dari pendapat-pendapat Imam Mazhab, sehingga di sini penjelasan dari
pendapat Imam Mazhab akan sangat membantu.
Kedua, melakukan analogi peristiwa yang serupa, sejenis atau mirip dengan
yang diatur dalam undang-undang. Disini hakim dapat menggunakan pemikiran
induktif yaitu pemikiran yang bertolak dari peristiwa yang lebih khusus kepada
peristiwa yang lebih umum.
83
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Studi ini menghasilkan temuan bahwa secara umum peraturan perundang-
undangan di Indonesia telah memberikan kedudukan yang baik terhadap hak-hak
perempuan akibat perceraian, salah satu diantaranya adalah mengenai nafkah iddah.
Meskipun aturan perundang-undangan tersebut sudah memberikan
perlindungan bagi hak-hak perempuan, namun pada sudut tertentu aturan tersebut
perlu untuk disempurnakan, yaitu aturan mengenai hak nafkah iddah pada perkara
cerai gugat.
Ketentuan tentang hak nafkah iddah pada perkara cerai gugat dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia dinilai kurang melindungi hak perempuan terlihat
dengan adanya perbedaan akibat hukum antara cerai gugat dengan cerai talak. Jika
istri mengajukan cerai gugat, maka dia tidak akan mendapatkan hak nafkah iddah,
akan tetapi jika suami yang mengajukan cerai gugat, mak istri akan mendapatkan
nafkah iddah. Hal ini disebabkan adanya pandangan umum yang berkembangan di
masyarakat bahwa istri yang mengajukan cerai gugat dikategorikan sebagai istri yang
nusyuz terhadap suami. Padahal, dalam kehidupan rumah tangga banyak ditemui
kasus bahwa istri yang mengajukan gugatan cerai kepada suaminya dikarenakan
suami menelantarkan, menyengsarakan istri, baik dengan KDRT ataupun poligami
82
liar. Sang istri yang merasa sudah tidak kuat untuk mempertahakan rumah tangganya
sehingga dia mengajukan gugatan perceraian.
Berdasarkan analisis terhadap 12 putusan Pengadilan Agama Tanjung Pati
Tahun 2012 mengenai perkara cerai gugat yang terbagi atas 7 perkara cerai gugat
dengan alasan KDRT dan 5 perkara cerai gugat dengan alasan poligami liar, dapat
diambil kesimpulan bahwa tidak ada satupun putusan yang memberikan hak nafkah
iddah pada perkara cerai gugat tersebut. Walaupun dalam proses persidangan hakim
membenarkan adanya KDRT, namun tetap perkara tersebut diputus dengan talak
ba‟in, yang mengakibatkan tidak adanya nafkah iddah bagi penggugat.
Selanjutnya jika dilihat dari sudut pandang keadilan, secara umum dapat
disimpulkan bahwa putusan-putusan tersebut belum memihak kepada kepentingan
dan perlindungan hak-hak perempuan. Hal ini disebabkan karena aturan hukum yang
dijadikan rujukan oleh hakim-hakim saat ini masih kurang pro gender.
B. Saran
Besar harapan penulis segera dilakukannya pembaruan hukum yang kondusif
bagi pemenuhan keadilan terhadap perempuan yang mengajukan cerai gugat,
mengingat ketentuan yang ada dalam peraturan perundang-undangan yang ada
sekarang belum memenuhi rasa keadilan terhadap perempuan.
Dan juga kepada para hakim-hakim di Pengadilan Agama harus terus
meningkatkan kualitas diri sehingga putusan-putusan yang dihasilkan sesuai dapat
memberikan keadilan.
83
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Zubair. “Nafkah Istri dalam Islam”. Dalam Sri Mulyati,ed., Relasi Suami
Istri dalam Islam . Jakarta: PSW UIN Syarif Hidayatullah, 2004
Alam, Andi Syamsu. “ Penulisan Argumentatif dalam Putusan” , Suara Uldilag II,
no II (Juli 2003): h.68.
Al Jamal, Ibrahim Muhammad. Fiqhu al-Mar‟ah al-Muslima: Fiqh Wanita Islam.
Penerjemah S.Ziyad „Abbas. Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1991
Ali, Zainuddin. Hukum Perdata Islam Indonesia. Palu: Yayasan Masyarakat
Indonesia Baru, 2002.
Amiruddin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT
Grafindo Persada, 2004.
Arifin, Zainal. Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, t.th
Arikanto, Suharsimi. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Azhar, Hanif Bagus.“Nafkah Iddah bagi Mantan Istri Korban Kekerasan dalam
Rumah Tangga (Analisis Putusan Perkara Nomor 1038/pdt.G/2008/PA.Jt).”
Skripsi S1 Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2011.
Az Zuhaili, Wahbah. Fiqh Islam Wa adillatuhu, Jilid 9. Penerjemah Abdul Hayyie al
Kattani,dkk. Jakarta: Darul Fikir, 2011.
84
Ayyub, Syaikh Hasan. Fiqih Keluarga. Pen. M Abdul Ghafar (Jakarta: Pustaka Al
Kausar, 2006)
Bintaria, Aris. Hukum Acara Peradilan Agama dalam kerangka fiqh Al qadha.
Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2012.
Daly, Peunoh. Hukum Perkawinan Islam: Suatu Studi Perbandingan dalam
Kalangan Ahlu-Sunnah dan Negara- Negara Islam. Jakarta: PT Bulan
Bintang, 2005.
Djaelani, Abdul Qadir. Keluarga Sakinah, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1995)
Farida, Anik, dkk. Perempuan dalam Sistem Perkawinan dan Perceraian di berbagai
Komunitas Adat. Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta,
2007.
Indra, Hasbi dkk. Potret Wanita Shalehah. Jakarta: Penamadani, 2004.
Kharlie, Ahmad Tholabie dan Asep Syarifuddin Hidayat. Hukum Keluarga di dunia
Islam Kontemporer. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2011.
Koentjaraningrat. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: t.p. 1997
Lukito, Ratna. Pergumulan Antara Hukum Islamdan Adat di Indonesia .Jakarta:
INIS. 1998
Manan, Abdul. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2006.
85
-----------------. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama.
Jakarta: yayasan Al Hikmah, 2000
Manzur, Ibnu. Lisanul Arab juz 4. Beirut: Darehie al tourath al- arabi, t.th
---------------. Lisanul Arab juz 14. Beirut: Darehie al tourath al- arabi, t.th
Mardani. Hukum Perkawinan Islam di Dunia Modern. Yogyakarta: Graha Ilmu,
2011
Makarao, MohTaufik. Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata. Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2004
Mertokusumo,Sudikno. Hukum Acara Perdata di Indonesia. Yogyakarta:Liberti
Yogyakarta, 1998.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda
Karya, 2011.
Munawwir, A.W. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia . Pentashih, Ali Ma‟sum &
Zainal Abidin Al Munawwir, ed. 12, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997
Nuruddin, Amiur dan Azhari Akmal Tarigan. Hukum Perdata Islam di Indonesia:
Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqh No 1/1974 sampai KHI.
Jakarta: Kencana, 2004.
Rafiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.
86
Riadi, Edi.“ Hak-Hak Perempuan Pasca Perceraian (Study Banding Hukum Normatif
di Negara Turki, Tunisia, Mesir dan Iran)”. Suara Uldilag II. No 6 (April
2005): h. 62-71
Roci, Mudatsir. ”Seputar Masalah Mut‟ah “. Suara Uldilag VII. No 4 (Maret 2004):
h. 88-89
Sabarguna, Boy. Analisis Data pada Penelitian Kualitatif. Jakarta: UIP, 2008.
Samadani, Adil. Kompetensi Pengadilan Agama Terhadap Tindak Kekerasan Dalam
Rumah Tangga. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013.
Sabiq, Sayyid. Fiqhun Sunnah. Penerjemah Abdurrahim dan Masrukhin, Fikih
Sunnah 3. Jakarta: Cakrawala Publishing, 2011
----------------. Fiqhun Sunnah. Penerjemah Abdurrahim dan Masrukhin, Fikih
Sunnah 4. Jakarta: Cakrawala Publishing, 2011
----------------- . Fiqhun Sunnah 7. Penerjemah Moh Thalib. Bandung: PT Al maarif,
1986
Sahrani,Tihami Sohari. Kajian Fiqh Nikah Lengkap. Jakarta: PT Grafindo Persada,
2009.
Shihab, M Quraish. Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur‟an,
Vol1. Jakarta: Lentara Hati, 2002
87
Sopyan, Yayan. Islam-Negara Tranformsi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum
Nasional. Ciputat: UIN Jakarta, 2011.
Syaifuddin, Muhammad dkk. Hukum Perceraian. Jakarta:Sinar Grafika, 2013.
Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat
dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2009.
Sudarsono. Hukum Perkawinan Nasional. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994
Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,
2011.
Mahkamah Agung, Direktorat Jendral Badan Peradilan Agama. Pedoman
Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama. Buku II. Jakarta:
Direktorat Jendral Badan Peradilan Agama, 2010.
Tutik, Titik Triwulan. Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2010.
Yanggo, Huzemah Tahido. Fikih Perempuan Kontemporer. Jakarta: Ghalia
Indonesia, t.th
Zein, Satria Efendi M. Problema Hukum Keluarga Islam Kontemporer:Analisis
Yurisprudensi dengan pendekatan Ushuliyah. Jakarta:Prenada Kencana, 2004.
88
Badan Penelitian dan Pengembangan & Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan
Peradilan Mahkamah Agung RI, Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Tahun
2010. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan & Pendidikan dan
Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI, 2010.
Direktorat Pembinaan Peradilan Agama. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia.
Jakarta: Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, 2003.
Redaksi Sinar Grafika. Undang-Undang Pokok Perkawinan. Jakarta: Sinar Grafika,
2006.
Profil Pengadilan Agama Tanjung Pati diunduh dari; http://www.pa
tanjungpati.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=773&Itemi
d=216, pada hari Sabtu tanggal 4 Mei 2013, pukul 09.16 WIB
1
P U T U S A N Nomor :168/Pdt.G/2012/PA.LK
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota di Tanjung Pati yang
memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama dalam persidangan
Majelis telah menjatuhkan putusan dalam perkara Cerai Gugat antara:
PENGGUGAT, umur 43 tahun, agama Islam, pendidikan SLTA,
pekerjaan Karyawan Pelaksana PT. Perkebunan Nusantara VI (Persero),
tempat tinggal di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA, sebagai
Penggugat;
Melawan:
TERGUGAT, umur 67 tahun, agama Islam, pendidikan SLTA, pekerjaan
Karyawan Pelaksana PT. Perkebunan Nusantara VI (Persero), tempat
tinggal di KABUPATEN MUARO JAMBI, PROVINSI JAMBI, sebagai
Tergugat;
Pengadilan Agama tersebut;
Telah membaca dan mempelajari berkas perkara;
Telah mendengar keterangan Penggugat dan Saksi-Saksi di persidangan;
TENTANG DUDUK PERKARANYA
Bahwa Penggugat dengan surat gugatannya tertanggal 21 Mei 2012, yang
telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota
dalam Register Perkara Nomor: 168/Pdt.G/2012/PA.LK, tanggal 22 Mei 2012 telah
mengajukan Cerai Gugat terhadap Tergugat dengan dalil-dalil dan alasan-alasan
sebagai berikut:
1. Bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami isteri yang sah menikah pada
tanggal 13 Mei 1991 di KOTA PAYAKUMBUH, yang tercatat dalam Kutipan
Akta Nikah Nomor : ------, yang dikeluarkan oleh PPN/KUA Kecamatan
Payakumbuh Barat, Kota Payakumbuh tanggal 25 Mei 1991;
2. Bahwa perkawinan antara Penggugat dan Tergugat dilangsungkan berdasarkan
kehendak kedua belah pihak dengan tujuan membentuk rumah tangga yang
sakinah, mawaddah, warahmah yang diridhoi oleh Allah Swt;
2
3. Bahwa setelah menikah Penggugat dan Tergugat membina rumah tangga di
rumah Dinas di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA sampai dengan berpisah;
4. Bahwa dari pernikahan Penggugat dan Tergugat telah dikaruniai 3 (tiga) orang
anak laki-laki,masing-masing bernama :
4.1. ANAK I, lahir tanggal 13 Maret 1992;
4.2. ANAK II, lahir tanggal 25 Januari 1996;
4.3. ANAK III, lahir tanggal 05 September 2002;
5. Bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat yang rukun dan damai selama 2
tahun, setelah itu sejak dari tahun 1993 sampai tahun 2011 tidak harmonis lagi,
sering terjadi perselisihan dan pertengkaran;
6. Bahwa pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat dimulai pada tahun 1993
disebabkan Tergugat ingin pergi ke pesta perkwinan teman Tergugat, karena
Penggugat banyak pekerjaan di rumah, Penggugat meminta tolong kepada
Tergugat agar membawa anak Penggugat dan Tergugat pergi ke pesta tersebut,
akan tetapi Tergugat tidak senang dan marah kepada Penggugat dan memukul
Penggugat dengan mendorong kepala Penggugat ke dinding, sehingga terjadilah
pertengkaran, namun Penggugat dan Tergugat tetap tinggal serumah;
7. Bahwa pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat sering juga terjadi
disebabkan Tergugat tidak mau diajak kompromi terhadap segala hal yang
menjadi masalah dalam rumah tangga Penggugat dan Tergugat, seperti dalam
masalah sekolah anak, sehingga terjadi pertengkaran, namun Penggugat dan
Tergugat tetap tinggal serumah;
7.
8. Bahwa selain hal tersebut di atas, yang menjadi sebab pertengkaran antara
Penggugat dan Tergugat juga disebabkan oleh ketidakmengertian Tergugat
dengan kondisi Penggugat, dimana Penggugat juga bekerja di tempat Tergugat
bekerja, ketika Penggugat terlambat masak, Tergugat langsung mengamuk
sehingga terjadilah pertengkaran, namun antara Penggugat dan Tergugat tidak
berpisah tempat tinggal;
9. Bahwa pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat tersebut terjadi terus
menerus dan setiap kali terjadi pertengkaran, Tergugat selalu memukul
Penggugat, namun Penggugat tetap sabar hidup berumah tangga dengan
Tergugat;
3
10. Bahwa pertengkaran terakhir antara Penggugat dan Tergugat terjadi pada bulan
Februari 2011 disebabkan Tergugat mengajak Penggugat untuk melakukan
hubungan suami istri, namun karena Penggugat dalam kondisi sakit, Penggugat
menolak, akan tetapi Tergugat tidak terima alasan Penggugat, maka terjadilah
pertengkaran dan Tergugat memukul Penggugat sampai bibir dan mata
Penggugat memar serta kuku Penggugat lepas;
11. Bahwa setelah kejadian tersebut Tergugat pergi ke Medan selama 15 hari
kemudian kembali lagi kepada Penggugat, namun Penggugat tidak mau
menerima, sehingga Tergugat kembali pergi dan tidak kembali lagi kepada
Penggugat sampai sekarang;
12. Bahwa setelah kejadian tersebut antara Penggugat dan Tergugat telah berpisah 1
tahun 3 bulan dan selama itu tidak ada dilakukan upaya damai;
13. Bahwa dari uraian di atas Penggugat menyimpulkan, Penggugat telah menepis
terciptanya suasana hidup rukun dan tentram dalam mahligai rumah tangga,
dengan keadaan yang sudah demikian itu Penggugat sudah tidak ada kecocokan
lagi dalam membina rumah tangga dan tidak ada harapan serta sudah tidak
sanggup lagi untuk melanjutkan hidup berumah tangga dengan Tergugat, karena
itu sesuai dengan pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975
Jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, cukup alasan bagi Gugatan
Penggugat;
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Penggugat memohon kepada Ketua
Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota c.q. Majelis Hakim kiranya
berkenan menerima, memeriksa dan mengadili Gugatan Penggugat dengan
menjatuhkan putusan sebagai berikut:
PRIMER
1. Mengabulkan gugatan Penggugat ;
2. Menjatuhkan talak satu bain sughro Tergugat (TERGUGAT) terhadap
Penggugat (PENGGUGAT) ;
3. Menetapkan biaya perkara sesuai peraturan yang berlaku ;
SUBSIDER
- Jika Majelis Hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya ;
4
Bahwa pada hari sidang yang telah ditetapkan, Penggugat hadir menghadap
sendiri di persidangan, sedangkan Tergugat tidak pernah hadir dan tidak pula
menyuruh orang lain sebagai wakil/kuasanya, meskipun telah dipanggil secara
resmi dan patut untuk menghadap di persidangan, sesuai relaas panggilan Jurusita
Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota Nomor :168/Pdt.G/2012/PA.LK
masing-masing tanggal 21 Juni 2012 dan tanggal 03 Agustus 2012 yang dibacakan
di persidangan dan tidak ternyata ketidakhadiran Tergugat itu disebabkan suatu
alasan yang sah menurut hukum;
Bahwa Majelis telah berusaha mendamaikan dengan menasehati Penggugat
agar bersabar dan rukun kembali dengan Tergugat, akan tetapi tidak berhasil;
Bahwa oleh karena Tergugat tidak pernah hadir di persidangan, maka usaha
mediasi tidak dapat dilaksanakan;
Bahwa selanjutnya dibacakan surat gugatan Penggugat yang isinya tetap
dipertahankan oleh Penggugat;
Bahwa untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya Penggugat telah
mengajukan alat bukti berupa:
1. Bukti Surat
Fotokopi Kutipan Akta Nikah Nomor ------, tanggal 25 Mei 1991 yang
dikeluarkan oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan
Payakumbuh Barat, Kota Payakumbuh, telah di-nazegeling dan dileges, yang
oleh Ketua Majelis telah dicocokkan dengan aslinya ternyata cocok, lalu diberi
tanggal, diparaf, dan diberi tanda P;
2. Bukti Saksi
2.1. SAKSI I, di bawah sumpahnya telah memberikan keterangan sebagai
berikut:
- Bahwa Saksi kenal dengan Penggugat dan Tergugat karena Penggugat
adalah saudara Saksi, sedangkan kenal dengan Tergugat semenjak
Tergugat menikah dengan Penggugat;
- Bahwa kapan Penggugat menikah dengan Tergugat Saksi tidak ingat
lagi, tetapi pernikahan mereka itu telah berlangsung sekitar 17 tahun
yang lalu, bertempat di KOTA PAYAKUMBUH;
- Bahwa Penggugat dan Tergugat setelah menikah membina rumah
tangga di rumah dinas PTP. VI KABUPATEN LIMAPULUH KOTA
sampai akhirnya berpisah;
5
- Bahwa dari pernikahan Penggugat dan Tergugat tersebut telah
dikaruniai 3 orang anak;
- Bahwa Saksi sering mengunjungi Penggugat dan Tergugat;
- Bahwa rumah tangga Penggugat yang rukun dan aman hanya dua tahun
setelah itu tidak rukun lagi, sering terjadi perselisihan dan
pertengkaran, mereka sudah berpisah sekitar 2 tahun yang lalu;
- Bahwa penyebabnya kata Penggugat kepada Saksi, Tergugat memiliki
temperamen tinggi, hal-hal kecil selalu dibesar-besarkan oleh
Tergugat, dan dalam emosi itu terkadang Tergugat sering memukul
Penggugat;
- Bahwa Saksi pernah melihat satu kali Penggugat dan Tergugat
bertengkar, waktu itu Penggugat pulang belanja dari pasar, ketika
ditanya oleh Tergugat mengapa lambat pulang, Penggugat menjawab
kurang baik, lalu Tergugat emosi dan saat itu terjadilah perang mulut;
- Bahwa perselisihan Penggugat dengan Tergugat yang terakhir Sekitar
bulan Februari 2011 Saksi berkunjung ke tempat tinggal Penggugat
dan Tergugat di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA, sesampai di
KABUPATEN LIMAPULUH KOTA Penggugat tinggal sendirian di
rumah, sedangkan Tergugat telah meninggalkan tempat kediaman
bersama, kelihatannya Penggugat dengan Tergugat selesai bertengkar,
karena Saksi lihat wajah Penggugat memar seperti orang sudah kena
pukul, ketika Saksi Tanya, apa sebabnya bertengkar, jawab Penggugat,
Tergugat marah-marah dan emosional karena Penggugat tidak mau
melayani keinginan Tergugat untuk melakukan hubungan suami istri
dengan Penggugat sebab waktu itu Penggugat dalam kondisi sakit, dan
semenjak itu Penggugat dengan Tergugat berpisah tempat tinggal
sampai sekarang lebih kurang 2 tahun;
- Bahwa sepengetahuan Saksi Tergugat tidak pernah datang
menjemput/atau memberikan nafkah kepada Penggugat;
- Bahwa sepengetahuan Saksi Tergugat tidak pernah meninggalkan harta
benda sebagai jaminan nafkah Penggugat;
2.2. SAKSI II, di bawah sumpahnya telah memberikan keterangan sebagai
berikut:
- Bahwa Saksi kenal dengan penggugat dan Tergugat, kenal dengan
Penggugat karena keponakan saksi, sedangkan kenal Tergugat sejak
6
Saksi bekerja di PTP VI KABUPATEN LIMAPULUH KOTA sejak
tahun 1998, dan tinggal berdekatan di rumah Dinas PTP tersebut sejak
tahun 2009.
- Bahwa Penggugat menikah dengan Tergugat telah berlansung sekitar
17 tahun yang lalu, bertempat di KOTA PAYAKUMBUH;
- Bahwa dari pernikahan Penggugat dan Tergugat tersebut telah
dikaruniai 3 orang anak;
- Bahwa Saksi sering mengunjungi Penggugat dan Tergugat, karena
Saksi berdekatan rumah dengan mereka;
- Bahwa sepengetahuan saksi rumah tangga Penggugat dan Tergugat
sekarang tidak rukun lagi sering terjadi pertengkaran, mereka sudah
berpisah lebih kurang 2 tahun;
- Bahwa penyebab sering terjadi pertengkaran antara Penggugat dan
Tergugatk, karena Tergugat memiliki temperamen tinggi, hal-hal kecil
selalu dibesar-besarkan, dan dalam emosi itu terkadang Tergugat
sering memukul Penggugat. Pernah kata Penggugat, Tergugat
melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap Penggugat
disebabkan Penggugat menolak keinginan Tergugat melakukan
hubungan suami istri karena waktu itu Penggugat dalam keadaan sakit;
- Bahwa Sepengetahuan Saksi Tergugat tidak pernah datang
menjemput/atau memberikan nafkah kepada Penggugat;
- Bahwa Sepengetahuan Saksi Tergugat tidak ada meninggalkan harta
benda sebagai jaminan nafkah Penggugat;
Bahwa Penggugat menyatakan dalam kesimpulannya, yang pada pokoknya
tetap dengan dalil-dalil gugatannya untuk bercerai dari Tergugat dan mohon
putusan;
Bahwa untuk mempersingkat uraian putusan ini cukup ditunjuk segala hal
yang telah termuat dalam berita acara persidangan perkara ini yang dianggap
sebagai satu kesatuan tak terpisahkan dalam putusan ini;
TENTANG HUKUMNYA
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah
sebagaimana tersebut di atas;
Menimbang, bahwa sesuai dengan pasal 49 ayat (1) huruf (a) Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50
7
Tahun 2009, maka penyelesaian perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam di bidang perkawinan merupakan wewenang absolut Pengadilan
Agama;
Menimbang, bahwa Majelis telah berusaha mendamaikan dengan
menasehati Penggugat agar bersabar dan rukun kembali dengan Tergugat,
sebagaimana ketentuan pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo
pasal 82 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009
jo pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 serta pasal 143 ayat (1)
Kompilasi Hukum Islam, akan tetapi tidak berhasil;
Menimbang, bahwa berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia (PERMA) Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,
semua perkara yang masuk ke pengadilan terlebih dahulu harus dilaksanakan
mediasi, akan tetapi dalam perkara yang bersangkutan karena pihak Tergugat tidak
pernah hadir, maka mediasi tidak dapat dilaksanakan;
Menimbang, bahwa Penggugat telah datang menghadap sendiri (in person)
di persidangan, sedangkan Tergugat tidak pernah hadir di persidangan dan tidak
pula mengirimkan orang lain selaku wakil atau kuasanya yang sah untuk hadir di
persidangan meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut sesuai pasal 26
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, dan tidak ternyata ketidakhadiran
Tergugat itu disebabkan suatu alasan yang sah menurut hukum (default without
reason) sesuai pasal 149 ayat (1) R.bg, maka harus dinyatakan Tergugat tidak hadir
dan perkara a quo dapat diperiksa tanpa hadirnya Tergugat;
Menimbang, bahwa tidak hadirnya Tergugat di persidangan, dapat dianggap
tidak bermaksud untuk mempertahankan hak-hak keperdataannya dan atau
membela kepentingannya di persidangan, mengakui dan membenarkan semua
Posita dan Petitum dalam surat gugatan Penggugat, sedangkan gugatan Penggugat
juga tidak ternyata melawan hukum, oleh karena itu seluruh dalil-dalil gugatan
Penggugat harus dinyatakan telah terbukti;
Menimbang, bahwa Majelis sependapat dan mengambil alih pendapat ahli
fiqih dalam Kitab Ahkamul Qur'an Juz II hal 405 yang berbunyi:
�� �� � �� �� � ��� ������ ���� �� ���� �� �� � ��
8
Artinya: Barang siapa yang dipanggil untuk menghadap Hakim Islam, kemudian
tidak menghadap maka ia termasuk orang yang zalim, dan gugurlah
haknya.
Menimbang, bahwa karena perkara ini adalah mengenai bidang perceraian
yang dinilai penting untuk ditemukan kebenaran materiilnya, dan untuk lebih
meyakinkan majelis atas dalil-dalil gugatan Penggugat, maka sesuai dengan
Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor KMA/032/SK/IV/2006 tanggal 4 April
2006 tentang Pemberlakuan Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis
Peradilan Agama, Edisi Revisi 2010, Majelis berpendapat Penggugat diwajibkan
untuk mengajukan bukti-bukti yang dapat mendukung dalil-dalil posita dan petitum
gugatannya;
Menimbang, bahwa Majelis sependapat dan mengambil alih hujjah
syari’ah dalam Kitab Al-Anwar Juz II halaman 55 yang untuk selanjutnya diambil
alih sebagai pendapat Majelis yang berbunyi :
بالبينــة اثبـاتـه جـاز غـيبــة أو توار أو بتعـزز تعـزز فان
Artinya: Apabila dia (Tergugat) enggan hadir, atau bersembunyi atau tidak
diketahui alamatnya (ghaib), perkara ini dapat diputus berdasarkan bukti-
bukti (persaksian);
Menimbang, bahwa alasan Penggugat mengajukan Cerai Gugat terhadap
Tergugat adalah sebagai berikut:
- Bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat yang rukun dan damai selama 2
tahun, setelah itu sejak dari tahun 1993 sampai tahun 2011 tidak harmonis lagi,
sering terjadi perselisihan dan pertengkaran;
- Bahwa pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat dimulai pada tahun 1993
disebabkan Tergugat ingin pergi ke pesta perkwinan teman Tergugat, karena
Penggugat banyak pekerjaan di rumah, Penggugat meminta tolong kepada
Tergugat agar membawa anak Penggugat dan Tergugat pergi ke pesta tersebut,
akan tetapi Tergugat tidak senang dan marah kepada Penggugat dan memukul
Penggugat dengan mendorong kepala Penggugat ke dinding, sehingga terjadilah
pertengkaran, namun Penggugat dan Tergugat tetap tinggal serumah;
- Bahwa pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat sering juga terjadi
disebabkan Tergugat tidak mau diajak kompromi terhadap segala hal yang
menjadi masalah dalam rumah tangga Penggugat dan Tergugat, seperti dalam
9
masalah sekolah anak, sehingga terjadi pertengkaran, namun Penggugat dan
Tergugat tetap tinggal serumah;
- Bahwa selain hal tersebut di atas, yang menjadi sebab pertengkaran antara
Penggugat dan Tergugat juga disebabkan oleh ketidakmengertian Tergugat
dengan kondisi Penggugat, dimana Penggugat juga bekerja di tempat Tergugat
bekerja, ketika Penggugat terlambat masak, Tergugat langsung mengamuk
sehingga terjadilah pertengkaran, namun antara Penggugat dan Tergugat tidak
berpisah tempat tinggal;
- Bahwa pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat tersebut terjadi terus
menerus dan setiap kali terjadi pertengkaran, Tergugat selalu memukul
Penggugat, namun Penggugat tetap sabar hidup berumah tangga dengan
Tergugat;
- Bahwa pertengkaran terakhir antara Penggugat dan Tergugat terjadi pada bulan
Februari 2011 disebabkan Tergugat mengajak Penggugat untuk melakukan
hubungan suami istri, namun karena Penggugat dalam kondisi sakit, Penggugat
menolak, akan tetapi Tergugat tidak terima alasan Penggugat, maka terjadilah
pertengkaran dan Tergugat memukul Penggugat sampai bibir dan mata
Penggugat memar serta kuku Penggugat lepas;
Menimbang, bahwa terhadap alat bukti tertulis berupa fotokopi Kutipan
Akta Nikah yang diajukan Penggugat, Majelis berpendapat alat bukti tersebut telah
memenuhi persyaratan formil karena merupakan fotokopi sah dari suatu akta
autentik, khusus dibuat sebagai alat bukti, telah diberi meterai cukup sesuai
ketentuan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 dan telah di-
nazegeling dan telah dileges, secara materiil dapat dipertimbangkan karena alat
bukti tersebut memuat keterangan yang menguatkan dan relevan dengan dalil
gugatan Penggugat sehingga harus dinyatakan secara formil dan materiil alat bukti
tersebut dapat diterima;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti yang diajukan Penggugat tersebut
maka harus dinyatakan terbukti Penggugat dengan Tergugat telah dan masih terikat
dalam perkawinan yang sah sesuai dengan ketentuan pasal 285 R.Bg jo pasal 2 ayat
(1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo pasal 7 ayat (1) Kompilasi
Hukum Islam, dengan demikian Penggugat dengan Tergugat telah mempunyai
hubungan dan kapasitas hukum untuk menjadi pihak dalam perkara ini (persona
legal standing in judicio), karenanya Penggugat mempunyai kualitas untuk
mengajukan tuntutan dalam sengketa bidang perkawinan;
10
Menimbang, bahwa oleh karena alasan gugatan perceraian yang diajukan
Penggugat berkenaan dengan ketentuan pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975 jo pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam, sehingga untuk
mengetahui dengan jelas mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran
antara Penggugat dan Tergugat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 22
ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan pasal 134 Kompilasi
Hukum Islam, maka Majelis perlu mendengarkan keterangan pihak keluarga atau
orang-orang yang dekat dengan suami istri tersebut;
Menimbang, bahwa Penggugat telah menghadirkan 2 (dua) orang saksi yang
berasal dari pihak keluarga atau orang-orang yang dekat, dan telah memberikan
keterangannya di bawah sumpah yang pada pokoknya sebagai berikut:
- Bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat sekarang tidak rukun lagi sering
terjadi pertengkaran, mereka sudah berpisah lebih kurang 2 tahun;
- Bahwa penyebab sering terjadi pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat,
karena Tergugat memiliki temperamen tinggi, hal-hal kecil selalu dibesar-
besarkan, dan dalam emosi itu terkadang Tergugat sering memukul Penggugat.
Pernah kata Penggugat, Tergugat melakukan kekerasan dalam rumah tangga
terhadap Penggugat disebabkan Penggugat menolak keinginan Tergugat
melakukan hubungan suami istri karena waktu itu Penggugat dalam keadaan
sakit;
- Bahwa Sepengetahuan Saksi Tergugat tidak pernah memberikan nafkah kepada
Penggugat;
- Bahwa Sepengetahuan Saksi Tergugat tidak ada meninggalkan harta benda
sebagai jaminan nafkah Penggugat;
Menimbang, bahwa terhadap alat bukti dua orang saksi yang diajukan
Penggugat di persidangan, Majelis berpendapat kedua orang saksi tersebut telah
memenuhi persyaratan formil, sesuai dengan ketentuan pasal 171-172 R.Bg.
sehingga dapat diterima, dan secara materiil dapat dipertimbangkan karena
keterangannya saling bersesuaian dan saling menguatkan serta relevan dengan dalil-
dalil gugatan Penggugat, sesuai dengan ketentuan pasal 308-309 R.Bg.;
Menimbang, bahwa berdasarkan alat-alat bukti tersebut yang dihubungkan
dengan dalil-dalil gugatan Penggugat, maka Majelis menemukan fakta-fakta yuridis
yang telah dikonstatir sebagai berikut:
- Bahwa Penggugat dengan Tergugat sebagai suami istri yang sah dan belum
pernah bercerai;
11
- Bahwa antara Penggugat dengan Tergugat sering terjadi perselisihan dan
pertengkaran disebabkan karena Tergugat memiliki temperamen tinggi, hal-hal
kecil selalu dibesar-besarkan, dan dalam emosi itu terkadang Tergugat sering
memukul Penggugat. Pernah kata Penggugat, Tergugat melakukan kekerasan
dalam rumah tangga terhadap Penggugat disebabkan Penggugat menolak
keinginan Tergugat melakukan hubungan suami istri karena waktu itu
Penggugat dalam keadaan sakit;
- Bahwa antara Penggugat dan Tergugat telah berpisah 1 tahun 3 bulan dan
selama itu tidak ada dilakukan upaya damai;
Menimbang, bahwa tujuan pernikahan adalah untuk membentuk rumah
tangga sakinah yang diliputi suasana mawaddah wa rahmah, sebagaimana
dikehendaki oleh al-Qur'an surat al-Rum ayat 21 dan rumusan pasal 1 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo pasal 2 dan pasal 3 Kompilasi Hukum Islam,
namun melihat kenyataan dalam rumah tangga Penggugat dan Tergugat tujuan
tersebut di atas sudah tidak mungkin lagi dapat terwujud;
Menimbang, bahwa menurut ajaran Islam perceraian adalah merupakan
perbuatan yang tidak terpuji, namun demikian dalam hal suatu perkawinan yang
sudah tidak dapat dipertahankan lagi keutuhannya karena telah pecah, sehingga
menimbulkan mafsadat yang lebih besar dari pada maslahatnya, maka perceraian
dibolehkan;
Menimbang, bahwa dari apa yang diuraikan di atas, maka Majelis
berpendapat pintu perceraian dapat dibuka guna menghindarkan para pihak dari
kemelut rumah tangga yang berkepanjangan yang akan membawa mudharat kepada
kehidupan Penggugat dan Tergugat apabila rumah tangga tetap dipertahankan,
sedangkan kemudharatan harus disingkirkan sebagaimana kaidah fiqhiyah yang
berbunyi:
ل ا ز ي ر ضر ل ا Artinya: Kemudharatan harus disingkirkan
Menimbang, bahwa tujuan pernikahan adalah untuk membentuk rumah
tangga sakinah yang diliputi suasana mawaddah wa rahmah, sebagaimana tersebut
pada pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo pasal 2 dan pasal 3
Kompilasi Hukum Islam, dan disebutkan pula dalam al-Qur'an surat al-Rum ayat 21
sebagai berikut:
� ! " #�� ��$%& '() " ��%�� �$��*� �)�"+� ���,-� �� ��� ��. /� �*0� �� "
12
Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di
atas, Majelis berkesimpulan alasan perceraian yang didalilkan oleh Penggugat telah
terbukti dan telah memenuhi ketentuan pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 jo pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, pasal
116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, maka sesuai dengan pasal 149 ayat (1) R.bg
harus dinyatakan Tergugat tidak hadir dan gugatan Penggugat dapat dikabulkan
dengan verstek;
Menimbang, bahwa untuk memenuhi ketentuan pasal 84 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, maka secara ex officio
Majelis memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota
mengirimkan salinan putusan ini yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
kepada Pegawai Pencatat Nikah Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Kabupaten
Limapuluh Kota, dan Pegawai Pencatat Nikah Kecamatan Seibahar Utara,
Kabupaten Muaro Jambi, Propinsi Jambi, dan Pegawai Pencatat Nikah Kecamatan
Payakumbuh Barat, Kota Payakumbuh;
Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006, dan Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009, maka seluruh biaya perkara
dibebankan kepada Penggugat;
Mengingat semua peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dalil-
dalil hukum Islam yang berhubungan dengan perkara ini;
M E N G A D I L I
1. Menyatakan bahwa Tergugat yang telah dipanggil secara resmi dan patut untuk
datang menghadap di depan persidangan, tidak hadir;
2. Mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek;
3. Menjatuhkan talak satu bain sughra Tergugat (TERGUGAT) terhadap
Penggugat (PENGGUGAT);.
4. Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota
mengirimkan salinan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
kepada Pegawai Pencatat Nikah Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Kabupaten
Limapuluh Kota, dan Pegawai Pencatat Nikah Kecamatan Seibahar Utara,
13
Kabupaten Muaro Jambi, Propinsi Jambi, dan Pegawai Pencatat Nikah
Kecamatan Payakumbuh Barat, Kota Payakumbuh;
5. Membebankan kepada Penggugat untuk mmembayar biaya perkara yang hingga
kini dihitung sebesar Rp.711.000,- (tujuh ratus sebelas ribu rupiah);
Demikianlah diputus dalam sidang permusyawaratan Majelis Pengadilan
Agama Kabupaten Limapuluh Kota pada hari Rabu tanggal 29 Agustus 2012 M,
bertepatan dengan tanggal 11 Syawal 1433 H, oleh Drs. H. ELMUNIF, sebagai
Ketua Majelis, Dra. ZURNIATI dan SULOMO, S.Ag sebagai Hakim-Hakim
Anggota, yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota
dengan Penetapan Nomor :168/Pdt.G/2012/PA.LK tanggal 28 Agustus 2012 untuk
memeriksa perkara ini, dan diucapkan oleh Ketua Majelis tersebut dalam sidang
terbuka untuk umum pada hari itu juga dengan dihadiri oleh Hakim-Hakim
Anggota yang sama, serta HARMEN, S.Ag sebagai Panitera Pengganti dengan
dihadiri oleh Penggugat tanpa hadirnya Tergugat;
Hakim Anggota, Hakim Ketua,
Ttd. Ttd.
Dra. ZURNIATI Drs. H. ELMUNIF
Ttd.
SULOMO, S.Ag
Panitera Pengganti,
Ttd.
HARMEN, S.Ag
Rincian Biaya Perkara:
1. Biaya pendaftaran : Rp. 30.000,-
2. Biaya Pemberkasan : Rp. 50.000,-
3. Biaya Panggilan : Rp. 620.000,-
4. Biaya Meterai : Rp. 6000,-
5 Redaksi : Rp. 5000,-
J u m l a h : Rp. 711.000,-
14
1
P U T U S A N Nomor 170/Pdt.G/2012/PA.LK
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota di Tanjung Pati yang
memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama dalam persidangan
Majelis telah menjatuhkan putusan tentang Cerai Gugat dalam perkara:
PENGGUGAT, umur 38 tahun, agama Islam, pendidikan SD, pekerjaan
Buruh jahit bordir, tempat tinggal di KABUPATEN LIMAPULUH
KOTA, sebagai Penggugat;
Melawan:
TERGUGAT, umur 43 tahun, agama Islam, pendidikan SD, pekerjaan
Tani, tempat tinggal di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA, sebagai
Tergugat;
Pengadilan Agama tersebut;
Telah membaca dan mempelajari berkas perkara;
Telah mendengar keterangan Penggugat dan Saksi-Saksi di persidangan;
TENTANG DUDUK PERKARANYA
Bahwa Penggugat dengan surat gugatannya tertanggal 22 Mei 2012, yang
telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota
dalam Register Perkara Nomor 170/Pdt.G/2012/PA.LK, tanggal 22 Mei 2012 telah
mengajukan Cerai Gugat terhadap Tergugat dengan dalil-dalil dan alasan-alasan
sebagai berikut:
1. Bahwa Penggugat termasuk keluarga miskin yang hanya bekerja sebagai
seorang buruh jahit bordir yang berpenghasilan Rp. 30.000,- seminggu sehingga
penghasilan Penggugat Rp. 120.000,- sebulan, penghasilan tersebut tidak cukup
untuk kebutuhan sehari-hari dan Penggugat mendapatkan JAMKESMAS.
Sesuai juga dengan Surat Keterangan Tidak Mampu nomor: 170/SKTM-
BG/V/2012 yang dikeluarkan oleh Wali Nagari Baruah Gunuang tanggal 18
Mei 2012;
2. Bahwa berdasarkan dalil di atas Penggugat tidak mampu membayar perkara ini,
oleh karena itu, Penggugat mohon diizinkan berpekara secara Prodeo/Cuma-
Cuma;
3. Bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami isteri yang sah menikah pada
tanggal 02 Juli 1992 di rumah keluarga Penggugat di KABUPATEN
2
LIMAPULUH KOTA, yang tercatat dalam Kutipan Akta Nikah Nomor: ------,
yang dikeluarkan oleh PPN/KUA Kecamatan Suliki, Kabupaten Limapuluh
Kota, tanggal 20 Juli 1992;
4. Bahwa setelah menikah Penggugat dan Tergugat membina rumah tangga di
rumah orang tua Penggugat di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA selama 1
minggu, kemudian sering berpindah-pindah tempat tinggal dan terakhir tinggal
di rumah orang tua Penggugat di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA, sampai
dengan berpisah;
5. Bahwa dari pernikahan Penggugat dan Tergugat telah dikaruniai anak 3 (tiga)
orang yang bernama:
5.1. ANAK I, laki-laki, lahir tanggal 12 Desember 1993.
5.2. ANAK II, perempuan, lahir tanggal 27 Desember 1994.
5.3. ANAK III, perempuan, lahir tanggal 16 Oktober 2009.
6. Bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat yang rukun dan damai selama 1
minggu, dan setelah itu tidak harmonis lagi, sejak dari tahun 1992 sampai tahun
2011 dan selama itu sering terjadi perselisihan dan pertengkaran disebabkan:
6.1 Bulan Juli 1992 seminggu setelah pernikahan Penggugat dengan Tergugat
dikarenakan sewaktu Penggugat mengatakan kepada Tergugat kalau belanja
sekali seminggu tidak tiap hari tapi Tergugat salah pengertian dan
mengatakan kalau Tergugat tidak membawa uang banyak, sehingga
Tergugat mendorong bahu Penggugat;
6.2 Bulan September 1992 Penggugat tidak sengaja menyenggol Tergugat
dengan payung Penggugat sehingga Tergugat mengumpulkan pakaiannya
dan ingin pergi dari kediaman bersama, namun Penggugat mencegahnya
tetapi Tergugat mematahkan ibu jari Penggugat dan pergi ke rumah orang
tuanya di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA, selama lebih kurang 1
bulan setelah itu rukun kembali;
6.3 Tergugat sering marah kepada Penggugat karena hal kecil dan sering
berlaku kasar kepada Penggugat bahkan Tergugat menendang dada
Penggugat padahal Penggugat sedang hamil dan anak tersebut akhirnya
meninggal dunia, namun antara Penggugat dan Tergugat tetap serumah;
7. Bahwa pertengkaran kembali terjadi bulan Januari 2012 disebabkan sewaktu
Penggugat setelah mandi pada sore hari dan Tergugat ingin melakukan
hubungan suami isteri, namun Penggugat menolak karena waktu shalat ashar
akan datang sehingga Tergugat marah dan membenturkan kepalanya ke telingga
3
Penggugat sehingga gendang telinga Penggugat pecah, namun antara Penggugat
dan Tergugat tetap serumah;
8. Bahwa pada tanggal 10 Mei 2012 kembali terjadi pertengkaran disebabkan
Penggugat tidak mau melayani Tergugat dikarenakan Penggugat sakit hati
kepada Tergugat setelah menendang telinga anak Penggugat dan Tergugat,
sehingga Tergugat menduduki dada Penggugat sambil mencekik leher
Penggugat, namun tetap serumah;
9. Bahwa pertengkaran terakhir terjadi pada tanggal 15 Mei 2012 disebabkan anak
keempat Pengugat dan Tergugat ingin ikut pergi bersama Tergugat, namun
Tergugat mendorong anak Penggugat dan Tergugat tersebut sehingga
Penggugat marah kepada Tergugat, kemudian Tergugat menjatuhkan Penggugat
dan menginjak dada Penggugat, setelah itu Tergugat pergi sampai dengan
sekarang;
10. Bahwa sejak kejadian tersebut, antara Penggugat dan Tergugat telah berpisah
selama 6 hari dan selama itu antara Penggugat dan Tergugat tidak pernah
dilakukan upaya damai;
11. Bahwa Penggugat sudah tidak ada harapan terciptanya suasana hidup rukun dan
tentram dalam mahligai rumah tangga, dengan keadaan yang sudah sedemikian
itu Penggugat sudah tidak ada kecocokan lagi dalam membina rumah tangga
dan tidak ada harapan serta sudah tidak sanggup lagi untuk melanjutkan hidup
berumah tangga dengan Tergugat, karena itu sesuai dengan pasal 19 huruf (f)
Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 Jo Pasal 116 huruf (f) Kompilasi
Hukum Islam cukup alasan bagi Gugatan Penggugat;
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Penggugat memohon kepada Ketua
Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota c.q. Majelis Hakim kiranya
berkenan menerima, memeriksa, mengadili dan menjatuhkan putusan sebagai
berikut:
PRIMER:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat;
2. Menjatuhkan talak satu bain sughra Tergugat (TERGUGAT) terhadap
Penggugat (PENGGUGAT);
3. Membebaskan biaya perkara menurut hukum;
SUBSIDER:
Jika Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya;
Bahwa pada hari sidang yang telah ditetapkan, Penggugat hadir menghadap
sendiri di persidangan, sedangkan Tergugat tidak pernah hadir dan tidak pula
4
menyuruh orang lain sebagai wakil/kuasanya, meskipun telah dipanggil secara
resmi dan patut untuk menghadap di persidangan, sesuai relaas panggilan Jurusita
Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota Nomor 170/Pdt.G/2012/PA.LK
masing-masing tanggal 28 Mei 2012, tanggal 08 Juni 2012 dan tanggal 22 Juni
2012, yang dibacakan di persidangan dan tidak ternyata ketidakhadiran Tergugat itu
disebabkan suatu alasan yang sah menurut hukum;
Bahwa berdasarkan putusan sela Nomor 170/Pdt.G/2012/PA.LK tanggal 14
Juni 2012, Penggugat diizinkan untuk berperkara secara prodeo (Cuma-Cuma);
Bahwa Majelis telah berusaha mendamaikan dengan menasehati Penggugat
agar bersabar dan rukun kembali dengan Tergugat, akan tetapi tidak berhasil;
Bahwa oleh karena Tergugat tidak pernah hadir di persidangan, maka usaha
mediasi tidak dapat dilaksanakan;
Bahwa selanjutnya dibacakan surat gugatan Penggugat yang isinya tetap
dipertahankan oleh Penggugat;
Bahwa untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya Penggugat telah
mengajukan alat bukti berupa:
1. Bukti Surat
Fotokopi Kutipan Akta Nikah Nomor ------, tanggal 20 Juli 1992 yang
dikeluarkan oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan
Suliki, Kabupaten Limapuluh Kota, bermeterai cukup dan di-nazegeling, yang
oleh Ketua Majelis telah dicocokkan dengan aslinya ternyata cocok, diberi
tanggal, diparaf, dan diberi tanda P;
2. Bukti Saksi
2.1. SAKSI I, umur 49 tahun, agama Islam, pekerjaan Rumah tangga,
bertempat tinggal di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA, telah
memberikan keterangannya di bawah sumpah yang pada pokoknya sebagai
berikut:
- Bahwa Saksi kenal dengan Penggugat dan Tergugat karena Saksi
bertetangga dengan kakak Penggugat;
- Bahwa hubungan Penggugat dengan Tergugat adalah suami istri, yang
menikah lebih kurang 20 tahun yang lalu;
- Bahwa setelah menikah Penggugat dengan Tergugat membina rumah
tangga di rumah orang tua Penggugat di KABUPATEN LIMAPULUH
KOTA, kemudian berpindah-pindah dan terakhir tinggal di rumah
orang tua Penggugat sampai dengan berpisah;
- Bahwa Penggugat dengan Tergugat telah dikaruniai 3 orang anak;
5
- Bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat tidak rukun karena
sering berselisih dan bertengkar dan apa penyebabnya Saksi tidak tahu
pasti;
- Bahwa dalam pertengkaran tersebut Tergugat sering melakukan
kekerasan, seperti memukul dan menendang Penggugat, hal ini Saksi
ketahui karena melihat bekas biru di tubuh Penggugat dan juga Saksi
yang mengantarkannya ke dokter untuk divisum;
- Bahwa sekarang antara Penggugat dan Tergugat telah berpisah tempat
tinggal;
- Bahwa selama berpisah Tergugat tidak pernah memberi nafkah untuk
Penggugat dan anaknya;
- Bahwa selama berpisah tidak ada usaha untuk mendamaikan rumah
tangga kedua belah pihak;
2.2. SAKSI II, umur 52 tahun, agama Islam, pekerjaan Tani, bertempat tinggal
di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA, telah memberikan keterangannya
di bawah sumpah yang pada pokoknya sebagai berikut:
- Bahwa Saksi adalah paman Penggugat, sedangkan Tergugat adalah
suami Penggugat;
- Bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami istri, yang menikah pada
tahun 1992 yang lalu;
- Bahwa setelah menikah Penggugat dengan Tergugat membina rumah
tangga di rumah orang tua Penggugat di KABUPATEN LIMAPULUH
KOTA, kemudian berpindah-pindah dan terakhir tinggal di rumah
orang tua Penggugat sampai dengan berpisah;
- Bahwa Penggugat dengan Tergugat telah dikaruniai 3 orang anak;
- Bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat tidak rukun karena
sering berselisih dan bertengkar yang disebabkan Tergugat sering
melakukan kekerasan (emosi tidak terkendali) terhadap Penggugat,
seperti memukul dan menendang disamping itu Tergugat juga kurang
memberi belanja untuk Penggugat;
- Bahwa sekarang antara Penggugat dan Tergugat telah berpisah tempat
tinggal;
- Bahwa selama berpisah Tergugat tidak pernah memberi nafkah untuk
Penggugat dan anaknya;
- Bahwa selama berpisah tidak ada usaha untuk mendamaikan rumah
tangga kedua belah pihak;
6
Bahwa atas keterangan para Saksi tersebut Penggugat membenarkannya dan
menyatakan tidak akan mengajukan alat bukti lagi;
Bahwa Penggugat menyatakan dalam kesimpulannya, yang pada pokoknya
tetap dengan dalil-dalil gugatannya untuk bercerai dari Tergugat dan mohon
putusan;
Bahwa untuk mempersingkat uraian putusan ini cukup ditunjuk segala hal
yang telah termuat dalam berita acara persidangan perkara ini yang dianggap
sebagai satu kesatuan tak terpisahkan dalam putusan ini;
TENTANG HUKUMNYA
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah
sebagaimana tersebut di atas;
Menimbang, bahwa sesuai dengan pasal 49 ayat (1) huruf (a) Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50
Tahun 2009, maka penyelesaian perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam di bidang perkawinan merupakan wewenang absolut Pengadilan
Agama;
Menimbang, bahwa Majelis telah berusaha mendamaikan dengan
menasehati Penggugat agar bersabar dan rukun kembali dengan Tergugat,
sebagaimana ketentuan pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo
pasal 82 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009
jo pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 serta pasal 143 ayat (1)
Kompilasi Hukum Islam, akan tetapi tidak berhasil;
Menimbang, bahwa berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia (PERMA) Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,
semua perkara yang masuk ke pengadilan terlebih dahulu harus dilaksanakan
mediasi, akan tetapi dalam perkara yang bersangkutan karena pihak Tergugat tidak
pernah hadir, maka mediasi tidak dapat dilaksanakan;
Menimbang, bahwa Penggugat telah datang menghadap sendiri (in person)
di persidangan, sedangkan Tergugat tidak pernah hadir di persidangan dan tidak
pula mengirimkan orang lain selaku wakil atau kuasanya yang sah untuk hadir di
persidangan meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut sesuai pasal 26
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, dan tidak ternyata ketidakhadiran
Tergugat itu disebabkan suatu alasan yang sah menurut hukum (default without
7
reason) sesuai pasal 149 ayat (1) R.bg, maka harus dinyatakan Tergugat tidak hadir
dan perkara a quo dapat diperiksa tanpa hadirnya Tergugat;
Menimbang, bahwa tidak hadirnya Tergugat di persidangan, dapat dianggap
tidak bermaksud untuk mempertahankan hak-hak keperdataannya dan atau
membela kepentingannya di persidangan, mengakui dan membenarkan semua
Posita dan Petitum dalam surat gugatan Penggugat, sedangkan gugatan Penggugat
juga tidak ternyata melawan hukum, oleh karena itu seluruh dalil-dalil gugatan
Penggugat harus dinyatakan telah terbukti;
Menimbang, bahwa Majelis sependapat dan mengambil alih pendapat ahli
fiqih dalam Kitab Ahkamul Qur'an Juz II hal 405 yang berbunyi:
نم ىعلى دم ااكح نكام مح نيملسالم لمجب وي وفه مق لا ظالح له Artinya: Barang siapa yang dipanggil untuk menghadap Hakim Islam, kemudian
tidak menghadap maka ia termasuk orang yang zalim, dan gugurlah
haknya.
Menimbang, bahwa karena perkara ini adalah mengenai bidang perceraian
yang dinilai penting untuk ditemukan kebenaran materiilnya, dan untuk lebih
meyakinkan majelis atas dalil-dalil gugatan Penggugat, maka sesuai dengan
Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor KMA/032/SK/IV/2006 tanggal 4 April
2006 tentang Pemberlakuan Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis
Peradilan Agama, Edisi Revisi 2010, Majelis berpendapat Penggugat diwajibkan
untuk mengajukan bukti-bukti yang dapat mendukung dalil-dalil posita dan petitum
gugatannya;
Menimbang, bahwa Majelis sependapat dan mengambil alih hujjah
syari’ah dalam Kitab Al-Anwar Juz II halaman 55 yang untuk selanjutnya diambil
alih sebagai pendapat Majelis yang berbunyi :
بالبينــة اثبـاتـه جـاز غـيبــة أو توار أو بتعـزز تعـزز فانArtinya: Apabila dia (Tergugat) enggan hadir, atau bersembunyi atau tidak
diketahui alamatnya (ghaib), perkara ini dapat diputus berdasarkan bukti-
bukti (persaksian);
Menimbang, bahwa alasan Penggugat mengajukan Cerai Gugat terhadap
Tergugat adalah sebagai berikut:
8
- Bahwa selama Penggugat dan Tergugat membina rumah tangga yang rukun dan
damai selama 1 minggu, dan setelah itu tidak harmonis lagi karena sering terjadi
perselisihan dan pertengkaran disebabkan Tergugat sering melakukan kekerasan
(emosi tidak terkendali) terhadap Penggugat, seperti memukul dan menendang
disamping itu Tergugat juga kurang memberi belanja untuk Penggugat;
- Bahwa sekarang Penggugat dengan Tergugat telah berpisah tempat tinggal;
- Bahwa selama berpisah Tergugat tidak pernah memberi nafkah dan belanja
untuk Penggugat dan anak serta tidak ada pula usaha untuk mendamaikan kedua
belah pihak;
Menimbang, bahwa terhadap alat bukti tertulis berupa fotokopi Kutipan
Akta Nikah yang diajukan Penggugat, Majelis berpendapat alat bukti tersebut telah
memenuhi persyaratan formil karena merupakan fotokopi sah dari suatu akta
autentik, khusus dibuat sebagai alat bukti, telah diberi meterai cukup sesuai
ketentuan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 dan telah di-
nazegeling, secara materiil dapat dipertimbangkan karena alat bukti tersebut
memuat keterangan yang menguatkan dan relevan dengan dalil gugatan Penggugat
sehingga harus dinyatakan secara formil dan materiil alat bukti tersebut dapat
diterima;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti yang diajukan Penggugat tersebut
maka harus dinyatakan terbukti Penggugat dengan Tergugat telah dan masih terikat
dalam perkawinan yang sah sesuai dengan ketentuan pasal 285 R.Bg jo pasal 2 ayat
(1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo pasal 7 ayat (1) Kompilasi
Hukum Islam, dengan demikian Penggugat dengan Tergugat telah mempunyai
hubungan dan kapasitas hukum untuk menjadi pihak dalam perkara ini (persona
legal standing in judicio), karenanya Penggugat mempunyai kualitas untuk
mengajukan tuntutan dalam sengketa bidang perkawinan;
Menimbang, bahwa oleh karena alasan gugatan perceraian yang diajukan
Penggugat berkenaan dengan ketentuan pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975 jo pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam, sehingga untuk
mengetahui dengan jelas mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran
antara Penggugat dan Tergugat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 22
ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan pasal 134 Kompilasi
Hukum Islam, maka Majelis perlu mendengarkan keterangan pihak keluarga atau
orang-orang yang dekat dengan suami istri tersebut;
9
Menimbang, bahwa Penggugat telah menghadirkan 2 (dua) orang saksi yang
berasal dari pihak keluarga atau orang-orang yang dekat, dan telah memberikan
keterangannya di bawah sumpah yang pada pokoknya sebagai berikut:
- Bahwa Penggugat dengan Tergugat adalah suami istri dan telah dikaruniai 3
orang anak;
- Bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat akhir-akhir ini tidak rukun karena
sering berselisih dan bertengkar yang disebabkan Tergugat sering melakukan
kekerasan (emosi tidak terkendali) terhadap Penggugat, seperti memukul dan
menendang disamping itu Tergugat juga kurang memberi belanja untuk
Penggugat;
- Bahwa sekarang antara Penggugat dan Tergugat telah berpisah tempat tinggal;
- Bahwa selama berpisah Tergugat tidak pernah memberi nafkah untuk Penggugat
dan anaknya;
Menimbang, bahwa terhadap alat bukti dua orang saksi yang diajukan
Penggugat di persidangan, Majelis berpendapat kedua orang saksi tersebut telah
memenuhi persyaratan formil, sesuai dengan ketentuan pasal 171-172 R.Bg.
sehingga dapat diterima, dan secara materiil dapat dipertimbangkan karena
keterangannya saling bersesuaian dan saling menguatkan serta relevan dengan dalil-
dalil gugatan Penggugat, sesuai dengan ketentuan pasal 308-309 R.Bg.;
Menimbang, bahwa berdasarkan alat-alat bukti tersebut yang dihubungkan
dengan dalil-dalil gugatan Penggugat, maka Majelis menemukan fakta-fakta yuridis
yang telah dikonstatir sebagai berikut:
- Bahwa terbukti benar rumah tangga Penggugat dan Tergugat tidak rukun lagi
karena sering terjadi perselisihan dan pertengkaran;
- Bahwa penyebab perselisihan dan pertengkaran itu karena Tergugat sering
melakukan kekerasan (emosi tidak terkendali) terhadap Penggugat, seperti
memukul dan menendang disamping itu Tergugat juga kurang memberi belanja
untuk Penggugat;
- Bahwa terbukti benar akibat dari perselisihan dan pertengkaran tersebut
Penggugat dan Tergugat berpisah tempat tinggal sampai sekarang;
Menimbang, bahwa tujuan pernikahan adalah untuk membentuk rumah
tangga sakinah yang diliputi suasana mawaddah wa rahmah, sebagaimana
dikehendaki oleh al-Qur'an surat al-Rum ayat 21 dan rumusan pasal 1 Undang-
10
Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo pasal 2 dan pasal 3 Kompilasi Hukum Islam,
namun melihat kenyataan dalam rumah tangga Penggugat dan Tergugat tujuan
tersebut di atas sudah tidak mungkin lagi dapat terwujud;
Menimbang, bahwa menurut ajaran Islam perceraian adalah merupakan
perbuatan yang tidak terpuji, namun demikian dalam hal suatu perkawinan yang
sudah tidak dapat dipertahankan lagi keutuhannya karena telah pecah, sehingga
menimbulkan mafsadat yang lebih besar dari pada maslahatnya, maka perceraian
dibolehkan;
Menimbang, bahwa dari apa yang diuraikan di atas, maka Majelis
berpendapat pintu perceraian dapat dibuka guna menghindarkan para pihak dari
kemelut rumah tangga yang berkepanjangan yang akan membawa mudharat kepada
kehidupan Penggugat dan Tergugat apabila rumah tangga tetap dipertahankan,
sedangkan kemudharatan harus disingkirkan sebagaimana kaidah fiqhiyah yang
berbunyi:
يزال الضررArtinya: Kemudharatan harus disingkirkan
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di
atas, Majelis berkesimpulan, harus dinyatakan Tergugat tidak hadir sesuai dengan
pasal 149 ayat (1) R.bg dan alasan perceraian yang didalilkan oleh Penggugat telah
terbukti dan telah memenuhi ketentuan pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 jo pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, pasal
116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, maka gugatan Penggugat dapat dikabulkan
dengan verstek;
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan pasal 84 Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, maka secara ex officio Majelis
memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota
mengirimkan salinan putusan ini yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
kepada Pegawai Pencatat Nikah Kecamatan Bukik Barisan dan Pegawai Pencatat
Nikah Kecamatan Guguak, Kabupaten Limapuluh Kota;
Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006, dan Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009, maka seluruh biaya perkara
dibebankan kepada Penggugat;
11
Mengingat semua peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dalil-
dalil hukum Islam yang berhubungan dengan perkara ini;
M E N G A D I L I
1. Menyatakan bahwa Tergugat yang telah dipanggil secara resmi dan patut untuk
datang menghadap di depan persidangan, tidak hadir;
2. Mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek;
3. Menjatuhkan talak satu bain shughra Tergugat (TERGUGAT) terhadap
Penggugat (PENGGUGAT);
4. Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota
mengirimkan salinan putusan ini yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
kepada Pegawai Pencatat Nikah Kecamatan Bukik Barisan dan Pegawai
Pencatat Nikah Kecamatan Guguak, Kabupaten Limapuluh Kota;
5. Biaya yang timbul dalam perkara ini yang hingga kini dihitung sebesar
Rp. 161.000,- (seratus enam puluh satu ribu rupiah) dibebankan kepada Negara;
Demikianlah diputus dalam sidang permusyawaratan Majelis Pengadilan
Agama Kabupaten Limapuluh Kota pada hari Kamis tanggal 28 Juni 2012 M,
bertepatan dengan tanggal 8 Syakban 1433 H, oleh Dra. Hj. ATMIYARTI, sebagai
Ketua Majelis, SAMSUL FADLI, S.Pd. SH dan AHYAR SIDDIQ, SEI. MHI
sebagai Hakim-Hakim Anggota, yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama
Kabupaten Limapuluh Kota dengan Penetapan Nomor 170/Pdt.G/2012/PA.LK
tanggal 23 Mei 2012 untuk memeriksa perkara ini, dan diucapkan oleh Ketua
Majelis tersebut dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga dengan
dihadiri oleh Hakim-Hakim Anggota yang sama, serta MASRI JAFRI sebagai
Panitera Pengganti dengan dihadiri oleh Penggugat tanpa hadirnya Tergugat.
Hakim Anggota, Hakim Ketua,
ttd. ttd.
SAMSUL FADLI, S.Pd. SH Dra. Hj. ATMIYARTI
ttd.
12
AHYAR SIDDIQ, SEI. MHI
Panitera Pengganti,
ttd.
MASRI JAFRI
Rincian Biaya Perkara:
1. Biaya Panggilan : Rp. 150.000,-
2. Biaya Meterai : Rp. 6.000,-
3. Redaksi : Rp. 5.000,-
J u m l a h : Rp. 161.000,-
1
P U T U S A N Nomor 175/Pdt.G/2012/PA.LK
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota di Tanjung Pati yang
memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama dalam persidangan
Majelis telah menjatuhkan putusan dalam perkara:
PENGGUGAT, umur 39 tahun, agama Islam, pendidikan SD, pekerjaan
Rumah tangga, tempat tinggal di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA,
sebagai Penggugat;
Melawan:
TERGUGAT, umur 40 tahun, agama Islam, pendidikan SD, pekerjaan
Buruh tani, tempat tinggal di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA,
sebagai Tergugat;
Pengadilan Agama tersebut;
Telah membaca dan mempelajari berkas perkara;
Telah mendengar keterangan Penggugat dan Saksi-Saksi di persidangan;
TENTANG DUDUK PERKARANYA
Bahwa Penggugat dengan surat gugatannya tertanggal 24 Mei 2012, yang
telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota
dalam Register Perkara Nomor 175/Pdt.G/2012/PA.LK, tanggal 25 Mei 2012 telah
mengajukan Cerai Gugat terhadap Tergugat dengan dalil-dalil dan alasan-alasan
yang pada pokoknya sebagai berikut:
1. Bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami istri menikah pada tanggal 08
Maret 1991 di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA yang tercatat dalam
Kutipan Akta Nikah Nomor ------, yang dikeluarkan oleh PPN/KUA Kecamatan
Gunuang Omeh, tanggal 11 Maret 1991;
2. Bahwa perkawinan antara Penggugat dan Tergugat dilangsungkan tidak
berdasarkan kehendak kedua belah pihak, namun karena dijodohkan oleh ayah
Penggugat;
3. Bahwa setelah menikah Penggugat dan Tergugat membina rumah tangga di
rumah orang tua Penggugat di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA selama 15
2
tahun kemudian pindak ke rumah sendiri di alamat yang sama sampai dengan
berpisah;
4. Bahwa dari pernikahan Penggugat dan Tergugat telah dikaruniai 5 (lima) anak
laki-laki, masing-masing bernama:
4.1. ANAK I, lahir tanggal 17 Mei 1992;
4.2. ANAK II, lahir tanggal 14 Juni 2000;
4.3. ANAK III, lahir tanggal 22 Maret 2002;
4.4. ANAK IV, lahir tanggal 30 April 2006;
4.5. ANAK V, lahir tanggal 15 September 2009;
5. Bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat yang rukun dan damai selama 8
tahun, setelah itu sejak dari tahun 2000 sampai tahun 2012 tidak harmonis lagi,
sering terjadi perselisihan dan pertengkaran;
6. Bahwa pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat dimulai pada bulan
Oktober tahun 2000 disebabkan Tergugat menggendong anak kedua yang masih
berumur 4 bulan, anak tersebut menangis Tergugat tidak senang mendengar
tangisan anak tersebut dan menyerahkan anak tersebut kepada Penggugat
dengan kesal, dan marah-marah dan berakhir dengan menampar telinga
Penggugat sampai tuli, setelah pertengkaran Tergugat pergi meninggalkan
kediaman bersama selama 2 bulan, setelah itu rukun kembali;
7. Bahwa pada bulan Maret 2001, kembali terjadi pertengkaran antara Penggugat
dan Tergugat disebabkan Tergugat tidak dapat memenuhi kebutuhan rumah
tangga, sampai beras pun tidak ada untuk dimasak, padahal Tergugat bekerja,
dalam pertengkaran tersebut Tergugat kembali memukul Penggugat;
8. Bahwa pertengkaran dengan sebab yang sama seperti pada point (7) terjadi
terus menerus, dan setiap terjadi pertengkaran tersebut Tergugat selalu
memukul Penggugat, namun Penggugat dan Tergugat tetap tinggal bersama;
9. Bahwa pada bulan Juli 2011 terjadi lagi pertengkaran antara Penggugat dan
Tergugat disebabkan anak pertama Penggugat dan Tergugat ingin memakai
sepeda motor untuk pergi bekerja, tetapi Tergugat tidak mengizinkan, namun
anak tersebut tetap membawanya, sehingga Tergugat marah kepada Penggugat
akan memukul Penggugat dengan kayu, tetapi tidak kena, setelah itu Tergugat
pergi meninggalkan kediaman bersama selama 3 bulan, kemudian rukun
kembali;
10. Bahwa pertengkaran terakhir antara Penggugat dan Tergugat terjadi pada
pertengahan bulan Januari 2012 disebabkan ketika Penggugat ingin memasak
nasi, ternyata beras habis, dan Penggugat meminta uang kepada Tergugat untuk
3
membeli beras, namun Tergugat tidak mau memberikan uang kepada
Penggugat, padahal Tergugat punya uang Penggugat mengetahui karena baru
saja pulang dari bekerja, yang mengakibatkan Tergugat pergi meninggalkan
kediaman bersama pulang ke rumah orang tua Tergugat;
11. Bahwa sejak kejadian tersebut Tergugat tidak pernah kembali lagi kepada
Penggugat, sehingga antara Penggugat dan Tergugat telah berpisah selama 4
bulan;
12. Bahwa selama berpisah, Tergugat tidak pernah memberikan nafkah kepada
Penggugat dan antara Penggugat dan Tergugat juga tidak pernah dilakukan
upaya damai;
13. Bahwa dari uraian di atas Penggugat menyimpulkan, Penggugat telah menepis
terciptanya suasana hidup rukun dan tentram dalam mahligai rumah tangga,
dengan keadaan yang sudah demikian itu Penggugat sudah tidak ada kecocokan
lagi dalam membina rumah tangga dan tidak ada harapan serta sudah tidak
sanggup lagi untuk melanjutkan hidup berumah tangga dengan Tergugat, karena
itu cukup alasan bagi Gugatan Penggugat;
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Penggugat memohon kepada Ketua
Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota c.q. Majelis Hakim kiranya
berkenan menerima, memeriksa, mengadili dan menjatuhkan putusan sebagai
berikut:
PRIMER:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat;
2. Menjatuhkan talak satu bain sughra Tergugat (TERGUGAT) terhadap
Penggugat (PENGGUGAT);
3. Menetapkan biaya perkara sesuai peraturan yang berlaku;
S U B S I D E R:
Jika Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya;
Bahwa pada hari sidang yang telah ditetapkan, Penggugat hadir menghadap
sendiri di persidangan, sedangkan Tergugat tidak pernah hadir dan tidak pula
menyuruh orang lain sebagai wakil/kuasanya, meskipun telah dipanggil secara
resmi dan patut untuk menghadap di persidangan, sesuai relaas panggilan Jurusita
Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota Nomor 175/Pdt.G/2012/PA.LK
masing-masing tanggal 5 Juni 2012 dan tanggal 14 Juni 2012, yang dibacakan di
persidangan dan tidak ternyata ketidakhadiran Tergugat itu disebabkan suatu alasan
yang sah menurut hukum;
4
Bahwa Majelis telah berusaha mendamaikan dengan menasehati Penggugat
agar bersabar dan rukun kembali dengan Tergugat, akan tetapi tidak berhasil;
Bahwa oleh karena Tergugat tidak pernah hadir di persidangan, maka usaha
mediasi tidak dapat dilaksanakan;
Bahwa selanjutnya dibacakan surat gugatan Penggugat yang isinya tetap
dipertahankan oleh Penggugat;
Bahwa untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya Penggugat telah
mengajukan alat bukti berupa:
1. Bukti Surat
Fotokopi Kutipan Akta Nikah Nomor ------, tanggal 11 Maret 1991 yang
dikeluarkan oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan
Gunuang Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota, bermeterai cukup dan di-
nazegeling, yang oleh Ketua Majelis telah dicocokkan dengan aslinya ternyata
cocok, diberi tanggal, diparaf, dan diberi tanda P;
2. Bukti Saksi
2.1. SAKSI I, umur 40 tahun, agama Islam, pekerjaan tani, bertempat tinggal di
KABUPATEN LIMAPULUH KOTA, telah memberikan keterangannya di
bawah sumpah yang pada pokoknya sebagai berikut:
- Bahwa Saksi kenal dengan Penggugat dari kecil karena bertetangga
sedangkan Tergugat sebagai suami Penggugat Saksi kenal sejak menikah
dengan Penggugat;
- Bahwa Penggugat dan Tergugat setelah menikah membina rumah tangga
di tempat Penggugat sampai berpisah tempat tinggal, selama perkawinan
telah dikaruniai 5 orang anak;
- Bahwa sepengetahuan saksi rumah tangga Penggugat dan Tergugat
sekarang tidak rukun lagi, sering terjadi perselisihan dan pertengkaran
disebabkan Tergugat tidak bertanggung jawab terhadap nafkah Penggugat
dan anak-anak;
- Bahwa Saksi pernah melihat dan mendengar Penggugat dan Tergugat
bertengkar dua kali, ketika Saksi lewat di depan rumah Penggugat;
- Bahwa sepengetahuan Saksi karena pertengkaran yang terjadi antara
Penggugat dengan Tergugat, sudah 3 kali Tergugat meninggalkan tempat
tinggal bersama, setelah didamaikan berbaik kembali;
- Bahwa sekarang Penggugat dengan Tergugat telah berpisah tempat tinggal
selama 5 bulan, dan usaha damai dari kedua belah pihak dan keluarga
masing-masing sepengetahuan Saksi tidak ada lagi;
5
2.2. SAKSI II, umur 20 tahun, agama Islam, pekerjaan tani, bertempat tinggal
di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA., telah memberikan
keterangannya di bawah sumpah yang pada pokoknya sebagai berikut:
- Bahwa Saksi kenal dengan Penggugat sejak kecil karena bertetangga dan
kenal dengan Tergugat sejak menikah dengan Penggugat;
- Bahwa Penggugat dan Tergugat setelah menikah membina rumah tangga
di rumah orang tua Penggugat, dari perkawinan telah dikaruniai 5 orang
anak;
- Bahwa Sepengetahuan Saksi rumah tangga Penggugat dan Tergugat
sekarang tidak rukun lagi, mereka sudah berpisah sejak 4 bulan;
- Bahwa Penyebabnya sering terjadi perselisihan dan peretenkaran karena
Tergugat kurang bertanggung jawab terhadap nafkah Penggugat dan anak;
- Bahwa Saksi ada 4 kali mendengar dan melihat pertengkaran yang terjadi
antara Penggugat dengan Tergugat;
- Bahwa akibat perselisihan dan pertengkaran tersebut Tergugat telah 4 kali
monggok (meninggalkan tempat tinggal bersama) dalam pertengkaran
setelah didamaikan mereka berbaik kembali;
- Bahwa dalam pertengkaran tersebut Saksi pernah melihat Tergugat
melakukan kekerasan dengan memukul Penggugat hingga bibirnya
berdarah;
- Bahwa semenjak berpisah terakhir ini tidak ada lagi usaha damai yang
dilakukan pihak keluarga;
Bahwa atas keterangan para Saksi tersebut Penggugat membenarkannya dan
menyatakan tidak akan mengajukan alat bukti lagi;
Bahwa Penggugat menyatakan dalam kesimpulannya, yang pada pokoknya
tetap dengan dalil-dalil gugatannya untuk bercerai dari Tergugat dan mohon
putusan;
Bahwa untuk mempersingkat uraian putusan ini cukup ditunjuk segala hal
yang telah termuat dalam berita acara persidangan perkara ini yang dianggap
sebagai satu kesatuan tak terpisahkan dalam putusan ini;
TENTANG HUKUMNYA
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah
sebagaimana tersebut di atas;
6
Menimbang, bahwa sesuai dengan pasal 49 ayat (1) huruf (a) Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50
Tahun 2009, maka penyelesaian perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam di bidang perkawinan merupakan wewenang absolut Pengadilan
Agama;
Menimbang, bahwa Majelis telah berusaha mendamaikan dengan
menasehati Penggugat agar bersabar dan rukun kembali dengan Tergugat,
sebagaimana ketentuan pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo
pasal 82 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009
jo pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 serta pasal 143 ayat (1)
Kompilasi Hukum Islam, akan tetapi tidak berhasil;
Menimbang, bahwa berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia (PERMA) Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,
semua perkara yang masuk ke pengadilan terlebih dahulu harus dilaksanakan
mediasi, akan tetapi dalam perkara yang bersangkutan karena pihak Tergugat tidak
pernah hadir, maka mediasi tidak dapat dilaksanakan;
Menimbang, bahwa Penggugat telah datang menghadap sendiri (in person)
di persidangan, sedangkan Tergugat tidak pernah hadir di persidangan dan tidak
pula mengirimkan orang lain selaku wakil atau kuasanya yang sah untuk hadir di
persidangan meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut sesuai pasal 26
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, dan tidak ternyata ketidakhadiran
Tergugat itu disebabkan suatu alasan yang sah menurut hukum (default without
reason) sesuai pasal 149 ayat (1) R.bg, maka harus dinyatakan Tergugat tidak hadir
dan perkara a quo dapat diperiksa tanpa hadirnya Tergugat;
Menimbang, bahwa tidak hadirnya Tergugat di persidangan, dapat dianggap
tidak bermaksud untuk mempertahankan hak-hak keperdataannya dan atau
membela kepentingannya di persidangan,
Menimbang, bahwa Majelis sependapat dan mengambil alih pendapat ahli
fiqih dalam Kitab Ahkamul Qur'an Juz II hal 405 yang berbunyi:
نم ىعلى دم ااكح نكام مح نيملسالم لمجب وي وفه مق لا ظالح له Artinya: Barang siapa yang dipanggil untuk menghadap Hakim Islam, kemudian
tidak menghadap maka ia termasuk orang yang zalim, dan gugurlah haknya.
7
Menimbang, bahwa karena perkara ini adalah mengenai bidang perceraian
yang dinilai penting untuk ditemukan kebenaran materiilnya, dan untuk lebih
meyakinkan majelis atas dalil-dalil gugatan Penggugat, maka sesuai dengan
Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor KMA/032/SK/IV/2006 tanggal 4 April
2006 tentang Pemberlakuan Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis
Peradilan Agama, Edisi Revisi 2010, Majelis berpendapat Penggugat diwajibkan
untuk mengajukan bukti-bukti yang dapat mendukung dalil-dalil posita dan petitum
gugatannya;
Menimbang, bahwa Majelis sependapat dan mengambil alih hujjah
syari’ah dalam Kitab Al-Anwar Juz II halaman 55 yang untuk selanjutnya diambil
alih sebagai pendapat Majelis yang berbunyi :
بالبينــة اثبـاتـه جـاز غـيبــة أو توار أو بتعـزز تعـزز فانArtinya: Apabila dia (Tergugat) enggan hadir, atau bersembunyi atau tidak
diketahui alamatnya (ghaib), perkara ini dapat diputus berdasarkan bukti-
bukti (persaksian);
Menimbang, bahwa alasan Penggugat mengajukan Cerai Gugat terhadap
Tergugat adalah sebagai berikut:
- Bahwa Penggugat dengan Tergugat adalah suami istri, setelah menikah
Penggugat dan Tergugat membina rumah tangga di rumah orang tua Penggugat
di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA 15 tahun kemudian pindak ke rumah
sendiri di alamat yang sama sampai dengan berpisah;
- Bahwa dari pernikahan Penggugat dan Tergugat telah dikaruniai 5 (lima) anak,
rumah tangga Penggugat dan Tergugat yang rukun dan damai selama 8 tahun,
setelah itu sejak dari tahun 2000 sampai tahun 2012 tidak harmonis lagi, sering
terjadi perselisihan dan pertengkaran;
- Bahwa pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat dimulai pada bulan
Oktober tahun 2000 disebabkan masalah nafkah beras tidak ada yang akan
dimasak, sementara Tergugat tidak mau memberi, dan penyebab lain karena
masalah anak, Tergugat tidak senang mendengar tangisan anak yang masih
kecil, dan juga karena anak membawa motor Penggugat, tetapi Tergugat marah
kepada Penggugat, dalam pertengkaran tersebut Tergugat melakukan kekerasan
memukul Penggugat hingga berakibat telinga Tergugat tuli;
- Bahwa pertengkaran terakhir terjadi pada pertengahan bulan Januari 2012
disebabkan Penggugat ingin memasak nasi, dan beras habis, maka Penggugat
8
meminta uang kepada Tergugat untuk membeli beras, namun Tergugat tidak
mau memberikan uang, padahal Tergugat punya uang karena baru saja pulang
dari bekerja, akibat pertengkaran Tergugat pergi meninggalkan kediaman
bersama, tidak pernah kembali dan berpisah sudah 4 bulan lamanya;
- Bahwa selama berpisah, Tergugat tidak pernah memberikan nafkah kepada
Penggugat dan antara Penggugat dan Tergugat juga tidak pernah dilakukan
upaya damai;
Menimbang, bahwa terhadap alat bukti tertulis berupa fotokopi Kutipan
Akta Nikah yang diajukan Penggugat, Majelis berpendapat alat bukti tersebut telah
memenuhi persyaratan formil karena merupakan fotokopi sah dari suatu akta
autentik, khusus dibuat sebagai alat bukti, telah diberi meterai cukup sesuai
ketentuan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 dan telah di-
nazegeling, secara materiil dapat dipertimbangkan karena alat bukti tersebut
memuat keterangan yang menguatkan dan relevan dengan dalil gugatan Penggugat
sehingga harus dinyatakan secara formil dan materiil alat bukti tersebut dapat
diterima;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti yang diajukan Penggugat tersebut
maka harus dinyatakan terbukti Penggugat dengan Tergugat telah dan masih terikat
dalam perkawinan yang sah sesuai dengan ketentuan pasal 285 R.Bg jo pasal 2 ayat
(1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo pasal 7 ayat (1) Kompilasi
Hukum Islam, dengan demikian Penggugat dengan Tergugat telah mempunyai
hubungan dan kapasitas hukum untuk menjadi pihak dalam perkara ini (persona
legal standing in judicio), karenanya Penggugat mempunyai kualitas untuk
mengajukan tuntutan dalam sengketa bidang perkawinan;
Menimbang, bahwa oleh karena alasan gugatan perceraian yang diajukan
Penggugat berkenaan dengan ketentuan pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975 jo pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam, sehingga untuk
mengetahui dengan jelas mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran
antara Penggugat dan Tergugat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 22
ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan pasal 134 Kompilasi
Hukum Islam, maka Majelis perlu mendengarkan keterangan pihak keluarga atau
orang-orang yang dekat dengan suami istri tersebut;
Menimbang, bahwa Penggugat telah menghadirkan 2 (dua) orang saksi yang
berasal dari pihak keluarga atau orang-orang yang dekat, dan telah memberikan
keterangannya di bawah sumpah yang pada pokoknya sebagai berikut:
9
- Bahwa kedua Saksi kenal dengan Penggugat dari kecil karena bertetangga
kenal dengan Tergugat sejak menikah dengan Penggugat;
- Bahwa Penggugat dan Tergugat setelah menikah membina rumah tangga di
rumah Penggugat, antara Penggugat dengan Tergugat sering terjadi perselisihan
dan pertengkaran disebabkan Tergugat tidak bertanggung jawab terhadap
nafkah Penggugat dan anak-anak;
- Bahwa kedua Saksi pernah melihat dan mendengar Penggugat dan Tergugat
bertengkar Saksi pertama dua kali, dan Saksi kedua empat kali; dalam
pertengkaran Tergugat melakukan kekerasan memukul Penggugat dan melihat
bibir Penggugat berdarah;
- Bahwa akibat pertengkaran yang terjadi antara Penggugat dengan Tergugat,
kedua Saksi menyatakan sudah 3 kali Tergugat monggok (meninggalkan tempat
tinggal bersama) setelah didamaikan berbaik kembali;
- Bahwa sekarang Penggugat dengan Tergugat telah berpisah tempat tinggal
selama 5 bulan, dan usaha damai dari kedua belah pihak dan keluarga masing-
masing tidak ada lagi;
Menimbang, bahwa terhadap alat bukti dua orang saksi yang diajukan
Penggugat di persidangan, Majelis berpendapat kedua orang saksi tersebut telah
memenuhi persyaratan formil, sesuai dengan ketentuan pasal 171-172 R.Bg.
sehingga dapat diterima, dan secara materiil dapat dipertimbangkan karena
keterangannya saling bersesuaian dan saling menguatkan serta relevan dengan dalil-
dalil gugatan Penggugat, sesuai dengan ketentuan pasal 308-309 R.Bg.;
Menimbang, bahwa berdasarkan alat-alat bukti tersebut yang dihubungkan
dengan dalil-dalil gugatan Penggugat, maka Majelis menemukan fakta-fakta yuridis
yang telah dikonstatir sebagai berikut:
- Bahwa Tergugat tidak pernah hadir di depan persidangan;
- Bahwa Penggugat dengan Tergugat telah terikat dalam perkawinan yang sah;
- Bahwa antara Penggugat dengan Tergugat sering terjadi perselisihan dan
pertengkaran disebabkan Tergugat tidak bertanggung jawab terhadap nafkah
Penggugat dan anak-anak;
- Bahwa dalam pertengkaran Tergugat melakukan kekerasan memukul Penggugat
hingg bibir Penggugat berdarah;
- Bahwa akibat pertengkaran yang terjadi antara Penggugat dengan Tergugat,
paling kurang sudah 3 kali Tergugat monggok (meninggalkan tempat tinggal
bersama) setelah didamaikan berbaik kembali;
10
- Bahwa Penggugat dengan Tergugat telah berpisah tempat tinggal 5 bulan
sampai sekarang, dan usaha damai dari kedua belah pihak dan keluarga masing-
masing tidak ada lagi selama berpisah;
Menimbang, bahwa tujuan pernikahan adalah untuk membentuk rumah
tangga sakinah yang diliputi suasana mawaddah wa rahmah, sebagaimana
dikehendaki oleh al-Qur'an surat al-Rum ayat 21 dan rumusan pasal 1 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo pasal 2 dan pasal 3 Kompilasi Hukum Islam,
namun melihat kenyataan dalam rumah tangga Penggugat dan Tergugat tujuan
tersebut di atas sudah tidak mungkin lagi dapat terwujud;
Menimbang, bahwa menurut ajaran Islam perceraian adalah merupakan
perbuatan yang tidak terpuji, namun demikian dalam hal suatu perkawinan yang
sudah tidak dapat dipertahankan lagi keutuhannya karena telah pecah, sehingga
menimbulkan mafsadat yang lebih besar dari pada maslahatnya, maka perceraian
dibolehkan;
Menimbang, bahwa dari apa yang diuraikan di atas, maka Majelis
berpendapat dengan seringnya terjadi pertengkaran dan melakukan kekerasan,
sehingga sering berpisah tempat tinggal, dengan demikian pintu perceraian dapat
dibuka guna menghindarkan para pihak dari kemelut rumah tangga yang
berkepanjangan yang akan membawa mudharat kepada kehidupan Penggugat dan
Tergugat apabila rumah tangga tetap dipertahankan, sedangkan kemudharatan harus
disingkirkan sebagaimana kaidah fiqhiyah yang berbunyi:
يزال الضرر Artinya: Kemudharatan harus disingkirkan
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di
atas, Majelis berkesimpulan, alasan perceraian yang didalilkan oleh Penggugat telah
terbukti dan telah memenuhi ketentuan pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 jo pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, pasal
116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, maka sesuai dengan pasal 149 ayat (1) R.bg,
harus dinyatakan Tergugat tidak hadir, dan gugatan Penggugat dapat dikabulkan
dengan verstek;
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan pasal 84 Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, maka secara ex officio Majelis
memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota
mengirimkan salinan putusan ini yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
11
kepada Pegawai Pencatat Nikah Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Limapuluh
Kota;
Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006, dan Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009, maka seluruh biaya perkara
dibebankan kepada Penggugat;
Mengingat semua peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dalil-
dalil hukum Islam yang berhubungan dengan perkara ini;
M E N G A D I L I
1. Menyatakan bahwa Tergugat yang telah dipanggil secara resmi dan patut untuk
datang menghadap di depan persidangan, tidak hadir;
2. Mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek;
3. Menjatuhkan talak satu bain sughra Tergugat (TERGUGAT) terhadap
Penggugat (PENGGUGAT);
4. Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota
mengirimkan salinan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
kepada Pegawai Pencatat Nikah Kecamatan Gunung Omeh, Kabupaten
Limapuluh Kota, untuk didaftarkan dalam sebuah daftar yang disediakan untuk
itu;
5. Membebankan kepada Penggugat untuk mmembayar biaya perkara yang hingga
kini dihitung sebesar Rp. 316.000,- ( tiga ratus enam belas ribu rupiah);
Demikianlah diputus dalam sidang permusyawaratan Majelis Pengadilan
Agama Kabupaten Limapuluh Kota pada hari Rabu tanggal 20 Juni 2012 M,
bertepatan dengan tanggal 30 Rajab 1433 H, oleh Dra. Hj. JUSMAINA N, sebagai
Ketua Majelis, Dra. EVI TRIAWIANTI dan SULOMO, S.Ag sebagai Hakim-
Hakim Anggota, yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama Kabupaten
Limapuluh Kota dengan Penetapan Nomor 175/Pdt.G/2012/PA.LK tanggal 28 Mei
2012 untuk memeriksa perkara ini, dan diucapkan oleh Ketua Majelis tersebut
dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga dengan dihadiri oleh Hakim-
Hakim Anggota yang sama, serta ASMALINDA sebagai Panitera Pengganti dengan
dihadiri oleh Penggugat tanpa hadirnya Tergugat;
12
Hakim Anggota, Hakim Ketua,
ttd. ttd.
Dra. EVI TRIAWIANTI Dra. Hj. JUSMAINA N
ttd.
SULOMO, S.Ag
Panitera Pengganti,
ttd.
ASMALINDA
Rincian Biaya Perkara:
1. Biaya pendaftaran : Rp. 30.000,-
2. Biaya Pemberkasan : Rp. 50.000,-
3. Biaya Panggilan : Rp. 225.000,-
4. Biaya Meterai : Rp. 6000,-
5 Redaksi : Rp. 5000,-
J u m l a h : Rp. 316.000,-
1
P U T U S A N
Nomor : 176/Pdt.G/2012/PA.LK
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota di Tanjung Pati yang
memeriksa dan mengadili perkara tertentu tentang cerai gugat pada tingkat pertama
dalam persidangan majelis telah menjatuhkan putusan dalam perkara :
PENGGUGAT, umur 26 tahun, agama Islam, pendidikan MAN,
pekerjaan ibu rumah tangga, tempat tinggal di KABUPATEN
LIMAPULUH KOTA, sebagai Penggugat;
Melawan:
TERGUGAT, umur 31 tahun, agama Islam, pendidikan SLTP,
pekerjaan supir truk, tempat tinggal di KABUPATEN LIMAPULUH
KOTA, sebagai Tergugat;
Pengadilan Agama tersebut;
Telah membaca surat-surat perkara;
Telah mendengar keterangan Penggugat dan saksi-saksi di persidangan;
TENTANG DUDUK PERKARANYA
Bahwa Penggugat berdasarkan surat gugatannya tertanggal 1 Juni 2012, dan
telah terdaftar pada Kepaniteraan Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota
dalam Register Perkara Nomor : 176/Pdt.G/2012/PA.LK tanggal 1 Juni 2012 pada
pokoknya menyampaikan dalil-dalil sebagai berikut:
1. Bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami isteri yang sah menikah pada
tanggal 21 September 2006 di rumah orang tua Penggugat di KABUPATEN
LIMAPULUH KOTA, yang tercatat dalam Kutipan Akta Nikah Nomor: ------,
yang dikeluarkan oleh PPN/KUA Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Kabupaten
Limapuluh Kota, tanggal 21 September 2006;
2. Bahwa setelah menikah Penggugat dan Tergugat membina rumah tangga di
rumah orang tua Penggugat di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA selama 6
bulan, kemudian pindah ke rumah kontrakan di KABUPATEN LIMAPULUH
KOTA selama lebih kurang 1 tahun dan terakhir tinggal di rumah orang tua
Penggugat di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA, sampai dengan berpisah;
3. Bahwa dari pernikahan Penggugat dan Tergugat telah dikaruniai seorang anak
perempuan yang bernama ANAK PENGGUGAT DAN TERGUGAT, lahir
tanggal 06 Juli 2008;
2
4. Bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat yang rukun dan damai selama
lebih kurang 1 tahun, dan setelah itu tidak harmonis lagi, sering terjadi
pertengkaran dan perselisihan sejak Januari 2008 sampai dengan Agustus 2008
yang disebabkan;
a. Pertengkaran dimulai bulan Januari 2008 disebabkan sesampai Tergugat
pulang dari membawa truk, Tergugat menelpon seorang perempuan dengan
nada merayu-rayu dan sewaktu Penggugat menanyakan siapa yang Tergugat
telepon, Tergugat marah dan memukul Penggugat, namun antara Penggugat
dan Tergugat tetap serumah;
b. Setiap Tergugat pulang dari kerja membawa truk, orang tua Tergugat terus
datang dan meminta uang untuk keperluan orang tua dan adik Tergugat,
sehingga antara Penggugat dan Tergugat sering terjadi pertengkaran karena
masalah ini;
5. Bahwa pertengkaran kembali terjadi pada bulan Mei 2008 disebabkan Tergugat
tidak pernah memberikan nafkah untuk Penggugat bahkan Tergugat meminjam
uang kepada orang tua Penggugat sebesar Rp. 2.500.000,- untuk modal usaha
Tergugat, namun setiap Penggugat meminta Tergugat untuk membayar uang
tersebut, Tergugat selalu marah kepada Penggugat tapi tetap serumah;
6. Bahwa pertengkaran terakhir terjadi pada bulan Agustus 2008 sewaktu Tergugat
meminta Penggugat untuk pindah ke rumah kontrakan di situjuah tapi
Penggugat tidak mau dikarenakan Penggugat baru siap melahirkan anak
Penggugat dan Tergugat, bahkan keluarga Penggugat pun meminta Tergugat
untuk tetap di rumah orang tua Penggugat, namun Tergugat tetap ingin pindah
ke rumah kontrakan di situjuah sehingga keluarga Penggugat mengusir Tergugat
dari rumah orang tua Penggugat dan setelah itu Tergugat pergi dari kediaman
bersama dan pulang ke rumah orang tua Tergugat di KABUPATEN
LIMAPULUH KOTA sampai dengan sekarang;
7. Bahwa sejak kejadian tersebut, antara Penggugat dan Tergugat telah berpisah
selama lebih kurang 3 tahun 9 bulan dan selama itu Tergugat pernah ingin
melakukan upaya damai namun Penggugat tidak ingin lagi bersama Tergugat
dikarenakan Tergugat telah menikah kembali dengan wanita lain;
8. Bahwa Penggugat sudah tidak ada harapan terciptanya suasana hidup rukun dan
tentram dalam mahligai rumah tangga, dengan keadaan yang sudah sedemikian
itu Penggugat sudah tidak ada kecocokan lagi dalam membina rumah tangga
dan tidak ada harapan serta sudah tidak sanggup lagi untuk melanjutkan hidup
berumah tangga dengan Tergugat, maka cukup alasan bagi Gugatan Penggugat;
3
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Penggugat memohon kepada Ketua
Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota c.q. Majelis Hakim kiranya
berkenan menerima, memeriksa, mengadili gugatan Penggugat ini dengan
menjatuhkan putusan sebagai berikut:
PRIMER
1. Mengabulkan gugatan Penggugat ;
2. Menjatuhkan talak satu bain sughro Tergugat (TERGUGAT) terhadap
Penggugat (PENGGUGAT) ;
3. Menetapkan biaya perkara sesuai peraturan yang berlaku ;
SUBSIDER
- Jika Majelis Hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya ;
Bahwa pada hari sidang yang telah ditetapkan, Penggugat hadir sendiri
menghadap di persidangan, sedangkan Tergugat tidak pernah hadir dan tidak pula
menyuruh orang lain sebagai wakil/kuasanya, meskipun telah dipanggil secara
resmi dan patut untuk menghadap di persidangan, sesuai relaas panggilan Jurusita
Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota Nomor 176/Pdt.G/2012/PA.LK
masing-masing tanggal 15 Juni 2012 dan tanggal 26 Juni 2012 yang dibacakan di
persidangan dan tidak ternyata ketidakhadiran Tergugat itu disebabkan suatu alasan
yang sah menurut hukum;
Bahwa oleh karena Tergugat tidak pernah hadir di persidangan, maka usaha
Mediasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan tidak
dapat dilaksanakan;
Bahwa Majelis telah berupaya menasehati Penggugat agar bersabar dan
rukun kembali dengan Tergugat, akan tetapi tidak berhasil;
Bahwa selanjutnya pemeriksaan perkara ini dimulai dengan pembacaan surat
gugatan Penggugat Nomor 176/Pdt.G/2012/PA.LK tertanggal 1 Juni 2012, yang
isinya tetap dipertahankan oleh Penggugat;
Bahwa untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya Penggugat telah
mengajukan bukti berupa:
Fotokopi Kutipan Akta Nikah Nomor ------ tanggal 21 September 2006 yang
dikeluarkan oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan
Pangkalan Koto Baru, Kabupaten Limapuluh Kota, bermaterai cukup dan di-
nazegeling, yang oleh Ketua Majelis telah dicocokkan dengan aslinya ternyata
cocok, diberi tanggal, tanda (P) dan diparaf;
4
Bahwa selain bukti tertulis, Penggugat juga telah menghadirkan Saksi-Saksi
di persidangan masing-masing bernama:
Saksi 1
SAKSI I, umur 60 tahun, agama Islam, pekerjaan tani, bertempat tinggal di
KABUPATEN LIMAPULUH KOTA, telah memberikan keterangannya di bawah
sumpah yang pada pokoknya sebagai berikut:
- Bahwa Saksi kenal Penggugat dan Tergugat karena saksi adalah paman
Penggugat ;
- Bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami istri, yang menikah pada tanggal
21 September 2006;
- Bahwa setelah menikah Penggugat dengan Tergugat membina rumah tangga di
rumah orang tua Penggugat kemudian pindah ke Nagari Situjuh dan terakhir
kembali rumah orang tua Penggugat di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA
sampai dengan berpisah;
- Bahwa Penggugat dengan Tergugat sudah dikaruniai anak satu orang;
- Bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat yang rukun hanya 1 tahun setelah
itu tidak rukun lagi karena berselisih dan bertengkar;
- Bahwa penyebab perselisihan karena masalah belanja yang sangat tidak
mencukup dari Tergugat selain itu Tergugat juga telah menikah dengan
perempuan lain di Pasaman;
- Bahwa sekarang antara Penggugat dan Tergugat telah berpisah selama 3 ½
tahun sampai sekarang;
- Bahwa setahu saksi tidak pernah usaha damai dari kedua belah pihak;
Saksi 2
SAKSI II, umur 53 tahun, agama Islam, pekerjaan tani, bertempat tinggal di
KABUPATEN LIMAPULUH KOTA, telah memberikan keterangannya di bawah
sumpah yang pada pokoknya sebagai berikut:
- Bahwa Saksi kenal Penggugat dan Tergugat karena saksi adalah paman
Penggugat ;
- Bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami istri, menikah pada tahun 2006;
- Bahwa setelah menikah Penggugat dengan Tergugat membina rumah tangga di
rumah orang tua Penggugat kemudian pindah ke rumah orang tua Tergugat di
Nagari Situjuh Banda Dalam sampai dengan berpisah;
- Bahwa Penggugat dengan Tergugat sudah dikaruniai anak satu orang;
5
- Bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat yang rukun hanya 1 tahun setelah
itu tidak rukun lagi karena Penggugat dengan sering berselisih dan bertengkar
dan saksi sendiri pernah melihat mereka bertengkar;
- Bahwa penyebab perselisihan karena masalah belanja yang sangat tidak
mencukup dari Tergugat selain itu Tergugat juga telah menikah dengan
perempuan lain di Pasaman;
- Bahwa sekarang antara Penggugat dan Tergugat telah berpisah selama 3 ½
tahun sampai sekarang;
- Bahwa setahu saksi tidak pernah usaha damai dari kedua belah pihak;
Bahwa atas keterangan para Saksi tersebut Penggugat membenarkannya dan
tidak keberatan serta tidak mengajukan tambahan keterangan serta alat bukti lagi;
Bahwa Penggugat telah menyampaikan kesimpulannya secara lisan, yang
pada pokoknya tetap pada pendiriannya untuk bercerai dari Tergugat dan mohon
agar perkaranya segera diputus;
Bahwa untuk mempersingkat uraian putusan ini cukup ditunjuk segala hal
yang telah termuat dalam berita acara persidangan perkara ini dan dianggap sebagai
satu kesatuan tak terpisahkan dalam putusan ini;
TENTANG HUKUMNYA
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat sebagaimana
diuraikan dalam duduk perkara di atas;
Menimbang, bahwa Majelis telah memberikan saran dan nasehat kepada
Penggugat agar bersabar dan rukun kembali dengan Tergugat, sebagaimana ketentuan
pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo pasal 82 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
serta perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 jo pasal 31
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 serta pasal 143 ayat (1) Kompilasi Hukum
Islam, akan tetapi tidak berhasil karena Penggugat tetap dengan pendiriannya untuk
bercerai dari Tergugat;
Menimbang, bahwa berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia (PERMA) Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,
semua perkara yang masuk ke pengadilan terlebih dahulu harus dilaksanakan
mediasi, akan tetapi dalam perkara yang bersangkutan karena pihak Tergugat tidak
pernah hadir, maka mediasi tidak dapat dilaksanakan;
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan pasal 55 Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
6
2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 jo pasal
26 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 jo pasal 138 Kompilasi Hukum
Islam, maka Majelis telah memerintahkan memanggil para pihak yang berperkara
untuk datang menghadap di depan persidangan;
Menimbang, bahwa Penggugat telah menghadap sendiri (in person) di
persidangan, sedangkan Tergugat tidak pernah hadir di persidangan dan tidak pula
mengirimkan orang lain selaku wakil atau kuasanya yang sah untuk hadir di
persidangan meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut, dan tidak ternyata
ketidakhadiran Tergugat itu disebabkan suatu alasan yang sah menurut hukum
(default without reason), maka sesuai dengan pasal 149 ayat (1) Rbg jo pasal 26
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, perkara a quo dapat diperiksa dan
diputus tanpa hadirnya Tergugat;
Menimbang, bahwa tidak hadirnya Tergugat di persidangan, dapat dianggap
tidak bermaksud untuk mempertahankan hak-hak keperdataannya dan atau
membela kepentingannya di persidangan, mengakui dan membenarkan semua
Posita dan Petitum dalam surat gugatan Penggugat, sedangkan gugatan Penggugat
juga tidak ternyata melawan hukum;
Menimbang, bahwa Majelis sependapat dan mengambil alih pendapat ahli
fiqih dalam Kitab Ahkamul Qur'an Juz II hal 405 yang berbunyi:
نم ىعلى دم ااكح نكا ممح نيملسالم لمجب وي وفه مق لا ظالح له Artinya: Barang siapa yang dipanggil untuk menghadap Hakim Islam, kemudian
tidak menghadap maka ia termasuk orang yang zalim, dan gugurlah haknya.
Menimbang, bahwa namun demikian oleh karena perkara ini adalah
mengenai bidang perceraian yang dinilai penting untuk ditemukan kebenaran
materilnya, dan untuk lebih meyakinkan majelis atas dalil-dalil gugatan
Penggugat, maka dengan memperhatikan dan sesuai dengan Keputusan
Mahkamah Agung RI Nomor KMA/032/SK/IV/2006 tanggal 4 April 2006
tentang Pemberlakuan Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis
Peradilan Agama, Edisi 2010, maka Majelis berpendapat bahwa Penggugat
haruslah tetap diwajibkan untuk mengajukan bukti-bukti yang dapat mendukung
dalil-dalil posita dan petitum gugatannya;
Menimbang, bahwa alasan Penggugat mengajukan gugatan cerai terhadap
Tergugat adalah sebagai berikut:
- Bahwa selama Penggugat dengan Tergugat membina rumah tangga, yang berjalan
rukun dan damai lebih kurang 1 tahun, kemudian terjadi pertengkaran disebabkan
7
belanja yang sangat tidak mencukupi dari Tergugat selain itu Tergugat juga telah
menikah lagi dengan perempuan lain;
- Bahwa Penggugat dengan Tergugat telah berpisah tempat tinggal sampai
sekarang lebih kurang 3 ½ tahun lamanya;
Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya Penggugat
telah mengajukan bukti tertulis, bukti P (Fotokopi Kutipan Akta Nikah);
Menimbang, bahwa terhadap alat bukti tertulis yang diajukan Penggugat,
Majelis berpendapat alat bukti tersebut telah memenuhi persyaratan formil karena
merupakan fotokopi sah dari suatu akta otentik, khusus dibuat sebagai alat bukti,
telah diberi meterai cukup sesuai ketentuan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor
13 Tahun 1985 dan telah di-nazegeling, dan secara materiil dapat dipertimbangkan
karena alat bukti “P” tersebut memuat keterangan yang menguatkan dan relevan
dengan dalil gugatan Penggugat sehingga harus dinyatakan secara formil dan
materiil alat bukti tersebut dapat diterima;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti yang diajukan Penggugat tersebut
maka harus dinyatakan terbukti Penggugat dan Tergugat telah dan masih terikat
dalam perkawinan yang sah sesuai dengan ketentuan pasal 285 R.Bg jo pasal 2 ayat
(1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo pasal 7 ayat (1) Kompilasi
Hukum Islam;
Menimbang, bahwa dengan demikian maka Penggugat dan Tergugat telah
mempunyai hubungan hukum sebagai suami isteri dan mempunyai kapasitas hukum
untuk menjadi pihak dalam perkara ini (persona legal standi in judicio) dan
karenanya Penggugat mempunyai kualitas untuk mengajukan tuntutan dalam
sengketa bidang perkawinan yang menjadi kompetensi absolut Pengadilan Agama
sesuai ketentuan pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009;
Menimbang, bahwa oleh karena alasan gugatan perceraian yang diajukan
Penggugat berkenaan dengan ketentuan pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975 jo pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam, sehingga untuk
mengetahui dengan jelas mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran
antara Penggugat dan Tergugat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 22
ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan pasal 134 Kompilasi
Hukum Islam, maka Majelis perlu mendengarkan keterangan pihak keluarga serta
orang-orang yang dekat dengan suami isteri tersebut;
8
Menimbang, bahwa Penggugat telah menghadirkan 2 (dua) orang saksi,
masing-masing dibawah sumpahnya telah memberikan keterangan pada pokoknya
sebagai berikut:
- Bahwa Penggugat dengan Tergugat adalah suami istri dan telah dikaruniai anak
satu orang;
- Bahwa selama Penggugat dengan Tergugat membina rumah tangga, yang berjalan
rukun dan damai lebih kurang 1 tahun, kemudian terjadi pertengkaran disebabkan
belanja yang diberikan Tergugat sangat tidak mencukupi selain itu Tergugat juga
telah menikah dengan perempuan lain ;
- Bahwa Penggugat dengan Tergugat telah berpisah tempat tinggal lebih kurang 3 ½
tahun sampai sekarang;
- Bahwa tidak ada usaha pihak keluarga untuk merukunkan Penggugat dan
Tergugat ;
Menimbang, bahwa terhadap alat bukti berupa dua orang saksi yang diajukan
Penggugat di persidangan, Majelis telah mendengarkan keterangan pihak keluarga dan
atau orang yang dekat dengan Penggugat yang sekaligus adalah sebagai saksi-saksi
dalam perkara ini, dan telah memberikan keterangan yang secara materiil telah
didasarkan atas pengetahuan saksi-saksi sendiri, mempunyai keterkaitan dan hubungan,
serta saling bersesuaian dan atau saling menguatkan antara satu dengan lainnya yang
dapat digunakan untuk menguatkan suatu perbuatan sesuai ketentuan pasal 307-309
R.Bg. sehingga harus dinyatakan alat bukti saksi tersebut dapat diterima;
Menimbang, bahwa berdasarkan penilaian terhadap gugatan Penggugat, serta
alat-alat bukti yang telah diajukan Penggugat di atas, Majelis menemukan fakta-
fakta yuridis yang telah dikonstatir sebagai berikut:
- Bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat tidak rukun lagi karena terjadi
perselisihan dan pertengkaran;
- Bahwa penyebab perselisihan dan pertengkaran itu karena masalah belanja dan
Tergugat yang sudah menikah lagi dengan perempuan lain ;
- Bahwa sekarang Penggugat dan Tergugat telah berpisah selama 3 ½ tahun ;
- Bahwa tidak ada usaha pihak keluarga untuk merukunkan Penggugat dan
Tergugat ;
Menimbang, bahwa tujuan pernikahan adalah untuk membentuk rumah
tangga sakinah yang diliputi suasana mawaddah wa rahmah, sebagaimana
dikehendaki oleh al-Qur'an surat al-Rum ayat 21 dan rumusan pasal 1 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo pasal 2 dan pasal 3 Kompilasi Hukum Islam,
9
namun melihat kenyataan dalam rumah tangga Penggugat dan Tergugat tujuan
tersebut di atas sudah tidak mungkin lagi dapat terwujud;
Menimbang, bahwa menurut ajaran Islam perceraian adalah merupakan
perbuatan yang tidak terpuji, namun demikian dalam hal suatu perkawinan yang
sudah tidak dapat dipertahankan lagi keutuhannya karena telah pecah, sehingga
menimbulkan mafsadat yang lebih besar dari pada maslahatnya, maka
perceraian dibolehkan;
Menimbang, bahwa dari apa yang diuraikan di atas, maka Majelis berpendapat
pintu perceraian dapat dibuka guna menghindarkan para pihak dari kemelut rumah
tangga yang berkepanjangan yang akan membawa mudharat kepada kehidupan
Penggugat dan Tergugat apabila rumah tangga tetap dipertahankan, sedangkan
kemudharatan harus disingkirkan sebagaimana kaidah fiqhiyah yang berbunyi:
الضرر يزالArtinya: Kemudharatan harus disingkirkan
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas,
Majelis berkesimpulan, alasan perceraian yang didalilkan oleh Penggugat dalam
gugatannya telah terbukti dan telah memenuhi ketentuan pasal 39 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975, pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, maka berdasarkan pasal
125 ayat (1) HIR dan pasal 149 ayat (1) Rbg, harus dinyatakan Tergugat tidak hadir
dan gugatan Penggugat dapat dikabulkan dengan verstek;
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan pasal 84 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006, dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor
50 Tahun 2009, maka Majelis memerintahkan Panitera Pengadilan Agama
Limapuluh Kota mengirimkan salinan putusan ini yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap kepada Pegawai Pencatat Nikah Kecamatan Pangkalan
Koto Baru dan Pegawai Pencatat Nikah Kecamatan Situjuh Limo Nagari
Kabupaten Limapuluh Kota;
Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006, dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009, maka
seluruh biaya perkara dibebankan kepada Penggugat;
Mengingat semua peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dalil-
dalil hukum Islam yang berhubungan dengan perkara ini;
10
M E N G A D I L I 1. Menyatakan bahwa Tergugat yang telah dipanggil secara resmi dan patut untuk
datang menghadap di depan persidangan, tidak hadir;
2. Mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek;
3. Menjatuhkan talak satu bain shugra Tergugat (TERGUGAT) terhadap
Penggugat (PENGGUGAT);
4. Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota
mengirimkan salinan putusan ini yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
kepada Pegawai Pencatat Nikah Kecamatan Pangkalan Koto Baru dan Pegawai
Pencatat Nikah Kecamatan Situjuh Limo Nagari, Kabupaten Limapuluh Kota;
5. Membebankan kepada Penggugat untuk membayar biaya perkara yang
hingga kini dihitung sebesar Rp 316.000,- (tiga ratus enam belas ribu rupiah).
Demikianlah diputus dalam sidang permusyawaratan majelis Pengadilan
Agama Kabupaten Limapuluh Kota pada hari Kamis tanggal 5 Juli 2012 Masehi,
bertepatan dengan tanggal 15 Syakban 1433 Hijriyah oleh Dra. Hj.
ATMIYARTI sebagai Ketua Majelis, SAMSUL FADLI,S.Pd.SH dan AHYAR
SIDDIQ,SEI,MHI masing-masing sebagai Hakim Anggota, yang telah ditunjuk
oleh Ketua Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota dengan Penetapan
Nomor : 176/Pdt.G/2012/PA.LK, tanggal 4 Juni 2012, untuk memeriksa perkara ini,
dan diucapkan oleh Ketua Majelis tersebut pada hari itu juga dalam sidang terbuka
untuk umum, dengan dihadiri oleh Hakim-Hakim Anggota yang sama dan MASRI
JAFRI sebagai Panitera Pengganti dan dihadiri oleh Penggugat tanpa hadirnya Tergugat.
HAKIM-HAKIM ANGGOTA HAKIM KETUA
ttd ttd
SAMSUL FADLI,S.Pd.SH Dra. Hj. ATMIYARTI
ttd
AHYAR SIDDIQ,SEI,MHI
PANITERA PENGGANTI
ttd
MASRI JAFRI
Perincian Biaya Perkara : 1. Biaya pendaftaran Rp. 30.000,- 2. Biaya pemberkasan Rp. 50.000,- 3. Biaya Panggilan Rp. 225.000,-
11
4. M e t e r a i Rp. 6.000,- 5. R e d a k s i Rp. 5.000,- _______________________________ Jumlah Rp. 316.000,-
1
P U T U S A N Nomor 194/Pdt.G/2012/PA.LK
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota di Tanjung Pati yang
memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama dalam persidangan
Majelis telah menjatuhkan putusan dalam perkara:
PENGGUGAT, umur 43 tahun, agama Islam, pendidikan SMP, pekerjaan
Rumah tangga, tempat tinggal di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA,
sebagai Penggugat;
Melawan:
TERGUGAT, umur 45 tahun, agama Islam, pendidikan SMA, pekerjaan
Jualan, tempat tinggal di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA, sebagai
Tergugat;
Pengadilan Agama tersebut;
Telah membaca dan mempelajari berkas perkara;
Telah mendengar keterangan Penggugat dan Tergugat serta Saksi-Saksi di
persidangan;
TENTANG DUDUK PERKARANYA
Bahwa Penggugat dengan surat gugatannya tertanggal 11 Juni 2012, yang
telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota
dalam Register Perkara Nomor 194/Pdt.G/2012/PA.LK, tanggal 13 Juni 2012 telah
mengajukan Cerai Gugat terhadap Tergugat dengan dalil-dalil dan alasan-alasan
yang pada pokoknya sebagai berikut:
1. Bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami istri yang sah menikah pada
tanggal 01 Juni 1997 di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA yang tercatat
dalam Kutipan Akta Nikah Nomor ------ tanggal 03 Juni 1997 yang dikeluarkan
oleh PPN/KUA Kecamatan Kecamatan Guguak, Kabupeten Limapuluh Kota;
2. Bahwa setelah menikah, Penggugat dan Tergugat tinggal dirumah Penggugat
sampai dengan berpisah;
3. Bahwa dari penikahan Penggugat dan Tergugat telah dikaruniai anak 3 (tiga)
orang yang bernama :
3.1. ANAK I, laki-laki, lahir tanggal 16-3-1998
2
3.3. ANAK II, laki-laki, lahir tanggal 07-12-2000
3.3. ANAK III, laki-laki, lahir tanggal 05-1-2005
4. Bahwa selama Penggugat dan Tergugat membina rumah tangga, yang berjalan
rukun dan damai lebih kurang 11 tahun, setelah itu tidak harmonis lagi karena
sering terjadi perselisihan dan pertengkaran disebabkan Tergugat menikah liar
dengan seorang perempuan bernama WIL pada tanggal 1 Januari 2009, tinggal
di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA;
5. Bahwa semenjak Tergugat menikah liar tersebut, antara Penggugat dan Tergugat
sungguh tidak ada keharmonisan sama sekali, karena Tergugat tidak adil dalam
pembagian waktu dan juga nafkah tidak mencukupi, sehingga Penggugatlah
yang bekerja mengusahakan untuk kebutuhan keluarga tersebut;
6. Bahwa Tergugat lebih banyak berada di rumah istri barunya, walaupun ketika
sudah jadwal untuk di rumah Penggugat, istri baru Tergugat sering menelpon
dan Tergugat langsung saja pergi dari rumah Penggugat, akibatnya antara
Penggugat dengan Tergugat tidak ada keharmonisan sama sekali;
7. Bahwa semenjak Tergugat menikah liar tersebut, Penggugat sangat menderita
lahir dan batin akibat perlakuan Tergugat, namun Penggugat tetap saja bersabar
dan menyarankan kepada Tergugat agar merubah sikapnya, tetapi tidak
dipedulikan oleh Tergugat;
8. Bahwa puncak perselisihan adalah tanggal 8 Mei 2012, karena tidak tahan lagi
dengan sikap Tergugat tersebut, Penggugat tidak menerima lagi akan
kedatangan Tergugat, dan sejak saat itu antara Penggugat dengan Tergugat
tidak serumah lagi sampai sekarang;
9. Bahwa selama berpisah, Tergugat sering menghubungi Penggugat mengajak
untuk berbaik kembali, tetapi Penggugat tidak ingin berbaik lagi dengan
Tergugat;
10. Bahwa oleh karena rumah tangga Penggugat dengan Tergugat tidak mungkin
diperbaiki dan dilanjutkan untuk masa yang akan datang, Penggugat sudah
berketetapan hati mengakhirinya dengan perceraian;
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Penggugat memohon kepada Ketua
Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota c.q. Majelis Hakim kiranya
berkenan menerima, memeriksa, mengadili dan menjatuhkan putusan sebagai
berikut:
PRIMER:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat;
3
2. Menjatuhkan talak satu bain sughra Tergugat (TERGUGAT) terhadap
Penggugat (PENGGUGAT) dihadapan sidang Pengadilan Agama Kabupaten
Limapuluh Kota;
3. Menetapkan biaya perkara sesuai peraturan yang berlaku;
S U B S I D E R:
Jika Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya;
Bahwa pada hari sidang yang telah ditetapkan, Penggugat dan Tergugat
masing-masing hadir menghadap sendiri di persidangan;
Bahwa Majelis telah berusaha mendamaikan Penggugat dengan Tergugat,
akan tetapi tidak berhasil;
Bahwa Penggugat dan Tergugat telah diperintahkan untuk melakukan upaya
mediasi dengan mediator Dra.Hj. ATMIYARTI akan tetapi dari laporan mediator
yang bersangkutan, upaya mediasi tersebut tidak berhasil;
Bahwa selanjutnya dibacakan surat gugatan Penggugat yang isinya tetap
dipertahankan oleh Penggugat;
Bahwa terhadap gugatan Penggugat tersebut, Tergugat telah menyampaikan
jawabannya secara lisan sebagai berikut:
- Bahwa dalil gugatan Penggugat point 1 tentang pernikahan adalah benar,
adapun dalil poin 2 masalah tempat tinggal, pernah tinggal di bengkel reverasi
TV, dan dalil poin 3 jumlah anak 3 orang benar, demikian pula dalil point 4
benar Tergugat menikah dengan perempuan lain nama WIL;
- Bahwa dalil gugatan Penggugat point 5 tidak benar Tergugat tidak berlaku adil
terhadap kedua istri Tergugat dalam pembagian waktu dan nafkah;
- Bahwa point 6 tidak benar saat berada di rumah Penggugat Tergugat sering
menelpon istri kedua Tergugat, cuma istri kedua Tergugat tersebut yang
menelpon Penggugat, dan Tergugat tidak meninggalkan Penggugat;
- Bahwa Tergugat tidak bersedia diceraikan dari Penggugat, karena Tergugat baru
sekarang menyadari kebaikan dan pengorbanan Penggugat selama ini kepada
Tergugat, bahkan istri kedua Tergugat menabrak Tergugat dengan mobil,
Penggugat yang merawat Tergugat;
Bahwa atas jawaban Tergugat tersebut, Penggugat telah menyampaikan
repliknya menyatakan tetap dengan dalil gugatannya, dan Tergugat menyampaikan
dupliknya tetap dengan jawabannya semula;
Bahwa untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya Penggugat telah
mengajukan alat bukti berupa:
4
1. Bukti Surat
Fotokopi Kutipan Akta Nikah Nomor ------, tanggal 03 Juni 1997 yang
dikeluarkan oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama, Kecamatan
Guguk, Kabupaten Limapuluh Kota, bermeterai cukup dan di-nazegeling, yang
oleh Ketua Majelis telah dicocokkan dengan aslinya ternyata cocok, diberi
tanggal, diparaf, dan diberi tanda P;
2. Bukti Saksi
2.1. SAKSI I, umur 54 tahun, agama Islam, pekerjaan PNS Dinas Sosial
Kabupaten Limapuluh Kota, bertempat tinggal di KABUPATEN
LIMAPULUH KOTA, Saksi adalah tetangga Penggugat, telah memberikan
keterangannya di bawah sumpah yang pada pokoknya sebagai berikut:
- Bahwa Saksi kenal dengan Penggugat dari kecil, dan kenal dengan
Tergugat sejak menikah dengan Penggugat tahun 1997;
- Bahwa Penggugat dan Tergugat setelah menikah membina rumah tangga
di rumah orang tua Penggugat, akhirnya berpisah, dan selama perkawinan
telah dikaruniai 3 orang anak;
- Bahwa rumah tangga Penggugat dengan Tergugat yang rukun sampai
lahir anak ke tiga, setelah itu sering terjadi perselisihan dan pertengkaran
disebabkan Tergugat menikah lagi, sehingga nafkah yang diberikan
Tergugat tidak mencukupi, dan Tergugat tidak berlaku adil, lebih banyak
tinggal di rumah istri keduanya;
- Bahwa Saksi ada lima kali mendengar langsung Penggugat dengan
Tergugat bertengkar;
- Bahwa antara Penggugat dengan Tergugat telah berpisah tempat tinggal
dua bulan, usaha damai yang dilakukan pihak keluarga tidak berhasil;
2.2. SAKSI II, umur 44 tahun, agama Islam, pekerjaan rumah tangga,
bertempat tinggal di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA, telah
memberikan keterangannya di bawah sumpah yang pada pokoknya sebagai
berikut:
- Bahwa Saksi kenal dengan Penggugat dari kecil karena bertetangga, dan
kenal dengan Tergugat sejak menikah dengan Penggugat 15 tahun yang
lalu;
- Bahwa Penggugat dan Tergugat setelah menikah membina rumah tangga
di rumah orang tua Penggugat, sampai akhirnya berpisah, dari perkawinan
telah dikaruniai 3 orang anak;
5
- Bahwa rumah tangga Penggugat dengan Tergugat selama menikah rukun
dan aman, namun semenjak 3 tahun terakhir ini sering terjadi perselisihan
dan pertengkaran;
- Bahwa penyebab pertengkaran adalah Tergugat menikah lagi dengan
perempuan bernama WIL;
- Bahwa sememenjak Tergugat menikah tersebut, nafkah yang diberikan
Tergugat kepada Penggugat tidak mencukupi, dan saksi lihat Tergugat
lebih banyak tinggal di rumah istri keduanya;
- Bahwa Saksi lima kali melihat dan mendengar langsung perselisihan dan
pertengakaran yang terjadi antara Penggugat dengan Tergugat;
- Bahwa Penggugat dengn Tergugat telah berpisah tempat tingal selama
dua bulan, usaha damai yang dilakukan pihak keluarga tidak berhasil;
Bahwa atas keterangan Saksi-Saksi tersebut Penggugat tidak keberatan dan
membenarkannya;
Bahwa, Saksi pihak keluarga Tergugat tidak dapt didengar, karena Tergugat
tidak akan menghadirkannya;
Bahwa Penggugat menyatakan dalam kesimpulan tetap dengan dalil-dalil
gugatannya, dan kesimpulan Tergugat tidak bersedia bercerai dengan Penggugat;
Bahwa untuk mempersingkat uraian putusan ini cukup ditunjuk segala hal
yang telah termuat dalam berita acara persidangan perkara ini yang dianggap
sebagai satu kesatuan tak terpisahkan dalam putusan ini;
TENTANG HUKUMNYA
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah
sebagaimana tersebut di atas;
Menimbang, bahwa Majelis telah berusaha mendamaikan dengan
menasehati Penggugat agar bersabar dan rukun kembali dengan Tergugat,
sebagaimana ketentuan pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo
pasal 82 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009
jo pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 serta pasal 143 ayat (1)
Kompilasi Hukum Islam, akan tetapi tidak berhasil;
Menimbang, bahwa berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia (PERMA) Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,
terhadap perkara ini telah diusahakan perdamaian melalui mediasi dengan mediator
6
Dra. Hj. ATMIYARTI akan tetapi berdasarkan laporan dari hakim mediator
tersebut, mediasi yang dilakukan untuk merukunkan Penggugat dan Tergugat tidak
berhasil;
Menimbang, bahwa alasan Penggugat mengajukan Cerai Gugat terhadap
Tergugat adalah sebagai berikut:
- Bahwa Penggugat dengan Tergugat telah melangsungkan pernikahan tanggal 01
Juni 1997, setelah menikah membina rumah tangga pernah dirumah orang tua
Penggugat, sampai dengan berpisah;
- Bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat yang rukun dan damai selama 11
tahun, setelah itu tidak rukun lagi, sering terjadi perselisihan dan pertengkaran,
disebabkan Tergugat menikah liar dengan perempuan lain nama WIL;
- Bahwa semenjak menikah tersebut, Tergugat tidak berlaku adil dalam
pembagian waktu dan nafkah, sehingga Penggugat bekerja untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga;
- Bahwa puncak perselisihan terjadi tanggal 8 mei 2012, dan Penggugat tidak
tahan lagi dengan sikap Tergugat, akibatnya Penggugat dengan Tergugat telah
berpisah tempat tinggal sampai sekarang;
Menimbang, bahwa dalam jawabannya Tergugat pada pokoknya mengakui
terjadinya perselisihan dan pertengkaran antara Penggugat dengan Tergugat,
semenjak Tergugat menikah dengan WIL bulan Januari 2009, yang akibatnya
sekarang telah berpisah tempat tinggal 2 bulan lamanya, tetapi Tergugat tidak
bersedia bercerai dengan Penggugat, karena Tergugat baru menyadari kebaikan
Penggugat selama ini kepada Tergugat;
Menimbang, bahwa terhadap alat bukti tertulis berupa fotokopi Kutipan
Akta Nikah yang diajukan Penggugat, Majelis berpendapat alat bukti tersebut telah
memenuhi persyaratan formil karena merupakan fotokopi sah dari suatu akta
autentik, khusus dibuat sebagai alat bukti, telah diberi meterai cukup sesuai
ketentuan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 dan telah di-
nazegeling, secara materiil dapat dipertimbangkan karena alat bukti tersebut
memuat keterangan yang menguatkan dan relevan dengan dalil gugatan Penggugat
sehingga harus dinyatakan secara formil dan materiil alat bukti tersebut dapat
diterima;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti yang diajukan Penggugat tersebut
maka harus dinyatakan terbukti Penggugat dan Tergugat telah dan masih terikat
dalam perkawinan yang sah sesuai dengan ketentuan pasal 285 R.Bg jo pasal 2 ayat
7
(1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo pasal 7 ayat (1) Kompilasi
Hukum Islam, dengan demikian Penggugat dengan Tergugat telah mempunyai
hubungan dan kapasitas hukum untuk menjadi pihak dalam perkara ini (persona
legal standing in judicio), karenanya Penggugat mempunyai kualitas untuk
mengajukan tuntutan dalam sengketa bidang perkawinan;
Menimbang, bahwa untuk mengetahui dengan jelas mengenai sebab-sebab
perselisihan dan pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan
pasal 134 Kompilasi Hukum Islam, meskipun Tergugat telah mengakui rumah tangga-
nya dengan Penggugat telah terjadi pertengkaran, maka Majelis perlu mendengarkan
keterangan pihak keluarga atau orang-orang yang dekat dengan suami istri tersebut;
Menimbang, bahwa Penggugat telah menghadirkan 2 (dua) orang saksi yang
berasal dari pihak keluarga atau orang-orang yang dekat, dan telah memberikan
keterangannya di bawah sumpah yang pada pokoknya sebagai berikut:
- Bahwa kedua Saksi menyatakan Penggugat dengan Tergugat adalah suami istri
yang melaksanakan pernikahan 15 tahun yang lalu;
- Bahwa setelah nikah tinggal di rumah orang tua Penggugat, antara Penggugat
dengan Tergugat sering terjadi perselisihan dan pertengkaran, disebabkan
Tergugat nikah lagi dengan perempuan lain nama WIL, semenjak nikah tersebut
nafkah yang diberikan Tergugat tidak cukup, dan Tergugat tidak adil terhadap
kedua istrinya, Tergugat lebih banyak tinggal di rumah istri kedua;
- Bahwa kedua Saksi sering mendengar pertengkaran yang terjadi antara
Penggugat dengan Tergugat;
- Bahwa akibat pertengkaran tersebut, Penggugat dengan Tergugat telah berpisah
tempat tinggal dua bulan, usaha damai yang dilakukan pihak keluarga tidak berhasil;
Menimbang, bahwa terhadap alat bukti dua orang saksi yang diajukan
Penggugat di persidangan, Majelis berpendapat kedua orang saksi tersebut telah
memenuhi persyaratan formil, sesuai dengan ketentuan pasal 171-172 R.Bg.
sehingga dapat diterima, dan secara materiil dapat dipertimbangkan karena
keterangannya saling bersesuaian dan saling menguatkan serta relevan dengan dalil-
dalil gugatan Penggugat, sesuai dengan ketentuan pasal 308-309 R.Bg.;
Menimbang, bahwa berdasarkan alat-alat bukti tersebut yang dihubungkan
dengan dalil-dalil gugatan Penggugat, jawaban Tergugat, replik, duplik, serta bukti-
bukti yang diajukan Penggugat, maka Majelis menemukan fakta-fakta yuridis yang
telah dikonstatir sebagai berikut:
- Bahwa Penggugat dengan Tergugat adalah suami istri yang sah;
8
- Bahwa antara Penggugat dengan Tergugat sering terjadi perselisihan dan
pertengkaran, penyebabnya karena Tergugat nikah lagi dengan perempuan
bernama WIL, dan Tergugat tidak berlaku adil terhadap kedua istrinya dalam
pembagian waktu dan nafkah;
- Bahwa sekarang Penggugat dengan Tergugat telah berpisah tempat tinggal sudah
lebih dua bulan, Tergugat meninggalkan tempat tinggal bersama;
- Bahwa Tergugat masih menginginkan tetap berbaik dengan Penggugat dan
keberatan bercerai, dan usaha damai telah dilaksanakan, namun tidak berhasil;
- Bahwa Penggugat tetap ingin diceraikan dari Tergugat, dan tidak bersedia
berdamai lagi dengan Tergugat;
Menimbang, bahwa dengan adanya fakta-fakta tersebut di atas, dengan
seringnya terjadi perselisihan dan pertengkaran antara Penggugat dengan Tergugat,
akibatnya berpisah tempat tinggal, meskipun Tergugat keberatan untuk bercerai
dengan Penggugat, dan Penggugat berketetapan hati untuk diceraikan dari Tergugat
dan tidak bersedia berbaik lagi, maka Majelis menilai hubungan Penggugat dengan
Tergugat tidak harmonis lagi, pergaulan yang baik sebagaimana layaknya suami
istri tidak ada lagi, keadaan yang demikian menunjukkan rumah tangga Penggugat
dengan Tergugat sudah pecah yang sulit untuk dirukunkan kembali;
Menimbang, bahwa berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor
379K/AG/95 tanggal 16 Maret 1997, bahwa suami istri yang tidak berdiam dalam
satu rumah lagi, tidak harapan untuk dapat rukun kembali, maka rumah tangga telah
terbukti pecah;
Menimbang, bahwa salah satu tujuan perkawinan adalah untuk membentuk
rumah tangga yang bahagia, sebagaimana dimaksud oleh Undang Undang Nomor I
Tahun 1974 pasal 1 dan al-Quran surat Ar-Ruum ayat 21:
���� ��� �� � ���� �� �� ������� �� ���� ����� � �� ��� � !" �# � � �
Artinya: Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Allah, diciptakan Nya untukmu pasangan dari jenismu sendiri supaya kamu merasa tentram dan dijadikan Nya diantaramu rasa kasih dan saying;
Menimbang, bahwa tujuan pernikahan adalah untuk membentuk rumah
tangga sakinah yang diliputi suasana mawaddah wa rahmah, sebagaimana
dikehendaki oleh al-Qur'an surat al-Rum ayat 21 dan rumusan pasal 1 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo pasal 2 dan pasal 3 Kompilasi Hukum Islam,
9
namun melihat kenyataan dalam rumah tangga Penggugat dan Tergugat tujuan
tersebut di atas sudah tidak mungkin lagi dapat terwujud;
Menimbang, bahwa dari apa yang diuraikan di atas, maka Majelis berpendapat
pintu perceraian dapat dibuka guna menghindarkan para pihak dari kemelut rumah
tangga yang berkepanjangan yang akan membawa mudharat kepada kehidupan
Penggugat dan Tergugat apabila rumah tangga tetap dipertahankan, sedangkan
kemudharatan harus disingkirkan sebagaimana kaidah fiqhiyah yang berbunyi:
�$%�� &�'#
Artinya: Kemudharatan harus disingkirkan
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas,
Majelis berkesimpulan, alasan perceraian yang didalilkan oleh Penggugat telah terbukti
dan telah memenuhi ketentuan pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
jo pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, pasal 116 huruf (f)
Kompilasi Hukum Islam, maka gugatan Penggugat dapat dikabulkan;
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan pasal 84 Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, maka secara ex officio Majelis
memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Limapuluh Kota mengirimkan salinan
putusan ini yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap kepada Pegawai Pencatat
Nikah Kecamatan Guguak, Kabupaten Limapuluh Kota;
Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006, dan Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009, maka seluruh biaya perkara
dibebankan kepada Penggugat;
Mengingat semua peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dalil-
dalil hukum Islam yang berhubungan dengan perkara ini;
M E N G A D I L I
1. Mengabulkan gugatan Penggugat;
2. Menjatuhkan talak satu bain shugra Tergugat (TERGUGAT) terhadap Penggugat
(PENGGUGAT);
3. Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota
mengirimkan salinan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
kepada Pegawai Pencatat Nikah Kecamatan Guguak, Kabupaten Limapuluh
Kota, untuk didaftar dalam sebuah daftar yang disediakan untuk itu;
10
4. Membebankan kepada Penggugat untuk membayar biaya perkara yang hingga
kini dihitung sebesar Rp. 316.000,- (tiga ratus enam belas ribu rupiah); Demikianlah diputus dalam sidang permusyawaratan Majelis Pengadilan
Agama Kabupaten Limapuluh Kota pada hari Rabu tanggal 25 Juli 2012 M,
bertepatan dengan tanggal 05 Ramadhan 1433 H, oleh Dra. Hj. JUSMAINA N,
sebagai Ketua Majelis, Dra. EVI TRIAWIANTI dan SULOMO, S.Ag sebagai
Hakim-Hakim Anggota, yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama Kabupaten
Limapuluh Kota dengan Penetapan Nomor 194/Pdt.G/2012/PA.LK tanggal 15 Juni
2012 untuk memeriksa perkara ini, dan diucapkan oleh Ketua Majelis tersebut
dalam sidang terbuka untuk umum pada Rabu tanggal 01 Agustus 2012 M,
bersamaan dengan tanggal 12 Ramadhan 1433 H dengan dihadiri oleh Hakim-
Hakim Anggota yang sama, serta HARMEN.S Ag sebagai Panitera Pengganti
dengan dihadiri oleh Penggugat dan Tergugat;
Hakim-Hakim Anggota, Ketua Majelis,
Ttd. Ttd.
Dra. EVI TRIAWIANTI Dra. Hj. JUSMAINA N Ttd.
SULOMO, S.Ag Panitera Pengganti
Ttd.
HARMEN, S.Ag
Perincian biaya perkara :
1. Biaya pendaftaran : Rp. 30.000,- 2. Biaya pemberkasan : Rp. 50.000,- 3. Biaya panggilan : Rp.225.000,- 4. Redaksi : Rp. 5.000,- 5. Meterai : Rp. 6.000,- J u m l a h : Rp. 316.000,-
1
PUTUSAN
Nomor : 228/Pdt.G/2012/PA.LK
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota di Tanjung Pati yang
memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama dalam persidangan
Majelis telah menjatuhkan putusan dalam perkara:
PENGGUGAT, umur 32 tahun, agama Islam, pendidikan SD, pekerjaan
Ibu rumah tangga, tempat tinggal di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA,
sebagai Penggugat;
Melawan:
TERGUGAT, umur 42 tahun, agama Islam, pendidikan SLTP, pekerjaan
Usaha Konter HP, tempat tinggal di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA,
sebagai Tergugat;
Pengadilan Agama tersebut;
Telah membaca dan mempelajari berkas perkara;
Telah mendengar keterangan Penggugat dan Saksi-Saksi di persidangan;
TENTANG DUDUK PERKARANYA
Bahwa Penggugat dengan surat gugatannya tertanggal 23 Juli 2012, yang
telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota
dalam Register Perkara Nomor 228/Pdt.G/2012/PA.LK, tanggal 24 Juli 2012 telah
mengajukan Cerai Gugat terhadap Tergugat dengan dalil-dalil dan alasan-alasan
sebagai berikut:
1. Bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami istri yang sah menikah pada
tanggal 04 Maret 1997 di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA yang tercatat
dalam Kutipan Akta Nikah Nomor: ------, yang dikeluarkan oleh PPN/ KUA
Kecamatan Guguak, tanggal 05 Maret 1997;
2. Bahwa setelah menikah Penggugat dan Tergugat membina rumah tangga di
rumah orang tua Penggugat di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA selama 2
hari, kemudian pindah ke Rangkas Bitung, Provinsi Jawa Barat selama 14
tahun, dan kemudian pindah ke KABUPATEN DARMASRAYA sampai
kemudian berpisah;
2
3. Bahwa dari pernikahan Penggugat dan Tergugat telah dikaruniai 2 (dua) orang
anak laki-laki yang bernama:
3.1. ANAK I, lahir tanggal 15 April 1998;
3.2. ANAK II, lahir tanggal 31 Maret 2006;
4. Bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat yang rukun dan damai lebih
kurang selama 13 tahun, dan setelah tidak harmonis lagi mulai terjadi
pertengkaran pada tahun 2010 disebabkan Penggugat mendapatkan kabar kalau
Tergugat mempunyai hubungan khusus dengan karyawan Penggugat dan
Tergugat bernama WIL dan sewaktu Penggugat menanyakan hal tersebut
kepada Tergugat, Tergugat tidak mengakuinya sehingga terjadi pertengkaran,
namun antara Penggugat dan Tergugat tetap serumah;
5. Bahwa pada tahun 2010 tersebut, hubungan Tergugat dengan WIL makin dekat
dan mengakibatkan rumah tangga Penggugat dan Tergugat kurang harmonis
akibatnya antara Penggugat dan Tergugat berpisah ranjang, namun tetap
serumah;
6. Bahwa pada tanggal 21 Februari 2011 Tergugat meminta kakak Tergugat untuk
mengantarkan Penggugat pulang ke rumah orang tua Penggugat di
KABUPATEN LIMAPULUH KOTA dikarenakan Penggugat telah sakit-
sakitan sejak tahun 2010 sehingga Penggugat tidak bisa berbuat apa-apa, dan
sejak Penggugat diantarkan kakak Tergugat ke kampung antara Penggugat dan
Tergugat berpisah dikarenakan Tergugat tidak pernah lagi menemui Penggugat
setelah tiba di rumah orang tua Penggugat;
7. Bahwa sejak kejadian tersebut, antara Penggugat dan Tergugat telah berpisah
selama lebih kurang 1 tahun 5 bulan dan selama itu tidak pernah dilakukan
upaya damai;
8. Bahwa selama Penggugat dan Tergugat berpisah, Tergugat tidak ada memberi/
mengirim nafkah untuk Penggugat;
9. Bahwa sekarang Tergugat telah menikah secara resmi dengan WIL pada tanggal
12 Juli 2011 dan sekarang Tergugat bertempat tinggal di rumah orang tua
Tergugat di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA;
10. Bahwa berdasarkan uraian permasalahan di atas Penggugat berkesimpulan antara
Penggugat dan Tergugat sudah tidak ada kecocokan lagi dalam membina rumah
tangga dan tidak ada harapan serta sudah tidak sanggup lagi untuk melanjutkan
hidup berumah tangga dengan Tergugat, maka cukup alasan bagi Gugatan
Penggugat;
3
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Penggugat memohon kepada Ketua
Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota c.q. Majelis Hakim kiranya
berkenan menerima, memeriksa, mengadili dan menjatuhkan putusan sebagai
berikut:
PRIMER:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat;
2. Menjatuhkan talak satu bain sughra Tergugat (TERGUGAT) terhadap
Penggugat (PENGGUGAT);
3. Menetapkan biaya perkara sesuai peraturan yang berlaku;
S U B S I D E R:
- Jika Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya;
Bahwa pada hari sidang yang telah ditetapkan, Penggugat hadir menghadap
sendiri di persidangan, sedangkan Tergugat tidak pernah hadir dan tidak pula
menyuruh orang lain sebagai wakil/kuasanya, meskipun telah dipanggil secara
resmi dan patut untuk menghadap di persidangan, sesuai relaas panggilan Jurusita
Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota Nomor : 228/Pdt.G/2012/PA.LK
masing-masing tanggal 08 Agustus 2012 dan tanggal 15 Agustus 20012 yang
dibacakan di persidangan dan tidak ternyata ketidakhadiran Tergugat itu disebabkan
suatu alasan yang sah menurut hukum;
Bahwa Majelis telah berusaha mendamaikan dengan menasehati Penggugat
agar bersabar dan rukun kembali dengan Tergugat, akan tetapi tidak berhasil;
Bahwa oleh karena Tergugat tidak pernah hadir di persidangan, maka usaha
mediasi tidak dapat dilaksanakan;
Bahwa selanjutnya dibacakan surat gugatan Penggugat yang isinya tetap
dipertahankan oleh Penggugat;
Bahwa untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya Penggugat telah
mengajukan alat bukti berupa:
1. Bukti Surat
Fotokopi Kutipan Akta Nikah Nomor: ------, tanggal 05 Maret 1997 yang
dikeluarkan oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan
Guguak Kabupaten Limapuluh Kota, bermeterai cukup dan di-nazegeling, yang
oleh Ketua Majelis telah dicocokkan dengan aslinya ternyata cocok, diberi
tanggal, diparaf, dan diberi tanda P;
2. Bukti Saksi
4
2.1. SAKSI I, umur 47 tahun, agama Islam, pekerjaan ibu rumah tangga,
bertempat tinggal di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA, telah
memberikan keterangannya di bawah sumpah yang pada pokoknya sebagai
berikut:
- Bahwa Penggugat dengan Tergugat menikah pada tahu 1997 di
KABUPATEN LIMAPULUH KOTA dan hingga saat ini telah
dikaruniai 2 orang anak;
- Bahwa Penggugat dan Tergugat setelah menikah membina rumah
tangga di rumah orang tua Penggugat selama 3 hari dan setelah itu
pindah ke Rangkas Bitung lebih kurang 14 tahun, lalu pindah ke
Sungai Rumbai sampai berpisah di sana awal tahun 2011;
- Bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat tidak rukun lagi sejak
tahun 2010 karena Tergugat berhubungan asmara dengan wanita lain;
- Bahwa saksi juga melihat dan membaca buku Kutipan Akta Nikah
Tergugat dengan wanita lain bernama WIL ;
- Bahwa sepengetahuan saksi rumah tangga Penggugat dan Tergugat
sekarang tidak rukun lagi, mereka sudah berpisah sejak Penggugat
diantarkan oleh kakak Tergugat pulang ke kampung di KABUPATEN
LIMAPULUH KOTA pada Februari 2011;
- Bahwa penyebab kepulangan Penggugat adalah karena Tergugat
menjalin hubungan cinta dengan seorang perempuan lain dan
perhatian Tergugat sudah berkurang kepada Penggugat dimana
Penggugat saat itu sedang sakit.;
- Bahwa selama berpisah Tergugat tidak pernah datang menjemput
Penggugat ke rumah orang tua Penggugat;
- Bahwa Penggugat dan Tergugat sudah berpisah sekitar 1.5 tahun;
- Bahwa Penggugat dan Tergugat telah didamaikan, namun tidak
berhasil, karena Penggugat tetap pada keinginnya untuk bercerai
dengan Tergugat;
2.2. SAKSI II, umur 36 tahun, agama Islam, pekerjaan tani, bertempat tinggal
di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA, telah memberikan keterangannya
di bawah sumpah yang pada pokoknya sebagai berikut:
- Bahwa Penggugat dengan Tergugat menikah pada tahu 1997 di
KABUPATEN LIMAPULUH KOTA dan hingga saat ini telah
dikaruniai 2 orang anak;
5
- Bahwa Penggugat dan Tergugat setelah menikah membina rumah
tangga di rumah orang tua Saksi selama lebih kurang 3 hari dan
setelah itu pindah ke Rangkas Bitung selama lebih kurang 15 tahun
dan terakhir di Sungai Rumbai sampai berpisah.;
- Bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat sekarang tidak rukun
lagi, disebabkan Tergugat telah menikah resmi dengan perempuan lain
yang bernama WIL dengan menipu data mengaku bujang;
- Bahwa saksi juga mengetahui dan melihat adanya buku nikah antara
Tergugat WIL yang dibawa anak Tergugat;
- Bahwa pada bulan Juli 2012, Penggugat melaporkan Tergugat ke
Polres Limapuluh Kota atas kasus pemalsuan data pernikahan
Tergugat dengan WIL;
- Bahwa kepada saksi maupun kepada pihak kepolisian, Tergugat
menikah dengan WIL dengan identitas jejaka, namun akhirnya antara
Penggugat dan Tergugat damai, karena Penggugat akhirnya mencabut
laporan tersebut, dan lebih memilih mengajukan perceraian;
- Bahwa Penggugat dan Tergugat sudah berpisah sekitar 1.5 tahun, dan
selama berpisah Tergugat tidak pernah datang menjemput Penggugat
ke rumah orang tua Penggugat;
- Bahwa Penggugat dan Tergugat telah didamaikan, namun tidak
berhasil, karena Penggugat tetap pada keinginnya untuk bercerai
dengan Tergugat;
Bahwa Penggugat menyatakan dalam kesimpulannya, yang pada pokoknya
tetap dengan dalil-dalil gugatannya untuk bercerai dari Tergugat dan mohon
putusan;
Bahwa untuk mempersingkat uraian putusan ini cukup ditunjuk segala hal
yang telah termuat dalam berita acara persidangan perkara ini yang dianggap
sebagai satu kesatuan tak terpisahkan dalam putusan ini;
TENTANG HUKUMNYA
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah
sebagaimana tersebut di atas;
Menimbang, bahwa sesuai dengan pasal 49 ayat (1) huruf (a) Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50
6
Tahun 2009, maka penyelesaian perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam di bidang perkawinan merupakan wewenang absolut Pengadilan
Agama;
Menimbang, bahwa Majelis telah berusaha mendamaikan dengan
menasehati Penggugat agar bersabar dan rukun kembali dengan Tergugat,
sebagaimana ketentuan pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo
pasal 82 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009
jo pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 serta pasal 143 ayat (1)
Kompilasi Hukum Islam, akan tetapi tidak berhasil;
Menimbang, bahwa berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia (PERMA) Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,
semua perkara yang masuk ke pengadilan terlebih dahulu harus dilaksanakan
mediasi, akan tetapi dalam perkara yang bersangkutan karena pihak Tergugat tidak
pernah hadir, maka mediasi tidak dapat dilaksanakan;
Menimbang, bahwa Penggugat telah datang menghadap sendiri (in person)
di persidangan, sedangkan Tergugat tidak pernah hadir di persidangan dan tidak
pula mengirimkan orang lain selaku wakil atau kuasanya yang sah untuk hadir di
persidangan meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut sesuai pasal 26
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, dan tidak ternyata ketidakhadiran
Tergugat itu disebabkan suatu alasan yang sah menurut hukum (default without
reason) sesuai pasal 149 ayat (1) R.Bg, maka harus dinyatakan Tergugat tidak hadir
dan perkara a quo dapat diperiksa tanpa hadirnya Tergugat;
Menimbang, bahwa tidak hadirnya Tergugat di persidangan, dapat dianggap
tidak bermaksud untuk mempertahankan hak-hak keperdataannya dan atau
membela kepentingannya di persidangan, mengakui dan membenarkan semua
Posita dan Petitum dalam surat gugatan Penggugat, sedangkan gugatan Penggugat
juga tidak ternyata melawan hukum, dalam hal ini Majelis Hakim sependapat dan
mengambil alih pendapat ahli fiqih dalam Kitab Ahkamul Qur'an Juz II hal 405
yang berbunyi:
Artinya: Barang siapa yang dipanggil untuk menghadap Hakim Islam, kemudian
tidak menghadap maka ia termasuk orang yang zalim, dan gugurlah
haknya.
7
Menimbang, bahwa karena perkara ini adalah mengenai bidang perceraian
yang dinilai penting untuk ditemukan kebenaran materiilnya, dan untuk lebih
meyakinkan majelis atas dalil-dalil gugatan Penggugat, maka sesuai dengan
Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor: KMA/032/SK/IV/2006 tanggal 04 April
2006 tentang Pemberlakuan Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis
Peradilan Agama, Edisi Revisi 2010, Majelis berpendapat Penggugat diwajibkan
untuk mengajukan bukti-bukti yang dapat mendukung dalil-dalil posita dan petitum
gugatannya;
Menimbang, bahwa Majelis sependapat dengan hujjah syari’ah dalam
Kitab Al-Anwar Juz II halaman 55 yang untuk selanjutnya diambil alih sebagai
pendapat Majelis yang berbunyi :
Artinya : Apabila dia (Tergugat) enggan hadir, atau bersembunyi atau tidak
diketahui alamatnya (ghaib), perkara ini dapat diputus berdasarkan
bukti-bukti (persaksian);
Menimbang, bahwa alasan Penggugat mengajukan Cerai Gugat terhadap
Tergugat adalah sebagai berikut:
- Bahwa setelah 13 tahun melangsungkan pernikahan, rumah tangga Penggugat
dan Tergugat tidak harmonis lagi disebabkan Tergugat mempunyai hubungan
khusus dengan wanita bernama WIL yang menyebabkan Penggugat dan
Tergugat sering bertengkar dan akibatnya antara Penggugat dan Tergugat pisah
tempat tinggal lebih kurang sudah 1 tahun 4 bulan lamanya;
- Bahwa sejak Penggugat dan anak Penggugat dan Tergugat yang no 2
diantarkan oleh Kakak Tergugat pulang ke kampong karena Penggugat sakit,
Tergugat tidak pernah melihat/ menjenguk Penggugat dan anak ke kampung,
juga tidak pernah mengirimkan belanja/ nafkah untuk Penggugat, dan juga
tidak meninggalkan harta yang bisa dijadikan nafkah;
- Bahwa sekarang Tergugat telah menikah secara resmi dengan perempuan yang
bernama WIL tanpa seizin Penggugat dengan cara memalsukan data pribadi
Tergugat yang mengaku bujang;
Menimbang, bahwa terhadap alat bukti tertulis berupa fotokopi Kutipan
Akta Nikah yang diajukan Penggugat, Majelis berpendapat alat bukti tersebut telah
memenuhi persyaratan formil karena merupakan fotokopi sah dari suatu akta
autentik, khusus dibuat sebagai alat bukti, telah diberi meterai cukup sesuai
8
ketentuan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 dan telah di-
nazegeling, secara materiil dapat dipertimbangkan karena alat bukti tersebut
memuat keterangan yang menguatkan dan relevan dengan dalil gugatan Penggugat
sehingga harus dinyatakan secara formil dan materiil alat bukti tersebut dapat
diterima;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti yang diajukan Penggugat tersebut
maka harus dinyatakan terbukti Penggugat dengan Tergugat telah dan masih terikat
dalam perkawinan yang sah sesuai dengan ketentuan pasal 285 R.Bg jo pasal 2 ayat
(1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo pasal 7 ayat (1) Kompilasi
Hukum Islam, dengan demikian Penggugat dengan Tergugat telah mempunyai
hubungan dan kapasitas hukum untuk menjadi pihak dalam perkara ini (persona
legal standing in judicio), karenanya Penggugat mempunyai kualitas untuk
mengajukan tuntutan dalam sengketa bidang perkawinan;
Menimbang, bahwa oleh karena alasan perceraian yang diajukan Penggugat
berkenaan dengan ketentuan Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1975 jo Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, sehingga
berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
dan Pasal 138 Kompilasi Hukum Islam, maka Majelis Hakim perlu mendengarkan
keterangan saksi-saksi yang berasal dari keluarga dan atau orang-orang yang dekat
dengan suami istri tersebut;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah mendengarkan keterangan 2 orang
saksi Penggugat yaitu SAKSI I, (Kakak kandung Penggugat) dan SAKSI II (kakak
kandung Penggugat) yang telah memberikan keterangan secara materiil telah
didasarkan atas pengetahuan saksi-saksi sendiri, mempunyai keterkaitan dan
hubungan, serta saling bersesuaian dan atau saling menguatkan antara satu dengan
lainnya yang dapat digunakan untuk menguatkan suatu perbuatan sesuai ketentuan
Pasal 307-309 R.Bg, sehingga oleh karenanya Majelis Hakim berpendapat bahwa
keterangan saksi-saksi tersebut telah menguatkan dalil-dalil gugatan Penggugat yang
pada pokoknya bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat telah tidak rukun lagi
dan terjadi perselisihan yang disebabkan Tergugat menjalin hubungan asmara
dengan wanita lain, antara Penggugat dan Tergugat telah berpisah tempat tinggal
selama lebih kurang 1.5 tahun dan antara Penggugat dan Tergugat pernah
didamaikan oleh pihak keluarga namun tidak berhasil, karena Penggugat tetap pada
keinginannya untuk bercerai dengan Tergugat ;
9
Menimbang bahwa berdasarkan bukti-bukti tersebut di atas dan
dihubungkan dengan dalil-dalil gugatan Penggugat, maka Majelis Hakim telah
menemukan fakta di persidangan yang pada pokoknya adalah sebagai berikut :
- Bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami istri yang telah dan masih terikat
dalam perkawinan yang sah;
- Bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat sudah tidak rukun lagi sejak
sekitar 13 tahun setelah pernikahan, antara Penggugat dan Tergugat sering
terjadi perselisihan dan pertengkaran karena Tergugat telah menikah lagi dengan
wanita lain bernama WIL ;
- Bahwa hingga saat ini Penggugat dan Tergugat telah berpisah tempat tinggal
selama lebih kurang 1.5 tahun dan tidak pernah lagi berhubungan sebagaimana
layaknya suami istri;
- Bahwa pihak keluarga telah mengupayakan perdamaian, namun tidak berhasil
karena Penggugat tetap pada keinginannya untuk bercerai dengan Tergugat ;
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas dan bahkan
selama persidangan Penggugat telah menyatakan sikap dan tekadnya untuk tetap
bercerai dengan Tergugat, maka hal ini menunjukkan bahwa Penggugat sudah tidak
mau lagi mempertahankan keutuhan rumah tangganya dengan Tergugat, meskipun
pihak keluarga dan Majelis Hakim sudah berusaha untuk merukunkan dan
menasehatinya, bahkan dalam perkara ini antara Penggugat dan Tergugat telah
berpisah tempat tinggal dalam waktu yang relatif cukup lama yaitu selama selama
lebih kurang 1.5 tahun, maka hal ini dinilai oleh Majelis Hakim telah
memperlihatkan adanya unsur perselisihan dan pertengkaran diantara Penggugat
dan Tergugat, dan bahkan tingkat perselisihan dan pertengkaran mereka tersebut
telah dapat dikatagorikan terus menerus dan sudah sulit untuk dirukunkan kembali;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim sependapat dengan Yurisprudensi
Mahkamah Agung RI Nomor: 379 K/AG/1995 tanggal 22 Maret 1997 yang
mengandung abstrak hukum bahwa dengan keluarnya salah satu pihak dari rumah
yang selama ini menjadi tempat tinggal bersama dan tidak mau kembali seperti
semula, berarti telah terjadi perselisihan dan pertengkaran antara keduanya;
Menimbang, bahwa dengan kondisi yang demikian, maka Majelis
berpendapat bahwa keadaan rumah tangga Penggugat dan Tergugat sudah rapuh,
tidak utuh dan bahkan sudah pecah/ retak, apalagi jika hal ini dikaitkan dengan
tujuan perkawinan yakni harus adanya ikatan lahir batin yang utuh antara kedua
suami isteri sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
10
1974 jo Pasal 2 dan Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam serta firman Allah SWT
dalam surat Ar-Rum ayat 21 yang berbunyi sebagai berikut :
Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir;
Menimbang, bahwa dalam perkara ini Majelis Hakim menilai tidak mungkin
lagi untuk mempertahankan perkawinan Penggugat dan Tergugat, karena
mempertahankan perkawinan seperti itu (rumah tangga yang sudah pecah/ retak)
bisa menimbulkan dan mengakibatkan akibat negatif bagi semua pihak dan
kesemuanya itu bisa mendatangkan mudharat, oleh karena menolak kemadlaratan
itu harus diutamakan daripada mengambil kemaslahatan, hal ini sesuai pula dengan
kaidah fiqh yang berbunyi sebagai berikut :
Artinya : “Menolak kesusahan (madlarat) itu harus didahulukan (diutamakan)
daripada mengambil kemaslahatan”;
Menimbang, bahwa Majelis perlu mengetegahkan dalil/ hujah syar'iyyah
dari Kitab Ghayatul Maram hal 162 yang selanjutnya diambil alih sebagai pendapat
Majelis Hakim sebagai berikut :
Artinya : "Dan apabila ketidaksukaan isteri terhadap suaminya sudah
sedemikian memuncak, maka Hakim boleh menjatuhkan talak
suaminya dengan talak satu”;
Menimbang, bahwa hukum perceraian menurut Islam berkisar pada hukum
haram, wajib, sunat, mubah dan makruh, dan dalam perkara ini maka perceraian
menjadi diperbolehkan, dan oleh karena imsak bil ma’ruf tidak berhasil maka
perceraian dianggap sebagai tasrih bi ihsan;
11
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut
Majelis Hakim menyimpulkan telah terbukti bahwa antara Penggugat dan Tergugat
telah terjadi perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus sehingga tidak ada
harapan bagi kedua belah pihak untuk dapat hidup rukun dalam rumah tangga,
dengan demikian alasan perceraian yang diajukan oleh Penggugat tersebut telah
memenuhi ketentuan Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975,
jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam. Dengan demikian maka gugatan
Penggugat dinilai oleh Majelis Hakim adalah cukup beralasan sesuai ketentuan
Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 serta tidak melawan
hukum, oleh karenanya patut dikabulkan dengan menjatuhkan talak satu bain
sughra Tergugat terhadap Penggugat;
Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 84 Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 maka Majelis Hakim memerintahkan
Panitera Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota untuk mengirimkan salinan
putusan ini yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap kepada Pegawai Pencatat
Nikah Kecamatan Guguak, Kabupaten Limapuluh Kota,
Menimbang, bahwa oleh karena perkara ini mengenai sengketa di bidang
perkawinan maka berdasarkan ketentuan Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 maka semua biaya yang timbul dalam
perkara ini dibebankan kepada Penggugat;
Mengingat semua peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dalil-
dalil hukum Islam yang berhubungan dengan perkara ini;
M E N G A D I L I
1. Menyatakan bahwa Tergugat yang telah dipanggil secara resmi dan patut
untuk datang menghadap di depan persidangan, tidak hadir;
2. Mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek;
3. Menjatuhkan talak satu bain sughra Tergugat (TERGUGAT) terhadap
Penggugat (PENGGUGAT);
4. Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota
mengirimkan salinan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
kepada Pegawai Pencatat Nikah Kecamatan Guguak, Kabupaten Limapuluh
Kota;
12
5. Membebankan kepada Penggugat untuk mmembayar biaya perkara yang
hingga kini dihitung sebesar Rp. 316.000,- (tiga ratus enam belas ribu
rupiah);
Demikianlah diputus dalam sidang permusyawaratan Majelis Pengadilan
Agama Kabupaten Limapuluh Kota pada hari Senin tanggal 03 September 2012 M,
bertepatan dengan tanggal 16 Syawal 1433 H, oleh Drs. BISMAN, M HI, sebagai
Ketua Majelis, ISRIZAL ANWAR, S.Ag. M.Hum dan SULOMO. S.Ag sebagai
Hakim-Hakim Anggota, yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama Kabupaten
Limapuluh Kota dengan Penetapan Nomor: 228/Pdt.G/2012/PA.LK tanggal 03
September 2012 untuk memeriksa perkara ini, dan diucapkan oleh Ketua Majelis
tersebut dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga dengan dihadiri oleh
Hakim-Hakim Anggota yang sama, serta WARTINAS, BA. sebagai Panitera
Pengganti dengan dihadiri oleh Penggugat tanpa hadirnya Tergugat.
Hakim-Hakim Anggota, Ketua Majelis,
ttd ttd
ISRIZAL ANWAR, S.Ag. M.Hum Drs. BISMAN, M.HI
ttd
SULOMO, S.Ag
Panitera Pengganti,
ttd
WARTINAS, BA
Rincian Biaya Perkara:
1. Biaya pendaftaran : Rp. 30.000,-
2. Biaya Pemberkasan : Rp. 50.000,-
3. Biaya Panggilan : Rp. 225.000,-
4. Biaya Meterai : Rp. 6.000,-
5 Redaksi : Rp. 5.000,-
J u m l a h : Rp. 316.000,-
hal. 1 dari 11 hal. Perkara No. 231/Pdt.G/2012/PA.LK
P U T U S A N
Nomor : 231/Pdt.G/2012/PA.LK
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota di Tanjung Pati yang
memeriksa dan mengadili perkara tertentu tentang cerai gugat pada tingkat pertama
dalam persidangan majelis telah menjatuhkan putusan dalam perkara :
PENGGUGAT, umur 34 tahun, agama Islam, pendidikan MTsN,
pekerjaan ibu rumah tangga, tempat tinggal di KABUPATEN
LIMAPULUH KOTA, sebagai Penggugat;
Melawan:
TERGUGAT, umur 37 tahun, agama Islam, pendidikan SLTA,
pekerjaan penjahit, tempat tinggal di KABUPATEN LIMAPULUH
KOTA, sebagai Tergugat;
Pengadilan Agama tersebut;
Telah membaca surat-surat perkara;
Telah mendengar keterangan Penggugat dan saksi-saksi di persidangan;
TENTANG DUDUK PERKARANYA
Bahwa Penggugat berdasarkan surat gugatannya tertanggal 1 Agustus 2012,
dan telah terdaftar pada Kepaniteraan Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh
Kota dalam Register Perkara Nomor : 231/Pdt.G/2012/PA.LK tanggal 1 Agustus
2012 pada pokoknya menyampaikan dalil-dalil sebagai berikut:
1. Bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami isteri yang sah menikah pada
tanggal 7 Desember 1997 di rumah orang tua Penggugat, di KABUPATEN
LIMAPULUH KOTA, yang tercatat dalam Duplikat Buku Nikah Nomor: ------,
yang dikeluarkan oleh PPN/KUA Kecamatan Guguak, Kabupaten Limapuluh
Kota, tanggal 23 Juli 2012;
2. Bahwa setelah menikah Penggugat dan Tergugat membina rumah tangga di
rumah orang tua Penggugat di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA sampai
kemudian berpisah;
3. Bahwa dari pernikahan Penggugat dan Tergugat telah dikaruniai 3 (tiga) orang
anak, yang masing-masing bernama:
a. ANAK I, perempuan, lahir tanggal 06 Februari 1999;
b. ANAK II, laki-laki, lahir tanggal 26 Januari 2002;
c. ANAK III, laki-laki, lahir tanggal 14 April 2007;
hal. 2 dari 11 hal. Perkara No. 231/Pdt.G/2012/PA.LK
4. Bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat yang rukun dan damai lebih
kurang selama 1 tahun 3 bulan, setelah itu tidak harmonis lagi, sering terjadi
perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan:
a. Bahwa Pertengkaran dimulai pada awal tahun 1999 disebabkan Tergugat
tidak dapat membiayai biaya Penggugat untuk melahirkan anak Penggugat
dan Tergugat yang pertama, sehingga terjadi pertengkaran, namun tetap
serumah;
b. Bahwa pertengkaran dengan sebab yang sama seperti di atas, juga terjadi
ketika Penggugat melahirkan anak Penggugat dan Tergugat yang kedua dan
ketiga;
c. Bahwa pertengkaran juga terjadi ketika anak kedua Penggugat dan
Tergugat berumur 6 bulan disebabkan tidak ada yang akan dimasak dan
dimakan, ketika Penggugat menanyakan hal tersebut kepada Tergugat,
Tergugat marah kepada Penggugat, namun tetap serumah;
5. Bahwa pada tahun 2004 kembali terjadi pertengkaran disebabkan Tergugat
selalu menyuruh Penggugat untuk meminta uang kepada keluarga Penggugat
untuk modal usaha Tergugat, namun usaha yang dilakukan Tergugat itu tidak
pernah ada, sehingga terjadilah pertengkaran, namun tetap serumah;
6. Bahwa pertengkaran juga terjadi pada tahun 2009 disebabkan Tergugat ingin
menikah lagi dengan wanita lain yang namanya Penggugat tidak tahu, namun
Penggugat tidak mengizinkan sehingga terjadilah pertengkaran, namun tetap
serumah;
7. Bahwa pertengkaran terjadi lagi pada bulan Maret 2011, disebabkan Tergugat
cemburu kepada Penggugat ketika Penggugat ditelpon oleh seorang laki-laki,
padahal orang tersebut hanya menanyakan motor kepada Penggugat, sehingga
terjadilah pertengkaran dan dalam pertengkaran tersebut Tergugat menampar,
menendang dan mencekik leher Penggugat bahkan Tergugat mengatakan ingin
membunuh Penggugat, namun penggugat dan Tergugat tetap serumah;
8. Bahwa pada bulan Juni 2011Penggugat menemukan kondom di tas Tergugat
sepulang Tergugat bekerja sehingga terjadilah pertengkaran antara Penggugat
dan Tergugat, namun tetap serumah;
9. Bahwa pada bulan Maret 2012, Tergugat pergi meninggalkan kediaman
bersama dan pulang ke rumah orang tua Tergugat tanpa meminta izin kepada
Penggugat sampai dengan sekarang;
hal. 3 dari 11 hal. Perkara No. 231/Pdt.G/2012/PA.LK
10. Bahwa sejak itu Tergugat tidak pernah kembali lagi kepada Penggugat,
sehingga antara Penggugat dan Tergugat telah berpisah selama 5 bulan dan
selama berpisah tersebut tidak pernah dilakukan upaya damai;
11. Bahwa selama kepergian Tergugat tersebut, Tergugat tidak pernah memberikan
nafkah kepada Penggugat;
12. Bahwa dari uraian di atas Penggugat menyimpulkan, Penggugat telah menepis
terciptanya suasana hidup rukun dan tentram dalam mahligai rumah tangga,
dengan keadaan yang sudah demikian itu Penggugat sudah tidak ada kecocokan
lagi dalam membina rumah tangga dan tidak ada harapan serta sudah tidak
sanggup lagi untuk melanjutkan hidup berumah tangga dengan Tergugat, karena
itu cukup alasan bagi Gugatan Penggugat;
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Penggugat memohon kepada Ketua
Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota c.q. Majelis Hakim kiranya
berkenan menerima, memeriksa, mengadili Gugatan Penggugat dengan
menjatuhkan putusan sebagai berikut:
PRIMER
1. Mengabulkan gugatan Penggugat ;
2. Menjatuhkan talak satu bain sughro Tergugat (TERGUGAT) terhadap
Penggugat (PENGGUGAT);
3. Menetapkan biaya perkara sesuai peraturan yang berlaku ;
SUBSIDER
- Jika Majelis Hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya ;
Bahwa pada hari sidang yang telah ditetapkan, Penggugat hadir sendiri
menghadap di persidangan, sedangkan Tergugat tidak pernah hadir dan tidak pula
menyuruh orang lain sebagai wakil/kuasanya, meskipun telah dipanggil secara
resmi dan patut untuk menghadap di persidangan, sesuai relaas panggilan Jurusita
Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota Nomor 231/Pdt.G/2012/PA.LK
masing-masing tanggal 10 Agustus 2012 dan tanggal 31 Agustus 2012 yang
dibacakan di persidangan dan tidak ternyata ketidakhadiran Tergugat itu disebabkan
suatu alasan yang sah menurut hukum;
Bahwa oleh karena Tergugat tidak pernah hadir di persidangan, maka usaha
Mediasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan tidak
dapat dilaksanakan;
Bahwa Majelis telah berupaya menasehati Penggugat agar bersabar dan
rukun kembali dengan Tergugat, akan tetapi tidak berhasil;
hal. 4 dari 11 hal. Perkara No. 231/Pdt.G/2012/PA.LK
Bahwa selanjutnya pemeriksaan perkara ini dimulai dengan pembacaan surat
gugatan Penggugat Nomor 231/Pdt.G/2012/PA.LK tertanggal 1 Agustus 2012, yang
isinya tetap dipertahankan oleh Penggugat;
Bahwa untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya Penggugat telah
mengajukan bukti berupa:
Fotokopi Duplikat Buku Nikah Nomor ------ tanggal 23 Juli 2012 yang
dikeluarkan oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Suliki,
bermaterai cukup dan di-nazegeling, yang oleh Ketua Majelis telah dicocokkan
dengan aslinya ternyata cocok, diberi tanggal, tanda (P) dan diparaf ;
Bahwa selain bukti tertulis, Penggugat juga telah menghadirkan Saksi-Saksi
di persidangan masing-masing bernama:
Saksi 1
SAKSI I, umur 61 tahun, agama Islam, pekerjaan pensiunan guru, bertempat
tinggal di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA, telah memberikan keterangannya
di bawah sumpah yang pada pokoknya sebagai berikut:
- Bahwa Saksi kenal dengan Penggugat dan Tergugat karena saksi ibu angkat
Penggugat ;
- Bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami istri;
- Bahwa setelah menikah Penggugat dengan Tergugat membina rumah tangga di
rumah orang tua Penggugat di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA sampai
dengan berpisah;
- Bahwa Penggugat dengan Tergugat sudah dikaruniai anak tiga orang;
- Bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat awalnya rukun-rukun saja tetapi
sekarang tidak rukun lagi karena berselisih dan bertengkar;
- Bahwa penyebab perselisihan itu karena masalah nafkah/belanja Tergugat yang
tidak mencukupi kepada Penggugat;
- Bahwa akibat pertengkaran tersebut Tergugat telah menyakiti jasmani Penggugat
yang saksi lihat di leher Penggugat;
- Bahwa sekarang antara Penggugat dan Tergugat telah berpisah tempat tinggal 9
bulan lamanya ;
- Bahwa saksi sudah pernah mendamaikan kedua belah pihak tetapi tidak berhasil;
Saksi 2
SAKSI II, umur 34 tahun, agama Islam, pekerjaan rumah tangga, bertempat tinggal
di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA, telah memberikan keterangannya di
bawah sumpah yang pada pokoknya sebagai berikut:
- Bahwa Saksi adalah tetangga Penggugat, dan kenal dengan Tergugat ;
hal. 5 dari 11 hal. Perkara No. 231/Pdt.G/2012/PA.LK
- Bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami istri;
- Bahwa setelah menikah Penggugat dengan Tergugat membina rumah tangga di
rumah orang tua Penggugat di KABUPATEN LIMAPULUH KOTA sampai
dengan berpisah;
- Bahwa Penggugat dengan Tergugat sudah dikaruniai anak tiga orang;
- Bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat awalnya rukun-rukun saja tetapi
sekarang tidak rukun lagi karena berselisih dan bertengkar;
- Bahwa penyebab perselisihan itu karena masalah nafkah/belanja Tergugat yang
tidak mencukupi kepada Penggugat;
- Bahwa akibat pertengkaran tersebut Tergugat telah memukul/menyakiti jasmani
Penggugat dan saksi melihat badan Penggugat memar-memar;
- Bahwa sekarang antara Penggugat dan Tergugat telah berpisah tempat tinggal 9
bulan lamanya ;
- Bahwa saksi tidak mengetahui dilakukan usaha damai dari kedua belah pihak
maupun dari pihak keluarga masing-masing;
Bahwa Penggugat telah menyampaikan kesimpulannya secara lisan, yang
pada pokoknya tetap pada pendiriannya untuk bercerai dari Tergugat dan mohon
agar perkaranya segera diputus;
Bahwa untuk mempersingkat uraian putusan ini cukup ditunjuk segala hal
yang telah termuat dalam berita acara persidangan perkara ini dan dianggap sebagai
satu kesatuan tak terpisahkan dalam putusan ini;
TENTANG HUKUMNYA
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat sebagaimana
diuraikan dalam duduk perkara di atas;
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan pasal 55 Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 jo pasal
26 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 jo pasal 138 Kompilasi Hukum
Islam, maka Majelis telah memerintahkan memanggil para pihak yang berperkara
untuk datang menghadap di depan persidangan;
Menimbang, bahwa Majelis telah memberikan saran dan nasehat kepada
Penggugat agar bersabar dan rukun kembali dengan Tergugat, sebagaimana ketentuan
pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo pasal 82 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
serta perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 jo pasal 31
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 serta pasal 143 ayat (1) Kompilasi Hukum
hal. 6 dari 11 hal. Perkara No. 231/Pdt.G/2012/PA.LK
Islam, akan tetapi tidak berhasil karena Penggugat tetap dengan pendiriannya untuk
bercerai dari Tergugat;
Menimbang, bahwa berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia (PERMA) Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,
semua perkara yang masuk ke pengadilan terlebih dahulu harus dilaksanakan
mediasi, akan tetapi dalam perkara yang bersangkutan karena pihak Tergugat tidak
pernah hadir, maka mediasi tidak dapat dilaksanakan;
Menimbang, bahwa Penggugat telah menghadap sendiri (in person) di
persidangan, sedangkan Tergugat tidak pernah hadir di persidangan dan tidak pula
mengirimkan orang lain selaku wakil atau kuasanya yang sah untuk hadir di
persidangan meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut, dan tidak ternyata
ketidakhadiran Tergugat itu disebabkan suatu alasan yang sah menurut hukum
(default without reason), maka sesuai dengan pasal 149 ayat (1) Rbg jo pasal 26
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, perkara a quo dapat diperiksa dan
diputus tanpa hadirnya Tergugat;
Menimbang, bahwa tidak hadirnya Tergugat di persidangan, dapat dianggap
tidak bermaksud untuk mempertahankan hak-hak keperdataannya dan atau
membela kepentingannya di persidangan, mengakui dan membenarkan semua
Posita dan Petitum dalam surat gugatan Penggugat, sedangkan gugatan Penggugat
juga tidak ternyata melawan hukum;
Menimbang, bahwa Majelis sependapat dan mengambil alih pendapat ahli
fiqih dalam Kitab Ahkamul Qur'an Juz II hal 405 yang berbunyi:
Artinya: Barang siapa yang dipanggil untuk menghadap Hakim Islam, kemudian
tidak menghadap maka ia termasuk orang yang zalim, dan gugurlah
haknya.
Menimbang, bahwa namun demikian oleh karena perkara ini adalah
mengenai bidang perceraian yang dinilai penting untuk ditemukan kebenaran
materilnya, dan untuk lebih meyakinkan majelis atas dalil-dalil gugatan
Penggugat, maka dengan memperhatikan dan sesuai dengan Keputusan
Mahkamah Agung RI Nomor KMA/032/SK/IV/2006 tanggal 4 April 2006
tentang Pemberlakuan Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis
Peradilan Agama, Edisi 2010, maka Majelis berpendapat bahwa Penggugat
haruslah tetap diwajibkan untuk mengajukan bukti-bukti yang dapat mendukung
dalil-dalil posita dan petitum gugatannya;
hal. 7 dari 11 hal. Perkara No. 231/Pdt.G/2012/PA.LK
Menimbang, bahwa alasan Penggugat mengajukan gugatan cerai terhadap
Tergugat adalah sebagai berikut:
- Bahwa selama Penggugat dengan Tergugat membina rumah tangga yang rukun
hanya 1 tahun 3 bulan kemudian tidak rukun lagi karena sering terjadi perselisihan
dan pertengkaran disebabkan nafkah/belanja yang diberikan Tergugat kepada
Penggugat sangat kurang dan Tergugat sering menyakiti jasmani Penggugat;
- Bahwa Tergugat telah meninggalkan kediaman bersama dan telah berpisah tempat
tinggal sampai sekarang lebih kurang 9 bulan lamanya;
Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya Penggugat
telah mengajukan bukti tertulis, bukti P (Fotokopi Kutipan Akta Nikah);
Menimbang, bahwa terhadap alat bukti tertulis yang diajukan Penggugat,
Majelis berpendapat alat bukti tersebut telah memenuhi persyaratan formil karena
merupakan fotokopi sah dari suatu akta otentik, khusus dibuat sebagai alat bukti,
telah diberi meterai cukup sesuai ketentuan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor
13 Tahun 1985 dan telah di-nazegeling, dan secara materiil dapat dipertimbangkan
karena alat bukti “P” tersebut memuat keterangan yang menguatkan dan relevan
dengan dalil gugatan Penggugat sehingga harus dinyatakan secara formil dan
materiil alat bukti tersebut dapat diterima;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti yang diajukan Penggugat tersebut
maka harus dinyatakan terbukti Penggugat dan Tergugat telah dan masih terikat
dalam perkawinan yang sah sesuai dengan ketentuan pasal 285 R.Bg jo pasal 2 ayat
(1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo pasal 7 ayat (1) Kompilasi
Hukum Islam;
Menimbang, bahwa dengan demikian maka Penggugat dan Tergugat telah
mempunyai hubungan hukum sebagai suami isteri dan mempunyai kapasitas hukum
untuk menjadi pihak dalam perkara ini (persona legal standi in judicio) dan
karenanya Penggugat mempunyai kualitas untuk mengajukan tuntutan dalam
sengketa bidang perkawinan yang menjadi kompetensi absolut Pengadilan Agama
sesuai ketentuan pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009;
Menimbang, bahwa oleh karena alasan gugatan perceraian yang diajukan
Penggugat berkenaan dengan ketentuan pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975 jo pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam, sehingga untuk
mengetahui dengan jelas mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran
antara Penggugat dan Tergugat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 22
hal. 8 dari 11 hal. Perkara No. 231/Pdt.G/2012/PA.LK
ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan pasal 134 Kompilasi
Hukum Islam, maka Majelis perlu mendengarkan keterangan pihak keluarga serta
orang-orang yang dekat dengan suami isteri tersebut;
Menimbang, bahwa Penggugat telah menghadirkan 2 (dua) orang saksi,
masing-masing dibawah sumpahnya telah memberikan keterangan pada pokoknya
sebagai berikut:
- Bahwa Penggugat dengan Tergugat adalah suami istri dan sudah dikaruniai anak
tiga orang;
- Bahwa rumah tangga Penggugat dengan Tergugat tidak rukun karena sering terjadi
pertengkaran disebabkan nafkah/belanja yang diberikan Tergugat kepada Penggugat
sangat kurang ;
- Bahwa Tergugat telah menyakiti jasmani Penggugat;
- Bahwa Tergugat telah meninggalkan kediaman bersama dan Penggugat dengan
Tergugat telah berpisah tempat tinggal lebih kurang 9 bulan;
- Bahwa pihak keluarga Penggugat sudah menyusun rumah tangga Penggugat
dengan Tergugat tetapi tidak berhasil;
Menimbang, bahwa terhadap alat bukti berupa dua orang saksi yang diajukan
Penggugat di persidangan, Majelis telah mendengarkan keterangan pihak keluarga dan
atau orang yang dekat dengan Penggugat yang sekaligus adalah sebagai saksi-saksi
dalam perkara ini, dan telah memberikan keterangan yang secara materiil telah
didasarkan atas pengetahuan saksi-saksi sendiri, mempunyai keterkaitan dan hubungan,
serta saling bersesuaian dan atau saling menguatkan antara satu dengan lainnya yang
dapat digunakan untuk menguatkan suatu perbuatan sesuai ketentuan pasal 307-309
R.Bg. sehingga harus dinyatakan alat bukti saksi tersebut dapat diterima;
Menimbang, bahwa berdasarkan penilaian terhadap gugatan Penggugat, serta
alat-alat bukti yang telah diajukan Penggugat di atas, Majelis menemukan fakta-
fakta yuridis yang telah dikonstatir sebagai berikut:
- Bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat tidak rukun telah terjadi
perselisihan dan pertengkaran disebabkan nafkah/belanja dari Tergugat yang
kurang;
- Bahwa Tergugat telah menyakiti jasmani Penggugat;
- Bahwa Penggugat dengan Tergugat telah berpisah tempat tinggal 9 bulan ;
- Bahwa pihak keluarga Penggugat sudah menyusun rumah tangga Penggugat
dengan Tergugat tetapi tidak berhasil;
Menimbang, bahwa tujuan pernikahan adalah untuk membentuk rumah
tangga sakinah yang diliputi suasana mawaddah wa rahmah, sebagaimana
hal. 9 dari 11 hal. Perkara No. 231/Pdt.G/2012/PA.LK
dikehendaki oleh al-Qur'an surat al-Rum ayat 21 dan rumusan pasal 1 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo pasal 2 dan pasal 3 Kompilasi Hukum Islam,
namun melihat kenyataan dalam rumah tangga Penggugat dan Tergugat tujuan
tersebut di atas sudah tidak mungkin lagi dapat terwujud;
Menimbang, bahwa menurut ajaran Islam perceraian adalah merupakan
perbuatan yang tidak terpuji, namun demikian dalam hal suatu perkawinan yang
sudah tidak dapat dipertahankan lagi keutuhannya karena telah pecah, sehingga
menimbulkan mafsadat yang lebih besar dari pada maslahatnya, maka
perceraian dibolehkan;
Menimbang, bahwa dari apa yang diuraikan di atas, maka Majelis berpendapat
pintu perceraian dapat dibuka guna menghindarkan para pihak dari kemelut rumah
tangga yang berkepanjangan yang akan membawa mudharat kepada kehidupan
Penggugat dan Tergugat apabila rumah tangga tetap dipertahankan, sedangkan
kemudharatan harus disingkirkan sebagaimana kaidah fiqhiyah yang berbunyi:
Artinya: Kemudharatan harus disingkirkan
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas,
Majelis berkesimpulan, alasan perceraian yang didalilkan oleh Penggugat dalam
gugatannya telah terbukti dan telah memenuhi ketentuan pasal 39 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975, pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, maka berdasarkan pasal
125 ayat (1) HIR dan pasal 149 ayat (1) Rbg, harus dinyatakan Tergugat tidak hadir
dan gugatan Penggugat dapat dikabulkan dengan verstek;
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan pasal 84 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006, dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor
50 Tahun 2009, maka Majelis memerintahkan Panitera Pengadilan Agama
Limapuluh Kota mengirimkan salinan putusan ini yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap kepada Pegawai Pencatat Nikah Kecamatan Suliki
Kabupaten Limapuluh Kota;
Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006, dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009, maka
seluruh biaya perkara dibebankan kepada Penggugat;
hal. 10 dari 11 hal. Perkara No. 231/Pdt.G/2012/PA.LK
Mengingat semua peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dalil-
dalil hukum Islam yang berhubungan dengan perkara ini;
M E N G A D I L I
1. Menyatakan bahwa Tergugat yang telah dipanggil secara resmi dan patut untuk
datang menghadap di depan persidangan, tidak hadir;
2. Mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek;
3. Menjatuhkan talak satu bain shugra Tergugat (TERGUGAT) terhadap
Penggugat (PENGGUGAT);
4. Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota
mengirimkan salinan putusan ini yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
kepada Pegawai Pencatat Nikah Kecamatan Suliki, Kabupaten Limapuluh Kota;
5. Membebankan kepada Penggugat untuk membayar biaya perkara yang
hingga kini sebesar Rp 316.000,- (tiga ratus enam belas ribu rupiah).
Demikianlah diputus dalam sidang permusyawaratan majelis Pengadilan
Agama Kabupaten Limapuluh Kota pada hari Kamis tanggal 6 September 2012
Masehi, bertepatan dengan tanggal 19 Syawal 1433 Hijriyah oleh Dra. Hj.
DEWI WARTI sebagai Ketua Majelis, SAMSUL FADLI,S.Pd.SH dan AHYAR
SIDDIQ,SEI,MHI masing-masing sebagai Hakim Anggota, yang telah ditunjuk
oleh Ketua Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota dengan Penetapan
Nomor : 231/Pdt.G/2012/PA.LK, tanggal 29 Agustus 2012, untuk memeriksa
perkara ini, dan diucapkan oleh Ketua Majelis tersebut pada hari itu juga dalam
sidang terbuka untuk umum, dengan dihadiri oleh Hakim-Hakim Anggota yang
sama dan MASRI JAFRI sebagai Panitera Pengganti dan dihadiri oleh Penggugat tanpa
hadirnya Tergugat.
HAKIM-HAKIM ANGGOTA HAKIM KETUA
ttd ttd
SAMSUL FADLI,S.Pd.SH Dra. Hj. DEWI WARTI
ttd
AHYAR SIDDIQ,SEI,MHI
PANITERA PENGGANTI
ttd
MASRI JAFRI
Perincian Biaya Perkara :
1. Biaya pendaftaran Rp. 30.000,-
hal. 11 dari 11 hal. Perkara No. 231/Pdt.G/2012/PA.LK
2. Biaya pemberkasan Rp. 50.000,-
3. Biaya Panggilan Rp. 225.000,-
4. M e t e r a i Rp. 6.000,-
5. R e d a k s i Rp. 5.000,-
_______________________________
Jumlah Rp. 316.000,-