PENGENDALIAN PERSEDIAAN(INVENTORY CONTROL)
Pendahuluan
Salah satu fungsi manajerial yang sangat penting dalam operasional
suatu perusahaan adalah pengendalian persediaan (inventory controll), karena
kebijakan persediaan secara fisik akan berkaitan dengan investasi dalam
aktiva lancar di satu sisi dan pelayanan kepada pelanggan di sisi lain.
Pengaturan persediaan ini berpengaruh terhadap semua fungsi bisnis (
operation, marketing, dan finance). Berkaitan dengan persediaan ini terdapat
konflik kepentingan diantara fungsi bisnis tersebut. Finance menghendaki
tingkat persediaan yang rendah, sedangkan Marketing dan operasi
menginginkan tingkat persediaan yang tinggi agar kebutuhan konsumen dan
kebutuhan produksi dapat dipenuhi.
Berkaitan dengan kondisi di atas, maka perlu ada pengaturan terhadap
jumlah persediaan, baik bahan-bahan maupun produk jadi, sehingga
kebutuhan proses produksi maupun kebutuhan pelanggan dapat dipenuhi.
Tujuan utama dari pengendalian persediaan adalah agar perusahaan selalu
mempunyai persediaan dalam jumlah yang tepat, pada waktu yang tepat, dan
dalam spesifikasi atau mutu yang telah ditentukan sehingga kontinuitas usaha
dapat terjamin (tidak terganggu).
Usaha untuk mencapai tujuan tersebut tidak terlepas dari prinsip-prinsip
ekonomi, yaitu jangan sampai biaya-biaya yang dikeluarkan terlalu tinggi.
Baik persediaan yang terlalu banyak, maupun terlalu sedikit
akan minimbulkan membengkaknya biaya persediaan. Jika persediaan terlalu
banyak, maka akan timbul biaya-biaya yang disebut carrying cost, yaitu
biaya-biaya yang terjadi karena perusahaan memiliki persediaan yang
banyak, seperti : biaya yang tertanam dalam persediaan, biaya modal
(termasuk biaya kesempatan pendapatan atas dana yang tertanam dalam
persediaan), sewa gudang, biaya administrasi pergudangan, gaji pegawai
pergudangan, biaya asuransi, biaya pemeliharaan persediaan, biaya
kerusakan/kehilangan,
Begitu juga apabila persediaan terlalu sedikit akan menimbulkan biaya
akibat kekurangan persediaan yang biasa disebut stock out cost seperti :
mahalnya harga karena membeli dalam partai kecil, terganggunya proses
produksi, tidak tersedianya produk jadi untuk pelanggan.Jika tidak memiliki
persediaan produk jadi terdapat 3 kemungkinan, yaitu : 1). Konsumen
menangguhkan pembelian (jika kebutuhannya tidak mendesak). Hal ini akan
mengakibatkan tertundanya kesempatan memperoleh keuntungan. 2).
Konsumen membeli dari pesaing, dan kembali ke perusahaan (jika kebutuhan
mendesak dan masih setia). Hal ini akan menimbulkan kehilangan kesempatan
memperoleh keuntungan selama persediaan tidak ada. 3). Yang terparah jika
pelanggan membeli dari pesaing dan terus pindah menjadi pelanggan pesaing,
artinya kita kehilangan konsumen.
Selain biaya di atas dikenal juga biaya pemesanan (ordering cost) yaitu
biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan pemesanan sejak
penempatan pesanan sampai tersedianya bahan/barang di gudang. Biaya-biaya
tersebut antara lain : biaya telepon, biaya surat menyurat, biaya adminisrasi
dan penempatan pesanan, biaya pemilihan pemasok, biaya pengangkutan dan
bongkar muat, biaya penerimaan dan pemeriksaan bahan/barang.
Pengertian dan Jenis-jenis Persediaan
Persediaan (inventory) adalah bahan-bahan atau barang (sumberdaya-
sumberdaya organisasi) yang disimpan yang akan dipergunakan untuk
memenuhi tujuan tertentu, misalnya : untuk proses produksi atau perakitan,
untuk suku cadang dari peralatan, maupun untuk dijual. Walaupun persediaan
hanya merupakan suatu sumber dana yang menganggur, akan tetapi dapat
dikatakan tidak ada perusahaan yang beroperasi tanpa persediaan.
Berdasarkan kepada fungsinya persediaan dikelompokkan menjadi 3 jenis,
yaitu : Lot-size inventory, fluctuation stock, dan anticipation stock.
Lot-size-inventory, yaitu persediaan yang diadakan dalam jumlah yang lebih
besar dari jumlah yang dibutuhkan pada sat itu. Cara ini dilakukan dengan
tujuan : memperoleh potongan harga (quantity discout) karena pembelian
dalam jumlah yang besar, dan memperoleh biaya pengang-kutan per unit yang
rendah.
Fluctuation stock, merupakan persediaan yang diadakan untuk
menghadapi permintaan yang tidak bisa diramalkan sebelumnya, serta untuk
mengatasi berbagai kondisi tidak terduga seperti : terjadi kesalahan dalam
peramalan penjualan, kesalahan waktu produksi, kesalahan pengiriman.
Anticipation Stock, yaitu persediaan yang diadakan untuk menghadapi
fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan seperti mengantisipasi pengaruh
musim, dimana pada saat permintaan tinggi perrusahaan tidak mampu
menghasilkan sebanyak jumlah yang dibutuhkan. Disamping itu juga
persediaan ini ditujukan untuk mengantisipasi kemungkinan sulitnya
memperoleh bahan sehingga tidak menggangu operasi perusahaan.
Sedangkan berdasarkan kepada bentuk fisiknya pesediaan dapat
dikelompokkan ke dalam menjadi 5 jenis persediaan,yaitu persediaan : bahan
baku (raw material), komponen rakitan (parts/components), bahan pembantu
(supplies), barang dalam proses (work in process), dan barang jadi (finished
goods).
Bahan baku adalah barang-barang berwujud (seperti : kayu, tanah liat,
besi ) yang akan digunakan dalam proses produksi. Barang tersebut bisa
diperoleh dari sumber alam, dibeli dari para pemasok, atau dibuat sendiri
untuk dipergunakan dalam proses selanjutnya. Komponen adalah bagian
produk yang diperoleh dari perusahaan lain yang secara langsung akan dirakit.
Bahan pembantu adalah barang atau bahan yang dipergunakan di dalam
proses produksi, akan tetapi tidak merupakan bagian dari produk akhir.
Barang dalam proses atau barang setengah jadi, adalah seluruh
barang/bahan yang telah mengalami pengolahan (merupakan hasil dari suatu
proses) akan tetapi masih harus mengalami pengolahan lebih lanjut untuk siap
menjadi produk jadi. Barang jadi adalah seluruh barang yang telah
mengalami pengolahan dan telah siap di jual kepada konsumen.
Fungsi Persediaan.
1. Menghilangkan/mengurangi risiko keterlambatan pengiriman bahan
2. Menyesuaikan dengan jadwal produksi
3. Menghilangkan/mengurangi resiko kenaikan harga
4. Menjaga persediaan bahan yang dihasilkan secara musiman
5. Mengantisipasi permintaan yang dapat diramalkan.
6. Mendapatkan keuntungan dari quantity discount
7. Komitmen terhadap pelanggan.
Analisis ABC
Seringkali suatu organisasi/perusahaan dihadapkan kepada masalah
penyimpanan dan pemeliharaan persediaan yang berbeda-beda, baik itu bahan
baku, komponen, maupun barang jadi. Dalam kondisi seperti ini manajemen
harus memberikan prioritas pengendalian yang ketat kepada jenis persediaan
yang nilainya tinggi, sedangkan terhadap persediaan yang nilainya rendah
pengendalian dapat dilakukan dengan agak longgar, sebab terlalu ketat
pengendalian terhadap jenis ini bisa jadi biaya pengendalian menjadi lebih
tinggi dari nilai persediaannya.
Agar pengendalian efisien, maka persediaan tersebut harus
diklasifikasikan terlebih dahulu. Klasifikasi biasanya dibagi menjadi tiga,
yang biasa disebut klasifikasi ABC. Konsep ini diperkenalkan HF. Dickie
pada tahun 1950 an.Klasifikasi didasarkan kepada nilai persediaan. Dengan
diketahuinya klasifikasi ini, maka pengendalian akan dilakukan lebih intensif
kepada item tertentu yang merupakan item yang terpenting dari seluruh item
yang ada dibandingkan dengan item lainnya.
Nilai dalam klasifikasi ABC adalah volume bahan yang dibutuhkan
selama suatu periode dikalikan dengan harganya, dengan perkataan lain nilai
di sini adalah nilai investasi (volume rupiah tahunan). Item yang memiliki
nilai investasi yang lebih tinggi dari item lain dianggap item yang lebih
penting, sehingga akan mendapat perhatian yang lebih serius dalam
pengendaliannya.
Item persediaan yang termasuk klasifikasi A adalah item yang memiliki
jumlah fisik yang relatif sedikit (sekitar 20 persen) akan tetapi memiliki nilai
rupiah tahunan yang tinggi (mencapai sekitar 70 persen) dari seluruh investasi
persediaan. Kelompok ini harus mendapat perhatian yang serius karena
berdampak biaya tinggi dalam persediaan.
Klasifikasi B, adalah kelompok persediaan yang memiliki volume fisik
sekitar 30 persen item dan sekitar 20 persen dari nilai investai tahunan.
Terhadap kelompok persediaan ini pengendalian dilakukan secara moderat.
Klasifikasi C, adalah barang-barang yang secara fisik mencapai sekitar
50 persen item dan sekitar 10 persen nilai investasi tahunan. Terhadap
kelompok persediaan ini hanya diperlukan teknik pengendalian yang
sederhana, dan pemeriksaan hanya perlu dilakukan sekali-kali. Nilai-nilai
persentasi di atas bukan merupakan nilai yang mutlak, akan tetapi sangat
tergantung kepada kebijakan perusahaan, dan begitu juga klasifikasinya tidak
mutlak harus tiga klasifikasi.
Contoh :
Item volume Harga/unit volume Persentase Kelas (unit) (nilai uang) (nilai uang)
G-103 1,000 $ 90.00 $ 90,000 38.8% AG-204 500 154.00 77,000 33.2% A
G-109 1,550 17.00 26,350 11,3% BG-524 350 42.86 15,001 6,4% BG-702 1,000 12.50 12,500 5,4% B
G-693 600 14.17 8,502 3,7% CG-906 2,000 .60 1,200 .5% CG-507 100 8,50 850 .4% CG-592 1,200 .42 504 .2% CG-345 250 .60 150 .1% C
Upaya Pengendalian Persediaan
Dalam upaya Pengendalian Persediaan (inventory control) dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut :
a. Menetapkan sistem Penyediaan Persediaan
b. Menetapkan jumlah persediaan
c. Menetapkan administrasi persediaan
A. Menetapkan Sistem Penyediaan Persediaan
Secara umum sistem penyediaan persediaan akan mengikuti pola
sebagai berikut :
POLA UMUM
Q
ROP SS 0 lt t Keterangan :
Q = Quantity, menunjukkan kuantitas persediaan
t = time, menunjukkan waktu
LT = Lead time (waktu tenggang), yaitu jarak waktu antara saat
pemesanan dilakukan sampai dengan datangnya pesanan.
SS = Safety Stock (persediaan pengaman), biasa disebut persediaan
penyangga (buffer stock) atauu persediaan besi (iron stock),
yaitu persediaan yang dicadangkan untuk kebutuhan selama
menunggu barang datang.
ROP = Reorder Point adalah titik dimana harus dilakukan pemesan-
an ulang. Besarnya ROP dihitung dengan menambahkan
jumlah persediaan pengaman dengan jumlah pemakaian
selama lead time (pemakaian rata-rata per hari x lead time),
secara matematis ditulis :
ROP = SS + LT x d
POLA IDEAL
Q
0 Ciri-ciri :
1. Pembeelian dapat dilakukan setiap saat dalam jumlah yang dikehendaki
2. Persediaan dapat diadakan sekaligus
3. Penggunaan persediaan tidak berfluktuasi
Contoh : penjual makanan
FIXED ORDER SIZE
I max Q
ROP SS
0 t
Ciri-ciri :
1. Pemesanan/pembelian selalu dilakukan apabila jumlah persediaan
telah mencapai re order point
2. Jumlah pembelian selalu sebanyak Economic Order Quantity atau
Economic Lot Size
3. Jarak waktu antara dua pemesanan tidak sama.
Contoh : pompa bensin.
FIXED ORDER INTERVAL
Q I mak
t t t
Ciri-ciri :
1. Jumlah yang dipesan/dibeli setiap kali tidak selalu sama
2. waktu pembelian telah ditentukan jadwalnya, sehingga jumlah yang
dipesan harus dihitung terlebih dahulu.
3. Jarak waktu antara dua pesanan sama.
Contoh : Toko kelontong.
B. Menetapkan Jumlah Persediaan :
Dari pola persediaan di atas dapat terlihat bahwa perusahaan perlu
selalu menghitung berapa kebutuhan perusahaan, berapa jumlah yang harus
tersedia, dan berapa jumlah yang harus dibeli. Dalam menentukan hal-hal
tersebut tidak terlepas dari berapa jumlah yang diperlukan konsumen. Dengan
demikian maka kegiatan ini harus didasarkan kepada peramalan yang akurat
mengenai berapa permintaan konsumen dalam suatu periode. Peramalan
tersebut dapat dilakukan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif (lihat
bab Peramalan).
Model Economic Order Quantity
Economic Order Quantity (EOQ) atau Economic Lot Size (ELS)
merupakan suatu metode manajemen persediaan paling terkenal dan paling
tua. Diperkenalkan oleh FW. Harris sejak tahun 1914. Model ini dapat
dipergunakan baik untuk persediaan yang dibeli maupun yang dibuat sendiri,
dan banyak digunakan sampai saat ini karena penggunaannya relatif mudah.
Model ini mampu untuk menjawab pertanyaan tentang kapan
pemesanan/pembelian harus dilakukan dan berapa banyak jumlah yang harus
dipesan agar biaya total (penjumlahan antara biaya pemesanan dengan biaya
penyimpanan) menjadi minimum.
Dalam gambar berikut ini dapat dilihat tingkat pemesanan optimal
terjadi pada saat biaya penyimpanan sama dengan biaya pemesanan.
Biaya
Biaya Total
Biaya penyimpananBiaya Mini-mum
Biaya pemesanan
Kuantitas 0 Jumlah pemesanan optimal
Agar model ini dapat dipergunakan, diperlukan pemenuhan terhadap
asumsi-asumsi sebagai berikut :
1. Permintaan terhadap bahan/barang independen
2. Tingkat persediaan diketahui dan bersifat konstan.
3. Lead time diketahui dan bersifat konstan.
4. Tidak terdapat quantity discount.
5. Harga per unit konstan sepanjang periode analisis.
6. Biaya penyimpanan per unit konstan.
7. Biaya pemesanan per pesanan konstan.
8. Barang yang dipesan/disimpan hanya satu jenis.
9. Tidak ada pesanan yang ditunda.
Besarnya biaya persediaan total dihitung dengan persamaan sebagai
berikut :
D Q TC = S + H Q 2
Sedangkan untuk menentukan jumlah pembelian yang paling ekonomis
digunakan formulasi sebagai berikut :
2 DS Q = EOQ = H
Keterangan : D = kebutuhan per tahun
S = biaya pemesanan untuk setiap pesanan
H = biaya penyimpanan per tahun per unit
Q = jumlah pesanan setiap pemesanan
TC = total biaya
Frekuensi pemesanan adalah jumlah permintaan per tahun dibagi dengan
jumlah pemesanan yang paling ekonomis, secara matematis ditulis :
D F = --- KALI PER TAHUN Q
Jangka waktu antar setiap pesanan adalah jumlah hari kerja dalam satu tahun
dibagi dengan frekuensi pemesanan, atau ditulis :
Jumlah hari kerja per tahun T = Frekuensi pemesanan
Model dengan Pemesanan Tertunda (Back order).
Dalam kondisi tertentu mungkin permintaan pelanggan tidak dipenuhi
sekaligus, atau ada pesanan yang pemenuhannya ditunda yang disebabkan
tidak tersedianya persediaan (stock out). Hal ini sudah barang tentu akan
berakibat terhadap besarnya biaya, yaitu akan menyebabkan timbulnya biaya
kekurangan persediaan. Dengan demikian maka biaya total persediaan
merupakan penjumlahan dari biaya pemesanan + biaya penyimpanan + biaya
kekurangan persediaan. Kondisi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Q
k K t K-k
Keterangan : Q = tingkat persediaan
K = jumlah setiap pesanan
k = on hand inventory
K-k = back order, yaitu jumlah pesanan yang belum bisa
dipenuhi.
Biaya persediaan total per tahun (TC), kuantitas paling ekonomis (EOQ), dan
surplus persediaan (I) dihitung dengan formulasi :
I2 D (Q – I)2
TC = H ----- + S --- + B ---------- 2Q Q 2Q
H + B 2 DS EOQ = B H
B 2 DS I = H H + B
Model Quantity Discount
Dalam rangka meningkatkan volume penjualan seringkali perusahaan
(supplier) memberikan harga yang lebih rendah kepada pelanggan yang
membeli dalam jumlah yang lebih besar. Jadi harga per unit ditentukan
semakin murah dengan semakin banyaknya jumlah yang dibeli.
Dalam model potongan harga ini kita harus mempertimbangkan trade
off antara biaya pembelian dengan biaya penyimpanan, dimana semakin
banyak jumlah yang dibeli maka biaya pembelian per unit akan semakin
menurun, tapi di lain pihak biaya penyimpanan akan semakin meningkat.
Asumsi dalam Quantity Discount Model
1. Permintaan Bebas (Independent Demand)
2. Tingkat permintaan konstan (Demand rate is constant).
3. Lead time tetap dan diketahui (Lead time is constant and know)
4. Harga per unit tergantung kepada kuantitas (Unit cost depent on quantity)
5. Biaya penyimpanan proporgsional dengan rata-rata tingkat persediaan
(Carrying cost depends linearly on the average level of inventory)
6. Biaya pemesana per pesanan tetap (Ordering/setup cost per order is fixed)
7. Hanya satu item yang dikendalikan (The item is a single product)
Dalam rangka mencari biaya terendah dengan menggunakan model ini
dimasukan biaya pembelian untuk mencari biaya total, secara matematis
ditulis :
D QH TC = --- S + ----- + PD Q 2
Kalau terdapat beberapa potongan harga, maka untuk menentukan jumlah
pemesanan yang akan meminimaliasi biaya persediaan total tahunan, perlu
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Hitung nilai EOQ untuk potongan harga tertinggi (harga terendah).
Apabila jumlah ini fisibel, artinya jumlah yang akan dibeli mencapai
jumlah yang dipersyaratkan dalam potongan harga, maka jumlah tersebut
merupakan jumlah pembelian/pesanan yang optimal. Jika tidak lanjutkan
ke tahap 2.
2. Hitung biaya total untuk kuantitas pada harga terendah tersebut.
3. Hitung EOQ pada harga terendah kedua. Jika jumlah ini fisibel hitung
biaya totalnya, dan bandingkan dengan biaya total pada kuantitas
sebelumnya (langkah 2). Kuantitas optimal adalah kuantitas yang memiliki
biaya terendah.
4. Jika langkah ketiga masih tidak fisibel, ulangi langkah-langkah di atas
sampai diperoleh EOQ fisibel atau perhitungan tidak bisa dilanjutkan.
C. Administrasi Persediaan
Administrasi persediaan menyangkut administrasi gudang dan cara-cara
penyimpanan persediaan. Supaya penerimaan dan pengeluaran persediaan
dapat diawasi, perlu diadakan sistem administrasi pemesanan, penerimaan,
penyimpanan, dan pengeluaran persediaan di gudang. Pada umumnya
administrasi persediaan secara sederhana dapat diatur melalui antara lain :
1. Surat permintaan Pembelian.
2. Surat Penerimaan
3.Administrasi di dalam gudang
Metode Penilaian Persediaan
Agar persediaan yang dijual atau yang tersisa nilainya dapat
diketahui, maka perlu dilakukan penilaian terhadap persediaan tersebut.
Penilaian terhadap persediaan ini sangat penting dilakukan, sebab persediaan
posnya setara dengan uang tunai. Banyak metode yang biasa digunakan
dalam menilai persediaan,antara lain : First in first out (FIFO), Last in first
out (LIFO), Weighted Average Method.
Sesuai dengan namanya first in first out (FIFO), metode ini
mengasumsikan bahwa bahan/barang yang pertama dibeli akan pertama
dikeluarkan (digunakan atau dijual). Jadi persediaan akhir akan dinilai
berdasarkan harga bahan/barang yang terakhir diterima.
Kebalikan dari FIFO, metode Last in first out (LIFO)
mengasumsikan bahwa bahan/barang yang terakhir masuk pertama
dikeluarkan, jadi persediaan akhir akan dinilai berdasarkan harga
bahan/barang yang pertama dibeli/diterima
Metode Rata-rata Tertimbang (Weighted Average Method)
menentukan nilai persediaan berdasarkan pada harga rata-rata bahan/barang
yang dibeli pada satu periode. Harga rata-rata dihitung dengan cara membagi
total nilai persediaan (rupiah) dalan satu periode dengan total persediaan (unit)
periode yang bersangkutan.
PUSTAKA
Chase, Richard B., Thomas J Aquilano, Production and Operations Management, A Life Cycle Approach, Homewood, Illionis
Murdick, G Robert, Barry Render, Roberta S Russell, Service Operation Management, Allyn and Bacon, Massachusetts
Krajewski, Lee J., Operation Management, Srtategy and Analysis, sixth edition, Prentice-Hall International, Inc., New Jersey.
Render, Barrry , Jay Heizer, Operation Management, Pearson Education Inc., New Jersey.
KASUS 1
SUATU PERUSAHAAN MEMBUTUHKAN BAHAN BAKU SEBANYAK
12.OOO KG PER TAHUN. SUPPLIER MENAWARKAN BAHAN BAKU
DENGAN HARGA RP.3.000,00 PER KG TANPA MEMBERIKAN
POTONGAN HARGA BERAPAPUN JUMLAH BAHAN YANG DIPESAN.
BESARNYA BIAYA PEMESANAN SEBESAR Rp.50.000 SETIAP KALI
PESAN. BIAYA PENYIMPANAN SEBESAR 10 % DARI NILAI
PERSEDIAAN PER TAHUN.
PERTANYAAN :
1. BERAPAKAH PEMESANAN YANG AKAN MEMINIMUMKAN BIAYA PERSEDIAAN
2. BERAPA KALI PERUSAHAAN HARUS MELAKUKAN PEMBELIAN DALAM SATU TAHUN?
3. APABILA SATU TAHUN PERUSAHAAN BEKERJA DENGAN 300 HARI KERJA, BERAPA HARI SEKALI PERUSAHAAN HARUS MELAKUKAN PEMBELIAN?
KASUS 2
SUATU PERUSAHAAN MEMBELI KOMPONEN UNTUK PRODUK X
DARI SUPPLIER YANG MEMBERIKAN POTONGAN KUANTITAS.
KEBUTUHAN AKAN KOMPONEN PRODUK X PER TAHUN
SEBANYAK 100.000 UNIT. BIAYA PENYIMPANAN PER UNIT
SEBESAR 20% PER TAHUN. BESARNYA BIAYA PEMESANAN
SEBESAR. Rp.35.000. APABILA PEMESANAN KURANG DARI 2000
UNIT HARGA PER UNIT Rp.2.200 BILA PESANAN ANTARA 2.000 S/D
3.999 HARGA PER UNIT Rp.2.000. PESANAN 4.000 S/D 7.999 HARGA
Rp.1.800 PER UNIT, DAN JIKA LEBIH DARI 7.999 HARGA Rp.1.700 .
TENTUKANLAH KUANTITAS PESANAN YANG OPTIMAL