ANALISA PEMANIS BUATAN (SAKARIN, SIKLAMAT DAN ASPARTAM)
SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PADA JAMU GENDONG KUNYIT ASAM
DI WILAYAH KELAPA DUA WETAN JAKARTA TIMUR
Dr. Yusnidar Yusuf. M.Si
Dra. Fatimah Nisma. M.Si
ABSTRAK
Beraneka ragam jenis jamu diperdagangkan, diantaranya adalah jamu kunyit asam.
Pada komposisi jamu kunyit asam yang beredar diduga mengandung zat tambahan seperti
pemanis buatan, Dapat diketahui harga jamu kunyit asam di pasaran sangat murah dan
terjangkau bagi kalangan masyarakat penikmat jamu. Hal ini menimbulkan kecurigaan,
bahwa ada dugaan sementara jamu kunyit asam ditambahkan bahan pemanis buatan. Untuk
mengetahui apakah ada penambahan bahan pemanis buatan pada jamu kunyit asam, maka
perlu dilakukan penelitian terhadap jamu gendong tersebut.
Pada penelitian ini diambil sampel sebanyak 5 sampel yang diperoleh dari wilayah
kelapa dua wetan Jakarta timur. Sampel diuji menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT),
jika hasilnya positif yaitu terdapat bercak noda dan hRf sampel sama atau hampir
mendekati hRf baku pembanding.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa dari 5 sampel jamu kemasan kunyit asam yang
dianalisis secara kromatografi lapis tipis (KLT), tidak terdapat adanya bercak noda maupun
harga Rf yang sama atau hampir mendekati harga Rf baku pembanding pemanis buatan
sakarin, dan aspartam. Sementara untuk siklamat dilakukan dengan uji pengendapan,hasil
yang diperoleh terbentuk endapan putih pada sampel jamu kunyit asam.
Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa dari 5 sampel jamu yang diperiksa
ternyata negatif mengandung pemanis buatan sakarin, dan aspartam sekalipun
menggunakan alat kromatografi cair kinerja tinggi tidak terdeteksi, sedangkan untuk
siklamat dalam jamu gendong menunjukan nilai positif artinya mengandung pemanis
buatan siklamat.
ABSTRACT
All sorts of jamu carry on shoulder, in the meanwhile is jamu kunyit asam. The
revolve composition of jamu kunyit asam estimation have whitin it food aditive like
artificial sugar. Cost of jamu kunyit asam in the market so very cheap and reach to much
for inhabitants or deeply enjoyable jamu community.The problem is make distrusful,
that jamu kunyit asam temporary estimate to added artificial sugar. These research
make analysis about artificial sugar in the jamu kunyit asam. Five specimen or sample
take in / have found from Pedagang Jamu Gendong at Kelapa Dua Wetan region.
Analysis with TLC (Thin Layer Chromatography) and with HPLC (High Performance
Liquid Chromatography) give a spot therewere same hRf performance or rather. From
the research gave a result that negative sample for sacharin and aspartam, and gave
positive about siclamate.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obat tradisional oleh masyarakat lebih dikenal dengan nama jamu. Pemanfaatan obat
tradisional pada umumnya lebih diutamakan sebagai pencegahan dan menjaga kesehatan, juga
dipakai untuk mengobati penyakit. Pesatnya perkembangan obat tradisional, dan himbauan
kepada masyarakat untuk kembali ke alam (back to nature), telah meningkatkan popularitas obat
tradisional. Salah satu kelompok obat tradisional adalah jamu.
Jamu yang terdapat di Indonesia sangat beragam, salah satunya jamu kunyit asam. Jamu
kunyit asam berkhasiat untuk menyegarkan tubuh terutama pada masa haid, serta dapat
mengobati panas dalam dan sariawan.
Mutu jamu ditentukan oleh sederetan persyaratan pokok, yaitu komposisi yang benar, tidak
mengandung perubahan fisika-kimia, tidak tercemar bahan asing. Ini berarti bahwa secara
kualitatif dan kuantitatif jamu tersebut diolah dari simplisia yang tertera dalam formulir
pendaftaran, serta tidak disisipkan zat berkhasiat lain seperti zat/bahan kimia (1)
.
Komposisi jamu kunyit asam yang beredar mengandung zat tambahan gula sebagai
pemanis, seperti diketahui harga jamu kunyit asam di pasaran sangat murah dan terjangkau bagi
kalangan masyarakat penikmat jamu, karena hal itu penulis menduga apakah ada penambahan
pemanis buatan untuk penekanan biaya produksi pada jamu tersebut. Pada kasus ini akan dibahas
apakah jamu kunyit asam terdapat bahan tambahan pangan (food additive) seperti pemanis
buatan.
Pemanis buatan (artificial sweeteners) merupakan bahan tambahan yang dapat
menyebabkan rasa manis dalam makanan tetapi tidak memiliki nilai gizi, sesuai dengan
peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia No.722/Menkes/Per/IX/1988. Senyawa yang
secara substansial memiliki tingkat kemanisan lebih tinggi, yaitu berkisar antara 30 sampai
dengan ribuan kali lebih manis dibandingkan pemanis alami. Karena tingkat kemanisannya yang
tinggi, penggunaan pemanis buatan dalam produk pangan hanya dibutuhkan dalam jumlah kecil
sehingga dapat dikatakan rendah kalori atau tidak mengandung kalori. Selain itu penggunaan
pemanis buatan untuk memproduksi minuman atau makanan jauh lebih murah dibanding
penggunaan pemanis alami (2)
.
Konsumsi makanan dan minuman dengan kandungan gula tinggi secara berlebihan dan
tanpa diimbangi dengan asupan gizi lainnya dapat menimbulkan gangguan metabolisme dalam
tubuh, dimana kalori berubah menjadi lemak sehingga menyebabkan gangguan kesehatan (3)
.
Pemanis buatan diperoleh secara sintetis melalui reaksi-reaksi kimia di laboratorium maupun
skala industri. Karena diperoleh melalui proses sintetis dapat dipastikan bahan tersebut
mengandung senyawa-senyawa sintetis. Penggunaan pemanis buatan perlu diwaspadai karena
dalam takaran yang berlebih dapat menimbulkan efek samping yang merugikan kesehatan
manusia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis pemanis buatan berpotensi
menyebabkan migrain dan sakit kepala, kehilangan daya ingat, bingung, insomnia, iritasi, asma,
hipertensi, diare, sakit perut, alergi, impotensi dang gangguan seksual, kebotakan, tumor bersifat
karsinogenik seperti kanker otak dan kanker kantung kemih (4)
.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian jamu kunyit asam terhadap
tingkat kadar pemanis buatan jamu. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan pemanis buatan
dalam sediaan jamu kunyit asam yang diperdagangkan di sekitar kelapa dua wetan.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas maka masalah pada penelitian ini adalah :
1. Apakah Jamu gendong kunyit asam yang dijual di kelapa dua wetan mengandung
pemanis buatan sakarin ?
2. Apakah Jamu gendong kunyit asam yang dijual di kelapa dua wetan mengandung
pemanis buatan siklamat ?
3. Apakah Jamu gendong kunyit asam yang dijual di kelapa dua wetan mengandung
pemanis buatan aspartam ?
4. Apakah berbahaya bila masyarakat sering mengkonsumsi jamu gendong yang
mengandung pemanis buatan sakarin, siklamat, aspartam terhadap kesehatan ?
C. Perumusan Masalah
Jamu gendong dalam kemasan plastik tanpa label yang beredar di Kelapa Dua Wetan
mengandung pemanis buatan sakarin, siklamat dan aspartam sebagai zat yang sengaja
ditambahkan untuk menambah rasa enak/manis pada jamu kunyit asam tersebut.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Teori
a. Klasifikasi tanaman kunyit ( Curcuma domestica Val )
Klasifikasi tanaman kunyit ( Curcuma domestica Val.) secara taksologi diklasifikasikan
sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Clasis : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Marga : Curcuma
Spesies : Curcuma domestica Val.
Nama Daerah : Kunir (Jawa)
Nama Umum : Kunyit (5
b. Morfologi tanaman kunyit
Tanaman kunyit tumbuh bercabang dengan tinggi 40-100 cm. Batang merupakan batang
semu, tegak, bulat, membentuk rimpang dengan warna hijau kekuningan dan tersusun dari
pelepah daun (agak lunak). Daun tunggal, bentuk bulat telur (lanset) memanjang hingga 10-40
cm, lebar 8-12,5 cm dan pertulangan menyirip dengan warna hijau pucat. Berbunga majemuk
yang berambut dan bersisik dari pucuk batang semu, panjang 10-15 cm dengan mahkota sekitar
3 cm dan lebar 1,5 cm, berwarna putih/kekuningan. Ujung dan pangkal daun runcing, tepi daun
yang rata. Kulit luar rimpang berwarna jingga kecoklatan, daging buah merah jingga kekuning-
kuningan (6).
Tanaman kunyit tumbuh dan ditanam di Asia Selatan, Cina Selatan, Taiwan, Indonesia dan
Filipina. Tumbuh dengan baik di tanah yang curah hujannya cukup banyak sekitar 2000 mm
sampai 4000 mm tiap tahunnya dan butuh tempat yang sedikit terlindung dari matahari.
Kandungan rimpang kunyit terdiri dari minyak atsiri sekitar 3%,furmerol, sineol, zingiberin,
borneol, karvon, dan kurkumin. Senyawa-senyawa tersebut,seperti kunyit dapat dipakai untuk
mengobati penyakit cacar, luka, eksim, sampai otorrhoea (telinga bernanah), sebagai inhaler,
kunyit dalam bentuk uap rebusan rimpang kunyit dapat menyembuhkan radang selaput hidung
atau flu (7).
Bila diminum air rebusannya, bisa berfungsi diuretikum (memperlancar aliran air seni), obat
diare, serta penambah nafsu makan. Bahkan, untuk mengatasi gangguan penyakit maag, perut
kembung, sampai hipertensi (tekanan darah tinggi) (8).
c. Klasifikasi tanaman Asam jawa ( Tamarindus indica L. )
Klasifikasi tanaman asam jawa (Tamarindus indica L.) secara taksologi diklasifikasikan
sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Clasis : Dicotyledoneae
Ordo : Fabales
Famili : Caesal piniaceae
Marga : Tamarindus
Spesies : Tamarindus indica L.
Nama Daerah : Witasem (Jawa)
Nama Umum : Asam jawa (5)
d. Morfologi tanaman asam jawa
Tanaman asam jawa tumbuh habitus berupa pohon dengan tinggi 15 sampai 25 m. Batang
merupakan batang tegak bulat, berkayu, warnanya coklat muda, percabangan simpodial,
permukaan batang banyak lentisel. Daun majemuk tunggal berhadapan, bentuknya lonjong
dengan panjang 1-2,5 cm, lebarnya 0,5-1 cm, tepi daun rata, ujungnya tumpul dan pangkal
membulat, pertulangan menyirip, halus, berwarna hijau, panjang tangkai daun 0,2 cm,
warnanya hijau.
Bunga majemuk berbentuk tandan, terdapat di ketiak daun, panjang tangkai 0,6 cm,
warnanya kuning. Kelopak bunga berbentuk tabung, warnanya hijau kecoklatan, benang sari
berjumlah banyak, berwarna putih, putik berwarna putih, mahkota bunga kecil, berwarna kuning.
Buah berbentuk polong dengan panjang 10 cm dan lebar 2 cm, warnanya hijau kecoklatan.
Bentuk biji kotak pipih, berwarna coklat, akar tunggang dan berwarna coklat kotor(6).
Daging buah Tamarindus indica mengandung gula invert, tartaric acid, citric acid, nicotinic
acid, 1-malic acid, pipecolic acid, vitexin, isivitexin, orientin, isoorientin, vitamin B, minyak
menguap (geranial, geraniol, limonene), cinnamates, serine, -alanine, pectin, proline,
phenylalanine, leucine, kalium dan lemak. Daun mengandung sitexin, isovitexin, orientin,
isoorientin, 1-malic acid, tannin, glikosida dan peroksidase. Kulit kayu mengandung tannin,
saponin, glikosida, peroksidase dan lemak (9)
. Daging buah Tamarindus indica berkhasiat
sebagai obat batuk, sariawan, jerawat, bisul, borok dan eksim. Kandungan kimia asam jawa
mengandung saponin, flavanoid dan tannin (6)
.
B. Jamu
Jamu (Obat tradisional) adalah obat jadi atau obat berbungkus yang berasal dari bahan
tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral, atau sediaan galeniknya atau campuran dari bahan-bahan
tersebut, yang belum mempunyai data klinis dan dipergunakan dalam usaha pengobatan
berdasarkan pengalaman (10)
a. Jenis Obat Tradisional
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK. 00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok
Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia.
Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan menjadi tiga yaitu jamu, obat herbal terstandar,
dan fitofarmaka (11)
. 1) Jamu merupakan obat tradisional yang berisi seluruh bahan tanaman
yang menjadi penyusun jamu tersebut. Jamu disajikan secara tradisional dalam bentuk serbuk
seduhan, pil atau cairan. Satu jenis jamu disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlah antara
5-10 macam, bahkan bisa lebih. Jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai uji klinis,
tetapi cukup dengan bukti empiris.
2) Obat herbal terstandar merupakan obat tradisional yang disajikan dari hasil ekstraksi atau
penyarian bahan alam, baik tanaman obat, binatang maupun mineral. Dalam proses
pembuatannya dibutuhkan peralatan moderen dibanding jamu yang lebih kearah sederhana. Obat
herbal umumnya ditunjang oleh pembuktian ilmiah berupa penelitian pra klinis.
3) Fitofarmaka merupakan obat tradisional yang sejajar dengan obat modern. Proses
pembuatannya telah terstandar dan ditunjang bukti ilmiah sampai uji klinis pada manusia.
Karena itu dalam pembuatannya diperlukan peralatan berteknologi modern, tenaga ahli dan biaya
yang tidak sedikit.
b. Persyaratan Obat Tradisonal
Dalam PERMENKES No. 246/MENKES/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat
Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional dalam pasal 3 ayat 1 disebutkan bahwa obat
tradisional yang diproduksi, diedarkan di wilayah Indonesia maupun di eksport terlebih dahulu
harus didaftarkan dan melalui persetujuan menteri kesehatan, untuk pendaftaran obat tradisional
yang dimaksud pada pasal 23 harus memenuhi persyaratan yang tertera pada pasal 23 bahwa : (11)
1) Secara empirik terbukti aman dan bermanfaat untuk digunakan manusia.
2) Bahan obat tradisional dan produksi yang digunakan memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
3) Tidak mengandung bahan kimia sintetik.
4) Tidak mengandung bahan yang tergolong obat keras atau narkotika.
Mutu jamu ditentukan oleh persyaratan pokok, yaitu komposisi yang benar, tidak
mengandung perubahan fisika-kimia, tidak tercemar bahan asing. Dari 3 syarat pokok ini yang
pertama kali perlu dipatuhi ialah yang pertama, komposisi yang benar. Berarti secara kuantitatif
dan kualitatif jamu tersebut diolah dari simplisia sebagaimana yang tertera pada formulir
pendaftaran, serta tidak disisipkannya zat berkhasiat lain seperti zat/bahan kimia(11).
c. Sumber perolehan obat tradisional (11)
1) Obat tradisional buatan sendiri Pada zaman dahulu nenek moyang kita mempunyai
kemampuan untuk menyediakan ramuan obat tradisional untuk mengobati keluarga sendiri dari
bahan alam. Oleh pemerintah cara tradisional ini selanjutnya dikembangkan dalam program
tanaman obat keluarga (TOGA).
2) Obat tradisional buatan industri
Departemen Kesehatan membagi industri obat tradisional menjadi dua kelompok, yakni : industri
kecil obat tradisional (IKOT) dan industri obat tradisional (IOT). Bentuk sediaan obat tradisional
buatan industri berupa serbuk, pil, tablet, kapsul dan sirup.
C. Bahan Pemanis
Pemanis sintetis merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau mempertajam
penerimaan terhadap rasa manis tersebut, sedangkan kalori yang dihasilkannya jauh lebih rendah
dari pada gula(3)
.
Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan
produk olahan pangan, industri, serta minuman dan makanan kesehatan. Pemanis berfungsi
untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, serta memperbaiki sifat-sifat makanan.
Rasa manis dihasilkan oleh berbagai senyawa organik, termasuk alkohol, glikol, gula, dan
turunan gula. Sukrosa adalah bahan pemanis pertama yang digunakan secara umum karena
pengusahaannya paling ekonomis.
Bahan pemanis golongan karbohidrat maupun senyawa sintetis yang bermolekul sederhana
dan tidak mengandung kalori seperti bahan pemanis alami dikenal dengan nama pemanis buatan.
Bahan pemanis sintetis adalah hasil rekaan manusia, oleh karena itu bahan pemanis tersebut
tidak terdapat di alam.
Perkembangan industri pangan dan minuman membutuhkan pemanis dalam jumlah besar,
dari tahun ke tahun semakin meningkat dan lebih menyukai menggunakan pemanis sintesis
selain harganya relatif murah, tingkat kemanisan pemanis sintetis jauh lebih tinggi dari pemanis
alami (250 kali) dari gula alami.
a. Jenis Pemanis
Pemanis dapat dikelompokkan menjadi pemanis alami dan pemanis buatan (sintetis). Contoh
pemanis alam sebagai berikut : 1) Berasal dari tanaman yaitu : gula tebu (sukrosa) yang diekstrak
dari tebu (Saccharum officinarum L.) dan gula bit (sukrosa) yang diekstrak dari Bit (Beta
vulgaris). 2) Berasal dari penguraian (hidrolisis) karbohidrat, antara lain :glukosa, dekstrosa,
laktosa, fruktosa, galaktosa, sorbitol, manitol, gliserol,dan glisina (3).
Pemanis buatan (sintetis) merupakan bahan tambahan yang menyebabkan rasa manis pada
pangan tetapi tidak memiliki nilai gizi. Beberapa pemanis sintetis yang telah dikenal dan banyak
digunakan adalah sakarin, siklamat, aspartam.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk mengetahui hubungan strukur kimia bahan
pemanis dengan rasa manis antara lain (3)
:
1. Mutu Rasa Manis
Bahan alami yang mendekati rasa manis, seperti kelompok gula, banyak dipakai sebagai
dasar pembuatan bahan pemanis sintetis seperti asam-asam amino. Salah satu dipeptida seperti
aspartam memiliki rasa manis dengan mutu yang serupa dengan kelompok gula dan tidak
memiliki rasa pahit. Sedangkan pada sakarin dan siklamat menimbulkan rasa pahit yang semakin
terasa bila digunakan dalam jumlah banyak.
Rasa pahit tersebut diduga terkait dengan struktur molekulnya, dengan pemurnian secara
apapun tidak dapat menghilangkan rasa pahit.
2. Intensitas Rasa Manis
Intensitas rasa manis menunjukkan kekuatan atau tingkat kadar kemanisan suatu bahan
pemanis. Intensitas rasa manis berkaitan dengan nilai relatif rasa manis yang sama maupun yang
berbeda antara masing-masing bahan pemanis. Harga intensitas rasa manis biasanya diukur
dengan membandingkan kemanisan sukrosa. Beberapa contoh jenis rasa manis suatu pemanis
sintetis relatif terhadap sukrosa dapat dilihat dalam tabel di bawah ini
Tabel 1 . Intensitas beberapa pemanis dibandingkan dengan sukrosa
Pemanis Kemanisan relatif
Sukrosa 1
Na-siklamat 15 31
Sakarin 240-350
Aspartam 250
3. Kenikmatan Rasa Manis
Bahan pemanis ditambahkan dengan tujuan memperbaiki rasa dan bau pangan sehingga rasa
manis yang timbul dapat meningkatkan kelezatan.
Pada pemanis sintetis seperti sakarin tidak dapat menimbulkan rasa nikmat dan sebaliknya
memberikan rasa yang tidak enak. Namun penggunaan campuran sakarin dan siklamat pada
bahan pangan dapat menimbulkan rasa manis tanpa menimbulkan rasa pahit.
4. Persyaratan dan efek terhadap kesehatan
Di Indonesia penggunaan bahan tambahan pangan pemanis, baik jenis maupun jumlahnya
diatur dengan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/88.
Menurut Permenkes tersebut, pemanis pada pangan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai
nilai gizi (2). Bahan pemanis sintetis yang diperbolehkan menurut Permenkes tersebut adalah
sakarin, siklamat dan aspartame (3).
Masih banyak pemanis sintetis yang beredar dan digunakan sebagai pemanis dalam berbagai
produk makanan dan minuman termasuk yang digunakan dalam beberapa produk minuman
berenergi, merupakan contoh kasus penggunaan bahan kimia yang belum diawasi secara penuh..
Penggunaan pemanis sintetis dalam jumlah besar, bersifat karsinogenik. Pemanis alternatif
dengan nilai kalori rendah sangat dibutuhkan karena harga relatif murah (3).
Di Indonesia, meskipun ada beberapa batasan dalam peredaran dan produksi siklamat, tetapi
belum ada larangan dari pemerintah mengenai penggunaannya. Beberapa pemanis buatan yang
beredar di pasaran di antaranya adalah sebagai berikut :
1) Sakarin
Sakarin ditemukan dengan tidak sengaja oleh Fahbelrg dan Remsen pada tahun 1897,
digunakan sebagai antiseptik dan pengawet, namun sejak tahun 1900 digunakan sebagai
pemanis. Sakarin sebagai pemanis buatan biasanya dalam bentuk garam berupa kalsium, kalium,
dan natrium sakarin. Secara umum, garam sakarin berbentuk kristal putih, tidak berbau atau
berbau aromatik lemah, dan mudah larut dalam air, serta berasa manis. Kombinasi
penggunaannya dengan pemanis buatan rendah kalori lainnya bersifat sinergis (12).
Intensitas rasa manis garam natrium sakarin cukup tinggi, yaitu kira-kira 200-700 kali sukrosa
10 %. Di samping rasa manis, sakarin juga mempunyai rasa pahit yang disebabkan oleh
kemurnian yang rendah dari proses sintetis (1)
.
Sakarin tidak dimetabolisme oleh tubuh, lambat diserap oleh usus, dan cepat dikeluarkan
melalui urin tanpa perubahan. Pada suatu penelitian diperoleh penggunaan sakarin dalam tikus
dapat merangsang terjadinya tumor di kandung kemih, penelitian yang lebih ektensif dilakukan
pada populasi manusia tidak menunjukkan terjadinya tumor.
Sejak bulan Desember 2000, FDA (Food and Drug Administration) telah menghilangkan
kewajiban pelabelan pada produk pangan yang mengandung sakarin, dan 100 negara telah
mengijinkan penggunaannya. CAC (Codex Alimentarius Commission) mengatur maksimum
penggunaan sakarin pada berbagai produk pangan berkisar antara 80 5.000 mg/kg produk. Saat
ini, meskipun sakarin telah dinyatakan aman untuk dikonsumsi, namun di USA sendiri
penggunaannya dalam produk pangan masih sangat dibatasi (12)
.
Pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan melalui Menteri Kesehatan RI No. 208 /
Menkes / Per /IV/1985 tentang pemanis buatan dan No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan
tambahan pangan, bahwa pada pangan dan minuman olahan khusus yaitu berkalori rendah dan
untuk penderita penyakit diabetes mellitus kadar maksimum sakarin yang diperbolehkan adalah
300 mg/kg (4)
.
a) Struktur Kimia (3,13)
Gambar I. Rumus bangun sakarin
Rumus Molekul : C7H5NO3S
Nama kimia : 1,2-benzisotiazolin-3-on-1-1-dioksida
Berat Molekul : 183,18
b) Sifat Kimia (13)
Pemerian : Berupa serbuk atau hablur putih, tidak berbau atau berbau aromatik lemah,
larutan encer sangat manis, larutan bereaksi asam terhadap lakmus.
Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, dalam kloroform dan dalam eter, larut dalam air
mendidih; sukar larut dalam etanol, mudah larut dalam larutan amonia encer, dalam larutan
alkali hidroksida dan dalam alkali karbonat dengan pembentukan karbondioksida.
c) Identifikasi (14)
Asamkan kurang lebih 100 ml contoh (bila berupa cairan) dengan 10 ml H2SO4 10%. Ekstrak
dengan 50 ml etil asetat dalam corong pisah. Saring lapisan etil asetat dengan Na2SO4 anhidrat
untuk menghilangkan air. Uapkan etil asetat hinga mencapai 2 ml. Totolkan lebih kurang 5 l
pada lapisan tipis silica gel 60 GF 254 pada lempeng, dengan jarak 1 1,5 cm dari tepi lempeng.
Rendam lempeng, dalam bejana yang jenuh dengan uap fase gerak (90 ml aseton 10 ml
amonia), hingga mencapai jarak 15 cm dari tepi lempeng. Kemudian semprot dengan larutan alfa
naftilamin 1%, keringkan dan biarkan di bawah sinar ultra violet selama 1 menit, warna ungu
muda menunjukkan adanya sakarin.
2) Siklamat
Siklamat pertama kali ditemukan dengan tidak sengaja oleh Michael Sveda pada tahun 1937.
Sejak tahun 1950 siklamat ditambahkan ke dalam pangan dan minuman (3)
.
Siklamat (C6H11NHSO3Na) umumnya dalam bentuk garam kalsium, kalium, dan natrium
siklamat. Garam siklamat berbentuk kristal putih, tidak berbau, tidak berwarna, dan mudah larut
dalam air dan etanol, intensitas kemanisannya 30 kali kemanisan sukrosa. Kombinasi
penggunaan siklamat dengan sakarin bersifat sinergis, dan kompatibel dengan pencitarasa dan
sebagai bahan pengawet (12)
.
Sifat fisik siklamat tahan panas, sehingga sering digunakan dalam pangan yang diproses
dalam suhu tinggi misalnya pangan dalam kaleng. Meskipun memiliki tingkat kemanisan yang
tinggi dan rasanya enak (tanpa rasa pahit) tetapi siklamat dapat membahayakan kesehatan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tikus yang diberikan siklamat dapat menimbulkan kanker
kantong kemih. Hasil metabolisme dari siklamat yaitu senyawa sikloheksamina merupakan
senyawa karsinogen, pembuangan sikloheksamina melalui urin dapat merangsang tumbuhnya
tumor kandung kemih (3)
.
a) Struktur kimia (3)
Gambar 2. Rumus bangun siklamat
Rumus molekul : C6H11NHSO3Na
Nama kimia : natrium sikloheksilsulfamat
Berat molekul : 179,24
Ph : larutan siklamat 10% terletak antara 5,5 7,5
b) Sifat Fisika (3)
Pemerian : berbentuk kristal putih, tidak berbau, tidak berwarna
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air,etanol, dan praktis tidak larut dalam eter , benzene,
dan kloroform.
c) Identifikasi (14)
Asamkan kurang lebih 100 ml contoh (bila berupa cairan) dengan 10 ml H2SO4 10%. Ekstrak
dengan 50 ml etil asetat dalam corong pisah. Saring lapisan etil asetat dengan Na2SO4 anhidrat
untuk menghilangkan air. Uapkan etil asetat hinga mencapai 5 ml. Totolkan lebih kurang 5 l
dan standar pada lapisan tipis silica gel 60 GF 254 pada lempeng, dengan jarak 1 1,5 cm dari
tepi lempeng. Rendam lempeng, dalam bejana yang jenuh dengan uap fase gerak (90 ml etanol
10 ml amonia), hingga mencapai jarak 15 cm dari tepi lempeng. Selanjutnya dimasukkan ke
dalam bejana yang telah diisi aqua brom selama 30 menit, keringkan dan biarkan di bawah sinar
ultra violet selama 1 menit, warna total putih menunjukkan adanya siklamat.
3) Aspartam
Aspartam ditemukan secara kebetulan oleh James Schulter pada tahun 1965, ketika
mensintesis obat-obat untuk bisul atau borok. Aspartam senyawa metil ester dipeptida yaitu
L-aspartil-L-alanin-metilester dengan rumus C14H16N2O5 memiliki daya kemanisan 250 kali
sukrosa (3). Aspartam merupakan senyawa yang tidak berbau, berbentuk tepung kristal berwarna
putih, sedikit larut dalam air, dan berasa manis. Aspartam tidak cocok untuk produksi makanan
kering, roti dan lain-lain. Kelarutannya dalam air memberikan suasana asam cukup besar.
Rasa manisnya 150-200 x gula, hal ini mengherankan karena baik L- aspartil maupun L-
fenilalanin tidak ada yang manis. Kenyataannya sejumlah kecil peptida menyebabkan pahit,
stabilitas maksimal aspartam dalam pelarut cair sekitar Ph 4-5 (15). Aspartam dimetabolisme dan
terurai secara cepat menjadi asam amino, asam aspartat, fenilalanin, dan metanol, sehingga dapat
meningkatkan kadar fenilalanin dalam darah. Oleh karena itu, pada label perlu dicantumkan
peringatan khusus bagi penderita kelemahan mental (fenilketonuria) (12)
.
Fenilketonuria atau PKU (Phenylketonuria) adalah kelainan genetis pada orang-orang tertentu
dimana tubuhnya tidak dapat memetabolisme asam amino fenilalanin secara efektif. Hal ini
menyebabkan akumulasi fenilalanin dalam tubuh hingga berapa kadar yang dapat
membahayakan dan apabila tidak ditangani dengan tepat dapat menyebabkan kerusakan otak dan
pada akhirnya dapat mengakibatkan cacat mental.
Penderita PKU hanya satu dari sepuluh ribu orang yang biasanya dapat diketahui segera
setelah lahir, melalui pemeriksaan darah rutin (16)
. Penderita PKU diharuskan mematuhi aturan
diet yang ketat untuk membatasi asupan fenilalinin. Kadar fenilalanin yang tinggi dapat
membahayakan janin yang dikandung oleh wanita hamil yang menderita PKU, oleh karenanya
wanita penderita PKU yang berencana untuk hamil diharuskan juga menerapkan pola makan
dengan kadar fenilalanin yang terkontrol (preconception phenyalanin-controlled diet).
Asam amino sebagai penyusun aspartam memiliki nilai energi 4 kkal/g. Pada penggunaannya
100 g sukrosa dapat diganti dengan 1 g aspartam, dapat dikatakan bahwa aspartam merupakan
bahan pemanis nonkalori.
Aspartam dapat menimbulkan gangguan tidur dan migrain bagi yang sensitif. Penggunaan
aspartam sesuai dengan petunjuk FDA dinilai aman bagi wanita hamil. FDA menerbitkan ADI
(Acceptable Daily Intake) atau batas aman penggunaan yaitu 50 mg/kg BB. Misalnya orang
dewasa 68 kg butuh 97 sachet gula meja pemanis untuk mencapai tingkat ADI. Sementara CAC
mengatur maksimum penggunaan aspartam pada berbagai produk pangan berkisar antara 500
sampai dengan 5500 mg/kg produk.
a) Struktur kimia (3,17)
Gambar 3. Rumus bangun aspartam
Rumus molekul : C14H18N2O5
Nama kimia : N-(L--Aspartil)-L-fenilalanin-1-metilester
Berat molekul : 294,3 g/mol
Kerapatan : 1,347 g/cm3
b) Sifat Fisika (3)
Pemerian : Senyawa yang tidak berbau, berbentuk tepung Kristal berwarna putih
Kelarutan : Sedikit larut dalam air dan etanol
c) Identifikasi (14)
Aspartam dapat ditentukan secara kualitatif dengan kromatografi lapis tipis. Fase diam untuk
penentuan aspartam adalah silica gel 60 GF 254, sedangkan fase geraknya adalah sistem
pengembang n-butanol, asam asetat glacial, dan air dengan pembanding 2 : 1 : 1. Untuk
menampakkan bercak (noda) dapat digunakan larutan ninhidrin 0,2 % dalam air yang dipanaskan
selama 30 menit dan larutan brom 1% dalam CCl4. Noda dilihat di bawah lampu UV pada
panjang gelombang 254 nm. Warna total coklat kemerahan menunjukkan adanya aspartam.
d) Penetapan kadar pemanis aspartam dengan metode kromatografi cair
kinerja tinggi (14)
Pengkondisian alat kromatografi cair kinerja tinggi, kondisi optimum adalah sebagai berikut ;
Komposisi fase gerak : Air Acetonitril (80:20)
Kolom : C-18
Dimensi Kolom : 250 X 4,6 mm
Laju Alir : 1,0 ml/menit
Detektor : ultraviolet 220 nm
Sampel disaring dengan filter 0,45 m, kemudian diinjeksikan ke dalam kromatografi cair
kinerja tinggi.
D. Kromatografi Lapis Tipis (18)
Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fitokimia. Lapisan yang memisahkan, yang
terdiri atas bahan butir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa alat gelas, logam
atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak
atau pita (awal). Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi
larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler
(pengembangan). Selanjutnya, senyawanyang tidak berwarna harus ditampakkan (dideteksi).
Bahan penyerap ini disebut juga sebagai fase diam, fase stasioner atau fase tidak
bergerak. Larutan cuplikan yang akan digunakan pada analisis KLT dibuat saat akan digunakan.
Jumlah cuplikan yang ditotolkan biasanya 1 10 . Penotolan dilakukan dengan menggunakan
mikropipet dengan ujung yang runcing.
Fase gerak disebut juga sebagai cairan rambat karena perambatannya secara perlahan-lahan
dari salah satu ujung lempeng menuju ke ujung lempeng lainnya. Penggunaan fase gerak dapat
dipilih dari pelarut yang besifat non polar sampai polar. Fase gerak merupakan campuran
beberapa pelarut, biasanya berupa zat organik yang mudah menguap. Pelarut yang digunakan
hanya pelarut analitik.
Fase diam atau bahan penjerap yang sering digunakan adalah silika gel, meskipun ada bahan
penjerap lain yang dapat digunakan seperti magnesium karbonat, talk, pati, alumina, kalsium
karbonat, bentonit dan kalsium fosfat. Pendukung ini dapat berupa lempeng kaca, alumunium
ataupun plastik.Pengembang adalah suatu proses pemisahan campuran cuplikan yang
diakibatkan karena pelarut pengembang merambat naik dalam lapisan KLT. Proses pengembang
akan lebih baik bila ruangan pengembang telah jenuh dengan uap sistem pelarut. Jarak bercak
merupakan jarak antara titik penotolan dengan suatu bercak Biasanya digunakan metode dengan
melihat kromatogram di bawah lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm atau 366 nm. Jika
tidak terdeteksi, maka disemprotkan dengan pereaksi warna sehingga dapat menghasilkan suatu
warna atau berfluoresensi.
Pengukuran bercak pada kromatogram dinyatakan dengan angka Rf (Retention Factor).
Rf adalah jarak rambat dari titik penotolan. Angka Rf berjarak antara 0,00 1,00, hanya dapat
ditentukan 2 desimal. HRf adalah angka Rf dikalikan dengan faktor 100 (h) menghasilkan nilai
berjarak 0 100.00.
Rf = Jarak titik pusat bercak dari titik awal ......................... (1)
Jarak rambat cairan pengembang dari titik awal
KCKT Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC)
Suatu sistim kromatografi cair kinerja tinggi yang sudah dikondisikan sedemikian rupa untuk
dapat melakukan elusi dengan satu atau lebih macam pelaru.Menggunakan dua sistim pompa
pada kromatografi yaitu sistem elusi isokratik (larutan pengembang atau pelarut pengembang
campur) dan sistem elusi gradien (pelarut pengembang campur yang perbandingannya berubah
dalam waktu tertentu).
KCKT, merupakan analisis kromatografi yang kepekaannya sensitif dan hasil yang diperoleh
lebih akurat, dikhususkan kepada sampel yang secara kromatografi sederhana sulit untuk dapat
dideteksi.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Uji pendahuluan dengan karamelisasi
Dari kelima sampel jamu kunyit asam yang diuji dengan karamelisasi, tidak ada yang
menunjukkan hasil berbeda dari baku pembanding untuk sakarin dan aspartam. Kelima sampel
tersebut ada yang mengandung pemanis buatan yaitu siklamat, sedangkan untuk sakarin dan
aspartam tidak terdeteksi karena dengan menggunakan HPLC sekalipun juga tidak tampak untuk
pemanis buatan aspartam. Sedangkan untuk sakarin secara manual juga tidak terdeteksi. Hasil
dapat dilihat pada lampiran7
2. Identifikasi Sakarin
a. Analisis Sampel dengan Kromatografi Lapis Tipis
Analisis secara kromatografi lapis tipis, diperoleh hasil kromatogram seperti yang terlihat
pada lampiran.5.Pada kromatogram 2- 6 fase gerak (aseton : Amonia) tidak terlihat adanya
bercak pada sampel jamu kemasan yang sejajar dengan bercak baku pembanding sakarin. Dan
berdasarkan dari harga Rf tidak terdapat sampel jamu yang memilki harga Rf sama dengan harga
Rf baku pembanding sakarin. Harga Rf dari kromatogram 2,3,4,5 dan 6 terdapat pada tabel I. Hal
ini menunjukkan bahwa jamu kunyit asam yang dianalisis tidak mengandung bahan pemanis
buatan sakarin.
Tabel 2. Harga Rf dari sampel jamu kunyit asam dengan baku
pembanding sakarin
No Kode Pedagang
Jamu Gendong
Kode Sampel Analisa secara KLT (hRf)
Fase gerak aseton : ammonia (9 : 1)
1 A H -
2 B K -
3 C M -
4 D N -
5 F P -
Baku Pembanding Sakarin 0,65
3. Identifikasi Siklamat
a. Analisis Sampel dengan Kromatografi Lapis Tipis dan Uji Pengendapan
Pada kromatogram baku pembanding dan sampel tidak terlihat adanya bercak noda warna
putih total di bawah UV 254 nm, maka dilakukan uji pengendapan yaitu terbentuknya endapan
putih dari reaksi antara BaCl2 dengan Na2SO4 seperti yang terlihat pada lampiran... Berdasarkan
hasil tersebut sampel jamu kunyit asam terbentuk endapan putih. Hal ini menunjukkan bahwa
jamu kunyit asam mengandung bahan pemanis buatan siklamat.
4. Identifikasi aspartam
a. Analisis Sampel dengan Kromatografi Lapis Tipis
Dari analisis kromatografi lapis tipis, diperoleh hasil kromatogram seperti yang terlihat pada
lampiran 8. Pada kromatogram 2-6 fase gerak n-butanol : asam asetat glacial : air
(2 : 1 : 1) tidak terlihat adanya menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi, resolusi tidak
tampak adanya pemanis buatan dalam jamu gendong kunyit asam. Bercak pada sampel jamu
yang sejajar dengan bercak baku pembanding aspartam. Dan berdasarkan dari harga Rf tidak
terdapat sampel jamu yang memiliki harga Rf sama dengan harga Rf baku pembanding
aspartam. Hal ini menunjukkan bahwa jamu kunyit asam tidak mengandung bahan pemanis
buatan aspartam. Untuk aspartam dilakukan pembuktian lebih akurat dengan menggunakan
KCKT disebut kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC = High Performance Liquid
Chromatography)
Tabel 3. Harga Rf dari sampel jamu kunyit asam dengan baku pembanding aspartam
No Kode Pedagang
Jamu
Kode Sampel Analisa secara KLT (hrf) Fase gerak
n-butanol:asam asetat glacial:air (2 : 1 : 1)
1 A H -
2 B K -
3 C M -
4 D N -
5 E P -
Baku Pembanding Aspartam 0,4375
B. Pembahasan
Penelitian ini dilakukan untuk menguji apakah pada jamu gendong kunyit asam dalam
kemasan plastik tanpa label terdapat pemanis buatan seperti, sakarin, siklamat serta aspartam.
Proses analisis sakarin, siklamat dan aspartam dalam jamu kunyit asam diawali dengan
karamelisasi. Uji pembentukan karamel dengan pemanasan larutan sampel dalam cawan uap,
untuk sampel yang tidak mengandung pemanis buatan didapat hasil karamel dengan warna,
bentuk dan bau khas gula.
Untuk sampel yang mengandung pemanis buatan tidak terbentuk karamel serta tidak berbau
khas gula. Timbang sampel jamu kunyit asam, larutkan dalam air, asamkan dengan asam sulfat
( karena sifat ke tiga pemanis tersebut basa ) untuk menarik sakarin, siklamat dan aspartam,
selain itu guna asam sulfat untuk memisahkan komponen lain sebagai pengotor.
Ekstraksi dengan etil asetat, dilanjutkan dengan menganalisis menggunakan kromatografi
lapis tipis, sebelum proses elusi, dilakukan penjenuhan eluen dalam bejana kromatografi.
Untuk mengetahui kejenuhan eluen dalam bejana, kertas saring ditempatkan menempel pada
dinding dalam bejana yang berisi eluen kemudian ditutup rapat ditunggu beberapa waktu. Proses
selanjutnya adalah pemisahan secara KLT. Penotolan zat dilakukan secara manual dengan mikro
syringe. Hasil analisis dengan KLT berupa bercak noda yang kemudian di bawah UV 254 nm.
Bercak yang mengandung sakarin akan terlihat warna ungu muda, siklamat warna total putih
dan aspartam terlihat warna coklat muda di bawah lampu UV 254 nm. Hasil analisis dengan
kromatografi lapis tipis untuk sakarin dengan fase gerak aseton : ammonia (90 : 10)
menunjukkan bahwa sampel jamu kunyit asam tanpa label, pada kromatogram 2-6 hasilnya
adalah negatif. Pada aspartam dengan menggunakan fase gerak nbutanol, asam asetat glacial, dan
air (2 :1 : 1) menunjukkan hasil negatif dari sample jamu kunyit asam. Dilanjutkan menganalisis
dengan KCKT untuk akurasi data.
Siklamat menggunakan fase gerak etanol : ammonia (90 : 10) terlihat adanya bercak total
putih di awah UV baik baku pembanding siklamat maupun sampel jamu kunyit asam, untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat dilakukan uji pengendapan dengan reaksi antara BaCl2
dengan Na2SO4 bila mengandung siklamat maka akan terbentuk endapan warna putih. Hasil yang
diperoleh adalah sampel jamu kunyit asam terbentuk endapan putih, positif mengandung
siklamat.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari hasil analisis pada jamu gendong kunyit asam dalam kemasan plastik tanpa label yang
beredar di wilayah kelapa dua wetan, tidak ditemukan bahan pemanis buatan sakarin, dan
aspartam secara kromatografi lapis tipis dan KCKT, sedangkan untuk bahan pemanis buatan
siklamat hasil analisis positif, berarti menunjukan dalam jamu gendong kunyit asam tersebut
mengandung pemanis buatan siklamat.
PENUTUP
Terima kasih diucapkan kepada Pimpinan UHAMKA, melalui Lemlitbang UHAMKA yang
telah memfasilitasi kegiatan penelitian ini, semoga apa yang telah dilakukan pada penelitian ini
dapat memberikan manfaat bagi masyarakat umum sebagai informasi dan sosialisasi yang
merupakan wujud kepedulian intelektual bagi peneliti-peneliti umumnya terhadap apa yang ada
disekitar kita.
Semoga Lemlitbang UHAMKA selalu amanah dalam memfasilitasi kegiatan penelitian bagi
dosen atau peneliti dilingkungan UHAMKA yang kita cintai ini, sebagai Perguruan Tinggi Islam
yang mengedepankan ukhuwah islamiyah dan kemaslahatan umat. Amin Ya Robbal Alamin.
Jakarta 30 Juni 2013
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
1. Sutrisno, RB, 1993. Analisis Jamu, Jakarta : Fakultas Farmasi Universitas Pancasila.
Halaman 3.
2. Anonim, 1988. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/ 1988 tentang
Bahan Tambahan Makanan, Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Halaman 3
3. Cahyadi wisnu, 2005. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan, Jakarta : PT
Bumi Aksara. Halaman 67-77.
4. Silalahi R, 2011. Bahan Tambahan Makanan (BTM) Universitas Sumatera Utara,
http://repository.usu.ac.Id/bitstream/123456789/21770/4/Chat r%20II.pdf. selasa 21
maret 2011 Pukul 9:11 WIB.
5. Anonim, 2008. Taksonomi Koleksi Tanaman Obat Kebun Tanaman Citeureup. Jakarta:
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Halaman 32-93.
6. Soesilo S, 1989. Vademicum Bahan Obat Alam, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Halaman 78.
7. Dalimartha S, 2006. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 4, Jakarta : Puspa Swara. Halaman
9-10.
8. Mulyono, 2002, Khasiat dan Manfaat Jahe Merah Si Rimpang Ajaib, Jakarta : Agro Media
Pustaka. Halaman 1-14.
9. Khomsan A, 2006. Sehat dan Makanan Berkhasiat, Jakarta : Kompas. Halaman 176-177.
10. Anonim, 1994. Kodifikasi Peraturan Perundang-undangan Obat Tradisional, Direktorat
Pengawasan Obat Tradisional. Jakarta: Direktur Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 75-86, 93-104.
11. Suharmiati H, Lestari A. 2006. Cara Benar Meracik Obat Tradisional. Jakarta: PT Agromedia
Pustaka. Halaman 3.
12. Indrie A, & Qanytah. Penerapan Standar Penggunaan Pemanis Buatan Pada Produk
Pangan, http://www.bsn.or.id/files/348256349/Litbang%20200 9/Bab%206.pdf
Minggu, 20 maret 2011 Pukul 20.00 WIB.
13. Anonim, 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Halaman 748-750.
14. Anonim, 1992. Cara Uji Pemanis Buatan SNI 01.2893.1992. Jakarta : SNI
15. Anonim, 2 Oktober 1999. Zigma Majalah Gizi dan Teknologi Pangan Volume 11 No. 2.
Surabaya: Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Widya Mandala.
Halaman 14-15.
16. Anonim. Juli Agustus 2010. Benarkah Aspartam Berbahaya. Jakarta: Info Badan
Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesi. Halaman 6-7.
17. Anonim, 1999. British Pharmacopeia Volume I. London : The Stationery Office.
Halaman 129 130.
18. Stahl, E. 1985. Analisis Obat secara Kromatografi dan Mikroskopi. Terjemahan : Kosasih
Padmawinata dan Iwang Sudiro. ITB, Bandung. Halaman 36.
Recommended