Download pdf - Jur Nal 2011

Transcript
Page 1: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________1

PERBEDAAN PENGARUH ANTARA LATIHAN KONVENSIONAL DITAMBAH

LATIHAN PLYOMETRICS DAN LATIHAN KONVENSIONAL TERHADAP

PENGURANGAN NYERI, DAN DISABILITAS PENDERITA FROZEN SHOULDER

Hadi Miharjanto1, Heru Purbo Kuntono

1, dan Danur Setiawan

2.

Jurusan Fisioterapi Politeknik Kesehatan Surakarta

ABSTRACT

Pain and limitation of shoulder joint is problematic due to frozen shoulder pain

complaints are pretty much found in clinical and very aktivity daily work. Frozen shoulder

often found in the productive age, despite various efforts to control and management of

therapy has been investigated but the results are still not optimal. One way to reduce

problematic on condition of frozen shoulder with exercise therapy in the form of plyometrics

exercises.

The purpose of this study were (1) to know the difference between exercise influence

conventional plus plyometrics exercises and conventional training on reducing pain, disability

and improving functional ability in patients with frozen shoulder. (2) to find out Which is

better between conventional training and plyometrics training plus conventional exercise

training on reducing pain, disability and improving functional ability in patients with frozen

shoulder.

Location and time of study: Unit / Installation Physiotherapy Orthopaedic Hospital

Prof. Dr. Soeharso in Surakarta in September-October 2008, The study was quasi experiment

with the design of the research is two groups pre and post test design. The number of subjects

n = 18 people with frozen shoulder randomly allocated into 2 groups, the conventional

practice plyometrics exercises plus a number of 9 persons, and the conventional exercise

group of 9 people. Test hypothesis using non-parametric statistics with Mann-Whitney U test

and Wilcoxon test.

Results: There were significant differences between groups of conventional exercise

plus plyometrics exercises with conventional exercise group on the reduction of pain,

disability and improving functional ability in patients with frozen shoulder (p <0.05),

treatment with conventional exercise plus plyometrics exercise is better than conventional

exercise the reduction of pain (57.88%> 29.12%), disability (57.76> 27.83%) in patients with

frozen shoulder

Keywords: Exercise Plyometrics, SPADI, UEFI, Frozen Shoulder.

PENDAHULUAN

Frozen shoulder merupakan

gangguan pada sendi bahu yang

menimbulkan nyeri dan keterbatasan luas

gerak sendi (LGS). Adanya rasa nyeri

dapat mengganggu penderita dalam

melakukan aktifitas. Biasanya nyeri ini

akan timbul saat melakukan aktifitas,

seperti : mengangkat tangan ke atas waktu

menyisir rambut, menggosok punggung

sewaktu mandi, menulis dipapan tulis,

mengambil sesuatu dari saku belakang

celana, mengambil atau menaruh sesuatu

di atas dan kesulitan saat memakai atau

melepas baju. Hal ini akan menyebabkan

pasien enggan menggerakkan sendi

bahunya yang akhirnya dapat

memperberat kondisi yang ada sehingga

dapat menimbulkan gangguan dalam gerak

dan aktifitas fungsional keseharian

(Wiratno, 1988).

Page 2: Jur Nal 2011

2____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

Secara epidemiologi onset frozen

shoulder terjadi sekitar usia 40-65 tahun.

Dari 2-5 % populasi sekitar 60 % dari

kasus frozen shoulder lebih banyak

mengenai perempuan dibanding laki-laki.

Frozen shoulder juga terjadi pada 10-20 %

dari penderita diabetus mellitus yang

merupakan salah satu faktor resiko frozen

shoulder (Sandor, 2004).

Kasus frozen shoulder memiliki

masalah yang komplek bila dibandingkan

dengan tendinitis dan bursitis karena

terjadi keterbatasan gerak yang lebih berat

dan prognosis kesembuhan yang lebih

buruk dibandingkan dengan tendinitis dan

bursitis (Calliet, 1991)

Dalam penelitian Simmond

dinyatakan bahwa bahwa setelah 3 tahun,

dari 21 penderita frozen shoulder hanya 6

penderita yang lingkup gerak sendi

bahunya dapat kembali berfungsi seperti

semula.

Berbagai modalitas dapat

dipergunakan untuk menyelesaikan

problematik frozen shoulder, salah satu

modalitas yang dipakai adalah terapi

latihan. Bentuk terapi latihan bermacam-

macam dapat berupa latihan pasif, aktif,

resisted yang diwujudkan dalam latihan

pulley, shoulder wheel, shoulder leader,

latihan Codman dll. Latihan yang cukup

penting salah satunya adalah dengan

latihan explosive power berupa latihan

plyometrics (Kisner, 1996).

1. Frozen Shoulder

Frozen shoulder merupakan istilah

yang merupakan wadah untuk semua

gangguan pada sendi bahu yang

menimbulkan nyeri dan pembatasan

lingkup gerak sendi baik aktif maupun

pasif akibat capsulitis adhesive yang

disebabkan adanya perlengketan kapsul

sendi, yang sebenarnya lebih tepat untuk

menggolongkannya dalam kelompok

periarthritis (Sidharta, 1984). Dalam

pendapat yang lain frozen shoulder adalah

penyakit kronis dengan gejala khas berupa

nyeri bahu dan pembatasan lingkup gerak

sendi bahu yang dapat mengakibatkan

gangguan aktivitas kerja sehari-hari

(AAOS, 2000).

Etiologi dari frozen shoulder masih

belum diketahui dengan pasti. Adapun

faktor predisposisinya antara lain periode

immobilisasi yang lama, akibat trauma,

over use, cidera atau operasi pada sendi,

hyperthyroidisme, penyakit

kardiovaskuler, clinical depression dan

Parkinson (AAOS, 2000).

Menurut American Academy Of

Orthopedic Surgeon (2000), teori yang

mendasari terjadinya frozen shoulder

adalah sebagai berikut :

a. Teori hormonal

Pada umumnya frozen shoulder terjadi

60 % pada wanita bersamaan dengan

datangnya menopause.

b. Teori genetik

Beberapa studi mempunyai komponen

genetik dari frozen shoulder,

contohnya ada beberapa kasus dimana

kembar indentik pasti menderita pada

saat yang sama.

c. Teori auto immun

diduga penyakit ini merupakan respon

auto immun terhadap hasil-hasil

rusaknya jaringan lokal.

d. Teori postur

Banyak studi yang belum diyakini

bahwa berdiri lama dan postur tegap

menyebabkan pemendekkan pada salah

satu ligamen bahu.

Walaupun banyak peneliti

sependapat bahwa immobilisasi

merupakan faktor penting dari penyebab

frozen shoulder sendi glenohumeral. Ada

beberapa kondisi predisposisi yang lain,

pertama usia pasien. Adhesive capsulitis

tidak terjadi pada usia muda, tetapi sering

pada usia pertengahan. Kedua, refleks

spasme otot penting dalam perubahan

fibrotic primer.

Dalam memperhatikan penyebab

primer dari frozen shoulder sendi

glenohumeral, patologinya

dikarakteristikan dengan adanya kekakuan

kapsul sendi oleh jaringan fibrous yang

padat dan selular. Berdasarkan susunan

intra articular adhesion, penebalan sinovial

Page 3: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________3

akan berlanjut ke keterbatasan articular

cartilago.

Berkurangnya cairan sinovial pada

sendi sehingga terjadi perubahan

kekentalan cairan tersebut yang

menyebabkan penyusutan pada kapsul

sendi, sehingga sifat ekstensibilitas pada

kapsul sendi berkurang dan akhirnya

terjadai perlekatan. Tendinitis bicipitalis,

calcificperitendinitis, inflamasi rotator

cuff, frkatur atau kelainan ekstra articular

seperti angina pectoris, cervical sponylosis,

diabetes mellitus yang tidak mendapatkan

penanganan secara tepat maka kelama-

lamaan akan menimbulkan perlekatan atau

dapat menyebabkan adhesive capsulitis.

Adhesive capsulitis dapat menyebabkan

patologi jaringan yang menyebabkan nyeri

dan menimbulkan spasme, degenerasi juga

dapat menyebabkan nyeri dan dapat

menimbulkan spasme.

Faktor immobilisasi juga

merupakan salah satu faktor terpenting

yang juga dapat menyebabkan perlekatan

intra.ekstra selular pada kapsul dan

ligamen, kemudian kelenturan jaringan

menjadi menurun dan menimbulkan

kekakuan. Semua organ yang disekeliling

jaringan lunak, terutama tendon

supraspinatus terlibat dalam perubahan

patologi. Fibrotic ligamen coracohumeral

cenderung normal dari tendon bicep caput

longum juga rusak (robek). Keterlibatan

tendon bicep berpengaruh secara signifikan

dalam penyebaran nyeri ke anterior sendi

glenohumeral yang berhubungan dengan

adhesive capsulitis.

Menurut Kisner (1996) frozen

shoulder dibagi dalam 3 tahap, yaitu :

a. Pain (Freezing) : ditandai dengan

adanya nyeri hebat bahkan saat

istirahat, gerakan sendi bahu menjadi

terbatas selama 2-3 minggu dan masa

akut ini berakhir sampai 10-36 minggu.

b. Stiffness (Frozen) : ditandai dengan

nyeri saat bergerak, kekakuan atau

perlengketan yang nyata dan

keterbatasan gerak dari glenohumeral

yang diikuti oleh keterbatasan gerak

scapula. Fase ini berakhir 4-12 bulan.

c. Recovery (Thawing) : pada fase ini

tidak ditemukan adanya rasa nyeri dan

tidak ada synovitis tetapi terdapat

keterbatasan gerak karena perlengketan

yang nyata. Fase ini berakhir 6-24

bulan atau lebih.

2. Problematik Frozen shoulder

Frozen shoulder merupakan

gangguan pada sendi bahu yang

menimbulkan nyeri dan keterbatasan luas

gerak sendi (LGS) pada sendi

glenohumeral. Adanya rasa nyeri dapat

mengganggu penderita dalam melakukan

aktifitas. Biasanya nyeri ini akan timbul

saat melakukan aktifitas, seperti :

mengangkat tangan ke atas waktu menyisir

rambut, menggosok punggung sewaktu

mandi, menulis dipapan tulis, mengambil

sesuatu dari saku belakang celana,

mengambil atau menaruh sesuatu di atas

dan kesulitan saat memakai atau melepas

baju. Hal ini akan menyebabkan pasien

enggan menggerakkan sendi bahunya

yang akhirnya dapat memperberat kondisi

yang ada sehingga dapat menimbulkan

gangguan dalam gerak dan aktifitas

fungsional keseharian (Wiratno, 1988).

Sedangkan sifat keterbatasan frozen

shoulder ditandai dengan : (1) mengikuti

pola kapsular (capsular pattern), yang

ditandai dengan gerak eksorotasi lebih

nyeri dan terbatas dari gerakan abduksi

serta lebih terbatas lagi dari endorotasi.

(eksorotasi > abduksi > endorotasi), (2)

bukan pola kapsuler (non capsular pattern),

yaitu keterbatasan gerak dan nyeri terjadi

pada arah gerak tertentu, tergantung dari

topis lesi, misalnya keterbatasan ke arah

endorotasi atau abduksi saja (Heru Purbo

Kuntono, 2007).

Problematika pada frozen shoulder

berupa nyeri dan keterbatasan gerak akan

menyebabkan keluhan pada keterbatasan

fungsi berupa ketidakmampuan untuk

menggosok punggung saat mandi,

menyisir rambut, kesulitan dalam

berpakaian, mengambil dompet dari saku

belakang, kesulitan memakai pakaian

dalam bagi wanita dan gerakan- gerakan

Page 4: Jur Nal 2011

4____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

fungsional yang lain yang melibatkan

sendi bahu (Apley, 1993). Akibat

selanjutnya penderita frozen shoulder akan

mendapatkan hambatan dalam aktifitas

sosial masyarakat karena keadaannya.

3. Latihan Konvensional pada Frozen

Shoulder

Latihan konvensional pada frozen

shoulder adalah berupa latihan-latihan otot

pada bahu dengan menggunakan latihan

pasif, aktif, resisted yang diwujudkan

dalam latihan pulley, shoulder wheel,

shoulder leader.

Tujuan pemberian latihan ini adalah

untuk mengulur jaringan lunak sekitar

sendi yang mengalami pemendekan serta

meningkatkan lingkup gerak sendi dan

mengurangi nyeri sehingga dapat

meningkatkan kemampuan fungsional dan

pada akhirnya disabilitas tidak terjadi.

Pelaksanaan latihan konvensional berupa

latihan pulley, shoulder wheel dan

shoulder leader dengan pengulangan

masing-masing 2 x 10 (Kisner, 1996)

4. Latihan Plyometrics

Menurut Sharkey (2003) bahwa

Plyometrics adalah latihan-latihan otot

yang bersifat eksplosif power dengan

gerakan yang cepat, singkat dan kuat atau

bentuk latihan yang menggunakan

kontraksi berat.

Dasar pemikiran latihan

plaiometriks (plyometrics) adalah bahwa

ketegangan otot maksimal akan meningkat

ketika otot aktif diregangkan secara cepat.

Plaiometriks ini menggunakan konsep

regangan awal pada otot secara cepat

sebelum kontraksi eksentrik pada otot yang

sama. Teori terdahulu beranggapan bahwa

otot akan menghasilkan kekuatan yang

lebih besar jika otot dikendurkan atau

diistirahatkan sebelum berkontraksi, tetapi

sekarang konsep yang dipakai adalah

bahwa kontraksi otot akan lebih kuat dan

efisien jika kontraksi-kontraksi yang

terjadi sebelumnya tergantung pada

kontraksi eksentrik

Ide dasar latihan plaiometrik adalah

untuk merangsang berbagai perubahan

pada sistem saraf otot dan untuk

meningkatkan kemampuan kelompok otot

agar dapat merespon dengan cepat dan

kuat dalam panjang otot (Radcllife, 2002).

Perbaikan kontrol motorik dan

peningkatan eksplosif power nampaknya

berhubungan dengan latihan plaiometrik,

yang memiliki kaitan langsung dengan

perubahan susunan saraf otot dan jalur

sensor-motorik yang kompleks (Radcliffe,

2002).

Latihan plyometrics untuk frozen

shoulder adalah latihan-latihan otot yang

bersifat eksplosif power dengan gerakan

yang cepat, singkat dan kuat atau bentuk

latihan yang menggunakan kontraksi berat

dengan media bola dengan cara

melemparkan bola ke depan dengan cepat

dan kuat.

Latihan plyometrics yang dapat

dipakai untuk menyelesaikan problematic

frozen shoulder adalah two hand over head

throw, two hand side to side throw, single

arm throw (Radclife,2002).

Plyometrics membantu dalam

pengembalian kapasitas fungsional terkait

dengan gerakan melempar (Peters, 2007),

LGS pasif internal rotasi shoulder, power

konsetrik isokinetik, kemampuan

fungsional (Fortun, 2008).

Belum banyak penelitian yang

mengkaji latihan plyometrics untuk bidang

klinis fisioterapi, untuk itu perlu dilakukan

penelitian mengetahui perbedaan pengaruh

antara latihan konvensional ditambah

latihan plyometrics dan latihan

konvensioanl terhadap pengurangan nyeri,

dan disabilitas pada penderita frozen

shoulder.

Page 5: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________5

BAHAN DAN CARA PENELITIAN

A. Bahan

1. Jenis Dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah

quasi experimental atau penelitian

eksperimen semu, dengan

pertimbangan : tidak mampu

mengontrol aktivitas penderita

dalam aktivitas sehari-hari.

Sedangkan desain penelitian yang

digunakan adalah two groups pre

and post desain, dimana dalam

penelitian ini terdapat dua

kelompok perlakuan yang akan

dibandingkan, yaitu kelompok

latihan konnvensional ditambah

latihan plyometrics dan kelompok

latihan konvensional.

R O1-X1—O2(X1) (kelompok

frozen shoulder memakai latihan

konvensional ditambah latihan

plyometrics)

R O1-X2--- O2(X2) (kelompok

frozen shoulder memakai latihan

konvensional)

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan

dilaksanakan Unit/instalasi

Fisioterapi Rumah Sakit Ortopedi

Prof. Dr. Soeharso di Surakarta

pada bulan September-Oktober

2008

3. Populasi dan Sampel

Populasi adalah semua

pasien frozen shoulder yang

berkunjung di Rumah Sakit

Ortopedi Prof. Dr. Soeharso

Surakarta yang memenuhi kiteria

penerimaan (kriteria inklusi).

Sampel dalam penelitian ini

berdasarkan estimasi proporsi dua

keadaan populasi yang memenuhi

kriteria sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi :

- Penderita frozen shoulder

jenis capsulitis, dan

tendinitis.

- Penderita frozen shoulder

usia 30 –65 tahun.

- Penderita sebelumnya

mendapatkan medika

mentosa yang sejenis

(NSAID).

- Intensitas nyeri sebelum

penelitian minimal derajat

sedang (SPADI = 6- 8)

- Bersedia mengikuti

program latihan sampai

selesai selama 1 bulan.

b. Kriteria eksklusi

- Penderita mengalami

gangguan postur.

- Penderita mengalami

gangguan fungsi jantung

(untuk memastikan

dilakukan tes EKG bagi

sampel penelitian).

- Penderita mengalami

gangguan neurologist

- Subyek yang 2 kali

berturut-turut tidak ikut

latihan (absent), tidak

disertakan dalam proses

penelitian lebih lanjut.

4. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel

menggunakan metode purposive

random sampling dengan rumus :

n > pq

σp 2

Prediksi dari populasi 60 %, maka

diperoleh besar sampel :

6.9026.0

25.0

026.0

)50.0()50.0(N dibulatkan

menjadi 10 jumlah pasien kurang

lebih : 10 orang untuk masing-

masing kelompok

Page 6: Jur Nal 2011

6____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

5. Variabel dan alat ukur

Variabel bebas : terapi standar +

latihan plyometrics, terapi standar

Variabel terikat : pengurangan

nyeri, disabilitas, dan kemampuan

fungsional frozen shoulder

Variabel kontrol : umur, berat

badan, pendidikan.

Alat ukur : Formulir isian SPADI .

6. Definisi operasional :

Frozen shoulder adalah

suatu kondisi bahu dimana

dijumpai nyeri gerak baik aktif

maupun pasif dan adanya limitasi

gerak sendi bahu yang diakibatkan

karena problematic pada capsul

sendi dan tendon pada region

shoulder (bahu).

Latihan plyometrics adalah

latihan-latihan otot yang bersifat

eksplosif power dengan gerakan

yang cepat, singkat dan kuat atau

bentuk latihan yang menggunakan

kontraksi berat dengan media bola

dengan cara melemparkan bola ke

depan dengan cepat dan kuat

dengan pengulangan 2 x 10

(Radclife, 2002).

Latihan konvsensional

berupa latihan-latihan otot pada

bahu dengan menggunakan latihan

pasif, aktif, resisted yang

diwujudkan dalam latihan pulley,

shoulder wheel, shoulder leader

dengan pengulangan 2 x 10

(Kisner, 1996).

Gangguan Postur : adanya

perubahan bentuk berupa scoliosis,

lordosis

Gangguan fungsi jantung :

adanya atrium fibrilasi (gangguan

irama jantung).

Gangguan neurologis :

adanya stroke, monoparesis, wing

scapula.

7. Cara pengumpulan data :

Pengumpulan data

dilakukan di Poli Fisioterapi RS

Ortopedi Prof Dr. Soeharso

Surakarta. Adapun petugas

pengambil data adalah fisioterapis

yang telah ditunjuk. Data yang

diambil merupakan data hasil

pengurangan nyeri, disabilitas dan

kemampuan fungsional penderita

frozen shoulder. Data diambil dari

pengukuran pretes dan post tes.

8. Jalannya Pelaksanaan Penelitian:

a. Pasien dilakukan pemeriksaan

fisik awal terkait dengan

kondisi awal nyeri, disabilitas

dengan SPADI dan menanda

tangani lembar persetujuan,

juga pemeriksaan EKG untuk

memastikan masuk dalam

kriteria inklusi, pasien

dipisahkan antara nomor genap

dan nomor ganjil kemudian

dilakukan pemisahan dengan

diundi.

b. Pasien dikelompokan : 1

kelompok dengan latihan

konvensional ditambah latihan

plyometrics, dan 1 kelompok

diberikan latihan konvensional.

c. Kelompok latihan konvesioanl

ditambah latihan plyometrics

setelah diberikan heating dan

latihan konvensional diberikan

latihan melempar bola basket

dengan teknik two hand over

head throw, two hand side to

side throw, single arm throw.

Dengan dosis latihan : 2 x 10

lemparan bola (1set)

d. Kelompok latihan

konvensioanl melakukan

gerakan dengan latihan pulley,

shoulder wheel, shoulder leader

dengan pengulangan 2 x 10

gerakan.

Page 7: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________7

e. Pasien diberikan intervensi

selama 1 bulan dengan

pelaksanaan terapi 8 kali (1

bulan 8 x terapi).

f. Pasien dilakukan pemeriksaan

fisik akhir terkait dengan

kondisi awal nyeri, disabilitas

dengan SPADI

9. Analisa data :

Data yang terkumpul

dimasukkan ke dalam komputer,

dilakukan seleksi data, pemberian

koding dan tabulasi. Analisa

dilakukan secara deskriptif dimana

variabel dengan skala kontinyu

dideskripsikan sebagai rerata dan

simpangan baku (SB). Untuk

mengetahui pengaruh umur, jenis

kelamin, dan pekerjaan.

Untuk mengetahui hasil

perubahan pengurangan nyeri,

disabilitas dan peningkatan

kemampuan fungsional pada

kelompok latihan konvesional

ditambah latihan plyometrics dan

latihan konvesional pada penderita

frozen shoulder dilakukan uji

hipotesis. Uji hipotesis akan

menggunakan Uji beda (t test) bila

memenuhi persyaratan uji analisis.

Namun bila tidak memenuhi

persyaratan analisis dilakukan uji

hipotesis dengan non parametrik.

Uji hipotesis yang dipakai adalah

untuk mengetahui beda inter

perlakuan (pre-post) kelompok

latihan konvensional ditambah

latihan plyometrics dan kelompok

latihan konvensional menggunakan

uji Wilcoxon, sedangkan untuk

mengetahui beda antar perlakuan

pre-post kelompok latihan

konvensional ditambah latihan

plyometrics dan kelompok latihan

konvensional menggunakan uji

Mann-Whitney U test.

Batas kemaknaan dalam

penelitian ini adalah P = 0.05 (5

%). Bila P > 0.05; tidak bermakna.

Bila nilai P < 0.05; bermakna.

Analisis data dlakukan dengan

program SPSS for windows versi

10.00

B. Kelemahan dan Keterbatasan

Penelitian

1. Peneliti tidak dapat sepenuhnya

mengendalikan ataupun mengontrol

aktivitas keseharian subyek

penelitian secara langsung maupun

tidak langsung sehingga dapat

mempengaruhi biasnya perlakuan.

2. Jumlah subyek penelitian yang

terlalu kecil untuk bisa

digeneralisasi.

3. Teknik randomisasi tidak

memungkinkan untuk membagi 2

kelompok dengan proporsi

kemampuan keadaan fisik yang

merata.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil dan Analisis Penelitian

1. Deskripsi Data

Didapatkan 18 klien yang

memenuhi kriteria menjadi subyek

penelitian yang memenuhi kriteria

penerimaan penelitian. Kemudian

dilakukan randomisasi sederhana

untuk membagi subyek ke dalam 2

kelompok perlakuan yaitu latihan

konvensional ditambah latihan

plyometrics, dan latihan

konvensional. Kelompok latihan

konvensional ditambah latihan

plyometrics berjumlah 9 orang,

kelompok latihan konvensional

berjumlah 9 orang. Data penelitian

ini diperoleh dari pengukuran

pengurangan nyeri, disabilitas dan

kemampuan fungsional anggota

gerak atas, sebagai subyek adalah

penderita frozen shoulder yang

berkunjung ke Poli Fisioterapi

RSO Prof. Dr. Soeharso Surakarta.

Dari ke 18 orang subyek diberikan

Page 8: Jur Nal 2011

8____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

intervensi terapi selama 8 kali,

seminggu 2 kali. Diawal diberikan

pre tes dan setelah 8 kali terapi

dilakukan post test.

2. Karakteristik Subyek Penelitian

Dari 18 subyek penelitian,

rata-rata umur : 54.39 tahun

(berkisar 35-65 tahun), rata-rata pre

test nyeri : 47.17 (berkisar 43-50),

rata-rata pre test disabilitas : 74.33

berkisar (69-77), rata-rata post test

nyeri : 26.83 (berkisar 9-39), rata-

rata post test disabilitas : 42.69

berkisar (3-63). Untuk lebih jelas

lihat tabel 1.

Tabel 1. Data Karaktersistik Subyek

Penelitian Karakteristik N Min Maks Rata-

rata

Simpangan

baku

Umur 18 35 65 54.39 7.79

Jenis

Kelamin

18 1 2 1.61 0.50

Pekerjaan 18 1 3 2.22 0.81

Pretest

Nyeri

18 43 50 47.17 2.09

Pretest

Disabilitas

18 69 77 74.33 2.49

Post test

Nyeri

18 9 39 26.83 9.75

Post test

Disabilitas

18 3 63 42.69 16.13

3. Pengujian Prasyarat Analisis

Sebelum dilakukan uji

hipotesis, terlebih dahulu dilakukan

pengujian terhadap prasyarat

analisis. Persyaratan analisis dalam

penelitian ini adalah uji normalitas

sampel dan uji homogenitas

varians.

a. Uji normalitas

Uji normalitas

dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang terkumpul itu

berdistribusi normal atau tidak.

Pengujian normalitas dilakukan

dengan uji Kolmogorov-

Smirnov. Analisis uji

normalitas ini menggunakan

paket program statistik SPSS

11.00 dengan bantuan

komputer. Hasil analisis uji

normalitas disajikan pada tabel

10 berikut ini.

Tabel 6. Ringkasan hasil analisis uji

normalitas Uji

variabel

Kolmog

orov-

Smirnov

Asymp.

Sig

(2-tailed)

Keterangan

Pre test

Nyeri

Lat

konv+

Plyo

0.147 0.200 Distribusi

Normal

Lat

Konv

0.248 0.116 Distribusi

Normal

Pre test

Disabilitas

Lat

konv+

Plyo

0.187 0.200 Distribusi

Normal

Lat

Konv

0.259 0.084 Distribusi

Normal

Post test

Nyeri

Lat

konv+

Plyo

0.148 0.200 Distribusi

Normal

Lat

Konv

0.284 0.035 Distribusi

tidak

normal

Post test

Disabilitas

Lat

konv+

Plyo

0.227 0.200 Distribusi

Normal

Lat

Konv

0.241 0.141 Distribusi

Normal

Berdasarkan tabel diatas

menunjukkan bahwa p pada

variabel Post test nyeri adalah

< 0.05 yang berarti data

berdistribusi tidak normal,

sedangkan pada variabel lain

berdistribusi normal.

b. Uji homogenitas

Uji homogenitas

dimaksudkan untuk mengetahui

apakah data yang terkumpul itu

dalam varians yang sama atau

tidak. Pengujian homogenitas dilakukan dengan uji Levene.

Analisis uji homogenitas ini

menggunakan paket program

statistik SPSS 11.00 dengan

bantuan komputer. Hasil

analisis uji homogenitas

Page 9: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________9

disajikan pada tabel … berikut

ini.

Tabel 7. Ringkasan hasil analisis uji

homogenitas

Uji

variabel

Levene

Statistics

Asymp.

Sig

(2-tailed)

Keterangan

Pre test

nyeri

4.414 0.052 Homogen

Pre test

disabilitas

2.544 0.130 Homogen

Post test

nyeri

2.504 0.133 Homogen

Post test

disabilitas

3.468 0.081 Homogen

Berdasarkan tabel diatas

menunjukkan bahwa p pada

variabel pre test KF adalah <

0.05 yang berarti data memiliki

variansi tidak sama atau data

bersifat tidak homogen,

sedangkan pada variabel yang

lain bersifat homogen.

Berdasarkan uji

normalitas dan homogenitas

ditemukan nilai p < 0.05 maka

uji statistik parametrik tidak

dapat dilakukan karena tidak

memenuhi uji prasyarat

analisis, selanjutnya analisis

dilakukan dengan uji statistik

non para metrik .

4. Pengujian Hipotesis

a. Sebelum Perlakuan (Pre test)

Sebelum diberi

perlakuan, kelompok-kelompok

yang dibentuk dalam penelitian

ini diuji perbedaannya terlebih

dahulu. Hasil uji perbedaan

antar kelompok latihan adalah

sebagai berikut :

Tabel 1. Perbedaan Hasil Pre test Kelompok

Pengurangan

Nyeri

Disabilitas

Latihan

Konvensional

+Lat

Plyometrics

N 9 9

Mean 45.89 73.22

SD 2.205 2.728

Latihan

Konvensional

N 9 9

Mean 48.44 54.44

SD 0.882 1.740

Hitungan

Statistik

U 12.000 21.000

P 0.011 0.078

P* P<0.05 P>0.05

Keterangan Signifikan Tidak

signifikan

Uji Mann Whitney hitung

Dari uji Mann Whitney

yang dilakukan diperoleh U

hitung sebagai berikut : Pada

Pre test nyeri U = 12.000,

dengan p = 0.011 dimana

P<0.05 yang berarti terdapat

perbedaan bermakna antar 2

kelompok perlakuan. Hal ini

berarti bahwa kedua kelompok

berangkat dari kemampuan

dasar yang tidak sama (setara)

untuk pengurangan nyeri. Pada

disabilitas U = 21.000, dengan

p = 0.078 dimana P>0.05 yang

berarti tidak terdapat perbedaan

bermakna antara kedua

kelompok perlakuan.

Dari kelompok diatas

berangkat dari keadaan yang

tidak sama untuk pengurangan

nyeri, sedangkan untuk

disabilitas berangkat dari

keadaan yang sama, sehingga

dapat dianggap dari potensi

awal yang homogen.

Page 10: Jur Nal 2011

10____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

b. Setelah perlakuan

Setelah diberikan

perlakuan diperoleh hasil

sebagai berikut :

1. Uji inter kelompok latihan

a) Pengurangan Nyeri

Tabel 2. Perbedaan Hasil Pre-Post test

pada Pengurangan Nyeri Kelompok N Mean SD Z P P* Latihan

konvensional

+Lat

Plyometrics

Pre

test

9 45.89 2.205 -2.668 0.008 P<0.05

Post

test

9 19.33 7.089

Latihan

konvensional

Pre

test

9 48.44 0.882 -2.680 0.007 P<0.05

Post

test

9 34.33 5.025

P* uji Wilcoxon

Dari uji Wilcoxon yang

dilakukan diperoleh Z = -2.668

pada kelompok latihan

konvensional ditambah

plyometrics, dengan P = 0.008

dimana p<0.05 yang berarti

terdapat perbedaan bermakna

dalam kelompok latihan

konvensional ditambah

plyometrics sebelum dan

setelah perlakuan.

Dari uji Wilcoxon yang

dilakukan diperoleh Z = -2.680

pada kelompok latihan

konvensional, dengan P = 0.007

dimana p<0.05 yang berarti

terdapat perbedaan bermakna

dalam kelompok terapi standar

sebelum dan setelah perlakuan.

b) Disabilitas

Tabel 3. Perbedaan Hasil Pre-Post test

pada Disabilitas Kelompok N Mean SD Z P P*

Latihan

konvensional + Lat

Plyometrics

Pre

test

9 73.22 2.728 -2.668 0.008 P<0.05

Post

test

9 3.0.9

3

14.163

Latihan Konvensio

nal

Pre

test

9 75.44 1.740 -2.670 0.008 P<0.05

Post

test

9 54.44 6.425

P* uji Wilcoxon

Dari uji Wilcoxon yang

dilakukan diperoleh Z = -2.668

pada kelompok terapi standard

ditambah plyometrics, dengan P

= 0.008 dimana p<0.05 yang

berarti terdapat perbedaan

bermakna dalam kelompok

latihan konvensional ditambah

plyometrics sebelum dan

setelah perlakuan.

Dari uji Wilcoxon yang

dilakukan diperoleh Z = -2.670

pada kelompok terapi standar,

dengan P = 0.008 dimana

p<0.05 yang berarti terdapat

perbedaan bermakna dalam

kelompok latihan konvensional

sebelum dan setelah perlakuan.

2. Uji antar kelompok setelah

perlakuan

Tabel 6. Perbedaan Hasil Post test Kelompok Pengurangan

Nyeri

Disabilitas

Latihan

Konvensional

+Lat

Plyometrics

N 9 9

Mean 19.33 30.93

SD 7.089 14.163

Latihan

Konvensional

N 9 9

Mean 34.33 54.44

SD 5.025 6.425

Hitungan

Statistik

U 3.500 3.000

P 0.001 0.001

P* P<0.05 P<0.05

Keterangan Signifikan signifikan

Page 11: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________11

Uji Mann Whitney hitung

Dari uji Mann Whitney

yang dilakukan diperoleh U

hitung sebagai berikut : Pada

Post test nyeri U = 3.500,

dengan p = 0.001 dimana

P<0.05 yang berarti terdapat

perbedaan bermakna antar 2

kelompok perlakuan. Hal ini berarti bahwa kedua kelompok

terdapat perbedaan yang

bermakna setelah diberikan

perlakuan. Pada disabilitas U =

3.000, dengan p = 0.001 dimana

P<0.05 yang berarti terdapat

perbedaan bermakna antara

kedua kelompok setelah

diberikan perlakuan.

3. Persentase Pengurangan

Nyeri, dan Disabilitas

Diperoleh berbagai hasil

yang sama dalam setiap

kelompok perlakuan yakni

adanya perbedaan yang

bermakna setelah mendapatkan

perlakuan baik dengan latihan

konvensional ditambah latihan

plyometrics maupun hanya

dengan latihan konvensional.

Untuk itu perlu dilihat dari

perubahan mean different pada

masing-masing kelompok

perlakuan.

Tabel 7. Persentase Penurunan Nyeri dan

Disabilitas

Kelompok Komponen Mean

awal

Mean

Akhir

Mean

Different

Persent

ase Kenai-

kan

(%)

Latihan

konvensional

+ Lat Plyometrics

Nyeri 45.89 19.33 -26.56 57.88

Disabilitas 73.22 30.93 -42.29 57.76

Latihan

Konvensional

Nyeri 48.44 34.33 -14.11 29.12

Disabilitas 75.44 54.44 -21 27.83

Dari tabel dapat dilihat bahwa

persentase kenaikan lebih tinggi pada

kelompok latihan konvensional

ditambah latihan plyometrics daripada

latihan konvensional pada penderita

frozen shoulder.

B. Pembahasan

Dari pengujian hipotesis

diperoleh hasil-hasil sebagai berikut :

(1) Terdapat perbedaan yang

bermakna antara pretest dengan post

test pada kelompok latihan

konvensional ditambah latihan

plyometrics (p< 0.05) pada

pengurangan nyeri, dan disabilitas

pada pasien frozen shoulder , (2).

Terdapat perbedaan yang bermakna

antara pretest dengan post test pada

kelompok latihan konvensional (p<

0.05) pada pengurangan nyeri, dan

disabilitas pada pasien frozen shoulder,

(3). Terdapat perbedaan yang

bermakna antara kelompok latihan

konvensional ditambah latihan

plyometrics dengan kelompok latihan

konvensional (p< 0.05) pada

pengurangan nyeri, dan disabilitas

pada pasien frozen shoulder, (4).

Perlakuan dengan latihan konvensional

ditambah latihan plyometrics lebih baik

dibandingkan dengan latihan

konvensional (p< 0.05) pada

pengurangan nyeri, disabilitas pada

pasien frozen shoulder.

Terapi yang diberikan secara

teratur akan membantu penyelesaian

masalah problematik frozen shoulder.

Pada dasarnya terapi latihan dengan

latihan konvensional dan latihan

konvensional ditambah latihan

plyometrics efektif bila dilakukan

secara rutin dan teratur. Terapi latihan

bertujuan dalam mempercepat proses

penyembuhan serta meningkatkan

kekuatan otot-otot sendi bahu

(Benjamin, 2004).

Pada prinsipnya terapi latihan

bertujuan dalam mengurangi oedem,

Page 12: Jur Nal 2011

12____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

meningkatkan kekuatan otot,

meningkatkan kekuatan jaringan ikat

dan integritas, meningkatkan densitas

tulang, meningkatan sirkulasi dan

proses penyembuhan jaringan lunak,

meningkatkan perekrutan otot,

meningkatkan lingkup gerak sendi,

serta mengembangkan pola normal

(anonim, 1999).

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat

disampaikan simpulan sebagai berikut :

1. Terdapat perbedaan bermakna

antara kelompok dengan latihan

konvensioanl ditambah dengan

latihan plyometris dengan

kelompok latihan konvensional

dalam mengurangi nyeri, dan

disabilitas pada penderita frozen

shoulder.

2. Latihan Konvensional ditambah

latihan plyometrics lebih baik

dibandingkan dengan latihan

konvensional.

B. Saran

1. Untuk mendapatkan hasil

penelitian yang lebih baik perlu

diperluas pada pengambilan sampel

dan distribusi lokasi, terutama pada

klien problematik muskuloskeletal

pada ekstremitas atas.

2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk

mendapatkan model-model latihan

pada problematik frozen shoulder.

DAFTAR PUSTAKA

AAOS. 2000. Frozen Shoulder. http://www.AAOS.FrozenShoulder.com. [diakses tanggal 7

Mei 2007]

Anonim. 1999. Upper Extremity Treatment Guideline.

http://www.owcc.state.ok..usPDRGuidelines20Extremity%20PROPOSED.Pdf

[diakses tanggal 7 Mei 2008]

Appley, A. Graham & Luis Solomon. 1993. Buku Ajar Orthopedi dan Fraktur Sistem

Appley. Butterworth-Heinieman.

Benjamin, N. 2004. Shoulder Series 2 Supraspinatus Tendinitis.

http://www.benbenjamen.netpdfs04AS.pdf. [diakses : 7 Mei 2008]

Calliet, M. D. 1991. Shoulder Pain. New York : Info access & distribution.

Fortun, Chad.1998. The Effects of Plyometrics on The Shoulder Internal Rotator.

http://murphylibrary.uwlax.edu/digital/jur/1998/fortun.pdf. [diakses : 13 Oktober

2008]

Kisner, Carollyn. 1996. Therapeutic Exercise Foundation and Technique.

Philadelphia : FA. Davis

Peters, Courtney & Steven Z. Goerge. ―Outcomes of Following Plymetrics for Young

Throwing Athlete : Case Report ―. Dalam Physiotherapy Theory and Pracyice Vol ;

23 (6) Nop. 2007 P : 1335-1364

Radcliffe. 2002. Plyometrics untuk Meningkatkan Power. Surakarta : UNS Press.

Page 13: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________13

Sandor, Rick. 2004. Frozen Shoulder/Epidemilogy (dalam http://www.aaos.org akses 7

January 2007).

Swanik, Kathleen A. Et all. ’The Effects of Shoulder Plyometrics Training on Propriocetion

and Sekected Muscle Performance Characteristics. Dalam Journal Shoulder Elbow

Surgery. November/ December 2002 (11) p : 579 -586

Wilk, Kevin E. & Christoper A. Arrigo. ‖Current Concept in Rehabilitation of Athletic

Shoulder‖. Dalam Journal Orthopedics Sport Physical Therapy, 1993 ; 18 (1) p.

365 -378

Wiratno. 1988. Fisioterapi pada Kapsulitis Adhesiva. TITAFI VI Jakarta.

Page 14: Jur Nal 2011

14____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

PERBEDAAN PENGARUH GAYA MENGAJAR,

KEMAMPUAN GERAK DASAR DAN KELOMPOK UMUR TERHADAP

KETERAMPILAN TEKNIK DASAR BERMAIN SEPAKBOLA

Pomo Warih Adi

Universitas Sebelas Maret Surakarta

ABSTRACT

This research aims to find out the difference effect of teaching style between

command and exercise styles in elementary school students with both high and low basic

movement skills in age group of 8-9 years and 10-11 years on the basic technique skill of

playing football. In addition, it also aims to find out the interaction between teaching style,

basic movement skill, and age group on the basic technique skill of playing football.

This research was conducted using experimental method involving three variables:

independent variables is teaching style, attribute variable is basic movement skill and age

group, and dependent variable is basic technizue skill of playing football. Research design

employed was 2x2x2 factorial design. The sample of research was the male students of SD

Muhammadiyah 1 Surakarta with ages ranging from 9-11 years. The size of sample taken for

the research was 104 students coming from SD Muhammadiyah 1 Surakarta in academic year

of 2007/2008. The sampling technique used was purposive random sampling with lottery.

Technique of analyzing data employed was across average multiple comparative test with

Scheffe method. Technique of analyzing data was conducted with computer. The hypothesis

testing was conducted at significance level of 0.05.

The research concludes that: (1) There are significan different effects between the

commando and exercise teaching styles on the basic technique skill of playing football. (2)

There are significan different effects of basic technique skill of playing football between the

students with low basic movement skill. (3) There are significan different effects of basic

technique skill of playing football between the group with 8-9 years age and the one with 10-

11 years age. (4) There is an interaction between teaching style and basic movement skill on

the basic technique skill of playing football. (5) There is an interaction between the teaching

style and the age group on the basic technique skill of playing football. (6) There is an

interaction between the basic movement skill and the age group on the basic technique skill of

playing football. (7) There is an interaction between the teaching style, the basic movement

skill, and the age group on the basic technique skill of playing football.

Keyword : Teaching style, basic movement skills, the age group, the basic technique skill of

playing football.

PENDAHULUAN

Pendidikan jasmani sebagai suatu

proses pembinaan manusia yang

berlangsung seumur hidup, pendidikan

jasmani, olahraga dan kesehatan yang

diajarkan disekolah memiliki peranan

sangat penting, yaitu memberikan

kesempatan kepada peserta didik untuk

terlibat langsung dalam berbagai

pengalaman belajar melalui aktivitas

jasmani, olahraga dan kesehatan yang

dipilih yang dilakukan secara sistematis.

Pembekalan pengalaman belajar itu

diarahkan untuk membina pertumbuhan

fisik dan pengembangan psikis yang lebih

baik, sekaligus membentuk pola hidup

sehat dan bugar sepanjang hayat.

Pendidikan jasmani, olahraga dan

kesehatan merupakan media untuk

mendorong pertumbuhan fisik,

perkembangan psikis, keterampilan

Page 15: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________15

motorik, pengetahuan dan penalaran,

penghayatan nilai-nilai (sikap-mental-

emosional-sportivitas-spiritual-sosial),

serta pembiasaan pola hidup sehat yang

yang bermuara untuk merangsang

pertumbuhan dan perkembangan kualitas

fisik dan psikis yang seimbang.

Untuk menjalankan proses

pendidikan, kegiatan belajar dan

pembelajaran merupakan suatu usaha yang

amat strategis untuk mencapai tujuan yang

diharapkan. Pergaulan yang bersifat

mendidik itu terjadi melalui interaksi aktif

antara siswa sebagai peserta didik dan guru

sebagai pendidik. Kegiatan belajar

dilakukan oleh siswa, dan melalui kegiatan

ini akan ada perubahan perilakunya,

sementara kegiatan pembelajaran

dilakukan oleh guru untuk memfasilitasi

proses belajar. Kedua peranan itu tidak

akan terlepas dari situasi saling

mempengaruhi dalam pola hubungan

antara dua subyek, meskipun di sini guru

lebih berperan sebagai pengelola.

Untuk mencapai tujuan pendidikan

jasmani, ada beberapa faktor pendukung

yang diperlukan antara lain faktor guru

sebagai penyampai informasi, siswa

sebagai penerima informasi, sarana

prasarana, dan juga metode atau cara untuk

menyampaikan informasi. Metode yang

dipilih dan diperkirakan harus cocok

digunakan dalam proses pembelajaran teori

dan praktek keterampilan, semata-mata

untuk meningkatkan efektifitas dan

efisiensi proses. Proses pembelajaran dapat

dikatakan efektif bila perubahan perilaku

yang terjadi pada siswa setidak-tidaknya

mencapai tingkat optimal. Efisiensinya

terletak pada kecepatan dikuasainya materi

pelajaran yang disajikan, sekalipun dalam

waktu yang relatif pendek. Dengan kata

lain hendaknya guru dalam mengajar

menggunakan pendekatan yang diharapkan

mampu memberikan pengalaman yang

berarti kepada siswa, baik secara fisik

maupun psikis sehingga akan

meningkatkan partisipasi minat gerak

seluruh siswa sehingga tingkat kualitas

gerak maksimal.

Penampilan seorang anak

dipengaruhi oleh faktor umur. Faktor umur

memiliki tingkat perkembangan yang

berbeda secara kapasitas. Setiap kelompok

umur berbeda kapasitas fisik, mental dan

sosial yang disebabkan faktor lingkungan.

Perbedaan ini memiliki implikasi terhadap

proses pembelajaran. Anak yang memiliki

tahapan umur lebih tinggi memiliki aspek

kognisi yang lebih tinggi pula. Aspek

kognisi mempengaruhi penerimaan

informasi; makin tinggi tingkat kognisi

makin mudah menerima informasi. Fakta

dilapangan menunjukkan bahwa

pembelajaran khususnya olahraga kurang

memperhatikan karakteristik siswa yang

didasarkan pada perkembangan usia.

Sebagai contoh pembelajaran olahraga di

sekolah dasar anak-anak kelas II diberikan

pembelajaran yang sama dengan anak

kelas V. Karakteristik fisik, mental dan

sosial dipastikan memiliki perbedaan, oleh

karena itu semestinya diberikan model

pendekatan pembelajaran yang berbeda.

Kelompok umur di Sekolah Dasar

diperkirakan antara 7 – 12 tahun, maka

dalam penelitian ini nantinya akan

mengambil sampel siswa kelompok umur

8-11 tahun yang diperkirakan duduk

dikelas II – V. Uraian diatas menimbulkan

permasalahan apakah ada perbedaan hasil

pembelajaran yang diberikan kepada anak

yang memiliki perbedaan usia.

Kemampuan gerak dasar juga

mempengaruhi didalam mempelajari

ketrampilan gerak dalam suatu cabang

olahraga. Sejalan dengan meningkatnya

ukuran tubuh dan meningkatnya

kemampuan fisik, maka akan meningkat

pula kemampuan gerak dasar anak.

Gerakan-gerakan yang dilakukan

bentuknya dapat menyerupai gerakan

orang dewasa pada umumnya, hanya

perbedaannya terletak pada pelaksanaan

gerak yang masih lemah dan kurang

bertenaga. Hal ini disebabkan kapasitas

fisik anak belum dapat menyamai

kapasitas fisik orang dewasa. Selain itu

Page 16: Jur Nal 2011

16____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

kapasitas fisik masing-masing anak tidak

sama, hal ini disebabkan karena perbedaan

koordinasi tubuh, ukuran tubuh dan

kekuatan otot, sehingga terdapat

kemampuan gerak dasar tinggi dan

kemampuan gerak dasar rendah. Dengan

demikian akan berbeda pula hasil

pembelajaran didalam proses ketrampilan

geraknya.

Sepakbola merupakan cabang

olahraga permainan yang peraturannya

dapat dimodifikasi, sehingga termasuk

materi yang harus diberikan pada mata

pelajaran pendidikan jasmani sekolah

dasar. Bermain sepakbola memiliki unsur

dasar yang sangat kompleks. Kompleksitas

permainan membawa implikasi terhadap

proses pembelajaran ketrampilan bermain

sepakbola. Ketrampilan bermain

merupakan h*asil dari proses pembelajaran

sejak usia dini. Pembelajaran sangat

dipengaruhi kondisi siswa (sebagai

masukan) yang berupa faktor tinggi

rendahnya kemampuan dasar, usia

pertumbuhan, dan perkembangan

fisik,mental dan sosial. Pada anak usia

sekolah dasar (SD) memiliki karakteristik

pertumbuhan fisik, mental dan sosial

berbeda dengan usia-usia pada jenjang

pendidikan lain. Oleh karena didalam

pembelajaran keterampilan dibutuhkan

metode mengajar yang sesuai dengan

perkembangan dan pertumbuhan anak.

Pengaruh gaya mengajar, kemampuan

gerak dan kelompok umur terhadap

keterampilan teknik dasar bermain

sepakbola pada tingkat usia sekolah dasar

merupakan permasalahan yang diangkat

dalam penelitian ini. Sebagai tolok ukur

keberhasilan siswa dalam pembelajaran ini

adalah penguasaan unsur dasar bermain

sepakbola yang diformulasikan dalam

bentuk tes keterampilan.

Gaya Mengajar Komando

Gaya komando adalah suatu cara

pendekatan guru dalam membuat semua

keputusan selama pertemuan berlangsung

yang akan diteruskan kepada siswa. Dalam

gaya ini, Moston (1994: 17) meninjaunya

dari tiga perangkat keputusan : ―Pra-

pertemuan, selama pertemuan, dan pasca

pertemuan. ―Dalam pra-pertemuan semua

keputusan dibuat oleh guru antara lain

mengenai materi pokok bahasan, tugas-

tugas, organisasi, dan lain-lain. Selama

pertemuan berlangsung yang dibuat oleh

guru antara lain penjelasan peranan guru

dan siswa, penyampaian pokok bahasan,

penjelasan mengenai prosedur organisasi,

kelompok, tempat kegiatan yang terdiri

dari : peragaan, penjelasan, pelaksanaan,

dan penilaian. Keputusan pada pasca

pertemuan antara lain umpan balik dari

guru kepada siswa, sasarannya harus

memberi banyak waktu pada waktu

pelaksanaan tugas.

Implikasi dari gaya komando ini

adalah standar penampilan sudah mantap

dan ada umumnya satu model untuk satu

tugas pokok bahasan yang dipelajari

dengan cara menirukan dan mengingat

melalui penampilan setiap pokok bahasan

dipilah-pilah menjadi bagian-bagian yang

mudah di mengerti dan dapat diikuti oleh

siswa; dalam gaya komando tidak ada

perbedaan individual. Mosston (1994:17)

mengemukakan bahwa tujuan dari gaya ini

adalah ―Untuk belajar melaksanakan tugas

dengan teliti, menumbuhkan sikap disiplin,

memperoleh kemajuan dalam mengatasi

setiap masalah, saling menghargai dan

menumbuhkan sikap bertanggung jawab

dalam melaksanakan tugas‖.

Gaya Mengajar Latihan

Menurut Mosston (1994:32) gaya

latihan adalah pelimpahan keputusan

tertentu dari guru kepada siswa dalam

tugas-tugas latihan yang telah di

demonstrasikan sebelumnya. Dalam gaya

latihan ini, ada beberapa keputusan selama

pertemuan berlangsung yang dipindahkan

dari guru ke siswa.

Anatomi dari gaya latihan adalah

guru membuat keputusan mengenai

penyampaian tugas dengan peragaan dan

penjelasan selama pra-pertemuan; pada

Page 17: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________17

saat pertemuan pelaksanaan tugas dan

keputusan ada pada siswa; dan keputusan

pada pasca pertemuan tergantung pada

guru melalui hasil pengamatan penampilan

siswa dan penilaian. Inti dari gaya ini

adalah waktu yang diberikan pada siswa

untuk melaksanakan tugas sendiri dan

waktu yang ada oleh guru digunakan untuk

memberikan umpan balik untuk semua

siswa secara individu.

Tabel 1. Perbandingan antara Gaya

Komando dan Gaya Latihan No Gaya Komando Gaya Latihan

1

2

3

4

5

6

7

Guru memberi

instruksi kepada

siswa untuk

melakukan setiap

gerakan yang telah

didemonstrasikan

sebelumnya

Guru berada pada

satu tempat saja

pada waktu

mengajar

Semua keputusan

tergantung kepada

guru sebelum,

pelaksanaan sesudah

pelaksanaan

mengajar.

Keseragaman dan

penampilan yang

sinkrom

Efisiensi

penggunaan waktu

Mempertahankan

standar estetika

Kedisiplinan dan

keamanan selama

pembelajaran

berlangsung

terkontrol

Guru memberi

kesempatan

kepada siswa

untuk

melakukan

latihan sendiri

Guru tidak harus

dalam posisi

yang tetap

selama

melakukan

episodenya

Guru melibatkan

siswa dalam

rangka

mengambil

keputusan

selama latihan /

pembelajaran

Keseragaman

penampilan

kurang

Penggunaan

waktu kurang

efisien

Standar estetika

kurang

diperhatikan

Kedisplinan dan

keamanan

kurang

terkontrol

8

9

10

11

12

Terjadi peningkatan

semangat kelompok

Kreatifitas siswa

terbatas

Kesempatan siswa

untuk berinteraksi

dengan siswa yang

lain kurang

Guru dalam

memberi instruksi

kepada siswa untuk

melakukan setiap

gerakan yang

ditampilkan

cenderung kaku

Gaya ini lebih cocok

diajarkan kepada

siswa pemula yang

belum mengetahui

tentang ketrampilan

teknik dasar bermain

bola

Semangat

kelompok

kadang-kadang

terabaikan

karena

kepentingan

individu

Siswa mendapat

kesempatan

untuk

mengembangkan

kreatifitas sesuai

dengan

kemampuannya

Siswa mendapat

kesempatan

lebih banyak

untuk interaksi

dengan siswa

yang lain

Guru dalam

memberi

instruksi materi

pembelajaran

kepada siswa

mudah

dimengerti

Gaya ini cocok

untuk siswa

yang telah

mengetahui

tentang

ketrampilan

teknik dasar

bermain sepak

bola

Kemampuan Gerak Dasar

Keterampilan gerak tidak akan berkembang melalui kematangan saja,

melainkan keterampilan itu harus

dipelajari. Di dalam mempelajari

keterampilan gerak menurut Hurlock (1978

: 157), yaitu : ― Hal terpenting di dalam

mempelajari keterampilan gerak meliputi :

kesiapan belajar, kesempatan belajar,

Page 18: Jur Nal 2011

18____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

kesempatan berpraktek, model yang baik,

bimbingan, motivasi, individu dan

sistematis.

Di dalam proses pembelajaran

gerak keterampilan diperlukan adanya

kondisi tertentu yang berbeda dengan

kondisi belajar pada jenis belajar yang lain.

Ada dua jenis kondisi pada belajar gerak

keterampilan, yaitu kondisi internal dan

kondisi eksternal (Gagne, 1977: 231).

Kondisi internal adalah kondisi yang ada

pada diri pelajar, sedangkan kondisi

eksternal adalah kondisi yang ada pada

situasi belajar. Kondisi internal meliputi

dua hal, yaitu: mengingat bagian – bagian

keterampilan (recall of part-skills) dan

mengingat rangkaian pelaksanaan (recall

of executing routine). Kondisi eksternal

meliputi lima hal, yaitu: instruksi verbal,

gambar, demontrasi, praktek, dan umpan

balik.

Klasifikasi gerakan terampil

menurut Harrow (1972: 76), yaitu: ―

Klasifikasi gerakan yang terampil dibagi

menjadi dua kontinum, yaitu kontinum

vertikal dan kontinum horisontal ―.

Kontinum vertikal menunjukkan derajat

kesukaran gerak yang dilakukan dari

berbagai keterampilan dan biasanya

disebut sebagai tingkat kompleksitas.

Sedangkan kontinum horisontal

menggambarkan tingkat penguasaan

keterampilan yang dicapai oleh siswa dan

biasa disebut sebagai tingkat ketangkasan.

Kontinum horizontal berhubungan

dengan derajat ketangkasan atau

penguasaan keterampilan yang dapat

dicapai dalam keterampilan tertentu.

Harrow (1972: 78), menyatakan bahwa : ―

Kontinum horizontal dibagi menjadi empat

tingkat, yaitu tingkat pemula, menengah,

lanjut, dan keterampilan tinggi ―.

Jenis tes kemampuan gerak untuk

anak Sekolah Dasar di sesuaikan dengan

perkembangan fisik dan fisiologis anak.

Pertumbuhan fisik erat kaitannya dengan

terjadinya proses peningkatan pematangan

fisiologis pada diri setiap individu.

Pertumbuhan dan tingkat kematangan fisik

dan fisiologis membawa dampak pada

perkembangan kemampuan fisik. Indikasi

untuk menaksir kemampuan fisik anak

dapat dilakukan dengan mengadakan tes.

Tes untuk menaksir kemampuan fisik anak

usia Sekolah Dasar di antaranya meliputi :

Scott’s motor ability test : obstacle race,

loncat jauh tanpa awalan, dan lempar bola

basket (mathews, 1973 : 168). Barrow’s

motor ability test : loncat jauh tanpa

awalan, lempar bola soft-ball, lari zig-zag,

lempar bola ke dinding, menempatkan bola

medecine dan lari 60 yard. (Mathews,

1973: 170 ).

Tabel 2.Faktor-faktor yang mempengaruhi

kemampuan gerak dasar

Kemampuan gerak

dasar tinggi

Kemampuan gerak

dasar rendah

1. aktivitas

pada masa

sebelumnya

diberikan

kebebasan

2. lingkungan,

orang tua

dan pra

sarana

pendukung

3. memiliki

koordinasi

tubuh dan

kekuatan

otot yang

baik

4. motivasi

melakukan

kegiatan

tinggi

1. aktivitas

pada masa

anak kurang

atau

dikekang

2. lingkungan,

orang tua

dan pra

sarana

kurang

mendukung

3. koordinasi

tubuh dan

kondisi fisik

lemah

4. kurang

bermotivasi

terhadap

kegiatan

olahraga.

Kelompok Umur

Pengelompokan siswa menurut

Clarke dalam Drowatzky (1975:61) yaitu:

―Ada dua prosedur utama yang dapat

digunakan untuk mengadakan

pengelompokkan siswa secara homogen,

yakni dengan cara pengelompokkan

berdasarkan macam kegiatan khusus yang

Page 19: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________19

mereka ikuti dan berdasarkan

kemampuan umur yang mereka miliki‖.

Dengan mempertimbangkan pada

karakteristik fisik, sosial, emosional dan

mental dari siswa yang didasarkan pada

umur dan kelompok kelas II - V tersebut,

maka perlu diadakan pengelompokan

siswa, yaitu pengelompokan umur 8-9

tahun dan pengelompokan umur 10-11

tahun. Menurut survey yang peneliti

lakukan, bahwa yang termasuk dalam

kelompok umur 8-9 tahun yaitu anak atau

siswa yang berumur 8 tahun sampai 9,5

tahun. Sedangkan kelompok umur 10-11

tahun yaitu siswa yang berumur 9,6 tahun

sampai umur 11 tahun. Kelompok umur 8 -

9 tahun dan kelompok umur 10 - 11 tahun

sebagai kelompok eksperimen dalam

penelitian.

Keterampilan Teknik Dasar Bermain

Sepakbola

Untuk dapat mencapai penguasaan

teknik-teknik dasar bermain sepak bola

seseorang harus melakukan dengan

prinsip-prinsip gerakan teknik yang benar,

cermat, sistematik yang dilakukan

berulang-ulang terus menerus dan

berkelanjutan, sehingga menghasilkan

kerjasama yang baik antara sekumpulan

saraf otot, untuk pembentukan gerakan

yang harmonis, sehingga menghasilkan

otomatisasi gerakan. Beberapa teknik dasar

yang perlu dipelajari menurut Sneyyer

(1988:11), yaitu:

Mengendalikan bola dengan kaki, paha,

dada dan kepala, meneruskan bola tanpa

ditahan, dribbling, tendangan sambil salto,

pass pendek dan panjang, melempar bola,

tendangan langsung dan tidak langsung,

tendangan sudut pendek dan yang panjang,

menyundul bola, memberi efek pada bola

dan sebagainya.

Sedangkan menurut Fuchs

(1979:48), adalah: ―Keterampilan teknis

bermain sepak bola terdiri dari menendang,

trapping, dribling, volleying, heading dan

throw-in‖. Selanjutnya disebutkan secara

garis besarnya keterampilan teknis bermain

sepak bola yang harus dikuasai oleh setiap

pemain sepak bola meliputi : menendang

(instep kick, inside foot kick, outside foot

kick, heel kick, trapping atau

mcnghentikan bola (sole of the foot trap,

foot trap, body trap). Tiap bagian dapat

diajarkan secara terpisah-pisah sesuai

dengan kebutuhan bahan atau materi

pembelajaran.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di

Sekolah Dasar Muhammadiyah I

Surakarta. Metode penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah

metode eksperimental. Sampel dalam

penelitian ini adalah siswa putra Sekolah

Dasar Muhammadiyah I Surakarta yang

berumur 8-11 tahun yang berjumlah 56

siswa. Teknik pengumpulan data yang

digunakan untuk memperoleh data dalam

penelitian adalah metode survey dengan

teknik tes dan pengukuran. Data yang

dikumpulkan ada tiga macam, yaitu :

1. Data kemampuan gerak dasar dari :

Barrow Motor Ability Test : Test

Number Two (Mathews, 1973 : 170 –

171.

2. Data kelompok umur siswa

3. Data keterampilan bermain sepakbola

dari Siem Plooyer (1970:152-157).

Penelitian ini menggunakan rancangan

faktorial 2 x 2 x 2 (Sutrisno Hadi. 1987 :

271).

Page 20: Jur Nal 2011

20____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Tabel 1. Diskripsi data Tes ketrampilan

teknik dasar bermain

sepakbola tiap kelompok

berdasarkan variabel penelitian

Sebelum dan Sesudah

Perlakuan.

Variabel

Penelitian

Statistik

Deskriptif

Gaya Mengajar Komando Gaya Mengajar Latihan

Kemampuan

Gerak Dasar

Tinggi

Kemampuan

Gerak Dasar

Rendah

Kemampuan

Gerak Dasar

Tinggi

Kemampuan

Gerak Dasar

Rendah

Umur

8-9 th

Umur

10-11

th

Umur

8-9 th

Umur

10-11

th

Umur

8-9 th

Umur

10-11

th

Umur

8-9 th

Umur

10-11 th

Sebelum Y

Y

1635

233.571

2515

359.286

1830

261.429

2560

365.714

1830

261.429

2290

327.143

1760

251.429

2490

355.714

Sesudah Y

Y

1975

282. 143

2990

427.143

2465

352.143

3060

437.143

2255

322.143

2995

427.857

2175

310.714

3155

450.714

Peningk

atan

Y

Y

N

340

48.571

7

475

67.857

7

635

90.714

7

500

71.429

7

425

60.714

7

705

100.714

7

415

59.286

7

665

95.000

7

Tabel 2. Ringkasan nilai rerata

keterampilan teknik dasar

bermain sepakbola sebelum

dan sesudah perlakuan.

Variabel

Penelitian

Statistik

Deskriptif

A1 A2

B1 B2 B1 B2

C1 C2 C1 C2 C1 C2 C1 C2

Sebelum 233.571 359.286 261.429 365.714 261.429 327.143 251.429 355.714

Sesudah 282.143 427.143 352.143 437.143 322.143 427.857 310.714 450.714

Peningkatan 48.571 67.857 9.714 71.429 60.714 100.714 59.286 95.000

Tabel 3. Ringkasan keseluruhan hasil

analisis varians dua faktor

Sumber

Variasi dk JK RJK Fo Ft

Rata-rata

Perlakuan 1 309028.5714 309028.5714

A 1 1207.1429 1207.1429 4.8691 4.04

B 1 1301.7857 1301.7857 5.2509

AB 1 2444.6429 2444.6429 9.8607

C 1 5016.0714 5016.0714 20.2329

AC 1 5016.0714 5016.0714 20.2329

BC 1 1607.1429 1607.1429 6.4826

ABC 1 1028.5714 1028.5714 4.1489

Kekeliruan 48 11900.0000 247.9167

Total 56 338550.0000

Keterangan :

A = Kelompok gaya mengajar

B = Kelompok siswa berdasarkan tinggi-

rendahnya kemampuan gerak dasar

C = Kelompok siswa berdasarkan umur.

1. Ada perbedaan yang signifikan

antara peningkatan keterampilan

teknik dasar bermain sepakbola

yang diberi perlakuan dengan gaya

mengajar komando dan gaya

mengajar latihan.

Apabila dilihat dari hasil

mean kedua gaya mengajar

tersebut, ternyata mean gaya

mengajar latihan mendatangkan

hasil pembelajaran yang lebih baik

daripada gaya mengajar komando.

Gaya mengajar latihan sangat

cocok digunakan untuk

mempraktekkan gerakan atau

keterampilan yang sifatnya

individu, misalnya menimang-

nimang bola, menggiring bola atau

menyundul bola. Sedangkan gaya

mengajar komando dengan

keterampilan yang terputus-putus,

misalnya menendang bola,

menghentikan bola, melempar bola.

2. Ada perbedaan yang signifikan

antara peningkatan keterampilan

teknik dasar bermain sepakbola

Page 21: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________21

antara siswa yang mempunyai

kemampuan gerak dasar tinggi dan

siswa yang mempunyai

kemampuan gerak dasar rendah.

Kemampuan gerak dasar

secara signifikan berpengaruh

terhadap keterampilan bermain

sepakbola, sehingga hipotesis

diajukan diterima. Hal ini

menunjukkan bahwa kemampuan

seseorang akan mempengaruhi

tingkat penguasaan keterampilan.

Penguasaan keterampilan

merupakan salah satu gerakan

yang memerlukan koordinasi tubuh

secara keseluruhan. Penguasaan

keterampilan gerak dipengaruhi

oleh tinggi rendahnya kemampian

gerak dasar subyek didik. Secara

potensial setiap individu

mempunyai kemampuan gerak

dasar yang berbeda. Secara teoritis,

seseorang yang memiliki gerak

dasar yang tinggi mampu menerima

informasi yang lebih cepat dalam

pembelajaran gerak, karena lebih

banyak memiliki pengalaman

gerak. Anak yang memiliki

kemampuan gerak dasar yang

tinggi akan lebih cepat di dalam

mengimitasi, mengeksplorasi,

menguji dan membangun suatu

gerakan. Sedangkan anak yang

memiliki kemampuan gerak dasar

rendah cenderung memiliki

pengalama gerak yang rendah pula.

Anak yang memiliki kemampuan

gerak dasar yang rendah akan

lambat pula di dalam mengimitasi,

mengeksplorasi, menguji dan

membangun suatu gerakan.

Namun menurut penelitian ini,

siswa yang memiliki kemampuan

rendah,justru rata-rata hasil

keterampilannya lebih baik

dibandingkan dengan siswa yang

memiliki kemampuan gerak dasar

tinggi. Ada beberapa kemungkinan

yang menyebabkannya, yakni:

Pertama, Siswa Sekolah Dasar

masih dalam tingkatan

keterampilan pemula, sehingga

belum siap diberikan tes

kemampuan gerak dasar yang

sifatnya masih baru. Kedua, Siswa

belum dapat menangkap informasi

dan menafsirkan maksud dan

tujuan gerakan yang diberikan

dalam tes kemampuan gerak dasar.

Ketiga, ada kemungkinan variable

– variable tidak terkontrol ikut

mempengaruhi hasil pembelajaran.

3. Ada perbedaan yang signifikan

antara peningkatan keterampilan

teknik dasar bermain sepakbola

antara siswa yang berumur 8-9

tahun dan siswa yang berumur 10-

11 tahun.

Kelompok umur

berpengaruh secara signifikan

terhadap keterampilan bermain

sepakbola. Hal ini menunjukkan

bahwa keberhasilan pembelajaran

dipengaruhi oleh kondisi fisik,

perkembangan sosial dan

emosional, serta perkembangan

mental anak. Pada kenyataannya

antara kelompok umur 8 - 9 tahun

karakteristik fisik, perkembangan

sosial dan emosional serta

perkembangan mental terdapat

perbedaan dibandingkan dengan

anak kelompok umur 10 - 11 tahun.

Perbedaan itu akan membawa

dampak pada proses kematangan

seseorang. Kematangan

mempengaruhi arti kesiapan dan

kesediaan anak di dalam menerima

pembelajaran. Bila kesiapan dan

kesediaan anak dalam menerima

pembelajaran belum siap, maka

akan kehilangan efisien atau anak

lebih lama dalam menerima dan

menyerap informasi yang

diberikan. Kematangan seseorang

dipengaruhi oleh tahap – tahap

perkembangan, oleh sebab itu

proses belajar gerah mengacu pada

tahapan perkembangan kematangan

anak. Hasil penelitian menunjukkan

Page 22: Jur Nal 2011

22____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

bahwa kelompok umur 10-11 tahun

memiliki hasil yang lebih baik bila

dibandingkan dengan kelompok

umur 8 - 9 tahun. Ada beberapa hal

yang menyebabkan perbedaan,

antara lain karena tingkat

kematangan. Kelompok umur 10 –

11 tahun lebih memiliki tingkat

kesiapan dan kesediaan di dalam

menerima pembelajaran

keterampilan dengan tingkatan

gerak yang komplek. Kematangan

seseorang ditandai dengan minat

belajar yang tinggi, minat yang

timbul pada dirinya akan bertahan

lama, artinya tidak cepat bosan atau

tidak mudah jemu dari kemajuan

belajar menjadikan kebanggaan

dalam dirinya. Jadi jelasnya bahwa

seseorang yang lebih matang, akan

lebih baik pula hasil pembelajaran

yang diperolehnya.

4. Terdapat interaksi faktor utama

penelitian dalam bentuk interaksi

dua faktor yakni interaksi antara

gaya mengajar dan kemampuan

gerak dasar.

Interaksi antara gaya

mengajar dan kemampuan gerak

dasar berpengaruh secara signifikan

terhadap keterampilan bermain

sepakbola. Kemampuan gerak

dasar pada dasarnya bersifat

potensial dan merupakan awal

keberhasilan dari suatu proses

pembelajaran. Belajar gerak selalu

mendasarkan pada keterampilan

atau aktivitas yang dikuasai

sebelumnya.

5. Terdapat interaksi faktor utama

penelitian dalam bentuk interaksi

dua faktor yakni interaksi antara

gaya mengajar dan kelompok

umur.

Antara gaya mengajar

dengan kelompok umur terhadap

keterampilan bermain sepakbola

terdapat interaksi yang signifikan.

Pembelajaran keterampilan kurang

berhasil jika seorang guru tidak

mampu melakukan pendekatan

sebagai sistem. Penggolongan

tahapan perkembangan pada

dasarnya merupakan salah satu

pendekatan sistim. Tahapan

perkembangan dikelompokkan

menjadi prenatal, bayi, anak –

anak, remaja, dewasa dan tua.

Dengan umur dan tingkat kelas

yang sama akan mendatangkan

hasil yang baik, karena siswa dapat

melakukan kompetisi yang positif

pada sesama teman dengan umur

yang hampir sama dalam proses

pembelajaran. Perlu diingat bahwa

perkembangan dan karakteristik

anak masing – masing memiliki ciri

khas tersendiri yang dapat

mempengaruhi tingkat

keterampilan. Perbedaan

karakteristik fisik, sosial,

emosional dan mental akan

mempengaruhi hasil pembelajaran.

Oleh sebab itu penggabungan kelas

yang memperhatikan kaidah –

kaidah perkembangan dan jiwa

anak akan menyebabkan

keseimbangan, sehingga hasil

pembelajaran dapat maksimal.

6. Terdapat interaksi faktor utama

penelitian dalam bentuk interaksi

dua faktor yakni interaksi antara

kemampuan gerak dasar dan

kelompok umur.

Kemampuan gerak dasar

terkait erat dengan kematangan

seseorang. Seseorang yang

memiliki tingkat kemampuan gerak

dasar yang tinggi akan memiliki

kematangan sistem syaraf, otot dan

organisme tubuh yang baik pula.

Umur yang lebih tua akan

membentuk karakteristik fisik,

sosial dan emosional serta

karakteristik mental yang lebih

baik, sehingga akan mempengaruhi

kemampuan gerak dasar seseorang.

Page 23: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________23

7. Terdapat interaksi faktor utama

penelitian dalam bentuk interaksi

tiga faktor yakni interaksi antara

gaya mengajar, kemampuan gerak

dasar dan kelompok umur.

Hasil penelitian

menunjukkan bahwa antara gaya

mengajar, kemampuan gerak dasar

dan kelompok umur terhadap

keterampilan bermain sepakbola

ternyata interaksi yang bermakna.

Hal ini disebabkan karena variabel

gaya mengajar, kemampuan gerak

dasar dan kelompok umur tidak

memiliki tingkat independensi yang

kuat. Kekuatan independensi akan

berpengaruh terhadap kekuatan

interaksi. Karena dengan pemilihan

metode praktek yang tepat akan

dapat meningkatkan kemampuan

gerak dasar seseorang dan apabila

gaya mengajar itu disesuaikan

dengan kelompok umur para

peserta didik akan lebih baik lagi.

Kemampuan gerak dasar terkait

erat dengan kematangan seseorang.

Seseorang yang memiliki tingkat

kemampuan gerak dasar yang

tinggi akan memiliki kematangan

sistem syaraf, otot dan organisme

tubuh yang baik pula. Umur yang

lebih tua akan membentuk

karakteristik fisik, sosial dan

emosional serta karakteristik

mental yang lebih baik, sehingga

akan mempengaruhi kemampuan

gerak dasar seseorang. Oleh sebab

itu antara kemampuan gerak dasar

dan kelompok umur akan terjadi

interaksi dengan gaya mengajar dan

hasil pembelajaran.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan kesimpulan analisis

data dan pembahasannya, maka dapat

ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut :

1. Ada perbedaan pengaruh antara gaya

mengajar komando dan gaya mengajar

latihan terhadap keterampilan teknik

dasar bermain sepakbola pada siswa

putra SD Muhammadiyah I Surakarta,

karena F0 = 4.8691 lebih besar dari Ft =

4.04. Pada taraf signifikansi 5%.

2. Ada perbedaan pengaruh antara siswa

yang mempunyai kemampuan gerak

dasar tinggi dan siswa yang

mempunyai kemampuan gerak dasar

rendah terhadap keterampilan teknik

dasar bermain sepakbola pada siswa

putra SD Muhammadiyah I Surakarta.

Karena F0 = 5.2509 lebih besar dari Ft

= 4.04. Pada taraf signifikansi 5%.

3. Ada perbedaan pengaruh antara siswa

yang berumur 8-9 tahun dan siswa

yang berumur 10-11 tahun terhadap

keterampilan teknik dasar bermain

sepakbola pada siswa putra SD

Muhammadiyah I Surakarta. Karena F0

= 20.2329 lebih besar dari Ft = 4.04.

Pada taraf signifikansi 5%.

4. Ada interaksi antara gaya mengajar dan

kemampuan gerak dasar terhadap

keterampilan teknik dasar bermain

sepakbola pada siswa putra SD

Muhammadiyah I Surakarta, karena F0

= 9.8607 lebih besar dari Ft = 4.04.

Pada taraf signifikansi 5%.

5. Ada interaksi antara gaya mengajar dan

kelompok umur terhadap keterampilan

teknik dasar bermain sepakbola pada

siswa putra SD Muhammadiyah I

Surakarta, karena F0 = 20.2329 lebih

besar dari Ft = 4.04. Pada taraf

signifikansi 5%.

6. Ada interaksi antara kemampuan gerak

dasar dan kelompok umur terhadap

keterampilan teknik dasar bermain

sepakbola pada siswa putra SD

Muhammadiyah I Surakarta, karena F0

= 6.4826 lebih besar dari Ft = 4.04.

Pada taraf signifikansi 5%.

Page 24: Jur Nal 2011

24____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

7. Ada interaksi antara gaya mengajar,

kemampuan gerak dasar dan kelompok

umur terhadap keterampilan teknik

dasar bermain sepakbola pada siswa

putra SD Muhammadiyah I Surakarta,

karena F0 = 4.1489 lebih besar dari Ft =

4.04. Pada taraf signifikansi 5%.

Dalam rangka ikut bertanggung

jawab di dalam meningkatkan kualitas

pendidikan dan suatu usaha untuk

menyumbangkan pemikiran dan wawasan

mengenai salah satu strategi pembelajaran

pendidikan jasmani yang berorientasi pada

waktu pelaksanaan yaitu mengenai gaya

mengajar, maka dianjurkan saran-saran

kepada guru pendidikan jasmani sebagai

berikut:

1. Dapat menerapkan gaya mengajar

komando dan latihan dalam proses

belajar mengajar dengan prosedur

pembelajarannya fleksibel dan kreatif.

2. Selalu mengembangkan kemampuan

gerak sebagai dasar untuk

meningkatkan kemampuan gerak dasar.

Karena dengan memiliki kemampuan

gerak dasar yang baik akan menunjang

siswa terampil dalam cabang olahraga.

3. Dalam mengajar siswanya disesuaikan

dengan umur dan tingkat kelas yang

bersangkutan.

DAFTAR PUSTAKA

Drowatzky, John N. 1975. Motor Learning : Principles and Practices. Minncapolis.

Minnesota : Burgess Publishing Company.

Gallahue, David I. 1989. Understanding Motor Development Infant Children Adolescent.

Indianapolis : Benchmark Press, Inc.

Harre, Dietrich. 1982. Principles of Sport Training Introduction to The Theory and Methods

of Training. Berlin : Sport Verlag.

Hurlock, Elizabeth B. 1991. Perkembangan Anak. (Terjemahan olah Meitasari Tjandrasa dan

Mushichah Zarkasih). Edisi ke 6 Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama.

Mathews, Donald K. 1973.Measurement in Physical Education. Philadclphia : W.B. Saunders

Company.

Mosston, Muska and Ashworth. 1994. Teaching Physical Education. Fourth Edition. Mac.

Millan Publishing Company. New York USA.

Plooyer, Siem. 1970. Jeugd Voetball, KNVB. Jeugdvoeltball. Seredeel G. The Football

Association. Skifull Soccer For Young Players. London : Educational Production

Ltd.

Sneyers, Jeff. 1998. Sepak Bola Latihan dan Strategi Bermain. (Alih Bahasa : L. Lanjang)

Jakarta : PT. Rosdo Jaya Putra Offset.

Strand, Bradford N. and Rolayne Wilson. 1993. Assessing Sport Skills. Utah State University.

Human Kinetics Publisher.

Page 25: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________25

Sudjana. 1994. Desain dan Analisis Eksperimen. Edisi III. Bandung : Penerbit Tarsito

______. 1996. Metoda Statistika. Edisi Ke-6 Bandung : Penerbit Tarsito.

Sutrisno Hadi. 1987. Analisa Regresi. Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas

Psikologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

______. 1990. Metodologi Research Jilid IV. Yogyakarta. Penetbit Andi Offset.

Page 26: Jur Nal 2011

26____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

PENINGATAN MOTIVASI BELAJAR AKTIFITAS RITMIK

MELALUI METODE AKTUALISASI KREATIFITAS GERAK

Agus Mukholid

(Staf Pengajar di Jurusan POK FKIP UNS)

Nur Hariadi Pudjias Tjahyono (Peserta Program Sertivikasi Guru Dalam Jabatan

Melalui Jalur Pendidikan Profesi)

Adi Putranto

(Guru SMP N 7 Surakarta)

ABSTRACT

One of the causes of low student motivation is the students feel bored and tired of the

atmosphere of learning they experienced, as well as by low student motivation in learning

materials rhythmic activity physical education subjects. One way to increase motivation to

learn rhythmic activity is buy using the method of actualizing creativity in motion. This

method provides an opportunity for student to explore the potential and ability in developing

creativity in motion. Through classroom action research conducted in three cycles, most

students feel happy to follow the learning, not easily saturated and can demonstrate its ability

to develop the learning atmosphere motion creativity, become more fun, more creative and

motivated students to learn more increases.

Keywords: creative actualization movement, motion to learn.

PENDAHULUAN

Salah satu penyebab kurang

berhasilnya suatu pembelajaran adalah

rendahnya motivasi siswa dalam mengikuti

pembelajaran tersebut. Demikian pula pada

pembelajaran aktifitas ritmik mata

pelajaran pendidikan jasmani, salah satu

penyebab rendahnya motivasi siswa karena

selama ini yang banyak dilakukan oleh

guru penjas adalah bersifat mendikte,

siswa hanya melakukan apa yang

diinstruksikan oleh guru, siswa tidak

mempunyai kesempatan untuk

menanpilkan potensi dan kemampuannya

dalam mengembangkan kreatifitas

geraknya sehingga suasana pembejaran

terkesan monoton, jenuh, bosan dan pada

akhirnya siswa merasa kurang senang

terhadap pembelajaran yang dihadapinya.

Permasalahan diatas adalah sekelumit

penyebab mengapa motivasi belajar dalam

mata pelajaran pendidikan jasmani masih

begitu rendah. Dalam upaya meningkatkan

motivasi belajar tersebut perlu adanya

langkah kongkrit dari para guru penjas,

yang salah satunya yaitu dengan cara

menggunakan metode aktualisasi

kreatifitas gerak yang akan dibahas pada

penelitian ini.

Dengan adanya penelitian ini

diharapkan dapat menemukan solusi atas

rendahnya motivasi siswa dalam mengikuti

pembelajaran aktifitas ritmik. Metode

aktualisasi kreatifitas gerak yang akan

diangkat dalam penelitian ini melibatkan

pihak lain sebagai kolaborator dan

dilaksanakan dengan biaya seminim

mungkin tetapi dapat mencapai hasil

semaksimal mungkin, sehingga

manfaatnya dapat dirasakan langsung baik

oleh siswa, guru maupun pihak sekolah.

Dalam hal ini penyebab rendahnya

motivasi belajar aktifitas ritmik adalah: (1)

Page 27: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________27

Masih adanya perlakuan guru penjas yang

bersikap otoriter/mendikte dan lebih

kepada kegiatan melatih siswa bukan

mengajar penjas, (2) siswa hanya

melakukan apa yang

diperintahkan/diinstruksikan oleh guru, (3)

siswa tidak memiliki kesempatan untuk

menggali potensi/kemampuan dalam

mengembangkan kreatifitas yang

dimilikinya, dan (4) kreatifitas siswa

menjadi terpasung.

Upaya yang dapat dilakukan guna

mencari solusi yang terbaik untuk

memecahkan permasalahan tersebut antara

lain: (1) menggunakan metode

pembelajaran aktualisasi kreatifitas gerak,

(2) setelah itu dilanjutkan dengan

pengelompokan siswa dalam menggali

potensi gerak, dan (3) diakhiri dengan

melakukan evaluasi silang terhadap

gerakan yang telah berhasil ditemukannya.

Dengan demikian muncul dua pertanyaan

apakah pembelajaran dengan

menggunakan metode Aktualisasi

kreatifitas gerak dapat meningkatkan

motivasi belajar aktifitas ritmik? dan

bagaimanakah meningkatkan motivasi

belajar aktifitas ritmik melalui metode

aktualisasi kreatifitas gerak?

Penelitian ini bertujuan untuk

menentukan langkah alternatif dalam

meningkatkan motivasi belajar aktifitas

ritmik di SMP Negeri 7 Surakarta. Dapat

mengetahui sejauh mana pengaruh

penerapan metode aktualisasi kreatifitas

gerak terhadap motifasi belajar aktifitas

ritmik. Dengan adanya penerapan hasil

penelitian ini diharapkan siswa dapat

termotivasi dalam mengikuti pembelajaran

aktifitas ritmik sehingga suasana

pembelajaran menjadi lebih

menyenangkan, kreatifitas siswa dapat

tereksplorasi secara maksimal, potensi

gerak siswa dapat dikembangkan hingga

pada akhirnya manfaat kebugaranpun akan

dapat dirasakan.

Aktualisasi diri adalah kebutuhan

naluriah pada manusia untuk melakukan

yang terbaik dari yang dia bisa. Istilah ini

digunakan dalam berbagai teori psikologi,

seperti oleh Kurt Goldstein, Abraham

Maslow, dan Carl Rogers. Goldstein

adalah ahli yang pertama melihat bahwa

kebutuhan ini menjadi motivasi utama

manusia, sementara kebutuhan lainnya

hanyalah manifestasi dari kebutuhan

tersebut. Namun yang membuat istilah ini

lebih mengemuka adalah teori Maslow

tentang hirarki kebutuhan, yang

menganggapnya sebagai tingkatan

tertinggi dari perkembangan psikologis

yang bisa dicapai bila semua kebutuhan

dasar sudah dipenuhi dan

pengaktualisasian seluruh potensi dirinya

mulai dilakukan.

Aktualisasi diri adalah proses seorang

individu untuk menjadi dirinya sendiri.

Untuk bisa mengaktulisasikan dirinya,

seseorang tidak harus terlebih dahulu

terpenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar yang

berada di tingkat di bawahnya (menurut

Maslow). Karena sebenarnya teori Maslow

bukanlah sesuatu yang linier, tetapi ada

inter-relasi atau over-lappingnya. Artinya

orang bisa saja "sampai" pada self-

actualization tanpa harus fulfilled

kebutuhan akan fisik dasar, rasa aman.

Yang diperlukan untuk bisa sampai pada

aktualisasi diri adalah "keberanian" untuk

keluar dari belenggu kebutuhan-kebutuhan

yang ada di bawahnya.

Kata ―kreatif‖ adalah bentuk sifat

dari kata dalam bahasa Inggris ‖create‖.

Create menurut Kamus Inggris Indonesia

susunan John M. Echols dan Hassan

Shadily (2000) berarti ―menciptakan,

menimbulkan, membuat‖. Kata turunannya

antara lain kreativitas (creativity) yang

berarti daya cipta, kreatif (creative) yang

berarti bersifat memiliki daya cipta, kreasi

(creation) yang artinya ciptaan, dan kreator

(creator) yang artinya pencipta. Secara

bebas, proses kreatif dapat diartikan

sebagai proses yang bersifat menciptakan

atau proses terciptanya sesuatu. Sesuatu

yang diciptakan itu dapat berupa benda

konkret (misalnya karya seni dan produk

teknologi), konsep (hipotesis atau teori

ilmiah), dan dapat pula berupa ide untuk

Page 28: Jur Nal 2011

28____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

memecahkan masalah atau cara tertentu

untuk menyikapi hidup sehari-hari.

Menurut Rhodes, ada empat aspek

yang menandai adanya kreativitas. Empat

aspek itu adalah pribadi kreatif (the

creative person), proses kreatif (the

creative process), produk kreatif (the

creative product), dan pendorong atau

lingkungan kreatif (the creative press or

environment). Keempat aspek ini disebut

Four P’s of Creativity: Person, Process,

Product, dan Press. Keempatnya

berhubungan sebagai berikut: pribadi

kreatif yang melibatkan diri dalam proses

kreatif, dengan dukungan pendorong atau

lingkungan kreatif, akan menghasilkan

produk kreatif (Munandar, 1999).

Definisi kreativitas selalu dikaitkan

dengan satu atau lebih faktor-faktor

tersebut. Menurut Rhodes, yang telah

menganalisis lebih dari 40 definisi

kreativitas, pada umumnya kreativitas

dirumuskan dalam istilah pribadi, proses,

dan produk. Definisi kreativitas dalam

istilah pendorong (press) atau lingkungan

adalah satu tinjauan lain yang dia

tawarkan, yaitu bahwa ada faktor

pendorong dari sisi pribadi (motivasi) dan

pendorong dari luar (lingkungan) yang

mengarahkan individu kepada perilaku

kreatif (Munandar, 1999).

Definisi lain yang dikemukakan oleh

Abraham Maslow, tokoh psikologi

humanistik, juga dapat dilihat dalam

pengertian pribadi. Maslow memaknai

kreativitas sebagai kreativitas aktualisasi-

diri, yang dalam beberapa hal hampir

serupa dengan kesehatan mental yang baik,

atau sifat-sifat istimewa bagi kemanusiaan

yang sempurna. Bagi Maslow, seorang

yang kreatif dalam menjalani

kehidupannya adalah dia yang telah

mencapai tingkat aktualisasi-diri

(Langgulung, 1991).

Dalam upaya meningkatkan

pelayanan pendidikan yang semakin

kompetitif, dibutuhkan profesionalisme

kerja dari seluruh komponen

penyelenggara pendidikan, terlebih para

guru sebagai ujung tombak keberhasilan

pelaksanaan pendidikan.

Guru tidak hanya dituntut untuk

mampu mentransfer ilmu kepada peserta

didik, tetapi lebih dari itu disamping

sebagai pengajar guru juga harus mampu

mendidik siswa dengan penuh kreatifitas,

inovatif dan dapat membangkitkan

motivasi belajar siswa. Suryabrata (1984)

mengemukakan bahwa motivasi adalah

motif yang sudah menjadi aktif pada saat

tertentu. Sedangkan Winskel (1987)

mengemukakan bahwa motif adalah daya

penggerak didalam diri seseorang untuk

melakukan aktifitas aktifitas tertentu demi

terciptanya suatu tujuan. Proses belajar

yang dilakukan tanpa adanya motivasi dari

siswa untuk mempelajari materi yang

disampaikan dalam kegiatan belajar

mengajar tersebut, maka bukan mustahil

pembelajaran yang dilakukan tidak akan

berhasil dengan baik.

Demikian pula pada pembelajaran

aktifitas ritmik, salah satu upaya untuk

meningkatkan motivasi siswa yaitu dengan

cara memberikan kesempatan kepada

siswa untuk mengaktualisasikan diri dalam

mengembangkan kreatifitas geraknya.

Sedangkan guru sebagai fasilitator

berperan untuk mengakomodir kreatifitas

siswa serta memberikan batasan batasan

tentang gerakan pemanasan, gerakan inti,

dan gerakan penenangan, dengan begitu

suasana pembelajaran akan

menyenangkan, siswa akan terpacu untuk

menemukan variasi-variasi gerakan dan

kreatifitas gerak siswa akan muncul.

Brown (1971) mengemukakan ada 8

ciri motivasi belajar yang tinggi yaitu: (1)

Tertarik pada guru artinya tidak bersikap

acuh tak acuh, (2) tertarik pada suatu

pelajaran yang diajarkan, (3) antusias

tinggi, serta mengendalikan perhatian dan

energi kepada kegiatan belajar, (4) ingin

selalu bergabung pada suatu kelompok

kelas, (5) ingin identitas diri diakui orang

lain, (6) tindakan dalam kebiasaannya,

serta moralnya selalu dalam kontrol, (7)

selalu mengingat pelajaran dan dipelajari

Page 29: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________29

kembali di rumah, (8) selalu terkontrol

oleh lingkungan.

Bagaimana meningkatkan motivasi

belajar aktifitas ritmik. Mencermati

pertanyaan yang sangat mendasar tersebut

ada baiknya kita memperhatikan tahap-

tahap dalam pelaksanaan kegiatan belajar

mengajar. pada awal kegiatan inti proses

belajar mengajar guru memberikan

batasan-batasan tentang gerakan dalam

materi aktifitas ritmik. Namun mengingat

tingkat kemampuan yang bervariasi, tentu

ada beberapa siswa yang mengalami

kesulitan dalam menemukan gerakan,

disinilah peran guru sebagai fasilitator

memberikan solusi/langkah pemecahan

masalah, yaitu dengan memberikan

contoh-contoh / alternatif gerakan

sekaligus mendemonstrasikan dengan

diiringi irama. Hal ini akan membantu

siswa dalam menggali potensi sekaligus

mengaktualisasikan kreatifitas gerak yang

dimilikinya.

METODE PENELITIAN

Penelitian inia dalah Penelitian

Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan

di SMP Negeri 7 Surakarta dengan alamat

Jl. Mr. Sartono No. 34 Surakarta. Kelas

yang digunakan penelitian adalah kelas 8

D. Sedangkan jadwal penelitian adalah

pada siklus pertama dilaksanakan pada

minggu pertama bulan April 2009, siklus

kedua dilaksanakan pada minggu kedua

bulan April 2009, dan siklus ketiga

dilaksanakan pada minggu ketiga bulan

April 2009.

Karakteristik sekolah yang

digunakan penelitian adalah sebagai

berikut: Sekolah Standart Nasional.

Memiliki 18 rombongan belajar, memiliki

jumlah siswa 738 orang. Sedangkan siswa

8 D berjumlah 40 orang, dengan usia

berkisar 13 tahun, yang terdiri dari siswa

perempuan berjumlah 19 orang dan siswa

lelaki berjumlah 21 orang. Kolaborator

terdiri dari 2 orang yaitu Nur Hariadi

Pudjias Tjahjono dan Adi Putranto (Guru

Penjasorkes SMP N 7 Surakarta).

Penelitian ini beralur tiga siklus

yang dilakukan mulai minggu pertama

April 2009 s/d minggu ketiga April 2009.

Pada siklus pertama: Setelah

memberikan penjelasan tentang batasan-

batasan dalam senam irama dan kesesuaian

langkah, ayunan tangan sampai dengan

gerakan kepala yang disesuaikan dengan

irama yang mengiringinya. Kemudian

memberikan kesempatan kepada siswa

untuk bebas menggali potensi dan

kemampuan siswa dalam mengembangkan

kreatifitas gerak yang dimilikinya.

Peran guru sebagai peneliti

sekaligus fasilitator mengakomodir

kreatifitas gerak yang dikembangkan siswa

sekaligus memberikan arahan tentang

motif gerakan. Sedangkan kolaborator

berperan mengadakan pengamatan

terhadap tingkat partisipasi masing-masing

siswa dalam mengaktualisasikan kreatifitas

geraknya.

Pada akhir siklus ini siswa

diberikan angket yang telah disediakan

kemudian diisi sesuai pengalaman belajar

yang baru saja diikutinya, kolaborator

melakukan pengamatan dan wawancara

sesuai dengan cheklis yang sudah

disiapkan tentang sejauh mana masing-

masing siswa sudah berperan dalam

pembelajaran, setelah itu kolaborator

kembali pengadakan pengamatan sekaligus

mengisi cheklis pengamatan yang sudah

disiapkan secara klasikal tentang proses

kegiatan belajar yang baru saja

dilaksanakan.

Pada siklus kedua: Dengan tingkat

kemampuan fisik motorik siswa yang

bervariasi, tentunya akan berpengaruh juga

pada kemampuan siswa dalam

mengaktualisasikan kreatifitas gerak yang

akan ditampilkannya. Untuk mengatasi

permasalahan ini pada siklus kedua akan

dilakukan pengelompokkan siswa pada

kelas tersebut, dengan membagi menjadi

beberapa kelompok, satu kelompoknya

berkisar antara 4 – 6 siswa.

Dengan adanya pengelompokkan

tersebut diharapkan siswa dapat bertukar

ide gerakan, saling mengisi dan melakukan

Page 30: Jur Nal 2011

30____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

shering terhadap aktualisasi gerak yang

sudah ditemukan pada siklus pertama,

sehingga masing-masing kelompok akan

bersaing untuk menampilkan yang terbaik.

Pada tahap ini kembali siswa

diberikan angket yang telah disediakan

kemudian diisi sesuai pengalaman belajar

yang baru saja diikutinya, kolaborator

melakukan pengamatan dan wawancara

sesuai dengan cheklis yang sudah

disiapkan tentang sejauh mana masing-

masing siswa sudah berperan terhadap

kelompoknya, setelah itu kolaborator

kembali pengadakan pengamatan sekaligus

mengisi cheklis pengamatan yang sudah

disiapkan secara klasikal tentang proses

kegiatan belajar yang baru saja

dilaksanakan.

Pada siklus ketiga: Untuk

menyempurnakan validitas penelitian ini

pada siklus ketiga guru dapat menerapkan

metode evaluasi silang, yaitu masing-

masing kelompok saling mengevaluasi dan

memberikan komentar/penilaian terhadap

penampilan kelompok lain. Dengan

menerapkan siklus ketiga ini diharapkan

pembelajaran aktifitas ritmik dapat

memperoleh hasil yang maksimal karena

seluruh siswa dapat terlibat langsung

dalam proses pembelajaran mulai dari

menggali potensi kreatifitas gerak,

melakukan tukar ide/shering dan kerjasama

dengan kelompoknya sampai dengan

mengadakan evaluasi terhadap penampilan

kelompok lain.

Pada akhir siklus ini sekali lagi

siswa diberikan angket yang telah

disediakan kemudian diisi sesuai

pengalaman belajar yang baru saja

diikutinya, kolaborator melakukan

pengamatan dan wawancara sesuai dengan

cheklis yang sudah disiapkan tentang

sejauh mana masing-masing siswa sudah

berperan terhadap kelompoknya, setelah

itu kolaborator kembali pengadakan

pengamatan sekaligus mengisi cheklis

pengamatan yang sudah disiapkan secara

klasikal tentang proses kegiatan belajar

yang baru saja dilaksanakan.

Pengambilan data penelitian ini

menggunakan angket, wawancara, dan

pengamatan langsung oleh guru sebagai

kolaborator. Pengambilan data dilakukan

sebanyak tiga kali pada masing-masing

siklus yang diterapkan pada penelitian ini.

Pada tiap-tiap siklus diberikan instrumen

pertanyaan melalui angket kepada 40

siswa, dengan materi pernyataan sebagai

berikut: ―Bagaimana menurut pendapatmu

tentang pembelajaran aktifitas ritmik yang

baru saja kamu ikuti?‖. Setelah diisi

kemudian angket dikumpulkan kembali

tanpa menuliskan identitas siswa. Setelah

itu diberikan instrumen wawancara melalui

angket kepada siswa yang berjumlah 40

orang, seperti pada tabel 1 berikut:

Tabel 1: Angket Wawancara Siswa

No Pertanyaan Ceklis Jawaban

A B C D E

1

2

3

4

5

Setujukah anda bahwa

dengan berkelompok persiapan dalam mengikuti

pembelajaran aktifitas ritmik

sudah cukup baik?

Setujukah anda bahwa proses belajar mengajar

aktifitas ritmik yang anda

ikuti sudah dilaksanakan

dengan baik? Setujukah anda bahwa dalam

menggali potensi kreatifitas

gerak, anda tidak mengalami

kesulitan? Setujukah anda bahwa anda

sudah mengikuti

pembelajaran aktifitas ritmik

dengan perasaan senang? Setujukah anda bahwa anda

mengalami kemudahan

dalam mengaktualisasikan

kreatifitas gerak yang anda miliki?

Catatan: Ceklis jawaban: A = Sangat

setuju, B = Setuju, C = Tidak tahu, D =

Kurang setuju, dan E = Tidak setuju.

Berikutnya kolaborator menuliskan hasil

pengamatan ke dalam instrumen

pengamatan langsung secara klasikal,

seperti pada tabel 2 berikut ini:

Page 31: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________31

Tabel 2 Ceklis Pengamatan Secara

Klasikal Proses Pembelajaran

Aktifitas Ritmik pada Kelas 8D

SMP Negeri 7 Surakarta

No Aspek pengamatan Ceklis penilaian

pengamat

A B C D E

1

2

3

4

Kegiatan persiapan pembelajaran.

Tingkat partisipasi

siswa dalam mengikuti

pembelajaran. Kesungguhan siswa

dalam menggali potensi

kreatifitas gerak yang

dimilikinya Kemampuan siswa

dalam

mengaktualisasikan

kreatifitas gerak yang ditemukannya.

Keserasian gerak yang

ditampilkan dengan

irama yang mengiringinya.

Catatan: Ceklis penilaian pengamat.

A = Amat baik, B = Baik, C = Cukup,

D = Kurang baik, dan E = Tidak Baik.

Dari hasil pengumpulan dapat

ditarik suatu kesimpulan dengan analisa

data sebagai berikut: Apabila hasil

penyataan melalui angket pada siklus

pertama terdapat lebih dari 26 siswa atau

lebih dari 65 % siswa menjawab merasa

senang atau bernada positif, dari hasil

wawancara melalui angket dari seluruh

item jawaban yang terkumpul terdapat

lebih dari 65 % jawaban bernada setuju

dan dari hasil cheklis pengamatan

langsung oleh masing-masing kolaborator

terdapat lebih dari 2 jawaban bernada baik,

kemudian pada siklus kedua dan ketiga

terjadi peningkatan hasil, maka dapat

ditarik suatu kesimpulan bahwa metode

aktualisasi kreatifitas gerak dapat meningkatkan motivasi belajar aktifitas

ritmik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Siklus Pertama

1. Perencanaan.

Terlebih dahulu siswa akan

menerima penjelasan mengenai batasan

batasan gerakan pemanasan, gerakan inti

dan gerakan penenangan, setelah itu siswa

diberikan kebebasan untuk menggali

potensi kreatifitas gerak yang dimilikinya,

guru sebagai fasilitator akan

mengakomodir kreatifitas gerak siswa dan

memberikan kebebasan kepada siswa

untuk menampilkan / mengaktualisasikan

kreatifitas gerakan yang sudah

dikembangkan.

2. Pelaksanaan.

Setelah memberikan penjelasan

terlebih dahulu kepada siswa mengenai

batasan batasan gerakan pemanasan,

gerakan inti dan gerakan penenangan,

kemudian memberikan kesempatan kepada

siswa untuk menggali / mencari gerakan-

gerakan dalam senam irama sesuai dengan

kreatifitas yang dimiliki masing-masing

siswa. Setelah itu guru sebagai fasilitator

menampung / mengakomodir dan memberi

komentar terhadap gerakan yang

ditemukan oleh siswa, sekaligus

memberikan kesempatan kepada siswa

untuk menampilkan / mengaktualisasikan

kreatifitas geraknya.

3. Pengamatan.

Setelah melaksanakan tindakan pada

siklus pertama, satu demi satu siswa

diminta memberikan komentar tentang

pembelajaran yang baru saja dilakukannya

dengan menjawab pertanyaan melalui

angket, dengan 40 orang siswa, hasilnya:

27 siswa atau 67,5 % dari jumlah siswa

merasa senang dengan alasan: (1) lebih

merasa leluasa dalam menggali /

menemukan gerakan gerakan dalam

senam irama, (2) lebih bebas dalam

Page 32: Jur Nal 2011

32____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

mengekspresikan gerakan yang ditemukan,

(3) tidak jenuh dalam mengikuti

pembelajaran, (4) suasana belajar lebih

santai, dan (5) tidak terlalu banyak didikte

oleh guru. Sedangkan 13 siswa atau 32,5

% dari jumlah siswa merasa tidak senang

dengan alasan: (1) kekurangan ide dalam

menemukan gerakan, (2) gerakan yang

ditemukan terlalu sederhana dan tidak

berbobot, (3) menemui kesulitan dalam

mencari gerakan, (4) memakan banyak

waktu dalam menggali potensi gerak dan

pendapat lain yang senada.

Dari hasil wawancara melalui

angket yang dibagikan kepada seluruh

siswa yang berjumlah 40 orang diperoleh

hasil sebagai berikut: Dari seluruh

pertanyaan yang diajukan kepada siswa,

jawaban yang bernada setuju adalah 66,8

%, sedangkan yang bernada tidak setuju

adalah 33,2 %.

Adapun dari hasil pengamatan yang

dilakukan secara langsung oleh kolaborator

sebagai pengamat diperoleh hasil bahwa

dari seluruh aspek pengamatan,

memberikan penilaian seperti pada tabel 3

dan 4.

Tabel 3: Hasil Pengamatan Kolaborator

1, pada Siklus Pertama Secara

Klasikal Proses Pembelajaran

Aktifitas Ritmik pada Kelas 8D

SMP Negeri 7 Surakarta.

No Aspek Pengamatan Ceklis Penilaian

Pengamat

A B C D E

1

2

3

4

5

Kegiatan persiapan

pembelajaran.

Tingkat partisipasi siswa dalam mengikuti

pembelajaran.

Kesungguhan siswa dalam

menggali potensi kreatifitas gerak yang dimilikinya.

Kemampuan siswa dalam

mengaktualisasikan kreatifitas gerak yang

ditemukannya.

Keserasian gerak yang

ditampilkan dengan irama yang mengiringinya.

V

V

V

V

V

Tabel 4: Hasil Pengamatan Kolaborator 2,

pada Siklus Pertama Secara

Klasikal Proses Pembelajaran

Aktifitas Ritmik pada Kelas 8D

SMP Negeri 7 Surakarta.

No Aspek Pengamatan Ceklis Penilaian

Pengamat

A B C D E

1

2

3

4

5

Kegiatan persiapan

pembelajaran. Tingkat partisipasi siswa dalam

mengikuti pembelajaran.

Kesungguhan siswa dalam

menggali potensi kreatifitas gerak yang dimilikinya.

Kemampuan siswa dalam

mengaktualisasikan kreatifitas

gerak yang ditemukannya. Keserasian gerak yang

ditampilkan dengan irama yang

mengiringinya.

V

V

V

V

V

4. Refleksi

Dari hasil pengamatan yang

dilakukan pada siklus pertama sebagian

besar siswa sudah merasa senang dan

menyatakan setuju, namun masih ada

beberapa siswa yang merasa tidak senang

dan tidak setuju dengan alasan: (1)

kekurangan ide dalam menemukan

gerakan, (2) gerakan yang ditemukan

terlalu sederhana dan tidak berbobot, (3)

merasa kesulitan dalam menemukan

gerakan, (4) butuh waktu yang lama dalam

menemukan kreasi gerakan.

Untuk mencari pemecahan masalah

tersebut perlu merencanakan suatu solusi

yang akan diterapkan pada siklus kedua

yaitu dengan menggunakan metode

aktualisasi kreatifitas gerak dengan

pengelompokan.

B. Siklus Kedua

1. Perencanaan

Pada perencanaan siklus kedua ini

siswa ditugaskan membentuk kelompok

dengan jumlah anggota satu kelompok 4

sampai 6 orang siswa. Diharapkan dengan

pengelompokkan tersebut siswa lebih

Page 33: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________33

mudah dalam menggali potensi kreatifitas

gerak yang dikembangkannya karena dapat

saling bertukar pikiran gerakan dan

melakukan sharing dengan teman satu

kelompok.

2. Pelaksanaan.

Pada pertemuan kedua ini, dalam

kegiatan inti siswa dibagi menjadi

beberapa kelompok, yang satu

kelompoknya beranggotakan 4 sampai 6

orang siswa. Bersama kelompoknya

masing masing siswa bertukar pikiran ide

gerakan dan melakukan sharing tentang

kreatifitas gerak dan mengembangkannya

dalam bentuk gerakan berurutan sesuai

dengan irama yang mengiringinya. Pada

pelaksanaan pembelajaran ini siswa begitu

bersemangat dalam menggali potensi

geraknya.

3. Pengamatan.

Setelah melakukan pembelajaran

pada siklus kedua siswa diminta

memberikan komentar / pendapat tentang

pembelajaran yang baru saja dialaminya

dengan menjawab pertanyaan melalui

angket, hasilnya 31 orang siswa atau

77,5% dari seluruh siswa merasa senang

dengan alasan: (1) Dengan berkelompok

lebih mudah menemukan gerakan, (2)

gerakan yang ditemukan lebih berbobot

dan tidak monoton, (3) waktu yang

dibutuhkan untuk menemukan gerakan

tidak terlalu lama, (4) lebih percaya diri

dalam mengaktualisasikan kreatifitas

geraknya, dan (5) lebih terpacu untuk

menampilkan yang terbaik dan pendapat

lain yang senada.

Sedangkan 9 siswa atau 22,5% dari

seluruh siswa merasa kurang senang

dengan alasan: (1) Tidak dapat

menentukan ukuran gerakan yang bagus,

(2) merasa tidak yakin dengan gerakan

yang diaktualisasikan, (3) gerakan yang

ditemukan banyak ditiru oleh kelompok

lain, dan pendapat lain yang senada. Dari

hasil wawancara melalui angket yang

dibagikan kepada seluruh siswa yang

berjumlah 40 orang diperoleh hasil sebagai

berikut: Dari seluruh pertanyaan yang

diajukan kepada siswa, jawaban yang

bernada setuju adalah 76 %, sedangkan

yang bernada tidak setuju adalah 24 %.

Adapun dari hasil pengamatan yang

dilakukan secara langsung oleh kolaborator

sebagai pengamat diperoleh hasil bahwa

dari seluruh aspek pengamatan,

memberikan penilaian seperti pada tabel 5

dan 6 berikut ini:

Tabel 5: Hasil Pengamatan Kolaborator 1,

pada Siklus Kedua Secara

Klasikal Proses Pembelajaran

Aktifitas Ritmik pada Kelas 8D

SMP Negeri 7 Surakarta.

No Aspek Pengamatan Ceklis Penilaian

Pengamat

A B C D E

1

2

3

4

5

Kegiatan persiapan

pembelajaran.

Tingkat partisipasi siswa dalam

mengikuti pembelajaran.

Kesungguhan siswa dalam

menggali potensi kreatifitas gerak yang dimilikinya.

Kemampuan siswa dalam

mengaktualisasikan kreatifitas

gerak yang ditemukannya. Keserasian gerak yang

ditampilkan dengan irama yang

mengiringinya.

V

V

V

V

V

Page 34: Jur Nal 2011

34____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

Tabel 6: Hasil Pengamatan Kolaborator 2,

pada Siklus Kedua Secara

Klasikal Proses Pembelajaran

Aktifitas Ritmik pada Kelas 8D

SMP Negeri 7 Surakarta.

No Aspek Pengamatan Ceklis Penilaian

Pengamat

A B C D E

1

2

3

4

5

Kegiatan persiapan

pembelajaran. Tingkat partisipasi siswa

dalam mengikuti

pembelajaran.

Kesungguhan siswa dalam menggali potensi kreatifitas

gerak yang dimilikinya.

Kemampuan siswa dalam

mengaktualisasikan kreatifitas gerak yang

ditemukannya.

Keserasian gerak yang

ditampilkan dengan irama yang mengiringinya.

V

V

V

V

V

4. Refleksi

Dari hasil pengamatan yang

dilakukan pada siklus kedua sebagian

besar siswa sudah merasa senang dan

menyatakan setuju, namun masih ada

beberapa siswa yang merasa tidak senang

dan tidak setuju dengan alasan: (1) Tidak

dapat menentukan ukuran gerakan yang

bagus, (2) merasa tidak yakin tentang

gerakan yang diaktualisasikan dan (3)

gerakan yang ditemukan banyak ditiru oleh

kelompok lain. Untuk mencari pemecahan

masalah tersebut perlu merencanakan suatu

solusi yang akan diterapkan pada siklus

ketiga yaitu dengan menggunakan metode

aktualisasi kreatifitas gerak dengan

pengelompokan dan diakhiri dengan

evaluasi silang.

C. Siklus Ketiga.

1. Perencanaan

Pada perencanaan siklus ketiga ini

setelah siswa dikelompokkan dengan

jumlah anggota satu kelompok 4 sampai 6

orang siswa, kemudian masing-masing

kelompok itu diberikan kesempatan untuk

saling memberikan penilaian atau pendapat

tentang penampilan masing masing

kelompok. Diharapkan dengan evaluasi

silang tersebut siswa lebih mudah dalam

menggali potensi kreatifitas gerak yang

dikembangkannya karena dapat saling

bertukar pikiran gerakan dan melakukan

sharing dengan teman satu kelompok.

Kemudian guru menarik suatu kesimpulan

terhadap hasil evaluasi yang dilakukan

oleh masing masing kelompok.

2. Pelaksanaan.

Pada pertemuan ketiga ini dalam

kegiatan inti siswa dibagi menjadi

beberapa kelompok yang satu

kelompoknya beranggotakan 4 sampai 6

orang siswa. Bersama kelompoknya

masing-masing siswa bertukar pikiran

gerakan dan melakukan sharing tentang

kreatifitas gerak dan mengembangkannya

dalam bentuk gerakan berurutan sesuai

dengan irama yang mengiringinya. Dan

pada akhir pembelajaran masing-masing

kelompok saling memberikan penilaian

atau pendapat tentang penampilan

kreatifitas gerak kelompok lain. Pada

pelaksanaan pembelajaran ini siswa begitu

bersemangat dalam menggali potensi

geraknya dan bersungguh sungguh dalam

mengevaluasi kelompok lain.

3. Pengamatan.

Setelah melakukan pembelajaran

pada siklus ketiga kembali siswa diminta

memberikan komentar / pendapat tentang

pembelajaran yang baru saja dialaminya

melalui jawaban atas pertanyaan melalui

angket, hasilnya 33 orang siswa atau

82,5% dari seluruh siswa merasa senang

dengan alasan: (1) Evaluasi silang dapat

menambah wawasan dan referensi

gerakan, (2) mendapat kesempatan untuk

saling mengkoreksi diantara kelompok, (3)

waktu yang dibutuhkan untuk menemukan

gerakan tidak terlalu lama, (4) lebih

percaya diri dalam mengaktualisasikan

Page 35: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________35

kreatifitas geraknya, dan (5) lebih terpacu

untuk menampilkan yang terbaik dan

pendapat lain yang senada. Sedangkan

siswa yang merasa kurang senang hanya 7

orang siswa atau 17,5% dari seluruh siswa.

Dari hasil wawancara melalui

angket yang dibagikan kepada seluruh

siswa yang berjumlah 40 orang diperoleh

hasil sebagai berikut: Dari seluruh

pertanyaan yang diajukan kepada siswa

jawaban yang bernada setuju adalah 84 %,

sedangkan yang bernada tidak setuju

adalah 16 %. Adapun dari hasil

pengamatan yang dilakukan secara

langsung oleh kolaborator sebagai

pengamat diperoleh hasil bahwa dari

seluruh aspek pengamatan, memberikan

penilaian seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 7: Hasil Pengamatan Kolaborator 1,

pada Siklus Ketiga Secara

Klasikal Proses Pembelajaran

Aktifitas Ritmik pada Kelas 8D

SMP Negeri 7 Surakarta.

No Aspek

Pengamatan Ceklis Penilaian

Pengamat

A B C D E

1

2

3

4

5

Kegiatan persiapan

pembelajaran.

Tingkat partisipasi siswa

dalam mengikuti

pembelajaran.

Kesungguhan siswa dalam menggali potensi

kreatifitas gerak yang

dimilikinya.

Kemampuan siswa dalam Mengaktualisasikan

kreatifitas gerak yang

ditemukannya.

Keserasian gerak yang ditampilkan dengan

irama yang

mengiringinya.

V

V

V

V

V

Tabel 8: Hasil Pengamatan Kolaborator 2,

pada Siklus Ketiga Secara

Klasikal Proses Pembelajaran

Aktifitas Ritmik pada Kelas 8D

SMP Negeri 7 Surakarta.

No Aspek Pengamatan Ceklis Penilaian

Pengamat

A B C D E

1

2

3

4

5

Kegiatan persiapan

pembelajaran. Tingkat partisipasi siswa

dalam mengikuti

pembelajaran.

Kesungguhan siswa dalam menggali potensi kreatifitas

gerak yang dimilikinya.

Kemampuan siswa dalam

Mengaktualisasikan kreatifitas gerak yang ditemukannya.

Keserasian gerak yang

ditampilkan dengan irama

yang mengiringinya.

V

V

V

V

V

4. Refleksi

Dari hasil pengamatan yang

dilakukan pada siklus ketiga sebagian

besar siswa sudah merasa senang dan

menyatakan setuju, dan hanya beberapa

siswa saja yang merasa tidak senang dan

tidak setuju, ini menandakan penelitian

yang baru saja dilakukan menunjukkan

korelasi positif bahwa pembelajaran

aktifitas ritmik dengan menggunakan

metode aktualisasi kreatifitas gerak disertai

pengelompokkan dan diakihiri evaluasi

silang dapat meningkatkan motivasi

belajar.

Perbandingan prosentase hasil

jawaban atas pertanyaan melalui angket

dan wawancara melalui angket pada siklus

pertama, kedua dan ketiga. Dari hasil

jawaban pertanyaan melalui angket,

menunjukkan peningkatan jumlah siswa

yang merasa senang antara siklus pertama,

siklus kedua, dan siklus ketiga. Prosentase yang merasa senang 67,5%; 77,5%; 82,5%,

sedangkan jumlah siswa yang merasa

tidak senang menunjukkan penurunan

dengan prosentase 32,5%; 22,5%; 17,5%.

Sedangkan dari hasil wawancara langsung

melalui angket menunjukkan peningkatan

Page 36: Jur Nal 2011

36____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

jumlah siswa yang menjawab setuju antara

siklus pertama, siklus kedua, dan siklus

ketiga. Prosentase yang menyatakan setuju

66,8%; 76%; 84%, sedangkan jumlah

siswa yang menyatakan tidak setuju

menunjukkan penurunan dengan

prosentase 33,2%; 24%; 16%.

Dari perbandingan prosentase hasil

di atas yang terus meningkat mulai dari

siklus 1 sampai dengan siklus 3, maka

dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa

pembelajaran aktifitas ritmik dengan

menggunakan metode aktualisasi

kreatifitas gerak dapat meningkatkan

motivasi belajar siswa.

KESIMPULAN DAN SARAN

Melalui menelitian yang dilakukan

dalam tiga siklus, dan dari hasil

pembahasan penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa: (1) Penerapan metode

aktualisasi kreatifitas gerak dapat

meningkatkan motivasi belajar aktifitas

ritmik, (2) siswa lebih banyak memiliki

kesempatan untuk menggali potensi

kreatifitas geraknya, dan (3) gerakan yang

dilakukan siswa lebih variatif dan selaras

dengan irama yang mengiringinya.

Penelitian ini dapat digunakan

sebagai salah satu langkah alternatif untuk

meningkatkan motivasi belajar aktifitas

ritmik di SMP Negeri 7 Surakarta

khususnya dan sekolah lain pada

umumnya. Di samping itu perlu adanya

sosialisasi penerapan metode aktualisasi

kreatifitas gerak dalam pembelajaran

aktifitas ritmik sebagai bahan referensi.

DAFTAR PUSTAKA

Brown, James W. 1971. College Teaching; A Sistimatic Aproach. Toronto: Mc Graw- Hill

Book Company.

Echols, John M., dan Hassan Shadily, 2000, Kamus Inggris Indonesia, cet. ke-25, Jakarta:

Gramedia.

http://wikipedia.org/wiki/Creativity.

Roji, 1994. Buku Pegangan Guru. Klaten: Intan Pariwara.

Plsek, Paul E., 1996, Working Paper: Models for the Creative Process, dalam http:

//www.directedcreativity.com/pages/WPModels.htm

Munandar, Utami, 1999, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, Jakarta: Rineka Cipta.

______, 1992, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, Jakarta: Grasindo.

Suryabrata, Sumadi. 1984. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali.

Winskel, W. S. 1987. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.

Page 37: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________37

PROSES PENUAN DAN OLAHRAGA

Tri Winarti Rahayu

Universitas Sebelas Maret Surakarta

ABSTRACT

Sports activity can delay the arrival of the aging process. Aging identical to the

decline in vitality and productivity. Delay the aging process is an important part of efforts

human development. The aging process can be prevented or slowed. Awareness about the

importance of maintaining health and avoiding the various factors causing the aging process

will give greater opportunities to live healthy and long-lived. Sports activities undertaken are

sufficient and useful exercise for health Sports is one of physical activity which can inhibit

the aging process. Sports activities undertaken are sufficient and useful exercise for health but

not excessively so as not to cause stress to the body and soul. Sports are done continuously

and regularly to prevent the onset of the disease and prolong life expectancy.

Keywords :Aging process, Sports

PENDAHULUAN

Setiap manusia mempunyai

keinginan untuk dapat menghambat dan

memperlambat proses penuaan. Berbagai

upaya dilakukan untuk dapat

memperlambat datangnya proses penuaan.

Meskipun menjadi tua merupakan suatu

proses alami, akan tetapi proses penuaan

ini dapat, diperlambat atau dihambat

sehingga harapan hidup menjadi lebih

panjang dengan kualitas hidup yang baik.

Salah satu faktor yang dapat digunakan

untuk menghambat proses penuaan adalah

dengan menjaga kesehatan tubuh dan jiwa

dengan gaya hidup sehat. Olahraga

merupakan aktivitas fisik yang dapat

digunakan untuk menjaga kesehatan tubuh,

karena dengan berolahraga secara teratur

dapat meningkatkan hormon-hormon daya

tahan yang ada pada tubuh sehingga tubuh

tidak mudah terserang penyakit dan akan memiliki kesehatan yang selalu terjaga

dengan baik. Olahraga tidak hanya dapat

menjaga kesehatan fisik tapi juga dapat

untuk menjaga kesehatan mental, karena

selama berolahraga tubuh akan

memproduksi hormon yang meredakan

ketegangan jiwa, selama olahraga itu

dilakukan tanpa paksaan akan membuat

hati senang, meredakan emosi negatif

seperti marah dan strees.

Olahraga akan memberikan

manfaat yang maksimal ketika olahraga

tersebut dilakukan dengan teratur dan

terukur. Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa ;

(1) Penyakit jantung koroner terjadi paling

tidak dua kali lebih sering pada orang-

orang yang secara fisik tidak aktif

dibandingkan dengan mereka yang aktif.

Aktivitas fisik yang teratur membantu

meningkatkan efesiensi jantung secara

keseluruhan; (2) Mereka yang secara fisik

aktif umumnya mempunyai tekanan dara

yang lebih rendah dan lebih jarang

terserang tekanan darah tinggi; (3) Mereka

yang secara fisik aktif cenderung untuk

mempunyai fungsi otot dan sendi yang

lebih baik, karena orang-orang demikian lebih kuat dan lebih lentur; (4) Mereka

yang secara fisik aktif lebih kecil

kemungkinannya untuk menderita kencing

manis, khususnya kencing manis yang

berat, terutama karena berkurangnya

obesitas dan pengaturan gula darah yang

lebih baik; (5) Mereka yang secara fisik

Page 38: Jur Nal 2011

38____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

aktif mempunyai fungsi paru-paru lebih

baik ; (6) Mereka yang secara fisik aktif

cenderung menyesuaikan diri lebih baik

terhadap stres emosional dan mental dan

lebih jarang menderita kelainan

kepribadian serta memiliki kemampuan

yang lebih baik untuk menyesuaikan diri

terhadap stres psikis.

PEMBAHASAN

Teori Penuaan

Menjadi tua adalah suatu proses

yang terjadi dalam tubuh yang berjalan

secara perlahan tapi pasti, dimana terjadi

penurunan fungsi tubuh secara

berangsur.Bertambahnya usia seseorang

pada usia dewasa akan diikuti dengan

perubahan bentuk jaringan otot yang

menyebabkan turunnya kemampuan otot

dan fungsi organ yang lainnya. Atau

dengan kata lain seluruh komponen tubuh

tidak berkembang lagi dan justru

sebaliknya terjadi penurunan karena proses

penuaan. Akibat dari adaya proses

penuaan ini, maka ada dua jenis usia, yaitu

usia kronologis atau usia kalender dan usia

biologis. Usia kronologis adalah usia yang

kita lihat dari kalender, sedang usia

biologis dilihat dari kondisi serta fungsi

fisiologis jaringan tubuh. Meskipun usia

kronologis seseorang sama tapi usia

biologis dapat berbeda-beda karena

dipengaruhi banyak faktor, salah satunya

adalah kondisi lingkungan. Usia lanjut

biologis dalam batas tertentu dapat

diperlambat akan tetapi tidak dapat

dicegah.

Bila dilihat dari teori penuaan, pada

dasarnya terbagi menjadi dua kelompok,

yaitu teori Program dan Teori Wear and

Tear. Teori program menekankan prinsip

bahwa di dalam tubuh manusia terdapat

suatu jam biologis, mulai dari proses janin

sampai pada kematian dalam suatu model

yang memiliki program yang sudah

―tercetak‖. Peristiwa ini terprogram mulai

dari tingkat sel sampai embrio, janin, masa

bayi dan anak-anak, remaja, dewasa

menjadi tua dan akhirnya meninggal. Teori

Program meliputi pembatasan replikasi sel,

proses imun, dan mekanisme

neuroendokrin dari penuaan. Pada suatu

penelitian laboratorium diketahui bahwa

sel normal memiliki kapasitas yang

terbatas untuk melakukan pembelahan

yang terus menerus, hal inilah yang terjadi

pada sel-sel tubuh orang dewasa yang

akhirnya menjadi tua dan lemah, teori ini

menjadi dasar dari teori pembatasan

replikasi sel. Mekanisme neuroendokrin

mengatakan bahwa ketika manusia

menjadi tua, tubuh hanya mampu

memproduksi hormon lebih sedikit

akibatnya fungsi tubuh terganggu dam

muncul berbagai keluhan.Sedangkan Teori

Wear and Tear menganggap bahwa tubuh

dan sel-selnya yang terlalu sering

digunakan dan disalahgunakan secara terus

menerus akan menjadi lemah dan akan

mengalami kerusakan dan akhirnya

meninggal. Organ tubuh seperti hati,

lambung, ginjal, kulit dan yang lain akan

menurun fungsinya karena toksin di dalam

makanan dan lingkungan yang kita terima

setiap hari, selain itu juga akibat dari

konsumsi lemak, gula, kafein, nikotin,

alkohol yang berlebihan. Dan yang tidak

kalah penting adalah akibar dari paparan

sinar matahari serta stress fisik dan psikis.

Yang harus diingat adalah bahwa

kerusakan ini tidak terbatas pada organ,

melainkan juga terjadi pada tingkat sel.

Sedangkan teori penuaan jika

dilihat dari usia biologis dapat dibagi

menjadi 2 bagian yaitu :

1. Teori Stokastik/ Stochastic Theories

Bahwa penuaan merupakan

suatu kejadian yang terjadi secara acak/

random dan akumulasi setiap waktu.

Teori ini terdiri dari :

a) Error Theory Teori kesalahan didasarkan

pada gagasan di mana kesalahan

dapat terjadi di dalam rekaman

sintese DNA. kesalahan ini

diabadikan dan secepatnya didorong

kearah sistem yang tidak berfungsi di

tingkatan yang optimal. Jika proses

transkripsi dari DNA terganggu maka

akan mempengaruhi suatu sel dan

Page 39: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________39

akan terjadi penuaan yang berakibat

pada kematian.

b) Free Radical Theory/ teori radikal

bebas Teori ini menyatakan bahwa

penuaan disebabkan akumulasi

kerusakan ireversibel akibat senyawa

pengoksidan. Radikal bebas adalah

produk metabolisme selular yang

merupakan bagian molekul yang

sagat reaktif. Molekul ini mempunyai

muatan ekstraselular kuat yang dapat

menciptakan reaksi dengan protein,

mengubah bentuk dan sifatnya ;

molekul ini juga dapat bereaksi

dengan lipid yang berada dalam

membran sel, mempengaruhi

permeabilitasnya, atau dapat

berikatan dengan organel sel lainnya

(Christiansen dan Grzybowsky,

1993).

Proses metabolisme oksigen

diperkirakan menjadi sumber radikal

bebas terbesar (Hayflick, 1987),

secara spesifik, oksidasi lemak,

protein dan karbohidrat dalam tubuh

menyebabkan formasi radikal bebas.

Polutan lingkungan merupakan

sumber eksternal radikal bebas.

c) Cross-Linkage Theory Teori ini seperti protein yang

metabolisme tidak normal sehingga

banyak produksi sampah didalam sel

dan kinerja jaringan tidak dapat

efektif dan efisien.

d) Wear and Tear Theory Teori ini mengatakan bahwa

manusia diibaratkan seperti mesin.

Sehingga perlu adanya perawatan.

Dan penuaan merupakan hasil dari

penggunaan.

2. Teori Nonstokastik/ NonStochastic

Theories

Proses penuaan disesuaikan

menurut waktu tertentu

a) Programmed Theory Pembelahan sel dibatasi oleh

waktu, sehingga suatu saat tidak

dapat regenerasi kembali.

b) Immunity Theory Mutasi yang berulang atau

perubahan protein pasca translasi,

dapat menyebabkan berkurangnya

kemampuan system imun tubuh

mengenali dirinya sendiri. Mutasi

somatic menyebabkan terjadinya

kelainan pada antigen permukaan sel,

maka hal ini dapat menyebabkan

system imun tubuh mengalami

perubahan, dan dapat dianggap

sebagai sel asing. Hal inilah yang

menjadi dasar terjadinya peristiwa

autoimun. Dilain pihak, system imun

tubuh sendiri daya pertahanannya

mengalami penurunan pada proses

penuaan dan daya serangnya

terhadap sel kanker mengalami

penurunan. (http://keperawatan-

gun.blogspot.com/2007/07/teori-

penuaan.html)

Teori penuaan dan proses

penuaan yang sangat kuat digunakan

adalah teori-teori tentang sel. Karena

sel merupakan unit terkecil dari

kehidupan manusia. Pola kehidupan

sel ditentukan oleh subtansi kimia

DNA. Subtansi DNA inilah yang

mampu menghasilkan RNA. RNA ini

yang mampu membuat protein,

termasuk enzym-enzym yang

mengatur proses kimia dalam sel

manusia. DNA ini mampu diperbaiki

sendiri oleh proses kimia dalam sel

tersebut, hingga DNA mampu

mengatasi tantangan waktu. Tiap

reaksi kimia dalam tubuh kita

berjalan tidak sempurna. Hal ini akan

menghasilkan sebagai hasil metabolit

yang tidak dikehendaki oleh sel

tubuh kita. Hasil metabolit ini akan

tertimbun dan menghambat atau

merubah proses kimiawi yang telah

tersusun rapi. Dampak dari

ketidakteraturan ini adalah terjadinya

proses penuaan. Jumlah sel-sel yang

mati dan usang tidak diimbangi

dengan memproduksi sel-sel yang

baru.(Bergener, 1991:110).

Page 40: Jur Nal 2011

40____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

Beberapa perubahan

fisiologis yang terjadi akibat dari

gejala penuan antara lain adalah

sebagai berikut ;

a. Perubahan pada panca indera

terutama rasa

Sekresi saliva berkurang

mengakibatkan pengeringan rongga

mulut. Papil-papil pada permukaan

lidah mengalami atrofi sehingga

terjadi penurunan sensitivitas

terhadap rasa terutama rasa manis

dan asin. Keadaan ini akan

mempengaruhi nafsu makan, dan

dengan demikian asupan gizi juga

akan terpengaruh. Perubahan indera

penciuman, penglihatan dan

pendengaran juga mengalami

penurunan fungsi seiring dengan

bertambahnya usia.

b. Esofagus

Lapisan otot polos esofagus

dan sfingter gastro esofageal mulai

melemah yang akan menyebabkan

gangguan kontraksi dan reflek

gastrointestinal spontan sehingga

terjadi kesulitan menelan dan

makan menjadi tidak nyaman.

c. Lambung

Pengosongan lambung lebih

lambat, sehingga orang akan makan

lebih sedikit karena lambung terasa

penuh, terjadilah anoreksia.

Penyerapan zat gizi berkurang dan

produksi asam lambung menjadi

lebih sedikit untuk mencerna

makanan. Diatas umur 60 tahun,

sekresi HCl dan pepsin berkurang,

akibatnya absorpsi protein, vitamin

dan zat besi menjadi berkurang.

Terjadi overgrowth bakteri

sehingga terjadi penurunan faktor

intrinsik yang juga membatasi

absorbsi vitamin B12, Penurunan

sekresi asam lambung dan enzim

pankreas, fungsi asam empedu

menurun menghambat pencernaan

lemak dan protein, terjadi juga

malabsorbsi lemak dan diare.

d. Tulang

Kepadatan tulang akan

menurun, dengan bertambahnya

usia. Kehilangan massa tulang

terjadi secara perlahan pada pria

dan wanita dimulai pada usia 35

tahun yaitu usia dimana massa

tulang puncak tercapai. Dampaknya

tulang akan mudah rapuh (keropos)

dan patah, mengalami cedera,

trauma yang kecil saja dapat

menyebabkan fraktur.

e. Otot

Penurunan berat badan

sebagai akibat hilangnya jaringan

otot dan jaringan lemak tubuh.

Presentasi lemak tubuh bertambah

pada usia 40 tahun dan berkurang

setelah usia 70 tahun. Penurunan

Lean Body Mass ( otot, organ

tubuh, tulang) dan metabolisme

dalam sel-sel otot berkurang sesuai

dengan usia. Penurunan kekuatan

otot mengakibatkan orang sering

merasa letih dan merasa lemah,

daya tahan tubuh menurun karena

terjadi atrofi. Berkurangnya protein

tubuh akan menambah lemak

tubuh. Perubahan metabolisme

lemak ditandai dengan naiknya

kadar kolesterol total dan

trigliserida.

f. Ginjal

Fungsi ginjal menurun

sekitar 55% antara usia 35 – 80

tahun. Banyak fungsi yang

mengalami kemunduran, contohnya

laju filtrasi, ekskresi, dan

reabsorbsi oleh ginjal. Reaksi asam

basa terhadap perubahan

metabolisme melambat.

Pembuangan sisa-sisa metabolisme

protein dan elektrolit yang harus

dilakukan ginjal menjadi beban

tersendiri.

g. Jantung dan Pembuluh darah

Perubahan yang terkait

dengan ketuaan sulit dibedakan

dengan perubahan yang

diakibatkan oleh penyakit. Pada

Page 41: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________41

lansia jumlah jaringan ikat pada

jantung (baik katup maupun

ventrikel) meningkat sehingga

efisien fungsi pompa jantung

berkurang. Pembuluh darah besar

terutama aorta menebal dan

menjadi fibrosis. Pengerasan ini,

selain mengurangi aliran darah dan

meningkatkan kerja ventrikel

kiri,juga mengakibatkan

ketidakefisienan baroreseptor

(tertanam pada dinding aorta, arteri

pulmonalis, sinus karotikus).

Kemampuan tubuh untuk mengatur

tekanan darah berkurang.

h. Paru-paru

Elastisitas jaringan paru dan

dinding dada berkurang,kekuatan

kontraksi otot pernapasan menurun

sehingga konsumsi oksigen akan

menurun pada lansia.Perubahan ini

berujung pada penurunan fungsi

paru.

i. Kelenjar endokrin

Terjadi perubahan dalam

kecepatan dan jumlah

sekresi,respon terhadap stimulasi

serta struktur kelenjar endokrin.

Pada usia diatas 60 tahun terjadi

penurunan sekresi

testosteron,estrogen,dan

progesteron.

j. Kulit dan rambut

Kulit berubah menjadi tipis,

kering, keriput dan tidak elastis

lagi.Rambut rontok dan berwarna

putih,kering dan tidak mengkilat.

k. Fungsi imunologik

Penurunan fungsi

imunologik sesuai dengan umur

yang berakibat tingginya

kemungkinan terjadinya infeksi dan

keganasan. Ada kemungkinan jika

terjadi peningkatan pemasukan

vitamin dan mineral termasuk zinc,

dapat meniadakan reaksi ini.

(http://anggaway89.wordpress.com/

2010/04/01/perubahan-fisiologis-

pada-lanjut-usia/)

Proses penuaan terjadi secara

bertahap. Tahapan tersebut adalah

sebagai berikut ;

1. Tahap subklinik (usia 25 – 35

tahun)

Pada tahap ini sebagain

besar hormon di dalam tubuh mulai

menurun, yaitu hormon testosteron,

growth hormone dan hormon

estrogen. Pembentukan radikal

bebas yang dapat merusak sel dan

DNA mulai mempengaruhi tubuh.

Kerusakan ini biasanya tidak

tampak dari luar, karena pada tahap

ini orang merasa dan tampak

normal, tidak mengalami gejala dan

tanda penuaan.

2. Tahap transisi (usia 35 – 45),

Selama tahap ini kadar

hormon menurun sampai 25 persen.

Massa otot berkurang sebanyak

satu kilogram setiap beberapa

tahun. Akibatnya tenaga dan

kekuatan terasa hilang, sedangkan

komposisi lemak tubuh bertambah.

Keadaan ini menyebabkan

resistensi insulin, meningkatnya

risiko penyakit jantung pembuluh

darah dan obesitas.Pada tahap ini

gejala mulai muncul penglihatan

dan pendengaran menurun, rambut

putih mulai tumbuh, elastisitas dan

pigmentasi kulit menurun,

dorongan seksual dan bangkitan

seksual menurun. Pada tahap ini

orang mulai merasa tidak muda lagi

dan tampak lebih tua.

3. Tahap klinik (usia 45 tahun ke

atas).

Pada tahap ini penurunan

kadar hormon terus berlanjut yang

meliputi DHEA, melatonin, growth

hormone, testosteron, estrogen dan

juga hormon tiroid. Terjadi juga

penurunan bahkan hilangnya

kemampuan penyerapan bahan

makanan, vitamin dan mineral,

densitas tulang menurun, massa

otot berkurang sekitar satu

Page 42: Jur Nal 2011

42____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

kilogram setiap tiga tahun, yang

mengakibatkan ketidakmampuan

membakar kalori, meningkatnya

lemak tubuh dan berat badan.

Penyakit kronis menjadi lebih

nyata, sistem organ tubuh mulai

mengalami kegagalan.

Ketidakmampuan menjadi faktor

utama sehingga mengganggu

aktivitas sehari-hari. (Wimpie

Pangkahila, 2007: 25 – 26)

Manfaat Olahraga

Aktivitas yang teratur dan tidak

berlebihan adalah cara untuk mencapai

kesehatan, kebugaran, kontrol berat badan

dan bahkan umur panjang. Istilah teratur

mudah dimengerti, tapi konsep tidak

berlebihan membutuhkan definisi lebih

jauh. Latihan yang tidak berlebihan bagi

atlet mungkin membahayakan bagi orang

dewasa pasif. Sedangkan aktivitas yang

tidak berlebihan bagi individu yang tidak

bugar mungkin tidak lebih dari pemanasan

bagi atlet lari jarak jauh. Tidak berlebihan

dapat didefinisikan sebagai tingkat latihan

yang akan menghasilkan kebugaran tanpa

menimbulkan bahaya bagi individu yang

melakukannya. Zona latihan denyut

jantung adalah panduan yang terbaik dari

latihan yang tidak berlebihan.

Program latihan/kegiatan

olahraga yang baik adalah apabila,

olahraga yang dilakukan:

1. Cukup bermanfaat terhadap keempat

komponen kebugaran, terutama

kebugaran aerobik, tetapi harus sekecil

mungkin kemungkinannya untuk

mengakibatkan persoalan-persoalan

medis

2. Cukup dapat dinikmati, mudah

dilakukan dengan teratur dan tanpa

memerlukan bakat khusus, fasilitas,

peralatan dan keadaan tertentu

3. Tidak menghabiskan waktu terlalu

banyak dan tidak terlalu melelahkan,

seseorang harus dapat pulih kembali 30

sampai 60 menit setelah akhir dari

latihan.

4. Mempunyai manfaat yang dapat

dirasakan dan diukur dalam waktu

yang cukup singkat dan setelah itu

tetap terasa bermanfaat

Olahraga sangat berperan dalam

meningkatkan kesehatan jasmani. Manfaat

olahraga di antaranya melancarkan

sirkulasi darah, memperkuat otot,

mencegah pengeroposan tulang,

menurunkan tekanan darah, menurunkan

kolesterol jahat dan menaikan kolesterol

baik. Selain itu olahraga juga dapat

membakar kalori, meningkatkan

keseimbangan dan koordinasi otot serta

meningkatkan kekebalan tubuh. Beberapa

manfaat olah raga bagi kesehatan antara

lain;

1. Meningkatkan kemampuan otak kita.

Olah raga bisa meningkatkan

kadar oksigen di dalam darah kita dan

mempercepat sirkulasi darah dalam

tubuh kita terutama ke otak. Hal

tersebut dipercaya bisa meningkatkan

kemampuan otak kita.

2. Menunda proses penuaan.

Proses penuaan merupakan hal

yang alami dan pasti terjadi, akan

tetapi dengan olah raga proses tersebut

bisa di kurangi lajunya.

3. Mengurangi stress

Dalam kehidupan manusia

sekarang ini stress adalah penyakit

yang sering mendatangi kita karena

tekanan hidup, tekanan pekerjaan,

tekanan ekonomi dan masalah-masalah

kehidupan yang lain. Dengan olah raga

kita bisa mengurangi kadar stress

dalam kehidupan kita.

4. Meningkatkan daya tahan tubuh kita

Aktivitas olah raga bisa

meningkatkan hormon-hormon dalam

otak kita seperti adrenalin, serotonin,

dopamin dan endorfin, dimana

hormon-hormon tersebut berfungsi

untuk meningkatkan daya tahan tubuh

kita.

5. Menambah rasa percaya diri

Dengan olah raga yang teratur

kita bisa mengontrol berat badan kita,

Page 43: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________43

sehingga kita bisa mencapai berat

badan ideal dan kita memperoleh

postur tubuh yang proporsional yang

secara langsung bisa menambah rasa

percaya diri kita.

(http://gayahidupsehat.org/manfaat-

olah-raga-bagi-kesehatan/)

Ada enam aspek kebugaran yang

dapat dihasilkan dengan melakukan

olahraga tertentu, seperti yang tercantum

dalam tabel dibawah ini

No Aspek Jenis

latihan/olahraga

1. Daya tahan dan

fungsi jantung-

pernapasan

Jalan santai,

mendaki, joging,

lari, bersepeda,

aerobik, bermain

ski, berenang,

mendayung,

melompat diatas

trampolin

2. Kekuatan dan

perkembangan

otot

Latihan beban,

lari cepat,

berenang,

mendayung,

tenis, yoga,

isometric, perang-

perangan, squash,

bola basket

3. Kecepatan dan

waktu reaksi

Lari cepat, tenis,

pingpong,

racquetball,

baseball, bola

tangan, perang-

perangan, soccer,

sepak bola,

lempar cakram

4. Koordinasi dan

keseimbangan

Dansa, golf,

squash, berlayar,

tenis, melompat

di atas trampolin,

bowling, berkuda,

baseball, tai chi, bola basket,

sepak bola, bulu

tangkis, biliar,

meluncur,

perang-perangan,

yoga

5. Kelenturan Dansa,

peregangan, tai

chi, meditasi,

yoga

6. Relaksasi syaraf

otot

Berkebun, golf,

lempar cakram,

bermain layang-

layang, perang-

perangan, tai chi,

yoga

(Wimpie Pangkahila, 2007: 112)

Salah satu manfaat dari berolahraga

adalah untuk menunda proses penuaan.

Proses itu hanya dapat diperlambat dengan

melalui pelatihan yang sistematis dan

teratur. Olahraga merupakan istrumen

yang efektif untuk memperlambat proses

penuaan. Berbagai penelitian telah

menunjukkan pengaruh olahraga untuk

menunda penuaan dan memperpanjang

usia. Orang-orang yang rutin berolahraga

diketahui lebih sehat meski usia mereka

bertambah. Dalam penelitian yang

dilakukan terhadap pelari dengan orang

yang jarang olahraga diketahui, di bawah

mikroskop sel-sel para pelari tersebut

terlihat jauh lebih muda dibanding orang

yang tak berolahraga. Secara spesifik, para

peneliti menilai panjang telomer, bagian

dari sel yang mempengaruhi cepat

lambatnya proses penuaan kita. Setiap kali

sel membelah diri, telomer akan

memendek. Bila telomer terlalu pendek,

sel tak akan lagi bisa membelah diri dan

mati. Ini berarti makin cepat proses

penuaan terjadi.

Sementara itu pada studi terhadap

para atlet berusia sekitar 30-an yang rutin

berlari sejauh 50 mil setiap minggu

diketahui mereka memiliki telomer yang

panjang. Tidak mengejutkan pula para atlet

tersebut memiliki tekanan darah yang rendah, lemak tubuh lebih sedikit, serta

detak jantung lebih stabil. Hasil studi ini

dipublikasikan dalam jurnal American

Heart Association, Circulation.

Disimpulkan bahwa panjang pendeknya

telomer berkaitan dengan tingkat aktivitas

fisik. Orang yang rajin berolahraga

Page 44: Jur Nal 2011

44____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

memiliki usia telomer 10 tahun lebih muda

daripada orang yang tidak berolahraga.

Olahraga yang disarankan untuk

menghambat proses penuaan adalah

olahraga ringan yang disesuaikan dengan

usia dan kemampuan tubuh. Pada dasarnya

upaya untuk menghambat proses penuaan

dapat dilakukan dengan berbagai cara,

salahsatunya adalah dengan menjaga

kesehatan tubuh dan jiwa dengan gaya

hidup yang sehat. Berolahraga secara

teratur merupakan bagian dari cara gaya

hidup yang sehat. Penelitian yang

dilakukan oleh The American Cancer

Society, mengenai pengaruh olahraga

untuk memperpanjang usia, menghasilkan

kesimpulan bahwa latihan fisik

memperpanjang hidup dan mencegah

penyakit jantung dan stroke, terutama bagi

pria.

Pengaruh aktivitas olahraga dan

proses penuaan dapat dilihat sebagai

berikut:

Pengaruh

proses

penuaan

Gejala proses

penuaan

Olahraga

memperlambat

proses

penuaan

Kehilangan

kekuatan

otot

Tulang

kehilangan

kalsium dan

menjadi

rapuh

Kehilangan

efisiensi

Jantung/

paru

Setelah usia 65

tahun kita

kehilangan

10% masa otot

Wanita

kehilangan 30

– 50% densitas

tulang pada

usia 90 tahun.

Resiko patah

tulang

meningkat

Umumnya kita

kehingan lebih

dari 50%

kebugaran

Olahraga

meningkatkan

ukuran dan

kekuatan otot,

termasuk otot

jantung.

Lengan dan

kaki yang kuat

membuat

gerakan tetap

gesit

Olahraga

dengan beban

memperkuat

tulang,

meningkatkan

keseimbangan,

mengurangi

risiko terjatuh

Kardiovaskuler

antara usia 20

– 80 tahun

dan patah

tulang

Olahraga

menghentikan

proses ini dan

melindungi

tubuh dari

penyakit

jantung dan

penyakit

kronis lainnya.

(Srikandi Waluyo & Budhi Marhaendra

Putra, 2010 : 97)

Pada dasarnya latihan fisik 30

menit sehari direkomendasikan untuk

meningkatkan harapan hidup manusia.

Untuk meningkatkan kebugaran dan

kualitas hidup diperlukan paling sedikit 20

menit latihan aerobik terus-menerus yang

meningkatkan denyut jantung, paling

sedikit 3 hari dalam seminggu. Diperlukan

12 minggu latihan latihan teratur untuk

menjadi bugar, yang berarti kapasitas

oksigen meningkat

KESIMPULAN DAN SARAN

Penanggulangan terhadap lajunya

proses penuaan sebaiknya dilakukan sedini

mungkin. Penuaan adalah suatu proses

yang dapat diminimalisasi. Sebaliknya

sebelum muncul keluhan dan gejala yang

umumnya terjadi pada usia lanjut, perlu

ada upaya untuk menghambat proses

penuaan. Proses penuaan dapat di

perlambat dengan aktivitas olahraga.

Olahraga yang bertujuan memperpanjang

hidup dan kesehatan adalah aktivitas fisik

yang dilakukan dengan semangat dan

memenuhui syarat tertentu, dan bukan

merupakan aktivitas yang berlebihan

bukan pula yang bersifat kompetitif tinggi

dan dengan penyalahgunaan. Aktivitas

fisik yang seperti ini justru mengakibatkan

stres, menghasilkan adrenalin yang

berlebihan, dan mengalihkan energi yang

berasal dari proses pemeliharaan normal

tubuh.

Page 45: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________45

DAFTAR PUSTAKA

Brian J. Sharkey. .Kebugaran dan Kesehatan. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada

Giam., CK.1993. Ilmu Kedokteran Olahraga. Jakarta: Binarupa Aksara.

Junusul Hairy. 1989. Fisiologi Olahraga. Jakarta : Depdikbud, Dirjendikti, Proyek

Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan

Najamuddin Muhammad. 2010. 100 Tanya- Jawab Kesehatan Harian untuk Lansia.

Jogyakarta : Tunas Publishing.

Srikandi Waluyo & Budhi Marhaendra Putra.2010. The Book Of Antiaging : Rahasia Awet

Muda: Mind-Body-Spirit: Jakarta : PT Elex Media Komputindo.

Sugiyanto. Perkembangan dan Belajar Motorik. Jakarta : Universitas Terbuka.

Wimpie Pangkahila. 2007. Anti-Aging Medicine: Memperlambat Penuaan Meningkatkan

Kualitas Hidup. Jakarta : Penerbit Buku Kompas.

http://anggaway89.wordpress.com/2010/04/01/perubahan-fisiologis-pada-lanjut-usia/

http://anton182.wordpress.com/2009/12/03/mengapa-olahraga-memperlambat-penuaan/

http://archive.kaskus.us/thread/3563997olahraga dapat menghambat penuaan

http://gaya hidup sehat.org/manfaat-olah-raga-bagi-kesehatan/

http://keperawatan-gun.blogspot.com/2007/07/teori-penuaan.html

http://www.ruripamela.com/2008/06/memahami-proses-penuaan-dan-upaya-03:html

http://www.terangdunia.com/index.php?option=com_content&view=article&id=266:mengapa

-olahraga-memperlambat-penuaan&catid=46:kesehatan&Itemid=76.

.

Page 46: Jur Nal 2011

46____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

APLIKASI RECIPROKAL TEACHING STYLE

DAPAT MENINGKATKAN MOTIVASI

BERLATIH ATLETIK

Slamet Riyadi dan Waluyo Widodo

Dosen Pendidikan Kepelatihan Olahraga JPOK FKIP UNS

Guru Penjaskes SMP Negeri 11 Surakarta

ABSTRACT

The purpose of this research is to increase the motivation to practice the basic

techniques of track and field in PE subjects through the implementation of reciprocal teaching

style. This research is a class action. The subject of this research is the PE teacher and

students in grade 11 Surakarta SMP Negeri 8C. Data collection techniques in this study are:

observation, questionnaires and performance tests / practice tests. The analysis technique used

is the technique of comparative analysis, quantitative and qualitative analysis techniques. This

research was conducted for 3 cycles.

Based on data obtained from the first cycle until the third cycle can be said that trying

to use the reciprocal teaching style can enhance students' motivation to practice. How to

motivate students to perform basic techniques of athletic daring one of them involving

students in the learning process. The involvement of students in this case is to give students

the opportunity to correct the movement or exercise done by friends / other students. In cycle

III shows the condition that: 25 students (78.13%) gave a good response, 7 students (21.87%)

were responding. There are no students who give responses that are less good. Motivation

train students in the third cycle increases of 20 students (62.5%) had high motivation to

practice, 12 students (37.5%) have the motivation was and no students who have low

motivation. While learning achievement in cycles III shows that 26 students (81.25%)

obtained a good value that is above the value of 70 and 6 students (18.75%) obtained a value

below 70.

Keywords: Physical Education, reciprokal style, motivation, basic engineering athletics

PENDAHULUAN

Pendidikan jasmani merupakan

bagian integral dari pendidikan

keseluruhan, yang bertujuan untuk

mengembangkan individu secara organik,

neuromuskuler, intelektual dan emosional.

Dalam proses pembelajaran pendidikan

jasmani, pertumbuhan dan perkembangan

intelektual, sosial dan emoslonal anak

sebagian besar terjadi melalui aktivitas

gerak atau motorik yang dilakukan anak.

Peran guru dalam proses

pendidikan jasmani di antaranya adalah

menentukan dan memilih gaya mengajar

yang tepat dan efektif agar siswa dapat

mengerti dan memahami materi

pembelajaran yang disajikan sesuai dengan

tujuan yang diharapkan. Berdasarkan

observasi pendahuluan yang dilakukan tim

peneliti terhadap proses pembelajaran

penjaskes di sekolah menunjukan bahwa

guru penjas dalam proses pembelajaran

masih menggunakan gaya mengajar yang

konvensional. Semangat siswa untuk

melakukan latihan atau mempraktikan

jenis-jenis latihan fisik terutama pada

standar kompetensi atletik masih sangat

kurang. Hal ini ditunjukan oleh sedikitnya

siswa yang berani mencoba jenis-jenis

latihan fisik tersebut. Berdasarkan hasil

wawancara menunjukan bahwa siswa

Page 47: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________47

mengalami kesulitan dalam mempraktikan

teknik dasar atletik karena siswa kurang

semangat dan kurang termotivasi berlatih,

takut dan tidak berani mencoba berlatih.

Selain itu guru kurang inovatif dalam

memilih dan menggunakan media

pembelajaran yang dapat membantu siswa

melakukan latihan teknik dasar atletik.

Gaya mengajar yang sering

digunakan dalam pendidikan jasmani ada

beberapa macam. Salah satu gaya

mengajar yang tepat digunakan oleh guru

dalam proses pembelajaran penjaskes di

SMP adalah gaya resiprokal. Gaya

resiprokal adalah gaya mengajar yang

menekankan adanya perubahan dalam

membuat keputusan dari guru ke siswa.

Siswa bertanggung jawab untuk

mengobservasi penampilan dari teman dan

memberikan umpan balik setiap kali

melakukan gerakan dengan mengunakan

lembar tugas sebagai evaluasi, dengan

tujuan untuk membantu siswa apakah

gerakan-gerakan yang dilakukan siswa

sudah sesuai dengan contoh yang ada pada

lembar tugas tersebut. Tujuan penelitian ini

adalah untuk meningkatkan motivasi

berlatih teknik dasar atletik pada mata

pelajaran penjaskes melalui penerapan

gaya mengajar resiprokal di SMP N 11

Surakarta.

KAJIAN PUSTAKA

1. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani

dan Kesehatan (Penjaskes)

Pendidikan jasmani dan kesehatan

pada dasarnya merupakan bagian integral

dari sistem pendidikan secara keseluruhan,

yang meliputi aspek kesehatan, kebugaran

jasmani, keterampilan berfikir kritis,

stabilitas emosional, keterampilan sosial,

penalaran dan tindakan moral, yang

merupakan tujuan pendidikan pada

umumnya. Atau secara spesifik melalui

pembelajaran pendidikan jasmani, siswa

melakukan kegiatan berupa permainan

(game), dan berolahraga yang disesuaikan

dengan pertumbuhan dan perkembangan

anak. Meskipun demikian unsur prestasi

dan kompetisi juga terdapat di dalamnya

dan dimanfaatkan sebagai alat pendidikan.

Tujuan pendidikan jasmani di

Sekolah Menengah Pertama (SMP),

meliputi aspek-aspek sebagai berikut. (1)

mengembangkan kepribadian yang kuat,

mengembangkan sikap cinta damai,

mengembangkan sikap sosial dan

mengembangkan sikap toleransi dalam

kontek kemajemukan budaya, etnis dan

agama. (2) Mengembangkan sikap sportif,

sikap jujur, sikap disiplin, sikap

bertanggung jawab, sikap kerja sama,

sikap percaya diri, dan melatih demokrasi

melalui aktivitas jasmani, melalui aktivitas

permainan, dan melalui aktivitas olahraga.

(3) Mengembangkan keterampilan-

keterampilan gerak dan keterampilan

berbagai macam permainan dan olahraga

(aktivitas luar sekolah atau alam bebas).

(4) Mengembangkan keterampilan

pengelolaan diri untuk mengembangkan

dan memelihara kebugaran melalui

aktivitas jasmani dan olahraga. (5)

Mengembangkan keterampilan untuk

menjaga keselamatan diri sendiri dan

mengembangkan keterampilan untuk

menjaga keselamatan orang lain atau

lingkungannya. (6) Mengetahui dan

memahami konsep aktivitas jasmani dan

olahraga sebagai informasi untuk mencapai

kesehatan, untuk memelihara kebugaran,

dan membiasakan pola hidup sehat. Dan

(7) Mampu memanfaatkan waktu luang

dengan aktivitas jasmani yang bersifat

rekreatif (Depdiknas, 2006).

2. Gaya Mengajar Resiprokal

Seorang guru dapat

mengkombinasikan atara gaya yang satu

dengan lainnya menurut kebutuhannya.

Hal ini karena tidak ada satu gaya

mengajar yang dianggap paling berhasil

karena bergantung pada situasi. Seperti

yang dikemukakan Rusli Lutan (2000)

alasan digunakannya beberapa macam

gaya mengajar dalam proses pembelajaran

Page 48: Jur Nal 2011

48____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

yaitu, ―(1) untuk mendorong terciptanya

suasana belajar yang mengajarkan siswa

untuk belajar, (2) agar guru dan siswa

sama-sama termotivasi dan giat

melaksanakan tugas masing-masing‖

Peran guru dalam proses

pendidikan jasmani di antaranya adalah

menentukan dan memilih gaya mengajar

yang tepat dan efektif agar siswa dapat

mengerti dan memahami materi

pembelajaran yang disajikan sesuai dengan

tujuan yang diharapkan. Kemampuan guru

memilih dan menyajikan materi

pembelajaran ditentukan olen kemampuan

dan pengalamannya dalam pembelajaran.

Salah satu gaya mengajar yang tepat

digunakan oleh guru dalam proses

pembelajaran penjaskes di SMP adalah

gaya resiprokal.

Metode mengajar resiprokal

diartikan sebagai gaya mengajar yang

menunjukkan hubungan sosial antar teman

sebaya dan kondisi untuk memberi umpan

balik yang cepat (Mosston, 1994). Kondisi

pembelajaran tersebut dihubungkan

dengan kegiatan pembelajaran dan peran

siswa dalam mealaksanakan tugas. Kelas

diatur berpasangan dengan peranan-

peranan khusus untuk tiap pasangan, yaitu

separo kelas menjadi pelaku dan separo

lagi menjadi pengamat. Menurut Mosston

(1994), gaya resiprokal mempunyai ciri-

ciri pokok antara lain :

a. Mempunyai kesempatan untuk

melakukan pengulangan praktek

dengan observer secara individu.

b. Mempraktekkan tugas berdasarkan

kondisi-kondisi yang diberikan secara

umpan balik segera dari teman sebaya.

c. Mampu mendiskusikan dengan teman

sebaya mengenai aspek spesifik dari

tugas tersebut.

d. Melihat dan memahami bagian-

bagian/urutan didalam melakukan

tugas.

e. Mempraktekkan tugas tanpa guru

meminta umpan balik atau penjelasan

ketika ada kesalahan yang dikoreksi.

Mekanisme pelaksanaan gaya

resiprokal menurut Mosston (1994:65),

antara lain :

a. Memberi kesempatan pada proses

sosialisasi tertentu untuk saling

memberi dan menerima umpan balik

dengan teman sebaya.

b. Mengamati kemampuan teman

pasangannya, membandingkan,

menarik kesimpulan, dan

mengkomunikasikan hasil dengan

teman pasangannya.

c. Mempelajari bagaimana cara memberi

koreksi umpan balik yang tidak

mengangu kelangsungan persahabatan

d. Mengembangkan kesabaran,toleransi

dan menghargai syarat untuk suksesnya

pelaksaan proses pembelajaran.

e. Memberikan penghargaan pada yang

sukses.

f. Mengembangkan ikatan sosial melalui

pelaksanaan tugas.

Untuk mengembangkan kreasi baru

dalam ruang olahraga yang menyediakan

suasana hubungan baru antara guru dan

murid, lebih banyak keputusan diberikan

ke pada siswa. Keputusan ini secara

prinsip diberikan perubahan pada setting

post impact mulai memperhatikan umpan

balik dengan segera. Terlebih dahulu

kepada siswa diberitahukan, bagaimana ia

harus menguasai kemampuan, hal ini akan

memberi kesempatan yang luar biasa untuk

melakukan penampilan yang benar. Di

dalam kelas siswa diatur secara

berpasangan dengan masing-masing

anggota diberi peran tertentu. Satu anggota

ditunjuk sebagai pelaku dan yang lain

sebagai pengamat, serta menentukan

pasangan ini secara periodik. Tugas pelaku

adalah berkomunikasi dengan pengamat

dan tugas pengamat adalah memberikan

umpan balik kepada pelaku dan

berkomunikasi dengan guru. Peran guru

adalah mengamati pelaku dan pengamat

tetapi berkomunikasi hanya dengan

pengamat. Pada metode ini siswa harus

belajar bertanggung jawab menggunakan

power ketika mereka memberi dan

Page 49: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________49

menerima umpan balik dengan teman

sebaya.

3. Motivasi berlatih

Pengertian motivasi menurut

Mc.Donal, dalam Sudirman (1990)

mengatakan bahwa: ‖Motivasi adalah

perubahan energi dalam diri seseorang

yang ditandai munculnya ”feeling” dan

didahului dengan tanggapan terhadap

adanya tujuan‖. Pengertian ini

mengandung tiga elemen penting yaitu:

a. Motivasi mengawali terjadinya

perubahan energi pada diri individu.

Perkembangan motivasi membawa

beberapa perubahan energi pada diri

manusia.

b. Motivasi ditandai dengan munculnya

rasa atau feeling. Dengan demikian

motivasi ini sesuai dengan aspek

kejiwaan yang menentukan perilaku

manusia

c. Motivasi terangsang karena adanya

suatu tujuan. Jadi motivasi adalah

respon atau reaksi dari suatu aksi yaitu

tujuan yang muncul dari dalam diri

manusia.

4. Teknik Dasar Atletik

Dalam penelitian ini, kajian

tentang teknik dasar atletik dibatasi pada

teknik dasar atletik untuk jenjang SMP

kelas VIII. Teknik dasar atletik ini

meliputi: teknik lari jarak menengah,

teknik dasar lompat jauh gaya

menggantung, dan teknik dasar tolak

peluru gaya O’brain.

Dalam upaya mencapai kompetensi

mata pelajaran penjakes, maka guru perlu

mengupayakan gaya mengajar yang

efektif dan atraktif. Untuk itu guru

pendidikan jasmani harus berusaha

seoptimal mungkin untuk mempengaruhi

atau memotivasi bahkan melibatkan siswa

dalam proses pembelajaran pendidikan

jasmani, yaitu dengan cara menyajikan

bentuk-bentuk pembelajaran keterampilan

gerak yang baik dan benar.

Sehubungan dengan itu, maka

untuk melakukan proses pembelajaran

pendidikan jasmani, khususnya tentang

pembelajaran teknik dasar atletik perlu

dipilih gaya mengajar yang tepat, mudah

diterapkan kepada siswa, dan melibatkan

siswa dalam proses pembelajaran sehingga

berbagai aktivitas gerak pendidikan

jasmani dapat dikuasai dengan baik dan

benar. Gaya mengajar resiprokal sangat

cocok diterapkan pada siswa SMP yang

menuntut perkembangan kreativitas, fisik

dan mental yang optimal. Gaya mengajar

resiprokal, adalah gaya mengajar yang

menekankan adanya perubahan dalam

membuat keputusan dari guru ke siswa.

Siswa bertanggung jawab untuk

mengobservasi penampilan dari teman dan

memberikan umpan balik setiap kali

melakukan gerakan dengan mengunakan

lembar tugas sebagai evaluasi, dengan

tujuan untuk membantu siswa apakah

gerakan-gerakan yang dilakukan siswa

sudah sesuai dengan contoh yang ada pada

lembar tugas tersebut. Dengan menerapkan

gaya mengajar resiprokal ini, siswa akan

dilibatkan dalam proses

pembelajaran/latihan, sehingga siswa akan

termotivasi dalam berlatih, rasa takut

berkurang dan berani untuk mencoba

teknik dasar atletik.

METODE PENELITIAN

Subjek penelitian adalah guru dan

siswa SMP Negeri 11 Surakarta kelas VIII.

Dalam penelitian ini, guru pengajar

penjaskes merupakan pengajar sekaligus

peneliti mitra. Sedangkan tim peneliti dari

UNS bertindak sebagai perencana dan

pengamat proses kegiatan pembelajaran.

Dalam penelitian ini tim peneliti dari UNS

bersama-sama dengan peneliti mitra (guru)

merencanakan, mengamati, mendiskusikan

dan menganalisis hasil penelitian. Obyek

dalam penelitian ini adalah gaya

resiprokal, dan motivasi berlatih teknik

Page 50: Jur Nal 2011

50____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

dasar atletik pada mata pelajaran

penjaskes.

Penelitian ini dilakukan di SMP

Negeri 11 Surakarta kelas VIII. Waktu

pelaksanaannya adalah pada semester

gasal/ganjil pada tahun ajaran 2009/2010.

Teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah:

observasi, angket dan tes. Teknik analisis

data yang digunakan adalah: a) teknik

analisis komparatif, b) teknik analisis

kuantitatif dan c) teknik analisis data

kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan

pendekatan penelitian tindakan kelas.

Sesuai dengan prinsip-prinsip dalam

penelitian tindakan kelas terdapat siklus

penelitian yang terdiri dari 4 tahap, yaitu:

perencanaan, pelaksanaan tindakan,

observasi dan refleksi dan dalam penelitian

ini indikator pencapaiannya adalah:

Tabel 1. Indikator Keberhasilan Permasalahan Indikator

Kinerja

Ukuran

keberhasilan

Kurangnya

ketertarikan siswa

terhadap

mata

pelajaran penjaskes.

Rendahnya

motivasi

siswa

berlatih teknik-

teknik dasar

atletik

Rendahnya

prestasi

belajar

siswa dalam

mempraktik

an teknik

dasar atletik pada mata

pelajaran

penjaskes

Meningkatnya ke-tertarikan

dan kepuasan

siswa terhadap

media pembelajaran

dan cara

pembelajaran

yang di-lakukan guru

Minimal 70% siswa tertarik

dan puas

terhadap media

pembelajaran dan cara

pembelajaran

yang dilakukan

guru

Meningkatnya

motivasi siswa

berlatih teknik-

teknik dasar atletik

Minimal 60%

siswa

mempunyai

motivasi tinggi untuk berlatih

teknik-teknik

dasar atletik

Meningkatnya

prestasi belajar siswa dalam

mempraktikan

teknik dasar

atletik

Minimal 70%

siswa memperoleh

prestasi baik

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Data penelitian dan analisisnya

untuk masing-masing siklus penelitian

akan disajikan berikut ini. Penelitian ini

merupakan penelitian tindakan kelas yang

terbagi dalam 3 siklus penelitian.

1. Siklus I

a. Perencanaan

Kegiatan pada tahap perencanaan

ini antara lain adalah:

1) Menyiapkan Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) termasuk

didalamnya

2) Mempersiapkan media pembelajaran

penjaskes yang sesuai dengan RPP

3) Menyusun lembar observasi untuk

mengetahui kondisi pelaksanaan

pembelajaran dan semangat berlatih

siswa.

4) Menyusun instrumen yaitu quesioner

sebagai pedoman siswa untuk

mengoreksi gerakan yang dilakukan

oleh temannya/pasangannya.

5) Mendesain alat evaluasi untuk melihat

hasil belajar siswa/hasil pencapaian

kompetensi dalam siklus pertama.

6) Materi dalam siklus I adalah teknik

dasar lari jarak menengah

b. Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan, tim

peneliti melaksanakan proses pembelajaran

sesuai dengan perencanaan. Dalam

penelitian ini yang bertindak sebagai

pengajar adalah guru penjaskes SMP

Negeri 11 Surakarta, sedangkan perencana

dan pengamat adalah tim peneliti dari UNS

dan setiap siklus dilaksanakan selama 1

pertemuan.

1) Guru menjelaskan teknik dasar atletik

lari jarak menengah dan

mendemontrasikan teknik-teknik dasar

lari jarak menengah misalnya teknik

dasar gerakan badan, teknik

pernapasan dan teknik masuk finish.

Page 51: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________51

2) Memberikan penjelasan tentang proses

pembelajaran pada pertemuan tersebut

bahwa siswa untuk saling memberi

dan menerima umpan balik dengan

teman.

3) Membagi siswa berpasangan untuk

mengamati kemampuan teman

pasangannya, membandingkan,

menarik kesimpulan, dan

mengkomunikasikan hasil dengan

teman pasangannya.

4) Siswa melakukan teknik lari jarak

menengah dengan diamati temannya

5) Memberikan penghargaan pada siswa

yang melakukan latihan dengan

baik/sukses.

Setelah masing-masing siswa

mencoba berlatih teknik dasar lari jarak

menengah, siswa diberi hasil pengamatan

yang dilakukan teman/siswa pasangannya.

Berdasarkan hasil pengamatan temannya,

siswa melakukan teknik dasar lari jarak

menengah dengan memperhatikan koreksi

temannya. Pada kesempatan kedua ini guru

mengamati dan sekaligus mengevaluasi

teknik dasar lari jarak menengah yang

dilakukan oleh siswa. Di akhir

pembelajaran, siswa diminta untuk mengisi

angket tanggapan siswa terhadap proses

pembelajaran yang dilakukan oleh guru

dan angket motivasi berlatih teknik dasar

atletik.

c. Observasi dan Interprestasi

Berdasarkan hasil observasi pada

siklus I menunjukan bahwa semua siswa

melakukan teknik dasar lari jarak

mennegah dengan diamati temannya secara

berpasangan dengan menggunakan

instrumen yang telah disediakan oleh tim

peneliti. Gerakan-gerakan teknik dasar lari

jarak menengah dilakukan sesuai aba-aba

dan petunjuk yang diberikan guru. Setelah

masing-masing siswa mencoba berlatih

teknik dasar lari jarak menengah, siswa

diberi hasil pengamatan yang dilakukan

teman/siswa pasangannya. Berdasarkan

hasil pengamatan temannya, siswa

melakukan teknik dasar lari jarak

menengah dengan memperhatikan koreksi

temannya. Pada kesempatan kedua ini guru

mengamati dan sekaligus mengevaluasi

teknik dasar lari jarak menengah yang

dilakukan oleh siswa

Hasil angket dari siswa

menunjukan bahwa 6 siswa (18,75%)

mempunyai motivasi berlatih tinggi, 10

siswa (31,25%) mempunyai motivasi

sedang dan 16 (50%) mempunyai motivasi

rendah. Tanggapan siswa terhadap proses

pembelajaran penjaskes yang dilakukan

guru dalam tingkat sedang. Ini ditunjukan

oleh sebanyak 15 siswa (46.87%)

memberikan tanggapan baik, 17 siswa

(53,13%) memberi tanggapan sedang dan

tidak ada siswa yang memberikan

tanggapan yang kurang baik terhadap

kegiatan pembelajaran penjaskes. Prestasi

siswa pada siklus I menunjukan bahwa

22 siswa (68,75%) memperoleh nilai baik

yaitu diatas nilai 70 dan 10 siswa (31,25%)

memperoleh nilai dibawah 70.

d. Refleksi

Berdasarkan pelaksanaan dan

observasi pada siklus I menunjukan bahwa

motivasi siswa masih tergolong rendah,

terutama siswa putri. Pada pelaksanaan

pembelajaran, siswa putra dan putri

dijadikan berpasangan. Hal tersebut

mempunyai dampak bagi siswa putri.

Siswa putri merasa malu jika dipasangkan

dengan siswa laki-laki. Untuk mengatasi

hal tersebut pada siklus berikutnya, siswa

dipasangkan berdasarkan jenis kelamin

(gender). Siswa putra dipasangkan dengan

siswa putra dan siswa putri dipasangkan

dengan siswa putri.

Berdasarkan hasil yang dincapai

pada siklus I, menunjukan bahwa indikator

motivasi, indikator kepuasan siswa

terhadap proses pembelajaran dan

indikator prestasi belajar belum tercapai.

Dengan demikian siklus penelitian

dilanjutkan ke siklus berikutnya.

Page 52: Jur Nal 2011

52____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

2. Siklus II

a. Perencanaan

Berdasarkan hasil observasi dan

refleksi pada siklus I, maka pada saat

siklus II, siswa dipasangkan berdasarkan

jenis kelamin untuk mengatasi rasa malu

dan grogi terutama siswa putri.

Kegiatan pada tahap perencanaan

ini antara lain adalah:

1) Menyiapkan Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) termasuk

didalamnya

2) Mempersiapkan media pembelajaran

penjaskes yang sesuai dengan RPP

3) Menyusun lembar observasi untuk

mengetahui kondisi pelaksanaan

pembelajaran dan semangat berlatih

siswa.

4) Menyusun instrumen yaitu quesioner

sebagai pedoman siswa untuk

mengoreksi gerakan yang dilakukan

oleh temannya/pasangannya.

5) Mendesain alat evaluasi untuk melihat

hasil belajar siswa/hasil pencapaian

kompetensi dalam siklus kedua.

6) Materi dalam siklus II adalah teknik

dasar tolak peluru

b. Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan, tim

peneliti melaksanakan proses pembelajaran

sesuai dengan perencanaan. Dalam

penelitian ini yang bertindak sebagai

pengajar adalah guru penjaskes SMP

Negeri 11 Surakarta, sedangkan perencana

dan pengamat adalah tim peneliti dari

UNS. Setiap siklus dilaksanakan selama 1

pertemuan. Sedangkan langkah-langkah

dalam pelaksanaan tahap ini adalah

sebagai berikut:

1) Guru menjelaskan teknik dasar tolak

peluru dan mendemontrasikan gerakan

teknik dasar tolak peluru.

2) Memberikan penjelasan tentang proses

pembelajaran pada pertemuan tersebut

bahwa siswa untuk saling memberi

dan menerima umpan balik dengan

teman sebaya.

3) Membagi siswa berpasangan untuk

mengamati kemampuan teman

pasangannya, membandingkan,

menarik kesimpulan, dan

mengkomunikasikan hasil dengan

teman pasangannya.

4) Siswa melakukan teknik dasar tolak

peluru dengan diamati temannya

5) Memberikan penghargaan pada siswa

yang melakukan latihan dengan

baik/sukses.

Setelah masing-masing siswa

mencoba berlatih teknik dasar tolak

peluru, siswa diberi hasil pengamatan

yang dilakukan teman/siswa pasangannya.

Berdasarkan hasil pengamatan temannya,

siswa melakukan teknik dasar tolak peluru

dengan memperhatikan koreksi temannya.

Pada kesempatan kedua ini guru

mengamati dan sekaligus mengevaluasi

teknik dasar tolak peluru yang dilakukan

oleh siswa. Di akhir pembelajaran, siswa

diminta untuk mengisi angket tanggapan

siswa terhadap proses pembelajaran yang

dilakukan oleh guru dan angket motivasi

berlatih teknik dasar atletik.

c. Observasi dan Interprestasi

Berdasarkan hasil observasi pada

siklus II menunjukan bahwa semua siswa

melakukan teknik dasar atletik tolak peluru

dengan diamati temannya secara

berpasangan dengan menggunakan

instrumen yang telah disediakan oleh tim

peneliti. Gerakan-gerakan teknik dasar

tolak peluru dilakukan sesuai aba-aba dan

petunjuk yang diberikan guru. Setelah

masing-masing siswa mencoba berlatih

teknik dasar tolak peluru, siswa melihat

hasil pengamatan yang dilakukan

teman/siswa pasangannya. Berdasarkan

hasil pengamatan temannya, siswa

melakukan teknik dasar tolak peluru

dengan memperhatikan koreksi temannya.

Pada kesempatan kedua ini guru

mengamati dan sekaligus mengevaluasi

teknik dasar tolak peluru yang dilakukan

oleh siswa

Page 53: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________53

Hasil angket dari siswa

menunjukan bahwa 15 siswa (46,87%)

mempunyai motivasi berlatih tinggi, 9

siswa (28,13%) mempunyai motivasi

sedang dan 8 (25%) mempunyai motivasi

rendah. Tanggapan siswa terhadap proses

pembelajaran penjaskes yang dilakukan

guru dalam tingkat kepuasan tinggi. Ini

ditunjukan oleh sebanyak 20 siswa

(62,5%) memberikan tanggapan baik, 12

siswa (37,5%) memberi tanggapan sedang.

Tidak ada siswa yang memberikan

tanggapan yang kurang baik terhadap

kegiatan pembelajaran penjaskes. Prestasi

siswa pada siklus II menunjukan bahwa

25 siswa (78,13%) memperoleh nilai baik

yaitu diatas nilai 70 dan 7 siswa (21,87%)

memperoleh nilai dibawah 70.

d. Refleksi

Berdasarkan pelaksanaan dan

observasi pada siklus II menunjukan

bahwa motivasi siswa masih tergolong

rendah. Berdasarkan hasil yang dincapai

pada siklus II, menunjukan bahwa

indikator motivasi berlatih belum tercapai.

Indikator kepuasan siswa terhadap proses

pembelajaran dan indikator prestasi belajar

sudah tercapai pada siklus II. Dengan

demikian siklus penelitian dilanjutkan ke

siklus berikutnya. Cara meningkatkan

motivasi siswa adalah dengan memberikan

hadiah atau penghargaan berupa barang

berwujud (buku dan bolpoint). Maksud

pemberian penghargaan ini adalah untuk

meningkatkan motivasi siswa agar lebih

bersungguh-sungguh dalam berlatih.

3. Siklus III

a. Perencanaan

Pada tahap pelaksanaan, tim

peneliti melaksanakan proses pembelajaran

sesuai dengan perencanaan. Materi pada

siklus III adalah teknik dasar lempar

lembing.

Kegiatan pada tahap perencanaan

ini antara lain adalah:

1) Menyiapkan Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) termasuk

didalamnya

2) Mempersiapkan media

pembelajaran penjaskes yang

sesuai dengan RPP

3) Menyusun lembar observasi untuk

mengetahui kondisi pelaksanaan

pembelajaran dan semangat

berlatih siswa.

4) Menyusun instrumen yaitu

quesioner sebagai pedoman siswa

untuk mengoreksi gerakan yang

dilakukan oleh

temannya/pasangannya.

5) Mendesain alat evaluasi untuk

melihat hasil belajar siswa/hasil

pencapaian kompetensi dalam

siklus ketiga.

6) Menyiapkan hadiah sebagi

penghargaan bagi siswa yang

berlatih dengan baik dan sungguh-

sungguh.

7) Materi dalam siklus III adalah

teknik dasar lempar lembing

b. Pelaksanaan

Langkah-langkah dalam pelaksanaan

ini adalah:

1) Guru menjelaskan teknik dasar lempar

lembing dan mendemonstrasikan

gerakan teknik dasar lempar lembing.

2) Memberikan penjelasan tentang proses

pembelajaran pada pertemuan tersebut

bahwa siswa untuk saling memberi

dan menerima umpan balik dengan

teman sebaya.

3) Membagi siswa berpasangan untuk

mengamati kemampuan teman

pasangannya, membandingkan,

menarik kesimpulan, dan

mengkomunikasikan hasil dengan

teman pasangannya.

4) Siswa melakukan teknik lempar

lembing dengan diamati temannya

5) Memberikan penghargaan pada siswa

yang melakukan latihan dengan

baik/sukses.

Page 54: Jur Nal 2011

54____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

Setelah masing-masing siswa

mencoba berlatih teknik dasar lempar

lembing, siswa diberi hasil pengamatan

yang dilakukan teman/siswa pasangannya.

Berdasarkan hasil pengamatan temannya,

siswa melakukan teknik dasar tolak peluru

dengan memperhatikan koreksi temannya.

Pada kesempatan kedua ini guru

mengamati dan sekaligus mengevaluasi

teknik dasar lempar lembing yang

dilakukan oleh siswa. Siswa yang

memperoleh nilai tertinggi diberikan

penghargaan yaitu diberikan buku tulis dan

bolpoint. Siswa yang memperoleh

penghargaan berupa buku dan bolpoint jika

nilainya diatas 80. Di akhir pembelajaran,

siswa diminta untuk mengisi angket

tanggapan siswa terhadap proses

pembelajaran yang dilakukan oleh guru

dan angket motivasi berlatih teknik dasar

atletik.

c. Observasi dan Interprestasi

Berdasarkan hasil observasi pada

siklus III menunjukan bahwa semua siswa

melakukan teknik dasar atletik lempar

lembing dengan diamati temannya secara

berpasangan dengan menggunakan

instrumen yang telah disediakan oleh tim

peneliti. Gerakan-gerakan teknik dasar

lempar lembing dilakukan sesuai aba-aba

dan petunjuk yang diberikan guru. Setelah

masing-masing siswa mencoba berlatih

teknik dasar lempar lembing, siswa melihat

hasil pengamatan yang dilakukan

teman/siswa pasangannya. Berdasarkan

hasil pengamatan temannya, siswa

melakukan teknik dasar lempar lembing

dengan memperhatikan koreksi temannya.

Pada kesempatan kedua ini guru

mengamati dan sekaligus mengevaluasi

teknik dasar lempar lembing yang

dilakukan oleh siswa

Hasil angket dari siswa

menunjukan bahwa 20 siswa (62,5%)

mempunyai motivasi berlatih tinggi, 12

siswa (37,5%) mempunyai motivasi

sedang dan tidak ada siswa yang

mempunyai motivasi rendah pada siklus

III. Tanggapan siswa terhadap proses

pembelajaran penjaskes yang dilakukan

guru dalam tingkat puas. Ini ditunjukan

oleh sebanyak 25 siswa (78,13%)

memberikan tanggapan baik, 7 siswa

(21,87%) memberi tanggapan sedang.

Tidak ada siswa yang memberikan

tanggapan yang kurang baik terhadap

kegiatan pembelajaran penjaskes. Prestasi

siswa pada siklus III menunjukan bahwa

26 siswa (81,25%) memperoleh nilai baik

yaitu diatas nilai 70 dan 6 siswa (18,75%)

memperoleh nilai dibawah 70.

d. Refleksi

Berdasarkan pelaksanaan dan

observasi pada siklus III menunjukan

bahwa motivasi siswa meningkat lebih dari

60% siswa mempunyai motivasi berlatih

relatif tinggi. Berdasarkan hasil yang

dincapai pada siklus III, menunjukan

bahwa indikator motivasi berlatih sudah

tercapai. Indikator motivasi berlatih

menunjukan siswa yang mempunyai

motivasi tinggi untuk berlatih sebanyak 20

siswa (62,5%) mempunyai motivasi

berlatih tinggi, 12 siswa (37,5%)

mempunyai motivasi sedang dan tidak ada

siswa yang mempunyai motivasi rendah.

Indikator kepuasan siswa terhadap proses

pembelajaran yang dilakukan guru telah

tercapai pada siklus III yaitu 25 siswa

(78,13%) memberikan tanggapan baik, 7

siswa (21,87%) memberi tanggapan

sedang dan tidak ada siswa yang

memberikan tanggapan yang kurang baik

terhadap kegiatan pembelajaran penjaskes.

Indikator prestasi belajar pada siklus III

telah tercapai yaitu sebanyak 26 siswa

(81,25%) memperoleh nilai baik yaitu

diatas nilai 70. Berdasarkan pencapaian

pada siklus III maka siklus penelitian tidak

dilanjutkan.

Page 55: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________55

Pembahasan.

Berdasarkan data yang diperoleh

dari siklus pertama sampai siklus ketiga

dapat dikatakan bahwa mencoba

menggunakan gaya mengajar resiprokal

dapat meningkatkan motivasi berlatih

siswa. Materi teknik dasar atletik

merupakan materi yang menuntut

kemauan, keberanian dan ketepatan teknik

gerakan, sehingga siswa harus dimotivasi

untuk berani melakukan teknik dasar

atletik. Cara memotivasi siswa agar berani

melakukan teknik dasar atletik salah

satunya dengan memberikan kebebasan

siswa untuk melakukan teknik dasar atletik

dengan diamati temannya. Diharapkan

dengan belajar bersama teman sebaya akan

meningkatkan motivasi dan prestasi belajar

siswa. Selain itu dengan saling

memberikan hasil pengamatan antar siswa

akan meningkatkan rasa percaya diri dan

mengurangi rasa malu, takut dan grogi

pada diri siswa.

Ketercapaian indikator penelitian

ini akan diuraikan berikut ini. Indikator

pertama dalam penelitian ini adalah

minimal 70% siswa tertarik dan puas

terhadap media pembelajaran dan cara

pembelajaran yang dilakukan guru. Hasil

penelitian ini menunjukan bahwa pada

siklus II indikator ini telah tercapai.

Perbandingan ketertarikan dan kepuasan

siswa terhadap media dan cara

pembelajaran yang dilakukan guru dari

siklus I sampai dengan siklus III dapat

dilihat pada tabel berikut ini

Tabel 2. Indikator ketertarikan dan

kepuasan siswa terhadap media

dan cara pembelajaran yang

dilakukan guru dari siklus I

sampai dengan siklus III

Siklus I Siklus II Siklus III

15 siswa

(46.87%) mem-berikan

tanggapan baik,

17 siswa

(53,13%) mem-beri tanggapan

sedang. Tidak

ada siswa yang

memberikan tanggapan yang

kurang baik

terhadap

kegiatan pembelajaran

penjaskes

20 siswa

(62,5%) memberikan

tanggapan baik,

12 siswa

(37,5%) memberi

tanggapan

sedang. Tidak

ada siswa yang memberikan

tanggapan yang

kurang baik

25 siswa

(78,13%) memberikan

tanggapan baik,

7 siswa

(21,87%) memberi

tanggapan

sedang. Tidak

ada siswa yang memberi-kan

tanggapan yang

kurang baik

Selanjutnya indikator kedua dalam

penelitian ini adalah minimal 60% siswa

mempunyai motivasi tinggi untuk berlatih

teknik-teknik dasar atletik. Hasil penelitian

ini menunjukan bahwa pada siklus III

indikator motivasi siswa melakukan latihan

teknik dasar atletik telah tercapai. Tabel

berikut ini menunjukan peningkatan

motivasi siswa melakukan teknik dasar

atletik.

Tabel 3. Motivasi siswa berlatih teknik

dasar atletik

Siklus I Siklus II Siklus III

6 siswa

(18,75%) mem-

punyai motivasi

berlatih tinggi, 10 siswa

(31,25%)

mempunyai

motivasi sedang dan 16 (50%)

mempunyai

motivasi rendah.

15 siswa

(46,87%)

mempunyai

motivasi berlatih tinggi, 9 siswa

(28,13%)

mempunyai

motivasi sedang dan 8 (25%)

mempunyai

motivasi rendah.

20 siswa

(62,5%)

mempunyai

motivasi berlatih tinggi, 12 siswa

(37,5%) mem-

punyai motivasi

sedang dan tidak ada siswa yang

mempunyai

motivasi rendah

Indikator ketiga dalam penelitian

ini adalah minimal 70% siswa memperoleh

prestasi baik. Pada penelitian ini, indikator

prestasi belajar tercapai pada siklus II.

Tingkat prestasi belajar siswa pada

Page 56: Jur Nal 2011

56____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

pelajaran penjaskes dari siklus I sampai

dengan siklus III dapat dilihat

perbandingannya pada tabel berikut ini.

Tabel 4. Prestasi Belajar Siswa dalam

Mata Pelajaran Penjaskes

Siklus I Siklus II Siklus III

22 siswa (68,75%) mem-

peroleh nilai

baik yaitu diatas

nilai 70. Sedang-kan 10

siswa (31,25%)

memperoleh

nilai di-bawah 70

25 siswa (78,13%)

memperoleh

nilai baik yaitu

diatas nilai 70. Sedangkan 7

siswa (21,87%)

memperoleh

nilai dibawah 70.

26 siswa (81,25%)

memperoleh

nilai baik yaitu

diatas nilai 70. Sedangkan 6

siswa (18,75%)

memperoleh

nilai dibawah 70.

Prestasi belajar siswa pada saat siklus I

sampai dengan siklus III dapat dilihat pada

lampiran 5

KESIMPULAN

Salah satu gaya mengajar yang

tepat digunakan oleh guru dalam proses

pembelajaran penjaskes di SMP adalah

gaya resiprokal. Gaya resiprokal adalah

gaya mengajar yang menekankan adanya

perubahan dalam membuat keputusan dari

guru ke siswa. Siswa bertanggung jawab

untuk mengobservasi penampilan dari

teman dan memberikan umpan balik setiap

kali melakukan gerakan dengan

mengunakan lembar tugas sebagai

evaluasi, dengan tujuan untuk membantu

siswa apakah gerakan-gerakan yang

dilakukan siswa sudah sesuai dengan

contoh yang ada pada lembar tugas

tersebut. Dengan menerapkan gaya

mengajar resiprokal ini, siswa akan

dilibatkan dalam proses

pembelajaran/latihan, sehingga siswa akan

termotivasi dalam berlatih, rasa takut

berkurang dan berani mencoba teknik

dasar atletik.

Penerapan gaya mengajar resiprokal dalam penelitian ini dilakukan

dalam selama 3 siklus penelitian dan dapat

meningkatkan kepuasan dan ketertarikan

siswa terhadap proses pembelajaran yang

dilakukan oleh guru, motivasi berlatih dan

prestasi belajar siswa. Pada siklus III

menunjukan bahwa 25 siswa (78,13%)

memberikan tanggapan baik, 7 siswa

(21,87%) memberi tanggapan sedang.

Tidak ada siswa yang memberikan

tanggapan yang kurang baik. Pada siklus

III menunjukan bahwa indikator motivasi

berlatih siswa meningkat yaitu 20 siswa

(62,5%) mempunyai motivasi berlatih

tinggi, 12 siswa (37,5%) mempunyai

motivasi sedang dan tidak ada siswa yang

mempunyai motivasi rendah. Sedangkan

indikator prestasi belajar pada siklus III

menunjukan bahwa 26 siswa (81,25%)

memperoleh nilai baik yaitu diatas nilai 70.

Sedangkan 6 siswa (18,75%) memperoleh

nilai dibawah 70.

Berkaitan dengan penerapan gaya

resiprokal tersebut, maka siswa harus

mampu mengembangkan diri untuk

meningkatkan motivasi berlatih dengan

mencoba latihan teknik dasar atletik yang

diajarkan oleh guru tanpa melihat apakah

akan diberikan penghargaan dalam wujud

barang atau tidak serta melakukan

aktivitas gerak sesuai kompetensi dasar

penjaskes dengan menumbuhkan rasa

percaya diri. Dalam proses pembelajaran,

guru dapat menggunakan model

pembelajaran resiprokal. Karena model ini

dapat meningkatkan motivasi dan prestasi

belajar siswa, khususnya untuk kompetensi

teknik dasar atletik. Membiasakan siswa

untuk ikut terlibat dalam latihan teknik

dasar atletik, agar siswa merasakan

dihargai dan dibutuhkan dalam

pembelajaran. Dengan demikian siswa

akan mempunyai motivasi tinggi dalam

belajar dan menerapkan model-model

pembelajaran yang sesuai dengan

kompetensi penjaskes agar siswa

mempunyai semangat dan motivasi

berlatih aktivitas gerak sesuai kompetensi

penjaskes SMP.

Page 57: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________57

DAFTAR PUSTAKA

Anon. Pedoman Mendeteksi Potensi Peserta Didik. Jakarta: Ditjen Dikdasmen, Depdiknas,

2004.

Anon. Pedoman Pembelajaran Tuntas. Jakarta: Ditjen Dikdasmen, Depdiknas, 2003.

Ateng, Abdul Kadir. Asas dan Landasan Pendidikan Jasmani. Jakarta: Depdikbud Ditjen

Dikti, 1992.

Badan Standar Nasional Pendidikan. Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta: Depdiknas, 2006.

Cratty, Bryant J. Psychology in Contemporary Sport. New Jersey: Prentice Hall Englewood

Cliffs Inc., 1998.

Depdiknas. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani

SMP/MTs. Jakarta: Depdiknas, 2004.

Edward B. Rahantoknam. 1988. Belajar Motorik : Teori dan Aplikasi dalam Pendidikan

Jasmani dan Olahraga. Jakarta : Depdikbud Ditjendikti.

Freeman, William H. Physical Education and Sport in a Changing Society. Boston: Allyn and

Bacon, 2001.

Irawan, Prasetya, Suciati, Wardani IGAK. Teori Belajar, Motivasi, dan Keterampilan

Mengajar. Jakarta: Ditjen Dikti, Depdikbud, 1994.

Johnson, Barry L. and Jack K. Nelson. 1979. Practical Measurement for Evaluation in

Physical Education. Minnesota : Burgers Publishing.

Lutan, Rusli. Pembaharuan Pendidikan Jasmani di Indonesia. Jakarta: Depdiknas Ditjen

Dikdasmen, 2004.

Mosston. M. and Ashworth. S. 1994. Teaching Physical Education. USA: Macmillan College

Publising Company, Inc.

Muhibbin Syah. 2003. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung. PT Remaja

Rosda Karya.

Mutohir, Toho Cholik. Gagasan-gagasan tentang Pendidikan Jasmani dan Olahraga.

Surabaya: Unesa University Press, 2002.

Nadisah.1992. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta: Ditjen

Dikti Depdikbud.

Supandi. Strategi Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta: Depdikbud

Ditjen Dikti PPTK, 1992.

Page 58: Jur Nal 2011

58____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

REFLEKSI

SISTEM PENGEMBANGAN PENDIDUIKAN JASMANI DI SD

Waluyo

Universitas Sebelas Maret Surakarta

ABSTRACT

There are still many problems that teachers physical education teacher, such as

competence and knowledge is still not maximum . Physical education programs that are not

qualified, causing students will not get competence and knowledge in life in the future.

Through physical education is expected to achieve the establishment of the Indonesian people

qualified, and is a sports achievements. The purpose of physical education in primary schools

can be achieved in accordance with the educational objectives in determining the physical

education curriculum objectives should refer to the objectives of physical education. With

physical education is expected to achieve improved physical fitness, skills, attitude and good

sense, which is useful for the individual child in his life.

Keywords: Physical Education Curriculum, Learning Orientation

PENDAHULUAN

Isu penting dalam dunia pendidikan

kita dewasa ini adalah, bagaimana upaya

pendidikan dan pengajaran di sekolah

mampu memberikan sumbangan berarti

pada upaya peningkatan kualitas manusia

Indonesia. Hal ini terkait dengan

perkembangan mutakhir abad 21, yang

ditandai dengan bangkitnya tuntutan sistem

ekonomi dan politik yang bersifat global,

sehingga akibat kemajuan teknologi dalam

bidang komunikasi dan kepariwisataan.

Dalam kecenderungan demikian, individu

masyarakat dunia mulai berinteraksi secara

langsung, melewati batas wilayah nasional

dan benua, sehingga setiap individu

dituntut untuk mampu berdiri sejajar dalam

bidang pengetahuan, penguasaan bahasa

dan teknologi, serta dalam kesiapan

mental-emosial, moral serta nilai-nilai universal kemanusiaan.

Secara tersurat, tentunya program

pendidikan jasmani harus dirancang untuk

menciptakan atmosfer yang

memungkinkan guru dan anak didik dapat

bekerja sama untuk membangun

pengetahuan dan tindakan yang berguna

bagi hidup mereka. program itu harus

didasari asumsi yang kokoh tentang

keterpaduan pikiran-tubuh-jiwa (mind-

body spirit). Tujuannya adalah agar terjadi

pengembangan kesadaran diri peneriamaan

diri, kompetensi, kesehatan, serta berbagai

ketrampilan yang berguna dalam

kehidupan nyata.

Sayangnya, hingga kini harapan di

atas masih tinggal sebagai harapan. Pada

kenyataanya, program pendidikan jasmani

masih belum mampu mengusung perannya

yang demikian ideal, karena berbagai

kelemahan yang masih membelit dari

waktu ke waktu. pada tingkatan yang

paling awal, kelemahan program

pendidikan jasmani masih berkutat dengan

struktur kurikulum nasional yang masih

diwarnai oleh kesalahan orientasi dalam

berbagai aspeknya. Pada tingkat ini

masalah yang dapat diidentifikasi adalah masih sangat sentralistisnya tujuan

kurikuler dan tujuan instruksional,

sehinggga oleh beberapa pihak dianggap

sangat membelenggu guru. Orientasi

kurikulum yang sangat menekankan

pencapaian atau penguasaan ketrampilan-

ketrampilan formal dari berbagai cabang

Page 59: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________59

olahraga masih sangat dominan,

mencerminkan kurangnya pemahaman

secara komprehensif terhadap arti dan

peranan pendidikan jasmani dalam tataran

asas dan falsafahnya.

Lebih lanjut, kelemahan pun masih

terasa dalam hal fasilitas dan penunjang

proses belajar mengajar. Sudah bukan

rahasia lagi bahwa banyak guru yang

selama ini sudah pesimis untuk bisa

mencapai tujuan kurikulum dan tujuan

instruksional, karena tidak tersedianya alat

di sekolahnya. Bahkan akhirnya, ketiadaan

alat dan fasilitas ini dijadikan alasan untuk

berkelit dari keharusan mengajarkan

beberapa komponen kurikulum yang

penting.

Pada tahap berikutnya, kelemahan

pun masih mewarnai kompetensi guru-

guru penjas dalam hal yang berkaitan

dengan pelaksanaan tugas mereka. Terasa

sekali, bahwa guru penjas dalam hal yang

berkaiatan dengan pelaksanaan tugas

mereka. Terasa sekali, bahwa guru penjas,

terutama di tingkat sekolah dasar,

umumnya tidak menguasai berbagai

kompetensi seperti metode mengajar, daya

mengajar, ketrampilan meningkatkan

kualitas proses belajar mengajar, serta tak

kalah pentingnya dalam hal evaluasi. Di

samping itu, seperti para guru pun tidak

mengetahui secara pasti wilayah tugas dari

mata pelajaran pendidikan jasmani dalam

jenjang sekolah di mana ia bertugas.

Mereka umumnya tidak mampu

merumuskan, kearah manakah tujuan

program penjas yang diberikan pada anak:

apakah untuk menunjang proses

pertumbuhkembangan anak agar optimal,

apakah untuk meningkatkan kebugaran

jasmani siswa, apakah untuk meningkatkan

ketrampilan dasar dan berbagai

pengayaanya, apakah supaya anak terampil

melakukan berbagai macam cabang olah

raga formal, apakah agar anak menguasai

berbagai aturan permaianan secara hafalan,

ataukah untuk meningkatklan pengertian

siswa terhadap gerak dan prinsip-

prinsipnya. apalagi jika dikaitkan dengan

trend mutakhir dalam pendidikan jasmani,

misalnya berbagai aliran model kurikulum

seperti pendidikan gerak, pendidikan

perkembangan, pendidikan olahraga,

pendidikan kebugaran, pendidikan

petualangan, pendidikan kebermaknaan

personal, dan sebagainya.

Dalam kaitan ini, mudah

diidentifikasi bahwa banyak sekali

permasalah yang dihadapi para guru

penjas, di samping secara bawaan,

kompetensi dan pengetahuannya masih

belum optimal. Sungguh akan merupakan

ancaman serius bagi anak-anak kita kelak,

karena dengan program pendidikan

jasmani yang tidak berkualitas, tidak akan

mendapatkan bekal yang lengkap dalam

menghadapi tugas berat kehiduipan di

masa-masa yang akan dihadpinya kelak.

Banyak momen-momen penting dari tahap

pertumbuhan dan perkembangan

terlewatkan tanpa ada sentuhan positif

untuk mengoptimalkan proses

pertumbuhan dan perkembangannya.

Banyak waktu dihabiskan di dalam

kehidupan sekolah tanpa mendapatkan

pengalaman yang berarti bagi kematangan

perkembangan fisik, intelektual, emosial,

serta sosial mereka. Sungguh akan

menyesal telah melewatkan begitu saja jika

para guru mengetahui dan memahami

makna dari gerak dalam kehidupan

mereka.

Perumusan Masalah

Dalam konteks global demikian,

pendidikan tentu perlu mengambil

langkah-langkah yang strategis dalam

upaya mempersiapkan anak didik dalam

mengahadapi tentangan yang juga semakin

mengglobal. Anak-anak Indonesia kelak

akan berhadapan langsung dengan anak-

anak lain dari belahan dunia yang sudah

maju, dan harus siap bersaing dengan

mereka dalam arti sesungguhnya untuk

bisa hidup layak. Mampukah pendidikan di

Indonesia mengimplementasikan

kurikulumnya, yang tentunya juga harus

memiliki fokus pada pemberdayaan

individu dalam lingkup bidang personal,

Page 60: Jur Nal 2011

60____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

sosial, politik, dan ekonomi. Sejauh

manakah para guru di Indonesia akan

mampu berupaya merancang dan

menyediakan pengalaman yang berarti

lewat berbagai mata pelajaran yang

diasuhnya.

Pertanyaan demikian, patut pula

dialamatkan pada guru pendidikan jasmani

di sekolah-sekolah, dengan asumsi bahwa

pendidikan jasmani pun merupakan bagian

intregral dari pendidikan. Bagaimanakah

pendidikan jasmani mampu membantu

anak didik untuk tumbuh dan berkembang

secara optimal? Bagaimanakah pendidikan

jasmani mampu anak didik dalam

mengendalikan perilakunya yang agresif?

Akankah program pendidikan jasmani

memberikan pendidikan pada anak dalam

hal, bagaimana bersikap demokratis dan

menjadi orang yang mampu berempati

pada teman dan orang lain secara penuh

rasa hormat dan kasih sayang?

KONSEP PENDIDIKAN JASMANI

Pada hakekatnya pendidikan

jasmani adalah proses pendidikan yang

melibatkan interaksi antara peserta didik

dengan lingkungannya, yang dikelola

melalui aktifitas jasmani secar sistematik

menuju pembentukan manusia seutuhnya.

Aktifitas jasmani diartikan sebagai

kegiatan peserta didik untuk meningkatkan

ketrampilan motorik dan nilai-nilai

fungsional yang mencakup kognitif,

afektif, dan sosial.

Pendidikan jasmani merupakan

bagian dari pendidikan dan tujuan

pendidikan jasmani harus mempunyai

tujuan akhir sama dengan tujuan

pendidikan. Tujuan pendidikan nasional

Indonesia tercantum pada Bab 11 Pasal 4

Undang-Undang Republik Indonesia No:

tahun 1989 sebagai berikut:

Pendidikan nasional bertujuan

mencerdaskan kehidupan bangsa dan

mengembangkan manusia Indonesia

seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan

bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa

dan berbudi pekerti luhur, memiliki

pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan

jasmani dan rohani, kepribadian yang

mantap dan mandiri serta rasa tanggung

jawab kemasyarakatan serta kebangsaan

(Soedijarto, 2000).

Bila tujuan pendidikan nasional

tersebut dianalisis, terdapat empat tujuan

pokok yang dipentingkan dalam proses

pendidikan, yaitu : manusia Indonesia yang

bermoral dan berbudi pekerti luhur, sehat

jasmani dan rohaninya, memiliki

pengetahuan dan ketrampilan, dan

memiliki kepedulian sosial yang tinggi.

Jika direnungkan, maka tujuan

pendidikan jasmani pun sebenarnya selaras

dengan tujuan pendidikan nasional. Oleh

karena itu tidak berlebihan jika pendidikan

jasmani berperan penting dalam

menunjang tujuan pendidikan nasional

tersebut, sebagaiman arti dari pendidikan

jasmani itu sendiri. Salah satu definisi

pendidikan jasmani (Cholik dan Lutan,

1997) adalah sebagai berikut : ―Pendidikan

jasmani adalah suatu proses yang

dilakukan secara sadar dan sistematik

melalui berbagai kegiatan jasmani untuk

memperoleh pertumbuhan jasmani,

kesehatan, dan kebugaran jasmani,

kemampuan dan ketrampilan, kecerdasan

dan perkembangan watak serat kepribadian

yang harmonis dalam rangka memmbentuk

manusia Indonesia seutuhnya yang

berkualitas berdasarkan Pancasila.

Berdasarkan Keputusan menteri

Pendidikan dan Kebudayaan No.

413/U/1987 berbunyi : ―…. Pendidikan

Jasmani merupakan bagian integral dari

pendidikan secara keseluruhan melalui

berbagai kegiatan jasmani yang bertujuan

mengembangkan individu secara

neuromuskuler, intelektual dan

emosional‖. sedang Unesco dalam

Internasional Charter Of Physical

Education memberikan batasan Pendidikan

jasmani sebagai berikut : ―Pendidikan

jasmani adalah suatu proses pendidikan

seseorang sebagai individu maupun sebagi

anggota masyarakat yang dilakukan secara

sadar dan sistematik melalui berbagai

kegiatan jasmani dalam rangka

Page 61: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________61

memperoleh peningkatan kemampuan dan

ketrampilan jasmani, pertumbuhan dan

kecerdasan dan pembentukan watak‖ Oleh

karena itu pendidikan jasmani hendaknya

diarahkan untuk membantu siswa dalam

peningkatan kebugaran jasmani dan

kesehatan melalui pengenalan dan

penanaman sikap positif serta sikap

kemampuan gerak dasar dan berbagai

aktifitas fisik / jamani, agar dapat :

1. tercapai pertumbuhan dan

perkembangan jasmani khususnya

tinggi badan dan berat badan secara

harmonis.

2. terbentuknya sikap dan perilaku

disiplin, jujur, kerjasama, mengikuti

peraturan dan ketentuan yang berlaku.

3. menyenanggi aktivitas jasmani yang

dapat dipakai untuk mengisi waktu

serta kebiasaan hidup sehat.

4. mempunyai kemapuan untuk

menjelaskan tentang manfaat

pendidikan jasmani, ketrampilan gerak

yang benar dan efisien.

5. meningkatkan kebugaran jasmani dan

kesehatan, serta daya tahan tubuh

terhadap penyakit.

Adapun tujuan umum pendidikan

jasmani bagi siswa Sekolah Dasar adalah

untuk :

1. Meletakkan landasan karakter moral

yang kuat melalui internalisasi nilai

dalam pendidikan jasmani.

2. Membangun landasan kepribadian

yang kuat, sikap cinta damai, sikap

sosial dan toleransi dalam konteks

kemajemukan budaya, etnis dan

agama.

3. Menumbuhkan kemampuan berfikir

kritis melalui tugas ajar dalam

pendidikan jasmani.

4. Mengembangkan ketrampilan untuk

melakukan aktifitas jasmani dan

olahraga, serta memahami alasan-

alasan, yang melandasi gerak dan

peforma.

5. Menumbuhkan kecerdasan emosi dan

penghargaan terhadap hak-hak asasi

orang lain melalui pengalaman fair

play dan sportivitas.

6. Menumbuhkan rasa percaya diri (self-

esteem) sebagai landasan kepribadian

melalui pengembangan kesadaran

terhadap kemampuan dan pengendalian

gerak tubuh.

7. Mengembangkan ketrampilan dan

kebiasaan untuk melindungi

keselamatan diri sendiri dan

keselamatan orang lain.

8. Menumbuhkan cara pengembagan dan

pemeliharaan kebugaran jasmani dan

kebiasaan pola hidup sehat.

9. Menumbuhkan kebiasaan dan

kemampuan untuk berpartisipasi aktif

secara teratur dalam aktivitas fisik dan

memahami manfaat dari

keterlibatannya.

10. Menumbuhkan kebiasaan untuk

memanfaatkan dan mengisi waktu

luang denagn aktivitas jasmani.

(Kurikulum Pendidikan Jasmani,

2001).

KONSEP KURIKULUM

PENDIDIKAN JASMANI

Agar tujuan pendidikan jasmani di

sekolah dasar dapat tercapai sesuai dengan

tujuan pendidikan maka dalam penemtuan

tujuan kurikulum pendidikan jasmani

hendaknya mengacu kepada tujuan

pendidikan jasmani :

Pada uraian di bawah ini adalah

konsep kurikulum pendidikan jasmani

yang berorientasi pada proses

pertumbuhuan dan perkembagan anak

didik :

1. Kurikulum penjas hendaknya

berorientasi pada Pertumbuhan &

Perkembangan Anak Didik

Pendidikan jasmani yang diberikan

harus berdasarkan minat, karakteristik

anak dan tingkat pertumbuhan &

perkembangan anak didik.

2. Setiap Anak Didik Mempunyai

Kebutuhan Belajar Serta Daya Tahan

Tangkap Yang Berbeda-Beda

Metode mengajar pendidikan jasmani

harus diberikan sesuai dengan

Page 62: Jur Nal 2011

62____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

kemampuan belajar dan daya tangkap

anak didik yang berbeda-beda.

3. Anak Didik Harus Diberikan

Pengertian

Penjas yang diajarkan harus sesuai

dengan kemampuan fisik dan

kebugaran jasmani anak didik. Dalam

hal kognitif, anak didik wajib

diberikan pengertian tentang gerakan

apa yang mereka lakukan gerakan ini?

Jadi dalam hal pengembangan

kemampuan fisik tidak hanya berkisar

pada kata bagaimana ? Tetapi juga

mengapa ?

Dalam hal Affective domain, anak

didik yang mempunyai kebugaran

jasmani yang baik akan mempunyai

pola piker positif yang baik pula.

4. Hasil Pendidikan Jasmani Harus

Diuraikan Dengan Jelas.

Hasil pendidikan jasmani tidak dapat

diperoleh secara otomatis atau secara

kebetulan tetapi melaui program dan

strategi instruksional.

5. Gerakan adalah Dasar Pendidikan

Jasmani

Dalam pendidikan jasmani gerakan

tubuh sangat penting dan kualitas

gerak tubuh yang dilakukan dinilai

dengan tingkat pengalaman gerak

tubuh anak didik.

6. Mengikuti Pendidikan Jasmani sebagi

bekal kemampuan gerak untuk menuju

kelangsungan hidup dimas depan bagi

anak didik.

Pemeliharaan kebugaran jasmani dan

kesehatan adalah sangat penting

dalam kehidupan sehari-hari, sebagai

contoh melakukan kemampuan gerak

harus dilakukan secara

berkesinambungan pada cabang

olahraga tertentu.

Menetapkan tujuan kurilulum

Tujuan kurikulum merupakan salah

satu anak tangga menuju tercapainya

tujuan umum pendidikan. Apabila tujuan

umum pendidikan merupakan terjemahan

falsafah bangsa ke dalam dunia

pendidikan, maka tujuan kurikulum

merupakan terjemahan tujuan pendidikan

kedalam lingkungan sekolah. Di Negara-

negara yang menganut sistem pendidikan

terpusat (centralized education), seperti

Indonesia, tujuan kurikulum dan bahan

tujuan intruksional umum dirumuskan di

tingkat pusat dan berlaku untuk semua

sekolah. Jadi, perumusan tujuan kurikuler

berada diluar tugas guru yang memegang

mata pelajaran tertentu.

Dalam pembuatan kurikulum,

keikutsertaan guru pendidikan jasmani

sangat diperlukan, karena merekalah

sebetulnya yang mengetahui kebutuhan

pendidikan jasmani bagi siswa yang

menjadi obyek pengajaran. perumusan

tujuan kurikulum sangat penting, karena

tujuan inilah yang akan dijadikan pedoman

dalam menetapkan tujuan instruksional,

ruang lingkup dan sikuen isi kurikulum,

pengalaman belajar, dan sistem evaluasi

yang akan digunakan. Untuk menjajagi

sejauh mana kurikulum merupakan arah

yang sifatnya luas, maka tujuan ini tidak

berurusan dengan perolehan khusus, di

dalam suatu batas waktu tertentu. Namun

tujuan itu pula tidak terlalu luas sehingga

tidak realistis.

Untuk menentukan tujuan

kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan

siswa atau masyarakat setempat,

hendaknya dilakukan melalui suatu

penelitian. ada berbagai macam instrument

penelitian untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat. Yaitu (1) observsi survai, (2)

tes obyektif, (3) penelitian sendiri oleh

orang-orang terkait dengan kurikulum itu.

Observasi dilakukan untuk menarik

kesimpulan tentang kebutuhan pendidikan

jasmani. Berbagai macam skala nilai untuk

performa olahraga telah diciptakan untuk

menjajaki keterampilan performa baik

kelompok maupun perorangan. Petunjuk

melakukan observasi, checklist, dan skala

nilai dirancang untuk menilai kemampuan

performa motorik yang hasil-hasilnya

dapat diadaptasi yang digunakan untuk

menafsirkan kebutuhan siswa dalam

Page 63: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________63

menafsirkan kebutuhan siswa dalam

kurilulum pendidikan jasmani.

Survai biasanya dapat dilakukan

untuk menjajaki kepuasan dalam program

pendidikan jasmani. Keinginan untuk

mengetahui apakah anak didik dan

masyarakat puas atau tidak puas dengan

program pendidikan jasmani yang

dijalankan di sekolah dapat dilakukan

dengan menggunakan instrument

opinioner yang disusun guna mengetahui

tingkat kepuasan serta kebaikan dan

kelemahan suatu kurikulum menurut

pandangan siswa, orang tua murid,

kalangan perguruan tinggi, dan masyarakat

lainnya. Untuk menilai tingkat kepuasan

terhadap manfaat pendidikan jasmani di

sekolah, dapat pula dilakukan dengan

memanfaatkan mantan siswa lulusan

sekolah dasar. Survei juga perlu dilakukan

terhadap sikap masyarakat kepada hal-hal

yang berkaitan dengan : moral dan etika

dalam olahraga, sejauh mana perlunya

melakukan kegiatan olahraga secara teratur

dalam kehiduipan , dan perlu tidaknya

olahraga masuk dalam kurikulum sekolah.

Tes perlu dilakukan untuk

mengetahui satatus fitness generasi muda,

tingkat ketrampilan olahraganya, dan

pengetahuannya tentang pendidikan

jasmani. Pemeriksaaan kesehatan yang

menyeluruh dari pra siswa diperlukan

sehingga dapat diperhitungkan apa yang

dapat diperbuat dalam kurikulum

pendidikan jasmani.

Penilaian oleh para pemakai

kurikulum diperlukan untuk penempatan

seseorang siswa di dalam program

pendidikan jasmani sehingga pelajaran

dapat dilakukan secara individual.

Setelah mengetahui bagaimana

kebutuhan masyarakat/siswa terhadap

program pendidikan jasmani, maka barulah

dapat dirumuskan tujuan kurikulum.

Sedang tugas berikutnya adalah

menerjemahkan tujuan kurikulum ke

dalam tujjuan instruksional. tujuan

instruksional dirumuskan untuk membantu

guru agar dapat memilih isi pelajaran.

dalam program Pendidikan Jasmani di

sekolah pada umumnya dan di Sekolah

Dasar khususnya, penentuan tujuan

kurikulum hendaknya lebih berorientasi

kepada pemenuhan kebutuhan siswa selaku

obyek/sasaran kurikulum. Jadi bukan

semata-mata pada kebutuhan masyarakat,

sebab dalam pembelajaran pendidikan

jasmani di Sekolah Dasar, yang menjadi

pusat perhatian adalah bagaimana siswa

dapat melakukan pendidikan jasmani

dengan benar sesuai dengan tingkat

perkembangan dan pertumbuhanya.

Apa yang sudah dilakukan oleh

NASPE (Nasional Association For Sport

And Physical Education) di Amerika untuk

memberikan pedoman pada para guru

penjas dalam hal penetapan tujuan

kurikulum untuk dapat dijadikan sebuah

contoh kasus yang menarik. Pedoman itu

berupa dokumen yang menentukan hasil

atau tujuan akhir dari program pendidikan

jasmani yang bermutu, yang dirumuskan

sebagai anak yang terdidik dalam

pendidikan jasmani, adalah :

Telah mempelajari ketrampilan yang berguna untuk menampilkan berbagai

kegiatan fisik :

1. bergerak dengan menggunakan

konsep kesadaran tubuh, kesadaran

ruang, usaha, dan

keterhubungannya.

2. mendemonstrasikan kompetensi

dalam berbagai ketrampilan

manipulatif, lokomotor dan non-

lokomotor.

3. mendemonstrasikan kompetensi

dalam kombinasi ketrampilan

manipulatif, lokomotor dan non-

lokomotor yang dilakukan secara

individual maupun dengan orang

lain.

4. mendemonstrasikan kompetensi

dalam berbagi bentuk aktivitas

fisik.

5. mendemonstrasikan kemahiran

dalam berbagi bentuk aktivitas

fisik.

6. telah mempelajari bagaimana

mempelajari ketrampilan baru.

Page 64: Jur Nal 2011

64____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

Memiliki kebugaran fisik

1. menafsir, mencapai, dan

memelihari kebugaran fisik.

2. merancang program kebugaran

fisik pribadi yang aman sesuai

dengan prinsip pelatihan dan

kondisioning.

Berpartisipasi secara teratur dalam kegiatan fisik.

1. berperanserta dalam aktivitas fisik

yang meningkatkan kesehatan

sedikitnya tiga kali dalam

seminggu.

2. memilih dan berpartisipasi teratur

dalam aktivitas fisik sepanjang

hayat.

Mengetahui implikasi dan manfaat dari keikutsertaan sepanjang hayat.

1. mengenali manfaat, biaya, dan

keharusan yang terkait dengan

partisipasi teratur dalam aktivitas

fisik.

2. mengenali faktor resiko dan

keselamatan yang terkait dengan

partisipasi teratur dalam aktivitas

fisik.

3. menerapkan konsep dan prinsip

dari perkembangan ketrampilan

gerak.

4. mengerti bahwa kesehatan

melibatkan lebih banyak hal

daripada hanya kebugaran fisik.

5. mengetahui peraturan, strategi, dan

perilaku yang patut untuk aktivitas

fisik tertentu.

6. mengakui bahwa berpartisipasi

dalam aktivitas fisik dapat

mengarah pda, pengertian antar

budaya dan antar bangsa.

7. mengerti bahwa aktivitas fisik

memberikan kesempatan untuk

keriangan, ekspresi diri, dan

komunikasi.

Menghargai aktivitas fisik dan sumbangannya pada gaya hidup sehat :

1. menghargai hubungan dengan

orang lain sebagi hasil partisipasi

dalam aktivitas fisik.

2. menghargai peranan dari aktivitas

fisik yang teratur dalam upaya

mencapai kesehatan seumur hidup,

dan kesejahteraan.

3. menghargai perasaan yang

dihasilkan dari pertisipasi teratur

dalam aktifitas fisik.

Definisi terhadap hasil dari

program penjas di atas, merefleksikan

kepercayaan, pendapat, dan kesan-kesan

dalam spectrum yang luas dari para

pendidik di bidang pendidikan jasmani

yang professional. Sekaligus, definisi

diatas menjadi acuan bagi para guru penjas

sebagai arah dan sasaran yang harus

diupayakan terjadi dan dapat dicapai dari

program penjasnya.

Isi Kurikulum

Ketrampilan Dasar

Materi pada proses pembelajaran

pendidikan jasmani untuk tingkat sekolah

dasar mengacu pada proses tumbuh

kembang anak, untuk itu selama berada

dalam sekolah dasar, anak diharapkan

menguasai ketrampilan-ketrampilan dasar

yang akan mereka pergunakan sepanjang

hidupnya.

Ketrampilan dasar terbagi atas tiga

kategori :

Ketrampilan lokomotor adalah jenis ketrampilan yang dipakai untuk

mengerakkan tubuh dari satu tempat

ketempat lain untuk memproyeksikan

tubuh bagian atas seperti lompat dan

loncat, termasuk berjalan, berlari,

meluncur, lompat kuda, dan lain-lain.

Ketrampilan non-lokomotor adalah

gerakan ditempat tanpa memindahkan

badan (tanpa berpindah tempat).

ketrampilan ini contohnya adalah

melekukkan badan, merenggang,

mendorong, menarik, menggepal,

memutar, menggoyang, mengetuk,

menengok, kebelakang dan lain-lain.

Ketrampilan manipulatif adalah ketrampilan yang menuntut adanya

kemampuan untuk menguasai suatu

benda atau obyek tertentu atau tubuh

atau bagian tubuh tertentu.

Page 65: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________65

Ketrampilan ini meliputi ketrampilan

tangan dan kaki, juga bagian tubuh

yang lain. ketrampilan manipulatif ini

biasanya memerlukan adanya

koordinasi mata-tangan dan mata-kaki.

Ketrampilan manipulatif adalah dasar

dari permainan (game). Contohnya :

mendorong, melempar, menendang,

memukul, menerima atau menangkap.

Nuansa Pengembangan Ketrampilan

Sosial

Selama usia sekolah dasar anak

berkembang secara sosial, membuat

kontak pertamanya dengan pihak lain.

untuk itu materi pendidikan jasmani harus

menawarkan sebuah lingkungan sosial

yang efektif dan sangatlah penting bagi

anak-anak untuk belajar menghargai

kerjasama. Kerjasama merupakan syarat

utama dari hidup berkelompok yang

merupakan wahana, latihan untuk

bermasyarakat. Dalam hidup

bermasyarakat pun hadir pula suasana

kompetensi, di mana atmosfer

pembelajaran penjas sekaligus dianggap

sebagai upaya melatih anak dengan

kemampuan berkompetensi secara sehat

dan sesuai norma yang berlaku.

Konsep Diri yang Positif

Setiap anak harus mengembangkan

konsep diri yang positif. Konsep diri ini

dibentuk melalui pengalaman sukses yang

semakin mengukuhkan keyakinan anak

bahwa dirinya memiliki kemampuan,

menumbuhkan citra diri yang positif, yang

kesemuanya menjadi landasan bagi

pembentukan kepribadian anak. Konsep

dan keyakinan diri ini akan menjadi alat

bagi anak untuk mampu berperan dalam

lingkungan sebayanya, dimana anak

merasa memiliki, merasa dicintai dan

merasa dihormati. Dalam kaitannya

dengan pembelajaran gerak, penjas

memberi bekal ketrampilan gerak yang

berguna bagi anak.

Kemampuan untuk bergerak secara

anggun, percaya diri dan mudah akan

membantu seorang anak menganggap

dirinya mampu serta akan membuat

seorang anak merasa positif dan yakin

akan kemampuan dirinya./ Oleh karena itu,

penting sekali program penjas dirancang

sedemikian rupa sehingga lebih sering

memberikan perasaan sukses, meskipun

sesekali anak harus disandarkan dengan

keterbatasan kemampuan diri.

Nilai-Nilai Pribadi

Melalui pendidikan jasmani

seorang anak mendapatkan nilai-nilai

pribadi yang membuat hidup menjadi

produktif dan berarti. Banyak keuntungan-

keuntungan yang dapat diperoleh dari

program pendidikan jasmani. Melalui

pendekatan terprogram, siswa diharapkan

dapat berusaha memperbaiki pekerjaan

mereka. Berusaha melakukan yang terbaik

adalah kebiasaan bagus yang perlu

ditanamkan dan mendapatkan nilai

kepuasan melalui keterlibatannya dalam

kegiatan dan bekerja sama dengan orang

lain, juga merupakan upaya meningkatkan

kesehatan mental anak. Untuk itu

programnya memberikan kesempatan pada

anak-anak untuk merasakan kepuasan

dalam memecahkan masalah. Anak-anak

juga diberi kesempatan untuk

mengembangkan pola-pola baru dalam

gerakan.

Di bawah ini ditampilkan beberapa

kegiatan yang sekiranga dapat dianggap

cocok dipertimbangkan sebagai isi

kurikulum pendidikan jasmani.

Jenis kegiatan Pendidikan Jasmani untuk

kelas I :

1. Atletik melipuiti : gerakan berdiri,

berjalan, lari, melompat, melempar,

mendorong dan menarik.

2. Senam meliputi : berbagai pola gerak

dominan seperti lokomotor, posisi

ststis, pendaratan, tolakan, ayunan dan

putaran.

3. Permainan meliputi : ular naga, elang

dan anak ayam, menirukan gerakan

Page 66: Jur Nal 2011

66____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

binatang, mencari pasangan dan

berbagai jenis permainan lainnya.

4. Kesehatan meliputi : mengenal alat-alat

kebersihan pribadi, memperagakan

cara mandi, manfaat mandi dan sikat

gigi, mengenal makanan sehat, cara

memelihara kesehatan dan lain-lain.

Jenis kegiatan Pendidikan Jasmani untuk

kelas II :

1. Atletik meliputi : gerakan kombinasi

jalan dan lari lompat dan lempar.

2. Senam meliputi latihan fleksibelitas,

peregangan, keseimbangan, melakukan

gerakan kombinasi togok, lengan, bahu

dan tungkai dan senam irama.

3. Permaianan meliputi : kucing dan ular,

perlombaan naik kuda, memasuki

terowongan, lempar tangkap bola besar

dan kecil.

4. Kesehatan meliputi : menjaga

kebersihan lingkungan sekolah,

menjaga keselamatan diri melalui

pengenalan bahaya yang dapat terjadi

sehri-hari, megenal cara menjaga

kesehatan dan lain sebagainya.

Jenis kegiatan Pendidikan Jasmani

untuk kelas III :

1. Atletik meliputi : latihan reaksi, lari

cepat 10-20 meter, lari bergandengan,

beregu, lompat jauh tanpa awalan dan

berbagai jenis lainnya.

2. Kesegaran jasmani meliputi :

pengembangan pola gerak dominant

yang terkait dengan ketrampilan senam

formal, dan kegiatan gerak dengan

langkah-langkah berirama.

3. Permaianan meliputi permainan yang

mengarah pada penguasaan permainan

manipulatif dengan peralatan dan

obyek yang berbeda-beda ukurannya,

termasuk permainan yang

meningkatkan kecakapan kualitas fisik

dan motorik yang tinggi.

4. Kesehatan meliputi : menjaga

kebersihan diri, memahami cara hidup

sehat, melaksanakan pemenuhan gizi

lengkap, memelihara kebersihan di

rumah, menjaga keselamatan diri

terhadap bahan/alat dan tumbuhan

yang mampu membahayakan dan

mengenal UKS (Usaha Kesehatan

Sekolah).

Jenis kegiatan Pendidikan Jasmani

untuk kelas IV :

1. Atletik meliputi : jalan ke depan

dilanjutkan dengan lari, jalan ke depan

dilanjutkan dengan melempar, lari

dialanjutkan melempar, jalan, lari

kemudian melampar dan menangkap

bola dengan jarak jauh.

2. Kesegaran jasmani meliputi : latihan

berangkai (lompattali, push up, lari

bolak-balik, gerakan mendaynung,

jalan kepiting, naik turun tangga,

meliukkan badan, merenggangkan otot)

3. Kesehatan meliputi : pemehaman

tentang penyakit yang mungkin timbul

karena kekurangan gizi, memahami

dan melaksanakan cara pembuangan

sampah dan air limbah yang benar,

mengenal program UKS, memahami

bahaya berbagai alat keperluan rumah

tangga dan menghindarinya.

Jenis kegiatan Pendidikan Jasmani

untuk kelas V :

1. Atletik meliputi : pengembangan

ketrampilan dasar yang terkait dengan

ketrampilan formal dalam berbagai

nomor atletik, tetapi dengan peralatan

dan aturan yang dimodifikasi secara

tepat dan menantang.

2. Senam dan aktivitas kebugaran jasmani

meliputi : ketrampilan senam lantai dan

senam alat dasar, pengembangan

kekuatan, kecepatan, ketepatan dan

koordinasi.

3. Permaianan meliputi : sepak bola,

permaianan ronders.

4. Memahami syarat-syarat rumah sehat

dan air bersih, pemeriksaaan mata,

pemeriksaaan telingga dan alat

sederhana serta memehami penyakit

demam berdarah, malaria dan mampu

mencegahnya.

Page 67: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________67

Jenis kegiatan Pendidikan Jasmani

untuk kelas VI :

1. Atletik meliputi : lari jarak pendek

9lari cepat 80-100 m dengan

memperhatikan sikap badan dan

pandangan mata), lari sambung (cara

memberi dan menerima tongkat estafet

sambil berjalan dan lari), lompat jauh

gaya jongkok (menggerakkan salah

satu kaki dalam sikap jongkok), tolak

peluru (cara memegang peluru, cara

menolak, menolak peluru tanpa

awal;an, menolak peluru dengan

awalan).

2. Senam dan kegiatan kebugarn jasmani

meliputi : ketrampilan senam lantai dan

alat tingkat lanjutan; mengembangkan

kekuatan, kelentukan, koordiansi,

irama dan gerak langkah tarian daerah

dan ballroom, dsb.

3. Permaianan meliputi : ronders,

sepakbola, bola basket, bola voli, dsb.

4. Kesehatan meliputi : mengenal

beberapa penyakit dan mampu

melakukan pencegahannya, menyadari

manfaat pemeriksaaan berkala,

memahami syarat-syarat kamar mandi

dan jamban, memahami manfaat

makanan yang beraneka ragam.

Jenis Pelajaran Pilihan

Bahan pelajaran pilihan adalah

merupakan jenis cabang olahraga yang

ditawarkan untuk diikuti siswa yang juga

diharapkan dapat memenuhi hasrat dan

minat siswa. Olahraga pilihan tersebut

disesuaikan pada pelaran pendidikan

jasmani yang diajarkan di sekolah.

Olahraga pilihan tersebut disediakan bagi

seluruh siswa dari kelas I sampai kelas VI,

yang meliputi sebagi berikut :

Isi Program Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar

Tipe Kegiatan Kelas

Aktivitas

Bulutangkis

Air

Sepeda

Tarik Kreasi/Daerah

Dansa

Permainan

Senam

Kebugaran Jasmani

Rekreasi

Sepakbola

Atletik

Bola Voli

Regu

x

x

x

x

x

Individu

x

x

x

x

x

x

x

1

x

x

x

x

x

x

x

2

x

x

x

x

x

x

x

3

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

4

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

5

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

6

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

EVALUASI PENDIDIKAN JASMANI

Banyak rumusan tentang definisi

evaluasi, tes dan pengukuran, yang dapat

dijumpai dalam beberapa literature. Dalam

bagian ini akan dipapar pengertian istilah

tersebut sederhana saja.

Evaluasi atau sering dikatakan

penilaian adalah suatu tindakan di dalam

memberikan keputusan-keputusan setelah

melakukan serangkaian kegiatan untuk

dapat menetapkan keputusan tersebut,

yaitu dengan jalan melakukan tes dan

pengukuran. Tes dan pengukuran ini

memegang peranan yang penting untuk

menentukan keberhasilan atau tidaknya di

dalam mencapai tujuan yang telah

ditentukan.

Menurut Cholik (1997), tes adalah

alat atau instrument untuk mengumpulkan

informasi. Tes itu dapat berupa tugas atau

soal yang harus dipecahkan seseorang.

Tujuannya adalah untuk mengungkapkan

sifat tertentu yang ada atau yang dimiliki

oleh yang bersangkutan. Ditinjau dari

prosesnya, pengukuran dapat diartikan

sebagai proses pengumpulan informasi.

Namun ada pula yang mengartikan

pengukuran sebagai proses pengumpulan

informasi yang bersifat kuantitatif yang

dapat dinyatakan dalam skor. Misalkan

pengukuran tinggi badan, maka skor yang

diperoleh adalah ukuran tinggi badan.

Evaluasi adalah proses pemberian makna

terhadap informasi yang diperoleh dari tes

dan pengukuran. Sebagai contoh, Si Ali

memperoleh skor 60 untuk tes pendidikan

Page 68: Jur Nal 2011

68____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

kesehatan. Apa artinya. Skor 60? Skor itu

tidak mempunyai makna apa-apa bila tidak

ditafsirkan kembali. Karena itu hakekat

evaluasi adalah pemberian makna

informasi sehingga dapat dipahami oleh

guru , siswa dan orang tuanya sendiri.

Kode Etik

Perlu disadari bahwa guru hanya

dapat memperoleh cuplikan informasi

tentang sifat-sifat dan kemampuan yang

ada pada seseorang. Apa yang dikerjakan

dalam tes dan pengukuran merupakan

upaya yang hanya mampu mendekati

keadaan yang sebenarnya, sebab tidak

pernah memperoleh gambaran yang serba

lengkap. Tidak mampu memperoleh skor

yang sebenarnya, sebab selalu ada unsur

kekeliruan baik yang terkandung dalam

karakteristik tes dan pengukuran itu sendiri

maupun dalam pelaksanaan pengumpulan

data.

Dalam penyelenggaraan evaluasi

ada beberapa kode etik yang perlu

dihayati, yaitu :

1. Evaluasi dilakukan secara jujur dan

adil

Sama sekali tidak dibenarkan seorang

guru penjas membeda-bedakan siswa

dan hasil evaluasi berdasarkan

pertimbangan yang tidak adil, lebih-

lebih jika tidak berbuat jujur.

Manipulasi angka merupakan

perbuatan ‖dosa‖ dalam profesi

kependidikan. Kaedah ini menegaskan

bahwa tidak boleh ada di antara siswa

yang diuntungkan atau memperoleh

perlakuan khusus.

2. Hasil evaluasi terpercaya dan

terlindungi kerahasiaannya.

Hasil evaluasi tidak dimaksudkan

untuk disebarluaskan kepada khalayak

umum. Hasil evaluasi sesungguhnya

sangat bersifat pribadi.

Fungsi Evaluasi

Menurut Cholik (1997), fungsi

evaluasi meliputi fungsi pengajaran, fungsi

administrasi dan fungsi bimbingan.

Fungsi pengajaran dari evaluasi :

Hasil evaluasi berguna untuk

mengelompokkan siswa sesuai dengan

kemampuannya.

Hasil evaluasi merupakan bahan untuk memahami kelemahan dan kekuatan

siswa yang mengalami kesulitan

belajar.

Hasil evaluasi bermanfaat untuk mengembangkan potensi anak

semaksimal mungkin.

Fungsi administrasi dari evaluasi

Evaluasi penting dilaksanakan dalam rangka kontrol mutu pendidikan

Evaluasi berguna untuk memutuskan

layak tidaknya seseorang

mempromosikan ke jenjang pendidikan

yang lebih tinggi atau untuk

memperoleh sertifikat untuk keahlian

tertentu.

Hasil evaluasi berguna untuk membangkitkan motivasi

Hasil evaluasi merupakan informasi umpan balik bagi guru, siswa maupun

orang tuanya.

Fungsi bimbingan dari evaluasi

Hasil evaluasi berguna untuk

memberikan bimbingan kepada setiap siswa

Hasil evaluasi bermanfaat untuk

memberikan bantuan khusus bagi siswa

yang mengalami kesulitan belajar

Hasil evaluasi bermanfaat untuk mengembangkan potensi anak

semaksimal mungkin.

Program Evaluasi

Untuk melaksanakan evaluasi

maka perlu dibuat perencaan yang baik,

evaluasi itu sendiri dapat dilakukan secara

formal (resmi) dengan prosedur yang baku

dan dapat pula secara informal, misalnya

Page 69: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________69

melalui percakapan biasa atau pengamatan

sehari-hari pada saat tertentu.

Yang terpenting adalah

pelaksanaan evaluasi formal harus

terencana dengan baik. Untuk itu perlu

disusun rencana dan langkah-langkah

sebagai berikut: (1) Penetapan tujuan dan

lingkup evaluasi, (2) Penciptaan kerja

sama dan komunikasi antar sejawat, (3)

Penyiapan instrument dan pengambilan

data, (4) Pelaksanaan pengetesan atau

pengukuran, (5) Pengolahan dan

penafsiran data, (6) Penyusunan Laporan,

(7) Penetapan tindak lanjut.

Pelaksanaan evaluasi yang

terencana sering dihalangi oleh pandangan

yang keliru tentang evaluasi, tes dan

pengukuran. Misalnya, ada anggapan

bahwa evaluasi itu akan menyita banyak

waktu; evaluasi itu hanya dikerjakan oleh

guru yang paham statistic; evaluasi identik

dengan pemberian nilai dalam rapor.

Syarat Tes Yang Baik

Untuk memperoleh informasi

yang bermutu maka dibutuhkan pula tes

dalam pengukuran yang bermutu. Ada tiga

syarat utama suatu tes yang baik, yaitu:

1. Valid : suatu tes dikatakan valid jika

tes itu mampu mengukur apa yang

ingin diukur.

2. Reliabel : Suatu tes dikatakan reliabel

jika tes itu menghasilkan skor yang

stabil jika dilaksanakan dalam

beberapa kali (minimal 2 kali) dalam

waktu yang berbeda terhadap orang

yang sama dan prosedur yang sama

pula.

3. Objektif : Suatu tes dikatakan obyektif

jika tes itu dapat menghasilkan skor

yang serupa atau mendekati satu sama

lain dari hasil penilaian beberapa

penilai secara sendiri-sendiri dan

sekurang-kurangnya ada dua penilai

(Cholik, 1997)

Beberapa syarat lain yang perlu

diperhatikan dalam penyelenggaraan

evaluasi penjas yaitu instrumen yang

dipakai untuk mengumpulkan data : relatif

murah, mudah digunakan, tidak

menimbulkan bahaya bagi kesehatan anak,

ekonomis dalam waktu.

Terkait dengan hal ini, beberapa

syarat kemampuan yang diturut oleh guru

penjas sebagai berikut : mampu memilih

tes yang baik, mampu mengembangkan

sendiri bentuk tes sederhana, mampu

menafsirkan hasil tes dan pengukuran, dan

mampu menetapkan tindak lanjut untuk

perbaikan pengajaran.

Evaluasi Kuantitatif dan Kualitatif

Tujuan evaluasi sesungguhnya

adalah untuk memotret profil kemajuan

setiap anak. Jadi bukan untuk

membandingkan seorang anak dengan

orang lain. Dasar falsafah pendidikan

antara lain percaya anak merupakan

mahkluk individual. Maksudnya setiap

anak memiliki cirri masing-masing.

Kemajuan berjalannya juga berbeda-beda.

Ada yang cepat dan ada yang lambat.

Karena itu, prinsip dasar

terpenting adalah bahwa guru penjas harus

memberikan kesempatan kepada setiap

anak untuk berkembang menurut tempo

perkembangannya masing-masing. Guru

berfungsi memberikan layanan, agar

potensi anak dapat berkembang sesuai

dengan temponya secara wajar.

Keadaan yang terjadi dewasa ini

adalah guru penjas bahkan guru bidang

studi lainnya cenderung memanfaatkan

evaluasi untuk membandingkan siswa yang

satu dengan yang lainnya. Seluruh

ungkapan tentang kemampuan dan

kemajuan siswa dinyatakan dalam skor.

Evaluasi tersebut disebut kuantitatif dan

bersifat kompetitif (Cholik, 1997).

Praktik ini dapat dikaitkan dengan

kriteria yang digunakan. Pertama, kriteria

berdasarkan kemampuan umum yang

terdapat dalam kelompok. Acuannya

adalah rata-rata kelompok. Karena itu

disebut Penilaian Acuan Norma (PAN).

Sebagai contoh, bila si Ahmad

memperoleh skor sedangkan rata-rata

kelasnya 70, maka dapat diartikan bahwa

Page 70: Jur Nal 2011

70____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

si Ahmad berada di bawah rata-rata

kemampuan kelas. Dengan ketrampilan

hasil tes seperti itu maka sering pula

disusun rangking yang berarti pula siswa

dibedakan sesuai dengan status.

Pendekatan ini sering diterapkan

dengan dalih untuk membangkitkan

motivasi. Namun, sering rangking itu tidak

mempunyai makna apa-apa. Umpan balik

itu tidak dipahami oleh anak apalagi untuk

kelas-kelas rendah di Sekolah Dasar.

Kedua, kriteria berdasarkan standar yang

bersifat umum. Umpannya dalam

kaitannya dengan pencapaian tujuan yang

lebih tuntas. Karena itu dikenal Penilaian

Acuan Patokan (PAP). Perumusan tujuan

instruksional khusus dalam pendidikan

misalnya, sering terperangkap dalam

penulisan tujuan yang tidak realistic dan

merujuk pada acuan patokan. Misalnya

ditulis sbb : ― setelah mengikuti pelajaran

ini siswa dapat melakukan servis dengan

baik dan benar‖. Acuannya adalah sebuah

patokan penguasaan ketrampilan yang

amat sukar dijangkau. Tujuan itu mungkin

baru dicapai setelah belajar dan berlatih

berbulan-bulan, bukan sesuai satu atau dua

kali pertemuan. Keadaan tersebut

berkenaan dengan hukum belajar dalam

ketrampilan gerak yang memerlukan waktu

dan pengulangan, dan untuk dapat dicapai

ketrampilan yang melekat sehingga

tercipta otomatisasi, diperlukan waktu

yang cukup lama.

Pendekatan kuantutatif tidaklah

sepenuhnya salah untuk diterapkan dalam

penjas. Yang terpenting adalah hasil

evaluasi itu dimunculkan dalam bentuk

laporan kemajuan siswa dan orang tua.

Misalnya, pada permulaan tahun ajaran

baru, semua siswa melaksanakan tes

kebugaran jasmani, setelah ditempuh satu

semester, maka diadakan tes kembali.

Hasilnya merupakan potret kemajuan

setiap siswa keseluruhan hasil res

dinyatakan dalam skor.

Pendekatan lain dalam evaluasi

adalah evaluasi kualitatif, disebut demikian

karena pengungkapan hasil evaluasi

dinyatakan secara deskriptif. Ungkapan

sifat-sifat dan kemampuan yang ada pada

anak digambarkan secara kualitatif

misalnya secara deskriptif atau dinyatakan

dalam kategori.

Contoh :

Dalam pelajaran renang dapat

diidentifikasi beberapa unsur ketrampilan,

di antaranya, untuk pemula ketrampilan

menyelam dan meluncur;

Menyelam : Boy sudah dapat menyelam tanpa kesulitan; dapat

menahan nafas dengan aman dan tidak

merasa takut di dalam air.

Meluncur : koordinasi tangan dan kaki

mulai berkembang; luncurannya mulus,

badan terapung sejajar air; sudah dapat

mencapai jarak 5 atau 10 meter tanpa

kesulitan.

Laporan ini akan bermakna, bila

hanya muncul dalam bentuk angka yang

lazimnya dinyatakan dalam nilai rapor

saja. Karena itu tak mengherankan bila

nilai 7 atau 5 dalam rapor sering dipahami

tidak memiliki makna apa-apa pada siswa

yang bersangkutan sehingga hasil tersebut

kehilangan fungsi dalam segala aspek,

mulai dari aspel pengajaran hingga aspek

administrasi dalam kaitannya dengan

kontrol mutu.

Penentuan Nilai

Evaluasi tidak sama

pengertiannya dengan penentuan nilai

(grading). Penentuan nilai ini sering

menjadi masalah karena sistem evaluasi

dalam penjas masih bersifat kuantitatif.

Tidak mengenal kenaikan kelas secara

otomatis. Keputusan untuk promosi kelas

berdasarkan skor dalam buku rapor. Salah

satu di antara bentuk penilaian yang dapat

diterapkan sebagai berikut :

Dalam pendidikan jasmani

misalnya dapat ditentukan unsur penilain,

dan bobotnya yaitu, penugasan

pengetahuan (P) bobot 10%, penugasan

ketrampilan (K) bobot 30%, kebugaran

jasmani (K) bobot 30%, dan kehadiran

(kn) bobot 30%

Page 71: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________71

Nilai Akhir (NA)

10(P) + 30 (K) + 30 (KJ) + 30

(Kn)

100

Nilai dari setiap unsur dapat diubah

dari skor mentah menjadi nilai dalam skala

1-10. Teknik pengubahannya dapat

menggunakan prosedur statistik atau

pertimbangan logis dari guru yang

bersangkutan.

PENUTUP

Pada umumnya guru sering

melupakan kenyataan bahwa anak hanya

dapat dididik dengan baik jika guru

mengerti bagaimana dan mengapa mereka

belajar. Demikian juga halnya dalam

pendidikan jasmani, pengetahuan tentang

apa dan bagaimana anak belajar, amat

menentukan keberhasilan program

pembelajaran yang diberikan oleh Guru.

Hal ini didasarkan pada alasan, bahwa

dengan cara itulah guru mengetahui, apa

sebenarnya yang dibutuhkan oleh anak,

sehingga dapat dibangkitkan minat, serta

alasan mengapa mereka mempelajarinya.

Dengan Pendidikan Jasmani

diharapkan dapat dicapai peningkatan

kebugaran jasmani, ketrampilan, sikap dan

pengertian yang baik, yang berguna bagi

individu anak dalam kehidupannya. Oleh

karena itu melalui pendidikan jasmani

diharapkan dapat tercapai pembentukan

manusia Indonesia seutuhnya yang

berkualitas, serta merupakan upaya

pencapaian prestasi olahraga dalam waktu

jangka panjang

DAFTAR PUSTAKA

Aip Syarifuddin. 1998, Pedoman Kepelatihan Perkumpulan Olahraga Pelajar, Jakarta :

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan; Direktorat Keolahragaan Direktorat

Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda dan Olahraga.

Annarino, A.A., Cowell, C.C Hazelton, H.W., 1980: Curriculum Theory and Design in

Physical Education. (2nd

Ed.), St Louis: Mosby Company.

Bucher,.C.A., 1979: Foundation Of Physical Education. (8nd

Ed.). St Louis: Mosby Company.

Cholik M. Toho 1997, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Jakarta: Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Dauer, V.P., and Pangrazi, R.P. 1992: Dynamic Physical Education for Elementary School

Children. (10tn

Ed.), Macmillan: Publishing Company, Mayfiel, CA.

Depdiknas, 2001, Kurikulum Pendidikan Jasmani, Jakarta : Depdiknas.

Irwin, Leslie. W, 1980. the Curriculum in Health and Physical Education, Dubuque IOWA :

The C.V. Mosby Company.

Kir Kendali, Don.R, dkk, 1987. Measurement and Evaluation for Physical Education,

Champaign Illionois : Human Kinetics Publishers Inc.

Mailina, Robert M, and Bouchard, Claude, 1991: Growth, Maturation, and Physical Activity,

Champaign: Human Kinetics.

Siendentop, Darly (1990) : Introduction to Physical Education, Fitness, and Sport, Mountain

View CA: Mayfield Publishing Company.

Page 72: Jur Nal 2011

72____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010

Soedijarto (2000), Pendidikan Nasional Sebagai Wahana Mencerdaskan Kehidupan Bangsa

dan Membangun Peradaban Negara Bangsa, Jakarta: CINAPS.

Suharsini Arikunto, 1999. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta :Bumi Aksara.

Sukintaka, 1992. Pendidikan Jasmani Merupakan Wahana Pencapaian Manusia Indonesia

Seutuhnya, Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.

Suwarno, 1985. Pengantar Umum Pendidikan, Jakarta: Aksara. Baru.

Toho, Cholik. M dan Rusli Lutan, 1997. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Jakarta :

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi;

Bagian Proyk Pengembangan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (Primary School

Teacher Development Project).

Page 73: Jur Nal 2011

Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________73

PETUNJUK PENULISAN NASKAH JURNAL “PHEDHERAL”

1. Naskah berupa hasil penelitian dan atau artikel yang belum pernah dipublikasikan pada

media cetak lain, ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, jumlah font 12 huruf

New Times Roman.

2. Sistematika tulisan sebagai berikut;

a. Judul tidak dari 14 kata dalam tulisan berbahasa Indonesia, atau 10 kata bahasa

Inggris, ditulis ditengah dengan huruf kapital.

b. Nama penulis, ditulis lengkap dengan asal lembaga, tanpa gelar.

c. Abstrak ditulis dalam bahasa Inggris maksimal 200 kata

d. Kata kunci, ditulis maksimal 5 kata kunci dalam bahasa Inggris.

e. Daftar Referensi ditulis hanya pustaka yang dirujuk, diurutkan secara alfabetis, da

ditulis seperti contoh berikut:

Priory Lodge Education Limited, 1997. SPIROMETRY: Question & Answers. Chest

Medicine On-Line. http://www.priory.com/chest.htm.15/8/2003.

Riana Sari, 2001. Hubungan antara Merokok dengan Kejadian Penyakit Paru

Obstuksi Kronik di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru. Surakarta UNS

3. Naskah dikirim ke alamat redaksi Prodi Penjas, JPOK FKIP UNS, Jl. Menteri Supeno.

No.13. Manahan Surakarta, (Fax : 0271 714957) dalam bentuk CD dan print out sebanyak 2

ekslempar atau melalui e-mail [email protected]

4. Kepada penulis yang naskahnya dimuat diberikan nomor bukti 2 ekslempar dengan

mengganti biaya untuk penyelesaian cetak Rp. 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) sedangkan

naskah yang tidak dimuat, naskah tidakm dikembalikan. Bagi penulis luar kota ditambah

omgkos kirim.

5. Pengirim naskah disertai dengan alamat penulis, nomor telepon/HP, fax atau e-mail.