Disampaikan dalam Konferensi Tata Kelola Sumberdaya Ekstraktif, “Extracting the Future: Menata Sumberdaya Ekstraktif untuk
Pembangunan Berkelanjutan.” Jakarta, 17 November 2015
KEBIJAKAN DAN MEKANISME PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERKAIT
DESENTRALISASI DAN PERIZINAN SDA
DR. KURNIASIH, SH, M.Si DIREKTUR PRODUK HUKUM DAERAH
DIREKTORAT JENDERAL OTONOMI DAERAH
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
.......Kemudian dari pada itu untuk membentuk
suatu Pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia
itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan
Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang
Maha Esa.
PEMBUKAAN UUD 1945
DESENTRALISASI DLM KORIDOR UU PEMDA
Pasal 133 Ketentuan peraturan perundang-undangan yang
bertentangan dan/atau tidak sesuai dengan undang-undang ini, diadakan penyesuaian.
UU 22 THN 1999
UU 32 THN 2004
UU 23 THN 2014
Pasal 237 Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung dengan daerah otonom wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya pada
Undang-Undang ini.
Pasal 407 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua
peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung dengan Daerah wajib mendasarkan dan
menyesuaikan pengaturannya pada Undang-Undang ini.
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu
dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap
provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-
undang.
Pasal 18 ayat 1 UUD 1945
ARTICLE 1 Const. 1945 INDONESIA IS A UNITARY STATE ARTICLE 18 Const. 1945 NKRI DIVIDED INTO PROVINCIAL REGIONS AND AREAS OF THE PROVINCE IS DIVIDED INTO REGENCY AND CITY, WHICH EACH PROVINCE, REGENCY, AND THE CITY HAS ORGANIZED LOCAL GOVERNMENT LEGISLATION
7
N K R I
Province : 34
Regency : 415 City : 93
WITH LARGE AND SMALL ISLANDS
WITH DIVERSITY AND POPULATION
CULTURE AND CUSTOMS, RELIGION
AND NATURAL RESOURCES AND THE
WEALTHS
Considering Law No. 23/2014 on Local Government
542 Autonomous Regions
LATAR BELAKANG PEMBENTUKAN
UU NOMOR 23 TAHUN 2014
1. Menjamin efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan
daerah dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
2. Menata manajemen pemerintahan
daerah yang lebih responsif,
akuntabel, transparan dan efisien.
3. Menata keseimbangan tanggung
jawab antar tingkatan/susunan
pemerintahan dalam
menyelenggarakan urusan
pemerintahan.
4. Menata pembentukan daerah agar
lebih selektif sesuai dengan kondisi
dan kemampuan daerah.
5. Menata hubungan antara pusat dan
daerah dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Menimbang:
......
b. bahwa penyelenggaraan
pemerintahan daerah diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta
masyarakat, serta peningkatan daya
saing daerah dengan memperhatikan
prinsip demokrasi, pemerataan,
keadilan, dan kekhasan suatu daerah
dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
c. bahwa efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan
daerah perlu ditingkatkan dengan
lebih memperhatikan aspek-aspek
hubungan antara Pemerintah Pusat
dengan daerah dan antardaerah,
potensi dan keanekaragaman daerah,
serta peluang dan tantangan
persaingan global dalam kesatuan
sistem penyelenggaraan
pemerintahan negara;
8
KEKUASAAN PEMERINTAHAN
Pasal 5
Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan
sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Kekuasaan Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diuraikan dalam berbagai Urusan Pemerintahan.
Dalam menyelenggarakan Urusan Pemerintahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Presiden dibantu oleh menteri yang
menyelenggarakan Urusan Pemerintahan tertentu.
2
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) di Daerah dilaksanakan berdasarkan asas
Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan.
1
3
4
KEKUASAAN PEMERINTAHAN
Pasal 6
Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan sebagai dasar
dalam menyelenggarakan Urusan Pemerintahan.
Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh
Daerah.
Presiden memegang tanggung jawab akhir atas
penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang dilaksanakan
oleh Pemerintah Pusat dan Daerah.
1
2
Pasal 7
URUSAN PEMERINTAHAN
KONKUREN ABSOLUT
PILIHAN (8)
WAJIB (24)
PELAYANAN DASAR (6)
NON
PELAYANAN DASAR (18)
S P M
1. PENDIDIKAN 2. KESEHATAN 3. PU DAN PR 4. PERUMAHAN
RAKYAT & KAW PERMUKIMAN
5. TRAMTIBUM & LINMAS
6. SOSIAL
dilaksanakan secara bertahap dengan mempertimbangkan kapasitas
keuangan daerah, sumber daya personil, dan ketersediaan sarana dan
prasarana.
Memprioritaskan
pelaksanaan urusan wajib
yang berkaitan dengan
pelayanan dasar
1. PERTAHANAN
2. KEAMANAN
3. AGAMA
4. YUSTISI
5. POLITIK LUAR
NEGERI
6. MONETER & FISKAL
NSPK
PEMERINTAHAN UMUM
1. Pembinaan wawasan
Kebangsaan dan Ketahanan
Nasional.
2. Pembinaan Persatuan dan
Kesatuan Bangsa.
3. Pembinaan kerukunan
antarsuku dan Intrasuku, umat
beragama, ras dan gol lainnya
4. Penanganan Konflik Sosial.
5. Koordinasi Pelaksanaan tugas
antar instansi pemerintahan
yang ada di Wilayah Daerah
Provinsi dan Kabupaten/Kota.
6. Pengembangan kehidupan
demokrasi berdasarkan
Pancasila.
7. Pelaksanaan semua Urusan
Pemerintahan yang bukan
merupakan kewenangan Daerah
dan tidak dilaksanakan oleh Instansi Vertikal.
Pasal 17
Daerah berhak menetapkan kebijakan Daerah untuk
menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Daerah.
Daerah dalam menetapkan kebijakan Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), wajib berpedoman pada norma, standar,
prosedur, dan kriteria yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Dalam hal kebijakan Daerah yang dibuat dalam rangka penyelenggaraan
Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah tidak
mempedomani norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat membatalkan kebijakan Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
2
Apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (5) Pemerintah Pusat belum menetapkan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, penyelenggara Pemerintahan Daerah melaksanakan
Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
1
3
4
KEPALA DAERAH
KEDUDUKAN GUBERNUR
WAKIL PEMERINTAH PUSAT
Memimpin
pelaksanaan urusan
pemerintahan yang
mjd kewenangan
daerah provinsi
(dibiayai dari APBD)
melaksanakan
tugas pembantuan
dari Pemerintah
Pusat (dibiayai APBD)
Melaksanakan pembinaan
dan pengawasan
penyelenggaraan
pemerintahan daerah
kabupaten/kota dan tugas
lain (Pasal 91)
Melaksanakan tugas dan
wewenang lain selain yang diatur dalam Pasal 91
Membentuk perda
Dibantu perangkat daerah
Tidak membentuk perda
Dibantu perangkat gubernur sbg wakil Pemerintah Pusat
Dibiayai APBN
Pelaksana
urusan
pemerintahan umum (APBN)
13
Tidak membentuk perda
Dibantu instansi
vertikal (kesbangpol
kemendagri)
Dibiayai APBN
UU 23 TAHUN 2014
Pendanaan Penyelenggaraan
Urusan Pemerintahan di Daerah
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah didanai dari dan atas beban APBD.
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat di Daerah didanai dari dan atas
beban APBN.
1
2
Pasal 282
Administrasi pendanaan penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
yang menjadi kewenangan Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan secara terpisah dari administrasi pendanaan
penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
3
PERMENDAGRI NOMOR 52 TAHUN 2015
TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN
BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2016
PENYUSUNAN APBD TAHUN ANGGARAN 2016 DIDASARKAN PRINSIP
1 Sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah;
Tertib, taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan, efisien,
ekonomis, efektif, bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa
keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat;
Tepat waktu, sesuai dengan tahapan dan jadwal yang telah
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
Transparan, untuk memudahkan masyarakat mengetahui dan
mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang APBD;
Partisipatif, dengan melibatkan masyarakat; dan
Tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dan peraturan daerah
lainnya.
2
3
4
5
6
LAMPIRAN PEMBAGIAN URUSAN
BIDANG KEHUTANAN
NO SUB URUSAN PEMERINTAH PUSAT DAERAH PROVINSI DAERAH
KABUPATEN/KOTA
1. Perencanaan Hutan a. Penyelenggaraan inventarisasi hutan.
b. Penyelenggaraan pengukuhan kawasan hutan.
c. Penyelenggaraan penatagunaan kawasan hutan.
d. Penyelenggaraan pembentukan wilayah pengelolaan hutan.
e. Penyelenggaraan rencana kehutanan nasional.
-- --
2. Pengelolaan Hutan a. Penyelenggaraan tata hutan. b. Penyelenggaraan rencana
pengelolaan hutan. c. Penyelenggaraan
pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan.
d. Penyelenggaraan rehabilitasi dan reklamasi hutan.
e. Penyelenggaraan perlindungan hutan.
f. Penyelenggaraan pengolahan dan penatausahaan hasil hutan.
g. Penyelenggaraan pengelolaan kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK).
a. Pelaksanaan tata hutan kesatuan pengelolaan hutan kecuali pada kesatuan pengelolaan hutan konservasi (KPHK).
b. Pelaksanaan rencana pengelolaan kesatuan pengelolaan hutan kecuali pada kesatuan pengelolaan hutan konservasi (KPHK).
c. Pelaksanaan pemanfaatan hutan di kawasan hutan produksi dan hutan lindung, meliputi :
1) Pemanfaatan kawasan
hutan;
2) Pemanfaatan hasil hutan
bukan kayu;
--
NO SUB URUSAN PEMERINTAH PUSAT DAERAH PROVINSI DAERAH
KABUPATEN/KOTA
2. Pengelolaan Hutan 3) Pemungutan hasil hutan;
4) Pemanfaatan jasa
lingkungan kecuali
pemanfaatan penyimpanan
dan/atau penyerapan
karbon.
a. Pelaksanaan rehabilitasi di
luar kawasan hutan negara.
b. Pelaksanaan perlindungan
hutan di hutan lindung, dan
hutan produksi.
c. Pelaksanaan pengolahan hasil
hutan bukan kayu.
d. Pelaksanaan pengolahan hasil
hutan kayu dengan kapasitas
produksi < 6000 m³/tahun.
e. Pelaksanaan pengelolaan
KHDTK untuk kepentingan
religi.
--
3. Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan
Ekosistemnya
a. Penyelenggaraan
pengelolaan kawasan suaka
alam dan kawasan
pelestarian alam.
b. Penyelenggaraan konservasi
tumbuhan dan satwa liar.
c. Penyelenggaraan
pemanfaatan secara lestari
kondisi lingkungan kawasan
pelestarian alam.
d. Penyelenggaraan
pemanfaatan jenis
tumbuhan dan satwa liar.
a. Pelaksanaan perlindungan,
pengawetan dan pemanfaatan
secara lestari taman hutan
raya (TAHURA) lintas Daerah
kabupaten/kota.
b. Pelaksanaan perlindungan
tumbuhan dan satwa liar yang
tidak dilindungi dan/atau tidak
masuk dalam lampiran
(Appendix) CITES.
c. Pelaksanaan pengelolaan
kawasan bernilai ekosistem
penting dan daerah penyangga
kawasan suaka alam dan
kawasam pelestarian alam.
Pelaksanaan pengelolaan
TAHURA kabupaten/ kota.
NO SUB URUSAN PEMERINTAH PUSAT DAERAH PROVINSI DAERAH
KABUPATEN/KOTA
4. Pendidikan dan Pelatihan, Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat di bidang Kehutanan
a. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan serta pendidikan menengah kehutanan.
b. Penyelenggaraan penyuluhan kehutanan nasional.
a. Pelaksanaan penyuluhan kehutanan provinsi.
b. Pemberdayaan masyarakat di bidang kehutanan.
--
5. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)
Penyelenggaraan
pengelolaan DAS.
Pelaksanaan pengelolaan
DAS lintas Daerah
kabupaten/kota dan
dalam Daerah
kabupaten/kota dalam 1
(satu) Daerah provinsi.
6. Pengawasan Kehutanan Penyelenggaraan
pengawasan terhadap
pengurusan hutan.
-- --
NO SUB URUSAN PEMERINTAH PUSAT DAERAH PROVINSI DAERAH
KABUPATEN/KOTA
1. Geologi a.Penetapan cekungan air
tanah.
b.Penetapan zona
konservasi air tanah pada
cekungan air tanah lintas
Daerah provinsi dan lintas
negara.
c.Penetapan kawasan
lindung geologi dan
warisan geologi (geo-
heritage).
d.Penetapan status dan
peringatan dini bahaya
gunung api.
e.Peringatan dini potensi
gerakan tanah.
f. Penetapan neraca sumber
daya dan cadangan
sumber daya mineral dan
energi nasional.
g.Penetapan kawasan rawan
bencana geologi.
a.Penetapan zona
konservasi air tanah
pada cekungan air
tanah dalam Daerah
provinsi.
b.Penerbitan izin
pengeboran, izin
penggalian, izin
pemakaian, dan izin
pengusahaan air tanah
dalam Daerah provinsi.
c.Penetapan nilai
perolehan air tanah
dalam Daerah provinsi.
NO SUB URUSAN PEMERINTAH PUSAT DAERAH PROVINSI DAERAH
KABUPATEN/KOTA 2. Mineral dan Batubara
a. Penetapan wilayah pertambangan
sebagai bagian dari rencana tata
ruang wilayah nasional, yang terdiri
atas wilayah usaha pertambangan,
wilayah pertambangan rakyat dan
wilayah pencadangan negara serta
wilayah usaha pertambangan khusus.
b. penetapan wilayah izin usaha
pertambangan mineral logam dan
batubara serta wilayah izin usaha
pertambangan khusus.
c. Penetapan wilayah izin usaha
pertambangan mineral bukan logam
dan batuan lintas Daerah provinsi dan
wilayah laut lebih dari 12 (dua belas)
mil.
d. Penerbitan izin usaha pertambangan
mineral logam, batubara, mineral
bukan logam dan batuan pada :
1) wilayah izin usaha Pertambangan
yang berada pada wilayah lintas
Daerah provinsi;
a. Penetapan wilayah izin usaha
pertambangan mineral bukan logam
dan batuan dalam 1 (satu) Daerah
provinsi dan wilayah laut sampai
dengan 12 (dua belas) mil.
b. Penerbitan izin usaha pertambangan
mineral logam dan batubara dalam
rangka penanaman modal dalam
negeri pada wilayah izin usaha
pertambangan Daerah yang berada
dalam 1 (satu) Daerah provinsi
termasuk wilayah laut sampai
dengan 12 mil laut.
c. Penerbitan izin usaha pertambangan
mineral bukan logam dan batuan
dalam rangka penanaman modal
dalam negeri pada wilayah izin usaha
pertambangan yang berada dalam 1
(satu) Daerah provinsi termasuk
wilayah laut sampai dengan 12 mil
laut.
d. Penerbitan izin pertambangan rakyat
untuk komoditas mineral logam,
batubara, mineral bukan logam dan
batuan dalam wilayah pertambangan
rakyat.
NO SUB URUSAN PEMERINTAH PUSAT DAERAH PROVINSI DAERAH
KABUPATEN/KOTA
2. Mineral dan Batubara 2) wilayah izin usaha
pertambangan yang
berbatasan langsung dengan
negara lain; dan
3) wilayah laut lebih dari 12 mil;
a. Penerbitan izin usaha
pertambangan dalam rangka
penanaman modal asing.
b. Pemberian izin usaha
pertambangan khusus mineral
dan batubara.
c. Pemberian registrasi izin
usaha pertambangan dan
penetapan jumlah produksi
setiap Daerah provinsi untuk
komiditas mineral logam dan
batubara.
d. Penerbitan izin usaha
pertambangan operasi
produksi khusus untuk
pengolahan dan pemurnian
yang komoditas tambangnya
yang berasal dari Daerah
provinsi lain di luar lokasi
fasilitas pengolahan dan
pemurnian, atau impor serta
dalam rangka penanaman
modal asing.
e. Penerbitan izin usaha
pertambangan operasi
produksi khusus untuk
pengolahan dan pemurnian
dalam rangka penanaman
modal dalam negeri yang
komoditas tambangnya berasal
dari 1 (satu) Daerah provinsi
yang sama.
f. Penerbitan izin usaha jasa
pertambangan dan surat
keterangan terdaftar dalam
rangka penanaman modal
dalam negeri yang kegiatan
usahanya dalam 1 (satu)
Daerah provinsi.
g. Penetapan harga patokan
mineral bukan logam dan
batuan.
NO SUB URUSAN PEMERINTAH PUSAT DAERAH
PROVINSI
DAERAH
KABUPATEN/KOTA
2.
Mineral dan Batubara e. Penerbitan izin usaha jasa
pertambangan dan surat
keterangan terdaftar dalam
rangka penanaman modal
dalam negeri dan
penanaman modal asing
yang kegiatan usahanya di
seluruh wilayah Indonesia.
f. Penetapan harga patokan
mineral logam dan batubara.
g. Pengelolaan inspektur
tambang dan pejabat
pengawas pertambangan.
3.
Minyak dan Gas Bumi
Penyelenggaraan minyak dan
gas bumi.
NO SUB URUSAN PEMERINTAH PUSAT DAERAH PROVINSI DAERAH
KABUPATEN/KOTA
4. Energi Baru Terbarukan a. Penetapan wilayah kerja
panas bumi.
b. Pelelangan wilayah kerja
panas bumi.
c. Penerbitan izin pemanfaatan
langsung panas bumi lintas
Daerah provinsi.
d. Penerbitan izin panas bumi
untuk pemanfaatan tidak
langsung.
e. Penetapan harga listrik
dan/atau uap panas bumi.
f. Penetapan badan usaha
sebagai pengelola tenaga air
untuk pembangkit listrik.
g. Penerbitan surat keterangan
terdaftar usaha jasa
penunjang yang kegiatan
usahanya dalam lintas Daerah
provinsi.
h. Penerbitan izin usaha niaga
bahan bakar nabati (biofuel)
sebagai bahan bakar lain
dengan kapasitas penyediaan
di atas 10.000 (sepuluh ribu)
ton pertahun.
a. Penerbitan izin pemanfaatan
langsung panas bumi lintas
Daerah kabupaten/kota dalam
1 (satu) Daerah provinsi.
b. Penerbitan surat keterangan
terdaftar usaha jasa
penunjang yang kegiatan
usahanya dalam 1 (satu)
Daerah provinsi.
c. Penerbitan izin, pembinaan
dan pengawasan usaha niaga
bahan bakar nabati (biofuel)
sebagai bahan bakar lain
dengan kapasitas penyediaan
sampai dengan 10.000
(sepuluh ribu) ton pertahun.
Penerbitan izin
pemanfaatan langsung
panas bumi dalam
Daerah
kabupaten/kota.
NO SUB URUSAN PEMERINTAH PUSAT DAERAH PROVINSI DAERAH
KABUPATEN/KOTA
5. Ketenagalistrikan a. Penetapan wilayah usaha
penyediaan tenaga listrik dan
izin jual beli tenaga listrik lintas
negara.
b. Penerbitan izin usaha
penyediaan tenaga listrik lintas
Daerah provinsi, badan usaha
milik negara dan penjualan
tenaga listrik serta penyewaan
jaringan kepada penyedia
tenaga listrik lintas Daerah
provinsi atau badan usaha milik
negara.
c. Penerbitan izin operasi yang
fasilitas instalasinya mencakup
lintas Daerah provinsi atau
berada di wilayah di atas 12 mil
laut.
d. Penetapan tarif tenaga listrik
untuk konsumen dan
penerbitan izin pemanfaatan
jaringan untuk telekomunikasi,
multimedia, dan informatika
dari pemegang izin yang
ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat.
a. Penerbitan izin usaha
penyediaan tenaga listrik non
badan usaha milik negara dan
penjualan tenaga listrik serta
penyewaan jaringan kepada
penyedia tenaga listrik dalam
Daerah provinsi.
b. Penerbitan izin operasi yang
fasilitas instalasinya dalam
Daerah provinsi.
c. Penetapan tarif tenaga listrik
untuk konsumen dan
penerbitan izin pemanfaatan
jaringan untuk telekomunikasi,
multimedia, dan informatika
dari pemegang izin yang
ditetapkan oleh Pemerintah
Daerah provinsi.
d. Persetujuan harga jual tenaga
listrik dan sewa jaringan tenaga
listrik, rencana usaha
penyediaan tenaga listrik,
penjualan kelebihan tenaga
listrik dari pemegang izin yang
ditetapkan oleh Pemerintah
Daerah provinsi.
NO SUB URUSAN PEMERINTAH PUSAT DAERAH PROVINSI DAERAH
KABUPATEN/KOTA
5. Ketenagalistrikan e. Persetujuan harga jual
tenaga listrik dan sewa
jaringan tenaga listrik,
rencana usaha penyediaan
tenaga listrik, penjualan
kelebihan tenaga listrik dari
pemegang izin yang
ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat.
f. Penerbitan izin usaha jasa
penunjang tenaga listrik
yang dilakukan oleh badan
usaha milik negara atau
penanam modal
asing/mayoritas sahamnya
dimiliki oleh penanam
modal asing.
g.Penyediaan dana untuk
kelompok masyarakat tidak
mampu, pembangunan
sarana penyediaan tenaga
listrik belum berkembang,
daerah terpencil dan
perdesaan.
e. Penerbitan izin usaha jasa
penunjang tenaga listrik
bagi badan usaha dalam
negeri/mayoritas
sahamnya dimiliki oleh
penanam modal dalam
negeri.
f. Penyediaan dana untuk
kelompok masyarakat
tidak mampu,
pembangunan sarana
penyediaan tenaga listrik
belum berkembang,
daerah terpencil dan
perdesaan.