KEMISKINAN DAN KRIMINALITAS
TUGAS FINAL EXAM ANTROPOLOGI BUDAYA
Oleh :
Nama : Hilyatussholihah
NIM : 2010140891
BAB I
2
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu umumnya
masyarakat menjadi miskin bukan karena kekurangan pangan, tetapi miskin dalan bentuk
minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modern pada masa kini mereka
tidak menikmati fasilitas pendidikan dan pelayanan kesehatan, dan kemudahan-kemudahan
lainnya yang tersedia di zaman modern ini.
Pemerintah Indonesia yang berorientasi mengembangkan Indonesia menjadi negara maju dan
mapan dari segi ekonomi tentu menganggap kemiskinan adalah masalah mutlak yang harus
segera diselesaikan disamping masalah lain, yaitu ketimpangan pendapatan, strukturasi
pemerintahan, inflasi, defisit anggaran dan lain-lain.
Laju pertumbuhan penduduk Indonesia diperkirakan bertambah sekitar empat juta jiwa per
tahun. Meski dari bulan Maret 2011 sampai bulan september 2011 angka kemiskinan
menurun dari 30,02 juta orang menjadi 29,89 juta orang, penurunan tersebut tidak menutup
kemungkinan tetap bertambahnya jumlah kriminalitas (BPS, 2012).
Masalah kemiskinan yang dihadapi setiap negara disertai dengan masalah laju pertumbuhan
penduduk yang kemudian menghasilkan pengangguran, ketimpangan dalam distribusi
pendapatan nasional maupun pembangunan, dan pendidikan yang menjadi modal utama
untuk dapat bersaing di dunia kerja dewasa ini. Fenomena kemiskinan yang melanda
Indonesia memberi sumbangan terhadap meningkatnya angka kriminalitas di tengah
masyarakat.
Berbagai macam kekerasan yang merupakan salah satu contoh tindakan kriminalitas yang
terjadi akhir-akhir ini membuat masyarakat menjadi resah, merasa tidak aman dan nyaman.
Menurut Kriminolog Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP) Sri Sulastri yang
disampaikan di surat kabar Harian Indonesia pada tanggal 11 September 2011, menyebutkan
bahwa masalah kemiskinan menjadi pemicu utama kejahatan.
“Hubungan kemiskinan dengan tindak kejahatan dapat dikatakan sangat erat. Kondisi hidup
miskin cenderung membuat orang menjadi lebih berani melakukan tindak kejahatan karena
hal itu terdorong dari kekurangan hidupnya yang serba kekurangan, sehingga mereka tidak
berpikir panjang sebelum melakukan suatu perbuatan,” ungkapnya.
Karena itu dalam makalah tugas akhir ini, penulis akan membahas tentang hubungan
kemiskinan dengan kriminalitas.
1.2 RUMUSAN MASALAH
a. Definisi kemiskinan
b. Definisi kemiskinan menurut para ahli
c. Faktor penyebab kemiskinan
d. Dampak dari kemiskinan
e. Definisi kriminalitas
f. Teori mengenai kejahatan
g. Faktor penyebab kriminalitas
h. Jenis kriminalitas
i. Dampak dari kriminalitas
j. Hubungan antara kemiskinan dengan kriminalitas
BAB II
3
2
TEORI
2.1 DEFINISI KEMISKINAN
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai
seperti makanan, pakaian, tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat
dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap
pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan
kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global.
Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang
lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari
sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya digunakan untuk
merujuk kepada negara-negara yang "miskin". Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara.
Pemahaman utamanya mencakup:
Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-
hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini
dipahami sebagai situasi kelangkaan barang- barang dan pelayanan dasar.
Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan,
dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk
pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari
kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan
tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna
"memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan
ekonomi di seluruh dunia.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan relatif, kemiskinan
kultural dan kemiskinan absolut. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah
hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat
sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok
masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha
dari pihak lain yang membantunya. Kemiskinan absolut adalah sejumlah penduduk yang
tidak mampu mendapatkan sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Mereka hidup dibawah tingkat pendapatan riil minimum tertentu atau dibawah garis
kemiskinan internasional.
Garis tersebut tidak mengenal tapal batas anatar negara, tidak tergantung pada tingkat
pendapatan per kapita di sutau negara ,dan juga memperhitungkan perbedaan tingkat harga
antar negara dengan mengukur penduduk miskin sebagai orang yang hidup kurang dari Rp
10.000,- perhari. (todaro, 2006)
2.2 FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN
Pada umumnya di negara Indonesia penyebab-penyebab kemiskinan adalahsebagai berikut :
Laju Pertumbuhan Penduduk.
Pertumbuhan penduduk Indonesia terus meningkatdi setiap 10 tahun menurut hasil sensus
penduduk. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 1990 Indonesia memiliki 179
juta lebih penduduk. Kemudian di sensus penduduk tahun 2000 penduduk meningkat sebesar
27 juta penduduk atau menjadi 206 juta jiwa. Dapat diringkaskan pertambahan
penduduk Indonesia persatuan waktu adalah sebesar setiap tahun bertambah 2,04 juta
orang pertahun atau, 170 ribu orang perbulan atau 5.577 orang perhari atau 232 orang per jam
atau 4 orang permenit. Banyaknya jumlah penduduk ini membawa Indonesia menjadi negara
ke-4 terbanyak penduduknya setelah China, India dan Amerika. Meningkatnya jumlah
penduduk membuat Indonesia semakin terpuruk dengan keadaan ekonomi yang belum
mapan. Jumlah penduduk yang bekerja tidak sebanding dengan jumlah beban
ketergantungan. Penghasilan yang minim ditambah dengan banyaknya beban ketergantungan
yang harus ditanggung membuat penduduk hidup di bawah garis kemiskinan.
Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja dan Pengangguran.
Secara garis besar penduduk suatu negara dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan
tenaga kerja. Yang tergolong sebagi tenaga kerja ialah penduduk yang berumur di dalam
batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda disetiap negara yang satu dengan yang lain.
Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia ialah minimum sepuluh tahun tanpa batas umur
maksimum. Jadi setiap orang atau semua penduduk berumur sepuluh tahun tergolong sebagai
tenaga kerja. Sisanya merupakan bukan tenagakerja yang selanjutnya dapat dimasukan dalam
katergori bebabn ketergantungan.Tenaga kerja (Manpower) dipilih pula kedalam dua
3
2
kelompok yaitu angkatan kerja (labor force) dan bukan angkatan kerja. Yang termasuk
angkatan kerja ialah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang bekerja atau
mempunyai pekerjaan namun untuk sementara tidak bekerja, dan yang mencari pekerjaan.
Sedangkan yang termasuk sebagai bukan angkatan kerja adalah tenaga kerja dalam usia kerja
yang tidak sedang bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan tidak sedang mencari pekerjaan,
yakni orang-orang yang kegiatannya bersekolah, mengurus rumah tangga, serta orang yang
menerima pendapatan tapi bukan merupakan imbalan langsung atas jasa kerjanya.
Selanjutnya angkatan kerja dibedakan pula menjadi dua subkelompok yaitu pekerjadan
penganggur. Yang dimaksud dengan pekerja adalah orang-orang yangmempunyai pekerjaan,
mencakup orang-orang yang mempunyai pekerjaan danmemang sedang bekerja maupun
orang yang memilki pekerjaan namun sedangtidak bekerja. Adapun yang dimaksud dengan
pengangguran adalah orang yangridak mempunyai pekerjaan, lengkapnya orang yang tidak
bekerja dan mencari pekerjaan. Pengangguran semacam ini oleh BPS dikatergorikan
sebgai pengangguran terbuka. (Dumairy, 1996)
Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan
.Distribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau timpangnya pembagianhasil
pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya. Kriteria ketidakmerataan versi Bank
Dunia didasarkan atas porsi pendapatan nasional yang dinikmati oleh tiga lapisan penduduk,
yakni 40% penduduk berpendapatan rendah (penduduk miskin); 40% penduduk
berpendapatan menengah; serta 20% penduduk berpendapatan tertinggi (penduduk terkaya).
Ketimpangan dan ketidakmerataan distribusi dinyatakan parah apabila 40% penduduk
berpendapatan rendah menikmati kurang dari 12 persen pendapatan nasional.
Ketidakmerataan dianggap sedang atau moderat bila 40% penduduk berpendapatan rendah
menikmati 12 hingga 17 persen pendapatan nasional. Sedangkan jika 40% penduduk miskin
menikmati lebih dari 17 persen pendapatan nasional makan ketimpangan atau kesenjangan
dikatakan lunak, distribusi pendapatan nasional dikatakan cukup merata. (Dumairy, 1996)
Tingkat pendidikan yang rendah
Rendahnya kualitas penduduk juga merupakan salah satu penyebab kemiskinan di suatu
negara. Ini disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan tenaga
kerja. Untuk adanya perkembangan ekonomi terutama industri, jelas sekali dibutuhkan lebih
banyak tenaga kerja yang mempunyai skill atau paling tidak dapat membaca dan menulis.
Menurut schumaker pendidikan merupakan sumber daya yang terbesar manfaatnya
dibandingkan faktor-faktor produksi lain. ( irawan, 1999)
Kurangnya perhatian dari pemerintah
Pemerintah yang kurang peka terhadap laju pertumbuhan masyarakat miskin dapat menjadi
salah satu faktor kemiskinan. Pemerintah tidak dapat memutuskan kebijakan yang mampu
mengendalikan tingkat kemiskinan di negaranya.
2.3 DAMPAK DARI KEMISKINAN
Dampak dari kemiskinan terhadap masyarakat umumnya begitu banyak dan kompleks.
Pertama, pengangguran. Sebagaimana kita ketahui jumlah pengangguran terbuka tahun 2007
saja sebanyak 12,7 juta orang. Jumlah yang cukup fantastis mengingat krisis multi
dimensional yang sedang dihadapi bangsa saat ini. Dengan banyaknya pengangguran berarti
banyak masyarakat tidak memiliki penghasilan karena tidak bekerja. Karena tidak bekerja
dan tidak memiliki penghasilan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya.
Secara otomatis pengangguran telah menurunkan daya saing dan beli masyarakat. Sehingga,
akan memberikan dampak secara langsung terhadap tingkat pendapatan, nutrisi, dan tingkat
pengeluaran rata-rata. Dalam konteks daya saing secara keseluruhan, belum
membaiknya pembangunan manusia di Tanah Air, akan melemahkan kekuatan daya saing
bangsa. Ukuran daya saing ini kerap digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu bangsa
dalam bersaing dengan bangsa-bangsa lain secara global. Dalam konteks daya beli ditengah
melemahnya daya beli masyarakat kenaikan harga beras akan berpotensimeningkatkan angka
kemiskinan.
Kedua, kekerasan. Sesungguhnya kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir ini merupakan
efek dari pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah melalui jalan
yang benar dan halal. Ketika tak ada lagi jaminan bagi seseorang dapat bertahan dan menjaga
keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun dilakukan. Misalnya, merampok,
menodong, mencuri, atau menipu (dengan cara mengintimidasi orang lain) di atas kendaraan
umum dengan berpura-pura kalau sanak keluarganya ada yang sakit dan butuh biaya besar
untuk operasi. Sehingga dengan mudah ia mendapatkan uang dari memalak.
3
2
Ketiga, pendidikan. Tingkat putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena yang terjadi
dewasa ini. Mahalnya biaya pendidikan membuat masyarakat miskin tidak dapat lagi
menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Jelas mereka tak dapat menjangkau dunia
pendidikan yang sangat mahal itu. Sebab, mereka begitu miskin. Untuk makan satu kali
sehari saja mereka sudah kesulitan. Akhirnya kondisi masyarakat miskin semakin terpuruk
lebih dalam. Tingginya tingkat putus sekolah berdampak pada rendahya tingkat pendidikan
seseorang. Dengan begitu akan mengurangi kesempatan seseorang mendapatkan pekerjaan
yang lebih layak. Ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu
bersaing di era globalisasi yang menuntut keterampilan di segala bidang.
Keempat, kesehatan. Seperti kita ketahui, biaya pengobatan sekarang sangat mahal. Hampir
setiap klinik pengobatan apalagi rumah sakit swasta besar menerapkan tarif atau ongkos
pengobatan yang biayanya melangit. Sehingga, biayanya tak terjangkau oleh kalangan
miskin.
Kelima, konflik sosial bernuansa SARA. Tanpa bersikap munafik konflik SARA muncul
akibat ketidakpuasan dan kekecewaan atas kondisi miskin yang akut. Hal ini menjadi bukti
lain dari kemiskinan yang kita alami. Semuanya ini adalah ekspresi berontakan identitas diri
setiap individu. Terlebih lagi fenomena bencana alam yang kerap melanda negeri ini yang
berdampak langsung terhadap meningkatnya jumlah orang miskin. Kesemuanya menambah
deret panjang daftar kemiskinan. Semuanya terjadi hampir merata di setiap daerah di
Indonesia, baik di perdesaan maupun perkotaan.
2.4 DEFINISI KRIMINALITAS
Crime atau kejahatan adalah tingkah laku yang melanggar hukum dan melanggar norma-
norma sosial, sehingga masyarakat menentangnya. Lalu krimonologi adalah ilmu
pengetahuan tentang kejahatan, Kartono (1999: 122).
Definisi kejahatan secara yuridis adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral
kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, a-sosial sifatnya dan melanggar hokum serta
undang-undang pidana. Di dalam KUHP jelas tercantum bahwa “kejahatan adalah semua
bentuk perbuatan yang memenuhi perumusan ketentuan-ketentuan KUHP”. Missal
pembunuhan pasal memenuhi 338 KUHP, mencuri memenuhi pasal 362 KUHP,
penganiayaan memenuhi pasal 351 KUHP.
Secara sosiologis, kejahatan adalah semua bentuk ucapan, perbuatan, dan tingkah laku yang
secara ekonomis, politis, dan sosial-psikologis sangat merugikan masyarakat, melanggar
norma-norma susila, dan menyerang keselamatan warga masyarakat (baik yang tercantum
maupun yang belum tercantum pada undang-undang pidana).
2.4.1 Teori mengenai Kejahatan
Teori mengenai kejahatan adalah sebagai berikut, Kartono (1999: 136-150):
Teori Teologis, menurut teori ini kriminalitas sebagai perbuatan dosa yang jahat sifatnya,
setiap orang dapat melakukan kejahatan kerena didorong oleh roh-roh jahat, godaan
setan/iblis, nafsu, sehingga ia melanggar kehendak Tuhan.
Teori filsafat tentang Manusia (Antropologi Transedental).
Teori ini menyebutkan adanya dialektika antara jasmani dan rohani. Rohani atau jiwa
mendorong masnusia kepada perbuatan-perbuatan baik dan susila, mengarahkan manusia
pada usaha transedensi dan konstruksi diri. Selanjutnya jiwa diwujudkan dalam perbuatan
jasmani. Jasmani manusia merupakan prinsip ketidakselesaian atau perubahan, sifatnya tidak
sempurna. Prinsip ini mengarahkan manusia kepada destruksi, kerusakan, kejahatan, dll.
Jadi karena sifat-sifat jasmaninya, seseorang mempunyai kecenderungan mengarah ke
kejahatan jika kecenderungan tersebut tidak dapat dikendalikan oleh jiwa. Kecenderungan
mengarah kepada kejahatan berlangsung dengan mudah/otomatis, sedangkan kecenderungan
usaha transedensi atau konstruksi diri adalah usaha yang sulit.
Teori kemauan bebas (free will)
Menyatakan bahwa manusia itu bebas berbuat menurut kemauannya, berhak menentukan
pilihan dan sikapnya. Teori ini menyebutkan sebab kejahatan adalah kemauan manusia itu
sendiri.
Teori penyakit jiwa
Teori ini menyebutkan adanya kelainan-kelainan jiwa yang bersifat psikis sehingga individu
sering melakukan kejahatan. Penyakit jiwa ini berupa psikopat dan defect moral.
Psikopat adalah bentuk kekalutan mental, yang ditandai dengan tidak adanya pengorganisasia
dan pengintegrasian pribadi, ridak pernah bertanggung jawab secara moral, selalu berkonflik
3
2
dengan norma sosial serta hokum, dan biasanya juga bersifat immoral. Defect moral dicirikan
dengan individu yang hidupnya jahat, selalu melakukan kejahatan, bertingkah laku anti
sosial, ada disfungsi intelegensi.
Teori fa’al tubuh (fisiologis)
Teori ini menyebutkan sumber kejahatan adalah: cirri-ciri jasmaniah dan bentuk
jasmaniahnya. Pada bentuk tengkorak, wajah, dahi, hidung, mata, rahang, telinga, leher,
lengan, tangan, jari, kaki, dan anggota badan lainnya. Pendukung teori ini yang terkenal
adalah Cecare Lambroso, Enrico Ferri, dan Garofalo yang secara bersama-sama membangun
mahzab Italia.
Lombroso berkeyakinan bahwa para criminal mempunyai konstitusi psikofisik dan tipe
kepribadian yang abnormal, yang jelas bisa dibedakan dengan orang-orang normal.
Karakteristik tersebut sifatnya bisa:
Fisiologis-anatomis: dengan cirri khas pada tubuh, dan anggota, serta kelainan jasmaniah.
Psikologis: dengan cirri psikopatik, gangguan system syaraf, gila dan defect moral.
Sosial: bersifat a-sosial, dan mengalami disorientasi sosial.
Pengikut Lombroso menjelaskan tipe-tipe criminal dengan prinsip-prinsip atavisme, yang
menyatakan adanya proses kemunduran kepada pola-pola primitive dan speciesnya yaitu tiba-
tiba muncul cirri nenek moyang kini timbul kembali. Cirri tingkah laku orang criminal mirip
sekali denga tingkah laku orang primitive yang liar-kejam dan bengis.
Teori yang menitik-beratkan pengaruh antropologis (dekat sekali degan teori fisiologis).
Teori ini menyatakan adanya cirri-ciri individual yang karakteristik, dan cirri anatomis yang
menyimpang. Dalam kelompok ini dimasukkan teori atavisme. Sarjana Ferrero berpendapat
bahwa teori atavisme itu memang mempunyai segi kebenaran, yitu orang-orang criminal
mempunyai cirri psikis yang sama dengan orang primitive, dalam hal: kemalasan,
impulsivitas, cepat marah dan kegelisahan psikofisik. Semua karakteristik itu menghambat
mereka dalam menyesuaikan diri dengan peraturan peradaban dan kesusilaan.
Teori yang menitikberatkan factor sosial, Mahzab Perancis. Teori ini menyatakan bahwa
yang paling menentukan kejahatan adalah factor eksternal/lingkungan sosial.gabriel tarde dan
Emile Durkheim menyatakan bahwa kejahatan merupakan insiden alamiah. Merupakan
gejala sosial yang tidak bisa dihindari dalam revolusi sosial, di mana secara mutlak terdapat
satu minimum kebebasan individual untuk berkembang, juga terdapat tingkah laku
masyarakat yang tidak bisa diduga-duga untuk mencuri keuntungan dalam setiap kesempatan,
dengan demikian ada kecenderungan untuk melakukan kejahatan. Pada intinya kesmiskinan
dan kesesngasaraan menjadi sumber utama kejahatan. Kemiskinan tanpa jalan keluar
menyebabkan orang putus asa, sehingga kejahatan merupakan satu-satunya jalan menolong
kehidupan.
Mahzab bio-sosiologis. Ferri pengikut Lombroso menjadi pelopor mahzab ini, ia
mengkombinasikan Mahzab Italia dan Mahzab Perancis. Ia menyatakan bahwa kejahatan itu
tidak hanya disebabkan oleh keadaan biologis tetapi juga oleh factor sosial. Ringkasnya saat
ini pendapat yag menyatakan factor tunggal sebagai penyebab kejahatan sudah sangat jarang.
Lebih banyak yang bertumpu pada factor jamak.
Teori susunan ketatanegaraan
Plato, Aristoteles, dan Thomas More beranggapan bahwa struktur ketatanegaraan dan
falsafah negara turut menentukan ada dan tidaknya kejahatan. Jika susunan negara baik dan
pemerintahannya bersih, serta mampu melaksanakan tugas memerintah rakyat dengan adil
maka kejahatan tidak akan bisa berkembang. Sebaliknya jika pemerintahan korup, tidak adil,
maka banyak orang memenuhi kebutuhannya dengan dengan cara kejahatan.
Mahzab Spiritualis dengan teori Non-Religiusitas (tidak beragamnya individu). Agama
memperkenalkan nilai-nilai luhur yang besar sekali artinya bagi oengendalian diri dari
perbuatan kejahatan, mengeluarkan manusia dari rasa egois. Orang yang tidak beragama dan
tidak percaya kepada nilai-nilai agama umumnya egois, sombong, dan harga diri berlebihan.
Sifatnya menjadi ganas, bengis terhadap sesame makhluk. Ketiadakpercayaan kepada Tuhan
juga menyebabkan ketakutan, kecemasan, dan kebingungan, sehingga sering timbul
agresivitas dan sifat a-sosial, yang mudah menjerumuskan manusia kepada kejahatan.
2.5 FAKTOR PENYEBAB KRIMINALITAS
1. Biologis
Genothype dan Phenotype
3
2
Stephen Hurwitz (1986:36) menyatakan perbedaan antara kedua tipe tersebut bahwa
Genotype ialah warisan sesungguhnya, Phenotype ialah pembawaan yang berkembang.
Perbedaan antara genotype dan phenotype bukanlah hanya disebabkan karena hukum biologi
mengenai keturunan saja.
Sekalipun sutu gen tunggal diwariskan dengan cara demikian hingga nampak keluar, namun
masih mungkin adanya gen tersebut tidak dirasakan. Perkembangan suatu gen tunggal
adakalanya tergantung dari lain-lain gen, teristimewanya bagi sifat-sifat mental. Di samping
itu, nampaknya keluar sesuatu gen, tergantung pula dari pengaruh-pengaruh luar terhadap
organism yang telahatau belum lahir.
Apa yang diteruskan seseorang sebagai pewarisan kepada genrasi yang berikutnya semata-
mata tergantung dari genotype. Apa yang tampaknya keluar olehnya, adalah phenotype yaitu
hasil dari pembawaan yang diwaris dari orang tuanya dengan pengaruh-pengaruh dari luar.
Pembawaan dan Kepribadian
Berdasarkan peristilahan teori keturunan, pembawaan berarti potensi yang diwariskan saja,
dan kepribadian berarti propensity/bakat-bakat yang dikembangkan.
Kinberg (dalam Stephen Hurwitz, 1986:36) menyatakan: Individuality – factor I – bukan
fenomena/gejala endogenuous yang datang dari dalam semata-mata, tapi hasil dari
pembawaan dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi dan membentuk pembawaan
sepanjang masa.
Pembawaan dan Lingkungan
Lingkungan merupakan factor yang potensial yaitu mengandung suatu kemungkinan untuk
memberi pengaruh dan terujudnya kemungkinan tindak criminal tergantung dari susunan
(kombinasi) pembawaan dan lingkungan baik lingkungan stationnair (tetap) maupun
lingkungan temporair (sementara).
Faktor-faktor pembawaan dan lingkungan selalu saling mempengaruhi timbal balik, tak dapat
dipisahkan satu sama lain. Lingkungan yang terdahulu, karena pengaruhnya yang terus
menerus terhadap pembawaan, mengakibatkanterwujudnya sesuatu kepribadian dan
sebaliknya factor lingkungan tergantung dari factor-faktor pembawaan. Oleh karena:
1) Lingkungan seseorang ini dalam batas-batas tertentu ditentukan oleh pikirannya sendiri.
2) Orangnya dapat banyak mempengaruhi dan mengubah factor-faktor lingkungan ini.
Pembawaan criminal
Setiap orang yang melakukan kejahatan mempunyai sifat jahat pembawaan, karena selalu ada
interaksi antara pembawaan dan lingkungan. Akan tetapi hendaknya jangan memberi cap
sifat jahat pembawaan itu, kecuali bila tampak sebagai kemampuan untuk melakukan susuatu
kejahatan tanpa adanya kondisi-kondisi luar yang istimewa dan luar biasa. Dengan kata lain,
harus ada keseimbangan antara pembawaan dan kejahatan.
2. Sosiologis
Ada hubungan timbal-balik antara factor-faktor umum social politik-ekonomi dan bangunan
kebudayaan dengan jumlah kejahatan dalam lingkungan itu baik dalam lingkungan kecil
maupun besar. Stephen Hurwitz (1986:86-102) menyatakan tinjauan yang lebih mendalam
tentang interaksi ini, antara lain yaitu:
Faktor-faktor ekonomi
1) Sistem ekonomi
Sistem ekonomi baru dengan produksi besar-besaran, persaingan bebas, menghidupkan
konsumsi dengan jalan periklanan, cara penjualan modern dan lain-lain, yaitu menimbulkan
keinginan untuk memiliki barang dan sekaligus mempersiapkan suatu dasar untuk
kesempatan melakukan penipuan-penipuan.
2) Harga-harga, Perubahan Harga Pasar, Krisis (Prices, market fluctuations, crisis)
Suatu interaksi yang khas antara harga-harga barang (contoh: gandum, dan sebagainya) dari
kriminalitas ternyata dan terbukti dari fakta-fakta, yaitu bahwa jumlah kebakaran yang
ditimbulkan yang bersifat menipu mengenai hak milik tanah menjadi tinggi, bila harga tanah
turun dan penjualannya sukar. Alasannya ialah karena keadaan-keadaan ekonomi
menimbulkan suatu kepentingan khusus untuk memperoleh jumlah asuransi kebakaran untuk
rumah dan pekarangan serta tanaman, (premises = rumah dan pekarangan).
3) Gaji atau Upah.
3
2
Dalam keadaan krisis dengan banyak pengangguran dan lain-lain gangguan ekonomi
nasional, upah para pekerja bukan lagi merupakan indeks keadaan ekonomi pada umumnya.
Maka dari itu perubahan-perubahan harga pasar (market fluctuations) harus diperhatikan.
4) Pengangguran
Di antara factor-faktor baik secara langsung atau tidak, mempengaruhi terjadinya
kriminalitas, terutama dalam waktu-waktu krisis, pengangguran dianggap paling penting. 18
macam factor ekonomi yang berbeda dapat dilihat dari statistic-statistik tersebut, bekerja
terlalu muda, tak ada pengharapan maju, pengangguran berkala yang tetap, pengangguran
biasa dan kekhawatiran dalam hal itu, berpindahnya pekerjaan dari satu tempat ke tempat
yang lain, perubahan gaji sehingga tidak mungkin membuat anggaran belanja, kurangnya
libur, sehingga dapat disimpulkan bahwa pengangguran adalah factor yang paling penting.
3. Faktor-faktor mental
1) Agama
Kepercayaan hanya dapat berlaku sebagai suatu anti krimogemis bila dihubungkan dengan
pengertian dan perasaan moral yang telah meresap secara menyeluruh. Dan kepercayaan
tidak boleh berubah dari sikap hidup moral keagamaan, merosot menjadi hanya suatu tata
cara dan bentuk-bentuk lahiriah oleh orang dengan tasbeh di satu tangan, sedang tangan
lainnya menusuk dengan pisau. Meskipun adanya factor-faktor negative demikian, memang
merupakan fakta bahwa norma-norma etis yang secara teratur diajarkan oleh bimbingan
agama dan khususnya bersambung pada keyakinan keagamaan yang sungguh,
membangunkan secara khusus dorongan-dorongan yang kuat untuk melawan kecenderungan-
kecenderungan kriminil.
2) Bacaan, Harian-harian, Film
Pengaruh crimogenis yang lebih langsung rari bacaan demikian ialah gambaran sesuatu
kejahatan tertentu dapat berpengaruh langsung dan suatu cara teknis tertentu kemudian dapat
dipraktekkan oleh si pembaca.
4. Faktor-faktor Pribadi
1) Umur
Meskipun umur penting sebagai factor penyebab kejahatan, baik secara juridik maupun
criminal dan sampai sesuatu batas tertentu berhubungan dengan factor-faktor seks/kelamin
dan bangsa, tapi seperti factor-faktor tersebut akhir merupakan pengertian-pengertian netral
bagi kriminologi. Artinya: hanya dalam kerjasamanya dengan factor-faktor lingkungan
mereka baru memperoleh arti bagi kriminologi.
Kecenderungan untuk berbuat antisocial bertambah selama masih sekolah dan memuncak
antara umur 20 dan 25, menurun perlahan-lahan sampai umur 40, lalu meluncur dengan cepat
untuk berhenti sama sekali pada hari tua. Kurve/garisnya tidak berbeda pada garis aktivitas
lain yang tergantung dari irama kehidupan manusia.
2) Ras dan Nasionalitas
Konsepsi ras adalah samar-samar dan kesamaran pengertian itu, merupakan rintangan untuk
mengadakan penelitian yang jitu. Pembatasan ras berdasarkan sifat-sifat keturunan yang
umum dari bangsa-bangsa atau golongan-golongan orang yang memiliki kebudayaan tertentu
dan bukan berdasarkan sifat-sifat biologis, membuka kesempatan untuk berbagai keraguan.
3) Alkohol
Dianggap factor penting dalam mengakibatkan kriminalitas, seperti pelanggaran lalu lintas,
kejahatan dilakukan dengan kekerasan, pengemisan, kejahatan seks, dan penimbulan
pembakaran, walaupun alcohol merupakan factor yang kuat, masih juga merupakan tanda
tanya, sampai berapa jauh pengaruhnya.
2.6 JENIS KRIMINALITAS
Jenis-jenis kriminalitas adalah sebagai berikut, Kartono (1999: 130-136):
Jenis-jenis kejahatan secara umum:
Rampok dan gangsterisme, yang sering melakukan operasi-operasinya bersama-sama
dengan organisasi-organisasi illegal.
Penipuan-penipuan: permainan-permainan penipuan dalam bentuk judi dan perantara-
perantara “kepercayaan”, pemerasan (blackmailing), ancaman untuk memplubisir skandal
dan perbuatan manipulative.
3
2
Pencurian dan pelanggaran: perbuatan kekerasan, perkosasan, pembegalan,
penjambreta/pencopetan, perampokan, pelanggaran lelu lintas, ekonomi, pajak, bea cukai,
dan lain-lain.
2.7 DAMPAK KRIMINALITAS
Dampak negative kriminalitas antara lain, Kartono (1999: 151):
Maraknya kejahatan memberikan efek yang mendemoralisir/merusak tatanan orde.
Menimbulkan rasa tidak aman, kecemasan, ketakutan dan kepanikan di tengah
masyarakat.
Banyak materi dan energi terbuang dengan sia-sia oleh gangguan-gangguan
kriminalitas.
Menambah beban ekonomis yang semakin besar kepada sebagian besar warga
masyarakatnya.
Adanya pemberitaan criminal menyebabkan peningkatkan kejahatan dengan
mengundang peniruan oleh pembaca yang bernaluri jahat, melukai perasaan keluarga
dari si penjahat atau korban kejahatan, dan menimbulkan kengerian dengan gambar-
gambar yang menakutkan dan mengerikan (misalnya gambar berwarna dari peristiwa
kejahatan/pembunuhan/kejahatan.
Sementara itu dampak positif munculnya kejahatan antara lain:
Menumbuhkan rasa solidaritas dalam kelompok-kelompok yang tengah diteror
penjahat.
Munculah tanda-tanda baru, degan norma susila lebih baik, yang diharapkan mampu
mengatur masyarakat dengan cara yang lebih baik dimasa mendatang.
Orang berusaha memperbesar kekuatan hukum, danmenambah kekuatan fisik lainnya
untuk memberantas kejahatan.
Pemberitaan criminal memberi ganjaran kepada penjahat, membantu pihak pengusut
kejahatan, membekuk si penjahat (pemuatan foto penjahat yang akhirnya berhasil
membekuk penjahat), penjera yang mujarab untuk mencegah orang-orang berjiwa
kecil/jahat melaksanakan niat jahatnya, dan pemberitaan proses peradilan dan
penangkapan si penjahat, juga membantu si penjahat dari perbuatan sewenang-
wenang pihak penegak hukum.
2.8 HUBUNGAN ANTARA KEMISKINAN DAN KRIMINALITAS
Faktor kemiskinan merupakan salah satu penyebab seseorang melakukan tindak
kriminal. Penyebab terjadinya kriminalitas - pencurian dan perampokan dari aspek sosial -
psikologi adalah faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen adalah dorongan yang terjadi
dari dirinya sendiri. Seperti setiap individu dalam masyarakat mempertahankan kebenaran
relatif, merasa pendapatnyalah yang paling benar dalam berinteraksi sosial. Kebenaran relatif
itu relatif bisa menciptakan suatu sikap untuk mempertahankan pendapatnya - diri - atau
egosentris dan fanatis yang berlebihan. Jika seorang tidak bijaksana dalam menanggapi
masalah yang barang kali menyudutkan dirinya, maka kriminalitas itu bisa saja terjadi
sebagai pelampiasan untuk menunjukan bahwa dialah yang benar.
Sementara faktor eksogen adalah faktor yang tecipta dari luar dirinya, faktor inilah yang bisa
dikatakan cukup kompleks dan bervariasi. Kesenjangan sosial, kesenjangan ekonomi,
ketidakadilan dan sebagainya, merupakan contoh penyebab terjadinya tindak kriminal yang
berasal dari luar dirinya. Pengaruh ekonomi misalnya karena keadaan yang serba kekurangan
dalam kebutuhan hidup, seperti halnya kemiskinan akan memaksa seseorang untuk berbuat
jahat.
BAB III
PENUTUP
3
2
3. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kondisi kemiskinan dan tindak
kejahatan saling mempengaruhi. Semakin tinggi tingkat kemiskinan, semakin besar pula
tingkat kriminalitas. Kondisi hidup miskin cenderung membuat orang menjadi lebih berani
melakukan tindak kejahatan karena hal itu terdorong dari kekurangan hidupnya yang serba
kekurangan, sehingga mereka tidak berpikir panjang sebelum melakukan suatu perbuatan.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.bps.go.id/brs_file/kemiskinan_02jan12.pdf
http://muhamadumarul.blogspot.com/2012/06/faktor-faktor-yang-menyebabkan.html
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/426822/
http://lydiarahmi.blogspot.com/2011/09/pengaruh-kemiskinan-terhadap-tindak.html
Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta : Erlangga.
Kartono. Kartini. 1999. Patologi Sosial. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
3