ACARA II
ABU
A.TUJUAN
Tujuan dari praktikum abu ini adalah agar mahasiswa mengetahui kadar
abu dalam bahan pangan.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan
organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga
dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-
bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak. Karena itulah disebut abu
(Winarno, 2004).
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara
pembuatannya. Penentuan kadar abu bahan adalah dengan mengoksidasikan
semua zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500 – 600oC dan
kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses
pembakaran tersebut. Bahan yang memiliki kadar air tinggi sebelum
pengabuan harus dikeringkan lebih dahulu (Sudarmadji, 2010).
Unsur-unsur mineral yang telah terbukti esensial dalam makanan ada
kurang lebih tujuh belas. Analisis kadar abu menunujukan bahwa ada lebih dari
dua puluh macam unsur yang terdapat dalam tubuh, yaitu: Kalsium, fosfor,
kalium, sulfur, natrium, klor, magnesium, besi, seng, selenium, mangan,
tembaga, iodium, molibden, kobalt, krom, dan lain-lain. Sebagian besar
mineral terdapat dalam tulang dan kurang lebih kandungan mineral tubuh
adalah 4% (Poedijadi, 2010).
Penentuan kadar abu dengan metode Tanur (SNI 01-2891-1992 butir 6).
Crusibel kosong dimasukan dalam tanur suhu 550oC selama 1 jam, kemudian
didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W1). Sampel ditimbang dengan
bobot 2 gram (W) dimasukkan dalam crusibel kosong dan dibakar selama 45
menit, kemudian dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 550oC selama 4 jam.
Setelah waktu dalam tanur tercapai sampel didinginkan dalam desikator dan
ditimbang (W2). Kadar abu ditentukan dengan rumus :
% kadar abu = %
(Susanto, 2009).
Abu dalam bahan pangan ditetapkan dengan menimbang sisa mineral hasil
pembakaran bahan organik pada suhu sekitar 550oC. Kadar abu merupakan
besarnya kandungan mineral dalam tepung. Kadar abu yang ditetapkan dalam
SNI adalah sebesar 1,5% (Gracia, 2009).
Biskuit adalah produk roti yang paling populer di seluruh dunia. Biskuit
adalah makanan tinggi karbohidrat, lemak dan kalori namun rendah serat,
vitamin, dan mineral yang membuatnya tidak sehat untuk penggunaan sehari-
hari. Karena penerimaan di semua kelompok usia, daya simpan yang lebih
lama, rasa yang lebih baik dan posisinya sebagai makanan ringan itu dianggap
baik sebagai produk untuk fortifikasi protein dan nutrisi lainnya (Mishra,
2012).
"Cookies" adalah produk kimia beragi, juga dikenal sebagai "Biskuit".
Umumnya istilah biskuit digunakan dalam negara-negara di eropa dan cookie
di Amerika Serikat. Biskuit mirip seperti produk telah dibuat dan dimakan
oleh manusia selama berabad-abad. Mereka berbeda dari produk lain seperti
panggang kue dan roti karena memiliki kelembaban rendah, relatif bebas dari
pembusukan mikroba dan daya simpan lama (Sharif, 2009).
Pengabuan dianggap selesai apabila diperoleh sisa pengabuan yang
umumnya berwarna putih abu-abu dan beratnya konstan dengan selang waktu
30 menit. Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam keadaan dingin,
untuk itu maka krus yang berisi abu yang diambil dari muffle harus terlebih
dahulu dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105o C agar suhunya turun, baru
kemudian dimasukkan dalam eksikator sampai dingin (Sudarmadji, 2010).
C. METODE PERCOBAAN
1. Alat
a. Cawan Porselin
b. Eksikator
c. Timbangan Analitik
d. Penjepit
e. Tanur (Muffle Furnace)
2. Bahan
Biskuit dengan berbagai merk yakni:
- Biksuat
- Malkist Abon
- Good Time
- Oat Bits
- Nyam-nyam
3. Cara Kerja
Cawan porselen bersih dikeringkan dalam oven suhu 105oC selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam eksikator dan
ditimbang (X)
Setelah dingin ditimbang (Z)
Dibakar sempurna dalam tanur suhu 600oC selama 12 jam atau sampai terbentuk abu yang sempurna (warna putih)
Sampel kering ditimbang sebanyak 1,5 – 2 g (Y) dalam cawan porselin
Cawan dipindahkan dalam oven suhu 120oC selama 1 jam dan didinginkan dalam eksikator
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 2.1 Hasil Perhitungan Kadar Abu
Kel Sampel
Berat Kurs
kosong
Berat kurs akhir berat
sampel
% abu Rata-rata
% abu Rata-ratatanpa
sampelbeserta sampel (wb) (db)
1 BISKUAT 15,479 15,630 2 2,55 2,75 2,76 3,016 17,187 17,246 2 2,95 3,272 MALKIST 16,527 16,574 2 2,35 2,32 2,53 2,437 ABON 16,297 16,343 2,004 2,30 2,333 GOOD
TIME15,575 15,623 1,9 2,53 2,57 2,66 2,678 19,057 19,111 2,062 2,62 2,69
4 OAT BITS
18,606 18,662 2 2,80 2,32 101,82 49,969 19,089 19,126 2,010 1,84 1,90
5NYAM-NYAM 17,21 17,261 2,1 2,43 2,43 2,55 2,55
Sumber : Laporan Sementara
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara
pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan dapat
merupakan dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik.
Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya adalah sangat
sulit, oleh karenanya biasanya dilakukan dengan menentukan sisa – sisa
pembakaran garam mineral tersebut, yang dikenal dengan pengabuan
(Sudarmadji, 2010). Kadar abu merupakan ukuran dari jumlah total mineral
yang terdapat dalam bahan pangan. Hal ini menunjukkan bahwa penentuan ini
sangat mempengaruhi penentuan kadar mineral. Pengertian dari kadar mineral
sendiri ialah ukuran jumlah komponen anorganik tertentu yang terdapat dalam
bahan pangan seperti Ca, Na, K dan Cl.
Pada praktikum kali ini, dilakukan penentuan kadar abu dengan metode
pengabuan secara kering. Sedangkan sampel yang digunakan dalam praktikum
ini adalah berbagai macam merk biskuit yang ada di pasaran yakni “Biskuat”,
“Malkist Abon”, “Good Time”, “Oat Bits”, dan “Nyam-nyam”. Metode
pengabuan kering ini adalah metode yang melakukan pengabuan dengan
menggunakan tanur (suhu 500 0C – 600 0C) selama ± 3 jam. Pada metode
pengabuan secara kering, air dan bahan volatile lain diuapkan kemudian zat- zat
organik dibakar hingga menghasilkan CO2, H2O dan N2.
Dalam praktikum ini didapatkan hasil rata-rata kadar abu (wb) tiap sampel
dari sampel “Biskuat” sampai sampel “Nyam-Nyam” yakni sebanyak 2,75%;
2,32%; 2,57%; 2,32% dan 2,43%. Sedangkan kadar abu (db) tiap-tiap sampel
didapatkan sebesar 3,01%; 2,43%; 2,67%; 49,96% dan 2,55%. Dari data yang
ada tersebut, dapat dilihat biskuit dengan merk “Biskuat” memiliki kadar abu
(wb) tertinggi yakni sebesar 2,75%. Sedangkan biskuit merk “Malkist Abon”
dan “Oat Bits” memiliki kadar abu (wb) terendah yakni sebesar 2,32%. Sehingga
kadar abu (wb) “Biskuat” > kadar abu “Good Time” > kadar abu “Nyam-nyam”
> kadar abu “Malkist Abon” dan “Oat Bits”. Sedangkan untuk kadar abu (db),
biskuit dengan merk “Oat Bits” memiliki kadar abu tertinggi yaitu sebesar
49,96%. Dan biskuit “Malkist Abon” memiliki kadar abu (db) terenddah yakni
2,43%. Dengan demikian kadar abu (db) “OatBits” > kadar abu “Biskuat” >
kadar abu “Good Time” > kadar abu “Nyam-nyam” > kadar abu “Malkist
Abon”.
Kadar abu yang didapat pada praktikum ini belum sesuai dengan kadar abu
yang ditetapkan dalam SNI yaitu sebesar 1,6% (Gracia, 2009). Hal ini
disebabkan kemungkinan adanya kesalahan pada saat penimbangan atau pada
saat pendingininan atau memang kadar abu dalam bahan pangan (biskuit)
tersebut cukup tinggi. Selain itu, kesalahan juga dapat terjadi pada saat proses
pengabuan.
Faktor – faktor yang berpengaruh terhadap kadar abu adalah lama
pemasakan dan lama penyimpanan. Dari semua sampel tersebut yang
menyumbangkan kadar abu adalah bahan baku sampel tersebut sendiri. Bahan
baku tersebut adalah tepung terigu yang merupakan bahan baku utama nya.
E. KESIMPULAN
Kesimpulan dari praktikum acara II “Abu” ini adalah :
1. Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara
pengabuannya.
2. Kadar abu merupakan ukuran dari jumlah total mineral yang terdapat
dalam bahan pangan.
3. Hasil rata – rata kadar abu (wb) tiap sampel dari sampel “Biskuat” sampai
sampel “Nyam-Nyam” yakni sebanyak 2,75%; 2,32%; 2,57%; 2,32% dan
2,43%.
4. Hasil rata – rata kadar abu (db) tiap-tiap sampel didapatkan sebesar 3,01%;
2,43%; 2,67%; 49,96% dan 2,55%.
5. Urutan kadar abu (wb) adalah kadar abu (wb) “Biskuat” > kadar abu
“Good Time” > kadar abu “Nyam-nyam” > kadar abu “Malkist Abon” dan
“Oat Bits”.
6. Urutan kadar abu (db) adalah kadar abu “OatBits” > kadar abu “Biskuat” >
kadar abu “Good Time” > kadar abu “Nyam-Nyam” > kadar abu “Malkist
Abon”.
DAFTAR PUSTAKA
Gracia, Cynthia, dkk. 2009. Kajian Formulasi Biskuit Jagung dalam Rangka Subtitusi Tepung Terigu. J. Teknol. dan Industri Pangan, Vol. XX No. 1 Th. 2009.
Mishra, Neha dan Ramesh Chandra. 2012. Development of Functional biscuit from soy flour & rice bran.
Poedijadi, Anna dan Titin Supriyanti. 2009. Dasar-dasar Biokimia. UI press. Jakarta.
Sharif, Main.K, dkk. 2009. Preparation of Fiber and Mineral Enriched Deffated Rice Bran Supplemented Cookies. Pakistan Journal of Nutrition.
Sudarmadji, Slamet, dan Bambang Haryono. 2010. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Susanto, Agus. 2009. Uji Korelasi Kadar Air Kadar Abu Water Activity dan Bahan Organik pada Jagung di Tingkat Petani, Pedagang Pemngumpul dan Pedagang Besar.Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Winarno. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.