BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan percobaan praktikum :
Agar mahasiswa mampu mengetahui susunan cara kerja dan
penggunaan alat spektrofotometri.
1.2 Prinsip percobaan :
a.berkas polykromatis dirubah menjadi monokromatis
b.Sinar yang diabsorbsi olehg bahan yang diselidiki sebandimg dengan
jumlah (konsentrasi) bahan yang diselidiki
c.Hukum Lambert – Beer
1.3 Landasan Teori :
Sintesis Lempung terpilar TiO2 menggunakan Surfaktan
dodesilamin ,karakterisasi dan aplikasinya sebagai Fotokatalis
degradasi zat warna.
Pendahuluan
Sintesis lempung terpilar TiO2 menggunakan surfaktan
dodesilamin telah dilakukan. Penggunaan surfaktan dalam sintesis
lempung terpilar TiO2 dilakukan agar interkalasi TiO2 dalam lapisan
lempung dapat maksimal sehingga didapatkan lempung terpilar dengan
basal spacing yang lebih besar. Hasil sintesis dikarakterisasi basal
spacing-nya menggunakan metode difraksi sinar-x (X-Ray
Diffraction). Uji aktivitas fotokatalis dilakukan pada reaksi degradasi
fotokatalitik zat warna indigo carmine, metanil yellow dan
rhodamin yang dibantu dengan sinar UV. Hasil uji aktivitas katalis
dianalisis menggunakan spektrofotometer UV- Vis. Hasil lempung
terpilar TiO2 setelah dikalsinasi pada suhu 6000C
menunjukkan basal spacing sebesar 52,54 Å. Nilai ini mengalami
peningkatan yang sangat signifikan dibandingkan dengan
lempung alam yang hanya mempunyai basal spacing 15,09Å.
Hasil fotodegradasi menunjukkan bahwa tingkat persentase
degradasi indigo carmine sebesar 90,50%, metanil yellow sebesar
31,75%.dan rhodamin sebesar 95,58%.
Sejak pertama kali dipublikasikan pada tahun 1972 oleh Fujishima
dan Honda, fenomena fotokatalisis pada permukaan TiO2 dan aplikasi
teknologinya menjadi lahan penelitian yang terus berkembang. Salah
satu penelitian adalah usaha inaktivasi mikroorganisme yang diterapkan
pada sistem pengolahan air maupun gas (Benedix dkk, 2000). Penelitian
lain yang berbasis fenomena fotokatalisis TiO2 adalah treatment sel
kanker (Blake dkk, 1999). Salah satu penerapan teknologi fotokatalis
TiO2 yang banyak berkembang adalah usaha untuk meminimalkan zat
organik berbahaya disebabkan oleh pencemaran limbah industri maupun
limbah rumah tangga (Subramani dkk 2006).
Banyak penelitian yang dilakukan untuk memaksimalkan kerja
dari TiO2 dengan cara mendistribusikannya dalam media pendukung,
salah satunya adalah dengan mengimpregnasikannya pada karbon aktif
(Subramani dkk, 2006) dan mengimpregnasikannya pada zeolit
(Wijaya dkk, 2006). Cara lain yang digunakan untuk memaksimalkan
kerja TiO2 adalah dengan menjadikannya sebagai pemilar dalam
lempung terpilar TiO2, dimana TiO2 berperan sebagai pemilar
sekaligus sebagai katalis dalam reaksi fotokatalisis (Ding dkk, 1998).
Penelitian mengenai lempung terpilar TiO2 sangat
menarik untuk dilakukan mengingat kegunaan dari TiO2 yang
sangat luas sebagai katalis. Sterte (1986) menyatakan bahwa
penggunaan oksida logam TiO2 sebagai agen pemilar akan
meningkatkan basal spacing dari lempung, dan oksida logam
akan terdistribusi pada layer lempung terpilar. Pemakaian oksida
logam TiO2 juga akan meningkatkan keasaman dari lempung
(Sugunan, 2006). Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan
oleh Purnomo (2005) yang menyatakan bahwa basal spacing dan
keasaman lempung akan meningkat bila dilakukan pemilaran dengan
oksida logam TiO2.
Pada penelitian yang dilakukan Purnomo (2005) kenaikan basal
spacing menunjukkan angka yang kurang signifikan, oleh karena itu
perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan melakukan
sintesis lempung terpilar TiO2 menggunakan surfaktan.
Penggunaan surfaktan dimaksudkan agar interkalasi oksida logam
TiO2 dapat maksimal sehingga dihasilkan lempung terpilar dengan
basal spacing yang lebih besar. Salah satu surfaktan yang lazim
digunakan dalam sintesis lempung terpilar adalah dengan
menggunakan senyawa organik seperti dodesilamin. Penggunaan
senyawa-senyawa organik, seperti dodesilamin sebagai surfaktan yang
terinterkalasi di daerah antarlapis lempung H+- monmorilonit dapat
memperbesar jarak antarlapis (Kwon dkk, 2000). Pada
penelitian Kusumawardani (2008), penggunaan dodesilamin
berpengaruh terhadap basal spacing dan distribusi pori pada
lempung terpilar, dimana dengan penambahan surfaktan dodesilamin
maka basal spacing akan meningkat dan distribusi pori lebih
merata.
Dengan melakukan sintesis lempung terpilar TiO2
menggunakan surfaktan dodesilamin, maka penggunaan katalis
TiO2 dalam mendegradasi senyawa organik yang mencemari
lingkungan dapat dilakukan sehingga pencemaran lingkungan dapat
diminimalkan. Untuk mengetahui uji fotokatalisisnya dilakukan uji
fotodegradasi senyawa indigo carmine, metanil yellow, dan rhodamin
Sintesis dilakukan dengan menginterkalasikan larutan tetraetoksi
titanium kedalam antarlapis lempung kemudian dikalsinasi pada suhu
6000 C selama 2 jam. Lempung terpilar TiO2 hasil sintesis kemudian
digunakan untuk mendegradasi zat warna indigo carmine, metanil
yellow, dan rhodamin 10 ppm dalam reaktor fotokatalisis.
Pembuatan Larutan Pemilar Tetraetoksi Titanium (TEOT)
Larutan pemilar yang dibuat adalah larutan polikation titanium.
Larutan pemilar ini dibuat dengan mencampurkan 11,1 mL TiCl4
dengan 23,4 mL etanol yang diaduk hingga larutan homogen.
Larutan kemudian diaduk selama 2 jam sampai larutan homogen
Pembuatan Lempung Terpilar TiO2
Lempung alam Pontianak kering dimasukkan kedalam 4 ml
dodesilamin. Campuran kemudian diaduk dalam temperatur kamar selama
2 jam. Kemudian ditambahkan larutan pemilar sebanyak 15 ml dan diaduk
kembali selama 5 jam. Lempung terinterkalasi yang diperoleh kemudian
disaring dan dicuci menggunakan etanol untuk menghilangkan surfaktannya.
Lempung terinterkalasi kemudian dikeringkan pada udara terbuka pada
temperatur kamar sebelum dikalsinasi pada suhu dan 600o C dengan
kecepatan kenaikan temperatur 2o C/ menit selama 2 jam untuk
memperoleh Lempung Terpilar TiO2
Penentuan Basal Spacing (d001)
Pengukuran dilakukan menggunakan difraktometer sinar-X dengan metode
bubuk (powder) dengan target Cu. Pengukuran dilakukan pada daerah 2θ
= 1o-9o
Aplikasi dan Uji Aktivitas Katalis
Larutan Indigo Carmine, Rhodamin dan Metanil Yellow 10 ppm
dengan sebanyak 25 ml dimasukkan ke dalam gelas beker,
kemudian ditambahkan 0,1 gram katalis lempung terpilar TiO2.
Campuran dimasukkan dalam set reaktor fotokatalis selama 1,5 jam.
Setelah proses fotokatalis selesai, larutan kemudian disaring untuk
memisahkan produk dari katalis lempung. Produk yang terbentuk
kemudian dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer 390 dan di
ukur ` ai absorbansinya. Perlakuan yang sama tanpa menggunakan
penyinaran sinar UV dan lempung alam dilakukan sebagai
pembanding dengan kecepatan pengukuran 2o/menit.
Sintesis Lempung Terpilar TiO2
Proses sintesis lempung terpilar TiO2 diawali dengan membuat
larutan pemilar yaitu larutan tetraetoksititanium (TEOT).
Penggunaan larutan ini didasarkan pada sifat dari TEOT yang
hampir sama dengan tetraetilorto silikat (TEOS). Dalam penelitian
Kusumawardani (2008) yang menggunakan senyawa TEOS sebagai
larutan pemilar dihasilkan lempung terpilar SiO2 yang mempunyai
basal spacing yang cukup besar pada kisaran 30-40 Å. Dengan
dilakukan pemilaran menggunakan senyawa yang besar maka akan
diperoleh pilar yang besar pula, sehingga basal spacing yang
dihasilkan pada proses sintesis lempung terpilar akan mempunyai
ukuran yang besar.
Larutan pemilar tetraetoksititanium (TEOT) dibuat dengan
mencampurkan larutan tetrakloro titanium (TiCl4) dengan etanol
absolut. Pencampuran kedua reaktan ini dilakukan secara perlahan
dan sambil diaduk-aduk hingga homogen sehingga terbentuk suatu
Ti-alkoksida.
Pada reaksi tersebut dihasilkan senyawa Ti(OCH2CH3)4
dengan Ti sebagai atom pusatnya dan terdapat 4 molekul -OCH2CH3
yang berikatan dengan atom Ti tersebut. Larutan yang terbentuk
diaduk selama 2 jam sampai homogen. Hal ini ditandai dengan
habisnya gas HCl yang terbentuk dan didapatkan larutan
berwarna kuning, sesuai dengan yang dilaporkan oleh Suzuki Eichiro
dkk (1997). Larutan tersebut siap untuk dijadikan larutan pemilar.
Sebelum dilakukan interkalasi larutan pemilar kedalam
lempung, terlebih dahulu lempung alam ditambah dengan surfaktan
untuk mempermudah masuknya larutan pemilar pada antarlapis
lempung. Menurut Kwon (2001) dodesilamin dapat memberikan
sifat organofilik di daerah antar lapis sehingga memperlebar jarak
antarlapis lempung dan pada akhirnya akan memudahkan molekul
pemilar yang berupa TEOT masuk kedalam daerah antar lapis
tersebut.
Karakterisasi Basal Spacing Lempung Terpilar TiO2
Menggunakan Difraksi Sinar-x
Proses pemilaran di daerah antar lapis lempung oleh TEOT
menghasilkan\ lar TiO2. Sifat yang dapat diamati meliputi perubahan
basal spacing dan kristalinitas lempung yang diamati menggunakan
difraksi sinar-x (XRD). Basal spacing dan kristalinitas lempung
terpilar TiO2 sebelum dan sesudah kalsinasi pada suhu 600o C
disajikan dalam pola difraktogram.
Fenomena pilarisasi TiO2 pada lempung dapat diamati menggunakan
difraktometer sinar-x yang diamati dengan adanya pergeseran puncak
pada 2θ (basal spacing). Basal spacing perlu diketahui agar dapat
ditentukan peningkatan jarak antar lapis silikat lempung pada saat
terbentuknya pilar. Dari hasil difraktogram pada gambar 4.1 dapat
dilihat perbedaan basal spacing antara lempung alam dan lempung
yang telah diinterkalasi. Lempung alam yang merupakan lempung
asli tanpa perlakuan menunjukkan nilai basal spacing15,09Å. Hal
ini sesuai yang dilaporkan oleh Tan (1991) bahwa kisaran basal
spacing dari lempung monmorilonit kering pada 12,3 Å-15 Å. Setelah
dilakukan pemilaran dengan larutan tetraetoksititanium yang didahului
dengan penambahan surfaktan dodesilamin, maka didapatkan lempung
terpilar dengan basal spacing yang lebih besar. Pada lempung
terinterkalasi yang belum dikalsinasi menunjukkan nilai basal
spacing sebesar 32,74 Å. Hal ini menujukkan kenaikan 2 kali lipat dari
basal spacing lempung alam. Kenaikan ini dikarenakan molekul
tetraetoksititanium yang berukuran relatif lebih besar telah mampu
terinterkalasi dalam daerah antar lapis lempung. Pada penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Purnomo (2005) dilaporkan bahwa
kenaikan basal spacing pada proses pilarisasi lempung menggunakan
TiO2 menunjukkan basal spacing hanya sebesar16,15 Å. Perbedaan
yang cukup signifikan ini dikarenakan dalam penelitian ini digunakan
surfaktan dodesilamin. Penggunaan dodesilamin ini terbukti efektif
memperlebar jarak antar lapis pada lempung.
1.3.2.Spektrofotometry
Spektrofotometer dibagi menjadi dua jenis yaitu spektrofotometer single-
beam dan spektrofotometer double-beam. Perbedaan kedua jenis spektrofotometer
tersebut hanya pada pemberian cahaya, dimana pada single-beam, cahaya hanya
melewati satu arah sehingga nilai yang diperoleh hanya nilai absorbansi dari
larutan yang dimasukan. Berbeda dengan single-beam, pada
spektrofotometer double-beam, nilai blanko dapat langsung diukur bersamaan
dengan larutan yang diinginkan dalam satu kali proses yang sama. Prinsipnya
adalah dengan adanya chopper yang akan membagi sinar menjadi dua, dimana
salah satu melewati blanko (disebut juga reference beam) dan yang lainnya
melewati larutan (disebut juga sample beam). Dari kedua jenis spektrofotometer
tersebut, spektrofotometer double-beam memiliki keunggulan lebih
dibanding single-beam, karena nilai absorbansi larutannya telah mengalami
pengurangan terhadap nilai absorbansi blanko. Selain itu, pada single-beam,
ditemukan juga beberapa kelemahan seperti perubahan intensitas cahaya
akibat fluktuasi voltase.
Untuk molekul organik, dalam banyak hal, absorbsi cahaya UV/Vis
(ultraviolet/visible) terjadi pada group fungsional (kromofor) yang mengandung
elektron-elektron valensi. Proses absorbsi cahaya UV/Vis berkaitan dengan
promosi elektron dari satu orbital molekul dengan tingkat energi elektronik
tertentu ke orbital molekul lain dengan tingkat energi elektronik yang lebih tinggi.
1.3.3 Spektrofotometer UV & uv – Visible
Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia analisis yang
digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara kuantitatif dan
kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya. Peralatan
yang digunakan dalam spektrofotometri disebut spektrofotometer. Cahaya yang
dimaksud dapat berupa cahaya visibel, UV dan inframerah, sedangkan materi
dapat berupa atom dan molekul namun yang lebih berperan adalah elektron
valensi.
Sinar atau cahaya yang berasal dari sumber tertentu disebut juga sebagai
radiasi elektromagnetik. Radiasi elektromagnetik yang dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari adalah cahaya matahari.
Dalam interaksi materi dengan cahaya atau radiasi elektromagnetik, radiasi
elektromagnetik kemungkinanan dihamburkan, diabsorbsi atau dihamburkan
sehingga dikenal adanya spektroskopi hamburan, spektroskopi absorbsi ataupun
spektroskopi emisi.
Pengertian spektroskopi dan spektrofotometri pada dasarnya sama yaitu di
dasarkan pada interaksi antara materi dengan radiasi elektromagnetik. Namun
pengertian spektrofotometri lebih spesifik atau pengertiannya lebih sempit karena
ditunjukan pada interaksi antara materi dengan cahaya (baik yang dilihat maupun
tidak terlihat). Sedangkan pengertian spektroskopi lebih luas misalnya cahaya
maupun medan magnet termasuk gelombang elektromagnetik.
Radiasi elektromagnetik memiliki sifat ganda yang disebut sebagai sifat
dualistik cahaya yaitu:
1) Sebagai gelombang
2) Sebagai partikel-partikel energi yang disebut foton.
Karena sifat tersebut maka beberapa parameter perlu diketahui misalnya
panjang gelombang, frekuensi dan energi tiap foton. Panjang gelombang (l)
didefinisikan sebagai jarak antara dua puncak.
Hubungan dari ketiga parameter di atas dirumuskan oleh Planck yang
dikenal dengan persamaan Planck. Hubungan antara panjang gelombang
frekuensi dirumuskan sebagai
c = λ . v atau λ = c/v atau v = c/λ
Persamaan Planck: hubungan antara energi tiap foton dengan frekuensi
Dari rumus di atas dapat diketahui bahwa energi dan frekuensi suatu foton
akan berbanding terbalik dengan panjang gelombang tetapi energi yang
dimiliki suatu foton akan berbanding lurus dengan frekuensinya.
Misalnya: energi yang dihasilkan cahaya UV lebih besar dari pada energi
yang dihasilkan sinar tampak. Hal ini disebabkan UV memiliki panjang
gelombang (λ) yang lebih pendek (100–400 nm) dibanding panjang gelombang
yang dimiliki sinar tampak (400–800 nm).
Dari 4 jenis spektrofotometri ini (UV, Vis, UV-Vis dan Ir) memiliki
prinsip kerja yang sama yaitu “adanya interaksi antara materi dengan cahaya
yang memiliki panjang gelombang tertentu”. Perbedaannya terletak pada
panjang gelombang yang digunakan.
Secara sederhana Instrumen spektrofotometri yang disebut spektrofotometer
terdiri dari :
sumber cahaya – monokromator – sel sampel – detektor – read out
(pembaca).
Fungsi masing-masing bagian:
1. Sumber sinar polikromatis berfungsi sebagai sumber sinar polikromatis dengan
berbagai macam rentang panjang gelombang. Untuk sepktrofotometer
UV menggunakan lampu deuterium atau disebut juga heavi hidrogen
VIS menggunakan lampu tungsten yang sering disebut lampu
wolfram
UV-VIS menggunan photodiode yang telah dilengkapi monokromator.
Infra merah, lampu pada panjang gelombang IR.
2. Monokromator berfungsi sebagai penyeleksi panjang gelombang yaitu
mengubah cahaya yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi cahaya
monaokromatis. Jenis monokromator yang saat ini banyak digunakan adalan
gratting atau lensa prisma dan filter optik.
Jika digunakan grating maka cahaya akan dirubah menjadi spektrum cahaya.
Sedangkan filter optik berupa lensa berwarna sehingga cahaya yang diteruskan
sesuai dengan warnya lensa yang dikenai cahaya. Ada banyak lensa warna dalam
satu alat yang digunakan sesuai dengan jenis pemeriksaan.
3. Sel sampel berfungsi sebagai tempat meletakan sampel
- UV, VIS dan UV-VIS menggunakan kuvet sebagai tempat sampel. Kuvet
biasanya terbuat dari kuarsa atau gelas, namun kuvet dari kuarsa yang terbuat dari
silika memiliki kualitas yang lebih baik. Hal ini disebabkan yang terbuat dari kaca
dan plastik dapat menyerap UV sehingga penggunaannya hanya pada
spektrofotometer sinar tampak (VIS). Cuvet biasanya berbentuk persegi panjang
dengan lebar 1 cm.
- IR, untuk sampel cair dan padat (dalam bentuk pasta) biasanya dioleskan pada
dua lempeng natrium klorida. Untuk sampel dalam bentuk larutan dimasukan ke
dalam sel natrium klorida. Sel ini akan dipecahkan untuk mengambil kembali
larutan yang dianalisis, jika sampel yang dimiliki sangat sedikit dan harganya
mahal.
4. Detektor berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan
mengubahnya menjadi arus listrik. Syarat-syarat sebuah detektor :
Kepekaan yang tinggi
Perbandingan isyarat atau signal dengan bising tinggi
Respon konstan pada berbagai panjang gelombang.
Waktu respon cepat dan signal minimum tanpa radiasi.
Signal listrik yang dihasilkan harus sebanding dengan tenaga radiasi.
Macam-macam detektor :
Detektor foto (Photo detector)
Photocell, misalnya CdS.
Phototube
Hantaran foto
Dioda foto
Detektor panas
5. Read out merupakan suatu sistem baca yang menangkap besarnya isyarat listrik
yang berasal dari detektor.
Proses Absorbsi Cahaya pada Spektrofotometri
Ketika cahaya dengan panjang berbagai panjang gelombang (cahaya
polikromatis) mengenai suatu zat, maka cahaya dengan panjang gelombang
tertentu saja yang akan diserap. Di dalam suatu molekul yang memegang peranan
penting adalah elektron valensi dari setiap atom yang ada hingga terbentuk suatu
materi. Elektron-elektron yang dimiliki oleh suatu molekul dapat berpindah
(eksitasi), berputar (rotasi) dan bergetar (vibrasi) jika dikenai suatu energi.
Jika zat menyerap cahaya tampak dan UV maka akan terjadi perpindahan
elektron dari keadaan dasar menuju ke keadaan tereksitasi. Perpindahan elektron
ini disebut transisi elektronik. Apabila cahaya yang diserap adalah cahaya
inframerah maka elektron yang ada dalam atom atau elektron ikatan pada suatu
molekul dapat hanya akan bergetar (vibrasi). Sedangkan gerakan berputar elektron
terjadi pada energi yang lebih rendah lagi misalnya pada gelombang radio.
Atas dasar inilah spektrofotometri dirancang untuk mengukur konsentrasi
suatu suatu yang ada dalam suatu sampel. Dimana zat yang ada dalam sel sampel
disinari dengan cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu. Ketika cahaya
mengenai sampel sebagian akan diserap, sebagian akan dihamburkan dan
sebagian lagi akan diteruskan.
Pada spektrofotometri, cahaya datang atau cahaya masuk atau cahaya yang
mengenai permukaan zat dan cahaya setelah melewati zat tidak dapat diukur, yang
dapat diukur adalah It/I0 atau I0/It (perbandingan cahaya datang dengan cahaya
setelah melewati materi (sampel)). Proses penyerapan cahaya oleh suatu zat dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar Proses penyerapan cahaya oleh zat dalam sel sampel. dari gambar terlihat
bahwa zat sebelum melewati sel sampel lebih terang atau lebih banyak di banding
cahaya setelah melewati sel sampel
Cahaya yang diserap diukur sebagai absorbansi (A) sedangkan cahaya yang
hamburkan diukur sebagai transmitansi (T), dinyatakan dengan hukum lambert-
beer atau Hukum Beer, berbunyi:
“jumlah radiasi cahaya tampak (ultraviolet, inframerah dan sebagainya)
yang diserap atau ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi
eksponen dari konsentrasi zat dan tebal larutan”.
Berdasarkan hukum Lambert-Beer, rumus yang digunakan untuk
menghitung banyaknya cahaya yang hamburkan:
dan absorbansi dinyatakan dengan rumus:
dimana I0 merupakan intensitas cahaya datang dan It atau I1 adalah intensitas
cahaya setelah melewati sampel.
Secara eksperimen hukum Lambert-beer akan terpenuhi apabila peralatan yang
digunakan memenuhi kriteria-kriteria berikut:
1. Sinar yang masuk atau sinar yang mengenai sel sampel berupa sinar
dengan dengan panjang gelombang tunggal (monokromatis).
2. Penyerapan sinar oleh suatu molekul yang ada di dalam larutan tidak
dipengaruhi oleh molekul yang lain yang ada bersama dalam satu larutan.
3. Penyerapan terjadi di dalam volume larutan yang luas penampang (tebal
kuvet) yang sama.
4. Penyerapan tidak menghasilkan pemancaran sinar pendafluor. Artinya
larutan yang diukur harus benar-benar jernih agar tidak terjadi hamburan
cahaya oleh partikel-partikel koloid atau suspensi yang ada di dalam larutan.
5. Konsentrasi analit rendah. Karena apabila konsentrasi tinggi akan
menggangu kelinearan grafik absorbansi versus konsntrasi.
Faktor-faktor yang sering menyebabkan kesalahan dalam menggunakan
spektrofotometer dalam mengukur konsentrasi suatu analit:
1. Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan
blangko, yaitu larutan yang berisi selain komponen yang akan dianalisis
termasuk zat pembentuk warna.
2. Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau kuarsa,
namun kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik.
3. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat
rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi,
sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan (melalui
pengenceran atau pemekatan).
Spektrum UV, VIS, UV-VIS dan IR
Data-data yang dikeluarkan oleh UV atau VIS dapat berupa absorbansi atau
transmitansi yang langsung dibaca pada spektrofotometer. Namun untuk UV, VIS,
UV-VIS dan IR data yang dikeluarkan dapat berupa spektrum jika telah
dihubungkan dengan komputer.
Spektrum yang dikeluarkan oleh UV, VIS dan UV-VIS berupa pita yang
lebar sedangkan pada pita yang dikeluarkan oleh IR berupa garis atau puncak
tajam.
Pita melebar dari UV-VIS disebabkan karena energi yang dimiliki selain
menyebabkan transisi elektronik terjadi pula rotasi dan vibrasi elektron dalam
molekul. Sedangkan pada IR hanya terjadi vibrasi elektron maka spektrum yang
dihasilkan berupa garis atau puncak tajam. Selain pada IR, spektrum berupa garis
dapat terjadi pula pada spektroskopi NMR karena hanya terjadi rotasi elektron.
Spektrum yang dihasilkan dari setiap spektroskopi berbeda antara satu
dengan yang lainnya. Para kimiawan spektrum UV, VIS maupun IR dapat
dibedakan dengan mudah. Spektrum yang dihasilkan oleh UV, VIS dan UV-VIS
tidak berbeda jauh namun sangat sangat berbeda bila dibanding spektrum IR.
Untuk membedakannya dapat dilihat pada gambar:
Gambar spektrum UV. Namun spektrum dari spektrofotometer VIS dan UV-VIS
menyerupai spektrum UV
Gambar spektrum IR. Pita tertinggi mengarah ke bawah sedangkan pada UV pita
yang paling tinggi mengarah ke atas hal ini disebabkan spektrofotometer IR
ditulis dalam bentung bilangan gelombang.
BAB II
PROSEDUR KERJA
2.1 Alat dan Bahan
a.Alat yang digunakan
- lampu deuterium
-Monokromator
-Cell/kuvet
-Detector
-Indikator
-Pipet mili
-Pipet tetes
-Gelas ukur
b.Bahan yang digunakan
-Pelarut pelarut sampel yang disesuaikan dengan sampel yang diperiksa.
-HCl 1:1
-HONH2HCl
-O.Phenontroline o,1%
-Fe standart
-Larutan buffer
2.2 Prosedur Kerja
a. Prosedur kerja preparasi
1. Dipipet larutan stock Fe (1 ml =1µg Fe) 1,3,5ml kedalam labu ukur 50
ml,tambahkan 1 ml HCl 1:1 tambahkan 1 ml HONH2HCl 10
%,tambahkan 3 ml O.phenotrolin .aduk sampai rata dan tambahkan 5
ml buffer asetat 50% dan diaduk kembali sampai merata .
2. Dilakukan perlakuan yang sama seperti diatas dengan mengganti
larutan stock dengan sampel.
3. Diukur warna pakai spektrofotometri pada 510 nm.
b.Prosedur kerja UV Visible Spektofotometer
1.Diperiksa bahwa tidak terdapat sampel didalam cell compartment
2.Di posisi setiap switch,harus pada posisi off atau posisi semula.
3.Dinyalakan power switch.
4.Dipilihlah lampu yang sesuai,myalakan sesuai dengan range panjang
gelombang yang akan diukur.Lampu D2 untuk range 190-380
nm.Lampu W untuk range 380-900 nm.
5.melalui knop panjang gelombamg ,atur panjang gelombang yang
dikehendaki.
6.Diperiksalah 0% T dengan meletakkan sutheer block pada sampel
beam ,display harus menunjukan 0% T
7.Dipetakkan cell-cell berisi pelarut pada refeernce dan sampel beam atur
agar absorbsinya 0 atau 100% Y
8.Dipetakkan cell berisi sampel yang akan diukur pada sampel bean .n
baca hasilnya pada display.
BAB III
GAMBAR RANGKAIAN
3.1 Gambar alat
3.2 Gambar rangkaian
BAB IV
DATA PENGAMATAN
Data pengamatan untuk Fe standart
Konsentrasi (N) Absorbansi
0.0000 N -0,009
1.0000 N 0.050
3.0000 N 0.143
5.0000 N 0,238
Data pengamatan untuk sampel(clean q dan limass)
Konsentrasi (N) Absorbansi
0,4731 0,019
0,5107 0,021
BAB V
PENGOLAHAN DATA
5.1. Perhitungan Regresi linier Sederhana untuk Fe standart
No. Konsentrasi
(C)
(x)
Absorbansi (A)
(y)
x . y x2 y2
1 0,0000 - 0,009 0 0 0
2 1.0000 0,050 0.05 1 0,0025
3 3.0000 0,143 0.429 9 0,020449
4 5.0000 0.467 1,415 25 0,080089
∑x = 9.0000 ∑y =0,467 ∑xy= 1,894 ∑x2= 35 ∑y2= 0,103038
5.2. Perhitungan Koefisien Korelasi Concentration vs
adsorbansi
n∑xy – ∑x.∑y
b =
n ∑ x2 - ( ∑ x )2
4 x (1,894) – 9,0000 x 0,467
=
4x 35 – (9,0000)2
7,576 – 4,203
=
140 – 81
3,372
=
59
= 0,0571
a = y – b . x
= 0,11675 – (0,0571) x 2,25
= 0,11675 – 0,128475
= - 0,011725
y = a + bx
0,467 = - 0,011752 + (0,0571) x
0,467 = 0,0453 x
0,467
x =
0,0453
= 10,3090
n ∑ xy - ∑ x . ∑ y
R =
[ n ∑ x2 - ( ∑ x)2 ] [ n ∑ y2 - ( ∑ y)2 ]
= 4x (1,894) – 9 x 0,467
[4x 35 – (9)2] [ 4 x 0,103038 - (0,467)2
= 7,576 – 4,203
[140 – 81] [ 0,4121 - 0,2180 ]
3,373
=
[ 59 ] [ 0,1941]
= 3,373
11,4519
3,373
=
3,384
= 0,99
1.2.Perhitungan Regresi linier Sederhana untuk sampel
No. Konsentrasi
(C)
(x)
Absorbansi
(A)
(y)
x . y x2 y2
1 0,4731 0,019 0,00898 0.2238 0,00036
2 0,5107 0,021 0,0107 0,2608 0,00044
∑x =
0,9838
∑y =
0,04
∑xy=
0,01968
∑x2= 0,4868 ∑y2=
0,0008
Perhitungan Koefisien Korelasi
n∑xy - ∑x.∑y
b =
n ∑ x2 - ( ∑ x )2
2x (0,01968) – 0,9838 x (0,04)
=
2x (0,4868) – ( 0,9838)2
0,0393 – ( 0,0393)
=
0,9736 – 0,9678
0,00001
=
0,0058
= 0,0017
a = y – b . x
= 0,02 – (0,0017) x 0,4919
= 0,02 – (0,00083)
= 0,01917
y = a + bx
0,019 = 0,01917 + (0,0017) x
0,019 = 0,02087 x
0,019
x =
0,02087
= 0,9103
n ∑ xy - ∑ x . ∑ y
R =
[ n ∑ x2 - ( ∑ x)2 ] [ n ∑ y2 - ( ∑ y)2 ]
= 2x (0,01968) – 0,9838x (0,04)
[2x (0,4868) –(0,9838)2] [2x 0,0008 - (0,04)2]
= 0,03936 – (0,03935)
[0,9736 – 0,9678 ] [ 0,0016 – 0,0016 ]
0,00001
=
[ 0,0058 ] .0
= 0
BAB VI
KESIMPULAN dan SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Semakin tinggi konsentrasi dari sampel ,maka semakin besar daya
absorbanya.
2. Pada percobaan spektrofotometer uv-visibel,larutan yang akan di
analisa umumnya larutan yang berwarna.
3. Pada percobaan spektrofotometer uv-visibel ini dilakukan untuk
menganalisa adanya logan-logam berat.
6.2. Saran
Pada saat melakukan percobaan diharapkan praktikan memilki
ketelitian yang sangat tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Basset. J, dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Khopkar.S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas
Indonesia (UI-Press)
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://wikidoc.org/
index.php/UV/VIS_spectroscopy