Transcript

PENYELESAIAN PERMASALAHAN KELOMPOK TANI SAPI PERAH MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN PAKAN DAN PENANGANAN LIMBAH

Oleh:

Didik Nurhadi

Email: [email protected]

Laurent Octaviana

Email: [email protected]

Abstrak. Para kelompok tani sapi perah biasanya diresahkan oleh permasalahan oleh pakan ternak yang kurang optimal dimakan dan dicena oleh sapi, sehingga cukup banyak yang terbuang/tersisa dan akibatnya kerugian yang ditimbulkan juga cukup besar serta produktifitas sapi juga menjadi berkurang. Guna mengatasi permasalahan tersebut maka perlu dibuat teknologi pencacah pakan ternak untuk mempermudah mencerna dan pakan tidak terbuang sia-sia, serta pelatihan pengolahan pakan ternak melalui pembuatan pakan silase untuk meningkatkan produktivitas susu sapi perah para kelompok tani. Sementara limbah kotoran sapi yang dihasilkan dimanfaatkan kelompok tani melalui penerapan teknologi pembuatan biogas yang aman untuk bahan bakar alternatif memasak yang murah dan ramah lingkungan.

Abstract. The dairy farmer groups usually recently by problems by a less than optimal fodder being eaten and digested by cows, so that pretty much wasted/left and consequently loss also is big enough and the productivity of cows has also been reduced. In order to overcome these problems it is necessary the counter fodder technology created to make it easier to digest the feed and not wasted, as well as training fodder processing through the creation of silage feed to increase the productivity of dairy cow's milk the farmers groups. While the resulting cow manure waste utilized farmer groups through the application of biogas technology is a safe alternative to fuel cooking cheap and environmentally friendly.

Kata Kunci: teknologi pakan ternak, silase, biogas

Kondisi cuaca di Indonesia saat ini tidak dapat diprediksi. Akibatnya tanaman hijauan untuk pakan ternak terkadang susah untuk didapatkan terutama ada musim kemarau. Jika ternak bukan meruakan penghidupan masyarakat maka tidak akan menimbulkan masalah. Namun dikarenakan ternak merupakan kehidupan masyarakat diantaranya petani sapi perah, maka hal ini akan menjadikan masalah besar. Pada musim penghujan, pakan ternak melimpah dan dapat dioptimalkan untuk dibuat pakan ternak yang dapat disimpan dalam waktu lama dalam bentuk

silase.

Selain itu supaya pakan ternak agar lebih optimal dimakan dan dicena oleh sapi, maka perlu dibuat teknologi pencacah pakan ternak sehingga tidak terbuang

(0)

sia-sia. Pakan ternak yang terbuang jika dihitung secara financial maka kerugian yang ditimbulkan juga cukup besar dan akibatnya juga produktifitas sapi juga menjadi berkurang.

Salah satu kasus seperti ini terjadi di kelompok tani sapi perah di Desa Wringinanom, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Kelompok tani sapi perah Citra Pelangi yang berjumlah 70 anggota memiliki rata-rata 2 6 sapi perah/anggota, sehingga keseluruhan sapi dikelompok tani berjumlah 350 sapi. Sapi produktif yang ada di kelompok tani Citra Pelangi rata-rata 1 sapi/hari menghasilkan susu antara 10 15 liter. Sementara kelompok tani sapi perah Sumber Makmur yang berjumlah 50 anggota, rata-rata memiliki 2 5 sapi perah/anggota, sehingga keseluruhan sapi dikelompok tani berjumlah 150 sapi. Sapi perah yang dimiliki anggotanya juga tidak semuanya produktif. Sapi produktif yang ada di kelompok tani ini rata-rata 1 sapi menghasilkan susu antara

13 17 liter/hari.

Bobot 1 sapi dewasa rata-rata 500 kg dan memerlukan pakan hijauan per hari sebanyak 40% dari bobot sapi atau 50 kg/hari. Harga pakan hijauan Rp. 150,-

/kg sehingga 50 kg seharga Rp. 7.500,-. Dari pakan hijauan 50 kg yang diberikan

20% atau 10 kg tidak dapat dimakan sapi karena tidak dapat dikunyah/keras dan menjadi limbah pakan. 10 kg pakan hijauan seharga 10 kg x Rp. 150,- = Rp.

1.500,- /hari.

Di kelompok tani Citra Pelangi memiliki 350 sapi, sehingga nilai financial yang terbuang dari limbah pakan adalah 350 x Rp. 1.500,- = Rp. 525.000,-/hari. Selama 1 bulan financial yang terbuang adalah 30 hari x Rp. 525.000,- = Rp.

15.750.000,-. Sementara financial yang terbuang di kelompok tani Sumber

Makmur yang memiliki 150 sapi adalah 150 x Rp. 1.500,- /hari = Rp. 225.000,-

/hari, sehingga financial yang terbuang selama 1 bulan adalah 30 hari x Rp.

225.000,- = Rp. 6.750.000,-.

Berdasarkan permasalahan tersebut masyarakat memiliki ide untuk membuat sebuah alat pencacah atau pemotong hijauan sehingga limbah pakan ternak dapat diturunkan persentasenya hingga 2 5% saja. Sementara untuk menyelesaikan masalah tingkat produksi susu ini cukup rendah maka perlu

(1)

dilakukan pelatihan pembuatan silase di masyarakat petani sapi perah agar dapat bertahan secara optimal.

Selain itu masyarakat juga memiliki permasalahan tentang instalasi biogas. Permasalahan tersebut diantaranya beberapa ada kerusakan dan membahayakan bagi penggunanya. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan-perbaikan instalasi tersebut sebagai contoh instalasi yang lebih teratur, aman dan selamat.

METODE PELAKSANAAN

Metode yang dalam menyelesaikan permasalahan di Kelompok Tani Desa Wringinanom Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang adalah (1) dibuat Mesin pencacah/perajang rumput dan pelatihan pengoperasian mesin, (2) dilakukan Pelatihan Pembuatan Silase, dan (3) diperbaikinya instalasi biogas dan dilakukannya pelatihan perawatan instalasi biogas secara berkala. Lebih jelasnya prosedur dan langkah kerja penyelasaikan permasalahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Prosedur Kerja

Prosedur kerja

Langkah kerja

Optimalisasi pemanfaatan limbah kotoran ternak

Perbaikan instalasi biogas

Pembuatan teknologi mesin penggiling/ perajang rumput hijauan

Pembuatan mesin

Ujicoba mesin

Pelatihan pengoperasian mesin pencacah

Pelatihan Pengoperasian Mesin

Pelatihan pembuatan silase pakan ternak sapi perah

Pelatihan Pembuatan Silase

Uji Laboratorium

HASIL DAN PEMBAHASAN

Program pengabdian masyarakat melalui kegiatan IbM Penerapan Teknologi Pengolahan Pakan dan Penanganan Limbah Bagi Kelompok Tani Sapi Perah di Desa Wringinanom Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang yang dihasilkan adalah sesuai dengan KPI (Key Performance Indicators) kegiatan ini. KPI kegiatan ini adalah (1) dibuatnya teknologi mesin untuk penggiling/perajang rumput hijauan, (2) pelatihan peningkatan SDM dalam adopsi teknologi pembuatan silase sebanyak 5 orang, (3) uji Laboratorium bahan, meliputi: unsure yang ada dalam bahan baku dan komposisi bahan, (4) uji Laboratorium produk silase yang dihasilkan dilapangan, (5) pelibatan mahasiswa dalam program pelatihan

teknologi pembuatan silase sebagai wahana peluang berwirausaha, dan (6)

penggunaan biogas untuk memasak yang aman bagi kelompok tani.

A. Teknologi Mesin Penggiling/Perajang Rumput Hijauan yang Dibuat Teknologi mesin penggiling/perajang rumput hijauan yang dibuat oleh Tim Pelaksana IbM didesain oleh tim sendiri. Mesin dibuat di Laboratorium Teknik Mesin di Jurusan Teknik Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang. Mesin yang dihibahkan kepada kelompok tani sudah dilakukan ujicoba hingga menghasilkan rajangan yang sampai ketebalan 5 mm. Mesin tersebut seperti pada Gambar 1.

Gambar 1 Mesin Penggiling/Perajang Rumput Hijauan

Sementara Gambar 2 menunjukkan konstruksi di dalam hopper mesin penggiling/perajang rumput hijauan.

Gambar 2 Konstruksi Hopper Mesin Penggiling/Perajang Rumput Hijauan

Gambar 3 Detail Konstruksi Hopper Mesin Penggiling/Perajang Rumput Hijauan

Mesin penggiling/perajang rumput hijauan dibuat dengan tujuan untuk membantu kelompok tani mengefisiensi pakan. Pakan yang tidak bisa dimakan oleh sapi sebelumnya menjadi dapat dimakan oleh sapi. Sehingga pakan tidak akan terbuang. Lebih jelasnya tergambarkan seperti Tabel 3.

Tabel 3 Kondisi Pakan Rumput Gajah Sebelum dan Sesudah Menggunakan Mesin

Penggiling/Perajang Rumput Hijauan

SEBELUM

SESUDAH

Pakan ternak rumput gajah yang tidak dimakan sapi perah karena kondisinya keras dan sulit dicerna sapi.

Pakan ternak rumput gajah menjadi dimakan oleh sapi setelah dirajang oleh mesin yang diterapkan.

Selain itu wakil dari beberapa kelompok tani juga diberikan pelatihan cara pengoperasian dan perawatan mesin penggiling/perajang rumput hijauan. Tim Pengabdian Masyarakat IbM memberikan garansi untuk hoper mesin jika mengalami kerusakan sampai 3 tahun. Gambar 4 adalah menunjukkan kondisi

pelatihan pengoperasian mesin.

Gambar 4 Kondisi Pelatihan Pengoperasian Mesin Penggiling/Perajang Rumput Hijauan

B. Pelatihan Peningkatan SDM dalam Adopsi Teknologi Pembuatan Silase

Kegiatann Pelatihan Peningkatan SDM dalam Adopsi Teknologi Pembuatan Silase ditargetkan diikuti oleh 5 orang per kelompok tani. Kondisi dilapangan ternyata yang mengikuti pelatihan menjadi 21 orang. Hal ini menandakan kelompok tani atusias dan semangat dalam mengikuti pelatihan.

Bahan dan komposisi utama pembuatan silase 100 kg/1 kwintal adalah:

1. Bahan hijauan (rumput gajah dan tebon) sebanyak 80% = 80 kg. Sebaiknya bahan hijauan yang digunakan sudah layu atau kering.

2. Dedak sebanyak 20 % = 20 kg. Dedak yang digunakan dapat berasal dari selep padi atau jagung.

3. Tetes sebanyak 10 liter. Tetes merupakan bahan limbah di pabrik gula pasir.

Adapun peralatan yang digunakan dalam pembuatan teknologi silase adalah:

1. Plastik untuk membungkus hasil campuran. Usahakan plastic yang digunakan tidak berlubang.

2. Gelas ukur untuk mengukur takaran tetes yang dicampur.

Setelah semua bahan dicampur dengan komposisi yang disarankan maka dimasukkan dalam plastic dan dimasukkan dalam karung. Selanjutnya disimpan ditempat teduh yang tidak langsung terkena sinar matahari apalagi kehujanan. Silase akan jadi setelah 2-3 minggu. Jika dipegang hancur dan tidak berbau maka berhasil. Jika berbau busuk dan jemek maka silase tidak jadi. Gambar 6 sampai 10 adalah gambar-gambar kegiatan pelatihan pembuatan silase yang dilaksanakan di kelompok tani Desa Wringinanom

Kecamatan Poncokusumo Kabupaen Malang.

Gambar 5 Rumput Gajah yang telah dirajang dengan Mesin

Gambar 6 Penaburan dan Pencampuran Dedak Pada Rajangan Rumput Gajah

Gambar 7 Penaburan dan Pencampuran Dedak Pada Rajangan Tebon

Gambar 8 Penuangan dan Pencampuran Tetes

Gambar 9 Adonan Bahan Silase yang Sudah Jadi

Gambar 10 Pengemasan Bahan Silase untuk Difermentasi

C. Komposisi Bahan Pembuat Silase

Tanaman tebu menghasilkan limbah tebon sebesar 30%. Kandungan zat makanan pucuk tebu adalah bahan kering 39,9%, protein kasar 7,4%, serat kasar 42,30%, lemak kasar 2,90%, BETN 40,00%, dan abu 7,40% (Murni, dkk.

2008; Silitonga, 1985).

Rumput Gajah menghasilkan kompoisisi kadar air dan kadar protein kasar yang lebih tinggi sebesar (82,79 %) dan (8,86 %) serta lemak kasar dan serat kasar yang lebih rendah sebesar (4,46 %) dan (33,20 %) (Adrianton, 2010).

Komposisi dedak segar menhasilkan 8,32 % air, 10,19% abu, 12,55%

protein, 18,67% lemak, dan 50,27% karbohidrat.

Molase adalah hasil samping yang berasal dari pembuatan gula tebu (Saccharum officinarum). Tetes tebu berupa cairan kental dan diperoleh dari tahap pemisahan Kristal gula. Molase tidak dapat lagi dibentuk menjadi sukrosa namun masih mengandung gula dengan kadar tinggi 50-60%, asam amino dan mineral. Tingginya kandungan gula dalam molase sangat potensial dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol. Molase masih mengandung kadar gula yang cukup untuk dapat menghasilkan etanol dengan proses fermentasi, biasanya pH molase berkisar antara 5,5-6,5. Molase yang masih mengandung kada gula sekitar 10-18% telah memberikan hasil yang memuaskan dalam pembuatan etanol (Anonim, 2011).

D. Penggunaan Biogas untuk Memasak yang Aman bagi Kelompok Tani

Guna biogas dapat dimanfaatkan maka Tim Pelaksana Pengabdian melakukan perbaikan beberapa bagian instalasi biogas seperti tergambarkan pada Tabel 6 sampai 8 berikut.

Tabel 4 Kondisi Tempat Pengadukan Kotoran Sapi Perah Sebelum dan Sesudah

Diperbaiki

SEBELUM

SESUDAH

Kondisi tempat pengadukan limbah kotoran sapi perah yang tampak kumuh.

Kondisi tempat pengadukan limbah kotoran sapi perah setelah diperbaiki.

Tabel 5 Kondisi Digister Kotoran Sapi Perah Sebelum dan Sesudah Diperbaiki

SEBELUM

SESUDAH

Kondisi digester plastic tampak rusak dan menjadi tempat nyamuk. Hal ini dikarenakan kesalahan konstruksi, sehingga digester hanya dapat dioperasikan 2 3 bulan saja.

Kondisi digister setelah diperbaiki.

Tabel 6 Kondisi Output Limbah Digister Kotoran Sapi Perah Sebelum dan Sesudah

(SESUDAH)Diperbaiki

SEBELUM

Kondisi output digester yang rusak tidak dirawat

Kondisi digister setelah diperbaiki.

Tabel 7 Kondisi Pipa Gas Digister Kotoran Sapi Perah Sebelum dan Sesudah Diperbaiki

SEBELUM

SESUDAH

Kondisi pipa gas digester yang asal-asalan dan membahayakan bagi manusia yang ada di dekatnya jika dioperasikan.

Kondisi pipa gas digester setelah diperbaiki.

(10)

Tabel 8 Kondisi Pipa Gas Digister Kotoran Sapi Perah Sebelum dan Sesudah Diperbaiki

SEBELUM

SESUDAH

Kondisi pemipaan gas biogas yang berada diatas kompor yang sangat membahayakan jika tidak segera ditangani.

Kondisi pemipaan gas biogas setelah diperbaiki.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kegiatan pengabdian IbM Penerapan Teknologi Pengolahan Pakan dan Penanganan Limbah Bagi Kelompok Tani Sapi Perah di Desa Wringinanom Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang menghasilkan KPI adalah (1) dibuatnya teknologi mesin untuk penggiling/perajang rumput hijauan, (2) pelatihan peningkatan SDM dalam adopsi teknologi pembuatan silase sebanyak 21 orang, (3) pelibatan mahasiswa dalam program pelatihan teknologi pembuatan silase sebagai wahana peluang berwirausaha, dan (4) penggunaan biogas untuk memasak yang aman bagi kelompok tani.

B. Saran

Saran kepada kelompok tani dapat melanjutkan kegiatan kegiatan pembuatan silase secara konsisten agar vitamin yang diperlukan sapinya terpenuhi sehingga produksi susu dapat meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Adrianton. 2010. Growth and Nutrition Value of Elephant Grass at Various Cutting Intervals. Journal Agroland 17 (3) : 192 - 197, Desember 2010. Hal. 192 - 197

Murni, R., Suparjo, Akmal, B.L. Ginting. 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk Pakan. Laboraturium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

Silitonga, T. 1985. Potensi dan Pemanfaatan Limbah Hasil Kehutanan. Dalam

Monografi Pertama Limbah Hasil Pertanian. Ed: F.G. Winarno et al.

1985. Kantor Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Pangan.


Recommended