i
i
MAKALAH
BENTUK-BENTUK DAN UPAYA PENANGGULANGAN
KEJAHATAN SIBER
(study implementasi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan
Transaksi Elektronik)
Oleh:
KELOMPOK IV
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
FAKULTAS HUKUM
2013
ii
LEMBAR PENGESAHAAN
MAKALAH
Diajukan kepada (Aristoteles, SH.,MH) Selaku dosen pengasuh
Mata Kuliah (Hukum Informasi Dan Transaksi Elektronik)
Untuk memenuhi salah satu syarat pemenuhan nilai UAS
DISUSUN OLEH :
NAMA NIM TTD
1. ANDREAS WINDRA IKAT EAA 110 037 . . . . . . . . . . . .
2. PEBRIANDI EAA 110 015 . . . . . . . . . . . .
3. EDI SUHARTONO EAA 110 025 . . . . . . . . . . . .
4. LAMGANDA H SIMATUPANG EAA 110 029 . . . . . . . . . . . .
5. PRAWIROHARJO EAA 110 061 . . . . . . . . . . . .
6. ERIK SOSANTO EAA 110 039 . . . . . . . . . . . .
7. JOLI RONALDO EAA 109 097 . . . . . . . . . . . .
8. FERRY YUSUP EAA 108 083 . . . . . . . . . . . .
9. SONA PRAMANA PUTRA EAA 109 121 . . . . . . . . . . . .
10. OKTA VERY EAA 109 025 . . . . . . . . . . . .
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji dan Syukur atas limpahan berkat dan Rahmat-Nya
dari Tuhan Yang Maha Esa karena atas izinnyalah penulis masih diberikan
kesempatan atas selesainya penyusunan makalah ini sebagai tambahan ilmu, tugas
dan pedoman yang berjudul Bentuk-Bentuk dan Upaya Penanggulangan Kejahatan
Siber.
Dalam penyusunan makalah ini penulis mengumpulkan dari berbagai sumber
buku-buku dan sumber lainnya yang berhubungan dengan Bentuk-Bentuk dan Upaya
Penanggulangan Kejahatan Siber yang memudahkan penulis dalam menyelesaikan
tugas ini.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman
dan menambah wawasan bagi orang yang membacanya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak sekali
kekurangan-kekurangan baik dalam penulisan, pemakaian kata, redaksional kalimat
dan bahkan dalam penggunaan aturan-aturan tata bahasa Indonesia yang baik dan
benar, hal mana ini disebabkan terbatasanya kemampuan dan pengetahuan penulis
miliki, Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan penulisan makalah lebih lanjut.
Akhir kata penulis berharap semoga penyusunan dan penulisan makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Palangka Raya, 27 Mei 2013
Penulis,
KELOMPOK IV
iii
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ..................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2
1.4. Metode Penulisan ......................................................................................... 2
1.5. Manfaat Penulisan ........................................................................................ 3
1.6. Sistematika Penulisan .................................................................................. 4
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kejahatan Siber.......................................................................... 6
2.2 Bentuk-Bentuk Kejahatan Siber .................................................................. 7
2.3 Upaya Penanggulangan Kejahatan Siber ..................................................... 12
BAB 3 PENUTUP
3.1. Kesimpulan .................................................................................................. 17
3.2. Saran ............................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan akan teknologi Jaringan Komputer semakin meningkat. Selain
sebagai media penyedia informasi, melalui Internet pula kegiatan komunitas
komersial menjadi bagian terbesar, dan terpesat pertumbuhannya serta menembus
berbagai batas negara. Bahkan melalui jaringan ini kegiatan pasar di dunia bisa
diketahui selama 24 jam. Melalui dunia internet atau disebut juga cyberspace, apapun
dapat dilakukan. Segi positif dari dunia maya ini tentu saja menambah trend
perkembangan teknologi dunia dengan segala bentuk kreatifitas manusia. Namun
dampak negatif pun tidak bisa dihindari. Tatkala pornografi marak di media Internet,
masyarakat pun tak bisa berbuat banyak.
Seiring dengan perkembangan teknologi Internet, menyebabkan munculnya
kejahatan yang disebut dengan “CyberCrime” atau kejahatan melalui jaringan
Internet. Munculnya beberapa kasus “CyberCrime” di Indonesia, seperti pencurian
kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, misalnya
email, dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak
dikehendaki ke dalam programmer komputer. Sehingga dalam kejahatan komputer
dimungkinkan adanya delik formil dan delik materil. Delik formil adalah perbuatan
seseorang yang memasuki komputer orang lain tanpa ijin, sedangkan delik materil
adalah perbuatan yang menimbulkan akibat kerugian bagi orang lain. Adanya
CyberCrime telah menjadi ancaman stabilitas, sehingga pemerintah sulit
mengimbangi teknik kejahatan yang dilakukan dengan teknologi komputer,
khususnya jaringan internet dan intranet itu sendiri.
Berdasarkan uraian singkat diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul : “BENTUK-BENTUK DAN UPAYA PENANGGULANGAN
KEJAHATAN SIBER” yang akan dipapakaran dalam penjelasan selajutnya dalam
makalah ini.
1
2
1.2 Perumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
perumusan masalah yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Apa yang dimaksud dengan Kejahatan Siber ?
b. Bagaimanakah Bentuk-Bentuk Kejahatan Siber ?
c. Bagaimankah Upaya Penanggulangan Kejahatan Siber ?
Terhadap Tiga rumusan masalah tersebut, penulis melakukan pembatasan dengan
mengacu pada perspektif Bentuk-Bentuk dan Upaya Penanggulangan Kejahatan Siber
saja.
1.3 Tujuan Penulisan
Hakekat kegiatan penulisan adalah penyaluran hasrat ingin tahu manusia
dalam taraf keilmuan, karena manusia pada dasarnya selalu ingin tahu sebab dari
suatu rentetan akibat. Demikian pula halnya dengan penulisan karya bidang tulis
hukum, berupa makalah, sesungguhnya tidak lepas dari adanya suatu tujuan yang
ingin dicapai yaitu sebagi berikut :
a. Mengetahui dan memahami Apa yang dimaksud Kejahatan Siber.
b. Mengetahui dan memahami Bentuk-Bentuk Kejahatan Siber dan Upaya
Penanggulangan Kejahatan Siber.
1.4 Manfaat Penulisan
Sehubungan dengan isu hukum yang diangkat dalam tulisan hukum ini, maka
diharapakan nantinya dapat memberikan suatu manfaat sebgai berikut :
a. Secara teoritis, bahwa penulisan makalah ini merupakan sumbangan
pemikiran penulis, dalam kerangka pembinaan dan pengembangan
pendidikan dan pengetahuan bidang hukum kedepan, khususnya untuk telaah
hukum yang sifatnya normatif.
3
b. Secara praktis, penulisan makalah ini diharapakan dapat menjadi bahan
masukan bagi semua pihak yang membacanya, khususnya Sebagai media
untuk menambah wawasan serta Bahan referensi aktual dan Bahan bacaan
serta pengetahuan.
c. Secara akademik, penulisan makalah ini merupakan salah satu syarat untuk
memenuhi tugas dari dosen pengasuh mata kuliah pada fakultas hukum
universitas palangka raya.
1.5 Metode Penulisan
1.5.1 Metode pendekatan
Dalam rangka menjadikan analisis rumusan masalah menjadi terarah dan
sesuai dengan tujuan penulisan, maka diperlukan suatu metode pendekatan,
yang dalam konteks penulisan ini penulis menggunakan metode pendekatan
yuridis normatif yaitu suatu metode dengan instrumen penekanan analisis
pada asas-asas hukum berupa peraturan perundang-undangan yang
memberikan pengaturan terkait isu hukum yang diangkat dalam tulisan hukum
ini dan merupakan bagian bahan hukum primer, dimana selajutnya diperjelas
dan didukung berdasakan pendapat para ahli atau sarjana yang terdapat dalam
buku-buku, jurnal-jurnal hukum, maupun karya tulis yang telah ada
sebelumnya, sehingga didapat penjelasan bersifat komprehensif sehubungan
dengan judul dari makalah ini.
1.5.2 Bahan-bahan hukum
Bahan hukum yang dipergunakan dalam penulisan makalah ini terdiri dari :
a. Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang terdiri dari sejumlah
peraturan perundang-undangan yaitu.
1) KUHP dan KUHAP.
2) UU No 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
b. Bahan Hukum sekunder, yaitu bahan hukum berupa pendapat para ahli
atau sarjana yang terdapat dalam buku-buku, jurnal-jurnal hukum,
4
maupun karya tulis yang telah ada sebelumnya, dengan fungsi
memberikan penjelasan terhadap hal yang diatur dalam peraturan
perundangan.
c. Bahan Hukum tersier, yaitu bahan hukum yang berfungsi memberikan
arti terhadap istilah-istilah hukum yang terdapat dalam tulisan ini, berupa
kamus-kamus bahasa baik bersifat umum (kamus bahasa indonesia)
maupun bersifat khusus (kamus hukum belanda-indonesia).
1.5.3 Sumber Bahan Hukum
Keberadaan bahan-bahan hukum yang dipergunakan dalam penulisan makalah
ini bahan hukum primer,sekunder dan tersier diperoleh melalui penulisan
kepustakaan serta diperlukan untuk mencari landasan teoritis bagi analisa
permasalahan yang telah dirumuskan, dengan mendasarkan pada konsep-
konsep, teori-teori dan prinsip-prinsip maupun kaidah-kaidah hukum.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematiaka penulisan makalah ini mempunyai makna deskripsi secara garis
besar akan hal-hal yang mendasari isu hukum berupa rumusan masalah untuk
dilakukan analisis untuk selajutnya dikembangkan dan diberikan pemahaman bersifat
komprehensif sebagimana tersarikan dalam 3 (BAB) yaitu sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bermaterikan latar belakang, rumusan dan batasan masalah, tujuan penulisan,
manfaat penulisan,metodologi penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II PEMBAHASAN
Merupakan uraian dalam bentuk analisis hukum secara normatif yang ditujukan untuk
memberikan penjelsan secara komprehensif terhadap 2(hal) permasalahan yang
dirumuskan pada bab I yaitu :
1. Pengertian Kejahatan Siber.
2. Bentuk-Bentuk Kejahatan Siber.
3. Upaya Penanggulangan Kejahatan Siber.
5
BAB III PENUTUP
Pada BAB penutup ini penulis mencoba mensarikan hal-hal yang telah dideskripsikan
pada BAB I-BAB II didepan, dalam bentuk suatu kesimpulan dan dilengkapi saran-
saran sebagai masukan positif bagi semua pihak.
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN KEJAHATAN SIBER
Cybercrime atau Kejahatan Siber adalah tidak criminal yang dilakkukan
dengan menggunakan teknologi computer sebagai alat kejahatan utama. Cybercrime
merupakan kejahatan yang memanfaatkan perkembangan teknologi computer
khusunya internet. Cybercrime didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum
yang memanfaatkan teknologi computer yang berbasasis pada kecanggihan
perkembangan teknologi internet, Berikut Beberapa pendapat mengindentikkan
cybercrime dengan computer crime :
a. The U.S. Department of Justice memberikan pengertien computer crime
sebagai: “…any illegal act requiring knowledge of computer technology for
its perpetration, investigation, or prosecution”.
b. Pengertian tersebut identik dengan yang diberikan Organization of European
Community Development, yang mendefinisikan computer crime sebagai:
“any illegal, unehtical or unauthorized behavior relating to the automatic
processing and/or the transmission of data”.
c. Adapun Andi Hamzah (1989) dalam tulisannya “Aspek-aspek Pidana di
Bidang komputer”, mengartikan kejahatan komputer sebagai: ”Kejahatan di
bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer
secara illegal”.
Dari beberapa pendapat pengertian di atas, computer crime atau Kejahatan Siber
dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai
komputer sebagai sarana atau alat atau komputer sebagai objek, baik untuk
memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain. Secara ringkas
computer crime atau Kejahatan Siber didefinisikan sebagai perbuatan melawan
hukum yang dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer yang canggih.
6
7
2.2 BENTUK-BENTUK KEJAHATAN SIBER
2.2.1 Karakteristik Bentuk-Bentuk Cybercrime Atau Kejahatan Siber
Dalam bentuk-bentuk Cybercrime atau Kejahatan Siber ada beberapa
karakteristik yang terdapat dalam Cybercrime atau Kejahatan Siber sebagai
berikut :
a. Kejahatan kerah biru (blue collar crime)
Kejahatan ini merupakan jenis kejahatan atau tindak kriminal yang
dilakukan secara konvensional seperti misalnya perampokkan, pencurian,
pembunuhan dan lain-lain.
b. Kejahatan kerah putih (white collar crime)
Kejahatan jenis ini terbagi dalam empat kelompok kejahatan, yakni
kejahatan korporasi, kejahatan birokrat, malpraktek, dan kejahatan
individu.
Cybercrime sendiri sebagai kejahatan yang muncul sebagai akibat adanya
komunitas dunia maya di internet, memiliki karakteristik tersendiri yang
berbeda dengan kedua model di atas. Karakteristik unik dari kejahatan di
dunia maya tersebut antara lain menyangkut lima hal berikut:
a. Ruang lingkup kejahatan
b. Sifat kejahatan
c. Pelaku kejahatan
d. Modus Kejahatan
e. Jenis kerugian yang ditimbulkan
2.2.2 Bentuk-Bentuk Cybercrime Atau Kejahatan Siber
Adapun bentuk-bentuk Cybercrime atau Kejahatan Siber itu sendiri, terbagi
atas beberapa jenis sebagai berikut :
a. Berdasarkan jenis aktifitas yang dilakukannya, cybercrime dapat
digolongkan menjadi beberapa jenis sebagai berikut:
1) Unauthorized Access
Merupakan kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki atau
7
8
menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah,
tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan
komputer yang dimasukinya. Probing dan port merupakan contoh
kejahatan ini.
2) ilegal Contents
Merupakan kejahatn yang dilakukan dengan memasukkan data atau
informasi ke internet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis,
dan dapat dianggap melanggar hukum atau menggangu ketertiban
umum, contohnya adalah penyebaran pornografi.
3) Penyebaran virus secara sengaja
Penyebaran virus pada umumnya dilakukan dengan menggunakan
email. Sering kali orang yang sistem emailnya terkena virus tidak
menyadari hal ini. Virus ini kemudian dikirimkan ke tempat lain
melalui emailnya.
4) Data Forgery
Kejahatan jenis ini dilakukan dengan tujuan memalsukan data pada
dokumen-dokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen
ini biasanya dimiliki oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs
berbasis web database.
5) Cyber Espionage, Sabotage, and Extortion
Cyber Espionage merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan
internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain,
dengan memasuki sistem jaringan komputer pihak sasaran. Sabotage
and Extortion merupakan jenis kejahatan yang dilakukan dengan
membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu
data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang
terhubung dengan internet.
6) Cyberstalking
Kejahatan jenis ini dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan
9
seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya menggunakan
e-mail dan dilakukan berulang-ulang. Kejahatan tersebut menyerupai
teror yang ditujukan kepada seseorang dengan memanfaatkan media
internet. Hal itu bisa terjadi karena kemudahan dalam membuat email
dengan alamat tertentu tanpa harus menyertakan identitas diri yang
sebenarnya.
7) Carding
Carding merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor
kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam transaksi
perdagangan di internet.
8) Hacking dan Cracker
Istilah hacker biasanya mengacu pada seseorang yang punya minat
besar untuk mempelajari sistem komputer secara detail dan
bagaimana meningkatkan kapabilitasnya. Adapun mereka yang
sering melakukan aksi-aksi perusakan di internet lazimnya disebut
cracker. Boleh dibilang cracker ini sebenarnya adalah hacker yang
yang memanfaatkan kemampuannya untuk hal-hal yang negatif.
Aktivitas cracking di internet memiliki lingkup yang sangat luas,
mulai dari pembajakan account milik orang lain, pembajakan situs
web, probing, menyebarkan virus, hingga pelumpuhan target sasaran.
Tindakan yang terakhir disebut sebagai DoS (Denial Of Service).
Dos attack merupakan serangan yang bertujuan melumpuhkan target
(hang, crash) sehingga tidak dapat memberikan layanan.
9) Cybersquatting and Typosquatting
Cybersquatting merupakan kejahatan yang dilakukan dengan
mendaftarkan domain nama perusahaan orang lain dan kemudian
berusaha menjualnya kepada perusahaan tersebut dengan harga yang
lebih mahal. Adapun typosquatting adalah kejahatan dengan
membuat domain plesetan yaitu domain yang mirip dengan nama
10
domain orang lain. Nama tersebut merupakan nama domain saingan
perusahaan.
10) Hijacking
Hijacking merupakan kejahatan melakukan pembajakan hasil karya
orang lain. Yang paling sering terjadi adalah Software Piracy
(pembajakan perangkat lunak).
11) Cyber Terorism
Suatu tindakan cybercrime termasuk cyber terorism jika mengancam
pemerintah atau warganegara, termasuk cracking ke situs pemerintah
atau militer.
b. Berdasarkan motif kegiatan yang dilakukannya, cybercrime dapat
digolongkan menjadi dua jenis sebagai berikut :
1) Cybercrime sebagai tindakan murni kriminal
Kejahatan yang murni merupakan tindak kriminal merupakan
kejahatan yang dilakukan karena motif kriminalitas. Kejahatan jenis
ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan.
Contoh kejahatan semacam ini adalah Carding, yaitu pencurian
nomor kartu kredit milik orang lain untuk digunakan dalam transaksi
perdagangan di internet. Juga pemanfaatan media internet
(webserver, mailing list) untuk menyebarkan material bajakan.
Pengirim e-mail anonim yang berisi promosi (spamming) juga dapat
dimasukkan dalam contoh kejahatan yang menggunakan internet
sebagai sarana. Di beberapa negara maju, pelaku spamming dapat
dituntut dengan tuduhan pelanggaran privasi.
2) Cybercrime sebagai kejahatan ”abu-abu”
Pada jenis kejahatan di internet yang masuk dalam wilayah ”abu-
abu”, cukup sulit menentukan apakah itu merupakan tindak kriminal
atau bukan mengingat motif kegiatannya terkadang bukan untuk
kejahatan. Salah satu contohnya adalah probing atau portscanning.
11
Ini adalah sebutan untuk semacam tindakan pengintaian terhadap
sistem milik orang lain dengan mengumpulkan informasi sebanyak-
banyaknya dari sistem yang diintai, termasuk sistem operasi yang
digunakan, port-port yang ada, baik yang terbuka maupun tertutup,
dan sebagainya.
c. Berdasarkan Sasaran Kejahatan
Sedangkan berdasarkan sasaran kejahatan, cybercrime dapat
dikelompokkan menjadi beberapa kategori seperti berikut ini :
1) Cybercrime yang menyerang individu (Against Person)
Jenis kejahatan ini, sasaran serangannya ditujukan kepada perorangan
atau individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan
penyerangan tersebut. Beberapa contoh kejahatan ini antara lain :
Pornografi
Kegiatan yang dilakukan dengan membuat, memasang,
mendistribusikan, dan menyebarkan material yang berbau
pornografi, cabul, serta mengekspos hal-hal yang tidak pantas.
Cyberstalking
Kegiatan yang dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan
seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya dengan
menggunakan e-mail yang dilakukan secara berulang-ulang
seperti halnya teror di dunia cyber. Gangguan tersebut bisa saja
berbau seksual, religius, dan lain sebagainya.
Cyber-Tresspass
Kegiatan yang dilakukan melanggar area privasi orang lain
seperti misalnya Web Hacking. Breaking ke PC, Probing, Port
Scanning dan lain sebagainya.
2) Cybercrime menyerang hak milik (Againts Property)
Cybercrime yang dilakukan untuk menggangu atau menyerang hak
12
milik orang lain. Beberapa contoh kejahatan jenis ini misalnya
pengaksesan komputer secara tidak sah melalui dunia cyber,
pemilikan informasi elektronik secara tidak sah/pencurian informasi,
carding, cybersquating, hijacking, data forgery dan segala kegiatan
yang bersifat merugikan hak milik orang lain.
3) Cybercrime menyerang pemerintah (Againts Government)
Cybercrime Againts Government dilakukan dengan tujuan khusus
penyerangan terhadap pemerintah. Kegiatan tersebut misalnya cyber
terorism sebagai tindakan yang mengancam pemerintah termasuk
juga cracking ke situs resmi pemerintah atau situs militer.
2.3 UPAYA PENANGGULANGAN KEJAHATAN SIBER
Cyber crime merupakan suatu perbuatan merugikan orang lain atau instansi
yang berkaitan dan pengguna fasilitas dengan sistem Informasi dan Transaksi
Elektronik yang bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri maupun orang lain
secara materi, maupun hanya untuk sekedar memuaskan jiwa pelaku atau orang
tersebut. Oleh karena itu, maka tindakan atau perbuatan tersebut merupakan suatu
kejahatan dan merupakan perbuatan melanggar hukum, karena adanya unsur-unsur
dimana ada pihak-pihak lain yang merasa dirugikan oleh perbuatan tersebut. Cyber
Crime adalah merupakan suatu perbuatan melanggar hukum yang secara khusus di
diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan
Transaksi Elektronik. Dalam upaya-upaya yang dapat dilakukan terkait dengan
masalah pembuktian oleh pengadilan dan penyidikan oleh polri dalam cyber crime
dapat digunakan berbagai macam cara, antara lain dengan mengoptimalkan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik,
mengembangkan pengetahuan dan kemampuan penyidik dalam Dunia Cyber,
menambahkan dan meningkatkan fasilitas komputer forensik dalam POLRI.
Dalam pasal 5 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi Dan Transaksi Elektronik mendeskripsikan bahwa Dokumen elektronik
12
13
dan Informasi Elektronik adalah merupakan alat bukti yang sah. Selain itu dalam
pasal 44 Undang-undang yang sama mengatakan alat bukti penyidikan, penuntutan
dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut ketentuan undang-undang ini adalah
sebagai berikut :
a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang-undangan;dan
b. alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3).
Selain deskripsi undang-undang ITE tersebut, dikenal pula alat bukti digital.
tindakan kejahatan tradisional umumnya meninggalkan bukti kejahatan berupa bukti-
bukti fisikal, karena proses dan hasil kejahatan ini biasanya juga berhubungan dengan
benda berwujud nyata. Dalam dunia komputer dan internet, tindakan kejahatan juga
akan melalui proses yang sama. Proses kejahatan yang dilakukan tersangka terhadap
korbannya juga akan mengandalkan bantuan aspek pendukung dan juga akan saling
melakukan pertukaran atribut. Namun dalam kasus ini aspek pendukung, media, dan
atribut khas para pelakunya adalah semua yang berhubungan dengan sistem
komputerisasi dan komunikasi digital. Atribut-atribut khas serta identitas dalam
sebuah proses kejahatan dalam dunia komputer dan internet inilah yang disebut
dengan bukti-bukti digital. Dalam Resolusi Kongres PBB VIII/1990 mengenai
Computer related crimes sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief, bahwa
menghimbau negara-negara anggota untuk mengintensifkan upaya-upaya
penanggulangan penyalahgunaan komputer yang lebih efektif dengan
mempertimbangkan langkah-langkah sebagai berikut (Op.cit, Barda Nawawi Arief,
Masalah, hlm. 238-239) :
a. Melakukan Modernisasi hukum pidana material dan hukum acara pidana
Mengembangkan tindakan-tindakan pencegahan dan pengamanan komputer
Melakukan langkah-langkah untuk membuat peka warga warga masyarakat,
aparat pengadilan dan penegak hukum, terhadap pentingnya pencegahan
kejahatan yang berhubungan dengan komputer
14
b. Melakukan upaya-upaya pelatihan bagi para hakim, pejabat dan aparat
penegak hukum mengenai kejahatan ekonomi dan cyber crime.
c. Memperluas rule of ethics dalam penggunaan komputer dan mengajarkannya
melalui kurikulum informatika.
d. Mengadopsi kebijakan perlindungan korban cyber crime sesuai dengan
deklarasi PBB mengenai korban dan mengambil langkah-langkah untuk
mendorong korban melaporkan adanya cyber crime.
Tidak hanya pendekatan penal dan non-penal yang diperlukan dalam
penanggulangan cyber crime ini, mengingat cyber crime yang dapat dilakukan oleh
orang dengan melalui batas negara, maka perlu dilakukan kerja sama dengan negara
lain. Bentuk kerja sama ini dapat berupa kerjasama ekstradisi maupun harmonisasi
hukum pidana subtantif sebagaimana terungkap dari hasil Kongres Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) X/2000 : “The harmonization of substantive criminal law with
regard to cyber crimes is essential if international cooperation is to be achieved
between law enforcement and the judicial authorities of different States”.
Menurut Agus Raharjo bahwa salah satu langkah lagi agar penanggulangan
cyber crime ini dapat dilakukan dengan baik, maka perlu dilakukan kerja sama
dengan Internet Service Provider (ISP) atau penyedia jasa internet. Meskipun Internet
Service Provider (ISP) hanya berkaitan dengan layanan sambungan atau akses
Internet, tetapi Internet Service Provider (ISP) memiliki catatan mengenai ke luar
atau masuknya seorang pengakses, sehingga ia sebenarnya dapat mengidentifikasikan
siapa yang melakukan kejahatan dengan melihat log file yang ada.
Tidak ada jaminan keamanan di cyberspace, dan tidak ada sistem keamanan
computer yang mampu secara terus menerus melindungi data yang ada di dalamnya.
Para hacker akan terus mencoba untuk menaklukkan sistem keamanan yang paling
canggih, dan merupakan kepuasan tersendiri bagi hacker jika dapat membobol sistem
keamanan komputer orang lain. Langkah yang baik adalah dengan selalu
memutakhirkan sistem keamanan computer dan melindungi data yang dikirim dengan
teknologi yang mutakhir pula.Faktor penentu lain dalam pencegahan dan
15
penanggulangan cybercrime dengan sarana non penal adalah persoalan tentang etika.
Dalam berinteraksi dengan orang lain menggunakan internet, diliputi oleh suatu
aturan tertentu yang dinamakan Nettiquette atau etika di internet. Meskipun belum
ada ketetapan yang baku mengenai bagaimana etika berinteraksi di internet, etika
dalam berinteraksi di dunia nyata (real life) dapat dipakai sebagai acuan.
Meski Indonesia menduduki peringkat pertama dalam cybercrime
padatahun2004,(www.kompas.com/Cyber.Crime..Indonesia.Tertinggi.di.Dunia.html/
19/5/2012) akan tetapi jumlah kasus yang diputus oleh pengadilan tidaklah banyak.
Dalam hal ini angka dark number cukup besar dan data yang dihimpun oleh Polri
juga bukan data yang berasal dari investigasi Polri, sebagian besar data tersebut
berupa laporan dari para korban. Ada beberapa sebab mengapa penanganan kasus
cybercrime di Indonesia tidak memuaskan:
a. Cybercrime merupakan kejahatan dengan dimensi high-tech, dan aparat
penegak hukum belum sepenuhnya memahami apa itu cybercrime. Dengan
kata lain kondisi sumber daya manusia khususnya aparat penegak hukum
masih lemah.
b. Ketersediaan dana atau anggaran untuk pelatihan SDM sangat minim
sehingga institusi penegak hukum kesulitan untuk mengirimkan mereka
mengikuti pelatihan baik di dalam maupun luar negeri.
c. Ketiadaan Laboratorium Forensik Komputer di Indonesia menyebabkan
waktu dan biaya besar. Pada kasus Dani Firmansyah yang menghack situs
KPU, Polri harus membawa harddisk ke Australia untuk meneliti jenis
kerusakan yang ditimbulkan oleh hacking tersebut.
d. Citra lembaga peradilan yang belum membaik, meski berbagai upaya telah
dilakukan. Buruknya citra ini menyebabkan orang atau korban enggan untuk
melaporkan kasusnya ke kepolisian.
e. Kesadaran hukum untuk melaporkan kasus ke kepolisian rendah. Hal ini
dipicu oleh citra lembaga peradilan itu sendiri yang kurang baik, factor lain
adalah korban tidak ingin kelemahan dalam sistem komputernya diketahui
16
oleh umum, yang berarti akan mempengaruhi kinerja perusahaan dan web
masternya.
Upaya penanganan cybercrime membutuhkan keseriusan semua pihak
mengingat teknologi informasi khususnya internet telah dijadikan sebagai sarana
untuk membangun masyarakat yang berbudaya informasi. Keberadaan undang-
undang yang mengatur cybercrime memang diperlukan, akan tetapi apalah arti
undang-undang jika pelaksana dari undang-undang tidak memiliki kemampuan atau
keahlian dalam bidang itu dan masyarakat yang menjadi sasaran dari undang-undang
tersebut tidak mendukung tercapainya tujuan pembentukan hukum tersebut.
.
.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan.
Cyber crime merupakan suatu perbuatan merugikan orang lain atau instansi
yang berkaitan dan pengguna fasilitas dengan sistem Informasi dan Transaksi
Elektronik yang bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri maupun orang lain
secara materi, maupun hanya untuk sekedar memuaskan jiwa pelaku atau orang
tersebut. Cyber crime merupakan kejahatan transnasional dimana kejahatan ini
melintasi batas-batas negara dan dapat memberikan ancaman bagi stabilitas suatu
negara dan kawasan bahkan dunia. Ini dianggap sebagai ancaman keamanan karena
kejahatan transnasional dapat mengancam segala aspek kehidupan termasuk pembang
unan kehidupan sosial kemasyarakatan dalam sebuah negara. Upaya-upaya yang
dilakukan sehubungan dengan masalah pembuktian oleh pengadilan dan penyidikan
oleh polri dalam cyber crime dapat digunakan berbagai macam cara, antara lain deng
an mengoptimalkan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan
Transaksi Elektronik, mengembangkan pengetahuan dan kemampuan penyidik dalam
Dunia Cyber, menambahkan dan meningkatkan fasilitas komputer forensik dalam
POLRI.
3.2 Saran
Cyber Crime adalah kejahatan dimana tindakan kriminal hanya bisa dilakukan
dengan menggunakan teknologi cyber dan terjadi di dunia cyber atau di dunia maya
yaitu dengan melalui internet. Upaya penanganan cybercrime membutuhkan
keseriusan semua pihak mengingat teknologi informasi khususnya internet telah
dijadikan sebagai sarana untuk membangun masyarakat yang berbudaya informasi.
Jadi, untuk aparat penegak hukum harus lebih serius dan jeli serta harus lebih
menguasai serta mendalami kejahatan cybercrime. Keberadaan undang-undang yang
17
18
mengatur cybercrime memang diperlukan, akan tetapi apalah arti undang-undang jika
pelaksana dari undang-undang tidak memiliki kemampuan atau keahlian dalam
bidang itu dan masyarakat yang menjadi sasaran dari undang-undang tersebut tidak
mendukung tercapainya tujuan pembentukan hukum tersebut.
19
DAFTAR PUSTAKA
a. Buku refrensi
Yuyun Yulianah, SH, MH ,Pembuktian Tindak Pidana Cyber Crime,Pustaka
Pelajar:Yogyakarta,2005 , halaman 7
b. Peraturan perundang-undangan
Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP ( Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1915 Nomor 732 jis. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1917 Nomor 497, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 645).
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3209).
UU No 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik LN. Tahun 2008
Nomor 58)
c. internet
http://yogapw.wordpress.com/2009/11/13/pengertian-bukti-digital-digital-evidence ,
diakses tanggal 25 Mei 2013.
http://www.fl.unud.ac.id/blockbook/BLOCK%20BOOK%20Th.2009/BB%20Hukum
%20Organisasi%20Internasional%202009.pdf diakses tanggal 25 Mei 2013.
Recommended