BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mata adalah salah satu dari sekian banyak organ tubuh kita yang sangat berharga.
Yang mana telah kita ketahui bersama bahwa fungsi mata adalah untuk melihat. Jika kita
tidak dapat melihat, maka kita tidak dapat melihat pemandangan yang indah yang telah
diciptakan Allah swt. Untuk itu kita harus dapat memelihara dengan baik anugerah yang
telah diberikan oleh Allah swt.
Walaupun demikian, terkadang penyakit mata dan kelainan mata tidak bisa
dihindari begitu saja. Ada beberapa kelompok kelaianan yang terjadi pada mata kita,
diantaranya:
1. Mata merah visus normal
2. Mata merah visus menurun
3. Mata tenang visus menurun perlahan
4. Mata normal visus menurun mendadak
5. Trauma mata
6. Penyakit kelopak mata
7. Kelainan refraksi
8. Tumor mata
Dari delapan kelompok kelaianan mata yang ada, mata merah sering dikeluhkan
oleh masyarakat kita. Sebagian besar dari mata merah itu adalah konjungtivitis.
Konjungtivitis merupakan kelompok dari mata merah visus normal.
1.2 Tujuan Penulisan
Untuk lebih mengetahui, mengerti dan memahami mengenai anatomi dan
fisiologi dari mata, definisi mata normal, visus pada mata, penyakit apa saja yang
termasuk ke dalam kelompok mata merah visus normal mulai dari definisi, epidemiologi,
etiologi, patomekanisme, gejala klinis, pemeriksaan rutin yang dilakukan, pemeriksaan
penunjang, penatalaksanaan, promotif dan preventif serta prognosisnya.
1.3 Batasan Masalah
Pada refresing ini akan dibahas mengenai anatomi dan fisiologi dari mata, definisi
mata normal, visus pada mata, penyakit apa saja yang termasuk ke dalam kelompok mata
merah visus normal mulai dari definisi, epidemiologi, etiologi, patomekanisme, gejala
klinis, pemeriksaan rutin yang dilakukan, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan,
promotif dan preventif serta prognosisnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan Fisiologi Mata
Gambar 1. Anatomi Bola Mata
1. Palpebra
a. Pengertian
Modifikasi lapisan kulit yang dapat menutup dan melindungi boa mata bagian
anterior.
b. Pembagian palpebra
1) Palpebra superior
2) Palpebra inferior
c. Fungsi
Menyebarkan lapis tipis air mata sehingga kornea dan konjungtiva tidak dehidrasi.
d. Struktur palpebra
1) Lapis kulit
Kulit palpebra berbeda dengan kulit tubuh lain karena kulit palpebra tersebut
tipis, longgar dan elastis dengan sedikit folikel rambut tanpa lemak subkutan.
2) Muskulus orbikularis okuli
Akan dijelaskan pada bagian otot palpebra.
3) Jaringan areolar
Berada dibawah muskulus orbikularis okuli.
4) Tarsus
Struktur penyokong utama dari palpebra adalah lapis jaringan fibrosa padat
yang mempunyai sedikit jaringan elastis
5) Konjungtiva palpebra
Bagian posterio palpebra dilapisi selapis membran mukosa
e. Otot-otot Palpebra
Ada dua macam otot pada palpebra, yaitu:
1) Muskulus orbikularis okuli
a) Fungsi : Menutup papebra
b) Persyarafan : Nervus fasialis (VII)
2) Retraktor palpebra
a) Fungsi : Membuka palpebra
b) Pembagian
- Palpebra superior (muskulus levator palpebra superior)
- Papebra inferior (fascia capsulo palpebra)
c) Persyarafan : Nervus okulomotorius ( III )
f. Persyarafan
1) Syaraf motorik : Seperti yang telah disebutkan ditiap-tiap otot
2) Syaraf sensorik : Nervus trigeminus
g. Pembuluh darah
1) Ke palpebra : arteri lakrimalis dan arteri oftamikus
2) Dari palpebra : vena ophtalmica
h. Tepian palpebra
1) Tepian anterior
a) Bulu mata
b) Glandula Zeis
c) Glandula Moll
2) Tepian posterior Glandula Meibom
3) Punctum lakrimale
Gambar 2. Anatomi Palpebra
2. Konjungtiva
a. Pengertian
Membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan
posterior kelopak mata dan anterior sklera.
b. Pembagian
1) Konjungtiva palpebra
2) Konjungtiva bulbaris
c. Pembuluh darah
1) Arteri (arteri siliaris posterior dan arteri palpebra)
2) Vena-vena konjungtiva
d. Persyarafan
Percabangan I (oftalmica) nervus V (trigeminus) mempunyai sedikit serat
nyeri.
3. Sklera
a. Pengertian
Pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar.
b. Ukuran : Tebal 1 mm
c. Persyarafan : Syaraf-syaraf siliaris
4. Kornea
Gambar 3. Anatomi Kornea
a. Pengertian: jaringan yang transparan
b. Ukuran:
1) Tebal : 0.65 mm di tepi dan 0.54 mm di tengah
2) Diameter: 11.5 mm
c. Bagian-bagian
1) Lapisan epitel
2) Lapisan membran Bowman
3) Stroma
4) Lapisan membran decemet
5) Endotel
d. Sumber-sumber nutrisi
1) Pembuluh darah limbus
2) Humor aquaeus
3) Air mata
4) Oksigen atmosfer untuk korne superfisial
e. Persyarafan
Nervus V kranialis (trigeminus) cabang I (oftalmika)
5. Uvea
a. Pengertian: lapisan vaskular boa mata
b. Pembagiannya
1) Iris
2) Korpus siliaris
3) Khoroid
Bagian ini akan kita bicarakan satu persatu
a. Iris
1) Pengertian:
Perpanjangan korpus siliare ke anterior
2) Otot-otot yang ada
a) Otot sfingter : Memperkecil ukuran pupil
b) Otot dilator : Memperbesar ukuran pupil
3) Fungsi
Pengaturan jumlah cahaya yang masuk ke daam mata
4) Pembuluh darah : Circulus major iris
5) Persyarafan : Melalui serat-serat di daam n.siliaris, dibagi:
a) Parasimpatis : Nervus III (okulomotorius) dengan fungsi konstriksi
otot pupil
b) Simpatis : Untuk dilatasi otot
b. Korpus siliaris
1) Bagian-bagian:
a) Zona anterior berombak-ombak
b) Pars pikata
c) Zona posterior datar
d) Pars plana
2) Otot-otot
Muskulus siliaris yang merupakan gabungan serat longitudinal, sirkular,
radial. Otot sirkular berfungsi mengerutan dan relaksasi serat-serat zonula
untuk fokus lensa.
3) Pembuluh darah : Dari lingkar utama iris
4) Saraf sensorik : Saraf-saraf siliaris
c. Khoroid
Lapisan yang berada diantara retina dan sklera dan tersusun dari pembuluh darah
besar, sedang, dan kecil.
6. Bilik Mata Depan
a. Pengertian
Ruangan yang berisi humor aquaeus yang diproduksi oleh korpus siliare
b. Aliran humor aquaeus
Korpus siliaris ultrafiltrat di procesus siliaris bilik mata belakang pupil
bilik mata depan jalinan trabekular kanalis Schlemm sistem vena
7. Lensa
Bentuknya:
a. Bikonveks
b. Avaskuar
c. Transparan
d. Tebal 4 mm
e. Diameter 9 mm
8. Badan vitreus
Suatu ruangan yang berisi humor vitreus
9. Retina
a. Pengertian : Bungkus retina di sebelah dalam
b. Fungsinya : Meneruskan rangsangan yang diterimanya berupa bayangan
benda sebagai rangsangan elektrik ke otak sebagai bayangan
yang dikenal.
c. Susunan retina : Retina mengandug sel kerucut (penglihatan terang) dan sel
batang (di tempat yang gelap).
10. Nervus Optikum
Saraf penglihatan meneruskan rangsangan listrik dari mata ke korteks visual untuk
dikenali bayangannya.
11. Fisiologi Penglihatan
Sinar yang masuk ke
mata sebelum sampai di
retina mengalami pembiasan
lima kali yaitu waktu melalui
konjungtiva, kornea, aqueus
humor, lensa, dan vitreous
humor. Pembiasan terbesar
terjadi di kornea. Bagi mata
normal, bayang-bayang
benda akan jatuh pada bintik
kuning, yaitu bagian yang paling peka terhadap sinar.
Ada dua macam sel reseptor pada retina, yaitu sel kerucut (sel konus) dan sel
batang (sel basilus). Sel konus berisi pigmen lembayung dan sel batang berisi pigmen
ungu. Kedua macam pigmen akan terurai bila terkena sinar, terutama pigmen ungu
yang terdapat pada sel batang. Oleh karena itu, pigmen pada sel basilus berfungsi
untuk situasi kurang terang, sedangkan pigmen dari sel konus berfungsi lebih pada
Gambar 4. Fisiologi Penglihatan
suasana terang yaitu untuk membedakan warna, makin ke tengah maka jumlah sel
batang makin berkurang sehingga di daerah bintik kuning hanya ada sel konus saja.
Pigmen ungu yang terdapat pada sel basilus disebut rodopsin, yaitu suatu
senyawa protein dan vitamin A. Apabila terkena sinar, misalnya sinar matahari, maka
rodopsin akan terurai menjadi protein dan vitamin A. Pembentukan kembali pigmen
terjadi dalam keadaan gelap. Untuk pembentukan kembali memerlukan waktu yang
disebut adaptasi gelap (disebut juga adaptasi rodopsin). Pada waktu adaptasi, mata
sulit untuk melihat.
Pigmen lembayung dari sel konus merupakan senyawa iodopsin yang
merupakan gabungan antara retinin dan opsin. Ada tiga macam sel konus, yaitu sel
yang peka terhadap warna merah, hijau, dan biru. Dengan ketiga macam sel konus
tersebut mata dapat menangkap spektrum warna. Kerusakan salah satu sel konus akan
menyebabkan buta warna.
2.2 Mata Merah Visus Normal
Mata akan terlihat merah bila bagian putih mata atau sklera yang ditutup
konjungtiva menjadi merah. Pada mata normal, sklera berwarna putih karena dapat
terlihat melalui bagian konjungtiva dan kapsul Tenon yang tipis dan tembus sinar.
Hiperemia konjungtiva terajadi akibat bertambahnya asupan pembuluh darah ataupun
berkurangnya pengeluaran darah seperti pada pembendungan pembuluh darah.
Mata merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada
peradangan mata akut, misalnya konjungtivitis, keratitis, atau iridosiklitis. Pada keratitis,
pleksus arteri perikornea yang lebih dalam akan melebar pada iritis dan glaukoma akut
kongestif. Pada konjungtivitis dimana pembuluh darah superfisial yang melebar, maka
bila diberi efinefrin topikal terjadi vasokonstriksi sehingga mata akan menjadi putih.
Untuk mengetahui seseorang mempunyai visus normal, maka dilakukan
pemeriksaan tajam penglihatan (visus). Pemeriksaan sebaiknya dilakukan di kamar yang
tidak terlalu terang dan dalam jarak 5 – 6 meter dari kartu baku untuk uji penglihatan
(kartu Snellen).
Ditentukan baris huruf terkeci yang masih dapat dibaca. Biasanya penglihatan
normal mempunyai tajam penglihatan 6/6. Besar huruf atau angka pada optotik Snelen
beda. Pada bagian pinggir setiap baris optotip Snellen terdapat bilangan berupa pecahan
(pembilang dan penyebut) yang menunjukkan tajam penglihatan.
Pembilang menyatakan jarak antara orang yang sedang diperiksa dengan kartu
optotip Snellen yang diletakkan dimukanya. Penyebut merupakan jarak dimana huruf
tersebut seharusnya dapat dilihat atau dibaca.
Jika kartu Snellen tidak dapat dibaca pada jarak 6 meter, maka dilakukan
pemeriksaan dengan hitungan jari. Dimana untuk orang normal, hitungan jari ini masih
dilihat secara jelas oleh orang normal dalam jarak 60 meter.
Ada kalanya tajam penglihatan seseorang itu memang jelek, sehingga untuk
hitungan jaripun dia tidak dapat melihatnya, maka dilakukan uji tajam penglihatan
dengan cara lambaian tangan. Untuk ambaian tangan ini, orang yang masih normal
visusnya akan dapat menglihat lambaian tangan ini secara jelas dari jarak 300 meter. Jika
tidak juga dapat melihat, maka dilakukan uji ketajaman mata dengan cara pengenalan
terhadap adanya sinar. Jika pasien hanya dapat mengenal sinar, keadaan ini disebut
dengan tajam penglihatannya 1/ tidak berhingga.
Jika untuk sinarpun orang yang kita periksa ini tidak dapat melihatnya, maka
dikatakan penglihatannya adalah nol (buta total). Contoh kasus:
1. Seseorang dapat melihat lambaian tangan dalam jarak 3 meter, maka visus orang
tersebut adalah 3/300
2. Seseorang mulai dapat melihat hitungan jari pada jarak 2 meter, maka visus orang
tersebut adalah 2/60
Mata terlihat merah akibat melebarnyapembuluh darah konjungtiva, yang terjadi
pada peradangan mata akut misalnya konjungtivitis, keratitis, dan iridosiklitis atau
pecahnya pembuluh darah. Pada konjungtivitis dimana pembuluh darah superfisialis
yang melebar, maka bila diberi epinefrin topikal akan terjadi vasokonstriksi sehingga
mata akan putih.
Dibawah ini akan dibahas mengenai mata merah visus normal. Adapun penyakit-
penyakit yang termasuk ke dalam mata merah visus normal dibagi dalam dua kategori,
ada mata merah visus normal dan tidak merata dan ada juga mata merah visus normal
dan merata. Mata merah visus normal dan tidak merata, contohnya :
1. Pterigium dan pseudopterigium
2. Pinguekula dan Pinguekula Iritans
3. Perdarahan Subkonjungtiva
4. Episkleritis Dan Skleritis
5. Konjungtivitis Flikten
Sedangkan penyakit yang tergolong dalam mata merah visus normal dan merata
adalah konjungtivitis. Disini akan dibahas secara mendalam penyakit-penyakit tersebut.
1. Pterigium
a. Definisi
Penebalan lipatan konjungtiva bulbi yang berbentuk segitiga dengan banyak
pembuluh darah. Puncaknya terletak dikornea dan dasarnya dibagian perifer.
Biasanya terletak di celah kelopak dan sering meluas ke daerah pupil.
b. Epidemiologi
Umum terjadi pada usia 20-30 tahun dan di daerah yang beriklim tropis
c. Etiologi
Diduga akibat iritasi lama akibat debu, cahaya sinar matahari, dan udara yang
panas.
d. Klasifikasi berdasarkan luas perkembangannya
- Stadium I : Pterigium belum mencapai limbus
- Stadium II : Sudah mencapai atau melewati limbus tapi belum mencapai
daerah pupil
- Stadium III : Sudah mencapai daerah pupil
e. Gejala klinis
Pasien tidak mengeluh adanya gejala, tetapi bila pterigium ini sudah menutup
kornea, maka pasien merasa pandangannya terganggu seperti ada bercak yang
mengikutinya. Keluhan subjektif adalah rasa panas, gatal dan mengganjal atau
mata lekas merah dan berair.
f. Pemeriksaan fisik
Tampak adanya selaput pada bagian konjungtiva yang berbentuk segitiga dengan
puncak dibagian sentral, letaknya pada celah kelopak bagian nasal atau temporal
konjungtiva.
Gambar 5. Tampak Jaringan Fibrovaskuler Konjungtiva
g. Penatalaksanaan
Tidak diperlukan pembedahan (bersifat rekurens) dan dilakukan pembedahan jika
terjadi gangguan penglihatan akibat pterigium.
h. Pencegahan
Secara umum, lindungi mata dari paparan langsung sinar matahari, debu, dan
angin, misalnya dengan memakai kacamata hitam.
2. Pseudopterigium
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang
cacat. Sering pseudopterigium ini terjadai pada proses penyembuhan tukak kornea,
sehingga konjungtiva menutupi kornea. Letak pseudopterigium ini pada daerah
konjungtiva yang terdekat dengan proses kornea sebelumnya.
Pterigium Pseudopterigium
Lokasi Selalu di fisura palpebra Sembarang lokasi
Progresifitas Bisa progresif atau stasioner Selalu stasioner
Riwayat Penyakit Ulkus kornea (-) Ulkus kornea (+)
Tes Sondase Negatif (-) Positif (+)
Gambar 6. Pseudopterigium
Pseudopterigium tidak memerlukan pengobatan, serta pembedahan, kecuali
sangat mengganggu visus atau alasan kosmetik.
3. Pinguekula dan Pinguekula Iritans
Kelainan ini terdapat pada konjungtiva bulbi, baik bagian nasal maupun bagian
temporal, di daerah celah kelopak mata. Pinguekula terlihat sebagai penonjolan
berwarna putih-kuning keabu-abuan, berupa hipertrofi yaitu penebalan selaput lendir.
Secara histologik pada puncak penonjolan ini terdapat degenerasi hialin. Pinguekula
banyak dijumpai pada orang dewasa laki-laki, maupun perempuan, tidak
menimbulkan keluhan, kecuali apabila menunjukkan peradangan sebagai akibat
iritasi. Dalam keadaan iritasi maka dapat disertai keluhan seperti ada benda asing.
Gambar 7. Pinguekula
Penderita umumnya datang ke dokter karena peradangan tersebut, atau karena
penonjolan yang jelas sehingga penderita kuatir akan suatu keganasan atau karena
alasan kosmetik.
Patogenesis belum jelas, tetapi umumnya diterima bahwa rangsangan luar
mempunyai peranan pada timbulnya pinguekula. Sebagai rangsangan luar antara lain
adalah panas, debu, sinar matahari dan sebagainya.
Umumnya pinguekula tidak memerlukan pengobatan. Pinguekula yang
menunjukkan peradangan umumnya diobati untuk menekan peradangannya. Steroid
topikal memberi hasil yang mempercepat redanya peradangan. Mencegah rangsangan
luar dapat dianjurkan.
4. Episkleritis
a. Definisi:
Reaksi radang jaringan konjungtiva sebelah dalam yang terletak di belakang
sklera.
b. Epidemiologi
Perempuan lebih banyak terkena penyakit episkleritis daripada laki-laki
c. Etiologi
Reaksi hipersensitivitas terhadap penyakit sistemik seperti tuberkulosis, reumatoid
artritis.
d. Macam-macam episkleritis
1) Episkleritis sederhana
2) Episkleritis nodular
e. Gejala-gejala
Adapun gejala-gejala dari episkleritis adalah:
1) Mata merah
2) Mata terasa kering
3) Ada rasa sakit yang ringan
4) Mengganjal
5) Keluhan silau
6) Lakrimasi
7) Sekret tidak ada
Gambar 8. Episkleritis
f. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksa fisik, didapat:
1) Kemerahan lokal (berwarna merah muda atau keunguan)
2) Infiltrasi
3) Kongesti
4) Edema episklera
5) Konjungtiva palpebra tenang
g. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi dapat berupa:
1) Keratitis superfisialis
2) Skleralitis
h. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari penyakit episkleritis ini adalah:
1) Kortikosteroid untuk meredakan peradangan (efektif untuk episkleritis
sederhana dari pada nodular)
2) Obat antiinflamasi nonsteroid oral (setelah gejala terkontrol)
5. Skleritis
a. Definisi
Skeritis adalah radang kronis granulomatosa pada sklera yang ditandai dengan
dekstruksi kolagen, infiltrasi sel dan vaskulitis.
b. Epidemiologi
Biasanya bilateral dan lebih sering terjadi pada wanita.
c. Etiologi
Sebagian besar disebabkan reaksi hipersensitivitas tipe III dan IV yang berkaitan
dengan penyakit sistemik.
d. Pembagian
Skleritis dibagi berdasarkan gambaran klinis dan patologisnyA. Ada 2 jenis
utama, yakni:
1) Skleritis anterior
Skleritis anterior dibagi lagi menjadi:
a) Tipe difus
b) Tipe nodular
c) Tipe nekrotikans
Tipe nekrotikans juga dibagi lagi sesuai dengan ada atau tidaknya
peradangan
2) Skleritis posterior
e. Gejala klinis
Gejala-gejala yang dapat timbul pada skleritis adalah
1) Rasa sakit berat yang menyebar ke dahi, alis, dan dagu secara terus menerus
2) Mata merah berair
3) Fotofobia
f. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan:
1) Terlihat sklera bengkak
2) konjungtiva kemosis
3) injeksi sklera profunda
4) terdapat benjolan berwarna sedikit lebih biru jingga
Gambar 9. Skleritis
g. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi adalah:
1) Keratitis
2) Uveitis
3) Glaukoma
h. Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan untuk skleritis adalah:
Dimuai dengan obat anti inflamasi non-steroid sistemik, jika timbul respon dalam
1 – 2 minggu atau segera tampak penyumbatan vaskuler harus segera dimulai
terapi steroid sistemik dosis tinggi
6. Perdarahan Subkonjungtiva
Hematoma subkonjungtiva dapat terjadi pada keadaan dimana pembuluh darah
rapuh (umur, hipertensi, arteiosklerosis, konjungtivitis hemorraghik, pemakaian
antikoagulan, batuk rejan).
Perdarahan subkonjungtiva disebabkan pecahnya pembuluh darah kecil
konjungtiva. Perdarahan atau pecahnya pembuluh darah ini dapat terjadi akibat
radang konjungtiva berat, batuk keras pada anak-anak atau tusis quinta, kelainan
pembuluh darah atau darah, dan kekurangan vitamin C.
Besarnya perdarahan subkonjungtiva ini dapat kecil atau luas di seluruh
subkonjungtiva. Warna merah pada konjungtiva pasien merasa khawatir sehingga
akan segera minta pertolongan pada dokter. Warna merah akan berubah menjadi
hitam setelah beberapa lama, seperti pada hematoma umumnya.
Gambar 10. Perdarahan Subkonjungtiva
Biasanya tidak perlu pengobatan karena akan diserap dengan spontan dalam
waktu 1-3 minggu.
7. Konjungtivitis
Konjungtiva dan kornea merupakan bagian mata yang mudah berhubungan
dengan dunia luar. Peradangan konjungtiva diakibatkan infeksi bakteri atau virus.
Konjungtivitis dapat pula terjadi akibat asap, angin, dan sinar kuat, selain daripada
alergi, demam, tampek dan penyakit lainnya. Pada peradangan konjungtiva tidak
jarang ditemukan hal-hal berikut :
Mata merah, bengkak, sakit, panas, gatal, dan seperti kelilipan
Bila infeksi bakteri maka akan terdapat rasa lengket, sekret mukopurulen
Bila infeksi karena virus maka akan bersifat sangat mudah menular apalagi pada
mata sebelahnya.
Sekret yang keluar bermacam-macam jenisnya dan sangat bergantung pada
penyebab peradangannya. Sekret dapat demikian banyak sehingga kelopak sukar
dibuka terutama sewaktu bangun pagi.
Pada peradangan konjungtivitis akut akan ditemukan :
Tertimbunnya eksudat pada sakus konjungtiva yang kadang-kadang bergumpal
pada permukaan konjungtiva, dan membentuk pseudomembran.
Bentuk pseudomembran ini dapat ditemukan pada radang akibat difteria, infeksi
staphylococcus, konjungtivitis epidemik, luka bakar kimia dan sindrom Steven
Johnson.
eksudat purulen terdapat pada konjungtivitis akibat bakteri
eksudat serous biasanya merupakan gambaran infeksi virus
sekret yang mukous rrierupakan manifestasi reaksi alergi.
Pemeriksaan kultur dan sitologik sekret konjungtiva merupakan cara untuk
mengetahui penyebab infeksi, seperti :
Sel eosinofil kebanyakan merupakan akibat atopi atau terutama akibat
konjungtivitis vernal
Sel limfosit merupakan gambaran karakteristik infeksi akibat virus, infeksi kronis
Sel epitel dengan multi nukleus dengan atau tanpa badan inklusi intraseluler
merupakan gambaran yang dapat ditemukan pada infeksi virus.
Gejala umum pada konjungtivitis adalah mata merah, sekret atau mata kotor,
dan pedes seperti kelilipan. Konjungtivitis biasanya akan mengenai kedua mata akibat
mengenai mata yang sebelahnya. Bila terdapat hanya pada satu mata maka ini
biasanya diakibatkan alergi atau moluskum kontagiosum.
Pengobatan konjungtivitis pada umumnya adalah dengan mengobati kausal
dan tidak dibebat. Bila dibebat maka kuman akan berkembang biak dengan cepat
karena suhu mata yang biasanya lebih dingin akibat penguapan akan sarna denga suhu
badan.
Tabel 1. Diagnosis Banding Konjungtivitis
Gambaran klinis yang dapat terlihat pada konjungtiva,ialah :
Reaksi folikular atau adanya folikel (nodul avaskular) merupakan proliferasi
limfosit dan membentuk folikel limfoid dengan sel germinatif di bagian sentral
subkonjungtiva. Besar folikel kira-kira 0.2 mm dan terlihat pada infeksi Chiamydia
(trakoma), virus (adenovirus), akibat alergi kimia (atropin dan eserin)
Terbentuknya papil yang merupakan akibat penimbunan eksudat disertai serbukan
leukosit, dan pelebaran pembuluh darah sehingga mendorong permukaan
konjungtiva antara dua bagian yang tertahan oleh fibrin seperti yang terlihat pada
konjungtivitis vernal, konjungtivitis akut bakterial dan konjungtivitis alergi
Membran dan pseudomembran terlihat pada konjungtivitis epidemik akut, infeksi
streptococ, dan difteria. Pseudomembran berbentuk seperti membran akan tetapi
tidak melekat pada stroma konjungtiva sehingga bila diangkat tidak berdarah
Sikatriks atau jaringan parut dapat terjadi pada konjungtiva tarsal dan
bulbi. Sikatriks dapat terlihat pada trakoma dan penyakit alergi lainnya.
Pengobatan konjungtivitis secara umum adalah :
Konjungtivitis bakterial diobati dengan tetes mata antibiotika (polymyxin,
bacitracin, garamycin) beberapa kali untuk 2-3 hari
Pemakai lensa kontak hams melepas lensa kontaknya
Konjungtivitis alergi diobati dengan antihistamin Kompres hangat dipergunakan
tidak lebih dart 20 menit.
Jenis konjungtivitis berdasarkan penyebabnya sebagai berikut :
1. Konjungtivitis Akut
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang
menutupi belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis dibedakan bentuk akut dan
kronis. Konjungtivitis dapat disebabkan bakteri seperti konjungtivitis Gonococ. virus,
Chlamydia, alergi, toksik, dan Moluscum kontagiosum. Gambaran klinis yang terlihat
pada konjungtivitis dapat berupa hiperemi konjungtiva bulbi, lakrimasi, eksudat
dengan sekret yang lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak
membengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membran, pseudomembran, granulasi,
flikten, mata merasa seperti adanya benda asing, dan adeno-pati preaurikel.
Biasanya sebagai reaksi konjungtivitis akibat virus berupa terbentuknya folikel
pada konjungtiva. Bilik mata dan pupil dalam bentuk yang normal.
a. Konjungtivitis Bakterial Akut
Gambar 11. Konjungtivitis Bakterial Akut
Konjungtivitis bakteri akut adalah bentuk konjungtivitis yang murni dan
biasanya disebabkan oleh staphylococ, streptococcus pneumoniae, gonococ,
Haemifillus influenzae, pseudomonas, dan basil Morax Axenfeld.
Pada setiap konjungtivitis sebaiknya dilakukan pemeriksaan pulas-an untuk
mengetahui penyebabnya.
Pengobatan umumnya pada konjungtivitis akibat bakteri adalah antibiotika
spektrum luas dalam bentuk tetes dan salep, atau antibiotika sesuai dengan kausanya.
Konjungtivitis Blenore
Blenore neonatorum merupakan konjungtivitis pada bayi yang baru lahir.
Penyebabnya yaitu : gonococ, chlamydia, dan staphylococ.
Konjungtivitis purulen pada bayi sebaiknya dibedakan dengan oftalmia
neonatorum lainnya seperti chlamydia konjungtivitis (inklusion blenore), infeksi
bakteri lain, virus dan jamur. Saat terlihat penyakit, gambaran klinik serta hasil
pemeriksaan hapus akan membantu untuk menentukan kausa.
Blenore mengenai bayi yang ditularkan ibunya merupakan penyebab utama
oftalmia neonatorum. Memberikan sekret purulen padat dengan masa inkubasi antara
12 jam hingga 5 hari, disertai perdarahan subkonjungtiva dan kemotik. Gejala khusus
infeksi gonococ terlihat sebagai kelopak lengket. Masa inkubasi bervariasi antara 3 —
6 hari, gonore 1-3 hari dan chlamydia 5-12 hari.
Diagnosis pasti blenore adalah dengan pulasan Giemsa. Pada pewamaan
Giemsa akan terlihat sel leukosit polimorfonuklear dengan diplococ Gram negatif
intra selular. Bila penyebabnya chlamydia maka ini disebabkan oleh chlamydia oculo
genital trachmatis. Diagnosis dibuat dengan pulasan epitel dimana terdapat pigmen
basofil di dalam sitoplasma dengan reaksi neutrofil, sel plasma dan sel mononuklear.
Pengobatan konjungtivitis blenore ialah dengan memberikan panisilin topikal
tetes atau salep sesering mungkin. Tetes ini dapat diberikan setiap setengah jam pada
6 jam pertama disusul dengan setiap jam sampai terlihat tanda-tanda perbaikan.
Pasien dirawat dan diberi pengobatan dengan penisilin salep dan suntikan, pada bayi
diberikan 50.000 U/kgBB selama 7 hari.
Sebelum pemberian penisilin topikal mata dibersihkan dari sekret karena bila
tidak maka pemberian obat tidak akan efektif. Kadang-kadang perlu diberikan
bersama-sama dengan tetrasiklin karena mungkin konjungtivitis ini berjalan bersama-
sama dengan infeksi chlamydia.
Diagnosis banding yang sering didapatkan adalah konjungtivitis inklusi yaitu
konjungtivitis yang disebabkan chlamydia oculogenital dan termasuk ke dalam
golongan TRIG, dengan masa inkubasi 5-12 hari. Pada bayi akan terlihat sebagai
konjungtivitis purulen. Obat yang diberikan adalah tetrasiklin atau sulfonamid.
Pencegahan merupakan cara yang lebih aman ialah membersihkan mata bayi segera
setelah lahir dengan larutan borisi dan memberikan salep kloramfenikol.
Pemeriksaan laboratorium akan memberikan gambaran yang khusus untuk
jenis infeksi, yang akan memperlihatkan tanda-tanda infeksi virus, jamur dan bakteri
pada pemeriksaan sitologik.
Konjungtivitis Gonore
Gambar 12. Konjungtivitis Gonore
Konjungtivitis gonore merupakan radang konjungtiva akut yang disertai
dengan sekret purulen. Gonococ merupakan kuman yang sangat patogen, virulen dan
bersifat invasif sehingga reaksi radang terhadap kuman ini sangat berat. Pada
neonatus infeksi konjungtiva terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran, sedang
pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang sedang menderita penyakit tersebut.
Pada orang dewasa penyakit ini didapatkan dari penularan penyakit kelamin sendiri
pada kontak dengan penderita uretritis atau servisitis gonore.
Secara klinis penyakit yang disebabkan gonococ sering dalam bentuk:
oftalmia neonatorum (bayi berusia 1-3 hari)
konjungtivitis gonore infantum (usia lebih dari 10 hari)
konjungtivitis gonore adultorum.
Pada orang dewasa terdapat 3 stadium penyakit infiltratif, supuratif dan
penyembuhan. Pada stadium infiltratif ditemukan kelopak dan konjungtiva yang kaku
disertai rasa sakit pada perabaan. Kelopak mata membengkak dan kaku sehingga
sukar dibuka. Terdapat pseudomembran pada konjungtiva tarsal superior sedang
konjungtiva bulbi merah, kemotik dan menebal. Pada orang dewasa selaput
konjungtiva lebih bengkak dan lebih menonjol dengan gambaran hipertrofi papilar
yang besar. Gambaran ini adalah gambaran spesifik gonore dewasa. Pada orang
dewasa terdapat perasaan sakit pada mata yang dapat disertai dengan tanda-tanda
infeksi umum. Pada umumnya menyerang satu mata terlebih dahulu dan biasanya
kelainan ini pada laki-laki didahului pada mata kanannya.
Pada stadium supuratif terdapat sekret yang kental. Pada bayi biasanya
mengenai kedua mata dengan sekret kuning kental. Kadang kadang bila sangat dini
sekret dapat sereus yang kemudian menjadi kental dan purulen. Berbeda dengan
oftalmia neonatorum, pada orang dewasa sekret tidak kental sekali. Terdapat
pseudomembran yang merupakan kondensasi fibrin pada permukaan konjungtiva.
Pada stadium penyembuhan semua gejala sangat berkurang.
Pada orang dewasa penyakit ini berlangsung selama 6 minggu dan tidak jarang
ditemukan pembesaran disertai rasa sakit kelenjar preaurikel.
Diagnosis pasti penyakit ini .adalah pemeriksaan sekret dengan pewamaan
metilen biru dimana akan terlihat diplokok di dalam sel leukosit. Dengan pewamaan
Gram akan terdapat sel intraselular atau ekstra selular, dengan sifat Gram negatif.
Pemeriksaan sensitivitas dilakukan pada agar darah dan coklat.
Pengobatan segera dimulai bila terlihat pada pewarnaan Gram positif diplokok
batang intraselular dan sangat dicurigai konjungtivitis gonore. Sekret dibersihkan
dengan kapas yang dibasahi air bersih (dire-bus) atau dengan garam fisiologik setiap
1/4 jam. Kemudian diberi salep penisilin setiap 1/4 jam. Penisilin tetes mata dapat
diberikan dalam bentuk larutan penisilin G 10.000-20.000 unit /ml setiap 1 menit
sampai 30 menit. Kemudian salep diberikan setiap 5 menit selama 30 menit. Disusul
pemberian salep penisilin setiap 1 jam selama 3 hari. Antibiotika sistemik diberikan
sesuai dengan pengobatan gonokok. Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksaan
mikroskopik yang dibuat setiap hari menghasilkan 3 kali berturut-turut negatif.
Pengobatan biasanya dengan perawatan di Rumah Sakit dengan terisolasi, dibersihkan
dengan garam fisiologis, penisilin sodium G 100.000 unil/ml, eritromisin topikal, dan
penisilin 4.8 juta unit dibagi 2 kali sistemik.
Penyulit yang dapat terjadi adalah tukak kornea marginal terutama dibagian
atas. Tukak ini mudah perforasi akibat adanya daya lisis kuman gonokok ini. Pada
anak-anak sering terjadi keratitis ataupun tukak kornea sehingga sering terjadi
perforasi kornea. Pada orang dewasa tukak yang terjadi sering terletak marginal dan
sering berbentuk cincin. Perforasi kornea dapat mengakibatkan endoftalmitis dan
panoftalmitis sehingga terjadi kebutaaan total. Tipe dewasa disebabkan infeksi sendiri
dengan gejala mendadak, dengan purulensi berat yang dapat memberikan penyulit
keratitis, tukak kornea, sepsis, arthritis, dan dakrioadenitis.
Konjungtivitis Difteri
Konjungtivitis difteri adalah radang konjungtiva yang disebabkan bakteri
difteri memberikan gambaran khusus berupa terbentuknya membran pada konjungtiva
tarsal. Membran yang terbentuk terdiri atas bahan nekrotik bercampur fibrin yang bila
diangkat akan mengakibatkan terjadinya perdarahan.
Biasanya konjungtivitis difteri terdapat pada anak yang menderita difteri.
Kelopak terlihat membengkak, merah dan kaku disertai dengan membran pada
konjungtiva tarsal. Untuk menegakkan diagnosis yang tepat dibuat pembiakan pada
agar Loefler.
Pengobatan konjungtivitis difteri adalah dengan memberi penisilin disertai
dengan antitoksin difteri. Penyulit yang dapat timbul adalah keratitis dan simblefaron.
Konjungtivitis Angular
Konjungtivitis angular merupakan peradangan konjungtiva yang terutama
didapatkan di daerah kantus interpalpebra, disertai ekskoriasi kulit di sekitar daerah
meradang.
Konjungtivitis angular disebabkan basil Moraxella Axenfeld. Konjungtivitis
angular terdapat sekret mukopurulen dan pasien sering mengedip dan dapat
memberikan penyulit blefaritis. Pengobatan yang sering diberikan adalah tetrasiklin
atau basitrasin. Dapat juga diberi sulfas Zincii yang bekerja mencegah ptoteolisis.
Konjungtivitis Folikular
Kelainan ini merupakan konjungtivitis yang disertai dengan pembentukan
folikel pada konjungtiva. Terbentuknya folikel terjadi akibat penimbunan limfosit
dalam jaringan adenoid subepitel konjungtiva. Folikel akan membentuk tonjolan pada
konjungtiva sebesar 0.5 mm dengan permukaan yang landai, licin, berwama abu-abu
kemerahan. Wama merah ini terlihat akibat adanya pembuluh darah dari bagian
perifer folikel yang menuju puncak foliikel.
Konjungtivitis folikular merupakan konjungtivitis yang sering ditemukan pada
anak-anak akan tetapi tidak ditemukan pada bayi. Beda dengan folikel trakoma maka
pada konjungtivitis folikular tidak pemah terbentuk sikatriks. Bersamaan dengan
terlihatnya mata merah biasanya juga disertai dengan lakrimasi yang nyata.
Konjungtiivitis folikular dapat terjadi akibat infeksi bakteri, virus dan
rangsangan bahan kimia. Penyakit ini dapat berjalan akut ataupun kronis. Dikenal
bentuk konjungtivitis folikular akut, kronis dan folikulosis.
Konjungtivitis folikular akut, pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh
virus seperti herpes simpleks, herpes zoster, keratokonjungtivitis epidemik, atau
demam faringokonjungtiva, konjungtivitis New Castle, konjungtivitis hemoragik akut
dan trakoma akut. Konjungtivitis folikular kronis terdapat pada trakoma, toksik dan
konjungtivitis Parinaud Folikulosis, suatu bentuk konjungtivitis yang jarang terlihat
pada usia tebih dan 20 tahun. Terlihat folikel atau hipertrofi adenoid sebesar 1 mm
terutama pada tarsus inferior.
Konjungtivitis Mukokataral/Mukopurulen
Konjungtivitis mukopurulen merupakan konjungtivitis dengan gejala umum
konjungtivitis, kataral mukoid. Penyebabnya adalah Staphylococcus, basil Koch
Weeks, pneumococ, staphylococ, haemophylus Aegypti, yang dapat juga terlihat pada
penyakk virus, lain seperti rubeola atau morbili.
Gejala konjungtivitis mukopurulen adalah terdapatnya hiperemia konjungtiva
dengan sekret berlendir yang mengakibatkan kedua kelopak melekat terutama pada
waktu bangun pagi. Pasien merasa seperti kelilipan kemasukan pasir. Sering ada
keluhan seperti adanya halo atau gambaran pelangi yang sebaiknya dibedakan dengan
halo glaukortia. Bila disebabkan pneumococ maka akan terlihat perdarahan kecil pada
konjungtiva. Gejala penyakit terberat terjadi pada hari ketiga dan bila tidak diobati
akan berjalan kronis. Pengobatan dengan membersihkan konjungtiva dan antibiotika
yang sesuai.
Penyulit yang dapat timbul adalah tukak kataral marginal pada komea atau
keratitis superfisial.
Blefarokonjungtivitis
Blefarokonjungtivitis atau radang kelopak dan konjungtiva ini disebabkan oleh
staphylococ dengan keluhan terutama perasaan gatal pada mata disertai terbentuknya
krusta pada tepi kelopak. Bersamaan dengan ini biasanya disertai dengan keratitis
pungtata epitelial. Radang ini juga mengenai kelenjar Meibom dan folikel rambut.
Blefarokonjungtivitis sering menimbulkan reaksi alergi pada kornea sehingga
menimbulkan keratitis marginal ataupun tukak marginal komea. Pengobatan yang
diberikan adalah dengan mernbersihkan kelopak disertai pemberian neomisin atau
polimiksin lokal pada mata.
b. Konjungtivitis Viral Akut
Konjungtivitis akibat virus sering ditemukan dan biasanya disebabkan
adenovirus atau suatu infeksi herpes simpleks. Infeksi virus ini biasanya terjadi
bersama-sama dengan infeksi saluran napas atas. Akibat sangat mudah menular maka
virus akan mengenai kedua mata. Konjungtivitis virus dapat memberikan gambaran
sebagai konjungtivitis folikular, atau konjungtivitis dengan terjadinya keratitis.
Pencegahan dilakukan dengan higiene yang baik, dimana pengobatan virus
tidak ada dan dapat diberikan kompres dingin untuk mengurangkan rasa tidak enak
pada matanya. Pada keadaan yang berat dapat diberikan steroid untuk menghilangkan
gejala. lnfeksi virus biasanya akan sembuh dengan sendirinya setelah 3 minggu.
Keratokonjungtivitis Epidemik
Keratokonjungtivitis epidemik merupakan radang yang berjalan akut,
disebabkan oleh adenovirus tipe 3,7, 8 dan 19. Konjungtivitis ini dapat timbul sebagai
suatu epidemi. Penuluran biasanya terjadi melalui kolam renang selain dari pada
akibat wabah. Mudah menular dengan masa inkubasi 8 - 9 hari dan masa infeksious
14 hari.
Gejala klinik berupa demam dengan mata seperti kelilipan, mata berair berat,
seperti kelilipan, folikel terutama konjungtiva bawah, kadangkadang terdapat
psudomembran. Terdapat infiltrat subepitel kornea atau keratitis setelah terjadinya
konjungtivitis. Infiltrat ini dapat bertahan selama lebih dari 2 bulan. Kelenjar
preaurikel membesar. Biasanya gejala akan menurun dalam waktu 7-15 hari.
Perjalanan penyakit konjungtivitisnya dapat berjalan selama 3 minggu. Dalam sekret
ditemukan sel neutrofil.
Pengobatan diberikan topikal sulfa dan steroid. Pemberian antibiotika untuk
mencegah infeksi sekunder. Steroid dapat diberikan bila terlihat adanya membran dan
infiltrat subepitel. Pengobatan dengan antivirus dan alfa interferon tidak umum untuk
konjungtivitis adenovirus. Astringen diberikan untuk mengurangkan gejala dan
hiperemia. Penyulit yang dapat terjadi yaitu kekeruhan pada kornea yang menetap.
Demam Faringokonjungtiva
Gambar 13. Demam Faringokonjungtiva
Konjungtivitis demam faringokonjungtiva disebabkan infeksi virus. Kelainan
ini akan memberikan gejala demam, faringitis, sekret berair dan sedikit, yang
mengenai satu atau kedua mata. Biasanya disebabkan adenovirus tipe 3 dan 7,
terutama mengenai remaja, yang disebabkan melalui droplet atau kolam renang. Masa
inkubasi 5 — 12 hari, yang menularkan selama 12 hari, dan bersifat epidemik.
Mengenai satu mata yang akan mengenai mata lainnya dalam minggu berikutnya.
BerjaIan akut dengan gejala penyakit hiperemia konjungtiva, mata seperti
kemasukan pasir, folikel pada konjungtiva, sekret serous, fotofobia, kelopak bengkak
dengan pseudomembran. Pada kornea dapat terjadi keratitis superfisial, dan atau
subepitel dengan pembesaran kelenjar limfe preaurikel.
Pada pemeriksaan histopatologik ditemukan badan inklusi intranuklear.
Pengobatannya tidak terdapat pengobatan yang spesifik hanya suportif karena dapat
sembuh sendiri. Diberikan kompres, astringen, lubrikasi, pada kasus yang berat dapat
diberikan antibiotika dengan steroid topikal. Pengobatan biasanya simtomatik dan
antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
Konjungtivitis Herpetik
Konjungtivitis herpetik dapat merupakan manifestasi primer herpes dan
terdapat pada anak-anak yang mendapat infeksi dari pembawa virus. Pada
konjungtivitis herpetik ini akan terdapat limfadenopati preaurikel. Ditemukan
gambaran konjungtivitis yang berat dengan tepi kelopak dengan lesi vesikular,
hipertrofi papil pada konjungtiva. Kadang-kadang ditemukan dendrit pada kornea.
Pada orang dewasa kelainan ini merupakan tipe rekuren infeksi ganglion trigeminus
oleh virus herpes simpleks. Pengobatan steroid merupakan kontra indikasi mutlak.
Konjungtivitis New Castle
Konjungtivitis New Castle merupakan bentuk konjungtivitis yang ditemukan
pada peternak unggas, yang disebabkan oleh virus New Castle.
Masa inkubasi 1-2 hari yang dimulai dengan perasaan adanya benda asing,
silau dan berai pada mata. Kelopak mata membengkak, konjungtiva tarsal hiperemis
dengan terdapatnya folikel dan kadang-kadang disertai perdarahan kecil. Konjuntivitis
ini memberikan gejala influensa dengan demam ringan, sakit kepala dan nyeri sendi.
Konjungtivitis New Castle akan memberikan keluhan rasa sakit pada mata,
gatal, mata berair, penglihatan kabur dan fotofobia. Penyakit ini sembuh dalam jangka
waktu kurang dari 1 minggu.
Pada kornea ditemukan keratitis epitelial atau keratitis subepitel. Pembesaran
kelenjar getah bening preaurikel yang tidak nyeri tekan. Pengobatan yang khas sampai
saat ini tidak ada, dan dapat diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder
dengan obat-obat simtomatik.
Konjungtivitis Hemoragik Epidemik Akut
Konjungtivitis hemoragik epidemik akut merupakan konjungtivitis disertai
timbulnya perdarahan konjungtiva. Penyakit ini pertama kali ditemukan di Ghana
Afrika pada tahun 1969 yang menjadi pandemik. Konjungtivitis yang disebabkan
infeksi virus picorna, atau enterovirus 70.
Masa inkubasi 24-48 jam, dengan tanda-tanda kedua mata iritatif, seperti
kelilipan, dan sakit periorbital. Edema kelopak, kemosis konjungtiva, sekret
seromukos, fotofobia disertai lakrimasi. Terdapat gejala akut dimana ditemukan
adanya konjungtivitis folikular ringan, keratitis, adenopati preaurikuler, dan yang
terpenting adanya perdarahan subkonjungtiva yang dimulai dengan ptekia. Pada tarsus
konjungtiva terdapat hipertrofi folikular dan keratitis epitelial yang berkurang spontan
dalam 3 - 4 hari.
Penyakit ini dapat sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya simtomatik.
Pengobatan antibiotika spektrum luas, sulfasetamid dapat dipergunakan untuk
mencegah infeksi sekunder. Pencegahan adalah dengan mengatur kebersihan untuk
mencegah penularan.
Umumnya tidak memberikan penyulit akan tetapi kadang-kadang dapat terjadi
uveitis.
c. Konjungtivitis Jamur
lnfeksi jamur pada konjungtiva jarang terjadi, sedangkan 50% infeksi jamur
yang terjadi tidak memperlihatkan gejala. Bermacam-macam jamur dapat
mengakibatkan tukak kornea dan kelainan mata lainnya, terutama pada orang yang
keadaan umumnya yang buruk sedang memakai steroid atau obat anti kanker.
Jamur yang dapat memberikan infeksi pada konjungtivitis jamur adalah
Candida albicans, yang dapat memberikan pseudomembran pada konjungtiva,
Actinomyces sering menimbulkan kanakulitis. Untuk pengobatan dapat diberikan
nistatin.
d. Konjungtivitis Alergik
Konjungtivitis alergi merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi
alergi terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasa dan reaksi
terlambat sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri, dan
toksik.
Reaksi alergi dari hipersensitif pada konjungtiva akan memberikan keluhan
pada pasien berupa mata gatal, panas, mata berair dan mata merah. Tanda
karakteristik lainnya adalah terdapatnya papil besar pada konjungtiva, datang
bermusim, yang dapat mengganggu penglihatan. Pada anak dengan konjungtivitis
alergik ini biasanya disertai riwayat atopi Iainnya seperti rinitis alergi, eksema, atau
asma.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan sel eosinofil, sel plasma, limfosit
dan basofil. Walaupun penyakit alergi konjungtiva sering sembuh sendiri akan tetapi
dapat memberikan keluhan yang memerlukan pengobatan.
Umumnya konjungtivitis alergi disebabkan oleh bahan kimia dan mudah
diobati dengan antihistamin atau bahan vasokonstriktor. Pengobatan terutama dengan
menghindarkan penyebab pencetus penyakit dan memberikan astringen, sodium
kromolin, steroid topikal dosis rendah yang kemudian disusul dengan kompres dingin
untuk menghilangkan edemanya. Pada kasus yang berat dapat diberikan antihistamin
dan steroid sistemik. Kompres dingin akan mengurangkan gejala.
Dikenal beberapa macam bentuk konjungtivitis alergi seperti Konjungtivitis
flikten, konjungtivitis vernal, konjungtivitis atopi, konjungtivitis alergi bakteri,
konjungtivitis alergi akut, konjungtivitis alergi kronik, sindrom Stevens Johnson,
pemfigoid okuli, dan sindrom Syogren.
Konjungtivitis Vernal
Konjungtivitis vernal yaitu Konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipe
I) yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. Pada mata ditemukan papil besar
dengan permukaan rata pada konjungtiva tarsal, dengan rasa gatal berat, sekret gelatin
yang berisi eosonofil atau granula eosinofil, pada kornea terdapat keratitis,
neovaskularisasi, dan tukak indolen. Pada tipe limbal terlihat benjolan di daerah
limbus, dengan bercak Homer Trantas yang berwarna keputihan yang terdapat di
dalam benjolan.
Secara histologik penonjolan ini adalah suatu hiperplasi dan hialinisasi
jaringan ikat disertai proliferasi sel epitel dan sebukan sel limfosit, sel plasma dan sel
eosinofil.
Merupakan penyakit yang dapat rekuren dan bilateral terutama pada musim
panas. Mengenai pasien usia muda antara 3-25 tahun dan kedua jenis kelamin sama.
Biasanya pada laki-laki mulai pada usia di bawah 10 tahun. Penderita konjungtivitis
vernal sering menunjukkan gejala-gejala alergi terhadap tepung sari rumput-
rumputan.
Dua bentuk utama (yang dapat berjalan bersama) yaitu :
- Bentuk palpebra. Pada tipe palpebra terutama mengenai konjungtiva tarsal
superior. Terdapat pertumbuhan papil yang besar (Coble stone) yang diliputi
sekret yang mukoid. Konjungtiva tarsal bawah hiperemi dan edema, dengan
kelainan kornea lebih berat dibanding bentuk limbal. Secara klinik papil besar ini
tampak sebagai tonjolan bersegi banyak dengan permukaan yang rata dan dengan
kapiler di tengahnya.
- Bentuk limbal, hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk
jaringan hiperplastik gelatin, dengan trantas dot yang merupakan degenerasi epitel
kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan
sedikit eosinofil.
Antihistamin dan desensitisasi mempunyai efek yang ringan. Vasokonstriktor,
kromolin topikal dapat mengurangi pemakaian steroid, sikiosporin dapat bermanfaat.
Obat anti inflamasi nonsteroid lainnya tidak banyak manfaat. Pengobatan dengan
steroid topikal tetes dan salep akan dapat menyembuhkan. Hati-hati pemakaian
steroid lama. Bila tidak ada hasil dapat diberikan radiasi, atau dilakukan
pengangkatan giant papil.
Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tanpa diobati. Dapat diberi obat kompres
dingin, natrium karbonat dan obat vasokonstriktor. Kelainan kornea dan konjungtiva
dapat diobati dengan natrium cromolyn topical. Bila terdapat tukak maka diberi anti-
biotik untuk mencegah infeksi sekunder disertai dengan sikioplegik.
Konjungtivitis Flikten
Merupakan konjungtivitis nodular yang disebabkan alergi terhadap bakteri
atau antigen tertentu. Konjungtivitis flikten disebabkan oleh karena alergi
(hipersensitivitas tipe IV) terhadap tuberkuloprotein, stafilokok, limfogranuloma
venerea, leismaniasis, infeksi parasit, dan infeksi di tempat lain dalam tubuh.
Kelainan ini lebih sering ditemukan pada anak-anak di daerah padat, yang
biasanya dengan gizi kurang atau sering mendapat radang saluran napas.
Secara histopatologik terlihat kumpulan sel leukosit neutrofil dikelilingi sel
limfosit, makrofag, dan kadang-kadang sel datia berinti banyak. Flikten merupakan
infiltrasi selular subepitel yang terutama terdiri atas sel monokular limfosit.
Biasanya konjungtivitis flikten terlihat unilateral dan kadangkadang mengenai
kedua mata. Pada konjungtiva terlihat sebagai bintik putih yang dikelilingi daerah
hiperemi.
Pada pasien akan terlihat kumpulan pembuluh darah yang mengelilingi suatu
tonjolan bulat dengan warna kuning kelabu seperti suatu mikroabses yang biasanya
terletak di dekat limbus. Biasanya abses ini menjalar ke arah sentral atau kornea dan
terdapat tidak hanya satu.
Gejala konjungtivitis flikten adalah mata berair, iritasi dengan rasa sakit,
fotofobia dapat ringan hingga berat. Bila kornea ikut terkena selain daripada rasa
sakit, pasien juga akan merasa silau disertai blefarospasme.
Dapat sembuh sendiri dalam 2 minggu, dengan kemungkinan terjadi
kekambuhan. Keadaan akan lebih berat bila terkena kornea.
Diagnosis banding adalah pinguekula iritan (lokalisasi pada fisura palpebra),
ulkus kornea, okular rosazea, dan keratitis herpes simpleks.
Pengobatan pada konjungtivitis flikten adalah dengan diberi steroid topikal,
midriatika bila terjadi penyulit pada kornea, diberi kacamata hitam karena adanya rasa
silau yang sakit. Diperhatikan higiene mata dan diberi antibiotika salep mata waktu
tidur, dan air mata buatan. Sebaiknya dicari penyebabnya seperti adanya tuberkulosis,
blefaritis stafilokokus kronik dan lainnya.
Karena sering terdapat pada anak dengan gizi kurang maka sebaiknya
tliberikan vitamin dan makanan tambahan.
Penyulit yang dapat ditirnbulkan adalah menyebarnya flikten ke dalam kornea
atau terjadinya infeksi sekunder sehingga timbul abses.
2. Konjungtivitis kronis
Trakoma
Trakoma merupakan konjungtivitis folikular kronis yang disebabkan oleh
Chlamydia trachomatis. Penyakit ini terutama mengenai anak-anak walaupun
dapat mengenai semua umur. Cara penularan trakoma adalah melalui kontak
Iangsung dengan sekret penderita atau handuk, saputangan, dan kebutuhan alat
sehari-hari. Masa inkubasi 5- 14 hari.
Pasien akan mengeluh perasaan gatal pada mata, berair dan fotofobia.
Terdapat tanda-tanda seperti adanya papil, folikel, sikatriks, pada tarsus atas dan
adanya pannus.
Terdapat 4 stadium trakoma berdasarkan pada klasifikasi Mc Callan.
Stadium 1 : insipient, dimana terlihat folikel kecil (prefolikel) pada konjungtiva
tarsal atas
Stadium 2 : nyata (established) terbagi menjadi :
Stadium 2 a : dengan folikel yang nyata
Stadium 2 b : dengan papil yang nyata. Pada stadium ini terlihat infiltrat
disertai dengan neovaskularisasi di bagian atas kornea yang disebut
sebagai pannus. Infiltrat ini dapat superfisial ataupun-subepitelial.
Stadium 3 : terdapatnya jaringan parut pada konjungtiva tarsal atau
cekungan Herbert pada limbus alas akibat terbentuknya jaringan parut
pada folikel limbus atas. Pada stadium ini pannus masih aktif.
Stadium 4 : Terjadinya jaringan parut sempurna pada konjungtiva tarsal
atas dengan hilangnya tanda radang pada komea atau pannus.
Trakoma merupakan penyakit yang berlangsung lama dengan tanda mata
merah, lakrimasi dan fotofobia.
Pada pemeriksaan histologik akan ditemukan sel Leber dengan sel
limfoblas yang menyokong diagnosis trakoma. Terdapat badan inklusi Halber
Staffer Prowazek berupa granulasi basofilik yang berbentuk cakup terhadap
nukleus di dalam sel epitel konjungtiva. Penyulit trakoma dapat terjadi akibat
jaringan parut tarsus yang mengakibatkan entropion, trikiasis, simblefaron, atau
keratitis yang terinfeksi sehingga menimbulkan tukak kornea. Pada pasien terjadi
kekeringan bola mata akibat gangguan mukosa konjungtiva yang akan
mengakibatkan xerosis konjungtiva ataupun xerosis kornea.
Pengobatan trakoma dengan memberikan salep tetrasiklin 2 kali sehari
selama 3 bulan. Sulfonamida diberikan bila terdapat penyulit trakoma seperti
tukak kornea. Pada pasien dianjurkan untuk memperbaiki higiena untuk
mencegah penularan dan mempercepat penyembuhan. Bila terjadi penyulit
entropion dan trikiasis maka dilakukan tarsotomi. Operasi ini dilakukan pada
entropion yang disertai dengan trikiasis. Pada pembedahan ini diharapkan di
dekat margo palpebra menggulir keluar setelah tindakan. Dibuat insisi tarsus
sampai subkutis 3 mm dari margopalpebra. Sayatan ini sejajar margo palpebra
sepanjang 20 mm. Kemudian tepi atas tarsus yang dilakukan diselipkan antara
kulit dan tarsus di dekat margo palpebra. Pada keadaan ini, maka arah letak silia
akan berubah yang akan mengarah keluar, sehinggga tidak terjadi trikiasis lagi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mata akan terlihat merah bila bagian putih mata atau sklera yang ditutup
konjungtiva menjadi merah. Pada mata normal, sklera berwarna putih karena dapat
terlihat melalui bagian konjungtiva dan kapsul Tenon yang tipis dan tembus sinar.
Hiperemia konjungtiva terajadi akibat bertambahnya asupan pembuluh darah ataupun
berkurangnya pengeluaran darah seperti pada pembendungan pembuluh darah.
Mata merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada
peradangan mata akut, misalnya konjungtivitis, keratitis, atau iridosiklitis. Pada keratitis,
pleksus arteri perikornea yang lebih dalam akan melebar pada iritis dan glaukoma akut
kongestif. Pada konjungtivitis dimana pembuluh darah superfisial yang melebar, maka
bila diberi efinefrin topikal terjadi vasokonstriksi sehingga mata akan menjadi putih.
Pada konjungtiva terdapat pembuluh darah:
Arteri konjungtiva posterior, memperdarahi konjungtiva bulbi
Arteri siliar anterior atau episklera, yang memberikan cabang:
o Arteri episklera masuk ke dalam bola mata dan dengan arteri siliar posterior longus
bergabung membentuk arteri sirkular mayor atau pleksus siliar, yang
memperdarahi iris dan badan siliar.
o Arteri perikornea, yang memperdarahi kornea.
Melebarnya pembuluh darah konjungtiva atau injeksi konjungtiva ini dapat
terjadi akibat pengaruh mekanis, alergis atau infeksi pada jaringan konjungtiva.
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan, Daniel G et all, Oftalmologi Umum. Edisi 14, Jakarta: Widya Medika.
2000.
2. Manjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Edisi ketiga Jilid I . Jakarta : Media
Aesculapeus. 1999.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta :
Sagung Seto. 2002.
4. Vaughan, Taylor, Paul. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta ; Widya Medika.
2002.
5. Saunders company. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC. 2002.
6. Ilyas S, dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2003.
7. Ilyas, Prof. dr. H. Sidarta, Sp. M. Penuntun Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Uiversitas Indonesia. 2005.
8. Ilyas, Prof. dr. H. Sidarta, Sp. M. Kelainan Refraksi dan Kacamata Edisi kedua.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.
9. Ilyas, Prof. dr. H. Sidarta, Sp. M. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbitan
FKUI. 2009.
10. http://kabarindonesia.com// .
11. http://www.upmc.com/healthmanagement/managingyourhealth/healthreference/
diseases/?chunkiid=96971
Recommended