PEMANFAATAN AMPAS TAHU SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI PADA
PRODUKSI PUFFED SNACK BERBASIS GRITS JAGUNG
(KAJIAN PROPORSI AMPAS TAHU DAN TAPIOKA)
SKRIPSI
Oleh:
DIMAS PRABOWO HARSANTYO
125100107111024
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 31 Januari 1994
sebagai putera pertama dari pasangan Bapak Ir. Haryono dan
Ibu Ir. L. Alexandra K. Penulis mengawali pendidikan di TK
Persiapan Jakarta Timur, kemudian melanjutkan pendidikan
dasar di SDN 08 Jakarta Timur dan menyelesaikan
pendidikannya pada tahun 2006, setelah itu melanjutkan
pendidikan di Sekolah Menengah Tingkat Pertama Negeri 117 Jakarta Timur
dengan tahun kelulusan 2009, dan menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah
Atas di SMAN 54 Jakarta Timur pada tahun 2012.
Pada tahun 2017 penulis telah berhasil menyelesaikan pendidikannya di
Universitas Brawijaya Malang Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas
Teknologi Pertanian. Pada masa pendidikannya, penulis aktif di Himpunan
Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian (HIMALOGISTA) dan berbagai kepanitiaan
seperti Functional Food Festival, OPJH, National Go to International Food Festival,
HGE9, HGE10, Lokale Gala Dinner, Training of Trainer Ikatan Mahasiswa Peduli
Halal (IMAPELA), dll.
i
DIMAS PRABOWO HARSANTYO. 125100107111024. PEMANFAATAN AMPAS TAHU SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI PADA PRODUKSI PUFFED SNACK BERBASIS GRITS JAGUNG (KAJIAN PROPORSI AMPAS TAHU DAN TAPIOKA). SKRIPSI. Dosen
Pembimbing : Dr. Ir. Sudarminto Setyo Yuwono, M.App.Sc.
RINGKASAN
Puffed snack adalah makanan ringan yang dibuat dengan teknologi
ekstrusi yang memiliki sifat poros dan mengembang. Puffed snack yang dijual di
pasaran umumnya berbasis jagung dengan kandungan protein yang relatif rendah.
Salah satu upaya meningkatkan kandungan protein puffed snack yaitu
pemanfaatan ampas tahu. Akan tetapi, penambahan ampas tahu dapat
menurunkan daya kembang puffed snack, sehingga butuh penambahan sumber
pati yaitu tapioka. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui interaksi antara
subtitusi ampas tahu dan tapioka terhadap karakteristik fisik, kimia, dan
organoleptik, serta mendapatkan puffed snack dengan karakteristik terbaik.
Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok
(RAK) Faktorial dengan dua faktor. Faktor I adalah proporsi ampas tahu (5%, 10%,
dan 15%), dan faktor II adalah proporsi tapioka (2,5%, 5%, dan 7,5%) yang
disubstitusikan pada komposit berbasis 100% grits jagung (b/b). Data yang
diperoleh kemudian dianalisa menggunakan analisa ragam (ANOVA) Rancangan
Acak Kelompok (RAK) Faktorial. Jika tidak terjadi interaksi antara kedua faktor
dilakukan uji lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil) dengan taraf 5%, jika terjadi
interaksi antara kedua faktor maka dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple
Range Test) taraf 5%. Perlakuan terbaik ditentukan dengan metode Zeleny.
Hasil penelitian menunjukan bahwa substitusi ampas tahu dan tapioka
berpengaruh nyata terhadap semua karakteristik puffed snack yang meliputi kadar
air, pati, protein, daya kembang, kekerasan, kecerahan (L), kemerahan (a*), dan
kekuningan (b*). Interaksi nyata antara kedua faktor ditunjukan pada parameter
kadar air dan kekerasan puffed snack. Perlakuan terbaik didapat pada perlakuan
substitusi ampas tahu 5% dan substitusi tapioka 7,5% dengan kadar air 5,37%,
pati 72,18%, protein 6,22%, daya kembang 354,3%, tekstur 17,2 N, kecerahan (L)
79,7, kemerahan (a*) 1,5, kekuningan (b*) 31,9. Hasil analisa organoleptik meliputi
warna, aroma, tekstur, dan rasa berturut-turut 3,81; 3,68; 4,32; dan 3,56.
Kata Kunci: Puffed Snack, Grits Jagung, Ampas tahu, Tapioka, Ekstrusi
ii
DIMAS PRABOWO HARSANTYO. 125100107111024. UTILIZATION OF TOFU SOLID WASTE AS A SUBSTITUTE INGREDIENT ON CORN GRITS-BASED PUFFED SNACK (STUDY ON TOFU SOLID WASTE AND TAPIOCA PROPORTION). Undergraduate
Thesis. Supervisor : Dr. Ir. Sudarminto Setyo Yuwono, M.App.Sc.
SUMMARY
Puffed snack is a snack that made by extrusion technology which has
porous and expand caharacteristic. Puffed snacks that sold on the market are
generally corn-based with relatively low protein content. An effort to increase the
protein content of puffed snack is by the utilization of tofu solid waste. However,
the addition of tofu solid waste can decrease the expansion rate of puffed snack,
so it is necessary to add a starch source such as tapioca. The purpose of this
research is to find out the interaction between the substitution of tofu solid waste
and tapioca on the physical properties, chemical contents, sensory attributes, and
to determine the best treatment of puffed snack.
This research used Factorial Randomized Block Design with two factor.
Factor I was proportion of tofu solid waste (5%, 10%, 15%) and factor II was
proportion of tapioka (2,5%, 5%, 7,5%), which be substituted on 100% corn grits-
based composite (w/w). The obtained data were analyzed by analysis of variance
(ANOVA) and continued by DMRT (Duncan Multiple Range Test) or LSD (Least
Significance Different) test at 5% level. Zeleny method was conducted to find out
the best treatment.
The result of this research showed that the substitution of tofu solid waste
and tapioka signicantly affected on all puffed snack’s characteristics such as water
content, starch content, protein content, hardness, expansion rate, lightness (L),
redness (a*), and yellowness (b*). The interaction of both factors significantly
affected on water content and hardness. The best treatment was obtained on
substitution tofu solid waste 5% and tapioca 7,5%. The product was characterized
by water content 5,37%, starch content 72,18%, protein content 6,22%, expansion
rate 354,3%, hardness 17,2 N, lightness (L) 79,7, redness (a*) 1,5, and yellowness
(b*) 31,9. Preferences sensory level of best treatment showed colour 3,81; aroma
3,68; texture 4,32; and taste 3,56.
Keywords: Puffed Snack, Corn Grits, Tofu Solid Waste, Tapioca, Extrusion
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadiran Allah SWT karena berkat rahmat dan anugerah-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir (TA) berjudul
“PEMANFAATAN AMPAS TAHU SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI PADA
PRODUKSI PUFFED SNACK BERBASIS GRITS JAGUNG (KAJIAN
PROPORSI AMPAS TAHU DAN TAPIOKA)”. Laporan ini dibuat sebagai syarat
untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian. Dalam kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan terimakasih kepada pihak yang telah membantu dalam
proses penulisan proposal skripsi ini, diantaranya:
1. Orang tua penulis yakni Bapak Ir. Haryono dan Ibu Ir. L. Alexandra Kayatoe
yang selalu memberikan motivasi, doa, dan dukungan.
2. Bapak Dr. Ir. Sudarminto Setyo Yuwono, M.App.Sc. selaku dosen pembimbing
Tugas Akhir (TA) yang senantiasa memotivasi, membantu, dan memberikan
arahan yang sangat berarti dalam penulisan laporan ini.
3. Ibu Erni Sofia M., STP, MP, PhD. dan Dr. Siti Narsito W., STP, MP. selaku
dosen penguji yang membimbing pada tahap penyelesaian laporan ini.
4. Ibu Prof. Dr. Teti Estiasih, STP, MP selaku ketua Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian, Universitas Brawijaya.
5. Bapak Bonimin dan Suhardi selaku pembimbing di Balai Penelitian Teknologi
Pertanian (BPTP) Jawa Timur.
6. Keluarga dan sahabat yang selalu memberikan motivasi dan dukungan dalam
proses penyelesaian Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir (TA) ini masih memiliki
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun penulis harapkan
untuk menyempurnakan proposal ini. Demikian proposal ini penulis buat. Penulis
berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Malang, Oktober 2017
Penulis
iv
DAFTAR ISI
RINGKASAN ........................................................................................................ i
SUMMARY .......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... viii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 3
1.3 Tujuan.................................................................................................. 3
1.4 Manfaat ................................................................................................ 3
1.5 Hipotesa .............................................................................................. 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 4
2.1 Grits Jagung (Zea mays L.).................................................................. 4
2.2 Ampas Tahu ........................................................................................ 5
2.3 Tapioka ................................................................................................ 7
2.4 Bahan Komposit ................................................................................ 10
2.5 Puffed Snack ..................................................................................... 11
2.6 Teknologi Ekstrusi ............................................................................. 13
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 22
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 22
3.2 Alat dan Bahan Penelitian .................................................................. 22
3.3 Pelaksanaan Penelitian ..................................................................... 23
3.4 Metode Penelitian dan Analisa Data .................................................. 27
3.5 Diagram Alir Penelitian ...................................................................... 28
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 30
4.1 Karakteristik Bahan Baku ................................................................... 30
4.2 Karakteristik Kimia Puffed Snack ....................................................... 32
4.3 Karakteristik Fisik Puffed Snack ......................................................... 39
4.4 Uji Organoleptik Puffed Snack (Hedonic Test) ................................... 52
4.5 Perlakuan Terbaik .............................................................................. 62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 67
5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 67
5.2 Saran ................................................................................................. 67
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 68
LAMPIRAN ........................................................................................................ 72
v
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Komposisi Grits Jagung Kuning (per 100 g bahan) (USDA 20014) .. 4
Tabel 2.2 Komposisi Ampas Tahu (per 100 g bahan) ..................................... 6
Tabel 2.3 Komposisi Nutrisi Ampas Tahu Basah dan Kering .......................... 6
Tabel 2.4 Komposisi Tapioka (per 100 g bahan) (USDA 453151139) ............. 8
Tabel 2.5 Syarat Mutu Tapioka (SNI 01-3451-2001) ....................................... 9
Tabel 2.6 Syarat Mutu Snack (SNI 01-2886-2000) ........................................ 11
Tabel 2.7 Standard Snack Ekstrudat Berbasis Jagung (per 100 g bahan)
(USDA 19003) ............................................................................... 12
Tabel 2.8 Spesifikasi Alat Ekstruder Ulir Tunggal .......................................... 16
Tabel 3.1 Spesifikasi Alat Disk mill / Mesin Penepung AGC 15 ..................... 22
Tabel 3.2 Spesifikasi Alat Ekstruder Ulir Tunggal .......................................... 22
Tabel 3.3 Proporsi Bahan Baku Puffed Snack untuk Penelitian
Pendahuluan ................................................................................. 24
Tabel 3.4 Hasil Pengamatan Diameter, Panjang, Volume, dan Daya
Kembang ....................................................................................... 24
Tabel 3.5 Hasil Pengamatan Tekstur, Rasa, dan Warna ............................... 25
Tabel 3.6 Proporsi Bahan Baku Penelitian Utama ......................................... 27
Tabel 3.7 Kombinasi Perlakuan .................................................................... 27
Tabel 4.1 Karakteristik Bahan Baku Puffed Snack ........................................ 30
Tabel 4.2 Karakteristik Kimia Bahan Baku Puffed Snack (Literatur) .............. 30
Tabel 4.3 Rerata Kadar Air Puffed Snack pada Berbagai Substitusi Ampas
Tahu dan Tapioka ......................................................................... 33
Tabel 4.4 Rerata Kadar Pati Puffed Snack pada Berbagai Substitusi
AmpasTahu ................................................................................... 35
Tabel 4.5 Rerata Kadar Pati Puffed Snack pada Berbagai Substitusi
Tapioka ......................................................................................... 36
Tabel 4.6 Rerata Kadar Protein Puffed Snack pada Berbagai Substitusi Ampas
Tahu .............................................................................................. 37
Tabel 4.7 Rerata Kadar Protein Puffed Snack pada Berbagai Substitusi
Tapioka ......................................................................................... 38
Tabel 4.8 Rerata Daya Kembang Puffed Snack pada Berbagai Substitusi
Ampas Tahu .................................................................................. 39
vi
Tabel 4.9 Rerata Daya Kembang Puffed Snack pada Berbagai Substitusi
Tapioka ......................................................................................... 41
Tabel 4.10 Rerata Kekerasan Puffed Snack pada Berbagai Substitusi Ampas
Tahu dan Tapioka ......................................................................... 44
Tabel 4.11 Rerata Warna (L, a*, b*) Puffed Snack pada berbagai Substitusi
Ampas Tahu .................................................................................. 49
Tabel 4.12 Rerata Warna (L, a*, b*) Puffed Snack pada berbagai Substitusi
Tapioka ......................................................................................... 51
Tabel 4.13 Rerata Skor Panelis terhadap Rasa Puffed Snack pada Berbagai
Substitusi Ampas Tahu dan Tapioka ............................................. 54
Tabel 4.14 Rerata Skor Panelis terhadap Aroma Puffed Snack pada Berbagai
Substitusi Ampas Tahu dan Tapioka ............................................. 56
Tabel 4.15 Rerata Kesukaan Skor Panelis terhadap Warna Puffed Snack pada
Berbagai Substitusi Ampas Tahu dan Tapioka .............................. 58
Tabel 4.16 Rerata Skor Panelis terhadap Tekstur Puffed Snack pada Berbagai
Substitusi Ampas Tahu dan Tapioka ............................................. 61
Tabel 4.17 Data Hasil Perlakuan Terbaik dan Kontrol dari Produk Puffed
Snack ............................................................................................ 63
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Grits Jagung ............................................................................... 4
Gambar 2.2 Ampas tahu Basah dan Kering ................................................... 7
Gambar 2.3 Mesin Ekstruder ........................................................................ 13
Gambar 2.4 Ekstruder Ulir Tunggal .............................................................. 17
Gambar 2.5 Proses Pemasakan Ekstrusi ..................................................... 18
Gambar 3.1 Produk Puffed Snack Penelitian Pendahuluan .......................... 25
Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan Granula Ampas Tahu ........................ 28
Gambar 3.3 Diagram Alir Pembuatan Puffed Snack ..................................... 29
Gambar 4.1 Grafik Korelasi antara Kadar Protein dengan Daya Kembang... 40
Gambar 4.2 Grafik Korelasi antara Kadar Pati dengan Daya Kembang ........ 42
Gambar 4.3 Grafik Korelasi antara Kadar Pati dengan Kekerasan ............... 45
Gambar 4.4 Grafik Korelasi antara Kadar Protein dengan Kekerasan .......... 47
Gambar 4.5 Grafik Korelasi antara Daya Kembang dengan Kekerasan ....... 48
Gambar 4.6 Rerata Kesukaan Panelis terhadap Rasa Puffed Snack ........... 53
Gambar 4.7 Rerata Kesukaan Panelis terhadap Aroma Puffed Snack ......... 55
Gambar 4.8 Rerata Kesukaan Panelis terhadap Warna Puffed Snack ......... 58
Gambar 4.9 Rerata Kesukaan Panelis terhadap Tekstur Puffed Snack ........ 60
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Prosedur Analisa ...................................................................... 72
Lampiran 2 Lembar Formulir Uji Organoleptik (Hedonik) ............................. 76
Lampiran 3 Perhitungan Data Analisa ......................................................... 77
Lampiran 4 Perhitungan Data Uji Organoleptik (Hedonik) ........................... 94
Lampiran 5 Perhitungan Data Perlakuan Terbaik Metode Zeleny .............. 106
Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian .......................................................... 110
1
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Puffed snack merupakan makanan selingan yang dibuat dengan teknologi
ekstrusi dan disukai oleh berbagai kalangan masyarakat karena memiliki variasi
bentuk dan karakteristik. Menurut Besant (2014), puffed snack pada umumnya
terbuat dari bahan serealia seperti beras, jagung atau bahan lain berbasis pati.
Puffed snack memiliki ciri khas yaitu bersifat porous, renyah, dan bentuk lebih
mengembang dibandingkan jenis makanan ringan lainnya. Puffed snack di
pasaran pada umumnya berbahan dasar jagung. Dibandingkan dengan beras,
jagung memiliki nilai tambah seperti lemak esensial, zat besi (Fe), dan karoten (pro
vitamin A) (Suarni, 2009). Berdasarkan data USDA (2016b), kandungan protein
pada produk snack ekstrudat berbasis jagung murni relatif rendah yaitu sekitar
6,17 g per 100 g bahan. Hal ini dapat diantisipasi dengan penambahan sumber
protein lain, salah satunya ampas tahu.
Ampas tahu merupakan hasil samping proses pembuatan tahu yang
menggunakan bahan kedelai. Sebagian masyarakat memanfaatkan ampas tahu
untuk pembuatan makanan tradisional seperti tempe menjes dan sebagian besar
digunakan untuk pakan ternak. Meningkatnya permintaan konsumen terhadap
tahu menyebabkan melimpahnya ketersediaan ampas tahu. Selain itu, ampas tahu
mengandung nutrisi yang cukup tinggi, jika tidak dimanfaatkan atau tidak ditangani
lebih lanjut dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Ampas tahu basis kering
mengandung protein sekitar 23,39%, serat 19,44%, dan lemak 9,96% (Suprapti,
2005). Nilai ekonomi ampas tahu lebih murah dibandingkan sumber proein lainnya,
sehingga dapat menurunkan nilai HPP (harga pokok penjualan) produk.
Pemanfaatan ampas tahu pada produksi puffed snack diharapkan dapat
mengurangi pencemaran lingkungan, serta dapat membuat suatu produk pangan
yang memiliki nilai nutrisi lebih dengan harga yang relatif murah dan disukai oleh
berbagai kalangan masyarakat.
Produk puffed snack dibuat menggunakan teknologi ekstrusi. Menurut
Estiasih dan Ahmadi (2009), ekstrusi merupakan pemasakan menggunakan suhu
tinggi dengan waktu yang singkat (HTST, high temperature short time) yang
bertujuan untuk meningkatkan keragaman jenis (bentuk, tekstur, warna, dan cita
2
rasa) produk pangan, mencegah kontaminasi mikroba, dan menginaktivasi enzim.
Teknologi ekstrusi diharapkan dapat menghasilkan puffed snack yang bergizi,
sehat, aman, dan sifat organoleptik yang diterima konsumen. Akan tetapi, produk
ekstrusi sangat bergantung pada kandungan pati dalam bahan. Jagung sebagai
bahan baku memberikan kontribusi besar terhadap kandungan pati bahan
komposit. Jagung memiliki kandungan pati yang tinggi sekitar 65-95% (Suarni,
2009). Menurut Adeyemi et al. (2014), kandungan pati dalam bahan berfungsi
untuk merangsang proses pemekaran (puffing) dan menghasilkan produk snack
yang bersifat porous, ringan, dan renyah. Akan tetapi, penambahan bahan
berprotein seperti ampas tahu mengakibatkan penurunan karakteristik fisik produk.
Berdasarkan penelitian Chandra (2010), penambahan ampas tahu kering pada
produk snack bar memberikan penurunan karakter fisik, tetapi penambahan
ampas tahu sebesar 8% dan 12% paling disukai secara organoleptik, sedangkan
perlakuan terbaik secara organoleptik dan kimia didapatkan pada penambahan
ampas tahu sebesar 12%. Karakteristik fisik puffed snack dapat ditingkatkan
dengan penambahan sumber pati lain seperti tapioka. Tapioka merupakan pati
dari ubi kayu atau singkong dengan kadar pati sekitar 86,67% (USDA., 2016).
Berdasarkan penelitian Suhardi dan Bonimin (2010), menjelaskan bahwa
penambahan tapioka pada bahan puffed snack jagung sebesar 5% dan 10%
disukai secara organoleptik. Berdasarkan penelitian pendahuluan, perlakuan
terbaik didapatkan pada substitusi ampas tahu 10% dan batas daya terima panelis
terdapat pada susbtitusi ampas tahu 20%. Berdasarkan uraian tersebut maka
pada penelitian ini akan dikaji mengenai pengaruh subtitusi ampas tahu (5%, 10%,
dan 15%) dan substitusi tapioka (2,5%, 5% dan 7,5%) pada komposit berbasis
100% grits jagung (b/b) terhadap karakteristik fisiko-kimia dan organoleptik produk
puffed snack. Pembuatan puffed snack tersebut diharapkan bermanfaat sebagai
inovasi pangan baru yang bisa digunakan sebagai menu makanan sehat dengan
harga yang terjangkau.
3
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimana interaksi antara substitusi ampas tahu dan tapioka terhadap
kualitas fisik (kekerasan, daya kembang, dan warna), sifat kimia (kadar air,
protein, dan pati), serta sifat organoleptik (aroma, warna, rasa, dan tekstur)
puffed snack jagung?
2. Berapa proporsi terbaik dari substitusi ampas tahu dengan tapioka yang
digunakan?
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah:
1. Mengetahui interaksi antara substitusi ampas tahu dan tapioka terhadap
kualitas fisik (kekerasan, daya kembang, dan warna), sifat kimia (kadar air,
protein, dan pati), serta sifat organoleptik (aroma, warna, rasa, dan tekstur) dari
puffed snack jagung.
2. Mendapatkan perlakuan terbaik dari substitusi ampas tahu dan tapioka.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Membuat suatu inovasi produk makanan ringan (snack) sebagai alternatif menu
camilan yang aman, sehat, dan terjangkau.
2. Menemukan alternatif pemanfaatan ampas tahu dalam upaya mengurangi
pencemaran lingkungan.
3. Menaikan nilai ekonomi dari ampas tahu dengan pembuatan puffed snack
menggunakan teknologi ekstrusi.
1.5 Hipotesa
Hipotesa dari penelitian ini adalah diduga terjadi interaksi antara substitusi
ampas tahu dan tapioka terhadap kualitas fisik (kekerasan, daya kembang, dan
warna), sifat kimia (kadar air, protein, dan pati), serta sifat organoleptik (aroma,
warna, rasa, dan tekstur) dari produk puffed snack berbasis grits jagung.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Grits Jagung (Zea mays L.)
Grits jagung merupakan biji jagung (Zea mays L.) yang dimanfaatkan untuk
industri pangan maupun non-pangan dalam ukuran kecil seperti beras menir dan
memiliki kadar air rendah sekitar 10-13%. Menurut Koswara (2009b), grits jagung
dihasilkan dari biji jagung segar yang telah dikeringkan kemudian digiling dan
diayak hingga berukuran seperti beras (8-10 mesh). Jagung yang diolah dalam
bentuk grits bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumen, menambah daya
simpan, dan memudahkan dalam proses distribusi. Grits jagung umumnya dijual
untuk bahan pangan seperti nasi jagung, sebagai bahan baku industri tepung dan
pati jagung (maizena), serta campuran pakan ternak. Hasil samping pengayakan
grits jagung dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak. Komposisi jagung
giling / grits jagung disajikan pada Tabel 2.1. Bentuk dari grits jagung dapat dilihat
pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Grits jagung
Tabel 2.1 Komposisi grits jagung kuning (per 100 g bahan) (USDA 20014)
No. Komponen Kadar
1 Air (g) 10,37 2 Protein (g) 9,42 3 Lemak Total (g) 4,74 4 Pati (g) 74,26 5 Serat Pangan (g) 7,3 6 Total Gula (g) 0,64 7 Zat Besi (mg) 2,71 8 Vitamin A (IU) 214
Sumber: United States Departement of Agriculture (2016b)
Berdasarkan Tabel 2.1 dan diketahui bahwa dari 100 g bahan grits jagung
mengandung protein relatif rendah sekitar 9,42 g, tetapi mengandung pati relatif
5
tinggi sekitar 74,26 g, dan memiliki kandungan air yang rendah sekitar 10,37 g.
Menurut Chandra (2010), kadar air pada grits jagung berkisar 10-13% akibat
proses pengeringan yang bertujuan untuk meningkatkan umur simpan selama
proses penyimpanan dan pengiriman. Proses pengeringan pada pembuatan grits
jagung juga dapat meningkatkan rendemen yang berpengaruh terhadap
peningkatan jumlah nutrisi lainnya. Menurut Koswara (2009b), seiring dengan
penurunan kadar air, terjadi peningkatan jumlah nutrisi dari biji jagung akibat
meningkatnya rendemen bahan, tetapi peningkatan tidak terjadi signifikan karena
sebagian nutrisi dapat rusak atau hilang selama proses pengeringan dan
penggilingan. Pada Tabel 2.1 diketahui bahwa jagung mengandung vitamin dan
mineral terutama zat besi dan pro vitamin A. Menurut Suarni (2009), kandungan
nutrisi grits jagung tidak kalah dengan bahan pangan lainnya, bahkan memiliki nilai
tambah seperti serat kasar yang dibutuhkan tubuh (dietary fiber), lemak esensial,
zat besi (Fe), dan karoten (pro vitamin A) pada jagung kuning. Kandungan pati
grits jagung yang relatif tinggi diharapkan dapat menghasilkan puffed snack
dengan karakteristik fisik yang baik.
Jagung di Indonesia memiliki beberapa varietas seperti srikandi putih,
srikandi kuning, anoman, lokal pulut, lokal non-pulut, dan sukmaraga (Suarni,
2009). Varietas lokal jagung yang banyak dijual di pasar adalah lokal pulut dan non
pulut. Grits jagung yang dijual di pasaran didominasi varietas jagung non-pulut.
Pada penelitian ini akan menggunakan bahan grits jagung merek Surya Nusantara
dari PT. Kediri Corn Mills yang didapatkan dari Pasar Sukun, Malang, Jawa Timur.
2.2 Ampas Tahu
Ampas tahu merupakan limbah padat yang diperoleh dari proses
pembuatan tahu. Proses pembuatan tahu menghasilkan tahu, ampas tahu (limbah
padat) dan sisa sari tahu (limbah cair). Menurut Suprapti (2005), tahu dibuat
dengan bahan dasar kedelai, kedelai dicampurkan air panas lalu digiling
menggunakan mesin. Hasil gilingan dipanaskan hingga membentuk bubur. Bubur
kedelai disaring dan diperas hingga terpisah antara ampas tahu dengan sari tahu.
Proses pembuatan tahu mengakibatkan sebagian nutrisi dari kedelai terbagi pada
beberapa bagian dari hasil olahan, antara lain terkandung dalam tahu, ampas
tahu, dan limbah cair.
Pemanfaatan ampas tahu sangat sedikit, hal ini disebabkan karena
kurangnya pengetahuan mengenai kandungan gizi dan inovasi pada produk
6
pangan. Selama ini, ampas tahu dimanfaatkan sebagai makanan tradisional
seperti tempe menjes dan sebagian besar digunakan untuk campuran pakan
ternak karena tinggi protein dan serat. Produksi tahu yang terus meningkat
berbanding lurus dengan meningkatnya ampas tahu dan meningkatnya beban
pencemaran lingkungan. Berdasarkan data dari Badan Ketahanan Pangan dan
Penyuluhan (2015b), nilai gizi dari ampas tahu dapat dikatakan cukup tinggi,
seperti pada Tabel 2.2 berikut. Menurut Suprapti (2005), kandungan ampas tahu
keadaan basah dan kering memiliki perbedaan seperti pada Tabel 2.3.
Tabel 2.2. Komposisi Ampas Tahu (per 100 g bahan)
No. Komponen Kadar
1. Kalori (kal) 414 2. Protein (g) 26,6 3. Lemak (g) 18,3 4. Karbohidrat (g) 41,3 5. Kalsium (mg) 19 6. Fosfor (mg) 29 7. Besi (g) 4 8. Vitamin B1 (mg) 0,2 9. Air (g) 9
10. Bahan yang dapat dimakan (%) 100
Sumber: Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (2015).
Tabel 2.3. Komposisi nutrisi ampas tahu basah dan kering
Nutrisi Ampas Tahu
Basah (%) Kering (%)
Protein Kasar 2,91 23,39 Lemak Kasar 3,76 19,44 Serat Kasar 1,39 9,96 Abu 0,58 4,58
Sumber: Suprapti (2005)
Dari Tabel 2.2 dan Tabel 2.3 diketahui bahwa kandungan protein, lemak,
dan serat pada ampas tahu cukup tinggi terutama pada ampas tahu basis kering.
Menurut Saputro (2015), kandungan nutrisi pada ampas tahu dipengaruhi oleh
kadar air yang masih terkandung dalam bahan, seiring dengan menurunnya kadar
air maka rendemen ampas tahu semakin meningkat. Kadar air pada bahan
dipengaruhi oleh suhu dan lama pengeringan. Kandungan protein dan air yang
tinggi menyebabkan umur simpan menjadi menjadi pendek. Untuk meningkatkan
umur simpan, pada umumnya masyarakat mengeringkan secara manual atau
konvensional dengan penjemuran dibawah sinar matahari selama 3-4 hari.
Pengeringan manual atau penjemuran sangat bergantung kepada cuaca dan
kelembaban lingkungan. Untuk mencegah kerusakan dan tumbuhnya jamur pada
7
ampas tahu, maka perlu dikeringkan menggunakan pengering kabinet dengan
suhu 45-500C sekitar 7 jam. Menurut Suprapti (2005), kandungan air ampas tahu
basis basah sekitar 84,5% dari bobotnya, sedangkan ampas tahu kering memiliki
kadar air sekitar 5-11%. Kadar protein yang relatif tinggi serta masih terdapat
kandungan mineral dan vitamin pada bahan ampas tahu kering diharapkan dapat
meningkatkan kandungan nutrisi terutama protein pada produk puffed snack
sehingga memiliki nilai lebih dibandingkan snack lainnya. Ampas tahu basah dan
kering dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut.
(a)
(b)
Gambar 2.2. Ampas tahu basah (a) dan ampas tahu kering (b) (Saputro, 2015)
Pemanfaatan ampas tahu sebagai bahan pensubstitusi pada produk puffed
snack diharapkan dapat menambah nilai nutrisi terutama protein, dapat menaikan
nilai ekonomi dari ampas tahu, dan dapat mengurangi beban pencemaran
lingkungan. Pada penelitian ini, ampas tahu dalam bentuk basah didapatkan dari
Pabrik Tahu 73 Sukun, Malang, Jawa Timur.
2.3 Tapioka
Tapioka merupakan hasil ekstrasi pati dari umbi-umbian jenis ubi kayu atau
singkong. Tapioka juga sering disebut tepung aci atau tepung kanji. Menurut
Widowati (2011), singkong yang digunakan pada pembuatan tapioka dapat
berasal dari semua varietas dengan waktu panen ketika berumur 8-10 bulan.
Panen terlalu awal akan menghasilkan pati rendah, sebaliknya ketika panen
terlambat maka menghasilkan serat kasar yang tinggi. Produksi pati dilakukan
dengan ekstraksi basah untuk memisahkan pati dari komponen bahan pangan
lainnya. Menurut Prabawati dkk (2011), ekstraksi pati dilakukan dengan sederhana
8
yaitu singkong dicuci bersih, diparut, direndam dalam air, lalu diperas, dan disaring
hingga pati keluar. Air perasan diendapkan dan sisa air dibuang. Endapan pati
kemudian dikeringkan dan digiling halus, kemudian diayak dengan ukuran 80-100
mesh. Ampas hasil pengolahan digunakan untuk pakan ternak.
Tapioka terdiri dari dua jenis, yaitu tapioka kasar dan tapioka halus.
Menurut Koswara (2009), tapioka kasar merupakan tapioka yang digiling secara
sederhana karena dilakukan dengan proses tradisional dengan skala rumah
tangga, sedangkan tapioka halus digiling menggunakan mesin penggiling atau
disk mill dan pengayak yang menghasilkan tapioka dengan ukuran minimal 80
mesh. Tapioka memiliki tingkatan kualitas yang sangat berpengaruh terhadap nilai
jual dan karakteristik produk yang dihasilkan. Menurut Grace (2014), kualitas
tapioka yang baik antara lain, tepung tapioka berwarna putih dan tidak keruh,
memiliki kadar air rendah, dan komponen pengganggu (serat, protein, kotoran, dll)
harus dikurangi seminimal mungkin.
Tapioka merupakan bahan tambahan yang umum digunakan pada industri
pangan terutama snack. Menurut Prabawati dkk (2011), tapioka banyak digunakan
sebagai bahan pengental dan bahan pengikat dalam industri makanan. Menurut
Imam dkk (2014), tapioka sering digunakan pada industri makanan ringan sebagai
bahan baku ataupun bahan tambahan untuk meningkatkan kerenyahan produk.
Komposisi pati singkong atau tapioka berdasarkan USDA tahun 2016 disajikan
pada Tabel 2.4 berikut.
Tabel 2.4. Komposisi tapioka (per 100 g bahan) (USDA 45315139)
No. Komponen Kadar
1. Kalori (kkal) 333 2. Pati (g) 86,67 3. Air (g) 12 4. Serat Pangan (g) 6,7 5. Zat Besi (mg) 2
Sumber: United States Departement of Agriculture (2016c).
Berdasarkan Tabel 2.4 diketahui bahwa tapioka memiliki kandungan pati
yang cukup tinggi 86,67 g per 100 g bahan. Kadar pati tapioka berkisar antara 72-
90%. Kadar pati tapioka beragam karena dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti
varietas singkong, umur panen, faktor genetik, lingkungan, dan cara pengolahan
(Singh et al., 2006). Berdasarkan data BKPP tahun 2015, dari 100 g bahan tapioka
mengandung protein (0,5 g) dan lemak (0,3 g). Kandungan protein dan lemak pada
tapioka relatif rendah, hal ini disebabkan karena kandungan dari bahan singkong
9
juga relatif rendah, sedangkan berkurangnya kandungan serat disebabkan proses
penyaringan pada ekstrasi pati. Menurut Grace (2014), proses ekstraksi pati
singkong bertujuan untuk memisahkan antara granula pati dengan komponen
yang tidak diinginkan seperti lemak, serat, dan protein. Pada tahap penyaringan,
sebagian kecil lemak, protein, serta sebagian besar dari serat akan terpisah,
sedangkan pada tahap pengendapan, granula pati akan cepat mengendap,
sedangkan partikel pengotor (seperti protein dan serat) akan lambat mengendap
dan mudah dipisahkan bersamaan dengan pemisahan air.
Tabel 2.5. Syarat Mutu Tapioka (SNI 01-3451-2001)
No. Kriteria Uji Satuan Spesifikasi
1 Bau - Normal 2 Rasa - Normal 3 Warna - Normal 4 Benda asing - Tidak boleh ada 5 Serangga (bentuk stadia) - Tidak boleh ada 6 Jenis pati lain - Tidak boleh ada 7 Air % Maks. 13 8 Abu % Maks. 0,5 9 Serat Kasar % Maks. 0,1
10 Derajat keasaman (ml NaOH 1 N/ 100 g)
Maks. 4
11 SO2 mg/kg Maks. 30 12 Bahan tambahan makanan (bahan
pemutih) - Sesuai SNI 01-0222-1995
13 Kehalusan lolos ayakan 100 mesh % Min. 95 14 Cemaran logam
Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1,0 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 10 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,05 Arsenik mg/kg Maks. 0,5
15 Cemaran Mikroba Angka lempeng total Koloni/g Maks. 106 Coliform / E. Coli APM/g Maks. 10 Kapang Koloni Maks. 104
Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2001)
Berdasarkan Tabel 2.5 diketahui bahwa syarat mutu tapioka memiliki bau,
rasa, dan warna normal; bebas dari cemaran kotoran dan serangga; memiliki batas
cemaran logam dan mikroba; tidak ada campuran pati lain; memiliki kadar air
maksimal 13%; dan lolos ayakan 100 mesh minimal 95%.
Kandungan pati yang tinggi pada tapioka akan menigkatkan karakteristik
fisik dari puffed snack. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suhardi dan
Bonimin (2010) dijelaskan bahwa semakin tinggi penambahan tapioka pada bahan
grits jagung menyebabkan kadar air ekstrudat semakin rendah dan berpengaruh
10
terhadap panjang, diameter, dan daya kembang ekstrudat. Pada penelitian ini,
diameter dan daya kembang paling besar terdapat pada penambahan tapioka
sebesar 10%, sedangkan pada penambahan tapioka sebesar 5% dan 10%
memiliki nilai rata-rata kesukaan tertinggi secara organoleptik. Menurut Adeyemi
et al. (2014), kandungan pati yang tinggi dalam bahan dapat merangsang proses
pemekaran (puffing) dan menghasilkan produk snack yang bersifat porous, ringan,
dan renyah.
Pada penelitian ini, pemanfaatan tapioka pada adonan puffed snack
diharapkan dapat meningkatkan mutu produk dari segi daya kembang dan tekstur.
Penelitian ini menggunakan bahan tapioka kualitas satu dengan merek Cap Dua
Naga yang didapatkan dari pasar Tawangmangu, Malang, Jawa Timur.
2.4 Bahan Komposit
Formulasi bahan atau campuran bahan yang digunakan pada proses
ekstrusi terutama menggunakan ekstruder ulir tunggal disebut sebagai bahan
komposit karena bahan-bahan yang digunakan merupakan bahan yang berbeda
dari jenis, bentuk, dan sifat karakteristik lainnya. Menurut Besant (2014), komposit
merupakan campuran dari dua bahan atau lebih, dimana sifat masing-masing
bahan berbeda satu sama lain dan akan tetap berpisah, dengan adanya suhu
tinggi, tekanan tinggi, serta gaya mekanik pada pengolahan ekstrusi, bahan
komposit akan menghasilkan material baru.
Proses pembuatan puffed snack dengan alat ekstruder ulir tunggal
membutuhkan bahan baku dalam bentuk grits. Menurut Koswara (2009), grits
adalah butiran yang dibuat dari bahan baku kering dengan ukuran seperti beras
menir. Menurut Adeyemi et al. (2014), ukuran grits yang umum digunakan untuk
pembuatan snack yaitu ukuran flake (3,5-6 mesh), kasar (10-14 mesh), atau
medium (14-28 mesh). Ukuran grits yang digunakan disesuaikan dengan produk
yang akan dihasilkan. Untuk pembuatan snack ekstrusi menggunakan ekstruder
ulir tunggal, ukuran ideal yang dibutuhkan sekitar 8-14 mesh. Menurut Chena dan
Pour (2015), semakin besar ukuran mesh pada ayakan yang digunakan maka
semakin kecil ukuran grits yang dihasilkan. Ukuran grits yang terlalu besar
menyebabkan sekrup atau ulir sulit memotong dan mengulen bahan, sedangkan
ukuran grits yang terlalu kecil mengakibatkan bahan tergelincir saat pemasakan
ekstrusi pada alat ekstruder ulir tunggal (single screw).
11
Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain: grits jagung, ampas
tahu, dan tapioka. Grits jagung sebagai bahan baku utama sudah tersedia dalam
bentuk grits berukuran 8-10 mesh. Ampas tahu dibuat menggunakan alat disk mill
dengan ukuran sekitar 10 mesh, sedangkan tapioka yang digunakan telah tersedia
dalam bentuk tepung dengan ukuran 100 mesh.
2.5 Puffed Snack
Salah satu jenis produk makanan ringan yaitu puffed snack. Puffed snack
merupakan makanan ringan yang terbuat dari bahan berbasis pati dengan atau
tanpa penambahan bahan lain yang diolah menggunakan teknologi ekstrusi.
Menurut Besant (2014), keunggulan puffed snack antara lain teksturnya renyah,
gurih, dan tersedia dalam berbagai bentuk dan rasa. Secara umum syarat mutu
snack telah ditetapkan pada SNI (01-2886-2000), sebagai berikut :
Tabel 2.6. Syarat mutu snack (SNI 01-2886-2000)
No. Kriteria Uji Satuan Spesifikasi
1. Bau - Normal 2. Rasa - Normal 3. Warna - Normal 4. Kadar Air %b/b Maks. 4 5. Kadar Lemak
Tanpa Penggorengan %b/b Maks. 30 Dengan penggorengan %b/b Maks. 38
6. Kadar Silikat %b/b Maks. 0,1
7. Penambahan Bahan makanan
Pemanis Buatan - Sesuai SNI 01-0222-1995 dan Permenkes No. 722/Menkes/ Per/IX/1988
Pewarna - Sesuai SNI 01-0222-1995 dan Permenkes No. 722/Menkes/ Per/IX/1988
8. Cemaran Logam Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1,0 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 1,0 Seng (zn) mg/kg Maks. 40 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,05 Arsen (As) mg/g Maks. 0,5
9. Cemaran Mikroba Angka Lempeng Total Koloni/g Maks. 1,0 x 104 Kapang Koloni/g Maks. 50 E. Coli APM/g Negatif
Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2000)
Berdasarkan Tabel 2.6 dijelaskan bahwa syarat mutu snack memiliki bau,
rasa, dan aroma normal; kadar air maksimal 4%; memiliki titik kritis cemaran logam
dan mikroba; serta menggunakan bahan tambahan pangan yang sesuai dengan
12
SNI. Menurut Sea, Young, dan Jung (2010), produk puffed snack setelah proses
ekstrusi pada umumnya memiliki kadar air sekitar 8-10%. Akan tetapi, untuk
meningkatkan umur simpan dan kerenyahan maka produk tersebut diolah kembali
melalui proses penggorengan atau pemanggangan hingga kadar air produk
dibawah 5%. Standard komposisi snack ekstrudat berbasis jagung tanpa
penambahan bahan tertentu (plain) berdasarkan data USDA tahun 2016 dapat
dilihat pada Tabel 2.7 berikut.
Tabel 2.7. Standard snack ekstrudat berbasis jagung (per 100 g bahan) (USDA 19003)
No. Komponen Kadar
1. Air (g) 2,07 2. Protein (g) 6,17 3. Total Lemak (g) 33,36 4. Serat Pangan (g) 4,0 5. Pati (g) 51,36
Sumber: United States Departement of Agriculture (2016a).
Berdasarkan Tabel 2.7 dijelaskan bahwa produk snack ekstrudat berbasis
jagung tanpa bahan tambahan mengandung kadar air sangat rendah sekitar 2,07
g, kandungan protein relatif rendah sekitar 6,17 g, dan kandungan pati yang relatif
tinggi sekitar 51,36 g. Puffed snack berbasis jagung lebih baik dibandingkan
dengan basis beras dari segi karakteristik fisik dan organoleptik. Berdasarkan
penelitian oleh Pracha dan Chulaluk (2010), daya kembang puffed snack berbasis
jagung mencapai 403%, sedangkan substitusi beras pecah pada bahan
menyebabkan penurunan daya kembang hingga 306% disertai penurunan dari
sifat sensoris. Berdasarkan penelitian Korkerd et al. (2015), diketahui bahwa daya
kembang puffed snack berbasis jagung mencapai 409% dengan kadar protein
5,03%, dengan penambahan tepung kedelai sebesar 10% menghasilkan protein
13,34% dan penurunan daya kembang hingga 258%. Penelitian yang dilakukan
Suhardi dan Bonimin (2010), penambahan tapioka pada bahan grits jagung dapat
meningkatkan daya kembang dan kesukaan organoleptik. Pemanfaatan ampas
tahu sebagai sumber protein alternatif diharapkan dapat meningkatkan nilai nutrisi
terutama kandungan protein pada puffed snack berbasis jagung, serta dengan
pemanfaatan tapioka diharapkan dapat meningkatkan karakteristik fisik puffed
snack berbasis jagung.
2.6 Teknologi Ekstrusi
Ekstrusi didefinisikan sebagai proses dimana materi atau bahan didorong
dengan bantuan sekrup melalui sebuah lubang atau cetakan menjadi bentuk
13
tertentu. Gaya dorong diaplikasikan menggunakan piston atau screw (sekrup/ulir)
(Karwe, 2009). Dalam aplikasi di bidang pangan, proses ekstrusi lebih banyak
menggunakan sekrup seperti pada Gambar 2.3. Menurut Estiasih dan Ahmadi
(2009), mesin ekstrusi (ekstruder) terdiri dari suatu ulir bertekanan yang menekan
bahan baku hingga berubah menjadi bahan semi-padat, kemudian ditekan keluar
melalui suatu lubang terbatas (cetakan/die) di ujung ulir.
Gambar 2.3. Mesin Ekstruder (Moscicki dan Dick, 2011).
Proses ekstrusi pangan menggunakan suhu tinggi dalam waktu singkat
(HTST). Selama ekstrusi, bahan pangan dipanaskan pada suhu 2000C selama 1-
10 detik (Karwe, 2009). Menurut Estiasih dan Ahmadi (2009), tekanan ekstruder
yang digunakan bervariasi antara 15 hingga lebih dari 200 atm. Pemasakan
ekstrusi dengan proses suhu tinggi waktu pendek (HTST) dapat mencegah
kontaminasi mikroba dan inaktivasi enzim.
Pengolahan ektrusi dapat dianggap sebagai kombinasi dari beberapa
proses termasuk aliran fluida, perpindahan panas dan massa, pencampuran,
pengurangan ukuran partikel, pengadukan, peleburan, texturizing, caramelizing,
plasticizing, shaping, dan forming (Besant, 2014). Menurut Estiasih dan Ahmadi
(2009), fungsi pengolahan ekstrusi juga mencakup separasi, pendinginan,
pemanasan, penghilangan senyawa volatil, penurunan kadar air, pembentukan
citarasa dan aroma, enkapsulasi, serta sterilisasi. Tujuan utama ekstrusi adalah
untuk meningkatkan keragaman jenis produk pangan dalam berbagai bentuk,
tekstur, warna, dan cita rasa.
Menurut Karwe (2009), beberapa keuntungan atau manfaat dengan
menggunakan teknologi ekstrusi antara lain sebagai berikut.
14
1. Keberagaman produk dalam kisaran luas yang kebanyakan tidak mudah
dihasilkan oleh metode lain.
2. Biaya operasional ekstrusi yang lebih rendah dibandingkan metode lain.
3. Tingkat produktivitas yang tinggi karena dioperasikan secara kontinu tanpa
terputus.
4. Menghasilkan produk berkualitas tinggi, karena pemasakan ekstrusi melibatkan
suhu tinggi dalam waktu pendek, sehingga berbagai komponen bahan pangan
yang peka terhadap suhu tinggi tidak mengalami kerusakan.
5. Ramah lingkungan karena proses ekstrusi tidak menghasilkan limbah, serta
tidak menimbulkan polusi.
Menurut Moscicki dan Dick (2011), pemasakan ekstrusi pada industri hasil
pertanian semakin dikenal luas dikarenakan penerapan yang praktis, dapat
diterapkan pada UKM menuju skala industri, dan dapat mengangkat bahan
pangan lokal yang berdampak pada perkembangan ekonomi masyarakat.
Keuntungan lainnya yaitu meningkatkan pasar lokal dengan menciptakan produk
berkualitas yang berhubungan dengan sektor pangan di bidang pangan
fungsional.
Proses ektrusi dapat diterapkan pada berbagai bahan baku seperti bahan
yang relatif kering, tinggi viskositas, dan bahan yang lembab dan basah. Saat ini,
bermacam-macam produk seperti sereal, pasta, snacks, permen, confectionary
product (produk manisan), daging analog, filled snack products, dan pakan ternak
dibuat menggunakan proses teknologi ekstrusi. Produk ekstrusi secara luas
dikategorikan untuk konsumsi manusia, konsumsi hewan, biodegradable, dan
bahan non-pangan. Isu terkait prediksi dan kontrol flavor dan tekstur ekstrudat
masih membutuhkan penelitian dan pengembangan lebih lanjut karena setiap
bahan pangan memiliki karakteristik yang berbeda (Karwe, 2009).
2.6.1 Jenis-jenis Ekstruder
Ekstruder terdiri dari beberapa desain berdasarkan penerapannya.
Beberapa ekstruder didesain sederhana untuk membawa bahan selama dalam
barrel, sedangkan lainnya didesain untuk menyampur dan mengulen, tetapi
sebagian besar ekstruder didesain untuk memberikan energi panas dan mekanik
pada bahan mentah untuk menghasilkan perubahan fisiko-kimia yang diinginkan.
Menurut Estiasih dan Ahmadi (2009), pemilihan alat ekstruder yang
digunakan didasarkan pada pertimbangan berikut.
15
1. Jenis ulir, tunggal atau ganda.
2. Kadar air bahan baku, kadar air rendah atau tinggi.
3. Sistem operasi, kontinu atau batch.
4. Sifat sensori ekstrudat.
5. Formulasi bahan baku, keadaan fisik, kadar air, dan ketersediaan bahan
pensubstitusi.
6. Jenis produk yang dihasilkan, pakan atau pangan.
7. Produktivitas, sebagian besar ekstruder memiliki produktivitas tinggi yang dapat
dioperasikan secara penuh.
8. Sumber energi ekstruder.
9. Ketersediaan modal.
Berdasarkan konstruksi dan fungsinya, ekstruder yang sering digunakan
pada pengolahan pangan dibagi menjadi dua, yaitu ekstruder ulir tunggal (single-
screw extruder) dan ekstruder ulir ganda (double-screw extruder).
A. Single-Screw Extruder (Ekstruder Ulir Tunggal)
Ekstruder tipe single-screw memiliki sekrup/ulir tunggal di dalam metal
barrel yang terdiri dari berbagai variasi pola. Menurut Estiasih dan Ahmadi (2009),
ulir memiliki beberapa bagian, antara lain bagian pengumpan untuk memadatkan
partikel menjadi massa homogen; bagian pengadon untuk memadatkan,
mencampur, dan mengaduk hingga bersifat plastis; serta bagian pemasakan.
Kecepatan aliran bahan bergantung pada besarnya gesekan dengan
permukaan barrel. Barrel ekstruder ulir tunggal biasanya memiliki alur berbentuk
spiral atau aksial pada bagian dalam permukaannya yang secara efektif membawa
dan menyampur bahan. Aliran bahan bergerak maju mengikuti gerakan ulir
sepanjang barrel. Tekanan terjadi akibat tekanan antara die dan bahan yang
bergerak diantara ulir dan barrel. Barrel ulir tunggal terbagi menjadi tiga zona
pengolahan, yaitu zona pemasukan bahan, zona pengulenan, dan zona
pemasakan akhir. Bahan dimasukan ke zona pemasukan yang memiliki saluran
menuju zona pengulenan bersamaan dengan injeksi air untuk membantu
pengembangan adonan dan memperbaiki panas dalam barrel ekstruder. Pada
zona pengulenan, densitas bahan meningkat karena penambahan air atau uap air.
Pada zona pemasakan akhir, ujung ulir menurun dan sudutnya juga menurun
untuk memudahkan pencampuran dan tingkat pengisian barrel lebih tinggi
(Estiasih dan Ahmadi, 2009). Menurut Karwe (2009), ekstruder ulir tunggal terdiri
16
dari tiga bagian yaitu, pengisian, transisi atau kompresi, dan pengukuran seperti
pada Gambar 2.4. Bahan mentah dimasukan dalam bentuk granula atau grits dari
lubang pengisian. Rotasi dari screw membawa bahan ke proses transisi. Pada
proses transisi, alur sekrup semakin mengecil yang menyebabkan bahan menjadi
padat. Pada proses tersebut, proporsi energi mekanik tidak beraturan yang
menyebabkan meningkatnya suhu bahan. Pati akan tergelatinisasi dan bahan
menjadi plastis. Proses selanjutnya bahan dibawa ke proses pengukuran dan
terjadi penekanan sepanjang die (lubang) yang terbuka.
Gambar 2.4. Ekstruder Ulir Tunggal (Karwe, 2009)
Penelitian ini menggunakan alat ekstruder jenis ulir tunggal dengan
spesifikasi seperti Tabel 2.8 berikut.
Tabel 2.8. Spesifikasi Alat Ekstruder Ulir Tunggal
No. Spesifikasi Keterangan
1 Barrel Material Stainless Steel 2 Motor Penggerak 7,5 kw (Screw) 3 Elemen Pemanas Heater 4 Suhu 1500C (Barrel) 5 Panel Automatic 6 Putaran Ulir 200 rpm 7 Diameter Die 0,35 cm
Sumber: Balai Penelitian Teknologi Pertanian
Tabel 2.8 menjelaskan bahwa ekstruder yang digunakan memiliki
kecepatan tinggi (200 rpm), suhu tinggi (1500C), dan cetakan atau lubang die yang
kecil (0,35 cm) dengan bentuk lubang lingkaran. Menurut Korkerd et al. (2015),
spesifikasi alat minimal pada proses ekstrusi yaitu suhu barrel 1400C dan
17
kecepatan ulir 180 rpm. Pengadukan dan pemanasan tingkat tinggi menyebabkan
perubahan pada molekul pati dan protein, berpengaruh pada fungsionalitas,
seperti kelarutan, viskositas, dan daya ikat air (WHC) (Karwe, 2009).
Ekstruder ulir tunggal memiliki keterbatasan untuk mencampur, sehingga
bahan terlebih dahulu dilakukan pra-pengkondisian (pre-conditioning) dengan
penambahan air atau uap air (Karwe, 2009). Berdasarkan penelitian oleh Putri
(2011), jumlah penambahan air pada tahap pencampuran bahan ekstrusi biasanya
berkisar antara 4-8%. Hal ini bergantung pada kelembaban bahan saat
pencampuran awal dan tekstur produk akhir yang diinginkan. Penambahan
kandungan air ini harus menjamin penyebaran yang merata pada campuran
adonan bahan mentah. Ketidakseragaman kelembaban pada bahan
mengakibatkan kondisi ekstrusi yang sukar diprediksi sehingga produk yang
dihasilkan menjadi tidak konsisten.
B. Ekstruder Ulir Ganda
Ekstruder ulir ganda berputar membentuk angka 8 di dalam barrel. Menurut
Moscicki dan Dick (2011), ekstruder tipe ini diklasifikasikan menurut arah
perputaran dan lintasan pada ulir yang saling bertautan. Perputaran ulir bertujuan
untuk memindahkan bahan baku selama ekstrusi, sedangkan pertautan berfungsi
memperbaiki pencampuran dan mencegah terjadinya perputaran bahan dalam
barrel. Ekstruder ulir ganda memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut.
1. Kecepatan pemasukan bahan dan fluktuasi pada kecepatan produksi diatur
dengan gerakan ulir berpindah secara positif.
2. Mesin ulir ganda dapat menangani bahan yang mengandung minyak, lengket
atau sangat berair, atau produk yang lengket pada ulir tunggal.
3. Pengaturan tekanan di dalam barrel dapat dilakukan dengan mudah.
4. Campuran ukuran partikel dari tepung halus sampai butiran dapat digunakan,
sementara pada ulir tunggal terbatas pada kisaran ukuran partikel butiran.
2.6.2 Pemasakan Ekstrusi
Proses pemasakan ekstrusi merupakan proses HTST (high temperature
short time) dengan kelebihan dapat meminimumkan kehilangan nutrisi bahan dan
menurunkan kontaminasi mikroba. Daya simpan snack yang dihasilkan cukup
tinggi karena menghasilkan produk dengan aktivitas air (Aw) yang relatif rendah
(0,1-0,4). Suhu pemasakan dapat mencapai 180-1900C (355-3750F) dengan waktu
18
20-40 detik. Seiring lama proses pengolahan maka suhu yang digunakan
mengalami penurunan yang bertujuan untuk meminimumkan penurunan mutu
selama proses ekstrusi (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
Menurut Karwe (2009), bahan baku dipanaskan dalam barrel ekstruder
suhu tinggi. Induksi listrik digunakan untuk memanaskan barrel secara langsung.
Panas juga diproduksi dari gesekan akibat gerakan ulir dalam barrel. Menurut
Besant (2014), pergerakan ulir dan lubang die yang kecil menimbulkan tekanan
tinggi dalam ekstruder. Tekanan tinggi berfungsi untuk membentuk produk yang
mengembang (puffing). Pelepasan tekanan yang cepat saat bahan didorong
keluar melalui die merangsang uap air atau gas dalam bahan mengembang,
sehingga menghasilkan produk dengan densitas rendah. Pengembangan
ditentukan oleh tekanan dan suhu yang dihasilkan di dalam ekstruder dan
menentukan sifat reologi produk. Tekanan rendah dan die dengan rongga besar
digunakan untuk memproduksi produk dengan densitas tinggi. Hasil produksi
biasa disebut ekstrudat yang merupakan produk siap konsumsi atau produk
setengah jadi yang selanjutnya disimpan atau dijual ke produsen lain. Produk
setengah jadi diproses lebih lanjut melalui penggorengan atau pemanggangan.
Proses pemasakan ekstrusi dapat dilihat pada Gambar 2.5 berikut.
Gambar 2.5 Proses pemasakan ekstrusi (Karwe, 2009)
2.6.3 Perubahan Bahan Selama Proses Ekstrusi
Selama proses pemasakan ekstrusi, terjadi perubahan sifat seperti fisiko-
kimia, nilai gizi, dan organoleptik. Perubahan sifat dari bahan baku terjadi pada
pati, protein, dan lemak.
A. Ekstrusi Pati
19
Proses ekstrusi menyebabkan pati mengalami gelatinisasi parsial. Suhu
tinggi dan gaya mekanik ulir mampu mengkatalis gelatinisasi pati dengan
memanfaatkan kadar air bahan baku yang terbatas. Gaya mekanik ulir berfungsi
untuk mengecilkan ukuran granula pati, sehingga luas permukaan meningkat
seiring dengan peningkatan disgestibilitas pati. Suhu tinggi akan mengkatalis pati
untuk menyerap air yang terbatas hingga membentuk gel bersifat viskoelastis
dengan viskositas cukup baik untuk merangsang proses pengembangan (puffing).
Menurut Chena dan Pour (2015), suhu tinggi pada barrel menyebabkan granula
pati menyerap air dan mengembang, serta merubah sifatnya menjadi irreversible.
Menurut Smrkova et al. (2014), gaya mekanik dari ulir sekrup menyebabkan
pengecilan ukuran granula pati, sehingga terjadi degradasi berat molekul. Proses
tersebut berhubungan dengan fragmentasi molekular dari polimer pati. Pengecilan
berat molekul pati menyebabkan terjadinya peningkatan digestibilitas. Degradasi
maksimal pada kadar air rendah (terbatas) terjadi akibat suhu tinggi dan kecepatan
tinggi dari gaya mekanik ulir. Suhu tinggi menyebabkan ikatan intermolekuler
granula pati akan rusak dan terjadi peningkatan interaksi antara molekul pati
dengan molekul air. Menurut Altan et al. (2009), transformasi molekular mengubah
bahan baku menjadi adonan viskoelastis dibawah pengaruh panas, kadar air
rendah, dan gaya mekanik. Proses tersebut menyebabkan kerusakan struktur
kristalin pati dan degradasi makromolekul secara besar. Menurut Estiasih dan
Ahmadi (2009), bahan pembentuk struktur harus memiliki berat molekul rendah
untuk menghasilkan viskositas fluida yang rendah, sehingga lapisan biopolimer
adonan viskoelastis dapat mengalir dengan mudah dan mampu merangsang
proses pengembangan gelembung uap air.
Pembentukan struktur ekstrudat dari adonan viskoelastis terjadi akibat
pengaruh suhu dan tekanan antara dalam barrel, lingkungan, dan adonan
tersebut. Menurut Moscicki et al. (2013), suhu tinggi barrel dapat merangsang
pembentukan gelembung uap air. Setelah keluar dari lubang die, adonan plastis
dengan suhu tinggi akan mengembang secara cepat akibat penguapan uap air
dan menghasilkan rongga-rongga ketika dingin. Menurut Smrkova et al. (2014),
saat terjadinya penurunan suhu, molekul pati membentuk agregat dari terjadinya
ikatan kembali antara amilosa - amilosa, amilosa - amilopektin, dan amilopektin -
amilopektin sehingga menghasilkan struktur kristal.
B. Protein
20
Proses ekstrusi dengan suhu tinggi dapat menyebabkan denaturasi
protein. Akibat denaturasi, ikatan peptide lebih mudah dihidrolisis oleh proteolitik,
sehingga kelarutan protein akan tinggi. Gaya mekanik proses ekstrusi
menyebabkan protein tidak berbentuk butiran lagi karena pecah dan berdifusi
dengan pati selama pemanasan. Menurut Adeyemi et al. (2014), proses
pengulenan oleh ulir dapat memecah protein menjadi partikel berukuran kecil
berbentuk globular yang menghambat pembentukan dan pemuaian gelembung.
Protein akan terdispersi pada adonan plastis yang dapat meningkatkan viskositas
adonan plastis dan memengaruhi karakteristik fisik ekstrudat.
Protein dalam bahan memengaruhi karakteristik fisik dari tekstur dan daya
kembang. Kadar protein yang tinggi maka tekstur semakin keras dan ukuran
semakin kecil. Menurut Moscicki et al. (2013), protein akan membentuk matriks gel
dengan viskositas tinggi pada adonan viskoelastis. Matriks gel protein akan
membentuk membran dan melapisi pati, sehingga ketika bahan keluar dari die dan
terjadi penurunan suhu yang signifikan, maka uap air dalam adonan akan tertahan
seiring dengan pembentukan dan pengerasan struktur.
Perubahan nilai gizi melalui proses ekstrusi mendapat perhatian para ahli
karena nilai gizi protein nabati dapat ditingkatkan melalui proses ekstrusi. Zat-zat
anti gizi seperti tripsin inhibitor, saponin dan urease dapat dihilangkan jika diproses
dengan teknologi ekstrusi. Menurut Magali et al. (2009), protein yang menyusun
enzim dari inhibitor tersebut akan mengalami denaturasi selama pemasakan
ekstrusi menggunakan suhu tinggi yang menyebabkan terjadinya inaktivasi enzim
dan zat-zat anti gizi tersebut.
C. Lemak
Peranan lemak pada proses pemasakan ekstrusi kurang mendapat
perhatian oleh para peneliti, karena bahan baku produk ekstrusi umumnya
memiliki kadar lemak yang rendah. Akan tetapi, kandungan lemak yang tinggi
dapat mempengaruhi pengembangan dari produk yang dihasilkan. Magali et al.
(2009), selama proses ekstrusi, pati akan membentuk komples dengan lemak
sehingga interaksi antara pati dengan molekul air berkurang, hal ini menyebabkan
proses gelatinisasi pati terhambat. Terhambatnya proses gelatinisasi pati
menyebabkan berkurangnya daya kembang dan meningkatkan kekerasan pada
produk yang dihasilkan. Selain itu, kandungan lemak yang cukup tinggi dapat
21
memicu terjadinya oksidasi sehingga produk mudah mengalami ketengikan
selama penyimpanan.
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dan produksi puffed snack dilaksanakan di Balai Penelitian
Teknologi Pertanian (BPTP) Karang Ploso, Malang, Jawa Timur. Penelitian juga
dilaksanakan di Laboraturium Rekayasa dan Pengolahan Pangan, dan
Laboraturium Kimia dan Biokimia Pangan, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, pada
bulan Oktober 2016 - Februari 2017.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan saat persiapan bahan baku dan produksi puffed
snack antara lain: Disc mill AGC 15 (Tabel 3.1), timbangan digital (M-310), panci,
spatula, sendok, dan mesin ekstruder ulir tunggal (single screw) (Tabel 3.2).
Tabel 3.1 Spesifikasi alat disc mill / mesin penepung AGC 15
No. Spesifikasi Keterangan
1 Barrel Material Stainless Steel 2 Kapasitas 15-20 kg/jam 3 Power 1,5 HP/1100 watt, 220 v, 1 Phase 4 Dimensi 60 x 95 x 35 cm 5 Berat 18 kg 6 Ukuran Saringan 10 mesh
Tabel 3.2 Spesifikasi alat ekstruder ulir tunggal
No. Spesifikasi Keterangan
1 Barrel Material Stainless Steel 2 Motor Penggerak 7,5 kw (Screw) 3 Elemen Pemanas Heater 4 Suhu 1500C (Barrel) 5 Panel Automatic 6 Putaran Ulir 200 rpm 7 Diameter Die 0,35 cm
Alat-alat yang digunakan saat analisa kimia, fisik, dan organoleptik antara
lain: Oven dengan kisaran suhu 1050C merek Memmert, Colour Reader merek
MINOLTA, Force Gauge digital merek IMADA, timbangan analitik merek Mettler
23
Toledo, Shaker merek Heidolph, Vacuum Pump merek Rocker, kertas saring,
reflux, labu ukur, erlenmeyer, tabung reaksi, vortex, Spectrofotometer merek
Spectro 20D Plus, mikrometer sekrup skala 0-0,1 mm, blender merek Phillips,
plastik, spatula, desikator berisi bahan pengering (fosfor pentaoksida anhidrat,
kalsium klorida atau butiran halus silica gel), cawan (stainless steel).
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan antara lain beras jagung (grits jagung) Surya
Nusantara dari PT. Kediri Corn Mills yang didapatkan dari Pasar Sukun, Malang,
Jawa Timur; ampas tahu yang didapatkan dari Pabrik Tahu 73, kecamatan Sukun,
Malang, Jawa Timur; dan tapioka Cap Dua Naga. Bahan yang digunakan dalam
analisa antara lain: sampel yang akan dianalisa, aquades, tablet Kjedahl, H2SO4,
NaOH, asam borat, indikator methyl red, HCl 25%, petroleum eter (PE), alkohol,
amilosa standar, reagen Nelson (A dan B), Arsenomolibdat.
3.3 Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan dua tahap, yaitu penelitian
pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan dengan
membuat puffed snack berbasis grits jagung dengan substitusi ampas tahu dan
tapioka untuk mengukur volume, daya kembang, serta uji kesukaan meliputi rasa,
warna, dan tekstur. Langkah selanjutnya, hasil penelitian pendahuluan
dibandingkan dengan literatur kemudian dilakukan penentuan proporsi penelitian
utama. Penelitian utama dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh substitusi
antara ampas tahu dan tapioka terhadap sifat fisik (daya kembang, kekerasan dan
warna), kimia (kadar air, protein, dan pati) serta organoleptik (warna, rasa, tekstur,
aroma) dari produk puffed snack berbasis jagung.
3.3.1 Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan batas proporsi
substitusi ampas tahu pada komposit puffed snack berdasarkan volume, daya
kembang, serta uji kesukaan meliputi rasa, warna, dan tekstur. Proporsi bahan
yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut.
24
Tabel 3.3 Proporsi bahan baku puffed snack untuk penelitian pendahuluan
No. Kode Sampel Grits Jagung
(%)
Tapioka (%) Ampas Tahu (%)
1. A0 97,5 2,5 0
2. A1 87,5 2,5 10
3. A2 77,5 2,5 20
4. A3 67,5 2,5 30
5. A4 57,5 2,5 40
*Keterangan: A adalah tingkat substitusi ampas tahu
Berdasarkan Tabel 3.3 tapioka yang disubstitusikan sekitar 2,5%,
sedangkan substitusi ampas tahu yang diaplikasikan berkisar antara 0-40%.
Proporsi tapioka minimal untuk produksi puffed snack umumnya sekitar 2% dari
berat kering komposit (b/b). Hal ini didukung dengan penelitian oleh Korkerd et al.
(2015), bahwa substitusi tapioka sebesar 2,5% pada bahan grits jagung
menghasilkan ekstrudat dengan daya kembang 409%, sedangkan grits jagung
kontrol memiliki daya kembang 405%. Substitusi tapioka dengan proporsi rendah
cukup meningkatkan karakteristik puffed snack, serta dapat memaksimalkan
ampas tahu untuk memberikan pengaruh terhadap karakteristik produk. Belum
adanya informasi terkait pemanfaatan ampas tahu pada produk puffed snack,
menyebabkan batas substitusi ampas tahu yang diaplikasikan hanya terbatas
sampai 40% dari berat kering komposit (b/b), agar proporsi grits jagung
mendominasi sebagai bahan baku. Menurut Chandra (2010), bahan dapat
dikatakan sebagai bahan baku jika memiliki proporsi minimal 50% atau proporsi
bahan tersebut mendominasi dibandingkan dengan bahan campuran lainnya.
Pengamatan organoleptik meliputi tekstur, rasa, dan warna ditentukan
dengan uji kesukaan oleh 30 orang panelis umum, sedangkan volume dan daya
kembang ditentukan dengan pengukuran menggunakan alat ukur mikrometer
sekrup. Hasil pengamatan disajikan Tabel 3.4 dan Tabel 3.5 berikut. Produk
puffed snack penelitian pendahuluan disajikan pada Gambar 3.1.
Tabel 3.4 Hasil pengamatan diameter, panjang, volume, dan daya kembang
No Kode Sampel Diameter Rata-rata
(cm)
Panjang Rata-rata
(cm)
Volume Rata-rata
(cm)
Daya Kembang
(%)
1 A0 1,23 2,45 2,92 350,5
2 A1 0,95 1,26 0,90 272,4
3 A2 0,90 0,98 0,63 258,1
4 A3 0,62 0,74 0,23 178,1
5 A4 0,49 0,71 0,13 140,9
25
Tabel 3.5 Hasil pengamatan tekstur, rasa, dan warna
Kode Sampel
Tekstur (%) Rasa (%) Warna (%)
SS S KS TS SS S KS TS SS S KS TS
A0 80 20 - - 83 17 - - 93 17 - -
A1 90 10 - - 77 23 - - 80 20 - -
A2 70 30 - - 30 70 - - 40 40 20 -
A3 30 40 30 - - 20 50 30 - 20 60 20
A4 - 50 30 20 - - 50 50 - - 40 60
Keterangan: SS (sangat suka), S (suka), KS (kurang suka), TS (tidak suka)
(a)
(b)
Gambar 3.1. Produk Puffed Snack Penelitian Pendahuluan
Berdasarkan data hasil pengamatan pendahuluan, perlakuan substitusi
ampas tahu 0% dengan tapioka 2,5% memiliki hasil tertinggi terhadap semua
parameter. Perlakuan terbaik didapatkan pada perlakuan subtitusi ampas tahu
10% dengan tapioka 2,5%. Perlakuan dengan hasil terburuk terhadap semua
parameter didapatkan dari perlakuan subtitusi ampas tahu 40% dengan tapioka
2,5%. Dari Tabel 3.4 diketahui bahwa volume dan daya kembang berkisar antara
140-350%, meningkatnya subtitusi ampas tahu menyebabkan volume dan daya
kembang menurun. Batas substitusi ampas tahu pada parameter volume dan daya
kembang didapatkan pada perlakuan substitusi ampas tahu sebesar 20%. Tabel
3.5 menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat substitusi ampas tahu pada
komposit berbasis grits jagung menyebabkan penurunan daya terima panelis
terhadap puffed snack ditinjau dari tingkat kesukaan terhadap paramter warna,
rasa, dan tekstur. Batas substitusi ampas tahu didapatkan pada perlakuan
substitusi ampas tahu sebesar 20%. Penurunan daya kembang, volume, kesukaan
tekstur disebabkan kandungan protein dari ampas tahu yang cukup tinggi. Menurut
Moscicki dan Dick (2011), selama proses ekstrusi, matriks protein yang terbentuk
semakin banyak yang menyebabkan gelatinisasi pati akan terhambat sehingga
26
ekstrudat sulit mengembang dan menghasilkan produk dengan ukuran kecil dan
tekstur yang semakin keras. Menurut Imam, Mutiara, dan Nurheni (2014),
peningkatan volume dan daya kembang ditentukan dari kandungan pati dalam
bahan, semakin tinggi pati dalam bahan maka volume dan daya kembang semakin
meningkat. Tingginya kandungan protein akan menghambat daya kembang dan
meningkatkan tekstur dari snack yang dihasilkan. Menurut Hee-Joung (2005),
suhu tinggi selama pengolahan menghasilkan reaksi pencokelatan non-enzimatis
(maillard), dimana asam amino penyusun protein bereaksi dengan gula pereduksi,
gula pereduksi memiliki gugus hidroksil (OH) bebas yang reaktif sehingga mampu
mereduksi ion dalam keadaan basa.
Dari hasil pengamatan pendahuluan dapat disimpulkan bahwa batas
perlakuan yang dapat diterima didapatkan pada perlakuan substitusi ampas tahu
20% dengan tapioka 2,5%. Akan tetapi, pada substitusi ampas tahu sebesar 20%,
terdapat beberapa panelis yang memberikan respon kurang suka, sehingga
proporsi ampas tahu pada penelitian utama akan dikurangi 5%, sehingga proporsi
ampas tahu yang digunakan pada penelitian utama didapatkan sebesar 5%, 10%,
dan 15%. Untuk meningkatkan karakteristik fisik puffed snack maka pada
penelitian utama akan dikaji subtitusi tapioka dengan proporsi 2,5%, 5%, dan
7,5%. Berdasarkan penelitian Korkerd et al. (2015), bahwa substitusi tapioka
sebesar 2,5% pada bahan grits jagung menghasilkan ekstrudat dengan daya
kembang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrudat tanpa substitusi tapioka.
Menurut Suhardi dan Bonimin (2010), bahwa penambahan tapioka sebesar 5%
pada grits jagung menghasilkan snack yang paling disukai secara organoleptik,
sedangkan penambahan tapioka 10% pada grits jagung menyebabkan daya
kembang produk mengalami penurunan.
3.3.2 Penelitian Utama
Penelitian utama diawali dengan persiapan bahan baku dan produksi
puffed snack dengan tahapan proses seperti pada Gambar 3.2 dan Gambar 3.3.
Berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan maka didapatkan
proporsi bahan untuk penelitian utama seperti pada Tabel 3.6 berikut.
Tabel 3.6. Proporsi bahan baku penelitian utama
27
No. Kode Sampel Grits Jagung (%) Tapioka (%) Ampas Tahu (%)
1. A1T1 92,5 2,5 5 2. A1T2 90 5 5 3. A1T3 87,5 7,5 5 4. A2T1 87,5 2,5 10 5. A2T2 85 5 10 6. A2T3 82,5 7,5 10 7. A3T1 82,5 2,5 15 8. A3T2 80 5 15 9. A3T3 77,5 7,5 15
Bahan baku dan produk puffed snack diuji lanjut meliputi analisa kimia,
fisik, dan organoleptik. Analisa kadar air metode oven kering dan kadar pati
(AOAC, 2005). Analisa kadar protein metode kjeldahl (Sudarmadji, 1997). Analisa
fisik warna (Yuwono dan Susanto, 1998). Analisa daya kembang ekstrudat
(Pracha, 2010). Uji kekerasan metode force gauge (Rudyardjo, 2010) Analisa
organoleptik meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur (Hidayanti, 2012).
3.4 Metode Penelitian dan Analisa Data
Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok
(RAK) Faktorial dengan dua faktor. Faktor I yaitu proporsi ampas tahu (5%, 10%,
dan 15%) dan faktor II yaitu proporsi tapioka (2,5%, 5%, dan 7,5) yang
disubstitusikan pada komposit berbasis 100% grits jagung (b/b). Kombinasi bahan
komposit tersebut didapatkan 9 perlakuan dengan 3 kali ulangan hingga diperoleh
27 sampel. Kombinas perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7. Kombinasi Perlakuan
T1 T2 T3
A1 A1T1 A1T2 A1T3
A2 A2T1 A2T2 A2T3
A3 A3T1 A3T3 A3T3
Faktor I proporsi ampas tahu yang terdiri dari 3 level
A1 = 5% ampas tahu (b/b)
A2 = 10% ampas tahu (b/b)
A3 = 15% ampas tahu (b/b)
Faktor II proporsi tapioka yang terdiri dari 3 level
T1 = 2,5% tapioka (b/b)
T2 = 5,0% tapioka (b/b)
T3 = 7,5% tapioka (b/b)
28
Data yang diperoleh kemudian dianalisa secara statistik menggunakan
analisa ragam (ANOVA) Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial, jika tidak
terjadi interaksi antara kedua perlakuan dilakukan uji BNT (Beda Nyata Terkecil)
dengan taraf 5%, sedangkan jika terjadi interaksi nyata antara kedua perlakuan
maka dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test) taraf 5%. Perlakuan
terbaik ditentukan dengan metode Zeleny (Zeleny, 1982).
3.5 Diagram Alir Penelitian
Tahapan pembuatan puffed snack jagung dari persiapan bahan sampai
proses pemasakan dapat dilihat pada diagram alir berikut.
Pembuatan ampas tahu
Gambar 3.2. Diagram alir pembuatan granula ampas tahu (Chandra, 2010)
29
Proses Pembuatan Puffed Snack
Gambar 3.3. Diagram alir pembuatan puffed snack
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Bahan Baku
Bahan baku puffed snack yang digunakan dalam penelitian ini antara lain
grits jagung, ampas tahu, dan tapioka berbasis kering. Karakteristik bahan baku
penelitian ini disajikan pada Tabel 4.1. Karakteristik kimia bahan baku puffed
snack berdasarkan literatur disajikan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.1 Karakteristik bahan baku puffed snack
Parameter Grits Jagung Ampas Tahu Tapioka
Kadar Air (%) 11,13 ± 0,74 8,53 ± 0,37 11,86 ± 0,07
Kadar Pati (%) 73,72 ± 0,16 4,7 ± 0,43 86,44 ± 0,20
Kadar Protein (%) 6,49 ± 0,07 13,13 ± 2,15 0,41 ± 0,09
Kecerahan (*L) 79,3 ± 0,36 82,5 ± 0,32 93,1 ± 0,20
Kemerahan (*a) 6,6 ± 0,10 1,7 ± 0,21 0,1 ± 0,06
Kekuningan (*b) 33,1 ± 1,45 13,1 ± 0,29 5,3 ± 0,17
Keterangan : 1. Setiap data merupakan rerata dari 3 ulangan
2. Angka dibelakang ± adalah standard deviasi
Tabel 4.2 Karakteristik kimia bahan baku puffed snack (Literatur)
Parameter Grits Jagung Ampas Tahu Tapioka
Kadar Air (%) 10,37a 9b 12c
Kadar Pati (%) 74,26a - 86,67c
Kadar Protein (%) 9,42a 26,6b 0,5b
Keterangan : a = United States Departement of Agriculture 20014 (2016b)
b = Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (2015)
c = United States Departement of Agriculture 45315139 (2016c)
Tabel 4.1 menunjukan rerata kadar air bahan baku puffed snack berkisar
antara 8,53% hingga 11,86%. Jika dibandingkan dengan literatur (Tabel 4.2),
kadar air ampas tahu dan tapioka penelitian lebih rendah, sedangkan kadar air
grits jagung lebih tinggi. Spesifikasi kadar air grits jagung dan tapioka di pasaran
berbeda-beda karena proses pengeringan bahan tersebut hanya bertujuan untuk
meningkatkan daya simpan. Menurut Subekti (2008), untuk menghindari
tumbuhnya jamur selama penyimpanan maka biji jagung dikeringkan hingga kadar
air 10-13%. Bahan ampas tahu basah memiliki karakteristik seperti bubur (pulp)
31
yang berpotensi membentuk kerak pada permukaan bahan saat pengeringan,
sehingga menghasilkan keragaman kadar air pada ampas tahu kering pada suhu
dan waktu pengeringan yang sama. Menurut Katayama dan Wilson (2008), pada
pengeringan ampas tahu, sebagian bahan yang berbentuk gumpalan akan
membentuk kerak pada bagian permukaannya yang menghambat penguapan air
dari dalam bahan. Tapioka yang digunakan pada penelitian ini telah memenuhi
syarat mutu yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional tahun 2001 yaitu
kadar air tidak melebihi 13%. Pada penelitian ini, rata-rata kadar air pada adonan
komposit tiap perlakuan sekitar 11% (Lampiran 3). Menurut Besant (2014), bahan
baku puffed snack membutuhkan kadar air sekitar 12-17%. Bahan baku dengan
kadar air lebih dari 17% menghasilkan ekstrudat yang bersifat padat dan keras,
sedangkan kadar air dibawah 12% memiliki sifat renyah tetapi sulit mengembang.
Bahan baku yang terlalu kering dapat mempersulit gelatinisasi pati dan proses
puffing selama proses ekstrusi. Bahan komposit penelitian ini telah memenuhi
spesifikasi kadar air bahan pada pengolahan ekstrusi ulir tunggal yaitu kisaran
kadar air 10-40%, tetapi kadar air bahan komposit belum memenuhi syarat
sebagai bahan baku puffed snack yang berkisar antara 12-17%, sehingga akan
berpengaruh terhadap krakteristik fisik produk.
Rerata kadar pati bahan baku puffed snack berkisar antara 4,7% sampai
86,44%. Jika dibandingkan dengan literatur (Tabel 4.2), kadar pati grits jagung dan
tapioka penelitian ini lebih rendah. Menurut Chena dan Pour (2015), komposisi
grits jagung ditentukan dari waktu pemanenan jagung yang meliputi umur panen
dan kondisi cuaca saat panen, serta varietas jagung yang digunakan. Menurut
Grace (2014), tapioka mengandung pati sekitar 72-90%, perbedaan kandungan
pati tapioka pada umumnya ditentukan dari umur panen singkong, semakin lama
umur panen maka kandungan pati semakin berkurang. Kadar pati ampas tahu
berasal dari kandungan pati kedelai. Berdasarkan USDA tahun 2016, kedelai
mengandung pati sekitar 5,25%. Selain itu, kadar pati bahan komposit memiliki
rerata 67,45% (Lampiran 3). Kadar pati minimal bahan baku snack yang masih
dapat diterima secara organoleptik berdasarkan penelitian Magali et al. (2009)
yaitu sekitar 62%. Berdasarkan pernyataan tersebut maka rerata bahan komposit
telah memenuhi syarat minimal pati untuk produksi puffed snack.
Rerata kadar protein bahan baku puffed snack berkisar antara 0,41%
hingga 13,13%. Jika dibandingkan dengan literatur (Tabel 4.2), kadar protein
bahan baku memiliki rata-rata lebih rendah. Menurut Ariani (2014), komposisi grits
32
jagung yang berbeda disebabkan karena grits jagung dicampur dengan jenis lain
demi mencukupi kuantitas produksi. Kandungan protein pada ampas tahu lebih
rendah disebabkan proses pencucian yang mengakibatkan sebagian protein
berpotensi terbawa limbah hasil pencucian. Menurut Grace (2014), ekstraksi pati
singkong bertujuan untuk memisahkan antara granula pati dengan komponen
yang tidak diinginkan, seperti lemak, serat, dan protein. Substitusi ampas tahu
pada bahan komposit akan meningkatkan kandungan protein pada produk puffed
snack. Akan tetapi, semakin tinggi kandungan protein pada bahan komposit akan
berpengaruh terhadap karakteristik fisik produk puffed snack. Menurut Moscicki
dan Dick (2011), ekstrusi protein cenderung menghasilkan matriks gel yang
menghambat daya kembang dan menghasilkan produk dengan ukuran kecil dan
tekstur yang semakin keras.
Karakteristik bahan baku puffed snack antara lain: kecerahan (L) berkisar
antara 79,3 hingga 93,1; kemerahan (a*) berkisar antara 0,1 hingga 6,6;
kekuningan (b*) berkisar antara 5,3 hingga 33,1. Tapioka memiliki tingkat
kecerahan paling tinggi dibandingkan dengan ampas tahu dan grits jagung, hal ini
disebabkan karena tapioka memiliki derajat putih yang paling tinggi. Menurut
Andarwulan dkk (2011), kecerahan merupakan sinar pantul (refleksi) seluruh
spektrum yang dapat mengukur kecerahan dan derajat putih (whiteness) suatu
objek. Bahan grits jagung dan ampas tahu mengalami reaksi pencoklatan
(maillard) yang terjadi selama proses pengeringan yang menurunkan tingkat
kecerahan dan meningkatkan kemerahan. Tingkat kekuningan grits jagung paling
tinggi dibandingkan dengan bahan lainnya, hal ini disebabkan karena jagung
mengandung pigmen karoten yang mendominasi dalam bahan komposit. Menurut
Sajilata et al. (2008), jagung mengandung pigmen karotenoid yaitu zeaxanthin
yang memberikan warna kuning. Tingkat kecerahan, kemerahan, dan kekuningan
dari bahan baku akan berpengaruh terhadap warna produk puffed snack.
4.2 Karakteristik Kimia Puffed Snack
Analisa karakteristik kimia pada penelitian ini terdiri dari analisa kadar air,
kadar pati, dan kadar protein.
4.2.1 Kadar Air
Kadar air puffed snack pada berbagai perlakuan substitusi ampas tahu dan
substitusi tapioka berkisar antara 5,37% hingga 5,66% (Lampiran 3). Hasil analisa
33
ragam menunjukan interaksi nyata (α = 0,05) antara substitusi ampas tahu dengan
substitusi tapioka terhadap kadar air puffed snack. Masing-masing faktor juga
menunjukan pengaruh nyata (α = 0,05) terhadap kadar air puffed snack. Uji lanjut
kadar air produk puffed snack dengan berbagai perlakuan substitusi ampas tahu
dan substitusi tapioka dilakukan menggunakan uji Duncan Multiple Range Test
(DMRT), disajikan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Rerata Kadar Air Puffed Snack pada Berbagai Substitusi Ampas Tahu dan Tapioka
Substitusi Ampas
Tahu
Substitusi
Tapioka
Rerata Kadar Air (%) DMRT (α = 0,05)
5% 2,5% 5,47 ± 0,09 bcd 0,0559
5,0% 5,44 ± 0,13 b 0,0533
7,5% 5,37 ± 0,13 a 0,0508
10% 2,5% 5,52 ± 0,14 de 0,0576
5,0% 5,49 ± 0,16 cde 0,0566
7,5% 5,46 ± 0,14 bc 0,0548
15% 2,5% 5,66 ± 0,10 f
5,0% 5,55 ± 0,09 e 0,0579
7,5% 5,51 ± 0,11 cde 0,0572
Produk kontrol (100% Grits Jagung) 5,38 ± 0,41
Keterangan : Setiap data merupakan rerata dari 3 ulangan. Angka dibelakang ± adalah standard deviasi. Notasi berbeda menunjukan berbeda nyata (α=0,05)
Tabel 4.3 menunjukan bahwa semakin tinggi substitusi ampas tahu maka
kadar air puffed snack meningkat, sedangkan semakin tinggi substitusi tapioka
maka kadar air puffed snack menurun. Kadar air puffed snack pada kondisi ini tidak
dipengaruhi oleh kadar air bahan baku ampas tahu dan tapioka dalam bahan
komposit. Berdasarkan perhitungan kadar air bahan komposit (Lampiran 3),
semakin tinggi substitusi ampas tahu maka kadar air bahan komposit menurun,
sedangkan semakin tinggi substitusi tapioka maka kadar air komposit meningkat.
Akan tetapi, kadar air puffed snack yang terukur merupakan air yang cenderung
sulit menguap melewati lapisan biopolimer adonan viskoelastis. Hal ini dipengaruhi
oleh viskositas lapisan biopolimer akibat perubahan sifat pati dan protein selama
ekstrusi. Menurut Estiasih dan Ahmadi (2009), gaya mekanik ulir yang dikatalis
suhu tinggi barrel menyebabkan perubahan fase bahan dari padat menjadi semi
padat bersifat viskoelastis. Menurut Adeyemi et al., (2014), viskositas adonan
34
viskoelastis berkaitan dengan kemampuan air untuk menguap menembus lapisan
biopolimer pada suhu dan tekanan tinggi.
Ketika proses ekstrusi, pati akan tergelatinisasi menghasilkan lapisan
biopolimer dengan viskositas yang baik untuk merangsang penguapan air,
sedangkan protein akan membentuk matriks gel dengan viskositas yang buruk,
sehingga menghambat penguapan air. Berdasarkan Tabel 4.1, diketahui bahwa
tapioka mengandung pati yang relatif tinggi sekitar 86,44%, sehingga dapat
menghasilkan lapisan biopolimer dengan viskositas rendah yang memudahkan air
untuk menguap. Selain itu, ampas tahu mengandung pati sangat rendah sekitar
4,7% dan mengandung protein yang relatif tinggi sekitar 13,13%, hal ini
menyebabkan viskositas lapisan biopolimer yang dihasilkan relatif tinggi, sehingga
uap air akan sulit menguap ke lingkungan. Menurut Altan et al. (2009), ekstrusi
bahan berbasis pati menghasilkan lapisan biopolimer dengan viskositas rendah
sehingga mampu merangsang pembentukan dan penguapan gelembung uap air.
Ekstrusi bahan berbasis protein akan membentuk matriks gel yang menghasilkan
lapisan biopolimer dengan viskositas tinggi, hal ini menghambat pembentukan
gelembung uap air. Menurut Andarwulan dkk (2011), keberadaan air dan bantuan
panas, protein cenderung membentuk matriks gel akibat penurunan interaksi
protein-protein dan peningkatan interaksi protein-air selama pemanasan.
Dari Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa interaksi nyata (α = 0,05) terjadi pada
substitusi ampas tahu 5% dengan substitusi tapioka 5% dan 7,5%, serta terjadi
pada substitusi ampas tahu 15% dengan substitusi tapioka 2,5% dan 5%. Kadar
air puffed snack yang beragam diakibatkan alat ekstruder tidak optimal dari segi
induksi panas. Suhu tidak stabil menyebabkan perbedaan perlakuan dalam proses
pemasakan yang memengaruhi pembentukan gelembung uap air dan penguapan
air. Menurut Mazumder et al. (2007) dan Korkerd et al. (2015), suhu barrel sangat
berpengaruh terhadap pembentukan gelembung-gelembung uap air, ekstrusi suhu
tinggi menghasilkan gelembung uap air dengan tekanan tinggi yang merangsang
penguapan air ke udara melalui lapisan biopolimer adonan viskoelastis yang
menyebabkan penurunan kadar air signifikan.
Kadar air produk puffed snack pada penelitian ini berkisar antara 5,37%
sampai 5,66%, sedangkan kadar air produk puffed snack kontrol sekitar 5,38%
(Lampiran 3). Produk puffed snack pada penelitian ini memiliki rerata kadar air
lebih tinggi dibandingkan ekstrudat pada umumnya, karena tidak ada proses
pengeringan lebih lanjut, sehingga belum memenuhi standard kadar air makanan
35
ringan. Menurut Sea, Young, dan Jung (2010), produk puffed snack setelah proses
ekstrusi pada umumnya memiliki kadar air sekitar 8-10%, sedangkan menurut
Badan Standardisasi Nasional (2000), kadar air maksimal untuk makanan ringan
sebesar 4%. Berdasarkan data USDA (2016a), standard kadar air snack ekstrudat
basis jagung sekitar 2,07%. Berdasarkan pernyataan tersebut maka perlu dikaji
lebih lanjut mengenai proses pengeringan puffed snack tersebut.
4.2.2 Kadar Pati
Kadar pati puffed snack pada berbagai perlakuan substitusi ampas tahu
dan substitusi tapioka berkisar antara 65,44% sampai 72,18% (Lampiran 3). Hasil
analisa ragam menunjukan tidak terjadi interaksi nyata (α=0,05) antara substitusi
ampas tahu dengan substitusi tapioka terhadap kadar pati puffed snack. Akan
tetapi, masing-masing faktor menunjukan pengaruh nyata (α=0,05) terhadap kadar
pati puffed snack. Uji lanjut kadar pati pada tingkat substitusi ampas tahu dilakukan
menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) yang disajikan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Rerata Kadar Pati Puffed Snack pada Berbagai Substitusi Ampas Tahu
Tingkat substitusi Ampas Tahu Kadar Pati (%) BNT 0,05
5% 71,85 ± 0,30 c
0,2344 10% 68,88 ± 0,44 b
15% 65,95 ± 0,51 a
Produk kontrol (100% Grits Jagung) 74,79 ± 1,68
Keterangan : Setiap data merupakan rerata dari 3 ulangan. Angka dibelakang ± adalah standard deviasi. Notasi berbeda menunjukan berbeda nyata (α=0,05)
Tabel 4.4 menunjukan bahwa semakin tinggi substitusi ampas tahu pada
bahan komposit maka kadar pati produk puffed snack menurun. Substitusi ampas
tahu yang semakin tinggi akan mengurangi proporsi grits jagung sebagai sumber
pati, hal ini berkaitan dengan berkurangnya kadar pati pada bahan komposit dan
produk puffed snack. Berdasarkan Tabel 4.1, sumber utama pati pada bahan
komposit yaitu grits jagung dengan kadar pati 73,72%, sedangkan kadar pati
ampas tahu lebih rendah sekitar 4,7%. Hal ini didukung perhitungan kadar pati
bahan komposit (Lampiran 3), bahwa substitusi ampas tahu menyebabkan
penurunan kadar pati pada bahan komposit. Menurut Imam dkk (2014), formulasi
berbagai campuran bahan baku pada pembuatan snack berpengaruh terhadap
kandungan pati pada komposit yang akan digunakan. Proses pengolahan ekstrusi
36
tidak menyebabkan penurunan kadar pati. Menurut Smrkova et al. (2014),
pengolahan ekstrusi menyebabkan terjadinya gelatinisasi pati yang mengubah
sifat granula pati menjadi irreversible, tetapi proses tersebut tidak mengubah
kandungan pati pada produk. Menurut Adeyemi et al. (2014), penurunan kadar pati
pada proses ekstrusi dapat terjadi jika kadar air bahan baku tinggi dan bahan baku
yang digunakan memiliki pH rendah, sehingga terjadi proses hidrolisis pati.
Uji lanjut pada tingkat substitusi tapioka dilakukan menggunakan uji Beda
Nyata Terkecil (BNT) yang disajikan pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Rerata Kadar Pati Puffed Snack pada Berbagai Substitusi Tapioka
Tingkat substitusi Tapioka Kadar Pati (%) BNT 0,05
2,5% 68,47 ± 3,07 a
0,2344 5,0% 68,92 ± 2,92 b
7,5% 69,29 ± 2,86 c
Produk kontrol (100% Grits Jagung) 74,79 ± 1,68
Keterangan : Setiap data merupakan rerata dari 3 ulangan. Angka dibelakang ± adalah standard deviasi. Notasi berbeda menunjukan berbeda nyata (α=0,05)
Tabel 4.5 menunjukan bahwa semakin tinggi substitusi tapioka pada bahan
komposit dapat meningkatkan kadar pati produk puffed snack. Substitusi ampas
tahu dapat menurunkan kadar pati dalam bahan komposit, tetapi tapioka dengan
kadar pati tinggi berperan sebagai penyeimbang pati bahan komposit.
Berdasarkan Tabel 4.1, kadar pati tapioka sekitar 86,44% lebih tinggi diantara
bahan lainnya, terutama bahan baku grits jagung. Hal ini didukung dengan
perhitungan kadar pati bahan komposit (Lampiran 3), bahwa semakin tinggi
substitusi tapioka dapat meningkatkan kadar pati pada bahan komposit. Menurut
Karwe (2009), pembuatan snack ekstrusi sangat berkaitan dengan terjadinya
gelatinisasi pati, sehingga kandungan pati dalam bahan akan menentukan
karakteristik fisik produk snack. Menurut Magali et al. (2009), penambahan sumber
pati lain pada pengolahan ekstrusi dapat meningkatkan karakteristik puffed snack
dan berfungsi sebagai bahan pengikat bahan baku lainnya yang berbentuk grits.
Kadar pati produk puffed snack pada penelitian ini berkisar antara 65,44%
sampai 72,18%, sedangkan kadar pati produk kontrol yaitu 74,79% (Lampiran 3).
Rerata kadar pati puffed snack penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan
kadar pati pada umumnya, ditinjau dari kadar pati produk terendah. Bahan tapioka
sesuai untuk meningkatkan dan menyeimbangkan kandungan pati pada bahan
komposit, sehingga dengan kadar pati yang tinggi akan memperbaiki karakteristik
37
fisik produk puffed snack. Berdasarkan data USDA (2016a), standard kadar pati
snack ekstrudat basis jagung sekitar 51,36%. Hal ini didukung dengan penelitian
yang dilakukan oleh Magali et al. (2009), bahwa snack pada kadar pati 62% masih
dapat diterima secara organoleptik.
4.2.3 Kadar Protein
Kadar protein puffed snack pada berbagai perlakuan substitusi ampas tahu
dan substitusi tapioka berkisar antara 6,22% sampai 7,53% (Lampiran 3). Hasil
analisa ragam menunjukan tidak terjadi interaksi nyata (α=0,05) antara substitusi
ampas tahu dengan substitusi tapioka terhadap kadar protein puffed snack. Akan
tetapi, masing-masing faktor menunjukan pengaruh nyata (α=0,05) terhadap kadar
protein puffed snack. Uji lanjut pada substitusi ampas tahu dilakukan
menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada Tabel 4.6 berikut.
Tabel 4.6. Rerata Kadar Protein Puffed Snack pada Berbagai Substitusi Ampas Tahu
Tingkat substitusi Ampas Tahu Kadar Protein (%) BNT 0,05
5% 6,53 ± 0,29 a
0,1302 10% 7,0 ± 0,13 b
15% 7,37 ± 0,16 c
Produk kontrol (100% Grits Jagung) 6,12 ± 0,01
Keterangan : Setiap data merupakan rerata dari 3 ulangan. Angka dibelakang ± adalah standard deviasi. Notasi berbeda menunjukan berbeda nyata (α=0,05)
Tabel 4.6 menunjukan bahwa semakin tinggi substitusi ampas tahu pada
bahan komposit dapat meningkatkan kadar protein puffed snack. Pada penelitian
ini, grits jagung merupakan sumber protein utama. Akan tetapi, ampas tahu
berperan sebagai sumber protein alternatif untuk meningkatkan kadar protein
bahan komposit dan puffed snack. Berdasarkan Tabel 4.1, diketahui bahwa
ampas tahu mengandung protein sekitar 13,13% yang lebih tinggi dibandingkan
dengan grits jagung (6,49%) dan tapioka (0,41%). Hal ini didukung dengan
perhitungan kadar protein bahan komposit (Lampiran 3), bahwa kadar protein
bahan komposit meningkat seiring dengan peningkatan substitusi ampas tahu.
Menurut Purawisastra dkk (1993), pada proses pembuatan tahu, kedelai
kehilangan proteinnya sebesar 46,5% yang terbawa pada limbah padat (ampas
tahu) dan limbah cair, protein tersebut paling besar terkandung pada ampas tahu.
Berdasarkan penelitian dari Katayama dan Wilson (2008), menjelaskan bahwa
38
penambahan ampas tahu meningkatkan kandungan protein produk flakes
berbasis jagung, karena ampas tahu masih mengandung protein yang cukup tinggi
sehingga dapat dijadikan alternatif sumber protein pada produk pangan.
Uji lanjut pada substitusi tapioka dilakukan menggunakan uji Beda Nyata
Terkecil (BNT) yang disajikan pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Rerata Kadar Protein Puffed Snack pada Berbagai Substitusi Tapioka
Tingkat substitusi Tapioka Kadar Protein (%) BNT 0,05
2,5% 7,15 ± 0,38 c
0,1302 5,0% 6,98 ± 0,38 b
7,5% 6,77 ± 0,51 a
Produk kontrol (100% Grits Jagung) 6,12 ± 0,01
Keterangan : Setiap data merupakan rerata dari 3 ulangan. Angka dibelakang ± adalah standard deviasi. Notasi berbeda menunjukan berbeda nyata (α=0,05)
Tabel 4.7 menunjukan bahwa substitusi tapioka pada bahan komposit
dapat menurunkan kadar protein pada produk puffed snack. Bahan tapioka yang
memiliki kadar protein rendah dapat menurunkan proporsi grits jagung sebagai
sumber protein utama dalam bahan komposit, hal ini berbanding lurus dengan
penurunan kadar protein produk puffed snack. Berdasarkan Tabel 4.1, diketahui
bahwa kandungan protein grits jagung pada penelitian ini sekitar 6,49%,
sedangkan tapioka mengandung kadar protein paling rendah sekitar 0,41%. Hal
ini didukung dengan perhitungan kadar protein bahan komposit (Lampiran 3),
bahwa kadar protein bahan komposit menurun seiring dengan peningkatan
substitusi tapioka. Menurut Grace (2014), ekstraksi pati singkong bertujuan untuk
memisahkan granula pati dengan komponen yang tidak diinginkan, seperti lemak,
serat, dan protein, serta partikel kotoran agar didapatkan pati yang berkualitas.
Kadar protein produk puffed snack pada penelitian ini berkisar antara
6,22% sampai 7,53%, sedangkan kadar protein produk kontrol sekitar 6,12%
(Lampiran 3). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Shaviklo et al. (2014),
puffed snack berbasis jagung mengandung protein sekitar 3,73%, sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Korkerd et al. (2015), snack ekstrudat berbasis
jagung mengandung protein sekitar 5,03%. Hal ini menunjukan bahwa produk
puffed snack penelitian ini memiliki rerata protein yang lebih tinggi dibandingkan
snack berbasis jagung pada umumnya dan ampas tahu dapat dimanfaatkan
sebagai sumber protein alternatif untuk meningkatkan kadar protein puffed snack.
39
4.3 Karakteristik Fisik Puffed Snack
Analisa karakteristik fisik pada penelitian ini terdiri dari analisa daya
kembang (expansion rate), kekerasan, dan warna (L,*a,*b).
4.3.1 Daya Kembang
Daya kembang produk puffed snack pada berbagai perlakuan substitusi
ampas tahu dan tapioka berkisar antara 267,6% sampai 354,3% (Lampiran 3).
Hasil analisa ragam menunjukan bahwa tidak terjadi interaksi nyata (α= 0,05)
antara substitusi ampas tahu dengan substitusi tapioka terhadap daya kembang.
Akan tetapi, masing-masing faktor menunjukan pengaruh nyata (α= 0,05) terhadap
daya kembang produk puffed snack. Uji lanjut tingkat substitusi ampas tahu
dilakukan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) yang disajikan pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8. Rerata Daya Kembang Puffed Snack pada Berbagai Substitusi Ampas Tahu
Tingkat substitusi Ampas Tahu Daya Kembang (%) BNT 0,05
5% 334,6 ± 19,08 c
4,1577 10% 311,7 ± 18,57 b
15% 291,1 ± 23,34 a
Produk kontrol (100% Grits Jagung) 403,8 ± 7,19
Keterangan : Setiap data merupakan rerata dari 3 ulangan. Angka dibelakang ± adalah standard deviasi. Notasi berbeda menunjukan berbeda nyata (α=0,05)
Tabel 4.8 menunjukan bahwa semakin tinggi substitusi ampas tahu dapat
menurunkan daya kembang produk puffed snack. Penurunan daya kembang
disebabkan karena perubahan karakteristik dari protein dalam bahan ampas tahu
yang menghambat proses pengembangan (puffing) selama proses ekstrusi.
Berdasarkan Tabel 4.1, diketahui bahwa grits jagung sebagai bahan baku memiliki
kadar protein sekitar 6,49%, sedangkan ampas tahu sebagai sumber protein
alternatif memiliki kadar protein yang lebih tinggi sekitar 13,13%. Pada Tabel 4.6,
dijelaskan pula bahwa substitusi ampas tahu berpengaruh nyata pada peningkatan
kadar protein produk puffed snack. Ekstrusi bahan komposit dengan kandungan
protein tinggi menyebabkan pati dan protein akan bersaing untuk memanfaatkan
air dalam bahan. Hal ini menyebabkan proses gelatinisasi pati tidak maksimal dan
protein cenderung menghasilkan matriks gel yang bersifat viskoelastis akibat
peningkatan interaksi protein-air. Menurut Andarwulan (2011), protein memiliki
peran penting yang menentukan tingkat penyerapan air, karena hampir semua
40
protein mengandung jumlah rantai polar sepanjang kerangka peptidanya dan
membuatnya bersifat hidrofilik. Protein yang semakin bermuatan cenderung
membentuk matriks gel saat pemanasan yang menyebabkan penurunan interaksi
protein-protein dan terjadi peningkatan interaksi protein-air. Selain itu, matriks gel
protein yang tercipta selama ekstrusi ampas tahu akan menghasilkan lapisan
biopolimer dengan viskositas tinggi yang menghambat pembentukan dan
pemuaian gelembung uap air saat proses pengembangan adonan (puffing).
Menurut Moscicki dan Dick (2011), proses pengembangan (puffing) adalah proses
pembentukan uap panas dalam bahan melalui pemanasan partikel air dalam
bahan baku, adanya penurunan tekanan secara spontan dan signifikan antara
tekanan dalam (barrel) dengan tekanan luar (lingkungan) menyebabkan
pengembangan volume pada adonan viskoelastis. Menurut Estiasih dan Ahmadi
(2009), protein yang terdispersi dalam adonan bersifat kurang elastis akibat
viksositas tinggi dari matriks gel yang terbentuk selama ekstrusi, sehingga tekanan
tinggi dari uap air tidak maksimal membantu proses pengembangan (puffing).
Pernyataan tersebut didukung dengan grafik korelasi antara kadar protein dengan
daya kembang puffed snack, yang disajikan pada Gambar 4.1. Selain protein,
ampas tahu memiliki kandungan serat yang cukup tinggi, tetapi karena proporsi
ampas tahu sangat sedikit dalam bahan komposit, maka potensi penghambatan
proses puffing akibat serat juga sedikit. Menurut Coutinho et al. (2013), serat
sedikit sulit dipotong menjadi partikel kecil oleh gaya mekanik sekrup, bentuk kasar
dari serat dapat memecah dinding gelembung uap air yang terbentuk di adonan
viskoelastis pada kondisi tekanan tinggi sehingga uap air tidak dapat memberikan
tekanan yang maksimal untuk pengembangan adonan viskoelastis.
Gambar 4.1 Grafik korelasi antara kadar protein dengan daya kembang
y = -0,0146x + 11,527R² = 0,8679
0
2
4
6
8
10
0 100 200 300 400
% P
rote
in P
uff
ed S
nack
% Daya Kembang Puffed Snack
41
Gambar 4.1 menjelaskan bahwa terjadi korelasi negatif antara protein
dengan daya kembang produk puffed snack. Hal ini menjelaskan bahwa semakin
tinggi kandungan protein pada puffed snack maka daya kembang semakin
menurun. Kandungan protein pada puffed snack disebabkan karena substitusi
ampas tahu sebagai sumber protein alternatif yang memiliki kandungan protein
cukup tinggi sekitar 13,13%. Ekstrusi protein ampas tahu menghasilkan lapisan
biopolimer dengan viskositas tinggi yang menghambat pembentukan gelembung
uap air dan menghambat proses pengembangan (puffing). Menurut Adeyemi et al.
(2014), semakin tinggi kandungan protein dalam bahan maka matriks gel protein
yang dihasilkan semakin banyak, matriks gel yang terdispersi akan menghasilkan
lapisan biopolimer dengan viskositas tinggi dan menghambat proses
pengembangan (puffing).
Uji lanjut pada substitusi tapioka dilakukan menggunakan uji Beda Nyata
Terkecil (BNT) yang disajikan pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9. Rerata Daya Kembang Puffed Snack pada Berbagai Substitusi Tapioka
Tingkat substitusi Tapioka Daya Kembang (%) BNT 0,05
2,5% 292,4 ± 24,29 a
4,1577 5,0% 312,1 ± 20,96 b
7,5% 333,0 ± 20,12 c
Produk kontrol (100% Grits Jagung) 403,8 ± 7,19
Keterangan : Setiap data merupakan rerata dari 3 ulangan. Angka dibelakang ± adalah standard deviasi. Notasi berbeda menunjukan berbeda nyata (α=0,05)
Tabel 4.9 menunjukan bahwa semakin tinggi substitusi tapioka dapat
meningkatkan daya kembang produk puffed snack. Proses pengembangan
(puffing) dipengaruhi oleh kadar pati dalam bahan komposit yang berkaitan
dengan besarnya gelatinisasi pati yang terjadi selama ekstrusi. Berdasarkan Tabel
4.1, diketahui bahwa tapioka mengandung pati paling tinggi sekitar 86,44%
dibandingkan grits jagung (73,72%). Pada Tabel 4.6, dijelaskan pula bahwa
substitusi tapioka berpengaruh nyata pada peningkatan kadar pati produk puffed
snack. Kadar pati bahan tapioka yang tinggi berfungsi untuk menyeimbangkan
gelatinisasi pati selama ekstrusi akibat penurunan daya kembang oleh substitusi
ampas tahu. Pengolahan ekstrusi menyebabkan pati tergelatinisasi pada kadar air
yang terbatas sehingga terjadi perubahan fase dari padat menjadi gel yang bersifat
viskoelastis. Adonan viskoelastis yang terbentuk selama proses gelatinisasi pati
akan menghasilkan lapisan biopolimer dengan viskositas yang cukup baik untuk
42
merangsang pembentukan dan pemuaian ketika proses pengembangan (puffing).
Menurut Adeyemi et al. (2014), proses ekstrusi dengan gaya mekanik pada suhu
tinggi dapat merusak ikatan intermolekuler pada granula pati sehingga terjadi
peningkatan interaksi pati dengan molekul air. Hal ini menyebabkan peningkatan
disgestibilitas diiringi peningkatan reaksi gelatinisasi pati. Gelatinisasi pati akan
merubah granula pati dari padat menjadi gel yang bersifat viskoelastis dengan
viskositas rendah. Menurut Estiasih dan Ahmadi (2009), bahwa pati menghasilkan
viskositas lapisan biopolimer yang baik dalam adonan viskoelastis. Lapisan
biopolimer harus dapat mengalir dengan mudah pada permukaan gelembung
udara sehingga gelembung dapat memuai dan air menguap secara cepat pada
tekanan atmosfer. Lapisan biopolimer akan membentuk dinding sel gelembung
udara yang dapat mengembang sampai maksimum. Menurut Moscicki dan Dick
(2011), proses pengembangan (puffing) adalah proses pembentukan uap panas
dalam bahan melalui pemanasan partikel air dalam bahan baku, adanya
penurunan tekanan secara spontan dan signifikan antara tekanan dalam (barrel)
dengan tekanan luar (lingkungan) menyebabkan pengembangan volume
gelembung uap air pada lapisan biopolimer adonan viskoelastis. Pernyataan
tersebut didukung oleh grafik korelasi antara kadar pati dengan daya kembang
puffed snack yang disajikan pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Grafik korelasi antara kadar pati dengan daya kembang
Gambar 4.2 menjelaskan bahwa terjadi korelasi positif antara kadar pati
dengan daya kembang produk puffed snack. Hal ini menjelaskan bahwa semakin
tinggi kandungan pati puffed snack maka daya kembang semakin meningkat.
Kandungan pati pada puffed snack disebabkan karena substitusi tapioka sebagai
sumber pati alternatif yang memiliki kandungan pati cukup tinggi sekitar 86,44%.
y = 0,0815x + 43,421R² = 0,6671
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 100 200 300 400
% P
ati P
uff
ed S
nack
% Daya Kembang Puffed Snack
43
Substitusi ampas tahu dapat menurunkan pati dalam bahan komposit, sehingga
substitusi tapioka berfungsi untuk meningkatkan dan menyeimbangkan
kandungan pati dalam bahan komposit. Kandungan pati yang tinggi pada tapioka
akan merangsang pembentukan dan pemuaian gelembung uap air dalam adonan,
sehingga puffed snack akan mengembang maksimal. Menurut Estiasih dan
Ahmadi (2009), bahwa pati menghasilkan viskositas lapisan biopolimer yang baik
dalam adonan viskoelastis, sehingga dapat merangsang pembentukan dan
pemuaian gelembung uap air saat proses pengembangan adonan (puffing).
Daya kembang produk puffed snack pada penelitian ini berkisar antara
267,6% sampai 354,3%, sedangkan daya kembang produk puffed snack kontrol
sekitar 403,8% (Lampiran 3). Berdasarkan penelitian Korkerd et al. (2015), daya
kembang produk puffed snack berbasis jagung sekitar 409%, daya kembang
puffed snack menurun seiring dengan peningkatan kandungan protein, daya
kembang yang masih dapat diterima secara fisik dan organoleptik sekitar 258%.
Berdasarkan pernyataan tersebut, daya kembang yang paling rendah dari hasil
penelitian ini masih dapat diterima secara fisik dan organoleptik.
4.3.2 Kekerasan
Kekerasan puffed snack pada berbagai perlakuan substitusi ampas tahu
dan substitusi tapioka berkisar antara 17,2 N sampai 34,1 N (Lampiran 3). Nilai
pada tingkat kekerasan ini merupakan gaya maksimum dalam satuan Newton (N)
yang dapat ditahan oleh bahan, sebelum bahan tersebut hancur. Semakin besar
gaya (N) yang terukur maka tekstur produk semakin keras (Rudyardjo, 2010). Hasil
analisa ragam menunjukan interaksi nyata (α= 0,05) antara substitusi ampas tahu
dengan substitusi tapioka terhadap nilai kekerasan puffed snack. Uji lanjut
kekerasan puffed snack pada berbagai perlakuan substitusi ampas tahu dan
substitusi tapioka dilakukan menggunakan uji Duncan Multiple Range Test
(DMRT) yang disajikan pada Tabel 4.10.
44
Tabel 4.10. Rerata Kekerasan Puffed Snack pada Berbagai Substitusi Ampas Tahu dan
Tapioka
Substitusi Ampas
Tahu
Substitusi
Tapioka
Rerata Kekerasan (N) DMRT (α = 0,05)
5% 2,5% 24,7 ± 0,31 cd 0,7198
5,0% 22,0 ± 0,25 bc 0,7063
7,5% 17,2 ± 0,15 a 0,6546
10% 2,5% 31,2 ± 0,32 e 0,7471
5,0% 26,0 ± 0,25 d 0,7371
7,5% 20,8 ± 0,25 b 0,6864
15% 2,5% 34,1 ± 0,12 f
5,0% 30,4 ± 0,60 e 0,7428
7,5% 25,1 ± 0,60 cd 0,7299
Produk kontrol (100% Grits Jagung) 15,7 ± 0,15
Keterangan : Setiap data merupakan rerata dari 3 ulangan. Angka dibelakang ± adalah standard deviasi. Notasi berbeda menunjukan berbeda nyata (α=0,05)
Dari Tabel 4.10, diketahui bahwa semakin tinggi substitusi tapioka maka
kekerasan produk puffed snack menurun, sedangkan semakin tinggi substitusi
ampas tahu dapat meningkatkan kekerasan puffed snack. Hal ini berkaitan dengan
kandungan pati dan protein dalam bahan komposit yang memengaruhi kepadatan
(bulk density) puffed snack selama proses puffing. Kadar pati yang tinggi dari
tapioka akan merangsang proses puffing sehingga menghasilkan puffed snack
dengan porositas tinggi, serta kepadatan (bulk density) dan kekerasan yang
rendah. Kadar protein yang tinggi dari ampas tahu menghambat proses puffing
sehingga menghasilkan puffed snack dengan porositas rendah, serta kepadatan
(bulk density) dan kekerasan yang tinggi. Pernyataan tersebut didukung oleh
Korkerd et al. (2015), bahwa proses pengembangan (puffing) berbanding terbalik
dengan kepadatan (bulk density) produk, tetapi kepadatan (bulk density)
berbanding lurus dengan tingkat kekerasan produk puffed snack.
Kadar pati dalam bahan komposit merupakan hal yang paling menentukan
karakteristik fisik puffed snack terutama tingkat kekerasan, karena karakteristik
fisik ditentukan dari banyaknya proses gelatinisasi pati yang terjadi selama
ekstrusi. Berdasarkan Tabel 4.5, substitusi tapioka berpengaruh nyata terhadap
meningkatnya kadar pati puffed snack. Hal ini menunjukan bahwa tapioka dapat
meningkatkan kadar pati yang diiringi dengan meningkatnya proses gelatinisasi
pati. Gelatinisasi pati selama ekstrusi menghasilkan lapisan biopolimer dengan
viskositas rendah yang merangsang proses pengembangan (puffing) dan
45
penguapan air pada adonan viskoelastis. Ketika adonan melewati lubang cetakan
(die), terjadi penurunan suhu dan tekanan yang signifikan, sehingga air cenderung
menguap melewati lapisan biopolimer viskositas rendah diikuti pembentukan
struktur mikrokristal dan menghasilkan kepadatan (bulk density) puffed snack yang
rendah. Hal ini didukung dengan pernyataan Adeyemi et al. (2014), proses ekstrusi
dengan suhu tinggi, tekanan tinggi, dan gaya mekanik ulir menyebabkan
peningkatan disgestibilitas granula pati dan meningkatkan gelatinisasi pati,
sehingga merubah sifat granula pati menjadi gel yang bersifat viskoelastis dengan
viskositas rendah. Sifat ini cukup baik dalam pembentukan gelembung uap air saat
proses pengembangan (puffing). Menurut Estiasih dan Ahmadi (2009), ketika
adonan keluar melalui lubang cetakan (die), terjadi perbedaan tekanan dan suhu
yang sangat signifikan. Tekanan tinggi yang dihasilkan saat pembentukan
gelembung uap air dalam adonan menyebabkan uap air cenderung lepas ke
lingkungan melewati lapisan biopolimer, diikuti peningkatan viskositas adonan
secara cepat hingga terbentuk struktur dalam keadaan gelas (glassy state).
Menurut Smrkova et al. (2014), penurunan suhu (pendinginan) saat adonan keluar
melalui lubang cetakan (die) menyebabkan rongga udara hasil proses puffing
mengalami peningkatan viskositas secara cepat, diiringi pembentukan struktur
mikrokristal akibat terjadi ikatan kembali antara amilosa-amilosa, amilosa-
amilopektin, dan amilopektin-amilopektin. Hal ini yang menyebabkan tapioka
dengan kandungan pati tinggi cenderung menghasilkan produk dengan porositas
tinggi, memiliki kepadatan (bulk density) rendah, dan tingkat kekerasan yang
rendah. Pernyataan tersebut juga didukung dengan grafik korelasi antara kadar
pati dengan tingkat kekerasan puffed snack yang disajikan pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Grafik korelasi antara kadar pati dengan kekerasan
y = -0,3727x + 78,485R² = 0,6072
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 10 20 30 40
% P
ati P
uff
ed S
nack
Kekerasan Puffed Snack (N)
46
Berdasarkan Gambar 4.3, diketahui bahwa terdapat korelasi negatif antara
kadar pati dengan tingkat kekerasan puffed snack. Hal ini menunjukan bahwa
semakin tinggi kandungan pati, maka kekerasan produk puffed snack semakin
rendah. Menurut Smrkova et al. (2014), pati akan merangsang proses puffing
sehingga menghasilkan banyak gelembung uap air dalam adonan yang
membentuk rongga-rongga udara ketika penurunan suhu diiringi pembentukan
struktur mikrokristal. Hal ini yang menyebabkan puffed snack memiliki porositas
tinggi, sehingga menghasilkan kepadatan (bulk density) dan tingkat kekerasan
yang rendah. Pernyataan tersebut didukung oleh Korkerd et al. (2015), bahwa
proses pengembangan (puffing) berbanding terbalik dengan kepadatan (bulk
density) produk, tetapi kepadatan (bulk density) berbanding lurus dengan tingkat
kekerasan produk puffed snack.
Protein ampas tahu berfungsi untuk meningkatkan nutrisi puffed snack,
tetapi kadar protein dalam bahan dapat memengaruhi karkateristik fisik produk.
Berdasarkan Tabel 4.6, substitusi ampas tahu pada komposit berbasis grits jagung
berpengaruh terhadap peningkatan kadar protein puffed snack. Meningkatnya
kadar protein berbanding lurus dengan matriks gel yang terbentuk selama ekstrusi.
Matriks gel protein bersifat viskoelastis dengan viskositas tinggi yang menghambat
proses pengembangan (puffing) dan penguapan air dalam adonan, sehingga
menghasilkan puffed snack dengan kepadatan (bulk density) tinggi, seiring
pembentukan struktur mikrokristal pada produk puffed snack. Menurut Andarwulan
(2011), protein cenderung membentuk matriks gel saat pemanasan yang
menyebabkan penurunan interaksi protein-protein dan terjadi peningkatan
interaksi protein-air. Keadaan ini mengakibatkan pati dan protein bersaing untuk
memanfaatkan air dalam bahan komposit selama ekstrusi. Menurut Altan et al.
(2009), matriks gel akan terdispersi dalam adonan dan menghasilkan lapisan
biopolimer dengan viskositas relatif tinggi, sehingga menghambat pembentukan
gelembung uap air dan penguapan air dari dalam adonan. Menurut Estiasih dan
Ahmadi (2009), protein yang terdispersi dalam adonan bersifat kurang elastis
akibat viksositas tinggi dari matriks gel yang terbentuk selama ekstrusi, sehingga
tekanan tinggi uap air tidak maksimal membantu proses pengembangan (puffing).
Menurut Smrkova et al. (2014), kandungan protein yang tinggi dalam bahan
membutuhkan energi yang lebih besar untuk mengurangi interaksi protein-air,
sehingga air dapat lepas dan membentuk gelembung uap air. Proses
pengembangan (puffing) yang tidak maksimal menghasilkan kepadatan (bulk
47
density) tinggi, seiring pembentukan struktur mikrokristal pati ketika adonan
mengalami penurunan suhu (pendinginan) dan peningkatan viskositas. Hal ini
yang menyebabkan ampas tahu dengan kandungan protein tinggi menghasilkan
produk dengan porositas rendah, memiliki kepadatan (bulk density) tinggi, serta
tingkat kekerasan yang tinggi. Pernyataan tersebut juga didukung dengan grafik
korelasi antara kadar protein dengan tingkat kekerasan puffed snack yang
disajikan pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Grafik korelasi antara kadar protein dengan kekerasan
Berdasarkan Gambar 4.4, diketahui bahwa terdapat korelasi positif antara
kadar protein dengan tingkat kekerasan puffed snack. Hal ini menunjukan bahwa
semakin tinggi kandungan protein, maka kekerasan produk puffed snack semakin
tinggi. Menurut Estiasih dan Ahmadi (2009), protein yang terdispersi dalam adonan
bersifat kurang elastis akibat viksositas tinggi dari matriks gel yang terbentuk
selama ekstrusi, sehingga tekanan tinggi dari uap air kurang maksimal membantu
proses pengembangan (puffing). Menurut Smrkova et al. (2014), proses puffing
yang tidak maksimal akan menghasilkan kepadatan (bulk density) tinggi. Hal ini
yang menyebabkan puffed snack memiliki porositas rendah, serta menghasilkan
kepadatan (bulk density) dan tingkat kekerasan yang tinggi.
Dari Tabel 4.10 dapat diketahui bahwa interaksi nyata (α = 0,05) terjadi
pada substitusi ampas tahu 5% dengan substitusi tapioka 5% dan 7,5%, serta
terjadi pada substitusi ampas tahu 15% dengan substitusi tapioka 2,5% dan 5%.
Hal ini terjadi karena perbedaan kekerasan yang signifikan disebabkan induksi
panas dari alat ekstruder kurang optimal sehingga menghasilkan suhu yang tidak
stabil. Suhu tidak stabil menyebabkan perbedaan perlakuan proses pemasakan
y = 0,0676x + 5,2264R² = 0,811
0
1
2
3
4
5
6
7
8
0 10 20 30 40
% P
rote
in P
uff
ed S
nack
Kekerasan Puffed Snack (N)
48
yang memengaruhi pembentukan gelembung uap air serta penguapan air pada
adonan viskoelastis ketika proses puffing. Pembentukan gelembung uap air
menghasilkan pori-pori (porous) yang memengaruhi kepadatan (bulk density) dan
kekerasan puffed snack. Menurut Mazumder et al. (2007), suhu dalam barrel
sangat berpengaruh terhadap pembentukan gelembung uap air dalam adonan
yang berpengaruh terhadap kepadatan (bulk density) produk yang dihasilkan.
Pernyataan tersebut juga didukung dengan grafik korelasi antara daya kembang
dengan tingkat kekerasan puffed snack yang disajikan pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5 Grafik korelasi antara daya kembang dengan kekerasan
Gambar 4.5 menjelaskan bahwa terjadi korelasi negatif dan hubungan
yang kuat antara daya kembang dengan kekerasan puffed snack. Semakin tinggi
daya kembang maka puffed snack yang dihasilkan memiliki kekerasan yang
rendah, begitupun sebaliknya. Kekerasan sangat berhubungan dengan kepadatan
(bulk density) yang dihasilkan proses puffing. Menurut Moscicki et al. (2013),
semakin tinggi daya kembang, maka proses pemekaran (puffing) terjadi secara
maksimal, sehingga menghasilkan snack ekstrudat dengan densitas rendah.
Densitas rendah produk snack ditandai dengan sifat ringan, porous, dan memiliki
kekerasan yang rendah.
Kekerasan puffed snack penelitian ini berkisar antara 17,2 N sampai 34,1
N, sedangkan kekerasan produk puffed snack kontrol sekitar 15,7 N (Lampiran 3).
Berdasarkan penelitian Makowska et al. (2016), puffed snack jagung memiliki
kekerasan sekitar 17,9 N, sedangkan penelitian yang dilakukan Korkerd et al.
(2015), kekerasan yang masih dapat diterima secara organoleptik yaitu sekitar 34
N. Berdasarkan pernyataan tersebut maka kekerasan pada produk puffed snack
penelitian ini masih dapat diterima secara fisik dan organoleptik.
y = -4,7384x + 434,4R² = 0,9776
0
50
100
150
200
250
300
350
400
0 10 20 30 40% D
aya K
em
bang P
uff
ed
Snack
Kekerasan Puffed Snack (N)
49
4.3.3 Warna
Analisa warna terdiri dari analisa tingkat kecerahan (L*), kemerahan (a*),
dan kekuningan (b*). Hasil analisa ragam tidak menunjukan interaksi nyata (α =
0,05) antara substitusi ampas tahu dengan substitusi tapioka terhadap tingkat
kecerahan (L), kemerahan (a*), dan kekuningan (b*) puffed snack. Akan tetapi,
masing-masing faktor menunjukan berpengaruh nyata (α = 0,05) terhadap tingkat
kecerahan (L), kemerahan (a*), dan kekuningan (b*) puffed snack. Uji lanjut pada
substitusi ampas tahu terhadap tingkat kecerahan (L), kemerahan (a*), dan
kekuningan (b*) dilakukan menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) yang
disajikan pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11. Rerata Warna (L, a*, b*) Puffed Snack pada Berbagai Substitusi Ampas Tahu
Tingkat Substitusi
Ampas Tahu Kecerahan (L) Kemerahan (a*) Kekuningan (b*)
5% 79,3 ± 0,33 a 1,6 ± 0,14 a 33,8 ± 2,31 c
10% 80,6 ± 0,68 b 1,9 ± 0,15 b 32,4 ± 2,51 b
15% 81,2 ± 0,11 c 2,3 ± 0,25 c 31,6 ± 2,02 a
Produk Kontrol 83,4 ± 0,26 0,9 ± 0,21 37,1 ± 0,36
BNT 0,05 0,4641 0,1715 0,7027
Keterangan : Setiap data merupakan rerata dari 3 ulangan. Angka dibelakang ± adalah standard deviasi. Notasi berbeda menunjukan berbeda nyata (α=0,05)
Pada Tabel 4.11 menunjukan bahwa tingkat substitusi ampas tahu
meningkatkan kecerahan (L) dan kemerahan (a*), tetapi menurunkan warna
kekuningan (b*) produk puffed snack. Produk puffed snack berbasis jagung
didominasi warna kuning yang dihasilkan oleh pigmen karotenoid dari bahan
utama yaitu grits jagung. Akan tetapi, ampas tahu memiliki karakteristik kecerahan
yang cukup tinggi dan kekuningan yang rendah. Substitusi ampas tahu pada
bahan komposit menurunkan proporsi grits jagung sebagai bahan utama,
sehingga semakin tinggi substitusi ampas tahu dapat meningkatkan kecerahan (L)
dan menurunkan kekuningan (b*) puffed snack. Pernyataan tersebut didukung
Tabel 4.1, bahwa ampas tahu memiliki nilai kecerahan (L) 82,5 dan kekuningan
(b*) 13,1, sedangkan grits jagung memiliki nilai kecerahan (L) 79,3 dan kekuningan
(b*) 33,1. Ampas tahu secara visual terlihat berwarna putih cerah kekuningan,
sehingga warna putih tersebut akan terukur menjadi nilai kecerahan. Pengukuran
tingkat kecerahan (L) dapat mengukur kecerahan dan derajat putih (whiteness)
suatu bahan. Menurut Andarwulan dkk (2011), kecerahan merupakan sinar pantul
50
(refleksi) seluruh spektrum yang dapat mengukur kecerahan dan derajat putih
(whiteness) suatu objek. Menurut Papunas dkk (2011), tingkat kecerahan (L)
ditampilkan pada kisaran 0-100, semakin rendah nilai L maka warna bahan
semakin gelap, sedangkan jika nilai L semakin tinggi maka warna bahan semakin
cerah. Nilai (b*) menyatakan warna biru-kuning. Nilai negatif (-) menyatakan
kecenderungan bahan berwarna biru, sedangkan nilai positif (+) menyatakan
kecenderungan bahan berwarna kuning. Menurut Sajilata et al. (2008), jagung
mengandung pigmen karotenoid zeaxanthin yang menimbulkan warna kuning.
Tabel 4.11 menunjukan bahwa semakin tinggi substitusi ampas tahu dapat
meningkatkan nilai kemerahan (a*). Hal ini disebabkan karena ampas tahu yang
berprotein tinggi dapat menghasilkan reaksi pencokelatan non-enzimatis (maillard)
selama proses ekstrusi. Suhu tinggi dalam barrel dan gaya mekanik ulir (screw)
mengkatalis reaksi maillard, sehingga gula pereduksi akan bereaksi dengan gugus
amine dalam protein menghasilkan warna kecokelatan pada produk yang terukur
sebagai nilai kemerahan (a*). Gula pereduksi terkandung pada bahan grits jagung,
sedangkan protein terkandung pada bahan grits jagung dan ampas tahu.
Berdasarkan Tabel 4.1, diketahui bahwa kadar protein grits jagung sekitar 6,49%,
sedangkan kadar protein ampas tahu lebih tinggi dibandingkan bahan lainnya yaitu
13,13%. Substitusi ampas tahu yang semakin tinggi berbanding lurus dengan
meningkatnya nilai kemerahan puffed snack akibat peningkatan reaksi maillard
saat ekstrusi. Selain itu, warna kecokelatan akibat reaksi maillard akan terukur
sebagai nilai kemerahan (a*) yang cenderung menurunkan nilai kekuningan (b*)
produk puffed snack. Menurut Papunas dkk (2011), tingkat kemerahan (*a)
berkisar antara -100 hingga 100 yang menyatakan warna hijau-merah. Nilai negatif
(-) menyatakan kenderungan warna hijau pada bahan, sedangkan nilai positif (+)
menyatakan kecenderungan warna merah pada bahan. Menurut Suarni dan
Widowati (2009), biji jagung memiliki kandungan gula sederhana sekitar 3%.
Menurut Hee-Joung (2005), suhu tinggi selama pengolahan menghasilkan reaksi
pencokelatan non-enzimatis (maillard), dimana asam amino penyusun protein
bereaksi dengan gula pereduksi, gula pereduksi memiliki gugus hidroksil (OH)
bebas yang reaktif sehingga mampu mereduksi ion dalam keadaan basa. Menurut
Adeyemi et al. (2014), suhu dan tekanan tinggi pemasakan ekstrusi akan
mengkatalis reaksi pencokelatan (maillard). Menurut Aguardo (2010), ampas tahu
kaya akan asam amino isoleusin, leusin, dan lisin, asam amino lisin sangat mudah
bereaksi dengan gula pereduksi menyebabkan reaksi maillard.
51
Uji lanjut pada substitusi tapioka terhadap tingkat kecerahan (L),
kemerahan (a*), dan kekuningan (b*) dilakukan menggunakan uji Beda Nyata
Terkecil (BNT) yang disajikan pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12. Rerata Warna (L, a*, b*) Puffed Snack pada Berbagai Substitusi Tapioka
Tingkat Substitusi
Tapioka Kecerahan (L) Kemerahan (a*) Kekuningan (b*)
2,5% 80,0 ± 0,99 a 2,1 ± 0,41 b 35,1 ± 1,32 c
5% 80,4 ± 1,09 ab 1,9 ± 0,30 a 31,9 ± 0,99 b
7,5% 80,7 ± 0,89 b 1,8 ± 0,31 a 30,7 ± 1,09 a
Produk Kontrol 83,4 ± 0,26 0,9 ± 0,21 37,1 ± 0,36
BNT 0,05 0,4641 0,1715 0,7027
Keterangan : Setiap data merupakan rerata dari 3 ulangan. Angka dibelakang ± adalah standard deviasi. Notasi berbeda menunjukan berbeda nyata (α=0,05)
Dari Tabel 4.12 diketahui bahwa substitusi tapioka dapat meningkatkan
nilai kecerahan (L), tetapi menurunkan nilai kekuningan (b*) puffed snack. Puffed
snack didominasi warna kuning yang berasal dari pigmen alami grits jagung. Akan
tetapi, tapioka memiliki derajat putih tinggi yang terukur sebagai nilai kecerahan,
sehingga dengan substitusi ampas tahu maka terjadi peningkatan nilai kecerahan
(L) dan penurunan nilai kekuningan (a*) produk puffed snack. Pernyataan tersebut
didukung Tabel 4.1, bahwa kecerahan (L) tapioka lebih tinggi dibandingkan grits
jagung dan ampas tahu, sedangkan kekuningan (b*) tapioka lebih rendah
dibandingkan dengan grits jagung dan ampas tahu. Menurut Koswara (2009),
salah satu penentu kualitas tapioka adalah derajat putih. Tapioka yang dijual
dipasaran pada umumnya tapioka yang berkualitas sehingga memiliki derajat putih
yang tinggi. Menurut Andarwulan dkk (2011), kecerahan merupakan sinar pantul
(refleksi) seluruh spektrum yang dapat mengukur kecerahan dan derajat putih
(whiteness) suatu objek. Menurut Sajilata et al. (2008), jagung mengandung
pigmen karotenoid zeaxanthin yang menimbulkan warna kuning.
Dari Tabel 4.12 diketahui bahwa substitusi tapioka dapat menurunkan nilai
kemerahan (a*) produk puffed snack. Nilai kemerahan puffed snack tersebut
merupakan warna kecokelatan yang dihasilkan reaksi maillard, tetapi tapioka
berfungsi untuk meminimalisir reaksi maillard selama pemasakan ekstrusi.
Tapioka dengan kadar pati tinggi dapat meningkatkan terjadinya gelatinisasi pati
selama ekstrusi dan menghasilkan adonan viskoelastis dengan viskositas rendah.
Viskositas rendah pada adonan viskoelastis memberikan daya alir yang baik,
52
sehingga dapat mengurangi waktu bahan untuk kontak dengan suhu tinggi di
dalam barrel. Hal ini yang menghambat reaksi maillard selama ekstrusi. Reaksi
maillard yang tidak maksimal menghasilkan warna kecokelatan yang rendah,
sehingga nilai kemerahan (a*) yang terukur relatif rendah. Menurut Estiasih dan
Ahmadi (2009), selama proses ekstrusi, granula pati mengalami pengecilan
ukuran akibat gaya mekanik ulir (screw), sehingga viskositas adonan menjadi
rendah dan daya alir bahan menjadi cepat. Kecepatan daya alir bahan selama
pengulenan di dalam barrel dapat menghambat reaksi maillard pada produk puffed
snack.
4.4 Uji Organoleptik Puffed Snack (Hedonic Test)
Uji organoleptik yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan uji
hedonik yang bertujuan untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap
produk puffed snack. Uji organoleptik merupakan ilmu yang memanfaatkan indera
manusia untuk mengukur beberapa parameter dalam pengembangan suatu
produk pangan, sehingga dapat meminimalkan resiko dalam pengambilan
keputusan (Imam dkk, 2014). Beberapa parameter yang digunakan pada uji
hedonik penelitian ini meliputi parameter rasa, aroma, warna, dan tekstur produk
puffed snack yang diujikan terhadap 76 panelis umum (tidak terlatih)
menggunakan Hedonic Scale Scoring dengan skala 1 sampai 5. Skala 1 memiliki
arti nilai terendah dengan keterangan sangat tidak suka, sedangkan skala 5
memiliki arti nilai tertinggi dengan keterangan sangat suka.
4.4.1 Rasa
Rerata nilai rasa produk puffed snack dari hasil uji organoleptik oleh
beberapa panelis berkisar antara 3,57 sampai 4,51 (Lampiran 4). Uji organoleptik
penelitian ini menggunakan produk puffed snack tanpa penambahan rasa (flavor).
Penilaian panelis terhadap rasa puffed snack pada berbagai perlakuan substitusi
ampas tahu dan substitusi tapioka dapat dilihat pada Gambar 4.6.
53
Gambar 4.6. Rerata tingkat kesukaan panelis terhadap rasa puffed snack
Gambar 4.6 menunjukan bahwa substitusi ampas tahu dan tapioka dapat
menurunkan tingkat kesukaan rasa terhadap puffed snack karena rerata tingkat
kesukaan rasa masih dibawah produk puffed snack kontrol (tanpa perlakuan).
Puffed snack umumnya tidak memiliki rasa khas, diduga bahan grits jagung
memiliki rasa khas manis dan gurih dari komponen penyusunnya seperti gula dan
asam glutamat. Menurut Estiasih dan Ahmadi (2009), produk ekstrudat secara
umum tidak memiliki rasa yang menonjol, karena suhu dan tekanan tinggi
menyebabkan penguapan senyawa volatil penyusun flavor dari bahan baku.
Menurut Suarni dan Widowati (2009), biji jagung memiliki kandungan gula
sederhana sekitar 3% dan mengandung asam amino non essensial yaitu asam
glutamat sekitar 0,64-2,28%. Gula sederhana dari grits jagung akan memberikan
rasa manis yang khas. Asam amino glutamat akan memberikan rasa gurih atau
dikenal dengan rasa umami.
Berdasarkan hasil analisa ragam, substitusi ampas tahu dan substitusi
tapioka berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap rasa puffed snack. Uji lanjut tingkat
kesukaan panelis terhadap parameter rasa puffed snack pada berbagai perlakuan
substitusi ampas tahu dan substitusi tapioka dilakukan menggunakan uji Duncan
Multiple Range Test (DMRT) yang disajikan pada Tabel 4.13.
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
5
5% 10% 15% Kontrol
Tin
gkat
Kes
uka
an R
asa
Tingkat Substitusi Ampas Tahu
Substitusi Tapioka 2,5%
Substitusi Tapioka 5%
Substitusi Tapioka 7,5%
54
Tabel 4.13. Rerata Skor Panelis terhadap Rasa Puffed Snack pada Berbagai Substitusi Ampas Tahu dan Tapioka
Substitusi Ampas
Tahu
Substitusi
Tapioka
Rerata DMRT (α = 0,05)
5% 2,5% 4,11 ± 0,78 de 0,2572
5,0% 3,86 ± 0,74 bc 0,2458
7,5% 3,57 ± 0,55 a 0,2206
10% 2,5% 4,55 ± 0,58 f
5,0% 4,05 ± 0,71 cde 0,2541
7,5% 3,68 ± 0,59 ab 0,2401
15% 2,5% 4,28 ± 0,67 e 0,2599
5,0% 3,91 ± 0,82 bcd 0,2504
7,5% 3,59 ± 0,75 a 0,2322
Produk kontrol (100% Grits Jagung) 4,71 ± 0,51
Keterangan : Setiap data merupakan rerata dari 3 ulangan. Angka dibelakang ± adalah standard deviasi. Notasi berbeda menunjukan berbeda nyata (α=0,05)
Dari Tabel 4.13, diketahui bahwa produk puffed snack dengan perlakuan
substitusi ampas tahu dari 5% ke 10% mengalami peningkatan kesukaan rasa,
sedangkan substitusi ampas tahu dari 10% ke 15% mengalami penurunan
kesukaan rasa. Berdasarkan kritik dan saran panelis, diketahui bahwa substitusi
ampas tahu 5% memberikan respon rasa normal, pada substitusi ampas tahu 10%
memberikan respon rasa lebih gurih, sedangkan pada substitusi ampas tahu 15%
memberikan respon sedikit gurih, namun mulai timbul rasa sedikit pahit yang
kurang disukai. Rasa gurih diduga pengaruh kandungan asam glutamat dari bahan
ampas tahu, sehingga semakin tinggi substitusi ampas tahu dapat meningkatkan
rasa gurih pada puffed snack. Pernyataan tersebut didukung oleh Purawisastra
dkk (1993), bahwa kedelai mengandung asam glutamat sekitar 23,35 g per 100 g
protein, sedangkan ampas tahu kering mengandung asam glutamat sekitar 16,38
g per 100 g protein. Akan tetapi, rasa pahit tercipta seiring meningkatnya substitusi
ampas tahu, karena diduga tercipta senyawa off flavor pada puffed snack akibat
akumulasi senyawa penyusun rasa seperti glukosida dan saponin yang terdapat
dalam ampas tahu. Pernyataan tersebut didukung oleh Aguardo (2010), bahwa
kedelai mengandung glukosida dan saponin yang terdapat pada kulit ari kedelai,
sehingga menyebabkan off flavor ketika proses pengolahan.
Dari Tabel 4.13 dapat diketahui bahwa substitusi tapioka cenderung
menurunkan kesukaan panelis terhadap parameter rasa. Berdasarkan kritik dan
saran panelis, didapatkan kesimpulan bahwa substitusi tapioka yang semakin
55
meningkat menyebabkan rasa puffed snack semakin hambar. Hal ini disebabkan
karena bahan tapioka tidak memiliki rasa khas sehingga tapioka cenderung
menetralkan rasa, baik yang disukai maupun tidak disukai. Rasa puffed snack
didominasi oleh komponen senyawa penyusun dari grits jagung meliputi gula dan
asam glutamat. Komponen senyawa pembentuk rasa dari bahan grits jagung
berkurang seiring meningkatnya substitusi tapioka pada bahan komposit,
sehingga berpengaruh terhadap penurunan tingkat kesukaan rasa. Akan tetapi,
hal tersebut dapat diantisipasi dengan penambahan rasa. Menurut Suarni dan
Widowati (2009), biji jagung memiliki kandungan gula sederhana sekitar 3% dan
mengandung asam amino non essensial yaitu asam glutamat sekitar 0,64-2,28%.
Menurut Badan Standardisasi Nasional (2001), syarat mutu tapioka dari segi rasa
yaitu normal. Menurut Estiasih dan Ahmadi (2009), produk ekstrudat secara umum
tidak memiliki rasa atau aroma yang menonjol, sehingga dibutuhkan penambahan
rasa setelah proses ekstrusi.
4.4.2 Aroma
Rerata nilai aroma produk puffed snack dari hasil uji organoleptik oleh
beberapa panelis berkirsar antara 3,68 sampai 4,62 (Lampiran 4). Uji organoleptik
penelitian ini menggunakan produk puffed snack tanpa penambahan rasa (flavor).
Penilaian panelis terhadap tingkat kesukaan aroma puffed snack pada berbagai
perlakuan substitusi ampas tahu dan substitusi tapioka disajikan Gambar 4.7.
Gambar 4.7. Rerata kesukaan panelis terhadap aroma puffed snack
Gambar 4.7 menunjukan bahwa substitusi ampas tahu dapat
meningkatkan kesukaan terhadap aroma. Dapat diketahui pula beberapa
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
5
5% 10% 15% Kontrol
Tin
gkat
Kes
uka
an A
rom
a
Tingkat Substitusi Ampas Tahu
Substitusi Tapioka 2,5%
Substitusi Tapioka 5,0%
Substitusi Tapioka 7,5%
56
perlakuan akibat peningkatan substitusi ampas tahu melebihi nilai kesukaan dari
produk kontrol (tanpa perlakuan). Akan tetapi, substitusi tapioka yang semakin
tinggi cenderung menurunkan tingkat kesukaan aroma puffed snack. Berdasarkan
hasil analisa ragam, substitusi ampas tahu dan substitusi tapioka berpengaruh
nyata (α=0,05) terhadap aroma puffed snack. Rerata tingkat kesukaan panelis
terhadap aroma puffed snack pada berbagai perlakuan substitusi ampas tahu dan
substitusi tapioka disajikan pada Tabel 4.14.
Tabel 4.14. Rerata Skor Panelis terhadap Aroma Puffed Snack pada Berbagai Substitusi Ampas Tahu dan Tapioka
Substitusi Ampas Tahu
Substitusi Tapioka
Rerata DMRT (α = 0,05)
5% 2,5% 4,18 ± 0,67 de 0,2518
5,0% 3,92 ± 0,51 bc 0,2379
7,5% 3,68 ± 0,88 a 0,2186
10% 2,5% 4,38 ± 0,82 ef 0,2574
5,0% 4,09 ± 0,82 cd 0,2481
7,5% 3,87 ± 0,66 ab 0,2301
15% 2,5% 4,62 ± 0,49 f
5,0% 4,24 ± 0,63 de 0,2549
7,5% 4,01 ± 0,59 bcd 0,2436
Produk kontrol (100% Grits Jagung) 4,27 ± 0,62
Keterangan : Setiap data merupakan rerata dari 3 ulangan. Angka dibelakang ± adalah standard deviasi. Notasi berbeda menunjukan berbeda nyata (α=0,05)
Dari Tabel 4.14 diketahui bahwa substitusi ampas tahu meningkatkan
kesukaan panelis terhadap aroma puffed snack. Berdasarkan kritik dan saran
panelis, didapatkan kesimpulan bahwa semakin tinggi substitusi ampas tahu maka
tercipta perpaduan khas antara aroma jagung dan kedelai yang disukai panelis.
Hal ini diduga karena ampas tahu yang berasal dari bahan kedelai mengandung
isoflavon dan lesithin yang relatif tinggi. Lesithin berfungsi sebagai penghambat
penguapan senyawa penyusun aroma yang bersifat volatil ketika terjadi pelepasan
tekanan uap air saat proses puffing, sehingga meminimalisir kehilangan flavor
khas dari grits jagung maupun ampas tahu. Isoflavon memberikan aroma khas
kedelai yang masih diterima, tetapi jika terjadi akumulasi berlebih maka aroma
yang ditimbulkan akan langu dan tidak disukai. Substitusi ampas tahu hingga 15%
diduga tidak terjadi akumulasi berlebih dari senyawa isoflavon, sehingga tingkat
kesukaan terhadap aroma puffed snack masih dapat diterima secara organoleptik.
57
Menurut Aguardo (2010), isoflavon akan memberikan aroma khas kedelai, akan
tetapi kandungan isoflavon yang terlalu tinggi akan menimbulkan off flavor karena
aroma langu yang cukup kuat. Lesithin merupakan emulsifier alami yang dapat
mengikat udara, sehingga efek penguapan selama proses puffing dapat dihambat.
Lesithin akan meningkatkan viskositas sehingga dapat membentuk lapisan dan
menahan sebagian pemuaian uap air.
Dari Tabel 4.14, diketahui bahwa substitusi tapioka menurunkan kesukaan
panelis terhadap aroma puffed snack. Berdasarkan kritik dan saran panelis,
didapatkan kesimpulan bahwa meningkatnya substitusi tapioka menyebabkan
penurunan aroma khas puffed snack yang tercipta dari perpaduan bahan grits
jagung dan ampas tahu. Bahan tapioka tidak memiliki aroma khas yang dapat
menambah flavor puffed snack. Selain itu, ekstrusi tapioka menghasilkan lapisan
biopolimer dengan viskositas rendah yang merangsang penguapan air ketika
proses pengembangan adonan (puffing). Proses puffing yang maksimal
menyebabkan penguapan air yang diiringi penguapan senyawa volatil pembentuk
aroma khas yang tercipta dari perpaduan bahan grits jagung dan ampas tahu.
Pernyataan tersebut didukung Tabel 4.9, bahwa substitusi tapioka berpengaruh
nyata terhadap peningkatan daya kembang produk puffed snack. Berdasarkan
syarat mutu tapioka dari Badan Standardisasi Nasional (2001), syarat mutu
tapioka dari segi aroma yaitu normal. Menurut Estiasih dan Ahmadi (2009),
ekstrusi pati menghasilkan lapisan biopolimer dengan viskositas yang cukup baik
untuk menginduksi pemecahan sel udara sehingga proses puffing meningkat. Hal
ini yang menyebabkan penguapan senyawa volatil penyusun flavor dari bahan
baku. Akan tetapi, kehilangan flavor dapat diantisipasi dengan penambahan flavor
lain untuk meningkatkan kesukaan terhadap rasa.
4.4.3 Warna
Rerata nilai warna produk puffed snack dari hasil uji organoleptik oleh
beberapa panelis berkirsar antara 3,46 sampai 4,51 (Lampiran 4). Uji organoleptik
penelitian ini menggunakan produk puffed snack tanpa penambahan bahan
pewarna. Penilaian panelis terhadap warna puffed snack pada berbagai perlakuan
substitusi ampas tahu dan substitusi tapioka disajikan pada Gambar 4.8.
58
Gambar 4.8. Rerata kesukaan panelis terhadap warna puffed snack
Gambar 4.8 menunjukan bahwa substitusi tapioka dan ampas tahu dapat
menurunkan tingkat kesukaan panelis terhadap warna puffed snack. Hal ini
menunjukan bahwa diduga tingkat kesukaan warna puffed snack dipengaruhi oleh
warna dari bahan grits jagung, karena tingkat kesukaan tertinggi terdapat pada
kontrol (tanpa perlakuan). Menurut Sajilata et al. (2008), jagung mengandung
pigmen karotenoid yaitu zeaxanthin yang menimbulkan warna kuning cerah.
Berdasarkan hasil analisa ragam, substitusi ampas tahu dan tapioka berpengaruh
nyata (α=0,05) terhadap warna puffed snack. Rerata tingkat kesukaan panelis
terhadap warna puffed snack pada berbagai perlakuan substitusi ampas tahu dan
substitusi tapioka disajikan pada Tabel 4.15.
Tabel 4.15. Rerata Skor Panelis terhadap Warna Puffed Snack pada Berbagai Substitusi Ampas Tahu dan Tapioka
Substitusi Ampas
Tahu
Substitusi
Tapioka
Rerata DMRT (α = 0,05)
5% 2,5% 4,51 ± 0,50 e
5,0% 4,16 ± 0,71 cd 0,2221
7,5% 3,82 ± 0,45 b 0,2123
10% 2,5% 4,28 ± 0,65 d 0,2244
5,0% 4,03 ± 0,67 c 0,2162
7,5% 3,74 ± 0,55 b 0,2074
15% 2,5% 4,12 ± 0,59 cd 0,2195
5,0% 3,66 ± 0,60 b 0,2006
7,5% 3,46 ± 0,62 a 0,1905
Produk kontrol (100% Grits Jagung) 4,61 ± 0,49
Keterangan : Setiap data merupakan rerata dari 3 ulangan. Angka dibelakang ± adalah standard deviasi. Notasi berbeda menunjukan berbeda nyata (α=0,05)
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
5
5% 10% 15% Kontrol
Tin
gkat
Kes
uka
an W
arn
a
Tingkat Substitusi Ampas Tahu
Substitusi Tapioka 2,5%
Substitusi Tapioka 5,0%
Substitusi Tapioka 7,5%
59
Tabel 4.15 menunjukan bahwa substitusi tapioka dan ampas tahu
berpengaruh nyata terhadap penurunan tingkat kesukaan warna puffed snack.
Berdasarkan kritik dan saran panelis, didapatkan kesimpulan bahwa semakin
tinggi substitusi ampas tahu menyebabkan warna puffed snack terlihat sedikit
gosong karena memiliki penampilan warna kecokelatan, sedangkan semakin
tinggi substitusi tapioka maka penampilan warna puffed snack semakin pucat,
kedua hal tersebut kurang disukai oleh panelis. Akan tetapi, produk kontrol paling
disukai karena memiliki warna kuning cerah yang menarik. Hal ini disebabkan
karena warna dari puffed snack didominasi warna kuning cerah yang khas dari
pigmen alami grits jagung yaitu zeaxanthin. Perlakuan substitusi menurunkan
proporsi grits jagung dalam komposit yang sebanding dengan penurunan tingkat
kesukaan panelis. Selain itu, diduga kecerahan yang tinggi dari bahan ampas tahu
dan tapioka identik dengan derajat putih, sehingga menghasilkan warna puffed
snack yang putih pucat. Pernyataan tersebut didukung berdasarkan Tabel 4.11
dan Tabel 4.12, bahwa substitusi tapioka dan ampas tahu berpengaruh nyata
terhadap peningkatan nilai kecerahan produk puffed snack. Menurut Andarwulan
dkk (2011), kecerahan merupakan sinar pantul (refleksi) seluruh spektrum yang
dapat mengukur kecerahan dan derajat putih (whiteness) suatu objek.
Penampilan puffed snack yang sedikit gosong atau kecokelatan diduga
akibat reaksi pencokelatan non-enzimatis (maillard) selama ekstrusi. Reaksi
maillard terjadi karena protein pada ampas tahu dan grits jagung bereaksi dengan
gula pereduksi dari bahan grits jagung. Reaksi maillard menghasilkan warna
cokelat yang akan terukur menjadi warna kemerahan, sehingga berpengaruh
terhadap penurunan warna khas jagung pada produk puffed snack. Hal ini
dibuktikan pada Tabel 4.11 bahwa substitusi ampas berpengaruh nyata terhadap
peningkatan kemerahan (a*), dan penurunan kekuningan (b*) puffed snack.
Menurut Adeyemi et al. (2014), suhu dan tekanan tinggi pemasakan ekstrusi akan
mengkatalis reaksi pencokelatan (maillard). Menurut Hee-Joung (2005), suhu
tinggi selama pengolahan menghasilkan reaksi pencokelatan non-enzimatis
(maillard), dimana asam amino penyusun protein bereaksi dengan gula pereduksi
yang memiliki gugus hidroksil (OH) bebas bersifat reaktif, sehingga mampu
mereduksi ion dalam keadaan basa. Menurut Aguardo (2010), ampas tahu kaya
akan asam amino isoleusin, leusin, dan lisin, asam amino lisin sangat mudah
bereaksi dengan gula pereduksi menyebabkan reaksi maillard.
60
4.4.4 Tekstur
Rerata nilai tekstur produk puffed snack dari hasil uji organoleptik oleh
beberapa panelis berkirsar antara 3,82 sampai 4,49 (Lampiran 4). Penilaian
panelis terhadap tekstur puffed snack pada berbagai perlakuan substitusi ampas
tahu dan substitusi tapioka dapat dilihat pada Gambar 4.9.
Gambar 4.9. Rerata kesukaan panelis terhadap tekstur puffed snack
Gambar 4.4 menunjukan bahwa semakin tinggi substitusi tapioka dapat
meningkatkan kesukaan tekstur, sedangkan substitusi ampas tahu meningkatkan
kesukaan tekstur pada substitusi 5% ke 10%, dan mengalami sedikit penurunan
ketika substitusi dari 10% ke 15%. Berdasarkan kritik dan saran panelis, dapat
diambil kesimpulan bahwa semakin tinggi substitusi tapioka menyebabkan puffed
snack semakin mudah dikunyah dan disukai oleh panelis, sedangkan semakin
tinggi substitusi ampas tahu meningkatkan kepadatan puffed snack tetapi masih
dapat dikunyah sehingga disukai panelis.
Berdasarkan hasil analisa ragam, substitusi ampas tahu dan substitusi
tapioka berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap tekstur puffed snack. Rerata tingkat
kesukaan panelis terhadap tekstur puffed snack pada berbagai perlakuan
substitusi ampas tahu dan substitusi tapioka disajikan pada Tabel 4.16.
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
5
5% 10% 15% Kontrol
Tin
gkat
Kes
uka
an T
ekst
ur
Tingkat Substitusi Ampas Tahu
Substitusi Tapioka 2,5%
Substitusi Tapioka 5,0%
Substitusi Tapioka 7,5%
61
Tabel 4.16. Rerata Skor Panelis terhadap Tekstur Puffed Snack pada Berbagai Substitusi Ampas Tahu dan Tapioka
Substitusi Ampas
Tahu
Substitusi
Tapioka
Rerata DMRT (α = 0,05)
5% 2,5% 3,82 ± 0,81 a 0,2159
5,0% 4,04 ± 0,74 b 0,2349
7,5% 4,33 ± 0,59 cd 0,2517
10% 2,5% 4,04 ± 0,77 b 0,2406
5,0% 4,16 ± 0,63 bc 0,2487
7,5% 4,49 ± 0,50 d
15% 2,5% 3,96 ± 0,76 ab 0,2273
5,0% 4,13 ± 0,68 bc 0,2450
7,5% 4,42 ± 0,55 d 0,2543
Produk kontrol (100% Grits Jagung) 4,25 ± 0,67
Keterangan : Setiap data merupakan rerata dari 3 ulangan. Angka dibelakang ± adalah standard deviasi. Notasi berbeda menunjukan berbeda nyata (α=0,05)
Tabel 4.16 menunjukan bahwa semakin tinggi substitusi tapioka maka
semakin tinggi kesukaan panelis terhadap tekstur puffed snack. Hal ini disebabkan
karena kadar pati tinggi tapioka merangsang puffing, sehingga menghasilkan
tekstur renyah yang mudah untuk dikunyah. Pemasakan ekstrusi menyebabkan
gelatinisasi pati, sehingga terjadi perubahan karakteristik pati tapioka menjadi gel
yang bersifat viskoelastis dan memiliki viskositas rendah. Sifat ini cukup baik
dalam pembentukan dan pemuaian gelembung uap air saat proses
pengembangan (puffing), sehingga menghasilkan kepadatan (bulk density) rendah
seiring pembentukan struktur mikrokristal pada produk puffed snack. Hal ini dapat
dibuktikan dari Tabel 4.10, bahwa substitusi tapioka berpengaruh nyata terhadap
penurunan kekerasan produk. Menurut Estiasih dan Ahmadi (2009), pati
menghasilkan viskositas lapisan biopolimer yang baik dalam adonan viskoelastis.
Ketika adonan keluar melalui lubang cetakan (die), terjadi perbedaan tekanan dan
suhu yang sangat signifikan. Tekanan tinggi yang dihasilkan saat pembentukan
gelembung uap air dalam adonan menyebabkan uap air cenderung lepas ke
lingkungan melewati lapisan biopolimer, diikuti peningkatan viskositas adonan
secara cepat hingga terbentuk struktur dalam keadaan gelas (glassy state).
Menurut Besant (2014), kandungan pati dalam bahan dapat meningkatkan
terbentuknya gelembung uap air pada adonan viskoelastis, sehingga dapat
merangsang proses puffing. Proses puffing yang maksimal dapat meningkatkan
kerenyahan produk puffed snack.
62
Tabel 4.16 menunjukan bahwa substitusi ampas tahu dari 5% ke 10%
meningkatkan kesukaan tekstur, sedangkan substitusi ampas tahu dari 10% ke
15% menurunkan tingkat kesukaan tekstur. Hal ini berkaitan dengan kepadatan
(bulk density) puffed snack. Semakin tinggi substitusi ampas tahu maka puffed
snack semakin padat dan disukai panelis. Pada substitusi ampas tahu 15%, puffed
snack lebih padat tetapi masih dapat ditoleransi oleh panelis. Kepadatan puffed
snack terbatas pada substitusi ampas tahu sebesar 10%. Hal ini disebabkan kadar
protein ampas tahu yang cukup tinggi menghambat proses gelatinisasi pati,
sehingga proses puffing tidak maksimal dan cenderung menghasilkan puffed
snack dengan kepadatan (bulk density) tinggi. Produk puffed snack dengan
kepadatan (bulk density) tinggi memiliki karakteristik padat dan kekerasan yang
tinggi. Hal ini dibuktikan Tabel 4.10 bahwa substitusi ampas tahu berpengaruh
nyata terhadap kekerasan produk puffed snack. Menurut Andarwulan (2011),
protein cenderung membentuk matriks gel saat pemanasan yang menyebabkan
penurunan interaksi protein-protein dan terjadi peningkatan interaksi protein-air.
Keadaan ini mengakibatkan pati dan protein bersaing untuk memanfaatkan air
yang terkandung dalam bahan komposit selama ekstrusi. Menurut Estiasih dan
Ahmadi (2009), protein yang terdispersi dalam adonan bersifat kurang elastis
akibat viksositas tinggi dari matriks gel yang terbentuk selama ekstrusi, sehingga
tekanan tinggi dari uap air tidak maksimal membantu proses pengembangan
(puffing). Menurut Smrkova et al. (2014), proses pengembangan (puffing) yang
tidak maksimal akan menghasilkan kepadatan (bulk density) tinggi, seiring
pembentukan struktur mikrokristal pati ketika adonan mengalami penurunan suhu
(pendinginan).
4.5 Perlakuan Terbaik
Penentuan perlakuan terbaik pada pembuatan produk puffed snack
berbasis grits jagung dilakukan dengan metode Multiple Attribute (Zeleny, 1982).
Multiple atribut dapat menentukan sifat-sifat obyek secara nyata sehingga didapat
atribut, level atribut, dan kriteria maksimum atau minimum dari atribut yang dipilih.
Dalam penggunaannya, multiple attribute didasarkan pada kebutuhan dan
harapan pembuat keputusan yang ditujukan untuk membantu dalam pengambilan
keputusan hingga didapatkan penyelesaian yang terbaik.
Nilai ideal ditentukan dari masing-masing parameter fisik dan kimia yang
meliputi kadar air, kadar pati, kadar protein, daya kembang, kekerasan, warna (L,
63
a*, b*), serta uji organoleptik dengan parameter rasa, aroma, tekstur, dan warna.
Nilai yang digunakan yaitu nilai minimal atau maksimal tergantung dari masing-
masing parameter. Berdasarkan hasil penentuan perlakuan terbaik (Lampiran 5),
diketahui bahwa proporsi substitusi ampas tahu sebesar 5% dan substitusi tapioka
sebesar 7,5% merupakan perlakuan terbaik pada penelitian ini. Data hasil
perlakuan terbaik akan dibandingkan dengan produk puffed snack kontrol yaitu
100% grits jagung tanpa perlakuan substitusi, yang disajikan pada Tabel 4.17.
Tabel 4.17. Data Hasil Perlakuan Terbaik dan Kontrol dari Produk Puffed Snack
Parameter Perlakuan Terbaik
(Ampas Tahu 5% dan Tapioka 7,5%)
Kontrol
(100% Grits Jagung)
Kadar Air (%) 5,37 5,38
Kadar Pati (%) 72,18 74,79
Kadar Protein (%) 6,22 6,12
Daya Kembang (%) 354,3 403,8
Kekerasan (N) 17,2 15,7
Kecerahan (L) 79,7 83,4
Kemerahan (a*) 1,5 0,9
Kekuningan (b*) 31,9 37,1
Organoleptik Warna 3,82 4,60
Organoleptik Aroma 3,68 4,27
Organoleptik Tekstur 4,33 4,25
Organoleptik Rasa 3,57 4,71
Tabel 4.17 menunjukan bahwa kadar air perlakuan terbaik lebih rendah
dibandingkan produk kontrol yang disebabkan karena puffed snack penelitian ini
tidak dikeringkan lebih lanjut, sehingga kelembaban lingkungan berpotensi untuk
terserap ke dalam pori-pori puffed snack. Menurut Sea et al. (2010), ekstrudat
memiliki banyak pori-pori yang berpotensi menyerap air dari lingkungan, sehingga
butuh proses lebih lanjut seperti penggorengan agar pori-pori tersebut terlapisi
minyak, sehingga penyerapan air dari lingkungan akan terhambat. Selain itu, kadar
air produk puffed snack tersebut belum memenuhi standard kadar air snack secara
umum. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2000), kadar air maksimal untuk
makanan ringan sebesar 4%. Berdasarkan data USDA (2016a), standard kadar
air snack ekstrudat basis jagung sekitar 2,07%. Berdasarkan pernyataan tersebut
maka perlu dikaji lebih lanjut mengenai proses pengeringan puffed snack tersebut.
Kadar pati puffed snack perlakuan terbaik lebih rendah dibandingkan
dengan produk kontrol, tetapi kadar protein puffed snack perlakuan terbaik lebih
tinggi dibandingkan dengan produk kontrol. Hal ini disebabkan karena substitusi
64
ampas tahu pada bahan komposit memengaruhi kandungan protein dan pati pada
produk. Pernyataan tersebut dibuktikan pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.6, bahwa
substitusi ampas tahu berpengaruh nyata terhadap penurunan kadar pati dan
peningkatan protein produk puffed snack. Berdasarkan pernyataan tersebut maka
substitusi tapioka sangat dibutuhkan untuk menyeimbangkan kadar pati dalam
bahan komposit. Pernyataan tersebut dibuktikan pada Tabel 4.5 bahwa substitusi
tapioka berpengaruh nyata terhadap peningkatan kadar pati produk puffed snack.
Menurut Imam dkk (2014), formulasi berbagai campuran bahan baku pada
pembuatan snack memengaruhi kandungan bahan komposit yang digunakan.
Menurut Moscicki dan Dick (2011), teknologi ekstrusi dengan suhu tinggi dan
waktu singkat (HTST) tidak berpengaruh terhadap kandungan pati dalam adonan
hingga menjadi produk ekstrudat. Menurut Adeyemi et al. (2014), penurunan kadar
pati pada proses ekstrusi dapat terjadi jika bahan baku memiliki kadar air tinggi
dan pH rendah sehingga terjadi proses hidrolisis pati.
Produk perlakuan terbaik memiliki daya kembang rendah dan kekerasan
lebih tinggi dibandingkan dengan produk kontrol. Kekerasan berbanding terbalik
dengan proses pengembangan (puffing). Semakin tinggi kemampuan adonan
untuk mengembang saat puffing, maka kepadatan (bulk density) ekstrudat yang
dihasilkan semakin rendah, sehingga kekerasan juga semakin rendah. Daya
kembang dan kekerasan ditentukan dari kadar pati bahan komposit. Kadar pati
produk perlakuan terbaik lebih rendah dibandingkan produk kontrol, sehingga
produk perlakuan terbaik memiliki daya kembang lebih rendah dan kekerasan lebih
tinggi dibandingkan produk kontrol. Berdasarkan Gambar 4.2, diketahui bahwa
terjadi korelasi positif antara kadar pati dengan daya kembang puffed snack. Hal
ini diperkuat oleh grafik korelasi pada Gambar 4.5 bahwa terjadi korelasi negatif
yang kuat antara daya kembang dengan kekerasan puffed snack. Menurut Estiasih
dan Ahmadi (2009), pati menghasilkan viskositas lapisan biopolimer yang baik
untuk merangsang pembentukan dan pemuaian gelembung uap air saat proses
pengembangan adonan (puffing). Menurut Moscicki dan Dick (2011), semakin
tinggi daya kembang, maka proses pemekaran (puffing) terjadi secara maksimal,
sehingga menghasilkan snack ekstrudat dengan densitas rendah. Densitas
rendah pada produk snack ditandai dengan sifat yang ringan, porous, dan memiliki
kekerasan yang rendah. Berdasarkan penelitian Korkerd et al. (2015), puffed
snack grits jagung memiliki daya kembang 409% dengan kekerasan 17,9 N,
65
seiring penambahan protein, produk yang masih dapat diterima secara fisik dan
organoleptik memiliki daya kembang 258% dengan kekerasan 34 N.
Produk perlakuan terbaik memiliki kecerahan (L) dan kekuningan (b*) yang
rendah, serta memiliki kemerahan (a*) yang tinggi dibandingkan produk kontrol.
Puffed snack berbasis grits jagung didominasi oleh warna kuning dari pigmen
alami grits jagung yaitu zeaxanthin. Substitusi ampas tahu ataupun tapioka
menurunkan proporsi grits jagung dalam bahan komposit, sehingga menghasilkan
produk dengan kekuningan yang lebih rendah dibandingkan produk kontrol. Hal ini
juga berkaitan dengan penurunan tingkat kesukaan warna antara produk kontrol
dengan produk perlakuan terbaik. Pada Tabel 4.17, diketahui bahwa nilai
kekuningan produk perlakuan terbaik lebih rendah dibandingkan produk kontrol.
Hal ini sebanding dengan tingkat kesukaan warna antara perlakuan terbaik dengan
produk kontrol. Menurut Sajilata et al. (2008), jagung mengandung pigmen
karotenoid zeaxanthin yang menimbulkan warna kuning. Akan tetapi, penurunan
kecerahan dan peningkatan kemerahan disebabkan reaksi pencokelatan non-
enzimatis (maillard) selama ekstrusi. Proses ekstrusi menggunakan suhu tinggi
menyebabkan reaksi pencokelatan non-enzimatis (maillard) menghasilkan produk
dengan warna kecokelatan yang terukur sebagai warna kemerahan. Warna
kemerahan dari reaksi pencokelatan non-enzimatis (maillard) menghasilkan
kekeruhan ketika pengukuran kecerahan, sehingga kecerahan produk akan
terukur semakin rendah. Kandungan protein yang tinggi pada bahan ampas tahu
menghasilkan reaksi maillard selama ekstrusi. Hal ini dibuktikan Tabel 4.11,
bahwa substitusi ampas tahu berpengaruh terhadap peningkatan kemerahan
puffed snack. Menurut Hee-Joung (2005), suhu tinggi selama pengolahan
menghasilkan reaksi pencokelatan non-enzimatis (maillard), dimana asam amino
penyusun protein bereaksi dengan gula pereduksi, gula pereduksi memiliki gugus
hidroksil (OH) bebas yang reaktif sehingga mampu mereduksi ion dalam keadaan
basa. Menurut Adeyemi et al. (2014), suhu dan tekanan tinggi pemasakan ekstrusi
akan mengkatalis reaksi pencokelatan (maillard). Menurut Aguardo (2010), ampas
tahu kaya akan asam amino isoleusin, leusin, dan lisin, asam amino lisin sangat
mudah bereaksi dengan gula pereduksi menyebabkan reaksi maillard.
Berdasarkan Tabel 4.17, tingkat kesukaan secara organoleptik terhadap
parameter rasa dan aroma pada produk perlakuan terbaik memiliki nilai lebih
rendah dibandingkan dengan produk kontrol. Hal ini diduga disebabkan substitusi
tapioka ataupun ampas tahu dapat menurunkan proporsi grits jagung dalam bahan
66
komposit, diikuti penurunan rasa dan aroma khas grits jagung. Substitusi tapioka
dengan kadar pati tinggi dapat merangsang proses pengembangan adonan
(puffing), sehingga terjadi penguapan air yang diiringi penguapan senyawa volatil
pembentuk aroma dari bahan grits jagung. Selain itu, ampas tahu juga memiliki
senyawa penyusun aroma dan rasa yang menyebabkan penurunan tingkat
kesukaan. Menurut Estiasih dan Ahmadi (2009), ekstrusi pati menghasilkan
lapisan biopolimer dengan viskositas yang cukup baik untuk menginduksi
pemecahan sel udara, sehingga proses puffing meningkat. Menurut Aguardo
(2010), isoflavon memberikan aroma khas kedelai, tetapi kandungan isoflavon
yang terlalu tinggi akan menimbulkan aroma langu yang cukup kuat. Kedelai
mengandung glukosida dan saponin yang terdapat pada kulit ari kedelai, sehingga
menyebabkan off flavor ketika proses pengolahan.
Kesukaan tekstur secara organoleptik pada puffed snack perlakuan terbaik
memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan produk kontrol. Berdasarkan kritik
dan saran panelis, produk perlakuan terbaik disukai karena lebih padat dan
renyah, sedangkan produk kontrol kurang disukai karena kurang padat. Kepadatan
ditentukan dari kadar pati dan protein bahan komposit yang memengaruhi daya
kembang produk. Ekstrusi pati menghasilkan lapisan biopolimer yang cukup untuk
merangsang proses puffing, sehingga menghasilkan ekstrudat dengan kepadatan
dan kekerasan yang rendah. Ekstrusi protein cenderung membentuk matriks gel
dan menghasilkan lapisan biopolimer dengan viskositas tinggi yang menghambat
proses puffing, menghasilkan ekstrudat dengan kepadatan dan kekerasan yang
tinggi. Hal ini sesuai Tabel 4.17, bahwa perlakuan terbaik mengandung pati cukup
tinggi sekitar 72,18% tetapi lebih rendah dibandingkan produk kontrol, sedangkan
kadar protein perlakuan terbaik sekitar 6,22% yang lebih tinggi dibandingkan
produk kontrol. Menurut Besant (2014), pati dapat meningkatkan terbentuknya
gelembung uap air pada adonan, sehingga merangsang proses puffing. Menurut
Altan et al. (2009), protein cenderung membentuk matriks gel saat pemanasan.
Matriks gel akan terdispersi dalam adonan dan menghasilkan lapisan biopolimer
dengan viskositas tinggi, sehingga menghambat pembentukan dan penguapan
gelembung uap air dari dalam adonan. Menurut Moscicki et al. (2013), proses
pemekaran (puffing) yang maksimal menghasilkan ekstrudat dengan densitas
rendah. Densitas rendah pada produk snack ditandai dengan sifat yang ringan,
porous, dan memiliki kekerasan yang rendah.
67
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
1. Substitusi ampas tahu dan substitusi tapioka pada bahan komposit berbasis
grits jagung berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap semua parameter produk
puffed snack yang meliputi kadar air, pati, protein, daya kembang, kekerasan,
dan warna (L, a*, b*).
2. Terjadi interaksi nyata (α=0,05) antara substitusi ampas tahu dengan substitusi
tapioka pada komposit berbasis jagung terhadap parameter kadar air dan
kekerasan puffed snack.
3. Berdasarkan pemilihan perlakuan terbaik secara fisikokimia dan organoleptik
dengan metode Zeleny, maka didapatkan perlakuan substitusi ampas tahu 5%
dan substitusi tapioka 7,5% pada komposit berbasis jagung sebagai perlakuan
terbaik pada penelitian ini dengan kadar air 5,37%, pati 72,18%, protein 6,22%,
daya kembang 354,3%, kekerasan 17,2 N, warna (L, a*, b*) berturut-turut 79,7;
1,5; dan 31,9. Analisa organoleptik meliputi warna, aroma, tekstur, dan rasa
berturut-turut 3,82; 3,68; 4,33; dan 3,57.
5.2 Saran Saran terkait penelitian ini antara lain:
1. Bahan ampas tahu dan tapioka perlu dikaji lebih lanjut sebagai bahan baku
puffed snack. Ampas tahu kering bersifat rapuh dan mudah hancur menjadi
tepung saat penggilingan, sedangkan tapioka dijual dalam bentuk tepung (100
mesh), sehingga perlu adanya kajian mengenai pembuatan puffed snack
menggunakan twin screw ekstruder agar penggunaan bahan lebih efisien.
2. Alat ekstruder pada umumnya tidak memiliki pengatur kadar air. Kadar air
memiliki peran penting dalam pebentukan fisik, sehingga perlu dikaji lebih lanjut
mengenai penambahan air pada tahap pengkondisian awal.
3. Bahan baku yang akan diproses menggunakan alat ekstruder ulir tunggal
(single screw) memiliki spesifikasi bentuk grits dalam kisaran ukuran 8-14
mesh. Perlu dikaji lebih lanjut mengenai pengaruh ukuran grits terhadap
karakteristik fisiko-kimia serta organoleptik puffed snack.
68
DAFTAR PUSTAKA
Adeyemi, O. A. P., Idowu M. A., Lateef O. S., and Goke J. B. 2014. Effect of Some
Extrusion Parameters on The Nutrient Composition and Quality of a
Snack. African Journal of Science Vol. 8 pp. 510-518.
Aguardo, A. 2010. Development of Okara (Byproduct from Soybean). Dilihat 20
Februari 2017. <www.drum.lib.umd.edu/Aguado0117N_11863.pdf>
Altan A., Mc Carthy K. L., and Maskan M. 2009. Effect of Extrusion Cooking on
Functional Properties. California Jurnal of Food Science Vol. 74: 77-86.
Andarwulan N., Kusnandar F., dan Herawati. 2011. Analisis Pangan. Dian
Rakyat. Jakarta.
Ariani, M. 2014. Dinamika Konsumsi Beras, Jagung, dan Kedelai Mendukung
Swasembada Pangan. Dilihat 12 Agustus 2016. <www.litbang.pertanian.
go.id/buku/swasembada/BAB-IV-3.pdf>
Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKPP). 2015. Kandungan Gizi
Bahan Pangan dan Hasil Olahannya (Serealia dan Umbi-Umbian).
Dilihat 14 September 2017. <www.kppp.bantulkab.go.id/Data%20
KandunganGizi.pdf>
Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKPP). 2015b. Kandungan Gizi
Bahan Pangan dan Hasil Olahannya (Kacang-Kacangan). Dilihat 14
September 2017. <www.kppp.bantulkab.go.id/Data%20Kandungan
Gizi.pdf>
Badan Standardisasi Nasional. 2001. Syarat Mutu Tepung Tapioka (SNI 01-
3451-2001). Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional. 2000. Syarat Mutu Snack (SNI 01-2886-2000).
Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.
Besant, A. 2014. Extruded Puffed Snack. Dilihat 10 Agustus 2016.
<https://khrishna.nic.in/PDFfiles/MSME/Food/ExtrudedPuffedSnack.pdf>
Chandra, F. 2010. Formulasi Snack Bar Tinggi Serat Berbasis Tepung
Sorgum, Tepung Maizena, dan Tepung Ampas Tahu. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian. Bogor.
Chena, D. A. and Pour V. P. 2015. Extrusion of Corn Grits with Native or
Modified Starch Addition. Acta Alimentaria, Vol. 45 pp. 286-294.
69
Coutinho L. S., Jaqueline E. B., Marcio C. 2013. Optimization of Extrusion
Variables for the Production of Snacks from Byproducts of Rice and
Soybean. Food Science Technology. Campinas.
Estiasih, T. dan Ahmadi K. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara:
Jakarta.
Grace, M. R. 2014. FAO Plant Production and Protection: Cassava
Processing. The Chief Editor. Rome.
Hee-Joung An. 2005. Effects pf Ozonation and Addition of Amino Acids on
Properties of Rice Starches. A Dissertation. Lousiana State University.
Los Angeles.
Imam, R.H., Mutiara P., dan Nurheni S.P. 2014. Konsistensi Mutu Pilus Tepung
Tapioka: Identifikasi Parameter Utama Penentu Kerenyahan. Jurnal
Mutu Pangan, Vol. 1(2): 91-99, 2014. ISSN 2355-5017.
Karwe, M.V. 2009. Food Engineering Vol III. Rutgers University. New Jersey.
Katayama M., and Wilson L. A. 2008. Utilization of Okara, a Byproduct from
Soymilk Production. Journal of Food Science.
Korkerd, S., Sorada W., Chureerat P., and Dudsadee U. 2015. Expansion and
Functional Properties of Extruded Snacks Enriched with Nutrition
Sources from Food Processing By-Product. J. Food Science
Technology. 53 pp. 561-570.
Koswara, S. 2009a. Tenologi Pengolahan Singkong (Teori dan Praktek).
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB. Bogor.
_____. 2009b. Teknologi Pengolahan Jagung (Teori dan Praktek). Departemen
Ilmu dan Teknologi Pangan IPB. Bogor.
Magali L., Taila S. F., and Martha M. M. 2009. Physical Characteristics of
Extruded Cassava Starch. Piracicaba Sci. Agric. Vol. 66 pp. 486-493.
Makowska A., Sokolinska D. C., Waskiewicz A.,Tokarczyk G., and Paschke H.
2016. Quality and Nutritional Properties of Corn Snacks Enriched with
Nanofiltered Whey Powder. Czech J. Food Sci. 34: 154-159.
Mazumder, P., Roopa B. S., and Bahattazharya S. 2007. Textural Attributes of
Model Snack Food at Different Moisture Contents. Journal of Food
Engineering.
Moscicki, L. and Dick J.v.Z. 2011. Extrusion-Cooking Techniques:
Appplications, Theory, and Sustainability. Willey-VCH Verlag GmbH &
Co. KgaA. Weinheim.
70
Moscicki L., Mitrus M., A. Wojtowicz, and T. Oniszczuk. 2013. Extrusion-Cooking
of Starch. Intech. Lublin.
Papunas, M. E., Djarkasi G. S., dan Monika J. S. C. 2011. Karakteristik
Fisikokimia dan Sensoris Flakes Berbahan Baku Tepung Jagung (Zea
mays L.), Tepung Pisang Goroho (Musa acuminafe sp), dan Tepung
Kacang Hijau (Phaseolus radiates). Jurnal Ilmu Teknologi Pangan
Unsrat.
Prabawati, S., Nur R., dan Suismono. 2011. Inovasi Pengolahan Singkong
Meningkatkan Pendapatan dan Diversivikasi Pangan. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.
Pracha, B. and Chulaluk C. 2010. Development of Corn Grit Broken Rice-Based
Snack Food by Extrusion Cooking. Kasetsart J. 34: 279-288.
Putri, A. D. Y. 2011. Produk Ekstrusi. Dilihat 3 Maret 2016. <www.repository.
usu.ac.id/4/Chapter% 2011.pdf>
Purawisastra P., Dewi S.S., dan Uken S.S. 1993. Perubahan Kandungan Protein
dan komposisi Asam Amino Kedelai pada Waktu Pembuatan Tempe
dan Tahu. Departemen Kesehatan Indonesia. Jakarta.
Rudyardjo, D. I. 2010. Pengukuran Kekuatan Benda Padat. Dilihat 24 Mei 2016.
<www.web.unair.ac.id/admin/file/f_41130_meijurnal>
Sajilata M. G., R. S. Singhal, dan M. Y. Kamat. 2008. The Carotenoid Pigment
Zeaxanthin. Food Engineering and Technology Dept. Mumbai.
Saputro, A. B. 2015. Manfaat Ampas Tahu. Dilihat 5 Maret 2016.
<www.agrobisnisinfo.com/manfaat-ampas-tahu>
Sea C. M., Young T. K., dan Jung H. H. 2010. Packaging and the Shelf Life of
Cereals and Snack Foods. Taylor and Francis Group, LLC. Seoul.
Shaviklo, A. R., Maryam A., Yazdan M., and Parisa Z. 2014. Formula
Optimization and Storage Stability of Extruded Puffed Corn-Shrimp
Snacks. LWT Food Science and Technology 63: 307-314.
Smrkova, P.,Saglamtas M.,Hofmanova T., Kolacek J., Chena D., and Sarka E.
2014. Effect of Process Parameters on Slowly Digestible and
Resistant Starch Content in Extrudates. Czech J. Food Sci., 32: 503-
508.
Singh, N. J.,Kaur N. S., Sodhi, dan B. S. 2006. Morphological, Thermal, and
Rheological Properties of Starches from Different Botanical Sources.
Jurnal. J Food Chemistry. 81:219-231.
71
Suarni. 2009. Produk Makanan Ringan Berbasis Jagung dan Kacang Hijau
sebagai Sumber Protein untuk Perbaikan Gizi Anak Usia Tumbuh.
Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.
Suarni dan Widowati S. 2009. Struktur, Komposisi, dan Nutrisi Jagung. Balai
Penelitian Tanaman Serealia. Maros.
Subekti, N. A, dkk. 2008. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung.
Balai Penelitian Tanaman Serealia. Dilihat pada 22 Februari 2016.
<www.balitsereal.litbang.go.id/ empat.pdf>
Sudarmadji S., Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur untuk Analisa Bahan
Pangan dan Pertanian. Liberty. Jogjakarta.
Suhardi dan Bonimin. 2010. Pengaruh Penambahan Tapioka terhadap Mutu
Brondong Jagung dengan Menggunakan Ekstruder. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Jawa Timur. Malang.
Suprapti, M. L. 2005. Pembuatan Tahu. Kanisius. Yogyakarta.
United States Departement of Agriculture. 2016a. Basic Report: 19003, Snacks,
Corn-Based, Extruded, Plain. Dilihat pada 13 September 2017.
<www.ndb.nal.usda.gov/ndb/foods/show?ndbno=19003>
_____. 2016b. Basic Report: 20014, Corn Grain, Yellow. Dilihat pada 14
September 2017. <www.ndb.nal.usda.gov/ndb/foods/show?ndbno=
20014>
_____. 2016c. Basic Report: 45315139, Tapioca Starch. Dilihat pada 14
September 2017. <www.ndb.nal.usda.gov/ndb/foods/show?ndbno=
45315139>
Widowati, S. 2011. Proses Pengolahan Tepung Kasava dan Tapioka. Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Sinar Tani.
Bogor.
Yuwono, S. S. dan Susanto, T. 1998. Pengujian Fisik Pangan. Jurusan Teknologi
Hasil Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
Zeleny, M. 1982. Multiple Criteria Decision Making. Mc Graw-Hill Co. New York.