Pencegahan Kekerasan Pada Anak
Penegakan hukum positif berkaitan dengan kekerasan terhadap anak antara lain Undang-Undang
Perlindungan Anak. Secara umum kekerasan didefinisikan sebagai suatu tindakan yang
dilakukan satu individu terhadap individu lain yang mengakibatkan gangguan fisik dan atau
mental. Yang dimaksud dengan anak ialah individu yang belum mencapai usia 18 tahun. Oleh
karena itu, kekerasan pada anak adalah tindakan yang di lakukan seseorang /individu pada
mereka yang belum genap berusia 18 tahun yang menyebabkan kondisi fisik dan atau mentalnya
terganggu. Seringkali istilah kekerasan pada anak ini dikaitkan dalam arti sempit dengan tidak
terpenuhinya hak anak untuk mendapat perlindungan dari tindak kekerasan dan eksploitasi.
Kekerasan pada anak juga sering kali dihubungkan dengan lapis pertama dan kedua pemberi atau
penanggung jawab pemenuhan hak anak yaitu orang tua (ayah dan ibu) dan keluarga. Kekerasan
yang disebut terakhir ini di kenal dengan perlakuan salah terhadap anak atau child abuse yang
merupakan bagian dari kekerasan dalam rumah tangga (domestic violence).
Kekerasan pada anak atau perlakuan salah pada anak adalah suatu tindakan semena-mena yang
dilakukan oleh seseorang seharusnya menjaga dan melindungi anak (caretaker) pada seorang
anak baik secara fisik, seksual, maupun emosi. Pelaku kekerasan di sini karena bertindak sebagai
caretaker, maka mereka umumnya merupakan orang terdekat di sekitar anak. Ibu dan bapak
kandung, ibu dan bapak tiri, kakek, nenek, paman, supir pribadi, guru, tukang ojek pengantar ke
sekolah, tukang kebon, dan seterusnya.
Banyak teori yang berusaha menerangkan bagaimana kekerasan ini terjadi, salah satu di
antaranya teori yang behubungan dengan stress dalam keluarga (family stress). Stres dalam
keluarga tersebut bisa berasal dari anak, orang tua, atau situasi tertentu.
Stres berasal dari anak misalnya anak dengan kondisi fisik, mental, dan perilaku yang terlihat
berbeda dengan anak pada umumnya. Bayi dan usia balita, serta anak dengan penyakit kronis
atau menahun juga merupakan salah satu penyebab stres.
Stres yang berasal dari orang tua misalnya orang tua dengan gangguan jiwa (psikosis atau
neurosa), orang tua sebagai korban kekerasan di masa lalu, orang tua terlampau perfek dengan
harapan pada anak terlampau tinggi, orang tua yang terbiasa dengan sikap disiplin.
Stres berasal dari situasi tertentu misalnya terkena PHK (pemutusan hubungan kerja) atau
pengangguran, pindah lingkungan, dan keluarga sering bertengkar.
Mengingat sedemikian kompleks kekerasan pada anak ini maka usaha pencegahan kekerasan
pada anak tidak hanya tergantung pada program dan layanan yang telah disediakan oleh
pemerintah melainkan juga sangat tergantung pada bagaimana masyarakat memaknai issu
kekerasan ini. Beberapa indikator bahwa pemerintah atau negara menempatkan anak sebagai
prioritas utama di antaranya adalah sebagai berikut:
Kemarahan warga termotivasi dan mereka akan bertindak saat mendengar ada anak yang
mengalami kekerasan.
Perumahan yang memadai tersedia bagi seluruh keluarga, layanan kesehatan dapat
terjangkau seluruh keluarga,
Sistim layanan sosial dapat dijangkau keluarga saat mereka membutuhkan bantuan sebelum
kekerasan pada anak terjadi,
Materi umum mengenai bimbangan dan perawatan anak serta materi komunikasi
interpersonal, penyelesaian konflik tanpa kekerasan, dijumpai dalam kurikulum sekolah
mulai taman kanak-kanak sampai sekolah lanjutan dan diteruskan untuk pendidikan bagi
orang dewasa,
Program pendidikan dan latihan kerja tersedia bagi pekerja dalam rangka memperoleh
pekerjaan dan upah yang memadai,
Kebijakan tempat kerja yang mendukung keluarga seperti perjanjian kerja yang
memungkinkan karyawan memilih waktu kerjanya sendiri,
Setiap orang tua memiliki akses untuk menolong dirinya dan kelompok pendukung ,
Model-model kampanye anti kekerasan jelas terlihat,
Sistim hukum, pidana atau perdata, memiliki dana, staf terlatih yang cukup untuk
menyelesaikan kasus kekerasan dengan tepat dan adil,
Program pendidikian bagi orang tua berbasis budaya dan etnis tersedia bagi seluruh orang
tua yang baru punya anak.
Ketika masyarakat sadar akan keberadaan kekerasan pada anak ini sebagai salah satu masalah
mereka yang meresahkan, maka dengan sendirinya masyarakat sangat berkeingingan untuk
membantu seluruh upaya layanan, program ataupun kebijakan terkait dengan pencegahan
kekerasan pada anak. Upaya pencegahan kekerasan pada anak dapat dilaksanakan dari dua sisi,
masyarakat dan pemerintah.
Pemerintah sangat diharapkan memiliki komitmen dasar nasional yang sungguh-sungguh untuk
anak. Sebagai langkah awal dimulai dengan inisiatif pemimpin atau tokoh nasional untuk ambil
bagian untuk mendukung upaya pencegahan sebagai salah satu usaha penting memerangi
kekerasan pada anak. Tokoh atau pemimpin berkaliber nasional berinisiatif mendukung upaya
ini, dengan kemampuannya bisa mempengaruhi kebijakan baik pada sektor privat atau publik.
Aksi berikut yang perlu diambil adalah memasukan langkah pencegahan kekerasan pada anak
secara komprehensif ke dalam sistim peradilan. Sistim hukum yang ada, baik peradilan anak,
pidana, dan perdata, seluruh peraturan dan prosedurnya harus sedemikan rupa sehingga sensitif
dengan kebutuhan anak dan keluarga. Tentu dalam hal ini harus ditunjang pula dengan jumlah
tenaga hakim, pengacara, staf pengadilan terlatih yang memadai.
Bagi masyarakat, keluarga, atau orang tua diperlukan kebijakan, layanan, sumberdaya, dan
pelatihan pencegahan kekerasan pada anak yang konsisten dan terus menerus. Strategi
pencegahan ini meliputi :
Pencegahan primer untuk semua orang tua dalam upaya meningkatkan kemampuan
pengasuhan dan menjaga agar perlakuan salah atau abuse tidak terjadi, meliputi
perawatan anak dan layanan yang memadai, kebijakan tempat bekerja yang medukung,
serta pelatihan life skill bagi anak. Yang dimaksud dengan pelatihan life skill meliputi
penyelesaian konflik tanpa kekerasan, ketrampilan menangani stress, manajemen sumber
daya, membuat keputusan efektif, komunikasi interpersonal secara efektif, tuntunan atau
guidance dan perkembangan anak, termasuk penyalahgunaan narkoba.
Pencegahan sekunder ditujukan bagi kelompok masyarakat dengan risiko tinggi dalam
upaya meningkatkan ketrampilan pengasuhan, termasuk pelatihan dan layanan korban
untuk menjaga agar perlakuan salah tidak terjadi pada generasi berikut. Kegiatan yang
dilakukan di sini di antaranya dengan melalukan kunjungan rumah bagi orang tua yang
baru mempunyai anak untuk melakukan self assessment apakah mereka berisiko
melakukan kekerasan pada anak di kemudian hari.
Pencegahan tersier dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan pengasuhan yang
menjaga agar perlakuan salah tidak terulang lagi, di sini yang dilakukan adalah layanan
terpadu untuk anak yang mengalami korban kekerasan, konseling, pelatihan tatalaksana
stres.
Pada saat kasus kekerasan pada anak ditemukan, sebenarnya ada masalah dalam pengasuhan
anak (parenting disorder) di belakang kejadian tersebut. Maka dari itu, dasar dari strategi
pencegahan adalah tersedianya secara luas akses untuk mendapatkan informasi pengasuhan bagi
para orang tua khususnya bagi mereka yang memiliki anak pertama. Di sisi lain, anak dengan
segala haknya harus pula dimengerti dan dipahami para orang tua sebagai orang yang paling
bertanggung jawab atas pemenuhan hak anak tersebut. Semua usaha yang dilakukan dalam
rangka mengubah perilaku orang tua agar melek informasi pengasuhan dan hak anak
membutuhkan upaya edukasi sejak dini dan terus menerus. Sehingga pendidikan sebagai bagian
dari strategi pencegahan kekerasan pada anak menjadi sangat penting.