PRESENTASI KASUS
Seorang Anak Lelaki dengan Dengue Hemorraghic Fever
Derajat I dan Gizi Baik, Underweight, Stunted
Oleh :
Daniel Satyo Nnurcahyo G99142131/ B12
Dien Adiparadana G99142133/ B14
Pembimbing :
Evi Rokhayati, dr., Sp.A, M.Kes
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2016
HALAMAN PENGESAHAN
Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD
Dr,.Moewardi. Presentasi kasus dengan judul:
Seorang Anak Lelaki dengan Dengue Hemorraghic Fever Derajat II dan Gizi
Baik, Underweight, Stunted
Hari/tanggal : Februari 2016
Oleh:
Daniel Satyo Nurcahyo G99142131/ B12
Dien Adiparadana G99142133/ B14
Mengetahui dan menyetujui,
Pembimbing Presentasi Kasus
Evi Rokhayati, dr., Sp.A, M.Kes
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A
Usia : 8 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Nguntoronadi, Wonogiri
No RM : 0133xxxx
Tanggal masuk : 24 Februari 2016
Tanggal periksa : 24 Februari 2016
Berat Badan : 20 kg
Tinggi Badan : 124 cm
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Demam tinggi (pasien merupakan rujukan dari RS Wonogiri dengan
Dengue Shock Syndrome).
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak ± 5 hari SMRS pasien demam, mendadak tinggi, terus
menerus. Muntah (-), batuk (-), pilek (-), sesak (-), nafsu makan menurun.
BAB dan BAK tidak ada keluhan.
I II III IV
15/6201509.00
16/6201509.00
17/6201509.00
18/6201509.00
19/6201509.00
Karena tidak ada perbaikan, pasien dibawa ke RS Wonogiri dan
dirawat disana selama 3 hari. Di RS Wonogiri dilakukan pemeriksaan
laboratorium dan dikatakan demam berdarah.
Selama dirawat pasien masih demam, demam tinggi terus menerus,
muntah (+), batuk (-), pilek (-), sesak (-), gusi berdarah (-), mimisan (-),
BAB hitam (-) BAK tidak ada keluhan. Pasien belum BAB selama 5 hari.
±3 jam SMRS kaki dan tangan pasien teraba dingin, pasien
dinyatakan syok, dilakukan resusitasi menggunakan infus asering 200 ml,
infus HAES 200 ml, kemudian dipasang infus 2 jalur. Jalur 1 infus asering
20 tpm, jalur 2 infus HAES 20 tpm. Inj cefotaxim, inj dexamethasone 2mg
iv ekstra. Karena keterbatasan sarana, pasien dirujuk ke RSDM.
Saat di IGD pasien sadar, demam (-), sesak (-), mimisan (-),
muntah darah (-), gusi berdarah (-), BAB hitam (-). BAK 30 menit
sebelumnya kurang lebih 200 ml, warna kuning jernih.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sakit serupa disangkal dan riwayat opname sebelumnya
disangkal.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga pasien tidak terdapat anggota keluarga yang
mengalami sakit serupa dengan pasien. Anggota keluarga pasien juga tidak
mempunyai alergi terhadap obat-obatan. Riwayat hipertensi disangkal.
Riwayat diabetes mellitus disangkal. Riwayat sakit jantung disangkal.
E. Riwayat Lingkungan
Dari alloanamnesis diketahui bahwa disekitar lingkungan rumah,
terdapat anak yang mengalami DBD.
F. Pemeliharaan Kehamilan dan Antenatal
Ketika hamil, ibu pasien rajin melakukan pemeriksaan kehamilan
di Bidan. Pada usia kehamilan trimester I ibu pasien melakukan kontrol
sebanyak 1x dalam 2 bulan. Pada usia kehamilan trimester II ibu pasien
melakukan kontrol sebanyak 1x/bulan dan pada trimester ke III juga
melakukan kontrol 1x/bulan. Kelihan selama kehamilan berupa mual,
muntah pada awal usia kehamilan. Obat-obatan yang diminum selama
masa kehamilan meliputi vitamin, tablet penambah darah, dan sempat
meminum anti muntah. Kesan kehamilan dalam batas normal.
G. Riwayat Kelahiran :
Pasien lahir dari ibu dengan umur kehamilan 38 minggu secara
spontan ditolong bidan dengan berat badanlahir 3000 gram dan panjang 48
cm, langsung menangis kuat segera setelah lahir dan tidak ada kebiruan.
Kesan riwayat kelahiran tidak ada kelainan.
H. Riwayat Imunisasi
Hep B : 0, 2, 3, 4 bulan
Polio : 1, 2, 3, 4 bulan
BCG : 2 bulan
DPT : 2, 3, 4 bulan
Campak : 9 bulan
Kesimpulan : imunisasi lengkap sesuai Kemenkes 2005.
I. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
a. Pertumbuhan
Pasien lahir di bidan dengan berat badan lahir 3000 gram dan
panjang 48 cm. Menurut ibu pasien, pasien jarang dibawa untuk
ditimbang ke puskesmas. Saat ini pasien berusia 8 tahun dengan berat
badan 20 kg dan tinggi badan 124 cm.
Kesan : Pertumbuhan tidak sesuai usia.
b. Perkembangan
1 bulan : menatap wajah, bersuara, bereaksi terhadap bel,
mengangkat kepala.
2 bulan : tersenyum spontan, kedua tangan bersentuhan, bersuara
“ooo/aaa” dan kepala mengangkat 45o.
3 bulan : mengamati tangannya sendiri, mengikuti objek 180o,
berteriak, kepala terangkat 90o.
4 bulan : melihat barang yang ditunjukkan, tengkurap sendiri.
6 bulan : duduk bersandar, mengambil mainan, mengoceh.
9 bulan : merangkak, bicara penggal kata.
Saat ini pasien berusia 16 tahun, duduk dibangku kelas 6 SD, tidak
pernah tinggal kelas dan perkembangannya sama dengan teman
sebayanya.
Kesan : Perkembangan sesuai usia.
J. Riwayat Makan dan Minum Anak
Pasien mendapatkan ASI sejak lahir hingga usia 1 tahun. Sejak usia
3 bulan pasien sudah diberikan makanan tambahan ASI. Pada usia 1
tahun pasien sudah mulai diberikan makanan pengganti ASI.
Saat ini pasien sudah makan sesuai menu masakan keluarga.
Makan nasi disertai lauk pauk beraneka ragam seperti tahu, tempe, telur,
daging dan disertai sayur. Pasien makan tiga kali sehari, 1 piring nasi
setiap makan, dan selalu habis.
Kesan : kualitas dan kuantitas asupan gizi cukup
K. Pohon Keluarga
III. PEMERIKSAAN FISIK(24/02/2016)
1. Status Generalis
a. Keadaan Umum:
tampak sakit sedang, Compos Mentis (GCS:E4V5M6), gizi baik
b. Vital Sign:
TD : 90/60 RR : 24 x/menit
HR : 98x/menit t : 37,0 C
c. Status Gizi
i. Secara klinis : gizi baik
ii. Secara Antropometri
BB / U : 20/28X 100% = 71,42% BB/U < P3 severe
underweight
TB / U : 124/132 x 100 % = 93,93 % P3<TB/U<P10 stunted
BB/TB : 20/23x100% P3<BB/TB<P10 = gizi kurang
d. Kepala : Lingkar kepala = 55 cm; mesocephal (Nellhaus)
e. Mata : Konjungtiva anemis (-/-),sklera ikterik (-/-), oedem
palpebra (-/-)
f. Hidung : NCH (-), sekret (-/-)
g. Telinga : Discharge (-/-)
h. Mulut : Mukosa basah (+), sianosis (-)
i. Leher : Kelenjar getah bening tidak membesar
j. Thorax : Retraksi (-), simetris
k. Cor
I : ictus cordis tidak tampak
P : ictus cordis tidak teraba
P : batas jantung kesan tidak melebar
A : Bunyi jantung I-II int (N) , reguler, bising (-)
l. Pulmo
I :pengembangan dinding dada kanan = kiri
P: fremitus raba kanan = kiri
P: sonor / sonor
A: Suara dasar vesikuler + /+ , suara tambahan -/-
m. Abdomen
I : dinding perut sejajar dinding dada, lingkar perut : 55cm
A : bising usus (+) normal
P : timpani, pekak alih (+), undulasi (+)
P : nyeri tekan (+) seluruh lapang abdomen, Hepar dan lien sde
n.Ekstremitas :
Oedema Akral dingin Peteki
- - - - - -
- - - - - -
ADP teraba kuat
CRT<2”
Uji Torniquet rumple leed (+)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium Darah (24 Februari 2016)
Hb : 14,9 g/dl
HCT : 42 %
AL : 2,6 ribu/ul
AT : 44 ribu/ ul
AE : 5,10 Juta/ul
MCV : 82,9 /um
MCH : 29,2 pg
MCHC : 35,3 g/dl
Netrofil : 45,10 %
Limfosit : 29,90 %
Mono,eos,bas : 25,00 %
PT : 13,7 detik
APTT : 33,5 detik
GDS : 144 mg/dl
Albumin : 2,9 g/dl
Ureum : 14 mg/dl
Kreatinin : 0,5 mg/dl
Kesan: leukopenia, trombositopenia, hipoabuminemia
V. RESUME
Pasien merupakan rujukan dari RS Gemolong dengan Dengue
Shock Syndrome. Lima hari SMRS, pasien demam mendadak tinggi, batuk
(-), pilek (-), BAB (+) warna coklat, BAK (+) kuning jernih dan banyak,
mual (-), muntah (-) nafsu makan menurun, gusi berdarah (-), bintik merah
(-), mimisan (+) sedikit dan berhenti sendiri.
Selama di RS Gemolong, pasien masih demam tinggi terus
menerus. Keluhan batuk (-), pilek (-), BAK (+) warna kuning banyak,
BAB (-) pasien belum buang air besar selama 5 hari, mual (-), muntah (+),
mimisan (-), gusi berdarah (-).
3 jam sebelum masuk rumah sakit, kaki dan tangan pasien teraba
dingin, pasien dinyatakan syok, dilakukan resusitasi menggunakan infus
asering 200 ml, infus HAES 200 ml, kemudian dipasang infus 2 jalur.
Jalur 1 infus asering 20 tpm, jalur 2 infus HAES 20 tpm. Inj cefotaxim, inj
dexamethasone 2mg iv ekstra. Karena keterbatasan sarana, pasien dirujuk
ke RSDM.
Saat di IGD pasien sadar, demam (-), sesak (-), mimisan (-),
muntah darah (-), gusi berdarah (-), BAB hitam (-). BAK 30 menit
sebelumnya kurang lebih 200 ml, warna kuning jernih.
Pada keluarga pasien tidak terdapat anggota keluarga yang
mengalami sakit serupa dengan pasien. Akan tetapi tetangga sebelah
rumah pasien juga ada yang dirawat dengan demam berdarah.
Keadaan umum pasien tampak sakit sedang dengan kesan gizi
baik. Dari pemeriksaan fisik didapatkan suhu 37,0oC,tekanan darah 90/60
mmHg, nadi 98x/menit, frekuensi nafas24 x/menit, ADP teraba kuat,
didapatkan manifestasi perdarahan berupa uji tourniquet positif, tanda-
tanda kebocoran plasma seperti undulasi dan pekak alih pada abdomen.
Hasil pemeriksaan lab darah pada tanggal 19 Februari 2016
didapatkan hematokrit = 42 (N=33-45%), trombosit = 44 ribu/ul (N=150-
450 ribu/ul).
VI. DAFTAR MASALAH
Anak laki-laki umur 16 tahun dengan :
- Riwayat demam mendadak tinggi
- Riwayat Dengue Shock Syndrome teratasi
- Undulasi, pekak alih abdomen
- Nyeri tekan abdomen
- Rumple leed (+)
- Riwayat tetangga dirawat dengan demam berdarah
- Hct: 42% hemokonsetrasi
- AT: 44.000 /μL trombositopeni
VII.DIAGNOSIS BANDING
a. Dengue Hemorrhagic Fever grade I
b. Dengue Shock Syndrome
c. Gizi baik, underweight, stunted (antropometri)
VIII. DIAGNOSIS KERJA
a. Dengue Hemorrhagic Fevergrade I
b. Riwayat Dengue ShockSyndrome teratasi
c. Gizi baik, underweight, stunted (antropometri)
IX. PENATALAKSANAAN
a. Oksigen nasal 2 lpm
b. Diet nasi lauk 1500 kkal/hari
c. Inf Asering 7mL/kgBB/jam = 140 mL/jam
d. Inj. Cefotaxime 25mg/kgBB/8jam ~ 500mg/8jam
X. MONITORING
a. Keadaan umum, vital sign per 2 jam
b. Balance cairan dan diuresis per 8 jam
c. Awasi tanda-tanda perdarahan
XI. PLAN
a. DL2per 8 jam
b. Urin dan feses rutin
c. IgG IgM anti dengue
XII. EDUKASI
a. Edukasi keluarga tentang penyakit pasien.
b. Lapor bila ada tanda-tanda perdarahan.
c. Kompres hangat apabila demam.
d. Banyak minum dan istirahat.
XIII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
XIV. FOLLOW UP
Tanggal 1 Maret 2016 (DPH 1)
S : Demam (-) mimisan (-) gusi berdarah (-)
O : Keadaan umum : compos mentis, sakit sedang
Tanda Vital
Tekanan darah : 100/70mmHg.
Nadi : 112 x/menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 36,60C per aksiler
SiO2 : 98%
Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak
beruban semua, mudah rontok, mudah dicabut, atrofi otot (-), Lingkar kepala
46 cm.
Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan tak
langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (+/+) menurun,
sekret (-/-).
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).
Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah simetris, lidah tremor (-),
tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi
berdarah (-), papil lidah atrofi (-).
Leher
Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak membesar,
nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-).
Thoraks
Simetris, retraksi (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat.
Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar.
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-).
Pulmo
Inspeksi :pengembangan dinding dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor / sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler + /+ , suara tambahan -/-
Abdomen
Inspeksi : dinding perut lebih rendah daripada dinding dada
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : redup, pekak alih (+), pekak sisi (+)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba,
Lingkar perut : 54 cm
Ekstremitas
Oedem _ _ Akral dingin _ _
Arteri dorsalis pedis kuat
Capilary refill time < 2”
A :
a. Dengue Hemorrhagic Fever grade I
b. Gizi Kurang, normoweight, normoheight (antropometri)
P :
1. Terapi
a. Diet nasi lauk 1000 kkal/hari
b. Inf Ringer Laktat 7mL/kgBB/jam = 77 mL/jam
2. Plan
a. Urinalisa dan feses rutin
b. IgG dan IgM anti dengue
Tanggal 2 Maret 2016 (DPH 2)
S : Demam (-) nyeri perut (+) terutama bila makan
O : Keadaan umum : compos mentis, sakit sedang
Tanda Vital
Tekanan darah : 100/70mmHg.
Nadi : 80 x/menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.
Respirasi : 36 x/menit
Suhu : 36,20C per aksiler
SiO2 : 99%
Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak
beruban semua, mudah rontok, mudah dicabut, atrofi otot (-), Lingkar kepala
46 cm
Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan tak
langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (+/+) menurun,
sekret (-/-).
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).
Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah simetris, lidah tremor (-),
tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi
berdarah (-), papil lidah atrofi (-).
Leher
Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak membesar,
nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-).
Thoraks
Simetris, retraksi (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat.
Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar.
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-).
Pulmo
Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor / sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler + /+ , suara tambahan -/-
Abdomen
Inspeksi : dinding perut < dinding dada
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : redup, pekak alih (+), pekak sisi (+)
Palpasi : supel (+), nyeri tekan (+) epigastrium, hepar dan lien sulit
dievaluasi
Lingkar Perut : 52,5 cm
Ekstremitas
Oedem _ _ Akral dingin _ _
Arteri dorsalis pedis kuat
Capilary refill time < 2”
A :
a. Dengue Hemorrhagic Fever grade I
b. Gizi kurang, normoweight, normoheight (antropometri)
P :
1. Terapi
a. Oksigen nasal 2 lpm
b. Diet nasi lauk 1000 kkal/hari c
c. Inf Asering 5 mL/kgBB/jam = 55 mL/jam
2. Plan
a. IgG dan IgM anti dengue
b. DL2/ 8 jam
c. Feses + benzidine test
Tanggal 3 Maret 2016 (DPH 3)
S : Demam (+), nyeri perut (+) berkurang
O : Keadaan umum : compos mentis, sakit sedang
Tanda Vital
Tekanan darah : 100/70mmHg.
Nadi : 106 x/menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.
Respirasi : 30 x/menit
Suhu : 37,80C per aksiler
SiO2 : 98%
Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak
beruban semua, mudah rontok, mudah dicabut, atrofi otot (-), Lingkar kepala
46 cm .
Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan tak
langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (+/+) menurun,
sekret (-/-).
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).
Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah simetris, lidah tremor (-),
tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi
berdarah (-), papil lidah atrofi (-).
Leher
Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak membesar,
nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-).
Thoraks
Simetris, retraksi (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat.
Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar.
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-).
Pulmo
Inspeksi :pengembangan dinding dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor / sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler + /+ , suara tambahan -/-
Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : redup, pekak alih (+), pekak sisi (+)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba,
Lingkar perut : 49 cm
Ekstremitas
Oedem _ _ Akral dingin _ _
Arteri dorsalis pedis teraba kuat
Capilary refill time < 2”
A :
a. Dengue Hemorrhagic Fever grade I
b. Gizi kurang, normoweight, normoheight (antropometri)
P :
1. Terapi
a. Diet nasi lauk 1000 kkal/hari c
b. Inf Asering 3 mL/kgBB/jam = 33 mL/jam
2. Plan
a. DL2/ 12 jam
b. Feses + benzidine test
Tanggal 4 Maret 2016 (DPH 4)
S : Demam (-), nyeri perut (-)
O : Keadaan umum : compos mentis, sakit sedang
Tanda Vital
Tekanan darah : 100/70mmHg.
Nadi : 90 x/menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 36,60C per aksiler
SiO2 : 100 %
Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak
beruban semua, mudah rontok, mudah dicabut, atrofi otot (-), Lingkar kepala
46 cm .
Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan tak
langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (+/+) menurun,
sekret (-/-).
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).
Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah simetris, lidah tremor (-),
tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi
berdarah (-), papil lidah atrofi (-).
Leher
Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak membesar,
nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-).
Thoraks
Simetris, retraksi (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat.
Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar.
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-).
Pulmo
Inspeksi :pengembangan dinding dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor / sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler + /+ , suara tambahan -/-
Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : redup, pekak alih (+), pekak sisi (+)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba,
Lingkar perut : 46 cm
Ekstremitas
Oedem _ _ Akral dingin _ _
Arteri dorsalis pedis teraba kuat
Capilary refill time < 2”
A :
a. Dengue Hemorrhagic Fever grade I
b. Gizi kurang, normoweight, normoheight (antropometri)
P :
1. Terapi
a. Diet nasi lauk 1000 kkal/hari c
b. Inf D ¼ NS 3 mL/kgBB/jam = 33 mL/jam
2. Plan
a. DL2/ 24 jam
Tanggal 5 Maret 2016 (DPH 5)
S : Demam (-), nyeri perut (-)
O : Keadaan umum : compos mentis, sakit sedang
Tanda Vital
Tekanan darah : 100/70mmHg.
Nadi : 104 x/menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,80C per aksiler
SiO2 : 100 %
Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak
beruban semua, mudah rontok, mudah dicabut, atrofi otot (-), Lingkar kepala
46 cm .
Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan tak
langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-) , sekret (-/-).
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).
Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah simetris, lidah tremor (-),
tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi
berdarah (-), papil lidah atrofi (-).
Leher
Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak membesar,
nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-).
Thoraks
Simetris, retraksi (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat.
Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar.
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-).
Pulmo
Inspeksi :pengembangan dinding dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor / sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler + /+ , suara tambahan -/-
Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : redup, pekak alih (+), pekak sisi (+)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba,
Lingkar perut : 45 cm
Ekstremitas
Oedem _ _ Akral dingin _ _
Arteri dorsalis pedis teraba kuat
Capilary refill time < 2”
A :
a. Dengue Hemorrhagic Fever grade I
b. Gizi kurang, normoweight, normoheight (antropometri)
P :
1. Terapi
a. Diet nasi lauk 1000 kkal/hari c
b. Inf D ¼ NS 3 mL/kgBB/jam = 33 mL/jam
2. Plan
a. DL2/ 24 jam
b. Usul pulang bila trombosit naik
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan 26/2/16 29/2/16 1/3/16 1/3/16 2/3/16 2/3/16 3/3/16 4/3/16 5/3/16Hemoglobin 12.0 14.9 11.6 10.3 11.0 11.8 10.8 10.2Hematokrit 37,2 43 32 31 32 33 32 29Leukosit 5200 11900 11300 97000 97000 10500 8200 7800Eritrosit 4.50
juta3.98 juta
3.74 juta
3.84 juta
4.05 juta
3.90 juta
3.55 juta
Trombosit 196.000 30000 15000 24000 21000 26000 43000 15000MCV - 83.5 81.2 83.3 82.5 81.1 81.7MCH - 28.7 29.1 27.5 28.6 29.1 28.7MCHC - 34.4 35.9 33.1 34.7 36.0 35.2RDW - 13.0 11.8 13.2 12.1 11.8 11.8MPV 9.4 8.0 10.3 7.3 7.6 7.3PDW 16 20 18 19 19 20Netrofil - 45.40 33.40 33.50 31.20 25.30 24.10Limfosit - 36.30 56.30 56.60 59.10 68.20 70.30Mono, Eos, Bas
- 18.30 9.90
Monosit 9.00 9.30 6.00 4.50Eosinofil 0.10 0.30 0.50 1.00Basofil 1.20 0.10 0.00 0.10GDS - 106Albumin - 2.7Kreatinin 0.3Ureum 20Natrium darah
121
Kalium darah 4.8
Pemeriksaan IgM Dengue dan IgG Dengue positif
2. Pemeriksaan Urinalisa
Pemeriksaan 29/02/2016 01/03/2016
Makroskopis
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Kimia Urin
Berat Jenis >1030 1014
pH 6.5 6.5
Negatif Negatif
Negatif Negatif
+/ positif 1 Negatif
Glukosa Normal Normal
++ /
positif 2
Negatif
Normal Negatif
Negatif Negatif
Negatif Negatif
3. Pemeriksaan Rontgen Thorak
Thorak RLD
Tampak perpindahan cairan di hemithoraks kanan sisi lateral dari inferior ke
superior dengan Pleural Effusion Index 43%
Kesimpulan :
Efusi pleura kiri dengan Pleural Effusion Index 43 %
4. Pemeriksaan Parasitologis Tinja
Kesimpulan : ditemukan yeast cell pada sampel tinja dengan pemeriksaan
Benzidin test positif
BAB II
ANALISIS KASUS
Pada pasien ini dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan demam
tinggi mendadak dan terus menerus selama lima hari tidak berkurang dengan obat
penurun panas. Selain itu pasien tidak mengeluh batuk, pilek, muntah, gusi
berdarah, maupun bercak kemerahan. Menurut pengakuan keluarga pasien, di
sekitar lingkungan pasien terdapat tetangga yang dirawat dengan demam berdarah
1 bulan terakhir ini. Pasien sebelum dirujuk ke RSDM mengalami syok, namun
ketika sampai di IGD RSDM syok sudah mulai teratasi ditandai dengan akral
teraba hangat, tekanan darah 90/60 mmHg, denyut nadi 84 kali per menit, CRT
kurang dari 2 detik, tidak ada sianosis maupun sesak nafas, ADP teraba kuat.
Pada pemeriksaan fisik saat pasien sampai di IGD RSDM, didapatkan pasien
dalam kondisi lemas dan adanya nyeri tekan pada epigastrium, serta pekak alih
pada perkusi abdomen. Menurut WHO tahun 2009 salah satu penyakit dengan
gejala klinis demam tinggi mendadak kurang dari 7 hari adalah infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue. Infeksi dengue memiliki gejala demam tinggi
mendadak 2-7 hari, selain itu diikuti pula dengan adanya gejala klinis lain berupa
manifestasi perdarahan baik spontan maupun diprovokasi, hepatomegali, dan
syok. Pada pasien ini didapatkan gejala-gejala tersebut yang menguatkan pada
diagnosis demam berdarah dengue.
Pada awal perjalanan penyakit infeksi dengue terkadang susah dibedakan
dengan penyakit yang memiliki gejala klinis demam lainnya sehingga diperlukan
suatu tes yaitu uji tourniquet untuk menunjang diagnosis penyakit ke arah infeksi
dengue. Pada pasien ini dilakukan uji tourniquet untuk melihat apakah adanya
manifestasi kebocoran plasma yang biasanya terdapat pada infeksi dengue. Hasil
uji tourniquet pada pasien ini positif yang ditandai dengan adanya peteki pada
lengan pasien yang menunjukan adanya manifestasi kebocoran plasma. Selain uji
tourniquet dilakukan pemeriksaan fisik. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan
oedem pada palpebra kedua mata. Oedem palpebra merupakan salah satu tanda
adanya kebocoran plasma pada pasien dengan infeksi dengue..
Selain dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan uji
laboratorium dengan menggunakan sample darah pasien. Hasil uji lab saat pasien
datang ke IGD menunjukkan kadar trombosit pasien yang turun dibawah 100.000
u/l yaitu 44.000 u/l. Hematokrit pasien sebesar 42% yang menunjukkan adanya
peningkatan. Penurunan trombosit dan kenaikan hematokrit pada pasien ini terjadi
akibat proses kebocoran plasma. Plasma darah yang normalnya berada didalam
pembuluh darah keluar menuju ke jaringan interstisial. Akibat keluarnya plasma
darah menyebabkan darah menjadi lebih kental dan menyebabkan
hemokonsentrasi. Pada hari esoknya dilakukan tes Ig M dan Ig G anti dengue
dengan hasil tes positif untuk kedua Ig. Ig M anti dengue pada umumnya dapat
terdeteksi pada hari sakit ke 4 atau 5 dan tidak terdeteksi setelah 90 hari. Pada
infeksi dengue primer , Ig G anti dengue muncul lebih lambat dibandingkan
dengan Ig M antidengue, namun pada infeksi sekunder muncul lebih cepat. Kadar
Ig G anti dengue bertahan lama dalam serum.
Berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil lab di atas dapat
disimpulkan terdapat beberapa gejala klinis dan hasil laboratories yang
mendukung ke arah Dengue Hemorraghic Fever (DHF) grade I menurut
klasifikasi WHO tahun 1997. Berdasarkan kriteria WHO 1997 untuk
menegakkan diagnosis DHF grade I dapat dengan memenuhi kriteria klinis dan
laboratori.
Setelah dilakukan diagnosis pada pasien dapat dilakukan tatalaksana pada
pasien DHF sesuai dengan WHO 2011. Berdasarkan WHO 2011 pasien tersebut
dapat dirawat inap di pelayanan kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit.
Menurut WHO 2011 pasien tersebut memenuhi kriteria rawat inap berupa adanya
tanda bahaya pada demam berdarah dengue yaitu: adanya nyeri perut dan nyeri
tekan, demam yang mulai turun, peningkatan hematokrit yang bersamaan dengan
penurunan cepat jumlah trombosit. Tata laksana yang tepat dan segera dapat
mengurangi morbiditas dan mortalitas dengue hemorraghic fever atau demam
berdarah dengue (DBD). Pengobatan pada saat dirawat inap pasien tersebut
diberikan terapi penggantian cairan dan terapi simtomatis. Terapi cairan meliputi
jenis dan jumlah cairan yang diberikan. Cairan kristaloid isotonik merupakan
pilihan untuk pasien DBD. Tidak dianjurkan pemberian cairan hipotonik seperti
NaCl 0,45%, kecuali bagi pasien usia <6bulan. Dalam keadaan normal setelah
satu jam pemberian cairan hipotonis, hanya 1/12 volume yang bertahan dalam
ruang intravascular sedangkan cairan isotonis ¼ volume yang bertahan, sisanya
terdistribusi ke ruang intrseluler dan ekstraseluler. Pada keadaan permeabilitas
yang meningkat, volume cairan yang bertahan akan semakin berkurang sehingga
lebih mudah terjadi kelebihan cairan pada pemberian cairan hipotonis. Pada
pasien ini diberikan cairan kristaloid isotonik berupa asering. Asering dipilih
karena cairan memiliki sifat dimetabolisme di otot dan bukan di hepar. Pada
pasien DBD terjadi hepatomegali sebagai akibat proses infeksi yang terjadi
sehingga pemilihan asering diharapkan tidak membuat kerja hepar semakin berat
karena harus memetabolisme cairan infus.
Menurut Pedoman Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Virus Dengue
(IDAI), pasien yang datang dengan kondisi syok, diberikan tatalaksana oksigen
nasal 2 lpm, infus R asering 10-20 mL/kgBB dalam 1 jam. Apabila kondisi umum
dan vital sign terdapat perbaikan, maka cairan dapat diturunkan hingga 10
mL/kgBB. Jika kondisi stabil pemberian cairan dapat diturunkan secara bertahap
menjadi 7ml/kgBB, 5mL/kgBB, 3mL/kgBB, 1,5mL/kgBB hingga pada dosis
maintainance. Pada pasien ini, sudah diberikan oksigen nasal dan cairan resusitasi
1000ml habis secepatnya di RS Gemolong. Pemberian cairan pasien kemudian
dilanjutkan menjadi 7 mL/kgBB/jam = 140 mL/jam dikarenakan syok sudah
teratasi. Pemberian cairan dapat diturunkan secara bertahap menjadi 100 mL/jam,
60 mL/jam karena kondisi pasien yang mulai stabil dan asupan makan serta
minum pasien membaik. Volume cairan yang diberikan pada pasien DHF
disesuaikan dengan berat badan, kondisi klinis dan temuan laboratorium. Pada
pasien dengan obesitas pemberian jumlah cairan harus berhati-hati karena mudah
terjadi kelebihan cairan, penghitungan carian sebaiknya berdasarkan berat badan
ideal. Selain dengan pemberian cairan melewati infus pasien juga dianjurkan
untuk minum yang cukup terutama minum cairan yang mengandung elektrolit.
Pemberian cairan harus diawasi supaya tidak terjadi overload cairan.
Pemberian obat simtomatis pada pasa pasien ini dapat diberikan antipiretik
dengan pilihan parasetamol 10-15mg/ kgBB/ kali apabila demam. Berat pasien 20
kg sehingga untuk dosis parasetamol yang diberikan sebanyak 300 mg sekali
minum. Parasetamol sebaiknya diberikan dengan interval 6 jam. Pemberian
aspirin atau golongan NSAID serta ibuprofen tidak dianjurkan karena akan
memperparah manifestasi perdarahan pada pasien.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
a. Definisi
Demam dengue dan demam berdarah dengue adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis
demam, nyeri otot, dan atau nyeri sendi disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik.Gejala-gejala yang
timbul merupakan akibat perembesan plasma yang ditandai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di
rongga tubuh.Sindrom renjatan dengue adalah DBD yang ditandai oleh
renjatan/syok (WHO, 2011a).
b. Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara,
Pasifik Barat dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan
sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6
hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah
meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk
pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga
mencapai 2% pada tahun 1999.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk
genus Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus
setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan tersedianya
tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih
(bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi
virus dengue yaitu: 1) Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan
menggigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor di
lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain; 2) Pejamu:
terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3) Lingkungan : curah hujan,
suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.
c. Etiologi
Etiologi penyakit demam berdarah dangue adalah virus dangue
termasuk family flaviviridae genus Flavivirus yang terdiri dari 4 serotipe.
Terdapat empat serotipe DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah
dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3
merupakan serotipe terbanyak.
Virus DEN termasuk dalam kelompok virus yang relative labil
terhadap suhu dan faktor kimiawai lain serta masa viremia yang pendek.
Virus DEN virionnya tersusun oleh genom RNA dikelilingi oleh
nukleokapsid, ditutupi oleh suatu selubung dari lipid yang mengandung
dua protein yaitu selubung protein E dan protein membrane M.
(Halstead ,2011).
d. Patofisiologi
Hipotesis infeksi heterolog sekunder (the secondary heterologous
Infection hyphotesis atau the sequential infection hypothesis) sampai saat
ini masih dianut sebagai konsep patogenesis terjadinya DHF. Berdasarkan
hipotesis ini seseorang akan menderita DHF apabila mendapatkan infeksi
berulang oleh serotipe virus dengue yang berbeda dalam jangka waktu
tertentu, yang berkisar antara 6 bulan sampai 5 tahun. Hipotesis lain yang
menentangnya adalah hipotesis virulensi virus, menurut hipotesis ini
perbedaan virulensi serotipe virus dengue adalah penyebab terjadinya
DHF.
Fenomena patologis utama yang menentukan berat penyakit DHF
adalah meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah (kapiler),
yang mengakibatkan terjadinya perembesan atau kebocoran plasma,
peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya
volume plasma yang otomatis jumlah trombosit berkurang
(trombositopenia), terjadinya hipotensi (tekanan darah rendah) yang
dikarenakan kekurangan haemoglobin, plasma merembes selama
perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa demam dan mencapai
puncaknya pada masa terjadinya hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit
> 20 %) bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel
dinding pembuluh darah. Meningginya nilai hematokrit menimbulkan
dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah
ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak.
Sesuai dengan hipotesis secondary heterologous infection, pasien
yang mengalami infeksi berulang dengan serotipe virus dengue yang
heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD.
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain
yang akan menginfeksi dan membentuk kompleks antigen antibodi
kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit
terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak
dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi
dalam sel makrofag (respon antibodi anamnestik). Dalam waktu beberapa
hari terjadi proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer
tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya virus kompleks antigen-
antibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5), melepaskan C3a
dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah
sehingga plasma merembes ke ruang ekstravaskular. Volume plasma
intravaskular menurun hingga menyebabkan hipovolemia hingga syok
(Halstead, 2011).
Hipotesis kedua antibody dependent enhancement (ADE), suatu
proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di
dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut,
terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan
perembesan plasma kemudian hipovolemia dan syok. Perembesan plasma
ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan
kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa seperti efusi
pleura, asites (Halstead, 2011).
Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen,
juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi
melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan
menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai
akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit
mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga
trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit
dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi
trombositopenia. Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi
trombositopenia justru menunjukkan kenaikan sebagai mekanisme
kompensasi stimulasi trombopoesis saat keadaan trombositopenia.
Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III
mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi
intravaskular diseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen
degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi
trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak
berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi
faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu
peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya
syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia,
penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan
kerusakan dinding endotel kapiler (Halstead, 2011 Gubler dkk., 2014).
Patogenesis DBD menurut The Secondary Heterologous Dengue Infection
Hypothesis
Sumber : Suhendro, 2009
e. Klasifikasi
Pada tahun 2011 SEARO menambahkan adanya kriteria expand
karena pada beberapa penyakit tidak dapat diklasifikasikan ke dalam
kriteria WHO 2009, SEARO juga memperbaharui dalam
mengklasifikasikan infeksi dengue, klasifikasi tersebut berupa demam
yang tidak terklasifikasikan, demam dengue tanpa manifestasi perdarahan,
demam dengue dengan manifestasi perdarahan, demamberdarah dengue
dengan kebocoran plasma, demam berdarah dengue tanpa adanya tanda-
tanda syok, demam berdarah dengue diikuti syok, demam dengue dengan
perluasan dari sindroma dengue.
Tabel 2. Pembagian klasifikasi infeksi dengue berdasarkan WHO-SEARO
dibandingkan dengan WHO 2009
Dikutip dari : WHO-SEAR. Dengue In South-East Asia: An Appraisal Of Chase
Management And Vector Control. Dengue Buletin Volume 36.
Desember 2012: 6-7
f. Manifestasi Klinik
Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus Dengue juga
merupakan suatu self limiting infectious disease yang akan berakhir sekitar
2-7 hari. Infeksi virus Dengue pada manusia mengakibatkan suatu
spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara asimtomatik, dengue
fever, dengue hemmorrhagic fever atau dengue shock syndrom.
(Hadinegoro dkk., 2014)
Secara garis besar infeksi dengue dibagi menjadi 3 fase :
1) Fase febris
Pasien tiba-tiba mengalami demam tinggi, dalam fase demam akut
biasanya sekitar 2-7 hari dengan diikuti wajah kemerahan, eritema pada
kulit, pegal pada seluruh tubuh, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri retro orbital,
fotofobia, ruam makulopapular yang timbul pada 1-2 hari dan kemudian
menghilang tanpa bekas, serta nyeri kepala. Pada beberapa pasien terdapat
nyeritenggorokan, faringitis, injeksi konjungtiva.Diikuti dengan anoreksia
mual serta muntah yang umumnya selalu diderita pasien.Pada fase ini bila
didapatkan tes torniquet (+) meningkatkan kemungkinan infeksi dengue.
2) Fase kritis
Terjadi ketika terjadi penurunan suhu badan sampai normal, biasanya
hari ke 3-7 penyakit, akan terjadi peningkatan permeabilitas kapiler
bersamaan dengan peningkaya kadar hematokrit, hal ini merupakan tanda
awal dari fase kritis, periode kebocoran plasma biasanya berlangsung 24-
48 jam yang ditandai dengan peningkatan hematokrit, diikuti dengan
leukopenia, dapat pula terjadi efusi pleura dap asites. Syok terjadi ketika
terjadi kehilangan banyak plasma, nantinya dapat menyebabkan asidosis
metabolik, DIC.
3) Fase penyembuhan
Apabila pasien bertahan dalam 24-48 jam di dalam fase kritis, akan
terjadi perbaikan bertahap dari cairan ekstravaskular.
Gambar 3. Perjalanan Penyakit Infeksi Dengue
Dikutip dari :WHO-TDR. Handbook for clinical management of dengue. Geneva:
WHO, 2012
B. Derajat Beratnya Penyakit DHF
Sesuai dengan patokan dari WHO (2011b) bahwa penderita DHF dalam
perjalanan penyakit terdapat pembagian sebagai berikut
1. Derajat I (Ringan)
Demam mendadak 2 sampai 7 hari disertai gejala klinik lain, dengan
manifestasi perdarahan ringan. Yaitu uji tes “rumple leed’’ yang positif.
2. Derajat II (Sedang)
Golongan ini lebih berat daripada derajat pertama, oleh karena
ditemukan perdarahan spontan di kulit dan manifestasi perdarahan lain
yaitu epitaksis (mimisan), perdarahan gusi, hematemesis dan melena
(muntah darah). Gangguan aliran darah perifer ringan yaitu kulit yang
teraba dingin dan lembab.
3. Derajat III (Berat)
Penderita syok berat dengan gejala klinik ditemukannya kegagalan
sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg)
atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab, dan penderita menjadi
gelisah.
4. Derajat IV
Penderita syok berat (profound shock) dengan tensi yang tidak dapat
diukur dan nadi yang tidak dapat diraba.
5. Expanded Dengue Syndrome
Pasien menderita keterlibatan organ dan manifestasi klinis yang
tidak lazim dialami pasien infeksi Dengue lain.
C. Pemeriksaan Laboratorium
Setiap penderita dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan
lengkap darah, sangatlah penting karena pemeriksaan ini berfungsi untuk
mengikuti perkembangan dan diagnosa penyakit.Pemeriksaan jumlah
trombosit ini dilakukan pertama kali pada saat pasien didiagnosa sebagai
pasien DHF, Pemeriksaan trombosit perlu di lakukan pengulangan sampai
terbukti bahwa jumlah trombosit tersebut normal atau menurun.Pada pasien
DHF didapatkan jumlah trombosit < 100.000 /µl. Peningkatan nilai hematokrit
menggambarkan terjadinya hemokonsentrasi, yang merupakan indikator
terjadinya perembesan plasma.Nilai peningkatan ini lebih dari 20%.
(Gandasubrata, 1999).
Penderita DHF sering muncul limfosit plasma biru, hal ini disebabkan
karena limfosit merupakan satu-satunya sel tubuh yang mampu mengenal
antigen secara spesifik dan mampu membedakan penentu antigenik, sehingga
respon imunnya bersifat spesifik. Limfosit yang berstimulasi dengan antigen
akan mengalami perubahan struktural dan biokimia. Istilah yang biasa untuk
menggambarkan perubahan morfologi tersebut antara lain limfosit plasma
biru, limfosit reaktif atau limfosit atipik (Gandasubrata, 1999).
Uji serologi ini merupakan konfirmatif adanya infeksi virus
dengue.Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah
sekitar demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan
ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan
kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus
dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi
IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder
antibodi IgG meningkat pada hari kedua.Oleh karena itu diagnosa dini infeksi
primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah
demam hari kelima, diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini
dengan adanya peningkatan antibodi IgG dan IgM yang cepat (Groen, dkk.
2000).
Gambar 2. Perubahan Titer IgG dan IgM pada Infeksi Dengue
Tiga aspek utama yang harus dipertimbangkan untuk diagnosis dengue
secara adekuat :
1. Virologi dan serologi yang berhubungan dengan waktu infeksi dengue
Masa inkubasi adalah 4-10 hari setelah digit oleh nyamuk, pada
infeksi primer viremia terjadi 1-2 hari sebelum mulainya demam sampai
hari ke 4-5. Antibodi spesifik Anti-dengue IgM dapat ditemukan saat
hari ke 3-6, kemudian akan menetap dengan kadar yang rendah sampai 3
bulan setelah demam. IgG akan meningkat pada hari ke 9-10 yang
kemudian akan bertahan dengan kadar rendah sampai 1 dekade dan hal
ini dapat mengetahui kemungkinan seseorang pernah terinfeksi dengue
sebelumnya.
2. Jenis metode diagnostik dalam kaitannya dengan manifestasi klinis
Klinis pada saat fase demam menunjukan sedang terjadinya
viremia, beberapa komponen virus terdapat dalam darah sehingga
pilihan yang tepat adalah RT-PCR, NS-1 Ag. Saat fase kritis dan
penyembuhan dapat kita lihat IgM spesifik bisa dengan menggunakan
rapid Test, ELISA maupun haemagglutination inhibition assay (HIA).
3. Karakteristik sampel klinis
Virus dengue yang labil mudah dinonaktifkan pada suhu di atas
30° C, sehingga harus berhati-hati selama transportasi dan penyimpanan
sampel.Sampel serum yang dikumpulkan selama 4 hari pertama demam
berguna untuk virus, genom dan deteksi antigen dengue.Sampel harus
cepat diangkut pada suhu 4 ° C ke laboratorium dan diproses secepat
mungkin.Serum steril tanpa antikoagulan berguna.Jika spesimen
pengiriman tidak dapat dilakukan dalam 24-48 jam pertama, pembekuan
pada -70 ° C dianjurkan.
D. Diagnosis Banding
Beberapa panyakit infeksi maupun non-infeksi memiliki gejala mirip
demam dengue maupun severe dengue.
a. Influenza
b. Cikungunya
c. Infeksi primer HIV
d. SARS
e. Malaria
f. Demam tiroid
g. Hepatitis
h. Leptospirosis
E. Penatalaksanaan
Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan
simtomatis.Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan
akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah
bilamana diperlukan.Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang
perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.
Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya
terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7
proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari
ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi tersebut secara
bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian
cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan
terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang
masif perlu selalu diwaspadai (Hadinegoro dkk., 2014).
Bila penderita hanya mengeluh panas, tetapi keingingan makan dan
minum masih baik. Untuk mengatasi panas tinggi yang mendadak
diperkenankan memberikan obat panas paracetamol 10 – 15 mg/kg BB
setiap 3-4 jam diulang jika simptom panas masih nyata diatas 38,5 0C.
Sebagian besar kasus DBD yang berobat jalan ini adalah kasus DBD yang
menunjukkan manifestasi panas hari pertama dan hari kedua tanpa
menunjukkan penyulit lainnya.Apabila penderita DBD ini menunjukkan
manifestasi penyulit hipertermi dan konvulsi sebaiknya kasus ini dianjurkan
di rawat inap. Pada kasus DBD derajat I & II pada hari ke 3, 4, dan 5 panas
dianjurkan rawat inap karena penderita ini mempunyai resiko terjadinya
syok (Hadinegoro dkk., 2014).
Pada saat fase panas penderita dianjurkan banyak minum air buah
atau oralit yang biasa dipakai untuk mengatasi diare.Apabila hematokrit
meningkat lebih dari 20% dari harga normal, merupakan indikator adanya
kebocoran plasma dan sebaiknya penderita dirawat di ruang observasi di
pusat rehidrasi selama kurun waktu 12-24 jam.Penderita DBD yang gelisah
dengan ujung ekstremitas yang teraba dingin, nyeri perut dan produksi air
kemih yang kurang sebaiknya dianjurkan rawat inap. Penderita dengan
tanda-tanda perdarahan dan hematokrit yang tinggi harus dirawat di rumah
sakit untuk segera memperoleh cairan pengganti (Hadinegoro dkk., 2014).
Volume dan macam cairan pengganti penderita DBD sama dengan
seperti yang digunakan pada kasus diare dengan dehidrasi sedang (6-10%
kekurangan cairan) tetapi tetesan harus hati-hati. Kebutuhan cairan
sebaiknya diberikan kembali dalam waktu 2-3 jam pertama dan selanjutnya
tetesan diatur kembali dalam waktu 24-48 jam saat kebocoran plasma
terjadi.Pemeriksaan hematokrit secara seri ditentukan setiap 4-6 jam dan
mencatat data vital dianjurkan setiap saat untuk menentukan atau mengatur
agar memperoleh jumlah cairan pengganti yang cukup dan cegah pemberian
transfusi berulang. Jumlah cairan yang dibutuhkan adalah volume minimal
cairan pengganti yang cukup untuk mempertahankan sirkulasi secara efektif
selama periode kebocoran (24-48 jam), pemberian cairan yang berlebihan
akan menyebabkan kegagalan faal pernafasan (efusi pleura dan asites),
menumpuknya cairan dalam jaringan paru yang berakhir dengan edema
(Hadinegoro dkk., 2014).
Jenis Cairan
1. Kristaloid
a. Ringer Laktat
b. 5% Dekstrose di dalam larutan Ringer Laktat
c. 5% Dekstrose di dalam larutan Ringer Ashering
d. 5% Dekstrose di dalam larutan setengah normal garam fisiologi
(faali)
e. 5% Dekstrose di dalam larutan normal garam fisiologi (faali)
2. Koloidal
a. Plasma expander dengan berat molekul rendah (Dekstran 40)
b. Plasma
Kebutuhan Cairan
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung
dari umur dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma sesuai
dengan derajat hemokonsentrasi yang terjadi. Pada anak yang gemuk,
kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal anak umur yang
sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat diperhitungkan dari tabel berikut.
B e r a t b a d a n ( k g ) J u m l a h c a i r a n ( m l )
1 0 1 0 0 p e r k g B B
1 0 – 2 0 1000 + (50 x kg (diatas 10 kg) )
> 2 0 1500 + (20 x kg (diatas 20 kg) )
“Dengue Shock Syndrome” (sindrome renjatan dengue) termasuk
kasus kegawatan yang membutuhkan penanganan secara cepat dan perlu
memperoleh cairan pengganti secara cepat.Biasanya dijumpai kelaian
asam basa dan elektrolit (hiponatremi).Dalam hal ini perlu dipikirkan
kemungkinan dapat terjadi DIC. Terkumpulnya asam dalam darah
mendorong terjadinya DIC yang dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan hebat dan renjatan yang sukar diatasi (Hadinegoro dkk.,
2014).
Penggantian secara cepat plasma yang hilang digunakan larutan
garam isotonik (Ringer Laktat, 5% Dekstrose dalam larutan Ringer
Laktat atau 5% Dekstrose dalam larutan Ringer Asetat dan larutan
normal garam faali) dengan jumlah 10-20 ml/kg/1 jam atau pada kasus
yang sangat berat (derajat IV) dapat diberikan bolus 10 ml/kg (1 atau
2x). Jika syok berlangsung terus dengan hematokrit yang tinggi, larutan
koloidal (dekstran dengan berat molekul 40.000 di dalam larutan normal
garam faal atau plasma) dapat diberikan dengan jumlah 10-20 ml/kg/jam
(Hadinegoro dkk., 2014).
Selanjutnya pemberian cairan infus dilanjutkan dengan tetesan
yang diatur sesuai dengan plasma yang hilang dan sebagai petunjuk
digunakan harga hematokrit dan tanda-tanda vital yang ditemukan
selama kurun waktu 24-48 jam.Pemasangan cetral venous pressure dan
kateter urinal penting untuk penatalaksanaan penderita DBD yang sangat
berat dan sukar diatasi.Cairan koloidal diindikasikan pada kasus dengan
kebocoran plasma yang banyak sekali yang telah memperoleh cairan
kristaloid yang cukup banyak. Pada umumnya 48 jam sesudah terjadi
kebocoran atau renjatan tidak lagi membutuhkan cairan. Reabsorbsi
plasma yang telah keluar dari pembuluh darah membutuhkan waktu 1-2
hari sesudahnya.Jika pemberian cairan berkelebihan dapat terjadi
hipervolemi, kegagalan faal jantung dan edema baru.Dalam hal ini
hematokrit yang menurun pada saat reabsorbsi jangan diintepretasikan
sebagai perdarahan dalam organ. Pada fase reabsorbsi ini tekanan nadi
kuat (20 mmHg) dan produksi urine cukup dengan tanda-tanda vital yang
baik (Hadinegoro dkk., 2014).
Pada kasus yang berat, hiponatremia dan asidosis metabolik
sering dijumpai, oleh karena itu kadar elektrolit dan gas dalam darah
sebaiknya ditentukan secara teratur terutama pada kasus dengan renjatan
yang berulang. Kadar kalium dalam serum kasus yang berat biasanya
rendah, terutama kasus yang memperoleh plasma dan darah yang cukup
banyak. Kadanga-kadang terjadi hipoglemia (Hadinegoro dkk., 2014).
Semua penderita dengan renjatan sebaiknya diberikan
oksigen.Penderita yang menunjukkan gejala perdarahan seperti
hematemesis dan melena diindikasikan untuk memperoleh transfusi
darah. Darah segar sangat berguna untuk mengganti volume masa sel
darah merah agar menjadi normal. Dalam keadaan syok, harus yakin
benar bahwa penggantian volume intravaskular telah benar-benar
terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum mencukupi 2
ml/kgBB/jam sedangkan cairan yang diberikan sudah sesuai kebutuhan,
maka selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan
tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar ureum dan kreatinin. Tetapi
apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok juga belum
dapat dikoreksi dengan baik, maka pemasangan CVP (central venous
pressure) perlu dilakukan untuk pedoman pemberian cairan selanjutnya
(Hadinegoro dkk., 2014).
Menurut IDAI (2010) tanda vital dan kadar hematokrit harus
dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil pengobatan.
Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah:
a. Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat
setiap 15-30 menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.
b. Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai keadaan
klinis pasien stabil
c. Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai
jenis cairan, jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah
cairan yang diberikan sudah mencukupi.
d. Jumlah dan frekuensi diuresis.
Penatalaksanaan Dengue menurut WHO 2012, membagi pasien menjadi 3
kriteria :
1. Kriteria A
Pasien dapat dipulangkan, dengan catatan mendapatkan cairan yang
adekuat dan BAK minimal 1 kali per 6 jam, dan tidak ada tanda-tanda
dari warning sign. Pasien diharuskan bed rest, pasien yang datang pada
demam >3 hari diharuskan setiap hari ke sarana kesehatan untuk
diperiksa darah lengkap dan monitoring adanya gejala-gejala dari
warning sign, hal ini dilakukan sampai fase kritis terlewati. Berikan
pasien paracetamol untuk demamnya, dengan dosis 10 mg/kgbb/x,
kompres air hangat apibila demam tidak turun, dilarang memberikan
aspirin, ibuprufen atau NSAID lainnya maupun injeksi intramuskular, hal
ini dapat menyebabkan gastritis atau perdarahan. Apabila tidak ada
perbaikan maupun timbul gejala tambahan seperti nyeri perut, muntah-
muntah, ekstremitas dingin, sesak napas, tidak BAK dalam 6 jam,
maupun perdarahan segera ke fasilitas kesehatan terdekat. Indikasi rawat
inap pada pasien dengan manifestasi demam bila tidak mendapatkan
rehidrasi oral yang adekuat, adanya anak kecil dirumah, serta pasien
dengan co-morbid.
2. Kriteria B
Pasien yang diharuskan untuk rawat inap untuk observasi lebih
lanjut.Dalam kriteria ini pasien dengan warning sign, pasien risiko tinggi,
pasien yang menunjukan gejala komplikasi, pasien yang tinggal sendiri,
serta pasien yang tempat tinggalnya jauh dari fasilitas kesehatan. Terapi
yang diberikan
Cek hematokrit sebelum diberikan cairan infus. Cairan infus yang
digunakan hanya yang bersifat isotonik seperti NaCl 0,9%, Ringer laktat
atau cairan Hartmann’s. Mulai dengan 5-7 ml/kgbb/jam untuk 1-2 jam
pertama, kemudian kurangi menjadi 3-5ml/kgbb/jam untuk 2-4 jam
selanjutnya, kemudian kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kgbb/jam atau
maintenan cairan sesuai manifestasi klinis yang didapat. Periksa kembali
hematrokit, jika tidak ada perbaikan atau terjadi peningkatan sedikit,
ulangi pemberian cairan 2-3 ml/kgbb/jam selama 2-4 jam. Jika tanda vital
menurun dan terjadi peningkatan hematrokrit yang cepat, segera naikan
cairan 5-10ml/kgbb/jam selam 1-2 jam. Apabila perfusi jaringan dan
urine output baik (0,5ml/kg/jam) berikan cairan maintenance untuk 24-48
jam. Monitor vital sign, balance cairan, hematrokit sebelum dan sesudah
pemberian cairan infus, atau setiap 6-12 jam sekali. Cek GDS, profil
ginjal, profil liver, profil koagulasi sesuai indikasi.
3. Kriteria C
Pasien dengan dengue berat, pasien dalam kriteria ini harus
mendapat pengobatan segera karena berada dalam fase kritis, berupa
• Kebocoran plasma yang berat, mulai masuk ke dalam keadaan
syok dengan adanya ARDS
• Perdarahan hebat
• Multi organ failure
Pasien harus segera dipindahkan ke fasilitas kesehatan yang
memiliki fasilitas transfusi darah.Segera ganti cairan isotonik dengan
cairan kristaloid, pada keadaan hipotensi syok boleh diberikan cairan
koloid.Transfusi darah hanya diberikan apabila adanya perdarahan hebat.
PENATALAKSANAAN KASUS TERSANGKA
DEMAM BERDARAH DENGUE DBD (Bagan 1)
Tersangka DBD
Demam tinggi, mendadak, terus-menerus, < 7 hari tidak disertai ISPA, badan lemah/lesu
Tanda syok muntah terus menerus, kesadaran menurunKejang, muntah darah, berak darah, berak hitam
Ada kedaruratan Tidak ada kedaruratan
Periksa uji tourniquet
Uji tourniquet (-) (Rumplee Leede)
Uji Tourniquet (+) (Rumplee Leede)
Jumlah trombosit < 100.000/ul
Jumlah trombosit > 100.000/ul
Rawat jalanParasetamolKontrol tiap hari sampai demam hilang
Nilai tanda klinis & jumlah trombosit, Ht bila masih demam hari sakit ke 3
Rawat Inap
Rawat Jalan Minum banyak,Parasetamol bila perlu Kontrol tiap hari sp demam turun. Bila demam menetap periksa Hb.Ht, Trombosit.Perhatikan untuk orang tua pesan bila timbul tanda syok : gelisah, lemah, kaki tangan dingin, sakit perut, berat hitam, kencing berkurang
Lab :Hb/Ht naik dan trombosit turun
PENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAT I
(Bagan 2)
DBD Derajad I
Gejala klinis : demam 2-7 hari Uji tourniquet positif Lab. hematokrit tidak meningkat
trombositopeni (ringan)
Pasien Masih dapat minum Beri minum banyak 1-2 liter/hari atau 1 sd. mkn tiap 5 menit. Jenis minuman; air putih teh manis, sirup, jus buah, susu, oralitBila suhu > 38,5 derajad celcius beri parasetamolBila kejang beri obat antikonvulasif
Pasien tidak dapat minumPasien muntah terus menerus
Pasang infus NaCl 0,9%: Dekstrosa 5% (1:3) tetesan rumatan sesuai berat badan Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam
Ht naik dan atau trombositopeni
Infus ganti ringer asetat(tetesan disesuaikan, lihat Bagan 3)
Perbaikan klinis dan laboratoris
Pulang
Kriteria memulangkan pasien :1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik 2. Nafsu makan membaik 3. Secara klinis tampak perbaikan 4. Hematokrit stabil 5. Tiga hari setelah syok teratasi 6. Jumlah trombosit lebih dari 50.000/ml7. Tidak dijumpai distress pernafasan
PENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAT II
(Bagan 3)
Keterangan : 1 CC = 15 Tetes
Perbaikan
DB Derajad I + perdarahan spontan Hemokonsentrasi & Trombositopeni Cairan awal RA/NaCl 0,9% atau RAD5%/NaCl 0,9 + D 5% 6 – 7 ml/kgBB/jam
Monitor Tanda Vital/Nilai Ht & trombosit tiap 6 jam
Tidak Ada Perbaikan
DBD Derajat II
Tidak gelisahNadi kuat
Tek Darah stabilDiuresis cukup
(1 ml/kgBB/jam)Ht Turun
(2x pemeriksaan)
GelisahDistres pernafasan
Fre.nadi naikHt tetap tinggi/naik
Tek. Nadi < 20 mmHgDiuresis kurang/tidak
adaTanda Vital memburuk
Ht meningkatTetesan dikurangi Tetesan dinaikkan 10-15 ml/kgBB/jam
(bertahap)Perbaikan5 ml/kgBB/jam
Evaluasi 12-24 jam
Perbaikan
Tanda vital tidak stabilSesuaikan tetesan
3 ml/kgBB/jam
IVFD stop setelah 24-48 jam apabila tanda vital/Ht stabil dan
diuresis cukup
Distress pernafasan Ht Naik
Ht turun
Koloid20-30 ml/kgBB
Transfusi darah segar 10 ml/kgBB
Perbaikan
PENATALAKSANAAN KASUS DSS ATAU DBD DERAJAT III DAN IV
(Bagan 4)DBD Derajat III & IV
Oksigenasi (berikan O2 2-4lpm/menit) Penggantian volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis)
RingerAsetat/ NaCl 0,9 % 10-20 ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit)
Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ? Pantau tanda vital tiap 10 menit
Catat balans cairan selama pemberian cairan intravena
Syok tidak teratasi Syok teratasi
Kesadaran membaik Nadi teraba kuat Tekanan nadi > 20 mmHg Tidak sesak nafas / Sianosis Ekstrimitas hangat Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam
Kesadaran menurun Nadi lembut / tidak teraba Tekanan nadi < 20 mmHg Distres pernafasan / sianosis Kulit dingin dan lembab Ekstrimitas dingin Periksa kadar gula darah
DBD Derajat II + Kegagalan sirkulasi
Cairan & tetesan disesuaikan 10 ml/kgBB/jam
Tanda vitalTanda perdarahan
DiuresisHb, Ht, Trombosit
Lanjutkan cairan 15-20 ml/kgBB/jam
Tambahan koloid/plasma Dekstran 40/FFP
10-20 (max 30) ml/kgBBKoreksi Asidosis
evaluasi 1 jam Syok teratasi
Evaluasi ketat
Syok belum teratasi
Stabil dalam 24 jam
Tetesan 5 ml/kgBB/jam
Tetesan 3 ml/kgBB/jam
Infus Stop tidak melebihi 48 jam
Ht turun Transfusi darah segar 10
ml/kgBB Dapat diulang sesuai kebutuhan
Ht tetap tinggi/naikKoloid
20 ml/kgBB
Gambar 6.Algoritma Penatalaksanaan Syok pada infeksi Dengue.
Dikutip dari :WHO-TDR. Handbook for clinical management of dengue.
Geneva: WHO, 2012
Tujuan dari resusitasi cairan meliputi:
• Meningkatkan sirkulasi pusat dan perifer, yaitu penurunan takikardi,
meningkatkan TD dan denyut nadi, ekstremitas hangat dan merah muda,
waktu pengisian kapiler <2 detik
• Meningkatkan perfusi end-organ yaitu mencapai tingkat kesadaran stabil
dan output urine ≥ 0,5 ml / kg / jam atau penurunan asidosis metabolik.
Kapan harus menghentikan infus
Observasi tanda-tanda berhentinya kebocoran plasma yang dilihat dari :
• TD, nadi dan perfusi perifer stabil
• hematokrit menurun dengan denyut nadi yang baik
• apyrexia (tanpa menggunakan antipiretik) selama lebih dari 24-48 jam;
• gejala usus / gejala yang berhubungan dengan abdomen teratasi
• peningkatan produksi urine.
Melanjutkan terapi cairan intravena melewati 48 jam dari fase kritis akan
menyebabkan pasien berisiko edema paru dan komplikasi lain seperti
tromboflebitis.
F. Kriteria Memulangkan Pasien
Menurut IDAI (2010) pasien dapat dipulangkan, apabila:
1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Tampak perbaikan secara klinis
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit > 50.000/μl
7. Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)
G. Komplikasi
Penyebab komplikasi pada infeksi dengue adalah :
1. Kesalahan diagnosis pada primary Care sebagai pengobatan lini pertama
2. Ketidaktepatan monitoring dan misinterpretasi tanda-tanda vital
3. Kesalahan dalam monitoring terapi carang dan urine yang keluar
4. Keterlambatan dalam pengenalan tanda-tanda syok sehingga jatuh dalam
keadaan syok atau memperpanjang syok yang sudah terjadi
5. Keterlambatan dalam mengenal adanya perdarahan hebat
6. Terlalu sedikit atau terlalu banyak terapi cairan infus
7. Ketidakpedulian dalam tehnik aseptic dalam menangani pasien
Komplikasi dari infeksi dengue berupa :
1. Asidosis metabolik
2. Imbalance elektrolit
3. Efusi pleura dan asites
4. Edema pulmonal
5. ARDS
6. Ko-infeksi dan infeksi nasokomial
7. Sindrom hemofagositik
H. Prognosis
Prognosis DBD ditentukan oleh derajat penyakitnya, cepat tidaknya
penanganan diberikan, umur, jenis kelamin, dan keadaan nutrisi
penderita.Prognosis DBD derajat I dan II umumnya baik.DBD derajat III dan
IV bila dapat dideteksi secara cepat maka pasien dapat ditolong.Angka
kematian pada syok yang tidak terkontrol sekitar 40-50%.Tanda- tanda
prognosis yang baik pada DSS adalah pengeluaran urine yang cukup serta
kembalinya nafsu makan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, pasien tersebut didiagnosis dengan Demam Berdarah
Dengue derajat I dan gizi baik, underweight, stunted.
2. Pada pasien tersebut telah dilakukan penanganan yang tepat sesuai
dengan Pedoman Diagnosis dan Tata Laksana kasus Infeksi Dengue
pada Anak (IDAI) tahun 2014.
B. Saran
1. Setelah pasien diperbolehkan pulang, sebaiknya dilakukan follow up
kembali untuk mengevaluasi hasil pengobatan.
2. Perlu edukasi pada keluarga pasien untuk menjaga kebersihan
lingkungan dan diri sendiri untuk mencegah terjadinya sakit yang
berulang.
DAFTAR PUSTAKA
Centers for Disease Control. 2000. CDC growth charts: United States. Advance
data, 314.
Gandasubrata, R. 1999. Penuntun laboratorium klinik. PT. Dian Rakyat: Jakarta.
Groen, dkk.2000.Evaluation of Six Immunoassays for Detection of Dengue
Virus-Specific Immunoglobulin M and G Antibodies. Clinical and
Diagnostic Laboratory Immunology.Nov.p.867-871.
Gubler, D. J., Ooi, E. E., Vasudevan, S., dan Farrar, J. 2014.Dengue and dengue
hemorrhagic fever.CABI.
Hadinegoro, SR, Moedjito, I dan Chairulfatah, A. 2014.Pedoman Diagnosis dan
Tata Laksana kasus Infeksi Dengue pada Anak tahun 2014.Jakarta :
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 1-69
Halstead, SB. 2011.Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever.Dalam :
Nelson Textbook of Pediatrics.19th ed. Kliegman, et al Philadelphia:
Elsevier; 1134-6.
Ikatan Dokter Anak Indonesia.2010.Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter
Anak Indonesia. IDAI: Jakarta
World Health Organization. 2011a. Comprehensive Guidelines for Prevention
and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever Revised and
expanded edition. WHO 1-45
World Health Organization-South East Asia Regional Office. 2011b.
Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and
DengueHemorrhagic Fever. WHO: India