BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Infeksi saluran kemih merupakan reaksi inflamasi dari urotelium terhadap
masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih.(1)
ISK dapat menyerang pada segala usia baik laki-laki maupun perempuan. Akan
tetapi dari kedua jenis kelamin ini wanita lebih sering daripada pria dengan angka
populasi umum kurang lebih 5-15%. Keadaan penyakit mulai tanpa gejala atau
asimtomatik hingga memberikan gejala yang cukup berat sehingga mengancam jiwa (1, 2)
Untuk menyatakan adanya infeksi saluran kemih harus ditemukan bakteri dalam
urin. Saluran kemih normal tidak dihuni oleh bakteri atau mikroba lain, oleh karena itu
urin dalam ginjal dan buli-buli biasanya steril, walaupun demikian uretra bagian bawah
terutama pada wanita dapat dihuni oleh bakteri yang jumlahnya makin berkurang pada
bagian yang mendekati kandung kemih (1).
Kebutuhan akan penggunaan obat yang rasional pada terapi infeksi saluran kemih
mendorong kita untuk terus mempelajari bagaimana pengobatan yang tepat baik untuk
terapi kausatif maupun simptomatis. Untuk itu penulis akan menguraikan tentang infeksi
saluran kemih dan pengobatannya melalui laporan simulasi kasus ini.
Definisi
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah keadaan dimana kuman tumbuh dan
berkembangbiak didalam saluran kemih dalam jumlah yang bermakna (3).
1
Etiologi
Mikroorganisme yang paling sering menyebabkan ISK adalah jenis bakteri aerob,
selain itu bisa juga disebabkan virus, ragi, dan jamur. Adakalanya ISK tanpa bakteriuria
ditemukan pada keadaan-keadaan (1) :
1. Fokus infeksi tidak melewati urin, misalnya pada lesi dini pielonefritis karena
infeksi hematogen
2. Bendungan total pada saluran yang menderita infeksi
3. Bakteriuria disamarkan karena pemberian antibiotik
Berikut ini adalah mikroorganisme penyebab ISK (1) :
Mikroorganisme Persentase biakan (>103 cfu/ml)
Escherichia coli
Klebsiella atau Enterobacter
Proteus morganella atau Providecia
Pseudomonas aeruginosa
Staphylococcus epidermis
Enterococci
Candida albicans
Staphylococcus aureus
50-90%
10-40
5-10
2-10
2-10
2-10
1-2
1-2
Penyebab yang terbanyak adalah gram negatif termasuk bakteri yang biasanya
menghuni usus yang kemudian naik ke saluran kemih. Dari gram negatif ternyata E. Coli
menduduki tempat teratas kemudian diikuti Proteus, Klebsiella, Enterobacter dan
Pseudomonas. Virus juga sering ditemukan dalam urin tanpa gejala ISK akut, Adenovirus
2
tipe 11 dan 12 diduga sebagai penyebab sistitis hemorogik. Kandida merupakan jamur
yang paling sering menyebabkan ISK terutama pada pasien dengan kateter, pasien DM
atau yang mendapat pengobatan dengan antibiotik spectrum luas (1).
Patogenesis
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui:
1. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat infeksi terdekat
2. Hematogen
3. Limfogen
4. Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.
Dua jalur utama terjadinya ISK adalah hematogen dan ascending, dari kedua cara
ini yang paling sering adalah ascending (1)
1. Infeksi Hematogen
Infeksi hematogen banyak terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh
rendah, karena menderita penyakit kronik atau pasien yang mendapat pengobatan
imunosupresif. Penyebaran hematogen bisa juga timbul akibat adanya focus
infeksi ditulang, kulit atau endotel. Salmonella, Pseudomonas, Candida dan
proteus termasuk jenis bakteri yang dapat menyebar secara hematogen (1).
Beberapa hal yang mempengaruhi dan mempermudah penyebaran
hematogen yaitu:
1. Adanya bendungan total aliran urin
2. Adanya bendungan intrarenal baik karena jaringan parut maupun terdapat
presipitasi obat intra tubular misalnya sulfonamide
3
3. Faktor vascular misalnya konstriksi pembuluh darah
4. Pemakaian obat analgetik atau estrogen
5. Penyakit ginjal polikistik
6. Penderita DM
Walaupun jarang terjadi, penyebaran hematogen ini dapat mengakibatkan
infeksi ginjal yang berat misalnya Staphylococcus dapat menimbulkan abses
ginjal.
2. Infeksi Ascending
a. Kolonisasi uretra dan daerah introitus vagina
Saluran kencing normal umumnya tidak mengandung
mikroorganisme kecuali pada bagian distal uretra yang biasanya juga
dihuni oleh bakteri normal kulit Streptococcus. Disamping bakteri normal
flora kulit, pada wanita daerah 1/3 bagian distal uretra ini disertai jaringan
periuretral dan vestibula vaginalis juga banyak dihuni bakteri yang berasal
dari usus karena letak anus tidak jauh dari tempat tersebut (1).
Faktor predisposisi kolonisasi basil koliform pada wanita
didaerah tersebut diduga karena adanya perubahan flora normal didaerah
perineum, berkurangnya antibodi fokal, bertambahnya daya lekat
organisme pada sel epitel wanita (1).
b. Masuknya mikroorganisme dalam kandung kemih
Proses masuknya mikroorganisme ke dalam kandung kemih
belum diketahui dengan jelas. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
mikroorganisme ke dalam kandung kemih yaitu :
4
Faktor anatomi
Kebanyakan ISK terdapat pada wanita karena uretra wanita
lebih pendek dan letaknya dekat anus sedangkan laki-laki
bermuara saluran kelenjar prostat dan secret prostat yang berfungsi
sebagai anti bakteri.
Faktor tekanan urin pada waktu miksi
Mikroorganisme naik ke kandung kemih pada waktu miksi
karena tekanan urin dan selama miksi terjadi refluks ke dalam
kandung kemih setelah pengeluaran urin
Manipulasi uretra
Misalnya manipulasi manual pada masturbasi atau pada
hubungan sex
Faktor lain
Adanya perubahan hormonal saat menstruasi, kebersihan
alat genitalia bagian luar, adanya bahan antibakteri dalam urine
dan pemakaian kontrasepsi oral (1).
c. Multiplikasi bakteri dalam kandung kemih dan pertahanan kandung
kemih.
Pertahanan kandung kemih tergantung dari interaksi 3 faktor yaitu :
1. Eradikasi organisme yang disebabkan oleh pembilasan dan
pengenceran
2. Efek antibakteri dari urin karena urine mengandung urea dan asam
organik yang bersifat bakteriostatik
5
3. Mekanisme pertahanan mukosa kandung kemih yang instrinsik
diduaga ada hubungannnya dengan mukopolisakarida dan
glikosaminoglikan yang terdapat pada mukosa dan bersifat
bakteriostatik.
Eradikasi bakteri dan kandung kemih tidak terjadi bila terdapat urine sisa,
miksi yang tidak adekuat, benda asing atau batu saluran kemih, tekanan
kandung kemih yang tinggi atau terjadi inflamasi sebelumnya pada kandung
kemih (1)
d. Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal
Disebabkan oleh refluks vesikoureter dan menyebarnya infeksi dari
pelvis ke korteks karena refluks intrarenal. Refluks vesikoureter adalah
keadaan patologis karena tidak berfungsinya valvula vesikoureter sehingga
aliran urin naik dari kandung kemih ke ginjal (1).
Gejala Klinis
Gejala klinis ISK sesuai dengan bagian saluran kemih yang terinfeksi sebagai
berikut:
ISK bagian bawah, keluhan pasien biasanya rasa sakit atau rasa panas diuretra
sewaktu kencing dengan air kemih yang sedikit-sedikit serta rasa tidak enak
didaerah suprapubik
ISK bagian atas dapat ditemukan gejala sakit kepala, malaise, mual, muntah,
demam, menggigil, rasa tidak enak atau nyeri penggang (1,4)
6
Laboratorium
1. Urinalisis
a. leukosuria merupakan petunjuk yang penting terhadap dugaan ISK.
Leukosuria dinyatakan positif bila terdapat >5 leukosit/lapang pandang
sedimen air kemih
b. hematuria, dipakai oleh beberapa peneliti sebagai petunjuk adanya ISK
jika dijumpai 5-10 eritrosit/lapang pandang sedimen air kemih
2. Bakteriologis
a. Mikroskopis, menggunakan air kemih segar tanpa diputar atau tanpa
pewarnaan gram. Bakteri dinyatakan positif bermakna bila dijumpai satu
bakteri/lapang pandang minyak imersi
b. Biakan bakteri, basil yang bermakna sesuai dengan kriteria Cattell
Wanita, simptomatik
102 organisme koliform/ml urine plus piuria atau
105 organisme patogen apapun/ml urin atau
timbulnya organisme patogen apapun pada urine yang diambil dengan
cara aspirasi suprapubik.
Lelaki, simptomatik
102 organisme patogen/ml urine
Pasien asimtomatik
105 organisme patogen/ml urine pada dua contoh urine
berurutan
7
Penatalaksanaan
1. Mengoreksi kelainan anatomis dan menghindari atau menghilangkan faktor
predisposisi
2. Eradikasi bakteri penyebab dengan menggunakan antibiotik
Golongan antibiotik yang dapat digunakan pada penanganan ISK adalah golongan
sulfonamide dan senyawa kuinolon tapi bisa juga digunakan golongan antibiotik
seperti penisilin / sefalosforin dan aminoglikosida (1). Atau obat antibiotik yang
dikombinasikan misalnya aminoglikosida dengan aminopenisilin (ampisilin atau
amoksisilin), aminopenisilin dengan asam klavulanat atau sulbaktam,
karbosipenisilin, sefalosporin atau fluoroquinolon (2)
Antibiotik yang digunakan dalam penatalaksanaan ISK (9)
OBAT DOSIS
TERAPI DOSIS TUNGGAL
Oral Amoksisilin 3 g
Trimetoprim
sulfametoksazol
320 mg / 1600 mg (4
tab)
Sefaleksin 3 g
Intramuskular Kanamisin 0,5 g
TERAPI KONVENSIONAL
(5 hari)Pilihan Pertama Amoksisilin 250 mg (3 x/hari)
Trimetoprim
sulfametoksazol
160 mg / 800 mg
(2x/hari)
8
Trimetoprim 300 mg / hari
Nitrofurantoin 100 mg (4x/hari)
Pilihan Kedua Norfloksasin 400 mg (2x/hari)
Sefaleksin 1 g (4 x/ hari)
Sefalotin 1 g / 8 jam/ im atau iv
Gentamisin 0,8 mg/kgBB/8 jam/im
Kanamisin 5 mg/kgBB/8 jam/im
PROFILAKSIS (malam atau
pascasenggama)Nitrofurantoin 50 – 100 mg
Trimetoprim 150 – 300 mg
Trimetoprim
sulfametoksazol
40 mg / 200 mg
9
BAB II
SIMULASI KASUS
a. Kasus
Ny. Andari (umur 25 thn), alamat Jl. Kayuputih No. 12 Banjarmasin, pekerjaan
guru SD, sudah menikah, datang ke klinik dengan keluhan demam dan nyeri
kencing. Demam sudah 2 hari, diberi obat Sanmol tablet, suhu turun, tapi 1 jam
kemudian naik lagi. Sejak kemarin kencing terasa nyeri dan panas, kencing jadi
sering. Kencing warnanya kuning muda seperti biasa. Haid terakhir berakhir 5 hari
yang lalu. 2 hari yang lalu keputihan, berwarna bening, tidak berbau, tidak gatal,
tapi sekarang sudah tidak lagi. Tidak ada mual/muntah, tidak ada nyeri
perut/pinggang.
Pemeriksaan fisik :
TD : 110/60 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Suhu : 38,50C
Respirasi : 20 kali/menit
Kepala, thorax, abdomen : tidak ada kelainan
Pemeriksaan urin : urin jernih, kuning muda, lekosit (+++), eritrosit (-),
toraks (+)
Diagnosa : INFEKSI SALURAN KEMIH
10
b. Tujuan Pengobatan dan Alasannya
1. untuk menghilangkan infeksi
2. untuk menghilangkan demam dan nyeri
c. Daftar kelompok obat beserta jenisnya yang berkhasiat pada kasus ini
Kelompok Obat Nama Obat
Antibiotika Kotrimoksazol, Amoksisilin
Analgetika dan Antipiretika Paracetamol, Ibuprofen
d. Perbandingan kelompok obat atau jenis obat menurut khasiat, keamanan dan
kecocokan
Kelompok jenis obat Khasiat Keamanan BSO (efek samping)
Kecocokan (Kontraindikasi
BSO)Penisilin
Amoksisilin
Ampisilin
Antibiotika
Antibiotik
Mual, muntah, diare, urtikaria, nyeri sendi, demam, udemAngioneurotik, syok anafilaksis, konvulsi
Hati-hati pada orang yg hipersensitif terhadap penisilinHati-hati pada orang yang hipersensitif terhadap penisilin
SulfonamidaKotrimoksazol Antibiotika Mual, ruam kulit,
leukopenia, neutropenia, trombositopenia sangat jarang, agranulositosis, anemia
Penderita dengan kerusakan hati, payah ginjal yang berat, diskrasia darah berat, sensitivitas terhadap
11
Sulfametizol
Sulfametoksazol
Antibiotika
Antibiotika
megaloblastik, purpura, Steven Johnson sindrom, Lyell sindrom
Demam, rash kulit, urtikaria, mual-muntah, diare, gangguan hematopoetik
Demam, rash kulit, urtikaria, mual-muntah, diare, gangguan hematopoetik
trimetropin, sulfametoksazol, kehamilan, ibu menyusui, bayi prematurHati-hati pada masa kehamilan dan laktasi, tidak diberikan pada penderita dengan gangguan fungsi hati dan ginjal
Hati-hati pada masa kehamilan dan laktasi, tidak diberikan pada penderita dengan gangguan fungsi hati dan ginjal
SefalosporinSefotaksim
Seftriakson
Sefadroksil
Antibiotika
Antibiotika
Antibiotika
Ruam kulit, demam, urtikaria, mual, muntah, diare
Mual, muntah, diare, demam, urtikaria, netropenia, pusing, anafilaksis, Grey sindrom
Kolitis, mual muntah, diare, urtikaria, ruam angioedem
Tidak diberikan pada penderita dengan riwayat hipersensitifitas sefalosporin atau penderita sakit ginjal
Hati-hati jika ada riwayat hipersensitifitas seftriakson atau sefalosporin
Penderita dengan riwayat alergi sefadroksil/sefalosporin
KuinolonSiprofloksasin Antibiotika Mual, muntah,
diare, dispepsia, sakit perut, pusing, gangguan
Penderita hipersensitif golongan kuinolon, wanita hamil dan
12
Asam nalidiksat
Norfloksasin
Antibiotik
Antibiotik
penglihatan, rash, meningkatkan serum transaminase
Mual muntah, diare, urtikaria, anoreksia, sakit kepala, konvulsi
Mual, muntah, diare, urtikaris, anoreksia, sakit kepala, konvulsi
menyusui, anak sebelum akhir fase pertumbuhan
Tidak dianjurkan pada wanita hamil dan menyusui, anak dibawah 16 th
Tidak dianjurkan pada wanita hamil dan menyusui dan anak dibawah 16 th
AminoglikosidGentamisin
Amikasin
Kanamisin
Antibiotika
Antibiotika
Antibiotika
Gangguan pendengaran, alat keseimbangan, nefrotoksik
Gangguan pendengaran, alat keseimbangan, nefrotoksik
Gangguan pendengaran, alat keseimbangan, nefrotoksik
Tidak dianjurkan pada wanita hamil dan penderita gangguan ginjal
Tidak dianjurkan pada wanita hamil dan penderita gangguan ginjal
Tidak dianjurkan pada wanita hamil dan penderita gangguan ginjal
TetrasiklinDoksisiklin
Oksiterasiklin
Antibiotika
Antibiotika
Mual, muntah, diare, penyerapan pada jaringan tulang dan gigi pada janin dan anak fotosinsitisasi, urtikaria, oedem, anafilaksis, anemia hemolitik
Mual, muntah, diare, penyerapan pada jaringan
Tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan anak < 8 th
Tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan anak < 8
13
Tetrasiklin Antibiotika
tulang dan gigi pada janin dan anak fotosinsitisasi, urtikaria, oedem, anafilaksis, anemia hemolitik
Mual, muntah, diare, penyerapan pada jaringan tulang dan gigi pada janin dan anak fotosinsitisasi, urtikaria, oedem, anafilaksis, anemia hemolitik
th
Tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan anak < 8 th
ParaaminofenolParacetamol
Analgetik-antipiretik
Jarang dapat terjadi reaksi alergi berupa eritema, urtikaria, demam dan lesu pada mukosa anemia hemolitik, methemoglobinemia, nefropati analgetik, toksisitas akut berupa nekrosis hati, nekrosis tubuli renalis, hipoglikemik
Penderita gangguan hati, ginjal, hipersensitifitas terhadap paracetamol
AINS Ibuprofen
Salisilat (Asetosal atau aspirin)
Analgetik-antipiretik
Analgetik-antipiretik
Gangguan saluran cerna, eritema kulit, sakit kepala, trombositopenia, ambliopia toksik yang reversible
Masa perdarahan memanjang,
Tidak boleh digunakan bersaman dengan warfarin, furosemid, tiazid, beta bloker prazozin, kaptopril juga tidak dianjurkan pada wanita hamil dan menyusui
Penderita gangguan hati, protrombonemia
14
Pirazolon (Metampiron atau dipiron)
Analgetik-antipiretik
hepatotoksik, anoreksia, mual, ikterik, perdarahan lambung
Agranulositosis, anemia aplastik, trombositopenia hemolisis, oedem, tremor, mual muntah, perdarahan lambung
Hati-hati pada penderita ginjal dan hati, kelainan darah serta ada riwayat hipersensitifitas dengan obat ini
e. Pilihan Obat dan Alternatif Obat yang Digunakan
1. Antibiotika
No. Uraian Obat Pilihan Obat Alternatif1. Nama obat Kotrimoksazol Amoksisilin2. BSO (Generik, Paten,
Kekuatan)Generik : Kotrimoksazol suspensi 240mg/5 ml, tablet 480 mgPaten : Co-Trim suspensi 240mg/5 ml, tablet 480 mg
Generik : amoksisilin kapsul 250 mg, kaptab 500 mg, sirup kering 125mg/5ml, serbuk injeksi 1 g/vial.Paten : Amoksan kapsul 250 mg, 500 mg, sirup kering 125 mg/5ml, serbuk injeksi 1 g/vial
3. BSO yang diberikan dan alasannya
Tablet karena praktis dan penderita adalah dewasa
Tablet karena praktis dan penderita adalah dewasa
4. Dosis referensi Trimetropim : 80 mgSulfametoksazol : 400 mgDiberikan 2 tablet dalam 24 jam
Amoksisilin 500 mg diberikan tiap 8 jam
5. Dosis pada kasus tersebut dan alasannya
T : 160 mg/kaliS : 800 mg/kali
500 mg/8 jam
6. Frekuensi pemberian 2 kali sehari karena waktu paruhnya 12 jam
3 kali sehari karena waktu paruhnya 8-10 jam
7. Cara pemberian dan alasannya
Peroral sebab pasien dewasa dan tidak ada
Peroral sebab pasien dewasa dan tidak ada
15
gangguan menelan gangguan menelan8. Saat pemberian dan
alasannyaSesudah makan Sesudah makan
9. Lama pemberian 5 hari 5 hari
b. Analgetik-Antipiretik
No. Uraian Obat Pilihan Obat Alternatif1. Nama Obat Paracetamol Ibuprofen2. BSO (Generik, Paten,
Kekuatan)Generik : ParacetamolBSO : tablet 100mg, 500 mg, sirop 125mg/5 ml, Paten : Sanmol drops 80 mg, sirup 125 mg/ 5 ml, tablet 500 mg
Generik : IbufropenBSO : tablet 200 mg, 400 mg, 600 mgPaten : Psoris sirup 100 mg /5ml, kaptab 200 mg
3. BSO yang diberikan dan alasannya
Tablet karena praktis dan penderita adalah dewasa
Tablet karena praktis dan penderita adalah dewasa
4. Dosis referensi 500 mg/kali pemberian 200 mg/kali pemberian5. Dosis kasus tersebut
dan alasannya500 mg/kali pemberian 200 mg/kali pemberian
6. Frekuensi pemberian 3 kali sehari 3 kali sehari7. Cara pemberian dan
alasannyaPeroral sebab pasien dewasa dan tidak ada gangguan menelan
Peroral sebab pasien dewasa dan tidak ada gangguan menelan
8. Saat pemberian dan alasannya
Sebelum makan karena absorbsi lebih baik
Sebelum makan karena mengiritasi lambung
9. Lama pemberian 3 hari selama masih ada gejala
3 hari selama masih ada gejala
16
f. Resep yang benar dan rasional untuk kasus tersebut
a. Resep obat pilihan
dr. ISTIQAMAH KIFTIANA SARISIP.0124/08/2006
PRAKTEK UMUM
Rumah :Jl. Gatot Subroto III 10A/35 BanjarmasinTelp.(0511) 23032
Praktek :Jl A. Yani Km 7 No 14BanjarmasinTelp.(0511) 241104 Buka setiap hari kerja Pukul 19.00-22.00
Banjarmasin, 12 Agustus 2006
R/ Kotrimoksazol tab 480 mg No XX S 2.d.d tab II ac
R/ Paracetamol tab 500 mg No IX S prn 3.d.d I tab ac (febris)
Pro : Ny. AndariUmur : 25 tahunAlamat : Jl. Kayuputih No.12 Banjarmasin
17
b. Resep Alternatif untuk kasus tersebut
dr. ISTIQAMAH KIFTIANA SARISIP.0124/08/2006
PRAKTEK UMUM
Rumah :Jl. Gatot Subroto III 10A/35 BanjarmasinTelp.(0511) 23032
Praktek :Jl A. Yani Km 7 No 14BanjarmasinTelp.(0511) 241104 Buka setiap hari kerja Pukul 19.00-22.00
Banjarmasin, 12 Agustus 2006
R/ Amoksisilin tab 500 mg No XV S 3d.d I tab ac
R/ Ibuprofen tab 200 mg No IX S prn 3.d.d I tab pc (febris)
Pro : Ny. AndariUmur : 25 tahunAlamat : Jl. Kayuputih No. 12 Banjarmasin
18
Pengendalian Obat
Pada kasus ini dilakukan pengendalian obat dengan cara memperhatikan dosis,
lam pemberian dan efek samping dari obat yang diberikan. Penentuan jenis obat telah
disesuaikan dengan penderita yaitu Kotrimoksazol 2 x 2 tab atau 960 mg untuk 5 hari
sebanyak 20 tablet dan Paracetamol 3 x 500 mg (bila demam) untuk 3 hari sebanyak 9
tablet.
Kotrimoksazol dan Paracetamol dapat diberikan sebelum atau sesudah makan
tetapi dalam kasus ini diberikan sebelum makan agar absorbsinya lebih maksimal. Untuk
alternatif obat yang dipilih adalah Amoksisilin diberikan sebelum makan sebab
absorbsinya akan terganggu dengan adanya makanan sedang Ibuprofen diberikan setelah
makan untuk mengurangi efek samping obat yang mengiritasi lambung. Sedangkan lama
pemberian obat tergantung jenis obat, untuk terapi kausatif diberikan minimal 5 hari yang
disesuaikan dengan waktu paruh obat untuk mencapai kadar yang konstan dalam darah.
Penggunaan antibiotika sangat tergantung pada kepatuhan penderita untuk
menghindari terjadinya resistensi. Terapi simptomatik diberikan selam 3 hari dan bila
masih terdapat gejala. Efek samping obat dapat diminimalkan dengan
mempertimbangkan waktu pemberian obat dan mengetahui adanya kontraindikasi.
Informasi yang jelas tentang cara penggunaan obat sangat penting untuk pengendalian
obat dan jika masih didapatkan gejala setelah masa terapi maka perlu dilakukan evaluasi
terapi dengan meminta penderita kontrol ulang. Terapi non farmakologi juga penting
pada penderita ini untuk mencegah kekambuhan dengan memberikan edukasi kepada
19
pasien agar menjaga kebersihan pribadi, jangan suka menahan kencing dan banyak
minum agar sering berkemih serta dianjurkan untuk minum antibiotik segera setelah
berhubungan intim.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Tessy A, Arday, Siswanto. 2001. Infeksi Saluran Kemih dalam Ilmu Penyakit Dalam Ed. III. FKUI. Jakarta
2. Purnomo, Basuki. B. 2000. Dasar-Dasar Urologi. CV. Sagung Seto. Jakarta
3. Hassan R, Husein Alatas. 1985. Infeksi Tractus Urinarius dalam Ilmu Kesehatan Anak 2. FKUI. Jakarta
4. Mubin, Halim. 2001. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi. EGC. Jakarta
5. Wilmana F. 2001. Farmakologi dan Terapi. Ed. 4. FKUI. Jakarta
6. Hardjasaputra P. 2002. Data Obat di Indonesia Ed. 10. Grafidian Medipress. Jakarta
7. Winotopradjoko M dkk. 2002. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. Jakarta
8. Iwan Darmansyah. 2000. Informatorium 2000. Informatorium Obat Nasional Indonesia. DEPKES RI. Direktorat Jenderal POM
9. Mansjoer, Arif dkk. 1999. Infeksi Saluran Kemih dalam Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 1 Jilid 1. FKUI. Jakarta
21
Laporan Simulasi Kasus
INFEKSI SALURAN KEMIH
Disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Untuk Mengikuti Ujian
Ilmu Farmasi Kedokteran
Oleh
ISTIQAMAH KIFTIANA SARI
I1A097008
Pembimbing
dr. AGUNG BIWORO, M. Kes
22
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
LABORATORIUM FARMASI
Agustus, 2006
23