BAB I
PENDAHULUAN
Syok adalah suatu sindroma klinis dimana terdapat kegagalan dalam hal
mengatur peredaran darah dengan akibat terjadinya kegagalan untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. Kegagalan sirkulasi biasanya disebabkan oleh
kehilangan cairan (hipovolemik), karena kegagalan pompa atau karena perubahan
resistensi vaskuler perifer.
Renjatan adalah diagnosa klinis yang terjadi karena berbagai sebab.
Renjatan merupakan gewatan medic dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi
(>20%) yang membutuhkan penanganan segera. Kelambatan penanganan dapat
menyebabkan kematian atau terjadinya gejala sisa. Gejala awal shock pada anak
tidak sama dengan dewasa karena fungsi organ dan kemampuan kompensasi
tubuh yang relative berbeda sesuai perkembangan usia.
Renjatan hipovolemik terjadi sebagai akibat berkuranagnya volume darah
intravaskuler . jenis renjatan ini yang paling banyak dijumpai dan merupakan
penyebab kematian terbanyak pada anak. Diseluruh dunia terdapat 6-20 juta
kematian tiap tahun, meskipun penyebab nya berbeda-beda tiap negara. Dinegara
berkembang penyebab utama hipovolemik adalah diare akut dan demam berdarah
dengue, sedang dinegara maju penyebab terbanyak hipovolemik adalah perdaraha
akibat trauma. Di IRD RSUD dr. soetomo 6-8% dari sekitar 5000-6000 kunjungan
penderita anak setiap tahunnya mengalami renjatan hipovolemik dengan penyebab
utama adalah diare akut dan demam berdarah dengue.
Kehilangan cairan yang cepat dan banyak menurunkan preload ventrikel
sehingga terjadi penurunan isi sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi
penurunan hantaran oksigen kejaringan tubuh. Pada renjatan karena perdarahan,
selain terjadi penurunan cardiac output juga terjadi pengurangan haemoglobin,
sehingga transport dari oksigen ke jaringan makin berkurang.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi syok
Syok adalah sindroma klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik
dan metabolik yang ditandai dengan kegagalan system sirkulasi untuk
mempertahankan perfusi yanga dekuat organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul
akibat kejadian pada hemostasis tubuh yang serius seperti, perdarahan yang
massif, trauma atau luka bakar berat (syok hipovolemik), infark miokard luas atau
emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tidak terkontrol (syok
septic), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik) atau akibat respon
imun (syok anafilaktik).
Syok adalah suatu sindrom klinis kegagalan akut fungsi sirkulasi yang
menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan
akibat gangguan mekanisme homeostasis.
2.2 Penyebab terjadinya syok
Adapun macam-macam penyebab terjadinya syok adalah :
Tabel 2.1 Penyebab syok
Jenis Syok Penyebab
Hipovolemi
k
1. Perdarahan
2. Kehilangan plasma (misal pada luka bakar)
3. Dehidrasi, misal karena puasa lama, diare, muntah, obstruksi
usus dan lain-lain
Kardiogenik 1. Aritmia
Bradikardi / takikardi
2. Gangguan fungsi miokard
Infark miokard akut, terutama infark ventrikel kanan
Penyakit jantung arteriosklerotik
Miokardiopati
3. Gangguan mekanis
2
Regurgitasi mitral/aorta
Rupture septum interventrikular
Aneurisma ventrikel massif
Obstruksi:
Out flow : stenosis atrium
Inflow : stenosis mitral, miksoma atrium kiri/thrombus
Obstruktif 1. Tension Pneumothorax
2. Tamponade jantung
3. Emboli Paru
Septik 1. Infeksi bakteri gram negative, misalnya: eschericia coli, klibselia
pneumonia, enterobacter, serratia, proteus, dan providential.
2. Kokus gram positif, misalnya : stafilokokus, enterokokus, dan
streptokokus
Neurogenik 1. Disfungsi saraf simpatis, disebabkan oleh trauma tulang
belakang dan spinal syok (trauma medulla spinalis dengan
quadriflegia atau para flegia)
2. Rangsangan hebat yang tidak menyenangkan, misal nyeri hebat
3. Rangsangan pada medulla spinalis, misalnya penggunaan obat
anestesi
4. Rangsangan parasimpatis pada jantung yang menyebabkan
bradikardi jantung mendadak. Hal ini terjadi pada orang yang
pingan mendadak akibat gangguan emosional
Anafilaksis 1. Antibiotic : Penisilin, sofalosporin, kloramfenikol, polimixin,
ampoterisin B
2. Biologis : Serum, antitoksin, peptide, toksoid tetanus, dan
gamma globulin
3. Makanan : Telur, susu, dan udang/kepiting
4. Lain-lain : Gigitan binatang, anestesi local
3
Bagaimana mengenali Berbagai macam jenis dari syok
Infromasi
Diagnostic
Hipovolemik Kardiogenik Neurogenik Septik
(Hyperdynamic
State)
Gejala dan
tanda
Pucat; kulit
dingin,
Basah;
takikardi;
Oliguri,
hipotensi;
peningkatan
resistensi
perifer
Kulit basah,
dingin; taki-
dan
bradiaritmia;
oliguri;
hipotensi;
peningkatan
resistensi
perifer
Kulit hangat,
denyut jantung
normal/rendah,
normo/oliguri,
hipotensi,
penurunan
resistensi
perifer
Demam, kulit
teraba hangat,
takikardi,
oliguri,
hipotensi,
penurunan
resistensi
perifer.
Data
laboratorium
Hematokrit
rendah ( fase
akhir)
Enzim jantung,
EKG
Normal Hitung
neutrofil,
pengecatan
gram, kultur
2.3 Patofisiologi syok secara umum
Faktor-faktor yang dapat mempertahankan tekanan darah normal:
a. Pompa jantung. Jantung harus berkontraksi secara efisien.
b. Volume sirkulasi darah. Darah akan dipompa oleh jantung ke dalam arteri dan
kapiler-kapiler jaringan. Setelah oksigen dan zat nutrisi diambil oleh jaringan,
sistem vena akan mengumpulkan darah dari jaringan dan mengalirkan kembali
ke jantung. Apabila volume sirkulasi berkurang maka dapat terjadi syok.
c. Tahanan pembuluh darah perifer. Yang dimaksud adalah pembuluh darah
kecil, yaitu arteriole-arteriole dan kapiler-kapiler. Bila tahanan pembuluh darah
perifer meningkat, artinya terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kecil. Bila
tahanan pembuluh darah perifer rendah, berarti terjadi vasodilatasi. Rendahnya
tahanan pembuluh darah perifer dapat mengakibatkan penurunan tekanan
darah. Darah akan berkumpul pada pembuluh darah yang mengalami dilatasi
4
sehingga aliran darah balik ke jantung menjadi berkurang dan tekanan darah
akan turun.
Gambar 2.1 Patofisiologi Syok (sumber: Kumar and Parrillo, 2001)
Gambar 2.3 Berbagai jenis umpan balik yang dapat menimbulkan per-
kembangan syok.
5
Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi
(masih dapat ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani
oleh tubuh), dan ireversibel (tidak dapat pulih).
Fase1 : Kompensasi
Pada fase ini fungsi-fungsi organ vital masih dapat dipertahankan melalui
mekanisme kompensasi tubuh dengan meningkatkan reflek simpatis, yaitu
meningkatnya resistensi sistemik dimana terjadi distribusi selektif aliran darah
dari organ perifer non vital ke organ vital seperti jantung, paru dan otak. Tekanan
darah sistolik tetap normal sedangkan tekanan darah sistolik meningkat akibat
peninggian resistensi arteriol sistemik (tekanan nadi menyempit).
Untuk mencukupi curah jantung maka jantung mengkompensasi secara
temporer dengan meningkatkan frekuensi jantung. Disamping itu terdapat
peningkatan sekresi vasopressin dan renin – angiotensin – aldosteron yang akan
mempengaruhi ginjal untuk menahan natrium dan air dalam sirkulasi.
Manifestasi klinis yang tampak berupa takikardia, gaduh gelisah, kulit pucat dan
dingin dengan pengisian kapiler (capillary refilling) yang melambat > 2 detik.
Fase II : Dekompensasi.
Pada fase ini mekanisme kompensasi mulai gagal mempertahankan curah
jantung yang adekuat dan system sirkulasi menjadi tidak efisien lagi. Jaringan
dengan perfusi yang buruk tidak lagi mendapat oksigen yang cukup, sehingga
metabolisme berlangsung secara anaerobic yang tidak efisien. Alur anaerobic
menimbulkan penumpukan asam laktat dan asam-asam lainnya yang berakhir
dengan asidosis. Asidosis akan bertambah berat dengan terbentuknya asam
karbonat intra selular akibat ketidak mampuan sirkulasi membuang CO2.
Asidemia akan menghambat kontraktilitas otot jantung dan respons
terhadap katekolamin. Akibat lanjut asidosis akan menyebabkan terganggunya
mekanisme energy dependent NaK-pump ditingkat selular, akibatnya integritas
membrane sel terganggu, fungsi lisosom dan mitokondria akan memburuk yang
dapast berakhir dengan kerusakan sel. Lambatnya aliran darah dan kerusakan
reaksi rantai kinin serta system koagulasi dapat memperburuk keadaan syok
6
dengan timbulnya agregasi tombosit dan pembentukan trombos disertai tendensi
perdarahan.
Pada syok juga terjadi pelepasan mediator-vaskular antara lain histamin,
serotonin, sitokin (terutama TNF=tumor necrosis factor dan interleukin 1),
xanthin, oxydase yang dapat membentuk oksigen radikal serta PAF (platelets
agregatin factor). Pelepasan mediator oleh makrofag merupakan adaptasi normal
pada awal keadaan stress atau injury, pada keadan syok yang berlanjut justru
dapat memperburuk keadaan karena terjadi vasodilatasi arteriol dan peningkatan
permeabilitas kapiler dengan akibat volume intravaskular yang kembali kejantung
(venous return) semakin berkuarang diserai timbulnya depresi miokard.
Manifestasi klinis yang dijumpai berupa takikardia yang bertambah,
tekanan darah mulai turun, perfusi perifer memburuk (kulit dingin dan mottled,
capillary refilling bertambah lama), oliguria dan asidosis (laju nafas bertambah
cepat dan dalam) dengan depresi susunan syaraf pusat (penurunan kesadaran).
Fase III : Irreversible
Kegagalan mekanisme kompensasi tubuh menyebabkan syok terus
berlanjut, sehingga terjadi kerusakan/kematian sel dan disfungsi system multi
organ lainnya. Cadangan fosfat berenergi tinggi (ATP) akan habis terutama di
jantung dan hepar, sintesa ATP yang baru hanya 2% / jam dengan demikian tubuh
akan kehabisan energi. Kematian akan terjadi walaupun system sirkulasi dapat
dipulihkan kembali. Manifestasi klinis berupa tekanan darah tidak terukur, nadi
tak teraba, penurunan kesadaran semakin dalam (sopor-koma), anuria dan tanda-
tanda kegagalan system organ lain.
2.4 Diagnosis
Syok adalah diagnosis klinis, jadi tidak ada diagnosis bandingnya.
Diagnosis bandingnya hanya terhadap penyebab dar shock. Diagnosis syok pada
stadium dini sangat penting untuk berhasilnya suatu pengobatan, namun sering
kali hal ini tidak mudah. Karena itu sangat penting adalah kewaspadaan terhadap
kemungkinan terjadinya shock pada penderita dengan resiko tinggi. Pada
7
penderita pada resiko tersebut kita lakukan pemantauan yang lebih ketat sehingga
dapat dilakukan tindakan yang lebih dini bila terdapat tanda-tanda syok.
Diagnosis syok pada anak dan bayi kadang-kadang sulit, tanda-tanda
shock berat dengan gejala yang jelas seperti nadi yang lemah atau tidak teraba,
akral dingin dan sianosis mudah dikenali, tapi pada compensated syok dimana
tekanan darah sentral masih dapat dipertahankan, seringkali diagnosis renjatan
shock sulit ditegakkan. Pengambilan anamnesa yang baik dan benar sangat
penting untuk menegakkan diagnosis etiologis dari renjatan, seperti adanya
muntah dan diare akan mengarahkan kita pada shock hipovolemik, trauma atau
pasca operasi kemungkinan menjadi penyebab renjatan hipovolemik karena
perdarahan. Pada neonatus panas pada ibu pada aktu melahirkan, ketuban pecah
prematur (KPP), perdarahan intrapartum atau distress fetal dapat membantu
memperkirakan penyebab renjatan pada bayi.
Manifestasi klinis tergantung pada:
Penyakit primer penyebab syok
Kecepatan dan jumlah cairan yang hilang
Lamanya syok serta kerusakan jaringan yang terjadi
Tipe dan stadium renjatan
2.5 Penatalaksanaan
1. Airway dan Breathing
a. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah.
b. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas
(Gudel/oropharingeal airway).
c. Berikan oksigen minimal 6 liter/menit
d. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa
sungkup (Ambu bag) atau ETT.
2. Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi,
tekanan darah, warna kulit, isi vena, dan produksi urin.
8
Cari dan Atasi Penyebab :
Penderita dijaga agar tetap merasa hangat dan kaki sedikit dinaikkan untuk
mempermudah kembalinya darah ke jantung.
Setiap perdarahan segera dihentikan dan pernafasan penderita diperiksa.
Jika muntah, kepala dimiringkan ke satu sisi untuk mencegah terhirupnya
muntahan.
Jangan diberikan apapun melalui mulut.
Tenaga kesehatan bisa memberikan bantuan pernafasan mekanis.
Obat-obatan diberikan secara intravena. Obat bius (narkotik), obat tidur dan
obat penenang biasanya tidak diberikan karena cenderung menurunkan
tekanan darah.
Cairan diberikan melalui infus. Bila perlu, diberikan transfusi darah.
Cairan intravena dan transfusi darah mungkin tidak mempu mengatasi syok
jika perdarahan atau hilangnya cairan terlus berlanjut atau jika syok disebabkan
oleh serangan jantung atau keadaan lainnya yang tidak berhubungan dengan
volume darah.
Untuk menambah aliran darah ke otak atau jantung bisa diberikan obat yang
mengkerutkan pembuluh darah. Pemberian obat ini dilakukan sesingkat
mungkin karena bisa mengurangi aliran darah ke jaringan.
Jika penyebabnya adalah aksi pompa jantung yang tidak memadai, dilakukan
usaha untuk memperbaiki kinerja jantung. Kelainan denyut dan irama jantung
diperbaiki dan volume darah ditingkatkan (bila perlu). Untuk memperlambat
denyut jantung bisa diberikan atropin. Obat lainnya bisa diberikan untuk
memperbaiki kemampuan kontraksi otot jantung.
Pemberian Cairan :
Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual,
muntah, kejang, akan dioperasi/dibius dan yang akan mendapat trauma pada
perut serta kepala (otak) karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam
paru.
Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada indikasi
kontra.
9
Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama
dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume
intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti
plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.
Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang dengan
jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan yang sama
dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar.
Kehilangan air harus diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan
berupa air dan elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik. Penggantian
volume intra vaskuler dengan cairan kristaloid memerlukan volume 3-4 kali
volume perdarahan yang hilang, sedang bila menggunakan larutan koloid
memerlukan jumlah yang sama dengan jumlah perdarahan yang hilang. Telah
diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi dengan
larutan ringer laktat sama efektifnya dengan darah lengkap.
Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan
yang berlebihan.
Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan
berlebihan yang akan membebani jantung. Harus diperhatikan oksigenasi
darah dan tindakan untuk menghilangkan nyeri.
Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat, mengingat
pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ majemuk (Multiple Organ
Disfunction). Diperlukan pemantauan alat canggih berupa pemasangan CVP,
"Swan Ganz" kateter, dan pemeriksaan analisa gas darah.
2.6 Komplikasi
SIRS, dapat terjadi bola syok tidak dikoreksi
Gagal ginjal akut (ATN)
Gagal hati
Ulserasi akibat stress
10
BAB III
KLASIFIKASI SYOK
3.1 Syok Hipovolemik
Hipovolemik berarti berkurangnya volume intravaskuler. Sehingga syok
hipovolemik berarti syok yang di sebabkan oleh berkurangnya volume
intravaskuler. Di Indonesia shock pada anak paling sering disebabkan oleh
gastroenteritis dan dehidrasi, dan shock perdarahan paling jarang, begitupun
shock karena kehilangan plasma pada luka bakar dan shock karena translokasi
cairan.
Etiologi syok hipovolemik pada anak :
Tabel 3.1 etiologi syok hipovolemik
Intake kurang atau output kelebihan Translokasi cairan
1. Dehidrasi disebabkan:
a. Intake yang kurang (minum
kurang, anoreksia, hipodipsi
karena hipotalamus terganggu.
b. Output meningkat:
- keringat banyak/insensible loss
menigkat (hiperventilasi, panas
tinggi)
- osmotic dieresis (diabetes
insipidus, defisiensi A.D.H,
penyakit ginjal kronis)
- kehilangan Na (Na loss
nepropathy, pemakaian diuretic)
- kehilangan melalui saluran
percernaan (diare, ileostomi,
muntah, fistula
2. kehilangan darah
- intraintestinal (ileus paralitik,
hirschprung)
- asites dan edema (sindroma nefrotik)
11
- trauma
- perdarahan gastrointestinal
- perdarahan intracranial
3. kehilangan plasma
- luka bakar
- peritonitis
Patofisiologi
Patofisiologi sangat berhubungan dengan penyakit primer dari syok.
Namun secara umum bila terjadi penurunan tekanan darah maka tubuh akan
mengadakan respon untuk mempertahankan sirkulasi dan perfusi yang adekuat
pada organ-organ vital melalui reflex neurohumoral. Integritas sirkulasi
tergantung pada volume darah yang beredar, tonus pembuluh darah dan system
pompa jantung. Gangguan dari salah satu fungsi tersebut dapat menyebabkan
terjadinya syok. Bila terjadi syok hipovolemik maka mekanisme kompensasi yang
terjadi adalah melalui:
1. Baroreseptor
Reseptor ini mendapat rangsangan dari perubahan tagangan dalam pembuluh
darah. Bila terjadi penurunan tekanan darah maka rangsangan terhadap
baroreseptor akan menurun, sehingga rangsangan yang dikirim baroreseptor ke
pusat juga berkurang sehingga akan terjadi :
- Penurunan rangsangan terhadap cardioinhibiotor centre
- Penurunan hambatan terhadap pusat vasomotor
Akibat dari kedua hal tersebut maka akan terjadi vasokonstriksi dan
takikardia. Baroreseptor ini terdapat di snus karotikus, arkus aorta, atrium kiri dan
kanan, ventrikel kiri dan dalam sirkulasi paru. Baroreseptor sinus karotikus
merupakan baroreseptor perifer yang paling berperan dalam pengaturan tekanan
darah.
2. Kemoreseptor
Respon baroreseptor mencapai respon maksimal bila tekanan darah menurun
sampai 60mmHg, maka yang bekerja adalah kemoreseptor, yang terangsang bila
12
terjadi hipoksia dan asidosis jaringan. Akibat rangsangan kemoreseptor ini adalah
vasokonstriksi yang luas dan rangsangan pernafasan.
3. Cerebral ischkemic reseptor
Bila aliran darah ke otak menurun sampai <40mmHg maka akan terjadi
sympathetic discharge massif. Respon dari reseptor di otak ini lebih kuat dari pada
reseptor-reseptor perifer .
4. Reseptor humoral
Bila terjadi hipovolemik/ hipotensi maka tubuh akan mengeluarkan hormon-
hormon stress seperti epinefrin, glucagon, dan kortisol yang merupakan hormon
yang mempunyai efek kontra dengan insulin. Akibat dari pengeluaran dari
hormon ini adalah terjadinya takikardia, vasokonstriksi dan hiperglikemi.
Vasokonstriksi diharapkan akan meningkatkan tekanan darah perifer dan preload,
isi sekuncup dan curah jantung. Sekresi ADH aleh hipofise posterior juga
meningkat sehingga pengeluaran air dari ginjal dapat dikurangi.
5. Retensi air dan garam oleh ginjal
Bila terjadi hipoperfusi ginjal maka akan terjadi pengeluaran renin oleh
apparatus yukstaglomerulus yang merubah angiotensin menjadi angiotensin I.
angiotensin I ini oleh converting enzyme dirubah menjadi angiotensin II yang
mempunyai sifat :
- Vasokonstriksi kuat
- Merangsang pengeluaran aldosteron sehingga meningkatkan reabsorbsi
natrium di tubulus ginjal.
- Menigkatkan sekresi vasopressin.
13
Gambar 3.1 Refleks kardiovaskular pada hipotensi
6. Autotransfusi
Autotransfusi adalah suatu mekanisme didalam tubuh untuk mempertahankan
agar volume dan tekanan darah tetap stabil. Dalam keadaan normal terdapat
keseimbangan antara jumlah cairan intravascular yang keluar ke ekstravaskular
atau sebaliknya. Hal ini tergantung pada keseimbangan antara tekanan hidrostatik
intravascular akan menurun makan akan terjadi aliran cairan dari ekstra ke
intravascular sehingga tekanan darah dapat dipertahankan. Hal ini tergantung dari
kecepatan hilangnya cairan, bila proses hilangnya cairan tubuh cepat maka proses
ini tidak akan mampu menaikkan tekanan darah.
14
Volume sirkulasi↓
Ginjal
Ngiotensi, vasopressin, aldosteron
HR↑, kontraktilitas otot jantung ↑, vasokonstriksi
Output simpatetik meningkatkat,output parasimpatetik menurun
Aktivasi cardiostimulator Cardio inhibitor center
Baroreseptor, kemoreseptor, cerebral ischemic
Volume sekuncup ↓
Preload ↓
Akibat dari semua ini maka akan terjadi:
a. Vasokonstriksi yang luas
Vasokonstriksi yang paling kuat terjadi pada pembu;uh darah skeletal,
splancnic dan kulit, sedang pada pembuluh darah otak dan koronaria tidak terjadi
vasokonstriksi, nahkan aliran darah pada kelenjar adrenal meningkat sebagai
usaha kompensasi tubuh utuk meningkatkan respon katekolamin pada syok.
Vasokonstriksi ini menyebabkan suhu tubuh perifer menjadi dingin dan kulit
menjadi pucat.
b. Sebagai akibat vasokonstriksi ini maka tekanan distolik akan meningkat pada
fase awal, sehingga tekanan nadi menyempit, tetapi bila proses berlanjut ini
tidak dapat dipertahankan dan tekanan datah akan semakin menurun sampai
tidak teratur.
c. Takikardia
d. Iskemia jaringan akan menyebabkan metabolism anaerobic dan terjadi
asidosis metabolic
e. Hipovolemia menyebabkan aliran darah menjadi lambat sehingga
keseimbangan pertukaran O2 dan Co2 kedalam pembuluh darah lama dan
kaibatnya terjadi perbedaan yang besar antara tekanan O2 dan CO2 arteri dan
vena.
Akibat dari hipoksia dan berkurangnya nutrisi kejaringan maka
metabolisme menjadi metabolisme anaerobic yang tidak efektif dan hanya
menghasilkan 2 ATP dari setiap molekul glukosa. Pada metabolism oerobik
dengan oksigen dan nutrisi yang cukup dengan pemecahan 1 molukel glukosa
akan menghasilkan 36 ATP. Akibat dari metabolism anaerobic ini akan terjadi
penumpukan asam laktat dan pada khirnya metabolism tidak akan mampu lagi
menyediakan energy yang cukup untuk mempertahan homeostasis seluler, terjadi
kerusakan popma ionic dinding sel, natrium masuk ke dalam sel dan kalium
keluar sel sehingga terjadi akumulasi kalsium dalam sitosol, terjadi edema dan
kematian sel. Pada akhirnya terjadi banyak kerusakan sel organ-organ tubuh atau
terjadi kegagalan organ multiple dan renjatan yang ireversibel.
15
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan mengaktivasi
sistem fisiologi utama sebagai berikut: sistem hematologi, kardiovaskuler, ginjal,
dan sistem neuroendokrin.
Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan
akut dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah
(melalui pelelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet diaktivasi (juga
melalui pelepasan tromboksan A2 lokal) dan membentuk bekuan darah immatur
pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak menghasilkan kolagen,
yang selanjutnya menyebabkan penumpukan fibrin dan menstabilkan bekuan
darah. Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk menyempurnakan fibrinasi dari
bekuan darah dan menjadi bentuk yang sempurna.
Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok hipovolemik
dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan
vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat peningkatan
pelepasan norepinefrin dan penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur
oleh baroreseptor di arcus caroticus, arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah
pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon dengan mengalirkan darah ke
otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit, otot, dan traktus
gastrointestinal.
Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan
sekresi renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah
angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang selanjutnya akan dikonversi menjadi
angiotensin II di paru-paru dah hati. Angotensin II mempunyai 2 efek utama, yang
keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok hemoragik, yaitu
vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron dari
korteks adrenal. Aldosteron bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium dan
akhirnya akan menyebabkan retensi air.
Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan
meningkatan Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan dari
glandula pituitari posterior sebagai respon terhadap penurunan tekanan darah
(dideteksi oleh baroreseptor) dan terhadap penurunan konsentrasi natrium (yang
16
dideteksi oleh osmoreseptor). Secara tidak langsung ADH menyebabkan
peningkatan reabsorbsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distalis, duktus
kolektivus, dan lengkung Henle.
Manifestasi klinis
Tergantung pada penyakit primer penyebab syok, kecepatan dan jumlah
cairan yang hilang, lama renjatan serta kerusakan jaringan yang terjadi, tipe dan
stadium renjatan. Secara klinis perjalanan renjatan dapat dibagi dalam 3 fase yaitu
fase kompensasi, dekomensasi, dan ireversibel.
Tabel 3.2 Manifestasi Klinis Syok Hipovolemik
Tanda klinis Kompensasi Dekompensasi I reversible
Blood loss (%) Sampai 25 25 – 40 > 40
Heart rate Takikardia + Takikardia ++ Taki/bradikardia
Tekanan
Sistolik
Normal Normal/menurun Tidak terukur
Nadi/volume Normal/menurun Menurun + Menurun ++
Capillary refill Normal/meningkat
3-5 detik
Meningkat > 5
detik
Meningkat ++
Kulit Dingin, pucat Dingin/mottled Dingin+/deadly
pale
Pernafasan Takipneu Takipneu + Sighing
respiration
Kesadaran Gelisah Lethargi Reaksi -/ hanya
17
bereaksi terhadap nyeri
Diagnosis
Pada pemeriksaan fisis perlu dibedakan hipovolemik akibat kehilangan
cairan keluar tubuh seperti pada diare atau perpindahan cairan ke ruang interstitial
seperti pada demam berdarah dengue atau sepsis. Anak dengan kehilangan cairan
ke luar tubuh akan menunjukkan tanda klasik dehidrasi seperti ubun-ubun besar
cekng, mata cekung, mucosa kering, turgor kulit turun, refill kapiler turun, karal
dingin, dan penurunan status mental.
Anak dengan perpindahan cairan ke ruang interstitial menunnjukkan tanda
gangguan perfusi seperti refill kapiler yang menurun, akral, dingin, dan penurunan
status mental tanpa adanya tanda lain yang dijumpai pada anak dehidrasi. Tekanan
darah akan menurun bila terjadi kehilangan cairan lebih dari 30%. Pada syok
akibat perdarahan hipotensi biasanya terjadi bila kehilangan darah lebih dari 40%
volume.
Table 3.3 Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah Berdasarkan Presentasi
Penderita
Pemeriksaan laobarotorium
18
Hemoglobin dan hematokrit
Pada fase awal renjatan syok karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit
masih tidak berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun sesudah perdarahan
berlangsung lama, karena proses autotransfusi. Hal ini tergantung dari kecepatan
hilangnya darah yang terjadi. Pada syok karena kehilangan plasma atau cairan
tubuh seperti pada DF atau diare dengan dehidrasi akatn terjadi haemokonsentrasi.
Urin
Produksi urin akan menuru, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin menigkat
>1,020. Sering didapat adanya proteinuria
Pemeriksaan BGA
pH, PaO2, PaCO2 dan HCO3 darah menurun. Bila proses berlangsung terus
maka proses kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai tampak tanda-tanda
kegagalan dengan makin menurunnya pH dan PaO2 dan meningkatnya PaCO2
dan HCO3. Terdapat perbedaan yang jelas antara PO2 dan PCO2 arterial dan
vena.
Pemeriksaan elektrolit serum
Pada renjatan sering kali didapat adanya gangguan keseimbangan elektrolit
seperti hiponatremi, hiperkalemia, dan hipokalsemia terutama pada penderita
dengan asidosis
Pemeriksaan fungsi ginjal pemeriksaan BUN dan serum kreatinin penting
pada renjatan terutama bila ada tanda-tanda gagal ginjal
Pemeriksaan faal hemostasis
Pemeriksaan yang lain untuk menentukan penyebab penyakit primer
Penatalaksanaan
1. Bebaskan jalan nafas, oksigen (FiO2100%), kalau perlu bias diberiakan
ventilator support.
2. Infus RL atau koloid 20 ml/kg BB dalam 10-15 menit, dapat diulang 2-3 kali.
Bila akses vena sulit pada anak balita dapat dilakukan akses intraosseous di
19
pretibia. Pada renjatan berat pemberian cairan dapat mencapai > 60 ml/kg BB
dalam 1 jam. Bila resusitasi cairan sudah mencapai 2-3 kali tapi respons
belum adekuat, maka dipertimbangkan untuk intubasi dan bantuan ventilasi.
Bila tetap hipotensi sebaiknya dipasang kateter tekanan vena sentral (CVP).
3. Inotropik, indikasi : renjatan refrakter terhadap pemberian cairan, renjatan
kardiogenik.
- Dopamin : 2-5 tg/kg BB/ menit.
- Epinephrine : 0,1 µg/KgBB/menit iv, dosis bisa ditingkatkan bertahap
sampai efek yang diharapkan, pada kasus-kasus berat bisa sampai 2-3
µg/kg BB/ menit.
- Dobutamin : 5 µg/KgBB/menit iv, ditingkatkan bertahap sampai 20
µg/KgBB/menit iv.
- Norepinephrine : 0,1 µg/KgBB/menit iv, dapat ditingkatkan sampai efek
yang diharapkan.
4. Kortikosteroid
Kortikosteroid yang diberikan adalah hydrocortison dengan dosis 50
mg/KgBB iv bolus dilanjutkan dengan dosis yang sama dalam 24 jam secara
continuous infusion.
20
Gambar 3.2 Bagan Penatalaksanaan Syok Hipovolemik.
Komplikasi
- Gagal ginjal akut
- ARDS (acute respiratory distress syndrome/shock lung)
- Depresi miokard-gagal jantung
- Gangguan koagulasi/pembekuan
- SSP dan Organ lain
21
Evaluasi gejala sisa SSP sangat penting, mengingat organ ini sangat
sensitif terhadap hipoksia yang dapat terjadi pada renjatan berkepanjangan.
- Renjatan ireversibel.
3.2 Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang
mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme. Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan
fungsi ventrikel, yang mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan
penghantaran oksigen ke jaringan. Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan
tidak mampu menyediakan curah jantung yang memadai untuk mempertahankan
perfusi jaringan. Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya
tanda-tanda syok dan dijumpai adanya penyakit jantung, seperti infark miokard
yang luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli
paru, tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung.Masalah yang ada
adalah kurangnya kemampuan jantung untuk berkontraksi. Tujuan utama
pengobatan adalah meningkatkan curah jantung.
Etiologi syok kardiogenik
- Infark miokard akut dengan kerusakan otot jantung
- Kerusakan katup jantung: stenosis mitral, insufisiensi mitral, stenosis katup
aorta, insufisiensi katup aorta
- Gangguan irama jantung: atrial fibrilasi, ventrikular fibrilasi, ventrikular
takikardi
- Gangguan sistem konduksi hantaran listrik jantung: atrioventrikular blok,
sinoaurikular blok.
Patofisiologi Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan faal pompa jantung yang
mengakibatkan curah jantung menjadi kecil atau berhenti sama sekali. Secara
mekanisme mungkin disebabkan oleh robeknya dinding ventrikel, regurgitasi oleh
22
karena infark juga mengenai katub jantung, aritmia, atau disfungsi dari ventrikel
kiri, kanan ataupun keduanya.
Pada robeknya dinding ventrikel terjadi 3-6 hari sesudah infark diikuti
dengan tamponade dan syok dan peninggian CVP serta tekanan baji pada arteri
pulmonalis. Sedangkan regurgitasi dapat terjadi karena infark mengenai muskulus
papilaris. Disfungsi dari ventrikel kanan dapat dilihat dari meningginya CVP
sedangkan pada ventrikel kiri ditandai dengan edema paru.
Kegagalan pompa jantung menyebabkan terjadinya penurunan curah
jantung (cardiac output) dan menyebabkan kegagalan perfusi ke jaringan,
akibatnya berbagai organ mengalami kekurangan oksigen sementara terjadi
kompensasi tubuh untuk mempertahankan pengaliran darah ke otak.
Gambar Mekanisme Syok Kardiogenik pada Infark Miokard
Syok kardiogenik dapat dipandang sebagai bentuk yang berat dari
kegagalan ventrikel kiri. Penurunan kontraktilitas jantung mengurangi curah
jantung dan meningkatkan volume dan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri
sehingga menyebabkan kongesti paru dan edema. Dengan menurunnya tekanan
arteri sistemik, maka terjadi perangsangan baroreseptor pada aorta dan sinus
karotikus. Perangsangan simpatoadrenal menimbulkan reflek vasokonstriksi,
takikardi, dan peningkatan kontraktilitas untuk menambah curah jantung dan
menstabilkan tekanan darah. Kontraktilitas akan terus meningkat melalui hukum
23
starling melalui retensi natrium dan air. Jadi menurunnya kontraktilitas pada syok
kardiogenik akan memulai respon kompensatorik yang meningkatkan beban akhir
dan beban awal. Meskipun mekanisme ini pada mulanya akan meningkatkan
tekanan arteri darah dan perfusi jaringan, namun efeknya terhadap miokard justru
buruk karena meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen miokard.
Aliran darah koroner yang tidak memadai (terbukti dengan adanya infark)
menyebabkan meningkatnya ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai
oksigen terhadap miokardium.
Syok kardiogenik dicirikan oleh lingkaran setan (vicious circle) dimana
terjadi penurunan kontraktilitas miokardium (depression of myocardial
contractility), biasanya karena iskemia, menyebabkan pengurangan cardiac output
dan tekanan arteri (arterial pressure), dimana menghasilkan hipoperfusi
miokardium dan iskemia lanjutan dan penurunan cardiac output.
Disfungsi miokardial sistolik mengurangi stroke volume; dan bersama
dengan disfungsi diastolik, memicu peninggian tekanan end-diastolic ventrikel
kiri dan pulmonary capillary wedge pressure/PCWP (> 18 mmHg) seperti pada
kongesti paru.
Penurunan/pengurangan perfusi koroner memacu pemburukan iskemia,
disfungsi miokardium progresif, dan spiral menurun yang cepat (rapid downward
spiral), bilamana jika tidak diputus, seringkali menyebabkan kematian.
Sindrom respon peradangan sistemik [systemic inflammatory response
syndrome (SIRS)] dapat menyertai infark yang luas dan syok. Sitokin peradangan
(inflammatory cytokines), inducible nitric oxide synthase (INOS), dan kelebihan
nitric oxide dan peroxynitrite dapat berkontribusi terhadap asal-usul (genesis)
syok kardiogenik sebagaimana yang mereka lakukan terhadap bentuk lain syok.
Asidosis laktat dari perfusi jaringan yang buruk dan hipoksemia dari edem
paru (pulmonary edema) dapat sebagai hasil dari kegagalan pompa dan kemudian
berkontribusi terhadap lingkaran setan ini dengan memburuknya iskemia
miokardium dan hipotensi. Asidosis berat (pH <7,25) mengurangi daya
kemanjuran/efektivitas (efficacy) yang secara endogen dan eksogen telah diberi
katekolamin (catecholamines).
24
Manifestasi klinis
Syok kardiogenik ditandai oleh hal-hal berikut :
Tekanan arteri sistolik < 90 mmHg atau 30-60 mmHg dibawah batas bawah
sebelumnya
Adanya bukti penurunan aliran darah ke sistem organ-organ utama :
Keluaran urin < 20 ml/jam, biasanya disertai penurunan kadar natrium dalam
urin
Vasokonstriksi perifer yang disertai gejala kulit dingi dan lembab
Gangguan fungsi mental
Indeks jantung < 2,1 L/menit/m2
Bukti gagal jantung kiri dengan LVEDP/tekanan baji kapiler paru (PCWP)
18-21 mmHg
Menurut Mubin (2008), diagnosis syok kardiogenik adalah berdasarkan:
a. Keluhan Utama Syok Kardiogenik
- Oliguri (urin < 20 mL/jam).
- Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut).
- Nyeri substernal seperti IMA.
b. Tanda Penting Syok Kardiogenik
- Tensi turun < 80-90 mmHg.
- Takipneu dan dalam.
- Takikardi.
- Nadi cepat, kecuali ada blok A-V.
- Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru.
- Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar.
- Sianosis.
- Diaforesis (mandi keringat).
- Ekstremitas dingin.
- Perubahan mental.
25
Diagnosis
Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-
tanda syok dan dijumpai adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang
luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru,
tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung.
Syok kardiogenik ditandai dengan tekanan sistolik rendah (kurang dari
90mHg), diikuti menurunnya aliran darah ke organ vital :
1. Produksi urin kurang dari 20 ml/jam
2. Gangguan mental, gelisah, sopourus
3. Akral dingin
4. Aritmia yang serius, berkurangnya aliran darah koroner, meningkatnya laktat
kardial.
5. Meningkatnya adrenalin, glucose, free fatty acid cortisol, rennin, angiotensin
plasma serta menurunnya kadar insulin plasma.
Pada keadaan lanjut akan diikuti hipoksemia primer ataupun sekunder,
terjadi karena ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, hipovolemia, dan asidosis
metabolic. Hipovolemia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada syok
kardiogenik, disebabkan oleh meningkatnya redistribusi cairan dari intravaskular
keinterstitiel, stres akut, ataupun penggunaan diuretika.
Kriteria hemodiamik syok kardiogenik adalah hipotensi terus menerus
(tekanan darah sistolik < 90 mmHg lebih dari 90 menit) dan bekurangnya cardiac
index (<2,2/menit per m2) dan meningginya tekanan kapiler paru (>15 mmHg).
Diagnosis dapat juga ditegakkan sebagai berikut:
1. Tensi turun : sistolis < 90 mmHg atau menurun lebih dari 30-60 mmHg dari
semula, sedangkan tekanan nadi < 30 mmHg.
2. Curah jantung, indeks jantung < 2,1 liter/menit/m2.
3. Tekanan di atrium kanan (tekanan vena sentral) biasanya tidak turun, normal,
rendah sampai meninggi.
4. Tekanan diatrium kiri (tekanan kapiler baji paru) rendah sampai meninggi.
5. Resistensi sistemis.
6. Asidosis.
26
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang segera dilakukan :
- Serum elektrolit, fungsi ginjal dan fungsi hepar.
- Jumlah sel darah merah, leukosit (infeksi), trombosit (koagulopati)
- Enzim Jantung (Creatinine Kinase, troponin, myoglobin, LDH)
- Analisa gas darah arteri, dapat menggambarkan keseimbangan asam-basa dan
kadar oksigen. Defisit basa penting, menggambarkan kejadian dan derajat
renjatan, harus dipantau terus selama resusitasi.
- Pemeriksaan serial kadar laktat, menggambarkan hipoperfusi dan prognosis.
Pemeriksaan yang harus direncanakan
- EKG, ekokardiografi. foto polos dada
Komplikasi Syok Kardiogenik
1. Cardiopulmonary arrest
2. Disritmi
3. Gagal multisistem organ
4. Stroke
5. Tromboemboli
Penatalaksanaan Medis Syok Kardiogenik :
Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan
intubasi.
Berikan oksigen 8 - 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk
mempertahankan PO2 70 - 120 mmHg
Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus
diatasi dengan pemberian morfin.
Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang
terjadi.
Bila mungkin pasang CVP.
Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.
27
Medikamentosa :
1. Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri.
2. Anti ansietas, bila cemas.
3. Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi.
4. Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit.
5. Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi jantung
tidak adekuat.
Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.
6. Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan amrinon
IV.
7. Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m.
8. Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi jaringan.
9. Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.
3.3 Syok septik
Sepsis merupakan penyakit sistemik yang disebabkan oleh kuman-kuman
atau bahan-bahan yang berasal dari atau dibuat oleh kuman-kuman. Organism
yang paling sering menyebabkan shock septic dalah kuman gram negative. Tetapi
shock juga bias disebabkn oleh kuman gram positif bahkan jamur, rickettsia dan
bermacam-macam virus dapat menimbulkan shock yang sifatnya tidak banyak
berbeda.
Respon penderita terhadap pencetus yaitu masuknya kuman kedalam
tubuh ditentukan oleh keadaan penderita sebelumnya.
28
Kuman (pencetus)
neuroendokrin Reaksi penderita
kelainan metabolisme status imunologi
keadaan host sebelumnya:
status volume darah status nutrisi status kompetensi miokard
Faktor-faktor tersebut dibawah memegang peranan:
1. Efek langsung yang disebabkan oleh kuman atau bahan-bahan terhadap
sistem kardiovaskuler.
2. Kekacauan system metabolisme
3. Efek kardiovaskuler terhadap produk-produk yang timbul secara sekunder
karena infeksi antara lain: komplemen, koagulasi kalikrein dan bahan-bahan
toksin.
4. Pelepasan bahan-bahan vasoaktif lain.
5. Mekanisme kompensasi penderita dan keadaan penderita sebelum terjadi
sepsis
Etiologi
Syok sepsik dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70%
(Pseudomonas auriginosa, Klebsiella, Enterobakter, E. choli, Proteus). Infeksi
bakteri gram positif 20-40% (Stafilokokus aureus, Stretokokus, Pneumokokus),
infeksi jamur dan virus 2-3% (Dengue Hemorrhagic Fever, Herpes viruses),
protozoa (Malaria falciparum). Sedangkan pada kultur yang sering ditemukan
adalah Pseudomonas, disusul oleh Stapilokokus dan Pneumokokus. Syok sepsik
29
yang terjadi karena infeksi gram negatif adalah 40% dari kasus, sedangkan gram
positif adalah 5-15% dari kasus (Japardi, 2002). Syok septik sering terjadi pada :
a. Bayi baru lahir,
b. Usia diatas 50 tahun,
c. Penderita gangguan sistem kekebalan.
Table. Terminologi dan Definisi Sepsis
Sindrom respon inflamasi sistemik
(SIRS: systemic inflammatory respons syndrome) respon tubuh terhadap
inflamasi sistemik mencakup 2 atau lebih keadaan berikut :
- suhu > 38o C
- frekuensi jantung > 90 kali/menit
- frekuensi nafas > 20 kali/menit atau PaCO2 < 32 mmHg
- leukosit darah > 12.000/ mm3, < 4000/mm3 atau stab > 10%
sepsis
keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan manifestasi SIRS
sepsis berat
sepsis yang disertai dengan disfungsi rgan, hipoperfusi atau hipotensi
termasuk asidosis laktat, oliguria dan penurunan kesadaran.
Sepsis dengan hipotensi
Sepsis dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau penurunan tekanan
darah sistolik >40 mmHg dan tidak ditemukan penyebab hipotensi
Renjatan septic
Sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan resusitasi cairan secara
adekuat atau memerlukan vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah
dan perfusi organ.
Patofisiologi
Terjadinya syok septik dapat melalui dua cara yaitu aktivasi lintasan
humoral dan aktivasi cytokines. Lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada
30
dinding bakteri gram negatif dan endotoksinnya serta komponen dinding sel
bakteri gram positif dapat mengaktifkan:
1. Sistem komplemen,
2. Membentuk kompleks LPS dan protein yang menempel pada sel monosit,
3. Faktor XII (Hageman faktor).
Sistem komplemen yang sudah diaktifkan akan merangsang netrofil untuk
saling mengikat dan dapat menempel ke endotel vaskuler, akhirnya dilepaskan
derivat asam arakhidonat, enzim lisosom superoksida radikal, sehingga
memberikan efek vasoaktif lokal pada mikrovaskuler yang mengakibatkan terjadi
kebocoran vaskuler. Di samping itu sistem komplemen yang sudah aktif dapat
secara langsung menimbulkan meningkatnya efek kemotaksis, superoksida
radikal, ensim lisosom. LBP-LPS monosit kompleks dapat mengaktifkan
cytokines, kemudian cytokines akan merangsang neutrofil atau sel endotel, sel
endotel akan mengaktifkan faktor jaringan PARASIT-INH-1. Sehingga dapat
mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah dan Disseminated Intravascular
Coagulation (DIC). Cytokines dapat secara langsung menimbulkan demam,
perobahan-perobahan metabolik dan perobahan hormonal.
Gambar 3.3
31
Faktor XII (Hageman factor) akan diaktivasi oleh peptidoglikan dan asam
teikot yang terdapat pada dinding bakteri gram positif. Faktor XII yang sudah
aktif akan meningkatkan pemakaian faktor koagulasi sehingga terjadi DIC. Faktor
XII yang sudah aktif akan mengubah prekallikrein menjadi kalikrein, kalikrein
mengubah kininogen sehingga terjadi pelepasan hipotensive agent yang potensial
bradikinin, bradikinin akan menyebabkan vasodiltasi pembuluh darah. Terjadinya
kebocoran kapiler, akumulasi netrofil dan perubahan – perubahan metabolik,
perubahan hormonal, vasodilatasi, DIC akan menimbulkan sindroma sepsis.
Hipotensi respiratory distress syndrome, multiple organ failure akhirnya kematian.
Manifestasi Klinis
Karena terdapat banyak jenis syok septik, maka sulit untuk
menggolongkan keadaan tersebut. Beberapa gejala antara lain:
1. Demam tinggi
2. Seringkali vasodilatasi nyata di seluruh tubuh, terutama pada jaringan yang
terinfeksi.
3. Curah jantung yang tinggi pada sekitar separuh penderita, disebabkan oleh
adanya vasodilatasi di jaringan yang terinfeksi dan oleh derajat metabolik
yang tinggi dan vasodilatasi di tempat lain dalam tubuh, akibat dari
rangsangan toksin bakteri terhadap metabolisme sel dan dari suhu tubuh yang
tinggi.
4. Melambatnya aliran darah, mungkin disebabkan oleh aglutinasi sel darah
merah sebagai respons terhadap jaringan yang mengalami degenerasi.
5. Pembentukan bekuan kecil di daerah yang luas dalam tubuh, keadaan yang
disebut koagulasi intravaskular menyebar. Hal ini juga menyebabkan faktor-
faktor pembekuan menjadi habis terpakai sehingga timbul perdarahan di
banyak jaringan, terutama dinding usus dan traktus intestinal.
Pada tahap dini dari syok septik, biasanya pasien tidak memperlihatkan
tanda-tanda kolaps sirkulasi tetapi hanya tanda-tanda infeksi bakteri. Setelah
infeksi menjadi lebih hebat, sistem sirkulasi biasanya ikut terlibat baik secara
langsung ataupun sebagai akibat sekunder dari toksin bakteri. Akhirnya sampailah
32
pada suatu titik di mana kerusakan sirkulasi menjadi progresif serupa dengan yang
terjadi di seluruh jenis syok lainnya. Tahap akhir dari syok septik tidak banyak
berbeda dengan tahap akhir syok hemoragik, meskipun faktor-faktor pencetusnya
sangat berlainan pada kedua macam syok tersebut.
Diagnosis
Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang banyak atau
sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika terjadi gagal ginjal,
kadar hasil buangan metabolik (seperti urea nitrogen) dalam darah akan
meningkat. Analisa gas darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya
konsentrasi oksigen. Pemeriksaan EKG jantung menunjukkan ketidakteraturan
irama jantung, menunjukkan suplai darah yang tidak memadai ke otot jantung.
Biakan darah dibuat untuk menentukan bakteri penyebab infeksi.
Penatalaksanaan
1. Memberantas infeksi :
Meningitis, umur > 1 bulan
Ampiciline 300 – 400 mg/KgBB/hari dibagi 6 dosis
Chloramphenicol 100 mg/KgBB/hari dibagi 4 dosis
Resiko tinggi infeksi gram negatif kombinasi aminoglikosida dan
derivat penisilin
Moxalactam, cefotaxime, ceftazidime dan cephalosporin generasi III
untuk infeksi gram negatif aerob dan anaerob
Jamur Candida dapat diberikan amphotericin B
Dosis 0.25 – 0.30 mg/KgBB/hari dalam waktu 3 – 6 jam
Dosis dapat dinaikkan perlahan-lahan 0.1 – 0.25 mg/KgBB sampai 0.5 –
1.0 mg/KgBB/ hari (maksimal 50 mg/hari) dan diberikan selama 10 – 14
hari
Pemakaian Antibiotik. Setelah diagnosa sepsis ditegakkan, antibiotik harus
segera diberikan, dimana sebelumnya harus dilakukan kultur darah, cairan tubuh,
dan eksudat. Pemberian antibiotik tak perlu menunggu hasil kultur. Untuk
33
pemilihan antibiotik diperhatikan dari mana kuman masuk dan dimana lokasi
infeksi, dan diberikan terapi kombinasi untuk gram positif dan gram negatif.
Indikasi terapi kombinasi yaitu:
Sebagai terapi pertama sebelum hasil kultur diketahui.
Pasien yang dapat imunosupresan, khususnya dengan netropeni.
Dibutuhkan efek sinergi obat untuk kuman yang sangat pathogen
(pseudomonas aureginosa, enterococcus).
2. Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat :
a. Pemberian cairan & pengaturan keseimbangan asam basa :
- Ringer laktat 10–20 ml/KgBB/beberapa menit sampai 1 jam untuk
memperbaiki volume cairan intravaskuler
b. Kadar protein total 4.5 gr/100 ml dapat diberikan FFP
c. Tekanan vena sentral 5–6 cmH2O dengan hipotensi diberi cairan kristaloid
lagi 10–20 ml/KgBB selama 10 menit
d. Tekanan vena sentral 6–10 cmH2O ® cairan kristaloid 5–10 ml/KgBB
sampai tekanan vena sentral mencapai 10–15 cmH2O
e. Transfusi darah bila Ht 3% untuk mempertahankan Ht antara 35–40 %
f. Sodium bikarbonat digunakan untuk koreksi gangguan asam basa.
Jika dalam keadaan darurat diberi 1–2 mEq/KgBB dengan kecepatan
1mEq/kgBB/menit
g. Obat-obat vasoaktif ®bila curah jantung tetap rendah walaupun pemberian
cairan sudah adekuat atau bila ada edema paru diberikan:
- Golongan xanthine (aminophyllin)
- Glucagon
- Cardiac glucocide, digitalis dan derivatnya
h. Golongan steroid yang diberikan :
- Dexamethasone 1 – 3 mg/kgBB atau
- Methyl prednisolon 30 mg/kgBB setiap 4-6 jam selama 72 jam
3. Ventilasi
a. Jalan nafas harus bebas
b. Oksigenasi yang adekuat
34
c. Bila ada tanda-tanda kegagalan pernafasan akut :
- Hiperventilasi
- Hipoksemia berat
- Hiperkapnea
- Bila terjadi “adult respiratory distress syndrome” ® PEEP dan ventilator
mekanik
4. Pengobatan supportif
- Nutrisi dengan tinggi kalori protein, dan pemberian mineral
- Bila ada gagal ginjal dipertimbangkan dialisis peritoneal
- Koreksi PIM dengan komponen darah (FFP atau trombosit)
3.4 Syok Anafilaksis
Adalah suatu reaksi anafilaksis berat yang disertai dengan insufisiensi
sirkulasi. Anafilaksis merupakan kondisi alergi di mana curah jantung dan
tekanan arteri seringkali menurun dengan hebat.
Etiologi
1. Makanan : kacang, telur, susu, ikan laut, buah.
2. Allergen immunotherapy
3. Gigitan atau sengatan serangga
4. Obat-obat : penicillin, sulpha, immunoglobin (IVIG), serum, NSAID
5. Latex
6. Vaksin
7. Exercise induce
8. Anafilaksis idiopatik : anafilaksis yang terjadi berulang tapa diketahui
penyebabnya meskipun sudah dilakukan evaluasi/observasi dan challenge
test, diduga karena kelainan pada sel mast yang menyebabkan pengeluaran
histamine.
35
Patofisiologi
Anafilaksis adalah reaksi sistemik yang disebabkan oleh antigen khusus
yang bereaksi dengan molekul IgE pada permukaan sel mast dan basofil yang
menyebabkan pengeluaran segera beberapa mediator yang kuat. Satu efek
utamanya adalah menyebabkan basofil dalam darah dan sel mast dalam jaringan
prekapiler melepaskan histamin atau bahan seperti histamin. Histamin selanjutnya
menyebabkan
1. Kenaikan kapasitas vaskular akibat dilatasi vena,
2. Dilatasi arteriol yang mengakibatkan tekanan arteri menjadi sangat menurun,
dan
3. Kenaikan luar biasa pada permeabilitas kapiler dengan hilangnya cairan dan
protein ke dalam ruang jaringan secara cepat. Hasil akhirnya merupakan suatu
penurunan yang luar biasa pada aliran balik vena dan seringkali menimbulkan
syok serius sehingga pasien meninggal dalam beberapa menit.
Mediator ini menyebabkan timbulnya gejala-gejala urtikaria, angioedema,
spasme bronkus, spasme laring, meningkatnya permeabilitas pembuluh darah,
vasodilatasi, dan nyeri/kolik abdomen.
Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi kontak
lagi terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas. Antigen yang
bersangkutan terikat pada antibodi dipermukaan sel mast sehingga terjadi
degranulasi, pengeluaran histamin, dan zat vasoaktif lain. Keadaan ini
menyebabkan peningkatan permeabilitas dan dilatasi kapiler menyeluruh. Terjadi
hipovolemia relatif karena vasodilatasi yang mengakibatkan syok, sedangkan
peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan edem. Pada syok anafilaktik, bisa
terjadi bronkospasme yang menurunkan ventilasi.
Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase :
a. Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E
sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil.
Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di
tangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresen-tasikan antigen tersebut
kepada Limfosit T, dimana akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang
36
menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel
plasma memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk antigen
tersebut. Ig E ini kemudian terikat pada receptor permukaan sel Mast
(Mastosit) dan basofil.
b. Fase Aktivasi, yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan
antigen yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa
granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang . Pada kesempatan lain
masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan
diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan
mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa
bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah preformed
mediators. Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat
dari membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin
(PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly
formed mediators.
c. Fase Efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis)
sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas
farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan efek
bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya
menyebabkan edema, sekresi mukus dan vasodilatasi. Serotonin
meningkatkan permeabilitas vaskuler dan bradikinin menyebabkan kontraksi
otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek bronchospasme dan
meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit.
Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin
yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi, demikian juga dengan
Leukotrien.
Manifestasi Klinis
Reaksi timbul dalam beberapa detik atau menit sesudah paparan allergen.
- Gejala kardiovaskular : hipotensi/renjatan.
37
- Gejala saluran nafas : sekret hidung enter, hidung gatal, udema
hipopharing/laring, gejala asma.
- Kulit : pruritus, erithema, urtikaria dan angioedema.
- Gejala Intestinal : kolik abdomen, kadang-kadang disertai muntah dan diare.
- Gejala SSP : pusing, sincope, gangguan kesadaran sampai koma.
Diagnosis
a. Anamnesis : mendapatkan zat penyebab anafilaksis (injeksi, minum obat,
disengat hewan, makan sesuatu atau setelah test kulit ), timbul biduran
mendadak, gatal dikulit, suara parau sesak ,sekarnafas, lemas, pusing,
mual,muntah sakit perut setelah terpapar sesuatu.
b. Fisik diagnostik
- Keadaan umum : baik sampai buruk
- Kesadaran: Composmentis sampai Koma
- Tensi : Hipotensi,
- Nadi :Tachycardi,
- Kepala dan leher : cyanosis, dispneu, conjunctivitis, lacrimasi, edema
periorbita, perioral, rhinitis
- Thorax aritmia sampai arrest Pulmo Bronkospasme, stridor, rhonki dan
wheezing, Abdomen : Nyeri tekan, BU meningkat
- Ekstremitas : Urticaria, edema.
c. Pemeriksaan Tambahan Hematologi : Pemeriksaan darah menunjukkan
jumlah sel darah putih yang banyak atau sedikit, dan jumlah faktor
pembekuan yang menurun. Jika terjadi gagal ginjal, kadar hasil buangan
metabolik (seperti urea nitrogen) dalam darah akan meningkat. Hitung sel
meningkat hemokonsentrasi, trombositopenia eosinophilia naik/ normal /
turun. Biakan darah dibuat untuk menentukan bakteri penyebab infeksi
- X foto : Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mukus plug,
- EKG : Gangguan konduksi, atrial dan ventrikular disritmia atau
menunjukkan ketidakteraturan irama jantung, menunjukkan suplai darah
yang tidak memadai ke otot jantung.
38
- Analisa gas darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya
konsentrasi oksigen
Penatalaksanaan
1. Resusitasi (A B C)
2. Adrenalin 1%:0,01m1/kgBB diberikan intramuskular. Bila tidak ada
perbaikan, diulang 10-15 menit kemudian (maksimal 3 kali).
3. Infus RL/NaCL 0,9% atau cairan kolloid 20 ml/kg/10 menit bila dengan
adrenalin belum menunjukkan perbaikan perfusi jaringan.
4. Bronkodilator pada penderita yang menunjukkan gejala seperti asma.
Aminophylline intravena atau α adrenergic bronkodilator (albuterol,
terbutalin) parenteral atau nebulizer.
5. Antihistamin :
- Diphenhydramine 2 mg/kg BB i.m atau i.v atau 5 mg/kgBB per oral.
- Chlortrimeton untuk gejala-gejala kulit seperti urtikaria, angioedema
pruritus.
6. Kortikosteroid : Hydrocortisone 6- 8 mg/kg BB/ 6-8 jam
Kortikosteroid hanya diberikan pada renjatan refrakter, urtikaria persisten,
atau angioedema yang masih menetap setelah fase akut teratasi.
3.5 Syok Neurogenik
Syok neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor sehingga terjadi
hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels).
Syok neurogenik terjadi karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak
di seluruh tubuh.Syok neurogenik juga dikenal sebagai syok spinal. Bentuk dari
syok distributif, hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik yang
diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cedera spinal,
atau anestesi umum yang dalam).
39
Etiologi
Penyebabnya antara lain :
1. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada
fraktur tulang.
3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi
spinal/lumbal.
4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
Patofisiologi
Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi
jaringan dalam syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial
karena penurunan resistensi pembuluh darah sistemik (systemic vascular
resistance). Sebagai tambahan, penurunan dalam efektifitas sirkulasi volume
plasma sering terjadi dari penurunan venous tone, pengumpulan darah di
pembuluh darah vena, kehilangan volume intravaskuler dan intersisial karena
peningkatan permeabilitas kapiler. Akhirnya, terjadi disfungsi miokard primer
yang bermanifestasi sebagai dilatasi ventrikel, penurunan fraksi ejeksi, dan
penurunan kurva fungsi ventrikel. Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan
aliran vaskuler dengan akibat sekunder terjadi berkurangnya cairan dalam
sirkulasi. Syok neurogenik mengacu pada hilangnya tonus simpatik (cedera
spinal). Gambaran klasik pada syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi
atau vasokonstriksi kulit. Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal
berlebihan yang mengakibatkan vasodilatasi menyeluruh di regio splanknikus,
sehingga perfusi ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh
suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut atau nyeri. Syok neurogenik bisa juga
akibat rangsangan parasimpatis ke jantung yang memperlambat kecepatan denyut
jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke pembuluh darah. Misalnya
pingsan mendadak akibat gangguan emosional. Pada penggunaan anestesi spinal,
obat anestesi melumpuhkan kendali neurogenik sfingter prekapiler dan menekan
40
tonus venomotor. Pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi dan ketakutan
meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak jelas yang
menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinkop, syok
neurogenik disebabkan oleh gangguan persarafan simpatis descendens ke
pembuluh darah yang mendilatasi pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya
hipotensi dan bradikardia.
Manifestasi Klinis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik
terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat
lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa
quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien
menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya
pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak
hangat dan cepat berwarna kemerahan.
Diagnosis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik
terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat
lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa
quadriplegia atau paraplegia.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding syok neurogenik adalah sinkop vasovagal. Keduanya
sama-sama menyebabkan hipotensi karena kegagalan pusat pengaturan vasomotor
tetapi pada sinkop vasovagal hal ini tidak sampai menyebabkan iskemia jaringan
menyeluruh dan menimbulkan gejala syok. Diagnosis banding yang lain adalah
syok distributif yang lain seperti syok septik, syok anafilaksi. Untuk syok yang
lain biasanya sulit dibedakan tetapi anamnesis yang cermat dapat membantu
menegakkan diagnosis.
41
Penatalaksanaan
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif
seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan
penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar
darah yang berkumpul ditempat tersebut.
1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg).
2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi
yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat
dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal
yang darurat jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator
mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan
menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.
3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi
cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya
diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan
yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output
untuk menilai respon terhadap terapi.
4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat
vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan
seperti ruptur lien).
5. Pemberian obat-obatan
Dopamin: Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10
mcg/kg/menit, berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi
takikardi. Dosis dopamine yang diberikan 2,5-20 mcg/kg/menit
Norepinefrin: Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan
tekanan darah. Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang
rendah jika norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara
adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya
diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena
42
pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap
jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah
normal kembali. Dosis pemberian Norepinefrin 0,05-2 mcg/kg/menit.
Epinefrin : Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna
dan dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama
kuat dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini
harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik.
Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak
boleh diberikan pada pasien syok neurogenik. Dosis pemberian Epinefrin
0,05-2 mcg/kg/menit.
Dobutamin : Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh
menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah
melalui vasodilatasi perifer. Dosis pemberian dobutamin 2,5-10
mcg/kg/menit.
43