7/27/2019 tambahan eyang subur
1/14
Anatomi
2.1.1 Hidung Luar1
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah : 1)
pangkal hidung (bridge), 2) dorsum nasi, 3) puncak hidung, 4) ala nasi, 5) kolumela dan 6)
lubang hidung (nares anterior).
Gambar 1. Anatomi hidung luar
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan
lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari 1) tulang hidung (os nasalis), 2) prosesus
frontalis os maksila dan 3) prosesus nasalis os frontal, sedangkan kerangka tulang rawan
terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu 1)
sepasang kartilago nasalis lateralis superior, 2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior
yang disebut juga sebagai kartilago alar mayor, 3) beberapa pasang kartilago alar minor dan
4) tepi anterior kartilago septum.1
Ada dua pengatur otot-otot alar ; dilator (dilator naris, m. Procerus, caput angulare) dan
konstriktor (m. Nasalis, depressor septi). Semua menerima innervasi persarafan dari saraf
kranial VII.2
7/27/2019 tambahan eyang subur
2/14
Gambar 2. Anatomi tulang hidung
Gambar 3. Hidung tampak ventral
7/27/2019 tambahan eyang subur
3/14
Gambar 4. Hidung tampak inferior
2.1.2 Hidung Dalam1
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang,
dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu
atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang
disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat dibelakang naresanteriror, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak
kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise.Tiap kavum nasi
mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior.
Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan tulang
rawan. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid, vomer, krista nasalis os
maksila dan krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawan adalah kartilago septum (lamina
kuadrangularis) dan kolumela.
Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada
bagian tulang, sedangkan diluarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung. Bagian depan dinding
lateral hidung licin, yang disebut ager nasi dan dibelakangnya terdapat konka-konka yang
mengisi sebagian besar dinding lateral hidung.
7/27/2019 tambahan eyang subur
4/14
Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah
ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media, lebih kecil lagi ialah
konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema.
Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin
etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin
etmoid. Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang
disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius
dan superior. Meatus inferior terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan
dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus
nasolakrimalis. Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga
hidung. Pada meatus medius terdapat muara sinus frontal, sinus maksila, dan sinus etmoid
anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka
media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.
Gambar 5. Anatomi Hidung Dalam
7/27/2019 tambahan eyang subur
5/14
2.1.3 Batas Rongga Hidung
Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila
dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh
lamina kribriformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung. Lamina
kribriformis merupakan lemoeng tulang berasal dari os etmoid, tulang ini berlubang-
lubang (kribrosa= saringan) tempat masuknya serabut-serabut saraf olfaktorius. Dibagian
posterior, atap rongga hidung dibentuk oleh os sfenoid.
Gambar 6. Rongga hidung
2.1.4 Kompleks Ostiomeatal (KOM)
Kompleks ostiomeatal (KOM) adalah bagian dari sinus etmoid anterior yang
berupa celah pada dinding lateral hidung yang dibatasi oleh konka media dan lamina
papirasea. Struktur anatomi penting yang membentuk KOM adalah prosesus unsinatus,
infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger nasi dan ressus frontal.
KOM merupakan unit fungsional yang merupakan tempat ventilasi dan drainase dari
sinus-sinus yang letaknya di anterior, yaitu sinus maksila, etmoid anterior dan frontal.
7/27/2019 tambahan eyang subur
6/14
Jika terjadi obstruksi pada celah yang sempit ini, maka akan terjadi perubahan patologis
yang signifikan pada sinus-sinus yang terkait.
Gambar 7. Kompleks Osteomeatal
2.1.5 Suplai Darah (Vaskularisasi Hidung)
Bagian atas rongga hidung mendapat perdarahan dari a. Etmoid anterior dan
posterior yang merupakan cabang dari a.oftalmika dari a.karotis interna.
Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a.maksilaris
interna, di antaranya ialah ujung a.palatina mayor dan a.sfenopalatina yang keluar dari
foramen sfenopalatina bersama n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang
ujung posterior konka media.
Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang a.fasialis.Pada
bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina, a.etmoid
anterior, a.labialis superior dan a.palatina mayor, yang disebut pleksus Kiesselbach.
Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cidera oleh trauma, sehingga sering
menjadi sumber epistaksis terutama pada anak.
7/27/2019 tambahan eyang subur
7/14
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan
arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika yang
berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup,
sehingga merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke
intrakranial.
Gambar 8. Pembuluh Darah Hidung
2.1.6 Persarafan Hidung
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari
n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari
7/27/2019 tambahan eyang subur
8/14
n.oftalmikus (N. V-1). Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan
sensoris dari n.maksila melalui ganglion sfenopalatinum.
Ganglion sfenopalatina, selain memberikan persarafan sensoris, juga memberikan
persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut-
serabut sensoris dari n.maksila, serabut parasimpatis dari n.petrosus superfisialis mayor
dan serabut-serabut simpatis dari n.petrosus profundus. Ganglion sfenopalatinum terletak
di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media.
Gambar 9. Persarafan Hidung
Fungsi penghidu berasal dari nervus olfaktorius. Saraf ini turun melalui lamina
kribosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel
reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.
2.1.7 Sistem Mukosiliar
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan
palut lendir di atasnya. di dalam sinus, silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan
lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya. Pada
dinding lateral hidung terdapat dua aliran ttanspor mukosiliar dari sinus. Lendir yang
berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung di infundibulum etmoid dialirkan ke
nasofaring di depan muara tuba eustachius. Lendir yang berasal dari kelompok sinus
7/27/2019 tambahan eyang subur
9/14
posterior bergabung di resesus sfenoetmoidalis, dialirkan ke nasofaring di postero-
superior muara tuba. Inilah sebabnya pada sinusitis didapati sekret pasca-nasal (post nasal
drip), tetapi belum tentu ada sekret di rongga hidung
2.1.8 Sinus Paranasal2
Gambar 10. Sinus Paranasal
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit di deskripsi
karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal,
mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, etmoid dan sfenoid kanan dan
kiri. Semua sinus mempunyai muara ke dalam rongga hidung.2
Sinus paranasal terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang bulan IV dan tetap
berkembang selama masa kanak-kanak, jadi tidak heran jika pada foto rontgen anak-anak
belum ada sinus frontalis karena belum terbentuk. Pada meatus superior yang merupakan
ruang diantara konka superior dan konka media terdapat muara sinus ethmoid posterior dan
sinus sfenoid.
a. Sinus MaksilarisSinus maksilaris merupakan sinus paranasalis yang terbesar. Sinus ini sudah ada
sejak lahir dan mencapa ukuran maksimum (+ 15 ml) pada saat dewasa. Dari segi klinis
yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maxilla adalah:
1. Dasar sinus maksilaris berhubungan dengan gigi P1, P2, M1, dan M2
7/27/2019 tambahan eyang subur
10/14
2. Ostium sinus maksilaris lebih tinggi dari dasarnya, sehingga drainase hanya tergantungdari gerak silia, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit.
3. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita.
b. Sinus EthmoidalisSinus etmoid adalah struktur yang berisi cairan pada bayi yang baru dilahirkan.
Selama masih janin perkembangan pertama sel anterior diikuti oleh sel posterior. Sel
tumbuh secara berangsur-angsur sampai usia 12 tahun. Sel ini tidak dapat dilihat dengan
sinar x sampai usia 1 tahun. Septa yang ada secara berangsur-angsur menipis dan
pneumatisasi berkembang sesuai usia. Sel etmoid bervariasi dan sering ditemukan di atas
orbita, sfenoid lateral, ke atap maksila dan sebelah anterior diatas sinus frontal. Peyebaransel etmoid ke konka disebut konka bullosa.
Gabungan sel anterior dan posterior mempunyai volume 15 ml (33 x 27 x 14mm).
Bentuk ethmoid seperti piramid dan dibagi menjadi sel multipel oleh sekat yang tipis. Atap
dari ethmoid dibentuk oleh berbagai struktur yang penting. Sebelah anterior posterior agak
miring (15). 2/3 anterior tebal dan kuat dibentuk oleh os frontal dan foveola etmoidalis. 1/3
posterior lebih tinggi sebelah lateral dan sebelahmedial agak miring ke bawah ke arah
lamina kribiformis. Perbedaan berat antara atapmedial dan lateral bervariasi antara 15-17mm. sel etmoid posterior berbatasandengan sinus sfenoid.
Sinus etmoid mendapat aliran darah dari a.karotis eksterna dan interna dimana
a.sfenopalatina dan a.oftalmika mendarahi sinus dan pembuluh venanya mengikuti arterinya.
Sinus etmoid dipersarafi oleh n V.1 dan V.2, n V.1 mensarafi bagiansuperior sedangkan
sebelah inferior oleh n V.2. Persarafan parasimpatis melaluin.vidianus, sedangkan
persarafan simpatis melalui ganglion servikal. Sel di bagian anterior menuju lamela basal.
Pengalirannya ke meatus mediamelalui infundibulum etmoid. Sel yang posterior bermuara
ke meatus superior dan berbatasan dengan sinus sfenoid. Sel bagian posterior umumnya
lebih sedikit dalam jumlah namun lebih besar dalam ukuran dibandingkan dengan sel bagian
anterior. Bula etmoid terletak diatas infundibulum dan permukaan lateral inferiornya, dan
7/27/2019 tambahan eyang subur
11/14
tepi superior prosesus uncinatus membentuk hiatus semilunaris. Ini merupakan sel etmoid
anterior yang terbesar. Infundibulum etmoid perkembanganya mendahului sinus.
Dinding anterior dibentuk oleh prosesus uncinatus, dinding medial dibentuk oleh
prosesus frontalis os maksila dan lamina papyracea.
c. Sinus FrontalisSinus frontalis sepertinya dibentuk oleh pergerakan ke atas dari sebagian besar sel-sel
etmoid anterior. Os frontal masih merupakan membran pada saatkelahiran dan mulai
mengeras sekitar usia 2 tahun. Perkembangan sinus mulai usia 5tahun dan berlanjut sampai
usia belasan tahun.
Volume sinus ini sekitar 6-7 ml (28 x 24 x 20 mm). Anatomi sinus frontalis sangat
bervariasi tetapi secara umum ada dua sinus yang terbentuk seperti corong. Dinding
posterior sinus yang memisahkan sinus frontalis dari fosa kranium anterior lebih tipis dan
dasar sinus ini juga berfungsi sebagai bagian dari atap rongga mata.
Sinus frontalis mendapatkan perdarahan dari a.oftalmika melalui a.supraorbitadan
supratrochlear. Aliran pembuluh vena melalui v.oftalmica superior menuju sinuskavernosus
dan melalui vena-vena kecil di dalam dinding posterior yang mengalir kesinus dural. Sinus
frontalis dipersarafi oleh cabang n V.1. secara khusus, nervus-nervus ini meliputi cabang
supraorbita dan supratrochlear.
d. Sinus SfenoidalisSinus sfenoidalis sangat unik karena tidak terbentuk dari kantong ronggahidung. Sinus
ini dibentuk dalam kapsul rongga hidung dari hidung janin. Tidak berkembang sampai usia 3
tahun. Usia 7 tahun pneumatisasi telah mencapai sela turcica. Sinus mencapai ukuran penuh
pada usia 18 tahun.
7/27/2019 tambahan eyang subur
12/14
Usia belasan tahun, sinus ini sudah mencapai ukuran penuh dengan volume 7,5 ml (23
x 20 x 17 mm). Pneumatisasi sinus ini, seperti sinus frontalis, sangat bervariasi. Secara
umum merupakan struktur bilateral yang terletak posterosuperior dari rongga hidung.
Dinding sinus sphenoid bervariasi ketebalannya, dinding anterosuperior dan dasar sinus
paling tipis (1-1,5 mm). Dinding yang lain lebih tebal. Letak dari sinus oleh karena
hubungan anatominya tergantung dengan tingkat pneumatisasi. Ostium sinus sfenoidalis
bermuara ke recessus sfenoetmoidalis. Ukurannya sangat kecil (0,5 -4 mm) dan letaknya 10
mm di atas dasar sinus.
Atap sinus sfenoid diperdarahi oleh a.ethmoid posterior, sedangkan bagian lainnya
mendapat aliran darah dari a.sfenopalatina. Aliran vena melalui v.maksilaris ke v.jugularis
dan pleksus pterigoid. sinus sfenoid dipersarafi oleh cabang n V.1 danV.2. n.nasociliarisberjalan menuju n.etmoid posterior dan mempersarafi atap sinus. Cabang-cabang
n.sfenopalatina mempersarafi dasar sinus.
2.2 Fisiologi
2.2.1 Fisiologi Hidung
Fungsi hidung ialah untuk jalan napas, alat pengatur kondisi udara (air conditioning),
penyaring udara, sebagai indra penghidu, untuk resonansi suara, turut membantu proses
bicara dan refleks nasal.
a. Sebagai Jalan NapasPada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi
konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini
berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan
kemudian mengikuti jalan yang sam seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan
aliran udara memecah, sebagian akan melaui nares anterior dan sebagian lain kembali ke
belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasofaring.
7/27/2019 tambahan eyang subur
13/14
Gambar 11. Proses Inspirasi
b. Pengatur Kondisi UdaraFungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara
yang akan masuk ke dalam alveolus paru. Fungsi ini dilakukan dengan cara mengatur
kelembaban udara dan mengatur suhu.
Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir (mucous
blanket). Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini
sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi keadaan sebelumnya.
Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di
bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi dapat
berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang
lebih 37 oC.
c. Sebagai Penyaring Dan PelindungFungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri
dandilakukan oleh : rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi, silia, serta palut lendir
(mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel
yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke
nasofaring oleh gerakan silia. Faktor lain ialah enzim yang dapat menghancurkan
beberapa jenis bakteri, yang disebut lysozyme.
d. Indra PenghiduHidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius
pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau
7/27/2019 tambahan eyang subur
14/14
dapat dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik
napas dengan kuat.
e. Resonansi SuaraResonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan
menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang,
sehingga terdengar suara sengau (rinolalia).
f. Proses BicaraHidung membantu proses pembentukan kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah, bibir
dan palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal rongga mulut tertutup dan hidung
terbuka, palatum mole turun untuk aliran darah.
g. Refleks NasalMukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran
cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung menyebabkan
sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.