BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)
Congestive heart failure atau Gagal Jantung Kongestif adalah suatu keadaan
berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak dapat memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau
ada disertai peninggian volume diastolik secara abnormal.(1,2,3)
Faktor predisposisi gagal jantung adalah penyakit yang menimbulkan
penurunan fungsi ventrikel (seperti penyakit koroner, hipertensi, kardiomiopati,
penyakit pembuluh darah, atau penyakit jantung kongenital). Faktor pencetus termasuk
meningkatnya asupan garam, ketidakpatuhan menjalani terapi gagal jantung, infark
miokard akut, serangan hipertensi, aritmia akut, infeksi atau demam, emboli paru,
anemia, tirotoksikosis, kehamilan dan endokarditis infektif.
Patofisiologi
Jantung adalah organ berupa otot, berbentuk kerucut, berongga dan dengan
basisnya di atas dan puncaknya di bawah. Puncaknya miring ke sebelah kiri. Berat
jantung kira-kira 300 gram. Agar jantung berfungsi sebagai pemompa yang efisien,
otot-otot jantung, rongga atas dan rongga bawah harus berkontraksi secara bergantian.
Laju denyut-denyut jantung atau kerja pompa ini dikendalikan secara alami oleh suatu
pengatur irama. Ini terdiri dari sekelompok secara khusus, disebut nodus sinotrialis,
yang terletak didalam dinding serambi kanan. Sebuah impuls listrik yang
ditransmisikan dari nodus sinotrialis ke kedua serambi membuat keduanya
berkontraksi secara serentak. Arus listrik ini selanjutnya di teruskan ke dinding-
dinding bilik, yang pada gilirannya membuat bilik-bilik berkontraksi secara serentak.
Periode kontraksi ini disebut systole. Produksi impuls-impuls ini juga dikendalikan
oleh suatu bagian sistem syaraf yang disebut sistem syaraf otonom, yang bekerja
diluar keinginan kita. Sistem listrik built-in inilah yang menghasilkan kontraksi-
kontraksi otot jantung beirama yang disebut denyut jantung.3
Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu :
1) Gangguan mekanik ; beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal
atau bersamaan yaitu :
a. Beban tekanan
b. Beban volume
c. Tamponade jantung atau konstriski perikard, jantung tidak dapat diastol
d. Obstruksi pengisian ventrikel
e. Aneurisma ventrikel
f. Disinergi ventrikel
g. Restriksi endokardial atu miokardial
2) Abnormalitas otot jantung
a.Primer : kardiomiopati, miokarditis metabolik (DM, gagal ginjal kronik,
anemia) toksin atau sitostatika.
b.Sekunder: Iskemia, penyakit sistemik, penyakit infiltratif, korpulmonal
3) Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi
Beban pengisian (preload) dan beban tahanan (afterload) pada ventrikel yang
mengalami dilatasi dan hipertrofi memungkinkan adanya peningkatan daya kontraksi
jantung yang lebih kuat, sehingga curah jantung meningkat. Pembebanan jantung yang
lebih besar meningkatkan simpatis, sehingga kadar katekolamin dalam darah
meningkat dan terjadi takikardi dengan tujuan meningkatkan curah jantung.
Pembebanan jantung yang berlebihan dapat mengakibatkan curah jantung menurun,
maka akan terjadi redistribusi cairan dan elektrolit (Na) melalui pengaturan cairan
oleh ginjal dan vasokonstriksi perifer dengan tujuan untuk memperbesar aliran balik
vena (venous return) ke dalam ventrikel sehingga meningkatkan tekanan akhir
diastolik dan menaikkan kembali curah jantung.4
Dilatasi, hipertrofi, takikardi, dan redistribusi cairan badan merupakan mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan
sirkulasi badan. Bila semua kemampuan mekanisme kompensasi jantung tersebut
diatas sudah dipergunakan seluruhnya dan sirkulasi darah dalam badan belum juga
tepenuhi, maka terjadilah keadaan gagal jantung.4
Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya
gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri menurun
dengan akibat tekanan akhir diastole dalam ventrikel kiri dan volume akhir diastole
dalam ventrikel kiri meningkat. Keadaan ini merupakan beban atrium kiri dalam
kerjanya untuk mengisi ventrikel kiri pada waktu diastolik, dengan akibat terjadinya
kenaikan tekanan rata – rata dalam atrium kiri. Tekanan dalam atrium kiri yang
meninggi ini menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dari vena - vena
pulmonal. Bila keadaan ini terus berlanjut, maka bendungan akan terjadi juga dalam
paru - paru dengan akibat terjadinya edema paru dengan segala keluhan dan tanda -
tanda akibat adanya tekanan dalam sirkulasi yang meninggi. Keadaan yang terakhir ini
merupakan hambatan bagi ventrikel kanan yang menjadi pompa darah untuk sirkuit
paru (sirkulasi kecil). Bila beban pada ventrikel kanan itu terus bertambah, maka akan
merangsang ventrikel kanan untuk melakukan kompensasi dengan mengalami
hipertropi dan dilatasi sampai batas kemampuannya, dan bila beban tersebut tetap
meninggi maka dapat terjadi gagal jantung kanan, sehingga pada akhirnya terjadi
gagal jantung kiri - kanan. Gagal jantung kanan dapat pula terjadi karena gangguan
atau hambatan pada daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel
kanan tanpa didahului oleh gagal jantung kiri. Dengan menurunnya isi sekuncup
ventrikel kanan, tekanan dan volum akhir diastole ventrikel kanan akan meningkat dan
ini menjadi beban atrium kanan dalam kerjanya mengisi ventrikel kanan pada waktu
diastole, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan dalam atrium kanan. Tekanan
dalam atrium kanan yang meninggi akan menyebabkan hambatan aliran masuknya
darah dalam vena kava superior dan inferior ke dalam jantung sehingga
mengakibatkan kenaikan dan adanya bendungan pada vena -vena sistemik tersebut
(bendungan pada vena jugularis dan bendungan dalam hepar) dengan segala akibatnya
(tekanan vena jugularis yang meninggi dan hepatomegali). Bila keadaan ini terus
berlanjut, maka terjadi bendungan sistemik yang lebih berat dengan akibat timbulnya
edema tumit atau tungkai bawah dan asites.4
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal
jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan dan gagal jantung
kongestif.
Gejala dan tanda gagal jantung kanan :
- Anoreksia dan kembung
- Liver engorgement
- Tanda –tanda penyakit paru kronik
- Bengkak pada kedua tungkai bawah
- Asites, hidrothoraks
- Hepatomegali
- Peningkatan tekanan vena
- Tekanan vena jugularis meningkat
- Pulsasi parasternal, pulsasi epigastrial, sternal lift
- Bising diastolik dan sistolik
- Bunyi jantung P2 mengeras
- Pembesaran atrium dan ventrikel kanan
Gejala dan tanda gagal jantung kiri :
- Dyspneu d’ effort
- Paroxysmal nocturnal dyspneu
- Orthopneu
- Fatigue
- Pernafasan Cheyne Stokes
- Batuk berdarah dan berbuih dengan hemoptoe (edema Pulmonum)
- Ronkhi basah halus
- Kongesti vena pulmonal
- Pulsus alternans
- Pembesaran ventrikel kiri
- Takikardi
- Bising diastolik dan sistolik
- Irama derap
- Echocardioagraphy sudah tampak hipertensi pulmonal. (1,2,3)
Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gaghal jantung
kanan dan kiri. Pembagian fungsional menurut New York Heart Association (NYHA)
dibagi menjadi empat kelas :
I. Paling ringan, bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan
II. Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari
tanpa keluhan dan dengan istirahat keluhan berkurang.
III. Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.
IV. Biula pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun, dengan
istirahat keluhan tetap ada.
Diagnosis awal gagal jantung kongestif menurut kriteria Framingham meliputi
kriteria mayor dan minor.
Kriteria Mayor :
- Paroxysmal nocturnal dyspneu
- Peningkatan tekanan vena jugularis
- Ronkhi basah
- Kardiomegali
- Edema paru akut
- Irama derap S3
- Refluk hapatojuguler
Kriteria Minor :
- Edema pergelangan kaki
- Batuk malam hari
- Dyspneu d’ effort
- Hepatomegali
- Efusi pleura
- Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum
- Takikardi
Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria
minor harus pada saaat bersamaan. Dengan dasar diagnosis tersebut, pada pasien ini
sudah dapat ditegakkan diagnosis gagal jantung kongestif, karena dari anamnesis dan
pemeriksan fisik ditemukan kriteria mayor berupa : paroxysmal nocturnal dyspneu,
pningkatan tekanan vena jugularis dalam hal ini adalah JVP penuh, ronkhi basah, dan
kardiomegali. Sedangkan untuk kriteria minor ditemukan : edema pergelangan kaki,
batuk malam hari, dyspneu d’ effort dan hepatomegali.
Prinsip pengelolaan pasien gagal jantung kongestif adalah dengan mengurangi
beban kerja jantung, yakni :
- Memberi istirahat pada penderita (fisik maupun psikis) namun tetap dimobilisasi
dengan gerakan-gerakan sederhana seperti dorsofleksi kaki untuk mencegah
terjadinya trombosis. Diberikan juga dulcolax agar pasien tidak mengejan sewaktu
BAB.
- Diuresis. Untuk mengeluarkan cairan dalam tubuh, diberikan kombinasi furosemid
dan spironolakton (diuretik hemat kalium) agar tidak terjadi hipokalemi.
- ACE inhibitor. Sebagai vasodilator karena menurunkan resistensi vaskuler perifer
yang tinggi dan menurunkan beban pengisian ventrikel yang tinggi. Diberikan
Kaptopril dengan dosis bertahap dinaikkan, dimulai dari 3 x 6,25 mg perhari.
- Mitral Valve Replacement. Indikasinya yakni pada kerusakan katub yang sudah
tidak mungkin untuk direpair.
- Diit rendah garam. Untuk memperlancar diuresis sehingga mengurangi edema.
Pada pasien ini gagal jantung yang diderita kemungkinan disebabkan oleh penyakit
jantung hipertensif atau kardiomiopati alkoholik.
Penyakit Jantung Hipertensif
Penyakit jantung hipertensif ditegakkan bila dapat dideteksi hipertrofi
ventrikel kiri sebagai akibat langsung dari peningkatan bertahap tahanan pembuluh
perifer dan beban akhir ventrikel kiri. Faktor yang menentukan hipertrofi ventrikel
kiri adalah derajat dan lamanya peningkatan diastolik. Pengaruh faktor genetik di
sini lebih jelas. Fungsi pompa ventrikel kiri selama hipertensi berhubungan erat
dengan penyebab hipertrofi dan terjadinya aterosklerosis sekunder.
Patofisiologi
Pada stadium permulaan hipertensi, hipertrofi yang terjadi adalah difus
(konsentrik). Rasio massa dan volume akhir diastolik ventrikel kiri meningkat
tanpa perubahan yang berarti pada fungsi pompa efektif ventrikel kiri. Pada
stadium selanjutnya, karena penyakit berlanjut terus, hipertrofi menjadi tak teratur,
dan akhirnya akibat terbatasnya aliran darah koroner, menjadi eksentrik.
Berkurangnya rasio antara massa dan volume jantung akibat peningkatan volume
diastolik akhir adalah khas pada jantung dengan hipertrofi eksentrik. Hal ini
diperlihatkan sebagai penurunan secara menyeluruh fungsi pompa (penurunan
fraksi ejeksi, peningkatan tegangan dinding ventrikel pada saat sistolik,
peningkatan konsumsi oksigen otot jantung, serta penurunan efek mekanik pompa
jantung). Diperburuk lagi bila disertai dengan penyakit jantung koroner.
Walaupun tekanan perfusi koroner meningkat, tahanan pembuluh koroner
juga meningkat sehingga cadangan aliran darah koroner berkurang. Perubahan
hemodinamik sirkulasi koroner pada hipertensi berhubungan erat dengan derajat
hipertrofi otot jantung.
Ada 2 faktor utama penyebab penurunan cadangan aliran darah koroner,
yaitu:
1. Penebalan arteriol koroner, yaitu bagian dari hipertrofi umum otot polos
pembuluh darah resistensi arteriol (arteriolar resistance vessels) seluruh badan.
Kemudian terjadi retensi garam dan air yang mengakibatkan berkurangnya
compliance pembuluh ini dan meningkatnya tahanan perifer.
2. Peningkatan hipertrofi mengakibatkan berkurangnya kepadatan kapiler per unit
otot jantung bila timbul hipertrofi eksentrik. Peningkatan jarak difusi antara
kapiler dan serat otot yang hipertrofi menjadi faktor utama pada stadium lanjut
dari gambaran hemodinamik ini.
Jadi faktor koroner pada hipertensi berkembang menjadi penyakit, meskipun
tampak sebagai penyebab patologis yang utama dari gangguan aktivitas mekanik
ventrikel kiri.
Manifestasi Klinis
Pemeriksaan yang paling sederhana adalah palpasi. Pada hipertrofi konsentrik
lama, iktus bertambah. Bila telah terjadi dilatasi ventrikel kiri, iktus kordis bergeser
ke kiri bawah. Pada auskultasi pasien dengan hipertrofi konsentrik dapat ditemukan
S4 dan bila sudah terjadi dilatasi jantung didapatkan tanda – tanda insufisiensi
mitral relatif.
Pada stadium dini hipertensi, tampak tanda – tanda akibat rangsangan
simpatis yang kronik. Jantung berdenyut cepat dan kuat. Terjadi hipersirkulasi yang
mungkin diakibatkan peningkatan aktivitas sistem neurohumoral disertai
hipervolemia. Pada stadium selanjutnya, timbul mekanisme kompensasi pada otot
jantung berupa hipertrofi ventrikel kiri yang masih difus dan peningkatan tahanan
pembuluh darah perifer.
Gambaran klinis seperti sesak nafas adalah salah satu gejala gangguan
fungsi diastolik, dan peningkatan tekanan pengisian ventrikel walaupun fungsi
sistolik masih normal. Bila berkembang terus, terjadi hipertrofi eksentrik dan
akhirnya menjadi dilatasi ventrikel kemudian timbul gejala payah jantung. Stadium
ini kadangkala disertai dengan gangguan sirkulasi pada cadangan aliran darah
koroner dan akan memperburuk kelainan fungsi mekanik / pompa jantung yang
selektif.
Pemeriksaan Penunjang
Pada foto toraks posisi posteroanterior pasien hipertrofi konsentrik, besar
jantung dalam batas normal. Pembesaran jantung ke kiri terjadi bila sudah ada
dilatasi ventrikel kiri. Terdapat elongasi aorta pada hipertensi yang kronik dan
tanda – tanda bendungan pembuluh paru pada stadium payah jantung hipertensi.
Pemeriksaan laboratorium darah rutin yang diperlukan adalah ht serta ureum
dan kreatinin untuk menilai fungsi ginjal. Selain itu juga elektrolit untuk melihat
kemungkinan adanya kelainan hormonal aldosteron. Pemeriksaan laboratorium
urinalisis juga diperlukan untuk melihat adanya kelainan pada ginjal.
Pada EKG tampak tanda – tanda hipertrofi ventrikel kiri dan strain.
Ekokardiografi dapat mendeteksi hipertrofi ventrikel kiri secara dini mencakup
kelainan anatomik dan fungsional jantung pasien hipertensi asimtomatik yang
belum didapatkan kelaina pada EKG dan radiologi. Perubahan – perubahan yang
dapat terlihat adalah sebagai berikut :
1. Tanda – tanda hipersirkulasi pada stadium dini, seperti hiperkinesis,
hipervolemia
2. Hipertrofi yang difus (konsentrik) atau yang iregular eksentrik.
3. Dilatasi ventrikel yang dapat merupakan tanda – tanda payah jantung, serta
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri meningkat.
4. Tanda – tanda iskemia seperti hipokinesis dan pada stadium lanjut adanya
diskinetik.
Penatalaksanaan
Pengobatan ditujukan untuk menurunkan tekanan darah menjadi normal,
mengobati payah jantung karena hipertensi, mengurangi morbiditas dan mortalitas
terhadap penyakit kardiovaskular, dan menurunkan faktor risiko terhadap penyakit
kardiovaskular semaksimal mungkin.
Untuk menurunkan tekanan darah dapat ditinjau 3 faktor fisiologis yaitu,
menurunkan isi cairan intravaskular dan Na darah dengan diuretik, menurunkan
aktivitas susunan saraf simpatis dan respons kardiovaskular terhadap rangsangan
adrenergik dengan obat dari golongan antisimpatis, dan menurunkan tahanan
perifer dengan obat vasodilator.
Kardiomiopati
Kardiomiopati merupakan sekumpulan kelainan kardiologis dimana terjadi
abnormalitas struktural pada miokardium. Kondisi ini bisa berujung pada sebuah
gagal jantung. Kardiomiopati tergolongkan pada 3 tipe berdasarkan keadaan
anatomis dan gangguan fisiologisdari ventrikel kiri. Kardiomiopati dilatasi ditandai
pembesaran ruang ventrikel dan gangguan fungsi sistolik. Kardiomiopati
hipertropik menunjukkan penebalan ventrikel secara abnormal dan gangguan
relaksasi diastolik, namun fungsi sistolik masih baik. Kardiomiopati restriktif
ditandai miokardium yang kaku karena fibrosis ataupun proses infiltratif, yang
berujung pada gangguan relaksasi diastolik, sementara fungsi sistolik normal
ataupun sedikit terganggi.
Kardiomiopati dilatasi (dilated cardiomiopathy/DCM) menyebabkan
pelebaran jantung secara eksentrik, yaitu melalui pembesaran ventrikel, dan hanya
disertai sedikit hipertropi. Berbagai spektrum faktor seperti genetik, proses
inflamasi, racun, dan proses-proses metabolik menghasilkan kerusakan miosit.
Penyebab DCM biasanya idiopatik. Beberapa kondisi yang dihubungkan dengan
terjadinya DCM adalah miokarditis viral, toksisitas alkohol, dan mutasi gen
spesifik. Miokarditis viral biasanya menyerang penduduk usia muda yang sehat.
Penyebab tersering adalah coxsackevirus grup B dan adenovirus. Biasanya infeksi
dari virus-virus tersebut bersifat self-limiting, namun bisa pula progresif dan
menjadi DCM. Diperkirakan bahwa destruksi miokardium dan fibrosis terjadi
akibat manifestasi virus. Penggunaan obat imunosupresif tidak menunjukkan
perbaikan prognosis.
Kardiomiopati alkoholik berkembang pada pasien dengan konsumsi alkohol
kronis. Meskipun mekanisme pastinya belum diketahui, ethanol diperkirakan
menyebabkan terganggunya fungsi seluler melalui penghambatan fosforilasi
oksidatif mitokondria dan oksidasi asam lemak. Secara klinis dan histopatologis,
dijumpai tanda-tanda dengan DCM yang sama dengan yang ditunjukkan penyebab
lain.
Penanda utama DCM adalah dilatasi ventrikel dan penurunan kontraktilitas.
Biasanya, gangguan terjadi pada kedua ventrikel namun bisa saja hanya pada satu
ventrikel. Gangguan kontraktilitas miosit menyebabkan penurunan stroke volume
dan cardiac output, sehingga terjadi 2 mekanisme kompensasi yaitu:
1. Mekanisme Frank-Starling, dimana peningkatan volume diastolik ventrikel
menyebabkan peregangan miofibril, sehingga meningkatkan kemampuan
pemompaan dan terjadi peningkatan stroke volume.
2. Aktivasi neurohormonal, biasanya dilakukan oleh sistem saraf simpatis. Pada
akhirnya hal ini akan menyebabkan peningkatan kontraktilitas dan heart rate,
yang memperbaiki kegagalan perfusi.
Kedua mekanisme kompensasi ini menyebabkan pasien tampak tidak
bergejala selama periode awal disfungsi ventrikel. Namun, disfungsi miosit yang
progresif dan volume overload menyebabkan timbulnya gagal jantung.
Penurunan curah jantung yang persisten menyebabkan gangguan fungsi
ginjal sehingga akhirnya ginjal mensekresikan renin. Hal ini kemudian
mengaktifkan mekanisme Renin-Angiostensin II- Aldosteron yang meningkatkan
tahanan periferpembuluh darah dan volume intravaskuler.
Kompensasi neurohormonal itu sendiri pada akhirnya menyebabkan
perkembangan yang buruk pula. Vasokonstriksi arteriolar dan peningkatan
resistensi perifer menyebabkan semakin sulitnya darah diejeksikan dari ventrikel
kiri. Sementara peningkatan volume intravaskular akan membebani kerja jantung
(ventrikel kiri), dan menyebabkan kongesti sistemik dan paru. Selain
itu,penignkatan kadar Angiostensin II dan aldosteron menyebabkan terjadinya
remodelling miokardial dan fibrosis secara langsung.
Perburukan dari pembesaran ruang-ruang jantung, katup mitral dan trikuspid
dapat mengalami gangguan, terutama saat melakukan fungsi sistolik, yang lama-
kelamaan akan membentuk sebuah regurgitasi. Regurgitasi kedua katup ini dapat
menimbulkan efek berupa:
1. Peningkatan volume dan tekanan pada atrium, yang berujung pada dilatasi
atrium, dan pada akhirnya menyebabkan fibrilasi atrium.
2. Regurgitasi darah menuju atrium kiri akan menyebabkan penurunan stroke
volume menuju aorta dan sirkulasi sistemik.
3. Pada saat darah regurgitan kembali ke ventrikel kiri pada saat diastol, terjadi
peningkatan berkala volume ventrikel kiri dan memperparah dilatasi pada
ventrikel kiri.
Gejala klinis yang tampak pada pasien dengan DCM serupa dengan gejala
gagal jantung. Antara lain mudah lelah, lemah, sesak pada saat aktivitas dan
penurunan kapasitas olahraga. Apabila telah terjadi kongesti paru, bisa terjadi sesak
napas, sesak karena perubahan posisi (ortopneu), sesak pada malam hari
(paroxysmal nocturnal dyspnoe). Selanjutnya bila terjadi kongesti sistemik kronik,
bisa timbul asites dan edema perifer. Biasanya pasien datang dengan kondisi
peningkatan berat badan (karena edema sistemik) dan sesak saat
berolahraga/aktivitas.
2. HIPERTENSI
Definisi hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik ≥ 90 mmHg. Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2
golongan:
1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya,
disebut juga hipertensi idiopatik
2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Penyebab spesifiknya dari hipertensi ini
diketahui.
Gejala yang sering ditemukan pada penderita hipertensi ialah sakit kepala, epistaksis,
marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata
berkunang-kunang, dan pusing.
Klasifikasi dan tatalaksana hipertensi menurut JNC VII
Klasifikasi
Tekanan
Darah
Sistolik
(mmHg)
Diastolik
(mmHg)
Perbaikan
Pola Hidup
Terapi Obat Awal
Tanpa Indikasi
yang Memaksa
Dengan Indikasi
yang Memaksa
Normal < 120 dan < 80 dianjurkan
Prehipertens
i
120-139 atau 80-89 Ya Tidak indikasi obat Obat-obatan untuk
indikasi yang
memaksa
Hipertensi
derajat I
140-159 atau 90-99 Ya Diuretika jenis
tiazid untuk
sebagian besar
kasus, dapat
dipertimbangkan
ACE I, ARB, BB,
CCB atau
kombinasi.
Obat-obatan untuk
indikasi yang
memaksa.
Obat antihipertensi
lain (diuretika,
ACE I, ARB, BB,
CCB) sesuai
kebutuhan
Hipertensi
derajat II
≥ 160 atau ≥ 100 Ya Kombinasi 2 obat
untuk sebagian
besar kasus
umumnya diuretika
jenis tiazid dan
ACE I atau ARB
atau BB atau CCB.
Obat-obatan untuk
indikasi yang
memaksa.
Kombinasi 2 obat
untuk sebagian
besar kasus
umumnya diuretika
jenis tiazid dan
ACE I atau ARB
atau BB atau CCB
3. AZOTEMIA
Azotemia adalah kondisi medis yang ditandai oleh peningkatan kadar zat-zat
nitrogen dalam darah seperti ureum, creatinin, dan zat sisa lain. Pada pasien ini hanya
terjadi peningkatan ureum darah tanpa disertai peningkatan creatinin dalam darah. Hal
ini menunjukkan pertanda yang mengarah kepada dehidrasi yang mengakibatkan
insufisiensi renal (azotemia prerenal). Pada penderita dilakukan terapi pemberian
cairan Ringer laktat. Selain itu juga dimonitor keadaan umum, tanda vital, balans
cairan, ureum creatinin darah serta pemeriksaan urin rutin. Monitoring ini penting
dilakukan juga karena pada penderita ini sudah terdapat komplikasi nefropati
hipertensi.
4. HIPERURESEMIA
Pada penderita ini didapatkan penurunan kadar HDL-kolesterol (21 mg/dl), dan
hiperurisemia (8,0 mg/dl). Hal ini bersama-sama dengan hipertensi menjadi faktor
risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler misalnya Penyakit Jantung Iskemik atau
Penyakit Jantung Koroner. Pada pasien ini diberikan diet lunak 1800 kkal, 36 gram
protein, rendah garam, rendah purin. Pasien dan keluarga diedukasi bahwa kadar asam
urat dalam darah penderita melebihi normal, sehingga perlu memperhatikan pola
makan, yaitu menghindari makanan yang banyak mengandung purin, seperti kacang-
kacangan, jerohan, dan makanan beragi.
5. HIPOALBUMIN
Hipoalbuminemia pada penderita dalam kasus ini diperkirakan karena loss akibat dari
kerusakan dari glomerolus ginjal. Hipoalbumin dan proteinuria tanda awal dari
komplikasi nefropati hipertensi. Dan pasien merupakan pasien geriatri yang
merupakan salah satu kelompok paling rentan terkena komplikasi ini. Dampak
primernya adalah kerusakan pada pembuluh darah ginjal akibat tekanan yang
meningkat. Pada dinding arteri dan otot digantikan dengan jaringan sklerotik.
Kerusakan pembuluh ini membuat endotel kapiler glomerolus rusak. Hal ini
menurunkan aliran darah dan filtrasi glomerolus, dan memacu proteinuria.
DAFTAR PUSTAKA
1. Masjoer A. Kapita selekta kedokteran jilid 3. Media Ausclapius FKUI. Jakarta. 2001
2. Darmojo, R. Boedhi, Prof., Dr. Penyakit Jantung. Semarang : Fakultas Kedoteran
Universitas Diponegoro.
3. Ari W.S, Bambang S, Idrus A, Marcellus S.K, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi V. Jakarta: Interna Publishing, 2009.
4. Congestive Heart Failure. New England Journal of Medicine 2008; 22 (2) : pp.10–14.
5. The JNC 7 Report. The Sevent Report of the Joint National Committee on Prevention
Detection Evaluation and Treatment of High Blood pressure. JAMA, 2003.
6. Kasper D.L, Braunwald E, Fauci A.S, Hauser S.L, Longo D.L, Jameson J.L, editor.
Harrison’s Manual of Medicine. Mc Graw-Hills Medical Publishing Division, 2005.
Recommended