Pertanyaan : Bagaimana menerangkan sesak ( RR 48 x/mnt ) pada kasus ini?dari paru atau
ketoasidosis?
Dyspnea
Definisi
Perasaan yang bersifat subjektif berupa kesulitan (merasa tidak enak, merasa tidak nyaman)
disaat bernafas. Sinonim lain yang dipergunakan pada dyspnea adalah “shortness of breath”
merupakan keluhan yang sering dikemukakan oleh pasien.
Meskipun merasa tidak nyaman, dyspnea bukanlah sensasi seperti rasa sakit yang harus
diusahakan pasien untuk menguranginya, justru pada dyspnea (sesak nafas) penderita tetap
berusaha untuk tetap bernafas walaupun mengerahkan seluruh perangkat organ yang terlibat
dalam sistem pernafasan. Semua orang dapat mengalami rasa ingin untuk meningkatkan
kemampuan bernafasnya terlebih bila seseorang tersebut melakukan aktivitas yang melebihi
kadar normal, misalnya di saat olah raga baik pada latihan sudah mencapai ukuran maksimal
atau di saat akan mencapai maksimal. Sesak nafas (dyspnea) hendaklah dibedakan dari
tachypnea dan hyperpnea. Di sini secara objektif dapat ditemukan adanya peningkatan tidal
volume dan ventilasi menit.
Tiga faktor yang sering menyertai sensasi dispnea, yaitu :
1. Kelainan gas-gas pernafasan dalam cairan tubuh, terutama hiperkapnia dan hipoksia
2. Jumlah kerja yang harus dilakukan oleh otot-otot pernapasan untuk menghasilkan ventilasi
yang memadai
3. Keadaan pikiran orang tersebut. Seseorang menjadi sangat dispnea terutama akibat
pembentukan karbon dioksida yang berlebihan dalam cairan tubuh. Namun, pada suatu waktu,
kadar karbon dioksida dan oksigen dalam cairan tubuh dalam batas normal, tetapi untuk
mencapai gas-gas ini dalam batas normal, orang tersebut harus bernapas dengan kuat. Pada
keadaaan seprti ini, aktivitas otot-otot pernapasan yang kuat seringkali memberi sensasi dispnea
pada orang tersebut.
Mekanisme
Pengetahuan tentang sensor yang dipergunakan dan fungsi yang terintegrasi dari otak diperlukan
sekali untuk memahami mekanisme terjadinya sesak nafas (dyspnea). Elemen berikut ini
haruslah ada untuk menganalisa terjadinya dyspnea tersebut, yaitu : reseptor sensoris, koneksi
neurologi ke otak, pusat integrasi pada otak yang memproses informasi, koneksi kortikal dalam
menginterpretasikan sensasi yang dirasakan, meskipun teori yang menjelaskan tentang dyspnea
telah berkembang, namun kebenaran teori tersebut belumlah dapat diterima sepenuhnya sebagai
hal yang benar. Pada tulisan di bawah ini dipaparkan tentang rangkaian stimulasi yang dapat
menyebabkan atau membantu terjadinya sesak nafas (dyspnea), dinyatakan secara urutan
numerikal sebagai berikut :
1.Rangsangan (kimia, thermal, psikis, fisis dan sebagainya).
2.Reseptor iritan pada parenkhime paru dan saluran nafas.
3. Juxta capillary receptor pada interstitial alveoli akan merespon perubahan pada compliance.
4. Otot pada dinding dada, persendian, costosternal junction dan diafragma memberikan respon
berupa regangan, gerakan dan propriosepsi.
5. Carrotid bodi atau pusat respirasi pada CNS akan aktif melalui beberapa kombinasi
rangsangan seperti hypercapnea, hypoxemia dan acidosis.
Tanpa memperhatikan alat sensor yang dipakai, pathway koneksi ke otak adalah nervus vagus
dan nervus phrenicus akan menuju RAS pada brain stem.
Secara garis besar penyebab dyspnea terbagi 2 golongan besar :
1. Dyspnea pulmonal adalah dyspnea yang disebabkan murni kelainannya pada paru
Pada kasus Tb paru terjadi gangguan difusi (pertukaran O2 dan CO2) sehingga menyebabkan
kebutuhan ventilasi meningkat dan terjadilah sesak nafas
2. Dyspnea non-pulmonal adalah kelainan di luar paru yang melibatkan paru sebagai
konsekuensi perjalanan kelainan/penyakit tersebut.
Kelainan di luar paru yang menyebabkan dyspnea :
a. Kelainan jantung :
- Gagal jantung kiri
- Penyakit pada katup mitralis/tricuspidalis
- Cardiomyopathy
- Kelainan jantung bawaan (congenital heart disease)
- Peningkatan abnormal pada cardiac output
b. Anemia
c. Berada ditempat ketinggian (High altitude)
d. Obesitas
e. Exercise yang berlebihan
f. Demam tinggi
g. Metabolik asidosis
Diabetic Ketoasidosis:
Adalah suatu keadaan komplikasi akut karena seorang penderita diabetes keracunan keton. Keton
adalah hasil penguraian lemak. Akibat kekurangan insulin yang terus menerus, maka tubuh akan
memerintahkan hati untuk merubah lemak menjadi keton sebagai bahan bakar.
Kalau proses perubahan lemak menjadi keton terjadi secara terus menerus maka pH darah akan
turun (menjadi asam) dan bila hal ini dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga
jaringan tubuh akan rusak
Salah satu hasil akhir dari metabolisme asam lemak dan ketonemia adalah ion hydrogen yang
akan bereaksi dengan ion karbonat, dengan persamaan:
Persamaan I : H + (asam asetoasetat, asam hidroksibutirat) + HCO-3 H2CO3
-
Persamaan II : H2CO3H2O + CO2 (↑)
H2O dikeluarkan oleh ginjal sedangkan peningkatan kadar CO2 dalam darah akan mengaktifkan
usaha system pernafasan dngan rangsangan ke pusat nafas untuk meningkatkan kecepatan dan
kedalaman nafas dalam bentuk pernafasan Kusmaul’s.
Gejala Diabetic Ketoasidosis sbb:
- sesak napas Wajan pucat, jantung berdebar debar, dehidrasi, merasa sakit pada bagian perut
Pertanyaan : Apakah benar hepatomegali akibat dari Hepatitis B, Sirosis hepatis, atau
Hepatoma?
Hepatomegali
Definisi
Hepatomegali adalah pembesaran organ hati yang disebabkan oleh berbagai jenis penyebab
seperti alkohol, infeksi virus hepatitis, demam tifoid, amoeba, penimbunan lemak (fatty liver),
penyakit keganasan seperti leukemia, kanker hati (hepatoma) dan penyebaran dari keganasan
(metastasis).
Etiologi
Penyebab yang sering ditemukan:
- Alkoholisme
- Hepatitits A
- Hepatitis B
- Gagal jantung kongestif (CHF, congestive heart failure)
- Leukemia
- Neuroblastoma
- Sindroma Reye
- Karsinoma hepatoseluler
- Penyakit Niemann-Pick
- Intoleransi fruktosa bawaan
- Penyakit penimbunan glikogen
- Tumor metastatik
- Sirosis bilier primer
- Sarkoidosis
- Kolangitis sklerotik
- Sindroma hemolitik-uremik.
Patofisiologi
Faktor-faktor resiko seperti rokok jamur, kelebihan zat dan infeksi virus hepatitis B serta
alcohol yang mengakibatkan sel-sel pada hepar rusak serta menimbulkan reaksi hiperplastik
yang menyebapkan neoplastik hepatima yang mematikan sel-sel hepar dan mengakibatkan
pembesaran hati. Hepatomegali dapat mengakibatkan invasi pembuluh darah yang
mengakibatkan obstruksi vena hepatica sehingga menutup vena porta yang mengakibatkan
menurunnya produksi albumin dalam darah (hipoalbumin) dan mengakibatkan tekanan osmosis
meningkatkan tekanan osmosis meningkat yang mengakibatkan cairan intra sel keluar ke
ekstrasel dan mengakibatkan udema. Menutupnya vena porta juga dapat mengakibatkan ansietas.
Hepatomegali juga dapat mengakibatkan vaskularisasi memburuk, sehingga mengakibatkan
nekrosis jaringan. Hepatomegali dapat mengakibatkan proses desak ruang, yang mendesak paru,
sehingga mengakibatkan sesak, proses desak ruang yang melepas mediator radang yang
merangsang nyeri.
Tanda dan gejala
Hati yang membesar biasanya tidak menyebabkan gejala. Tetapi jika pembesarannya hebat, bisa
menyebabkan rasa tidak nyaman di perut atau perut terasa penuh. Jika pembesaran terjadi secara
cepat, hati bisa terasa nyeri bila diraba. Tanda dan gejala yang lain berupa:
Umumnya tanpa keluhan
Pembesaran perut
Nyeri perut pada epigastrium/perut kanan atas
Nyeri perut hebat, mungkin karena ruptur hepar
Ikterus
Sering disertai kista ginjal
Komplikasi
Orang yang hatinya rusak karena pembentukan jaringan parut (sirosis), bisa menunjukkan sedikit
gejala atau gambaran dari hepatomegali. Beberapa diantaranya mungkin juga mengalami
komplikasi, yaitu:
hipertensi portal dengan pembesaran limpa
asites (pengumpulan cairan dalam rongga perut)
gagal ginjal sebagai akibat dari gagal hati (sindroma hepatorenalis)
kebingungan (gejala utama dari ensefalopati hepatikum) atau
kanker hati (hepatoma).
Pemeriksaan Diagnostik
Ukuran hati bisa diraba/dirasakan melalui dinding perut selama pemeriksaan fisik. Jika hati
teraba lembut, biasanya disebabkan oleh hepatitis akut, infiltrasi lemak, sumbatan oleh darah
atau penyumbatan awal dari saluran empedu. Hati akan teraba keras dan bentuknya tidak teratur,
jika penyebabnya adalah sirosis. Benjolan yang nyata biasanya diduga suatu kanker.
Pemeriksaan lainnya yang bisa dilakukan untuk membantu menentukan penyebab membesarnya
hati adalah:
rontgen perut
CT scan perut
tes fungsi hati.
Uji Normal Makna Klinis
Bilirubin serum terkonjugasi 0,1-0,3 mg/dl Meningkat bila terjadi
gangguan ekskresi bilirubin
terkonjugasi.
Bilirubin serum tak
terkonjugasi
0,2-0,7 mg/dl Meningkat pada hemolitik.
Bilirubin serum total 0,3-1,0 mg/dl Meningkat pada penyakit
hepatoseluler.
Bilirubin urine 0 Mengesankan adanya
obstruksi pada sel hati
Urobilinogen urine 1,0-3,5 mg/24jam Berkurang pada gangguan
ekskresi empedu, gangguan
hati.
Enzim SGOT 5-35 unit/ml Meningkat pada kerusakan
hati.
Enzim SGPT 5-35 unit/ml Meningkat pada kerusakan
hati
Enzim LDH 200-450 unit/ml Meningkat pada kerusakan
hati
Fosfatase alkali 30-120 IU/L Meningkat pada obtruksi
biliaris.
Pembahasan
Hepatitis Kronis adalah peradangan yang berlangsung selama minimal 6 bulan. Hepatitis kronis
lebih jarang ditemukan, tetapi bisa menetap sampai bertahun-tahun bahkan berpuluh-puluh
tahun. Biasanya ringan dan tidak menimbulkan gejala ataupun kerusakan hati yang berarti.
Dikatakan hepatitis kronis bila penyakit menetap, tidak menyembuh secara klinis atau
laboratorium atau pada gambaran patologi anatomi, selama 6 bulan.
Pada beberapa kasus, peradangan yang terus menerus secara perlahan menyebabkan kerusakan
hati dan pada akhirnya terjadilah sirosis dan kegagalan hepar. Sirosis adalah perusakan jaringan
hati normal yang meninggalkan jaringan parut yang tidak berfungsi di sekeliling jaringan hati
yang masih berfungsi. Sirosis dapat mengganggu sirkulasi darah intrahepatik, dan pada kasus
yang sangat lanjut menyebabkan kegagalan fungsi hati secara bertingkat. Orang yang hatinya
rusak karena pembentukan jaringan parut (sirosis), bisa menunjukkan sedikit gejala atau
gambaran dari hepatomegali.
Ukuran hati bisa diraba/dirasakan melalui dinding perut selama pemeriksaan fisik. Jika hati
teraba lembut, biasanya disebabkan oleh hepatitis akut, infiltrasi lemak, sumbatan oleh darah
atau penyumbatan awal dari saluran empedu. Hati akan teraba keras dan bentuknya tidak teratur,
jika penyebabnya adalah sirosis. Benjolan yang nyata biasanya diduga suatu kanker.
Hepatoma (Karsinoma Hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari sel-sel hati. Hepatoma
merupakan kanker hati primer yang paling sering ditemukan. Faktor resiko terjadinya karsinoma
hepatoseluler adalah infeksi Hepatitis B, infeksi Hepatitis C, alkohol, sirosis, aflatoxin B1, obat-
obat terlarang, obat-obatan, dan bahan kimia. Karsinoma fibrolamelar merupakan jenis
hepatoma yang jarang, yang biasanya mengenai dewasa muda. Penyebabnya sirosis, infeksi
hepatitis B atau C maupun faktor resiko lain yang tidak diketahui.
Gejala klinis hepatoma pada permulaannya berjalan perlahan, dan banyak tanpa keluhan. Lebih
dari 75% tidak memberikan gejala-gejala khas. Keluhan utama yang sering adalah keluhan sakit
perut atau rasa penuh ataupun ada rasa bengkak di perut kanan atas dan nafsu makan berkurang,
berat badan menurun, dan rasa lemas.
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya HCC terbukti kuat, baik secara
epidemiologis, klinis maupun eksperimental. Sebagian besar wilayah yang hiperendemik HBV
menunjukkan kekerapan HCC yang tinggi. Karsinogenisitas HBV terhadap hati mungkin terjadi
melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA kedalam
sel pejamu, dan aktivitas protein spesifik HBV berinteraksi dengan gen hati.
Kriteria Diagnostik HCC Menurut Barcelona EASL Conference
Kriteria sitohistologis
Kriteria non-invasif (khusus untuk pasien sirosis hati)
Kriteria radiologist: koinsidensi 2 cara imaging (USG/CTsan/MRI/angiografi)
· Lesi fokal > 2cm dengan hipervaskularisasi arterial
Kriteria kombinasi: satu cara imaging dengan kadar AFP serum:
· Lesi fokal > 2cm dengan hipervaskularisasi arterial
· Kadar AFP serum > 400 ng/ml
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis hepatoma adalah sebagai
berikut :
Pemeriksaan Laboratorium
1. Alfa-Fetoprotein (AFP)
AFP adalah sejenis glikoprotein, disintesis oleh hepatosit dan sakus vitelinus, terdapat dalam
serum darah janin. Pasca partus 2 minggu, AFP dalam serum orang normal hanya terdapat
sedikit sekali (<25 ng/L). Ketika hepatosit berubah ganas,AFP muncul. Selain itu teratoma testis
atau ovarium serta beberapa tumor lain (seperti karsinoma gaster,paru, dll) dalam serum pasien
juga dapat ditemukan AFP; wanita hamil dan sebagian pasien hepatitis akut kandungan AFP
dalam serum mereka juga meningkat. AFP memiliki spesifisitas yang tinggi dalam diagnosis
karsinoma hepatoselular. Jika AFP ³ 500ng/L bertahan 1 bulan atau ³ 200 ng/L bertahan 2 bulan,
tanpa bukti penyakit hati aktif, dapat disingkirkan kehamilan dan kanker embrional kelenjar
reproduksi, maka dapat didiagnosis hepatoma, diagnosis ini dapat lebih awal 6-12 bulan dari
timbulnya gejala hepatoma. AFP sering dapat dipakai untuk menilai hasil terapi. Pasca reseksi
hepatoma, kadar AFP darah terus menurun dengan waktu paruh 3-9,5 hari, umumnya pasca
operasi dalam 2 bulan kadar turun hingga normal, jika belum dapat turun hingga normal, atau
setelah turun lalu naik lagi, maka petanda terjadi residif atau rekurensi tumor.
2. Petanda tumor lainnya
Zat petanda hepatoma sangan banyak, tapi semuanya tidak spesifik untuk diagnosis sifat
hepatoma primer. Penggunaan gabungan untuk kasus dengan AFP negatif memiliki nilai rujukan
tertentu, yang relatif umum digunakan adalah :Des-gama karboksi protrombin (DCP), Alfa-L-
fukosidase (AFU), Gama-glutamil transpeptidase (GGT-II), CA 19-9, CEA, dll.
3. Fungsi hati dan sistem antigen antibodi
Karena lebih dari 90% hepatoma disertai sirosis hati, hepatitis dan latar belakang penyakit hati
lainnya, maka jika ditemukan kelainan fungsi hati, petanda hepatitis B atau hepatitis C positif,
artinya terdapat dasar penyakit hati untuk hepatoma.
Pemeriksaan Pencitraan
1. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan metode paling sering digunakan dalam diagnosis hepatoma.Kegunaan dari USG
dapat dirangkum sebagai berikut: Memastikan ada tidaknya lesi penempat ruang dalam hati,
dapat ilakukan penapisan gabungan dengan USG dan AFP sebagai metode diagnosis penapisan
awal untuk hepatoma, mengindikasikan sifat lesi penempat ruang, membedakan lesi berisi cairan
dari yang padat, membantu memahami hubungan kanker dengan pembuluh darah penting dalam
hati, berguna dalam mengarahkan prosedur operasi, membantu memahami penyebaran dan
infiltrasi hepatoma dalm hati dan jaringan organ sekitarnya, memperlihatkan ada tidaknya
thrombus tumor dalam percabangan vena porta intrahepatik, dibawah panduan USG dapat
dilakuakn pungsi perkutan, injeksi obat intratumor dan terapi ablatif
2. CT
CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin terpenting untuk diagnosis lokasi dan sifat
hepatoma. CT dapat membantu memperjelas diagnosis, menunjukkan lokasi tepat, jumlah dan
ukuran tumor dalam hati, hubungannya dengan pembuluh darah penting, dalam penentuan
modalitas tepi sangatlah penting. Terhadap lesi mikro dalam hati yang sulit ditentukan CT rutin
dapat dilakukan CT dipadukan dengan angiografi (CTA), atau ke dalam arteri hepatika
disuntikkan lipiodol, sesudah 1-3 minggu dilakukan lagi pemeriksaan CT, pada waktu ini CT-
lipiodol dapat menemukan hepatoma sekecil 0,5 cm.
3. MRI
MRI merupakan teknik pemeriksaan nonradiasi, tidak memakai zat kontras berisi iodium, dapat
secara jelas menunjukkan struktur pembuluh darah dan saluran empedu dalam hati, juga cukup
baik memperlihatkan struktur internal jaringan hati dan hepatoma, sangat membantu dalam
menilai efektivitas aneka terapi. Dengan zat kontras spesifik hepatosit dapat menemukan
heepatoma kecil kurang dari 1 cm dengan angka keberhasilan 55%.
4. Angiografi arteri hepatika
Metode ini tergolong invasive, penampilan hati kiri dan hepatoma tipe avaskular agak kurang
baik, dewasa ini indikasinya adalah : Klinis suspek hepatoma atau AFP positif tapi hasil
pencitraan lain hasilnya negatif, berbagai teknik pencitraan noninvasif sulit menentukan sifat lesi
penempat ruang tersebut.
5. Tomografi Remisi Positron
Saat ini, diagnosis terhadap hepatoma masih kurang ideal, namun karsinoma kolangioseluler dan
karsinoma hepatoseluler berdifferensiasi buruk memiliki daya ambil terhadap 18F-FDG yang
relatif kuat, maka pada pencitraan PET tampak sebagai lesi metabolisme tinggi.
Pemeriksaan Lainnya
Pungsi hati mengambil jaringan tumor untuk pemeriksaan patologi, biopsi kelenjar limfe
supraklavikular, biopsi nodul subkutis, mencari sel ganas dalam asiter, peritoneoskopi dll juag
mempunyai nilai tertentu dalam diagnosis hepatoma primer.
Sedangkan cara pendekatan diagnosis hepatoma dapat dibagi atas:
1. Diagnosis Klinis Secara Pasti
Diagnosis klinis praktis ini adalah suatu cara pendekatan diagnosis yang dapat dilakukan oleh
setiap dokter, baik ditempat praktek pribadi, di Puskesmas, maupun di rumah sakit. Cara
pendekatan diagnosisnya adalah dengan pengambilan anamnesis, pemeriksaan fisik,
laboratorium dan foto thoraks.
Secara anamnesis, sebagian besar penderita KHP datang berobat dengan keluhan utama merasa
nyeri yang terus-menerus di perut kanan atas atau di ulu hati, disamping itu juga mengeluh ada
benjolan di perut atau terasa perut membuncit, lekas kenyang, badan makin lemah dan mengurus.
Pada pemeriksaan fisik, dapat diduga hepatoma, bila pada palpasi di abdomen teraba hati
membesar, keras yang berbenjol-benjol, tepi tumpul lebih diperkuat bila pada auskultasi
terdengar bising pembuluh darah (arterial bruit).
Pada pemeriksaan laboratorium yang dapat menunjang diagnosis adalah AFP, karena
pemeriksaan ini khas untuk hepatoma. Seseorang dikatakan:
- Pasti menderita hepatoma jika AFP > 1000 nanogram/mL
- Sangat Mencurigakan jika AFP 400-1000 nanogram/mL
- Perlu dilakukan pemeriksaan ulangan dan dipertimbangkan dengan hepatitis kronis,
sirosis atau karsinoma sekunder jika 20-400 nanogram/mL
Pada foto thorax bila ditemukan kenaikan diafragma kanan, berarti pembesaran hati. Kenaikan
diafragma kanan yang orreguler, lebih mencurigakan disebabkan oleh hepatoma lobus kanan.
Apalagi bila ditemukan gambaran metastasis di paru, yang memperkuat diagnosis.
2. Diagnosis Klinis di Rumah Sakit Umum
Selain pemeriksaan seperti yang disebutkan diatas, perlu ditambahkan pemeriksaan penunjang
diagnosis lain yang bergantung pada fasilitas di setiap RSU, antara lain: sintigrafi, USG dan CT.
Tetapi setidak-tidaknya diagnosis klinis harus ditegakkan secara histopatologi.
Pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan di rumah sakit untuk membantu diagnosis, yaitu
splenoportografi dan angiografi hepatik. Pada splenoportografi di daera tumor terlihat daerah
pengosongan. Sedangkan pada angiografi hepatik terlihat gambaran hipervaskulerisasi.
Laparoskopi atau peritoneoskopi banyak membantu menentukan ada tidaknya tumor ganas pada
tempat benjolan di hati, apalagi bila disertai dengan biopsi. Bila di rumah sakit tidak tersedia
laparoskop, dapat dilakukan biopsi jarum membuta pada tempat benjolan yang diduga tumor
ganas.
Belakangan ini banyak dimanfaatkan USG sebagai sarana diagnostik tidak invasif yang
mempunyai ketepatan diagnostik tinggi. Gambaran USG umumnya memperlihatkan massa solid
dengan densitas rendah disertai gernal interna heterogen. Hepatoma fase lanjut umumnya dapat
dideteksi tumor trombus di vena porta, kadang-kadang juga ditemukan di dalam vena hepatika.
Secara CT dapat ditemukan kelainan lokal dari hepatoma yaitu akan memperlihatkan suatu masa
dengan densitas rendah bila dibandingkan dengan jaringa normalnya. Gambaran tersebut akan
diperjelas bila dilakukan kontras media
Kesimpulan
Hasil lab pasien yang menyatakan HbsAg pasien (+) berarti pasien menderita penyakit hepatitis
B. Banyak pasien dengan HbsAg positif menunjukkan bahwa hepatitis kronik aktif besar
perannya. Peradangan yang terus menerus secara perlahan menyebabkan kerusakan hati dan pada
akhirnya terjadilah sirosis dan kegagalan reaksi hiperplastik hepatomegali.
Pada palpasi di abdomen teraba hati membesar, namun tidak keras dan tidak berbenjol-benjol
kemungkinan bukan suatu keganasan.
Daftar Pustaka
Rifai A., 1996. Karsinoma Hati. dalam Soeparman (ed). Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Richard L. Baron, M.D. and Mark S. Peterson M.D. Screening the Cirrhotic Liver for Hepatocellular Carcinoma with CT and MR Imaging: Opportunities and Pitfalls. RSNA 2001 Volume 21: 117 – 132.
Ryder. Guidelines for the diagnosis and treatment of hepatocellular carcinoma (HCC) in adults. Gut 2003; 52 – 56.
Tariq Parvez., Babar Parvez., and Khurram Parvaiz et al. Screening for Hepatocellular Carcinoma. Jounal JCPSP September 2004 Volume 14 No. 09. Soresi M., Maglirisi C., Campgna P., et al. Alphafetoprotein in the diagnosis of hepatocellular carcinoma. Anticancer Research. 2003;23;1747-53.
Bolondi L., Gaiani S., Celli N., Golfieri R., et al. Characterization of small nodules in cirrhosis by assessment of vascularity: The problem of hypovascular hepatocellular carcinoma. Hepatology 2005; 42: 27 – 34.
Abdul Rasyad. 2006. Pentingnya Peranan Radiologi Dalam Deteksi Dini dan Pengobatan Kanker Hati Primer. USU Press. Sumatra.
Rasyid A. Temuan Ultrasonografi Kanker Hati Hepato Selular (Hepatoma). The Journal of Medical School University of Sumatera Utara. Vol 39. No 2 Juni 2006.
Isselbacher, Harrison, Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, vol 4, EGC,Jakarta, 2000. Hal : 1679
Budihusada Unggul. Karsinoma hati. Dalam Setiyohadi Bambang (ed). Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi keempat. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen IPD FK UI, 2006 : 457-461
Lorraine M. Wilson, Patofisiologi, buku I, edisi 4, EGC, Jakarta, 1995. Hal : 457
Amin, Zulkifli, Asril Bahar, dkk. 2006. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta
Mansjoer A, Suprohalita, Wardhani WL, Setiowulan W: Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta, Media Aaesculapius FKUI, 2001
Rusdi Ghazali Malueka. 2006. Radiologi Diagnostik. Fakultas Kedokteran UGM. Pustak Cendekia Press. Yogyakarta
Luhs., 2003. Hepatocellular Carsinoma (Hepatoma). http://www.medhelp.org/forums/hepatitis/message/302380.html.
Recommended