20
Get Homework/Assignment Done Homeworkping.com Homework Help https://www.homeworkping.com/ Research Paper help https://www.homeworkping.com/ Online Tutoring https://www.homeworkping.com/ click here for freelancing tutoring sites PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Perforasi duodenum jarang terjadi, dari kepustakaan dikatakan hanya ditemukan 3-5% dari pasien dengan trauma abdomen, sedangkan pada anak sekitar 2%. 75 % disebabkan oleh trauma tembus abdomen, sedangkan 22% oleh trauma tumpul abdomen. Asensio dkk melaporkan dari 1513 kasus perforasi duodenum, 77,7 % disebabkan oleh trauma tembus abdomen dan 22,3 % disebabkan oleh trauma tumpul abdomen. Pada anak-anak perforasi duodenum lebih banyak disebabkan oleh trauma tumpul abdomen akibat kecelakaan motor dan kekerasan pada anak dibandingkan trauma tembus abdomen. Bila tidak ditangani secara tepat maka prognosisnya menjadi buruk. Trauma tumpul abdomen menyebabkan perforasi duodenum akibat tekanan kuat yang mengenai vertebra columnar atau tekanan 1

155489745 case-report-ruptur-duodenum-bedah-anak

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 155489745 case-report-ruptur-duodenum-bedah-anak

Get Homework/Assignment Done Homeworkping.comHomework Help https://www.homeworkping.com/

Research Paper helphttps://www.homeworkping.com/

Online Tutoringhttps://www.homeworkping.com/

click here for freelancing tutoring sitesPENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Perforasi duodenum jarang terjadi, dari kepustakaan dikatakan hanya ditemukan 3-5% dari pasien dengan trauma abdomen, sedangkan pada anak sekitar 2%. 75 % disebabkan oleh trauma tembus abdomen, sedangkan 22% oleh trauma tumpul abdomen. Asensio dkk melaporkan dari 1513 kasus perforasi duodenum, 77,7 % disebabkan oleh trauma tembus abdomen dan 22,3 % disebabkan oleh trauma tumpul abdomen. Pada anak-anak perforasi duodenum lebih banyak disebabkan oleh trauma tumpul abdomen akibat kecelakaan motor dan kekerasan pada anak dibandingkan trauma tembus abdomen. Bila tidak ditangani secara tepat maka prognosisnya menjadi buruk. Trauma tumpul abdomen menyebabkan perforasi duodenum akibat tekanan kuat yang mengenai vertebra columnar atau tekanan pada saat jatuh. 35-40 % kasus perforasi duodenum ditemukan di pars II, dan diikuti oleh pars III (25%), pars IV (20%) dan pars I (15%). (1,2)

Perforasi duodenum terjadi sekitar 25% dari keseluruhan perforasi usus halus yang diakibatkan oleh trauma tusuk dan trauma tumpul abdomen. Posisi duodenum yang terlindungi oleh columna vetebralis, mengakibatkan perforasi usus halus hanya 50% yang berasal dari luka tumpul. (1)

Trauma pada duodenum hampir selalu diikuti oleh cedera pada visera sekitarnya. Trauma tembus pada duodenum, sekitar 93-100% mengalami perforasi organ intraabdomen. Sedangkan pada trauma tumpul, sekitar 69-83% pasien yang

1

Page 2: 155489745 case-report-ruptur-duodenum-bedah-anak

mengalami perforasi organ intra abdomen. Organ yang sering mengalami perforasi terkait antara lain hepar, kolon, lambung, pankreas, traktus biliaris dan vena besar. (1)

Angka mortalitas untuk perforasi duodenum antara 10-40%. Angka mortalitas trauma tumpul duodenum 12,5-30%, lebih tinggi daripada trauma tembus duodenum 7,5-20%. (1)

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Duodenum dibagi atas 4 bagian. Bagian pertama atau duodenum superior, merupakan bagian yang paling mobile dan ditutupi serosa. Bagian kedua atau desending duodenum. Bagian ketiga atau transverse duodenum. Bagian keempat atau ascending duodenum, juga ditutupi oleh serosa. Duodenum menerima sekresi dari lambung, empedu dan pankreas dan menyalurkannya ke jejunum. Sekresinya sekitar 1-2 liter saliva, 2500 ml asam lambung, 750 ml cairan empedu, dan 1000 ml cairan pankreas perhari.(1)

KLASIFIKASI TRAUMA DUODENUM

Klasifikasi trauma duodenum menurut Lucas dan Ledgerwood 1975 (1)

Kelas I perforasi ringan duodenum

Pankreas normal

Kelas II perforasi berat duodenum

Pankreas normal

Kelas III perforasi ringan atau berat duodenum

perforasi ringan pankreas

Kelas IV perforasi berat duodenum

perforasi berat pankreas

Kelas I ditemukan adanya hematom duodenum, kontusio atau robekan di serosa tanpa adanya perforasi pankreas. Kelas II ditemukan adanya perforasi duodenum tanpa adanya perforasi pankreas. Kelas III ditemukan adanya cedera duodenum baik perforasi atau robekan serosa, disertai perforasi pankreas ringan. Kelas IV ditemukan adanya perforasi duodenum dan pankreas. (1)

Skala trauma duodenum menurut AAST (American Association for the Surgery of trauma) 1990 (3,4,5)

2

Page 3: 155489745 case-report-ruptur-duodenum-bedah-anak

Grade Tipe Lesis Deskripsi

I Hematom

Laserasi

Hanya mengenai satu pars duodenum

Sebagian, tidak ada perforasi

II Hematom

Laserasi

Mengenai lebih dari satu pars duodenum

Kerusakan < 50% bagian

III Laserasi Kerusakan 50-75% bagian pada pars II, kerusakan 50-100% bagian pada pars I, pars III, pars IV

IV Laserasi Kerusakan > 75% bagian pada pars II, mengenai ampula atau bagian distal duktus biliaris

V Laserasi

Vaskular

Kerusakan masif pada duodenopancreatic kompleks

Devaskularisasi duodenum total

DIAGNOSIS

Diagnosis perforasi duodenum pada anak berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis selain adanya riwayat trauma tumpul, ditemukan adanya keluhan mual-muntah, gangguan saluran cerna atas, tanda akut abdomen. Nyeri juga dirasakan sampai ke punggung dan pinggang. (1,2,3,4)

Dari pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan abdomen di kuadran kanan atas, terutama dirasakan jika mengenai pars I,II,III dan jika mengenai pars IV maka akan dirasakan nyeri abdomen kuadran kiri atas. Jika didapatkan nyeri tekan seluruh abdomen dan defans muskular hal ini menunjukkan adanya organ lain yang perforasi. (1,2)

Pada pemeriksaan penunjang saluran cerna atas, dapat ditemukan massa di intramural dengan ”coiled spring” yang menunjukkan adanya lipatan sirkuler di massa. Selain itu juga ditemukan tanda ”picket fence”, yang menunjukkan hilangnya lipatan sirkuler duodenum dengan jepitan mukosa. Pemeriksaan USG abdomen, CT-Scan dan MRI dapat menilai ukuran hematom dan menilai keadaan organ intra abdomen lainnya. CT-Scan dan MRI berguna untuk diagnosis trauma duodenum yang tidak memerlukan tindakan pembedahan segera. (1)

Kebanyakan perforasi duodenum di diagnosa pada saat laparatomi eksplorasi dimana ditemukan pendarahan dan peritonitis. 10-30% perforasi duodenum baru diketahui ketika dilakukan laparatomi. Bukti yang menunjukkan adanya perforasi duodenum antara lain pewarnaan cairan empedu di retroperitoneum, hematom dipankreas atau periduodenal, krepitasi atau gelembung di retroperitoneum, udara atau cairan empedu bebas di intraperitoneal.(1)

3

Page 4: 155489745 case-report-ruptur-duodenum-bedah-anak

Duodenum dapat terlihat dengan cara memisahkan ligament gastrohepatic untuk membebaskan pars I, dengan teknik ektensif kocher manuver dari foramen winslow ke pembuluh darah mesenterika superior dapat dilakukan pembebasan pars II. Untuk membebaskan pars III menurut Cattell dan Braasch dapat dilakukan dengan cara memindahkan kolon bagian kanan dan mesenterika ileum ke arah medial, sedangkan untuk membebaskan pars IV dilakukan dengan memisahkan ligamentum Treitz. (1)

Perforasi duodenum akibat trauma tumpul abdomen, terutama yang tidak ditemukan perforasi organ lain, tanda-tanda perdarahan dan peritonitis, lebih sukar untuk didiagnosis sebelum operasi. Ballard dkk melaporkan di Pennsylvania terdapat 206 pasien (0,2%) dengan trauma duodenum, namun hanya 30 pasien saja yang mengalami perforasi duodenum.(2)

TATA LAKSANA

Dikarenakan perforasi duodenum yang jarang terjadi pada anak-anak, maka tatalaksana perforasi duodenum pada anak diaplikasikan dari tatalaksana pengobatan dewasa. Dan pada kenyataannya metode yang diaplikasikan ke anak lebih efektif dibandingkan dewasa.

Tatalaksana trauma duodenum dengan klasifikasi menurut Lucas dan Ledgerwood 1975.

Kelas I (1)

Tatalaksana perforasi duodenum ringan biasanya tidak perlu tindakan pembedahan. Robekan serosa dapat dilakukan jahit primer, dan drainase tidak perlu dilakukan. Jika pada saat laparatomi eksplorasi ditemukan adanya hematom, maka dapat dilakukan evakuasi hematom, dan cedera lainnya diatasi, bisa saja dilakukan drainase. Untuk melakukan evakuasi hematom, dilakukan insisi longitudinal pada lateral duodenum diatas hematom dan dilakukan irigasi serta pengambilan hematom dengan forsep. Kemudian dinilai kembali dengan memasukkan metilen blue melalui selang NGT untuk melihat adanya kebocoran pada duodenum-jejunum. (1)

Tatalaksana hematom duodenum tanpa pembedahan dengan cara, penghisapan lewat NGT, pemberian cairan infus dan pengaturan nutrisi, serta pemeriksaan radiologis sampai obstruksi teratasi dan pemberian nutrisi oral tercapai. Terapi non pembedahan diindikasikan jika ahli bedah yakin bahwa tidak ada perforasi duodenum dan perforasi organ lainnya. Terapi penghisapan lewat NGT dilakukan selama 2-38 hari (rata-rata 13 hari) dan perawatan 5-53 hari (rata-rata 18 hari). Terapi non pembedahan ini lebih berhasil dilakukan pada anak-anak dengan obstruksi parsial sedangkan dewasa lebih sering membutuhkan tindakan pembedahan. Tindakan pembedahan dapat mengatasi obstruksi secara cepat, mengatasi cedera lainnya, mengurangi lama perawatan dan pemberian nutrisi parenteral. (1)

Hematom duodenum pada anak dengan perforasi duodenum dan cedera viscera jika dalam 5-10 hari tidak terjadi resolusi dari obstruksi, maka tindakan pembedahan

4

Page 5: 155489745 case-report-ruptur-duodenum-bedah-anak

harus dilakukan. Hematom duodenum intramural berisi darah dalam lapisan subserosa dari dinding duodenum. Hematom duodenum biasanya mengenai pars II dan III. (1)

Hematom dapat disebabkan oleh trauma tumpul yang berasal dari stang motor, stir mobil, sabuk pengaman mobil, dan pukulan. Penyebab lain antara lain penyakit bawaan seperti hemofilia, Henoch-Schonlein Purpura, gangguan pembekuan darah, terapi antikoagulan dan pankreatitis. (1)

Menurut Stone dan Fabian, hanya 19 dari 321 kasus trauma duodenum pada dewasa dan anak atau 6% nya yang mengalami hematom duodenum. Pada penanganan pasien dengan trauma tumpul duodenum, 10-35% didapatkan hematom duodenum. Angka kejadian hematom duodenum lebih banyak pada pria dibanding wanita, dan banyak pada anak dibanding dewasa. (1)

Kelas II (1)

Perforasi duodenum tanpa cedera pankreas dapat diatasi dengan debrideman yang baik pada jaringan non vital serta dengan cara penutupan kedua lapisan yang perforasi. Penggunaan drain masih kontroversial. Mereka yang menggunakan drain berpendapat bahwa jika terjadi kebocoran anastomosis maka drain dapat mengontrol fistel duodenum serta mengurangi resiko kontaminasi di rongga intraperitoneal. Teknik lain yang digunakan untuk melindungi jahitan primer pada perforasi dengan cara menambahkan patch serosal jejunum diatas jahitan. (1)

Kelas III (1)

Tatalaksana untuk perforasi duodenum dengan cedera pankreas ringan dapat dilakukan jahit primer dengan tambahan drain internal atau eksternal di duodenum serta drain di pankreas. Untuk perforasi duodenum yang berat selain dilakukan jahit primer, juga dilakukan pylorus eklusi dan gastrojejunostomy, atau divertikularisasi duodenum.

Stone dan Fabian memperkenalkan suatu teknik dengan menggunakan 3 saluran atau triple ostomy untuk mengatasi perforasi duodenum komplek. Teknik ini menggunakan gastrostomi untuk dekompresi lambung, jejunostomi retrograde untuk dekompresi duodenum, dan jejunostomi antegrade untuk nutrisi enteral.

Pylorus eksklusi pertama kali diperkenalkan tahun 1977. Teknik ini melingkupi jahit pimer perforasi duodenum, penutupan pylorus melalui antral gastrostomy dan gastrojejunostomy. Pylorus eklusi diindikasikan, jika operasi terlambat dilakukan lebih dari 24 jam setelah terjadi trauma, 75% dinding duodenum terlibat, aliran darah terganggu, dan cedera pada kaput pankreas atau duktus biliaris. Teknik ini menurunkan kejadian fistula dan komplikasi kebocoran duodenum.

Divertikularisasi duodenum pertama kali diperkenalkan tahun 1968, melingkupi jahit primer perforasi duodenum, gastric antrectomy dengan gastrojejunostomy end to

5

Page 6: 155489745 case-report-ruptur-duodenum-bedah-anak

side, tube duodenostomy serta drainase duodenum dan pankreas. Vagotomi dan drainase T-Tube dari duktus biliaris kadang diperlukan dalam kasus tertentu. Teknik ini dilakukan pada perforasi duodenum luas dengan cedera pankreas. Teknik ini jarang digunakan karena efek yang ditimbulkan sama dengan pylorus eksklusi. (1)

Kelas IV (1)

Kombinasi perforasi duodenum berat dan pankreas membutuhkan tata laksana yang lebih kompleks. Apabila perforasi duodenum tidak bisa dilakukan jahit primer, maka pylorus eksklusi atau divetikularisasi duodenum adalah pilihan utama. Apabila perforasi sangat luas dan mengenai duktus biliaris, maka dilakukan pancreaticoduodenectomy (wipple). Pancreaticoduodenectomy dilakukan jika sudah tidak ada pilihan lain. (1)

Tatalaksana Perforasi duodenum (1)

Tatalaksana Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV

Repair duodenum Serosa saja 2 lapisan 2 lapisan 2 lapisan

Drainase eksternal Tidak Tidak Ya Ya

Dekompresi tabung Tidak Tidak Ya Ya

Pylorus eksklusi Tidak Tidak Ya Ya

Divertikulisasi Tidak Tidak Tidak Ya

Prosedur Wipple Tidak Tidak Tidak Ya*/Tidak**

* Dengan perforasi duktus biliaris distal

** Tanpa perforasi duktus biliaris distal

Penatalaksanaan trauma duodenum berdasarkan klasifikasi AAST, tergantung dari keadaan hemodinamik, tingkat kerusakan duodenum serta adanya cedera pada pankreas. Pada keadaan pasien yang tidak stabil, maka laparatomi eksplorasi segera dilakukan. Tatalaksana utama dengan mengontrol perdarahan dan mengembalikan fungsi fisiologis, apabila didapatkan perforasi gastrointestinal, maka laserasi di tutup cepat dengan jahit primer, stapler, reseksi, tutup abdomen sementara dan resusitasi di ICU, sehingga kerusakan dapat dikontrol. Restorasi traktus gastrointestinal dillakukan

6

Page 7: 155489745 case-report-ruptur-duodenum-bedah-anak

pada pembedahan berikutnya. Penanganan perforasi duodenum dilakukan setelah pasien stabil. (2)

Pada pasien dengan hemodinamik stabil dan laserasi ringan, debrideman yang adekuat pada duodenum disekitar laserasi dan jahit primer akan memberikan hasil yang baik. Apabila perforasi luas, jahit primer akan mudah terlepas. Reseksi segmental dan end to end duodenoduodenostomy di indikasikan untuk perforasi pada pars I, III dan IV. (2)

Perforasi duodenum kompleks dengan penanganan yang terlambat membutuhkan penanganan yang berbeda. Stone dan Fabian memperkenalkan konsep triple ostomy (gastrostomi, duodenostomi dan jejunostomi) berdasarkan studi mereka terhadap 237 pasien. Teknik ini baik sekali diaplikasikan pada perforasi luas di regio pars II. Penanganan perforasi duodenum kompleks lainnya dengan reseksi dan end to end duodenoduodenostomy. Pilihan lain dapat dilakukan side to end atau end to end Roux-en-Y duodenojejunostomy atau side to side duodenojejunostomy.

PERFORASI DUODENUM KOMPLEKS (2)

Hemodinamik Stabil Hemodinamik tidak stabil

A. Perforasi duodenum

Jahit primer setelah debrideman atau reseksi

Duodeno-duodenostomy/jejunostomy untuk defek yang luas

B. Perforasi duodenum dan pancreas

Grade I&II: repair duodenum, drainase pancreas.

Grade III: repair duodenum/reseksi dan EEA, pankreaktomi distal, pylorus eksklusi

Grade IV,V: pancreatico-duodenectomy 1 atau 2 tahap.

Kontrol kerusakan

Kontrol perdarahan

Tutup perforasi secara cepat

Resusitasi di ICU

Rekontruksi definitive setelah laparatomi pertama

PROGNOSIS

7

Page 8: 155489745 case-report-ruptur-duodenum-bedah-anak

Komplikasi yang sering terjadi pada tata laksana perforasi duodenum yaitu fistula duodenum, terjadi pada 1-30% pasien dengan angka mortalitas 4-50%. Penggunaan drain eksternal tidak menurunkan angka kejadian fistula dan mungkin meningkatkannya. Dekompresi internal dari hasil penelitian Stone dan Fabian menunjukkan penurunan angka kejadian fistula, hanya 1 dari 237 pasien yang mengalami kebocoran duodenum. Dengan dilakukannya dekompresi internal, angka mortalitas akibat kebocoran duodenum menurun dari 42% menjadi 14 %. (1)

Angka mortalitas untuk perforasi duodenum antara 10-40%. Namun pada anak-anak dengan perforasi duodenum dan pankreas, angka mortalitasnya lebih rendah, berkisar 10-14%. Angka mortalitas trauma tumpul duodenum 12,5-30%, lebih tinggi daripada trauma tembus duodenum 7,5-20%. Angka mortalitas untuk perforasi duodenum kelas III dan IV lebih tinggi dibandingkan perforasi duodenum kelas I dan II. Pasien kelas I dan II angka mortalitasnya 0-20%, sedangkan pasien kelas III dan IV angka mortalitasnya 20-100%. (1)

Angka kejadian mortalitas pada perforasi duodenum

Kategori Persentase mortalitas

Trauma tumpul 12,5-30%

Trauma tembus 7,5-20%

Repair > 24 jam 40%

Repair < 24 jam 11%

Kelas III,IV 20-100%

Kelas I,II 0-20%

Repair tunggal 30%

Repair dengan dekompresi 15%

8

Page 9: 155489745 case-report-ruptur-duodenum-bedah-anak

LAPORAN KASUS

Berikut akan dipaparkan laporan satu kasus perforasi duodenum yang pernah ditangani di bagian Bedah Anak RSCM. Seorang anak perempuan berusia 14 tahun, datang ke IGD RSCM (31 Agustus 2010) dengan keluhan utama keluar cairan dari luka operasi sejak 2 hari yang lalu. 2 minggu sebelum masuk RS pasien mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien mengendarai motor dan ditabrak mobil dari arah kanan terbentur bemper mobil dan terbentur di perut bagian kanan. Pasien kemudian dirawat di RS Mitra Husada Lampung dan dilakukan operasi laparatomi dan didapatkan perforasi duodenum. Dilakukan penjahitan dan pemasangan NGT. Pasca pembedahan hari ke-8 keluar cairan dari luka operasi berwarna hijau. Kemudian dilakukan laparatomi ke-2, intraoperatif ditemukan jahitan duodenum terlepas, kemudian dilakukan repair dan pemasangan drain. Hari ke-3 post operasi laparatomi tampak tanda-tanda fistel duodenum (residif), pasien lalu dirujuk ke RSCM.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien sadar, TD: 120/70 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi napas 16x/menit, suhu 36,7oC. Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik. Abdomen datar, lemas, tampak luka operasi burst abdomen warna kehijauan, keluar cairan kekuningan, dasar fascia, terpasang drain di flank kanan, bising usus (+) normal. Dari laboratorium didapatkan Hb 12,5, Ht 38, leukosit 14.100, trombosit 502.000,PT/APTT: 28,4(13,1)/57,4(38,5), ureum 26, kreatinin 0,6, SGOT 22,

9

Page 10: 155489745 case-report-ruptur-duodenum-bedah-anak

SGPT 12, GDS 130. Bilirubin Total 1,6, Bilirubin Direk 0,3, bilirubin indirek 1,3. Natrium 139, Kalium 4,6, Clorida 105. Protein total 7,4 Albumin 4,2.

Preoperatif pasien didiagnosis wound dehiscence fistel enterokutan dengan diagnosis banding leakage jahitan perforasi duodenum. Pasien dilakukan laparatomi dalam anestesi umum. Temuan intraoperatif didapatkan leakage pada jahitan luka lama di sisi lateral duodenum pars II.

Pada eksplorasi selanjutnya didapatkan perforasi di dua tempat, yaitu colon ascenden didekat plexura hepatica dan di caecum, masing-masing dengan diameter 0,5 cm.

Dilakukan tindakan anastomose duodenoyeyunostomi Roux-en-Y end to side pada 30 cm anal dari Ligamentum Treitz. Dilanjutkan anastomose yeyunoyeyunostomi end to side pada 60 cm anal dari Ligamentum Treitz, serta penjahitan primer perforasi colon ascenden dan caecum, dan dilanjutkan pembuatan gastrostomi. Rongga abdomen dicuci, dipasang 1 buah drain di duodenoyeyunostomi. Luka operasi ditutup lapis demi lapis, operasi selesai.

Pasca operasi pasien dirawat di ICU anak selama 11 hari, produksi drain duodenoyeyunostomi sekitar 35 - 85 cc dan produksi selang gastrostomi sekitar 60 - 400 cc per hari. Pasien memakai ventilator sampai hari kedua, pasca ekstubasi keadaan baik, tidak memerlukan suplementasi O2. pada hari rawat pertama pasien mengalami gangguan tekanan darah dan penurunan CVP didiagnosis sebagai syok septik. Pasien diberikan obat inotropik dan vasokontriktor sampai hari ketiga. Kondisi setelah hari ketiga stabil dan membaik. Pasien dilakukan pemeriksaan kultur darah, didapatkan bakteri serratia marcosus yang sensitif dengan antibiotik meropenem. Kultur pus di luka operasi didapatkan bakteri E. Coli yang sensitif dengan meropenem. Selama di ICU anak pasien mendapat terapi diet lunak 1500 Kkal (BB 26 Kg), perawatan luka operasi setiap harinya, meropenem 3x1 gram IV, metronidazol 3x200 mg IV, farmadol 400 mg. Pasien juga menjalani mobilisasi bertahap. Pada hari perawatan ke 11 kesadaran

10

Gambar 1Tampak leakage pada jahitan luka lama di sisi lateral duodenum pars II

Page 11: 155489745 case-report-ruptur-duodenum-bedah-anak

composmentis, keadaan umum stabil, intake cukup, pasien diputuskan pindah ke ruang perawatan.

Di ruang perawatan pasien mendapat terapi diet bebas, perawatan luka operasi setiap harinya, antibiotik cefspan 2x100 mg dan paracetamol syrup 3x 250 mg, pasien juga menjalani mobilisasi bertahap, kondisi pasien semakin membaik. Pasien kemudian dipulangkan pada hari ke-25.

DISKUSI

Penatalaksanaan perforasi duodenum bervariasi. Tatalaksana non pembedahan dilakukan pada pasien dengan perforasi duodenum ringan (hematom) dengan melakukan penghisapan lewat NGT dan pemberian nutrisi parenteral total. Perawatan dilakukan selama kurang lebih 14-21 hari. Tatalaksana non pembedahan menurut Monzon dan Torres memberikan hasil yang baik terhadap 90% pasien, rata-rata lama perawatan 16 hari dengan pemberian nutrisi parenteral total rata-rata 9 hari (4-16 hari). (5). Pasien dengan perforasi duodenum yang dilakukan tindakan pembedahan, kurang lebih 71 % pasien memberikan hasil yang baik dengan penjahitan primer. Namun pada 20 % kasus perforasi duodenum kompleks, dengan diagnosis dan tatalaksana yang terlambat membutuhkan prosedur lain, antara lain, patch jejunal serosa dan omentum untuk melindungi jahitan primer. Jika tidak berhasil maka dapat dilakukan duodeno-duodenostomy, Roux ec Y duodenojejunostomy (3%) atau pancreatico-duodenectomy (jarang). (5)

Pada kasus ini dibahas mengenai pasien anak perempuan yang datang ke IGD dengan keluhan keluar cairan dari luka operasi. Riwayat sebelumnya pasien mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien mengendarai motor dan ditabrak mobil dari arah kanan terbentur bemper mobil dan terbentur di perut bagian kanan. Pasien kemudian dirawat di RS sebelumnya dan dilakukan operasi laparatomi, didapatkan perforasi duodenum. Dilakukan penjahitan dan pemasangan NGT. Pasca pembedahan hari ke-8 keluar cairan dari luka operasi berwarna hijau. Kemudian dilakukan laparatomi ke-2, intraoperatif ditemukan jahitan duodenum terlepas, kemudian dilakukan repair dan pemasangan drain. Hari ke-3 post pembedahan laparatomi, keluar cairan dari luka operasi, pasien lalu dirujuk ke RSCM. Pada pemeriksaan fisik kondisi pasien stabil, tidak ada tanda peritonitis, tampak luka operasi burst abdomen warna kehijauan, keluar cairan kekuningan, dasar fascia, terpasang drain di flank kanan. Dari laboratorium didapatkan Hb normal dengan peningkatan leukosit 14.100. Dipikirkan pasien mengalami wound dehiscence fistel enterokutan dengan diagnosis banding leakage jahitan perforasi duodenum.

Pasien direhidrasi, diberi antibiotik dan analgetik, dipersiapkan menjalani operasi laparatomi elektif. Intraoperatif didapatkan adanya leakage pada jahitan luka lama di sisi lateral duodenum pars II. Pada eksplorasi selanjutnya didapatkan perforasi di dua tempat, yaitu colon ascenden didekat plexura hepatica dan di caecum, masing-masing dengan diameter 0,5 cm. Pankreas dan organ lainnya normal. Dikarenakan pada pasien

11

Page 12: 155489745 case-report-ruptur-duodenum-bedah-anak

ini perforasi duodenum cukup kompleks dan tidak bisa dilakukan penjahitan primer maka diputuskan untuk melakukan tindakan anastomose duodenoyeyunostomi Roux-en-Y end to side pada 30 cm anal dari Ligamentum Treitz. Dilanjutkan anastomose yeyunoyeyunostomi end to side pada 60 cm anal dari Ligamentum Treitz, sedangkan untuk perforasi colon ascenden dan caecum cukup dilakukan penjahitan primer, dilanjutkan pembuatan gastrostomi serta pemasangan drain di duodenoyeyunostomi.

Pasca operasi kondisi pasien membaik, pasien mendapatkan terapi gizi untuk meningkatkan status nutrisinya.

KESIMPULAN

Perforasi duodenum dengan diagnosis dini dan penanganan segera, dapat ditangani dengan teknik pembedahan sederhana. Perforasi duodenum kompleks yang terlambat di diagnosis dan ditangani serta terlibat dengan organ lain (pankreatobiliary kompleks atau perdarahan abdomen) membutuhkan tatalaksana yang sesuai dengan keadaan pasien, sehingga penanganan yang tepat dapat tercapai.(2)

Pemilihan tatalaksana yang tepat untuk perforasi duodenum dimana penjahitan primer mengalami kebocoran harus segera dilakukan agar tidak terjadi kembali kebocoran. Dalam hal ini anastomose duodenoyeyunostomi Roux-en-Y end to side dan anastomose yeyunoyeyunostomi adalah pilihan yang tepat.

12

Page 13: 155489745 case-report-ruptur-duodenum-bedah-anak

DAFTAR PUSTAKA

1. Buntain WL. Management of Pediatric trauma : Duodenal and Biliary Tract Injuries. WB Saunders. University of Kansas Medical Center. USA. 1995:316-25.

2. Ivatury RR, Malhotra AK, Aboutanos MB, Duane TM. Duodenal Injuries: A Review, European Journal of Trauma and Emergency Surgery. 2007;231-37.

3. Bozkurt B, et al. Operative Approach in Traumatic Injuries of The Duodenum. Acta chir belg. Ankara Numune Training and Research Hospital, 2nd Department of General Surgery, Ankara, Turkey. 2006; 106:405–408.

4. Sriuusadaporn S, et al. Management of Blunt Duodenal Injuries. J Med Assoc Thai Vol 87 No 11. 2004;87(11):1336–42.

5. Monzon,Torres. Current Management of Duodenal (Pancreatic) Trauma. Department of Surgery, University of The Witwatersrand. Johannesburg 2010.

6. Degiannis E, Boffard K. Duodenal Injuries, Department of Surgery University of the Witwaterbrand, Johannesburg, Republic of South Africa. British Journal of Surgery 2000;87:1473-79.

7. Hassan ME, et al. Duodenal Injury after Blunt abdominal Trauma in Children: experience with 22 cases. Annals of Pediatric Surgery Vol 2 No.2, April 2006: 100-05

8. Ivatury RR. Duodenal injuries: Small but lethal lesions. Cirujano general Volume 25 No.1, Maret 2003. 59-65

13

Page 14: 155489745 case-report-ruptur-duodenum-bedah-anak

9. Jones SA, Joergenson EJ. Closure of duodenal wall defects. Surgery Volume 53 number 4. Los Angeles. April 1963;438-41

10. Martir TD, et al. Severe duodenal injuries: Treatment With Pyloric Exclusion And Gastrojejunostomy. Arch Surg Vol 118, May 1983;18:631-635

11. Kobold EE, Thal AP. A Simple Method For The Management Of Experimental Wounds of The Duodenum. Surgery, gynecology, obstetric. March 1963;340-344.

12. Flint LM, et al. Duodenal injury: analysis of common misconceptions in Diagnosis and treatment. Ann Surgeryl, June, 1980 : 697-702.

13. Wolfman EF, et al. An Operative Technic for the Management of Acute and Chronic Lateral Duodenal Fistulas. Annals of Surgery, April 1964:563–569

14. Kashuk JL, et al. management of the intermediate severity duodenal injury. Surgery Volume 92:4, Octobe 1982:758-64

Abstract

Duodenal perforation is rare, found only 3-5% of patients with abdominal trauma, whereas in children about 2%. 75% caused by penetrating abdominal trauma, whereas 22% of blunt abdominal trauma. In children more duodenal perforation caused by blunt abdominal trauma due to motor accidents and violence in children compared with penetrating abdominal trauma, if not handled properly, the prognosis becomes worse.

We report the case of 14-year-old girl suffered a traffic accident 2 weeks before entering the hospital, the patient's right abdomen bumped with bumper cars, has been carried out 2 times a laparotomy. The first operation is obtained ruptured duodenum, done with suturing. The second operation is obtained regardless duodenal suture, performed repair. Patients sent to RSCM with chief complain green discharge from the surgical wound. Performed exploratory laparotomy, it was found leaking at a seam duodenum, perforated colon ascenden and caecum, conducted action duodenoyeyunostomy Roux & Y anastomose end-to-side, primary suture perforated colon ascenden and caecum, and gastrostomy.

Post-surgery patients being treated for approximately 25 days at hospital, and do wound care, and conditions improved, patients treated at polyclinic of pediatric surgery.

Keywords: Ruptured duodenum - Anastomose duodenoyeyunostomy Roux en Y

14

Page 15: 155489745 case-report-ruptur-duodenum-bedah-anak

Abstrak

Perforasi duodenum jarang terjadi, hanya ditemukan 3-5% dari pasien dengan trauma abdomen, sedangkan pada anak sekitar 2%. 75 % disebabkan oleh trauma tembus abdomen, sedangkan 22% oleh trauma tumpul abdomen. Pada anak-anak perforasi duodenum lebih banyak disebabkan oleh trauma tumpul abdomen akibat kecelakaan motor dan kekerasan pada anak dibandingkan trauma tembus abdomen, bila tidak ditangani secara tepat maka prognosisnya menjadi buruk.

Kami melaporkan kasus anak perempuan berusia 14 tahun mengalami kecelakaan lalu lintas 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, perut bagian kanan pasien terbentur bemper mobil, telah dilakukan 2 kali laparatomi. Operasi pertama didapatkan ruptur duodenum, dilakukan penjahitan. Operasi kedua didapatkan jahitan duodenum terlepas, dilakukan repair. Pasien dikirim ke RSCM dengan keluhan keluar cairan hijau dari luka operasi. Dilakukan laparatomi eksplorasi, didapatkan kebocoran pada jahitan duodenum, perforasi colon ascenden dan caecum, dilakukan tindakan anastomose duodenosyeyunostomi Roux & Y end to side, jahit primer perforasi colon ascenden dan caecum dan gastrostomi.

Pasca operasi pasien dirawat selama kurang lebih 25 hari diruangan, dan dilakukan perawatan luka, kondisi membaik dan pasien rawat jalan di poli bedah anak.

Kata kunci: Ruptur duodenum – Anastomose duodenoyeyunostomi Roux en Y

15