31
Get Homework/Assignment Done Homeworkping.com Homework Help https://www.homeworkping.com/ Research Paper help https://www.homeworkping.com/ Online Tutoring https://www.homeworkping.com/ click here for freelancing tutoring sites BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

239231466 case-anes

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 239231466 case-anes

Get Homework/Assignment Done

Homeworkping.com

Homework Help

https://www.homeworkping.com/

Research Paper help

https://www.homeworkping.com/

Online Tutoring

https://www.homeworkping.com/

click here for freelancing tutoring sites

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Goiter adalah salah satu cara mekanisme kompensasi tubuh terhadap kurangnya

unsure yodium dalam makanan dan minuman. Asupan yodium dapat diperiksa secara

langsung yaitu dengan cara menganalisis makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu

yang mengidap goiter, sedangkan pemeriksaan secara tidak langsung dipakai berbagai cara

antara lain : pemeriksaan kadar yodium dalam urine dan dengan studi kinetik yodium.

Berdasarkan kejadiannya atau penyebarannya ada yang disebut struma endemis dan

sporadik. Secara sporadik dimana kasus-kasus struma ini dijumpai menyebar diberbagai

Page 2: 239231466 case-anes

tempat atau daerah. Bila dihubungkan dengan penyebab maka struma sporadik banyak

disebabkan oleh faktor goitrogenik, anomali, penggunaan obat-obat anti tiroid, peradangan

dan neoplasma, secara endemis, dimana kasus-kasus struma ini dijumpai pada sekelompok

orang didaerah tertentu, sdihubungkan dengan penyakit defisiensi yodium.Pada umumnya

goiter sering dijumpai pada daerah pegunungan, namun ada juga yang ditemukan di dataran

rendah dan ditepi pantai.

Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat

mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar

tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong

trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal

tersebut akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan

elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat

asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia.

1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami tindakan anastesi pada

tindakan tiroidektomi atau isthmelobektomi.

1.3 Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan ini adalah menambah pengetahuan pembaca umumnya dan penulis

pada khususnya mengenai adenomatous goiter dan tatalaksananya.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan ini merupakan tulisan yang ditulis berdasarkan studi kepustakaan yang

merujuk kepada berbagai literatur.

Page 3: 239231466 case-anes

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Adenomatous Goiter, disebut juga multinodular goiter, adalah tumor yang terbentuk

akibat hiperplasia kelenjar tiroid.

2.2. Epidemiologi

Adenomatous goiter biasanya terjadi di negara berkembang, terutama di daerah

pegunungan yang airnya kurang mengandung yodium. Penyakit ini biasanya terjadi pada

wanita berusia lanjut.

2.3. Etiologi & Faktor Resiko

Penyebab utama adenomatous goiter adalah defisiensi yodium. Faktor resiko untuk

adenomatous goiter adalah jenis kelamin wanita, berusia lanjut, dan adanya ingesti

goitrogens, yaitu faktor-faktor yang menghambat sintesis hormon tiroid, contohnya obat-

obatan yang mengandung thioamides dan thiocyanates (propilthiourasil).

2.4. Patogenesis

Akibat adanya gangguan sintesis hormon tiroid, terdapat penurunan kadar T4 serum

dan peningkatan kadar TSH serum yang progresif. Pada tahap awal terbentuknya goiter,

terjadi pembesaran difus kelenjar tiroid, dengan hiperplasia sel akibat stimulasi TSH.

Selanjutnya, terbentuk folikel-folikel yang membesar dengan sel epitel folikel yang

menipis dan adanya akumulasi tiroglobulin. Akibat stimulasi TSH terus-menerus,

terbentuk nodul multipel di beberapa area dan atrofi dan fibrosis di area lain, sehingga

membentuk adenomatous goiter.

2.5 Manifestasi klinis

Pasien dapat memperlihatkan penonjolan di sepertiga bagian bawah leher.Struma

yang besar dapat menimbulkan masalah kompresi mekanik, disertai pergeseran letak trakea

dan oesofagus dan gejala-gejala obstruksi. Biasanya struma adenomatosa benigna walaupun

besar tidak menyebabkan gangguan neurologik , muskuloskolotal, vaskuler, atau menelan

Page 4: 239231466 case-anes

karena tekanan atau dorongan. Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher, sewaktu menelan,

trakea naik untuk menutup laring dan epiglottis sehingga tiroid terasa berat karena terfiksasi

pada trakea1, 2, 3.

2.6 Diagnosis

a. Pemeriksaan Fisik

Pada status lokalis pemeriksaan fisik perlu dinilai jumlah nodul, konsistensi, nyeri

pada penekanan dan pembesaran gelenjar getah bening. Inspeksi dari depan, nampak suatu

benjolan pada leher bagian depan bawah yang bergerak ke atas pada waktu penderita

menelan ludah. Diperhatikan kulit di atasnya apakah hiperemi, seperti kulit jeruk,

ulserasi.Palpasi dari belakang dengan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita dan jari-

jari lain meraba benjolan pada leher.Pada palpasi harus diperhatikan lokasi, ukuran,

konsistensi, mobilitas, perlengketan terhadap kulit/jaringan sekitar dan batas benjolan.1,3

b. Pemeriksaan Penunjang

1) Tes laboratorium

Hasil pengukuran T4, T3, TSH atau T3RU biasanya normal, tetapi ambilan radio –

yodium dan kadar TSH dapat sedikit meningkat.

2) Pemeriksaan sidik tiroid.

Hasil pemeriksaan dengan radio isotop adalah ukuran, bentuk, lokasi dan yang utama

ialah fungsi bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi nal pol oral, dan setelah 24

jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium radio aktif yang ditangkap oleh

tiroid. Dari hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu: 3, 5

a. Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan

sekitarnya. Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.

b. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya,

keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebihan.

c. Nodul hangat bila penangkapan yoidum sama dengan sekitarnya, ini berarti

fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.

3) Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Page 5: 239231466 case-anes

Dengan pemeriksaan USG dapat dibedakan yang padat dan cair.Selain itu, dengan

berbagai penyempurnaan sekarang, USG dapat membedakan beberapa bentuk kelainan,

tetapi belum dapat membedakan dengan pasti apakah suatu nodul itu ganas atau jinak.

Gambaran USG yang dapat dibedakan atau dasar kelainan yang difus atau lokal yang

kemudian juga dibedakan atas dasar derajat ekonya, yaitu : hypoekoik, isoekoik,

campuran. 3,4

4) Biopsi Aspirasi Jarum Halus.

Biopsi jarum sekarang diterima sebagai prosedur skrining diagnosis paling tepat untuk

membedakan nodul tiroid jinak dari yang ganas. Biopsi jarum halus tidak nyeri, tidak

menyebabkan dan hampir tidak ada bahaya penyebaran sel-sel ganas. Pada kista dapat

juga dihisap cairan secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul, jadi selain

diagnostik, bias juga terapeutik.

2.7 Tatalaksana

Terapi antara lain dengan penekanan TSH oleh hormon tiroid. Pengobatan dengan

tiroksin yang lama akan mengakibatkan penekanan TSH hipofisis dan penghambatan fungsi

tiroid disertai atropi kelenjar tiroid. Struma yang besar mungkin perlu dibedah untuk

menghilangkan gangguan mekanis dan kosmetik yang diakibatkannya. Tindakan operasi

yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila hanya satu sisi saja

dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan subtotal

tiroidektomi.1,2, 3.

2.7.1Tindakan Anestesi dalam Tatalaksana Adenomatous Goiter

Tatalaksana dapat melalui isthmelobektomi dimana jenis tindakan anestesi yang

dapat dilakukan berupa anestesi umum. Anestesi umum dapat dilakukan dengan cara inhalasi

dan parenteral.

Tindakan anestesi umum bertujuan untuk meniadakan nyeri secara sentral disertai

hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible).Komponen anestesi yang ideal

terdiri dari analgetik, hipnotik, dan relaksasi otot.

Dalam memberikan obat-obatan pada penderita yang akan menjalani operasi maka

perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi, maintenance, dan lain-lain.

Page 6: 239231466 case-anes

A. Persiapan Pra Anestesi

Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi dan pembedahan

baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan tindakan tersebut.

Adapun tujuan pra anestesi adalah:

a. Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.

b. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai dengan fisik

dan kehendak pasien.

c. Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society Anesthesiology):

ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa kelainan

faali, biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.

ASA II : Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan sedang

sebagai akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis. Angka

mortalitas 16%.

ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas harian

terbatas. Angka mortalitas 38%.

ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa,

tidak selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ,

angina menetap. Angka mortalitas 68%.

ASA V :Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi hampir

tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa

operasi / dengan operasi. Angka mortalitas 98%.

Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) tanda darurat .

Macam-macam teknik anestesi yang dapat digunakan :

Open drop method : cara ini dapat digunakan untuk anestetik yang menguap,

peralatan sangat sederhana dan tidak mahal. Zat anestetik diteteskan pada kapas yang

diletakkan di depan hidung penderita sehingga kadar yang dihisap tidak diketahui, dan

pemakaiannya boros karena zat anestetik menguap ke udara terbuka.

Semi open drop method : hampir sama dengan open drop, hanya untuk mengurangi

terbuangnya zat anestetik , digunakan masker. Karbondioksida yang dikeluarkan sering

terhisap kembali sehingga dapat terjadi hipoksia. Untuk menghindarinya dialirkan volume

fresh gas flow yang tinggi minimal 3x dari minimal volume udara semenit.

Semi closed method : udara yang dihisap diberikan bersama oksigen murni yang

dapat ditentukan kadarnya kemudian dilewatkan pada vaporizer sehingga kadar zat anestetik

Page 7: 239231466 case-anes

dapat ditentukan. Udara panas yang dikeluarkan akan dibuang ke udara luar. Keuntungannya

dalamnya anestesi dapat diatur dengan memberikan kadar tertentu dari zat anestetik, dan

hipoksia dapat dihindari dengan memberikan volume fresh gas flow kurang dari 100 %

kebutuhan.

Closed method : cara ini hampir sama seperti semi closed hanya udara ekspirasi

dialirkan melalui soda lime yang dapat mengikat CO2, sehingga udara yang mengandung

anestetik dapat digunakan lagi.

Pada kasus isi dipakai semi closed anestesi karena memiliki beberapa keuntungan,

yaitu:

Konsentrasi inspirasi relatif konstan

Konservasi panas dan uap

Menurunkan polusi kamar

Menurunkan resiko ledakan dengan obat yang mudah terbakar.

B. Premedikasi Anestesi

Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapun tujuan dari

premedikasi antara lain:

1. memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.

2. menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam

3. membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam

4. memberikan analgesia, misal : pethidin

5. mencegah muntah, misal : droperidol

6. memperlancar induksi, misal : pethidin

7. mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin

8. menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas atropin.

9. mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropin dan hiosin

Obat-obatan Premedikasi:

a. Sulfas Atropin

Sulfas atropin termasuk golongan anti kolinergik. Berguna untuk mengurangi

sekresi lendir dan menurunkan efek bronchial dan kardial yang berasal dari perangsangan

parasimpatis akibat obat anestesi atau tindakan operasi. Efek lainnya yaitu melemaskan otot

polos, mendepresi vagal reflek, menurunkan spasme gastrointestinal, dan mengurangi rasa

mual serta muntah. Obat ini juga menimbulkan rasa kering di mulut serta penglihatan

Page 8: 239231466 case-anes

kabur, maka lebih baik tidak diberikan pra anestesi lokal maupun regional. Dalam dosis

toksik dapat menyebabkan gelisah, delirium, halusinasi, dan kebingungan pada pasien.

Tetapi hal ini dapat diatasi dengan pemberian prostigmin 1 –2 mg intravena2 .

Sediaan : dalam bentuk sulfat atropin dalam ampul 0,25 dan 0,5 mg.

Dosis : 0,01 mg/ kgBB.

Pemberian: SC, IM, IV

b. Pethidin

Pethidin merupakan narkotik yang sering digunakan untuk premedikasi. Keuntungan

penggunaan obat ini adalah memudahkan induksi, mengurangi kebutuhan obat anestesi,

menghasilkan analgesia pra dan pasca bedah, memudahkan melakukan pemberian pernafasan

buatan , dan dapat diantagonis dengan naloxon.

Pethidin dapat menyebabkan vasodilatasi perifer, sehingga dapat menyebabkan

hipotensi orthostatik. Hal ini akan lebih berat lagi bila digunakan pada pasien dengan

hipovolemia. Juga dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan di medula yang dapat

ditunjukkan dengan respon turunnya CO2.mual dan muntah menunjukkan adanya stimulasi

narkotik pada pusat muntah di medula.Posisi tidur dapat mengurangi efek tersebut.

Sediaan : dalam ampul 100 mg/ 2cc.

Dosis : 1 mg/ kgBB.

Pemberian : IV, IM

c. Midazolam

Midazolam merupakan suatu golongan imidazo-benzodiazepin dengan sifat yang

sangat mirip dengan golongan benzodiazepine.Merupakan benzodiapin kerja cepat yang

bekerja menekan SSP. Midazolam berikatan dengan reseptor benzodiazepin yang terdapat

di berbagai area di otak seperti di medulla spinalis, batang otak, serebelum system limbic

serta korteks serebri. Efek induksi terjadi sekitar 1,5 menit setelah pemberian intra vena bila

sebelumnya diberikan premedikasi obat narkotika dan 2-2,5 menit tanpa premedikasi

narkotika sebelumnya.

Sediaan : dalam ampul 10 mg/ml

Dosis dewasa : 0,07- 0,1 mg/ kg BB secara IM sesuai dengan keadaan umum pasien,

lazimnya diberikan 5mg.Dosis usia lanjut dan pasien lemah 0,025 – 0,05 mg/ kg BB (IM).

Untuk basal sedation pada dewasa tidak melebihi 2,5 mg IV 5-10 menit sebelum permulaan

Page 9: 239231466 case-anes

operasi, pada orang tua dosis harus diturunkan 1- 1,5 mg dengan total dosis tidak melebihi

3,5 mg IV.

C. Induksi

Pada kasus ini digunakan Propofol.Propofol adalah campuran 1% obat dalam air dan

emulsi yang berisi 10% soya bean oil, 1,2% phosphatide telur dan 2,25% glyserol. Dosis

yang dianjurkan 2,5mg/kgBB untuk induksi tanpa premedikasi.

Pemberian intravena propofol (2mg/kg) menginduksi anestesi secara cepat.Rasa

nyeri kadang-kadang terjadi di tempat suntikan, tetapi jarang disertai plebitis atau trombosis.

Anestesi dapat dipertahankan dengan infus propofol yang berkesinambungan dengan opiat,

N2O dan/atau anestetik inhalasi lain.

Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini

disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan sistemik

kembali normal dengan intubasi trakea.

Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolisme

otak dan tekanan intrakranial akan menurun. Keuntungan propofol karena bekerja lebih

cepat dari tiopental dan konfusi pasca operasi yang minimal.

Efek samping propofol pada sistem pernapasan adanya depresi pernapasan, apnea,

brokospasme dan laringospasme. Pada sistem kardiovaskuler berupa hipotensi, aritmia,

takikardia, bradikardia, hipertensi. Pada susunan saraf pusat adanya sakit kepala, pusing,

euforia, kebingungan, kejang, mual dan muntah.3

D. Pemeliharaan

a. Nitrous Oksida /Gas Gelak (N2O)

Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis dan tidak iritatif, tidak berasa,

lebih berat dari udara, tidak mudah terbakar/meledak, dan tidak bereaksi dengan soda lime

absorber (pengikat CO2). Mempunyai sifat anestesi yang kurang kuat, tetapi dapat melalui

stadium induksi dengan cepat, karena gas ini tidak larut dalam darah. Gas ini tidak

mempunyai sifat merelaksasi otot, oleh karena itu pada operasi abdomen dan ortopedi perlu

tambahan dengan zat relaksasi otot. Terhadap SSP menimbulkan analgesi yang berarti.

Depresi nafas terjadi pada masa pemulihan, hal ini terjadi karena Nitrous Oksida mendesak

oksigen dalam ruangan-ruangan tubuh. Hipoksia difusi dapat dicegah dengan pemberian

oksigen konsentrasi tinggi beberapa menit sebelum anestesi selesai. Penggunaan biasanya

dipakai perbandingan atau kombinasi dengan oksigen. Penggunaan dalam anestesi umumnya

Page 10: 239231466 case-anes

dipakai dalam kombinasi N2O : O2 adalah sebagai berikut 60% : 40% ; 70% : 30% atau 50% :

50%.

b. Ethrane ( Enflurane)

Merupakan anestesi yang poten.Dapat mendepresi SSP menimbulkan efek hipnotik.

Pada kontrasepsi inspirasi 3 – 3,5 % dapat menimbulkan perubahan EEG yaitu epileptiform,

karena itu sebaiknya tidak digunakan pada pasien epilepsi. Dan dapat meningkatkan aliran

darah ke otak.Pada anestesi yang dalam dapat menurunkan tekanan darah disebabkan depresi

pada myokardium.Aritmia jarang terjadi dan penggunaan adrenalin untuk infiltrasi relatif

aman.Pada sistem pernafasan, mendepresi ventilasi pulmoner dengan menurunkan volume

tidal dan mungkin pula meningkatkan laju nafas.Tidak menyebabkan hipersekresi dari

bronkus.Pada otot, Ethrane menimbulkan efek relaksasi yang moderat.Menyebabkan

peningkatan aktivitas obat pelumpuh otot non depolarisasi. Penggunaan Ethrane pada operasi

sectio cesaria cukup aman pada konsentrasi rendah (0,5 - 0,8 vol %) tanpa menimbulkan

depresi pada fetus. Berhati-hati pada penggunaan konsentrasi tinggi karena dapat

menimbulkan relaksasi otot uterus.1

Untuk induksi, Ethrane 2 – 4 vol % dikombinasikan O2 atau campuran N2O-O2,

sedangkan untuk mempertahankan anestesi diperlukan 0,5 – 3 %.

Keuntungan dari Ethrane adalah harum, induksi dan pemulihan yang cepat, tidak ada

iritasi, sebagai bronkodilator, relaksasi otot baik, dapat mempertahankan stabilitas dari sistem

kardiovaskuler serta bersifat non emetik.Sedangkan kerugiannya bersifat myocardial

depresan, iritasi pada CNS, ada kemungkinan kerusakan hati. Sebaiknya dihindari

pemberiannya pada pasien dengan keparahan ginjal.6

c. Halothane (Fluothane)

Berbentuk cairan jernih, sangat mudah menguap dan berbau manis, tidak tajam dan

mempunyai titik didih 50 C. Konsentrasi yang digunakan untuk anestesi beragam dari 0,2 –

3%. Merupakan zat yang poten sehingga membutuhkan vaporizer yang dikalibrasi untuk

mencegah dosis yang berlebihan. Karena kurang larut dalam darah dibandingkan dengan eter,

maka saturasi dalam darah lebih cepat, sehingga induksi inhalasi relatif lebih cepat dan

menyenangkan untuk pasien. Jika persediaan terbatas maka sebaiknya Halothane digunakan

untuk menstabilkan setelah indeuksi intravena.Pada kondisi klinis halothane tidak mudah

terbakar dan meledak.

Halothane memberikan induksi anestesi yang mulus, tetapi mempunyai sifat analgesi

yang buruk. Penggunaan zat ini untuk anestesi secara tunggal akan menyebabkan depresi

kardiopulmoneryang ditandai dengan sianosis, kecuali bila gas inspirasi mengandung oksigen

Page 11: 239231466 case-anes

dengan konsentrasi tinggi. Halothane mempunyai efek relaksasi otot yang lebih kecil

daripada eter, merupakan suatu bronkodilator.Depresi pusat pernafasan oleh halothane

ditandai dengan pernafasan yang cepat dan dangkal, peningkatan frekuensi pernafasan ini

lebih kecil bila diberikan premedikasi dengan opium.Efek pada kardiovaskuler adalah depresi

langsung pada miokardium dengan penurunan curah jantung dan tekanan darah, tetapi terjadi

vasodilatasi kulit sehingga mungkin perfusi jaringan lebih baik.Kerugian dari halothane dapat

diatasi dengan dikombinasikan dengan N2O (50 – 70%) atau trikloroetilen (0,5-1%).

E. Obat Pelumpuh Otot

a. Suksametonium (Succynil choline).

Terutama digunakan untuk mempermudah/ fasilitas intubasi trakea karena mula

kerja cepat (1-2 menit) dan lama kerja yang singkat (3 – 5 menit). Juga dapat dipakai untuk

memelihara relaksasi otot dengan cara pemberian kontinyu per infus atau suntikan

intermitten. Dosis untuk intubasi 1-2 mg/kgBB/I.V.

Komplikasi dan efek samping dari obat ini adalah (1) bradikardi, bradiaritma dan

asistole pada pemberian berulang atau terlalu cepat serta pada anak-anak; (2) takikardi dan

takiaritmia; (3) lama kerja memanjang terutama bila kadar kolinesterase plasma berkurang;

(4) peningkatan tekanan intra okuler; (5) hiperkalemi; (6) dan nyeri otot fasikulasi.

Obat ini tersedia dalam flacon berisi bubuk 100 mg dan 500 mg. Pengenceran

dengan garam fisiologis / aquabidest steril 5 atau 25 ml sehingga membentuk larutan 2 %.

Cara pemberian I.V/I.M/ intra lingual/ intra bukal.1

b. Atrakurium besylate ( tracrium)

Sebagai pelumpuh otot dengan struktur benzilisoquinolin yang memiliki beberapa

keuntungan antara lain bahwa metabolisme di dalam darah (plasma) melalui suatu reaksi

yang disebut eliminasi hoffman yang tidak tergantung fungsi hati dan fungsi ginjal, tidak

mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang, tidak menyebabkan perubahan fungsi

kardiovaskuler yang bermakna.

Menurut Chapple DJ dkk (1987) dan Tateishi (1989) bahwa pada binatang

atracurium tidak mempunyai efek yang nyata pada CBF, CMR O2 atau ICP. Metabolitnya

yang disebut laudanosin, menembus blood brain barrier dan dapat menimbulkan kejang EEG,

tetapi kadar laudanosin pada dosis klinis atracurium tidak menimbulkan efek ini. Lanier dkk

mengatakan bahwa tidak ada perbedaan ambang kejang dengan lidokain pada kucing yang

diberikan atracurium.pancuronium, atau vecuronium.Obat ini menurunkan MAP tetapi tidak

Page 12: 239231466 case-anes

menyebabkan perubahan ICP. Dosis atracurium untuk intubasi adalah 0,5 mg/kg dan dosis

pemeliharaan adalah 5-10 ug/kg/menit. Kemasan : 2,5 ml dan 5 ml yang berisi 25 mg dan 50

mg atrakurium besylate. Mula kerja pada dosis intubasi 2-3 menit sedangkan lama kerjanya

pada dosis relaksasi 15-35 menit.

F. Intubasi Endotrakeal

Suatu tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam trakea, sehingga jalan nafas

bebas hambatan dan nafas mudah dikendalikan. Intubasi trakea bertujuan untuk :

1. Mempermudah pemberian anestesi.

2. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas.

3. Mencegah kemungkinan aspirasi lambung.

4. Mempermudah penghisapan sekret trakheobronkial.

5. Pemakaian ventilasi yang lama.

6. Mengatasi obstruksi laring akut1.

G. Terapi Cairan

Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus mendekati jumlah dan

komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan perioperatif bertujuan untuk :

1. Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama operasi.

2. Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikan.

Pemberian cairan operasi dibagi :

a. Pra operasi

Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah, penghisapan isi

lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti pada ileus obstriktif, perdarahan, luka

bakar dan lain-lain. Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kg BB / jam.

Setiap kenaikan suhu 10 Celcius kebutuhan cairan bertambah 10-15 %.

b. Selama operasi

Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan cairan pada

dewasa untuk operasi :

Ringan= 4 ml/kgBB/jam.

Sedang= 6 ml / kgBB/jam

Berat = 8 ml / kgBB/jam.

Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang dari 10 % EBV

maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali volume darah yang hilang.

Page 13: 239231466 case-anes

Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat dipertimbangkan pemberian plasma / koloid /

dekstran dengan dosis 1-2 kali darah yang hilang.

c. Setelah operasi

Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan selama operasi

ditambah kebutuhan sehari-hari pasien1.

H. Pemulihan

Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi yang

biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room yaitu ruangan untuk observasi

pasien pasca atau anestesi.Ruang pulih sadar merupakan batu loncatan sebelum pasien

dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif di ICU.Dengan demikian

pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena

operasi atau pengaruh anestesinya.

1. Evaluasi

a. Penilaian status pasien

b. Evaluasi status generalis dengan pemeriksaan fisik dan penunjang sesuai

indikasi

2. Persiapan praoperatif

a. Persiapan rutin

b. Persiapan khusus

3. Premedikasi, disesuaikan dengan kebutuhan

4. Pilihan anestesinya

a. Pasien dewasa dan diperkirakan operasi lebih dari 1 jam: analgesia spinal

subarachnoid rendah.

b. Pada pasien dewasa yang operasi <1jam : anesthesia umum inhalasi sungkup

muka atau anesthesia umum intravena diazepam ketamine.

c. Pada bayi atau anak: anesthesia umum, sesuai dengan anesthesia pediatric.

d. Pasien rawat jalan: sesuai dengan tatalaksana anesthesia – analgesia rawat

jalan.

5. Pemantauan selama anesthesia, sesuai dengan standar pemantauan dasar intra operatif

6. Terapi cairan disesuaikan dengan pilihan aneatesinya

7. Pemulihan anastesia sesuai dengan pilihan anastesianya

8. Pasca anesthesia

Page 14: 239231466 case-anes

a. Pasien dirawat di ruang pulih sesuai dengan tatalaksana pasca anesthesia-

analgesia.

b. Pasien kembali ke ruangan, setelah memenuhi kriteria pemulihan.

Page 15: 239231466 case-anes

BAB III

LAPORAN KASUS

Nama : Ny. L

Jenis Kelamin : Perempuan

MR : 872704

Usia : 55 tahun

1. Laporan Pre-Operasi

Anamnesis

Keluhan Utama :

Seorang pasien perempuan usia 55 tahun dirawat di bagian bedah wanita RSUP Dr.M.Djamil

Padang pada tanggal 29 September 2014 dengan keluhan benjolan di leher sejak 4 tahun yang

lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Benjolan di leher telah dirasakan sejak 4 tahun yang lalu, awalnya sebesar kelereng

makin lama makin membesar. Pasien tidak membawa berobat lebih cepat karena

benjolan tidak terasa nyeri.

Pasien menyangkal keluhan seperti gangguan menelan, suara serak, ataupun sesak

nafas yang menyertai benjolan di leher tersebut.

Pasien menyangkal keluhan seperti suka berkeringat, gemetaran, ataupun berdebar-

debar yang menyertai benjolan di leher tersebut.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM dan Hipertensi.

Riwayat alergi obat (-)

Anamnesis Penyulit Anastesi

Asma (-)

DM (-)

Page 16: 239231466 case-anes

Alergi (-)

Angina Pectoris (-)

Hipertensi (-)

Penyakit Hati (-)

Penyakit Ginjal (-)

Gigi Palsu (-)

Kejang (-)

Batuk (+) tidak berdahak dan jarang

Pilek (-)

Demam (-)

Kelainan Kardiovesikular (-)

Riwayat obat yang sedang/telah digunakan

Anti Hipertensi (-)

Anti Reumatik (-)

Anti Diabetes (-)

Obat Jantung (-)

Riwayat operasi sebelumnya : (-)

Riwayat Anastesi : (-)

Kebiasaan buruk sehari-hari yang mempersulit operasi :

Rokok : (-)

Alkohol : (-)

Obat Penenang : (-)

ASA : 2

Pemeriksaan Fisik (sekarang 01-09-2014) :

Keadaan umum:

Kesadaran : Composmentis Cooperative

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Tekanan Darah : 130/80 mmHg

Page 17: 239231466 case-anes

Nadi : 80 x/menit, teratur dan kuat angkat

Nafas : 22x /menit, reguler

Suhu : afebris

Mata : konjungtiva tidak anemis

Sklera tidak ikterik

Pupil isokor

Jalan Napas : bebas

Paru : vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-

Jantung : irama teratur, bising (-)

Abdomen : Bising usus (+) Normal, mual (-), muntah (-), distensi abdomen (-)

Genitalia : kateter (-), hematuria (-)

Ekstrimitas : edema -/-, akral teraba hangat, kering, dan merah.

Neurologis : defisit neurologis (-), hemiparesis (-)

Hasil Laboratorium (15Agustus 2014)

Hb : 13,4 g/dl

Ht : 38,7%

Leukosit : 7.800

Trombosit : 230.000

PT : 10,4 s

APTT : 27,2 s

Ureum : 20 mg%

Kreatinin : 0,7 mg%

Hasil Rontgen :

Page 18: 239231466 case-anes

Tampak infiltrat di perihiller kanan. Kesan suspect Bronkopneumoia

Hasil USG :

Multiple nodul thyroid degenerasi kistik

Hasil BAJAH (27 Juli 2014):

Tampak sebaran epitel dengan inti bulat monomorf yang tersusun berkelompok membentuk

mikrofolikel dan tampak pula beberapa kelompokan fibrosit.

Kesan Adenomatous Goiter

Hasil EKG :

Jantung dalam batas normal

Plan

Isthmelobectomy

Diagnosa

Adenomatous Goiter

2. Laporan Intra Operatif

Obat premedikasi :

Ranitidin 50 mg

Ondansentron 4mg

Fentanyl 150 µg

Obat medikasi

Anestesi Intravena :

Propofol 100 mg

Roculax 30 mg

Anestesi Inhalasi :

Oksigen 2liter

N2O 2 liter

Sevofluran

Page 19: 239231466 case-anes

Teknik Anestesi :

Intubasi dengan ETT no 7.0, Guedel (+), cuff (+)

Posisi :

Supine

Monitoring yang dilakukan :

Jam Tekanan Darah (sistole/diastole)

mmHg

Nadi (kali)

09.15 178/ 85 78

09.30 110/62 79

09.45 109/ 58 70

10.00 100/ 50 65

10.15 100/ 55 78

10.30 95/52 80

10.45 130/ 70 100

11.00 110/ 60 80

11.15 115/ 60 83

11.30 110/ 60 83

Jumlah cairan yang masuk : RL 500 cc sebanyak 3 kolf

Perdarahan : minimal

Jumlah urine : 500 cc, kateter (+)

3. Monitoring Post Operatif

Instruksi dokter yang diberikan :

Tramadol 100 mg IV

Jam Tekanan Darah (sistole/diastole)

mmHg

Nadi (kali)

Page 20: 239231466 case-anes

12.00 130/90 62

12.15 135/92 65

12.30 134/89 68

Skor Aldrete :

Motorik :bisa menggerakkan 2 ekstremitas (tangan saja) = 1

Respirasi : bisa batuk dan bernafas dalam = 2

Kardiovaskuler : TD dan HR bertambah 20% dari awal preanestesi = 2

Kesadaran : bangun (kesadaran full) = 2

Total skor aldrete = 9

Page 21: 239231466 case-anes

BAB IV

DISKUSI

Telah dilaporkan kasus seorang pasien perempuan, umur 55 tahun dirawat di bedah

wanita RSUP Dr.M.Djamil Padang dengan diagnosis adenomatous goiter. Dari anamnesa

didapatkan keluhan benjolan di leher sejak 4 tahun yang lalu. Pada pasien tidak ditemukan

penyulit anestesi,tidak ada riwayat penggunaan obat, tidak ada riwayat operasi dan anestesi

sebelumnya, serta pasien juga tidak memiliki riwayat kebiasaan yang dapat mempersulit

operasi.

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik didapatkan kondisi pasien dalam keadaan

umum baik, pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan yang akan mempersulit

tindakan anestesi. Pemeriksaan rongga mulut dan leher didapatkan malampati 2, leher tidak

pendek dan tidak kaku sehingga tidak menyulitkan laringoskopi intubasi.Klasifikasi status

fisik pasien adalah ASA 2.Pada pasien ini didapatkan pemeriksaan laboratorium normal.

Pada pasien dilakukan tindakan isthmelobektomi dengan menggunakan anestesi

umum. Obat premedikasi yang diberikan berupa Ranitidin 50 mgdan Ondansentron 4 mg IV.

Ranitidin merupakan antagonis reseptor H2 yang berfungsi mengurangi produksi asam

lambung dan meningkatkan pH asam lambung sehingga dapat mencegah risiko aspirasi

pneumonia.Ondansentron merupakan antiemetik pada periode pos operatif. Untuk anestesi

inhalasi yang diberikan adalah oksigen 2 liter, N2O 2 liter, Sevofluran 2 liter, sedangkan

anestesi intravena yang diberikan adalah Propofol 100 mg dan Roculax 30 mg.Propofol

memiliki onset yang cepat, lama aksinya pendek, akumulasi minimal dan cepat

dimetabolisme sehingga pemulihannya cepat.Sedangkan Roculax yang berisi Recuronium

(nondepolarizing) merupakan aminosteroid monoquaternary nondepolarizing yang bekerja

cepat dengan memblokade nicotinic cholinoreceptor pada motor end plate.Pada pasien

diberikan cairan kristaloid isotonik yaitu Ringer Laktat sebanyak 1500 ml. Kemudian obat

analgetik pasien diberikan tramadol 100 mg IV yang merupakan drug of choice sebagai

analgetik yang menghambat nyeri langsung pada reseptornya serta diberikan pada pasien

dengan nyeri derajat sedang sampai berat. Aldrete skor pasien 9menunjukkan bahwa pasien

sudah dapat pindah dari ruang pemulihan ke ruang perawatan karena skornya >8.

Page 22: 239231466 case-anes

DAFTAR PUSTAKA

1. Widjosono – Garjitno, Sistem Endokrin : Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor Syamsuhidayat

R.Jong WB, Edisi Revisi, EGC,Jakarta, 1997 : 925 – 952.

2. Kariadi KS Sri hartini, Sumual A., Struma Nodosa Non Toksik & Hipertiroidisme: Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Ketiga, Penerbit FKUI, Jakarta, 1996 : 757 – 778.

3. Schteingert David E., Penyakit Kelenjar Tiroid, Patofisiologi, Edisi Keempat, Buku Dua,

EGC, Jakarta, 1995 : 1071 – 0178.

4. Lyberty Kim H, Kelenjar Tiroid : Buku Teks Ilmu Bedah, Jilid Satu, Penerbit Binarupa

Aksara, Jakarta, 1997 : 15 – 19.

5. Allo D. Maria, L. John Cameron, Goiter Non Toksik Terapi Bedah Mutakhir, Edisi

Keempat, Jilid Dua, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta, 1993 : 146 – 150.