61

Buletin08012009

Embed Size (px)

DESCRIPTION

 

Citation preview

Page 1: Buletin08012009
Page 2: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 1

Dari Redaksi

Pembaca yang terhormat, Akreditasi merupakan kegiatan penilaian kelayakan suatu

program dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka. Sedangkan badan yang menangani akreditasi program pendidikan nonformal dan informal adalah suatu badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan nonformal dan informal, yaitu Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non Formal (BAN-PNF) dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. Setelah dilakukan identifikasi langsung kelayakan program PAUD oleh BAN-PNF, maka diterbitksnlah Simbol/Logo Akreditasi. Mudah-mudahan, tulisan-tulisan yang ada dalam edisi ini dapat menjadi bekal bagi kepentingan pemberian layanan akrditasi layanan program pendidikan anak usia dini. Semoga bermanfaat.

Pengarah: Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal

Pembina: Sekretaris Ditjen Pendidikan Nonformal dan Informal

Penanggungjawab: Direktur Pendidikan Anak Usia Dini

Dewan Redaksi: Togar S Sukiman M. Nuch Enah S

Editor: Dwinita Y Euis E Supriaji Beryana E Lamria R

Lay Out: Untung S

Tata Usaha: Sudadi Wahyunanik D Djoko

Page 3: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 2

Menu Edisi Ini

Dari Redaksi…………………………………………………………………… .. Menu Edisi Ini ..

Fokus Dr. Fasli Djalal, P.hD Sudjarwo S, M.Sc, Pengasuhan dan Perawatan yang

menstimulasi kecerdasan anak ...................................... .. BAN PNF, Persyaratan Akreditasi PNF Program Pendidikan

Anak Usia Dini .. Dra. Ella Sulhah, M.Pd, Pelaksanaan Akreditasi .. Beryana Evridawati, Program Pendidikan dan

Pengembangan Anak Usia Dini.................. .. Endang Ekowarni, Standar Penyelenggaraan Pendidikan

Anak Usia Dini ............................................. .. DR.Dr. Theodorus Immanuel Setiawan, Kegiatan Bermain

Sebagai Terapi pada Anak............................................. .. Maryati Suwondo, Hindari Kata Mencemooh pada

Anak............................................. ..

Alamat Redaksi: Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, Ditjen Pendidikan Nonformal dan Informal, Departemen Pendidikan Nasional, Kompleks Depdiknas Gedung E Lantai 7, Jl. Jend. Sudirman, Senayan, Jakarta (10270) e-mail: [email protected] e-mail: [email protected] telepon: (021) 5725495, 572556 fax: (021) 57900244, 5725495.

Page 4: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 1

Fokus

Dr.Sudjarwo S, M.Sc.1

Daya pikir atau bisa juga disebut tingkat kecerdasan anak usia dini merupakan modal dasar yang sangat menentukan arah kehidupan seseorang di masa dewasanya. Kecerdasan disini adalah kecerdasan komprehensif yang meliputi kecerdasan intelektual (IQ), emosional, sosial, spiritual, dan estetika. Kecerdasan komprehensif (seluruh jenis kecerdasan tersebut) merupakan satu kesatuan kecerdasan total yang idealnya dimiliki oleh setiap anak. Yang perlu juga diperhatikan juga bahwa satu kecerdasan dengan kecerdasn lainnya saling mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung 1 Direktur Pendidikan Anak Usia Dini

sehingga kelemahan satu atau dua jenis kecerdasan akan mempengaruhi jenis kecerdasan lainnya sekaligus mempengaruhi kinerja (performance) anak. Mencermati pendapat dan pemahaman seperti itu pendidikan dan pengasuhan sewaktu anak usia dini seyogyanya dilakukan secara komprehensif agar semua kecerdasan tersebut dapat berkembang secara simultan dan pesat.

Page 5: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 2

Fokus Keterbatasan akan

kemampuan berfikir kritis dan kebugaran fisik anak usia dini misalnya, akan membatasi kesempatan anak tersebut dalam mengikuti proses pendidikan dan pengasuhan secara efektif dan optimal dan apabila kejadian ini terjadi dalam jangka waktu yang relatif lama dan berkesinambungan besar kemungkinannya akan membatasi anak tersebut dalam meraih berbagai peluang yang menjadi dasar dalam menentukan jalan kihidupan di masa dewasa-nya. Kecerdasan dan kebugaran fisik merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan dan sebagai modal dasar serta faktor yang tidak dapat ditawar-tawar bagi anak karena sangat menentukan masa depan seseorang. Artinya walaupun kebugaran fisik yang dimiliki seseorang setara dengan kebugaran fisik “Mike Tison” tetapi apabila tingkat kecerdasannya di bawah rata-rata maka anak tersebut akan menghadapi keterbatasan dalam meraih peluang untuk masa depannya. Sebaliknya walaupun seseorang itu sangat cerdas tetapi sakit-sakitan, daya tahan tubuhnya lemah sehingga tidak tahan terhadap

tekanan fisik dan mental yang dialami dalam hidupnya, tentunya juga menjadi sulit untuk bisa survive dalam kancah kehidupan yang sangat keras dan penuh dengan kompetisi bebas ini.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Rene Spitz, yang dilakukan pada tahun 1940an secara singkat dapat dijelaskan bahwa anak yang secara ketat diasuh dalam lingkungan keluarga yang berlimpah perhatian, makanan, dan perawatan serta dirawat oleh ibunya sendiri yang tahu tentang pentingnya perawatan dan pengasuhan yang benar dan baik, akan tumbuh menjadi anak yang normal. Namun sebaliknya bisa saja anak yang diasuh dalam lingkungan keluarga yang berlimpah perhatian, makanan, perawatan dan dirawat oleh ibunya sendiri yang berpendidikan tinggi tetapi tidak tahu cara-cara pendidikan, perawatan dan pengasuhan yang benar dan baik, maka anaknya tidak akan tumbuh dan berkembang menjadi anak yang normal. Karena otak anak yang ditumbuh kembangkan oleh keluarga seperti ini tidak akan berkembang secara pesat dan optimal diusia dininya, bahkan bisa jadi anak tersebut akan tumbuh

Page 6: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 3

Fokus menjadi anak yang kegemukan (obesitas), tidak tahu diri, selalu menyalahkan orang lain, pemarah, tidak bisa kerjasama dengan orang lain dan berperilaku negatif lainnya karena salah didik, salah asuh dan salah dalam merawatnya.

Selanjutnya anak yang tumbuh dan berkembang dilingkungan yang kumuh dan terlantar dan perhatian keluarganya sangat kurang, makanan kurang dan kebutuhan gizi tidak terpenuhi, perawatannya dilakukan secara asal-asalan, pengasuhanya dilakukan dengan cara yang tidak benar dan tidak baik, maka anak seperti itu juga tidak akan berkembang dan tumbuh menjadi anak yang normal.

Kekeliruan dalam pendidikan, pengasuhan dan perawatan bisa saja terjadi karena pengetahuan dan pengalaman

orang tua tentang itu sangat terbatas, atau pendidikan orang tua cukup tinggi tetapi tidak tahu pengasuhan dan pendidikan yang benar. Selain itu, bisa saja karena pengaruh orang tua, lingkungan keluarga, dan lingkungan

masyarakat sekitarnya (ekologi manusia) yang salah. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa perilaku negatif dan terbatasnya perkembangan kecerdasan seseorang juga di-pengaruhi oleh budaya yang dianut oleh keluarga dan masyarakatnya. Masyarakat melayu/Indo+nesia pada umumnya juga ada kecenderungan salah dalam

melakukan pendidikan, pengasuhan dan perawatan pada anak usia dini. Sebagai contoh, anak sudah usia 2 tahun dan sehat tetapi karena saking sayangnya orangtuanya maka si anak selalu di gendong-gendong padahal dia sudah bisa berjalan dengan baik. Anak sampai usia 5 tahun setiap makan selalu disuapin dan tidak diajari cara makan sendiri karena alasan kasihan dan sayang banyak makanan yang terbuang. Apabila ada anak terjatuh atau terbentur tembok dan menangis maka orangtua dan semua

Page 7: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 4

Fokus saudara mengkerubuti untuk berlomba-lomba mengangkatnya, menuangkan rasa kasih sayangnya secara berlebihan kemudian dengan lantangnya mereka berteriak: oh… itu lantainya nakal ya!!! Terus lantainya diinjak-injak rame-rame atau dindingnya di pukul rame-rame. Setiap tidur anak dikelonin sampai pagi dan tidak diajari tidur mandiri di tempat lain sampai anak tersebut usia 5 atau 6 tahun. Anak biasanya senang mencorat-coret dinding, pintu dan apa saja yang ia sukai. Anak seperti ini mestinya harus diarahkan untuk mencorat-coret di kertas saja dan diajari cara memegang pincil yang benar dan meletakan kertas yang benar, dsb.

Berdasarkan temuan Spitz tersebut, Bapak penemu teori modern behaviorism John Watson

mengatakan: “berikanlah kepada saya selusin bayi yang sehat, saya akan menjamin untuk melatih mereka untuk menjadi spesialis apa saja yang kita inginkan seperti menjadi doktor, ahli hukum, artis, kepala perdagangan, dan bahkan menjadi peminta-minta dan maling, karena ia tidak percaya pengaruh bakat, hoby, minat, kemampuan, lapangan pekerjaan, dan ras atau suku nenek moyangnya”. Di samping pendapat tersebut ada juga teori lain yaitu teori naturalisme yang mengatakan bahwa potensi kecerdasan dan faktor lain dari seseorang dipengaruhi oleh gene bawahaan orang tuanya. Tetapi menurut Acredolo dan Goodwyn (2000) pengaruh tersebut hanya pada struktur dasar otak yang terkait dengan kemampuan panca indra dan potensi itupun hanya dapat diekspose apabila perawatan, pendidikan dan pengasuhannya dilakukan secara baik dan benar. Dari kedua pendapat ahli tersebut jelas bahwa peranan stimulus yang dilakukan melalui pendidikan, pengasuhan, pemenuhan gizi yang memadai dan perawatan kesehatan anak secara baiklah yang akan menentukan kecerdasan komprehensif dan

Page 8: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 5

Fokus kebugaran anak di masa dewasanya.

Selanjutnya perlu diperhati-kan pula bahwa anak usia dini mulai sadar tentang keadaan di lingkungannya pada umumnya dimulai dari usia 2 bulan s/d 1 tahun terutama perhatian yang berkaitan dengan penglihatan, alat perabanya, dan alat pen-dengarannya, namun demikian perhatian yang berkaitan dengan indera lainnyapun sudah ada akan tetapi kadarnya masih relatif kecil. Melalui pengalaman panca inderanya itulah terjadi rangsangan terhadap neuron atau sel-sel otaknya baik rangsangan terhadap dendrite, axson maupun sinaps dalam otaknya yang kemudian membentuk hubungan neural sebagai dasar perkembangan emosi, sosial, dan intelektual seseorang. Apabila rangsangan-rangsangan ini terjadi secara terus menerus dengan berbagai variasi jenis dan jumlah serta mutu rangsangannya serta terjadi di sepanjang masa usia anak-anak maka secara konstruktif akan meningkatkan kecerdasan intelektual dan kebugaran fisik dan mentalnya. Disinilah perlunya dirancang kegiatan-kegiatan pengasuhan yang secara langsung

dapat mempercepat dan meningkatkan perkembangan kecerdasan komprehensif dan kebugaran fisik anak.

Perlu diketahui juga bahwa perkembangan kecerdasan jamak anak usia dini juga sejalan dengan pertumbuhan berat otaknya. Secara umum berat otak sewaktu anak baru lahir rata-rata hanya sekitar 340 gram, sejalan dengan bertambahnya usia anak setelah anak berumur 1 tahun berat otak bertambah dengan pesat pula menjadi 1100 gram dan pada saat anak berusia 5 tahun berat otak bertambah menjadi 1480 gram. Oleh karena itu kemampuan anak menyimpan infomasinya juga bertahap sejalan dengan pertumbuhan berat otaknya. Itu artinya bahwa makin bertambah usia anak makin memungkinkan untuk diberi stimulasi yang semakin banyak, semakin kompleks dan semakin sulit. Pertumbuhan berat otak yang sangat pesat pada usia 0 s/d 5 tahun dan pertumbuhan berat otak yang relatif kecil setelah usia 8 tahun menunjukkan bahwa pertumbuhan potensi kecerdasan juga terjadi secara linear dengan pertumbuhan berat otaknya dan hal ini terjadi sejak anak masih

Page 9: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 6

Fokus dalam kandungan. Namun perkembangan secara eksplosif terjadi pada usia 0 s/d 8 tahun. Dengan demikian pendidikan, pengasuhan, dan perawatan akan lebih tepat apabila dimulai sedini mungkin, bahkan sejak anak masih dalam kandungan dan jangan menunggu setelah anak berusia 7 tahun. Pertumbuhan berat otak yang berlipat-lipat pada usia 0 s/d 8 tahun tersebut juga merupakan indikasi bahwa pendidikan, pengasuhan dan perawatan akan lebih efektif apabila dimulai sejak anak masih dalam kandungan sesuai dengan taraf perkembangan dan usianya.

Dengan memberikan pendidikan, perawatan dan pengasuhan kepada anak sejak anak dikandungan berarti kita telah menanamkan fondasi kecerdasan dan kebugaran secara tepat dan mapan. Makin bermutu pendidikan, pengasuhan dan perawatan yang dilakukan sejak usia dini maka makin kokoh fondasi kecerdasan yang dibangunnya. Ibarat mem-bangun rumah, bagaimana-pun bagusnya rumah yang dibangun apabila fondasinya tidak kuat maka rumah tersebut akan mudah roboh dan mudah rusak. Demikianlah PAUD dapat diibaratkan.

Dalam hal peran orangtua dalam meningkatkan kecerdasan dan kebugaran anak usia dini dapat dikatakan bahwa semakin tinggi pengetahuan dan ke-sanggupan orangtua dalam pendidikan, pengasuhan dan perawatan bagi anak usia dini, maka semakin memungkinkan bagi orangtua untuk dapat melakukan stimulasi yang konstruktif dan bervariatif yang akan mempercepat perkembangan kecerdasan dan pertumbuhan kebugaran anak. Berdasarkan pertimbangan ter-sebut di atas, perkembangan kecrdasan anak akan semakin optimal apabila PAUD dimulai sedini mungkin. Memang ada juga teori yang menyatakan bahwa kecedasan anak ditentukan oleh genes orangtuanya, tetapi menurut Acredolo dan Goodwyn (2000) pengaruh tersebut hanya pada jaringan (circuit) utama dalam otak yang mengontrol fungsi-fungsi dasar otak seperti fungsi perintah bernafas, detakan jantung, mengatur tergeraknya badan dan innate Reflexes, akan tetapi berkembang atau tidaknya triliunan sel otak yang dihubungkan secara komplek ditentukan oleh banyak dan kualitas stimulasi yang

Page 10: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 7

Fokus diperoleh anak pada usia-usia awal 0 s/d 8 tahun.

Kemudian bagaimana cara kita menciptakan kondisi pengasuhan dan pembelajaran yang mengasyikan bagi anak agar potensi kecerdasan jamak dan kebugaran fisiknya berkembang dan bertumbuh secara pesat dan optimal?. Jawaban dari per-tanyaan ini adalah secara teoritis maupun prakteknya dilapangan dapat dikatakan bahwa tidak ada satupun metode atau strategi atau cara yang paling ampuh untuk mengkondisikan hal itu. Hal ini dilandasi oleh suatu persepsi dan kondisi sebagai berikut. Secara teoritis tidak ada dapat dikatakan bahwa tidak ada satupun metode yang selalu efektif untuk diterapkan dalam berbagai situasi pengajaran dan pengasuhan. Setiap anak mempunyai kondisi yang berbeda-beda dan karakteristik/ciri-ciri yang berbeda pula. Katakanlah anak yang pendiam atau anak yang lambat dalam merespon setiap rangsangan tidak bisa diperlakukan sama dengan anak yang memiliki kesiapan prima untuk menerima rangsangan. Anak yang sangat aktif dalam berbagai hal juga tidak bisa diperlakukan sama dengan anak yang sikapnya sangat pasif.

Anak yang extrofet juga memerlukan perlakukan pengasuhan yang berbeda dengan anak yang introfet, dst.

Namun demikian, secara umum kondisi pengasuhan dan pembelajaran yang mengasyikan bagi anak agar potensi kecerdasan jamak dan kebugaran fisiknya berkembang dan bertumbuh secara pesat dan optimal dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, jelaskan dan netralkan pengaruh orang tua agar orang tua tidak ambisius terhadap hasil belajar di usia dini karena biasanya orang tua menginginkan anaknya sudah lancar membaca, menulis, berhitung dan bisa berbicara beberapa bahasa asing. Orangtua yang tidak paham pendidikan di usia dini biasanya berharap setelah selesai dari TK anaknya menjadi superman. Jelaskan apa dan bagaimana itu PAUD. Kedua, identifikasi terlebih dahulu siapa saja anak yang sangat antusia, antusia, kurang antusia, tidak antusia, dan pasif dalam belajar, kemudian kelompokkan mereka menurut klasifikasi kesiapannya. Dari kondisi tersebut tutor dapat memilih dan menentukan metode mana yang paling sesuai untuk setiap sub kelompok anak tersebut.

Page 11: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 8

Fokus Ketiga, selenggarakanlah sistem pembelajaran yang demokratis, yang menyenangkan dan membuat ceria setiap anak, yang menyertakan setiap anak untuk terlibat aktif, yang adil dan penugasannya merata serta kalau memungkinkan diulang-ulang agar ada kesempatan untuk internalisasi/penguatan. Keempat, secara cermat dan tepat kegiatan pengasuhan dan pendidikannya harus merangsang secara se-imbang antara potensi kecerdasan yang berasal dari otak kanan dan otak kiri secara kognitif, motorik dan afektif. Secara umum potensi kecerdasan otak kanan dan kiri setidak-tidaknya mencakup ke-cerdasan: berfikir logis/ matematis; kebahasaan; spasial/ ruang; kinestetika/ olahraga/olah tari dan

gerak; komunikasi inter dan entrapersonal; serta seni dan musik. Kelima, adanya ke-sinambungan dan kesamaan antara pengasuhan dan pendidikan di PAUD dengan di rumah orang tuanya. Ini artinya bahwa orang tua anak harus memiliki pengetahuan dan keterampilan serta kemauan untuk melakukan seperti yang dilakukan di kelompok PAUD. Kesiapan orang tua untuk menjadi tutor penyambung di rumahnya sangat penting mengingat dari 24 jam sehari, sedikitnya 20 jam anak ada di bawah naungan dan tanggungjawab orang tuanya. Apabila intensitas pengasuhan dan pendidikan anak usia dini di rumah dan di lembaga PAUD sudah setara dan dilakukan secara berkelanjutan maka anak akan tumbuh dan berkembangn secara cerdas dan sehat. Keenam, dorong anak untuk mengekspresikan apa saja yang mereka inginkan dengan bimbingan dan arahan yang terstruktur dan konstruktif dari para tutor di lembaga PUD dan orang tuanya di rumah. Demikianlah sekilas tentang pengasuhan dan pendidikan yang berpotensi meningktakan dan memeprcepat kecrdasan dan kebugaran anak usia dini.

Page 12: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 9

Fokus

Page 13: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 1

Fokus

Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal PERSYARATAN PENYELENGGARAAN PNF PROGRAM PAUD BDASARKAN STANDAR NONAL PENDIDIKAN (SNP) 1. Ruang Lingkup

1.1 Pedoman ini berisikan persyaratan penyeleng-garaan Program PAUD

1.2 Pedoman ini dapat digunakan dalam pe-ngembangan, pemelihara-an dan pelayanan Program PAUD

2. Acuan Normatif

Acuan yang digunakan dalam pedoman ini adalah: 2.1 Undang-Undang RI No.20

tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

2.2 Peraturan Pemerintah RI No. 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan

2.3 Surat Keputusan Men-diknas No 30 Tahun 2005 tentang Pembentukan Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non Formal (BAN PNF)

2.4 IWA2. Quality Manage-ment system Guidelines for the Application of ISO 9001:2000 in education.

2.5 Kebijakan BAN PNF tahun 2007

2.6 Standar yang berlaku

3. Istilah dan Definisi 3.1 Pendidikan Non Formal

adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang

3.2 Pendidikan Non Formal

meliputi pendidikan ke-cakapan hidup, pendidik-an anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdaya-an perempuan, pendi-

Page 14: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 2

Fokus dikan keaksaraan, pen-didikan keterampilan dan pelatihan kerja, pen-didikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengem-bangkan kemampuan peserta didik.

3.3 Jenjang Pendidikan

adalah tahapan pen-didikan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikem-bangkan.

3.4 Jenis Pendidikan adalah

kelompok yang yang didasarkan pada ke-khususan tujuan pen-didikan suatu satuan pendidikan.

3.5 Satuan Pendidikan Non

Formal adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pen-didikan pada jalur non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.

3.6 Satuan Pendidikan Non Formal terdiri dari atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.

3.7 Kursus dan Pelatihan

diselenggarakan bagi masyarakat yang me-merlukan bekal pe-ngetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengem-bangkan diri, mengem-bangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

3.8 Kurikulum adalah

seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggara-an kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Page 15: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 3

Fokus 3.9 Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan

3.10 Peserta Didik adalah

anggota masyarakat yang berusaha mengembang-kan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang Program PAUD

3.11 Tenaga Kependidikan

adalah anggota mas-yarakat yang mengabdi-kan diri dan diangkat untuk menunjang pe-nyelenggaraan pendidik-an. Tenaga kependidikan meliputi pengelola satuan pendidikan, penilik, pa-mong belajar, pengawas, peneliti, pengembang, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar.

3.12 Pendidik adalah tenaga

kependidkan yang ber-kualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara,

tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhusus-annya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan

3.13 Penilaian adalah proses

pengumpulan dan pe-ngolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.

3.14 Evaluasi Pendidikan

adalah kegiatan pengen-dalian , penjaminan, dan penetapan mutu pendidik-an terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk per-tanggung jawaban penye-lenggaraan pendidikan.

3.15 Ujian adalah kegiatan

yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar dan/atau penyelesaian dari suatu satuan pendidikan.

Page 16: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 4

Fokus 3.16 Akreditasi adalah

kegiatan penilaian ke-layakan suatu program dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Akre-ditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka.

3.17 Badan Akreditasi

Nasional Pendidikan Non Formal (BAN-PNF) adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/ atau satuan pendidikan PNF dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.

3.18 Surat Tanda Akreditasi

adalah dokumen formal atau satu set dokumen yang secara legal dapat dipertanggung jawabkan yang menyatakan pem berian akreditasi kepada satuan PNF untuk suatu Program PNF.

3.19 Simbol Akreditasi adalah

Simbol/Logo akreditasi yang diterbitkan oleh BAN-PNF untuk diguna-

kan oleh Satuan PNF yang terakreditasi, yang menunjukkan status akreditasi mereka sekaligus mengindikasi-kan langsung kelayakan Program PAUD

3.20 Banding adalah

Permintaan dari Lembaga Penyelenggara PNF untuk mempertimbangkan kem-bali keputusan yang dirasakan merugikan yang dibuat BAN-PNF terkait dengan penilaian ke-sesuaian status akreditasi PNF.

3.21 Asesor Akreditasi adalah

Seseorang yang mem-punyai kualifikasi dan kompetensi yang relevan dengan tugas untuk melaksanakan akreditasi terhadap kelayakan program dalam satuan PNF, baik secara perorangan maupun sebagai bagian dari tim akreditasi sesuai dengan persyaratan dan tugas yang ditetapkan oleh BAN-PNF

Page 17: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 5

Fokus 3.22 Penyelenggara Program

PAUD adalah Suatu lembaga atau satuan PNF PAUD yang mengikuti proses Akreditasi sesuai dengan pedoman BAN-PNF, mencakup kegiatan permohonan, evaluasi, keputusan akreditasi, surveilen dan akreditasi ulang. Penyelenggara Program PAUD merupa-kan obyek akreditasi oleh BAN-PNF.

3.23 Sistem Penjaminan

Mutu adalah dokumen dan rekaman kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi atau melampaui standar nasional pendidikan yang mencakupi struktur organisasi, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber untuk menerapkan manajemen dan pengelolaan mutu, serta dilakukan secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.

3.24 Panduan Mutu adalah suatu dokumen yang berisi kebijakan mutu, sistem mutu, dan pelaksanaan mutu dalam suatu organisasi. Panduan mutu dapat juga membuat dokumen lain yang berhubungan dengan pengaturan mutu PNF.

3.25 Surveilen adalah

kegiatan-kegiatan penilai-an ulang kelayakan Program PNF dalam satuan PNF yang dilakukan oleh BAN-PNF sehubungan dengan aspek dan lingkup akreditasi setelah dila-kukan akreditasi, misal-nya: melakukan kegiatan

survei lapangan meminta kepada pe-

nyelenggara Program PNF untuk menyiapkan/ menyediakan dokumen dan rekaman2 yang dibutuhkan seperti rekaman audit, hasil quality control untuk membuktikan

Page 18: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 6

Fokus kebenaran kegiatan Program PNF .

memonitor dan meng-awasi kinerja penye-lenggara Program PNF.

3.26 Penundaan Akreditasi

adalah penundaan sementara pemberlakuan akreditasi pada suatu program dalam satuan PNF selama maksimal satu tahun untuk lembaga (satuan PNF) yang sedang dalam proses akreditasi..

3.27 Standar Nasional Pen-

didikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3.28 Standar Kompetensi

Lulusan (SKL) adalah kualifikasi kemampuan lulusan Program PAUD yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

3.29 Standar Isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan dalam Program PNF

3.30 Standar Proses adalah

standar nasional pen-didikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kom-petensi lulusan Program PAUD

3.31 Standar Pendidik dan

Tenaga Kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.

3.32 Standar Sarana dan

Prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria

Page 19: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 7

Fokus minimal tentang ruang belajar, tempat berolah-raga, tempat beribadah, perpustakaan, laborato-rium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pem-belajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang dibutuhkan dalam Program PAUD

3.33 Standar Pengelolaan

adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, propinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan Program PAUD

3.34 Standar Pembiayaan

adalah standar yang mengatur komponen dan

besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun untuk Program PAUD

3.35 Standar Penilaian Pendi-

dikan adalah standar nasional pendi-dikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik Program PAUD

3.36 Dokumen adalah format

yang menjadi perencana-an untuk dilaksanakan (sebelum diisi data), seperti formulir, panduan mutu, prosedur, instuksi kerja dan fotokopi.

3.37 Rekaman adalah catatan

hasil pelaksanaan dan pengisian dari dokumen, seperti hasil formulir yang telah diisi, instruksi kerja dengan fotokopi yang telah diisi

3.38 Kategori Persyaratan

Dikelompokkan dalam: 3.38.1 Harus apabila

komponen/unsur yang disebutkan

Page 20: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 8

Fokus dalam persyaratan tidak terpenuhi (non confirmity) pada program dalam satuan PNF akan mempengaruhi me-nurunnya mutu PNF secara langsung (major defect).

3.38.2 Seharusnya apabila komponen/unsur yang disebutkan dalam persyaratan tidak terpenuhi (non confirmity) pada program dalam satuan PNF akan berpotensi menurun-kan mutu PNF (minor defect).

3.38.3 Sebaiknya apabila komponen/unsur yang disebutkan dalam persyaratan tidak terpenuhi (non confirmity) pada pro-gram dalam satuan PNF akan mem-pengaruhi kinerja PNF (efesiensi, efektifitas dan pro-duktifitas).

4. Persyaratan Umum 4.1 Setiap program dan

satuan PNF harus memenuhi standar sesuai dengan UU RI No 20/2003 Pasal 35 ayat (1), aspek yang perlu di standarisasi terdiri atas 8, yaitu: 1) isi, 2) proses, 3) kompetensi lulusan, 4) pendidik dan tenaga kependidikan lainnya, 5) sarana dan prasarana, 6) pengelolaan, 7) pem-biayaan, dan 8) penilaian.

4.2 Ke delapan standar ini

sebaiknya ditingkatkan secara berencana, ber-kala, dan berkelanjutan.

4.3 Kriteria akreditasi satuan

dan Program PAUD harus menggunakan standar yang berlaku.

4.4 Kepatuhan terhadap pro-gram sistem manajemen lembaga seluruh rekaman dan dokumen yang terkait dengan persyaratan dalam delapan standar ditetapkan kriteria sebagai berikut:

Page 21: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 9

Fokus 4.4.1 Rekaman harus

akurat Rekaman harus mutakhir

4.4.2 Rekaman harus dapat dibuktikan

4.4.3 Dokumen harus benar dan akurat

4.4.4 Prosedur monitoring harus diikuti dengan baik

4.4.5 Tindakan koreksi harus dilakukan bila tidak terdapat kesesuaian

4.4.6 Modifikasi Program PNF yang digunakan harus mendapat persetujuan dari pimpinan lembaga penyelenggara Program PAUD.

5. Standar Isi 5.1 Struktur Kurikulum 5.1.1 Lembaga Penyelenggara

Program PAUD harus memiliki kurikulum

5.1.2 Kurikulum yang digunakan harus mengacu kepada Standar PAUD

5.1.3 Kurikulum seharusnya ditinjau secara berkala

5.1.4 Frekuensi peninjauan/perubahan kuri-

kulum sebaiknya dilaku-kan secara tahunan/bulanan

5.2 Beban Belajar 5.2.1 Beban belajar seharusnya

ditetapkan berdasarkan jumlah jam belajar per satuan waktu

5.3 Kalender Pendidikan 5.3.1 Lembaga Penyelenggara

Program PAUD seharusnya memiliki kalender pendidikan

5.3.2 Kalender pendidikan seharusnya disosialisasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan

5.4 Silabus 5.4.1 Lembaga penyelenggara

Program PAUD harus memiliki silabus untuk kegiatan mingguan dan harian

5.4.2 Silabus harus disusun dengan mengacu pada Panduan Tahap Perkembangan Anak

5.4.3 Silabus setiap mata pelajaran seharusnya disusun oleh pendidik

5.4.4 Silabus sebaiknya didokumentasikan

Page 22: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 10

Fokus 6. Standar Proses 6.1 Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) 6.1.1 Program PAUD seharusnya

memiliki rencana pembelajaran Harian/Mingguan

6.1.2 RPP setiap mata pelajaran seharusnya disusun oleh Pendidik

6.1.3 RPP seharusnya disusun dengan mengacu pada Standar Perkembangan Anak

6.1.4 RPP sebaiknya didokumen-tasikan

6.2 Pelaksanaan Pembelajar-an 6.2.1 Pengelolaan Kelas 6.2.1.1 Pelaksana program

seharusnya melakukan penataan lingkungan bermain

6.2.2 Bahan Ajar 6.2.2.1 Lembaga Program PAUD

sebaiknya menyediakan Alat Permainan Edukatif (APE)

6.2.3 Kegiatan Pembelajaran 6.2.3.1 Kegiatan pembelajaran se-

baiknya terdiri inti, pe-nyambutan, dan penutup.

6.3 Penilaian Hasil Pembela-jaran

6.3.1 Lembaga penyelenggara program PAUD seharusnya melaksanakan penilaian pada proses pembelajaran

6.4 Pengawasan

6.4.1 Supervisi 6.4.1.1 Lembaga Penyelenggara

Program PAUD seharus-nya melakukan supervisi proses pembelajaran pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilai-an.

6.4.2 Evaluasi 6.4.2.1 Lembaga Penyelenggara

Program PAUD seharus-nya melakukan evaluasi pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilai-an.

6.5 Pelaporan dan Tindak Lanjut 6.5.1 Hasil supervisi dan evaluasi

proses pembelajaran se-baiknya dilaporkan kepada pihak-pihak yang terkait.

Page 23: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 11

Fokus 7. Standar Kompetensi

Lulusan 7.1 Standar Kompetensi

Lulusan (SKL) 7.1.1 Standar Kompetensi Lulus-

an harus ditetapkan sesuai usia anak dan aspek pengembangan Bahasa, kognitif, sosial emosional, agama dan moral

7.2 Acuan Standar 7.2.1 Standar Program PAUD

seharusnya mengacu pada Standar PAUD

7.3 Standar Kompetensi Per-

kembangan Anak 7.3.1 Program PAUD seharusnya

memiliki standar tahapan perkembangan anak

7.4 Peserta Didik 7.4.1 Penyelenggara Program

PAUD seharusnya memiliki data jumlah peserta didik saat pendaftaran dan data peserta didik yang telah selesai mengikuti program dalam 3 tahun terakhir.

7.5 Kemitraan 7.5.1 Penyelenggara Program

PAUD sebaiknya melakukan

kerjasama dengan instansi lain.

8. Standar Pendidik dan

Tenaga Kependidikan 8.1 Pendidik 8.1.1 Program PAUD harus

memiliki pendidik yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan standar yang ditetapkan

8.1.2 Pendidik Program PAUD harus mengikuti pelatihan peningkatan mutu yang relevan

8.2 Tenaga Kependidikan 8.2.1 Tenaga Kependidikan

Program PAUD seharusnya memiliki kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam bidang kerjanya

8.2.2 Tenaga Kependidikan Program PAUD sebaiknya mengikuti pelatihan peningkatan mutu yang relevan

9. Standar Sarana dan Pra-

sarana 9.1 Prasarana Pendidikan 9.1.1 Lembaga penyelenggara

Program PAUD harus memiliki tempat aktifitas

Page 24: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 12

Fokus belajar (ruang belajar/ bermain).

9.1.2 Lembaga penyelenggara Program PAUD sebaiknya memiliki ruang tempat bermain/belajar yang tetap sesuai kebutuhan

9.2 Peralatan dan Perlengkapan

pendidikan 9.2.1 Ruang belajar Program

PAUD harus dilengkapi berupa alat untuk me-laksanakan pembelajaran (“best practice”) Program PAUD.

9.3 Buku, Media, dan Sumber

Belajar Pendidikan 9.3.1 Lembaga Penyelenggara

Program PAUD seharusnya menyediakan buku teks, buku, peralatan bermain, bahan ajar, dan bahan ajar lainnya.

9.3.2 Lembaga Penyelenggara Program PAUD seharusnya menyediakan sumber belajar lain seperti mainan gantung berwarna, alat gambar dan lukis, dan lain-lain.

10. Standar Pengelolaan 10.1 Perencanaan 10.1.1 Lembaga Penyelenggara

Program PAUD seharus-nya merumuskan dan menetapkan visi, misi, dan tujuan serta memiliki dokumennya

10.1.2 Lembaga Penyelenggara Program PAUD sebaiknya melaksanakan sosialisasi visi, misi dan tujuan kepada semua pendidik, peserta didik, dan unsur lain yang terkait

10.2 Pelaksanaan Rencana

Kerja 10.2.1 Lembaga penyelenggara

program PAUD sebaiknya mempunyai pedoman yang mengatur berbagai aspek pengelolaan secara tertulis yang mudah dibaca oleh pihak terkait meliputi: kurikulum, kalender pendidikan, per-aturan pendidikan, tata tertib, dan kode etik.

10.2.2 Pelaksanaan Program PAUD seharusnya ber-dasarkan rencana kerja tahunan yang telah ditetapkan

Page 25: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 13

Fokus 10.3 Pelaporan Hasil Peng-

awasan 10.3.1 Lembaga penyelenggara

program PAUD sebaiknya melaporkan hasil penga-wasan pengelolaan secara tertulis kepada pimpinan lembaga dan pembina program (Dinas Pendidikan)

10.4 Kepemimpinan 10.4.1 Pimpinan Lembaga Pe-

nyelenggara Program PAUD harus mengikuti kriteria yang berlaku.

10.5 Sistem Informasi Mana-

jemen (SIM) 10.5.1 Lembaga Penyelenggara

Program PAUD sebaiknya mengelola sistem infor-masi manajemen yang memadai untuk mendukung administrasi pendidikan yang efektif, efesien dan akuntabel.

11. Standar Pembiayaan 11.1 Penyelenggara Program

PAUD sebaiknya memiliki dokumen (pembukuan) pe-nerimaan dan pengeluaran dana

12. Standar Penilaian 12.1 Penyelenggara dan Pendidik

Program PAUD harus melakukan penilaian hasil belajar secara periodik (tengah dan akhir program)

12.2 Penilaian hasil belajar peserta didik sebaiknya menggunakan teknik penilaian berupa portofolio/praktek.

12.3 Penilaian hasil belajar sebaiknya berdasarkan prinsip-prinsip penilaian

12.4 Penyelenggara Program PAUD sebaiknya memiliki panduan penilaian.

12.5 Hasil penilaian peserta didik Program PAUD harus dilaporkan kepada orang tua peserta didik.

Page 26: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 1

Fokus

I. LATAR BELAKANG

A. Dasar Hukum

1) Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);

Dra. Ella Sulhah, M.Pd1

2) Peraturan Pemerintah No 19

Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lem-baran Negara Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);

3) Keputusan Presiden Nomor 1 Anggota BAN PNF DEPDIKNAS

Page 27: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 2

Fokus 187/M Tahun 2004 mengenai pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah bebe-rapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden No 20/P Tahun 2005

4) Peraturan Menteri Pen-didikan Nasional Nomor 30 Tahun 2005 tentang Badan Akreditasi Nasional Pen-didikan Nonformal.

5) Keputusan Menteri Pendidi- kan Nasional Nomor 064/P/2006, tentang peng- angkatan anggota BAN 0PT, BAN S/M, dan BAN PNF.

B. Gambaran Umum Singkat

Undang Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menegaskan bahwa

akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dan/atau satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan berdasarkan standar. Bab IX tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 35 ayat 1 menyatakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas: standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pem-biayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Hal ini dapat diartikan bahwa akreditasi adalah upaya menstandarisasi kedelapan hal tersebut.

Hal serupa diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005

Page 28: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 3

Fokus tentang Standar Nasional Pen-didikan menyatakan bahwa Pemerintah melakukan akreditasi pada setiap jenjang dan satuan pendidikan untuk menentukan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan. Dengan demikian akreditasi bukan hanya dilakukan untuk pendidikan formal saja, tetapi dilakukan juga untuk pendidikan non formal. Sebagaimana amanat UU No. 20/2003 pasal 60 menyebutkan bahwa akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada ja lur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Sejalan dengan itu, pasal 87 PP No. 19/2005 menyatakan bahwa implementasi akreditasi pada pendidikan non formal

dilaksanakan oleh Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non Formal (BAN PNF).

C. Alasan Kegiatan dilaksanakan

PNF telah melaksanakan 5000 jenis pendidikan keterampilan hidup, 3 jenis pendidikan anak usia dini dengan 56.544 program, 10.000 program pendidikan pemberdayaan perempuan, 120.000 pendidikan keaksaraan, 187 jenis keterampilan dan pelatihan dalam bentuk kursus dengan 13.000 pelaksanan program. PNF juga telah mengelola 7 Balai Pengembangan Pen-didikan Luar Sekolah dan Pemuda (BPPLSP), 23 Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB), 350 Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), 5000 Pusat

Page 29: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 4

Fokus Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Dengan demikian, dilihat dari sisi jumlah, PNF sudah cukup maju, namun dilihat dari sisi mutu dan kelayakan, kinerja PNF masih perlu ditingkatkan secara berkelanjutan.

Ilmu dan teknologi terus berkembang seiring dan sejalan dengan perkembangan dan tuntutan kehidupan masya-rakat. Kondisi in i memaksa para pengelola PNF untuk terus bergerak maju dalam memberikan layanan pendidikan yang layak bagi warga masyarakat, sehingga mereka dapat merebut peluang yang terus berkembang. Hanya warga masyarakat yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap maju yang akan mampu memanfaatkan lingkungan

yang terus berkembang. Dari berbagai program yang telah dikembangkan tersebut, baru sekitar 20% yang dapat dikatakan layak, dalam arti keluarannya mampu merebut peluang pasar yang ada, sedangkan 80% lainnya masih perlu ditingkatkan dan dibina secara berkesinambungan. Untuk menemukenali dan menditeksi program dalam satuan PNF yang ada perlu di tingkatkan kelayakannya, maka program dalam satuan PNF yang ada perlu diakreditasi.

II. KEGIATAN YANG DILAKSANA KAN

A. Uraian Kegiatan

Akreditasi adalah kegiatan penilaian terhadap kelayakan program dalam satuan

Page 30: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 5

Fokus pendidikan berdasarkan kriteria yang bersifat terbuka. Akreditasi PNF dilakukan pada sejumlah program dalam satuan PNF sesuai dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2003,

B. Batasan Kegiatan

Kegiatan ini akan di-laksanakan mulai bulan Maret s/d Desember 2009 dengan keluaran laporan hasil visitasi ke 14 (empat belas) program PNF meliputi program PAUD, Kejar paket A, B, C, Sekretaris, Bahasa Inggris, Akupunktur, Otomotif, Komputer, Tata Kecantikan Kulit, Tata Kecantikan Rambut, Menjahit, Akutansi, Tata Rias Pengantin, dan 3 (tiga) Lembaga meliputi : PAUD, PKBM dan Kursus.

III. MAKSUD DAN TUJUAN

A. Maksud Kegiatan

Kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan mutu program pendidikan non formal dan mendorong satuan PNF berupaya meningkatkan mutu program dan lembaga-nya secara bertahap, terencana dan kompetitif di tingkat kabupaten/kota,dan propinsi.

B. Tujuan Kegiatan

Berdasarkan UU RI No 20/2003 Pasal 60 ayat (1) akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pen-didikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan berdasarkan kriteria

Page 31: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 6

Fokus yang bersifat terbuka. Sehubungan dengan itu, tujuan dilaksanakannya akreditasi program dalam satuan pendidikan non formal adalah untuk member! penilaian kelayakan suatu satuan pen-didikan non formal berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh BAN PNF yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk pengakuan kelayakan.

IV. HASIL YANG DIHARAPKAN

Terakreditasinya 1.850 program PNF di 20 propinsi, meliputi program PAUD, Paket A, B, C, Sekretaris, Bahasa Inggris, Akupunktur, Otomotif, Kom-puter, Tata kecantikan Kulit, Tata Kecantikan Rambut, Menjahit, Akutansi, Tata Rias

Pengantin, dan 3 (tiga) Lembaga meliputi : PAUD, PKBM dan Kursus.

V. PELAKSANAAN KEGIATAN

Pelaksanaan Kegiatan akre-ditasi terdiri dari 3 tahap yaitu persiapan, pelaksanaan dan penentuan hasil dan tindak lanjut akreditasi.

A. Persiapan Setiap satuan dan program PNF yang ingin diakreditasi harus mengikuti workshop yang diselenggarakan oleh BAN PNF dan memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1) Memiliki izin operasional dari Depdiknas

2) Telah melakukan kegiatan PNF minimal 1 tahun

Page 32: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 7

Fokus setelah mendapat ijin Depdiknas.

3) Satuan PNF yang ingin programnya diakreditasi harus mengajukan surat permohonan untuk di-akrediatsi kepada BAN PNF

4) Telah melakukan evaluasi diri secara sistematis dan teratur dengan maksud agar dapat memastikan bahwa program dalam satuan PNF telah dapat menjamin kualitasnya.

B. Pelaksanaan

Akreditasi dilaksanakan setelah dilakukan :

1) Evaluasi dokumen (Desk

Evaluation ) Evaluasi dokumen adalah penilaian kelengkapan dokumen hasil evaluasi diri

program dalam satuan PNF. Setelah dokumen diterima dan diperiksa kelengkapan-nya oleh sekretariat BAN PNF dan dibuat laporannya, selanjutnya dilakukan audit dokumen oleh tim asesor yang ditugaskan oleh BAN PNF. Hasil audit dokumen dipergunakan untuk rencana pelaksanaan visitasi.

2) Visitasi

Visitasi adalah kegiatan kunjungan yang dilakukan tim asesor untuk meneliti kesesuaian dokumen/ rekaman dengan kondisi yang ada di lapangan atau kesesuaian dengan standar. Visitasi juga dilaksanakan dalam rangka melakukan surveilan untuk memelihara hasil akreditasi

Page 33: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 8

Fokus C. Hasil, Masa berlaku akreditasi

dan Tindak lanjut

1). Hasil akreditasi

Penilaian hasil evaluasi dokumen (desk evaluation &

audit dokumenf) dan hasil evaluasi lapangan menjadi bahan penentuan hasil akreditasi. Hasil akreditasi adalah pernyataan kese-suaian (conformity) dengan standar atau kelayakan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan bukan penghargaan (reward).

Dengan demikian hanya ada status terakreditasi (acrredited) dan Tidak terakreditasi (non accre-

dited). Sedang Hasil Akreditasi PNF ditentukan oleh sidang pleno BAN PNF atas dasar penilaian

laporan hasil asesment lapangan dari tim asesor. Hasil akreditasi dinyatakan dengan sertifikat akreditasi yang dikeluarkan BAN PNF dan ditandatangani oleh Ketua BAN PNF. Sertifikat akreditasi memuat per-nyataan hasil akreditasi satuan PNF dengan lingkup program yang dimintakan akreditasinya

2). Masa berlaku akreditasi dan tindak lanjut

Setiap program dalam satuan pendidikan yang telah memperoleh status "terakreditasi" selanjutnya harus memperhatikan ke-tentuan sebagai berikut

(a) Masa berlaku status akreditasi setiap program dalam satuan

Page 34: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 9

Fokus PNF adalah 5 (lima ) tahun dan setelah itu dapat mengajukan per-mohonan kembali untuk diakreditasi, sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sebelum berakhir masa berlakunya status akreditasi

(b) Satuan PNF yang masa berlaku status akreditasi programnya sudah ber-akhir dan telah meng-ajukan permohonan untuk diakreditasi, tetapi belum dilakukan proses akreditasi, maka akre-ditasinya dinyatakan masih tetap berlaku

(c) Bagi program dalam satuan PNF yang status akreditasinya ditunda (Pending) sampai batas

waktu yang ditentukan (maksimal 1 tahun), belum juga melengkapi persyaratan maka harus mengajukan permohon-an ulang untuk di-akreditasi

(d) Pengaduan keberatan (complain). Penyeleng-gara program/satuan PNF dapat mengajukan keberatan hasil akre-ditasi kepada BAN PNF. Selanjutnya BAN PNF akan mempelajari, mengevaluasi dan melakukan verifikasi, untuk kemudian di-putuskan dalam sidang pleno, kemudian hasil-nya akan disampaikan pada penyelenggara program tersebut.

Page 35: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 10

Fokus VI. TAHAP KEGIATAN

AKREDITASI

a. Penyelenggara program PNF mengirimkan surat per-mohonan akreditasi kepada BAN PNF

b. BAN PNF mengirim surat jawaban disertai lampiran instrumen dan kelengkapan-nya untuk diisi oleh pemohon

c. Penyelenggara program PNF mengembalikan instrumen yang telah diisi disertai lampiran pendukung ke sekretariat BAN PNF

d. Sekretariat BAN PNF melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen, apabila dinyatakan sudah lengkap, dokumen siap untuk dievaluasi oleh tim asesor

e. Komisi Pelaksana Akreditasi

menunjuk Tim asesor BAN PNF untuk melakukan evaluasi dokumen

f. Komisi Pelaksana Akreditasi beserta TIM memberi Pembekalan kepada asesor yang akan ditugaskan untuk melaksanakan visitasi ke lembaga

g. Setelah melaksanakan visitasi, asesor mengirimkan laporan hasil visitasi kepada BAN PNF paling lambat seminggu setelah visitasi

h. Komisi Pelaksana Akreditasi dengan Tim pemeriksa (selected assesor) me-lakukan pemeriksaan, pe-nilaian terhadap laporan hasil visitasi asesor, dan merekomendasikan status akreditasi untuk diputuskan dalam sidang pleno

Page 36: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 11

Fokus i. Pelaksanaan Sidang pleno

keputusan status akreditasi

j. Pengumuman Keputusan hasil akreditasi

VII. TEMPAT PELAKSANAAN KEGIATAN

Kegiatan visitasi dilakukan di 20 provinsi Yaitu : Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, DIY, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, NTB, Lampung dan Gorontalo

VIII. PELAKSANA DAN PENANGGUNGJAWAB KEGIATAN

a. Pelaksana kegiatan adalah sebagai berikut :

1). Anggota BAN PNF

2). Sekretariat BAN PNF

3). Nara Sumber

4). Nara Sumber

5). Asesor PNF

b. Penanggung jawab kegiatan adalah Ketua Komisi Akreditasi/Koor-dinator Kegiatan Pelak-sanaan Akreditasi

Page 37: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 1

Fokus

Jika kita bicara tentang kebijakan Pemerintah, maka komitmen yang diejawantahkan dengan menempatkan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai salah satu program utama pembangunan pendidikan jangka menengah 2005-2009 merupakan perwujudan dari kesadaran tentang peran kritis PAUD dalam mempersiapkan generasi penerus yang berkualitas dan berakhlak mulia.

Dalam kurun waktu singkat,

lembaga-lembaga penyelenggara PAUD terutama PAUD Nonformal tumbuh bagaikan cendawan di musim hujan. Suatu fenomena yang sangat menarik dan menggembirakan. Namun jika kita melihat pemetaan pertumbuhan tersebut, belum seluruhnya menyentuh ‘akar rumput’ di daerah-daerah terpencil yang ternyata lebih terfokus untuk

Beryana Evridawati (Staf Dit. PAUD)

Page 38: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 2

Fokus memenuhi kebutuhan mendasar (survival) anak usia dini daripada mencukupi kebutuhan pendi-dikannya.

Program Pendidikan dan Pengembangan Anak Usia Dini (PPAUD / Early Childhood Education and Development Project) hadir diantara kita sebagai salah satu program yang diharapkan dapat menyentuh kebutuhan layanan pendidikan dan pengembangan untuk anak usia 0-6 tahun.

Dalam upaya meningkatkan proporsi anak dari keluarga kurang mampu untuk memasuki jenjang pendidikan selanjutnya melalui partisipasi dalam Program PPAUD yang mudah, efektif, berkualitas, holistik (pendidikan, kesehatan, gizi, dan keikutsertaan orang tua) dan berkelanjutan, Program

PPAUD diharapkan dapat melayani minimal 738.000 anak pada akhir tahun 2013. Ruang gerak Program PPAUD ini ditopang dengan dana Pemerintah Indonesia, soft loan (International Development Association/IDA Credit 4205-IND) dari Bank Dunia, dan Ducth Trust Fund (TF. 056841-IND dari Pemerintah Belanda). Secara eksplisit, tertuang dalam Financing Agreement antara Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia bahwa performance indicator Program PPAUD adalah: • Increases in early

development scores of children entering kindergarten or first grade of primary school;

• Increases in Early Stimulation, Detection and Intervention of

Child Growth and Development (DDTK) scores of children 0-3 years. Setelah melalui serang-kaian seleksi dan verifikasi, telah terpilih 21 provinsi dan 50 kabupaten sebagai penerima Program PPAUD (2007 s.d 2013).

Page 39: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 3

Fokus

Dalam kerangka pemikiran bahwa keberadaan Program PPAUD ini nantinya bukan saja sebagai pilot program namun lebih dipandang sebagai suatu upaya untuk menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat yang berada di 3000 desa miskin untuk memberikan maupun me-laksanakan layanan PAUD nonformal, maka disusun suatu

strategi agar keberlanjutan program dapat terus berlangsung walaupun kucuran dana dari pemerintah dan luar negeri telah berakhir. Sebuah konsep prestisius yang sulit namun tidak mustahil untuk dilaksanakan.

Konsep untuk melibatkan masyarakat sejak awal pem-bentukan lembaga layanan PAUD Nonformal, adalah sebuah strategi

PETA REGIONAL KEGIATAN PROGRAM PPAUD

IV

I

Nangroe Aceh Darussalam:1. Aceh Tenggara2. Aceh Tengah

Sumatera Utara:1. Toba Samosir2. Tapanuli tengah

Sumatera Barat:1. Solok2. Sawahlunto/Sijunjung3. PesisirSelatan

Jambi:1. Tanjung Jabung Timur2. Sarolangun

Sumatera Selatan:1. OganKomering Ilir

Bengkulu:1. Bengkulu Utara2. Bengkulu Selatan

Lampung:1. Lampung Timur2. Lampung Selatan

JawaBarat:1. Sumedang2. Sukabumi3. Subang4. Majalengka5. Garut

II

JawaTengah:1. Rembang2. Wonogiri3. Cilacap4. Banjarnegara

DI Yogyakarta :1. Kulonprogo2. Gunung Kidul

Kalimantan Barat:1. Sambas2. Ketapang

IIIJawa Timur:1. Pacitan2. Madiun3. Bondowoso

NTB:1. Lombok Tengah2. Sumbawa3. Dompu

NTT:1. Sumba Barat2. Timor Tengah Utara

Sulawesi Utara:1. Kepulauan Talaud2. Kepulauan Sangihe

Sulawesi Barat:1. Polewali Mandar2. Mamuju

Sulawesi Selatan:1. Sinjai2. Sidrap3. Wajo4. Jeneponto

Gorontalo :1. Gorontalo2. Boalemo

Maluku Utara:HalmaheraUtaraHalmaheraSelatan

Irjabar:Manokwari

PapuaMeraukeJayapura

V

Page 40: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 4

Fokus yang jitu jika kita menginginkan sustainability bukan hanya muncul sebagai konsep di atas meja kerja. Namun hal ini pun mengandung resiko, mulai dari conflict of interest yang mungkin saja muncul di masyarakat ataupun tingkat ketergantungan yang sangat tinggi pada keberhasilan para Tim Fasilitator Masyarakat (TFM) memainkan perannya yang strategis di masyarakat. Namun resiko itu pantas untuk diambil mengingat jika semua dapat berhasil, program ini tidak saja mengakomodir kebutuhan 738.000 anak usia 0-6 tahun untuk mendapatkan akses layanan PAUD Nonformal, tetapi juga dapat menggugah kesadaran para orang tua, pendidik, pamong, staf, masyarakat, dan stakeholder PAUD tentang pentingnya mem-berikan layanan PAUD kepada anak usia dini.

Untuk mempersiapkan ke-terlibatan masyarakat tersebut, Central Project Implementation and Coordination Unit (CPICU) PPAUD menyusun pelatihan berjenjang, dimulai dari pelatihan National Early Childhood Specialist Team (NEST), pelatihan TFM, pelatihan Pendidik Provinsi dan Kabupaten, pelatihan Pendidik PAUD maupun

Community Development Worker (CDW). Perekrutan Konsultan Individu maupun Lembaga termasuk perekrutan Community Driven Development (CDD) yang menggawangi TFM, juga di-selenggarakan dengan harapan bahwa seluruh program yang direncanakan dapat dimplemen-tasikan dengan hasil memuaskan. Sebuah jalan panjang yang diharapkan dapat meminimalisir ekses negatif dan mengoptimalkan produk-produk yang dihasilkan CPICU.

Masyarakat sebagai subjek sekaligus objek mengambil peranan dalam menentukan jenis layanan yang mereka butuhkan, berperan aktif dalam penyeleng-garaan layanan PAUD Nonformal, bahkan mereka juga yang menentukan siapa saja yang diserahi tanggung jawab untuk mengelola dana hibah sebesar US $ 10,000 per kelompok masyarakat penerima manfaat. Selaras dengan fungsi TFM untuk memfasilitasi, mendampingi dan mempersiapkan masyarakat menerima dana hibah masyarakat (community blockgrant), inilah skenario yang dikawal oleh TFM agar masyarakat tersebut dapat memanfaatkan dana hibah sesuai dengan rencana

Page 41: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 5

Fokus kerja yang telah mereka susun sebelumnya. Dalam muatan fasilitasi tersebut, diharapkan tumbuh kesadaran masyarakat tentang manfaat dan pentingnya PPAUD, menumbuhkan kebutuhan masyarakat akan layanan PPAUD melalui penyebaran informasi dan promosi kegiatan PPAUD, dan memfasilitasi masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan dan memantau kegiatan PPAUD agar dapat berkembang secara ber-kesinambungan.

Di sisi lain, Program PPAUD sendiri bukanlah semata-mata program pendidikan (walaupun pendidikan merupakan leading sector), namun keterlibatan lintas sektor misalnya Departemen Kesehatan, BKKBN, dll yang terwadahi dalam Komite Pengarah diharapkan dapat mengintegrasikan seluruh kebutuhan anak usia dini sehingga menjadi anak yang sehat, cerdas, ceria, dan berakhlak mulia serta memiliki kesiapan baik fisik maupun mental dalam memasuki jenjang pendidikan lebih lanjut. Dalam payung semangat yang sama, di 21 provinsi dan 50 kabupaten terpilih pun dibentuk Komite Koordinasi. Para Pengelola PPAUD di 21 provinsi (Province

Project Coordination and Implementation Unit/(PPICU) dan di 50 kabupaten terpilih (District Project Implementation Unit/DPIU) saling bersinergi untuk meraih kesuksesan pelaksanaan kegiatan di 3000 desa.

Banyaknya upaya maupun strategi yang dijalankan pada akhirnya pun semua terpulang pada masyarakat selaku ‘pengguna jasa’. Mereka-lah yang akan memutuskan apakah akan menyelenggarakan layanan PAUD ataukah akan melanjutkan layanan ini setelah kucuran dana dari pusat berakhir? Semua berpulang kepada kualitas dan kuantitas program, pendekatan yang jitu kepada masyarakat, maupun willingness semua pihak yang terlibat di Program PPAUD. Semoga ini bukan hanya sekedar retorika belaka. Referensi: 1. Financing Agreement (2006)

between World Bank and Government of Indonesia

2. Grand Design Program Pendidikan Anak Usia Dini Non-Formal Tahun 2007-2015. 2007. Dit. PAUD

3. Pedoman Operasional Program Pendidikan dan Pengembangan Anak Usia Dini. 2007. Dit. PAUD

Page 42: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 6

Fokus

Page 43: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 1

Fokus

Tujuan: 1. Menentukan kriteria minimal

tentang sistem layanan PAUD. 2. Pedoman kepada pengelola

PAUD dalam menyelenggara-kan layanan.

3. Acuan bagi berbagai perihal dalam pengembangan, pembi-naan, dan pelaksanaan PAUD.

Endang Ekowarni 1 4. Membantu masyarakat me-

nyelaraskan persepsi atau pandangan mengenai PAUD serta dalam melakukan peni laian terhadap mutu layanan pendidikan .

1 Ketua Team Ad Hoc Penyelenggaraan PAUD

Page 44: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 2

Fokus Susunan Standar PAUD terdiri dari: 1. Standar Tingkat Pencapaian

Perkembangan 2. Standar Pendidik dan Tenaga

Kependidikan 3. Standar Program 4. Standar Layanan

I. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan

Merupakan deskripsi tentang perkembangan yang berhasil dicapai anak pada suatu tahap tertentii, yaitu: 1. Tahap usia 0 - 12 bulan

disusun dalam kelompok usia: a. 0 - 3 bulan b. 3 - 6 bulan c. 6 - 9 bulan d. 9 – 12 bulan

2. Tahap usia 12 bulan - 2 tahun berdasarkan kelompok usia: a. 12 – 18 bulan b. 18 – 24 bulan

3. Tahap 2 - 3 tahun 4. Tahap 3 - 4 tahun 5. Tahap 4 - 5 tahun 6. Tahap 5 - 6 tahun

Aspek perkembangan yang diamati adalah: 1. Perkembangan motorik kasar 2. Perkembangan motorik halus 3. Perkembangan kognitif 4. Perkembangan bahasa 5. Perkembangan sosial-

emosional 6. Perkembangan pemahanan

moral dan agama Untuk pemantauan pertumbuhan fisik dan kesehatan digunakan KMS (Kartu Menuju Sehat).

II. Standar Pendidik dao Tenaga Kependidikan

Pendidik PAUD terdiri dari: 1. Guru PAUD Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, ditentukan bahwa kualifikasi akademik pendi-dikan guru TK/RA adalah minimal D IV. 2. Tutor PAUD Adalah pendidik dengan kualifikasi akademik SMA atau sederajat ditambah pelatihan mengenai PAUD.

Page 45: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 3

Fokus 3. Pengasuh PAUD Berkualifikasi pendidikan minimal SMP atau sederajat dengan usia minimal 18 tahun, ditambah dengan pelatihan atau kursus mengenai PAUD yang menekan-kan pada keperawatan anak. Selain kualifikasi akademik juga diperlukan kualifikasi kompetensi yang meliputi: 1. Kompetensi kepribadian 2. Kompetensi profesional 3. Kompetensi pedagogik 4. Kompetensi social Mengenai Kepala Sekolah digunakan ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Marasah dengan Kualifikasi Khusus Kepala Sekolah/Madrasah bagi Kepala Taman Kanak-kanak/Raudhatul Athfal adalah: 1. Berstatus sebagai guru

TK/RA. 2. Memiliki sertifikat pendidik

sebagai guru TK/RA. 3. Memiliki sertifikat kepala

TK/RA yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah.

Bagi penyelenggara PAUD, apabila belum ada Kepala Sekolah yang sesuai dengan Peraturan Menteri tersebut, dapat ditunjuk seorang pengelola PAUD. Kualifikasi kompetensi Penge-lola PAUD adalah: a. Kompetensi kepribadian b. Kompetensi manajerial c. Kompetensi kewirausahaan

III. Standar Program Program PAUD meliputi isi, kegiatan, proses, dan penilaian. Program terdiri dari: a. Perencanaan

* Tujuan * Isi * Tersedianya pendidik dan

tenaga kepen-didikan * Metode pelaksanaan pendi-

dikan * Alat permainan

b. Pelaksanaan * Disesuaikan dengan situasi

dan kondisi * Pelaksanaan berupa peng-

asuhan, perawatan, pen-didikan sesuai dengan

Page 46: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 4

Fokus kelompok usia dan ke-butuhan khusus anak

* Kegiatan dilaksanakan dengan cara terorganisasi

c. Penilaian * Bertujuan memonitor tingkat

pencapaian per-kembangan anak

* Dilakukan secara kon-sisten, sistematis, dan terprogram

* Pendidik menggunakan metode penilaian sesuai dengan tingkat usia dan tingkat perkembangan anak

Layanan PAUD dirancang ber-dasarkan: 1. Pengelompokan usia:

a. Kelompok usia 0-2 tahun b. Kelompok usia 2-4 tahun c Kelompok usia 4-6 tahun

2. Jenis layanan a. Kelompok bermain (KB) b. Taman Kanak-kanak (TK)

atau Raudhatul Athfal (RA)

c. Taman penitipan anak (TPA)

d. Satuan PAUD sejenis (SPS)

IV. Standar Layanan Untuk terlaksananya seluruh program PAUD, dibutuhkan faktor pendukung berupa: sarana dan prasarana, pengelolaan, serta pem biayaan. A. Sarana

Adalah perlengkapan untuk kegiatan pengasuhan dan pendidikan yang dapat dipindah-pindah. Ketersediaan dan jenis sarana disesuaikan dengan jumlah anak dan jenis lavanan.

Sarana yang diperlukan adalah: a. Perabot penunjang

kegiatan: * meja-kursi anak atau alas

duduk * tempat menyimpan alat

permainan * alat kebersihan * alat penimbang berat

badan * alat pengukur tinggi

badan * dll.

Page 47: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 5

Fokus b. Peralatan pendidik: * alat permainan edukatifdi

dalam ruang * alat permainan edukatifdi

luar ruang * perlengkapan musik dan

seni * perlengkapan olah raga * dll. c. Media pendidikan: * poster * buku dan alat tulis * majalah * alat elektronik (radio,

tape, dsb) * dll. d. Perlengkapan khusus

(untuk pejayanan TPA): * tempat tidur bayi * perlengkapan mandi bayi * perlengkapan makan

khusus bayi * dll.

B. Prasarana Prasarana adalah fasilitas yang diperlukan untuk ter-selenggaranya program, berupa satu atau beberapa

ruang yang dapat digunakan untuk beberapa fungsi sebagai berikut: 1. Ruang aktivitas 2. Ruang makan 3. Ruang ibadah 4. RuangUKS 5. Kamar mandi 6. Dapur dsb

C. Pengelolaan Untuk menjamin kesinam-bungan pelaksanaan PAUD diperlukan penyelenggaraan yang dikelola dengan baik. Prinsip yang perlu diperhatikan antara lain:

1. Penerapan manajemen ber-basis masyarakat yang ditunjukkan dengan adanya: kemandirian, kemitraan, par-tisipasi, keterbukaan, akunta-bilitas.

2. Setiap lembaga PAUD harus memiliki status yang jelas pengelolaannya apabila oleh perorangan, masyarakat, swasta, LSM, maupun pemerintah.

Page 48: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 6

Fokus 3. Lembaga PAUD perlu memiliki

pedoman yang mengatur kurikulum, kalender pendi-dikan, tata tertib, serta mekanisme pengawasan, dsb.

D. Pembiayaan Untuk menjamin kesinam-bungan layanan pengasuhan dan pendidikan yang memenuhi syarat kesehatan, keamanan, dan kenyamanan anak, diperlukan penyediaan biaya yang meliputi:

1. Biaya investasi untuk menyediakan sarana dan prasarana, pengembang-an sumber daya manusia (SDM).

2. Biaya personal meliputi gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta tun-jangan yang melekat pada gaji.

3. Biaya operasional untuk pembelian peralatan dan bahan habis pakai.

Page 49: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 1

Fokus

Setiap keluarga pasti

mendambakan hadirnya anak atau keturunan. Baik laki-laki maupun permpuan, dan yang lebih didambakan lagi oleh pasangan suami adalah anak yang sehat dan berbudi pekerti luhur. Semua ini dapat terwujusd, tergantung bagaimana cara orang rtua dalam mendidiknya. Anak sehat, tumbuh kembang sempurna , berprilaku baik , semua itu tidak dapat lepas dari perhatian dan kasih sayang orang tua. Karena orang tua merupakan lingkungan yang terdekat bagi setiap anak.. Anak baik ataupun anak tidak baik berawal dari keluarga atau didikan kedua orangnya.

Untuk mendaptkan anak

atau keturunan yang baik, seharusnya sejak dini bahkan sejak si anak masih dalam kandungan, orang tua terutama ibu harus dapat mendidiknya atau memberikan contoh-contoh yang terbaik, disamping membentuk prilaku jiwa tapi juga untuk membentuk mental dan kepribadianya.

Maryati Suwondo (Staf Direktorat Kesetaraan, Depdiknas)

Page 50: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 2

Fokus Mendidik anak kandung

sendiri bukan hal yang mudah, namun harus penuh kelembutan, ketulusan jiwa, ketelatenan yang jelas penuh kesabaran dan kasih sayang. Kita sebagai orang tua merupakan manusia pertama (awal) yang membentuk-nya baik buruknya jiwa seorang anak dalam sebuah keluarga.

Jangan pernah kita meng-ucapkan kata-kata yang buruk buat si buah hati kita sendiri, karena ucapan yang buruk yang terlontar dari mulut seorang ibu terhadap anaknya sendiri, akan berdampak sangat fatal, dan akan merugikan diri anak itu sendiri. Karena perbuatan kasar yang dilakukan seorang ibu terhadap anaknya sendiri, akan sangat mengganggu tumbuh kembang si anak dan akan mengganggu mental dan pola pikir serta kepribadian anak. Contoh misalnya seorang ibu yang kesal pada anaknya karena anaknya melakukan sebuah kesalahan, lalu ibu itu bilang pada

anaknya ” Kamu ini bego, tolol, bodoh,” Tidak sepantasnya seorang ibu mengucapkan seperti itu terhadap buah hatinya sndiri

hanya karena si anak melakukan kesalahan

kecil. Perlu diingat dan menjadi perhatian

khusus bagi para orang tua ter-utama ibu, jangan pernah menusuk buah hatinya sendiri dengan kata-kata tajam seperti diatas,

karena kata-kata itu lebih tajam dari

pada belati dan akan mebekas selamanya di-

hati anak itu, dan akan menjadi pengalaman yang sangat buruk selama hidup anak itu, dan sangat mengganggu pertumbuhan jiwa dan mental anak itu.

Baik buruknya akhlak dan budi pekerti anak adalah ditangan orang tuanya sendiri. Ucapan seorang ibu terhadap anaknya adalah merupakan doa, maka ucapkanlah hal-hal yang baik-baik saja. Kalau di dalam sebuah keluarga seorang anak atau buah hati kita perlakukan dengan baik, sopan, pernuh perhatian, penuh

Page 51: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 3

Fokus cinta kasih, penuh kelembutan, dihargai tiap tindak-tanduknya, pasti anak itu akan tumbuh kembang menjadi anak yang baik, berprilaku sesuai dengan apa yang diperoleh dilingkungan keluarga-nya.

Pada dasarnya ibu tidak boleh/jangan pernah menusuk buah hatinya sendiri dengan kata-kata mencemooh, karena kata-kata itu akan tertanam dihati si anak sampai kapanpun. Dan yang lebih parah lagi akan berakibat sangat buruk akan dan mempengaruhi jiwa, dan mental si anak punya kelainan dalam dunia pergaulan. Tiap dia akan berkata sesuatu dia akan terngiang kata-kata ibunya. ” kata ibu saya, saya ini anak bego, tolol, ” dalam hati kecil dia bicara seperti itu.

Maka dari itu dibutuhkan suatu kesabaran yang luar biasa dalam menangani pendidikan anak dalam sebuah keluarga, baik anak itu masih balita maupun anak yang sudah dewasa, kita jangan pernah berbuat kasar pada mereka (anak-anak kita). Kata-kata yang kasar, yang bersifat mencemooh, tidak akan pernah menguntungkan bagi siapapun, justru sebaliknya akan sangat merugikan bagi kita semuanya antara ibu dan anak.

Anak akan selalu minder, kehilangan harga diri, selalu menyalahkan dirinya sendiri, tidak punya keberanian dalam berbuat sesuatu.

Mempunyai anak yang minderan, pendiam tidak punya keberanian akan sangat me-nyedihkan, apa lagi di jaman yang semakin maju seperti ini dan seiring dengan kemajuan teknologi, anak-anak kita dituntut untuk cepat berkembang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek)

Banyak para ibu yang belum menyadari bahwa dirinya telah menghancurkan masa depan buah hatinya sendiri, setelah me-lontarkan kata-kata kasar yang sangat menyakitkan, tajam bagaikan sembilu sangat menusuk perasaan, akan selalu membekas dihati anak, padahal masalahnya cuma sepele. Contoh kecil misalnya Si anak belajar makan sendiri tapi nasinya berantakan di lantai, lalu si ibu marah-marah lepas kendali, emosi, mengucapkan kata-kata kasar yang tidak sepantasnya diucapkan oleh seorang ibu terhadap anaknya sendiri. Tanpa disadari oleh para ibu bahwa perbuatan seperti itu telah membunuh kreatifitas dan

Page 52: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 4

Fokus kepribadian anak yang seharusnya kita bentuk sejak dini.

Bila anak kita masih belum mengerti, maka ajar padanya dengan penuh kesabaran, dan lemah lembut, karena dengan sabar dan lemah lembut akan menghasilkan hal-hal yang dapat menumbuhkan rasa bangga dan percaya diri si anak demi tumbuh kembang yang baik..

Disini pendidikan orang tua juga sangat berpengaruh dalam tumbuh kembang anak, orang tua yang berpendidikan rendah sulit untuk berlaku sabar tiap hari

hanya memaki dan nyumpahin anak nya, sehingga tidak jarang anak-anak menjadi korban kekerasan orang tuanya sendiri, akhirnya menjadi anak nakal, anak yang cepat kecewa, cepat putus asa, dan akhirnya menjadi anak yang salah pergaulan terjerumus hal yang menyesatkan. Karena tidak punya pegangan yang kuat yang hanya dimilki oleh orang

tuanya sendiri, tapi dalam hal ini justru orang tuanya sendiri yang menjerumuskannya ke hal yang buruk. Akan lain lagi bila anak di didik dengan penuh kasih sayang

Page 53: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 5

Fokus jiwanya akan stabil tidak mudah marah, tegar dalam menghadapi segala cobaan dalam kehidupan. Tapi tidak menutup kemungkinan anak dari keluarga mampu juga banyak yang menjadi anak tidak baik, anak nakal, itu bisa terjadi karena orang tua mereka kurang perhatian dan kasih sayang. Keadaan seperti ini juga didukung oleh keberadaan orang tua, menurut data dari Badan Pusat Statistik yang ada dimuat di koran Kompas bulan Juni tahun 2007, menyatakan bahwa sekitar 23 juta orang tua di Indonesia hanya tamatan Sekolah Dasar, bahkan belum tamat Sekolah (SD) sehingga masih terbatas dalam pola mendidikan anak.

Langkah yang harus dilakukan untuk meminimalkan terjadinya dehumanisasi pendi-dikan yaitu harus adanya snergi antara guru, para orang tua, dan lingkungan tempat tinggal. ”Ciptakan kondisi pembelajaran yang kondisif, dan para orang tua dapat membatasai tayangan tayangan televisi pada anak-anak, bila perlu matikan televisi pada jam-jam belajar anak, atau di saat

santai, lebih baik kita mengobrol bersama anak-anak saling mendengarkan dan tukar pengalaman bersama anggota keluarga dari pada mendengarkan suara televisi, karena mengingat tayangan televisi akhir-akhir ini banyak yang kurang bersifat mendidik, bahkan banyak sekali tayangan yang tidak pantas untuk dicontoh oleh anak-anak kita

Ajarkan kepada anak-anak kita sesuatu hal yang baik, bimbinglah jiwanya dengan iman agar generasi anak Indonesia menjadi generasi yang lebih bermutu, baik dari segi mental, akhlak, tingkah laku, kepribadian dan sopan santun, karena anak merupakan investasi yang sangat berharga bagi setiap orang tua. Anak yang tidak pernah tersakiti hati dan jiwanya terutama oleh kedua orang tuanya akan menjadi anak yang gembira, periang, cerdas, dapat menghargai orang lain dan dirinya sendiri penuh didikasi tinggi. Jadikanlah rumah adalah sorga bagi keluarga

Page 54: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 1

Fokus

DR.Dr.Theodorus Immanuel SETIAWAN 1

ABSTRACT Play Therapy. Play therapy, especially in preschool years, has proved to be very beneficial as a tool in the overall treatment of children with various clinical ailments, especially those with Childhood Mental Health Disorders. Needless to say that the benefit of play as an indispensable part of therapy for children is often negelcted, or at least underestimated, by most

1 Theodorus Immanuel SETIAWAN. Dokter, S 3 Pendidikan, S 3 Psikiatri. Praktek dokter. Pengajar di Program S 1 Bimbingan-Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta ; di Program S 2 Psikologi Universitas Indonesia, dan di Program S 3 Universitas Negeri Jakarta. Alamat e mail: [email protected]

practitioners. Fortunately, in the long history of play therapy there were some outstanding figures in psychology as well as psychiatry, at least as early as Sigmund Freud, who have indicated the undisputed benefits of play as therapy for children. In present day practice, to facilitate the effectiveness of play therapy, several elements must be taken into consideration, such as the therapist who conducts the therapy, the play materials, the play space, and the overall atmosphere surrounding the activities. Key words : Play therapy, child patient, effectiveness of therapy.

Page 55: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 2

Fokus I. Pendahuluan

Dalam dua dekade terakhir ini,

pertambahan dramatis jumlah anak yang diidentifi-kasi sebagai menderita Gangguan Kesehatan Mental Masa Anak (Childhood Mental Health Disorders ) merupakan salah satu petunjuk dari adanya tekanan yang meningkat yang membebani anak-anak masa kini. Beban itu tampaknya lebih besar pe-ngaruhnya pada anak usia dini, dibandingkan pada anak yang usianya lebih tua, yang sangat mungkin disebabkan oleh masih sangat terbatasnya kemampuan anak usia dini untuk menge-mukakan masalah mereka dengan memuaskan secara verbal (Carroll, 2004). Sayangnya, belum tampak adanya pertambahan yang seimbang dari upaya-upaya terapi yang tepat dan/atau kesempatan untuk memperolehnya, yang dapat membantu anak-anak supaya tetap sehat-mental, lebih-lebih di negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia (Elkind, 2006). Kecenderungan yang sempat dominan beberapa waktu yang lalu (yang untungnya sekarang sudah tidak dominan lagi), yang lebih menekankan terapi dengan

pemberian obat untuk mengatasi berbagai gangguan mental, termasuk pada anak usia dini, jelas merupakan suatu ilusi yang kelihatannya makin menjauhkan pasien-anak dari perbaikan yang diidamkan (Schaefer, 2002). Berbagai bentuk psikoterapi dan / atau bimbingan-konseling, baik tersendiri maupun bersama obat, tampaknya jauh lebih banyak memberikan harapan untuk membantu anak-anak yang bermasalah itu, terutama sewaktu masih berusia dini, untuk me-ngembangkan kesehatan mental yang baik (Kottman, 2005). Terapi dengan bermain, sebagai salah satu pilihan tradisional yang sempat terpinggirkan, sejak dahulu sudah terbukti membe- rikan banyak manfaat untuk mecapai tujuan tersebut di atas (Freud,1912; Axline, 1947; Wilson, 1979; Solnit, et al., 2005). II. Manfaat Kegiatan Bermain

Pada awal abad yang lalu

Sigmund Freud sudah me-ngemukakan bahwa kegiatan bermain memungkinkan tersalur-nya dorongan-dorongan instingtual anak yang sangat meringankan anak dari berbagai beban mental.

Page 56: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 3

Fokus Kegiatan bermain merupakan sarana yang aman yang dapat digunakan anak untuk mengulang-ulang pelaksanaan dorongan-dorongan untuk berperilaku tertentu, sehingga anak akan terbantu untuk mengendalikan dorongan-dorongan itu,dan juga reaksi-reaksi mental yang men-dasarinya (Freud, 1912). Kegiatan bermain memungkinkan ber-langsungnya proses pelepasan dan ter-penuhinya ke-inginan-keinginan tertentu. Fantasi, dan kesempatan anak untuk lepas dari kenyataan, terutama anak usia dini, memudahkan ber-tumbuhnya ego anak. Dalam alam fantasi yang “encer” (bila dibandingkan alam nyata), ego anak dapat “berdamai” sekaligus dengan dorongan-dorongan id dan tuntutan-tuntutan superego, sehingga anak dapat kesempatan ber”eksperimen” dengan penyelesaian-penyelesaian baru untuk berbagai konflik (Axline,

1947; Wilson, 1979; Solnit, et al., 2005).

Melanie Klein (Axline, 1947) mengemukakan bahwa anak-anak sejak usia dini sudah memiliki kehidupan dalam-diri (internal) yang kaya dan kompleks, yang dapat tampak oleh orang lain melalui kegiatan bermain dengan mainan. Klein yakin bahwa pasien-anak melakukan asosiasi bebas,

tidak hanya dengan kata-kata, tetapi juga dengan kegiatan bermain-nya; dan asosiasi ini dapat ditafsirkan. Misalnya, pemilihan mainan oleh anak tidak selalu karena daya tariknya (untuk anak itu), atau karena fungsi mainan itu bagi sang anak, tetapi sering karena mainan itu mewakili imajinasi atau dorongan-dorongan

terpendam anak itu. Di samping itu, Klein juga mengamati bahwa kegiatan bermain memberikan petunjuk mengenai masa lalu anak dan alam-tak-sadarnya. Ternyata, berbagai pendapat Klein itu juga

Page 57: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 4

Fokus dikemukakan oleh beberapa psikater anak terkemuka pada awal abad 21 ini, seperti LeBlanc dan Ritchie (2001), Winnicott (2003), dan Waelder (2004).

Banyak tulisan Anna Freud yang terfokus pada pengembangan kemampuan ego dan mekanisme pertahanan ego memungkinkan dimanfaatkannya kegiatan bermain anak untuk lebih mengenal anak. Ia juga mengemukakan bahwa bibit dari kemampuan bermain ditanam sewaktu interaksi dini antara bayi dengan ibunya. Melalui bermain dengan tubuhnya dan tubuh ibunya, bayi mulai belajar mem-bedakan dirinya dari diri orang lain, dan dengan perluasan ego, juga belajar membedakan kenyataan dari fantasi. Anna Freud percaya bahwa kegiatan bermain me-mudahkan dan mencerminkan proses pertumbuhan anak yang secara ideal menghasilkan otonomi pribadi, pengenalan yang ber-kembang mengenai diri sendiri, dan kemampuan bekerja. Kegiatan bermain adalah cara untuk menjelajahi dan menguasai konlik-konflik dalam diri (internal) dan konflik dengan orang lain (external), dan memberikan petunjuk mengenai adanya

pergulatan yang tak disadari dari anak (Solnit, et al., 2005). III. Ciri-Ciri Menguntungkan dari

Kegiatan Bermain Umumnya, terapi dengan

bermain mengandung 4 ciri meng-untungkan berikut : 1) Bermain itu menyenangkan.

Kegiatan bermain adalah suatu proses di mana anak mengembangkan percaya-dirinya dan mengalami perasaan mampu, misalnya, sewaktu anak berhasil menye-lesaikan masalah menurut caranya sendiri dalam waku yang ditetapkannya sendiri. Ternyata, kegiatan bermain tidak hanya memberikan kesenangan kepada anak, tetapi juga kepuasan. Bermain adalah perwujudan fantasi anak yang keluar dari dirinya sehingga memungkinkan anak untuk “berada” sekaligus di alam fantasi dan dunia nyata. Kreativitas dikembangkan dan dimunculkan selama kegiatan bermain. Kegiatan bermain menyalurkan kreativitas anak. Seringkali sangat bermanfaat bagi anak bila anaklah yang membimbing kegiatan ber-

Page 58: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 5

Fokus main, bukan orang lain seperti orang tua, guru, ataupun dokter (Kottman, 2005).

2) Bermain sangat meng-asyikkan. Kadang-kadang begitu mengasyikkannya se-hingga anak tampak tidak menyadari kegiatan-kegiatan di sekitarnya dan sukar untuk menghentikannya dari per-mainnannya bila ia belum mau berhenti. Melalui bermain anak “mengalami” kembali situasi menyedihkan yang pernah dialaminya, lengkap dengan berbagai komponen emosi yang menyertainya ! (Kottman, 2005).

3) Dalam kegiatan bermain anak, terjadi pemindahan situasi (displacement). Karena ada-nya kemampuan anak untuk melebur kenyataan dengan fantasi tanpa mengalami konflik, anak dapat “memindahkan” hal-hal yang dirasakannya bersama situasi yang menyertainya ke dalam permainan ! Anak dapat menukar perannya, dari peran pasif (di dunia nyata), misalnya sebagai pengikut, atau peran sekunder (di dunia nyata), misalnya sebagai orang yang memberikan reaksi

(reactor), menjadi peran aktif (di alam fantasi, dalam permainan), misalnya sebagai pemimpin, atau peran primer (di alam fantasi, dalam permainan), misalnya sebagai orang yang memulai tindakan (initiator). “Pemindahan” (displacement) memungkinkan timbulnya jarak dengan masalah asli yang sedang dialami anak, dan juga dengan emosi-emosi tidak enak yang menyertainya. Di samping itu, ”pemindahan” juga memung-kinkan anak untuk berbicara atau bertindak dengan cara yang tidak dimungkinkan di dunia nyatanya. Fungsi penting lainnya dari “pemindahan” adalah “pemindahan” memungkinkan ego anak melakukan keseimbangan antara id anak dengan superego nya, sehingga dalam bermain tekanan dan ketegangan mental anak dapat berkurang atau malahan hilang (Winnicott, 2003).

4) Kemampuan anak untuk bermain dengan imajinasi sesuai dengan pertumbuhan kognitif anak. Dalam penje-lasannya mengenai 4 periode

Page 59: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 6

Fokus perkembangan intelek, Ginsburg dan Opper (1969) mengutip Piaget yang mengemukakan bahwa di antara usia 2 sampai 4 tahun anak memperoleh kemam-puan membentuk simbol. Melalui penggunaan simbol, terbentuklah gambaran mental yang mewakili pengala-man,orang,dan objek, yang menetap dalam pikiran anak. Gambaran mental itu mem-bebaskan anak dari keharusan melihat hal-hal yang diwakili gambaran itu bila anak ingin mengetahui apakah hal-hal itu ada; cukup disebut kata yang mewakili hal-hal itu, atau, dijelaskan gambaran mental yang mewakili hal-hal itu. Melalui permainan yang kaya dengan simbol (yang dimiliki anak), seorang anak akan mampu menjembatani celah antara hal-hal yang kongkret dengan yang abstrak. Penggunaan simbol oleh anak dalam permainannya menjadi-kan permainan itu sangat pribadi untuk anak tersebut, karena dalam permainan itu anak dengan bebas mem-punyai kekuasaan untuk mengatur segala sesuatu

sesuai dengan keinginan dan harapan-harapannya.

IV. Kegiatan Bermain dan

Mainan yang “Mempunyai” Kemampuan Terapi Mainan, atau kegiatan

bermainnya, pada dirinya sendiri tidak “memiliki” kemam-puan terapi. Cara penggunaan atau penyelenggaraannyalah yang efektif. Kepada para terapis (orang yang melakukan terapi) harus dianjurkan, supaya sejak permulaan mereka sudah menyebut mainan yang dilihat anak sebagai “alat bermain,” atau “bahan perrmainan.” Dengan cara ini, melalui kata dan perbuatan, sejak awal diharapkan anak sudah menyadari bahwa “rmainan” dan “kegiatan bermain” di tempat itu mempunyai makna dan tujuan yang berbeda dengan hal-hal yang sama di tempat mereka biasa bermain. Mainan yang dipilih terapis harus menarik dan menantang, harus menangkap perhatian dan imajinasi anak, harus dapat digunakan anak sebagai simbol dari berbagai hal di dunia nyata. Jadi, mainan yang digunakan untuk terapi harus memudahkan ekspresi anak. Di

Page 60: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 7

Fokus samping itu, mainan harus dalam keadaan baik dan bersih. Mainan yang lusuh/rusak, dan/atau kotor, akan mudah menyebabkan anak merasa dirinya tidak berharga atau tidak dihargai. Alangkah baiknya bila setiap anak juga mempunyai kotak penyimpanan pribadi untuk menaruh mainan atau hasil-kerjanya. Keadaan ini membantu mengembangkan perasaan betah anak dan perasaan kebersamaan di tempat terapinya, di samping menciptakan suasana aman dan diterima, yang penting untuk keberhasilan terapi (Kottman, 2005).

Mainan yang umumnya bermanfaat untuk terapi dapat dibagi dalam 3 kelompok (Solnit, et al., 2005) 1) Mainan yang meniru/ menye-

rupai situasi pada kehidupan nyata

Misalnya, rumah boneka dengan boneka-boneka yang termasuk dalam 1 keluarga, boneka bayi (dengan dotnya), peralatan kedokteran, binatang-binatang peliharaan, binatang-binatang yang ada di kebun binatang, telpon, mobil-mobilan, atau, macam-macam model kapal terbang.

Berbagai mainan itu tampil, baik disadari ataupun tidak disadari, sesuai dengan penga-laman anak di dunia nyata, dan jelas hubungan-hubungannya dengan ber-bagai kejadian dalam hidup mereka sehari-hari. Dengan demikian, bagi anak mainan-mainan itu akan menjadi bahan eksplorasi dan peng-ungkapan diri (expression) yang kaya. Untuk sebagian besar terapi dengan bermain, mainan-mainan yang meniru/ menyerupai situasi pada kehidupan nyata tersebut sudah sangat manfaat bagi perbaikan pasien-anak.

2) Mainan yang menimbulkan emosi marah atau agresif

Misalnya, pistol, pisau, boneka dengan wajah dan/atau pakaian dan/atau perleng-kapan sebagai orang jahat.

3) Mainan yang merangsang timbulnya kreativitas

Misalnya, balok-balok kayu/ plastik dengan macam-macam bentuk, ukuran, dan warna; kertas/ whiteboard dan pinsil/ spidol dengan macam-macam bentuk dan warna, potongan-potongan kain dan/atau kertas

Page 61: Buletin08012009

Buletin PADU Vol. 8 No. 1, April 2009 - 8

Fokus dengan berbagai ukuran yang memadai untuk digunting dan dibentuk. Pada situasi-situasi tertentu, terapis harus mempertimbangkan untuk menambah jenis dan/atau tipe mainan lain sesuai dengan kebutuhan terapi.

Kepustakaan

Axline,V. (1947). Play Therapy. New York: Ballantine Books. Carroll,L. (2004). Early Childhood and the Changing Society. New York: Norton. Elkind,D. (2006). The Lack of Proper Approach in the Treatment of Childhood Mental Health Disorders in Southern Europe and South East Asia. London: Routledge. Freud,S. (1912). The Dynamics of Transference. Standard Edition (12). Ginsburg,H., Opper,S. (1969). Piaget’s theory of intellectual development: An intro- duction.

Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall,Inc. Kottman,T. (2005). Play Therapy in Action. New York: John Wiley & Sons. LeBlanc,M., Ritchie,M. (2001). A meta-analysis of play therapy outcomes. Counseling Psychology Quarterly 2001; 14:2. Schaefer,C. (2002). Inappropriate Approach of Therapy in Children with Mental Disorders. New Jersey: Jason Aronson,Inc. Solnit,A., et al. (2005). The Many Meanings of Play for Preschool Kids. New Haven: Yale University Press. Waelder,R. (2004). The Psychoanalytic Theory of Play. Cambridge, MA: Perseus Books. Wilson,K. (1979). The Therapeutic Use of Child’s Play. New York: Guilford. Winnicott,D.W. (2003). Playing and Reality. London: Routledge.