Upload
aziza-zea
View
1.493
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
Masalah Kemiskinan Perekonomian Indonesia
NAMA : Nur Azizah
KELAS : 2 EA 21
NPM : 15210155
FAKULTAS EKONOMI MANAJEMENUNIVERSITAS GUNADARMA
2011
Mata Kuliah : EKONOMI KOPERASI
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT dengan segala rahmat dan karunia-Nya serta
shalawat dan salam saya panjatkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW yang
dengannya saya penulis bisa menyelesaikan karya tulis ini walau mengalami berbagai
kesulitan dalam menyusunnya. Dengan tekad yang kuat dan rasa tanggung jawab yang tinggi
akhirnya makalah ini dapat disusun guna melengkapi tugas Ekonomi Koperasi. Dengan kerja
keras dan dukungan dari berbagai pihak, saya telah berusaha untuk dapat memberikan serta
mencapai hasil yang sesempurna mungkin dan sesuai dengan harapan, walau di dalam
pembuatannya saya menghadapi berbagai kesulitan karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan
waktu yang begitu mendesak. Tidak luput saya selaku penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran kepada Bapak Nurhadi selaku dosen pembimbing Ekonomi Koperasi. Saya menyadari
bahwa masih banyak yang perlu diperbaiki dalam penulisan karya ilmiah ini untuk dapat
menyempurnakan dimasa yang akan datang. Semoga apa yang disajikan dalam makalah ini
dapat bermanfaat bagi saya dan teman-teman maupun pihak lain yang berkepentingan.
Bekasi, November 2011
Hormat Saya
II
DAFTAR ISI
JUDUL ……………………………………………………………………………………….. I
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………….. II
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………… III
BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………………………………………..... 1
1.1 LATAR BELAKANG …………………………………………………………….1
1.2 TUJUAN …………………………………………………………………..……....2
1.3 SASARAN …………………………………………………………………..…… 2
BAB II pembahasan.........................................................................................................3
A. Konsep dan Indikator Kemiskinan Versi Pemerintah Indonesia.....................3
B. Kriteria Kemiskinan Bank Dunia ....................................................................4
C . Penyebab kegagalan........................................................................................5 D.Strategi Penanggulangan Kemiskinan..............................................................6
BAB III PENUTUP....................................................................................................... ......7
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………......8
III
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konsep tentang kemiskinan sangat beragam, mulai dari sekedar ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan ber-
usaha, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan moral. Ada
pendapat yang mengatakan bahwa kemiskinan terkait dengan sikap, budaya hidup, dan
lingkungan dalam suatu masyarakat. Kemiskinan juga dapat diartikan sebagai ketidakberday-
aan sekelompok masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh suatu pemerintahan se-
hingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi (kemiskinan struk-
tural). Tetapi pada umumnya, ketika kemiskinan dibicarakan, yang dimaksud adalah
kemiskinan material. Dengan pengertian ini, maka seseorang masuk dalam kategori miskin ap-
abila tidak mampu memenuhi standar minimum kebutuhan pokok untuk dapat hidup secara
layak. Ini yang sering disebut dengan kemiskinan konsumsi.
Definisi ini sangat bermanfaat untuk mempermudah membuat indikator orang miskin,
tetapi defenisi ini sangat kurang memadai karena;
(1) tidak cukup untuk memahami realitas kemiskinan;
(2) dapat menjerumuskan ke kesimpulan yang salah bahwa menanggulangi kemiskinan
cukup hanya dengan menyediakan bahan makanan yang memadai;
(3) tidak bermanfaat bagi pengambil keputusan ketika harus merumuskan kebijakan
lintas sektor, bahkan bisa kontraproduktif.
1
1.2 Tujuan
Sesuai dengan judul Karya tulis ini yaitu Masalah Kemiskinan Perekonomian Indonesia
Karya tulis ini ini disusun agar pembaca lebih mengenal dan mengetahui apa saja masalah
kemiskinan yang terjadi di Negara kita ini,khusus nya pada golongan menengah kebawah di
Indonesia yang semakin tahun semakin bertambah dan agar kita semua tergugah untuk
berpartisipasi dalam menangani masalah ekonomi di kehidupan rakyat kecil yang makin
berat,contohnya. goncangan-goncangan harga nasional maupun internasional yang terus
menerus. Dan ini dapat menimbulkan efek-efek uang sangat merugikan baik secara
financial,efisiensi,ekonomi dll.
Disamping hal diatas diharapkan pembaca peduli terhadap masalah-masalah
yang disebabkan oleh inflasi yang terjadi di masyarakat sekitarnya demi tercapainya
tujuan nasional bangsa mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia.
1.3 Sasaran
Melihat pentingnya masalah kemiskinan di negara kita ini. Dengan dibuatnya
karya tulis ini saya sangat berharap pembaca dapat mempunyai inspirasi untuk
mendapatkan solusi agar jumlah kemiskinan ini tidak semakin meluas. karena apabila
masalah perekonomian kemiskinan dapat diatasi maka kesejahteraan dan masa depan
bangsa akan terwujud. Generasi muda adalah satu-satunya harapan bagi bangsa untuk
melestarikan kesejahteraan bangsa ini,karena mereka merupakan calon pemimpin
bangsa ini di masa depan.
2
BAB II ISI
PEMBAHASAN
A.Konsep dan Indikator Kemiskinan Versi Pemerintah Indonesia
Masalah kemiskinan bisa ditinjau dari lima sudut, yaitu persentase penduduk miskin,
pendidikan (khususnya angka buta huruf), kesehatan (antara lain angka kematian bayi dan
anak balita kurang gizi), ketenagakerjaan,dan ekonomi (konsumsi/kapita). Bappenas (2004)
mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang, laki-
laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk mempertahankan dan
mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat desa antara lain,
terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih,
pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman
tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi
perempuan maupun laki-laki. Untuk mewujudkan hak dasar masyarakat miskin ini, Bappenas
menggunakan beberapa pendekatan utama, antara lain pendekatan kebutuhan dasar,
pendekatan pendapatan, pendekatan kemampuan dasar, dan pendekatan objektif dan subjektif.
Pendekatan kebutuhan dasar, melihat kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan
seseorang, keluarga, dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, antara lain
pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi.
Menurut pendekatan pendapatan, kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan aset dan
alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau perkebunan, sehingga secara langsung
memengaruhi pendapatan seseorang dalam masyarakat. Pendekatan ini, menentukan secara
kaku standar pendapatan seseorang di dalam masyarakat untuk membedakan kelas sosialnya.
Pendekatan kemampuan dasar menilai kemiskinan sebagai keterbatasan kemampuan dasar
seperti kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan fungsi minimal dalam
masyarakat. Keterbatasan kemampuan ini menyebabkan tertutupnya kemungkinan bagi orang
miskin terlibat dalam pengambilan keputusan. Pendekatan obyektif atau sering juga disebut
sebagai pendekatan kesejahteraan menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang harus
dipenuhi agar keluar dari kemiskinan. Pendekatan subyektif menilai kemiskinan berdasarkan
pendapat atau pandangan orang miskin sendiri (Stepanek, 1985).
Keterbatasan kecukupan dan mutu pangan dilihat dari stok pangan yang terbatas,
rendahnya asupan kalori penduduk miskin dan buruknya status gizi bayi, anak balita, dan ibu.
Sekitar 20 persen penduduk dengan tingkat pendapatan terendah hanya mengonsumsi 1.571
kkal per hari. Kekurangan asupan kalori, yaitu kurang dari 2.100 kkal per hari, masih dialami
oleh 60 persen penduduk berpenghasilan terendah (BPS, 2004); Kasus mengenai gizi buruk
tahun ini meningkat cukup signifikan, pada tahun 2005 tercatat 1,8 juta jiwa anak balita
penderita gizi buruk, dan pada bulan Oktober 2006 sudah tercatat 2,3 juta jiwa anak yang
menderita gizi buruk.
Keterbatasan akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan disebabkan oleh kesulitan
mendapatkan layanan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya
pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, dan kurangnya layanan kesehatan reproduksi, jarak
fasilitas layanan kesehatan yang jauh, biaya perawatan dan pengobatan yang mahal. Di sisi
lain, utilisasi rumah sakit masih didominasi oleh golongan mampu, sedangkan masyarakat
miskin cenderung memanfaatkan pelayanan di Puskesmas. Demikian juga persalinan yang
dibantu oleh tenaga kesehatan, pada penduduk miskin hanya sebesar 39,1 persen dibanding
82,3 persen pada penduduk kaya. Asuransi kesehatan sebagai suatu bentuk sistem jaminan
sosial hanya menjangkau 18,74 persen (BPS, 2001) penduduk, dan hanya sebagian kecil di
antaranya penduduk miskin.
Keterbatasan akses terhadap air bersih terutama disebabkan oleh terbatasnya
penguasaan sumber air dan menurunnya mutu sumber air. Dalam hal lemahnya kepastian
kepemilikan dan penguasaan tanah, masyarakat miskin menghadapi masalah ketimpangan
struktur penguasaan dan pemilikan tanah, serta ketidakpastian dalam penguasaan dan
pemilikan lahan pertanian. Kehidupan rumah tangga petani sangat dipengaruhi oleh aksesnya
terhadap tanah dan kemampuan mobilisasi anggota keluarganya untuk bekerja di atas tanah
pertanian. Dilihat dari lemahnya jaminan rasa aman, data yang dihimpun UNSFIR
menggambarkan bahwa dalam waktu 3 tahun (1997-2000) telah terjadi 3.600 konflik dengan
korban 10.700 orang, dan lebih dari 1 juta jiwa menjadi pengungsi. Meskipun jumlah
pengungsi cenderung menurun, tetapi pada tahun 2001 diperkirakan masih ada lebih dari
850.000 pengungsi di berbagai daerah konflik.
B. Kriteria Kemiskinan Bank Dunia
Publikasi Bank Dunia (2001) berisi pembahasan komprehensif tentang agenda
penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Salah satu tema yang dikemukakan adalah perlunya
memperluas definisi, fakta, dan tujuan dari program anti kemiskinan. Selain “pujian” bahwa
sampai dengan krisis 1997-98 Indonesia mampu mencapai hasil “spektakuler” dalam
mengurangi jumlah penduduk miskin, Bank Dunia juga memberikan kritik bahwa pendekatan
yang diterapkan Indonesia dalam penanggulangan kemiskinan terlalu menitikberatkan pada
target angka. Garis kemiskinan misalnya, ditekankan pada pengeluaran untuk memenuhi
kebutuhan hidup dalam arti yang sangat sempit. Target angka dikombinasikan dengan
pendekatan pembangunan yang bersifat atas-bawah telah mengesampingkan banyak dimensi
kemiskinan yang meskipun sulit diukur, tetapi sangat penting. Dengan hanya melihat mereka
yang secara statistik masuk dalam kategori di bawah garis kemiskinan, pendekatan ini
menyempitkan ruang lingkup kemiskinan dan menjauhkan dari realitas penduduk miskin yang
lebih dinamis.
Mengabaikan angka dan menjauhkan diri dari target matematik tentu juga tidak mungkin,
karena bagaimanapun angka tetap diperlukan. Di lain pihak, terlalu menitikberatkan pada
pencapaian target statistik juga tidak bijaksana karena terlalu menyederhanakan masalah.
Bank Dunia kemudian merekomendasikan penggunaan indikator pembangunan internasional
yang disusun oleh wakil dari komunitas internasional dan Indonesia termasuk salah satu
anggotanya. Perluasan target penanggulangan kemiskinan seperti disarankan oleh Bank Dunia
tersebut lebih terfokus pada kedalaman target yang telah ditetapkan selama ini. Pada dimensi
standar kehidupan materiil misalnya, proporsi penduduk miskin tahun 1999 adalah 27%,
sehingga kemungkinan target pada tahun 2004 adalah sebesar 13,5%. Pada dimensi sumber
daya manusia dapat juga dikembangkan target misalnya angka tamat pendidikan dasar pada
kelompok penduduk paling miskin, tingkat kematian bayi maupun tingkat kesehatan.
Demikian pula akses terhadap prasarana, apakah akses kelompok paling miskin terhadap
sumber daya air maupun sanitasi dapat ditingkatkan lima tahun mendatang. Peningkatan
partisipasi kalangan penduduk miskin dalam keputusan politik setempat yang memengaruhi
kehidupan mereka, melalui program tertentu, merupakan hal yang tidak kalah pentingnya.
Selama kurun waktu 1975–1995 Indonesia telah berhasil dalam mengurangi kemiskinan
terutama diukur melalui penurunan jumlah penduduk miskin dari 64,3% pada tahun 1975
menjadi hanya 11,4% pada tahun 1995. Pada tahun yang sama umur harapan hidup mengalami
peningkatan dari 47,9 tahun menjadi 63,7 tahun, angka kematian bayi per seribu kelahiran bisa
ditekan dari 118 menjadi 51, tingkat partisipasi sekolah dasar meningkat dari 75,6 menjadi 95,
dan tingkat partisipasi sekolah menengah juga meningkat dari 13 menjadi 55%.
Ukuran yang digunakan untuk mengukur kemiskinan dengan paritas kekuatan pembelian,
yaitu penduduk yang hidup di bawah 1 dollar AS per hari dan 2 dollar AS per hari (Tamar
Manuelyan Atinc). Bank Dunia melaporkan bahwa 49% dari seluruh penduduk Indonesia
hidup dalam kondisi miskin dan rentan menjadi miskin. Dalam hitungan per kepala, 49% dari
seluruh penduduk Indonesia berarti 108,78 juta jiwa dari 220 juta jiwa penduduk Indonesia.
Di Indonesia pada tahun 1999, penduduk yang hidup di bawah 1 dollar per hari sebanyak 7,7
persen. Namun, jika dihitung dengan menggunakan 2 dollar AS per hari ada 55 persen.
Perbedaan angka yang jauh ini, yakni dari 55 persen ke 7,7 persen memiliki makna bahwa
banyak sekali masyarakat Indonesia yang hidup di atas 1 dollar AS per hari, tapi masih di
bawah 2 dollar AS. Pemerintah harus menjaga kestabilan makro ekonomi kalau tidak mau
jumlah penduduk miskin bertambah.
Secara umum, indikator untuk mengukur kaya, miskin, setengah miskin, hingga sangat
miskin, sebaiknya dilakukan oleh masyarakat. Orang miskin yang aktif bekerja ini dalam
terminologi World Bank disebut economically active poor atau pengusaha mikro. Dan
meninjau struktur konfigurasi ekonomi Indonesia secara keseluruhan, dari 39,72 juta unit
usaha yang ada, sebesar 39,71 juta (99,97%) merupakan usaha ekonomi rakyat atau sering
disebut usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dan bila kita menengok lebih dalam lagi,
usaha mikro merupakan mayoritas, sebab berjumlah 98% dari total unit usaha atau 39 juta
usaha (Tambunan, 2002).
4
C.Penyebab kegagalan
Pada dasarnya ada dua faktor penting yang dapat menyebabkan kegagalan program
penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Pertama, program-program penanggulangan
kemiskinan selama ini cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk orang
miskin. Hal tersebut antara lain berupa beras untuk rakyat miskin dan program jaring
pengaman sosial (JPS) untuk orang miskin. Upaya seperti ini akan sulit menyelesaikan
persoalan kemiskinan yang ada karena sifat bantuan tidaklah untuk pemberdayaan, bahkan
dapat menimbulkan ketergantungan. Program-program bantuan yang berorientasi pada
kedermawanan pemerintah ini justru dapat memperburuk moral dan perilaku masyarakat
miskin. Program bantuan untuk orang miskin seharusnya lebih difokuskan untuk
menumbuhkan budaya ekonomi produktif dan mampu membebaskan ketergantungan
penduduk yang bersifat permanen. Di lain pihak, program-program bantuan sosial ini juga
dapat menimbulkan korupsi dalam penyalurannya. Alangkah lebih baik apabila dana-dana
bantuan tersebut langsung digunakan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia
(SDM), seperti dibebaskannya biaya sekolah, seperti sekolah dasar (SD) dan sekolah
menengah pertama (SMP), serta dibebaskannya biaya- biaya pengobatan di pusat kesehatan
masyarakat (puskesmas).
Faktor kedua yang dapat mengakibatkan gagalnya program penanggulangan
kemiskinan adalah kurangnya pemahaman berbagai pihak tentang penyebab kemiskinan itu
sendiri sehingga program-program pembangunan yang ada tidak didasarkan pada isu-isu
kemiskinan, yang penyebabnya berbeda-beda secara lokal.
Sebagaimana diketahui, data dan informasi yang digunakan untuk program-program penanggulangan kemiskinan selama ini adalah data makro hasil Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) oleh BPS dan data mikro hasil pendaftaran keluarga prasejahtera dan sejahtera I oleh BKKBN. Kedua data ini pada dasarnya ditujukan untuk kepentingan perencanaan nasional yang sentralistik, dengan asumsi yang menekankan pada keseragaman dan fokus pada indikator dampak. Pada kenyataannya, data dan informasi seperti ini tidak akan dapat mencerminkan tingkat keragaman dan kompleksitas yang ada di Indonesia sebagai negara besar yang mencakup banyak wilayah yang sangat berbeda.
5
D.Strategi Penanggulangan Kemiskinan
Strategi untuk mengatasi krisis kemiskinan tidak dapat lagi dilihat dari satu dimensi saja
(pendekatan ekonomi), tetapi memerlukan diagnosa yang lengkap dan menyeluruh (sistemik)
terhadap semua aspek yang menyebabkan kemiskinan secara lokal.
Berikut beberapa program pengentasan rakyat miskin : (Litbang KOMPAS)
1. Era Presiden Soekarno :
~ Pembangunan Nasional Berencana 8 tahun (Penasbede)
2. Era Presiden Soeharto :
~ Repelita I – IV melalui program Sektoral & Regional
~ Repelita IV – V melalui program Inpres Desa Tertinggal
~ Program Pembangunan Keluarga Sejahtera
~ Program Kesejahteraan Sosial
~ Tabungan Keluarga Sejahtera
~ Kredit Usaha Keluarga Sejahtera
~ GN-OTA
~ Kredit Usaha Tani
3. Era Presiden BJ Habiebie :
~ Jaring Pengaman Sosial
~ Program Penanggulangan Kemiskinan & Perkotaan
~Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal
~ Program Pengembangan Kecamatan
4. Era Presiden Gusdur :
~ Jaring Pengaman Sosial
~ Kredit Ketahanan Pangan
~ Program Penangggulangan Kemiskinan & Perkotaan
5. Era Presiden Megawati :
~ Pembentukan Komite Penganggulangan Kemiskinan
~ Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
6. Era Presiden SBY :
~ Pembentukan Tim Koordinasi Penganggulangan Kemiskinan
~ Bantuan Langsung Tunai
~ Program Pengembangan Kecamatan
~ Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
~ Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Untuk lebih memfokuskan tujuan penanggulangan kemiskinan maka data penduduk miskin dikelompokkan dalam (a) Usia lebih dari 55 tahun (aging poor), yaitu kelompok masyarakat yang tidak lagi produktif (usia sudah lanjut, miskin dan tidak produktif). Untuk kelompok tersebut program pemerintah yang dilaksanakan adalah pelayanan sosial. (b) Usia di bawah 15 tahun (young poor), yaitu kelompok masyarakat yang belum produktif (usia sekolah, belum bisa bekerja). Program pemerintah yang dilakukan yaitu penyiapan sosial. (c) Usia antara 15-55 tahun (productive poor), yaitu usia sedang tidak produktif (usia kerja tetapi
6
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Total Kemiskinan Penduduk Indonesia menurut Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia
berbeda cukup signifikan. Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa
prosentase penduduk miskin di Indonesia sebanyak 17,76% pada tahun 2006. Sedangkan Bank
Dunia melaporkan sebanyal 49%. Hal ini disebabkan karena indikator yang digunakan
berbeda. Indikator kemiskinan menurut Bank Dunia adalah pengeluaran dibawah $2 per hari.
Sedangkan menurut Pemerintah Republik Indonesia aadalah pengeluaran dibawah $1.55.
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi
kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang
sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan
bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung
Head Count Index (HCI), yaitu persentase penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan.
penduduk yang hidup di bawah 1 dollar AS per hari dan 2 dollar AS per hari (Tamar
Manuelyan Atinc).
Di Indonesia pada tahun 1999, penduduk yang hidup di bawah 1 dollar per hari
sebanyak 7,7 persen. Namun, jika dihitung dengan menggunakan 2 dollar AS per hari ada 55
persen. Perbedaan angka yang jauh ini, yakni dari 55 persen ke 7,7 persen memiliki makna
bahwa banyak sekali masyarakat Indonesia yang hidup di atas 1 dollar AS per hari, tapi masih
di bawah 2 dollar AS. Pemerintah harus menjaga kestabilan makro ekonomi kalau tidak mau
jumlah penduduk miskin bertambah.
Salah satu tujuan utama dari proses pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa
Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik materiil maupun spirituil
secara adil dan merata. Tujuan ini akan tercapai bila bangsa Indonesia mampu menanggulangi
kemiskinan. Salah satu upaya penanggulangan kemiskinan adalah dengan memberdayakan
usaha mikro, kecil, dan menengah karena usaha ini telah mampu membuktikan diri sebagai
landasan perekonomian Indonesia melalui ketahanan diri yang dibuktikan selama krisis
ekonomi melanda Indonesia. Selain itu UMKM merupakan sektor yang diperani oleh sebagian
besar masyarakat Indonesia. Usaha pemberdayaan dan pengembangan UMKM dalam rangka
penanggulangan kemiskinan ini tidak dapat dilakukan secara individual namun harus
melibatkan berbagai stakeholder yang ada seperti pemerintah, dunia usaha, dan swasta yang
merupakan sektor yang menjadi landasan perekonomian Indonesia, LSM, akademisi,
lembaga-lembaga donor, dan lain-lain.
Pengembangan UMKM dalam konteks penanggulangan kemiskinan tidak bisa lepas
dari peran LKM karena LKM merupakan pihak yang selama ini mampu memberikan
dukungan kepada UMKM khususnya dalam hal sumberdaya finansial di saat pihak perbankan
komersial tidak mampu menjangkaunya karena karakteristik yang melekat pada UMKM
sendiri. Berangkat dari fenomena ini maka tidak dapat dipungkiri bahwa pemberdayaan LKM
merupakan salah satu prasyarat mutlak yang harus dipenuhi dalam rangka pengembangan
UMKM yang diarahkan untuk menanggulangi kemiskinan. Pemberdayaan LKM harus
mencakup dua aspek, yaitu aspek regulasi dan penguatan kelembagaan. Kedua aspek ini tidak
boleh berdiri sendiri namun harus saling terkait dan mendukung sehingga mampu membentuk
sinergi dalam mengembangkan UMKM yang diarahkan untuk menanggulangi kemiskinan.
Pemerintah Daerah memiliki peran strategis dalam penanggulangan kemiskinan. Oleh
karena itu daerah harus membentuk Komite Penanggulangan Kemiskinan tingkat daerah
sebagai forum koordinasi dan sinkronisasi seluruh program penanggulangan kemiskinan yang
dilaksanakan oleh pemerintah maupun non-pemerintah. KPK daerah harus mampu
mengidentifikasi masalahnya sendiri, memecahkan masalah, melaksanakan program,
mengevaluasi dan akhirnya menyempurnakan program sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
7
DAFTAR PUSTAKA
1. Herlambang,tedy dkk.2001 Ekonomi Makro: Teori ekonomi dan kebijakan.Jakarta
PT.Gramedia Pustaka Utama
2. Sukirno.Sadono.2005 Makro ekonomi Modern.Jakarta : PT.Grafindo persada
3. Kumpulan ilmu ekonomi 2010
4. www.ekonomi rakyat.org/index 1 php.
8