Upload
lamthuy
View
265
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN
KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN
PADA PASIEN SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS
DI RUANG RAWAT ANAK LANTAI TIGA SELATAN
RSUP FATMAWATI JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
YUNI AZIZAH
1006823633
PEMINATAN KEPERAWATAN ANAK
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
DEPOK
JULI, 2013
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN
KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN
PADA PASIEN SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS
DI RUANG RAWAT ANAK LANTAI TIGA SELATAN
RSUP FATMAWATI JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Ners
YUNI AZIZAH
1006823633
PEMINATAN KEPERAWATAN ANAK
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
DEPOK
JULI, 2013
i
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya Ilmiah Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber
baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Yuni Azizah
NPM : 1006823633
Tanda Tangan :
Tanggal : 11 Juli 2013
ii
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
LEMBAR PENGESAHAN
Karya Ilmiah Akhir ini diajukan oleh :
Nama : Yuni Azizah
Program Studi : Profesi Ners
Judul Kara Ilmiah : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan
Masyarakat Perkotaan Pada Pasien Sistemik
Lupus Eritematosus Di Ruang Rawat Anak Lantai
Tiga Selatan RSUP Fatmawati Jakarta
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners,
pada Program Studi Profesi Ners, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas
Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing
:
Nur Agustini, S.Kp., M.Si,
NIP. 197008191995122001
Penguji
:
Dessie Wanda, S.Kp., M.N
NIP. 197312171998022001
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 11 Juli 2013
iii
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia
dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ini dengan judul
“Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pada
Pasien Sistemik Lupus Eritematosus Di Ruang Rawat Anak Lantai 3 Selatan
RSUP Fatmawati Jakarta, Jakarta”. Karya Ilmiah Akhir ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Ners Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
sangatlah sulit untuk menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Nur Agustini, S.Kp., M.Si, selaku pembimbing yang telah berkenan
meluangkan waktu, memberikan arahan, dan masukan dalam penulisan karya
ilmiah aikhir ini.
2. Kuntarti, SKp., M.Biomed, selaku katua program studi profesi Ners
3. Dewi Irawaty, MA, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Indonesia.
4. Ibu Dessie Wanda, S.Kp., M.N selaku penguji karya ilmiah akhir, atas
masukan dan arahannya.
5. Staf dosen, staf akademik, sekretariat dan karyawan serta segenap civitas
Akademika FIK-UI yang selalu membantu dan memberikan informasi yang
dibutuhkan penulis selama proses penyusunan karya ilmiah akhir ini..
6. Ns. Ngatmi, S.Kep, selaku Kepala Ruangan lantai III Selatan RSUP
Fatmawati sekaligus pembimbing lapangan yang mengarahkan setiap kegiatan
kemahasiswaan
7. Rekan-rekan perawat ruang rawat anak lantai III Selatan RSUP Fatmawati,
Jakarta yang telah membantu penulis selama proses penyusunan karya ilmiah
akhir ini.
iv
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
8. Orang-orang terdekat, orang tua, suami yang selalu mendukung, dan
menemani selama penulis menjalani masa studi baik moril maupun materil,
putra-putraku tercinta Alfan dan Azka Rayyan yang selalu menyemangati
dengan canda tawa.
9. Rekan-rekan satu angkatan program profesi Ners 2012-2013 atas bantuan,
dukungan, dan kebersamaannya.
10. Rekan-rekan satu peminatan keperawatan anak, atas kebersamaan,
kekompakan, dan solidaritasnya
11. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang turut
membantu sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah ini dapat
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu keperawatan.
Depok, 11 Juli 2013
Penulis
v
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan
dibawah ini:
Nama : Yuni Azizah
NPM : 1006823633
Program Studi : Profesi Ners
Fakultas : Ilmu Keperawatan
Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
“Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pada
Pasien Sistemik Lupus Eritematosus Di Ruang Rawat Anak Lantai Tiga Selatan
RSUP Fatmawati Jakarta”
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/ pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di: Depok
Pada tanggal: 11 Juli 2013
Yang Menyatakan
(Yuni Azizah)
vi
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Yuni Azizah
Program Studi : Program Profesi Ners
Judul : “Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan
Masyarakat Perkotaan Pada Pasien Sistemik Lupus
Eritematosus Di Ruang Rawat Anak Lantai Tiga Selatan
RSUP Fatmawati Jakarta.”
Keikutsertaan peran keluarga dalam penatalaksanaan medis pada penderita
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) menjadi indikator penting dalam
mempertahankan kualitas hidup yang baik untuk mencegah terjadinya
eksaserbasi. Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk memberikan gambaran
asuhan keperawatan pada anak yang menderita SLE, dan menyiapkan keluarga
serta merawat anggota keluarga dengan SLE. Discharge planning sebagai salah
satu bagian dari intervensi keperawatan untuk mempertahankan kontinuitas
perawatan yang komprehensif dan aplikatif bagi perawat dan keluarga. Discharge
planning memberikan dampak yang positif, yaitu dapat memastikan dengan aman
kapan pasien siap untuk dipulangkan. Hasil karya ilmiah ini menyarankan instansi
pelayanan dapat menjadikan discharge planning sebagai bagian dari proses
keperawatan terintegrasi khususnya pada pasien dengan penyakit kronik.
Kata kunci: Discharge Planning, Sistemik Lupus Eritematosus SLE)
ABSTRACT
Name : Yuni Azizah
Study Program : Profession of Nursing Program
Title : “Analysis Of Urban Nursing Practice in Patient With
Systemic Lupus Erythematosus at Pediatric Ward
Fatmawati Hospital”
Family role of medical management in patients with Systemic Lupus
Erythematosus (SLE) to be an important indicator in maintaining a good quality
of life to prevent exacerbations. The purpose of this papers is intended to provide
an overview of nursing care to children with SLE, and set up a family in caring
for family members with SLE. Discharge planning as a part of nursing
interventions to maintain continuity and comprehensive care applicable to nurses
and families. Discharge planning have a positive impact, can ensure the safety
when the patient is ready to be discharged. The results suggest that health care
providers can make discharge planning as a part of an integrated nursing process
especially in patients with chronic disease.
Keyword: Discharge Planning, Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
vii
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................... vi
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...... ........................................................................................... viii
DAFTAR SKEMA ......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. ....... x
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. Ruang Lingkup ................................................................................ 3
1.3. Tujuan Penulisan ............................................................................. 4
1.4. Manfaat Penulisan ........................................................................... 4
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Teori Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) ......................... 5
2.1.1 Pengertian ............................................................................... 5
2.1.2 Etiologi ................................................................................... 5
2.1.3 Patofisiologi ........................................................................... 6
2.1.4 Kriteria Diagnosis dan Menifestasi Klinis.............................. 6
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang .......................................................... 7
2.1.6 Penatalaksanaan Medis ........................................................... 7
2.1.7 Manajemen Keperawatan ....................................................... 9
2.2 Discharge Planning .......................................................................... 10
3. LAPORAN KASUS
3.1 Gambaran Kasus .............................................................................. 14
3.2 Pengkajian ....................................................................................... 14
3.3 Diagnosa Keperawatan .................................................................... 16
3.4 Rencana Asuhan Keperawatan ........................................................ 16
3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan ........................................ 16
4. Analisis Situasi
4.1 Profil Lahan Praktik ........................................................................ 20
4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait Keperawatan
Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP) dan Kasus Terkait ...... 21
4.3 Analisis Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait ............. 25
4.4 Alternatif Pemecahan yang Dilakukan ............................................ 26
5. Penutup
5.1 Simpulan ......................................................................................... 29
5.2 Saran ............................................................................................... 30
6. DAFTAR REFERENSI
viii
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1 Web Of Causation (WOC)....................................................... 23
ix
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Format Pengkajian Anak
Lampiran 2 Rencana Asuhan Keperawatan
Lampiran 3 Catatan Perkembangan Implementasi Dan Evaluasi
Lampiran 4 Ceklist Discharge Planning
x
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang
kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia (Kompas, 2006 dalam
(Hidayat, 2008). Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan bangsa,
sebab anak sebagai generasi penerus bangsa memiliki kemampuan yang dapat
dikembangkan dalam meneruskan pembangunan bangsa. Berdasarkan alasan
tersebut, masalah kesehatan anak diprioritaskan dalam perencanaan atau penataan
pembangunan bangsa (Kompas, 2006 dalam (Hidayat, 2008).
Pembangunan bangsa yang semakin hari semakin pesat yang ditunjukkan dengan
kemajuan teknologi, pangan, dan papan banyak berdampak kepada perubahan
pola fikir, gaya hidup yang tanpa disadari hal tersebut akan berdampak kepada
status kesehatan. Pola hidup adalah hubungan antara anggota masyarakat,
komunitas, dan lingkungan sekitarnya yang bergantung pada kebiasaan
melakukan hubungan antar pribadi, melaksanakan nilai- nilai budaya, dan
menerapkan kebiasaan-kebiasaan yang dianggap telah menjadi tradisi. Terkadang
pola hidup seseorang bukan merupakan gaya hidup atau kebiasaan yang
dipilihnya, namun ini berhubungan dengan lingkungan dimana orang tersebut
hidup dan berinteraksi. Pola hidup masyarakat menggambarkan suatu kondisi
kehidupan yang dipengaruhi oleh lingkungan (Eckersley, 1992; Lawrence, 1999
dalam (M. E., Melanie, Nies, & A, 2001).
Perubahan pola penyakit di negara berkembang dan maju seperti Indonesia terjadi
pergeseran pola penyakit dari penyakit menular ke penyakit non-infeksi, tetapi hal
ini tidak berarti negara maju telah terbebas dari masalah penyakit menular
(Budiarto & Anggraeni, 2003). Penyakit non-infeksi yang dapat muncul dan
berkembang pesat salah satunya adalah penyakit autoimun Sistemik Lupus
Eritematosus (SLE).
1
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
SLE merupakan penyakit autoimun yang bersifat sistemik dan selama lebih dari
empat dekade angka kejadian SLE meningkat tiga kali lipat 51/100.000 menjadi
antara 122 sampai 124/100.000 penduduk di dunia (Farkhati, Hapsara, & Satria,
2012). Di Indonesia, jumlah penderita penyakit SLE secara tepat belum diketahui,
diperkirakan mencapai jumlah 1,5 juta orang (Puskom Ayo Sehat Indonesia,
2011). Dibagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta terjadi
peningkatan SLE rata-rata 5-6 pasien per tahun dengan survival pada tahun
kelima sebesar 65% (Farkhati, Hapsara, & Satria, 2012).
SLE adalah penyakit autoimun sistemik yang ditandai dengan adanya
autoantibodi terhadap autoantigen, pembentukan kompleks imun, dan disregulasi
sistem imun, menyebabkan kerusakan pada beberapa organ tubuh. Perjalanan
penyakitnya bersifat episodik (berulang) yang diselingi periode sembuh. Pada
setiap penderita, peradangan akan mengenai jaringan dan organ yang berbeda
(Mok & Lau, 2013)
Beratnya penyakit bervariasi mulai dari penyakit yang ringan sampai penyakit
yang menimbulkan kecacatan, tergantung dari jumlah dan jenis antibodi yang
muncul dan organ yang terkena. Perjalanan penyakit SLE sulit diduga dan sering
berakhir dengan kematian. Karenanya SLE harus dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding bila anak mengalami demam yang tidak diketahui
penyebabnya, artralgia, anemia, nefritis, psikosis, dan fatigue. Penyebab
terjadinya SLE belum diketahui secara pasti, namun berbagai faktor dianggap
berperan dalam disregulasi sistem imun, diantaranya jenis kelamin, hormonal,
faktor lingkungan, makanan dan faktor kimia (Mok & Lau, 2013).
SLE merupakan penyakit autoimun menahun yang diderita penderita seumur
hidup, oleh karena itu pentingnya penatalaksanaan medis dengan tujuan
mengontrol manifestasi penyakit, sehingga anak dapat memiliki kualitas hidup
yang baik tanpa eksaserbasi berat, sekaligus mencegah kerusakan organ serius
yang dapat menyebabkan kematian (Hockenberry & Wilson, 2009). Perawatan
2
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
serta pemahaman keluarga mengenai penyakit harus dioptimalkan sehingga dapat
ikut serta mencegah terjadinya eksaserbasi dan komplikasi akibat penyakit.
Discharge planning telah menjadi bagian dari keperawatan dan diakui sebagai
aspek penting dari perawatan pasien saat masuk sampai dengan pemulangan.
Perencanaan pulang adalah proses dimana pasien dibantu untuk mengembangkan
rencana perawatan untuk pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, bahkan setelah
ia dapat keluar dari rumah sakit (Felong, 2008).
Tujuan daripada discharge planning adalah untuk mempertahankan kontinuitas
perawatan yang komprehensif dan aplikatif bagi perawat dan keluarga (Felong,
2008). Selain daripada itu tujuan discharge planning adalah untuk memastikan
dengan aman kapan pasien siap untuk dipulangkan (Mutch & Murphy, 2008).
Keuntungan discharge planning bagi pasien adalah dapat memenuhi kebutuhan
pasien, merasakan bahwa dirinya adalah bagian dari proses perawatan sebagai
bagian yang aktif dan bukan objek yang tidak berdaya, menyadari haknya untuk
dipenuhi segala kebutuhannya, merasa nyaman untuk kelanjutan perawatannya
dan memperoleh support sebelum timbulnya masalah, pasien atau keluarga dapat
memilih prosedur perawatannya, dan mengerti apa yang terjadi pada dirinya.
Sedangkan keuntungan bagi perawat adalah merasakan bahwa keahliannya
diterima dan dapat digunakan, menerima informasi kunci setiap waktu,
memahami perannya dalam sistem, dapat mengembangkan keterampilan dalam
prosedur yang baru, memiliki kesempatan untuk bekerja dalam setting yang
berbeda dan cara yang berbeda dan perawat dapat bekerja dalam suatu sistem
dengan efektif.
1.2 Ruang Lingkup
Ruang lingkup penulisan karya ilmiah ini adalah asuhan keperawatan pada anak
dengan SLE (Sistemik Lupus Eritematosus) di ruang rawat anak lantai tiga
gedung Teratai Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
3
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan umum penulisan karya ilmuah akhir ini adalah untuk melakukan
asuhan keperawatan pada anak dengan SLE (Sistemik Lupus
Eritematosus)
1.3.2 Tujuan Khusus
Secara khusus tujuan penulisan karya ilmiah akhir ini adalah agar
mahasiswa dapat:
1. Melakukan pengkajian pasien dengan SLE
2. Merumuskan diagnosa keperawatan pasien dengan SLE
3. Menyusun rencana intervensi pasien dengan SLE
4. Melakukan implementasi keperawatan pasien dengan SLE
5. Melakukan evaluasi keperawatan pasien dengan SLE
6. Menerapkan aplikasi discharge planning pada pasien dengan SLE
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Pasien
Dapat mendapatkan asuhan keperawatan yang optimal dan komprehensif
mengenai penyakit yang dialami dan kondisi seperti apa yang harus
dilakukan saat pasien di rumah sakit dan ketika pulang (dirumah tinggal).
1.4.2 Bagi pelayanan kesehatan
Memberikan manfaat dalam meningkatkan mutu layanan kesehatan secara
maksimal dan dapat menjadi masukan pada perawat ruangan dalam
mengelola pasien dengan SLE.
1.4.3 Bagi perkembangan ilmu keperawatan
Memberikan kontribusi dan pengembangan ilmu keperawatan sebagai
lahan referensi dalam melakukan asuhan keperawatan.
4
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Teori Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
2.1.1 Definisi
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) merupakan penyakit multisistem yang kronik,
penyakit autoimun dari jaringan ikat dan pembuluh darah yang ditandai dengan
adanya inflamasi pada jaringan tubuh (Hockenberry & Wilson, 2009). SLE juga
dikatakan sebagai penyakit autoimun menahun yang menyerang daya tahan tubuh
dan peradangan seperi pada kulit dan persendian (Puskom, 2011). SLE adalah
penyakit autoimun sistemik yang ditandai dengan adanya autoantibodi terhadap
autoantigen, pembentukan kompleks imun, dan disregulasi sistem imun,
menyebabkan kerusakan pada beberapa organ tubuh. Perjalanan penyakitnya
bersifat episodik (berulang) yang diselingi periode sembuh. Pada setiap penderita,
peradangan akan mengenai jaringan dan organ yang berbeda (Mok & Lau, 2013).
Beratnya penyakit bervariasi mulai dari penyakit yang ringan sampai penyakit
yang menimbulkan kecacatan, tergantung dari jumlah dan jenis antibodi yang
muncul dan organ yang terkena. Perjalanan penyakit SLE sulit diduga dan sering
berakhir dengan kematian. Penyebab terjadinya SLE belum diketahui. Berbagai
faktor dianggap berperan dalam penmpangan regulasi sistem imun. Pada anak
perempuan, awitan SLE banyak ditemukan pada umur 9-15 tahun dengan
perbandingan pada jenis kelamin perempuan dan laki-laki sekitar 10:1 (Black &
Hawks, 2009).
2.1.2 Etiologi
Penyebab atau etiologi dari SLE tidak diketahui secara pasti, namun ada beberapa
faktor predisposisi yang dapat menimbulkan penyakit SLE, yaitu faktor jenis
kelamin, hormonal, dan faktor faktor genetik dapat menjadi predisposisi
terjadinya SLE, hal ini dibuktikan konkordansi penyakit SLE pada kembar identik
adalah sekitar 20-25% dan bahwa dalam kembar dizigot adalah sekitar 5% (Mok
& Lau, 2013).
5
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Selain faktor diatas, faktor lingkungan yang dapat menjadi relevan dengan
kejadian SLE diantaranya faktor kimia seperti pewarna rambut, sinar ultraviolet,
rokok, obat-obatan (procainamide, hydralazine, chlorpomazine, isoniazid,
phenytoin, penicillamine), faktor makanan (L-canavanine/alfalfa sprouts, dan
intake lemak jenuh yang berlebihan, faktor agen infeksius seperti retrovirus dan
endotoksin atau bakterial DNA, faktor hormon (hormonal replacement therapy,
kontrasepsi oral, dan prenatal yang terekspose dengan estrogen) (Mok & Lau,
2013).
2.1.3 Patofisiologi
Temuan patologis SLE terjadi di seluruh tubuh dan diwujudkan oleh peradangan,
kelainan pembuluh darah yang mencakup baik vasculopathy dan vaskulitis, dan
deposisi kompleks imun. Hasil SLE dari reaksi abnormal terhadap resiko tubuh itu
sendiri jaringan, sel, dan protein serum. Dengan kata lain, sebagai penyakit
autoimun, SLE ditandai dengan penurunan toleransi tubuh terhadap penyakit
(Black & Hawks, 2009).
2.1.4 Kriteria Diagnosis dan Manifestasi Klinis
Anak dengan SLE dapat memiliki manifestasi klinis dari ringan sampai
mengancam jiwa. Diagnosis mendirikan SLE ketika 4 dari 11 kriteria diagnostik
terpenuhi menurut American College Of Rheumatology (Hockenberry & Wilson,
2009), kriteria diagnosis tersebut diantaranya:
1. Eritema malar (butterfly rash) - tetap
2. Ruam diskoid – lesi eritema sebagian
3. Fotosensitivitas – kemerahan saat terpapar dengan sinar matahari
4. Ulserasi mukokutaneous oral dan nasal – rasa sakit pada mulut dan hidung
5. Artritis non erosif– bengkak, kemerahan pada sendi
6. Seroritis – pleuritis, perikarditis
7. Gangguan renal/ nefritis – proteinuria >0,5 g/ 24 jam dan sel silinder +)
8. Gangguan neurologik – psikosis, kejang
9. Gangguan hematologi – anemia hemolitik, trombositopenia, leukopenia,
limpopenia
6
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
10. Gangguan Imunologi - Antibodi antidouble stranded DNA, Antibodi
antinuklear Sm
11. Antibodi antinuklear (ANA)
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang
Darah tepi lengkap, LED, urinalisis, sel LE, ANA*, antibodi anti doublestranded-
DNA*, antibodi antifosfolipid, antibodi lain (anti-Ro, anti-La, anti-RNP), faktor
rheumatoid, titer komplemen C3, C4,dan CH50*, titer IgM ,IgG, dan IgA, uji
Coombs, kreatinin, ureum darah*, protein urin >0.5 gram/24 jam (Nefritis)*, dan
pencitraan (foto Rontgen toraks*, USG ginjal, MRI kepala). Dalam menegakkan
diagnosis tidak semua pemeriksaan laboratorium ini harus ada, tetapi pemeriksaan
awal (diberi tanda*) sebaiknya dilakukan.
2.1.6 Penatalaksanaan Medis
Lupus adalah penyakit seumur hidup, karenanya pemantauan harus dilakukan
selamanya. Tujuan pengobatan SLE adalah mengontrol manifestasi penyakit,
sehingga anak dapat memiliki kualitas hidup yang baik tanpa eksaserbasi berat,
sekaligus mencegah kerusakan organ serius yang dapat menyebabkan kematian
(Hockenberry & Wilson, 2009).
Tatalaksana primer pada SLE meliputi:
1. Mengurangi inflamasi dan meminimalisir komplikasi
Adapun obat-obatan yang dibutuhkan seperti:
a. Antiinflamasi non steroid (NSAIDs), untuk mengobati simptomatik
artralgia nyeri sendi.
b. Antimalaria, Diberikan untuk lupus diskoid. Pemakaian jangka panjang
memerlukan evaluasi retina setiap 6 bulan.
c. Kortikosteroid, Dosis rendah, untuk mengatasi gejala klinis seperti
demam, dermatitis, efusi pleura. Diberikan selama 4 minggu minimal
sebelum dilakukan penyapihan. Dosis tinggi, untuk mengatasi krisis lupus,
gejala nefritis, SSP, dan anemi hemolitik.
7
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
d. Obat imunosupresan/sitostatika, Imunosupresan diberikan pada SLE
dengan keterlibatan SSP, nefritis difus dan membranosa, anemia hemolitik
akut, dan kasus yang resisten terhadap pemberian kortikosteroid.
e. Obat antihipertensi, Atasi hipertensi pada nefritis lupus dengan agresif
f. Kalsium, Semua pasien LES yang mengalami artritis serta mendapat terapi
prednison berisiko untuk mengalami mosteopenia, karenanya memerlukan
suplementasi kalsium.
2. Dialisis atau transplantasi ginjal
Pasien dengan stadium akhir lupus nefropati, dapat dilakukan dialisis atau
transplantasi ginjal
3. Diet
Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien
memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan adalah yang
mengandung cukup kalsium, rendah lemak, dan rendah garam. Pasien
disarankan berhati-hati dengan suplemen makanan dan obat tradisional.
4. Aktivitas
Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olah raga diperlukan untuk
mempertahankan densitas tulang dan berat badan normal. Tetapi tidak boleh
berlebihan karena lelah dan stress sering dihubungkan dengan kekambuhan.
Pasien disarankan untuk menghindari sinar matahari, bila terpaksa harus
terpapar matahari harus menggunakan krim pelindung matahari (waterproof
sunblock) setiap 2 jam. Lampu fluorescence juga dapat meningkatkan
timbulnya lesi kulit pada pasien LES.
5. Penatalaksanaan infeksi
Pengobatan segera bila ada infeksi terutama infeksi bakteri. Setiap kelainan
urin harus dipikirkan kemungkinan pielonefritis.
8
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
2.1.7 Manajemen Keperawatan
Berikut web of causation daripada SLE:
Faktor lingkungan Faktor gen Neuroendokrin sistem Jenis kelamin dan hormonal
Disregulasi immunMerusak mekanisme pertahanan
DNA, apoptosis sel
APC (Antigen Presenting Cell)
Hipereaktif Sel B
Hipereaktif Sel T
Aktivasi komplemen imun kompleks
Kerusakan jaringan
Cytokine meningkat
Nyeri akut
Risiko Infeksi dan penyebaran
InflamasiHipertermia
Intoleransi aktifitas
Pemeriksaan laboratorium anti double stranded –
DNA) atau DS-DNA menunjukkan POSITIVE
Pemeriksaan laboratorium LED meningkat,
leukopenia,anemio hemolitik
Autoantibodi
GlomerulonephritisFotosensitivity à Skin rush
Nervous system diseasePericarditis, pleuritis
Gangguan integritas kulit
Bagan 1 Web Of Causation Sistemik Lupus Eritematosus
SLE merupakan penyakit penyakit autoimun yang akan diderita selama hidup
klien, hal ini perlunya pengkajian awal yang akurat untuk merencanakan
intervensi yang tepat guna mencegak komplikasi atau eksaserbasi daripada SLE.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengkajian keperawatan anak dengan SLE
adalah meliputi keluhan utama, tanda dan gejala yang timbul yang dirasakan
9
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
klien, riwayat konsumsi obat-obatan sebelumnya, dan riwayat penyakit dalam
keluarga serta riwayat imunisasi. Gejala umum yang perlu dikaji adalah riwayat
peningkayan suhu tubuh, nyeri sendi, fatigue, adanya keluhan nyeri berkemih.
Masalah keperawatan yang dapat timbul berdasarkan perjalanan penyakit yaitu
hipertermia oleh karena adanya proses inflamasi, nyeri akut pada sendi, gangguan
integritas kulit oleh karena adanya bercak kemerahan pada seluruh tubuh, risiko
penyebaran infeksi, intoleransi aktivitas dan gangguan body image (Black &
Hawks, 2009).
Berdasarkan masalah keperawatan yang dapat terjadi pada penderita SLE tersebut
diatas, intervensi keperawatan yang akurat, tepat dan sesuai kebutuhan pasien,
akan sangat membantu terciptanya prinsip keperawatan pada SLE, yaitu untuk
mempertahankan keadaan yang optimal dan meminimalisir komplikasi yang
mungkin terjadi akibat SLE (Hockenberry & Wilson, 2009). Secara konsisten,
pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan selama perawatan sampai
dengan memasuki proses pemulangan.
2.2 Perencanaan Pulang (Discharge Planning)
2.2.1 Pengertian
Discharge planning telah menjadi bagian dari keperawatan dan diakui sebagai
aspek penting dari perawatan pasien saat masuk sampai dengan pemulangan.
Perencanaan pulang adalah proses dimana pasien dibantu untuk mengembangkan
rencana perawatan untuk pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, bahkan setelah
ia dapat keluar dari rumah sakit (Felong, 2008).
Tujuan daripada discharge planning adalah untuk mempertahankan kontinuitas
perawatan yang komprehensif dan aplikatif bagi perawat dan keluarga (Felong,
2008). Selain daripada itu tujuan discharge planning adalah untuk memastikan
dengan aman kapan pasien siap untuk dipulangkan (Mutch & Murphy, 2008).
Keuntungan discharge planning bagi pasien adalah dapat memenuhi kebutuhan
pasien, merasakan bahwa dirinya adalah bagian dari proses perawatan sebagai
bagian yang aktif dan bukan objek yang tidak berdaya, menyadari haknya untuk
10
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
dipenuhi segala kebutuhannya, merasa nyaman untuk kelanjutan perawatannya
dan memperoleh support sebelum timbulnya masalah, pasien atau keluarga dapat
memilih prosedur perawatannya, dan mengerti apa yang terjadi pada dirinya.
Sedangkan keuntungan bagi perawat adalah merasakan bahwa keahliannya
diterima dan dapat digunakan, menerima informasi kunci setiap waktu,
memahami perannya dalam sistem, dapat mengembangkan keterampilan dalam
prosedur yang baru, memiliki kesempatan untuk bekerja dalam setting yang
berbeda dan cara yang berbeda dan perawat dapat bekerja dalam suatu sistem
dengan efektif.
Menurut The Royal Marsden Hospital (2004) tahap model klinik discharge
planning yang dapat dilakukan pada pasien atau keluarga adalah:
a. Seleksi pasien yang akan dilakukan discharge planning
Deskripsikan karakteristik pasien yang membutuhkan discharge planning dan
rujukan ke pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:
1) Kurang pengobatan tentang rencana pengobatan
2) Isolasi sosial
3) Diagnosa baru penyakit kronik
4) Operasi besar
5) Perpanjangan masa penyembuhan dari operasi besar atau penyakit
6) Ketidakstabilan mental atau emosi
7) Penatalaksanaan perawatan di rumah yang kompleks
8) Kesulitan finansial
9) Ketidakmampuan menggunakan sumber-sumber rujukan
10) Penyakit terminal
11) Diindikasikan jugan pada pasien yang berada pada perawatan khusus
seperti nursing home atau pusat rehabilitasi
b. Pengkajian pasien yang akan dilakukan discharge planning
1) Pengkajian dilakukan pada saat masuk dan berlanjut selama perawatan
2) Pengkajian berfokus pada pasien dewasa yang berisiko tinggi tidak
tercapainya hasil discharge.
11
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
3) Pengkajian meliputi
a) Status fungsional (kemampuan dalam aktivitas sehari-hari dan fungsi
kemandirian)
b) Status kognitif (kemampuan pasien dalam berpartisipasi dalam
proses discharge planning dan kemampuan mempelajari informasi
baru)
c) Status psikologi pasien khususnya pengkajian terhadap depresi,
apakah pasien terlihat bingung, apakah pasien selalu menghindari
pertanyaan yang sederhana, apakah pasien aptuhmengikuti instruksi
(Felong, 2008).
d) Persepsi pasien terhadap kemampuan perawatan diri
e) Kemampuan fisik dan psikologik keluarga dalam perawatan pasien
f) Kurangnya pengetahuan berkaitan kebutuhan perawatan kesehatan
setelah pulang
g) Faktor lingkungan setelah pulang dari rumah
h) Kebutuhan dukungan formal dan informal keluarga dalam
memberikan perawatan yang benar dan efektif
i) Review pengobatan dan dampaknya
j) Akses ke pelayanan setelah pulang dari rumah sakit
c. Identifikasi masalah
Setelah melakukan pengkajian awal, dilanjutkan dengan identifikasi masalah,
hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
1) Apa yang harus disiapkan untuk pasien?
2) Apakah klien mempunyai anggota keluarga yang akan membantu setelah
perawatan di rumah sakit?
3) Pelayanan kesehatana seperti apa yang terjangkau oleh pasien? Apakah
sumber daya memadai?
4) Apakah ada indikasi kekerasan dalam rumah?
5) Apakah pasien memrlukan rujukan ke pelayanan kesehatan terdekat dari
rumah?
12
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
d. Implementasi discharge planning
Prinsip umum dalam implementasi discharge planning adalah:
1) Discharge planning harus berfokus pada kebutuhan pasien dan keluarga
2) Hasil pengkajian dijadikan sebagai pedoman strategi pelaksanaan
3) Hasil pengkajian akan menentukan kebutuhan pendidikan kesehatan yang
dibutuhkan setelah pasien pulang dari rumah sakit
4) Data pengkajian dapat memprediksikan outcome pasien setelah pulang
dari rumah sakit
5) Discharge planning dimulai saat pasien masuk bertujuan untuk
memperpendek hari rawat dan megurangi re-admisi rawat.
e. Evaluasi keberhasilan discharge planning
Keberhasilan discharge planning dapat dijabarkan sebagai berikut (Potter &
Perry, 2005):
1) Pasien dan keluarga memahami diagnosa, obat-obatan, tindakan
pengobatan untuk proses transisi atau pemulanagan, mengetahui cara
antisipasi kontinuitas perawatan serta tindakan yang akan dilakukan pada
kondisi kedaruratan.
2) Pendidikan diberikan kepada pasien dan keluarga untuk memastikan
perawatan yang tepat setelah pasien pulang sesuai dengan kebutuhan.
3) Koordinasi sistem pendukung dimasyarakat yang memungkinkan pasien
untuk membantu pasien dan keluarga kembali kerumahnya dan memiliki
koping yang adaptif terhadap perubahan status kesehatan pasien.
4) Melakukan koordinasi sistem pendukung pelayanan kesehatan untuk
kontinuitas perawatannya.
13
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Gambaran Kasus
An.I berusia 13 tahun, jenis kelamin perempuan, dirawat di ruang rawat anak
lantai 3 selatan gedung teratai Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati sejak
tanggal 4 Juni 2013 dengan diagnosa medis sistemik lupus eritematosus (SLE)
dan tersangka infeksi saluran kemih (ISK). An.I masuk dari IGD dengan
keluhan demam dirumah sejak 3 minggu yang lalu, demam yang dirasakan
hilang timbul, demam turun dengan obat penurun panas yaitu paracetamol,
klien mengeluh lemas, sendi terasa nyeri, rambut rontok sejak 3 minggu yang
lalu juga dirasakan klien dan terdapat bercak kemerahan pada pipi dan
seluruh tubuhnya. Pengkajian dengan pasien dilakukan pada hari rawat ke-5
yaitu pada tanggal 8 Juni 2013.
3.2 Pengkajian
Pengkajian keperawatan dilakukan pada tanggal 8 Juni 2013, yaitu pada hari
rawat ke-5. Keluhan saat pengkajian, pasien mengeluhkan nyeri pada seluruh
sendinya dengan skala nyeri 7, nyeri sendi yang dirasakan terasa lebih nyeri
pada pagi hari saat bangun tidur, sehingga aktivitas sehari-hari dilakukan di
tempat tidur atau dibantu dengan keluarga, klien mengekspresikan rasa nyeri
nya dengan diam dan kadang-kadang menangis jika neyeri bertambah hebat
terutama saat digerakkan.
Klien merupakan anak ke empat dari empat bersaudara, klien tidak pernah
dirawat dirumah sakit sebelumnya, riwayat penyakit yang diderita sewaktu
kecil adalah demam, batuk, pilek, tidak ada riwayat kejang. Klien dilahirkan
dengan cara normal spontan tanpa riwayat kehamilan dan kelahiran yang
abnormal. Riwayat imunisasi klien lengkap sampai dengan klien berusia
sembilan bulan. Dan didalam keluarga tidak ada riwayat penyakit yang sejenis
dengan klien, atau penyakit gangguan tiroid, jantung, asma, dan hipertensi.
14
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada klien menunjukkan bahwa klien
tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, berat badan saat pengkajian
adalah 41 kg, tinggi bahan 153 cm. Mata tidak cekung, palpebra tidak edema,
konjungtiva tidak anemis, dan sklera tidak ikterik. Telinga tampak bersih,
tidak ada serumen yang berlebihan, keluhan pad telinga tidak ada, hidung
tampak simetris, tidak ada deformitas, dan tidak ada keluhan nyeri pada
hidung. Tampak kemerahan pada pipi (butterfly rash) dan daerah T (T-face).
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, klien tidak merasakan adanya
gangguan menelan. Paru tampak simetris, pergerakan dada simetris, nafas
cuping hidung tidak ada, suara nafas vesikuler, ronkhi dan wheezing tidak ada,
frekuensi nafas 20 x/mnt. Bunyi jantung I dan II dalam batas normal, reguler,
tidak ada gallop dan murmur, nadi 84 x/mnt. Abdomen tampak supel, tidak
ada pembesaran hepar, dan tidak terapa massa. Eksterimitas teraba hangat,
suhu tubuh 380C, klien merasakan nyeri sendi-sendi seluruh tubuhnya, tampak
kemerahan pada seluruh tubuh (rash). Diagnos medis An.I adalah Sistemik
Lupus Eritematosus (SLE).
Hasil pemeriksaan laboratorium hematologi klien pada tanggal 5 Juni 2013
menunjukkan nilai hemoglobin (Hb) 9,9 g/dl, hematokrit (Ht) 30 g/dl, leukosit
3.7 rb/ul, trombosit 166.000/ul, eritrosit 3,88 juta/ul, dan laju endap darah
(LED) 44 mm, volume eritrosit rata-rata/ mean corpuscular volume
(VER/MCV) 77.8 fl, hemoglobin eritrosit rata-rata/ mean corpuscular
hemoglobin (HER/ MCH) 25.7 pg, kadar hemoglobin eritrosit rata-rata/ mean
corpuscular hemoglobin concentration (KHER/MCHC) 33.0 g/dl, distribution
width/ luas distribusi eritrosit (RDW) 16.0%. Hitung jenis darah perifer
ditemukan basofil 0%, eosinofil 4 %, netrofil 48%, limfosit 30%, monosit 4%,
luc 3%. Sedangkan hasil laboratoruim kimia darah didapatkan SGOT 95 g/dl,
SGPT 42, albumin 3.20 g/dl, globulin 2.90 g/dl, ureum darah 11, kreatinin
darah 0.2. Hasil urinalisa menunjukkan epitel positif, leukosit 0-1/lpb, bakteri
negative, protein urine kuantitatif 229 mg/24 jam. Dan dari hasil pemeriksaan
double stranded DNA (DS-DNS) menunjukkan hasil positif.
15
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
3.3 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan masalah keperawatan sebagai
berikut, dirumuskan masalah keperawatan, yaitu nyeri akut oleh karen aproses
inflamasi pada sendi, hipertermia karena adanya peningkatan suhu akibat
proses inflamasi, gangguan integritas kulit yang ditandai dengan adanya
buttterfly rash dan kemerahan pada seluruh tubuh, serta risiko penyebaran
infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer akibat
pembentukan antibodi.
3.4 Rencana Asuhan Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah keperawatan tersebut
diatas, penulis berfokus kepada penanganan hipertermia, yaitu dengan
melakukan tepid water sponge (TWS), kedua adalah penatalaksanaan nyeri
dengan melakukan pengkajian nyeri secara berkala pada pasien, pendidikan
kesehatan kepada keluarga mengenai persepsi nyeri yang dirasakan klien,
intervensi distraksi relaksasi nafas dalam. Sedangkan intervensi keperawatan
mengatasi gangguan integritas kulit guna mencegak terjadinya komplikasi
penyebaran infeksi penulis melakukan edukasi tentang dampak paparan sinar
matahari langsung kepada klien dengan SLE.
3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilakukan selama tiga hari, yaitu pada hari
rawat ketujuh sampai dengan klien pulang yaitu pada hari rawat kesembilan
(tanggal 10-12 Juni 2013).
Implementasi keperawatan mandiri yang dilakukan untuk mengatasi nyeri
akut pada sendi yaitu perawat menitikberatkan kepada persepsi klien terhadap
nyeri, serta pengontrolan nyeri dengan cara distrasksi nafas dalam dan
meminimalisir gerakan-gerakan yang tidak dibutuhkan, serta pemberian posisi
yang nyaman menurut klien saat bergerak atau saat beraktifitas, pemantauan
nyeri ini diobservasi secara berkala dengan objektif yang diukur melalui
perbandingan penilaian skala nyeri dengan VAS (Visual Analog Scale) dan
16
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Wong’s Baker Faces. Sedangkan implementasi kolaborasi dalam menagatasi
nyeri yang dirasakan klien yaitu pemberian obat oral paracetamol 3x400 mg
dan ibuprofen 3x400 mg. Hasil evaluasi terhadap masalah keperawatan nyeri
ini selama 3 hari klien mneunjukkan kemajuan dalam kualitas nyeri yang
dirasakan, pada hari ke-3 implementasi skala nyeri menunjukkan angka 2,
klien mengatakan nyerinya semakin hari semakin berkurang, klien mampu
melakukan relaksasi nafas dalam klien dapat berjalan ke kamar mandi
walaupun masih dibantu keluarga dan bergerak dengan perlahan-lahan, tidak
tampak wajah yang meringis dan kesakitan. Sehingga masalah keperawatan
pada hari ke-3 implementasi sudah teratasi.
Implementasi keperawatan untuk mengatasi hipertermia, dilakukan tindakan
keperawatan dengan mengajarkan keluarga cara melakukan tepid water
sponge (TWS), memastikan intake cairan yang cukup yaitu memantau intake
per oral dan cairan infus yang diberikan, memantau area-area yang dapat
menjadi port d’entry seperti lokasi pemasangan infus, yang berisiko
menimbulkan infeksi sekunder sehingga terjadi hipertemia. Intervensi
keperawatan kolaborasi yaitu pemberian obat oral paracetamol dengan dosis
3x400 mg. Hipertermia ditemukan pada hari pengkajian yaitu pada tanggal 8
Juni 2013 dengan suhu 380C. Evaluasi terhadap masalah keperawatan
hipertermia, keluarga dapat melakukan TWS dan klien pun kooperatif saat
dilakukan TWS, intake cairan peroral cukup walapun klien minum dengan
cara sedikit tapi sering, selanjutnya obat orat antipiretik yang diberikan juga
dapat dikonsumsi dengan toleranasi baik, tidak ada muntah. Hipertermia
teratasi pada hari kesatu implementasi keperawatan yaitu pada tanggal 10 Juni
2013, selanjutnya sampai dengan hari implementasi ketiga (sampai pasien
pulang) hipertermia atau peningkatan suhu tubuh tidak ditemukan lagi. Klien
menunjukkan suhu tubuh yang stabil yaitu berkisar antara 36,40C – 36,8
0C.
Masalah keperawatan selanjutnya yaitu gangguan integritas kulit yang
berhubungan dengan adanya rash kemerahan pada pipi dan seluruh tubuh,
dilakukan intervensi keperawatan dengan memposisikan klien tidak dekat
17
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
dengan jendela yang memungkinkan klien terpapar dengan sinar matahari,
karena hal ini dapat merangsang timbulnya rash pada klien, mengedukasi
klien dan keluarga untuk tidak menggaruk area kulit yang terdapat kemerahan
jika terasa gatal. Sedangkan intervensi kolaborasi yaitu pemberian sunblock
cream untuk melembabkan kulit meminimalisir timbulnya kemerahan akibat
terekspose dengan sinar matahari. Evaluasi terhadap masalah keperawatan
gangguan integritas kulit, tampak kemerahan pada seluruh tubuh mulai
mengering, akan tetapi butterfly rash pada wajah atau daerah T-face masih
tampak sampai dengan pasien pulang, sehingga perawat melakukan intervensi
edukasi terhadap persiapan pulang dalam perawatan klien dengan gangguan
integritas kulit.
Selanjutnya masalah keperawatan yang terakhir, yaitu implementasi
keperawatan mandiri yang dilakukan dalam mengatasi masalah keperawatan
risiko terjadinya penyebaran infeksi, perawat menitikberatkan bagaimana
pengontrolan faktor-faktor yang dapat menimbulkan penyebaran infeksi baik
secara internal (dari pasien) ataupun dari ekternal (keluarga, pengunjung, dan
lingkungan). Intervensi keperawatan yang dilakukan yaitu memantau area-
area yang dapat menjadi port d’entry seperti lokasi pemasangan infus, yang
berisiko menimbulkan infeksi sekunder, personal hygiene, cuci tangan bagi
perawat yang akan berinteraksi dengan klien dengan prinsip five moments
hand hygiene, edukasi kepada keluarga mengenai pentingnya cuci tangan
sebelum dan sesudah kontak dari klien, serta menjaga lingkungan kamar klien
tetap bersih, serta membatasi pengunjung atau penunggu pasien. Sedangkan
implementasi kolaborasi yaitu memastikan klien mendapat asupan kalori dan
protein yang cukup sesuai dengan kebutuhan klien. Hasil evaluasi dari
masalah keperawatan risiko penyebaran infeksi ini, selama tiga hari
implementasi, didapatkan data tidak terjadi penyebaran infeksi ditandai
dengan hipertermia yang teratasi, area pemasangan infus yang baik, tidak
terjadi phlebitis, keluarga dapat mempraktekkan cara cuci tangan dengan
enam langkah cuci tangan, klien dapat pulang pada hari ke-3 implementasi
yaitu pada tanggal 12 Juni 2013.
18
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Pada hari implementasi ketiga yaitu pada tanggal 12 Juni 2013 klien
dinyatakan boleh pulang oleh dokter, intervensi keperawatan yang sangat
penting dalam meminimalisir terjadinya komplikasi terhadap klien akibat
penyakit, telah dilakukan pendidikan kesehatan mengenai cuci tangan yang
benar dengan enam langkah, edukasi perawatan atau hal-hal yang harus
dilakukan di rumah yaitu konsumsi obat-obatan, aktivitas, dan nutrisi.
19
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 4
ANALISIS SITUASI
Bab ini secara khusus akan menyajikan dan menjelaskan hasil pengamatan
mahasiswa mengenai asuhan keperawatan anak dengan sistemik lupus
eritematosus (SLE) dan analisa mengenai hasil penerapan aplikasi discharge
planning. Pengamatan yang dilakukan mahasiswa dalam periode masa praktik
mata ajar peminatan, KKMP (Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan),
dan manajemen keperawatan tanggal 07 Mei 2013 s/d 22 Juni 2013.
4.1 Profil Lahan Praktek
Ruang perawatan anak gedung teratai lantai III Selatan merupakan salah satu
ruang rawat anak di RSUP Fatmawati yang terdiri atas ruang rawat inap kelas III
umum (respirologi, gastroenterologi, neurologi) dan ruang rawat anak onkologi
dan hematologi. Ruang ini memiliki kapasitas kamar untuk kelas III sebanyak 4
kamar (24 tempat tidur), 2 kamar onkologi dan hematologi (8 tempat tidur), 2
kamar isolasi (5 tempat tidur), dan satu ruangan high care unit (HCU-8 tempat
tidur). Kapasitas tempat tidur yang ada di ruang III selatan, selain HCU yaitu 37
tempat tidur. Ruang ini memiliki tingkat hunian (BOR –bed occupancy rate) rata-
rata sebesar 67,8% per bulan. Nilai rata-rata BOR ini masih relatif dibawah BOR
sehat menurut Depkes adalah sekitar 70-85%. Hal ini karena dipengaruhi oleh
lenght of stay (LOS) yang memanjang pada pasien hematologi onkologi dan LOS
yang rendah pada pasien umum (respirologi, gastroenterologi, neurologi) dan juga
dipengaruhi oleh jumlah pasien yang tidak imbang antara pasien umum
(respirologi, gastroenterologi, neurologi) dengan pasien hematologi onkologi.
Tingkat ketergantungan pasien ruangan ini rata-rata partial care, dan sisanya
pasien total care maupun minimal care.
Berdasarkan struktur organisasi, ruangan tersebut dipimpin oleh seorang kepala
ruangan yang berlatar belakang pendidikan S1 Keperawatan yang membawahi 29
20
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
orang perawat. Metode asuhan keperawatan yang digunakan di ruangan tersebut
adalah metode TIM, dimana terdapat 3 kepala tim yang membawahi perawat
pelaksana. Pendidikan perawat di ruang tersebut pun cukup bervariasi. Perawat
ruangan memiliki tingkat pendidikan S1 (27%) dan D3 (73%). Terdapat 2 orang
perawat yang sedang melanjutkan studi ke jenjang pendidikan S1 dan satu
perawat yang melanjutkan studi ke jenjang pendidikan S2.
Berdasarkan observasi, jumlah tenaga perawat dinas pagi, sore, dan malam hari
tidak sebanding dengan jumlah pasien. Perbandingan jumlah perawat dinas
pagi:sore:malam, yaitu 8: 6: 4 perawat. Hal ini menunjukkan kelebihan beban
kerja akibat kekurangan tenaga. Berdasarkan perhitungan tenaga menurut Douglas
(1984) dengan memperhatikan tingkat ketergantungan pasien (8 pasien total care,
21 pasien partial care, dan 8 pasien minimal care), perbandingan jumlah perawat
dinas pagi:sore:malam, yaitu 11:7:5 perawat.
Berdasarkan paparan diatas, ada beberapa hal yang perlu dipelajari dan dianalisa
lebih lanjut, yaitu kesenjangan antara rata-rata BOR yang masih relatif sedikit
dibawah BOR sehat dengan jumlah perawat yang dinilai masih kurang yaitu
dengan perbandingan dinas pagi:sore:malam, yaitu 8: 6: 4 perawat. Hal ini tidak
sepadan, dengan alasan kelebihan beban kerja akibat kekurangan tenaga, akan
tetapi BOR rata-rata masih berada sedikit dibawah BOR sehat. Dengan analisa
sebut perlunya suatu tinjauan atau analisa lebih lanjut dalam manajemen asuhan
keperawatan, pengelolaan pasien, ketenagaan, dan analisa beban kerja, sehingga
bisa menjawab bukti konkrit ketidakcukupan tenaga yang dibuktikan oleh BOR
yang tinggi.
4.2 Analisa Masalah Keperawatan dengan Konsep terkait KKMP dan
Kasus Terkait
Praktik asuhan keperawatan yang dilakukan oleh mahasiswa adalah mengelola
satu pasien kelolaan yaitu An.I dengan jenis kelamin perempuan berusia 13 tahun
dengan masalah medis Sistemik Lupus Eritematosus (SLE). Selama melakukan
praktik kurang lebih selama 7 minggu penulis tidak menemukan pasien lain
21
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
dengan SLE, dan dari data registrasi pasien selama empat bulan terakhir di ruang
rawat anak lantai tiga selatan tidak diperoleh pasien dengan SLE. Oleh karena
SLE merupakan penyakit yang unik dan jarang ditemukan, maka penulis tertarik
untuk mengkaji lebih dalam serta menganalisa asuhan keperawatan pada pasien
dengan SLE.
Pada pasien ini penegakan diagnosis SLE ini sesuai dengan kriteria American
College of Rheumatology bahwa dikatakan minimal terdapat 4 dari 11 kriteria, yaitu
pada klien mengalami eritema malar (butterfly rash) tegas didaerah wajah, ruam
diskoid – lesi eritema sebagian pada area tubuh, fotosensitivitas – kemerahan saat
terpapar dengan sinar matahari, artritis non erosif– nyeri pada sendi, serta hasil
pemeriksaan antibodi antidouble stranded DNA (anti ds-DNA) menunjukkan hasil
yang positif, hal ini menunjukkan adanya gangguan imunologi.
Penyebab atau etiologi dari SLE tidak diketahui secara pasti, namun ada beberapa
faktor predisposisi yang dapat menimbulkan penyakit SLE, yaitu jenis kelamin,
hormonal, dan faktor faktor genetik dapat menjadi predisposisi terjadinya SLE,
hal ini dibuktikan konkordansi penyakit SLE pada kembar identik adalah sekitar
20-25% dan bahwa dalam kembar dizigot adalah sekitar 5% (Mok & Lau, 2013).
Faktor lingkungan yang dapat menjadi relevan dengan kejadian SLE diantaranya
faktor kimia seperti pewarna rambut, sinar ultraviolet, rokok, obat-obatan
(procainamide, hydralazine, chlorpomazine, isoniazid, phenytoin, penicillamine),
faktor makanan (L-canavanine/alfalfa sprouts, dan intake lemak jenuh yang
berlebihan, faktor agen infeksius seperti retrovirus dan endotoksin atau bakterial
DNA, faktor hormon (hormonal replacement therapy, kontrasepsi oral, dan
prenatal yang terekspose dengan estrogen) (Mok & Lau, 2013).
Penyebab dari penyakit SLE yang diderita An.I tidak dapat diketahui dengan
pasti, berdasarkan hasil wawancara dengan keluarga (ibu klien) didalam keluarga
tidak ada yang pernah menderita penyakit seperti yang diderita oleh An.I. Jika
melihat kepada angka kejadian SLE yang kerap terjadi pada usia wanita usia
muda yaitu berkisar pada umur 9-15 tahun dengan perbandingan pada jenis
22
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
kelamin perempuan dan laki-laki sekitar 10:1 (Black & Hawks, 2009) hal ini
sesuai dengan kondisi An.I dengan jenis kelamin perempuan dan berusi 13 tahun.
Faktor lain, selain genetik, dan hormonal yang dapat menjadi predisposisi
terjadinya SLE adalah faktor lingkungan adalah salah satunya dari sinar
ultraviolet, berdasarkan wawancara dengan ibu klien, An.I sangat gemar
melakukan kegiatan olahraga berenang, tanpa meengenal waktu, dan biasanya
dilakukan sampai dengan siang hari tanpa menggunakan pelindung kulit dari sinar
matahari (sunblock cream), hal ini dapat dijadikan faktor predisposisi terjadinya
SLE walaupun belum jelas dipastikan bagaimana mekanisme paparan ultraviolet
terhadap terjadinya SLE (Mok & Lau, 2013).
SLE dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu ringan, sedang, dan berat, sesuai dengan
berat ringannya gejala yang muncul. Berdasarkan hal ini klien masuk kedalam
kriteria SLE ringan oleh karena tanda dan gejala yang muncul adalah nyeri sendi,
ruam, sensitif terhadap cahaya matahari, dan kelelahan. Seringkali gejala tersebut
cukup dikontrol oleh analgesik dan mengurangi paparan sinar matahari dengan
menggunakan tabir surya. Sesuai dengan terapi medis yang digunakan klien, klien
mendapatkan terapi paracetamol 3 x 400 mg, iburofen 3 x 400 mg yang digunakan
untuk mengurangi rasa nyeri pada sendi dan untuk menurunkan peningkatan suhu
tubuh pada pasien.
Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan masalah keperawatan nyeri akut oleh
karena proses inflamasi pada sendi, hipertermia karena adanya peningkatan suhu
tubuh, gangguan integritas kulit yang ditandai dengan adanya buttterfly rash dan
kemerahan pada seluruh tubuh, serta risiko penyebaran infeksi berhubungan
dengan ketidakadekuatan pertahanan primer akibat pembentukan auto antibodi.
Pembentukan autoantibodi yang dapat menyerang antigen serta jaringan normal
organ tertentu, maka perlunya pentalaksanaan pencegahan penyebaran infeksi
yang sesuai dengan tujuan penatalaksanaan klien dengan SLE adalah mengontrol
manifestasi penyakit, sehingga anak dapat memiliki kualitas hidup yang baik
tanpa eksaserbasi berat, sekaligus mencegah kerusakan organ serius yang dapat
menyebabkan kematian (Hockenberry & Wilson, 2009).
23
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Nyeri pada sendi dan peningkatan suhu tubuh pada penderita SLE merupakan
tanda dimana terjadinya proses inflamasi aktif pada jaringan, hal ini dirasakan
oleh klien sejak sebelum masuk rumah sakit yang berangsur selama kurang lebih
tiga minggu sebelum masuk rumah sakit, data objektif yang dapat menunjukan
bahwa ini merupakan proses inflamasi aktif, yaitu ditunjukkan dengan nilai LED
pasien yaitu 44.0 mm (nilai normal 0.0 – 20.0 mm). Asuhan keperawatan yang
diberikan kepada klien, yaitu pada hari rawat ke-5 sampai dengan hari rawat ke-9
menunjukkan perubahan tingkat nyeri yang dirasakan berkurang, dengan skala
nyeri yang semakin hari semakin rendah, dengan skala nyeri terendah yaitu skala
dua yaitu pada hari rawat terakhir saat pasien pulang, klien mulai dapat berjalan
ke kamar mandi, beraktifitas ringan. Hal ini menunjukan bahwa secara klinis, fase
inflamasi aktif telah terlewati.
Masalah keperawatan selanjutnya yaitu gangguan integritas kulit berhubungan
dengan adanya malar (butterfly rash) tegas didaerah wajah, ruam diskoid – lesi
eritema sebagian pada area tubuh, fotosensitivitas – kemerahan saat terpapar
dengan sinar matahari. Berdasarkan dari studi catatan medis dan keperawatan,
pada hari rawat ke-3 setelah pasien dinyatakan SLE, posisi penempatan tempat
tidur klien dipindahkan menjauh dari jendela untuk mengurangi terpaparnya
dengan sinar matahari. Intervensi keperawatan mandiri yang dilakukan untuk
mengatasi gangguan integritas kulit ini adalah edukasi kepada klien dan keluarga
untuk tidak menggaruk area yang kemerahan untuk menghindari terjadinya lesi
yang lebih luas. Intervensi kolaborasi, klien mendapatkan sunblock cream SPF 30
untuk menghindari paparan dari sinar matahari.
Masalah keperawatan intergritas kulit ini harus menjadi perhatian yang sangat
mendalam, terutama terhadap paparan sinar matahari. Klien tinggal di daerah
urban yaitu daerah Sawangan Depok, memiliki keadaan alam seperti temperatur
280C-33
0C, kelembaban udara rata-rata 82 %, kecepatan angin rata-rata 3,2 kont,
jumlah curah hujan 2.684 m/tahun dan jumlah hari hujan sebanyak 221 hari/tahun,
dan penyinaran matahari rata-rata 48,9 % (Depok, 2013). Kondisi alam seperti ini
yang masih berisiko paparan sinar matahari kepada klien yang dapat memicu
24
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
timbulnya rash kemerahan pada kulit. Sehingga perlu edukasi yang sangat jelas
kepada klien dan keluarga mengapa perlunya menghindari paparan sinar matahari
secara langsung. Perawat melakukan pendidikan kesehatan kepada keluarga
bagaimana perawatan klien dengan SLE saat persiapan pulang. Hal ini penting
oleh karena SLE diakatakan penyakit seumur hidup, sehingga tujuan pengobatan
SLE adalah mengontrol manifestasi penyakit, sehingga anak dapat memiliki
kualitas hidup yang baik tanpa eksaserbasi berat, sekaligus mencegah kerusakan
organ serius yang dapat menyebabkan kematian (Hockenberry & Wilson, 2009).
Masalah keperawatan terakhir adalah risiko penyebaran infeksi akibat
terbentuknya auto antibodi yang dapat menyerang jaringan-jaringan sehat.
Pendidikan kesehatan pun menjadi peran utama dalam menambah aspek kognitif,
afektif, dan psikomotor keluarga untuk ikut serta dapat merawat anggota keluarga
dengan SLE guna menghindari terjadinya penyebaran infeksi pada klien. Edukasi
mengenai pentingnya hand hygiene menjadi dasar utama pencegahan penyebaran
infeksi.
Selama praktik keperawatan di ruang rawat anak lantai tiga selatan RSUP
Fatmawati, penulis tidak menemukan klien lain dengan masalah medis yang sama
yaitu dengan SLE, sehingga penulis tidak dapat membandingkan secara klinis dan
keperawatan dengan klien lain. Penulis dalam hal ini membandingkan hasil kajian
aktual pasien dengan teori.
4.3 Analisis salah satu intervensi dengan konsep dan penelitian terkait
SLE merupakan penyakit autoimun menahun yang diderita penderita seumur
hidup, oleh karena itu pentingnya penatalaksanaan medis dengan tujuan
mengontrol manifestasi penyakit, sehingga anak dapat memiliki kualitas hidup
yang baik tanpa eksaserbasi berat, sekaligus mencegah kerusakan organ serius
yang dapat menyebabkan kematian (Hockenberry & Wilson, 2009).
Berdasarkan pernyataan diatas, pentingnya peran tenaga keperawatan, bahkan
peran keluarga dalam merawat klien dengan SLE. Perencanaan pulang menjadi
25
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
bagian dari keperawatan dan diakui sebagai aspek penting dari perawatan pasien
saat masuk sampai dengan pemulangan. Perencanaan pulang adalah proses
dimana pasien dibantu untuk mengembangkan rencana perawatan untuk
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, bahkan setelah ia dapat keluar dari
rumah sakit (Felong, 2008).
Tujuan daripada discharge planning adalah untuk mempertahankan kontinuitas
perawatan yang komprehensif dan aplikatif bagi perawat dan keluarga (Felong,
2008). Selain daripada itu tujuan discharge planning adalah untuk memastikan
dengan aman kapan pasien siap untuk dipulangkan (Mutch & Murphy, 2008).
Discharge planning terstruktur memiliki peluang 20 kali lebih besar untuk
memiliki perubahan kearah kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan tanpa
dilakukan discharge planning (Rahmi, 2011)
Pendidikan kesehatan terstruktur yang terkaji melalui discharge planning
menjawab kebutuhan yang tepat pada klien dan keluarga dalam merawat klien
dengan SLE. Discharge planning harus dimulai sejak pertama klien dirawat,
namun dalam aplikasi discharge planning ini perawat mulai mengkaji pada hari
rawat ke-5, hal ini bukan menjadi suatu kendala, karena setiap proses dari
discharge planning dilalui sehingga perawat mengetahui kebutuhan edukasi apa
saja dan bagaimana perawatan lanjutan klien ketika pulang, sehingga klien dan
keluarga siap untuk dipulangkan.
4.4 Alternatif pemecahan yang dilakukan
Hasil penerapan discharge planning ini menunjukkan keluarga lebih siap untuk
pemulangan, bagaimana merawat klien dengan SLE, sehingga diharapkan dapat
meminimalisir komplikasi atau eksaserbasi dari SLE. Namun dari hasil penerapan
ini terdapat beberapa tantangan yaitu yang pertama penggunaan formulir ceklist
discharge planning yang penulis gunakan saat aplikasi begitu banyak, hal ini
menjadi pertimbangan karena perbandingan jumlah perawat tidak cukup,
ditambah dengan banyaknya dokumentasi keperawatan yang harus diisi dan
dilengkapi.
26
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Alternatif pemecahan masalah tersebut diatas terkait dengan ceklist formulir
discharge planning yang terlalu banyak dan ketenagaan, dapat diatasi dengan
diskusi bersama kepala ruangan mengenai aplikasi discharge planning yang sudah
dilakukan, dan penggunaan formulir yang dapat dibuat lebih singkat akan tetapi
tidak menghilangkan isi daripada ketentuan discharge planning. Alternatif lain
adalah dengan memaksimalakan fungsi-fungsi formulir keperawatan dalam rekam
medis yang sudah ada yang dapat mewakili konten daripada discharge planning.
Sebagai contoh, formulir pengkajian awal keperawatan yang sudah ada dapat
dijadikan konten pengkajian discharge planning, karena dari beberapa item yang
ada pada formulir tersebut sudah mewakili dalam hal menjawab kebutuhan
edukasi klien dan keluarga. Formulir lain yang dapat dijadikan bagian dari
discharge planning adalah formulir catatan edukasi terintegrasi, formulir ini dapat
dijadikan ceklist implementasi sekaligus evaluasi dari kegiatan discharge
planning. Sedangkan untuk catatan pemulangan dapat menggunakan resume
medis yang didalamnya juga terdapat konten obat-obatan, waktu kontrol pasien,
dam catatan lain yang penting disampaikan untuk klien.
Dari alternatif pemecahan masalah diatas yaitu dapat dua keuntungan sekaligus
yaitu efektifitas penggunaan formulir yang sudah ada, tanpa harus menambah
formulir baru, sehingga tugas perawat tidak hanya berfokus pada dokumentasi
saja, akan tetapi fokus perawat lebih kepada kebutuhan pasien. Tanpa
menghilangkan fungsi dari dokumentasi, proses discharge planning harus tetap
terdokumentasi dengan baik, oleh karena dokumentasi keperawatan adalah suatu
catatan yang memuat seluruh data yang dibutuhkan untuk menentukan diagnosa
keperawatan, perencanaan keperawatan, tindakan keperawatan, dan penilaian
keperawatan yang disusun secara sistematis, valid, dan dapat
dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum (Ali, 2010).
Dari hal tersebut diatas, jangan sampai dokumentasi keperawatan yang dijadikan
permasalahan besar sehingga menutupi kebutuhan pasien sebenarnya. Oleh karena
pelaksanaan dokumentasi keperawawatan tentunya dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Penelitian mengenai “Analisis Faktor-faktor Pelaksanaan Dokumentasi
27
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang” oleh
Dianto (2007) dinyatakan bahwa faktor-faktor penghambat dalam
pendokumentasian yaitu diantaranya tidak seimbangnya jumlah tenaga perawat
dengan pekerjaan yang ada, bentuk format terlalu panjang, perawat harus
mendampingi visite dokter, dan karena faktor perilaku malas. Disebutkan
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakdisiplinan perawat dalam
melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan di rumah sakit Asri Jakarta,
antara lain tingkat pengetahuan perawat mengenai dokumentasi keperawatan,
bentuk format pendokumentasian, kelengkapan fasilitas pendokumentasian
(ketersediaan form), dan ketersediaan waktu dalam pendokumentasian (Yanti,
Lestari, Christiana, & Sunarsi, 2010).
28
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 5
PENUTUP
Bab ini menjelaskan kesimpulan dari asuhan keperawatan klein dengan sistemik
lupus eritematosus (SLE) dan hasil aplikasi discharge planning pasa klien dengan
SLE dalam upaya menjawab tujuan penulisan. Bab ini juga memaparkan saran
atau rekomendasi untuk memperbaiki karya ilmiah akhir selanjutnya.
5.1 Simpulan
Berdasarkan tujuan penulisan yang ditetapkan, yaitu, mengetahui tujuan
penulisan karya ilmuah akhir ini adalah untuk mengetahui aplikasi asuhan
keperawatan dan discharge planning pada anak dengan SLE (Sistemik Lupus
Eritematosus), maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa:
1. Penderita SLE tepat sesuai dengan teori bahwa angka kejadian SLE pada usia
sekitar 9-15 tahun dengan perbandingan perempuan:laki-laki 9:1. Klien
kelolaan berusia 13 tahun dan berjenis kelamin perempuan.
2. Pengkajian keperawatan dan penegakan diagnosis SLE sesuai dengan kriteria
American College Of Rheumatology
3. Diagnosa keperawatan klien dengan SLE sangat khas dengan tanda dan gejala
klinis yang diderita oleh penderita SLE, yaitu hipertermia, nyeri akut pada
sendi, gangguan integritas kulit, dan risiko penyebaran infeksi.
4. Aplikasi discharge planning memberikan dampak positif terhadap klien dan
keluarga dalam mengenal masalah SLE dan bagaimana perawatan SLE
dirumah
5.2 Saran
5.2.1 Pelayanan
Mengacu kepada hasil yang baik dan positif dari apklikasi discharge planning,
maka instansi pelayanan dapat menjadikan discharge planning sebagai bagian
dari proses keperawatan terintegrasi khususnya pada pasien dengan penyakit
kronik, dan baiknya pada seluruh pasien dengan janis penyakit apapun. Dan dapat
29
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
memperluas kerjasama dengan instansi pelayanan keseahatan di masyarakat guna
sistem referal sebagai bagian dari proses discharge planning.
5.2.2 Pendidikan
Saran untuk instansi pendidikan, bahwa dari beberapa aplikasi tesis didapatkan
kefektifan yang sangat bermakna dalam menghadapi kesiapan pulang pada pasien
diharapkan hasil ini dapat menjadi pertimbangan untuk institusi pendidikan dalam
menambahkan mata ajar, atau sub mata ajar dalam pelaksanaan dan dokumentasi
discharge planning pada anak khususnya.
5.2.3 Penelitian
Penerapan aplikasi discharge planning ini hanya diterapkan pada satu pasien
dengan SLE, oleh karena selama praktikum tidak didapatkan pasien lain yang
dirawat dengan SLE, maka penulis tidak mempunyai perbandingan dengan
variabel yang sama, dan penulis secara khusus belum menemukan aplikasi
discharge planning pada pasien anak dengan SLE. Oleh karena itu untuk
meningkatkan kualitas keperawatan melalui evidance base serta untuk
meningkatkan keakuratan, maka perlu adanya penelitian aplikasi discharge
planning pada anak dengan SLE.
30
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
Ali, Z. (2010). Dasar-dasar dokumentasi keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran; EGC.
BKKBN. (2010). Perkiraan Sensus Penduduk. Jakarta: BKKBN.
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2009). Medical surgical nursing; clinical
management for possitive outcome (8 ed., Vol. 2). Singapore: Saunders
Elsevier.
Budiarto, E., & Anggraeni, D. (2003). Pengantar epidemiologi. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Depok, P. K. (2013, July 19). Geografi kota depok. Dipetik July 19, 2013, dari
Situs Resmi Pemerintah Kota Depok: http://www.depok.go.id/profil-
kota/geografi.
Dianto, Y. (2007). Analisis faktor-faktor pelaksanaan dokumentasi asuhan
keperawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang.
Semarang: Fakultas Ilmu Kpeerawatan, Universitas Diponegoro.
Farkhati, M. Y., Hapsara, S., & Satria, C. D. (2012). Antibodi anti DS-DNA
sebagai faktor prognosis mortalitas pada lupus eritematosus sistemik. Sari
Pediatri , 90.
Felong, B. (2008). Guide to discharge planning. Health Car Management , 1.
Hidayat, A. A. (2008). Pengantar ilmu kesehatan anak. Jakarta: Penerbit Salemba
Medika.
Hockenberry, M. J., & Wilson, D. (2009). Essential of pediatric nursing (Eighth
ed.). Canada: Mosby elsevier.
James, & Ashwill. (2007). Nursing care of childern; principles and practice (3
ed.). Philadelphia: Saunders Elsevier.
M. E., Melanie, Nies, & A, M. (2001). Community health nursing; promoting the
health of population. Philadelphia: W.B Saunders Company .
Mok, C. C., & Lau, C. S. (2013, June 15). Pathogenesis of systemic lupus
erythematosus. British Medical Journal , 481-490.
Mutch, J. V., & Murphy, C. (2008). Disharge planning model. Otawa: Otawa
Hospital.
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
NANDA. (2012). Diagnosisi Kpeerawatan; Definisi dan Klasifikasi. (M.
Sumarwati, & N. B. Subekti, Penerj.) Jakarta: PEnerbit Buku Kedokteran
EGC.
Noyes, J., & Lewis, M. (2005). From hospital to home; Guidance on discharge
management and community support for children using long-term
ventilation. Barkingside, Liford Essex: Barnado's Publisher.
Potter, & Perry. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan; konsep, proses, dan
praktik (4 ed., Vol. 1). (M. Ester, D. Yulianti, I. Parulian, Penyunt., R.
Komalasari, D. Evriyani, E. Novieastari, A. Hany, & S. Kurnianingsih,
Penerj.) Jakarta, DKI Jakarta, Salemba: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Puskom Ayo Sehat Indonesia. (2011, Oktober 3). sehat Negeriku. Lupus penyakit
seribu wajah , hal. 1
Rahmi, U. (2011). Pengaruh discharge planning terstruktur terhadap kualitas
hidup pasien stroke iskemik di RSUD Al-Ihlas dan RS Al-Islam Bandung.
Depok: Fakultas Ilmu Kpeerawatan Universitas Indonesia.
Riehecky, J. (2002). Countries of the world Indonesia. Minnesota, United State Of
America: Library of Congress Cataloging.
Wilkinson, J. M., & Ahern, N. R. (2012). Buku saku diagnosis keperawatan (9
ed.). (E. Wahyuningsih, & D. Widiarti, Penerj.) Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC.
Yanti, G., Lestari, I. D., Christiana, R., & Sunarsi. (2010). Gambaran faktor-
faktor yang mempengaruhi ketidakdisiplinan perawat dalam melakukan
pendokumentasian asuhan keperawatan di RUmah sakit Asri Jakarta.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan; Universitas Indonesia.
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UI
ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
PENGKAJIAN ANAK
Nama Mahasiswa : Yuni Azizah
Tempat Praktek : Lantai 3 Selatan RSUP Fatmawati
Tanggal Pengkajian : 8 Juni 2013
I. IDENTITAS DATA PASIEN
Nama : An. I
Tempat/tgl lahir : Bogor, 30 Januari 2000
Usia : 13 tahun
Nama Ayah/Ibu : Tn. NA/ Ny. M
Pekerjaan Ayah : Buruh
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Bedahan RT.05 RW.02, Sawangan, Depok, Ja-Bar
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jakarta
II. KELUHAN UTAMA
Saat pengkajian pasien mengeluhkan nyeri pada seluruh sendinya dengan
skala nyeri 7, nyeri sendi yang dirasakan terasa lebih nyeri pada pagi hari saat
bangun tidur, sehingga aktivitas sehari-hari dilakukan di tempat tidur atau
dibantu dengan keluarga, klien mengekspresikan rasa nyeri nya dengan diam
dan kadang-kadang menangis jika nyeri bertambah hebat terutama saat
digerakkan. Terdapat ruam/bercak kemerahan pada kulit seluruh tubuh klien.
Terdapat bercak kemerahan di pipi dan T-face (butterfly rash). Suhu tubuh
klien kurang stabil, masih terjadi peningkatan suhu tubuh 380C.
Riwayat kehamilan dan kelahiran:
1. Prenatal : tidak ada kelainan prenatal atau riwayat penyakit
2. Intranatal : tidak ada kelainan atau penyulit selama kehamilan
3. Postnatal : Tidak ada komplikasi post partum
III. RIWAYAT MASA LAMPAU
1. Penyakit waktu kecil : demam, batuk, pilek, tidak ada riwayat kejang
2. Pernah dirawat di RS : Klien belumpernah dirawat di rumah sakit
sebelumnya
Lampiran 1
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
3. Obat-obatan yang digunakan:
Obat yang biasa digunakan jika sakit adalah paracetamol untuk
menurunkan panas jika demam. Sebelum masuk RS pasien telah berobat
ke RSUD Depok dan diberikan obat Na. Diclofenact 3 x 0.5 tablet,
ranitidin 2 x 1 tablet, dan paracetamol 3 x 1 tablet.
4. Tindakan (operasi) : Klien tidak pernah dilakukan operasi
5. Alergi : Tidak ada riwayat alergi terhadap makanan, obat-
obatan, dan lain sebagainya
6. Kecelakaan : tidak ada riwayat kecelakaan
7. Imunisasi : Imunisasi wajib dilakukan lengkap sampai An.I
berusia 9 bulan
IV. RIWAYAT KELUARGA (GENOGRAM)
V. RIWAYAT SOSIAL
1. Yang mengasuh : yang mengasuh klien dari kecil adalah ibu klien
2. Hubungan dengan anggota keluarga : hubungan dengan keluarga baik,
tidak ada perselisihan sesama anggota keluarga
3. Hubungan dengan teman sebaya: hubungan dengan teman sebaya pun
baik, tidak ada perselisihan, klien cenderung pendiam, dan lebih banyak
kegiatan di rumah.
4. Pembawaan secara umum
5. Lingkungan rumah: klien tinggal bersama kedua orangtuanya di daerah
Sawangan Depok, yang relatif masih tidak terlalu padat, masih terdapat
kebun, dan lahan kosong antara jarak rumah ke rumah
VI. KEBUTUHAN DASAR
1. Makanan yang disukai/tidak disukai
Selera : baik, namun porsi tidak terlalu banyak
Alat makan yang dipakai : piring dan sendok
Pola makan/jam : 2-3 x/hari, porsi tidak terlalu banyak
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
2. Pola tidur
Kebiasaan sebelum tidur : tidak ada kebiasaan khusus menjelang tidur
Tidur siang : tidur siang kadang-kadang dilakukan
3. Mandi : mandi 2x/hari
4. Aktivitas bermain : klien tidak banyak main, lebih banyak
dirumah, jika tidak ada kegiatan yang
sangat disukainya
5. Eliminasi : 4-5 x/hari, tidak ada keluhan nyeri
VII. KEADAAN KESEHATAN SAAT INI
1. Diagnosa Medis : Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
2. Tindakan operasi : tidak ada
3. Status nutrisi :
BB: 41 kg, TB: 153 cm, LLA 23 cm
4. Status cairan : kebutuhan cairan 1500-2000 ml/24 jam
5. Obat-obatan :
Infus Kaen I B 20 tetes/menit = 60 ml/jam
Ibuprofen 3 x 400 mg (P.O)
Omeperazole 1 x 40 mg (P.O)
Lactulax syrup 3 x 5 ml (P.O)
Meptin syrup 2 x 5 ml (P.O)
Sunblock SPF 30
Diit nasi lunak
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
6. Hasil Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai
Normal
05 Juni 2013
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
LED
VER/HER/KHER/RDW
VER
HER
KHER
RDW
HITUNG JENIS
Basofil
Eosinofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
Luc
FUNGSI HATI
SGOT
SGPT
Protein Total
Albumin
Globulin
FUNGSI GINJAL
Ureum
Creatinin
Protein urine kuantitatif
URINALISA
Urobilinogen
Protein urine
9.9
30
3.7
166
3.88
44.0
77.8
25.7
33.0
16.0
0
4
58
30
4
3
95
42
6.10
3.20
2.90
11
0.2
229
1.0
Negatif
g/dl
%
ribu/ul
ribu/ul
juta/ul
mm
fl
pg
g/dl
%
%
%
%
%
%
%
u/l
u/l
g/dl
g/dl
g/dl
mg/dl
mg/dl
mg/24 jam
E.U/dl
11.7 - 15.5
33 – 45
4.5 – 13.5
184 – 488
3.80 – 5.20
0.0 – 20.0
80.0 – 100.0
26.0 – 30.0
32.0 –
< 1.0
Negatif
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai
Normal
Berat jenis
Bilirubin
Keton
Nitrit
pH
Lekosit
Darah/ Hb
Glukosa urin/ reduksi
Warna
Kejernihan
SEDIMEN URINE
Epitel
Lekosit
Eritrosit
Silinder
Kristal
Bakteri
Lain-lain
IMUNOLOGI
DS – DNA
≤ 1.005
Negatif
Trace
Negatif
7.0
Negatif
Negatif
Negatif
Kuning
Jernih
Positif
0-1
0-1
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Positif
1.005 –
1.030
Negatif
Negatif
Negatif
4.8 – 7.4
Negatif
Negatif
Negatif
Kuning
Jernih
7. Hasil Pemeriksaan penunjang
-
VIII. PEMERIKSAAN FISIK
1 Keadaan Umum : Sakit sedang, kesadaran compos mentis, GCS
15
2 BB / TB : BB 41 kg, TB 153 cm
3 Mata : Mata tampak simetris, konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada
gangguan penglihatan
4 Hidung : Tidak terdapat deformitas, tidak ada keluhan,
terdapat bercak kemerahan pada wajah
(butterfly rash)
5 Mulut : Relatif bersih, tidak ada candida, maupun
stomatitis
6 Telinga : Simetris, serumen relatif normal, tidak ada
keluhan nyeri, dan tidak ada gangguan
pendengaran
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
7 Tengkuk/ Leher : Tidah terdapat pembesaran kelenjar getah
bening
8 Dada : Simetris, nafas tidak ada penggunaan otot-oto
sela iga, tidak ada massa
9 Jantung : BJ 1 dan BJ 2 reguler, gallop (-), murmur (-),
tidak ada pembesaran jantung
10 Paru-paru : Bunyi paru vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-)
11 Abdomen : Supel, datar, bising usus 8 x/mnt,
12 Punggung : Tampak bercak kemerahan pada punggung,
punggung agak lembab beerkeringan
13 Ekstremitas : Akral hangat, capilarry refill time < 2 detik,
14 Kulit : Terdapat bercak kemerahan pada kulit tubuh,
turgor kulit elastis, mukosa bibir kurang
lembab
15 Tanda-tanda Vital : TD: 110/80 mmHg, HR: 84x/mnt, RR:
20x/mnt, Suhu tubuh : 37,80C
IX. PEMERIKSAAN TINGKAT PERKEMBANGAN
1 Kemandirian dan
Bergaul
: Klien jarang main diluar rumah bersama
teman-temannya, lebih banyak kegiatan
dirumah sepulang sekolah
2 Motorik halus : Tidak ada masalah, fungsi sesuai dengan
perkembangan usianya
3 Kognitif dan
bahasa
: Tidak ada masalah, fungsi sesuai dengan
perkembangan usianya
4 Motorik kasar : Tidak ada masalah, fungsi sesuai dengan
perkembangan usianya
X. INFORMASI LAIN
Klien memiliki hobby berenang, kegiatan berenang kerap kali selalu diikuti
baik dalam kegiatan sekolah, maupun diluar jam sekolah. Informasi keluarga,
klien tidak pernah menggunakan sunblock cream saat berenang.
XI. ANALISA DATA
Data Klien Masalah
Keperawatan
8 Juni 2103
DS:
Ibu klien mengatakan sampai saat ini demamnya
masih naik turun.
Ibu mengatakan An.I malas minum
DO:
Keadaan umum sakit sedang, kesadaran compos
mentis
Hipertermia/
peningkatan suhu
tubuh
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Data Klien Masalah
Keperawatan
Suhu tubuh : 37,90C
Kulit teraba hangat
Turgor kulit elastis
Mukosa bibir kurang lembab
Urin cukup
Tanda-tanda dehidrasi tidak ada
TTV : TD 110/80 mmHg, HR 84 x/mnt, RR 20
x/mnt
8 Juni 2013
DS:
Klien mengatakan nyeri pada sendi-sendi masih
dirasakan, terutama pada pagi hari saat bangun
tidur
Klien mengaakan skala nyeri 7
DO:
Klien tampak merintih kesakitan saat
menggerakkan tubuhnya
Klien sangat berhati-hati saat menggerakkan
tubuhnya
Klien dibantu keluarga dalam aktifitas (misal ke
kamar mandi)
Tidak ada bengkak pada area sendi
Skala nyeri: 7
Nyeri Akut
8 Juni 2013
DS:
-
DO:
Terdapat kemerahan pada pipi (butterfly rash)
Terdapat bercak kemerahan pada seluruh
badannya
Klien mendapat terapi sunblock cream SPF 30
Kulit punggung tampak lembab karena keringat.
Klien tampak lebih banyak di tempat tidur
Gangguan integritas
kulit
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Data Klien Masalah
Keperawatan
8 Juni 2013
DS:
Ibu klien mengatakan sampai saat ini
demamnya masih naik turun.
DO:
Suhu tubuh masih fluktuatif, 37,90C
Hasil laboratorium:
LED : 44 mm
DS-DNA : positif
Leukosit : 3.700
Terpasang infus di vena radialis metakarpal
dekstra dengan cairan Kaen IB 20 tetes/menit
Risiko penyebaran
infeksi
XII. PRIORITAS MASALAH
Masalah Keperawatan:
1. Hipertermia
2. Nyeri akut
3. Gangguan integritas kulit
4. Risiko penyebaran infeksi
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama : An. I No. MR : 0123.68.93
Umur/ Jenis kelamin : 13 th/ perempuan Diagnosa : Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
No. Diangnosa Keperawatan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
1
Hipertermia berhubungan
dengan proses inflamasi
DS:
Ibu klien mengatakan
sampai saat ini
demamnya masih naik
turun.
Ibu mengatakan An.I
malas minum
DO:
Keadaan umum sakit
sedang, kesadaran
compos mentis
Suhu tubuh: 390C
Kulit teraba hangat
Turgor kulit elastis
Mukosa bibir kurang
lembab, urin cukup
Tanda-tanda dehidrasi
tidak ada, TD 110/80
mmHg, HR 84 x/mnt,
RR 20 x/mnt
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 x 8 jam
suhu tubuh stabil dengan
kriteria hasil:
Suhu tubuh dalam batas
normal sekita 36.5 0
–
37.40 C
HR : 80 – 100 x/mnt
RR : 16 – 24 x/ mnt
Turgor kulit baik
Mukosa bibir lembab
Tidak terdapat kejang
Keluarga dapat
melakukan TWS (Tapid
water Sponge)
Mandiri:
1. Pantau tanda-tanda vital (TD, HR, RR)
2. Pantau suhu tubuh minimal setiap 2
jam, sesuai dengan kebutuhan dan
pantau adanya diaporesis yang
berlebihan
3. Lakukan dan ajarkan keluarga untuk
melakukan TWS
4. Anjurkan klien untuk menggunakan
pakaian yang tidak terlalu tebal.
5. Motivasi asupan minum peroral dan
pastikan tetesan infus sesuai dengan
yang dianjurkan
Kolaborasi:
6. Kolaborasi pemberian antipiretik
paracetamol 3 x 400 mg
1. Untuk mengetahui data dasar
parameter hemodinamik
2. Untuk mengetahui perkembangan
suhu tubuh
3. Untuk mempercepat penurunan
suhu tubuh melalui proses
evaporasi dan konduksi
4. Untuk mempercepat penurunan
suhu tubuh melalui proses
konduksi
5. Untuk menjaga keseimbangan
cairan tubuh saat penguapan
karena peningkatan suhu tubuh
6. Intervensi farmakologi untuk
menurunkan suhu tubuh
Lampiran 2
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
No. Diangnosa Keperawatan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
2.
Nyeri akut
DS:
Klien mengatakan nyeri
pada sendi-sendi masih
dirasakan, terutama pada
pagi hari saat bangun
tidur
Klien mengaakan skala
nyeri 7
DO:
Klien tampak merintih
kesakitan saat
menggerakkan tubuhnya
Klien sangat berhati-hati
saat menggerakkan
tubuhnya
Klien dibantu keluarga
dalam aktifitas (misal ke
kamar mandi)
Tidak ada bengkak pada
area sendi
Skala nyeri: 7
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24
jam nyeri berkurang, dengan
kriteria hasil:
Klien mengungkapkan
nyeri berkurang
Penurunan intensitas
nyeri dengan skala nyeri
menurun dari 7/10
menjadi 3/10
Klien tidak gelisah
Klien tidak merintih
kesakitan
Mandiri:
1. Pantau skala nyeri klien setiap 8 jam
sekali (setiap shift) dengan VAS atau
wong baker faces
2. Lakukan pengkajian nyeri meliputi
lokasi, karakteristik nyeri, awitan, dan
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
atau keparahan nyeri, dan faktor
presipitasinya.
3. Observasi isyarat nonverbal
ketidaknyamanan
4. Sertakan dalam instruksi pemulangan
(discharge planning) klien obat khusus
yang harus diminum, frekuensi
pemberian, kemungkinan efek samping
5. Dampingi klien saat mengubah posisi
6. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
Kolaborasi:
7. Kolaborasi pemberian analgetik untuk
mengurangi nyeri pada sendi, yaitu
pemberian ibupfofen 3 x 400 mg
1. Untuk mengetahui perubahan skala
nyeri klien
2. Mengetahui keberhasilan
intervensi yang dilakukan dengan
pengkajian nyeri
3. Isyarat nonverbal dapat
menggambarkan nyeri yang
dirasakan
4. Agar klien dan keluarga
mengetahui fungsi dari obat-oabt
yang dikonsumsi oleh klien
5. Menghindari nyeri yang berlebihan
6. Relaksasi nafas dalam merupakan
teknik distraksi dengan
menstimulasi baroreseptor pada
sinus carotid
7. Intervensi farmakologi untuk
menurunkan suhu tubuh
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
No. Diangnosa Keperawatan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
3.
Gangguan integritas kulit
DS: -
DO:
Terdapat kemerahan
pada pipi (butterfly
rash)
Terdapat bercak
kemerahan pada seluruh
badannya
Klien mendapat terapi
sunblock cream SPF 30
Kulit punggung tampak
lembab karena keringat.
Klien tampak lebih
banyak di tempat tidur
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24
jam, gangguan integritas kulit
membaik, dan tidak terjadi
perburukan dengan kriteria
hasil:
Bercak kemerahan pada
kulit tubuh klien
berkurang
Butterfly rash pada wajah
menipis
Mandiri:
1. Pertahakankan kebersihan, kekeringan,
dan kelembaban kulit, gunakan air
hangat saat mandi
2. Pastikan intake nutrisi yang adekuat
3. Edukasi klien dan keluarga, untuk
menjaga klien terhindar dari bahan
kimia seperti detergen dan tidak
menggunakan sabun serta pelembab
kulit yang mengandung alkohol
4. Hindari terpapar dari sinar matahari
secara langsung, gunakan sunblock
cream dan pakaian panjang yang dapat
menutup kulit
Kolaborasi:
5. Kolaborasi pemberian sunblock cream
SPF 30
1. Untuk menjaga keutuhan kulit
2. Untuk meningkatkan
penyembuhan lesi dan mencegah
infeksi
3. Untuk menghindari iritasi kulit,
karena alkohol dapat menyebabkan
kekeringan pada kulit yang dapat
memperburuk keadaan
4. Untuk mencegah eksaserbasi,
karena rash yang ada dapat
terangsang karena sinar matahari
5. Dapat mengurangi paparan
langsung sinar matahari ke kulit
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
No. Diangnosa Keperawatan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
4. Risiko infeksi
DS:
Ibu klien mengatakan
sampai saat ini
demamnya masih naik
turun.
DO:
Suhu tubuh masih
fluktuatif, 37,90C
Hasil laboratorium:
LED : 44 mm
DS-DNA : positif
Leukosit : 3.700
Terpasang infus di vena
radialis metakarpal
dekstra dengan cairan
Kaen IB 20 tetes/menit
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24
jam penyebaran infeksi tidak
terjadi den kriteria hasil:
Tidak ada tanda-tanda
penyebaran infeksi
Suhu tubuh normal sekitar
36.50 – 37.4
0C
Keluarga dapat
mendemonstasikan cara
cuci tangan yang benar
Mandiri:
1. Observasi area-area yang dapat
menjadi port d’entry kuman
2. Cuci tangan sesuai dengan five moment
criteria
3. Pastikan lingkungan sekitar tempat
tidur klien bersih dan tidak banyak
benda-benda yang tidak dibutuhkan
4. Edukasi keluarga untuk melakukan
hand hygiene
5. Batasi pengunjung dan penunggu
pasien
1. Untuk mengkaji faktor penyebab
yang berkontribusi terhadap
kejadian infeksi
2. Mengurangi risiko transmisi
kuman patogen
3. Untuk meminimalisir patogen dari
lingkungan
4. Untuk meminimalisir transmisi
patogen
5. Untuk menghindari masuknya
mikroorganisme
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
CATATAN PERKEMBANGAN
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Nama : An. I
No. MR : 0123.68.93
Umur/ Jenis kelamin : 13 tahun/ perempuan
Diagnosa : Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
Ruang : 322, lantai 3 selatan Gd.Teratai RSUP Fatmawati
Tanggal
Waktu Diagnosa Implementasi Evaluasi
Sabtu,
8 Juni
2013
Jam
10.30
WIB
Hipertermia
1. Mengobservasi
suhu tubuh
klien secara
berkala
2. Mengajarkan
keluarga
melakukan
TWS
3. Memotivasi
klien untuk
minum yang
cukup dan
4. Memastikan
tetesan infus
paten sesuai
indikasi.
S :
Klien mengatakan minum sedikit
sedikit
Ibu klien mengatakan, hari ini
demamnya masih naik turun, tetapi
lebih baik dari hari sebelumnya
O :
Keadaan umum sakit sedang, kesadaran
compos mentis
Suhu tubuh pada observasi pertama
380C setelah dilakukan TWS berangsur
turun sampai dengan 37.20C
Turgor kulit elastis, mukosa bibir mulai
lembab
Kejang tidak ada
Kaen IB diberikan 20 tetes/mnt, paten,
dan lancar
Keluarga dapat melakukan TWS secara
madiri.
TTV stabil : TD 100/70 mmHg, HR
88x/mnt, RR: 22 x/mnt
A : Hipertermia teratasi
P :
Pertahankan hidrasi yang adekuat
Motivasi klien untuk minum sedikit-
sedikit tap sering sesuai dngan indikasi
Kolaborasi pemberian antipiretik jika
suhu meningkat
S :
Ibu klien mengatakan, hari ini An.I
Lampiran 3
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Tanggal
Waktu Diagnosa Implementasi Evaluasi
Senin,
10 Juni
2013
09.00
Hipertermia
1. Mengobservasi
suhu tubuh
klien secara
berkala
2. Memotivasi
klien untuk
minum yang
cukup dan
3. Memastikan
tetesan infus
paten sesuai
indikasi.
tidak demam
O :
Keadaan umum sakit sedang,
kesadaran compos mentis
Suhu tubuh 36.70C
Turgor kulit elastis, mukosa bibir
lembab.
Kaen IB diberikan 20 tetes/mnt, paten,
dan lancar.
Tidak ada tanda-tand aphlebitis pada
area pemasangan infus
A : Hipertermia teratasi
P :
Pertahankan hidrasi yang adekuat
Motivasi klien untuk minum sedikit-
sedikit tap sering sesuai dngan indikasi.
Kolaborasi pemberian antipiretik jika
suhu meningkat
Senin,
10 Juni
2013
Jam
10.30
WIB
Nyeri akut 1. Mengkaji skala
nyeri klien
2. Melakukan
pengkajian
nyeri meliputi
lokasi,
karakteristik
nyeri, awitan,
dan durasi,
frekuensi,
kualitas,
intensitas atau
keparahan
nyeri, dan
faktor
presipitasinya.
3. Mengajarkan
teknik relaksasi
S :
Klien mengatakan nyeri berkurang
dibanding hari kemarin
Klien mengatakan nyeri lebih terasa
pada bagian kaki dan badan
Klien mengatakan nyerinya terus-
terusan dirasakan, terlebih ketika pagi
hari saat bangun tidur
O :
Keadaan umum sedang, compos
mentis, afebris
Skala nyeri 5/10
Klien masih tampak berhati-hati saat
mobilisasi
Klien dibantu keluarga dalam
melakukan aktivitas toileting
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Tanggal
Waktu Diagnosa Implementasi Evaluasi
nafas dalam Ibuprofen 400 mg peroral sudah
diminum Pk.07.00 WIB
A : Nyeri belum teratasi
P :
Lakukan pengkajian nyeri secara
berkala
Ingatkan kembali cara relaksasi nafas
dalam
Edukasi keluarga penyebab nyeri yang
dirasakan oleh An.I
Senin,
10 Juni
2013
Jam
10.30
WIB
Gangguan
integritas
kulit
1. Menjelaskan
kepada
keluarga
mengapa harus
menghindari
paparan
langsung sinar
matahari
2. Mengingatkan
klien dan
keluarga untuk
mempertahanka
n kekeringan
dan
kelembaban
kulit An.I.
3. Mengingatkan
keluarga untuk
membantu
menggunakan
sunblock cream
pada An.I
S :
Klien mengatakan kulitnya tidak gatal
Ibu klien mengatakan sunblock
creamnya sudah rutin digunakan
O :
Tampak bercak kemerahan pada kulit
lengan, kaki, abdomen, dada, dan
punggung.
Tampak butterfly rash pada wajah
Tidak tampak kondisi yang perburukan
dari sebelumnya
Pada beberapa tempat kemerahan mulai
berubah warna kearah kering
A : Gangguan integritas kulit belum
teratasi
P :
Edukasi keluarga untuk menghindari
kontak dengan detergen, sabun yang
mengandung alkohol.
Edukasi keluarga alasan untuk
menghindari secara langsung terpapar
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Tanggal
Waktu Diagnosa Implementasi Evaluasi
Senin,
10 Juni
2013
Jam
10.30
WIB
Risiko
penyebaran
infeksi
1. Mengobservasi
area
pemasangan
infus klien
2. Melakukan
edukasi kepada
keluarga
mengenai cuci
tangan
S :
Ibu klien mengatakan sudah pernah
diajari cara cuci tangan, namun
urutannya tidak hapal
O :
Tidak ada keluhan nyeri berkemih
Ibu klien dapat mendemonstrasikan
cara cuci tangan
Area pemasangan infus paten, tidak ada
tanda-tanda infeksi phlebitis
A : Penyebaran infeksi tidak terjadi
P:
Evaluasi cara hand hygiene keluarga
Batasi jumlah pengunjung bergantian
Edukasi keluarga untuk menjaga
kebersihan area tempat tidur klien
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
CATATAN PERKEMBANGAN
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Nama : An. I
No. MR : 0123.68.93
Umur/ Jenis kelamin : 13 tahun/ perempuan
Diagnosa : Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
Ruang : 322, lantai 3 selatan Gd.Teratai RSUP Fatmawati
Tanggal
Waktu Diagnosa Implementasi Evaluasi
Selasa,
11 Juni
2013
Jam
09.00
WIB
Nyeri akut 1. Mengkaji skala
nyeri klien
2. Melakukan
pengkajian nyeri
3. Mengajarkan
teknik relaksasi
nafas dalam
S :
Klien mengatakan nyeri berkurang
dari kemarin
O :
Keadaan umum sedang, compos
mentis, afebris
Skala nyeri 4/10
Klien masih tampak lebih sering
berbaring di tempat tidur
Klien dibantu keluarga dalam
melakukan aktivitas toileting
A : Nyeri teratasi sebagian
P :
Lakukan pengkajian nyeri untuk
mengevaluasi keberhasilan terapi dan
intervensi
Ingatkan kembali cara relaksasi nafas
dalam
Edukasi keluarga penyebab nyeri
yang dirasakan oleh An.I
Selasa,
11 Juni
2013
Jam
09.00
Gangguan
integritas
kulit
1. Mengobservasi
intake peroral
makan dan
minum)
2. Mengingatkan
klien dan
keluarga untuk
mempertahankan
kekeringan dan
S :
Ibu klien mengatakan sunblock
creamnya sudah rutin digunakan
Klien mengatakan kurang suka
dengan makanan rumah sakit
O :
Tampak bercak kemerahan pada kulit
lengan, kaki, abdomen, dada, dan
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Tanggal
Waktu Diagnosa Implementasi Evaluasi
kelembaban kulit
An.I
3. Mengingatkan
keluarga untuk
membantu
menggunakan
sunblock cream
pada An.I
punggung, ada beberapa bagian yang
sudah agak mengering.
Tampak butterfly rash pada wajah
mulai menipis
Tidak tampak kondisi yang
perburukan dari sebelumnya
Makan tidak dihabiskan klien
A : Gangguan integritas kulit belum
teratasi
P :
Edukasi keluarga untuk menghindari
kontak dengan detergen, sabun yang
mengandung alkohol
Edukasi keluarga alasan untuk
menghindari secara langsung terpapar
Selasa,
11 Juni
2013
Risiko
penyebaran
infeksi
1. Mengobservasi
area pemasangan
infus klien
2. Membatasi
jumlah penunggu
dan pengunjung
pasien
S :
Ibu klien mengatakan sudah bisa cara
cuci tangan yang diajarkan perawat
O :
Tidak ada keluhan nyeri berkemih
Ibu klien dapat mendemonstrasikan
cara cuci tangan
Area pemasangan infus paten, tidak
ada tanda-tanda infeksi phlebitis
A : infeksi tidak terjadi
P:
Evaluasi cara hand hygiene keluarga
Batasi jumlah pengunjung bergantian
Edukasi keluarga untuk menjaga
kebersihan area tempat tidur klien
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
CATATAN PERKEMBANGAN
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Nama : An. I
No. MR : 0123.68.93
Umur/ Jenis kelamin : 13 tahun/ Perempuan
Diagnosa : Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
Ruang : 322, lantai 3 selatan Gd.Teratai RSUP Fatmawati
Tanggal
Waktu Diagnosa Implementasi Evaluasi
Rabu,
12 Juni
2013
Jam
11.00
WIB
Nyeri akut 1. Mengkaji skala
nyeri klien
2. Melakukan
pengkajian nyeri.
3. Memberikan
edukasi
persipaan pulang
mengenai obat
nyeri yang
dikonsumsi klien
S :
Klien mengatakan nyeri berkurang
Klien mengatakan semalam tidurnya
nyenyak
Ibu klien mengatakan ibuprofen obat
untuk nyeri sendinya
O :
Keadaan umum sedang, compos
mentis, afebris
Skala nyeri 2/10
Klien tampak mulai lebih berani
untuk mobilisasi
A : Nyeri teratasi
P :
Ingatkan kembali cara relaksasi nafas
dalam, jika tiba-tiba dirumah
merasakan nyeri melebihi hari ini
Rabu,
12 Juni
2013
Jam
11.00
WIB
Gangguan
integritas
kulit
1. Menjelaskan
kepada keluarga
mengapa harus
menghindari
paparan langsung
sinar matahari
2. Mengingatkan
klien dan
keluarga untuk
mempertahankan
kekeringan dan
kelembaban kulit
An.I
S :
Ibu klien mengatakan sunblock
creamnya sudah rutin digunakan
Ibu mengatakan sunblock cream
sudah diresepkan kembali untuk
pulang
O :
Tampak bercak kemerahan pada
punggung mulai hilang
Kemerahan kulit pada lengan, kaki,
abdomen, dada, mulai mengering
Tampak butterfly rash pada wajah
masih ada, namun sudah menipis
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Tanggal
Waktu Diagnosa Implementasi Evaluasi
3. Mengingatkan
keluarga untuk
membantu
menggunakan
sunblock cream
pada An.I
Tidak tampak kondisi yang
perburukan dari sebelumnya
Tidak ada tanda-tanda infeksi
A : Gangguan integritas kulit teratasi
sebagian
P :
Edukasi keluarga untuk menghindari
kontak dengan detergen, sabun yang
mengandung alkohol
Edukasi keluarga alasan untuk
menghindari secara langsung terpapar
sinar matahari
Rabu,
12 Juni
2013
Jam
11.00
WIB
Risiko
infeksi
1. Mengobservasi
area pemasangan
infus klien
2. Melakukan
edukasi ulang
kepada kleuarga
kepada keluarga
mengenai hand
hygiene dan
perawatan klien
dengan SLE di
rumah
S :
Ibu klien mengatakan sudah bisa cara
cuci tangan
O :
Ibu klien dapat mendemonstrasikan
cara cuci tangan
Infus diaff karena rencana pulang,
phlebitis tidak ada
A : infeksi tidak terjadi
P:
Evaluasi cara hand hygiene keluarga
Edukasi keluarga untuk menjaga
kebersihan dirumah dan bagaimana
perawatan klien dengan SLE dirumah
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
DISCHARGE PLANNING
Nama Pasien : Umur/ Jenis Kelamin : Tgl Masuk :
No. MR : Alamat : Tgl Keluar :
Tahap
Kegiatan
Kegiatan Dilakukan Keterangan
Tanggal Jam
Tahap I
Pengkajian
1 Pengkajian fisik
2 Pengkajian status fungsional
3. Pengkajian status psikologi
4. Pengkajian status kognitif
5. Pengkajian support sistem
Pengkajian kebutuhan pendidikan kesehatan
a. Proses penyakit
b. Medikasi
c. Enviroment
d. Treatment
e. Health
f. Outpatient referral
g. Diet
Tahap II
Implementasi
1. Penkes tentang proses penyakit
a. Pengertian, penyebab, tanda dan gejala
b. Faktor risiko
c. Komplikasi
2. Penkes tentang medikasi
3. Penkes tentang penatalaksanaan
Lampiran 4
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Tahap
Kegiatan
Kegiatan Dilakukan Keterangan
Tanggal Jam
4. Penkes tentang pemeriksaan diagnostik
5. Penkes tentang rehabilitasi
6 Penkes tentang modifikasi lingkungan pasien sete;ah
pulang dari rumah sakit
7 Dukungan keluarga terhadap pasien
Tahap III
(rencana
tindak lanjut
dirumah)
1 Diskusikan tentang rencana perawatan tindak lanjutan
pasien
a. Bantuan ADL
b. Jadwal kontrol
2 Diskusikan tentang support sistem keluarga, financial
dan alat atau transportasi yang akan digunakan pasien
Catatan Pulang
Pelaksanaan
Keterangan Sudah diberikan Belum diberikan
Tanggal Jam Alasan
1 Obat – obatan pulang
2 Surat kontrol pasien
3 Rujukan rehabilitasi
4 Informasi kesehatan
Discharge Planner/ Perawat
(Nama dan tanda tangan)
Pasien atau keluarga
(Nama dan tanda tangan)
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013
i
Analisis praktik..., Yuni Azizah, FIK UI, 2013