Upload
ekpd
View
1.816
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Laporan Akhir EKPD 2009 Provinsi Bengkulu oleh Universitas Bengkulu
Citation preview
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
i
KKaattaa PPeennggaannttaarr
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh dan salam sejahtera,
Sebagai upaya untuk meningkatkan relevansi dan efektifitas pembangunan daerah, Kementrian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS telah memberikan kepercayaan kepada Universitas Bengkulu untuk melaksanakan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) di Provinsi Bengkulu. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih atas kepercayaan dan kerjasama diantara kita selama ini. Besar harapan kami semoga kerjasama yang baik ini akan berkesinambungan dan berkembang dalam ruang lingkup yang lebih luas di masa yang akan datang.
Puji Syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga pelaksanaan penelitian dan pembuatan laporan akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Bengkulu tahun 2009 ini dapat diselesaikan. Meskipun begitu, minimnya ketersediaan data yang dibutuhkan di dinas dan instansi-instansi terkait masih merupakan suatu persoalan utama yang menghambat kelancaran pelaksanaan EKPD pada tahun ini. Kelangkaan data sangat terasa terutama untuk indikator-indikator yang baru diperkenalkan dan digunakan pada EKPD tahun ini seperti data yang berkaitan dengan UMKM. Selain sebagai hambatan, kendala dalam ketersediaan data tersebut diharapkan sebagai tantangan bagi semua pihak terkait untuk diperbaiki di masa yang akan datang.
Berdasarkan indikator yang digunakan, kinerja pembagunan di Provinsi Bengkulu secara umum dapat dikatakan telah mempunyai tingkat relevansi dan tingkat efektifitas yang cukup memadai bila dibandingkan dengan beberapa indikator pembangunan yang sama di tingkat nasional terutama dalam hal pembangunan SDM. Meskipun begitu, pertumbuhan ekonomi dari tahun 2007 ke tahun 2008 mengalami penurunan yang cukup signifikan dan berada di bawah nilai rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Tingginya tingkat ketergantungan pertumbuhan ekonomi terhadap variabel tertentu terutama konsumsi (C) dan ekspor (X) serta terjadinya krisis keuangan global yang berpengaruh terhadap harga produk-produk utama yang dihasilkan di Provinsi Bengkulu seperti sawit dan karet merupakan faktor yang dianggap berpengaruh dan berkontribusi signifikan terhadap penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut. Kondisi ini memberikan implikasi bahwa struktur ekonomi Provinsi Bengkulu cenderung masih lemah dan rentan. Sehubungan dengan itu, kebijakan pembangunan Provinsi Bengkulu di masa mendatang sebaiknya difokuskan kepada pemberdayaan dan penguatan kemampuan ekonomi lokal.
Selain itu, pendapatan perkapita penduduk Provinsi Bengkulu telah mengalami peningkatan. Namun kenaikan tersebut belum setara dengan kenaikan pendapatan perkapita di tingkat nasional. Sehingga pergeseran pendapatan perkapita Provinsi Bengkulu malah lebih lambat, posisinya jauh dibawah pendapatan perkapita nasional dan bahkan perubahan absolutnya lebih kecil di banding tahun sebelumnya. Selain disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan PDRB, hasil ini juga mengindikasikan bahwa tingkat produktifitas di Provinsi Bengkulu cenderung masih lebih rendah bila dibandingkan dengan produktifitas di tingkat nasional. Oleh karena itu, kebijakan dan program yang mendorong peningkatan produktifitas seperti peningkatan soft-skills masyarakat dan transfer teknologi guna meningkatkan nilai tambah (value added) sumberdaya daerah
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
ii
sebaiknya dapat dijadikan sebagai salah satu agenda utama pembangunan di Provinsi Bengkulu di masa yang akan datang.
Selama melaksanakan penelitian dan penyusunan laporan ini, Tim telah berkoordinasi dan bekerja sama dengan berbagai pihak dan instansi terkait. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan berharap semoga kerjasama yang baik ini akan terus berkembang di masa mendatang.
Akhirnya kami berharap semoga dokumen laporan EKPD Provinsi Bengkulu tahun 2009 ini bermanfaat bagi berbagai pihak terkait terutama Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan dan menentukan kebijakan pembangunan yang lebih relevan dan efektif di masa yang akan datang demi terwujudnya kesejahteraan bagi segenap masyarakat.
Meskipun terhalang oleh terbatasnya ketersediaan data yang dibutuhkan, kami telah berusaha untuk mempresentasikan hasil yang terbaik yang bisa dilakukan. Berbagai keterbatasan tersebut tentunya telah mempengaruhi tingkat kesempurnaan laporan ini. Oleh karena itu, kami akan mengucapkan banyak terimakasih bila ada masukan yang konstruktif dari berbagai pihak guna penyempurnaan laporan ini dan demi keberhasilan pembangunan di Provinsi Bengkulu yang kita cintai ini.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh dan salam sejahtera.
Bengkulu, Desember 2009 Rektor Universitas Bengkulu Prof. Ir. Zainal Mukhtamar, M.Sc,Ph.D NIP.19591110.198403.1.005
Tim EKPD Provinsi Bengkulu,
M.Abduh, SE,M.Sc, Ph.D (Ketua) Hutapia, SE, ME (Anggota)
Dr.M.Ridwan, SE,MP. (Anggota) Dr.Iskandar.M.Si (Anggota)
Benardin, SE, MT (Anggota) Adi Bastian, SH,MH (Anggota)
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
1
PPeennddaahhuulluuaann
11..11.. LLaattaarr BBeellaakkaanngg ddaann TTuujjuuaann
Pembangunan daerah termasuk di Provinsi Bengkulu merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari pembangunan nasional. Pada hakekatnya pembangunan daerah
merupakan serangkaian upaya yang terencana, terstruktur dan sistematis serta
berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam
mewujudkan kesejahteraan bagi segenap masyarakat dan menggapai masa depan
yang lebih baik di masa yang akan datang.
Meskipun tujuan utama pembangunan hampir relatif sama untuk semua daerah,
namun setiap daerah mempunyai karakteristik dan potensi yang belum tentu sama
dengan daerah lain sehingga pemerintah di masing-masing daerah perlu membuat
kebijakan dan program pembangunan yang sesuai dengan situasi dan kondisi
daerahnya tetapi harus relevan atau tidak bertentangan dengan kebijakan
pembangunan di tingkat nasional. Hal ini sejalan dengan amanat UU No. 32 tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2005 yang menegaskan bahwa Pemerintah Daerah
diberikan kewenangan secara luas untuk menentukan kebijakan dan program
pembangunan di daerah masing-masing.
Sebagai upaya untuk mencapai tujuan utama pembangunan daerah dan nasional,
Pemerintah Provinsi Bengkulu telah merencanakan dan mengimplementasikan
berbagai jenis kebijakan dan program pembangunan di segala bidang secara
bertahap baik untuk jangka pendek berupa rencana kerja, jangka menengah berupa
rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) maupun rencana
pembangunan jangka panjang daerah (RPJPD). Meskipun telah banyak upaya
pembangunan di berbagai bidang yang telah dilaksanakan, namun hasil
II BBAABB
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
2
pembangunan yang dicapai masih belum optimal karena hingga saat ini Provinsi
Bengkulu masih dikategorikan sebagai salah satu provinsi tertinggal di Indonesia.
Oleh karena itu, kinerja pembangunan daerah di Provinsi Bengkulu perlu dievaluasi
untuk perbaikan kebijakan dan program di masa yang akan datang agar tujuan
utama pembangunan daerah dapat diwujudkan.
Sebagaimana di tingkat nasional, Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD)
2009 di Provinsi Bengkulu dilaksanakan untuk menilai relevansi dan efektivitas
kinerja pembangunan daerah dalam rentang waktu 2004-2008. Evaluasi ini juga
dilakukan untuk melihat apakah pembangunan daerah telah mencapai
tujuan/sasaran yang diharapkan dan apakah masyarakat mendapatkan manfaat dari
pembangunan daerah tersebut.
Secara kuantitatif, evaluasi ini akan memberikan informasi penting yang berguna
sebagai alat untuk membantu pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan
pembangunan dalam memahami, mengelola dan memperbaiki apa yang telah
dilakukan sebelumnya.
Hasil evaluasi digunakan sebagai rekomendasi yang spesifik sesuai kondisi lokal
Provinsi Bengkulu guna mempertajam perencanaan dan penganggaran
pembangunan pusat dan daerah pada periode berikutnya, termasuk untuk
penentuan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Dekonsentrasi (DEKON).
11..22.. KKeelluuaarraann
Keluaran yang diharapkan dari pelaksanaan EKPD 2009 di Provinsi Bengkulu ini
meliputi:
• Terhimpunnya data dan informasi evaluasi kinerja pembangunan daerah di
Provinsi Bengkulu
• Tersusunnya hasil analisa evaluasi kinerja pembangunan daerah di Provinsi
Bengkulu
11..33.. MMeettooddoollooggii EEvvaalluuaassii
Metodologi Evaluasi dan Kerangka Kerja EKPD 2009 di Provinsi Bengkulu mengacu
kepada panduan yang disediakan oleh BAPPENAS yang meliputi beberapa tahapan
kegiatan utama yaitu: (1) Penentuan indikator hasil (outcomes) yang memiliki
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
3
pengaruh besar terhadap pencapaian tujuan pembangunan daerah; (2) Pemilihan
pendekatan dalam melakukan evaluasi; dan (3) Pelaksanaan evaluasi serta
penyusunan rekomendasi kebijakan, sebagaimana terlihat pada Gambar 1.1. Ketiga
tahapan tersebut diuraikan sebagai berikut:
(1) Penentuan Indikator Hasil (outcomes) Indikator kinerja dari tujuan/sasaran pembangunan daerah merupakan indikator
dampak (impacts) yang didukung melalui pencapaian 5 kategori indikator hasil
(outcomes) terpilih. Pengelompokan indikator hasil serta pemilihan indikator
pendukungnya, dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut:
• Specific, atau indikator dapat diidentifikasi dengan jelas;
• Relevant: mencerminkan keterkaitan secara langsung dan logis antara target output dalam rangka mencapai target outcome yang ditetapkan; serta antara target outcomes dalam rangka mencapai target impact yang ditetapkan;
• Measurable: jelas dan dapat diukur dengan skala penilaian tertentu yang disepakati, dapat berupa pengukuran secara kuantitas, kualitas dan biaya;
• Reliable: indikator yang digunakan akurat dan dapat mengikuti perubahan tingkatan kinerja;
• Verifiable: memungkinkan proses validasi dalam sistem yang digunakan untuk menghasilkan indikator;
• Cost-effective: kegunaan indikator sebanding dengan biaya pengumpulan data.
Pengelompokan 5 kategori indikator hasil (outcomes) yang mencerminkan
tujuan/sasaran pembangunan daerah meliputi:
A. Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi.
B. Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia.
C. Tingkat Pembangunan Ekonomi.
D. Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam.
E. Tingkat Kesejahteraan Sosial.
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
4
Gambar 1.1. Kerangka Kerja EKPD
(2) Pemilihan Pendekatan Dalam Melakukan Evaluasi Hubungan antar tingkat indikator dengan pendekatan pengukuran kinerja dapat
dilihat dalam Gambar 1.2 yaitu:
• Relevansi untuk menilai sejauh mana pembangunan yang dijalankan relevan
terhadap sasaran atau kebutuhan daerah dalam menjawab permasalahannya.
• Efektivitas, untuk melihat apakah pembangunan yang dilakukan berkontribusi
terhadap pencapaian baik tujuan spesifik maupun umum pembangunan
daerah.
• Efisiensi, untuk mengetahui bagaimana masukan (inputs) dirubah menjadi
keluaran (outputs).
• Efektivitas Biaya, untuk menggambarkan hubungan antara input dengan
outcomes pembangunan.
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
5
• Kualitas, yaitu pengukuran derajat kesesuaian antara hasil-hasil
pembangunan dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.
• Waktu, yaitu ketepatan waktu/periode pencapaian kinerja yang ditetapkan.
• Produktivitas, untuk melihat nilai tambah dari setiap tahapan proses
pembangunan dibandingkan dengan sumber daya yang digunakan.
Mengingat keterbatasan waktu dan sumber daya yang tersedia untuk
pelaksanaan EKPD 2009, maka pendekatan dalam melakukan evaluasi hanya
meliputi relevansi dan efektivitas pencapaian.
Gambar 1.2 . Hubungan antara Indikator dan Pendekatan Dalam Melakukan Evaluasi
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
6
(3) Pelaksanaan evaluasi serta penyusunan rekomendasi kebijakan Tahapan evaluasi dimulai dengan mengidentifikasi permasalahan dan tantangan
utama pembangunan daerah serta mengidentifikasi tujuan pembangunan daerah.
Tahap kedua adalah melengkapi dan mengoreksi Tabel Capaian yang dilanjutkan dengan tahap ketiga yaitu melakukan penilaian berkaitan dengan relevansi dan
efektivitas pencapaian.
Tahap keempat adalah melakukan identifikasi berbagai alasan atau isu yang
menyebabkan capaian pembangunan daerah (tidak) relevan dan (tidak) efektif.
Tim Evaluasi Provinsi menjelaskan “How and Why” berkaitan dengan capaian
pembangunan daerah.
Tahap kelima adalah menyusun rekomendasi untuk mempertajam perencanaan
dan penganggaran pembangunan periode berikutnya.
(4) Metode Analisis Metode yang digunakan untuk menentukan capaian 5 kelompok indikator hasil
adalah sebagai berikut:
(1) Indikator hasil (outcomes) disusun dari beberapa indikator pendukung terpilih
yang memberikan kontribusi besar untuk pencapaian indikator hasil
(outcomes).
(2) Pencapaian indikator hasil (outcomes) dihitung dari nilai rata-rata indikator
pendukung dengan nilai satuan yang digunakan adalah persentase. (3) Indikator pendukung yang satuannya bukan berupa persentase maka tidak
dimasukkan dalam rata-rata, melainkan ditampilkan tersendiri.
(4) Apabila indikator hasil (outcomes) dalam satuan persentase memiliki makna
negatif, maka sebelum dirata-ratakan nilainya harus diubah atau
dikonversikan terlebih dahulu menjadi (100%) – (persentase pendukung
indikator negatif).
Sebagai contoh adalah nilai indikator pendukung persentase kemiskinan
semakin tinggi, maka kesejahteraan sosialnya semakin rendah.
(5) Pencapaian indikator hasil adalah jumlah nilai dari penyusun indikator hasil
dibagi jumlah dari penyusun indikator hasil (indicator pendukungnya). Contoh
untuk indikator Tingkat Kesejahteraan Sosial disusun oleh:
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
7
• persentase penduduk miskin
• tingkat pengangguran terbuka
• persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak
• presentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia
• presentase pelayanan dan rehabilitasi sosial
Semua penyusun komponen indikator hasil ini bermakna negatif (Lihat No.4).
Sehingga:
Indikator kesejahteraan sosial = {(100% - persentase penduduk miskin) + (100%
- tingkat pengangguran terbuka) + (100% - persentase pelayanan kesejahteraan
sosial bagi anak) + (100%- persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut
usia) + (100% - persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial}/5
Untuk menilai kinerja pembangunan daerah, pendekatan yang digunakan adalah
Relevansi dan Efektivitas.
Relevansi digunakan untuk menganalisa sejauh mana tujuan/sasaran
pembangunan yang direncanakan mampu menjawab permasalahan
utama/tantangan. Dalam hal ini, relevansi pembangunan daerah dilihat apakah
tren capaian pembangunan daerah sejalan atau lebih baik dari capaian
pembangunan nasional.
Sedangkan efektivitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara
hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Efektivitas
pembangunan dapat dilihat dari sejauh mana capaian pembangunan daerah
membaik dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
(5) Sumber Data Dalam mengumpulkan data dan informasi, teknik yang digunakan melalui:
• Pengamatan langsung Pengamatan langsung kepada masyarakat sebagai subjek dan objek
pembangunan di daerah, diantaranya dalam bidang sosial, ekonomi,
pemerintahan, politik, lingkungan hidup dan permasalahan lainnya yang terjadi.
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
8
• Pengumpulan Data Primer
Data primer diperoleh melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan pemangku-
kepentingan pembangunan daerah dan narasumber/informan yang memahami
topik dalam pembangunan daerah di provinsi Bengkulu. Tim Evaluasi Provinsi
menjadi fasilitator rapat/diskusi dalam menggali masukan dan tanggapan peserta
diskusi.
• Pengumpulan Data Sekunder
Data dan informasi yang telah tersedia pada instansi pemerintah seperti BPS
daerah, Bappeda dan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait atau dinas-dinas
terkait seperti: Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan Negeri, Dinas Pendidikan
Nasional, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Koperasi, Perdagangan dan Industri,
Dinas Kehutanan, Dinas Kesehatan, Dinas Kelautan dan Perikanan serta KPUD
serta dari hasil penelitian yang terkait.
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
9
HHaassiill EEvvaalluuaassii
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) 2009 di Provinsi Bengkulu dilaksanakan
dengan menggunakan dan mengacu kepada metode evaluasi yang telah disediakan oleh
BAPPENAS terutama dalam penentuan indikator kinerja, jenis data, teknik pengolahan
data dan presentasi hasil pengolahan data serta analisisnya.
Berdasarkan hasil evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah sejak tahun 2004 sampai
dengan tahun 2008, pemerintah Provinsi Bengkulu telah melakukan berbagai upaya
percepatan pembangunan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
namun demikian upaya yang dilakukan tersebut menghadapi berbagai permasalahan dan
tantangan.
Secara umum permasalahan dan tantangan utama pembangunan daerah Provinsi
Bengkulu antara lain adalah:
• Seluruh kabupaten termasuk dalam kategori daerah tertinggal (dari 9 kabupaten /
Kota), hanya kota Bengkulu saja yang tidak termasuk dalam kelompok ini berdasarkan
klasifikasi dari Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal,
• Terbatasnya sarana dan prasarana (infrastruktur), yang terdiri dari sarana dan
prasarana transportasi, listrik dan telekomunikasi, air, irigasi, sarana pendidikan dan
kesehatan. Prasarana transportasi terutama jalan (jalan Nasional,
Provinsi/kabupaten/kota) yang ada sebagian besar dalam kondisi rusak. Selain
Infrastruktur jalan, infrastruktur pelabuhan laut pulau Baai mengalami pendangkalan
yang sangat mengganggu aktivitas bongkar dan muat.
• Keterbatasan kemampuan keuangan daerah sehingga membatasi ruang gerak
pemerintah daerah untuk melaksanakan pembangunan. Sumber keuangan
pemerintah Provinsi Bengkulu masih sangat tergantung kepada subsidi pemerintah
pusat melalui Dana Alokasi Umum.
• Rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) dikarenakan terbatasnya akses
masyarakat terhadap pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja. Kualitas pendidikan
IIII BBAABB
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
10
masih rendah, selain itu juga masih terdapat ketimpangan antar satuan pendidikan
antar daerah dan antar kelompok masyarakat. Penyediaan pelayanan pendidikan
belum dapat menjangkau seluruh kelompok masyarakat. Sementara itu, kualitas
pelayanan kesehatan masih rendah dan belum merata. Status kesehatan masyarakat,
terutama penduduk miskin masih rendah. Kapasitas pelayanan kesehatan masih
rendah dan jumlah tenaga kesehatan serta pembiayaan kesehatan masih terbatas
dan pola alokasinya belum optimal.
• Iklim usaha masih kurang menarik bagi investor, jauh di bawah iklim usaha provinsi
tetangga. Minat investasi, yang tercermin dari nilai persetujuan PMDN dan PMA, juga
masih sangat rendah.
• Jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan dan yang rentan untuk jatuh
ke bawah garis kemiskinan masih cukup besar. Kemiskinan di Provinsi Bengkulu juga
diiringi oleh masalah ketimpangan pembangunan antar kabupaten.
• Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan belum secara optimal ditangani
dengan baik. Kerusakan sumber daya hutan cenderung meningkat.
• Pelaksanaan tata pemerintahan yang baik (good governance) belum terlaksana
secara optimal, hal ini disebabkan karena rendahnya kinerja aparatur pemerintah
daerah, masih adanya pelanggaran disiplin dan tingginya tingkat penyalahgunaan
kewenangan dalam bentuk KKN, belum memadainya sistem kelembagaan dan
ketatalaksanaan birokrasi pemerintah untuk dapat menunjang pelaksanaan tugas-
tugas pemerintahan dan pembangunan secara efisien dan efektif, dan belum
optimalnya teknologi informasi dan komunikasi di setiap dinas instansi.
Hasil pengolahan data evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah beserta analisisnya
disajikan di bawah ini secara berturut-turut berdasarkan lima kategori indikator hasil
(outcomes) yang digunakan pada EKPD 2009 ini.
22..11.. TTiinnggkkaatt PPeellaayyaannaann PPuubblliikk 2.1.1. Persentase Jumlah kasus korupsi yang tertangani dibandingkan
dengan yang dilaporkan
Selama periode sejak tahun 2004 hingga 2008, persentase jumlah kasus korupsi
yang dilaporkan dengan yang ditangani dan ditindaklanjuti di Provinsi Bengkulu
menunjukkan angka yang berfluktuasi dari tahun ke tahun dengan nilai terendah
jumlah kasus yang ditangani dan ditindaklanjuti sebesar 30% pada tahun 2007 dan
nilai tertinggi sebesar 87,5% pada tahun 2006. Sebagaimana terlihat pada tabel 2.1,
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
11
nilai persentase pada tahun 2008 adalah sebesar 42,50% sedikit lebih tinggi dari
tahun 2007. Alasan utama yang menyebabkan masih banyaknya jumlah kasus
korupsi yang tidak terselesaikan adalah karena beberapa kasus-kasus korupsi yang
dilaporkan baik perorangan maupun kelompok tidak dilengkapi dengan bukti-bukti
yang cukup kuat, sehingga tidak dapat dimasukkan dalam registrasi perkara.
Selain nilai persentase, jumlah kasus korupsi yang dilaporkan juga berfluktuasi
dengan nilai terendah sebesar 8 kasus tahun 2004 dan nilai tertinggi sebesar 40
kasus pada tahun 2008. Meskipun begitu, salah satu kendala yang dihadapi
dilapangan adalah terbatasnya ketersediaan data yang berasal dari sumber-sumber
resmi. Apabila dibandingkan dengan informasi yang diberitakan melalui media masa
lokal, jumlah kasus korupsi yang tercatat di Kajati Provinsi Bengkulu cendrung lebih
kecil.
Tabel 2.1. Persentase Jumlah Kasus Korupsi Yang Dilaporkan Dengan Yang Disidang, Tahun 2004 - 2008
Tahun Jumlah Kasus yang Dilaporkan
Jumlah PerkaraYang disidang % Provinsi % Nasional
2004 8 7 83,33 97,00 2005 17 14 82,35 97,00 2006 24 21 87,50 94,00 2007 18 6 30,00 94,00 2008 40 17 42,50 94,00
Sumber : Kajati Provinsi Bengkulu, 2009
Relevansi: Sebagaimana terlihat pada Tabel 2.1, persentase jumlah kasus korupsi
yang ditangani di Provinsi Bengkulu masih lebih rendah apabila dibandingkan dengan
persentase yang dicapai di tingkat nasional. Hal ini memberikan implikasi bahwa
tingkat keseriusan Provinsi Bengkulu untuk memberantas korupsi kelihatannya belum
setara atau tidak lebih baik dengan upaya dan tekad yang dilakukan di tingkat
nasional. Implikasi tersebut sekaligus menunjukkan rendahnya tingkat relevansi
antara hasil capaian (kinerja) di Provinsi Bengkulu dengan kinerja di tingkat nasional.
Efektivitas: Kinerja Provinsi Bengkulu dalam menangani kasus korupsi sejak dua
tahun terakhir telah mengalami penurunan yang signifikan atau tidak lebih baik bila
dibandingkan dengan kinerja pada tahun-tahun sebelumnya. Hasil ini
mengindikasikan bahwa kebijakan dan pelaksanaan pemberantasan korupsi dalam
beberapa tahun terakhir juga mempunyai tingkat efektifitas yang rendah. Rendahnya
tingkat efektifitas tersebut dapat disebabkan oleh banyak faktor. Meskipun begitu,
faktor utama yang dijadikan alasan oleh pihak-pihak terkait sehubungan dengan
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
12
rendahnya kinerja tersebut adalah ‘tidak lengkapnya barang bukti, sehingga
penanganan kasus-kasus yang dilaporkan tidak dapat diselesaikan hingga tuntas.
Sebagaimana kejadian di tingkat nasional dalam beberapa bulan terakhir ini, diduga
penyebab banyaknya kasus yang dipeti-es-kan adalah karena adanya ‘mafia kasus’ di
pengadilan. Namun, dugaan seperti itu tidak mudah untuk dibuktikan.
Rekomendasi:
Keberhasilan dalam penyelesaian kasus-kasus korupsi dapat dipengaruhi oleh banyak
faktor, terutama kuatnya komitmen dari berbagai pihak terkait dan tingginya
konsistensi antara perencanaan dan pelaksanaan dari kebijakan-kebijakan yang
ditujukan untuk memberantas korupsi. Oleh karena itu, pemerintah baik di daerah
mauoun di pusat sebaiknya merumuskan strategi yang lebih efektif yang bertujuan
untuk mendorong peningkatan komitmen pihak-pihak terkait dalam pemeberantasan
kourpsi termasuk memberikan reward yang istimewa bagi yang berprestasi dan
memberikan punishment hukuman yang lebih berat bagi aparat yang melanggarnya.
Selain itu, pada umumnya tingkat pemahaman masyarakat dalam masalah hukum
masih belum memadai, sehingga tidak sepenuhnya memahami mekanisme pelaporan
kasus dan menyipaklan barang-barang bukti yang dibutuhkan. Selanjutnya
perlindunghan hukum yang cendrung rendah terutama bagi masyarakat secara
umum diduga telah berpengaruh terhadap rendahnya partisipasi masyarakat dalam
upaya penegakan hukum. Oleh karena itu, pendidikan hukum melalui berbagai media
masa dapat dijadikan sebagai media pembelajaran bagi masyarakat umum serta
adanya jaminan keamanan bagi masyarakat pelapor kasus korupsi diperkirakan juga
dapat mendorong terjadinya proses kontrol oleh masyarakat.
2.1.2. Persentase Aparat yang Berijazah Minimal S1 Tingkat pendidikan aparat mempunyai korelasi dengan tingkat pelayanan publik dan
produktivitas kerja karyawan. Apabila dilihat perbandingan persentase aparat yang
berijazah minimal S1 di Provinsi Bengkulu dengan rata-rata nasional sejak tahun
2006 - 2007, menunjukkan bahwa kualitas pendidikan aparat di daerah ini lebih baik
yakni: 44,15% berbanding 30,6%, namun pada tahun 2008 persentase tersebut
menurun sedangkan pada tingkat nasional terjadi kenaikan. Tingginya persentase ini
karena dalam beberapa tahun terakhir dalam proses penerimaan CPNS di Provinsi
Bengkulu dengan persyaratan pendidikan minimal S1. Sementara itu sejak tahun
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
13
2004 sampai sekarang pemerintah daerah selalu menambah PNS setiap tahunnya
kurang lebih 4500 orang.
Tabel 2.2. Perkembangan Persentase Aparat di Provinsi Bengkulu yang Berijazah Minimal S1, Tahun 2004 -2008
Aparat yang berijazah minimal S1 2004 2005 2006 2007 2008
Bengkulu 59,50 29,40 50,19 44,15 39,34 Nasional 29,9 31 31,93 30,6 30,99
Sumber BPS Provinsi Bengkulu, 2009
Gambar 2.1. Grafik Perbandingan Perkembangan Persentase Aparat di Provinsi Bengkulu yang berijazah minimal S1, Tahun 2004 -2008
59.5
29.9 29.431
50.19
31.93
44.15
30.639.34
30.99
0
10
20
30
40
50
60
Per
sen
2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
Provinsi Bengkulu Nasional
Tabel 2.3. Jumlah Aparatur Pemerintah di Provinsi Bengkulu Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin, Tahun 2008
No Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah 1 S D / Primary School 147 20 167 2 SLTP / Junior High School 160 34 194 3 S M U / Senior High School 1.622 878 2.500 4 D-1 / Diploma I 8 13 21 5 D-2 / Diploma II 27 6 33 6 D-3 / Diploma III 374 351 725 7 D-4 / Diploma IV 7 5 12 8 S-1 / Strata I 1492 685 2177 9 S-2 / Strata II 148 41 189
10 S-3 / Strata III 2 0 2 Jumlah 3.987 2.033 6.020
Sumber: BPS Provinsi Bengkulu, 2009
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
14
Gambar 2.2. Grafik Persentase Aparat di Provinsi Bengkulu yang Berijazah Minimal S1, Tahun 2008
147 160
1622
8 27
374
7
1492
148220 34
878
13 6
351
5
685
41 00
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
S D /PrimarySchool
SLTP /Junior High
School
S M U /SeniorHigh
School
D-1 /Diploma I
D-2 /Diploma II
D-3 /Diploma III
D-4 /Diploma IV
S-1 / StrataI
S-2 /Strata II
S-3 /Strata III
Jum
lah
Laki-Laki Perempuan
Meskipun jumlah aparat yang berijazah minimal S1 sudah melebihi dari rata-rata
nasional, namun kualitas pelayanan publik masih belum cepat dan efisien. Hal ini
dapat disebabkan karena penerapan SPM masih terbatas, kurangnya akses terhadap
teknologi informasi dan komunikasi, masih rendahnya e-literasi aparatur pemerintah
dan masih adanya prosedur pelayanan yang berbelit-belit.
Relevansi: Peningkatan dalam jumlah dan persentase aparat yang berijazah S1 di
Provinsi Bengkulu mencerminkan bahwa kebijakan yang diambil dalam perekrutan
aparat pemerintah telah sejalan dengan kebijakan di tingkat nasional. Oleh karena itu,
kinerja yang telah dicapai oleh Provinsi Bengkulu telah sejalan dan relevan dengan
kebijakan yang sama di tingkat nasional.
Efektifitas: Bila efektifitas diukur berdasarkan peningkatan jumlah dan persentase
aparat yang berijazah S1 maka kinerja Provinsi Bengkulu dalam hal perekrutan
tenaga kerja (aparat) dapat dikatakan telah efektif. Meskipun begitu, hasil pengamatan
di lapangan menunjukkan bahwa terdapat adanya kecendrungan belum relevannnya
antara latar belakang pendidikan dan jenis pekerjaan yang diemban oleh
bersangkutan. Ketidak-cocokan tersebut berpengaruh terhadap kualitas pelayanan
yang diberikan kepada masyarakat sehingga tidak terlihat adanya perbedaan yang
signifikan yang ditimbulkan oleh peningkatan jumlah aparat yang berpendidikan
minimum S1.
Rekomendasi: Dalam rangka meningkatkan pelayanan publik, ada beberapa program dan kegiatan
yang dapat dilakukan seperti: peningkatan kualitas SDM (aparat) dalam konteks
profesionalisme termasuk meningkatkan kecocokan (link dan match) antara
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
15
konpetensi yang dimiliki aparat dengan penempatannya di bidang pekerjaan tepat
sehingga the right man on the right place dapat diwujudkan. Selain itu, pada umumnya
aparat S1 yang baru saja diterima atau direkrut biasanya belum mempunyai
pengetahuan dan keterampilan khusus dalam hal publik service. Oleh karena itu,
pelatihan atau training juga perlu dilakukan secara periodik terutama yang berkaitan
dengan teknologi informasi dan komunikasi. guna meningkatkan wawasan,
pemahaman dan keterampilan aparat dalam hal pemberian pelayanan publik yang
lebih baik dan optimal bagi masyarakat. Sebagai upaya untuk meningkatkan
profesionalisme aparat, kebijakan rewards dan punishment perlu dirumuskan dan
dilaksanakan termasuk punishment bagi aparat yang terkait dengan kasus korupsi
agar terwujud ‘good governance, profesionalisme, transparan, akuntabel, kredibilitas,
dan bebas dari KKN dalam penentuan pejabat dan penerimaan CPNS di lingkungan
Pemerintahan Provinsi Bengkulu..
2.1.3. Persentase jumlah kabupaten / Kota yang Memiliki Peraturan Daerah Pelayanan Satu Atap
Di Provinsi Bengkulu hingga saat ini terdapat 10 kabupaten/kota, namun demikian
belum seluruhnya menerapkan peraturan daerah (Perda) pelayanan satu atap.
Beberapa penyebab belum diterapkannya peraturan daerah pelayanan satu atap
karena adanya daerah pemekaran baru (belum terbentuknya DPRD) serta masih ada
kabupaten yang belum membuat Perda tersebut. Persentase jumlah kabupaten/ kota
yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap terus meningkat tetapi
implementasinya masih belum optimal. Meskipun secara persentase meningkat,
namun jika dibandingkan dengan capaian rata-rata nasional terutama dalam dua
tahun terakhir jauh tertinggal.
Tabel 2.4 Persentase Jumlah Kabupaten/Kota Yang Memiliki Perda Pelayanan Satu Atap, Tahun 2004 - 2008
Tahun Jumlah Kab.Kota
Jumlah Kab.Kota yang Memiliki Perda Pelayanan Satu Atap
Persentase Provinsi
Persentase Nasional
2004 9 3 33.33 2.05 2005 9 3 33.33 2.05 2006 9 4 44.44 21.59 2007 9 5 55.56 61.29 2008 10 6 60.00 74.31
Sumber: BPS Provinsi Bengkulu, 2009
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
16
Gambar 2.3. Grafik Persentase Jumlah Kabupaten yang Memiliki Perda Pelayanan Satu Atap
02468
1012
2004 2005 2006 2007 2008
Jum
lah
0
20
40
60
80
Pers
enta
se
Jumlah Kab.Kota
Jumlah Kab.Kota yang Memiliki Perda Pelayanan Satu Atap
Persentase Provinsi
Persentase Nasional
Relevansi: Apabila dilihat dari analisis relevansi bahwa tujuan pembangunan dengan
membuat Perda Pelayanan Satu Atap adalah sudah sejalan dengan keinginan
pemerintah yaitu untuk mengatasi permasalahan birokrasi yang lambat dan berbelit-
belit. Dari data dapat dikatakan tren capaian pembangunan daerah sudah sejalan
namun belum lebih baik dari capaian pembangunan nasional.
Efektivitas: Sedangkan dilihat dari efektivitas sudah sesuai karena capaian
pelaksanaan Perda Pelayanan Satu Atap mengalami peningkatan dibandingkan
dengan tahun sebelumnya.
Rekomendasi: (1) Pemahaman dan Komitment petugas atau aparat
(2) Mengubah paradigma birokrasi dari peran sebagai penguasa menjadi pelayan
(3) Peningkatan pengetahuan dan skill petugas
(4) Penerapan SPM dan SOP dalam pengurusan perizinan dengan waktu yang jelas
(5) Sosialisasi dan Transparansi
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
17
Gambar 2.4. Grafik Capaian Indikator Tingkat Pelayanan Publik Provinsi Bengkulu dan Nasional Tahun 2004 - 2008.
0.0010.0020.0030.0040.0050.0060.0070.0080.00
2004 2005 2006 2007 2008
Cap
aian
Indi
kato
r Out
com
e
-0.40
-0.20
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
Tren
Cap
aian
Indi
kato
rO
utco
me
Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi Provinsi Bengkulu
Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi Nasional
Tren Provinsi
Tren Nasional
2.2. Demokrasi 2.2.1. Gender Development Index (GDI) Kondisi Human Development Index ( HDI) atau Indek Pembangunan Manusia (IPM)
yang terdiri dari: umur harapan hidup, tingkat melek huruf orang dewasa, dan daya
beli. Tahun 1995, UNDP memasukkan unsur gender dalam HDI dengan
mengusulkan GDI (Gender Development Index). Ukuran HDI sama dengan GDI,
tetapi lebih terfokus pada ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan.
Kondisi GDI Provinsi Bengkulu amat rendah, yaitu 40,31 persen hal ini setara dengan
tingkat pembangunan gender di Indonesia yang berada pada peringkat 80 dari 156
negara pada tahun 2008. Berarti secara Nasional GDI ini mengacu antara lain angka
65.3 persen harapan hidup, angka melek huruf, partisipasi murid sekolah, dan GDP
riil per kapita pada perempuan, diskriminasi pasar kerja, kepala rumah tangga
perempuan, rumah tangga miskin (daya beli). GDI Provinsi Bengkulu masih rendah
dibandingkan dengan GDI Nasional, hal ini disebabkan oleh kondisi keterpurukan
perempuan Bengkulu dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan dan politik.
Rendahnya GDI provinsi Bengkulu ini dapat dilihat dari beberapa indikator sebagai
berikut. Tahun 2008 bidang pendidikan, perempuan usia 10 tahun keatas yang
tidak/belum pernah sekolah besarnya dua kali lipat penduduk laki-laki (18,65
berbanding 4,07 persen). Begitu pula kaum perempuan yang buta huruf masih sekitar
21,12 persen sedangkan penduduk laki-laki 6,51 persen. Di bidang ekonomi, tingkat
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
18
partisipasi angkatan kerja (TPAK) kaum perempuan masih relatif rendah yaitu 17
persen bila dibandingkan dengan TPAK laki-laki yaitu 83 persen.
Namun apabila melihat fakta-fakta lainnya, khususnya fakta mengenai perbandingan
partisipasi antara laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan, peningkatan
tersebut tidak memiliki arti sama sekali, karena kesetaraan perbandingan keduanya
sangat jauh selisihnya, yakni berbanding 87,56 (laki-laki) dengan 12,44 (perempuan).
Disparitas ini menandakan bahwa kesetaraan gender di Provinsi Bengkulu masih
sangat didominasi oleh kaum laki-laki. Dengan demikian, pengarusutamaan gender
kaum perempuan harus semakin kuat di dorong dan diperhatikan dengan serius, ini
agar kaum perempuan tidak menjadi beban dalam Pembangunan Nasional
Rendahnya partisipasi perempuan dalam pembangunan bukanlah karena Given
dalam proses kehidupannya. Hal ini lebih disebabkan oleh adanya berbagai bentuk
diskriminasi serta ketimpangan struktur sosial-budaya masyarakat (budaya Patriaki)
yang diwarnai penafsiran ajaran yang bias gender dalam mengejar tuntutan hidup.
Selain itu, tuntutan akan akses layanan kesehatan yang lebih baik, pendidikan yang
lebih tinggi, keterlibatannya yang setara di ranah politik, kesetaraan memperoleh
pekerjaan yang luas, dan keterlibatan dalam kegiatan publik yang lebih luas, juga
masih terbatas dan cenderung mengalami diskriminatif serta sering di zalimi dalam
kompetisi bidang-bidang tersebut.
Relevansi: Pembangunan dalam hal pemberdayaan perempuan di Provinsi Bengkulu
yang diukur dengan indikator GDI (gender development index) hingga saat ini belum
memperlihatkan kinerja yang cukup signifikan karena masih tingginya ketimpangan
dalam kesetaraan gender. Hasil ini mengindikasikan bahwa kebijakan dan
implementasi pemberdayaan perempuan di Provinsi Bengkulu belum menghasilkan
kinerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan kinerja di tingkat nasional dan oleh
karena itu tingkat relevansi antara kinerja di Provinsi Bengkulu dan di tingkat nasional
masih sangat rendah.
Efektifitas: Hasil observasi mencerminkan bahwa kebijakan pemberdayaan
perempuan, implementasi dan hasilnya di Provinsi Bengkulu belum menunjukkan
tingkat efektifitas yang belum memadai karena tidak terlihat adanya perubahan kinerja
yang signifikan dari tahun ke tahun.
Rekomendasi: beberapa kebijakan dan kegiatan untuk direkomendasikan diuraikan
pada bagian rekomendasi di bagian GEM di bawah ini.
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
19
2.2.2. Gender Empowerment Meassurement (GEM) GEM (Gender Empowerment meassurement) merupakan salah satu paradigma
pengukuran Index Pembangunan Indonesia (IPM) berdasarkan indikator yang dimensi
ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan. Ukuran tersebut berdasarkan tiga
variabel yaitu partisipasi perempuan dan politik (pengambilan keputusan), akses pada
kesempatan kerja profesional dan daya beli.
Realitas ketimpangan gender di Indonesia ini, juga berlangsung di Provinsi Bengkulu.
Hasil laporan Human Development Report Indonesia tentang peran gender di Provinsi
Bengkulu tahun 2008 menyebutkan bahwa sesuai GDI dan GEM, indeks gender kaum
perempuan tahun 2004 bernilai 41,22 dan di tahun 2008 bernilai 43,1 persen. Hasil ini
menandakan bahwa selama 5 tahun perkembangan peranan gender berjalan normal
dan cenderung meningkat. Namun peningkatan ini juga tidak berarti apabila melihat
perbandingan partisipasi antara laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan,
dimana laki-laki jauh lebih dominan, yakni berbanding 89,11 (laki-laki) dengan 10,89
(perempuan). Disparitas ini menandakan gejala makro tentang pengarusutamaan
gender di Indonesia, dimana peran dan partisipasi (kuantitas dan kualitas) kaum
perempuan mesti diberi peluang sebesar mungkin (oleh semua pihak) agar mampu
mengejar ketinggalannya dalam pembangunan.
Kondisi rendahnya GEM, GDI Provinsi Bengkulu yaitu dapat dilihat dari kondisi
partisipasi dan poilitik perempuan. Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) tahun 2008
menunjukkan bahwa keterwakilan perempuan Bengkulu di DPRD dan DPR masih
rendah, yaitu sekitar 18 persen dan di DPD sekitar 10 persen (hanya satu orang
perempuan) yang mewakili Provinsi Bengkulu. Selain itu keterlibatan perempuan
dalam jabatan publik dapat dilihat dari komposisi perempuan dan laki-laki pegawai
negeri sipil (PNS) yang menduduki jabatan eselon. Menurut data BKN Juni 2008, dari
sebanyak 4,59 % orang yang menduduki jabatan eselon (eselon I sampai eselon V) di
Indonesia, hanya 20,16 persen dijabat oleh perempuan, selebihnya 79,84 persen
dijabat oleh laki-laki. Semakin tinggi jenjang eselon, semakin senjang perbedaan
komposisi antara laki-laki dan perempuan. Sementara itu, peran perempuan pada
lembaga yudikatif juga masih rendah, yakni 20 persen dari hakim yang ada dijabat
oleh perempuan, dan 18 persen sebagai hakim agung pada tahun 2008. Sedangkan
dari 6.177 jaksa di seluruh Indonesia pada tahun yang sama tersebut, hanya 26,78
persen dijabat oleh perempuan, sisanya 73,22 persen oleh laki-laki.
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
20
Melihat gambaran diatas, keterwakilan perempuan di lembaga legislatif pada saat ini
belum memenuhi amanat undang-undang, sedangkan posisi dan peran perempuan di
lembaga eksekutif relatif kecil, yang menduduki jabatan publik serta komposisi dan
peran perempuan di lembaga yudikatif belum mencapai tingkat yang diharapkan.
Partisipasi politik perempuan dihadapkan pada terbatasnya perempuan yang bersedia
terjun di kancah politik, sehingga partai politik banyak mengalami kekurangan kader
perempuan. Lingkungan sosial budaya kurang kondusif dalam mendukung
perempuan untuk berpartisipasi dalam politik, selain kurangnya pendidikan dan
pelatihan politik untuk perempuan. Sedangkan posisi dan peran perempuan dalam
jabatan publik masih dihadapkan pada otoritas tim dalam badan seleksi yang kurang
memperhatikan aspek keadilan dan kesetaraan gender.
Relevansi: Sama dengan GDI, pembangunan dalam hal pemberdayaan perempuan
di Provinsi Bengkulu yang diukur dengan indikator GEM (gender empowerment
measure) hingga saat ini belum memperlihatkan kinerja yang cukup signifikan karena
masih tingginya ketimpangan dalam kesetaraan gender. Hasil ini mengindikasikan
bahwa kebijakan dan implementasi pemberdayaan perempuan di Provinsi Bengkulu
belum menghasilkan kinerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan kinerja di
tingkat nasional dan oleh karena itu tingkat relevansi antara kinerja di Provinsi
Bengkulu dan di tingkat nasional masih sangat rendah.
Efektifitas: Hasil observasi mencerminkan bahwa kebijakan pemberdayaan
perempuan, implementasi dan hasilnya di Provinsi Bengkulu belum menunjukkan
tingkat efektifitas yang belum memadai karena tidak terlihat adanya perubahan kinerja
yang signifikan dari tahun ke tahun.
Rekomendasi: Masih rendahnya GDI dan GEM baik dari sisi relevansi maupun efektifitas di Provinsi
Bengkulu mengisyaratkan bahwa Pemerintah Provinsi Bengkulu perlu meningkatkan
berbagai upaya yang bertujuan untuk mendorong peningkatan peranan perempuan
dalam pembangunan. Landasan hukum yang menjamin keadilan dan kesetaraan
gender dirumuskan dalam UUD 1945 pada Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, Pasal
28C ayat 1 yang menyatakan setiap orang berhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya, mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat
dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, meningkatkan mutu hidup dan
kesejahteraan umat manusia. Landasan hukum lain yang memastikan terciptanya
kesetaraan dan keadilan gender adalah UU No.7 Tahun 1984 tentang pengesahan
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
21
konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan,
dan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender dalam
kebijakan, program, dan kelembagaan.
Di sisi lain, berbagai kebijakan tidak konsisten dengan kebijakan lain dan kebijakan di
atasnya seperti UU Perkawinan tahun 1974, UU No. 7 tahun 1984 tentang
Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi, dan
Inpres No. 9 Tahun 2000. UU Perkawinan Tahun 1974 pasal 1 menyatakan laki-laki
sebagai kepala keluarga dan perempuan sebagai ibu rumah tangga. UU ini
menciptakan kesenjangan gender secara meluas, karena UU tersebut kemudian
dijadikan rujukan bagi kebijakan lain seperti penentuan upah dan pajak. Kaji ulang
atau revisi atas UU Perkawinan Tahun 1974 perlu dilakukan agar konsisten dengan
kebijakan yang lain.
UU No.7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi diharapkan mampu mengubah tatanan politik nasional dengan
melibatkan keterlibatan perempuan dalam menjalankan institusi politik. Perubahan
yang diharapkan bukan semata pada jumlah perempuan yang terlibat dalam lingkar
pengambil keputusan, tetapi juga pada representasi kepentingan dan kebutuhan
perempuan dalam penyelenggaraan politik tersebut. Pelaksanaan Undang-undang
tersebut sangat lemah karena terbentur pada nilai yang berlaku di Indonesia.
Penjelasan dari UU tersebut menyebutkan bahwa pelaksanaan konvensi
“...disesuaikan dengan tata kehidupan masyarakat yang meliputi nilai-nilai budaya,
adat-istiadat serta norma-norma keagamaan yang masih berlaku dan diikuti secara
luas oleh masyarakat Indonesia.” Hal ini berarti bahwa UU tersebut bersifat inferior
terhadap norma sosial yang berlaku sehingga bertentangan dengan tujuan konvensi.
Inpres No. 9 Tahun 2000, mendorong pengarusutamaan gender dalam lembaga,
kebijakan, dan program pemerintahan. Di sisi lain, kebijakan tersebut tidak mampu
mendorong pelaksanaan pengarusutamaan karena kebijakan itu tidak dalam bentuk
Keputusan Presiden atau UU. Selain itu, Kementrian Negara Pemberdayaan
Perempuan tidak mempunyai infrastuktur daerah untuk membantu proses
pelaksanaan Inpres tersebut. Kebijakan penyetaraan dan keadilan gender di instansi
teknis juga tidak efektif karena tidak dilengkapi dengan anggaran. Di masa depan,
Inpres No. 9 Tahun 2000 perlu diperkuat menjadi Keppres atau undang-undang agar
efektif untuk mendorong pengarusutamaan gender dalam lembaga, kebijakan, dan
program pemerintah.
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
22
Untuk mencapai sasaran tersebut, kebijakan pemerintah Provinsi Bengkulu dalam
pembangunan bidang pemberdayaan perempuan di arahkan pada peningkatkan
keterlibatan perempuan dalam proses politik (pemahaman dan kesadaran serta
pemantapan aktivitas perempuan untuk cerdas dan terampil dalam politik) dan jabatan
publik serta meningkatkan taraf pendidikan dan layanan kesehatan serta bidang
pembangunan lainnya, untuk mempertinggi kualitas hidup dan sumber daya kaum
perempuan. Selain itu diupayakan menjaga jaringan kerja sama yang telah terbentuk
seperti Gender Focal Point Network yang terdiri dari Economy Gender Focal Point,
Fora Gender Focal Point dan program director, sebagai mitra dari IWAPI, LSM, dan
LIPI, serta pakar gender.
2.2.3. Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam Pemilihan Kepala Daerah Provinsi
Implementasi dari sistim pemilihan langsung untuk memilih Gubernur dan Wakil
Gubernur yang telah dilaksanakan menunjukan bahwa tingkat kesadaran
berdemokrasi masyarakat dalam menggunakan haknya untuk menentukan kebijakan
publik masih relatif rendah. Ini dapat dilihat dari data jumlah mata pilih yang ada
sebanyak 1.060.336, yang menggunakan hak pilihnya hanya sebanyak 751.951 suara
dan yang tidak menggunakan hak pilihnya sebanyak 308.385 suara (29,08%).
Sementara itu pada putaran kedua pemilihan Gubernur Bengkulu, angka Golput yang
ada pada pemilihan Kepala Daerah tersebut lebih tinggi lagi mencapai 30 sampai 35
% (sumber KPUD Provinsi). Meskipun demikian angka tingkat partisipasi masyarakat
dalam pemilihan kepala daerah lebih tinggi jika dibandingkan dengan pemilihan
Presiden (Pilpres). Tingginya angka partisipasi ini disebabkan karena adanya
keterkaitan dan kepentingan langsung masyarakat setempat dengan calon kepala
daerah yang dipilih, seperti antara lain karena faktor: hubungan kekeluargaan, daerah
asal, ingin mendapat jabatan dan lain-lain.
Relevansi: Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan kepala daerah di Provinsi Bengkulu cendrung lebih rendah bila dibandingkan dengan indikator yang sama di tingkat nasional. Hal ini memberikan implikasi bahwa tingkat relevansi pembangunan kesadaran politik masyarakat di Provinsi Bengkulu juga masih rendah.
Efektifitas: Data tentang partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah di Provinsi Bengkulu tidak lengkap sehingga besar perubahannya tidak dapat dikalkulasi secara akurat. Oleh karenan itu tingkat keefektifannya juga tidak dapat diperhitungkan secara valid. Meskipun begitu, bila tingkat relevansi dianggap sebagai proxy maka
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
23
kinerja pembangunan dalam hal partisipasi masayarakat mencerminkan bahwa kebijakan yang mendorong tingkat partisipasi polotik masyarakat kelihatannya masih belum berjalan secara efektif.
Rekomendasi: Sebagai upaya untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat maka beberapa strategi perlu dilakukan termasuk diantaranya pendidikan politik dengan tujuan untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat tentang hak-hak politiknya. Hal ini dapat dilakukan melalui jalur komunikasi partai politik maupun melalui lembaga swadaya masyarakat.
2.2.4. Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam Pemilihan Legislatif Pendidikan politik di Provinsi Bengkulu belum mencapai hasil yang memuaskan, baik yang dilakukan oleh partai politik maupun yang dilakukan oleh lembaga suprastruktur yang ada. Hal ini dapat terlihat dari beberapa peristiwa yang terjadi pada saat setelah dilakukannya pemilihan anggota legislatif di beberapa kabupaten terjadi konflik baik yang dapat diamati melalui proses pengadilan maupun yang teramati secara langsung berupa tindakan anarkis yang dilakukan oleh kelompok masyarakat. Pengetahuan politik masyarakat masih sangat rendah sehingga kesadaran untuk berpolitik terbuka (langsung) juga masih rendah. Oleh karena itu, diperlukan pendidikan politik kepada masyarakat dengan tujuan untuk memberikan pencerahan dan kesiapan kepada masyarakat tentang hak-hak politiknya.
Tabel 2.5. Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat di Provinsi Bengkulu dalam Pemilihan Legislatif, 2004 - 2009
Tingkat partisipasi politik masyarakatdalam Pemilihan Legislatif 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Bengkulu 70,92 - - - - 78 Nasional 75,19 - - - - 71
Sumber: BPS Provinsi Bengkulu, 2009
Grafik 2.5. Grafik Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat di Provinsi Bengkulu dalam Pemilihan Legislatif, 2004 - 2009
70.92
75.19
78
71
66
68
70
72
74
76
78
2004 2009
Tingkat Partisipasi Politik Provinsi Bengkulu Tingkat Parisipasi Politik Nasional
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
24
Relevansi: Tingkat partsipasi politik masyarakat dalam pemilihan legislatif di Provinsi
Bengkulu pada tahun 2004 lebih kecil disbanding tingkat nasional. Namun pada tahun
2009, kinerja Provinsi Bengkulu mengalami kenaikan hingga menjadi 78% dan lebih
besar dari indicator yang sama di tingkat nasional. Peningkatan kinerja ini
mencerminkan adanya tingkat relevansi yang baik antara hasil yang dicapai di
Provinsi Bengkulu dengan capaian di tingkat nasional.
Efektifitas: Tingkat relevansi yang erat antara kinerja dalam tingkat partisipasi poiltik
masyarakat dalam pemilihan legislatif di Provinsi Bengkulu dengan tingkat nasional
mencerminkan bahwa kebijakan yang diambil di Provinsi Bengkulu telah
terimplementasi secara efektif.
Rekomendasi: Kinerja yang sudah baik dalam hal tingkat partisipasi politik
masyarakat dalam pemilihan legislatif di Provinsi Bengkulu perlu dipertahankan dan
ditingkatkan di masa yang akan datang.
2.2.5. Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pilpres
Partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan Presiden (PILPRES) sedikit lebih
rendah dibandingkan dengan pemilihan anggota legislatif maupun pemilihan kepala
daerah, hal ini dapat terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat dan juga
masyarakat daerah tidak merasakan langsung, “Siapa saja Presidennya nasip
masarakat daerah tetap tidak ada perubahan”.
Tabel 2.6 Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat di Provinsi Bengkulu dalam PILPRES, 2004 - 2009
Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat dalam PILPRES 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Bengkulu 70,92 - - - - 78 Nasional 75,98 - - - - 73
Grafik 2.6. Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat di Provinsi Bengkulu dalam PILPRES, 2004 - 2009
70.92
75.98
78
73
66
68
70
72
74
76
78
Ting
kat P
artis
ipas
i Pol
itik
2004 2009
Tahun
Tingkat Partisipasi Provinsi Bengkulu Tingkat Partisipasi Nasional
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
25
Relevansi: Sama dengan pemilihan legislative, tingkat partsipasi politik masyarakat
dalam pemilihan presiden di Provinsi Bengkulu pada tahun 2004 lebih kecil apabila
dibandingkan dengan tingkat nasional. Namun pada tahun 2009, kinerja Provinsi
Bengkulu mengalami kenaikan hingga menjadi 78% dan lebih besar dari indikator
yang sama di tingkat nasional. Peningkatan kinerja ini mencerminkan adanya tingkat
relevansi yang baik antara hasil yang dicapai di Provinsi Bengkulu dengan capaian di
tingkat nasional.
Efektifitas: Tingkat relevansi yang erat antara kinerja dalam tingkat partisipasi poiltik
masyarakat dalam pemilihan presiden di Provinsi Bengkulu dengan tingkat nasional
mencerminkan bahwa kebijakan yang diambil di Provinsi Bengkulu telah
terimplementasi secara efektif.
Rekomendasi: Kinerja yang sudah baik dalam hal tingkat partisipasi politik
masyarakat dalam pemilihan legislatif di Provinsi Bengkulu perlu dipertahankan dan
ditingkatkan di masa yang akan datang. Hal ini disebabkan karena dalam era
reformasi dan demokrasi tingkat partisipasi masyarakat dapat berpengaruh terhadap
kebijakan-kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah, baik kepala daerah, legislatif
dan presiden.
22..22.. TTiinnggkkaatt KKuuaalliittaass SSuummbbeerr DDaayyaa MMaannuussiiaa Salah satu prioritas pembangunan di Provinsi Bengkulu adalah peningkatan kualitas
sumberdaya manusia. Berbagai kebijakan dan program telah direncanakan dan
diimplementasikan terutama dalam peningkatan kinerja sektor pendidikan, sektor
kesehatan dan sektor perekonomian rakyat melalui melalui penyediaan sarana dan
prasarana pendidikan, kesehatan, infrastruktur pendudukung kegiatan ekonomi serta
suasana yang lebih kondusif terhadap tumbuh dan berkembangnya perekonomian
masyarakat. Kinerja pembangunan daerah dalam membangun dan meningkatkan
kualitas sumber daya manusia di Provinsi Bengkulu dievaluasi dan diukur dengan
menggunakan indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
2.2.1. Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI)
merupakan suatu indeks gabungan yang terdiri tiga komponen penilaian yang
meliputi: tingkat pendidikan, tingkat kesehatan dan standar hidup layak. IPM
mempunyai nilai yang berkisar dari 0 sampai dengan 100. Jika nilai IPM berkisar 0-
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
26
49,9 maka pembangunan manusianya termasuk dalam kategori masih rendah, dan
jika nilai IPM berkisar 50-79,9 maka pembangunan manusianya sedang, sedangkan
jika nilai IPM berkisar antara 80-100 maka pembangunan manusianya termasuk
dalam kategori tinggi.
2.2.2. Pendidikan
Indikator yang digunakan untuk menilai kinerja pembangunan dalam bidang
pendidikan di Provinsi Bengkulu pada EKPD 2009 ini terdiri dari tiga komponen
penilaian yakni: Angka Partisipasi Murni (APM), Angka Putus Sekolah (APS) dan
Angka Melek Aksara (AMA).
2.2.2.1. Angka Partisipasi Murni SD/MI
Angka Partsipasi Murni (APM) merupakan alat ukur yang menunjukkan besarnya nilai
(persentase) dari perbandingan antara jumlah anak yang bersekolah dengan jumlah
seluruh anak yang berusia sekolah sesuai dengan usia dan tingkatan pendidikan.
Nilai APM sekaligus memberikan informasi tentang persentase anak-anak usia
sekolah yang tidak bersekolah. Data APM untuk tingkat SD/MI di Provinsi Bengkulu
di tampilkan pada Tabel 2.7 di bawah ini.
Tabel 2.7. Angka Partsipasi Murni (APM) Provinsi Bengkulu dan Nasional tahun 2004-2008.
Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI 2004 2005 2006 2007 2008 Provinsi Bengkulu 94,72 92,58 93,29 92,02 92,31 Nasional 93 93,3 93,54 93,75 93,98
Grafik 2.7. Angka Partsipasi Murni (APM) Provinsi Bengkulu dan
Nasional tahun 2004-2008.
94.72
9392.58
93.3 93.2993.54
92.02
93.75
92.31
93.98
90
91
92
93
94
95
Ang
ka P
artis
ipas
i M
urni
2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
Provinsi Bengkulu Nasional
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
27
Nilai APM SD/MI selama periode 2004-2008 menunjukkan bahwa sekitar 92% dari
seluruh jumlah keseluruhan anak yang berusia antara 7-13 tahun telah bersekolah.
Nilai ini juga menunjukkan bahwa sekitar 8% dari jumlah seluruh anak yang berusia
antara 7-13 tahun tidak bersekolah. Apabila dibandingkan dengan APM nasional, nilai
APM SD/MI di Provinsi Bengkulu tersebut masih lebih rendah dari APM nasional.
Relevansi. Jika dilihat dari segi relevansi pembangunan di bidang peningkatan
kualitas sumber daya manusia dapat dikatakan bahwa tujuan atau sasaran
pembangunan peningkatan nilai APM SD/MI belum optimal dan belum dapat
mengatasi permasalahan dan tantangan dalam peningkatan kualitas sumber daya
manusia. Hal ini dapat dilihat dari tren capaian nilai APM SD/MI yang tidak mengalami
peningkatan yang signifikan, karena nilai capaian APM SD/MI tidak lebih baik dari
rata-rata nasional dalam beberapa tahun terakhir.
Efektifitas. Bila dilihat dari trend pencapaian dari tahun ke tahun, hasil observasi
mengindikasikan bahwa pelaksanaan pembangunan dalam upaya peningkatan nilai
APM SD/MI juga belum efektif karena nilai APM SD/MI tidak menunjukkan
peningkatan yang signifikan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Menurunnya angka APM SD/MI menunjukkan bahwa penyelenggaraan program wajib
belajar pendidikan dasar 9 tahun di Provinsi Bengkulu belum tuntas. Ada beberapa
kendala dan permasalahan dalam pelaksanaan program wajib belajar pendidikan
dasar di daerah ini, antara lain: masih rendahnya akses masyarakat terhadap
pendidikan terutama didaerah pedesaan karena terbatasnya jumlah sekolah yang ada,
rendahnya pendapatan orang tua untuk menyekolahkan anaknya dan terbatasnya
jumlah guru.
Rekomendasi Kebijakan: o Meningkatkan akses pelayanan pendidikan
o Pemerataan dan perluasan pelayanan pendidikan yang memadai, baik melalui
pendidikan formal maupun pendidikan nonformal.
o Menyelenggarakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun secara gratis
tanpa pungutan biaya apapun
o Menyediakan materi dan peralatan pendidikan, seperti seperti buku pelajaran
maupun peralatan penunjang belajar mengajar.
o Meningkatkan jumlah dan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan lainnya
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
28
o Peningkatan anggaran pendidikan hingga mencapai 20 persen dari APBN dan
APBD
o Meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam pembangunan
pendidikan.
2.2.2.2. Rata-rata Nilai Akhir
Perkembangan rata-rata nilai akhir ujian nasional siswa SMP/MTs di Provinsi
Bengkulu maasih lebih baik secara nasional kecuali pada tahun 2004 dibawah rata-
rata nasional. Sebaliknya pada tingkat SMA/SMK/MA hasil rata-rata nilai akhir ujian
nasional selama lima tahun terakhir tidak lebih baik dibandingkan dengan rata-rata
capaian nasional namun perkembangannya selalu mengalami peningkatan dari tahun
ke tahun.
Tabel 2.8. Perkembangan Rata-rata Nilai Akhir Ujian Nasional di Provinsi Bengkulu
Rata-rata Nilai Akhir 2004 2005 2006 2007 2008
SMP/MTs Bengkulu 4,34 5,53 5,53 5,53 6,73
Nasional 4.80 5.42 5.42 5.42 6.05
SMA/SMK/MA 4,55 4,72 5,45 5,68 5,70
Nasional 4.77 5.77 5.94 6.28 6.35
Gambar 2.8. Grafik Rata-rata Nilai Akhir Ujian Nasional
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2004 2005 2006 2007 2008
Rat
a-ra
ta N
ilai A
khir
Rata-rata SMP/MTs Provinsi Rata-rata SMA/MA ProvinsiRata-rata SMP/MTs Nasional Rata-rata SMA/MA Nasional
Relevansi: Jika dilihat dari segi relevansi pembangunan menunjukkan bahwa
tujuan/sasaran pembangunan untuk meningkatkan rata-rata nilai akhir ujian nasional
sudah tercapai dan tren capaian hasil pembangunan sudah sejalan dan lebih baik dari
capaian pembangunan nasional, khususnya untuk pendidikan dasar, namun untuk
pendidikan tingkat SMA/SMK/MA masih dibawah rata-rata nasional.
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
29
Efektivitas. Dilihat dari segi efektivitas telah menunjukkan kemajuan seperti yang diharapkan, karena hasil capaian rata-rata nilai akhir semakin tinggi atau semakin membaik dibandingkan dengan capaian tahun sebelumnya.
Rekomendasi Kebijakan: o Meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kompetensi tenaga pendidik
dan peserta didik. o Mengembangkan kurikulum yang berstandar nasional yang disesuaikan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya dan seni serta perkembangan global, regional, nasional dan lokal.
o Mengembangkan sistem evaluasi, akreditasi dan sertifikasi termasuk sistem pengujian dan penilaian pendidikan.
o Menyempurnakan manajemen pendidikan dengan meningkatkan otonomi dan desentralisasi pengelolaan pendidikan kepada satuan pendidikan.
2.2.2.3. Angka Putus Sekolah SD, SMP / MTs, Sekolah Menengah
Angka putus sekolah mencerminkan banyaknya anak-anak usia sekolah yang sudah tidak bersekolah lagi atau yang tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan tertentu. Jumlah anak putus sekolah di Provinsi Bengkulu masih cukup banyak, hal ini lebih disebabkan oleh ketidakmampuan orang tua untuk membiayai sekolah karena kemiskinan. Jumlah anak yang tidak melanjutkan ke kejenjang pendidikan yang lebih tinggi terutama banyak terjadi di daerah pedesaan.
Tabel 2.9. Persentase Perbandingan Angka Putus Sekolah di Provinsi Bengkulu dan Nasional, Tahun 2004 – 2008
Angka Putus Sekolah 2004 2005 2006 2007 2008 SD (Prov.Bengkulu) 2,28 1,92 5,86 2,75 3,20 Nasional 2,97 3,17 2,41 1,81 1,81 SMP/MTs (Prov.Bengkulu) 6,09 3,17 6,78 7,50 5,89 Nasional 2,83 1,97 2,88 3,94 3,94 Sekolah Menengah (Prov.Bengkulu) 6,92 8,92 2,76 3,11 5,43 Nasional 3,14 3,08 3,33 2,68 2,68
Sumber: BPS Provinsi Bengkulu, 2009
Tabel 2.9 menunjukkan terjadinya kecenderungan peningkatan angka putus sekolah
pada jenjang pendidikan yang semakin tinggi. Pada jenjang pendidikan SMA angka
putus sekolah lebih tinggi dibandingkan pada jenjang pendidikan SD hingga SLTP.
Rendahnya angka putus sekolah pada jenjang pendidikan SD hingga SLTP
dikarenakan adanya program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Jika
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
30
dibandingkan dengan angka nasional, angka putus sekolah pada setiap jenjang
pendidikan di Provinsi Bengkulu menunjukkan angka yang lebih tinggi.
Gambar 2.9. Grafik Persentase Angka Putus Sekolah
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
Pers
enta
se
SD Provinsi Bengkulu SMA/MA Provinsi Bengkulu
SMAP/MTs Provinsi Bengkulu SD Nasional
SMP/MTs Nasional SMA/MA Nasional
Relevansi: Upaya dan kinerja pembangunan dalam bidang pendidikan bervariasi untuk masing-masing tingkat pendidikan. Tingginya angka putus sekolah untuk tingkat pendidikan SLTP dan sekolah menengah mencerminkan bahwa tingkat relevansi pembangunan pendidikan di Provinsi Bengkulu masih rendah.
Efektivitas: Penurunan nilai APS untuk tingkat pendidikan dasar (SD) mengindikasikan bahwa upaya pembangunan untuk mendorong partisipasi masyarakat dan anak-anak yang berusia 7-13 tahun telah cukup efektif. Namun sebaliknya, kenaikan nilai APS untuk tingkat pendidikan SLTP dan sekolah menengah menunjukkan tingkat efektifitas yang rendah.
Rekomendasi Kebijakan: o Meningkatkan akses pelayanan pendidikan terutama terhadap penduduk miskin o Pemerataan dan perluasan pelayanan pendidikan yang memadai, terutama di
daerah pedesaan. o Menyelenggarakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun secara gratis
tanpa pungutan biaya apapun o Peningkatan anggaran pendidikan hingga mencapai 20 persen dari APBN dan
APBD
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
31
2.2.2.4. Angka Melek Aksara 15 tahun keatas
Angka melek aksara di Provinsi Bengkulu mengalami fluktuasi selama lima tahun terakhir, dan terendah terjadi pada tahun 2005, namun demikian meningkat lagi pada tahun berikutnya. Apabila dibandingkan dengan capaian rata-rata nasional, menunjukkan bahwa angka melek aksara di Provinsi Bengkulu selalu lebih tinggi. Ini berarti bahwa program pemberantasan buta huruf tergolong cukup berhasil, namun demikian harus terus diupayakan agar angka melek aksara terus meningkat.
Tabel 2.10. Angka Melek Aksara penduduk usia 15 tahun keatas di Provinsi Bengkulu Tahun 2004 – 2008
Angka Melek Huruf Penduduk Usia 15 tahun keatas 2004 2005 2006 2007 2008
Bengkulu 94,21 94,25 94,50 94,69 94,87 Nasional 90,40 90,90 91,50 91,87 92,19
Gambar 2.10. Grafik Angka Melek Aksara penduduk usia 15 tahun keatas
di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 - 2008
94.21 94.25 94.5 94.69 94.87
90.490.9
91.591.87 92.19
88
89
90
91
92
93
94
95
96
2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
Pers
enta
se
Melek Huruf Provinsi Bengkulu Melek Huruf Nasional
Relevansi: Upaya dan kinerja pembangunan dalam bidang Angka Melek Huruf
penduduk usia 15 tahun keatas sudah lebih baik. Tingginya angka ini dari rata-rata
nasional mencerminkan bahwa tingkat relevansi pembangunan pendidikan di Provinsi
Bengkulu semakin baik.
Efektivitas: Peningkatan Angka Melek Huruf penduduk usia 15 tahun keatas
mengindikasikan bahwa semakin banyak penduduk yang bisa membaca maupun
menulis, hal ini menunjukkan tingkat efektifitas yang tinggi.
Rekomendasi Kebijakan:
o Peningkatan intensifikasi perluasan akses dan kualitas penyelenggaraan
pendidikan keaksaraan fungsional.
o Menyelenggarakan pendidikan non formal yang bermutu secara luas untuk
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
32
memberikan kesempatan kepada warga masyarakat yang tidak mungkin terpenuhi
kebutuhan pendidikannya melalui jalur formal terutama bagi masyarakat yang
tidak pernah sekolah atau buta aksara, putus sekolah dan warga masyarakat
lainnya.
o Menyediakan materi dan peralatan pendidikan, seperti seperti buku pelajaran
maupun peralatan penunjang belajar mengajar.
o Meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam pembangunan
pendidikan.
2.2.2.5. Persentase Jumlah Guru Yang Layak Mengajar
Persentase jumlah guru yang layak mengajar di provinsi Bengkulu pada saat awal
pelaksanaan RPJMN lebih baik dari rata-rata nasional, namun demikian terjadi
sebaliknya dalam dua tahun terakhir, seperti dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.11. Persentase Jumlah Guru Yang Layak Mengajar
Persentase Jumlah Guru yang Layak Mengajar 2004 2005 2006 2007
SMP/MTs 85,66 85,58 80,2 82,99
Sekolah Menengah 72,97 77,73 83,69 83,96
Gambar 2.11. Grafik Persentase jumlah guru yang layak mengajar di provinsi Bengkulu, Tahun 2004 - 2007
72.97
77.73
83.69 83.9685.66 85.58
80.2
82.99
66
68
70
72
74
76
78
80
82
84
86
88
2004 2005 2006 2007
Tahun
Pers
enta
se
Guru Layak Mengajar SMA/MA Provinsi Bengkulu Guru Layak Mengajar SMP/MTs Provinsi Bengkulu
Relevansi. Upaya dan kinerja pembangunan daerah dalam bidang peningkatan
jumlah guru yang layak mengajar belum menunjukkan kemajuan yang berarti.
Rendahnya angka persentase ini dari rata-rata nasional dalam beberapa tahun
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
33
terakhir mencerminkan bahwa tingkat relevansi pembangunan pendidikan di Provinsi
Bengkulu tidak sejalan dengan tujuan pembangunan nasional.
Efektivitas. Efektivitas pembangunan bidang pendidikan khususnya dalam
meningkatkan persentase jumlah guru yang layak mengajar tidak mengalami
kemajuan yang signnifikan, hal ini dapat dilihat dari capaian pembangunan daerah
menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Rekomendasi Kebijakan:
• Peningkatan kualitas tenaga pendidik baik melalui penyetaraan pendidikan
maupun kursus, training dan magang.
• Peningkatan jumlah sertifikasi bagi tenaga pendidik.
• Peningkatan kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi pendidik agar lebih
mampu mengembangkan kompetensinya dan meningkatkan komitmen mereka
dalam melaksanakan tugasnya.
2.2.3. Kesehatan
2.2.3.1. Umur Harapan Hidup (UHH)
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan ditunjukkan dengan
meningkatnya rata-rata Umur Harapan Hdup (UHH). Umur Harapan hidup masyarakat
di Provinsi Bengkulu sejak tahun 2004 – 2008 cenderung mengalami peningkatan.
Pada tahun 2004 Umur Harapan Hidup Penduduk Bengkulu adalah 66,1 tahun dan
pada tahun berikut meningkat menjadi 66,4 tahun, kemudian menjadi 66,8 pada tahun
2006. Pada tahun 2008 terjadi penambahan yang signifikan, UHH menjadi sebesar
68,9. Meskipun terjadi tren peningkatan namun jika dibandingkan dengan capaian
rata-rata nasional UHH Penduduk Bengkulu masih tergolong rendah.
Tabel 2.12. Perkembangan Umur Harapan Hidup Provinsi Bengkulu Tahun 2004 – 2008
Umur Harapan Hidup (UHH) 2004 2005 2006 2007 2008 Bengkulu 66,1 66,4 66,8 68,28 68,9 Nasional 68,6 69 69,4 69,8 70,5
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, 2008
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
34
Gambar 2.12. Grafik Perkembangan Umur Harapan Hidup Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 – 2008
66.1 66.466.8
68.2868.9
68.669
69.469.8
70.5
63
64
65
66
67
68
69
70
71
2004 2005 2006 2007 2008
Jum
lah
Umur Harapan Hidup Provinsi Umur Harapan Hidup Nasional
Umur Harapan Hidup dipengaruhi oleh banyak faktor, selain karena faktor ekonomi
dan sosial, juga dipengaruhi oleh tersedianya fasilitas kesehatan. Dengan adanya
layanan kesehatan tersebut diharapkan angka kesakitan masyarakat menjadi
berkurang. Perhatian pemerintah terhadap pembangunan kesehatan penduduk cukup
besar. Program kesehatan layanan gratis terhadap keluarga miskin melalui Jaring
Pengaman Sosial (JPS) mencapai 5% dari jumlah penduduk miskin, meningkat pada
tahun 2004 menjadi 10%, dan pada tahun 2005 telah terlayani 15%. Target layanan
kesehatan gratis melalui JPS yang ingin dicapai pada periode tahun 2006-2010
secara berturut-turut adalah 20, 25, 30, 35 dan 40%. Berkat peningkatan jumlah,
kualitas dan pemerataan program layanan kesehatan tersebut, status kesehatan
masyarakat terus meningkat.
Perilaku masyarakat kurang mendukung pola hidup bersih dan sehat, serta
ketersediaan pembiayaan kesehatan masih rendah, sangat mempengaruhi rendahnya
tingkat kesehatan masyarakat. Upaya pembinaan lingkungan sehat yang dilakukan
Dinas Kesehatan telah menunjukkan adanya keberhasilan, terlihat dari beberapa
indikator lingkungan sehat, seperti jumlah keluarga yang menghuni rumah sehat,
menggunakan air bersih, dan menggunakan jamban milik sendiri. Pada tahun 2004
persentase penduduk yang telah menggunakan air bersih mencapai 33,16%, yang
memiliki jamban sendiri sebanyak 69,22%, dan yang sudah memanfaatkan jaringan
listrik sebanyak 71,25%, sedangkan rumah yang masih berlantai tanah tinggal
sebesar 10,14%. Pada tahun-tahun selanjutnya pembinaan lingkungan sehat
ditargetkan terus meningkat; pada periode tahun 2006-2010 secara berturut-turut
meningkat menjadi 55, 60, 65, 70 dan 80% keluarga. Pembinaan lingkungan sehat
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
35
diharapkan juga menciptakan perilaku masyarakat untuk hidup sehat tidak saja di
dalam keluarga tetapi juga di tempat-tempat umum seperti kantor, hotel, pasar,
sekolah, sarana ibadah, dsb.
Jumlah Puskesmas juga menjadi indikator peningkatan kuantitas layanan kesehatan
kepada penduduk, jika dilihat dari posisi dan rasio jumlah penduduk juga
menunjukkan adanya peningkatan pemerataan. Pada tahun 2008 jumlah Puskesmas
di Provinsi Bengkulu berjumlah 147 dengan rasio 0,89 per 10.000 penduduk. Angka
tersebut mengungkapkan bahwa setiap 10.000 penduduk di Provinsi Bengkulu
dilayani kurang dari 1 (satu) buah puskesmas. Akan tetapi apabila dibandingkan
dengan jumlah penduduknya maka jumlah Puskesmas yang terdapat di Provinsi
Bengkulu masih jauh dari cukup. Kondisi itu terlihat dari masih relatif kecilnya nilai
rasio Puskesmas terhadap penduduk. Relatif kecilnya rasio Puskemas per 10.000
penduduk di Provinsi Bengkulu mencerminkan bahwa beban tanggungan setiap
Puskesmas di Provinsi Bengkulu relatif tinggi. Tingginya beban tanggungan
Puskesmas akan berdampak negatif terhadap pelayanan kesehatan yaitu tidak
optimalnya pelayanan kesehatan yang diberikan Puskesmas kepada masyarakat.
Ketidakoptimalan pelayanan kesehatan di Provinsi Bengkulu akan semakin tinggi bila
tidak segera dilakukan penambahan atau pembangunan Puskesmas. Sebab di sisi
lain jumlah penduduk Provinsi Bengkulu dari tahun ke tahun semakin bertambah.
Selain melalui Puskesmas, pelayanan kesehatan di Provinsi Bengkulu dilakukan
melalui Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling. Pelayanan kesehatan melalui
Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling sangat efektif karena dapat melayani
kesehatan penduduk hingga ke daerah terpencil. Namun dilihat dari jumlahnya,
Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling yang terdapat di Provinsi Bengkulu
relatif kurang memadai. Pada tahun 2008 jumlah Puskesmas Pembantu dan
Puskesmas Keliling di Provinsi Bengkulu masing-masing sebanyak 505 buah dan 164
buah. Selain itu terdapat 1.720 Posyandu, Klinik/KIA 124 buah dan rumah bersalin 17
buah.
Upaya yang dilakukan pemerintah daerah sebagai bentuk dari penjabaran arah
kebijaksanaan pembangunan kesehatan di Provinsi Bengkulu diantaranya
meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan melalui pembangunan sarana
kesehatan baik di daerah perkotaan maupun di daerah daerah terpencil.
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
36
Relevansi: Perbaikan dalam nilai UHH dari tahun ke tahun mencerminkan bahwa
upaya pembangunan di bidang kesehatan di Provinsi Bengkulu mempunyai tingkat
relevansi yang tinggi.
Efektifitas: Trend dan peningkatan nilai UHH dari tahun ke tahun memberikan
indikasi bahwa upaya pembangunan di bidang kesehatan di Provinsi Bengkulu juga
telah efektif.
Rekomendasi Kebijakan: o Peningkatan pemerataan pelayanan kesehatan melalui pembangunan sarana
kesehatan baik di daerah perkotaan maupun di daerah daerah terpencil.
o Peningkatan Program kesehatan layanan gratis terhadap keluarga miskin, seperti
Jaring Pengaman Sosial (JPS)
o Kampanye pola hidup bersih dan sehat,
o Pembinaan lingkungan sehat tidak saja di dalam keluarga tetapi juga di tempat-
tempat umum seperti kantor, hotel, pasar, sekolah, sarana ibadah, dsb.
2.2.3.2. Angka Kematian Bayi (AKB) Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator yang paling sensitif diantara
indikator lainnya. Angka ini mencerminkan tingkat permasalahan kesehatan yang
langsung berkaitan dengan kematian bayi, tingkat kesehatan ibu dan anak, tingkat
upaya pelayanan kesehatan ibu dan anak, upaya keluarga dan tingkat perkembangan
sosial ekonomi keluarga.
AKB di Provinsi Bengkulu menunjukan tren menurun dari tahun ke tahun bahkan
pada tahun 2008 sudah dibawah rata-rata AKB nasional.
Tabel 2.13. Perkembangan Angka Kematian Bayi Provinsi Bengkulu Tahun 2004 – 2008
Angka Kematian Bayi (AKB) 2004 2005 2006 2007 2008 Bengkulu 48 43 39 34 28 Nasional 35 34,75 34,35 34 34
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, 2008
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
37
Gambar 2.13. Grafik Perkembangan Angka Kematian Bayi Provinsi Bengkulu Tahun 2004 – 2008
4843
3934
28
35 34.75 34.35 34 34
0
10
20
30
40
50
60
2004 2005 2006 2007 2008
Jum
lah
Angka Kematian Bayi Provinsi Angka Kematian Bayi Nasional
Relevansi: Penurunan nilai AKB dari tahun ke tahun mencerminkan bahwa upaya
pembangunan di bidang kesehatan di Provinsi Bengkulu mempunyai tingkat relevansi
yang tinggi.
Efektifitas: Trend dan penurunan nilai AKB dari tahun ke tahun memberikan indikasi
bahwa upaya pembangunan di bidang kesehatan di Provinsi Bengkulu juga telah
efektif.
Rekomendasi Kebijakan
o Meningkatkan akses pelayanan kesehatan terutama terhadap penduduk miskin
dan pedesaan antara lain melalui penambahan sarana kesehatan.
o Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dengan menambah tenaga
kesehatan,
o Memberikan pelayanan kesehatan gratis terutama kepada golongan penduduk
miskin yang tidak mampu.
2.2.3.3. Angka Kematian Ibu (AKI)
Angka Kematian Ibu (AKI) di Provinsi Bengkulu menunjukkan tren yang menurun
sejak tahun 2004 – 2008 dan posisinya selalu dibawah angka rata-rata AKI nasional.
Tabel 2.14. Persentase Angka Kematian Ibu (AKI) di Provinsi Bengkulu Tahun 2004 – 2008
Angka Kematian Ibu (AKI) 2004 2005 2006 2007 2008 Bengkulu 227 221 218 215 212 Nasional 307 262 255 228 228
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, 2008
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
38
Gambar 2.14. Grafik Persentase Angka Kematian Ibu (AKI)
227 221 218 215 212
307
262 255228 228
0
50
100
150
200
250
300
350
2004 2005 2006 2007 2008
Jum
lah
AKI
Angka Kematian Ibu Provinsi Angka Kematian Ibu Nasional
Relevansi: Penurunan nilai AKI dari tahun ke tahun mencerminkan bahwa upaya
pembangunan di bidang kesehatan di Provinsi Bengkulu mempunyai tingkat relevansi
yang tinggi.
Efektifitas: Trend dan penurunan nilai AKI dari tahun ke tahun memberikan indikasi bahwa upaya pembangunan di bidang kesehatan di Provinsi Bengkulu juga telah efektif.
Rekomendasi Kebijakan
o Peningkatan pelayanan kesehatan dasar, seperti kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, perbaikan gizi, kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit menular, dan pengobatan dasar.
o Peningkatan pelayanan dokter keluarga. o Pembangunan dan perbaikan sarana dan prasarana Puskesmas dan rumah sakit o Pengadaan obat dan perbekalan puskesmas dan rumah sakit;
2.2.3.4. Prevalensi Gizi buruk (%) Jika dilihat dari status gizi buruk menunjukkan angka yang menurun sejak tahun 2005
sampai dengan tahun 2008.
Tabel 2.15. Prevalensi Gizi Buruk di Provinsi Bengkulu dan Nasional
Tahun 2004 – 2008
Prevalensi Gizi Buruk (%) 2004 2005 2006 2007 2008 Bengkulu 1,64 3,2 1,56 0,63 0,43 Nasional 4.8
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, 2008
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
39
Gambar 2.15. Grafik Persentase Prevalensi Gizi Buruk di Provinsi Bengkulu dan Nasional Tahun 2004 – 2008
1.64
3.2
1.56
0.63 0.43
4.8
0
1
2
3
4
5
6
2004 2005 2006 2007 2008
Cap
aian
Indi
kato
r Out
com
e
Prevalensi Gizi Buruk Provinsi Prevalensi Gizi Buruk Nasional
Data statistik menunjukkan bahwa nilai Prevalensi Gizi Buruk (PGB) di Provinsi
Bengkulu telah mengalami penurunan yang berkesinambungan sejak tahun 2005
sampai dengan tahun 2008.
Relevansi: Penurunan nilai PGB dari tahun ke tahun mencerminkan bahwa upaya pembangunan di bidang kesehatan di Provinsi Bengkulu mempunyai tingkat relevansi yang tinggi.
Efektifitas : Trend dan penurunan nilai PGB dari tahun ke tahun memberikan indikasi bahwa upaya pembangunan di bidang kesehatan di Provinsi Bengkulu juga telah efektif.
Rekomendasi Kebijakan o Peningkatan pendidikan gizi masyarakat o Pelayanan kesehatan gratis kepada penduduk miskin di puskesmas dan
jaringannya o Penanggulangan kurang energi protein (KEP), anemia gizi besi, gangguan akibat
kurang yodium (GAKY), kurang vitamin A, dan kekurangan zat gizi lainnya; o Penambahan tenaga kesehatan khususnya tenaga ahli gizi
2.2.3.5. Prevalensi Gizi Kurang (%)
Sejalan dengan berkurangnya penderita gizi buruk, hasil observasi menunjukkan
bahwa angka prevalensi gizi kurang (PGK) di Provinsi Bengkulu juga telah mengalami
penurunan yang berkesinambungan sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2008.
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
40
Tabel 2.16. Prevalensi Gizi Kurang di Provinsi Bengkulu dan Nasional Tahun 2004 – 2008
Prevalensi Gizi Kurang (%) 2004 2005 2006 2007 2008 Bengkulu 25,8 24,7 23,6 21 20,1 Nasional 19,6 19,2 - 13 13
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, 2008
Gambar 2.16. Prevalensi Gizi Kurang di Provinsi Bengkulu dan Nasional
Tahun 2004 – 2008
25.8 24.7 23.621 20.119.6 19.2
0
13 13
0
5
10
15
20
25
30
2004 2005 2006 2007 2008
Pers
en P
GB
Prevalensi Gizi Buruk Provinsi Prevalensi Gizi Buruk Nasional
Salah satu indikator kesehatan penduduk adalah status gizi bayi. Pada tahun 2004 status gizi balita berdasarkan pemantauan status gizi (PSG) memperlihatkan prevalensi gizi kurang sebesar 25,8%, dan pada tahun 2005 menurun menjadi24,7%, selanjutnya pada tahun 2006 mencapai 23,6%, dan terun menurun menjadi 20,1% pada tahun 2008 (Sumber Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu). Masih tingginya persentase status gizi bayi terjadi karena tingkat kemiskinan orang-tuanya, rendahnya tingkat pengetahuan keluarga tentang kesehatan, gizi, dan lingkungan sehat, masih sedikitnya jumlah tenaga ahli gizi, terbatasnya kemampuan anggaran pemerintah daerah serta akibat dari keterisolasian daerah tempat tinggal dan sulitnya transportasi menuju pusat layanan kesehatan.
Untuk mengatasi masalah gizi kurang, Dinas Kesehatan melakukan berbagai program
peningkatan kualitas dan pemerataan layanan kesehatan yang diantaranya adalah
dengan mengembangkan pusat-pusat kesehatan masyarakat, baik Puskesmas,
Puskesmas Pembantu, maupun Posyandu. Dinas Kesehatan juga melakukan
pembinaan keluarga melalui KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) dan
memperbaiki perawatan anggota masyarakat dari balita sampai tua, misalnya Bina
Keluarga Sejahtera yang tersebar sampai ke desa-desa. Selain itu, juga telah dirintis
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
41
Pos PAUD yang memadukan perawatan dan layanan anak di Posyandu dan
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), serta memberikan imunisasi, memberikan tablet
FE kepada ibu hamil, dsb. Dengan berbagai layanan tersebut diharapkan pada tahun-
tahun yang akan datang, status gizi bayi meningkat dan angka kematian bayi (IMR)
menurun.
Relevansi: Penurunan nilai PGK dari tahun ke tahun mencerminkan bahwa upaya
pembangunan di bidang kesehatan di Provinsi Bengkulu mempunyai tingkat relevansi
yang tinggi.
Efektifitas: Trend dan penurunan nilai PGK dari tahun ke tahun memberikan indikasi
bahwa upaya pembangunan di bidang kesehatan di Provinsi Bengkulu juga telah
efektif.
Rekomendasi Kebijakan
Dalam upaya pembangunan bidang kesehatan beberapa langkah-langkah yang perlu
dilakukan antara lain:
o Penetapan Standar Pelayanan Minimum (SPM) agar lebih dimanfaatkan sebagai
alat untuk menjamin akses dan mutu pelayanan kesehatan secara merata.
o Pemantapan pelaksanaan program prioritas antara lain Desa Siaga, Program
Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin).
o Pelayanan kesehatan gratis kepada penduduk miskin di puskesmas dan
jaringannya
o Penanggulangan kurang energi protein (KEP), anemia gizi besi, gangguan akibat
kurang yodium (GAKY), kurang vitamin A, dan kekurangan zat gizi lainnya.
2.2.3.6. Persentase Tenaga Kesehatan per Penduduk
Untuk meningkatkan akses dan pemerataan serta kualitas layanan kesehatan ke
seluruh daerah provinsi sampai daerah pedesaan dan daerah kepulauan, Dinas
Kesehatan berupaya pula menambah tenaga medis, baik dokter spesialis, dokter
umum, dokter gigi, sarjana kesehatan masyarakat, bidan, apoteker, ahli gizi, ahli
sanitarian, perawat dsb.
Tabel 2.17. Persetase Tenaga Kesehatan per Penduduk di Provinsi Bengkulu dan Nasional Tahun 2004 – 2008
Tenaga Kesehatan per Penduduk 2004 2005 2006 2007 2008 Provinsi Bengkulu 0,19 0,20 0,29 0,26 0,22 Nasional 0,14 0,25 0,26 0,25 0,25
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, 2008
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
42
Gambar 2.17. Grafik Tenaga Kesehatan per Penduduk
0.19 0.2
0.29
0.26
0.22
0.14
0.25 0.26 0.25 0.25
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
2004 2005 2006 2007 2008
Pers
en
Persentase Tenaga Kesehatan Per Penduduk Provinsi Persentase Tenaga Kesehatan Per Penduduk Nasional
Pada tahun 2007 di Provinsi Bengkulu terdapat 459 tenaga dokter, terdiri dari 365
orang atau sebesar 79.52 persen dokter umum. Sedangkan sisanya sebanyak 30
orang atau sebesar 6,54 persen dokter spesialis dan sebanyak 64 orang atau sebesar
13,94 persen dokter gigi. Dibandingkan dengan jumlah penduduknya, jumlah tenaga
dokter yang terdapat di Provinsi Bengkulu masih belum memadai, terutama dokter
umum. Kondisi itu terlihat dari relatif kecilnya rasio dokter umum per 10.000
penduduk. Pada tahun 2007 rasio dokter per 10.000 penduduk di Provinsi Bengkulu
sebesar 2,26. Angka itu mengungkapkan bahwa, setiap 10.000 penduduk di Provinsi
Bengkulu pada tahun 2006 dilayani oleh dari 2 orang dokter.
Kecilnya nilai rasio dokter terhadap penduduk menggambarkan bahwa beban seorang
dokter dalam melayani kesehatan penduduk di Provinsi Bengkulu cukup berat. Kondisi
itu dapat mengakibatkan tidak optimalnya kinerja seorang dokter dalam memberikan
pelayanan kesehatan. Dengan demikian jumlah dokter di Provinsi Bengkulu harus
ditambah.
Relevansi: Penurunan nilai rasio tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk di
Provinsi Bengkulu dalam beberapa tahun terakhir mencerminkan tingkat relevansi
yang rendah dalam hal peningkatan jumlah tenaga medis di masyarakat.
Efektifitas : Trend dan nilai rasio tenaga medis dan penduduk yang menurun juga memberikan indikasi bahwa kebijakan dan program penanbahan jumlah tenaga kesehatan di masyarakat juga belum efektif.
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
43
Rekomendasi Kebijakan o Penambahan jumlah tenaga kesehatan terutama dokter spesialis dan tenaga
kesehatan masyarakat o Pemberian insentif terhadap tenaga kesehatan terutama yang bertugas di daerah
pedesaan dan terpencil o Peningkatan dan penambahan sarana dan prasarana kesehatan masyarakat.
2.2.4. Keluarga Berencana 2.2.4.1. Persentase Penduduk ber-KB Program Keluarga Berencana (KB) di Provinsi Bengkulu telah cukup berhasil dalam menurunkan dan mengendalikan laju pertumbuhan penduduk. Keberhasilan program KB tersebut terlihat dari terus menurunnya angka pertumbuhan penduduk. Angka pertumbuhan di Provinsi Bengkulu telah menurun dari sekitar 4 persen pada periode 1971-1990, menjadi sekitar 2 persen pada kurun waktu 1990-2000. Dalam beberapa tahun terakhir laju pertumbuhan penduduk Provinsi Bengkulu mengalami penurunan menjadi sekitar 1,5 persen per tahun.
Tabel 2.18. Perkembangan Persentase Penduduk ber-KB di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 - 2008
Persentase Penduduk ber-KB 2004 2005 2006 2007 2008 Provinsi Bengkulu 89,62 88,47 81,79 84,32 82,29 Nasional 56,71 57,89 57,91 57,43 53,19
Sumber: BKKBN Provinsi Bengkulu, 2008
Gambar 2.18. Grafik Perkembangan Persentase penduduk ber-KB di Provinsi Bengkulu, 2004 - 2008
89.62 88.4781.79 84.32 82.29
56.71 57.89 57.91 57.4353.19
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
2004 2005 2006 2007 2008
Pers
en
Penduduk Ber KB Provinsi Penduduk Ber KB Nasional
Persentase capaian penduduk ber-KB di Provinsi Bengkulu menunjukkan hasil yang
cukup baik, dengan rata-rata capaian sejak tahun 2004 – 2008 lebih tinggi dari
nasional.
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
44
Sampai saat ini masih terjadi kesenjangan gender akseptor KB. Pada tahun 2005,
tingkat peran serta laki-laki sebagai akseptor KB masih rendah yaitu 1,3% dari total
peserta KB yang ada, akan diupayakan meningkat menjadi 4,5% pada tahun 2010.
Berdasarkan data laporan dari BKKBN Provinsi Bengkulu pada tahun 2004 jumlah
pasangan usia subur di Provinsi Bengkulu sebanyak 292.930 pasangan, sedangkan
jumlah akseptor aktif sebanyak 262.521 pasangan. Dengan demikian persentase
akseptor aktif terhadap pasangan usia subur adalah sebesar 89,62%. Sementara itu
terdapat peningkatan jumlah akseptor baru sebesar 30,11 persen dibandingkan
dengan tahun sebelumnya menjadi 48.014 pasangan. Akseptor aktif di Provinsi
Bengkulu umumnya lebih banyak menggunakan alat kontrasepsi suntik dan pil,
masing-masing 110.131 dan 89.664 orang.
Perkembangan jumlah pasangan usia subur (PUS) di Provinsi Bengkulu sejak tahun
2005 sampai dengan 2008 terus mengalami peningkatan, yaitu sebanyak 309.564
pada tahun 2005 menjadi sebanyak 334.826 pasangan pada tahun 2007 dan pada
tahun 2008 meningkat 10,06% sehingga jumlah PUS menjadi 368.520 pasangan.
Sejalan dengan itu perkembangan jumlah peserta KB aktif atau akseptor aktif selama
periode tahun 2005 – 2008 juga terus mengalami kenaikan. Pada tahun 2005 jumlah
akseptor aktif di Provinsi Bengkulu sebanyak 273.874 pasangan dan pada tahun 2006
meningkat menjadi 279.794 pasangan atau naik 2,16 persen. Pada tahun 2007 jumlah
akseptor aktif di Provinsi Bengkulu menjadi sebanyak 282.333 pasangan dan pada
tahun 2008 menjadi 303.238 pasangan atau mengalami peningkatan sebesar 7,40
persen. Peningkatan ini juga diikuti dengan bertambahnya jumlah akseptor baru, pada
tahun 2005 terdapat sebanyak 51.474 akseptor baru dan meningkat menjadi 66.069
pasangan pada tahun 2006. Namun pada tahun 2006 akseptor baru mengalami
sedikit penurunan menjadi 65.215 pasangan pada tahun 2007 atau menurun sebesar
1,29 persen dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 80.207 pasangan.
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
45
Gambar 2.19. Jumlah Akseptor Aktif dan Akseptor Baru di Provinsi Bengkulu, Tahun 2005 – 2008
51,474 66,069 65,215 80207
273,874 279,794 282,333303238
-50,000
100,000150,000200,000250,000300,000350,000
2005 2006 2007 2008
Tahun
Aks
epto
r
AkseptorBaruAkseptorAktif
Penggunaan alat kontrasepsi akseptor aktif di Provinsi Bengkulu tidak banyak
mengalami pergeseran, umumnya lebih banyak menggunakan alat kontrasepsi suntik
dan pil, dimana proporsinya masing-masing pada tahun 2008 mencapai 47,95 persen
dan 29,19 persen. Selain itu akseptor aktif yang menggunakan IUD, kontap,kondom
dan implant juga relatif banyak (BKKBN Provinsi Bengkulu, 2008).
Gambar 2.20. Distribusi Persentase Akseptor Aktif menurut Jenis Alat Kontrasepsi yang Digunakan, 2008
Pil, 29.19%
Implant, 12.64% Spiral/IUD,
6.47%
MOP/MOW, 2.25%
Suntikan, 47.95%
Kondom, 1.49%
Untuk menunjang keberhasilan program KB, di Provinsi Bengkulu didukung dengan
tersedianya Klinik KB yang tersebar di setiap Kabupaten /Kota. Pada tahun 2005
terdapat 300 buah klinik KB, meningkat menjadi 313 pada tahun 2006. Pada tahun
2007 jumlah klinik KB yang ada di Provinsi Bengkulu sebanyak 322 buah dan pada
tahun 2008 menjadi 324 klinik. Selain itu juga terdapat sebanyak klinik/KIA 124 buah
dan posyandu sebanyak 1.776 buah.
Relevansi: Peningkatan jumlah akseptor KB di Provinsi Bengkulu dalam beberapa
tahun terakhir mencerminkan bahwa tingkat relevansi yang tinggi.
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
46
Efektifitas: Trend jumlah akseptor KB yang meningkat menunjukkan bahwa kebijakan
dan program KB di Provinsi Bengkulu juga efektif.
Rekomendasi Kebijakan
• Peningkatan peran serta laki-laki sebagai akseptor KB
• Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB terutama bagi keluarga miskin
• Peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi bagi pasangan usia subur
tentang kesehatan reproduksi
• Pengadaan alat dan obat kontrasepsi bagi keluarga miskin.
2.2.4.2. Persentase Laju Pertumbuhan Penduduk
Jumlah penduduk Provinsi Bengkulu pada tahun 2004 mencapai 1.541.551 jiwa,
dengan tingkat pertumbuhan sebesar 1,6 persen. Dilihat dari jumlah perkembangan
penduduk Provinsi Bengkulu tergolong cepat. Dalam kurun waktu 1980-2006 atau
dalam waktu 25 tahun penduduk Provinsi Bengkulu telah berkembang lebih dari 2
(dua) kali lipat, yaitu dari 0,77 juta tahun 1980 menjadi 1.591.409 jiwa tahun 2006.
Pesatnya perkembangan jumlah penduduk Provinsi Bengkulu secara nyata terlihat
dari angka pertumbuhan penduduk. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk (SP) pada
kurun waktu 1980-1990 pertumbuhan penduduk Provinsi Bengkulu rata-rata sebesar
4,38 persen per tahun, sedangkan pada kurun waktu 1990-2000 pertumbuhannya
rata-rata sebesar 2,94 persen per tahun. Sejak tahun 2004 – 2008 angka
pertumbuhan penduduk Provinsi Bengkulu cenderung mengalami penurunan,
meskipun demikian masih jauh lebih tinggi dari angka pertumbuhan penduduk
Indonesia. Meskipun pertumbuhan penduduk Bengkulu tergolong cukup tinggi, namun
jumlah penduduknya masih sedikit, pada tahun 2007 sebanyak 1.616.663 jiwa dan
tahun 2008 bertambah menjadi 1.641.921 jiwa. Jika dibandingkan dengan luas
daerahnya, penduduk di Provinsi Bengkulu tergolong jarang, dengan tingkat
kepadatan penduduk sebesar 83 jiwa/km2.
Tabel 2.19. Perkembangan Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 – 2008 (%)
Laju pertumbuhan penduduk (%) 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Bengkulu 1,61 1,60 1,61 1,59 1,56 1,50 Nasional 1,29 0,83 1,52 1,55 1,28 1,25
Sumber : BPS Provinsi Bengkulu, 2008
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
47
Gambar 2.21. Grafik Perkembangan laju pertumbuhan penduduk, 2004 – 2008 (%)
1.61 1.6 1.61 1.59 1.56 1.5
1.29
0.83
1.52 1.55
1.28 1.25
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Pers
en
Pertumbuhan Penduduk Provinsi Pertumbuhan Penduduk Nasional
Penurunan angka pertumbuhan ini karena semakin kecilnya angka kelahiran yang
merupakan salah satu wujud keberhasilan dalam pelaksanaan program KB.
Tingginya angka pertumbuhan penduduk ini dapat terjadi karena Provinsi Bengkulu
merupakan daerah penerima transmigrasi dan banyaknya pendatang masuk (migrasi
masuk) ke daerah ini.
Secara umum laju pertumbuhan penduduk Provinsi Bengkulu masih tinggi, namun
demikian dalam beberapa tahun terakhir trend pertambahan penduduk sudah
mengalami penurunan. Dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 trend
pertambahan jumlah penduduk mengalami sedikit penurunan, dengan rata-rata tingkat
pertumbuhan per tahun sebesar 1,59%.
Relevansi: Upaya pemerintah dalam menekan laju pertumbuhan penduduk telah
memberikan hasil yang memadai dan oleh karena itu dapat dikatakan bahwa
kebijakan dan program yang bertujuan untuk mengurangi laju pertumbuhan penduduk
sudah relevan.
Efektivitas: Tren pertumbuhan penduduk yang menurun memberikan indikasi bahwa
kebijakan dan program yang bertujuan untuk mengurangi laju pertumbuhan penduduk
juga sudah efektif.
Meskipun begitu, upaya penurunan tingkat pertumbuhan penduduk perlu
dipertimbangkan kembali di masa yang akan datang sesuai dengan tujuan jangka
panjang dan rencana tata ruang wilayah. Bila dibandingkan dengan tingkat
pertumbuhan penduduk di tingkat nasional, tingkat pertumbuhan penduduk di Provinsi
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
48
Bengkulu masih lebih tinggi. Meskipun begitu, tingkat kepadatan penduduk di Provinsi
Bengkulu cendrung masih relatif rendah dan distribusinya tidak merata sehingga
masih banyak daerah-daerah terpencil.
Rekomendasi Kebijakan:
• Memperkuat kelembagaan dan jejaring pelayanan KB yang bekerjasama dengan
masyarakat luas
• Peningkatan dan pemasyarakatn program KB
• Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB terutama bagi keluarga miskin
Gambar 2.22. Grafik Capaian Indikator Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 - 2008
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
2004 2005 2006 2007 2008
Cap
aian
Indi
kato
r Out
com
e
-0.12
-0.10
-0.08
-0.06
-0.04
-0.02
0.00
0.02
0.04
Tren
Cap
aian
Indi
kato
r Out
com
e
Tingkat Kualitas SDM Provinsi Bengkulu Tingkat Kualitas SDM Nasional Tren Provinsi Tren Nasional
22..33.. TTiinnggkkaatt PPeemmbbaanngguunnaann EEkkoonnoommii 22..33..11.. EEkkoonnoommii MMaakkrroo Kinerja pembangunan ekonomi merupakan salah satu indikator utama yang digunakan kerap digunakan dalam menilai tingkat keberhasilan pembangunan daerah. Indikator yang digunakan dalam penilaian kinerja pembangunan ekonomi dalam EKPD tahun 2009 ini adalah laju inflasi, laju pertumbuhan ekonomi, persentase ekspor terhadap PDRB, persentase output manufaktur terhadap PDRB, persentase output UMKM terhadap PDRB, persentasi pertumbuhan realisasi Investasi.
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
49
22..33..11..11 LLaajjuu IInnffllaassii ((%%)) Laju inflasi di provinsi Bengkulu diestimasi dengan menggunakan indikator Indeks
Harga Konsumen (IHK). Selama periode tahun 2004 – 2008 laju inflasi rata-rata
tahunan di Provinsi Bengkulu berfluktuasi dari tahun ke tahun. Nilai IHK mengalami
kenaikan yang signifikan pada tahun 2005, kemudian turun pada tahun 2006 dan
tahun 2007, bahkan nilainya lebih rendah dari IHK nasional. Namun pada tahun 2008
IHK Provinsi Bengkulu kembali mengalami kenaikan yang cukup signifikan bahkan
angkanya diatas 10 persen per tahun (double digit inflation). Sebagaimana terlihat
pada table 2.. di bawah ini, laju inflasi di Provinsi Bengkulu bahkan lebih tinggi dari
rata-rata inflasi nasional.
Pada tahun 2004 laju inflasi tahunan dibawah rata-rata nasional (4,67%) namun pada
tahun 2005 meningkat jauh 25,22 persen sementara inflasi nasional hanya sebesar
10,50%. Tingginya angka inflasi pada tahun tersebut lebih banyak disebabkan karena
adanya kenaikan harga BMM yang memicu kenaikan harga barang-barang pada
umumnya dan barang-barang kebutuhan pokok yang diimpor dari luar daerah.
Namun pada tahun berikutnya terdapat kecenderungan yang melambat meskipun
pada tahun 2008 terjadi sedikit kenaikan sehingga tingkat inflasi menjadi 13,44
persen. Tingginya tingkat inflasi di Provinsi Bengkulu dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain: peningkatan jumlah uang beredar akibat proyek multi
years yang mendorong terjadinya ekspansi uang beredar yang mendorong
meningkatnya permintaan agregat, dan tingginya biaya transportasi karena hampir
sebagian besar barang-barang baik untuk kebutuhan pokok didatangkan dari laur
daerah.
Tabel 2.20 Perkembangan Laju Inflasi IHK di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 - 2008
Laju Inflasi IHK (%) 2004 2005 2006 2007 2008 Bengkulu 4,67 25,22 6,52 5,00 13,44 Nasional 6,10 10,50 13,10 6,00 11,06
Sumber : BPS Provinsi Bengkulu, 2008
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
50
Gambar 2.23 Grafik Perkembangan Laju Inflasi IHK di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 - 2008
4.67
25.22
6.525
13.44
6.1
10.513.1
6
11.06
0
5
10
15
20
25
30
2004 2005 2006 2007 2008
Pers
en
Laju Inflasi Provinsi Laju Inflasi Nasional
Relevansi: laju inflasi yang berfluktuasi dan naik dalam dua tahun terakhir ini
memberikan indikasi bahwa kebijakan dan program pengendalian inflasi di Provinsi
Bengkulu belum menghasilkan output dan outcomes yang diharapkan. Meskipun
begitu, persoalan yang sama juga dialami di tingkat nasional yang ditandai dengan
perubahan laju inflasi yang berfluktuasi dan mengalami peningkatan dalam dua tahun
terakhir. Bila relevansi dinilai berdasarkan hasil yang diharapkan maka kebijakan dan
program penanggulangan dan pengendalian inflasi baik di Provinsi Bengkulu maupun
di tingkat nasional kelihatannya belum optimal.
Efektifitas: tren angka laju inflasi yang cendrung naik dalam beberapa tahun terakhir
ini mengindikasikan bahwa kebijakan dan program pengendalian laju inflasi di Provinsi
Bengkulu tidak efektif.
Rekomendasi Kebijakan:
Laju inflasi yang meningkat dari waktu ke waktu mengisyaratkan bahwa Pemerintah
Provinsi Bengkulu perlu merumuskan kebijakan dan program yang lebih strategis agar
laju inflasi dapat ditekan di masa yang akan datang. Kebijakan penganggulangan
inflasi yang perlu dipertimbangkan di masa yang akan dating antara lain adalah:
pengendalian stock dan harga kebutuhan pokok yang berkontribusi terhadap tingginya
laju inflasi di Provinsi Bengkulu.
22..33..11..22 LLaajjuu PPeerrttuummbbuuhhaann eekkoonnoommii ((%%)) Laju pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang menunjukkan besarnya
perubahan jumlah barang dan jasa (PDRB) yang dihasilkan oleh suatu daerah dalam
periode tertentu. Pertumbuhan Ekonomi Bengkulu sejak tahun 2004 sampai dengan
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
51
tahun 2007 cenderung menunjukkan peningkatan, yaitu dari 5,38% pada tahun 2004
meningkat menjadi 5,82% tahun 2005, selanjutnya meningkat sebesar 0,13%
menjadi 5,95% pada tahun 2006 dan sedikit meningkat pada tahun 2007 menjadi
6,03%. Namun pada tahun 2008 terjadi laju pertumbuhan ekonomi mengalami
penurunan yang signifikan sehingga menjadi hanya 4,93% saja. Angka petumbuhan
ekonomi ini bahkan lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi
nasional sebesar 6,3%. Ini berarti terjadinya perlambatan kegiatan ekonomi di
Provinsi Bengkulu.
Dilihat dari segi kualitas pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bengkulu, peningkatannya
lebih banyak didorong oleh meningkatnya pengeluaran konsumsi rumah tangga dan
konsumsi pemerintah (lebih dari 75%), sedangkan dari ekspor dan pembentukan
modal sangat kecil, sehingga dapat dikatakan bahwa kualitas pertumbuhan dan
fundamental ekonomi daerah ini belum cukup baik.
Tabel 2.21. Perkembangan Laju Pertumbuhan PDRB di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 - 2008
Pertumbuhan PDRB (%) 2004 2005 2006 2007 2008 Provinsi Bengkulu 5,38 5,82 5,95 6,03 4,93 Nasional 4,25 5,37 5,19 5,63 6,3
Sumber : BPS Provinsi Bengkulu, 2009
Gambar 2.24. Grafik Perkembangan Laju Pertumbuhan PDRB di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 - 2008
5.385.82 5.95 6.03
4.93
4.25
5.37 5.195.63
6.3
0
1
2
3
4
5
6
7
2004 2005 2006 2007 2008
Pers
en
Pertumbuhan PDRB Provinsi Pertumbuhan PDRB Nasional
Relevansi: Upaya pembangunan ekonomi di Provinsi Bengkulu hingga tahun 2007
telah menghasilkan output dan outcomes yang harapkan dan bahkan lebih tinggi
dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi nasional. Namun selama dua tahun
terakhir ini laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Bengkulu mengalami penurunan yang
signifikan sehingga berada di bawah laju pertumbuhan ekonomi nasional. Kondisi ini
mencerminkan bahwa kebijakan dan program pembangunan ekonomi di Provinsi
Bengkulu selama beberapa tahun terakhir ini tidak lagi relevan.
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
52
Efektifitas: Sejalan dengan rendahnya tingkat relevansinya, kebijakan dan program
pembangunan ekonomi di Provinsi Bengkulu dalam beberapa tahun terakhir ini juga
tidak efektif.
Rekomendasi Kebijakan:
Perubahan dalam laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah dipengaruhi oleh banyak
faktor. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa salah satu persoalan dalam
perekononomian Provinsi Bengkulu adalah lemahnya struktur ekonomi daerah
dimana perubahan (kenaikan atau penurunan) laju inflasi sangat dipengaruhi oleh
beberapa komponen ekonomi tertertu saja yang dalam hal ini adalah komponen
konsumsi (C) baik konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah. Oleh
karena itu, kebijakan dan program pembangunan ekonomi di masa yang akan datang
juga difokuskan terhadap penguatan struktur ekonomi secara keseluruhan dengan
basis potensi dan keunggulan lokal yang dimiliki oleh Provinsi Bengkulu.
22..33..11..33 PPeerrsseennttaassee EEkkssppoorr tteerrhhaaddaapp PPDDRRBB Pemerintah daerah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan nilai ekspor
antara lain melalui promosi, mengundang para investor, penyediaan infrastruktur
penunjang. Namun demikian kinerja ekspor provinsi Bengkulu selama periode tahun
2004 – 2008 tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Saat ini dunia sedang
menghadapi krisis keuangan global yang juga berdampak pada nilai ekspor provinsi
Bengkulu yang berasal dari beberapa komoditi pertanian, seperti: kayu, karet, CPO,
serta batu bara. Harga beberapa komoditi ekspor seperti karet dan sawit merosot
sangat drastis. Kondisi ini mengakibatkan nilai ekspor mengalami penurunan dan
berdampak penurunan pendapatan petani. Oleh karena itu perluasan pasar dan
diversifikasi produk ekspor perlu menjadi perhatian dari para pemangku kepentingan
untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
Tabel 2.22. Perkembangan Ekspor terhadap PDRB di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 - 2008
Persentase Ekspor terhadap PDRB 2004 2005 2006 2007 2008
Provinsi Bengkulu 6,71 6,79 6,82 7,00 7,10 Nasional 20,07 20,84 19,48 21,26 20,34
Sumber : BPS Provinsi Bengkulu, 2009
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
53
Gambar 2.25. Grafik Perkembangan Ekspor terhadap PDRB di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 - 2008
6.71 6.79 6.82 7 7.1
20.07 20.8419.48
21.26 20.34
0
5
10
15
20
25
2004 2005 2006 2007 2008
Pers
en
Ekspor Provinsi Ekspor Nasional
Pada sisi lain jika dilihat kinerja ekspor Provinsi Bengkulu masih belum maksimal dan sangat kecil sekali kontribusinya. Nilai ekspor provinsi Bengkulu masih didominasi ekspor antar Provinsi lebih dari 70 persen dan hanya terdiri dari beberapa komoditi saja. Pada tahun 2004 nilai ekspor sebesar Rp.2,605,765.00 juta, yang terdiri dari perdagangan antar provinsi senilai Rp.1,992,398.19 juta dan perdagangan antar negara senilai Rp.613,366.81 juta.
Nilai Ekspor Provinsi Bengkulu pada tahun 2005 meningkat cukup signifikan (25,41%)
dari tahun sebelumnya menjadi Rp. 3,267,797.00 juta, namun pada tahun 2006 terjadi
sedikit kenaikan yaitu: 11,33% menjadi Rp. 3,638,158.00 juta dan pada tahun 2007
nilai ekspor menjadi Rp. 4,058,658.74 juta atau mengalami kenaikan sebesar 11,56%.
Secara keseluruhan rata-rata kenaikan ekspor selama tahun 2004 – 2008 adalah
sebesar 15,27 persen (berdasarkan harga berlaku), namun jika dilihat berdasarkan
harga konstan hanya tumbuh 6,43 persen per tahun. Komoditas ekspor Provinsi
Bengkulu yang utama masih berasal dari komoditas Primer, terdiri dari: batubara,
kopi, karet, CPO dan kayu.
Gambar 2.26. Perkembangan Nilai Ekspor Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 – 2008
2,605,7663,267,797
3,638,1593,998,150
4,436,217
-500,000
1,000,0001,500,0002,000,0002,500,0003,000,0003,500,0004,000,0004,500,000
2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
54
Sementara itu nilai dan perkembangan impor Provinsi Bengkulu pada tahun 2005
meningkat cukup signifikan (29,77%) dibandingkan tahun sebelumnya menjadi
Rp.1,478,544.23 juta. Impor Provinsi Bengkulu yang dominan berasal dari impor
barang antar provinsi (85,11% dari total impor), yang terdiri dari kebutuhan pokok
terutama komoditi gula, garam, pupuk, semen, besi dan material bangunan lainnya.
Gambar 2.27. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 – 2008
1,139,3711,478,546 1,615,430 1,764,019 1,802,687
-
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
Nila
i Im
por
(Rp.
juta
)
2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
Relevansi: Upaya peningkatan ekspor melalui berbagai kebijakan dan program telah memberikan hasil yang diharapkan dan oleh karena itu dapat dikatakan relevan.
Efektifitas: Nilai ekspor yang mengalami kenaikan dari tahun ke tahun juga mengindikasikan bahwa kebijakan dan program peningkatan ekspor di Provinsi Bengkulu telah cukup efektif.
Rekomendasi Kebijakan: Meskipun nilai ekspor Provinsi Bengkulu telah mengalami kenaikan yang memadai selama empat tahun terakhir ini, namun upaya-upaya peningkatan ekspor masih perlu ditingkatkan baik dari segi jenis maupun kualitas produk yang diekspor. Sejauh ini, sebagian besar produk yang diekspor oleh Provinsi Bengkulu adalah raw material yang mempunyai nilai tambah yang relatif rendah apabila dibandingkan dengan nilai produk yang dihasilkan dari pengolahan bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau bahkan menjadi barang jadi.
Selain itu, kendala lain yang berpengaruh terhadap proses dan nilai ekspor adalah masalah transportasi dan promosi. Oleh karena itu, sebagai upaya untuk meningkatkan nilai Ekspor Non-Migas Provinsi Bengkulu, beberapa kebijakan perlu diambil di masa mendatang yang antara lain adalah:
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
55
• Mengoptimalkan penggunaan sarana transportasi laut Pelabuhan Pulau Baai dengan mengeruk Alur Masuk agar dapat dimasuki oleh kapal-kapal berukuran besar.
• Melakukan pembangunan dan perbaikan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan peningkatan akses market hasil-hasil pertanian dan industri yang mengolah hasil pertanian.
• Membuka jaringan pemasaran dalam pola kemitraan serta perbaikan infrastruktur penunjang.investasi dan ekspor
22..33..11..44 PPeerrsseennttaassee OOuuttppuutt MMaannuuffaakkttuurr TTeerrhhaaddaapp PPDDRRBB Peranan sektor industri manufaktur (industri pengolahan) di Provinsi Bengkulu masih sangat kecil sekali, baik dilihat kontribusinya terhadap pembentukan PDRB maupun dalam penyerapan tenaga kerja, sehingga sektor Industri manufaktur belum dapat menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi. Jumlah perusahaan Industri pengolahan yang berkembang masih sangat terbatas umumnya mengolah hasil-hasil pertanian menjadi barang setengah jadi untuk di ekspor. Selama periode tahun 2004–2008 persentase output industri Manufaktur terhadap PDRB tidak mengalami peningkatan bahkan sebaliknya terjadi penurunan pada tahun 2008.
Tabel 2.23. Perkembangan Kontribusi Manufaktur terhadap PDRB di Provinsi Bengkulu, 2004 - 2008
Persentase Manufaktur thd PDRB 2004 2005 2006 2007 2008 Provinsi Bengkulu 4,27 4,10 4,08 4,07 4,00 Nasional 28,07 27,41 27,54 27,06 27,87
Sumber : BPS Provinsi Bengkulu, 2009
Gambar 2.28. Perkembangan Kontribusi Manufaktur terhadap PDRB
di Provinsi Bengkulu, 2004 - 2008
4.27 4.1 4.08 4.07 4
28.07 27.41 27.54 27.06 27.87
0
5
10
15
20
25
30
2004 2005 2006 2007 2008
Pers
en
Manufaktur Provinsi Manufaktur Nasional
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
56
Sektor industri pengolahan di Provinsi Bengkulu belum begitu berkembang, kontribusi sektor ini dalam pembentukan PDRB masih sangat kecil hanya sebesar 4,27 persen pada tahun 2004 dan turun menjadi 4,0 persen tagun 2008, begitu juga dalam menyediakan lapangan kerja hanya mampu menyerap 1,68 persen.
Perkembangan nilai produksi sektor industri manufaktur (industri pengolahan) selama beberapa tahun terakhir tidak mengalami perubahan yang singnifikan. Pada tahun 2004 nilai produksi sektor ini sebesar Rp.251.770,06 juta dan pada tahun 2005 hanya meningkat sebesar 1,72 persen sehingga nilai produksi menjadi Rp.256.100,06 juta. Perkembangan kinerja sektor industri pengolahan Provinsi Bengkulu tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Sektor industri pengolahan hanya tumbuh 5,81% pada tahun 2007, sedangkan ekonomi Provinsi Bengkulu pada tahun yang sama tumbuh 6,03%. Selanjutnya pada tahun 2008 output sektor industri pengolahan Provinsi Bengkulu hanya tumbuh 3,12%.
Industri pengolahan yang berkembang di Provinsi Bengkulu pada umumnya adalah industri kecil dan rumahtangga, yaitu industri yang memiliki tenaga kerja antara 5-19 orang. Sementara Industri sedang dan Industri besar masih belum berkembang. Pada tahun 2007 di Provinsi Bengkulu hanya terdapat 18 buah industri besar /sedang dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 7.364 orang. Industri besar dan sedang merupakan industri makanan, minuman, dan tembakau berjumlah 10 buah dengan tenaga kerja yang terserap sebanyak 4710 orang. Sedangkan 8 buah lainnya merupakan industri pengolahan kayu, bambu, rotan, rumput dan sejenis, industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia, batubara dan plastik, dan industri barang-barang dari logam, mesin dan peralatannya. Tenaga kerja yang terserap di industri ini sebanyak 2654 orang.
Melihat perkembangan kondisi daya saing sektor industri pengolahan Provinsi Bengkulu dimasa mendatang diperlukan upaya yang sungguh-sungguh untuk meningkatkan peranan sektor ini baik kontribusinya terhadap PDRB maupun dalam menyerap tenaga kerja.
Dalam upaya untuk meningkatkan nilai produksi sektor industri pengolahan di Provinsi Bengkulu menghadapi berbagai permasalahan, antara lain:
• Masih terbatasnya kapasitas infrastruktur seperti: Listrik, Jalan, Pelabuhan laut dan Udara,
• Kontinuitas Bahan baku dan jaringan distribusi disamping masih terbatasnya dukungan infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi.
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
57
Relevansi. Dilihat dari segi relevansi terhadap pembangunan sektor industri manufaktur di provinsi Bengkulu menunjukkan bahwa tujuan pembangunan sektor industri belum berhasil atau tidak lebih baik seperti yang diharapkan bahkan hasil yang diperoleh masih sangat jauh tren capaian pembangunan nasional.
Efektivitas. Apabila dilihat segi efektivitas pelaksanaan pembangunan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan pembangunan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja menunjukkan kinerja yang kurang efektif karena hasil capaian pembangunan daerah tidak lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Rekomendasi Kebijakan
Dalam rangka untuk meningkatkan output sektor industri pengolahan Provinsi Bengkulu, berbagai langkah perlu dilakukan antara lain:
• Melakukan promosi investasi untuk menarik investor
• Melakukan pembangunan dan perbaikan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan peningkatan akses market hasil-hasil pertanian dan industri yang mengolah hasil pertanian.
• Peningkatan dan perbaikan infrastruktur penunjang.
• Diversifikasi produk ekspor dengan membangun industri hilir dari komoditas unggulan daerah
22..33..11..55 PPeerrsseennttaassee OOuuttppuutt UUMMKKMM tteerrhhaaddaapp PPDDRRBB Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) telah dianggap sebagai salah satu sektor
yang berperan penting sebagai tulang punggung yang menyangga kelangsungan
dan kemajuan perekonomian di Provinsi Bengkulu, sebagaimana dinyatakan dalam
berbagai dokumen penting perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah
seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2005-2010 (RPJMD) dan
Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban Gubernur Bengkulu (LKPJ, 2007).
Bahkan, besarnya harapan terhadap peranan UMKM sebagai motor penggerak
pembangunan di masa yang akan datang juga telah dicanangkan oleh pemerintah
dalam draft Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi
Bengkulu 2005-2020. Sejalan dengan kebijakan tersebut, Pemerintah Provinsi
Bengkulu juga telah merencanakan dan melaksanakan berbagai macam program
dan kegiatan dengan tujuan untuk memberdayakan dan mendorong pertumbuhan
UMKM (2007, h. 129).
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
58
Sayangnya, meskipun pemberdayaan UMKM telah menjadi salah satu agenda yang
diprioritaskan dalam pembangunan di Provinsi Bengkulu, namun ketersediaan data
tentang UMKM sangatlah tidak memadai, baik itu jumlah UMKM secara keseluruhan
apalagi kontribusinya terhadap PDRB. Oleh karena itu, kajian tentang UMKM dalam
EKPD 2009 ini dibuat dengan menggunakan data yang berasal dari berbagai sumber
termasuk studi pustaka dan observasi. Data utama yang digunakan berasal dari
Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Bengkulu. Perlu untuk diketahui bahwa data
yang diperoleh dari Dinas Koperasi dan UMKM tersebut bukan merupakan data
tentang jumlah keseluruhan UMKM di Provinsi Bengkulu melainkan data UMKM yang
menjadi binaan Dinas Koperasi dan UMKM. Selain itu data yang tersedia hanya
selama 3 tahun yakni dari tahun 2004 hingga 2006. Oleh karena itu, data tersebut
dianggap sebagai sample yang mewakili keseluruhan UMKM di Provinsi Bengkulu.
Secara umum, hasil observasi menunjukkan bahwa: (a) mayoritas usaha yang ada di
Provinsi Bengkulu adalah usaha yang berskala mikro dan kecil; (b) UMKM terdapat
hampir di setiap sektor ekonomi dan oleh karena itu sebagai motor penggerak
kegiatan ekonomi; (c) UMKM telah berkontribusi dalam penyediaan lapangan
pekerjaan; (d) UMKM telah menghasilkan berbagai barang-barang dan jasa-jasa
yang dibutuhkan oleh masyarakat tetapi tidak diproduksi oleh perusahaan-
perusahaan yang berskala besar; (e) sebagian besar UMKM memanfaatkan bahan-
bahan baku lokal; (f) UMKM telah dijadikan sebagai salah satu sumber pendapatan
utama atau tambahan bagi para pengusahanya, (g) UMKM dapat dipandang sebagai
suatu metoda alternatif yang potensial untuk mengentaskan kemiskinan.
Data statistik yang diperoleh dari Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Bengkulu
menunjukkan bahwa jumlah UMKM Provinsi Bengkulu yang mereka bina selama
periode 2004-2006 mengalami kenaikan yang cukup memadai dari tahun ke tahun,
sebagaimana terlihat pada Gambar 2.29 Pada tahun 2004, jumlah UMKM binaan
adalah sebanyak 2.165 unit. Jumlah tersebut kemudian meningkat menjadi 2.346 unit
pada tahun 2005. Dengan demikian, selama 2004-2005 telah terjadi kenaikan jumlah
UMKM binaan di Provinsi Bengkulu dengan tingkat pertumbuhan sebesar 8,36%.
Selanjutnya, pada tahun 2006 jumlah unit UMKM meningkat menjadi 2,617 unit
dengan tingkat pertumbuhan sebesar 11.55%. Tingkat pertumbuhan yang relatif
tinggi tersebut memberikan suatu indikasi bahwa suasasa lingkungan usaha
(business environment) di Provinsi Bengkulu selama periode 2004-2006 cendrung
semakin membaik dan kondusif terhadap penumbuhkembangan usaha-usaha baru.
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
59
Gambar 2.29. Perkembangan Jumlah Unit Usaha UMKM di Provinsi Bengkulu Periode 2004 – 2006
21652346
2617
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
2004 2005 2006
Ta hun
Perkembangan UMKM Sektoral Berdasarkan jenisnya, usaha mikro, kecil dan menengah diklasifikasikan oleh Dinas
Koperasi dan UMKM menjadi empat kelompok besar, yakni: (a) Industri Pertanian,
(b) Industri Non-Pertanian, (c) Sektor Perdagangan; dan (d) Aneka Usaha
Bila perkembangan UMKM ditinjau dari sebarannya berdasarkan pengelompokan
sektoral, sebagaimana terlihat pada Tabel 2.25 dan Gambar 2.30, maka komposisi
UMKM di Provinsi Bengkulu didominasi oleh Industri Pertanian dan Sektor
Perdagangan dimana masing-masingnya menguasai sekitar sepertiga dari jumlah
keseluruhan UMKM. Urutan komposisi tersebut diikuti oleh Industri Non Pertanian
yang mengusai sekitar seperlima jumlah UMKM dan yang terakhir sektor Aneka
Usaha. Bila dibandingkan dengan data PDRB Provinsi Bengkulu, komposisi dari
sebaran usaha berdasarkan pengelompokan sektoral seperti terlihat sejalan dengan
kondisi perekonomian Provinsi Bengkulu yang didominasi oleh sektor pertanian dan
kemudian diikuti oleh sektor perdagangan dan industri pengolahan.
Gambar 2.30. Komposisi UMKM Provinsi Bengkulu Berdasarkan Pengelompokan Usaha Sektoral
Industri Pertanian
Industri Non Pertanian
Sektor Perdagangan
Aneka Usaha
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
60
Tabel 2.25. Perkembangan, Komposisi dan Pertumbuhan Unit Usaha UMKM Berdasarkan Sektor Usaha di Provinsi Bengkulu Periode 2004 – 2006
No Sektor Usaha 2004 2005 2006 Unit % Unit % Growth Unit % Growth
1 Industri Pertanian 673 31.90 710 30.26 5.50 787 30.07 10.85 2 Industri Nonpertanian 450 20.79 512 21.82 13.78 580 22.16 13.28 3 Sektor Perdagangan 675 31.18 712 30.35 5.48 760 29.04 6.74 4 Aneka Usaha 367 16.95 412 17.56 12.26 490 18.72 18.93
Jumlah 2165 100.00 2346 100.00 8.36 2617 100.00 11.55
Pertumbuhan Usaha Sektoral. Selama periode dari tahun 2004 hingga 2006, hasil
pengolahan data menunjukkan bahwa setiap sektor usaha mengalami pertumbuhan
yang positif. Pertumbuhan tertinggi pada tahun 2005 dialami oleh sektor Industri Non
Pertanian (13,78%) yang kemudian diikuti secara berturut-turut oleh sektor Aneka
Usaha (12,26%), Sektor Industri Pertanian (5,50%) dan Aneka Usaha dengan tingkat
pertumbuhan yang relatif sama dengan sektor Industri Pertanian. Berbeda dengan
tingkat pertumbuhan sektoral pada tahun 2005, kenaikan tertinggi pada tahun 2006
dialami oleh sektor Aneka Usaha dengan tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi
(18,93%) dan jauh lebih besar dari tingkat pertumbuhannya pada tahun 2005.
Kemudian diikuti oleh Industri Non Pertanian (13,28%) dengan tingkat pertumbuhan
yang relatif konstan atau hanya sedikit lebih rendah dibanding dengan tingkat
pertumbuhannya pada tahun sebelumnya. Urutan ketiga dan keempat dari tingkat
pertumbuhan tersebut ditempati oleh sektor Industri Pertanian (10,85%) dan sektor
Perdagangan (6,74%). Meskipun begitu, tingkat pertumbuhan kedua sektor ini
mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan tingkat pertumbuhannya pada tahun
sebelumnya. Data ini mencerminkan bahwa selama periode 2004-2006 telah terjadi
gerakan pertumbuhan yang cukup dinamis pada dan antar masing-masing sektor.
Gambar 2.31. Trend Pertumbuhan Unit Usaha Sektoral UMKM Provinsi Bengkulu
(2004-2006)
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
2005 2006
Tahun
Per
tum
buha
n (%
)
Aneka UsahaPerdaganganNon PertanianPertanian
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
61
Sumbangan UMKM terhadap penciptaan lapangan pekerjaan. Hasil pengolahan
data tentang kontribusi UMKM dalam penciptaan lapangan pekerjaan di Provinsi
Bengkulu selama periode sejak tahun 2004 hingga tahun 2006 disajikan di Tabel
2.25 pada halaman berikut. Secara umum, hasil pengolahan data menunjukkan
bahwa kontribusi UMKM dalam menyediakan kesempatan kerja mengalami kenaikan
dari tahun ke tahun. Sebagaimana terlihat pada gambar 2.6, pada tahun 2004 jumlah
tenaga yang terserap adalah sebesar 7.923 orang, kemudian meningkat menjadi
9.164 pada tahun 2005 dan 9.378 pada tahun 2006.
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
62
Tabel 2.25. Tenaga Kerja yang Terserap oleh UMKM Berdasarkan Sektor Usaha di Provinsi Bengkulu, (2004 – 2006).
No. Sektor Usaha
2004 2005 2006
Usaha Tenaga Kerja Usaha Tenaga Kerja Usaha Tenaga Kerja
(Unit) Orang % TK/Unit (Unit) Orang % Growth TK/Unit (Unit) TK % Growth TK/Unit
1 Industri Pertanian 673 2.211 27,91 3.29 710 2,812 30.69 27.18 3.96 787 2,913 31.06 3.59 3.70
2 Industri Non Pertanian 450 1.350 17,04 3.00 512 2,010 21.93 48.89 3.93 580 2,016 21.50 0.30 3.48
3 Sektor Perdagangan 675 3.150 39,76 4.67 712 2,730 29.79 -13.33 3.83 760 2,817 30.04 3.19 3.71
4 Aneka Usaha 367 1.212 15,30 3.30 412 1,612 17.59 33.00 3.91 490 1,632 17.40 1.24 3.33
Jumlah 2165 7.923 100.00 (3.66) 2346 9164 100.00 15.66 (3.91) 2617 9378 100.00 2.34 (3.58)
■Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
63
Gambar 2.32. Kesempatan Kerja yang diciptakan oleh UMKM di Provinsi Bengkulu (2004-2006)
7923
91649378
7000
7500
8000
8500
9000
9500
Jum
ah T
K
2004 2005 2006
Tahun
Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja UMKM. Tingkat pertumbuhan jumlah
tenaga kerja yang terserap oleh UMKM dari tahun 2004 sampai tahun 2005 adalah
sebesar 15,66%. Namun pada tahun 2006 tingkat pertumbuhan tersebut turun
menjadi 2,34% saja. Bila dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan penyerapan
tenaga kerja pada tahun 2005, pada tahun 2006 telah terjadi penurunan yang
signifikan sebesar 14,32%. Tingginya angka penurunan tersebut tentunya
menimbulkan berbagai pertanyaan, terutama yang berkaitan dengan faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya penurunan tersebut.
Namun begitu, ada beberapa hal yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap
penurunan tingkat pertumbuhan dalam penyediaan tenaga kerja pada sektor UMKM
tersebut. Yang pertama, diduga telah terjadi kenaikan produktifitas tenaga kerja
sehingga jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh unit-unit usaha pada tahun 2006
menjadi lebih kecil dibandingkan dengan hal yang sama pada tahun sebelumnya.
Sebagimana terlihat pada Tabel 2.25, jumlah tenaga per unit usaha pada tahun 2006
juga mengalami penurunan bila dibandingkan dengan hal yang sama pada tahun
2005. Yang kedua, perubahan ini kemungkinan besar disebabkan karena terjadinya
perubahan dalam kriteria yang digunakan dalam menentukan dan mengklasifikasikan
kelompok ‘angkatan kerja’ yang semula adalah penduduk berumur 10 tahun ke atas
menjadi penduduk yang berumur 15 tahun ke atas pada tahun 2005. Perubahan
kriteria dalam menentukan ‘angkatan kerja’ ini dapat menyebabkan perubahan dalam
pembuatan data statistik jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan oleh UMKM dimana
para pekerja yang berumur di bawah 15 tahun tidak lagi dikategorikan sebagai
tenaga kerja. Kemungkinan yang ketiga adalah bahwa usaha-usaha yang tumbuh
pada tahun 2006 memang berskala lebih kecil bila dibandingkan dengan usaha-
usaha yang tumbuh pada tahun 2005. Selain asumsi tingkat produktifitas
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
64
sebagaimana disampaikan pada kemungkinan yang kedua di atas, lebih kecilnya
skala usaha pada tahun 2006 bisa juga disebabkan oleh masih terbatasnya modal
usaha yang dimiliki oleh para pengusaha sehingga belum memungkinkan bagi
mereka untuk meningkatkan jumlah tenaga kerjanya.
Relevansi: Penilaian yang akurat terhadap tingkat relevansi antara kinerja
pembangunan di bidang UMKM dengan kebutuhan dan persoalan daerah di Provinsi
Bengkulu untuk saat ini tidak mudah untuk dilakukan karena minimnya data yang
tersedia. Namun bila penilain dilakukan berdasarkan data UMKM binaan Dinas
Koperasi dan UMKM yang diuraikan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan
sementara (tentative) bahwa pembangunan UMKM di Provinsi Bengkulu dapat
dikatakan cukup relevan.
Efektifitas: Tidak berbeda dengan penilaian terhadap tingkat relevansi, penilaian
yang akurat terhadap tingkat efektifitas pembangunan di bidang UMKM di Provinsi
Bengkulu untuk saat ini tidak mudah untuk dilakukan karena keterbatasan data yang
tersedia. Namun penilain dilakukan berdasarkan data UMKM binaan Dinas Koperasi
dan UMKM yang diuraikan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sementara
(tentative) bahwa upaya pembangunan UMKM di Provinsi Bengkulu dapat dikatakan
cukup efektif.
Rekomendasi: Pembangunan dan pemberdayaan UMKM mempunyai banyak tantangan karena
kompleksnya persoalan baik yang dihadapi oleh para praktisi UMKM sendiri maupun
pihak-pihka lain yang terkait dengan pembinaan UMKM. Persoalan menjadi semakin
rumit karena minimnya data UMKM untuk digunakan dalam merumuskan rencana
dan program yang lebih strategis. Keterbatasan dalam jumlah dan jenis data yang
tersedia menimbulkan beberapa kendala termasuk kesulitan dalam menentukan jenis
kegiatan dan program pembinaan yang sebaiknya diambil dan dilakukan oleh
pemerintah. Sehingga perencanaan pembangunan UMKM yang dibuat seringkali
tidak berbasis kepada situasi dan kebutuhan UMKM sehingga tidak relevan dan tidak
efektif. Selain tidak efektif, pembinaan-pembinaan yang tidak tepat sasaran juga
berakibat terhadap ketidakefisienan dalam penggunaan dana pembangunan.
Sehubungan dengan uraian di atas, langkah selanjutnya yang sebaiknya diambil oleh
pemerintah adalah melakukan pendataan UMKM secara menyeluruh. Melalui
pendataan tersebut dapat diketahui gambaran yang lebih jelas mengenai profil,
■Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
65
performance, struktur, kendala dan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh UMKM
serta jenis-jenis pembinaan yang lebih mereka butuhkan.
Bila dikaitkan dengan persoalan pembangunan Provinsi Bengkulu yang telah
dikategorikan ke dalam kelompok daerah tertinggal, maka kebijakan pemberdayaan
UMKM sebaiknya lebih difokuskan kepada kegiatan-kegiatan dan program yang
berorientasi kepada penyelesaian dua permasalahan utama pembangunan:
• Kemiskinan yang ditandai dengan rendahnya pendapatan per kapita masyarakat,
dan
• Pengangguran yang ditandai dengan banyaknya jumlah angkatan kerja yang
belum mendapatkan pekerjaan.
Varian dari bentuk kegiatan pembinaan yang bisa dilakukan guna mengentaskan
persoalan kemiskinan dan menekan tingkat pengangguran antara lain dapat berupa:
• Program Pendidikan dan Latihan sebagai metoda pendekatan yang dapat
digunakan untuk membekali para binaan dengan pengetahuan dan keterampilan
yang dapat mereka gunakan untuk mencari pekerjaan atau untuk menciptakan
lapangan pekerjaan sendiri dengan cara berwirausaha,
• Transfer teknologi dan peningkatan kemampuan pengusaha dalam memanfaatkan
teknologi tepat guna agar produktifitas mereka dapat ditingkatkan terutama UMKM
yang bergerak di bidang pertanian.
• Penciptaan suasana yang lebih kondusif terhadap percepatan dalam
perkembangan dan pertumbuhan UMKM seperti program-program pembinaan
yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan pangsa pasar produk UMKM dan
kemudahan-kemudahan dalam proses peningkatan kapasitas produksi dan
kualitas keterampilan dan keahlian para pengusaha UMKM, dan
• Program-program yang bersifat dan bertujuan untuk mengurangi beban baik itu
yang dipikul oleh pemerintah maupun oleh para pengusaha UMKM. Bagi UMKM,
program-program yang dimaksudkan dapat berupa:
o Kemudahan dalam pengurusan izin usaha,
o Kemudahan dalam proses dan prasarat untuk mendapatkan modal tambahan,
o Kemudahan dalam mengakses sumber-sumber informasi,
o Kemudahan dalam mendapatkan berbagai jenis pembinaan yang dilakukan oleh
pemerintah dan pihak-pihak terkait lainnya, dan
o Kemudahan dalam memperluas pangsa pasar,
o Kemudahan dalam meningkatkan kemampuan dan keterampilan,
o Kemudahan dalam proses transfer teknologi.
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
66
• Peningkatan suasana yang lebih kondusif terhadap peningkatan jumlah Investasi,
dan
• Komoditas Unggulan dengan cara menentukan sektor-sektor yang mempunyai
yang relatif tinggi terhadap penciptaan nilai tambah yang dapat diperoleh dari
pemanfaatan berbagai sumberdaya yang dimiliki oleh daerah,
• Pelayanan Birokrasi yang dapat mendorong tingkat efektifitas dan efisiensi baik
bagi pihak yang melayani begitu juga untuk yang dilayani. Efektifitas dan efisiensi
dari berbagai bentuk pelayanan birokrasi dapat dicapai dengan berbagai cara
termasuk dengan cara mengaplikasikan metoda-metoda yang terkadung dalam
konsep Good Governance, dan
• Aspek lain yang tidak kalah penting peranannya dalam kebijakan dan proses
pembangunan sehingga harus mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah
adalah Konsistensi Regulasi. Setiap orang terutama pengusaha membutuhkan
rasa dan perasaan aman dan lebih pasti (certain) terutama ketika sedang
mempemprediksikan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa yang
akan datang. Sebaliknya perasaan tidak pasti terhadap lingkungan termasuk
terhadap regulasi (perceived environmental uncertainty) telah ditemukan sebagai
salah faktor yang berkontribusi signifikan terhadap kegagalan UMKM.
22..33..11..66 PPeennddaappaattaann ppeerr kkaappiittaa Untuk melihat tingkat kemakmuran penduduk Provinsi Bengkulu, salah satu
indikatornya adalah Pendapatan per kapita. Meskipun pendapatan per kapita tidak
secara riil menggambarkan kesejahteraan masyarakat orang per orang atau
pemerataan pendapatan. Perkembangan pendapatan per kapita riil Provinsi
Bengkulu sejak tahun 2004 – 2008 cenderung mengalami kenaikan, dengan rata-rata
tingkat pertumbuhan sebesar ± 14,21% per tahun. Angka ini lebih kecil jika
dibandingkan dengan rata-rata persentase pertumbuhan pendapatan per kapita
nasional dalam peroide yang sama mencapai 19,61% per tahun. Kondisi ini
mengindikasikan bahwa perkembangan tingkat kesejahteraan penduduk provinsi
Bengkulu lebih lamban kemajuannya dibandingkan dengan daerah lainnya di
Indonesia.
Pada tahun 2004 pendapatan per kapita sebesar Rp. 5,23 juta dan meningkat
menjadi Rp. 6,54 juta atau naik 25,05% pada tahun 2005 dan bertambah menjadi Rp.
7,27 juta atau naik 11,16% pada tahun 2006. Selanjutnya pada tahun 2007
mengalami sedikit peningkatan hanya naik 2,20% menjadi Rp. 7,43 juta dan pada
■Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
67
tahun 2008 menjadi Rp.8,8 juta. Untuk mengetahui perkembangan PDRB perkapita
sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.26. Perkembangan Pendapatan per kapita Bengkulu, Tahun 2004 - 2008 (juta rupiah)
Pendapatan per kapita (juta rupiah) 2004 2005 2006 2007 2008
Bengkulu 5,23 6,54 7,27 7,43 8,8
Nasional 10,61 12,68 15,03 17,58 21,7 Sumber : BPS Provinsi Bengkulu, 2008
Gambar 2.33. Grafik perkembangan PDRB Provinsi Bengkulu dibandingkan dengan PDRB nasional Tahun 2004 - 2008
5.236.54 7.27 7.43
8.810.61
12.6815.03
17.58
21.7
0
5
10
15
20
25
2004 2005 2006 2007 2008
Juta
Rup
iah
Perkembangan PDRB Provinsi Perkembangan PDRB Nasional
Sementara itu nilai nyata pendapatan perkapita pertahun penduduk di Provinsi
Bengkulu jika dibandingkan dengan perkapita penduduk Indonesia menunjukkan
bahwa perolehan pendapatan per kapita tidak mencapai setengahnya bahkan pada
tahun 2008 merupakan titik terendah hanya sebesar 40,55 persen dari rata-rata
pendapatan per kapita nasional. Hal ini menunjukkan adanya kemerosotan tingkat
kesejahteraan penduduk di Provinsi Bengkulu.
Relevansi. Dilihat dari segi relevansi terhadap pembangunan ekonomi di provinsi
Bengkulu menunjukkan bahwa tujuan pembangunan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat belum berhasil atau tidak lebih baik seperti yang
diharapkan bahkan hasil yang diperoleh masih sangat jauh perkembangan kemajuan
pembangunan nasional.
Efektivitas. Apabila dilihat segi efektivitas pelaksanaan pembangunan untuk
mengukur dan melihat kesesuaian antara hasil dan dampak pembangunan terhadap
tujuan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menunjukkan
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
68
bahwa kinerja pemerintah daerah kurang efektif karena hasil capaian pembangunan
daerah tidak lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Rekomendasi Kebijakan
Dalam rangka untuk meningkatkan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:
• Memberikan prioritas terhadap pembangunan ekonomi terutama pada sektor
unggulan dan ekonomi kerakyatan
• Meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja daerah antara lain melalui:
penajaman alokasi anggaran dengan realokasi belanja aparatur yang boros dan
tidak efisien agar lebih terarah dan tepat sasaran.
• Percepatan pembangunan infrastruktur dasar penunjang kegiatan ekonomi untuk
mendukung pertumbuhan ekonomi yang tinggi, peningkatan kesejahteraan
masyarakat, pengentasan kemiskinan dan pengurangan pengangguran.
• Mengarahkan pemberian subsidi dan belanja bantuan sosial lainnya yang dapat
langsung membantu meringankan beban masyarakat miskin.
• Promosi investasi untuk menarik investor dan penyerderhanaan prosedur dan
perijinan penanaman modal.
• Penyiapan data base potensi sumberdaya, sarana dan prasarana daerah yang
terkait dengan investasi.
22..33..11..77 NNiillaaii TTuukkaarr PPeettaannii Nilai Tukar Petani (NTP) diperoleh dari perbandingan antara indeks harga yang
diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani (dalam persentase), yang
merupakan indikator relatif tingkat kesejahteraan petani. Semakin tinggi NTP relatif
semakin sejahtera tingkat kehidupan petani. NTP berfluktuasi setiap bulannya,
penurunan NTP umumnya terjadi ketika musim panen tanaman nahan makanan
ataupun tanaman perkebunan rakyat, sebaliknya kenaikan NTP umumnya terjadi
pada saat tidak musim panen, mekipun demikian fluktuasi harga komoditas konsumsi
rumah tangga dan biaya produksi serta penambahan barang modal juga
mempengaruhi nilai NTP.
Berdasarkan laporan BPS terhadap pemantauan harga-harga pedesaan di provinsi
Bengkulu pada bulan November 2007, NTP naik 4,29% dibandingkan dengan NTP
Oktober 2007, yaitu dari 106,21 menjadi 110,77 persen. Hal ini berarti terdapat
kenaikan tingkat kesejahteraan petani di Provinsi Bengkulu. Meskipun begitu
■Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
69
indikator ini baru diperkenalkan pada tahun-tahun terakhir sehingga datanya sangat
terbatas. Sehubungan dengan keterbatasan data yang ada sehingga tidak dapat
dijelaskan perkembangan nilai NTP dari waktu ke waktu.
22..33..22.. IInnvveessttaassii 2.3.2.1. Persentanse Pertumbuhan Realisasi Investasi PMA dan PMDN Dalam beberapa dekade terakhir perkembangan nilai investasi di Provinsi Bengkulu
tidak mengalami pertambahan yang signifikan baik PMA maupun PMDN. Oleh
karena itu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, berbagai permasalahan yang
dapat menghambat peningkatan investasi harus dihapuskan. Selain itu perlu
dilakukan upaya-upaya perbaikan dan peningkatan infrastruktur di dalam mendukung
peningkatan kegiatan ekonomi dan investasi.
Dalam upaya untuk meningkatkan nilai Investasi di Provinsi Bengkulu menghadapi
berbagai permasalahan, antara lain:
• Masih terbatasnya kapasitas infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi seperti:
Listrik, Jalan, Pelabuhan laut dan Udara,
• Rendahnya minat investasi para investor
• Pendangkalan alur masuk Pelabuhan Pulau Baai, sehingga mengganggu aktivitas
bongkar dan muat dan ekspor.
• Kontinuitas bahan baku dan jaringan distribusi
• Kurangnya akurasi data terukur tentang kualitas dan kualntitas sumberdaya alam
• Sumberdaya alam berlokasi di hutan lindung
• Letak geografis yang kurang menguntungkan dan jauh dari pasar
Nilai investasi berupa Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) berdasarkan harga
berlaku pada tahun 2004 sebesar Rp.663,746.00 juta dan pada tahun 2005
meningkat cukup signifikan menjadi Rp.821,342.00 juta atau naik 23,74 persen.
Namun pada tahun 2006 hanya meningkat sedikit 13,13% nilai investasi menjadi
Rp.929,176 juta dan pada tahun 2007 meningkat cukup tinggi (21,38%), investasi
menjadi Rp.1.127.799 juta selanjutnya pada tahun 2008 meningkat 14,34% sehingga
nilai investasi Rp.1.289.530 juta.
Apabila dilihat berdasarkan harga konstan peningkatannya investasi tidak begitu
besar pada tahun 2005 hanya naik 11,61%, tahun 2006 investasi naik 6,16%,
selanjutnya tahun 2007 naik sebesar 21,38% dan tahun 2008 hanya naik 8,56%.
Rendahnya peningkatan nilai investasi ini karena nilai persetujuan PMDN dan PMA
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
70
masih sangat rendah, bahkan sejak tahun 2003, praktis tidak ada Penanaman Modal
Asing yang masuk ke Provinsi Bengkulu. Pada tahun 2004 jumlah perusahaan
industri besar dan sedang dengan status modal PMDN sebanyak 9 buah, sedangkan
yang berstatus PMA hanya 2 buah.
Lambatnya pertumbuhan investasi akan berimplikasi terhadap perkembangan
ekonomi pada masa mendatang. Selain itu peranan investasi berupa Pembentukan
Modal Tetap Bruto terhadap PDRB selama lima tahun terakhir (2004-2008) masih
sangat kecil dan dibawah rata-rata nasional, yaitu 8,81 persen.
Gambar 2.34. Perkembangan Nilai Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), Berdasarkan Harga Konstan, Tahun 2004 -2008
475,606530,809 563,481
652,457 708,324
-
200,000
400,000
600,000
800,000
Nila
i PM
TB
(Rp.
juta
)
2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
Tabel 2.27. PMDN yang aktif di Provinsi Bengkulu Menurut Sektor Ekonomi 1974-2005
Sektor Ekonomi Bidang Usaha Jumlah Perusahaan
Jumlah Investasi (Rp. 000) Luas lahan
A. Perkebunan Kelapa sawit Karet Kopi Arabica Teh
6 1 - 1
4,463,808,786.00 70,942,152.00
- 23,909,910.00
22,996,256,375.00
-670.00
B. Pertambangan Batubara 4 87,628,820.00 3,577.00C. Jasa Kontraktor
Penyiaran Telekomunikasi
1 1 -
5,476,000.00 1,085,000,000.00
-
---
D. Industri Moulding Biji Coklat Pengolahan Kayu
1 1 -
3, 046,000.00 25,000,000.00
-
---
E. Pembangunan Gedung/Apartemen - - -Jumlah 16 5,764,811,668.00 33,618.25
Sumber: BPS Provinsi Bengkulu
■Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
71
Tabel 2.28. PMA yang Aktif di Provinsi Bengkulu Menurut Sektor Ekonomi Tahun 1974-2005
Sektor Ekonomi Bidang Usaha Jumlah Perusahaan
Jumlah Investasi (USD. 000) Luas Lahan
A. Perkebunan Kelapa sawit Karet Kopi Arabica Teh
3 1 1 1
31,625,000.00 2,876,000.00 4,997,000.00
73,879,000.00
22,355.642,243.47
305.98147.30
B. Pertambangan Batubara - - -C. Jasa Kontraktor
Penyiaran Telekomunikasi
1 0 2
18,170,670.00 -
10,599,755.00
---
D. Industri Moulding Biji Coklat Pengolahan Kayu
0 0 1
- -
1,094,000.00
---
E. Pembangunan Gedung/ Apartemen 1 600,000.00 -Jumlah 11 143,841,425.00 25,052.39
Sumber: BPS Provinsi Bengkulu
Relevansi. Perkembangan investasi di provinsi Bengkulu tidak mengalami kemajuan
yang berarti, bahkan dalam beberapa tahun terakhir tidak terdapat investasi yang
berasal dari PMA. Oleh karena itu dilihat dari pencapaian tujuan pembangunan untuk
menarik investasi masuk ke daerah ini tidak lebih baik dari capaian pembangunan
nasional.
Efektivitas. Apabila dilihat segi efektivitas untuk mengukur dan melihat kesesuaian
antara hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan
menunjukkan bahwa pembangunan dalam bidang ekonomi tidak mengalami
kemajuan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Rekomendasi Kebijakan:
Dalam rangka untuk meningkatkan nilai Investasi di Provinsi Bengkulu, berbagai
langkah perlu dilakukan antara lain:
• Melakukan promosi investasi untuk menarik investor
• Menerapkan sistem pelayanan Terpadu dan menyederhanakan prosedur investasi
baik dari dalam dan luar negeri.
• Pengerukan Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai
• Melakukan pembangunan dan perbaikan sarana dan prasarana yang berkaitan
dengan peningkatan akses market hasil-hasil pertanian dan industri yang
mengolah hasil pertanian.
• Membuka jaringan pemasaran dalam pola kemitraan.
• Perbaikan infrastruktur penunjang investasi
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
72
22..33..33.. IInnffrraassttrruukkttuurr Kondisi pembangunan Infrastruktur di Provinsi Bengkulu masih membutuhkan
perhatian serius, selain kuantitasnya belum memenuhi kebutuhan, kualitas
Infrastruktur yang ada sudah banyak yang tidak dapat digunakan secara optimal
sehingga perlu segera dilakukan perbaikan/peningkatan. Kondisi infrastruktur yang
perlu mendapat perhatian antara lain meliputi: Jalan dan jembatan, pelabuhan,
energi, ketenagalistrikan, sumberdaya air, pelayanan air minum, dan penyehatan
lingkungan.
2.3.3.1. Panjang Jalan Nasional di Provinsi Bengkulu Pada awal pelaksanaan RPJM di Provinsi Bengkulu kondisi infrastruktur jaringan
jalan sudah banyak yang mengalami kerusakan. Kerusakan infrastrukutur tidak
hanya terbatas pada jaringan jalan dan jembatan sebagai akibat gempa bumi tetapi
juga banyak bangunan, prasarana irigasi dan air bersih tidak dapat berfungsi secara
optimal.
Secara umum panjang jalan nasional di Provinsi Bengkulu selama tahun 2004
sampai dengan tahun 2008 tidak mengalami pertambahan, sedangkan dilihat dari
kondisinya dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan, karena jumlah
panjang jalan yang rusak semakin banyak. Gambaran secara rinci panjang jalan dan
kondisinya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.29. Panjang Jalan Nasional Di Provinsi Bengkulu Berdasarkan Kondisi, Tahun 2004-2008
Kondisi Panjang Jalan Nasional 2004 2005 2006 2007 2008
- Baik (km) 532 521 510,31 589,15 413.02 - Sedang (km) 108 220 225,14 110,47 196.64 - Buruk (km) 111 8,85 15,01 36,82 126.78
Jumlah 751 750 750,45 736,44 736.44 Sumber: BPS, Tahun 2009
Pada tahun 2008 panjang jalan nasional 736,44 km, dalam kondisi baik hanya 413,02
Km (56,08%), sedang 196,64 Km (26,70%), rusak ringan 68 Km (9,23%) dan rusak
berat 58,78 Km (7,98%). Dari data ini dapat dikatakan bahwa hampir sebagian besar
jalan nasional di daerah ini dalam kondisi yang tidak baik.
■Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
73
Gambar 2.35. Perkembangan Kondisi Panjang Jalan Nasional di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 -2008
532
108111
521
220
8.85
510.31
225.14
15.01
589.15
110.4736.82
0
100
200
300
400
500
600
Kilo
Met
er1 2 3 4
Tahun
Baik Sedang Buruk
Beberapa permasalahan dalam pembangunan dan pemeliharaan jaringan jalan di
Provinsi Bengkulu, antara lain: terbatasnya kemampuan anggaran pemerintah daerah
untuk pembangunan maupun peningkatan jalan, banyaknya pengguna jalan dengan
muatan berlebih (Kendaraan pengangkut Batu Bara, Sawit) sementara kondisi kelas
jalan yang ada hanya kelas III, sehingga mempercepat terjadinya kerusakan jalan.
Selain itu sering terjadinya bencana alam seperti tanah longsor, banjir, abrasi dan
gempa bumi membuat kondisi jalan cepat rusak.
Relevansi. Dilihat dari kinerja yang ditunjukkan khususnya berkaitan dengan upaya
peningkatan infrastruktur jalan, maka dapat dikatakan bahwa dari relevansinya antara
pembangunan daerah (khususnya pembangunan infrastruktur) yang telah
dilaksanakan dan tujuan pembangunan tidak mengalami peningkatan bahkan
sebaliknya terjadi penurunan kualitas jalan karena semakin banyak jalan yang rusak
sehingga hasil pembangunan masih jauh dari yang diharapkan.
Efektivitas. Demikian juga jika dilihat dari keefektifannya (tingkat keberhasilannya),
maka dengan masih banyaknya infrastruktur jalan yang rusak mengindikasikan upaya
meningkatkan kualitas pembangunan dan pemeliharaan jalan masih belum optimal.
Dengan kata lain, kinerja pemerintah dalam pembangunan daerah mengalami
penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Rekomendasi Kebijakan
1. Memprioritas alokasi anggaran untuk pembangunan/peningkatan maupun
pemeliharaan jalan.
2. Menindak tegas pengguna jalan dengan muatan berlebih terutama kendaraan
pengangkut Batu Bara dan Sawit, karena kondisi jalan yang ada kelas III.
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
74
2.3.3.2. Persentase panjang jalan provinsi dan kabupaten berdasarkan kondisi Tidak jauh berbeda dengan kondisi jalan nasional, kondisi jalan provinsi Bengkulu
bahkan semakin memprihatinkan, pada tahun 2008 sebagian besar kondisi jalan
masuk dalam kategori buruk 2.488,29 Km ((43,83%) sedangkan konsidi jalan yang
baik hanya 1.752,45 Km (30,87%).
Tabel 2.30. Panjang Jalan Provinsi dan Kabupaten Berdasarkan Kondisi, Tahun 2004 – 2008
Kondisi Panjang Jalan 2004 2005 2006 2007 2008
- Baik (km) 2302.63 2578.00 2472.98 2583.13 1752.45- Sedang (km) 3023.90 2723.84 2908.94 2551.14 1436.46- Buruk (km) 180.79 205.48 125.40 373.05 2488.29Jumlah 5507.32 5507.32 5507.32 5507.32 5677.20
Sumber: BPS, Tahun 2009
Gambar 2.35. Perkembangan Kondisi Panjang Jalan Provinsi dan Kabupaten
Berdasarkan Kondisi, Tahun 2004 -2008
2302.63
3023.9
180.79
25782723.84
205.48
2472.98
2908.94
125.4
2583.132551.14
373.05
1752.451436.46
2488.29
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
2004 2005 2006 2007 2008
Baik Sedang Buruk
Relevansi. Dilihat dari kinerja yang ditunjukkan oleh pemerintah provinsi dan
kabupaten khususnya berkaitan dengan upaya peningkatan infrastruktur jalan provinsi
dan kabupaten tidak jauh berbeda kemajuannya, maka dapat dikatakan bahwa dari
relevansinya antara pembangunan daerah (khususnya pembangunan dan
peningkatan infrastruktur jalan) yang telah dilaksanakan dan tujuan pembangunan
tidak mengalami peningkatan bahkan sebaliknya terjadi penurunan kualitas jalan
sehingga hasil pembangunan masih jauh dari yang diharapkan.
Efektivitas. Dilihat dari segi efektivitas (tingkat keberhasilannya), maka dengan masih
banyaknya infrastruktur jalan yang rusak mengindikasikan upaya meningkatkan
kualitas pembangunan dan pemeliharaan jalan masih belum optimal. Sehingga dapat
■Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
75
dikatakan, kinerja pemerintah provinsi / kabupaten dalam pembangunan daerah
mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Rekomendasi Kebijakan
Dalam rangka Percepatan Pembangunan Infrastruktur Provinsi Bengkulu, berbagai
langkah perlu dilakukan antara lain:
• Percepatan pembangunan dan rehabilitasi infrastruktur seperti: jalan dan
jembatan, terutama jalan menuju ke sentra-sentra produksi.
• Program percepatan pembangunan infrastruktur difokuskan untuk membuka
keterisolasian daerah atau jalur-jalur ekonomi, dan membangun interkoneksi
jalan Provinsi dengan jalan nasional.
• Pemerataan alokasi dana APBD untuk pembangunan infrastruktur disetiap
kabupaten/kota sampai ke desa.
• Tanggap dan responsif terhadap pemeliharaan jalan-jalan yang rusak dengan
melakukan pemeliharaan rutin / berkala.
2.3.3.3. Penambahan Panjang Jalan Provinsi per Tahun Panjang jalan provinsi secara keseluruhan tidak mengalami pertambahan dari tahun
2004 sampai dengan tahun 2007, dan pada tahun 2008 terdapat sedikit penambahan
panjang jalan sebesar: 3,08 %, yaitu dari 5.507,32 Km menjadi 5.677,20 Km. Hal ini
disebabkan karena pemerintah provinsi Bengkulu tidak memberi prioritas yang tinggi
terhadap pembangunan jalan maupun dalam pemeliharaan dan peningkatan jalan.
Beberapa permasalahan dalam pembangunan dan pemeliharaan jaringan jalan di
Provinsi Bengkulu, antara lain: pemerintah provinsi Bengkulu tidak memberikan
perhatian serius terhadap pembangunan dan pemeliharaan jalan, pada beberapa ruas
jalan tertentu bahkan tidak dibangun maupun dilakukan pemeliharaan sama sekali
dalam beberapa tahun.
Relevansi. Berdasarkan data yang ada, dilihat dari kinerja pemerintah provinsi dalam
pembangunan atau penambahan jalan provinsi, maka dapat dikatakan bahwa dari
relevansinya tidak mengalami peningkatan yang signifikan sehingga hasil
pembangunan masih jauh dari yang diharapkan.
Efektivitas. Dilihat dari segi efektivitas pembangunan infrastruktur jalan
mengindikasikan upaya meningkatkan kualitas pembangunan dan pemeliharaan jalan
masih belum optimal. Sehingga dapat dikatakan, kinerja pemerintah provinsi dalam
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
76
pembangunan daerah mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun
sebelumnya.
Rekomendasi Kebijakan
• Mengurangi belanja aparatur yang tidak produktif dan efisien, seperti belanja
perjalanan dinas kepala daerah dan kepala SKPD lainnya. Demikian pula
mengurangi alokasi anggaran untuk pembelian kendaraan dinas.
• Memberikan prioritas alokasi anggaran untuk membangun jalan provinsi dan
kabupaten/kota yang mendukung kegiatan sektor riil dan pengembangan ekonomi
kerakyatan.
Gambar 2.36. Grafik Capaian Indikator Tingkat Pembangunan Ekonomi Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 - 2008
0.005.00
10.0015.0020.0025.0030.0035.0040.0045.0050.00
2004 2005 2006 2007 2008
Cap
aian
Indi
kato
r Out
com
e
0.000.010.020.030.040.050.060.070.080.09
Tren
Cap
aian
Indi
kato
r Out
com
e
Tingkat Pembangunan Ekonomi Provinsi Bengkulu
Tingkat Pembangunan Ekonomi Nasional
Tren Provinsi
Tren Nasional
2.4 Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam 2.4.1.Kehutanan
Dari data perkembangan sumberdaya dan lingkungan dari sektor kehutanan di
Provinsi Bengkulu (tahun 2004 hingga 2008) (lihat Tabel 4 / Sektor Kehutanan),
secara sistematis dapat dijelaskan :
(a) persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis dari tahun ke
tahun cenderung semakin menurun.
(b) perkembangan rehabilitasi lahan luar hutan, secara numerik (dilihat dari ukuran
luas lahan) dari tahun ke tahun menunjukkan gejala semakin menurun.
(c) perkembangan luas kawasan konservasi juga menunjukkan penurunan secara
gradual.
■Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
77
Disamping ditampilkan data empirik tersebut di atas, terdapat berbagai permasalahan
lingkungan kehutanan lain yaitu :
(a) penataan kawasan hutan yang belum mantap,
(b) belum terbentuknya unit pengelolaan hutan pada seluruh kawasan hutan,
(c) pemanfaatan hutan yang kurang berpihak kepada masyarakat,
(d) pemanfaatan hutan sebagian besar masih bertumpu pada hasil hutan kayu,
(e) masih lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran dan
pengelolaan hutan,
(f) upaya konservasi dan rehabilitasi hutan dan lahan kritis belum mendapat
perhatian yang memadai, dan
(g) masih maraknya penjarahan hutan, sebagai akibat penegakan hukum dan
pengawasan masih rendah.
Semakin rendah persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis
dari tahun ke tahun, mengindikasikan semakin rendahnya upaya rehabilitasi terhadap
lahan kritis serta mengindikasikan nilai hutan produktif dari kawasan hutan yang ada
di Bengkulu semakin menurun. Salah satu parameter dari kondisi yang
memprihatinkan ini adalah masih banyaknya tanah longsor akibat kerusakan
lingkungan hutan. Hal ini juga mengindikasikan rehabilitasi kawasan hutan masih
rendah atau belum optimal.
Belum optimalnya upaya rehabilitasi terhadap lahan luar hutan, secara umum
disebabkan oleh intensitas dari fihak terkait dengan permasalahan rehabilitasi
kawasan lahan kritis masih rendah, misalnya dari fihak Dinas Kehutanan, Badan
Konservasi, dan lain-lain.
Penurunan secara gradual dari perkembangan kawasan hutan konservasi, yang
meliputi hutan taman nasional, hutan cagar alam, hutan wisata, dan hutan taman
buru, mengindikasikan upaya konservasi dan rehabilitasi hutan masih rendah. Dua
faktor penyebab yang dianggap penting adalah :
(a) tingkat kesadaran masyarakat (rasa memiliki / sense of belonging) masih rendah,
dan
(b) pengawasan serta penegakan hukum terhadap pelanggaran pengelolaan hutan
masih rendah (yang berdampak semakin maraknya penjarahan hutan).
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
78
Relevansi: Dari kinerja yang ditunjukkan khususnya berkaitan dengan upaya meningkatkan
kualitas/produktivitas di bidang pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan sektor
kehutanan, maka jika dilihat dari relevansinya terhadap pembangunan daerah
(pembangunan/pengembangan sumberdaya alam dan lingkungan di sektor
kehutanan) dan tujuan akhir dari pembangunan itu sendiri yakni peningkatan
pendapatan regional, jelas hasilnya masih jauh dari yang diharapkan. Pengembangan
sumberdaya kehutanan yang tidak optimal, menyebabkan kontribusinya / pangsa
terhadap pendapatan regional semakin menurun dan upaya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat akan terhambat.
Efektivitas:
Begitu juga jika dilihat dari keefektifannya (tingkat keberhasilannya), maka dengan
masih banyaknya permasalahan yang terjadi mengindikasikan upaya meningkatkan
kualitas hasil (output) dari pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan khususnya
untuk sektor kehutanan masih belum optimal. Dengan interpretasi lain bahwa kinerja
yang belum optimal ini sangat membutuhkan jalan pemecahan (solusi) yakni dengan
upaya menyusun beberapa langkah yang strategis, misalnya membangun “grand
strategy” yang mampu meningkatkan efektivitas ke arah pencapaian kinerja yang
jauh lebih baik dari sebelumnya.
Rekomendasi Kebijakan Dari evaluasi kinerja yang dihasilkan, dapat direkomendasikan beberapa langkah
yaitu :
(a) Pemantapan pemanfaatan potensi sumberdaya hutan melalui peningkatan
produktivitas dan kualitas produk serta keanekaragaman hayati dari kawasan
hutan produksi dari waktubke waktu atau rotasi ke rotasi;
(b) Optimalisasi perlindungan dan konservasi sumberdaya alam kehutanan;
(c) Maksimalisasi upaya rehabilitasi terhadap lahan kritis dari sumberdaya alam
kehutanan;
(d) Pengembangan secara berkesinambungan terhadap kapasitas pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan khususnya dari sektor kehutanan;
(e) Peningkatan kualitas dan akses informasi berkaitan dengan upaya
pengembangan sumberdaya alam dan lingkungan di sektor kehutanan.
■Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
79
2.4.2. Kelautan Dari data perkembangan sumberdaya dan lingkungan dari sektor kelautan di Provinsi
Bengkulu (tahun 2004 hingga 2008) (lihat Tabel 4 / Sektor Kelautan), dapat dijelaskan
secara sistematis sebagai berikut :
(a) Jumlah tindak pidana perikanan laut di kawasan perairan laut Bengkulu, dari tahun
menunjukkan angka penurunan (data teridentifikasi hanya tahun 2004 hingga
2005) dan penurunannya tidak signifikan.
(b) Dilihat dari persentase terumbu karang dalam kondisi / keadaan baik, dari tahun
ke tahun (tahun 2006 sampai tahun 2008) mengalami penurunan, kendati tidak
terlalu signifikan.
(c) Dilihat dari perkembangan luas kawasan konservasi laut di peraiaran Provinsi
Bengkulu, data yang ada (existing condition) menunjukkan gejala kecenderungan
yang konstan.
Disamping ditampilkan data empirik tersebut di atas, terdapat berbagai permasalahan
kelautan lain yaitu : (1) pengendalian dan pengawasan sumberdaya kelautan dan
perikanan terhadap illegal, unreported and unregulated (IUU) fishing yang masih
tumpang tindih, yang disinyalir karena banyaknya lembaga pengawas (TNI AL, Polair,
DKP, dan Bakorkamla); (2) masih lemahnya penegakan hukum serta kurang
memadainya sarana dan prasarana yang ada; (3) masih adanya pelanggaran dalam
pemanfaatan sumberdaya alam dan aktivitas ekonomi yang tidak memperhatikan
aspek lingkungan hidup yang sering menimbulkan kerusakan terumbu karang,
pencemaran, dan penurunan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan hidup; (4)
kurangnya pemahaman dari sebagian besar masyarakat nelayan di Bengkulu akan
pentingnya tata ruang laut dan pulau-pulau kecil; (5) belum memadainya produk riset
dan pemanfaatannya; serta (6) belum memadainya antara kuantitas dan kualitas
sumberdaya manusia dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan kelautan.
Kecenderungan semakin rendahnya jumlah tindak pidana perikanan,
mengindikasikan tingkat kesadaran dari komunitas nelayan dalam operasionalisasi
eksploitasi sumberdaya kelautan semakin tinggi, terlepas dari masih lemahnya
koordinasi antar lembaga-lembaga pengawas terkait yakni TNI AL, Polair, DKP, dan
Bakorkamla.
Beberapa faktor penyebab kondisi terumbu karang dalam keadaan baik semakin
menurun adalah (1) banyaknya pemanfaatan terumbu karang untuk bahan bangunan,
(2) penangkapan gurita di sekitar terumbu karang dengan menggunakan peralatan
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
80
yang tidak layak (seperti linggis dan tombak), (3) kejadian alam seperti pemanasan
global dan bencana alam (gempa tektonik, El-nino, dan lain-lain).
Permasalahan kawasan konservasi laut memang menjadi perhatian bagi semua daerah, terutama daerah-daerah yang potensinya sumberdaya alamnya lebih banyak berbasis pada sektor kelautan termasuk Provinsi Bengkulu. Data yang bersumber dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu menunjukkan adanya perkembangan / kemajuan yang cukup signifikan dari beberapa aspek, seperti adanya upaya pengembangan kawasan konservasi “penyu hijau” di perairan laut Kabupaten Muko-Muko, pengembangan “lobster” di sekitar kawasan Pulau Enggano, upaya budi daya “rumput laut” di perairan laut Kabupaten Kaur, dan lain-lain.
Relevansi: Upaya dan kinerja konservasi sumberdaya alam kelautan yang cenderung konstan seperti ditunjukkan sebelumnya mengindikasikan bahwa upaya konservasi sumberdaya kelautan sebenarnya sudah dilakukan kendatipun belum optimal. Faktor penyebabnya antara lain : investasi di sektor kelautan masih rendah, faktor kesadaran masyarakat (rasa memiliki/sense of belonging) masih rendah, kurangnya pengawasan baik disengaja ataupun disengaja oleh lembaga pengawas kelautan (TNI AL, Polair, DKP, dan Bakorkamla), lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh kamunitas nelayan itu sendiri, dan lain-lain. Berbagai permasalahan ini jika dilihat dari relevansinya dengan tujuan pembangunan, merupakan hambatan / kendala bagi proses pembangunan / pengembangan sumberdaya kelautan yang sedang dijalankan. Masih belum optimalnya hasil yang dicapai memberikan implikasi bahwa tingkat relevansi pembangunan di Provinsi Bengkulu dengan pembangunan di tingkat nasional belum sepenuhnya relevan.
Efektivitas: Data tentang kinerja pembangunan kelautan di Provinsi Bengkulu masih sangat terbatas yang kemudian menyebabkan kendala dan kesulitan dalam menilai perubahan-perubahan baik outcomes maupun kinerjanya dalam tahun yang berbeda. Meskipun begitu, masih banyaknya persoalan yang dihadapi dalam pembangunan kelautan memberikan indikasi bahwa kebijakan upaya pembangunan di bidang kelautan di Provinsi Bengkulu belum sepenuhnya optimal.
Rekomendasi Kebijakan: Beberapa rekomendasi yang bisa diberikan berkaitan dengan kinerja yang dihasilkan dari pengelolaan sumberdaya kelautan antara lain adalah: (a) pembangunan wilayah pesisir dan laut terpadu melalui penataan ruang / wilayah
dan pengendalian pemanfaatan ruang serta peningkatan keterpaduan dan
■Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
81
sinergitas pembangunan antar sektor, antar pusat dan antar daerah; (b) peningkatan pelaksanaan pengawasan dan pengendalian, penegakan hukum,
peningkatan kelembagaan serta sarana dan prasarana pengawasan; (c) peningkatan konservasi dan rehabilitasi sumberdaya kelautan dan perikanan di
wilayah pesisir dan lautan; (d) peningkatan adaptasi dan mitigasi terhadap dampak perubahan iklim; serta (e) peningkatan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan seoptimal
mungkin demi tercapainya kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat pesisir / nelayan di Provinsi Bengkulu.
Tabel 2.31. Evaluasi Kinerja Pembangunan Bengkulu 2009 (sektor Sumberdaya Alam dan Lingkungan)
Indiaktor Hasil (Output)
Indikator Hasil (Output)
Status Indikator
Capaian Tahun 2004 2005 2006 2007 2008
KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM dan LINGKUNGAN
Kehutanan : Persentase Luas Lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis
Nasional 1.03 0.93 0.83 0.26 0.26 Bengkulu *) 0.47 0.46 0.45 0.45
Rehabilitasi lahan luar hutan
Nasional 390,896.00 70,410.00 301,020.00 239,236.00 239,236.00 Bengkulu 1,414.00 300.00 *) *) *)
Luas kawasan konservasi Nasional 22,715.297 22,703.151 22,702.527 20,040.048 20,040.048 Bengkulu 444,397.80 444,397.80 444,397.80 444,387.70 426,973.80
Kelautan : Jumlah tindak pidana perikanan
Nasional 200 174 139 116 62 Bengkulu 5 3 **) **) *)
Persentase terumbu karang dalam keadaan baik
Nasional 31.46 31.49 29.49 30.62 30.96 Bengkulu **) **) 75.70 75.60 75.60
Luas kawasan konservasi laut
Nasional 8.60 8.60 8.60 9.30 13.5 Bengkulu **) **) **) 8.076 8.076
Sumber : 1. Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu 2. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu
3. Provinsi Bengkulu Dalam Angka Tahun 2009 Keterangan : *) : Tidak ada hasil identifkasi dari Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu **) : Tidak ada data hasil identifkasi dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu
Gambar 2.37. Grafik Capaian Indikator Tingkat Kualitas Pengelolaan SDA dan
Lingkungan Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 - 2008
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
2004 2005 2006 2007 2008
Cap
aian
Iind
ikat
or O
utco
me
-0.20
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
Tren
Cap
aian
Iind
ikat
or O
utco
me
Kualitas Pengelolaan SDA Provinsi Bengkulu Kualitas Pengelolaan SDA Nasional
Tren Provinsi Tren Nasional
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
82
2.5 Tingkat Kesejahteraan Sosial 2.5.1. Persentase penduduk miskin Kemiskinan secara umum dapat didefinisikan sebagai kondisi di mana seseorang
atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya
untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Definisi
kemiskinan ini beranjak dari pendekatan berbasis hak yang mengakui bahwa
masyarakat miskin, baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai hak-hak dasar
yang sama dengan anggota masyarakat lainnya. Hak-hak dasar tersebut antara lain
meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan,
perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa
aman dan bebas dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk
berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki.
Data penduduk miskin di Provinsi Bengkulu ditampilkan pada Tabel 2.32 di bawah ini.
Selama periode dari tahun 2004 hingga 2008 jumlah dan persentase penduduk
miskin di Provinsi Bengkulu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Tabel 2.32. Persentase penduduk miskin di Provinsi Bengkulu
NO INDIKATOR UKURAN TAHUN 2001 2002 2003 2004 2005 2006
1 Kemiskinan % 20.70 22.70 22.50 22.39 22.39 24.72 2 Pengangguran % 7.44 4.24 7.48 6.29 6.15 6.91 3 Indeks Hidup Layak % 48.01 54.71 54.17 62.46 62.39 61.29 4 Indeks Keparahan Kemiskinan % 0.79 0.83 0.91 0.98
Tingginya tingkat kemiskinan di Provinsi Bengkulu mencerminkan bahwa hasil pembangunan yang telah dicapai hingga saat ini ternyata belum mampu memenuhi hak-hak dasar masyarakat. Selain itu, hal ini juga memberikan implikasi bahwa kebijakan dan pelaksanaan pengentasan kemiskinan di Kabupaten Kepahiang belum berjalan secara efektif. Ketidakefektifan pelaksanaan kegiatan pembangunan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk diantaranya ketidaktepatan dalam menentukan dan merumuskan jenis kebijakan yang sesuai dengan persoalan, kebutuhan dan sumber yang tersedia.
Dari kajian beberapa dokumen dan hasil-hasil penelitian, dapat digarisbawahi
kendala-kendala pembangunan di Provinsi Bengkulu antara lain adalah: 1) kondisi
geomorfologi dimana sebagian besar berbukit dan bergelombang (rawan terhadap
bencana alam, gempa bumi dan tanah longsor); 2) tata guna hutan lindung, tidak
memiliki hutan produksi, sehingga tidak dimungkinkan untuk ekploitasi dan
dikonversikan untuk pengembangan perkebunan besar; 3) Kabupaten Kepahiang
■Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
83
termasuk salah satu kabupaten dalam kategori daerah tertinggal, sebagaimana telah
ditetapkan oleh menteri pembangunan daerah tertinggal; 4) sebagian besar
infrastruktur jalan dan jembatan yang semuanya mengakses ke jalan-jalan sentra
produksi hasil pertanian dalam kondisi rusak; 5) kondisi jaringan irigasi (semi teknis
dan sederhana) yang nota bene hanya untuk mengairi persawahan, sebagian
mengalami kerusakan (hanya 60 % yang berfungsi); 6) terbatasnya jaringan air
minum ke pemukiman penduduk, sedangkan potensi airnya sangat mendukung/
tersedia; 7) keterbatasan SDM dalam teknis produksi dan manegerial usaha serta
rendahnya akses ke sumber-sumber pembiayaan; 8) usaha tani belum berorientasi
agribisnis, kurang memiliki akses terhadap teknologi dan pemasaran serta potensi
komoditi eksport belum digarap secara optimal; 9) pendapatan petani pekebun
umumnya dari kopi (mono kultur) 24.928 ha = 18.804 kk ) sedangkan harga jual kopi
sangat fluktuatif sesuai kondisi produksi dan pasar dunia; dan 10) kemampuan
keuangan pemerintah Provinsi Bengkulu sangat terbatas.
Sementara itu, hambatan-hambatan sosial yang dialami komunitas miskin meliputi
antara lain: 1) keterbatasan kesempatan kerja, 2) keterbatasan akses terhadap
produksi, 3) kepemilikan asset, 4) keterbatasan akses terhadap fasilitas pelayanan
pendidikan, fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas pelayanan ekonomi, serta fasilitas
pelayanan informasi-komunikasi, 5) ketidakberdayaarr dalam menentukan pilihan
(kontrol) terhadap aksesibilitas itu sendiri, dan 6) adanya kelemahan koordinasi antar
sektor, struktur, unit, dan kelembagaan pemerintahan kabupaten dalam mengelola
program-program penanggulangan kemiskinan.
Masalah kemiskinan tidak dapat dipecahkan melalui kebijakan yang bersifat sektoral,
parsial dan berjangka pendek.
Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan Pemenuhan hak dasar
1. Penyediaan dan perluasan akses pangan
• Penyediaan dan perluasan akses pangan yang bermutu bagi petani miskin di
pedesaan, karena sebagian besar mereka adalah buruh tani dan petani gurem
dengan kepemilikan lahan sempit termasuk kelompok miskin, seperti melalui
program subsidi beras miskin (Program Raskin)
• Meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan pangan melalui peningkatan
produksi, diversifikasi pangan, dan pengembangan sistem distribusi yang
efisien dan merata, dan revitalisasi sistem ketahanan pangan rakyat.
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
84
2. Perluasan akses layanan kesehatan • Pemberian subsidi pelayanan kesehatan gratis di fasilitas pelayanan
pemerintah, seperti ‘Kartu Sehat’ dan program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK) dan PKPS-BBM Bidang Kesehatan.
• Penempatan tenaga kesehatan bagi masyarakat miskin, terutama yang berada di wilayah tertinggal, terpencil dan terisolasi dengan sistem pemberian insentif, penyediaan obat dan perlengkapan kesehatan yang bermutu bagi masyarakat miskin.
• Penguatan fungsi sosial rumah sakit dengan mewajibkan sebagian tempat tidur bagi masyarakat miskin.
• Pembangunan prasarana air bersih, sanitasi serta perumahan sehat, dan jaminan ketersediaan pangan dan pendidikan.
3. Perluasan akses layanan pendidikan • Program wajib belajar pendidikan dasar secara gratis (tanpa dipungut biaya
sama sekali) untuk masyarakat miskin pedesaan
• Pembangunan gedung sekolah, penyediaan prasarana dan sarana belajar, pengadaan buku, dan penambahan guru.
• Memberikan insetif bagi guru yang bekerja didaerah pedesaan terpencil
4. Penyediaan Air Bersih • Penyediaan air bersih untuk kelompok miskin antara lain melalui program
perbaikan lingkungan sehat dan air bersih, penyediaan air bersih melalui kelompok swadaya masyarakat.
• Meningkatkan akses penduduk miskin terhadap air bersih, mengendalikan pencemaran air, dan melakukan penegakan hukum terhadap pelanggaran pencemaran air.
5. Perluasan akses tanah • Kebijakan perluasan akses tanah dilaksanakan melalui konsolidasi tanah
berupa penyediaan tanah dan mempercepat sertifikasi tanah secara massal dengan biaya murah bagi kelompok miskin.
6. Perluasan Akses Layanan Perumahan dan Sanitasi • Untuk memenuhi kebutuhan perumahan dan permukiman dilakukan melalui
bantuan prasarana dan sarana dasar permukiman bagi masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah.
• Penataan dan rehabilitasi permukiman kumuh,
■Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
85
• Pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan di perkotaan
seperti melalui program (P2KP), kredit pemilikan rumah/KPR bersubsidi, dan
pengembangan perumahan swadaya.
• Pembangunan perumahan untuk orang miskin,
7. Peningkatan kesempatan kerja dan berusaha
• Meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap kesempatan kerja dan
kesempatan berusaha melalui penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat
miskin dan peningkatan akses terhadap permodalan, faktor produksi, informasi
dan teknologi dan pasar,
• Pengembangan lembaga keuangan mikro dan perliindungan bagi usaha kecil
dan mikro,
• Pengembangaan kelembagaan yang mampu memperjuangkan akses
masyarakat miskin terhadap kesempatan kerja, kesempatan mengembangkan
usaha dan perlindungan pekerja.
8. Perluasan akses lingkungan hidup dan sumberdaya alam
• Penguatan hak dan akses masyarakat miskin terhadap sumberdaya alam
• Penegakan hukum secara adil dan konsisten terutama pemanfaatan SDA
secara illegal dan pengrusakan ekosistem
• Pengelolaan SDA yang lebih bersifat bottom-up dan mengembangkan kearifan
lokal dan adat setempat
• Pengakuan terhadap lembaga adat/lokal dalam struktur pengelolaan SDA.
9. Kependudukan
• Penguatan program keluarga berencana (KB) terutama terhadap kelompok
masyarakat miskin.
• Pemberian subsidi kontrasepsi untuk Pasangan Usia Subur (PUS) dari
kelompok miskin.
10. Program percepatan pembangunan perdesaan
• Program pengembangan prasarana dan sarana yang mendukung kegiatan
ekonomi produktif, seperti transportasi, telekomunikasi, listrik dan air bersih
• Peningkatan kemampuan kelembagaan dan peran serta masyarakat dalam
proses pembangunan
• Mengembangkan industri perdesaan untuk memperluas kesempatan kerja.
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
86
11. Program Revitalisasi Pembangunan Perkotaan
• Revitalisasi pembangunan perkotaan dengan pengembangan forum lintas
pelaku,
• peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan,
• Perluasan ruang bagi tempat usaha masyarakat miskin
12. Peningkatan Efektifitas Pelaksanaan Otonomi Daerah • Meningkatkan alokasi anggaran untuk penanggulangan kemiskinan.
• Pembuatan dan implementasi standar pelayanan minimum (SPM) sebagai bagian dari peningkatan pelayanan publik.
• Penataan kelembagaan dan mengembangkan forum kelembagaan yang partisipatif, dan meningkatkan kapasitas birokrasi dalam memahami, memenuhi dan melindungi hak-hak dasar masyarakat.
• Meningkatnya perbaikan kinerja pelayanan publik.
• Pemberian bantuan fasilitas dan prasarana sosial ekonomi yang mampu mendukung kegiatan ekonomi produktif yang dilalukan oleh masyarakat miskin.
• Membangun Sistem Perlindungan Sosial bagi masyarakat miskin melalui skema-skema asuransi pendidikan, kesehatan, dan hari tua.
• Meningkatnya pelayanan Jaring Pengaman Sosial terutama untuk kesehatan dan pendidikan.
2.5.2. Tingkat Pengangguran Terbuka Kecenderungan peningkatan angkatan kerja dalam beberapa tahun terakhir tanpa
diimbangi dengan penyediaan kesempatan kerja yang memadai menyebabkan
bertambahnya angka pengangguran terbuka di Provinsi Bengkulu. Selain itu
permasalahan angkatan kerja juga terkait dengan rendahnya kualitas tenaga kerja.
Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan dan peningkatan kualitas
tenaga kerja dan kesempatan kerja di dalam mendukung peningkatan kegiatan
ekonomi.
Dalam beberapa tahun terakhir perkembangan kondisi ketenagakerjaan khususnya kesempatan kerja di Provinsi Bengkulu tidak mengalami perubahan yang signifikan terutama disektor formal. Terbatasnya penyerapan tenaga kerja disebabkan belum berkembangnya sektor industri dan jasa. Pertambahan angkatan kerja yang tidak terserap terpaksa bekerja di sektor informal dengan produktivitas yang rendah. Di sektor informal tenaga kerja banyak terserap di sektor pertanian dan sektor perdagangan serta jasa-jasa. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan
■Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
87
dan peningkatan kesempatan kerja di dalam mendukung peningkatan kegiatan ekonomi.
Pada tahun 2004 jumlah penduduk provinsi Bengkulu sebanyak 1.541.551 jiwa. Dari jumlah penduduk tersebut yang tergolong penduduk usia kerja (usia 15 tahun keatas) adalah sebanyak 1.045.872 jiwa, sedangkan yang termasuk angkatan kerja hampir setengah dari jumlah seluruh penduduk, yaitu sebanyak 768,348 jiwa atau sebesar 49,84% dengan tingkat partisipasi angkatan kerja sebesar 73,46 persen. Penduduk bukan angkatan kerja mencapai 26,54 persen termasuk penduduk yang sedang sekolah, mengurus rumah tangga, dan lainnya.
Sementara itu jumlah pencari kerja pada tahun 2004 sebanyak 43,087 orang, dimana mayoritas berpendidikan rendah, sedangkan yang berpendidikan sarjana muda atau diploma 4.231 orang dan sarjana 8,830 orang. Dilihat dari lapangan kerja penduduk yang aktif secara ekonomi pada tahun 2004 sebagian besar terserap di sektor pertanian (68,40%), kemudian diikuti oleh sektor perdagangan (12,01%) dan jasa-jasa (11,42%). Secara umum lapangan kerja yang banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor informal.
Jumlah penduduk Provinsi Bengkulu pada tahun 2008 mencapai 1,641,921 jiwa. Dari jumlah penduduk tersebut yang tergolong penduduk usia kerja sebanyak: 1.154.071 orang. Seiring dengan peningkatan jumlah tenaga kerja, jumlah angkatan kerja mengalami pertambahan. Perkembangan jumlah angkatan kerja cenderung mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir, pada tahun 2005 jumlah angkatan kerja sebesar: 805.651 jiwa, pada tahun 2006 bertambah menjadi 816.179 jiwa dan pada tahun 2007 meningkat sebesar 6,33 persen atau menjadi 867.837 jiwa dan pada tahun 2008 turun menjadi 836.248 jiwa.
Gambar 2.38. Jumlah Penduduk, Penduduk Usia Kerja, Angkatan Kerja di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 – 2008
1,541,551 1546286 1568077 1616663 1641921
1,066,963
836248
1,045,872 1066963 1128839 1147590
867837816179805651768,348
0
200,000
400,000600,000
800,000
1,000,000
1,200,0001,400,000
1,600,000
1,800,000
2004 2005 2006 2007 2008Tahun Jumlah Penduduk
Penduduk Usia KerjaAngkatan Kerja
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
88
Dilihat dari Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) secara keseluruhan di Provinsi
Bengkulu cenderung mengalami kenaikan, yaitu dari 73,46% pada tahun 2004
meningkat menjadi sebesar 75,51% pada tahun 2005. Pada tahun 2006 TPAK turun
sedikit menjadi 72,3%, tahun 2007 meningkat menjadi 75,62% dan pada tahun 2008
menjadi 78,38%. Tingginya TPAK ini menggambarkan bahwa perlunya program-
program pembangunan yang dilaksanakan harus mengantisipasi dan menyediakan
kesempatan kerja bagi penduduk.
Perkembangan jumlah lapangan kerja di Provinsi Bengkulu selama lima tahun terakhir
(2004-2008) tidak mengalami pertambahan yang signifikan, hanya bertambah sebesar
82.297 jiwa. Dengan kondisi seperti ini masih banyak jumlah tenaga kerja yang tidak
terserap atau menganggur.
Dari jumlah seluruh angkatan kerja Provinsi Bengkulu tidak seluruhnya bekerja, pada
tahun 2004 terdapat 48.312 orang yang mencari pekerjaan atau tidak bekerja atau
sebesar 6,29% dan pada tahun 2005 jumlah pengangguran atau orang yang tidak
bekerja meningkat menjadi 52.207 jiwa atau sebesar 6,48%. Pada tahun 2006 jumlah
pengangguran terus meningkat menjadi 56.407 orang atau 6,91% dan pada tahun
2007 jumlah pengangguran menurun menjadi 44.467 jiwa atau 5,12%, selanjutnya
pada tahun 2008 turun menjadi 3,98%. Apabila dibandingkan tingkat pengangguran di
Provinsi Bengkulu dengan tingkat pengangguran nasional masih tergolong rendah.
Untuk mengetahui aktivitas penduduk menurut jenis kegiatan utama di Provinsi
Bengkulu dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 2.39. Aktivitas Penduduk Provinsi Bengkulu Menurut Jenis Kegiatan Utama
Tahun 2004-2008
No
Jenis Kegiatan Utama
Penduduk Usia 15 tahun keatas 2004 2005 2006 2007 2008
1 Angkatan Kerja 768,348 805,651 816.179 867.837 836,248 Bekerja 720,036 756,142 759.772 823.370 802,963 Mencari Pekerjaan 48,312 52.207 56.407 44.467 33,285
2 Bukan Angkatan Kerja 277,524 261,312 312.660 279.753 317,823 Sekolah 84,564 95,434 107.737 91.597 103,408 Mengurus Rumah Tangga 192,960 165,878 204.923 148.802 214,415 Jumlah 1,045,872 1,066,963 1,128,839 1.147.590 1,154,071
Sumber : BDA Tahun 2009
■Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
89
Dilihat dari lapangan kerja penduduk yang aktif secara ekonomi, menunjukkan bahwa
tidak terjadi perubahan yang signifikan dalam pola penyerapan tenaga kerja, sebagian
besar tenaga kerja terserap di sektor pertanian. Pada tahun 2004 jumlah tenaga kerja
yang bekerja di sektor pertanian sebesar 68,40% dan pada tahun 2005 meningkat
sedikit menjadi sebesar 70,59%, namun pada tahun berikutnya cenderung mengalami
penurunan, pada tahun 2006 jumlah tenaga kerja yang terserap disektor pertanian
sekitar 69,88%, tahun 2007 menurun menjadi sekitar 66,37% dan pada tahun 2008
menjadi 65,25%.
Sektor berikutnya yang banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan,
yaitu 12,01% tahun 2004 menjadi 13,26% pada tahun 2005, namun kemudian
menurun menjadi 11,51% pada tahun 2006 dan sedikit meningkat menjadi 12,18%
pada tahun 2007, kemudian menjadi 12,52% tahun 2008. Keterangan secara rinci
tentang distribusi lapangan kerja penduduk dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 2.39. Persentase Penduduk Umur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan, 2004 - 2008
No Lapangan Pekerjaan 2004 2005 2006 2007 2008
1 Pertanian 68.40 70.59 69,88 66,37 65,252 Pertambangan 0.35 1.06 0,81 1,28 0,913 Industri 1.68 1.98 1,99 2,89 2,664 Listrik dan Air Minum 0.15 0.16 0,26 0,36 0,095 Bangunan 2.95 1.77 2,22 3,00 4,486 Perdagangan 12.01 13.26 11,51 12,18 12,527 Angkutan dan Komunikasi 2.49 2.61 3,47 3,34 3,628 Bank dan Lemkeu 0.55 0.42 0,25 0,21 0,319 Jasa-jasa 11.42 8.15 9,60 10,37 10,16 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber : BDA Tahun 2009
Dilihat dari aspek kuantitas dan kualitas pendidikan penduduk yang bekerja di Provinsi
Bengkulu masih tergolong rendah. Tingkat pendidikan pekerja di daerah ini umumnya
didominasi oleh mereka yang hanya tamat Sekolah Dasar (SD), bahkan masih
terdapat juga banyak pekerja yang tidak tamat atau belum tamat SD. Namun
kecenderungan pekerja dengan tingkat pendidikan sangat rendah ini mengalami
penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Proporsi pekerja yang berpendidikan tidak
tamat dan tamat SD pada tahun 2004 mencapai lebih dari 50%; tamat SLTP dan
SLTA masing-masing sebesar 19,27%, dan 16,32%. Sedangkan tamat Akademi serta
Perguruan Tinggi proporsinya sangat kecil sekali dan kurang dari 5%..
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
90
Tabel 2.40. Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke atas yang Bekerja
Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan 2004 – 2008
No Tingkat Pendidikan Tahun
2 0 0 4 2 0 0 5 2006 2007 2008 1 Tidak /Belum/pernah Tamat SD 19.35 18.12 19,91 16.72 19,012 Sekolah Dasar 39.34 37.58 40,61 37.89 37,903 S L T P 19.27 20.11 18,37 20.28 17,004 S M U 16.32 19.52 16,45 19.06 20,065 Akademi 2.66 2.28 1,76 2.49 2,386 Perguruan Tinggi 3.06 2.39 2,90 3.56 3,56 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber BPS Provinsi Bengkulu, 2008
Beberapa faktor utama penyebab rendahnya tingkat pendidikan tersebut adalah
kurangnya kesadaran orang-tua akan pentingnya pendidikan, kemiskinan yang
menyebabkan anak-anak dipekerjakan lebih awal, kurang tersedianya sarana dan
prasarana pendidikan untuk menjangkau peserta didik yang berada di daerah
terpencil dan terisolir serta kurangnya sumber belajar untuk belajar mandiri.
Relevansi. Dilihat dari kinerja pembangunan daerah dalam upaya untuk mengurangi
tingkat pengangguran terbuka di provinsi Bengkulu, maka dapat dikatakan tingkat
relevansinya sudah sejalan dan lebih baik dari capaian pembangunan nasional.
Demikian pula jika dilihat dari efektivitas pembangunan daerah (tingkat
keberhasilannya), manunjukkan bahwa hasil capaiannya sudah efektif karena tingkat
pengangguran terbuka semakin menurun.
Rekomendasi Kebijakan
Permasalahan pengangguran di provinsi Bengkulu tidak hanya pada terbatasnya
kesempatan kerja sehingga menyebabkan bertambahnya angka pengangguran
terbuka. Selain itu permasalahan angkatan kerja juga terkait dengan setengah
pengangguran terutama mereka yang bekerja di sektor informal dan pertanian. Oleh
karena itu dalam upaya untuk mengurangi angka pengangguran di Provinsi Bengkulu,
berbagai langkah perlu dilakukan antara lain:
• Pembukaan lapangan kerja melalui pembangunan industri Hilir terhadap output
sektor pertanian pada umumnya.
• Pengembangan dan optimalisasi usaha pada sektor kelautan sebagai tumpuan
ekonomi masyarakat.
■Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
91
• Perbaikan sistem pelatihan kerja, sistem informasi pasar kerja dan sistem antar
kerja, baik secara lokal dan antar daerah
• Perluasan kesempatan kerja melalui Bimtek, usaha mandiri, teknologi tepat guna,
penempatan tenaga kerja dan pengiriman tenaga kerja keluar negeri;
• Peningkatan kualitas tenaga kerja melalui pelatihan ketrampilan di BLK untuk
berbagai kejuruan sesuai dengan kebutuhan pasar kerja;
• Pelatihan manajemen dan produktivitas seperti pelatihan manajemen
kewirausahaan, AMT dan pelatihan kader produktifitas;
• Meningkatkan penyuluhan tentang keselamatan dan kesehatan kerja di
perusahaan;
• Peningkatan sarana dan prasarana pelatihan pada BLK/LLK;
• Peningkatan pelatihan kewirausahaan dan produktivitas untuk menciptakan
tenaga kerja yang lebih mandiri dan produktif;
• Perlu ditingkatkan penyuluhan dan bimbingan serta pembinaan kepada pekerja
dan pengusaha;
• Perluasan program-program padat karya
2.5.3. Persentase Pelayanan Kesejahteraan Sosial Bagi Anak (Terlantar, Jalanan, Nakal, dan Cacat)
Upaya dan usaha kesejahteraan sosial bagi anak yang mempunyai masalah dilakukan
melalui kegiatan pembinaan, pengembangan, pencegahan dan rehabilitasi. Upaya
dan usaha tersebut dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat Provinsi Bengkulu
dalam bentuk-bentuk seperti: pengasuhan, bantuan, dan pelayanan khusus. Selain
hal tersebut, usaha kesejahteraan anak yang dilakukan oleh Pemerintah dan
masyarakat ditujukan terutama kepada anak yang mempunyai masalah, seperti: anak
yang tidak mempunyai orang tua dan terlantar, anak terlantar, anak yang tidak
mampu, anak yang mengalami masalah kelakuan, dan anak cacat. Masalah-masalah
tersebut muncul karena terjadinya hambatan-hambatan jasmani dan rohani, serta
keterbatasan kemampuan dari aspek sosial ekonomi.
Perkembangan jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial di Provinsi
Bengkulu, selama lima tahun terakhir terjadi fluktuasi yang cukup besar terutama
untuk anak terlantar dan meningkat dalam tahun terakhir seperti dapat dilihat pada
tabel berikut:
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
92
Tabel 2.41 Perkembangan Jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 – 2008
Tahun Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Jumlah
Penyandang Cacat Anak Terlantar Tuna Susila Lanjut Usia 2004 3.958 10.111 255 14.367 28,691 2005 5.257 22.449 237 9.181 37,124 2006 4.555 20.904 184 8.147 33,790 2007 5.708 8.617 338 11.151 25,814 2008 4.555 20.904 184 6.955 32,598
Sumber: BDA, 2009
Selama tahun 2006-2008 hasil pelaksanaan program kesejahteraan anak yang
dicapai di Provinsi Bengkulu adalah sebagai berikut:
1. Pelayanan kesejahteraan sosial anak telantar, tahun 2006 diberikan kepada 2182
anak, tahun 2007 kepada 1922 anak dan tahun 2008 kepada 1662 anak;
2. Pelayanan kesejahteraan sosial anak jalanan telah diberikan kepada 3221 anak
pada tahun 2006, 4221 anak pada tahun 2007, dan 3341 anak pada tahun 2008;
3. Pelayanan kesejahteraan sosial anak cacat sejak tahun 2006 diberikan kepada
725 anak dengan prioritas kegiatan pada pembangunan jaringan kerja penanganan
anak cacat bersama instansi terkait, dan tahun 2007 kepada 750 anak. Sedangkan
pada tahun 2008 diberikan dalam bentuk rehabilitasi sosial untuk 700 anak cacat;
4. Pelayanan kesejahteraan sosial anak nakal di Provinsi Bengkulu, tahun 2006
diberikan kepada 511 anak, dan tahun 2007 kepada 624 anak dengan prioritas
kegiatan pada pengembangan jaringan kerja untuk menangani anak berkonflik
dengan hukum dan masyarakat. Sedangkan tahun 2008 diberikan bimbingan
sosial untuk 500 anak.
Dari upaya dan hasil kesejahteraan anak selama tiga tahun tersebut, dapat
disimpulkan bahwa telah terjadi penurunan masalah anak yang bermasalah sosial di
Provinsi Bengkulu, dimana jumlah anak yang memiliki masalah sosial yang ditangani
pemerintah dan masyarakat (dalam bentuk pengasuhan, bantuan, dan pelayanan
khusus) nampak menurun, yakni sebanyak 23,45 persen. Penurunan ini berkorelasi
dengan kian meningkatnya angkatan kerja di sektor non-formal dan kian seriusnya
lembaga-lembaga pemerintah yang menangani masalah kesejahteraan anak
(utamanya Departeman Sosial), serta makin sadarnya masyarakat untuk melibatkan
diri menangani usaha kesejahteraan anak.
■Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
93
2.5.3.1. Permasalahan
Walaupun terjadi penurunan angka anak yang memiliki masalah sosial dalam
penanganan panti rehabilitasi sosial, namun tidak berarti permasalahan di dalamnya
juga terjadi penurunan, bahkan secara substansial dapat saja berlangsung sebaliknya,
dengan kata lain bahwa data Depsos berbeda dengan realitas yang ada apabila
dikaitkan oleh fenomena krisis ekonomi dan kesulitan hidup dewasa kini. Perlu
ditegaskan bahwa penurunan jumlah angka anak yang bermasalah sosial adalah hasil
atau data dari Depsos yang bersumber dari penanganan rehabilitasi, bukan kondisi
umum yang menjadi realitas sosial masyarakat. Hasil evaluasi (BPS Provinsi
Bengkulu tahun 2008) memperlihatkan bahwa efek dari krisis ekonomi 10 tahun
terakhir (1998-2008), telah menurunkan kualitas hidup masyarakat Bengkulu dengan
kisaran 20 persen per tahunnya. Penurunan ini secara otomatis mempengaruhi tingkat
kesejahteraan keluarga dan anak (utamanya keempat kriteria anak yang bermasalah
sosial), berikut penanganan sosial (oleh Depsos) juga mengalami penurunan
pelayanan dan kuantitas jumlah yang ditanganinya. Hal inilah yang menjadi titik
permasalahan dalam penanganan kesejahteraan anak yang bermasalah sosial, yakni
belum sinkronnya validitas data dan kasus antara hasil lembaga dan realitas yang ada
dalam masyarakat.
2.5.3.2. Rekomendasi dan Kebijakan Dari evaluasi kinerja yang dihasilkan, dapat direkomendasikan beberapa langkah
strategis sebagai berikut :
a. pemantapan seluruh program penanganan anak yang memiliki masalah sosial
(anak terlantar, jalanan, nakal, dan cacat);
b. peningkatan partisipasi masyarakat dalam penanganan masalah anak yang
memiliki masalah sosial;
c. meningkatkan alokasi anggaran untuk membiayai masalah anak yang memiliki
masalah sosial.
d. meningkatkan kemampuan SDM bagi tenaga pelayanan dan rehabilitasi masalah
anak yang memiliki masalah sosial.
2.5.4. Persentase Pelayanan Kesejahteraan Sosial Bagi Lanjut Usia Lanjut usia sebagai bagian dari penduduk Indonesia yang perlu diberi kesempatan
untuk berperan aktif dalam proses pembangunan nasional, oleh karena itu peran dan
keberadaan lanjut usia perlu ditingkatkan dan didayagunakan seoptimal mungkin
dalam proses tersebut. Pelaksanaan upaya peningkatan pelayanan kesejahteraan
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
94
bagi lanjut usia di Provinsi Bengkulu, meliputi aksesbilitas terhadap: pelayanan
keagamaan dan mental spiritual, pelayanan kesehatan (jasmani dan rohani),
pelayanan kesempatan kerja, pelayanan pendidikan dan latihan, pelayanan untuk
memudahkan dalam penggunaan fasilitas umum, pengadaan sarana dan prasarana
umum lanjut usia, dan pemberian perlindungan sosial.
Hasil evaluasi dan pendataan Depsos Provinsi Bengkulu menyebutkan bahwa jumlah
lanjut usia yang ditangani (di panti dan di luar panti) pada tahun 2008 adalah 6.673
orang, jumlah tersebut belum termasuk jumlah keseluruhan penduduk yang
dikategorikan lanjut usia. Perkembangan dalam kurun tiga tahun terakhir (2006-2008)
nampak menurun, dimana pada tahun 2006 berjumlah 19.367 orang, sedangkan pada
tahun 2007 menurun drastis yakni hanya berjumlah 8.247 orang atau menurun
sebanyak 105 persen. Untuk mengetahui jumlahnya, dapat di lihat pada tabel berikut
ini.
Tabel 2.42. Jumlah Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Bengkulu
2006 2007 2008
19.367 8.247 6.673
Dari tabel di atas memperlihatkan bahwa selama 3 tahun terakhir, telah terjadi
penurunan yang tajam jumlah lanjut usia di Provinsi Bengkulu. Penurunan itu di satu
disebabkan oleh berkurangnya pihak keluarga dan masyarakat untuk menyerahkan
anggota keluarganya ke panti jompo (lansia), serta di sisi lain kian berkurangnya
alokasi anggaran terhadap pengentasan masalah lanjut usia, faktor lainnya adalah
kian banyak lembaga-lembaga swasta (LSM dan organisasi kemasyarakatan lainnya)
turut terlibat dalam menanganinya, baik dengan metode usaha kelompok bersama
(KUBE), maupun peran masyarakat dalam pemberian santunan terhadap lansia
telantar dan pengembangan Lembaga Kesejahteraan Sosial Lansia (Home Care,
Community Care, Day Care). Penurunan jumlah Lansia juga berkorelasi dengan
semakin meningkatnya taraf hidup masyarakat serta kesadaran penduduk akan
penghargaan terhadap kaum lanjut usia.
2.5.4.1. Permasalahan Permasalahan mendasar dari penanganan lanjut usia di Provinsi Bengkulu adalah
masih lemahnya sarana dan prasarana serta jaminan sosial bagi para santunan di
panti rehabiltasi lansia. Sarana panti lansia yang ada sekarang ini masih bangunan
■Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
95
lama yang kian hari mendekati sarana yang tidak layak huni bagi lansia, utamanya
fasilitas akan kesehatan, sarana peribadatan, serta sarana-prasarana pendidikan dan
latihan yang tidak layak.
2.5.4.2. Rekomendasi dan Kebijakan Dari evaluasi kinerja yang dihasilkan, dapat direkomendasikan beberapa langkah
strategis sebagai berikut :
(a) peningkatan sarana dan prasarana panti rehabilitasi lansia, dan merekomen-
dasikan menambah empat panti rehabilitasi lansia di empat kabupaten (selama ini
hanya satu panti saja);
(b) peningkatan partisipasi masyarakat dalam penanganan masalah lansia dan
jompo;
(c) meningkatkan pemberian kemudahan bagi lansia, dari kemudahan KTP (seumur
hidup) ke kemudahan-kemudahan lainnya, seperti: keringanan membayar pajak,
pengambilan uang, pelayanan kesehatan, pemberian penghargaan, dan
kemudahan memperoleh fasilitas umum lainnya;
(d) peningkatan SDM bagi pengelola panti agar berkemampuan untuk mendorong
para lansia menjadi manusia yang memiliki tanggung jawab sosial serta
kepedulian terhadap peningkatan taraf hidup.
2.5.5. Persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial (penyandang cacat, tunasosial, dan korban penyalahgunaan napza)
Pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang sosial terhadap: kecacatan,
tunasosial (gelandangan, pengemis, dan tuna susila), dan korban penyalahgunaan
napza (penyan-dang narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya) sebgian
besar telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah (dalam hal ini Depsos di Provinsi dan
Kabupaten se Bengkulu). Kegiatan pelayanan terhadap ketiga masalah tersebut
dilakukan baik dalam bentuk pencegahan (persuasi yang dilakukan di sekolah-sekolah
dan masyarakat oleh lembaga terkait, lembaga swasta dan tokoh masyarakat),
tindakan koersif (tindakan paksaan dan tegas yang menggiring ke proses pemulihan),
maupun berbentuk rehabilitasi (tindakan rehabilitisir utamanya terhadap masalah
cacat, tuna susila, dan korban Napza melalui upaya-upaya medik, pendidikan,
pelatihan, serta relaksasi sosial) dalam rangka penanganan dan membatasi
meluasnya masalah tersebut di Kota dan Kabupaten se Bengkulu.
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
96
Penanganan terhadap penyandang ketiga masalah tersebut (cacat, tunasosial, dan
korban penyalahgunaan napza) berpusat di Provinsi Bengkulu (mengingat
kelengkapan fasilitas penanganan masalah dan obyek masalahnya berpusat di Kota
Bengkulu), adapun penanganan di tingkat Kabupaten hanya melakukan pendataan
dan kegiatan administrasi lainnya, lalu melakukan rujukan ke Provinsi Bengkulu untuk
memperoleh pelayanan rehabilitasi selengkapnya. Kegiatan rehabilitasi dilakukan
melalui proses medik, pendidikan, pelatihan, dan sosial, yang dilakukan di dalam panti
dan di luar panti sosial. Penanganan dilakukan oleh lembaga resmi pemerintah
(Depsos, Kepolisian, dan Depkes) dan lembaga non pemerintah lainnya (LSM,
lembaga keagamaan, dan lembaga kemasyarakatan yang independen.
Perkembangan ketiga penyandang sosial dalam tiga tahun terakhir (2006, 2007, dan
2008) dapat diamati pada tabel berikut.
Tabel 2.43. Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial (Penyandang Cacat, Tunasosial,
dan Korban Penyalahgunaan Napza) Tiga Tahun Terakhir
No
Tahun
J u m l a h P e n y a n d a n gCacat Tunasosial Napza
Anak Dewasa Gelan-dangan Pengemis Tuna
susila Narko-
tika Alko-holik
Psiko-tropika
1 2006 25 75 55 40 65 225 150 200 2 2007 50 50 50 60 75 200 122 175 3 2008 35 40 50 50 65 180 100 150
Jumlah 110 165 155 150 205 605 372 525 Sumber: Depsos Provinsi Bengkulu berbagai tahun 2008
Dari tabel di atas memperlihatkan bahwa kegiatan pelayanan rehabilitasi terhadap
ketiga masalah sosial tersebut (cacat, tunasosial, dan korban penyalahgunaan napza)
dalam kurun waktu tiga tahun telah terjadi penurunan jumlah klien yang dilayani dan di
rehabilitasi, yakni rata-rata berjumlah 12,17 persen pertahunnya. Menurut sumber
bahwa terjadinya penurunan cenderung disebabkan makin terbatasnya anggaran
(utamanya kegiatan rehabilitasi) terhadap ketiga kegiatan tersebut, serta disebabkan
oleh kian tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk melakukan upaya sendiri terhadap
penanganan ketiga masalah tersebut.
2.5.5.1. Permasalahan Permasalahan utama dari pelayanan ketiga masalah kesejahteraan sosial tersebut
adalah kurang lengkapnya sarana dan prasarana terhadap penanganan masalah
napza (utamanya masalah narkotika). Sarana dan prasarana yang ada masih sangat
sederhana (bahkan belum standar) untuk menangani masalah yang sangat krusial,
■Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
97
dimana fasilitas yang dimiliki oleh Pemda Provinsi Bengkulu (dalam hal ini Depsos)
masih sebatas alat kesehatan yang berfungsi untuk semua jenis penyakit medis
lainnya.
2.5.5.1. Rekomendasi dan Kebijakan Dari evaluasi kinerja yang dihasilkan, dapat direkomendasikan beberapa langkah
strategis sebagai berikut :
(a) meningkatkan alokasi anggaran untuk membiayai masalah cacat, tunasosial, dan
korban penyalahgunaan napza;
(b) peningkatan sarana dan prasarana pusat rehabilitasi cacat, tunasosial, dan korban
penyalahgunaan napza (utamanya masalah Narkoba);
(c) peningkatan partisipasi masyarakat dalam penanganan masalah penyandang
cacat, tunasosial, dan korban penyalahgunaan napza.
Gambar 2.39. Grafik Capaian Indikator Tingkat Kesejahteraan Sosial Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 - 2008
0.0010.0020.0030.0040.0050.0060.0070.0080.0090.00
100.00
2004 2005 2006 2007 2008
Cap
aian
Indi
kato
r Out
com
e
-0.40-0.30-0.20-0.100.000.100.200.300.400.500.60
Tren
Cap
aian
Indi
kato
r Out
com
e
Tingkat Kesejahteraan Sosial Provinsi Tingkat Kesejahteraan Sosial Nasional
Tren Provinsi Tren Nasional
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
98
KKeessiimmppuullaann
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) di Provinsi Bengkulu Tahun 2009 telah
dilaksanakan secara sistematis dan terstruktur dengan mengacu kepada panduan yang
disediakan oleh Tim EKPD Nasional, termasuk penentuan indikator kinerja, metode
pengumpulan data, teknik pengolahan data, metode analisis dan format presentasi hasil
evaluasi. Dalam Pelaksanaan evaluasi, Tim EKPD Provinsii Bengkulu telah berusaha
untuk mendapatkan semua data dan informasi yang relevan dan cukup untuk masing-
masing indikator penilaian. Namun, minimnya ketersediaan data yang dibutuhkan di dinas
dan instansi-instansi terkait telah menyebabkan terhambatnya kelancaran pelaksanaan
EKPD pada tahun ini. Kelangkaan data sangat terasa terutama untuk indikator-indikator
yang baru diperkenalkan dan digunakan pada EKPD tahun ini seperti data yang berkaitan
dengan UMKM, GDI (Gender Development Index), GEM (Gender Empowerment
Meassurement). Sebagai upaya untuk menyikapi kekurangan data tersebut, Tim
berusaha mencari proxy yang diasumsi representatif untuk mewakili indikator yang
digantikannya. Dari hasil evaluasi dapat ditarik beberapa kesimpulan penting
sebagaimana berikut:
1. Secara umum dapat dikatakan bahwa kinerja pembangunan di Provinsi Bengkulu
mengalami fluktuasi selama periode 2004-2008 yang cenderung meningkat pada awal
periode tetapi cenderung menurun dalam beberapa tahun terakhir terutama kinerja
dalam pembangunan ekonomi.
2. Bila ditinjau berdasarkan lima indikator utama yang yang digunakan pada EKPD 2009
yang terdiri dari: Tingkat Pelayanan Publik; Tingkat kualitas Sumber Daya Manusia;
Tingkat pembangunan Ekonomi; Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam; dan
Tingkat Kesejahteraan Rakyat, maka hasil evaluasi menunjukkan bahwa hanya satu
indikator utama saja yang menunjukkan tingkat relevansi dan efektifitas yang cukup
tinggi, yakni Kualitas Pembangunan Manusia dalam hal Pendidikan dan
Kesehatan, sebagaimana ditunjukkan oleh perbaikan pada: Angka Partisipasi Murni,
IIIIII BBAABB
■Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
99
Rata-rata nilai Akhir, Angka Putus Sekolah, Angka Melek Aksara, dan Jumlah Guru
yang layak mengajar sebagai indikator pendidikan dan Usia Harapan Hidup, Angka
Kematan Bayi, Angka Kematian Ibu, Prevalensi gizi Buruk, Prevalensi Gizi Kurang,
Rasio Tenaga Kesehatan per jumlah penduduk, Keluarga Berencana dan Laju
pertumbuhan untuk indikator kesehatan.
3. Penilaian kinerja Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi terhambat oleh
minimnya data yang tersedia. Penilaian sementara hanya dilakukan dengan
menggunakan beberapa variabel saja yakni persentase jumlah kasus korupsi yang
tertangani, tingkat pendidikan aparat yang berijazah minimal S1 dan persentase
kabupaten / kota yang telah memiliki Peraturan Daerah pelayanan satu atap. Hasil
penilaian sementara ini cukup baik dan lebih tinggi dibanding tingkat nasional, yang
berarti bahwa pembangunan dalam peningkatan pelayanan publik dan demokrasi
cenderung relevan dan efektif. Meskipun begitu, kesimpulan ini masih bersifat tentatif
dan perlu disikapi dengan bijak.
4. Kinerja dalam pembangunan ekonomi mengalami fluktuasi tetapi cendrung menurun
dalam beberapa tahun terakhir sebagaimana ditunjukkan oleh: tingginya laju inflasi,
turunnya laju pertumbuhan ekonomi, rendahnya kontribusi ekspor, sektor manufaktur
dan UMKM terhadap PDRB, rendahnya pendapatan per kapita (kurang dari
setengahnya pendapatan perkapita nasional), dan rendahnya investasi baik
penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN).
Selain itu kondisi infrastruktur jalan, baik jalan nasional, Provinsi maupun
kabupaten/kota semakin banyak yang rusak.
5. Data tentang pengelolaan sumberdaya alam sangat terbatas sehingga belum dapat
ditarik kesimpulan yang tepat. Meskipun begitu, hasil observasi di lapangan
mencerminkan bahwa pengelolaan sumberdaya alam yang meliputi wilayah hutan dan
laut masih belum optimal yang ditandai dengan masih banyaknya persoalan
perambah hutan dan tingkat kemiskinan yang tinggi di kalangan nelayan.
6. Kinerja pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan sosial menunjukkan bahwa
hampir keseluruhan komponen mempunyai nilai yang masih rendah yang ditunjukkan
oleh masih tingginya jumlah penduduk miskin dan pengangguran terbuka, dan masih
rendahnya kualitas pelayanan sosial bagi anak-anak (terlantar, cacat, nakal, dan
cacat), pelayanan untuk usia lanjut dan pelayanan rehabilitasi sosial.
■ Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
100
22.. RReekkoommeennddaassii Hasil evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) 2009 memberikan implikasi dan
indikasi bahwa masih sangat banyak persoalan dan tantangan pembangunan yang harus
diselesaikan di Provinsi Bengkulu agar tujuan utama pembangunan daerah dan nasional
yakni meningkatkan kesejahteraan bagi segenap masyarakat dapat diwujudkan.
Persoalan utamanya adalah masih belum relevan dan efektifnya upaya pembangunan
baik kebijakan maupun program di berbagai bidang kecuali pendidikan dan kesehatan.
Bila mengacu kepada jenis indikator yang digunakan, maka kebijakan dan program
pembangunan yang harus diambil dan dilaksanakan di masa yang akan harus difokuskan
kepada upaya-upaya konkrit yang bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja
dari masing-masing indikator keberhasilan pembangunan yang sesuai dengan kondisi
dan persoalan yang dihadapi secara efektif dan efisien, diantaranya termasuk:
1. Meningkatkan kualitas pelayanan publik dan demokrasi melalui:
• Penyelesaian kasus-kasus korupsi berdasarkan azas keadilan dan transparansi,
• Peningkatan kualitas sumberdaya manusia aparat pemerintah berdasarkan
kebutuhan dan penempatan yang tepat secara efisien (the right man on the right
place),
• Mengimplementasikan kebijakan ‘pelayanan satu atap’ secara efektif dan efisien,
• Menciptakan suasana yang lebih kondusif terhadap pembangunan dan
pemberdayaan kaum perempuan,
• Mendorong peningkatan partsipasi masyarakat dalam melaksanakan proses
demokrasi terutama dalam penentuan pimpinan daerah, anggota legislatif dan
presiden.
2. Mempertahankan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui
peningkatan sarana dan prasarana serta pelayanan pendidikan dan kesehatan guna
meningkatkan: Jumlah Guru yang Layak Mengajar; Angka Partisipasi Murni; Melek
Aksara; Rata-rata Nilai Akhir; dan menekan Angka Putus Sekolah untuk semua
tingkatan pendidikan, serta mendorong peningkatan Rasio jumlah tenaga kesehatan
per penduduk, Umur Harapan Hidup, dan peserta Keluarga Berencana, dan menekan
Angka Kematian Bayi, Angka Kematian Ibu, Prevalensi Gizi Buruk dan Kurang, dan
laju pertumbuhan penduduk.
3. Meningkatkan kemampuan ekonomi terutama yang bertujuan untuk menekan laju
inflasi, mendorong peningkatan: laju pertumbuhan ekonomi, kontribusi sektor
manufaktur, UMKM dan ekspor terhadap PDRB, serta perbaikan distribusi
pendapatan per kapita dan nilai tukar petani.
■Laporan EKPD 2009 Provinsi Bengkulu
101
4. Menciptakan suasana yang lebih kondusif terhadap peningkatan dan pertumbuhan
Investasi baik yang berasal dari luar negeri (PMA) maupun dari dalam negeri (PMDN)
melalui berbagai cara yang antara lain termasuk: promosi, perbaikan birokrasi dan
transparansi, penyerderhanaan dan kemudahan dalam pengurusan perizinan dengan
menggunakan standar layanan minimum yang terukur, penguatan sistem dan
kualitas/keterampilan SDM, serta infrastruktur pendukung seperti sarana transportasi
darat, laut, udara, sumber energi, sumber bahan baku.
5. Meningkatkan koordinasi antara pusat-daerah, provinsi-kabupaten, antar dinas
instansi dan lintas sektor, sehingga dapat terwujud situasi saling ketergantungan yang
menguntungkan semua pihak atau synergy yang bersifat terpadu, terstruktur dan
sistematis guna menciptakan dan menghasilkan situasi yang lebih kondusif terhadap
pencapaian kinerja pembangunan yang lebih baik untuk semua bidang di masa yang
akan datang.