Upload
hendy-hidayat
View
458
Download
13
Embed Size (px)
Citation preview
PERENCANAAN TEKNIS PEMBANGUNAN GEREJA
LAPORAN ANTARA
PEMERINTAH KABUPATEN HALMAHERA SELATAN DINAS PEKERJAAN UMUM DAN KIMPRASWIL BIDANG BINA MARGA
Alamat : Jalan Molunjunga Labuha Bacan Kabupaten
Halmahera Selatan
Perencanaan Pembangunan Gereja ii
Daftar Isi
Daftar Isi ii
Pengantar ii
BAB - 1 GAMBARAN UMUM 5
1.1. LATAR BELAKANG 5
1.2. MAKSUD DAN TUJUAN 5
1.3. DATA KONTRAK 6
1.4. LINGKUP DAN TAHAPAN PEKERJAAN 6
1.5. GAMBARAN UMUM LOKASI PEKERJAAN 7
1.5.1. Kondisi Geografis 7
1.5.2. Keadaan Sosial Budaya 8
1.5.3. Kondisi Iklim 8
1.6. SISTEMATIKA LAPORAN PENDAHULUAN 9
BAB - 2 METODOLOGI 10
2.1. UMUM 10
2.2. TAHAPAN PELAKSANAAN PEKERJAAN 11
2.3. PEKERJAAN PERSIAPAN 12
2.4. STUDI PENDAHULUAN 13
2.4.1. INVENTARISASI DATA DAN STUDI TERDAHULU 13
2.4.2. PENYUSUNAN RENCANA KERJA 13
2.4.3. PENYUSUNAN LAPORAN ANTARA 13
2.5. SURVAI DAN PENYELIDIKAN LAPANGAN 14
2.5.1. SURVAI PENDAHULUAN 14
2.5.2. SURVAI TOPOGRAFI 16
2.6. ANALISIS DATA 21
2.6.1. PENGUKURAN DAN PEMETAAN TOPOGRAFI 21
2.6.2. PENYELIDIKAN TANAH DAN SUMBER MATERIAL 25
2.7. KONSEP PEMILIHAN STRUKTUR 26
Laporan Antara D A F T A R I S I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja iii
2.8. PERKIRAAN BIAYA KONSTRUKSI 74
2.9. DOKUMEN LELANG 75
2.10. LAPORAN – LAPORAN 75
BAB - 3 TINJAUAN SISTEM BANGUNAN 77
3.1. STRUKTUR RANGKA ATAU SKELETON 77
3.2. STRUKTUR RANGKA RUANG 79
3.3. STRUKTUR PERMUKAAN BIDANG 80
3.4. STRUKTUR KABEL DAN JARINGAN 80
3.5. UTILITAS 81
BAB - 4 KESIMPULAN 84
Perencanaan Pembangunan Gereja iv
Pengantar
Laporan Antara ini disusun sebagai salah satu bentuk persyaratan teknis kontrak
pengadaan jasa konsultan perencana antara CV Amarilis Plan Desain dengan Dinas
Pekerjaan Umum dan Kimpraswil, untuk Pekerjaan Perencanaan Teknis Gereja.
Laporan Antara ini dimaksudkan sebagai bahan informasi kepada pemilik pekerjaan
mengenai konsep dan metodologi teknis pelaksanaan pekerjaan, struktur organisasi
konsultan perencana serta rencana kerja yang akan dilaksanakan.
Laporan Antara ini secara garis besar berisi tentang uraian umum lingkup pekerjaan jasa
konsultan perencana, uraian metodologi pelaksanaan survai lapangan, uraian metodologi
desain dan analisa teknis bangunan gedung, uraian jadwal kegiatan, uraian jadwal
mobilisasi personil serta data pendukung pelaksanaan pekerjaan.
Demikian laporan Antara ini disampaikan, semoga dapat bermanfaat sebagai bahan
pertimbangan dalam tahapan perencanaan selanjutnya.
Konsultan Perencana .......................
.................... Team leader
Perencanaan Pembangunan Gereja 5
BAB - 1
GAMBARAN UMUM
1.1. LATAR BELAKANG
Program Pembinaan Umat merupakan salah satu upaya Pemerintah Kabupaten
Halmahera Selatan dalam menunjang pencapaian sasaran Pembangunan Daerah.
Pembinaan umat sangat terkait dengan pembangunan ahlak beserta nilai-nilai budaya
melalui Pengembangan infrastuktur yang bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan
ahlak kepada Tuhan Yang Maha Esa di Kabupaten Halmahera Selatan. Halmahera Selatan
Terutama Pulau Bacan terdiri atas berbagai Agama yakni Agama Islam dan Nasrani.
Sebagai agama terbesar kedua bacan, umat Kristen membutuhkan sarana prasarana yang
menunjang Ibadah mereka kepada Tuhan.
Untuk mengantisipasi jumlah jemaat Kristen dimasa yang akan datang, Dinas Pekerjaan
Umum dan Kimpraswil Kabupaten Halmahera Selatan mengadakan jasa konsultansi
perencanaan, untuk pekerjaan Perencanaan Teknis Gereja Raya Pulau Bacan.
1.2. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dari Jasa Konsultansi ini adalah untuk menghasilkan Rencana Teknik Akhir (Detail
Engineering Desain) Gereja diatas, yang efisien dan efektif, lengkap dengan gambar dan
dokumentasi lainnya yang diperlukan, sesuai dengan Standar dan Kerangka Acuan Kerja
yang telah ditetapkan.
Jasa Konsultansi ini secara umum bertujuan untuk menciptakan sarana infrastruktur
Gedung Gereja Raya yang memadai di Pulau Bacan, serta optimalisasi fungsionalitas
Gereja tersebut diatas sehingga dapat mendukung perkembangan Keimanan dan
Ketakwaan terhadap Tuhan tersebut.
Sementara Tujuan Khusus dari Jasa Konsultansi ini adalah tersedianya dokumen
perencanaan teknis untuk Gereja tersebut diatas, sehingga dapat digunakan sebagai dasar
dalam pelaksanaan pembangunan fisik untuk Gereja Raya tersebut.
Laporan Antara G A M B A R A N U M U M
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 6
1.3. DATA KONTRAK
1. Nama Pekerjaan : Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja
2. Pemilik : Dinas Pekerjaan Umum dan Kimpraswil
3. Konsultan : CV. Amarilis Plan Desain
4. Alamat Konsultan : Jl. Kalumata Puncak No.8 Ternate
5. Nomor Kontrak : 602/03.c/SPP/DPU-HS/DAU/2016
6. Nilai Kontrak : Rp. 394.773.000
7. Lokasi Pekerjaan : Pulau Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan
1.4. LINGKUP DAN TAHAPAN PEKERJAAN
Lingkup Pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh Konsultan Perencana sesuai dengan
Kerangka Acuan Kerja, secara garis besar dapat dibagi sebagai berikut :
1. Pekerjaan Persiapan
Survey Pendahuluan
Survey Topografi
Survey Lokasi
Survey Penyelidikan tanah
2. Perencanaan Sipil / Struktur
Analisa Beban Rencana
Perencanaan Tipe Struktur
Perencanaan dimensi dari elemen-elemen penyusunnya
Perencanaan mutu bahan bangunan yang digunakan
Perencanaan kekuatan dan kekakuan dari dasar bangunan tersebut sehingga
didapatkan suatu angka keamanan yang memenuhi persyaratan.
3. Perencanaan Arsitektur
Rancangan Skematik
Pengembangan Rancangan
Dokumen Konstruksi
Laporan Antara G A M B A R A N U M U M
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 7
Penawaran/perundingan
Tata Laksana Proyek
4. Perencanaan Mekanikal dan Elektrikal
5. Perencanaan Ultilitas
Jasa pelayanan teknik yang akan diberikan oleh Tim Konsultan, dibagi menjadi beberapa
tahapan sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja yang telah ditetapkan. Adapun tahapan-
tahapan pekerjaan yang akan dilaksanakan Konsultan meliputi :
1. Tahap Persiapan Perencanaan termasuk survey
2. Tahap Penyusunan Pra Lanjutan
3. Tahap Pengembangan Rencana Lanjutan
4. Tahap Rencana Anggaran Biaya.
5. Tahap Rencana Detail.
1.5. GAMBARAN UMUM LOKASI PEKERJAAN
1.5.1. Kondisi Geografis
Secara geografis Pulau Bacan terletak di antara: 0°17'46.63" – 0°52'41.57" N
Lintang Selatan dan 127°32'20.38" – 127°46'39.27"E Bujur Timur. Kabupaten
Halmahera Selatan adalah salah satu kabupaten di Provinsi Maluku Utara yang
berbatasan dengan wilayah Kabupaten lain Antara lain :
Provinsi Maluku di sebelah Selatan.
Laut Halmahera di sebelah Timur.
Laut Maluku di sebelah barat.
Pulau Moti (kotamadya Ternate) di sebelah utara
Pulau Bacan ini memiliki Posisi yang sangat strategis karena berada di pusat
kabupaten.
Laporan Antara G A M B A R A N U M U M
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 8
1.5.2. Keadaan Sosial Budaya
Sebagian besar penduduk adalah berasal dari suku makian dan suku Bacan yang
mayoritas beragama Islam. Penduduk pada umumnya bertempat tinggal di daerah
pesisir dan sepanjang sungai utama. Penduduk lainnya adalah suku Makasar dan
Bugis yang bermukim di daerah pusat Kota Bacan.
1.5.3. Kondisi Iklim
Dari hasil pantauan, selama tahun Observasi Kota Bacan karena terletak dekat
katulistiwa maka memiliki iklim tropis atau panas . Karena topografi kota Bacan
yang dikelilingi oleh gunung maka kota Bacan beriklim dingin di malam hari
Gambar 1.1 Peta Lokasi Pekerjaan
Laporan Antara G A M B A R A N U M U M
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 9
1.6. SISTEMATIKA LAPORAN ANTARA
Laporan Antara ini secara sistematis disusun dalam bab – bab sebagai berikut :
Bab I : Gambaran Umum
Menguraikan secara umum latar belakang pekerjaan, Maksud dan
Tujuan Pekerjaan, Lingkup Pekerjaan serta Lokasi Pekerjaan.
Bab II : Metodologi
Berisi Metodologi yang akan dilaksanakan oleh Tim Konsultan baik
dalam pekerjaan Survey Lapangan maupun Analisa dan Perencanaan
Teknis.
Bab III : Tinjauan Sistem Bangunan
Konsep Bangunan pada umumnya serta system bangunan yang
dipakai dalam perencanaan bangunan gereja.
Bab IV : Kesimpulan
Garis besar model desain bangunan gereja
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 10
BAB - 2
METODOLOGI
2.1. UMUM
Untuk dapat melaksanakan suatu pekerjaan dengan hasil yang
baik, maka sebelumnya perlu dibuat suatu pendekatan teknis agar
dapat dilaksanakan secara sistematis dan praktis, sehingga
tercapai sasaran efisiensi biaya, mutu dan waktu kerja.
Seperti telah dijelaskan didalam Kerangka Acuan Kerja (TOR), maka
di dalam pelaksanaan pekerjaan ini, Konsultan akan menggunakan
standar – standar perencanaan yang dapat dilihat pada tabel 2.1.
Standar Perencanaan
No Dokumen Uraian
1. SNI 03-2847-2002 Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung
2. SNI – 1726 - 2002 Standar Perencanaan Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung
3. SNI. 03 – 2394 - 1991 Tata Perencanaan dan Perancangan Bangunan Gedung
No Dokumen Uraian
9. NSPM No. 008/T/BNKT/1990
Petunjuk Desain Drainase Permukaan Jalan
10. Permen PU. No 19/PRT/M/2011
Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 11
11. NSPM No. 028/T/BM/1995
Panduan Analisa Harga Satuan
12. Kepmen PU No. 257/KPTS/2004
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Tentang Dokumen Pelelangan Standar
13. PP No. 34 Tahun 2006 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Jalan
Tabel 2.1. Standar Perencanaan
2.2. TAHAPAN PELAKSANAAN PEKERJAAN
Dalam pelaksanaan pekerjaan ini, Konsultan merancang tahapan
pelaksanaan pekerjaan sebagai berikut :
1. Pekerjaan Persiapan
Survey Pendahuluan
Survey Topografi
Survey Lokasi
Survey Penyelidikan tanah
2. Perencanaan Sipil / Struktur
Analisa Beban Rencana
Perencanaan Tipe Struktur
Perencanaan dimensi dari elemen-elemen penyusunnya
Perencanaan mutu bahan bangunan yang digunakan
Perencanaan kekuatan dan kekakuan dari dasar bangunan
tersebut sehingga didapatkan suatu angka keamanan yang
memenuhi persyaratan.
3. Perencanaan Arsitektur
Rancangan Skematik
Pengembangan Rancangan
Dokumen Konstruksi
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 12
Penawaran/perundingan
Tata Laksana Proyek
4. Perencanaan Mekanikal dan Elektrikal
5. Perencanaan Ultilitas
6. Gambar Perencanaan Akhir
Penyusunan gambar rencana
Penyusunan Draft Laporan Akhir
7. Perkiraan Kuantitas dan Biaya
Perhitungan volume pekerjaan fisik
Penyusunan Laporan Rencana Anggaran Biaya
8. Dokumen Lelang dan Laporan Akhir
Penyusunan spesifikasi teknis pekerjaan
Penyusunan laporan dokumen Lelang
Penyusunan Laporan Akhir
Bagan alir strategi pelaksanaan pekerjaan ini dapat dilihat pada
Gambar 2.1. Bagan Alir Pelaksanaan Pekerjaan. Secara jelas uraian
dari masing-masing tahapan kegiatan tersebut diuraikan pada sub-
bab berikut :
2.3. PEKERJAAN PERSIAPAN
Sebelum pelaksanaan suatu pekerjaan, maka perlu dilaksanakan
pekerjaan persiapan, baik mengenai kelengkapan administrasi,
personil pelaksana, sarana transportasi, peralatan, dan segala
aspek dalam kaitan pelaksanaan pekerjaan. Konsultan akan
menyiapkan program kerja untuk dikoordinasikan dengan pihak
pemberi tugas. Maksud dari koordinasi ini adalah untuk
menyamakan pandangan antara konsultan dengan pihak pemberi
sehingga pelaksanaan pekerjaan ini tidak mengalami hambatan.
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 13
2.4. STUDI PENDAHULUAN
2.4.1. INVENTARISASI DATA DAN STUDI TERDAHULU
Setelah tugas dari masing-masing tenaga ahli dipahami,
maka konsultan akan segera melaksanakan kegiatan
pengumpulan data, informasi dan laporan yang ada
hubungan-nya dengan studi untuk mempelajari kondisi
daerah proyek secara keseluruhan guna mempersiapkan
rencana tindak lanjut tahap berikutnya. Konsultan akan
mengunjungi kantor-kantor instansi pemerintah maupun
swasta yang sekiranya mengelola data yang diperlukan.
Untuk kelancaran pekerjaan ini, maka sangat diperlukan
surat pengantar dari pihak Direksi Pekerjaan untuk
keperluan tersebut. Dari hasil studi meja akan disusun
program kerja Perencanaan Gedung tersebut diatas.
2.4.2. PENYUSUNAN RENCANA KERJA
Hasil penelaahan data akan dituangkan dalam rencana
konsultan yang meliputi rencana kegiatan survai
dilapangan maupun kegiatan analisis dan evaluasi data.
Rencana kerja ini meliputi :
a. Struktur organisasi serta tenaga pelaksana
penanganan pekerjaan
b. Rencana waktu penanganan pekerjaan
c. Rencana penugasan personil serta peralatan yang
akan digunakan dalam penanganan pekerjaan
2.4.3. PENYUSUNAN LAPORAN ANTARA
Hasil – hasil dari studi Antara akan dituangkan dalam
bentuk laporan Antara dan gambaran umum Perencanaan
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 14
Pembangunan Gedung Gereja dapat diilustrasikan dari flow
chart berikut ini.
Gambar 2.1. Bagan Alir Pelaksanaan Pekerjaan
2.5. SURVAI DAN PENYELIDIKAN LAPANGAN
2.5.1. SURVAI PENDAHULUAN
Survai Pendahuluan meliputi kegiatan-kegiatan sebagai
berikut :
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 15
a. Menyiapkan peta dasar yang berupa Peta Topografi
skala 1:100.000 / 1:50.000 dan peta-peta pendukung
lainnya (Peta Geologi, Tata Guna tanah dll).
b. Mempelajari lokasi pekerjaan dan pencapaiaan, batas
areal lokasi bangunan gedung gereja dan site plan.
c. Mempelajari kondisi eksisting lokasi pembangunan
gereja secara umum seperti jenis tanah di lokasi
eksisting, kondisi terrain, posisi pencahayaan matahari
dan sirkulasi angin yang akan bergerak menimpa
bangunan gereja.
d. Inventarisasi semua aspek yang mendukung
perencanaan pembangunan gedung gereja.
e. Membuat foto dokumentasi lapangan eksisting
terutama batasan lahan, serta pada lokasi-lokasi
tercakup dalam site plan pembangunan gereja.
f. Mengumpulkan data, berupa informasi mengenai harga
satuan bahan dan biaya hidup sehari-hari.
g. Mengumpulkan informasi umum lokasi sumber
material (quarry) yang diperlukan untuk pekerjaan
konstruksi.
h. Membuat laporan lengkap perihal pada butir a s/d h
dan memberikan saran-saran yang diperlukan untuk
pekerjaan survai teknis selanjutnya.
Hasil dari survai pendahuluan dan pengumpulan data-data
yang menunjang dalam pelaksanaan pekerjaan ini akan
dituangkan dalam bentuk laporan Survai Pendahuluan.
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 16
2.5.2. SURVAI TOPOGRAFI
LINGKUP PEKERJAAN
Lingkup Pekerjaan Pengukuran Topografi untuk
perencanaan jalan terdiri dari beberapa bagian pekerjaan
yaitu :
a. Persiapan
b. Pemasangan Patok, Bench mark (BM) dan Control Point
(CP).
c. Pekerjaan perintisan untuk pengukuran
d. Pekerjaan pengukuran yang terdiri dari :
Pengukuran titik kontrol horizontal (Polygon) dan
vertikal (Waterpass)
Pengukuran situasi/detail
Pengukuran penampang memanjang dan melintang
Pengukuran-pengukuran khusus
PENGUKURAN TITIK KONTROL HORIZONTAL
Metodologi Pengukuran Titik Kontrol Horizontal
dilaksanakan sebagai berikut :
Pengukuran titik kontrol dilakukan dalam bentuk
poligon
Sisi poligon atau jarak antar titik poligon maksimal
100m, diukur dengan pegas ukur (meteran) atau alat
ukur jarak elektronis
Patok-patok untuk titik-titik poligon adalah patok kayu,
sedang patok-patok untuk titik ikat adalah patok dari
beton
Sudut-sudut poligon diukur dengan alat ukur
Theodolith dengan ketelitian dalam secon (yang
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 17
mudah/umum dipakai adalah Theodolith jenis T2 Wild
Zeis atau yang setingkatan)
Ketelitian untuk poligon adalah sebagai berikut :
Kesalahan sudut yang diperbolehkan adalah 10” akar
jumlah titik poligon
Kesalahan azimuth pengontrol tidak lebih dari 5”
Pengamatan matahari dilakukan pada titik awal proyek
pada setiap jarak 5 Km (kurang lebih 60 titik poligon)
serta pada titik akhir pengukuran.
Setiap pengamatan matahari dilakukan dalam 4 seri
rangkap (4 biasa dan 4 luar biasa)
PENGUKURAN TITIK KONTROL VERTIKAL
Metodologi Pengukuran Titik Kontrol Vertikal dilaksanakan
sebagai berikut :
Jenis alat yang dipergunakan untuk pengukuran
ketinggian adalah Waterpass Orde II
Untuk pengukuran ketinggian dilakukan dengan double
stand dilakukan 2 kali berdiri alat
Batas ketelitian tidak boleh lebih besar dari 10 akar D
mm. Dimana D adalah panjang pengukuran (Km) dalam
1 (satu) hari
Rambu ukur yang dipakai harus dalam keadaan baik
dalam arti pembagian skala jelas dan sama
Setiap pengukuran dilakukan pembacaan rangkap 3
(tiga) benang dalam satuan milimeter
Benang Atas (BA), Benang Tengah (BT) dan Benang
Bawah (BB), Kontol pembacaan : 2BT = BA + BB
Referensi levelling menggunakan referensi lokal
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 18
PENGUKURAN SITUASI
Metodologi Pengukuran Situasi dilaksanakan sebagai
berikut :
Pengukuran situasi dilakukan dengan sistem tachymetri
Ketelitian alat yang dipakai adalah 30” (sejenis dengan
Theodolith T0)
Pengukuran situasi daerah sepanjang rencana jalan
harus mencakup semua keterangan-keterangan yang
ada didaerah sepanjang rencana jalan tersebut
Untuk tempat-tempat jembatan atau perpotongan
dengan jalan lain pengukuran harus diperluas (lihat
pengukuran khusus)
Tempat-tempat sumber mineral jalan yang terdapat
disekitar jalur jalan perlu diberi tanda diatas peta dan
difoto (jenis dan lokasi material)
PENGUKURAN PENAMPANG MEMANJANG DAN
MELINTANG
Pengukuran penampang memanjang dan melintang
dimaksudkan untuk menentukan volume penggalian dan
penimbunan. Metodologi pengukuran dilaksanakan
sebagai berikut :
1. Pengukuran Penampang Memanjang
Pengukuran penampang memanjang dilakukan
sepanjang sumbu rencana jalan
Peralatan yang dipakai untuk pengukuran
penampang sama dengan yang dipakai untuk
pengukuran titik kontrol vertikal
2. Pengukuran Penampang Melintang
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 19
Pengukuran penampang melintang pada daerah
yang datar dan landai dibuat setiap 50 m dan pada
daerah-daerah tikungan/ pegunungan setiap 25 m
Lebar pengukuran penampang melintang 100 m ke
kiri-kanan as jalan
Khusus untuk perpotongan dengan sungai dilakukan
dengan ketentuan khusus (lihat pengukuran
khusus)
Peralatan yang dipergunakan untuk pengukuran
penampang melintang sama dengan yang dipakai
pengukuran situasi
PEMASANGAN PATOK
Untuk Pemasangan Patok Pengukuran dilapangan
dilaksanakan sebagai berikut :
Patok-patok dibuat dengan ukuran 10 x 10 x 75 cm dan
harus dipasang setiap 1 Km dan pada perpotongan
rencana jalan dengan sungai (2 buah seberang
menyeberang). Patok beton tersebut ditanam kedalam
tanah dengan kedalaman 15 cm
Baik patok-patok beton maupun patok-patok poligon
diberi tanda BM dan nomor urut.
Untuk memudahkan pencarian patok pada pohon-
pohon disekitar patok diberi cat atau pita atau tanda-
tanda tertentu.
Baik patok poligon maupun patok profil diberi tanda cat
kuning dengan tulisan hitam yang diletakkan disebelah
kiri kearah jalannya pengukuran.
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 20
Khusus untuk profil memanjang titik-titiknya yang
terletak disumbu jalan diberi paku dengan dilingkari cat
kuning sebagai tanda. SURVEY GEOTEKNIK
LINGKUP PEKERJAAN
Lingkup Pekerjaan Survey Geoteknik untuk perencanaan
jalan meliputi :
Pengambilan contah tanah dan Test Pit.
Pemeriksaan lokasi sumber material
Penyelidikan tanah dengan tes Sondir
METODOLOGI
1. Penyelidikan Test Pit
Penyelidikan Test Pit dilakukan pada setiap jenis satuan
tanah atau setiap 1 Km yang berbeda dengan
kedalaman 1-2 meter. Pada setiap lokasi Test Pit
dilakukan pengamatan deskripsi struktur dan jenis
tanah, juga dilakukan pengambilan sampel tanah baik
contoh tanah terganggu maupun tidak terganggu yang
akan diselidiki di Laboratorium.
2. Pemeriksaan Lokasi Sumber Material
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui
informasi mengenai bahan-bahan perkerasan yang
dapat dipakai untuk pelaksanaan pekerjaan
3. Pemeriksaan dengan Tes Sondir
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menentukan nilai
tanahan konus keras (150 kg/m2) lapisan tanah dasar
yang dilakukan pada bagian ruas jalan yang belum
diaspal atau telah mengalami kerusakan parah.
Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 21
Pemeriksaan dilakukan pada site plan yang dimana
berada posisi pondasi bangunan gedung gereja
Pemeriksaan dilakukan dengan mencatat setiap
bacaan manometer alat sondir
Pemeriksaan dilakukan hingga kedalaman
permukaan lapisan tanah dasar kecuali bila
dijumpai lapisan tanah yang sangat keras.
Selama pemeriksaan dicatat kondisi khusus, seperti
cuaca, drainase, timbunan, waktu dan sebagainya
Semua data yang diperoleh dicatat dalam formulir
pemeriksaan Sondir Test.
2.6. ANALISIS DATA
2.6.1. PENGUKURAN DAN PEMETAAN TOPOGRAFI
Analisis data lapangan (perhitungan sementara) akan
segera dilakukan selama Team Survai masih berada di
lapangan, sehingga apabila terjadi kesalahan dapat segera
dilakukan pengukuran ulang. Setelah data hasil
perhitungan sementara memenuhi persyaratan toleransi
yang ditetapkan dalam Spesifikasi teknis selanjutnya akan
dilakukan perhitungan data defenitif kerangka dasar
pemetaan dengan menggunakan metode perataan kuadrat
terkecil.
1. Perhitungan Poligon
Kriteria toleransi pengukuran poligon kontrol horizontal
yang ditetapkan dalam spesifikasi teknis adalah koreksi
sudut antara dua kontrol azimuth = 20". Koreksi setiap
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 22
titik poligon maksimum 10" atau salah penutup sudut
maksimum 30" n dimana n adalah jumlah titik poligon
pada setiap kring. Salah penutup koordinat maksimum
1 : 2.000. Berdasarkan kriteria toleransi diatas, proses
analisis perhitungan sementara poligon akan dilakukan
menggunakan metode Bowdith dengan prosedur
sebagai berikut:
Salah penutup sudut:
Salah penutup koordinat:
Dalam hal ini:
dimana : S : sudut ukuran poligon
d : jarak ukuran poligon
i : nomor titik poligon ( i = 1,2,3, .....
n )
Proses perhitungan data definitif hasil pengukuran
poligon kerangka kontrol horizontal akan dilakukan
dengan metode perataan kuadrat terkecil parameter.
Prinsip dasar perataan cara parameter adalah setiap
data ukur poligon (sudut dan jarak) disusun sebagai
fungsi dari parameter koordinat yang akan dicari.
fs = s - (n + 2) x 180 < 30" ni = 1
n
1
0
fs = s - (n + 2) x 180 < 30" ni = 1
n
1
0
fd = d - < - 1 : 2000i = 1
n
1
fd = (d . sin ) + (d . Cos )
= + S
i = 1
n
1 i
2
i = 1
n
1 i
2
i
1800
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 23
Formula perataan poligon cara parameter dalam
bentuk matriks adala sebagai berikut :
V = A X - L
X = [ AT .P.A ]-1 . [ AT .P.L ]
X = X° + X
Dimana : V : matrik koreksi pengukuran
A : matrik koefisien pengukuran
X : matrik koreksi parameter
L : matrik residu persamaan
pengukuran
X° : matrik harga pendekatan
parameter koordinat
X : matrik harga koordinat
defeinitif
P : matrik harga bobot
pengukuran
2. Perhitungan Waterpass
Kriteria teknis pengukuran waterpass yang ditetapkan
dalam spesifikasi teknis yakni tiap seksi yang diukur
pulang-pergi mempunyai ketelitian 10 mm D (D =
panjang seksi dalam km). Berdasarkan kriteria tersrbut
dapat diformulasikan cara analisis data ukur waterpass
pada setiap kring sebagai berikut :
dimana : fh : salah penutup beda tinggi tiap
kring waterpass
n : beda tinggi ukuran
fh = n
i = 1 h < 10 mm Di
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 24
i : nomor slag pengukuran
waterpass ( i = 1,2,3....n )
Setelah dianalisis keseluruhan data waterpass kerangka
kontrol vertikal memenuhi persyaratan toleransi akan
dilakukan proses perhitungan definitif dengan
menggunakan metode kuadrat terkecil seperti pada
poligon.
3. Perhitungan Azimuth Matahari
Formula perhitungan Azimuth arah dengan metode
pengamatan tinggi matahari adalah sebagai berikut :
coscosh*
sinsinh*sinAsin
SA
dimana: A : azimut matahari
: azimut ke target
S : sudut horizontal antara matahari dan
target
: deklinasi
h : tinggi matahari
: lintang tempat pengamatan.
Apabila hasil perhitungan data pengamatan matahari
tersebut tidak memenuhi kriteria ketelitian 5" yang
ditetapkan dalam spesifikasi teknis, maka akan
dilakukan pengamatan ulang.
Perhitungan dan Penggambaran topografi secara garis
besar mengikuti kaidah-kaidahnya antara lain :
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 25
1. Perhitungan koordinat poligon utama didasarkan pada
titik-titik ikat yang dipergunakan.
2. Penggambaran titik-titik poligon akan didasarkan pada
hasil perhitungan koordinat. Penggambaran titik-titik
poligon tersebut tidak boleh secara grafis.
3. Gambar ukur yang berupa gambar situasi akan
digambar pada kertas milimeter dengan skala 1: 1.000
dan interval kontur 1 m.
4. Ketinggian titik detail akan tercantum dalam gambar
ukur begitu pula semua keterangan-keterangan yang
penting.
5. Titik ikat atau titik mati serta titik-titik baru akan
dimasukkan dalam gambar dengan diberi tanda khusus.
Ketinggian titik tersebut perlu juga dicantumkan.
2.6.2. PENYELIDIKAN TANAH DAN SUMBER MATERIAL
Analisis dan evaluasi data yang diperoleh dari penyelidikan
tanah dan sumber material akan dilakukan analisis
laboratorium.
Analisis Laboratorium Mekanika Tanah dipakai untuk
mengetahui sifat-sifat teknis tanah, khususnya tanah lunak.
Evaluasi hasil penyelidikan lapangan dan analisis
laboratorium selanjutnya digunakan untuk mengetahui
penyebaran dan sifat-sifat teknis tanah. Berdasarkan hal
tersebut dapat ditentukan parameter desain untuk
perhitungan daya dukung pondasi dan kestabilan
bangunan gedung. Semua penyelidikan di laboratorium
dilakukan menurut prosedur ASTM dengan beberapa
modifikasi yang disesuaikan dengan keadaan di lapangan.
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 26
CONTOH TANAH TERGANGGU (DISTURBED SAMPLE)
Penyelidikan terhadap contoh tanah terganggu yang
diambil dari lubang uji meliputi:
1. Berat Jenis Tanah
2. Atterberg Limits (Consistency)
3. Gradasi Butiran.
4. Percobaan pemadatan (Compaction test)
5. Uji konsolidasi (Consolidation test)
6. Uji gaya geser langsung ( Direct shear test ).
7. Uji CBR Laboratorium
2.7. KONSEP PEMILIHAN STRUKTUR
Desain struktur harus memperhatikan beberapa aspek, diantaranya :
1. Aspek Struktural (kekuatan dan kekakuan struktur)
Aspek ini merupakan aspek yang harus dipenuhi karena
berhubungan dengan besarnya kekuatan dan kekakuan
struktur dalam menerima beban-beban yang bekerja, baik
beban vertikal maupun beban horizontal.
2. Aspek arsitektural dan ruang
Aspek ini berkaitan dengan denah dan bentuk gedung
yang diharapkan memiliki nilai estetika dan fungsi ruang
yang optimal yang nantinya berkaitan dengan dimensi dari
elemen struktur.
3. Aspek pelaksanaan dan biaya
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 27
Meliputi jumlah pembiayaan yang diperlukan agar dalam
proses pelaksanaannya perencana dapat memberikan
alternatif rencana yang relatif murah dan memenuhi aspek
mekanika, arsitektural, dan fungsionalnya.
4. Aspek perawatan gedung
Aspek berhubungan dengan kemampuan owner untuk
mempertahankan gedung dari kerusakan yang terjadi.
Dalam pemilihan struktur bawah harus
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Keadaan tanah pondasi
Keadaan tanah ini berhubungan dengan pemilihan tipe
pondasi yang sesuai, yaitu jenis tanah, daya dukung tanah,
kedalaman lapisan tanah keras
2. Batasan akibat struktur di atasnya
Keadaan struktur sangat mempengaruhi pemilihan jenis
pondasi, yaitu kondisi beban dari struktur diatasnya (besar
beban, arah beban, penyebaran beban).
3. Keadaan lingkungan disekitarnya
Meliputi: lokasi proyek, dimana pekerjaan pondasi tidak
boleh mengganggu atau membahayakan bangunan dan
lingkungan di sekitarnya.
4. Biaya dan waktu pelaksanaan pekerjaan
Pekerjaan pondasi harus mempertimbangkan biaya dan
waktu pelaksanaannya sehingga proyek dapat dilaksanakan
dengan ekonomis dan memenuhi faktor keamanan.
Pelaksanaan juga harus memenuhi waktu yang relatif singkat
agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan efektif dan
efisien.
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 28
1.5.1 KRITERIA DASAR PERANCANGAN
Beberapa kriteria dasar yang perlu diperhatikan antara lain:
1. Material struktur
Material struktur dapat dibagi menjadi empat (4)
golongan yaitu:
1.6.1 Struktur kayu
Struktur kayu merupakan struktur dengan ketahanan
yang cukup, kelemahan dari material ini adalah tidak
tahan terhadap api, dan adanya bahaya pelapukan. Oleh
karena itu material ini hanya digunakan pada bangunan
tingkat rendah.
1.6.2 Struktur baja
Struktur baja sangat tepat digunakan pada bangunan
bertingkat tinggi karena material baja mempunyai
kekuatan serta tingkat daktilitas yang tinggi bila
dibandingkan dengan material-material struktur yang
lain
1.6.2 Struktur beton
Struktur beton banyak digunakan pada bangunan tingkat
menengah sampai dengan bangunan tingkat tinggi. Struktur ini
paling banyak digunakan bila dibandingkan dengan struktur
lainnya karena struktur ini lebih monolit dan mempunyai umur
rencana yang cukup panjang.
1.6.3 Struktur komposit
Struktur ini merupakan gabungan dari dua jenis material atau
lebih. Pada umumnya yang sering digunakan adalah kombinasi
antara baja struktural dengan beton bertulang. Kombinasi
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 29
tersebut menjadikan struktur komposit memiliki perilaku struktur
antara struktur baja dan struktur beton bertulang. Struktur
komposit digunakan untuk bangunan tingkat menengah sampai
dengan bangunan tingkat tinggi.
Setiap jenis material mempunyai karakteristik tersendiri
sehingga suatu jenis bahan bangunan tidak dapat digunakan untuk
semua jenis bangunan.
Spesifikasi material yang digunakan dalam perencanaan
struktur gedung ini adalah sebagai berikut:
Beton f’c = 30 Mpa
Baja
• Tulangan Utama fy = 400 Mpa
• Tulangan Geser fy = 400 Mpa
2. Konfigurasi struktur bangunan - Konfigurasi horisontal
Denah bangunan diusahakan memiliki bentuk yang sederhana,
kompak, dan simetris tanpa mengesampingkan unsur estetika. Hal
tersebut bertujuan agar struktur mempunyai titik pusat kekakuan
yang sama dengan titik pusat massa bangunan atau memiliki
eksentrisitas yang tidak terlalu besar sehingga tidak terjadi torsi.
Struktur dengan bagian-bagian yang menonjol dan tidak simetris
perlu adanya dilatasi
gempa (seismic joint) untuk memisahkan bagian struktur yang
menonjol dengan struktur utamanya. Dilatasi tersebut harus
memberikan ruang yang cukup agar bagian-bagian struktur yang
dipisahkan tidak saling berbenturan saat terjadi gempa.
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 30
Gedung yang mempunyai denah sangat panjang sebaiknya
dipisahkan menjadi beberapa bagian menggunakan seismic joint
karena kemampuan untuk menahan gaya akibat gerakan tanah
sepanjang gedung relatif lebih kecil. - Konfigurasi vertikal
Konfigurasi struktur pada arah vertikal perlu dihindari adanya
perubahan bentuk struktur yang tidak menerus. Hal ini
dikarenakan apabila terjadi gempa maka akan terjadi pula getaran
yang besar pada daerah tertentu dari struktur. Gedung yang relatif
langsing akan mempunyai kemampuan yang lebih kecil dalam
memikul momen guling akibat gempa. - Konfigurasi rangka struktur
Ada dua macam yaitu: rangka penahan momen yang terdiri dari
konstruksi beton bertulang berupa balok dan kolom, dan rangka
dengan difragma vertikal, adalah rangka yang digunakan bila
rangka struktural tidak mencukupi untuk mendukung beban
horizontal (gempa) yang bekerja pada struktur. Dapat berupa
dinding geser (shear wall ) yang dapat juga berfungsi sebagai core
walls. - Konfigurasi keruntuhan sruktur
Perencanaan struktur di daerah gempa terlebih dahulu harus
ditentukan elemen kritisnya. Mekanisme tersebut diusahakan agar
sendi-sendi plastis terbentuk pada balok terlebih dahulu dan
bukannya pada kolom. Hal ini dimaksudkan karena adanya bahaya
ketidakstabilan akibat perpindahan balok jauh lebih kecil
dibandingkan dengan kolom, selain itu kolom juga lebih sulit untuk
diperbaiki daripada balok sehingga harus dilindungi dengan tingkat
keamanan yang lebih tinggi. Oleh sebab itu konsep yang diterapkan
adalah kolom harus lebih kuat
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 31
daripada balok (strong coloum weak beam).Oleh karena
perencanaan ini berada dalam zona gempa sedang maka
prinsip yang digunakan adalah disain biasa.
2.3 PERENCANAAN STRUKTUR ATAS
Struktur atas adalah bangunan gedung yang secara visual
berada di atas tanah yang terdiri dari atap, pelat, tangga, lift,
balok anak dan struktur portal utama yaitu kesatuan antara
balok, kolom dan shear wall.Perencanaan struktur portal utama
direncanakan dengan menggunakan prinsip strong columm
weak beam, dimana sendi-sendi plastis diusahakan terletak
pada balok.
1.6.3 Metode Analisis Struktur 2.3.1.1 Tinjauan terhadap beban lateral (gempa)
Kestabilan lateral dalam desain struktur merupakan
faktor yang sangat penting, karena gaya lateral tersebut akan
mempengaruhi elemen-elemen vertikal dan horisontal dari
struktur.
Beban lateral yang sangat berpengaruh adalah beban
gempa dimana efek dinamisnya menjadikan analisisnya lebih
komplek. Pada dasarnya ada dua buah metode analisis yang
digunakan untuk menghitung pengaruh beban gempa pada
struktur yaitu:
1. Metode analisa statik
Analisa statik merupakan analisa sederhana untuk
menentukan pengaruh gempa yang hanya digunakan pada
bangunan sederhana dan simetris, penyebaran kekakuan
massa merata, dan tinggi struktur kurang dari 40 meter.
Analisa statik pada prinsipnya adalah menggantikan
beban gempa dengan gaya-gaya statik ekivalen yang
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 32
bertujuan menyederhanakan dan memudahkan
perhitungan. Metode ini disebut juga Metode Gaya Lateral
Ekivalen (Equivalent Lateral Force
Method), yang mengasumsikan besarnya gaya gempa berdasarkan
hasil perkalian suatu konstanta / massa dari elemen tersebut.
Besarnya beban geser dasar nominal statik ekivalen V yang
terjadi di tingkat dasar menurut Tata Cara Perencanaan Ketahanan
Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI 02-1726-2003 pasal 6.1.2) dapat
dihitung menurut persamaan:
V = C.I.Wt (2.1)
R
Dimana : V = Beban gempa dasar nominal Wt = Berat total struktur sebagai jumlah dari beban-beban berikut ini:
2.1 Beban mati total dari struktur bangunan gedung;
2.2 Bila digunakan dinding partisi pada perencanaan lantai maka
harus diperhitungkan tambahan beban sebesar 0.5 kPa;
2.3 Pada gudang-gudang dan tempat-tempat penyimpanan
barang maka sekurang-kurangnya 25% dari beban hidup
rencana harus diperhitungkan;
2.4 Beban tetap total dari seluruh peralatan dalam struktur
bangunan gedung harus diperhitungkan.. C = Faktor spektrum respon gempa yang didapat dari spektrum
respon gempa rencana menurut grafik C-T (Gambar 2.1)
I = Faktor keutamaaan struktur (Tabel 2.1) R = Faktor reduksi gempa (Tabel 2.2)
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 33
Tabel 2.1 Faktor keutamaan struktur (I)
Jenis Struktur bangunan gedung I
Gedung umum seperti untuk penghunian, perniagaa n dan
perkant ora n 1
Monumen dan bangunan monumental 1
Gedung penting pasca gempa sperti rumah sakit, instalasi air bersih, 1,5 pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dalam keadaan
darurat, fasilitas radio dan televisi
Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas, produk 1,5 minyak bumi, asam, bahan beracun
Cerobong, tangki di atas menara 1,25
Tabel 2.2 Faktor daktilitas ( µ ) dan faktor reduksi (R)
Sistem dan subsiste m Uraian sistem pemikul beban gempa µm Rm f
struktur bangunan gedung
1.Sistem dinding penumpu 1. dinding geser beton bertulang 2.7 4.5 2.8 (Sistem struktur yang tidak
2. Dinding penumpu dengan rangka baja ringan 1.8 2.8 2.2 memiliki rangka ruang
dan bresing tarik
pemikul beban gravitasi
secara lengkap.
Dinding
3. Rangka bresing dimana bres ingnya memikul
penumpu atau system beban gravitasi
bresing memikul hamper
a. Baja 2.8 4.4 2.2 semua beban gravitasi.
Beban
lateral
dipikul
b. Beton bertulang (tidak untuk wi layah 5 1.8 2.8 2.2 dinding geser atau rangka dan 6)
bresing).
2. Sistem rangka gedung 1. Rangka bresding eksentrisitas baja (RBE) 4.3 7.0 2.8
(Sistem struktur yang pada
dasarnya memiliki rangka 2. Dinding geser beton bertulang 3.3 5.5 2.8 ruang
pemikul
beban
3. Rangka bresing biasa
gravitasi secara lengkap.
a. Baja 3.6 5.6 2.2 Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka b. Beton bertulang (tidak untuk wilayah 5 3.6 5.6 2.2 bresing)
dan 6)
4. Rangka bresing konsentrik khusus
a. Baja 4.1 6.4 2.2
5. Dinding geser beton bertulang berangkai 4.0 6.5 2.8 daktail
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 34
6. Dinding geser beton bertulang kantilever 3.6 6.0 2.8 daktail penuh
7. Dinding geser beton bertulang kantilever 3.3 5.5 2.8 daktail parsial
3. Sistem rangka pemikul 1. rangka pemikul momen khusus (SRPMK)
momen (Sistem struktur a. Baja 5.2 8.5 2.8 yang pada dasarnya
memiliki rangka ruang b. Beton bertulang 5.2 8.5 2.8 pemikul beban gravitasi
2. Rangka pemikul momen menengah beton
secara lengkap.
Beban
(SRPMM) (tidak untuk wilayah 5 dan 6)
lateral dipikul rangka 3.3 5.5 2.8
pemikul momen tetrutama
3. rangka pemikul momen biasa (SRPMB)
melalui mekanisme lentur)
a. Baja 2.7 4.5 2.8
b. Beton bertulang 2.1 3.5 2.8
4. Rangka batang baja pemikul momen khusus 4.0 6.5 2.8 (SRBPMK)
4. Sistem ganda (Terdiri dari : 1. Dinding geser
1) rangka ruang yang a. Beton bertulang dengan SRBPMK beton 5.2 8.5 2.8
memikul seluruh
beban
bertulang
gravitasi:
2.6 4.2 2.8
b. Beton bertulang dengan SRPMB baja 2) pemikul beban lateral 4.0 6.5 2.8
berupa dinding geser atau c. Beton bertulang dengan SRPMM beton rangka bresing dengan bertulang rangka pemikul momen.
2. RBE baja
Rangka pemikul momen
harus direncanakan secara a. Dengan SRPMK baja 5.2 8.5 2.8 terpisah mampu memikul
b. Dengan SRPMB baja 2.6 4.2 2.8 sekurang-kurangnya 25 %
dari seluruh beban lateral:
3. Rangka bres ing biasa
3)kedua system harus a. Baja dengan SRPMK baja 4.0 6.5 2.8 direncanakan untuk
memikul secara bersama- b. Baja dengan SRPMB baja 2.6 4.2 2.8
sama seluruh beban lateral
c. Beton bertulang dengan SRPMK beton
dengan memperhatikan
interaksi/sistem ganda) bertulang (tidak untuk wilayah 5 dan 6) 4.0 6.5 2.8
d. Beton bertulang dengan SRPMM beton
bertulang (tidak untuk wilayah 5 dan 6) 2.6 4.2 2.8
4. Rangka bresing konsentrik khusus
a. Baja dengan SRPMK baja 4.6 7.5 2.8
b. Baja dengan SRPMB baja 2.6 4.2 2.8
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 35
5. Sistem struktur bangunan Sistem struktur kolom kantilever 1.4 2.2 2
gedung kolom kantilever:
(Sistem struktur yang
memanfaatkan kolom kantilever untuk memikul
beban lateral)
6. Sistem interaksi dinding Beton bertulang menengah 3.4 5.5 2.8 geser dengan rangka
(tidak untuk wilayah 3,4,5,dan 6)
7. Subsistem tunggal 1. Rangka terbuka baja 5.2 8.5 2.8
(Subsistem struktur bidang
2. Rangka terbuka beton bertulang 5.2 8.5 2.8 yang membentuk bangunan
gedung secara keseluruhan)
3. Rangka terbuka beton bertulang dengan balok 3.3 5.5 2.8 beton pratekan (bergantung pada indeks baja
total)
4. Dinding geser beton bertulang berangkai 4.0 6.5 2.8 daktail penuh
5. Dinding geser beton bertulang kantilever 3.3 5.5 2.8 daktail parsial
Untuk menentukan harga C harus diketahui
terlebih dahulu jenis tanah tempat struktur tersebut
berdiri. SNI 03-1726-2003 membagi jenis tanah ke
dalam tiga jenis tanah yaitu tanah keras, tanah sedang
dan tanah lunak. Dalam tabel 2.3 jenis tanah
ditentukan berdasarkan kecepatan rambat
gelombang geser (vs), nilai hasil tes penetrasi standar
(N), dan kuat geser niralir (Sn). Untuk menentukan
kuat geser niralir dapat digunakan rumus tegangan
dasar tanah sebagai berikut :
Si = c + Σ σi . tan ∅ ( 2.2 )
σi = γi . ti
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 36
Dimana :
Si = Tegangan geser tanah
1. = Nilai kohesi tanah pada lapisan paling dasar
lapisan yang ditinjau
σI = Tegangan normal masing-masing lapisan tanah
γI = Berat jenis masing-masing lapisan tanah
ti = Tebal masing-masing lapisan tanah
∅ = Sudut geser pada lapisan paling dasar lapisan yang ditinjau
Dari persamaan diatas, untuk nilai γ, h, c yang berbeda
(tergantung dari kedalaman tanah yang ditinjau) akan didapatkan kekuatan geser rerata ( Sn ) dengan persamaan berikut: m
∑ti
i
Sn =
m
∑(ti / Si ) i
m
vs =
∑ti
i m
∑(ti / vi ) i
m
N = ∑ti
m
i
∑(ti / Ni ) i
( 2.3 ) ( 2.4 ) ( 2.5 )
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 37
dimana:
ti = tebal lapisan tanah ke-i
vsi =
kecepatan rambat gelombang geser melalui lapisan tanah ke-
i
Ni = nilai hasil tes penetrasi standar lapisan tanah ke-i
Sni = kuat geser niralir lapisan tanah ke-I yang harus memenuhi
ketentuan bahwa Sni ≤ 250 kPa
m = jumlah lapisan tanah yang ada di atas tanah dasar.
Tabel 2. 3 Definisi jenis tanah
Jenis tanah Kecepatan rambat Nilai hasil test Kuat geser
gelombang geser penetrasi standar niralir rerata Sn
rerata, vs (m/det) rerata N (kPa)
Tanah Keras vs ≥ 350 N ≥ 50 Sn ≥ 100
Tanah sedang 175 ≤ vs < 350 15 ≤ N < 50 50 ≤ Sn < 100
Tanah Lunak vs < 175 N < 15 Sn < 50
Atau semua jenis tanah lempung lunak dengan tebal total
lebih dari 3 meter dengan PI > 20, wn ≥ 40% dan Su < 25 kPa
Tanah Khusus Diperluka n evaluasi khusus di setiap lokasi
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 38
Spektrum respon nominal gempa rencana untuk struktur
dengan daktilitas penuh pada beberapa jenis tanah dasar,
diperlihatkan pada gambar di bawah ini:
Wilayah Gempa 1 Wilayah Gempa 2
0.20 C= 0.09/T (Tanah Lunak)
0.58
C= 0.09/T (Tanah Lunak)
C= 0.06/T (Tanah Sedang) C= 0.06/T (Tanah Sedang)
C= 0.04/T (Tanah Keras)
0.58 C= 0.04/T (Tanah Keras)
0.10 0.58
0.08 0.58
0.58 0.04 0.58 0.03
0.2 0.45 0.6 2.0 3.0 0.2 0.5 0.6 2.0 3.0 0.5 0.57
0.75 Wilayah Gempa 3 0.85
Wilayah Gempa 4
C= 0.50/T (Tanah Lunak)
0.70
C= 0.64/T (Tanah Lunak)
0.55 0.60
C= 0.42/T (Tanah Sedang)
C= 0.33/T (Tanah Sedang)
0.45
C= 0.23/T (Tanah Keras) C= 0.30/T (Tanah Keras)
0.30 0.34 0.22
0.28 0.24
0.18
0.67
0.2 0.5 0.6 0.75 2.0 3.0
0.6
0.90
Wilayah Gempa 5 0.90
Wilayah Gempa 6
0.83 C= 0.76/T (Tanah Lunak)
0.83
C= 0.84/T (Tanah Lunak) 0.73 C= 0.50/T (Tanah Sedang)
C= 0.54/T (Tanah Sedang)
C= 0.36/T (Tanah Keras)
C= 0.42/T (Tanah Keras)
0.36 0.36 0.33 0.33
0.29
0.2 0.5 0.6 0.84 2.0 3.0 0.2 0.5 0.6 0.93 2.0 3.0
Gambar 2. 1 Spektrum Respon Gempa SNI 03-1726-2003
Beban geser dasar nominal V menurut persamaan 2.1 harus
dibagikan sepanjang tinggi struktur bangunan gedung menjadi beban-
beban gempa nominal statik ekivalen Fi yang menangkap pada pusat
massa lantai tingkat ke-i menurut persamaan:
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 39
Fi = Wi .zi
V
(2.6) n
∑(Wi .zi ) i=1
dimana:
Wi = berat lantai tingkat ke-i
zi = ketinggian lantai tingkat ke-i
n = nomor lantai tingkat paling atas
Apabila rasio antara tinggi struktur bangunan gedung dan ukuran denahnya
dalam arah pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka 0,1V harus
dianggap beban horizontal terpusat yang bekerja pada pusat massa lantai tingkat
paling atas, sedangkan 0.9V sisanya harus dibagikan sepanjang tingkat struktur
bangunan gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekivalen menurut
persamaan 2.6.
Waktu getar alami fundamental struktur bangunan gedung beraturan dalm
arah masing-masing sumbu utama dapat ditentukan dengan rumus Rayleigh
sebagai berikut:
n
T = 6.3 ∑W
i .di 2
(2.7) i=1 1 n
g∑ Fi .di i=1
dimana:
di = simpangan horizontal lantai tingkat ke-i akibat beban Fi (mm)
g = percepatan gravitasi sebesar 9,81 mm/detik2
Apabila waktu getar alami fundamental T1 struktur bangunan gedung
untuk penentuan faktor Respon Gempa C1 ditentukan dengan rumus-rumus
empiris atau didapat dari analisis vibrasi bebas tiga
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 40
dimensi, nilainya tidak boleh menyimpang lebih dari 20% dari nilai yang
dihitung menurut persamaan 2.7.
2. Metode analisa dinamik
Analisa dinamik pada perencanaan gedung tahan gempa diperlukan
untuk evaluasi yang lebih akurat dari gaya-gaya gempa yang bekerja pada
struktur serta untuk mengetahui perilaku dari struktur akibat pengaruh
gempa yang sifatnya berulang. Analisa dinamik perlu dilakukan pada struktur
bangunan tidak beraturan dengan karakteristik sebagai berikut:
4. Gedung dengan konfigurasi struktur yang tidak beraturan
5. Gedung dengan loncatan bidang muka yang besar
6. Gedung dengan kekakuan tingkat yang tidak merata
7. Gedung yang tinngginya lebih dari 40 meter
Daktilitas struktur bangunan gedung tidak beraturan harus ditentukan
yang representative mewakili daktilitas struktur 3D. Tingkat daktilitas
tersebut dapat dinyatakan dalam faktor reduksi gempa R representative,
yang nilainya dapat dihitung sebagai nilai rerata berbobot dari faktor reduksi
gempa untuk 2 arah sumbu koordinat ortogonal dengan gaya geser dasar
yang dipikul oleh struktur bangunan gedung dalam masing-masing arah
tersebut sebagai besaran pembobotnya menurut persamaan:
Vx + Vy
R =
Vx / Rx + Vy / Ry (2.8)
dimana Rx dan Vx adalah faktor reduksi gempa dan gaya geser dasar untuk
pembebanan gempa dalam arah sumbu-x, sedangkan Ry dan Vy faktor
reduksi gempa dan gaya geser dasar untuk pembebanan gempa dalam arah
sumbu-y. Metoda ini hanya dipakai apabila rasio antara nilai -nilai faktor
reduksi gempa untuk reduksi dua arah pembebanan gempa tersebut tidak
lebih dari 1,5.
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 41
Nilai akhir respon dinamik struktur bangunan gedung terhadap
pembebanan gempa nominal dalam suatu arah tertentu, tidak boleh
diambil kurang dari 80% nilai respon gempa yang pertama. Bila respon
dinamik struktur bangunan gedung dinyatakan dalam gaya geser
dasar nominal Vt maka persyaratan tersebut dapat dinyatakan
menurut persamaan:
Vt ≥ 0.8V1 (2.9)
dimana V1 adalah gaya geser dasar nominal sebagai respons ragam yang
pertama terhadap pengaruh Gempa Rencana menurut persamaan:
V = C1.I.Wt (2.10)
1 R
dengan C1 adalah nilai Faktor Respon Gempa yang di dapat dari
spektrum Respons Gempa Rencana (gambar 2.1) untuk waktu getar
alami pertama T1.
Perhitungan respon dinamik struktur bangunan gedung tidak
beraturan terhadap pembebanan Gempa Nominal, dapat dilakukan
dengan metoda analisis ragam spektrum respon dengan memakai
diagram spektrum respon gempa rencana berdasar wilayah gempa
dengan periode ulang 500 tahun pada Gambar 2.1. Dalam hal ini,
jumlah ragam vibrasi yang ditinjau dalam penjumlahan respon ragam
menurut metode ini harus sedemikian rupa, sehingga partisipasi
massa ragam efektif dalam menghasilkan respon total harus
mencapai sekurang-kurangnya 90%.
2.3.1.2 Pemilihan Metode Analisis
Pemilihan metoda analisis untuk perencanaan struktur gedung
tahan gempa, ditentukan berdasarkan konfigurasi struktur dan fungsi
bangunan yang berkaitan dengan tanah dasar dan wilayah kegempaan.
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 42
1 Perancangan struktur bangunan yang kecil dan tidak
bertingkat serta elemen-elemen non struktural, tidak
diperlukan adanya analisa terhadap pengaruh beban
gempa.
2 Perancangan beban gempa untuk bangunan yang
berukuran sedang dapat menggunakan analisa beban
statik ekivalen. Hal ini disarankan untuk memeriksa gaya-
gaya gempa yang bekerja pada struktur dengan
menggunakan desain yang sesuai dengan kondisi struktur.
3 Perancangan struktur bangunan yang besar dan penting
dengan distribusi kekakuan dan massa yang tidak merata
ke arah vertikal dengan menggunakan analisa dinamik.
4 Perancangan struktur bangunan yang besar dan penting,
konfigurasi struktur sangat tidak beraturan dengan tinggi
lebih dari
40 meter, analisa dinamik dan inelastik diperlukan untuk
memastikan bahwa struktur tersebut aman terhadap gaya
gempa. Berdasarkan ketentuan diatas, maka perencanaan
struktur gedung
dalam tugas akhir ini menggunakan metode analisa dinamik. 2.2.2 Perencanaan Pelat
Pelat adalah struktur planar kaku yang terbuat dari
material monolit dengan tinggi yang kecil dibandingkan dengan
dimensi-dimensi lainnya. Untuk merencanakan pelat beton
bertulang perlu mempertimbangkan faktor pembebanan dan
ukuran serta syarat-syarat dari peraturan yang ada. Pada
perencanaan ini digunakan tumpuan jepit penuh untuk mencegah
pelat berotasi dan relatif sangat kaku terhadap momen puntir dan
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 43
juga di dalam pelaksanaan, pelat akan di cor bersamaan dengan
balok.
Pelat merupakan panel-panel beton bertulang yang mungkin
bertulangan dua atau satu arah saja tergantung sistem strukturnya.
Apabila pada struktur pelat perbandingan bentang panjang terhadap
lebar kurang dari 3, maka akan mengalami lendutan pada kedua arah
sumbu. Beban
pelat dipikul pada kedua arah oleh balok pendukung sekeliling panel
pelat, dengan demikian pelat akan melentur pada kedua arah. Dengan
sendirinya pula penulangan untuk pelat tersebut harus menyesuaikan.
Apabila panjang pelat sama dengan lebarnya, perilaku keempat balok
keliling dalam menopang pelat akan sama. Sedangkan bila panjang tidak
sama dengan lebar, balok yang lebih panjang akan memikul beban lebi h
besar dari balok yang pendek (penulangan satu arah).\ Dimensi bidang pelat dapat dilihat pada gambar dibawah ini: Gambar 2.2 Dimensi bidang pelat
Langkah-langkah perencanaan penulangan pelat adalah sebagai berikut : 2.2.3 Menentukan syarat-syarat batas, tumpuan dan panjang bentang. 2.2.4 Menentukan tebal pelat.
Berdasarkan SKSNI T-15-1991-03 maka tebal pelat ditentukan
berdasarkan ketentuan sebagai berikut :
ln(0.8 + f y )
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 44
h min = 1500
(2.11)
36 + 9β
hmak = ln(0.8 +
f y
1500 ) (2.12)
36
hmin pada pelat lantai ditetapkan sebesar 12 cm, sedang hmin pada
pelat atap ditetapkan sebesar 10 cm.
3. Menghitung beban yang bekerja pada pelat, berupa beban mati dan
beban hidup terfaktor.
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 45
4. Menghitung momen-momen yang menentukan.
Berdasarkan Buku CUR 1, pada pelat yang menahan dua arah dengan
terjepit pada keempat sisinya bekerja empat macam momen yaitu :
a. Momen lapangan arah x (Mlx) = koef x Wu x lx2 (2.13)
b. Momen lapangan arah y (Mly) = koef x Wu x lx2 (2.14)
c. Momen tumpuan arah x (Mtx) = koef x Wu x lx2 (2.15)
d. Momen tumpuan arah y (Mty) = koef x Wu x lx2 (2.16)
2.2.4 Mencari tulangan pelat
Berdasarkan Buku CUR 1, langkah-langkah perhitungan tulangan pada
pelat adalah sebagai berikut :
2.2.4.1 Menetapkan tebal penutup beton menurut Buku Grafik
dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang.
2.2.4.2 Menetapkan diameter tulangan utama yang
direncanakan dalam arah x dan arah y.
2.2.4.3 Mencari tinggi efektif dalam arah x dan arah y.
d. Membagi Mu dengan b x d 2 Mu
2 b × d
dimana b = lebar pelat per meter
panjang d = tinggi efektif e. Mencari rasio penulangan (ρ) dengan persamaan :
Mu fy
= ρ ×φ × fy 1 − 0,588 × ρ ×
2
b × d
f 'c
f. Memeriksa syarat rasio penulangan (ρmin < ρ < ρmak)
ρ min = 1
fy,4
ρ mak
= β × 450 × 0,85 × f ' c
600 + fy
fy (1) Mencari luas tulangan yang dibutuhkan
(As = ρ × b × d ×106 )
(2.17) (2.18)
(2.19) (2.20)
(2.21)
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 46
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 47
2.2 Perencanaan Balok 2.3.3.1 Perencanaan Lentur Murni
b εc=0.003
h d
c a=β.c Cc = 0.85xf'cxaxb
z = d-a/2
As εs fs = fy Ts = Asxfy
penampang regangan tegangan gaya
beton
Gambar 2.3 Tegangan, regangan dan gaya yang terjadi pada
perencanaan lentur murni beton bertulang
Dari gambar didapat:
Cc = 0,85.fc’.a.b (Vis dan Kusuma,1997) (2.22)
Ts = As.fy (Vis dan Kusuma,1997) (2.23)
Sehingga:
0,85.fc’.a.b = As.fy (2.24)
dimana
a = β.c (Vis dan Kusuma,1997) (2.25)
As = ρ.b.d (Vis dan Kusuma,1997) (2.26)
dan menurut Ir. Udiyanto (2000) untuk:
fc’ ≤ 30 Mpa , β = 0,85
fc’ > 30 Mpa , β = 0,85 – 0,008 (fc’ – 30) (2.27)
Pada Tugas Akhir ini digunakan fc’ = 25 Mpa, sehingga didapat:
0,85.fc’. β.c.b = As.fy
0,85.fc’. 0,85c.b = ρ.b.d.fy
0,7225.b.c.fc’ = ρ.b.d.fy
c =
ρ.b.d. fy
0,7225.b.c. fc'
c = 1,384ρ.
fy .d (2.28)
fc'
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 48
Besarnya momen yang mampu dipikul oleh penampang
adalah: Mu = Cc (d - 0,5a) atau Ts (d – 0,5a)
As.fy (d – 0,5.0,85c)
As.fy (d – 0.425c)
Berdasarkan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) Tata Cara
Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung 2002 pasal 11.3,
dalam suatu perencanaan diambil faktor reduksi kekuatan φ, dimana
besarnya φ untuk lentur tanpa beban aksial adalah sebesar 0,8; sehingga didapat:
Mu = φ.As.fy (d – 0,425c)
= 0,8.ρ.b.d.fy (d – 0,425c) (2.29)
Subtitusi harga c,
Mu
= 0,8.ρ.b.d.fy (d – 0,425.1,384 ρ . fy
.d )
fc'
Bentuk di atas dapat pula dituliskan sebagai berikut:
Mu fy = 0,8.ρ. fy 1 − 0,588.ρ
(2.30)
2
b.d
fc' dimana: Mu = momen yang dapat ditahan penampang (Nmm)
b = lebar penampang beton (mm) d = tinggi efektif beton (mm) = rasio luas tulangan terhadap luas efektif penampang beton
fy = mutu tulangan (Mpa)
fc’ = mutu beton (Mpa)
Dari rumus di atas, apabila momen yang bekerja dan luas penampang beton telah diketahui, maka besarnya rasio tulangan ρ dapat
diketahui untuk mencari besarnya kebutuhan luas tulangan.
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 49
∆ Persentase Tulangan Minimum, Balance dan Maksimum
Rasio tulangan minimum (ρmin)
Rasio tulangan minimum ditetapkan sebesar 1fy
.4 ( Vis dan
Kusuma, 1993)
Rasio tulangan balance (ρb)
Dari gambar regangan penampang balok (Gambar 2.4) didapat:
c
=
ε cu
=
0,003
(2.31)
d ε
cu +
ε
y 0,003 + fy Es Berdasarkan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI)
Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung
2002 pasal 10.5(2) ditetapkan Es sebesar 2 x105 Mpa, sehingga
didapat
c = 600 (2.32)
600 + fy
d
Keadaan balance:
0,85.fc’. β.c.b = ρ.b.d.fy
ρ = 0,85. fc'.β.c.b
b.d. fy
ρ = 600 β
0,85.
fc' (2.33)
600 + fy
fy
Rasio tulangan maximum (ρmax)
Berdasarkan SKSNI T15-1991-03 pasal 3.3.3-3 besarnya ρmax
ditetapkan sebesar 0,75ρb.
ω Perhitungan Tulangan Ganda
Apabila ρ > ρmax maka terdapat dua alternatif (Vis dan
Kusuma, 1997):
Sesuaikanlah ukuran penampang balok
Bila tidak memungkinkan, maka dipasang tulangan rangkap
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 50
Dalam menghitung tulangan rangkap, total momen lentur
yang dilawan akan dipisahkan dalam dua bagian: Mu1 + Mu2
Dengan:
Mu1 = momen lentur yang dapat dilawan oleh ρmax dan berkaitan
dengan lengan momen dalam z. Jumlah tulangan tarik
yang sesuai adalah As1 = ρmax.b.d
Mu2 = momen sisa yang pada dasarnya harus ditahan baik oleh
tulangan tarik maupun tekan yang sama banyaknya.
Lengan momen dalam yang berhubungan dengan ini
sama dengan (d – d’).
As'
As
Jumlah tulangan tarik tambahan As2 sama dengan jumlah
tulangan tekan As’, yaitu:
As2 = As' = Mu − Mu1
(2.34) φ. fy.(d − d ')
2.3.3.3 Perhitungan Geser dan Torsi
Berdasarkan Rancangan Standar Nasional Indonesia Tata Cara
Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung Tahun 2002
pasal 13.3 ditentukan besarnya kekuatan gaya nominal sumbangan
beton adalah:
V = 1
f c
'b w
.d c 6 (2.35)
atau besarnya tegangan yang dipikul beton adalah:
v = 1
f c
' c
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 51
6 (2.36)
Untuk penampang yang menerima beban aksial, besarnya
tegangan yang
mampu dipikul beton dapat dituliskan sebagai berikut:
v
+ P f 'c
(2.37) = 1 u 6
c 14A
g
Sedangkan besarnya tegangan geser yang harus dilawan sengkang
adalah: φvs = vu − φvc (2.38)
Besarnya tegangan geser yang harus dipikul sengkang dibatasi
sebesar:
φvs max = 2
f 'c (2.39) 3
Untuk besarnya gaya geser yang mampu dipikul oleh penampang
ditentukan dengan syarat sebagai berikut:
Vu ≤ φVn (2.40)
dimana:
Vu = gaya lintang pada penampang yang ditinjau.
Vn = kekuatan geser nominal yang dihitung secara Vn = Vc + Vs
Vc = kekuatan geser nominal sumbangan beton
Vs = kekuatan geser nominal sumbangan tulangan geser
vu = tegangan geser yang terjadi pada penampang
vc = tegangan geser nominal sumbangan beton
vs = tegangan geser nominal sumbangan tulangan geser
φ = faktor reduksi kekuatan = 0,75
b = lebar balok (mm)
d = tinggi efektif balok (mm)
f’c = kuat mutu beton (Mpa)
Berdasarkan persamaan 2.86, tulangan geser dibutuhkan apabila
vu > φvc . Besarnya tulangan geser yang dibutuhkan ditentukan dengan
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 52
rumus berikut:
Av =
(vu − φvc )b.s (Vis dan Kusuma, 1997) (2.41)
φf y
dimana:
Av = luas tulangan geser yang berpenampang ganda dalam mm2
s = jarak sengkang dalam mm
Rumus di atas juga dapat ditulis sebagai berikut:
Av = (vu − φvc )b.1000
(Vis dan Kusuma, 1997) (2.42) φf y
dimana Av adalah luas tulangan geser yang berpenampang ganda untuk
tiap meter panjang yang dinyatakan dalam mm2.
Namun apabila vu > 1
2 φvc harus ditentukan besarnya tulangan geser
minimum sebesar (RSNI Tata Cara Perhittungan Struktur Beton Untuk
Bangunan Gedung Tahun 2002): A = bws (2.43)
v 3 f y
dimana:
Av = luas tulangan geser yang berpenampang ganda dalam mm2
s = jarak sengkang dalam mm
Rumus ini juga dapat ditulis sebagai berikut:
A = bw1000 (Vis dan Kusuma, 1997) (2.44)
v 3 f y
dimana Av adalah luas tulangan geser yang berpenampang ganda untuk
tiap meter panjang yang dinyatakan dalam mm2.
Jarak sengkang dibatasi sebesar d/2, namun apabila φvs > 1 fc' jarak
3
sengkang maksimum harus dikurangi setengahnya.
Perhitungan tulangan torsi dapat diabaikan apabila memenuhi
syarat berikut:
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 53
Tu < φ fc' Acp
2 (2.45) 12 p
cp
Suatu penampang mampu menerima momen torsi apabila memenuhi
syarat:
2 Tu ph
2
Vu
< φvc + φ fc' (2.46) b w
.d + 1,7 A2 3 oh
Besarnya tulangan sengkang untuk menahan puntir ditentukan dengan
rumus sebagai berikut:
At = Tn s
(2.47) 2Ao f yv cotθ
dengan Tn = T
φu .
Sedangkan besarnya tulangan longitudinal yang harus dipasang
untuk menahan puntir dapat ditentukan dengan rumus sebagai
berikut:
A f
yv Al = t p
cot2 θ (2.48)
s
h
f yt
dimana:
Acp = luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm2
Ao = luas bruto yang dibatasi oleh lintasan aliran geser, mm2
Aoh = luas yang dibatasi oleh garis pusat tulangan sengkang torsi
terluar, mm2
At = luas satu kaki sengkang tertutup yang menahan puntir dalam
daerah sejarak s, mm2
Al = luas tulangan longitudinal yang memikul puntir, mm2
fyh = kuat leleh yang disyaratkan untuk tulangan geser, MPa
fyt = kuat leleh tulangan torsi lungitudinal, MPa
fyv = kuat leleh tulangan sengkang torsi, MPa
pcp = keliling luar penampang beton, mm
ph = keliling dari garis pusat tulangan sengkang torsi terluar, mm
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 54
= spasi tulangan geser atau puntir dalam arah paralel
dengan tulangan longitudinal, mm
4.1.1. Perencanaan Kolom
Perhitungan penampang beton yang mengalami beban
lentur dan aksial dapat dibandingkan dengan diagram interaksi
antara beban aksial dan momen (diagram interaksi P-M). Sesuai
dengan RSNI Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Gedung
tahun 2002 pasal 12.3(5) besarnya gaya aksial dibatasi sebagai
berikut:
Untuk kolom dengan spiral:
φPnmax = 0,85.φPo (2.49)
Untuk kolom dengan sengkang
φPnmax = 0,80.φPo (2.50)
dengan
Po = 0,85.fc’.(Ag – Ast) + fy.Ast (2.51) Untuk perhitungan, besarnya beban aksial dan momen ditentukan
sebagai berikut (Wahyudi dan Rahim, 1997):
Pn = Pu / φ (2.52)
Mx = (δbxMx2b + δsxMx2s) / φ (2.53)
My = (δbyMx2b + δsyMy2s) / φ (2.54)
Kapasitas kolom akibat lentur dua arah ( biaxial bending) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh
Boris Bresler berikut ini (Wahyudi dan Rahim, 1997): Untuk Pn > 0,1Pno
1 =
1 +
1 −
1 atau P P P P
u ux uy uo
1 =
1 +
1 −
1 (2.55) P P P P
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 55
n nx ny no
dimana:
Pux = Beban aksial arah sumbu x pada saat eksentrisitas tertentu
Puy = Beban aksial arah sumbu y pada saat eksentrisitas tertentu
Puo = Beban aksial maksimal
Sedangkan untuk Pn < 0,5Pno dapat digunakan rumus:
M ux +
M uy
≤ 1 atau M x M y
M nx +
M ny
≤ 1 (2.56) M
ox
M oy
Pengembangan dari persamaan di atas menghasilkan suatu bidang
runtuh tiga dimensi dimana bentuk umum tak berdimensi dari metode ini
adalah (Nawi, 1998):
M nx
α1
M ny
α 2
+ = 1 (2.57)
M
ox M
oy
Besarnya α1 dan α2 menurut Bresler dapat dianggap sebesar 1,5
untuk penampang bujur sangkar, sedangkan untuk penampang persegi
panjang nilai α bervariasi antara 1,5 dan 2,0 dengan harga rata-rata 1,75
(Wahyudi dan Rahim, 1997).
Dalam analisa kolom biaksial, dapat dilakukan konversi dari momen
biaksial yang terdiri dari momen dua sumbu menjadi momen satu sumbu.
Penentuan momen dan sumbu yang berpengaruh adalah sebagai berikut
(Nawy, 1998):
1. Untuk Mny/Mnx > b/h
My' = Mny + Mnx. b . 1 − β (2.58)
β
h
2. Untuk Mny/Mnx ≤ b/h
Mx' = Mnx + Mny. h . 1 − β (2.59)
β
b
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 56
Kolom dapat dinyatakan sebagai kolom pendek bila (RSNI Tata Cara
Perencanaan Struktur Beton untuk Gedung tahun 2002):
Untuk kolom tak bergoyang:
kλu < 34 − 12M1b
(2.60)
r M
2b
dengan M1b dan M2b adalah momen ujung berfaktor dari kolom, dengan
M1b < M2b. Bila faktor momen kolom = 0 atau Mu / Pu < emin, harga M2b
harus dihitung dengan eksentrisitas minimum,
emin = (15 + 0,03h) , dengan h dalam mm. (2.61) Untuk kolom tak
bergoyang:
kλu
< 22 (2.62) r
dimana:
kλu = panjang efektif kolom
r = radius girasi, diambil sebesar 0,3h atau 0,3b
Besarnya k didapat dari nomogram Jackson dan Moreland (Nawi,
1998) yang bergantung dari besarnya perbandingan kekakuan semua
batang tekan dengan semua batang lentur dalam bidang (ψ).
ψ = ∑
(EI / λ
u )
kolom
(2.63)
∑(EI / λn )balok Apabila tidak menggunakan nomogram, besarnya k dapat dihitung
dengan menggunakan ((Nawi, 1998) dan (Udiyanto, 2000)): Untuk kolom tak bergoyang:
k = 0,7 + 0,05(ψ A +ψ B ) ≤ 1,0 (2.64)
k = 0,85 + 0,05ψ min ≤ 1,0 (2.65)
Untuk kolom bergoyang:
k = 20
−ψ
A 1
+ψ
rata−rata ,untuk ψrata-rata < 2 (2.66)
20
k =
0,9 1
+ψ
rata−rata ,untuk ψrata-rata ≥ 2 (2.67)
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 57
Apabila kolom termasuk kolom langsing, maka Nawi (1998)
menyarankan menggunakan dua metode analisis stabilitas sebagai berikut:
4.1.2. Metode pembesaran momen (moment magnification method),
dimana desain kolom tersebut didasarkan atas momen yang
diperbesar:
Mc = δM2 = (δbM2b + δsM2s) (2.68)
δb =
Cm ≥ 1
(2.69)
1 − Pu / 0,75Pc
δ s =
1
≥ 1 (2.70) 1 − ∑ Pu / 0,75 ∑ Pc
dimana
δb = faktor pembesar untuk momen yang didominasi oleh beban
gravitasi M2b
δ s =
faktor pembesar terhadap momen ujung terbesar M2s
akibat
beban yang menyebabkan goyangan besar
Pc = beban tekuk Euler = π2 EI / (kλu)2
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 58
Pu = beban aksial pada kolom
Cm = 0,6 + 0,4 M1 ≥ 0,4 ,dimana M1 ≤ M2 (2.71) M 2
atau Cm diambil sama dengan 1,0 apabila kolom braced frame
dengan
beban transversal atau M2 < M2min
Untuk nilai EI dapat digunakan persamaan:
EI = (Ec I g / 5) + Es / I s
(2.72)
1 + βd
atau dapat disederhanakan menjadi:
EI =
0.4Ec I g
(2.73)
1 + β d
dimana
β d = momen beban mati rencana / momen total rencana ≤
1,0
Analisis orde kedua yang memperhitungkan efek defleksi.
Analisis ini harus digunakan apabila kλu/r > 100
Perencanaan Tangga
Struktur tangga digunakan untuk melayani aksesibilitas
antar lantai pada gedung yang mempunyai tingkat lebih dari satu.
Tangga merupakan komponen yang harus ada pada bangunan
berlantai banyak walaupun sudah ada peralatan transportasi
vertikal lainnya, karena tangga tidak memerlukan tenaga mesin.
2 m
2 m
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 59
3 m 1 m
Gambar 2. 4 Model struktur tangga
Adapun parameter yang perlu diperhatikan pada perencanaan
struktur tangga adalah sebagai berikut
:
- Tinggi antar lantai - Tinggi Optrede
- Tinggi Antrede - Lebar Bordes
- Jumlah anak tangga - Lebar anak tangga
- Kemiringan tangga - Tebal selimut bet on
- Tebal pelat beton - Tebal pelat tangga
a
o
Gambar 2. 5 Pendimensian struktur tangga Menurut Buku Diktat Konstruksi Bangunan Sipil karangan Ir. Supriyono o = tan α x a (2.74)
2 x o + a = 61~ 65 (2.75)
dimana : o = optrade (langkah naik)
a = antrede (langkah datar) Langkah-langkah perencanaan penulangan tangga : 4.1.5. Menghitung kombinasi beban Wu dari beban mati dan beban
hidup.
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 60
4.1.6. Menentukan tebal selimut beton, diameter tulangan rencana,
dan tinggi efektif arah x (dx) dan arah y (dy).
4.1.7. Dari perhitungan SAP 2000, didapatkan momen pada tumpuan
dan lapangan baik pada pelat tangga maupun pada bordes. 4.1.8. Menghitung penulangan pelat tangga dan bordes.
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 61
Berdasarkan Buku CUR 1, langkah-langkah perhitungan tulangan pada
pelat tangga adalah sebagai berikut : 1 Menetapkan tebal penutup beton menurut Buku Grafik dan Tabel
Perhitungan Beton Bertulang.
2 Menetapkan diameter tulangan utama yang direncanakan dalam arah
x dan arah y.
3 Mencari tinggi efektif dalam arah x dan arah y.
d. 2 Mu Membagi Mu dengan b x d
2 b × d
dimana b = lebar pelat per meter panjan g
d = tinggi efektif e. Mencari rasio penulangan (ρ) dengan persamaan :
Mu fy
= ρ ×φ × fy 1 − 0,588 × ρ ×
2
b × d
f 'c
f. Memeriksa syarat rasio penulangan (ρmin < ρ < ρmak)
ρ = 1,4 min fy
ρ mak
= β × 450 × 0,85 × f ' c
600 + fy
fy 7.2. Mencari luas tulangan yang dibutuhkan
(As = ρ × b × d ×106 )
(2.76) (2.78) (2.79)
(2.80)
(2.81)
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 62
Perencanaan Balok Perletakan Mesin dan Balok Pengatrol Mesin
Lift merupakan alat transportasi vertikal dalam gedung
dari satu tingkat ke tingkat lain. Perencanaan lift disesuaikan
dengan perkiraan jumlah lantai dan perkiraan jumlah pengguna
lift. Dalam perencanaan lift, metode perhitungan yang dilakukan
merupakan analisis terhadap konstruksi ruang tempat lift, balok
perletakkan mesin, dan balok pengatrol lift.
Ruang landasan diberi kelonggaran supaya pada saat lift mencapai
lantai paling bawah, lift tidak menumbuk dasar landasan, disamping
berfungsi pula menahan lift apabila terjadi kecelakaan. Langkah-langkah perencanaan balok perletakkan mesin dan balok
pengatrol mesin : Menghitung beban yang bekerja pada balok, berupa beban mati dan
beban hidup.
Menghitung momen dan gaya lintang yang bekerja pada balok
tersebut..
Menghitung penulangan balok. Tulangan utama
Berdasarkan Buku CUR 1, langkah-langkah perhitungan tulangan pada
pelat tangga adalah sebagai berikut :
Menetapkan tebal penutup beton menurut Buku Grafik dan Tabel
Perhitungan Beton Bertulang.
Menetapkan diameter tulangan utama yang direncanakan dalam
arah x dan arah y.
Mencari tinggi efektif dalam arah x dan arah y.
d. Membagi Mu dengan b x d 2 Mu
2 b × d
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 63
dimana b = lebar pelat per meter
panjang d = tinggi efektif e. Mencari rasio penulangan (ρ) dengan persamaan :
Mu fy
= ρ ×φ × fy 1 − 0,588× ρ ×
2
b × d
f 'c
f. Memeriksa syarat rasio penulangan (ρmin < ρ < ρmak)
ρ min
= 1,4
fy
ρ mak
= β × 450 × 0,85 × f ' c
600 + fy
fy Mencari luas tulangan yang dibutuhkan
(As = ρ × b × d ×106 )
(2.82)
(2.83) (2.84)
(2.85)
(2.86)
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 64
7.1 Tulangan geser
Berdasarkan Rancangan Standar Nasional Indonesia Tata Cara
Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung 2002, langkah-
langkah perhitungan tulangan geser pada balok adalah sebagai berikut :
a. Menghitung nilai kuat geser penampang atau gaya lintang yang
bekerja (Vu). (2.87)
b. Menghitung nilai kuat geser nominal yang disumbangkan oleh
beton (Vc = 1
× f ' c × b × d ) (2.134)
6
c. Memeriksa apakah diperlukan tulangan geser minimum
φ × Vc < Vu < φ × Vc (2.88)
2
dimana φ = faktor reduksi geser = 0,75 (RSNI 2002)
d. Memeriksa apakah diperlukan tulangan geser
Vu > φ × Vc (2.89)
Bila kondisi (2.47) terjadi, maka :
e. Mencari jarak tulangan geser (sengkang)
Syarat : s < d/2 (2.90)
f. Mencari luas tulangan geser minimum yang diperlukan (Avmin)
Avmin =
b × s
3× fy
dimana b = lebar balok (mm)
s = jarak tulangan geser (mm)
fy= tegangan leleh tulangan geser (Mpa)
Bila kondisi (2.48) terjadi, maka :
g. Mencari jarak tulangan geser (sengkang)
Syarat : s < d/2 (2.91)
h. Mencari kuat geser nominal tulangan geser (Vs)
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 65
Vu-Vc = Vs (2.92)
i. Mencari luas tulangan geser yang diperlukan (Av)
Av = Vs × s
(2.93) fy × d
dimana : Vs = kuat geser tulangan
geser (N) s = jarak
tulangan geser (mm)
fy = tegangan leleh tulangan geser (Mpa)
= jarak tulangan geser (mm)
7.2 Perencanaan Dinding, Pelat lantai, dan Pelat Atap Basement
Struktur basement pada perencanaan ini difungsikan
sebagai lahan parkir. Pada perencanaan ini struktur basement
yang direncanakan meliputi dinding dan pelat lantai. Beban –
beban yang diperhitungkan untuk perencanaan dinding basement
adalah beban dari tekanan tanah yang nantinya beban tersebut di
rubah menjadi beban merata pada dinding basement, untuk
perencanaan lantai basement beban yang diperhitungkan adalah
beban dari daya dukung tanah dibawah basement.
Untuk perhitungan momen pada dinding basement
dihitung dengan mengandaikan dinding basement sebagai balok
kantilever per meter panjang dengan beban segitiga berupa
tekanan total (tanah+air). Sedang momen untuk pelat lantai dan
pelat atap basement dicari dengan rumus mengacu pada Buku
CUR 1 seperti pada perencanaan pelat lantai
bangunan di atas, yaitu :
a. Momen lapangan arah x (Mlx) = koef x Wu x lx2 (2.94)
b. Momen lapangan arah y (Mly) = koef x Wu x lx2 (2.95)
c. Momen tumpuan arah x (Mtx) = koef x Wu x lx2 (2.96)
d. Momen tumpuan arah y (Mty) = koef x Wu x lx2 (2.97)
Untuk penulangan dinding dan pelat lantai, dan pelat
atap basement dapat mengikuti prosedur yang sama dengan
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 66
penulangan pelat lantai bangunan dan pelat tangga yang
mengacu pada rumus-rumus dalam Buku CUR 1, yaitu :
1. Menetapkan tebal penutup beton menurut Buku Grafik dan Tabel
Perhitungan Beton Bertulang. 2. Menetapkan diameter tulangan utama yang direncanakan dalam arah
x dan arah y.
3. Mencari tinggi efektif dalam arah x dan arah y.
d. 2 Mu Membagi Mu dengan b x d
2 b × d
dimana b = lebar pelat per meter
panjang d = tinggi efektif e. Mencari rasio penulangan (ρ) dengan persamaan :
Mu fy
= ρ ×φ × fy 1 − 0,588 × ρ ×
2
b × d
f 'c
f. Memeriksa syarat rasio penulangan (ρmin < ρ < ρmak)
ρ min = 1
fy,4
ρ = β × 450 × 0,85 × f ' c mak
600 + fy fy g. Mencari luas tulangan yang dibutuhkan
(As = ρ × b × d ×106 )
(2.98) (2.99) (2.100)
(2.101)
(2.102)
H=4,3 m
LANTAI BASEMENT
Tegangan tanah DL
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 67
Gambar 2. 6 Sketsa Pembebanan Pada Dinding dan Lantai Basement Perencanaan Struktur Bawah (Sub Structure)
Dalam merencanakan suatu struktur bawah dari
konstruksi bangunan dapat digunakan beberapa macam tipe
pondasi, pemilihan tipe pondasi didasarkan pada hal -hal
sebagai berikut : (Sardjono, 1984)
Fungsi bangunan atas
Besarnya beban dan berat dari bangunan atas
Keadaan tanah dimana bangunan tersebut akan didirikan
Jumlah biaya yang dikeluarkan
Tipe pondasi yang sering digunakan dalam struktur
bangunan antara lain pondasi telapak, dan pondasi kaison bor
(sumuran).
Berdasarkan data tanah diketahui bahwa tanah keras
terdapat pada kedalaman 6 - 7 m. Dalam perencanaan gedung
hotel ini digunakan dua jenis tipe pondasi, yaitu pondasi
kaison bor (sumuran).
A. Pondasi Kaison Bor (sumuran)
Penentuan daya dukung pondasi kaison ditinjau
melalui dua cara, yaitu berdasarkan kekuatan bahan dan
berdasarkan hasil sondir. Kekuatan bahan dihitung dengan
menggunakan rumus : (PBI 1971)
σb = 0,33 x f’c (2.103)
Psumur a n = σb x Ab (2.104)
dimana :
Psumuran = kekuatan pikul tiang yang diijinkan (kg)
f’c = mutu beton yang digunakan (Mpa)
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 68
σb = tegangan tekan tiang yang diijinkan (kg/cm2)
Ab = luas penampang kaison (cm2)
Sedang perhitungan daya dukung menggunakan hasil
sondir adalah sebagai berikut :
Rumus Terzaghi : (Hardiyatmo, 2003)
Qult = Qb + Qs (2.105)
Qult = (qc × Ab )+ ( fs × As ) (2.106)
Qall =
Qult
(2.107) SF
dimana :
Qult = kapasitas dukung ultimit (kg)
qc = tahanan ujung (kg/cm2)
Ab = luas penampang kaison (cm2)
fs = faktor gesek satuan antara tanah dan dinding kaison (kg/cm )
As = luas selimut kaison (cm2)
Qall = kapasitas dukung ijin (kg)
SF = safety factor (diambil 2,5)
Dari kedua hasil tersebut dipilih nilai terkecil sebagai nilai daya
dukung batas.
Pada perencanaan pile cap, perlu dicek terhadap beban
maksimum yang diterima pondasi dimana harus lebih kecil dari daya
dukung batas. Rumus yang digunakan yaitu : (Buku Rekayasa Pondasi
II)
Pmak =
dimana :
Pmax
ΣPv
Mx
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 69
ΣPv
±
M x × Y
±
M y × X
(2.108) n Σy 2 Σx2
beban maksimum yang diterima oleh pondasi (kg) jumlah total beban normal/gaya aksial (kg)
momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu x
(kgm)
My = momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu y
(kgm) n = banyaknya tiang pondasi kaison (diambil = 1) X = absis terjauh kaison terhadap titik berat kaison (X = 0)
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 70
Y = ordinat terjauh kaison terhadap titik berat kaison (Y = 0) Σx2 = jumlah kuadrat jarak ordinat-ordinat kaison (m2)
Σy2 = jumlah kuadrat jarak absis-absis kaison (m2)
Selain itu pada perencanaan pile cap perlu dicek tegangan pada
pile cap, yaitu dengan menggunakan rumus : (Buku Rekayasa Pondasi II)
σ = ΣPv
± M1 × X
± M 2 × Y
(2.109) A ly .lx
dimana :
= tegangan yang diterima oleh pondasi (kg/m2) ΣPv = jumlah total beban normal/gaya aksial (kg)
Mx = momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu x
(kgm)
My = momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu y
(kgm) A = luas bidang pile cap (m2) =jarak dari titik berat pondasi ketitik di mana tegangan
dihitung sepanjang respektif sumbu x (m)
=jarak dari titik berat pondasi ketitik di mana tegangan
dihitung sepanjang respektif sumbu y (m)
lx = momen inersia terhadap sumbu x (m4 )
ly = momen inersia terhadap sumbu y (m4 )
Pada pondasi kaison bor, perlu dicek terhadap guling, geser, dan
tegangan tanah. Perhitungan cek guling, geser, dan tegangan tanah pada
pondasi kaison dilakukan seperti pada struktur DPT, yaitu dengan
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 71
membandingkan antara momen vertikal dan momen horisontal serta
gaya vertikal dengan gaya horisontal. Sedang tegangan tanah dihitung
berdasarkan data tanah yang ada. Berikut rumus yang digunakan : - Cek Terhadap Guling
∑ Mv
≥ 1,5
(2.110) ∑ Mh
- Cek Terhadap Geser
∑ Pv × tanφ5 + B × c5 + ∑ Ph ≥ 1,5 (2.111)
∑ Ph
- Cek terhadap Tegangan Tanah
σ ult = 1,3× c5 × Nc + D × γ 0 × Nq + 0,3× γ 1 × B × Nγ (2.112)
σ save
= σ
ult >
σ
mak =
∑ Pv
±
∑ Mh
(2.113) SF A W
Perhitungan geser pons pada pondasi kaison bor dilakukan
dengan membandingkan antara beban terpusat (Vu = Pv = Pmak +
Ppilecap) dengan φ ×Vc . Bila φ ×Vc > Vu maka pondasi aman terhadap
geser pons, atau sebaliknya. Namun struktur pondasi diusahakan
aman terhadap geser pons dengan memperbesar dimensi pile cap-
nya. Berikut rumus yang digunakan :
Ppile cap = (( B × L × h)− (Bkol × Lkol × h))× 2400
Pv = Pmak + Ppile cap
b’ = (2 x tinggi efektif (d) + 2 x lebar kolom )/2
Keliling bidang kritis (bo) = b’ x 4
Vc = 1 × f 'c × bo × d
3
dimana d = tinggi efektif pile cap(cm)
(2.114) (2.115) (2.116) (2.117)
(2.118)
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 72
φ × Vc = 0,75 × Vc (2.119)
Penulangan pile cap dihitung dengan cara mencari besar gaya total
yang didukung oleh cincin sumuran akibat dari beban terpusat (P) dan
momen (M1 dan M2). Momen maksimum dihitung dengan mengalikan
antara gaya total dengan jarak cincin sumuran ke titik berat pondasi.
Setelah diketahui nilai momennya, maka perhitungan penulangan
menggunakan rumus seperti pada penulangan pelat. (Buku CUR 1)
Penentuan tebal cincin sumuran dihitung dengan mencari
tegangan yang bekerja pada cincin sumuran akibat dari beban
terousat (P) dan momen (M1 dan M2). Rumus yang digunakan : (Diktat
Kuliah Rekayasa Pondasi II karangan Ir. Indrastono DA, M.Ing)
= P
± M
1 ± M
2 A
W1 W2 dimana :
σ = tegangan yang terjadi (kg/m2) Pv =
beban terpusat yang bekerja (kg)
A = luas daerah yang ditinjau (m2) = π × 22 − π
M1 = momen searah sumbu 1 (kgm)
M2 = momen searah sumbu 2 (kgm)
W1 = momen inersia daerah yang ditinjau (m4) =
(2.120)
1
2 × d 2
× (D4 − d 4 ) 32D
W2 = momen inersia daerah yang ditinjau (m4) =
π ×
(D4 −
d
4 )
32
D B. Pondasi Tapak
Pondasi telapak termasuk pondasi dangkal. Pondasi jenis ini digunakan
pada struktur tangga. Pondasi telapak direncanakan berbentuk persegi panjang.
Untuk pondasi telapak persegi panjang ada beberapa macam cara untuk
menghitung besarnya kapasitas daya dukung tanah ( bearing capacity of soil ).
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 73
Salah satu rumus yang lazim digunakan adalah menurut Terzaghi & Schultze
adalah sebagai berikut : qu = ( 1 + 0.3 B/L ) .c . Nc + γo . Df . Nq + ( 1 – 0.2 B/L ) ½ . γ1 . B . Nγ
dimana : Df = kedalaman pondasi ( m )
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 74
B = lebar pondasi ( m ) L = panjang
pondasi ( m ) C = kohesi tanah ( T/m2
)
γo = berat isi tanah di atas dasar pondasi ( T/m3 )
γ1 = berat isi tanah di bawah dasar pondasi ( T/m3 ) Nc, Nq,
Nγ = koefisien kapasitas daya dukung
q = Df . γo = effective overburden pressure
Apabila muka air tanah ( MAT ) berada tepat pada dasar pondasi, maka γo harus diambil
nilai γsub ( submerged / keadaan jenuh air ), sedangkan bila MAT berada di atas dasar pondasi
maka Df . γo harus diganti menjadi Df1 . γo + Df2 .
γo . Besarnya tegangan kontak yang terjkadi pada dasar pondasi dapat dihitung sbb : σ = P + Mx.y + My.x max A Iy Ix
σ min
= P
− Mx.y − My.x
A
Iy
Ix
Penulangan pondasi pelat dapat dihitung dengan cara seperti pada perhitungan
penulangan pada struktur atas, setelah didapatkan momen yang bekerja pada pelat.
2.8. PERKIRAAN BIAYA KONSTRUKSI
Lingkup pekerjaan untuk tahapan pekerjaan ini adalah sebagai berikut :
1. Perhitungan kuantitas pekerjaan berdasarkan mata pembayaran standar yang
dikeluarkan oleh Dirjen Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum.
2. Analisa Harga Dasar Satuan Bahan dengan mempertimbangkan jarak lokasi pekerjaan
dengan lokasi Quarry
3. Analisa Harga Satuan Pekerjaan.
4. Perhitungan Perkiraan Biaya Pekerjaan Fisik
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 75
2.9. DOKUMEN LELANG
Dokumen tender/pelelangan akan dibuat untuk masing-masing ruas. Dokumen tender
yang akan disiapkan Konsultan antara lain:
a. Buku 1 : Bab I Instruksi Kepada Peserta Lelang
: Bab II Bentuk Penawaran, Informasi Kualifikasi dan Bentuk
Perjanjian.
: Bab III Syarat-syarat Kontrak
: Bab IV Data Kontrak
b. Buku 2 : Bab V.1 Spesifikasi Umum
: Bab V.2 Spesifikasi Khusus
c. Buku 3 : Bab VI Gambar Rencana
d. Buku 4 : Bab VII Daftar Kuantitas
: Bab VIII Bentuk-bentuk Jaminan
2.10. LAPORAN – LAPORAN
Jenis – jenis laporan pekerjaan yang akan diserahkan oleh pihak konsultan perencana
sebagaimana yang tertuang dalam Kerangka Acuan Kerja adalah sebagai berikut :
1. Laporan Pendahuluan
Berisikan Latar Belakang, Lokasi Pekerjaan, Metodologi, rencana kerja yang akan
dilaksanakan oleh pihak konsultan perencana.
2. Laporan Survey Pendahuluan
Berisikan tentang metodologi survey pendahuluan serta hasil dari survey
pendahuluan.
3. Laporan Antara dan Laporan Akhir
Adalah laporan kemajuan pekerjaan yang dilaksanakan oleh pihak konsultan
perencana pada setiap bulannya
4. Laporan Survey Teknis
Laporan Antara M E T O D O L O G I
Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja 76
Berisikan metodologi, data – data lapangan dan hasil analisa data lapangan yang
terdiri dari :
Laporan Survey Topografi
Laporan Penyelidikan Tanah
5. Laporan Akhir
Adalah laporan Perencanaan Bangunan Gedung Gereja serta dari seluruh kegiatan
perencanaan yang telah dilaksanakan oleh konsultan perencana
6. Gambar Rencana.
Adalah Gambar Teknis Perencanaan yang disusun dalam format kertas A3 dengan
skala yang telah ditetapkan dalam standar Cipta Karya.
7. Dokumen Lelang.
Adalah dokumen Lelang untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang meliputi
Instruksi kepada peserta lelang, Bentuk Informasi dan Kualifikasi, Syarat-Syarat
Kontrak, Data Kontrak, Spesifikasi Teknis, Gambar Rencana, Bentuk-Bentuk Jaminan,
Daftar Kuantitas.
Laporan Antara T I N J A U A N S I S T E M B A N G U N A N
Perencanaan Bangunan Gedung Gereja 77
BAB - 3
TINJAUAN SISTEM BANGUNAN
Sistem struktur pada bangunan gedung secara garis besar menggunakan beberapa
sistem utama seperti dibawah berikut ini :
3.1. Struktur Rangka atau Skeleton
Struktur kerangka atau skeleton terdiri atas komposisi dari kolomkolom dan balok-balok.
Kolom sebagai unsur vertikal berfungsi sebagai penyalur beban dan gaya menuju tanah,
sedangkan balok adalah unsur horisontal yang berfungsi sebagai pemegang dan media
pembagian beban dan gaya ke kolom. Kedua unsur ini harus tahan terhadap tekuk dan
lentur.
Selanjutnya dilengkapi dengan sistem lantai, dinding, dan komponen lain untuk
melengkapi kebutuhan bangunan untuk pembentuk ruang. Sistem dan komponen
tersebut diletakkan dan ditempelkan pada kedua elemen rangka bangunan. Dapat
dikatakan bahwa elemen yang menempel pada rangka bukanlah elemen struktural
(elemen non-struktural). Bahan yang umumnya dipakai pada sistem struktur rangka
adalah kayu, baja, beton (Gambar 4.19) termasuk beton pra-cetak . Semua bahan
tersebut harus tahan terhadap gaya-gaya tarik, tekan, puntir dan lentur. Saat ini bahan
yang paling banyak digunakan adalah baja dan beton bertulang
karena mampu menahan gaya-gaya tersebut dalam skala yang besar. Untuk bahan pengisi
non-strukturalnya dapat digunakan bahan yang ringan dan tidak mempunyai daya dukung
yang besar, seperti susunan bata, dinding kayu, kaca dan lainnya.
Sistem rangka yang dibentuk dengan elemen vertikal dan horisontal baik garis atau
bidang, akan membentuk pola satuan ukuran yang disebut grid (Gambar4.20). Grid berarti
kisi-kisi yang bersilangan tegak lurus satu dengan lainnya membentuk pola yang teratur.
Berdasarkan pola yang dibentuk serta arah penyaluran pembebanan atau gayanya, maka
sistem rangka umumnya terdiri atas dua macam yaitu: sistem rangka dengan bentang satu
Laporan Antara T I N J A U A N S I S T E M B A N G U N A N
Perencanaan Bangunan Gedung Gereja 78
arah (one way spanning) dan bentang dua arah (two way spanning). Bentuk grid persegi
panjang menggunakan sistem bentang satu arah, dengan penyaluran gaya ke arah
bentang yang pendek. Sedangkan untuk pola grid yang cenderung bujursangkar maka
penyaluran gaya terjadi ke arah kedua sisinya, maka sistem struktur yang digunakan
adalah sistem bentang dua arah. Aksi struktur dua arah dapat diperoleh jika perbandingan
dimensi bentang panjang dengan bentang pendek lebih kecil dari 1,5.
Sistem struktur rangka banyak berkembang untuk aplikasi pada bangunan tinggi (multi-
storey structure) dan bangunan dengan bentang lebar (long-span structure)
3.2. Struktur Rangka Ruang
Sistem rangka ruang dikembangkan dari sistem struktur rangka batang dengan
penambahan rangka batang kearah tiga dimensinya (gambar 4.21). Struktur rangka ruang
adalah komposisi dari batang-batang yang masing-masing berdiri sendiri, memikul gaya
tekan atau gaya tarik yang sentris dan dikaitkan satu sama lain dengan sistem tiga dimensi
atau ruang. Bentuk rangka ruang dikembangkan dari pola grid dua lapis (doubel-layer
grids), dengan batang-batang yang menghubungkan titik-titik grid secara tiga
dimensional.
Elemen dasar pembentuk struktur rangka ini adalah:
- Rangka batang bidang
- Piramid dengan dasar segiempat membentuk oktahedron
- Piramid dengan dasar segitiga membentuk tetrahedron
Beberapa sistem selanjutnya dikembangkan model rangka ruang berdasarkan
pengembangan sistem konstruksi sambungannya antara lain:
- Sistem Mero
- Sistem space deek
- Sistem Triodetic
- Sistem Unistrut
- Sistem Oktaplatte
- Sistem Unibat
- Sistem Nodus
Laporan Antara T I N J A U A N S I S T E M B A N G U N A N
Perencanaan Bangunan Gedung Gereja 79
Sistem NS Space Truss
3.3. Struktur Permukaan Bidang
Struktur permukaan bidang termasuk juga struktur form-active biasanya digunakan pada
keadaan khusus dengan persyaratan struktur dengan tingkat efisiensi yang tinggi.
Struktur-struktur permukaan bidang pada umumnya menggunakan material-material
khusus yang dapat mempunyai kekuatan yang lebih tinggi dengan ketebalan yang
minimum. Beberapa jenis struktur ini antara lain:
Struktur bidang lipat
Struktur bidang lipat dibentuk melalui lipatan-lipatan bidang datar dengan kekakuan dan
kekuatan yang terletak pada keseluruhan bentuk itu sendiri. Bentuk lipatan akan
mempunyai kekakuan yang lebih karena momen inersia yang lebih besar, karena bentuk
lipatan akan memiliki ketinggian yang jauh lebih besar dibandingkan dengan plat datar.
Struktur cangkang
Struktur cangkang adalah sistem dengan pelat melengkung ke satu arah atau lebih yang
tebalnya jauh lebih kecil daripada bentangnya. Gaya-gaya yang harus didukung dalam
struktur cangkang disalurkan secara merata melalui permukaan bidang sebagai gaya-gaya
membran yang diserap oleh elemen strukturnya. Gaya-gaya disalurkan sebagai gaya
normal, dengan demikian tidak terdapat gaya lintang dan lentur. Resultan gaya yang
tersebar diserap ke dalam struktur dengan gaya tangensial yang searah dengan
kelengkungan bidang permukaannya.
Struktur membran
Struktur membran mempunyai prinsip yang sama dengan struktur cangkang, tetapi
dengan bahan bidang permukaan yang sangat tipis. Kekakuan selaput tipis tersebut
diperoleh dengan elemen tarik yang membentuk jala-jala yang saling membantu untuk
menambah kapasitas menahan beban-beban lendutan.
3.4. Struktur Kabel dan Jaringan
Struktur kabel dan jaringan dikembangkan dari kemampuan kabel menahan gaya tarik
yang tinggi. Dengan menggunakan sistem tarik maka tidak diperlukan sistem penopang
Laporan Antara T I N J A U A N S I S T E M B A N G U N A N
Perencanaan Bangunan Gedung Gereja 80
vertikal untuk elemen horisontalnya (lantai atau atap), sehingga daerah di bawah elemen
horisontal (ruang) memiliki bentangan yang cukup besar. Bangunan dengan aplikasi
sistem struktur ini akan sangat mendukung untuk bangunan bentang luas berbentang
lebar, seperti dome, stadion, dll. Sistem yang dikembangkan pada struktur kabel antara
lain :
-Struktur atap tarik dengan kolom penunjang
-Struktur kabel tunggal
-Struktur kabel ganda
3.5. Utilitas
Utilitas pada dasarnya adalah bagaimana bangunan dapat dipenuhi kebutuhannya
terhadap sistem elektrikal, sistem mekanikal, sistem penanggulangan bahaya kebakaran,
system transportasi, dan sistem telekomunikasi.
.untuk bangunan 10 lantai, tentu saja sudah termasuk kategori bangunan middle rise
building, dimana kebutuhan utilitas menjadi hal yang penting. saya akan mencoba
menjawab pertanyaan anda dengan singkat, dan semoga berguna :
1. Sistem Eklektrikal
Bangunan 10 lantai menggunakan energi yang besar. Sumber energi pada umumnya
adalah melalui PLN atau melalui generator. Oleh karena itu dibutuhkan ruangan panel
untuk menampung panel listrik utama dan meterannya, genset dan kelengkapannya,
termasuk ruang teknisinya. Setiap lantai sebaiknya diberi ruang elektrikal yang berisi
panel-panel pembagi untuk ruangan di lantai tersebut. Ruangan sebaiknya tidak diakses
untuk umum karena sifatnya servis. Sebisanya, manfaatkan sistem alami untuk
mengurangi penggunaan energi listrik berlebihan. Sebisanya pisahkan panel untuk
kebutuhan pencahayaan, kebutuhan peralatan/mesin besar, dan kebutuhan lingkungan.
2. Sistem Mekanikal
Yang dimaksud sistem mekanikal disini adalah sistem penghawaan AC, air bersih,
air kotor, air limbah dan air buangan.
Laporan Antara T I N J A U A N S I S T E M B A N G U N A N
Perencanaan Bangunan Gedung Gereja 81
a. Air Conditioning (AC)
Ada 2 sistem, yaitu :
1) Sentral, yaitu menggunakan Chiller, AHU, Ducting, FCU, Cooling Tower (utk
sistem water to water). Sistem ini berguna untuk bangunan-bangunan besar
seperti kantor dan mall.
2) Split, yaitu yang menggunakan indoor unit dan outdoor unit (seperti AC rumah
biasa). Sistem ini cocok untuk bangunan seperti apartemen dan hotel.
b. Air Bersih
Sumber air adalah berasal dari PAM, atau menggunakan sumur dalam, yang
kemudian ditampung dalam reservoir atau tanki. Tanki ini bisa diletakkan di atas
atau di bawah, atau di keduanya. Ada dua sistem distribusi yang digunakan untuk
air bersih, yaitu :
1) Sistem Up Feed
yaitu air dipompakan dari bawah ke outlet air.
2) Sistem Down Feed
yaitu air dipompakan dari bawah ke reservoir atas, untuk kemudian disalurkan ke
outlet air secara gravitasi.
Kebutuhan pompa akan tergantung dari tinggi/jarak dari sumber penampungan
air di bawah ke sumber penampungan air di atas / outlet air.
Pipa untuk air bersih biasanya di cat biru.
c. Sistem Air Kotor
Sumber air kotor kita kenal dengan toilet, dimana limbah padat dari toilet yang
harus dikeluarkan menuju septic tank.
Panduannya adalah usahakan toilet selalu dalam posisi yang sama tiap lantainya,
agar tidak terjadi pembelokan pipa yang bisa berakibat kebocoran. Selain itu
harus ditambahkan pipa pembuangan gas agar tidak terjadi desakan gas dari
sumber ke septic tank yang dapat menimbulkan resiko septic tank meledak
karena penuh gas.
Laporan Antara T I N J A U A N S I S T E M B A N G U N A N
Perencanaan Bangunan Gedung Gereja 82
Pipa untuk air kotor biasanya di cat hitam.
d. Sistem air limbah
Air limbah juga biasa dikenal dengan grey water. Biasanya grey water akan
disaring sebelum dikeluarkan ke tempat pembuangan akhirnya. Hal ini dilakukan
agar tidak mencemari lingkungan.
e. Sistem air buangan/limpasan
Biasanya air buangan/limpasan ini adalah untuk pembuangan air hujan yang
jatuh di atap bangunan. Air ini sebaiknya ditampung untuk cadangan air
bangunan, Kalaupun mau dibuang, bisa langsung dibuang ke riol atau saluran
terbuka karena pada dasarnya air ini masih bersih. Yang perlu diperhatikan
adalah saluran untuk air buangan/limpasan ini harus cepat tersalurkan ke bawah,
karena kalau volume nya besar akan menimbulkan beban bagi bangunan.
3. Sistem Penanggulangan Bahaya Kebakaran
Pada dasarnya ada hal yang harus diperhatikan dalam penanggulangan bahaya
kebakaran, yaitu :
a. Deteksi, bisa menggunakan smoke detector atau fire detector
b. Pemadaman, biasanya dengan tabung pemadam atau dengan sprinkler dan
hydrant
c. Evakuasi, biasanya dengan tangga darurat dan koridor dengan hydrant
4. Sistem transportasi
Untuk bangunan 10 lantai, tentu saja dibutuhkan lift. Sebaiknya menggunakan lift
yang disesuaikan dengan kebutuhan pengguna, supaya tidak boros energi karena
lift menggunakan listrik yang besar. Selain itu lift juga disarankan dibuat zona-
zona dan dibuat lift express (yang hanya singgah di lantai-lantai tertentu).
Selain itu tangga darurat juga dibutuhkan, hal ini sama dengan evakuasi untuk
bahaya kebakaran. Tangga darurat sebaiknya langsung mengarah keluar
bangunan.
Laporan Antara T I N J A U A N S I S T E M B A N G U N A N
Perencanaan Bangunan Gedung Gereja 83
Selain lift dan tangga, ada juga tangga berjalan (eskalator) maupun ramp (lantai
datar yang miring), atau pun conveyor (semacam ramp tapi mekanis).
5. Sistem Telekomunikasi
Bangunan 10 lantai tentu membutuhkan sistem komunikasi internal agar bisa
menghemat biaya. sistem ini seperti jaringan telepon, interkom, internet, dan
tata suara. Ruangan komunikasi sebaiknya diletakkan di lantai satu. Tersedia
shaft tersendiri yang terpisah dari shaft elektrikal dan mekanikal untuk sistem ini.
Laporan Antara K E S I M P U L A N
Perencanaan Pembangunan Gereja 84
BAB - 4
KESIMPULAN
4.1. Kesimpulan
Dari hasil Perencanaan Pembangunan Gedung Gereja diambil kesimpulam yakni :
1. Konstruksi Pembangunan Gedung Gereja ini mengikuti konsep gedung gereja seperti
umumnya.
2. Sistem Konstruksi Pembangunan Gereja ini mengikuti system banguna gedung
rangka pemikul momen.
3. Arsitektural mengikuti kearifan lokal warga Pulau Bacan.