51
BAB I PENDAHULUAN Menurut Wilson (2005), pernafasan secara harafiah berarti pergerakan oksigen dari atmosfer menuju ke sel dan keluarnya karbondioksida dari sel ke udara bebas. Pemakaian O 2 dan pengeluraan CO 2 diperlukan untuk menjalankan fungsi normal sel dalam tubuh; tetapi sebagian besar sel-sel tubuh kita tidak dapat melakukan pertukaran gas-gas langsung dengan udara, karena sel-sel tersebut letaknya sangat jauh dari tempat pertukaran gas tersebut. Karena itu, sel-sel tersebut memerlukan struktur tertentu untuk menukar maupun untuk mengangkut gas-gas tersebut. Proses pernafasan terdiri dari berbagai langkah dan terdapat peranan yang sangat penting dari sistem pernafasan, sistem saraf pusat, serta sistem kardiovaskular. Pada dasarnya sistem pernafasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang menghantarkan udara luar agar bersentuhan dengan membran kapiler alveoli, yaitu pemisahan antara sistem pernafasan dan sistem kardiovaskular. Pergerakan udara masuk dan keluar dari saluran udara disebut ventilasi atau bernafas. Sistem saraf pusat memberikan dorongan ritmik dari dalam untuk bernafas, dan secara reflek merangsang thoraks dan otot-otot diafragma, yang akan memberikan tenaga pendorong gerakan udara. Difusi O 2 dan CO 2 melalui membran kapiler alveoli sering dianggap sebagai pernafasan eksternal. Sistem kardiovaskular memyediakan pompa, jaringan pembuluh dan darah yang diperlukan untuk mengangkut

makalah pediatric

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: makalah pediatric

BAB I

PENDAHULUAN

Menurut Wilson (2005), pernafasan secara harafiah berarti pergerakan oksigen dari

atmosfer menuju ke sel dan keluarnya karbondioksida dari sel ke udara bebas. Pemakaian O2

dan pengeluraan CO2 diperlukan untuk menjalankan fungsi normal sel dalam tubuh; tetapi

sebagian besar sel-sel tubuh kita tidak dapat melakukan pertukaran gas-gas langsung dengan

udara, karena sel-sel tersebut letaknya sangat jauh dari tempat pertukaran gas tersebut.

Karena itu, sel-sel tersebut memerlukan struktur tertentu untuk menukar maupun untuk

mengangkut gas-gas tersebut.

Proses pernafasan terdiri dari berbagai langkah dan terdapat peranan yang sangat penting

dari sistem pernafasan, sistem saraf pusat, serta sistem kardiovaskular. Pada dasarnya sistem

pernafasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang menghantarkan udara luar agar

bersentuhan dengan membran kapiler alveoli, yaitu pemisahan antara sistem pernafasan dan

sistem kardiovaskular. Pergerakan udara masuk dan keluar dari saluran udara disebut

ventilasi atau bernafas. Sistem saraf pusat memberikan dorongan ritmik dari dalam untuk

bernafas, dan secara reflek merangsang thoraks dan otot-otot diafragma, yang akan

memberikan tenaga pendorong gerakan udara. Difusi O2 dan CO2 melalui membran kapiler

alveoli sering dianggap sebagai pernafasan eksternal. Sistem kardiovaskular memyediakan

pompa, jaringan pembuluh dan darah yang diperlukan untuk mengangkut gas-gas antara paru

dan sel-sel tubuh. Hb yang berfungsi baik dalam jumlah cukup diperlukan untuk mengangkut

gas-gas tersebut. Fase terakhir pertukaran gas ini adalah proses difusi O2 dan CO2 anatara

kapiler-kapiler dan sel-sel tubuh. Pernafasan internal adalah reaksi-reaksi kimia intraselular

saat O2 dipakai dan CO2 dihasilkan, bersamaan dengan sel memetabolisme karbohidrat dan

zat-zat lain untuk membangkitkan adenosin trifosfat (ATP) dan pelepasan energi. (Wilson,

2005)

Fungsi yang cukup baik dari semua sistem ini penting untuk repirasi sel. Malfungsi dari

setiap komponen dapat mengganggu pertukaran dan pengangkutan gas, dan dapat sangat

membahayakan proses-proses kehidupan. (Wilson, 2005)

Page 2: makalah pediatric

HIDUNG

FARING

LARING

TRAKEA

BRONKUS

ALVEOLUS

A. Anatomi dan Fisiologi

Menurut Tortora dan Derrickson (2011) sel-sel tubuh membutuhkan oksigen (O2) untuk

reaksi metabolisme yang akan menghasilkan energi dari molekul nutrien dan menghasilkan

ATP. Pada saat yang sama, reaksi-reaksi ini melepaskan karbondioksida (CO2), karena CO2

yang berlebihan akan menjadi racun bagi sel. Sistem kardiovaskuler dan pernafasan bekerja

sama untuk memasok O2 dan menghilangkan CO2. Sistem

pernapasanmenyediakanasupanpertukaran gasO2danCO2. Selain berfungsiuntukpertukaran

gas, sistem pernapasan juga berpartisipasi dalam mengatur PH darah, mengandung reseptor

untuk indera penciuman, filterterinspirasiudara,menghasilkansuara, danrids tubuhyang sama.

Anatomi Sistem Respiratori

Sistem pernapasanterdiri darihidung, faring(tenggorokan), laring (kotak suara),

trakea(batang tenggorokan), bronkus, dan paru-paru. Sistem pernafasan dibagi menjadi dua,

yaitu: Sistem Pernafasan Atas dan Sistem Pernafasan Bawah. Sistem Pernafasan Atas terdiri

dari hidung, rongga hidung, dan faring. Sistem Pernafasan Bawah terdiri dari laring, trakea,

bronkus, dan paru-paru.

Secara fungsional, sistem pernapasanjugaterdiri dariserangkaiandua bagian: (1)

zonakonduksiterdiridari serangkaianinterkoneksironggadan tabungbaik di luar maupundi

dalamparu-paru. Ini termasukhidung, rongga hidung, faring, laring, trakea, bronkus,

bronkiolus, bronkiolusterminal yang berfungsi untuk menyaring, menghangatkan,

melembabkan udara(2) zonapernapasanterdiri daritabungdan jaringandalam paru-parudi

manaterjadi pertukaran gas. Ini termasukbronkioluspernapasan, saluranalveolar,

kantungalveolar, danalveolidansitus utamapertukaran gasantara udaradandarah. (Tortora,

Derrickson, 2011)

Page 3: makalah pediatric

Hidung

Hidung merupakan organ yang pertama kali dilewati oleh udara. Hidung memberikan

kelembaban dan pemanasan udara pernafasan sebelum masuk ke nasofaring. Hidung luar

berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas sampai bawah; pangkal hidung,

dorsum nasi, puncak hidung, ala nasi, kolumela, dan lubang hidung. Hidung luar dibentuk

oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa

otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan dan menyempitkan lubang hidung. Hidung luar

memiliki tiga fungsi: (1) menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara yang masuk,

(2) mendeteksi rangsangan penciuman, dan (3) memodifikasi getaran.(Tortora, Derrickson,

2011)

Rongga hidung merupakan kavum nasi yang dipisahkan oleh septum. Lubang depat

disebut sebagai neres anterior dan lubang belakang merupakan koana yang memisahkan

antara kavum nasi dengan nasofaring. Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang

rawan dan periosteum pada bagian tulang sedangkan bagian luar dilapisi oleh mukosa

hidung. Bagian dari kavum nasi yang tepat berada di belakang nares anterior disebut

vestibulum, yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang. Dasar

rongga hidung melekat dengan palatum durum dan sebagaian besar dari atap hidung dibentuk

oleh epitel olfaktorius dan lamina kribiformis os ethmoidalis, yang memisahkannya dengan

rongga tengkorak. (Rahajoe, dkk, 2008)

Rongga hidung memiliki 4 dinding dan pada dinding lateralnya terdapat 3 buah konka

yaitu konka superior, konka media, dan konka inferior. Rongga yang terletak diantara konka

disebut sebagai meatus. Bergantung pada letaknya, meatus dibagi menjadi 3 yaitu meatus

inferior, medius dan superior. Meatus inferior terletak di antara konka inferior dan dasar

hidung dengan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara duktus

nasolakrimalis. Meatus medius terletak di bawah konka medius dan merupakan saluran yang

penting karena hampir seluruh sinur bermuara di saluran ini, yang kemudian membentuk

osteo-meatal kompleks. Adanya kelainan pada daerah ini dapat mengganggu ventilasi dan

bersihan mukosiliar sehingga mempermudah terjadinya rinosinusiris. Meatus superior

merupakan muara dari sinus spenoidalis. (Rahajoe, dkk, 2008)

Rongga hidung merupakan saluran respiratori primer pada saat bernafas. Saat bernafas

dengan menggunakan pernafasan hidung, terdapat tahanan sebesar lebih dari 50% dari

Page 4: makalah pediatric

seluruh tahanan pada saluran respiratori. Tahanan tersebut dua kali lipat lebih banyak bila

dibandingkan dengan pernafasan mulut. (Rahajoe, dkk, 2008)

Gertaran silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung,dan ke

superior di dalam sitem pernafasan bagian bawah menuju ke faring. (Wilson, 2005)

Faring

Tortora dan Derrickson (2011), membagi faring menjadi 3 bagian yang terdiri dari

nasofaring yaitu bagian yang langsung berhubungan dengan rongga hidung, kemudian

dilanjutkan dengan orofaring dan terakhir adalah laringofaring.

Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku di atas, belakang, dan lateral,

yang secara anatomi termasuk bagian faring. Ke anterior berhubungan dengan rongga hidung

melalui koana dan tepi belakang septum nasi, sehingga sumbatan hidung merupakan

gangguan yang sering timbul, sedangkan bagian belakang nasofaring berbatasan dengan

ruang retrofaring, fasia pre vertebalis dan otot-otot dinding faring. Pada dinding lateral

nasofaring terdapat orifisium tuba eustakius. Atap nasofaring dibentuk dari basis sphenoid

dan dapat dijumpai sisa jaringan embrionik yang disebut sebagai ranthake. Diantara atap

nasofaring dan dinding posterior terdapat jaringan limfoid yang disebut adenoid.

Orofaring yang merupakan bagian kedua faring,setelah nasofaring,dipisahkan oleh otot

membranosa dari palatum lunak. Yang termasuk bagian orofaring adalah dasar lidah (1/3

posterior lidah),valekula,palatum,uvula,dinding lateral faring termasuk tonsil palatina serta

dinding posterior faring. Laringofaring merupakan bagian faring yang dimulai dari lipatan

faringoepiglotika kearah posterior,inferior terhadap esofagus segmen atas.

Di dalam faring partikel halus akan tertelan atau dibatukkan keluar. Lapisan mukus

memberikan air untuk kelembaban, dan banyaknya jaringan pembuluh darah dibawahnya

akan menyuplai panas ke udara inspirasi. Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sedemikian

rupa sehingga udara yang mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu

tubuh, dan kelembabannya mencapai 100%. (Wilson, 2005)

Laring

Laring terletak setinggi servikal ke-6, berperan pada proses fonasi dan sebagai katup

untuk melindungi saluran respiratori bawah. Organ ini terdiri dari tulang dan kumpulan

Page 5: makalah pediatric

tulang rawan yang disatukan oleh ligamen dan ditutupi oleh otot dan membran mukosa.

(Rahajoe, dkk, 2008)

Epiglotis merupakan tulang rawan yang berbentuk seperti lembaran, yang melekat pada

dasar lidah dan tulang rawan tiroid. Tiroid merupakan struktur tulang rawan yang terbesar

pada laring, yang membentuk jakun (Adam’s apple). Tiroid terdiri dari 2 sayap atau alae yang

bergabung pada garis tengah anterior dan meluas ke arah belakang. Pada bagian depan

terdapat tonjolan yang disebut thyroid notch. Pada bagian belakang terdapat 2 prosesus yaitu

prosesus superior dan inferior. Pada bagian depan, kartilago krikoid disatukan oleh membran

krikotiroid. Kartilago krokoid merupakan tulang rawan yang berbentuk cincin penuh.

Kartilago aritenoid merupakan bagian dari laring yang berperan pada pergerakan pita suara.

Tulang rawan terletak dibelakang kartilago tiroid dan merupakan tulang rawan paling bawah

dari laring. Disetiap sisi tulang rawan krikoid, terdapat ligamentum krikoaritenoid, otot

krikoaritenoid lateral dan otot krikoaritenoid posterior. (Tortora, Derrickson, 2011)

Pada bagian dalam laring terdapat 2 lipatan yang menyatu pada bagian depan serta

memiliki mukosa yang berwarna merah. Lipatan ini disebut sebagai pita suara palsu. Pada

bagian bawah lipatan terdapat ruangan yang disebut sebagai ventrikel. Bibir bawah ventrikel

dibentuk oleh otot yang disebut sebagai pita suara asli. Bagian anterior pita suara asli melekat

pada garis tengah sampai permukaan posterior kartilago Tiroid dan bagian posterior pita

suara melekat pada kartilago aritenoid. Pada bagian bawah pita suara terdapat bagian

tersempit dari laring yaitu celah subglotis yang membentang pada membran krikotiroid.

(Rahajoe, dkk, 2008)

Ruang berbentuk segitiga di antara pita suara (yaitu glotis) bermuara ke dalam trakea dan

membentuk bagian antara saluran penafasan atas dan bawah. Glotis merupakan pemisah

antara saluran pernafasan bagian atas dan bawah. Meskipun laring terutama dianggap

berhubungan dengan fonasi, tetapi fungsinya sebagai organ pelindung jauh lebih penting.

Pada waktu menelan, gerakan laring ke atas, penutupan glotis, dan fungsi seperti pintu dari

epiglotis yang berbentuk daun pada pintu masuk laring, berperan untuk mengarahkan

makanan dan cairan masuk ke dalam esofagus. Jika benda asing masih mampu masuk

melampaui glotis, fungsi batuk yang dimiliki laring akan membantu menghalau benda dan

sekret keluar dari saluran pernafasan bagian bawah. (Wilson, 2005)

Page 6: makalah pediatric

Trachae dan bronkus

Trakea merupakan bagian dari saluran respiratori yang bentuknya menyerupai pita serta

memanjang mulai dari bagian inferior laring, yaitu setinggi servikal 6 sampai daerah

percabangannya (bifurkasio) yaitu antara torakal 5-7. Panjangnya sekitar 9-15 cm. Trakea

terdiri dari 15-20 kartilago hialin yang berbentuk menyerupai huruf C dengan bagian

posterior yang tertutup oleh otot. Bentuk tersebut dapat mencegah trakea untuk kolaps.

Adanya serat elastin longitudinal pada trakea, menyebabkan trakea dapat melebar dan

menyempit seseuai dengan irama pernapasan. Trakea mengandung banyak reseptor yang

sensitif terhadap stimulus mekanik dan kimia. Otot trakea yang terletak pada bagian posterior

mengandung reseptor yang berperan pada regulasi kecepatan dan dalamnya pernapasan.

(Rahajoe, dkk, 2008)

Trakea terbagi menjadi 2 bronkus utama, yaitu bronkus utama kanan dan kiri. Struktur

trakea dan bronkus dianalogkan dengan pohon, dan oleh karena itu dinamakan pohon

trakeobronkial(Wilson,2005). Bronkus utama kanan memiliki rongga yang lebih sempit dan

lebih horisontal bila dibandingkan dengan bronkus utama kiri. Hal tersebut menyebabkan

benda asing lebih mudah masuk ke paru kanan dari pada kiri. Trakea dan bronkus terdiri dari

tulang rawan dan dilapisi oleh epitel bersilia yang mengandung mukus dan kelenjar serosa.

Bronkus kemudian akan bercabang menjadi bagian yang lebih kecil dan halus yaitu

bronkiolus. Bronkiolus dilapisi oleh epitel bersilia namun tidak mengandung kelenjar serta

dindingnya tidak mengandung jaringan tulang rawan.

Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan

kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang

ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara

kecil yang tidak mengandung alveoli. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat

bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah

sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas. (Wilson, 2005)

Alveolus

Bronkiolus berakhir pada suatu struktur yang menyerupai kantung, yang dikenal dengan

nama alveolus. Alveolus terdiri dari lapisan epitel dan metrik ekstraselluar yang dikelilingi

oleh pembuluh darah kapiler. Alveolus mengandung 2 tipe sel utama, yaitu sel tipe 1 yang

membentuk struktur dinding alveolus dan sel tipe 2 yang menghasilkan surfaktan. Alveolus

Page 7: makalah pediatric

memiliki kecenderungan untuk kolaps karena ukurannya yang kecil, bentuknya yang sferikal

dan adanya fosfolipid, yang dikenal dengan nama surfaktan, dan pori-pori pada dindingnya.

(Rahajoe, dkk, 2008)

Alveolus berdiameter 0,1 mm dengan ketebalan dinding hanya 0,1 mikrometer.

Pertukaran gas terjadi secara difusi pasif dengan bergantung pada gradient konsentrasi. Setiap

paru mengandung lebih dari 300 juta alveolus. Setiap alveolus dikelilingi oleh sebuah

pembuluh darah. (Rahajoe, dkk, 2008)

Alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh dinding tipis atau septum. Lubang

kecil pada dinding ini dinamakan pori-pori Kohn. Lubang ini memungkinkan hubungan atau

aliran udara antar sakus alveolaris terminalis. (Wilson, 2005)

Fisiologi sistem respiratori

Proses fisiologi pernafasan yaitu proses O2 dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-

jaringan, dan CO2 dikeluarkan ke udara ekspirasi, dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium

pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dlam dan ke luar paru.

Stadium kedua, transportasi, yang harus ditinjau dari beberapa aspek: (1) difusi gas-gas

antara alveolus dan kapiler paru (respirasi eksterna) dan antara darah sistemik dan sel-sel

jaringan; (2) distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya dengan distribusi

antara udara dalam alveolus-alveolus; (3) reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan

darah. Respirasi sel atau respirasi interna merupakan stadium akhir respirasi, yaitu saat zat-

zat dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk sebagai sampah proses

metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru. (Wilson, 2005)

TONSILITIS

Tonsil adalah massa jaringan limfoid yang terletak di rongga faring. Tonsil menyaring

dan melindungi saluran pernapasan serta saluran pencernaan dari invasi organisme patogen

dan berperan dalam pembentukan antibodi. Meskipun ukuran tonsil bervariasi anak

umumnya memiliki tonsil yang lebih besar daripada remaja atau orang dewasa. Perbedaan ini

dianggap sebagai mekanisme perfindungan karena anak kecil rentan terutama terhadap ISPA.

(Hockenberry, Wilson, 2007)

a) Incident

Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT pada provinsi 7 Indonesia pada tahun 1994-

1996, prevalensi kejadian tonsilitis kronik adalah yang tertinggi setelang nasofaringitis akut

Page 8: makalah pediatric

(4,6%) yaitu sebanyak 3,8%. Insidensi tonsilitis kronik di RS Dr. Kariadi Semarang mencapai

23,36% dan 47% diantaranya pada usia 6-15 tahun. sedangkan RSUP Dr. Hasan Sadikin pada

periode April 1997 sampai Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonslitis akut atau 6,75% dari

seluruh jumlah kunjungan. (Rahajoe, dkk, 2008)

b) Etiologi

Tonsilitis sering terjadi bersama faringitis. Karena banyaknya jaringan limfoid dan sering

terjadinya ISPA, tonsilitis merupakan penyebab morbiditas yang banyak terjadi pada anak

keci. Agen penyebabnya dapat berupa virus atau bakteri. Bakteri yang menyebabkan tonsilitis

antara lain: Streptococus group A, C, dan G, serta Neisseria gonorrhoeae.(Hockenberry,

Wilson, 2007)

c) Clinical Manifestation

Manifestasi tonsilitis disebabkan oleh inflamasi. Pada saat tonsil palatin membesar karena

edema, keduanya dapat bertemu digaris tengah (kissing tonsils) yang menyumbat jalan nafas

atau makanan. Anak mengalamai kesulitan menelan dan bernafas. Jika terjadi pembesaran

adenoid, ruang di belakang lubang hidung posterior menjadi tersumbat, sehingga mempersulit

atau bahkan tidak memungkinkan udara mengaliri dari hidung ke tenggorokan. Akibatnya,

anak bernafas melalui mulut. (Hockenberry, Wilson, 2007)

d) Patofisiologi

Tonsilitis terjadi karena adanya invasi kuman patogen (bakteri/virus) yang kemudian

terjadi penyebaran limfogen pada faring dan tonsil. Hal ini menyebabkan terjadinya inflamasi

sehingga mengakibatkan Tonsilitis akut. Tonsilitis akut dibagi menjadi 3, yaitu: edema

tonsil, hipertermi, tonsil dan adenoid membesar. Edema tonsil menyebabkan nyeri saat

menelan makanan dan minuman. Tonsil dan adenoid yang membesar dapat mengakibatkan

terjadinya obstruksi pada tuba eustakil, sehingga terjadikurangnya pendengaran dan otitis

media karena infeksi sekunder.

Page 9: makalah pediatric

f) Diagnosis(nanda, 2012-2014)

- Gangguan menelan berhubungan dengan edema tonsil

- Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

- Gangguan persepsi atau sensori pendengaran berhubungan dengan obstruksi pada

tuba eustaki

- Ketidakefektifanpemeliharaankesehatanberhubungandenganketidakefektifankopingke

luarga

g) Treatment

Karena tonsilitis dapat sembuh sendiri, pengobatan faringitis viral bersifat simtomatik.

Kultur tenggorokan positif untuk infeksi streptokokus hemolitik β grup A memerlukan

pengobatan dengan antibiotik. Infeksi virus dan streptokokus pada demam tonsilitis eksudatif

harus dibedakan. Sebagian besar infeksi terjadi akibat virus. Oleh karena itu, uji yang cepat

dan dini dapat menyingkirkan kemungkinan pemberian antibiotik yang tidak perlu.

(Hockenberry, Wilson, 2007)

Tonsilektomi (pengangkatan tonsil palatin) diindikasikan hanya pada kasus infeksi

streptokokus kambuhan yang tercatat jika terdapat abses peritonsilar, atau pada kasus

hipertrofi masif yang menyebabkan kesulitan bernapas atau makan (Derkay, Darrow,

LeFebvrs, 1995). Indikasi absolut adalah keganasan dan obstruksi jalan napas. Adcnoidcktoml

(pengangkatan adenoid) dianjurkan untuk anak yang mengalami hipertrofi adenoid dan

menyumbat pernapasan hidung. Pengangkatannya dapat dilakukan pada anak-anak berusia

kurang dari 3 tahun dan harus dilakukan tanpa ton- silektomi. Kontraindikasi tonsilektomi

atau adenoidektomi adalah (1) sumbing langit-langit, karena kedua tonsil membantu

meminimalkan keluarnya udara ketika berbicara; (2) infeksi akut pada' saat pembedahan,

karena jaringan yang mengalami inflamasi lokal meningkatkan risiko pembedahan; dan (3)

penyakit sistemik tidak terkendali atau diskrasia darah. (Hockenberry, Wilson, 2007)

ASMA

Asma adalah gangguan inflamasi kronis pada jalan napas tempat banyak sel (sel mast,

eosinofil, dan limfosit T) memegang peranan.(Hockenberry, Wilson, 2007)

Pada 1995 National Heart, Lung, and Blood Institute membuat klasifikasi asma

berdasarkan indikator gejala dari keparahan penyakit. Klasifikasi ini mencakup empat

kategori asma:intermiten ringan,persisten ringan,persisten sedang, dan persisten

berat.Kategori intermiten ringan memiliki jumlah gejala yang paling sedikit; frekuensi

Page 10: makalah pediatric

dari/atau intensitas gejala terus meningkat sampai kategori terakhir yaitu asma persisten

berat. (dikutip dariWong’s Nursing Care of Infants and Children, Eighth

Edition,Hockenberry, Wilson, 2007)

a) Incident

Insidensi, keparahan, dan mortalitas yang berhubungan dengan asma mengalami

peningkatan. Peningkatan ini terjadi akibat peningkatan polusi udara, akses yang buruk ke

pelayanan medis, dan/atau diagnosis dan pengobatan yang kurang tepat. Asma adalah

penyakit kronis anak-anak yang paling banyak terjadi, merupakan penyebab utama anak tidak

dapat masuk sekolah dan berkontribusi terhadap berbagai masalah utama penyebab anak

masuk ke unit gawat darurat dan rumah sakit. (Hockenberry, Wilson, 2007)

WHO memperkirakan saat ini terdapat 250.000 kematian akibat asma. Beberapa waktu

lalu, penyakit asma bukan penyebab kematian yang berarti. Namun, belakangan ini berbagai

negara melaporkan bahwa terjadi peningkatan kematian akibat asma, termasuk pada anak.

(Rahajoe, dkk, 2008)

b) Etiologi

Penelitian tentang anak yang menderita asma menunjukkan bahwa alergi memengaruhi

persistensi dan keparahan penyakit. Akan tetapi pada bayi, terdapat hubungan yang kuat

antara infeksi virus dan asma. Alergen tidak begitu berperan menyebabkan asma karena

terjadinya sensitivitas alergi memerlukan waktu. Terdapat juga faktor predisposisi genetik

untuk terjadinya respons alergi terhadap alergen yang banyak terdapat di udara (National

Asthma Education and Prevention Prcgram, 1997). Selain alergen, dan kondisi lain seperti

stree dan cuaca juga dapat mencetuskan episode asma. (dikutip dari Wong’s Nursing Care of

Infants and Children, Eighth Edition, Hockenberry, Wilson, 2007)

Meskipun alergen berperan penting untuk terjadinya asma, pada beberapa kasus tidak ada

proses alergi yang dapat dideteksi. Teori-teori lain seperti (1) defek dasar pada reseptor

aderenergik B terhadap leukosit dan (2) peningkatan aktivitas kolinergik telah dimunculkan.

Akan tetapi sebagian besar ahli menyetujui bahwa asma melibatkan faktor-faktor biokimia,

imunologik, infeksius, endokrin, dan psikologik. (Hockenberry, Wilson, 2007)

c) Clinical Manifetation

Batuk kering, paroksismal,iritatif dan nonproduktif. Kemudian menghasilkan sputum

yang berbusa, jernih dan kental. Tanda-tanda terkait pernafasan seperti sesak nafas, fase

ekspirasi memanjang, wheezing atau mengi dapat terdengar, tulang zigomatik memerah dan

Page 11: makalah pediatric

telinga memerah, bibir berwarna merah gelap, dapat berkembang menjadi sianosis pada dasar

kuku atau sianosis sirkumoral, gelisah, ketakutan, berkeringat semakin banyak sejalan dengan

berkembangnya serangan asma. Pada perkusi dada terdengar hiperesonansi. (Hockenberry,

Wilson, 2007)

d) Patofisiologi

Terdapat persetujuan umum bahwa inflamasi berperan dalam peningkatan reaktivitas

jalan napas. Mekanisme yang menyebabkan inflamasi jalan napas cukup beragam, dan peran

setiap mekanisme tersebut bervariasi dari satu anak ke anak lain serta selama perjalanan

penyakit. Akan tetapi, pengetahuan mengenai pentingnya inflamasi telah membuat

penggunaan agen anti-inflamasi sebagai komponen inti dalam terapi asma yang terbaru.

Komponen penting asma lainnya adalah bronkospasme dan obstruksi. Mekanisme yang

menyebabkan gejala obstruktif meliputi:

- Inflamasi dan edema rnembran mukosa

- Akumulasi sekresi yang berlebihan dari kelenjar mukosa

- Spasme otot-otot halus bronkus dan bronkiolus, yang menurunkan diameter

bronkiolus

Peningkatan tahanan dalam jalan napas menyebabkan ekspirasi yang dipaksakan

melewati lumen sempit. Volume udara yang terjebak dalam paru meningkat pada saat jalan

napas secara fungsionailmenutup di titik antara alveoli dan bronkus lobulus. Gas yang

terjebak ini mendorong individu untuk bernapas pada volume paru yang semakin tinggi.

Akibatnya, orang yang menderita asma harus berjuang untuk menginspirasi jumlah udara

yang cukup. Upaya keras untuk bernapas ini akan menyebabkan keletihan, penurunan

efektivitas pernapasan, dan peningkatan konsumsi oksigen. Inspirasi yang terjadi ketika

volume paru lebih tinggi akan menginflasi alveoli secara berlebihan dan menurunkan

efektivitas batuk. Jika obstruksi semakin parah, terjadi penurunan ventilasi alveolus disertai

retensi karbon dioksida, hipoksemia, asidosis pernapasan, dan akhirnya, gagal napas.

(Hockenberry, Wilson, 2007)

Page 12: makalah pediatric

f) Dianosis(nanda, 2012-2014)

- Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan konsentrasi O2 dalam darah menurun

- Penurunan curah jantung berhubungan dengan suplay darah dan O2 berkurang

- Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dan keletihan

- Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu

makan berkurang

- Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mucus yang berlebihan

- Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penyempitan jalan nafas

- Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan ketidakefektifan

koping keluarga

g) Treatment

Menurut Hockenberry dan Wilson (2007), tujuan umum dari penatalaksanaan asma

adalah mencegah disabilitas dan meminimalkan morbiditas fisik dan psikologis untuk

membantu anak hidup senormal dan sebahagia mungkin. Hal ini mencakup memfasilitasi

penyesuaian sosial anak dalam keluarga, sekolah, dan komunitas, serta partisipasi normal

dalam aktivitas rekreasi dan olah raga. Untuk mencapai tujuan ini, berbagai upaya diarahkan

pada pengenalan episode akut secara dini, mengunjungi pemberian layanan kesehatan secara

teratur dan mengimplementasikan terapi yang tepat, mengidentifikasi dan menghilangkan

iritan dan faktor alergi dari lingkungan anak, mengajarkan pada orang tua tentang sifat jangka

panjang dari penyakit dan bagaimana penatalaksanaan eksaserbasi penyakit, serta membantu

anak menghadapi penyakit tersebut secara konstruktif. Kepatuhan terhadap program

pengobatan merupakan hal yang sangat penting untuk keberhasilan pengobatan.

Pengendalian alergen.Tujuan terapi nonfarma- kologik adalah pencegahan dan

pengurangan pajanan anak terhadap alergen dan iritan yang ada di udara. Tungau debu

rumah dan komponen-komponen lain debu dalam rumah merupakan agen yang paling

diidentifikasi pada anak yang alergi inhalan. Metode paling penting untuk menghilangkan

tungau debu adalah menjaga kelembapan di dalam rumah tetap di bawah 50%, kadar

kelembapan yang menyebabkan tungau debu tidak dapat.hidup. Kecoa, binatang rumah

tangga lainnya, juga diidentifikasi sebagai alergen penting.di berbagai tempat (Rosenst/eich

dkk., 1997). Membasmi kecoa, membersihkan lantai dan lemari dapur dengan cermat,

menyingkirkan makanan setelah dimakan, dan membuang sampah ke luar rumah di malam

hari merupakan tindakan-tindakan penting untuk mengusir kecoa. (dikutip dari Wong’s

Nursing Care of Infants and Children, Eighth Edition, Hockenberry, Wilson, 2007)

Page 13: makalah pediatric

Alergen spesifik diidentifikasi dengan uji kulit, dan beberapa tindakan dilakukan untuk

menghilangkan atau menghindari alergen tersebut. Sering kali, menghilangkan faktor

lingkungan (mis., menjauhkan anjing atau kucing dari rumah anak yang sensitif terhadap bulu

binatang) akan menurunkan frekuensi episode asma. Faktor-faktor non- spesifik yang dapat

mencetuskan episode tersebut, seperti suhu ekstrem, terkadang dapat dikendalikan dengan

pelembap atau AC.

Terapi obat.Menurut National Asthma,Education and Prevention Program, (1997),

tujuan terapi farmakologik adalah mencegah dan mengendalikan gejala asma, mengurangi

frekuensi dan keparahan eksaserbasi asma, dan menghilangkan obstruksi aliran udara.

Pendekatan yang bijaksana dianjurkan berdasarkan keparahan asma yang dialami anak.

Karena inflamasi dianggap sebagai gambaran dini dan per- sisten dari 3sma, terapi diarahkan

pada supresi inflamasi jangka panjang. Pengobatan digolongkan menjadi dua kategori umum:

pengobatan pengendalian jangka panjang (obat pencegah) untuk mencapai dan

mempertahankan pengendalian inflamasi dan pengobatan asma segera (penyelamatan

medis) untuk mengatasi gejaia dan eksaserbasi (dikutip dari Wong’s Nursing Care of Infants

and Children, Eighth Edition, Hockenberry, Wilson, 2007)

Banyak pengobatan asma diberikan melalui inhalasi dengan nebuliser atau disebut

inhaler dosis terukur (me- tered-dose-inhaler, MDI). MDI dapat mempunyai unit spacer

atau tersambung reservoir, sehingga mempermudah penggunaannya untuk anak. Selain MDI,

beberapa alat inhaler yang tidak mengandung klorofluorokarbon (CFC) telah tersedia.

Beberapa alat seperti ini menggunakan bubuk tabur dan disebarkan melalui alat yang disebut

diskhaler. turbohaler, atau rotahaler. Alat-alat ini diaktifkan dengan pernapasan, dan anak

perlu menginhalasi secepat dan sedalam mungkin untuk keefektifan penggunaan. Bayi dan

anak yang masih kecil yang mengalami kesulitan menggunakan MDI atau inhaler lain dapat

menggunakan nebu- lisisi. Obat tersebut dicampur dengan salin, kemudian dinebulisasi

dengan udara yang terkompresi Anak-anak diinstruksikan untuk bernapas normal dengan

mulut terbuka agar rute langsung trachea terbuka. (Hockenberry, Wilson, 2007)

Kortikosteroid,National Asthma,Education and Prevention Program, (1997) mengatakan

kortikosteroid adalah obat anti-inflamasi yang digunakan untuk mengatasi obstruksi jaian

napas yang reversibel dan mengendalikan gejala serta mengurangi hiperaktivitas bronkus

pada asma kronis. Kortikosteroid dapat diberikan secara parenteral, oral, atau dengan aerosol.

Obat oral dimetabolisme secara lambat, dengan awitan kerja sampai 3 jam setelah pemberian

dan aktivitas puncaknya terjadi dalam 6 sampai 12 jam. Steroid oral dapat diberikan untuk

periode singkat (mis, 3 atau 10 hari) untuk memperoleh kendali cepat terhadap asma persisten

Page 14: makalah pediatric

yang tidak terkontrol dengan baik atau untuk penatalaksanaan asma persisten yang berat.

Obat-obat ini harus diberikan dengan dosis efektif paling rendah. Penggunaan jangka panjang

menyebabkan risiko efek merugikan yang signifikan, seperti osteoporosis, hipertensi,

sindrom Cushing, gangguan mekanisme imun, dan supresi adrenal hipotalamus hipotalamik.

(dikutip dari Wong’s Nursing Care of Infants and Children, Eighth Edition, Hockenberry,

Wilson, 2007)

Steroid inhalasi digunakan untuk pencegahan jangka panjang munculnya gejala, dan juga

supresi, pengendalian, dan pemulihan inflamasi. Baru-baru ini PDA menginstruksikan agar

steroid inhalasi harus diberi label peringatan yang menyatakan bahwa obat-obat tersebut

dapat memperlambat pertumbuhan anak. Menurut Twarog (1998), meskipun efek steroid

terhadap pertumbuhan terus dipelajari, namun anak-anak yang menerima steroid oral harus

diperiksa dengan sering (sedikitnya setiap 3 sampai 6 bulan) oleh pemberi perawatan primer

yang mengkaji efek sistemik dari obat-obat ini dan menentukan ulang dosis dan/atau

penggantian dengan jenis terapi asma lainnya.(dikutip dari Wong’s Nursing Care of Infants

and Children, Eighth Edition, Hockenberry, Wilson, 2007)

Natrium kromolin adalah jenis obat nonsteroid untuk asma. Obat ini menstabilkan

membran sel mast, menghambat aktivasi dan pelepasan mediator dari eosinofil dan sel-sel

epitelial, dan menghambat penyempitan jalan napas akut setelah pajanan akibat latihan fisik,

udara dingin yang kering, dan sulfur dioksida Tidak ada cara untuk memprediksi secara pasti

apakah anak akan berespons terhadap obatatau tidak. Natrium kromolin memiliki efek

samping mini- mai (terkadang berupa batuk pada saat inhalasi formulasi bubuk) dan dapat

diberikan melalui nebuliser atau MDI. Natrium nedokromil adalah obat lain yang

digunakan untuk terapi rumatan pada asma. Obat ini bersifat antialergik dan anti-inflaiiiasi

stSta memiliki efek samping minimal. (Hockenberry, Wilson, 2007)

Agonis adrenergik(terutama albuterol, metapro, terenol dan terbutalin) digunakan untuk

pengobatan eksaserbasi akut dan untuk pencegahan bronkospasme akibat latihan. Obat-obat

ini dapat diberikan sebagai obat inhalasi atau oral atau parenteral. Obat yang diinhalasi

memiliki awitan kerja lebih cepat daripada bentuk oral. Inhalasi juga mengurangi efek

samping sistemik yang merugikan:iritabilitas, tremor, gelisah, dan insomnia. (Hockenberry,

Wilson, 2007)

Agen adrenergik inhalasi tidak boleh digunakan lebih dari tiga sampai empat kali sehari

untuk gejala akut. Salmetetol (Serevent) merupakan bronkodilator kerja lama yang digunakan

dua kali sehari Obat ini ditambahkan pada terapi anti-inflamasi dan digunakan untuk

Page 15: makalah pediatric

pencegahan gejala asma jangka gsnjang, terutama gejala di malam hari, dan bronkopasme

akibat latihan fisik. (Hockenberry, Wilson, 2007)

Metilsantine, terutama teofilin,telah digunakan selama bertahun-tahun untuk mengurangi

gejaia dan mencegah serangan asma. Akan tetapi, teofilin, saat ini dianggap sebagai agen

baris ketiga dan tidak diperlukan untuk mengobati eksaserbasi asma. Teofilin dapat diberikan

melalui intravena, intramuskular, oral, atau rektum (larang digunakan). Obat ini juga tersedia

daiam bentuk oral lepas lambat. Selain memiliki efek bronkodilator, teofilin juga merupakan

stimulan pernapasan sentral dan meningkatkan kontraktilitas otot pernapasan. (Hockenberry,

Wilson, 2007)

Menurut National Asthma Education and Hrevention Program (1997), ketika

menggunakan teofilin, konsentrasi serum harus selalu dipantau. Pemantauan tersebut

diperlukan pada anak yang gagal memperlihatkan efek bronkodilator seperti yang diharapkan

dan juga pada anak yang mengalami efek merugikan pada dosis biasa. Dosis teofilin harus

diatur untuk mencapai konsentrasi serum 5 sampai 15 μg/ml.(dikutip dari Wong’s Nursing

Care of Infants and Children, Eighth Edition, Hockenberry, Wilson, 2007)

Pada tahun 1995, Milgram dan Bender telah dilaporkan bahwa teofilin dapat

menyebabkan masalah perilaku dan kinerja sekolah yang buruk, namun sebagian besar

penelitian yang dilakukan tidak mendukung laporan tersebut. (dikutip dari Wong’s Nursing

Care of Infants and Children, Eighth Edition, Hockenberry, Wilson, 2007)

ModlfJer leukotrien.Menurut Fost dan Spahn (1998), leukotrien adalah mediator

inflamasi yang menyebabkan peningkatan hiperesponsivitas jalan napas. Modifier leukotrien

(seperti zafirlukast, zileuton, dan natrium montelukast) menyekat efek inflamasi dan

bronkospasme. Obat-obat ini diberikan secara oral dalam kombinasi dengan agonis-β dan

steroid untuk memberikan pengendalian jangka panjang dan pencegahan ge- jala pada asma

persisten ringan. (dikutip dari Wong’s Nursing Care of Infants and Children, Eighth Edition,

Hockenberry, Wilson, 2007)

Latihan fisik. Bronkospssme akibat latihan fisik (exercise-induced bronchospasm [EIB])

adaiah obstruksi jalan napas akut reversibel, yang biasanya sembuh sendiri, terjadi selama

atau setelah aktivitas berat, mencapai puncaknya 5 sampai 10 menit setelah aktivitas berhenti,

dan biasanya berhenti 20 sampai 30 menit kemudian. Pasien yang menderita EIB mengalami

batuk, sesak napas, nyeri dada atau dada sesak, mengi, dan masalah ketahanan selama latihan

fisik, namun untuk memastikan diagnosis ini diperlukan pengujian latihan fisik di

laboratorium.(Hockenberry, Wilson, 2007)

Page 16: makalah pediatric

Menurut Hockenberry dan Wilson, (2007) gangguan ini jarang terjadi pada aktivitas yang

memerlukan ledakan energi singkat (mis., baseball, lari cepat, senam, ski) dan lebih banyak

terjadi pada aktivitas yang memerlukan ketahanan fisik (mis. sepak bola, basket. lari jarak

jauh). Berenang dapat ditoleransi dengan baik oleh anak yang menderita EIB, karena mereka

menghirup udara yang bersaturasi penuh dengan kelembapan dan karena jenis pernapasan

yang diperlukan dalam berenang. Ekshalasi di dalam air bermanfaat karena memperpanjang

setiap ekspirasi dan meningkatkan tekanan akhir ekspirasi dalam cabang-cabang saluran

pernapasan (biasanya pernapasan mulut).

Anak penderita asma sering tidak dilibatkan dalam latihan fisik oleh orang tua, guru, dan

praktisi, bahkan meraka sendiri pun tidak mau terlibat, karena enggan untuk memicu

serangan. Hal ini dapat menghambat interaksi dengan teman sebaya dan kesehatan fisik yang

serius. Latihan fisik bermanfaat bagi anak-anak penderita asma, dan sebagian besar anak

dapat berpartisipasi dalam aktivitas di sekolah dan olah raga dengan kesulitan minimal, agar

asma tetap dapat dikendalikan. Partisipasi harus dievaluasi berdasarkan toleransi terhadap

durasi dan intensitas upaya masing-masing anak. Pengobatan profilaktik yang tepat dengan

agen adrenergik atau natrium kromolin sebelum latihan fisik biasanya memungkinkan anak

berpartisipasi penuh dalam latihan fisik yang berat. (Hockenberry, Wilson, 2007)

Fisioterapi dada.Menurut National Asthma Edu- cation and Prevention Program(1997),

fisioterapi dada mencakup latihan bernapas dan latihan fisik. Terapi ini membantu relaksasi

fisik dan mental, memperbaiki postur, memperkuat otot-otot pernapasan, dan membentuk

pola pernapasan yang lebih efisien. Untuk anak yang termotivasi, latihan bernapas dan

pengendalian napas sangat bermanfaat dalam mencegah inflasi berlebih dan meningkatkan

keefektifan batuk. Akan tetapi, fisioterapi dada tidak dianjurkan selama eksaserbasi asma

akut tanpa komplikasi. (dikutip dari Wong’s Nursing Care of Infants and Children, Eighth

Edition, Hockenberry, Wilson, 2007)

Hiposensitisasi. Peran hiposensitisasi pada asma masa kanak-kanak masih menjadi

kontroversi. Sebelumnya, imunoterapi telah digunakan untuk alergi musiman dan jika hanya

satu zat yang menyebabkan alergi. Hiposensitisasi tidak dianjurkan untuk alergen yang dapat

dihilangkan, seperti makanan, obat. dan bulu binatang.(Hockenberry, Wilson, 2007)

Terapi injeksi biasanya dibatasi untuk alergen yang signifikan secara klinis. Dosis awal

alergen berdasarkan ukuran reaksi kulit, diinjeksikan secara subkutan. Jumlahnya diting-

katkan setiap minggu sampai toleransi maksimal diperoleh, yaitu setelah dosis rumatan

diberikan dengan interval 4minggu. Pemberian dapat memanjang sampai interval 5 atau 6

minggu selama berakhirnya alergi musiman. Pengobatan yang berhasil dilanjutkan selama

Page 17: makalah pediatric

minimal 3 tahun, kemudian dihentikan. Jika tidak ada gejala, imunitas yang didapat dikatakan

kembali pulih; jika gejala kambuh, pengobatan dilakukan kembali. (Hockenberry, Wilson,

2007)

Pragmosls. Pandangan terhadap anak yang menderita asma sangat bervariasi. Banyak

anak tidak lagi mengalami gejala saat mencapai masa pubertas, tetapi 20 anak yang menderita

asma tenis mengalami gejala sampai masa pubertas bahkan masa dewasa. Prognosis untuk

pengendalian atau hilangnya gejala padaanak bervariasi dari yang jarang mengalami serangan

sampai yang mengalami mengi konstan atau penderita status asimatiks. Secara umum jika

gejala parah dan banyak, gejala sudah ada sejak lama, dan terdapat riwayat alergi dalam

keluarga, kecenderungan memiliki prognosis yang buruk lebih besar. Banyak anak meng-

alami eksaserbasi yang terus berkembang menjadi hiperesponsivitas jalar, napas dan batuk

pada masa dewasa. Lebih jauh lagi, hiperesponsivitas jaian napas pada masa dewasa tampak

berhubungan dengan penurunan fungsi paru.( Hockenberry, Wilson, 2007)

Menurut Capen dan Sherman (1998), meskipun kematian akibat asma jarang terjadi,

angka kematian terus meningkat beberapa tahun belakangan ini. Kelompok usia remaja

tampaknya merupakan kelompok paling rentan, dengan peningkatan terbesar terjadi pada usia

10 sampai 14 tahun. Tidak ada data yang reliabel untuk menjelaskan hal ini. Faktor-faktor

yang telah menjadi dalil antara lain pajanan orang-orang atopik terhadap alergen yang lebih

banyak, perubahan keparahan penyakit, penyalahgunaan terapi obat (toksisitas), kegagalan

keluarga atau praktisi kesehatan untuk mengenali keparahan asma, dan faktor-faktor

psikologik seperti penyangkalan atau penolakan untuk menerima penyakit tersebut. Faktor

risiko kematian akibat asma muncul sejak usia dini, saat terjadi serangan yang sering,

kesulitan penatalaksanaan penyakit, masa remaja, riwayat gagal napas, masalah psikologik

(menolak minum obat), ketergantungan atau penyalahgunaan obat (penggunaan yang terlalu

sering), adanya stigmata fisik (dada barrel, retraksi interkostal), uji fungsi paru abnormal.

(dikutip dari Wong’s Nursing Care of Infants and Children, Eighth Edition, Hockenberry,

Wilson, 2007)

Status asmatikus. Anak yang terus menunjukkan gawat napas meskipun berbagai

tindakan terapeutik sudah dilakukan, terutama penggunaan simpatomimetik, diang- gap

berada pada status asmatikus, Kondisi ini dapat berkembang secara bertahap atau cepat,

sering kali bersamaan dengan kondisi yang menimbulkan komplikasi (mis. pneumonia) yang

dapat memengaruhi durasi dan pengobatan serangan. Anak ini biasanya terlihat di unit gawat

Page 18: makalah pediatric

darurat dan memerlukan hospitalisasi atau perawatan di unit perawatan intensif untuk

observasi ketat dan pemantauan kardiorespiratori yang kontinu.( Hockenberry, Wilson, 2007)

Terapi untuk status asmatikus diarahkan pada perbaikan ventilasi, koreksi dehidrasi dan

asidosis. dan pengobatan infeksi yang terjadi bersamian. Bronkospasme diredakan dengan

memberikan inhalasi agonis-β2 kerja singkat aerosol (baik secara intermiten maupun

kontinu), bersamaan dengan kortikosteroid (baik oral maupun intravena). Untuk anak yang

tidak berespons terhadap kedua terapi tersebut, diberikan epinefriri subkutan (1:1000) dengan

dosis 0,01 ml/ kg, dosis maksima! 0,3 ml, atau terbutalin subkutan.(Hockenberry, Wilson,

2007)

Anak diberikan cairan IV dan dipuasakan, jika kondisi memungkinkan dapat diberi

cairan'Cairan IV diinfuskan dengan kecepatan rumatan, dan anak dipantau terhadap adanya

edema pulmonal. (Hockenberry, Wilson, 2007)

Koreksi dehidrasi, asidosis. hipoksia, dan, ketidakseimbangan elektrolit dilakukan dengan

berpedoman pada hasii pemeriksaan oksigenasi (oksimetri nadi), gas darah, dan elektrolit

serum. (Hockenberry, Wilson, 2007)

Oksigen yang sudah dilembabkan diberikan dengan sungkup hidung, hood, atau masker

wajah untuk mempertahankan oksigenasi yang memuaskan. Oksigen merupakan stimulus

pernapasan, sehingga kadamya yang tinggi daoat menyebabkan depresi pernapasan yang

signifikan. (Hockenberry, Wilson, 2007)

Pemberian antibiotik sering kali dianjurkan pada terapi, karena infeksi dapat bersifat

samar atau tidak selalu terlihat sama sekali dan selalu menjadi kompiikasi yang mengancam.

Saat serangan mulai berkurang, cairan dan obat diberikan secara oral, dan dibuat rencana

pemulangan terutama untuk perawatan tindak lanjut. (Hockenberry, Wilson, 2007)

PNEUMONIA

Pneumonia, inflamasi parenkim paru, merupakan penyakit yang sering terjadi pada masa

kanak-kanak awal. Secara klinis, pneumonia dapat terjadi sebagai penyakit primer atau

sebagai komplikasi dari penyakit lain. Secara morfologik, pneumonia digolongkan menjadi:

- Pneumonia lobaris: melibatkan semua atau segmen yang luas dari satu lobus paru

atau lebih. Jika kedua paru terkena disebut pneumonia bilateral atau pneumonia

ganda

Page 19: makalah pediatric

- Bronkopneumonia : di mulai pada bronkiolus terminal, yang tersumbat dengan

eksudat mukopurulen yang membentuk bidang yang terkonsilidasi pada lobus-lobus

didekatnya, disebut juga pneumonia lobularis.

- Pneumonia interstisial :proses inflamasi dengan batas-batas yang lebih atau kurang

dalam dinding alveolus(interstisium) dan jaringan peribronkial dan interlobaris.

(Hockenberry, Wilson, 2007)

Pneumonitis adalah inflamasi akut loka paru tanpa toksemia yang berkaitan dengan

pneumonia lubaris.

Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan morfologi, bentuk klinis, dan agen

etiologi. Virus aptikal(mikroplasma),bakteri, atau aspirasi benda asing. Pneumonia juga dapat

disebabkan oleh histomikosis, koksidioidomikrosis, dan jamur lainnya. Agens penyebabnya

diidentifikasi dari riwayat klinis, usia anak, riwayat kesehatan umum, pemeriksaan fisik,

radiografi, dan pemeriksaan laboratorium.(Hockenberry, Wilson, 2007)

a) Incident

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di

negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbalitas dan mortalitas anak

berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di

seluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia,

sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survai kesehatan nasional

(SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh

penyakit sistem respiratori, terutama pneumonia. (Rahajoe, dkk, 2008)

b) Etiologi

Rahajoe, dkk (2008), membagi penyebab pneumonia berdasarkan dengan usianya, yaitu:

- Pneumonia pada neonatus dan bayi disebabkan oleh Streptococcus group B dan

bakteri Gram negatif seperti E. Colli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp.

- Pneumonia pada balita disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Haemophillus

influenzae tipe B, dan Staphylococcus aureus.

- Pneumonia pada anak yang lebih besar dan remaja, juga disebabkan oleh

Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, Staphylococcus aureus

serta Mycoplasma pneumoniae.

Page 20: makalah pediatric

Virus yang menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV),

Rhinovirus, dan virus Parainfluenza.

c) Clinical Manifestation

Gejala klinis yang terjadi pada pneumonia virus biasanya demam cukup tinggi. Batuk

tidak produktif sampai produktif dengan sputum berwarna keputihan. Takipnea atau nafas

cepat. Bunyi nafas ronkhi atau ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi. Ada nyeri dada dan

bernafas dengan cuping hidung. Pucat sampai sianosis (bergantung pada tingkat keparahan).

Foto-toraks infiltrasi atau bercak-bercak dengan distribusi peribronkial. Perilaku sensitif dan

gelisah. Anoreksia, muntah, diare dan nyeri abdomen. (Hockenberry, Wilson, 2007)

Sedangkan tanda dan gejala pada pneumonia bakteri, antara lan: demam, malaise,

pernafasan cepat dan dangkal, batuk, dan nyeri dada yang sering memburuk jika anak

menarik nafas dalam. Nyeri tersebut dapat menjalar ke abdomen dan disalah artikan sebagai

apendisitis. Menggigil dan gejala-gejala meningael (meningismus) juga sering terjadi.

(Hockenberry, Wilson, 2007)

d) Patofisiologi

Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan morfologi, bentuk klinis, dan agen

etiologi. Virus aptikal(mikroplasma),bakteri, atau aspirasi benda asing. Pneumonia juga dapat

disebabkan oleh histomikosis, koksidioidomikrosis, dan jamur lainnya. Agens penyebabnya

diidentifikasi dari riwayat klinis, usia anak, riwayat kesehatan umum, pemeriksaan fisik,

radiografi, dan pemeriksaan laboratorium.

Pneunomia virus disebabkan oleh Respiratory Syncytial Virus(RSV) dan Influenzae

virus. Kemudian virus tersebut masuk ke dalam saluran pernafasan terutama pada paru-paru

dan mengeluarkan toksin. Akibatnya terjadi inflamasi, sehingga terjadi kerusakan membran

mukosa alveoli yang meransang pusat batuk di otak. Kerusakan membran mukosa alveoli

juga mengakibatkan demam karena terjadi pelepasan zat pirogen, prostaglandin dan kimia

lain.

Pneumonia bakteri disebabkan oleh Streptococus pneumoniae, Sthapylococcus aureus,

dan Mycoplasma pneunomia. Kemudian bakteri tersebut masuk ke dalam saluran pernafasan

terutama pada paru-paru dan melepaskan sitosinin. Kemudian sistem kekebalan tubuh

mengaktifkan leukosit dan makrofrag untuk memakan (fagositosis) patogen. Patogen yang

Page 21: makalah pediatric

terakumulasi bersama jaringan mati di paru-paru mengakibatkan berkurangnya area

pertukaran O2 dan terhalangnya cairan di alveoli, sehingga terjadi gangguan pada difusi O2.

Pneunomia Atipikal primer disebabkn oleh injeksi Mycoplasma pneunomiae.

Pneumonia ini paling banyak terjadi pada pada anak-anak berusia antara 5 dan 12 tahun.

Pneumonia ini terjadi selama bulan-bulan musim gugur dan musim dingin serta lebih sering

terjadi lagi di lingkungan berpenghuni padat. Anak yang menderita pneunomia ini akan

demam, malaise, sakit kepala, mialgia, tenggorokan gatal dan batuk.

e) Pathway

Page 22: makalah pediatric

f) Diagnosis

- Resikopenularaninfeksiberhubungandenganbatuk

- Gangguanpertukaran gas berhubungandenganberkurangnya area pertukaran O2

danterhalannyacairna di alveoli

- Ketidakefektifanpemeliharaankesehatanberhubungandenganketidakefektifankopingke

luarga

g) Treatment

Penggunaan vaksin polisakarida pneumokokus dianjurkan pada individu tertentu, seperti

anak-anak yang usia lebih dari 2 tahun yang beresiko infeksi pneumokokus atau beresiko

menderita penyakit serius. Bayi atau anak yang menderita pneumonia kambuh harus di

evaluasi lebih lanjut untuk adanya fibrosis kistik.

TUBERCULOSIS

a) Incident

Sejak akhir tahun 1990-an, dilakukan deteksi terhadap beberapa penyakit yang kembali

muncul dan menjadi masalah (re-emerging disease), terutama di negara maju. Salah satu di

antaranya adalah TB. World health organization memperkirakan bahwa sepertiga penduduk

dunia (2 milyar orang) telah terinfeksi oleh m.tuberculosis, dengan angka tertinggi di Afrika,

Asia, dan Amerika Latin. (Rahajoe, dkk, 2008)

Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara

berkembang, tetapi juga di negara maju. Tuberkolusis tetap merupakan salah satu penyebab

tingginya angka morbilitas dan mortalitas, baik di negara berkembang maupun di negara

maju. Ada tiga hal yang mempengaruhi epidemiologi TB setelah tahun 1990, yaitu perubahan

strategi pengendalian, infeksi HIV, dan pertumbuhan populasi yang cepat. (Rahajoe, dkk,

2008)

b) Etiologi

Penyebab tubercolosis adalah Mycobacterium tubercolosis. Basil ini tidak berspora

sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet. Ada dua

macam mikobakteria tuberculosis yaitu: tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada

dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberculosis usus. Basil tipe human bisa berada di

bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita TBC terbuka dan orang yang

Page 23: makalah pediatric

rentan terinfeksi TBC ini bila menghirup bercak ini. Perjalanan TBC setelah infeksi melalui

udara. (Wim de Jong at al, 2005)

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi sejauh mana organisme tersebut mampu

menimbulkan perubahan pada pejamu, antara lain: hereditas (resistensi terhadap infeksi

dapat diturunkan secara genetik), jenis kelamin (lebih tinggi pada remaja putri), usia

(resistensi pada bayi lebih rendah, insidensi lebih tinggi pada masa remaja), stres (emosi atau

fisik), status nutrisi, dan infeksi yang terjadi bersamaan dengan infeksi lain (terutama HIV,

campak, dan pertusis)

c) Clinical Manifestation

Manifestasi klinis tuberculosis sangat bervariasi, dapat bersifat asimtomatik, atau

bermacam-macam gejala seperti demam, malaise, anoreksia dan penurunan berat badan.

Biasanya batuk ada atau tidak berkembang secara perlahan selama berminggu-minggu atau

berbulan-bulan. Nyeri menusuk dan rasa sesak di dada. Sejalan dengan perkembangan terjadi

peningkatan frekuensi nafas, ekspansi paru buruk pada tempat yang sakit, bunyi nafas hilang

dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi. Tampak pucat, anemia dan kelemahan.

(Hockenberry, Wilson, 2007)

d) Patofisiologi

Tuberkulosis disebabkan oleh Microbacterium tuberulosis. Faktor pemicunya adalah

droplet, genetik, jenis kelamin, usis, stres, status nutrisi, serta infeksi yang terjadi bersamaan

dengan infeksi lain.

Microbacterium tuberkulosis masuk ke saluran pernafasan melalui droplet, kemudian

menempel pada paru-paru. Di dalam paru-paru, makrofag akan membersihkan M.

Tuberkulosis kemudian akan di keluar dari trucheobionchial bersama sekret sehingga akan

sembuh tanpa pengobatan. Namun, jika makrofag tidak dapat bekerja dengan baik,

M.tuberkulosis akan menetap di jaringan paru sehingga terjadi peradangan. M.tuberkulosis

akan mengeluarkan zat pirogen, yang akan mempengaruhi hipotalamus dan kemudian

mempengaruhi sel point yang menyebabkan hipertermi atau demam. Bila bakteri tumbuh dan

berkembang di sitoplasma makrofag dan akan membentuk sarang tuberkulosis yang disebut

sarang primer. Dari sarang ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus

(limfangitis lokal) dan diikuti pembesaran getah bening hilus (linfadinitis regional). Sarang

Page 24: makalah pediatric

primer, limfangitis lokal, linfadinitis regional akan membentuk komplek primer. Komplek

primer selanjutnya akan :

- Sembuh sendiri tanpa pengobatan

- Sembuh dengan bekas fibrosis

- Menyebar ke organ lain seperti paru-paru lain, saluran pencernaan, dan tulang melalui

media bronchogen percontinuitum, hematogen maupun limfogen.

Pertahanan primer yang tidak adekuat pada paru-paru akan menyebabkan terbentuknya

tuberkel. Hal ini akan mengakibatkan rusaknya membran alveolar. Kerusakan membran

alveolar menyebabkan pembentukan sputum yang berlebihan dan menurunya permukaan

efek paru, sehingga alveolus mengalami konsolidasi dan eksudasi.

Bakteri yang dominan pada tuberkulosis primer akan menjadi radang tahunan di bronkus

yang akan berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya. Bagian tengah yang nekrosis

akan membentuk jaringan keju yang mengahsilkan sekret. Sekret akan keluar saat batuk.

Batuk produktif (terus-menerus) akan menyebabkan batuk berat sehingga terjadi distensi

yang mangakibatkan mual dan muntah.

e) Pathway

Page 25: makalah pediatric

f) Diagnosis

- Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan pembentukan sputum yang

berlebihan

- Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan alveolus mengalami

konsolidasi dan eksudasi

- Resiko infeksi berhubungan dengan organisme purulen

- Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

dyspneu

g) Treatment

Penatalaksanaan medis terhadap lesi TB pada anak terdiri atas nutrisi yang adekuat,

kemoterapi, tindakan suportif umum, penegahan pajanan yang tidak perlu terhadap infeksi

lain yang akan memperburuk pertahanan tubuh, pencegahan infeksi ulang, dan terkadang

tindakan pembedahan. Hospitalisasi jarang di perlukan kecuali untuk bentuk penyakit yang

sangat serius. Sebagian besar anak TB menerima asuhan keperawatan dilingkungan ambulasi,

bagian rawat jalan, sekolah, dan puskesmas.(Hockenberry, Wilson, 2007)

Terapi obat yang dianjurkan untuk mengobati tuberculosis antara lain adalah kombinasi

obat-obat berikut: isoniazid (INH), rifanpin, and pirazinamid (PZA). American academy of

pediatrics (2000) merekomendasikan progam pengobatan 6 bulan yang terdiri atas INH,

rifanpin, dan PZA, diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama, dan INH serta rifanpin di

berikan 2 kali setiap minggu (jika pemberian obat di awasi secara langsung) selama 4 bulan

berikutnya. Jika anak dicurigai menderita tuberculosis yang resisten terhadap berbagai obat,

ditambahkan etambutol atau stertomisin (hanya injeksi IM). Terapi penjegahan ditunjukan

untuk mencegah berkemangnya infeksi paten dan untuk mencegah infeksi awal pada individu

yang berada pada kondisi beresiko tinggi. Obat yang paling banyak di gunakan adalah INH

selama 9 bulan, atau sampai 12 bulan untuk anak yang terinfeksi HIV.(Hockenberry, Wilson,

2007)

Prosedur bedah. Pembedahan dapat diperlukan untuk mengangkat sumber infeksipada

jaringan yang tidak dapat di jangkau dengan kemoterapi atau yang di hancurkan oleh

penyakit. Prosedur ortopedi untuk koreksi deformitas tulang, bronkoskop untuk

pengangkatan polip granuomatosa tunerkuosa atau reseksi bagian paru yang sakit juga dapat

dilakukan.(Hockenberry, Wilson, 2007)

Page 26: makalah pediatric

Prognosis. Sebagian besar anak dapat sembuh dari ifeksi TB primer dan sering tidak

menyadari keberadaannya. Akan tetapi, anak yang masih sangat kecil memiliki insidensi

penyebaran penyakit yang lebih tinggi. TB merupakan penyakit serius pada 2 tahun pertama

kehidupan, selama masa remaja, dan pada anak yang menderita HIV positif. Kecuali pada

kasus meningitis tuberculosis, kemtian jarang terjadi pada anak yang dapat pendapatkan

pengobatan. Terapi antibiotic telah berhasil menurunkan angka kematian dan penyebaran

secara hematogen akibat lesi primer. (Hockenberry, Wilson, 2007)

Pencegahan. Satu-satunya cara pasti untuk mencegah TB dapat menghindari kotak

dengan bacil tuberkel. Upaya mempertahankan setatus kesehatan yang maksimal dengan

nutrisi adekuat dan menghindari keletihan dan infeksi yang melemahkan akan meningkatkan

ketahanan alamai namun tiak mencegah infeksi. Pasteurisai dan pengujian rutin pada susu

dan eliminasi penyakit sapi telah menurunkan insidensi tuberculosis sapi. Imunitas yang

terbatas dapat dihasilkan dengan pemberian BCG (bacilli calmete guerien), vaksin yang

menggandung bacil bovine yang tingkat virulensinya sudah di turunkan. Vaksin segar di

injeksikan secara interadermal, memberikan perlindungan yang jelas namun tidak lengkap

(sekitar 50%) terhada TB. Distribusi vaksinn dikendakilan oleh departemen kesehatan

nasional atau setempat namun vaksin tidak digunakan secara luas, mestipun ditempat-tempat

dengan prevalensi penyakit tinggi.(Hockenberry, Wilson, 2007)

B. Nursing Care Plan

Page 27: makalah pediatric

C. Family Teaching

- Tonsilitis

Setelah dilakukan Tonsilektomi atau pengangkatan tonsil perlu dukungan keluarga dan

perawatan di rumah, seperti (Hockenberry, Wilson, 2007) :

1. Menghindari makanan yang mengiritasi atau sangat berbumbu

2. Menghindari penggunaan obat kumur atau menyikat gigi terlalu keras

3. Melarang anak untuk batuk atau membersihkan tenggorokan atau meletakkan sesuatu

di dalam mulut

4. Menggunakan analgesik yang efektif atau kolar es untuk nyeri

5. Membatasi aktivitas untuk mengurangi pendarahan. Pendarahan dapat terjadi sampai

10 hari setelah pembedahan karena adanya pelepasan jaringan akibat proses

penyembuhan.

- Asma

Perawat yang berkerja dengan anak penderita asma dapat memberikan dukungan dengan

berbagai cara. Banyak anak yang mengungkapkan rasa frustasinya karena eksaserbasi asma

mempengaruhi aktivitas dan kehidupan sosial mereka sehari-hari. Mereka memerlukan

pendidikan kesehatan mengenai penyakitnya, termasuk apa yang harus dilakukan untuk

mencegah episode asma dan selama episode asma. Anak ini memerlukan jaminan dari tim

kesehatan dan penguatan terhadap mekanisme koping mereka. (Hockenberry, Wilson, 2007)

Hal yang dapat dilakukan keluarga dirumah untuk mencegah terjadinya asma adalah

membuat rumah dan komunitas bebas alergi, sepeti gunakan semprotan pestisida, melapisi

dinding dengan cat atau wallpaper yang dapat dicuci, dan gunakan perabotan yang dapat

dilap (kayu, plastik, kulit) di tempat perabotan yang dilapisi kain serta hindari perabotan dari

rotan atau anyaman. Selain membuat rumah dan komunitas bebas alergi, kita juga dapat

menyarankan untuk menggunakan Peak Expiratory Flow Meter (PEFM), atau menggunakan

Inhaler dosis terukur MDI. (Hockenberry, Wilson, 2007)

- Pneumonia

Keluarga juga memerlukan dukungan. Batuk kering yang dialami anak dapat

menimbulkan kelelahan pada orang tua karena sering mengganggu tidur anak dan keluarga.

Orang tua harus tetap diberitahu tentang perkembangan anak dan diajarkan mengenai

Page 28: makalah pediatric

perawatan di rumah yang tepat, seperti penggunaan aspirator hidung dan pemberian

antibiotik. (Hockenberry, Wilson, 2007)

- Tuberculosis

Karena keberhasilan terapi bergantung pada kepatuhan pasien terhadap program

pengobatan, orang tua harus diberitahu pentingnya pemberian obat yang sering dan selama

diinstruksikan. Sebagai keluarga memerlukan observasi langsung untuk memastikan

kepatuhan. (Hockenberry, Wilson, 2007)

D. Kebijakan Departemen Kesehatan(terlampir)

Kebijakan Departemen Kesehatan (Asma) – lampiran I

Page 29: makalah pediatric

F. Jurnal(terlampir)

Judul :Preschoolers with Asthma: Narratives of Family Functioning Predict

Behavior Problems

Tempat :Central New York State

Tujuan :Mengujisejauh manakeparahangejala asmadannarasianak-anakdarifungsi

keluargamemprediksigejalaperilakuanak-anak prasekolah.

Tujuan Khusus :

1. Menguji peranyang memainkan keparahandalam memprediksiperilakupenyesuaian

anakdengan sampelanak-anakasma.

2. Menyelidiki peranfungsi keluragadalam nenambah tingkat keparahan asma.

3. Mengeksplorasikegunaanteknikcerita-batang yang baru berkembang.

Metode :

- Peserta : 58anakberkisarusia3 sampai 5 tahundan58pengasuhutama mereka

- Prosedur : Pengasuh utamadiberikuesioner, anak-anak diberinarasitugascerita-batang.

Wawancara naratifanak-anakterdiri dari empatcerita-batang tentang

kehidupankeluarga danasma, berlangsung sekitar20menit, dandirekam.

Hasil :

Lima peserta anak tidak mampu menyelesaikan cerita, 1 anak saki tdan 4 anak

menolak untuk berpartisipasi. Oleh karena itu, total 53 anak memberikan kontribusi

terhadapdata yang dikumpulkan pada cerita-batang tanggapan. Anak-anak yang menolak

untuk berpartisipasi tidak menunjukkan penyimpangan ditandai dari nilai rata-rata

keseluruhan pada variabel penelitian Severity Fungsional Asma. Prosedur ANOVA

digunakan untuk menguji perbedaan dalam variabel demografis kategori, prediktor dan hasil

variabel kontinu. Namun, ketik akontribusi individu masing-masing jenis narasi yang

diperiksa, Indeks Umum Fungsi Keluarga, tetapi tidak Indeks Asma Response, memberikan

kontribusi signifikan terhadap varians dalam total skala Perilaku Masalah.

Page 30: makalah pediatric

Kesimpulan :

Peneliti menemukan bahwa tingkat tertinggi keparahan gejala asma diperkirakan lebih

tingginya nilai masalah perilaku. Temuan ini pada balita dengan asma sesuai dengan

keparahan penyakit yang menghubungkan dengan hasil perilaku pada anak-anak usia sekolah

dan remaja. Penelitian ini menunjukkan bahwa alasan ini mungkin sangat kompleks dan

mungkin mencerminkan beberapa faktor penentu dari kedua keparahan penyakit dan

penyesuaian perilaku (McQuaid et al., 2001).

Penelitian ini adalah untuk menguji persepsi keluarga dalam konteks asma antara

anak-anak prasekolah, penduduk yang telah kurang mendapat perhatian. Studi lainnya

menggunakan metode narasi dikombinasikan dengan laporan pengasuh dan observasi lebih

lanjut dapat memperjelas hubungan antara proses penyakit spesifik dan hasil perilaku anak.

Pengaruh kuat lainnya pada penyesuaian perilaku cenderung untuk hadir, terutama

untuk sampel ini anak berpenghasilan rendah. Ini mungkin termasuk terukur faktor distal

seperti lingkungan dan karakteristik anak prasekolah dan akses terhadap kualitas perawatan

kesehatan, serta faktor-faktor proksimal termasuk tekanan psikologisorangtua (Celano et al.,

2008), kepadatan anggota keluarga, merokok di rumah, pola tidur, dan aspek status kesehatan

selain asma.

Page 31: makalah pediatric

Daftar Pustaka

Gerard J Tortora dan Bryan Derrickson. 2011. Principles of Anatomy and Physiology,

Maintance and Continuity of the Human Body, ed. 13th. Asia; Wiley

Herdman. 2011.Nanda International, Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-

2014. Jakarta; EGC

Hockenberry dan Wilson. 2007. Wong’s Nursing Care of Infants and Children, Eighth

Edition. Canada; Mosby Elsevier

Rahajoe, Supriyatno, dan Setyanto. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta; IDAI

Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit. Jakarta; EGC

Wim de Jong at al. 2005. Buku ajar ilmu bedah.Jakarta; EGC

Page 32: makalah pediatric

MAKALAH PEDIATRIC NURSING

KELOMPOK 9, KELAS B

“Alterations in oxyigen transport: respiratory alterations

Tonsillitis, Pneumonia, Asthma, Tuberculosis ”

Oleh :

YeusyVitasari (462012011)

RiniYulianti (462012031)

Program Studi S1 Keperawatan

Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

2014