View
1.713
Download
140
Category
Preview:
DESCRIPTION
kesehatan
Citation preview
ASKEP LIMFADENOPATI
SKENARIO 2
Tn. A dirawat di RSUD XX diruang hematologi dengan keluhan mual, muntah, tidak
nafsu makan dan serig keringat malam. Tn. A mengatakan sejak kurang lebih 4 bulan yang
lalu sebelum masuk RS pertama kali disadari dileher kiri ada benjolan berukuran sebesar
telur ayam, padat kenyal dan makin lama makin membesar, mula-mula benjolan tidak nyeri
tekan, tetapi sejak 2 bulan yang lalu pada benjolan timbul luka-luka kemerahan bila ditekan
ada kemerahan bila terasa nyeri, nyeri dirasakan saat benjolan ditekan dan tidak menyebar.
Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan didapatkan limfadenepati, anorexsia, anemi, dan
palpitasi. Advise dokter mengatakan Tn. A disarankan untuk untuk dilakukan pemeriksaan
Biopsi dan pemeriksaan lain untuk mendapatkan diagnose medis.
Langkah 1 : klarifikasi istilah dan konsep1. Palpitasi adalah jantung yang kuat dan cepat disadari pasien.
2. Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang darah, pembentuknya dan bentuk –
bentuk darah
3. Pemeriksaan biopsy adalah eksisi jaringan dari tubuh yang hidup untuk pembentukan
microscopy guna meningkatkan diagnosa
4. Limfadenospati adalah suatu keadaan hyperplasia kelenjar getah bening.
5. Anorexsia adalah tidak nafsu makan.
Langkah 2 : menetapkan / mendefinisi masalahDari scenario diatas dilihat dari tanda dan gejala, maka masalah yang timbul ada :
Dileher kiri Tn A ada benjolan sebesar telur ayam, yang mula – mula tidak nyeri tekan.
Tn A mengalami kelainan limfa yang berhubungan dengan system getah bening.
Dileher kiri Tn A yang merupakan tanda penyakit limfadenopati penyebab dari hyperplasia.
Dan dapat diambil Diagnosa medis dan Diagnosa keperawatan sebagai berikut :
Diagnose medis Diagnose keperawatan
LIMFOMA Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan
prosedur invasit.
Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit,
jaringan dan integritas.
Pola nafas tidak efetif berhubungan dengan
neouromuscular, ketidak imbangan persptual.
Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan
berhubungan dengan pengeluaran integritas pembuluh
darah, perubahan dalam kemampuan pembekuan darah.
Langkah 3 : Analisa masalah (Curah pendapat)1. Bagaimana penatalaksanaan limfadenopati ?
Penata laksanaannya adalah kemoterapi dan terapi radiasi.
2. Bagaimana mekanisme terjadinya limfadenopati ?
Mekanisme terjadinya limfadenopati adalah terjadi karena beberapa sebab otot yaitu
peningkatan jumlah limfosit makrofat jinak selama reaksi terhadap antigen.
3. Bagaimana proses pembentukan kelenjar getah bening dan dimana saja kelenjar getah bening
tersebut ?
Kelenjar getah bening adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh kita. Tubuh kita memiliki
kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, namun hanya didaerah submandibular (bagian
bawah rahang bawah; sub: bawah;mandibula:rahang bawah), ketiak atau lipat paha yang
teraba normal pada orang sehat. Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel
pembentuk pertahanan tubuh dan merupakan tempat penyaringan antigen (protein asing) dari
pembuluh-pembuluh getah bening yang melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfe akan
mengalir ke KGB sehingga dari lokasi KGB akan diketahui aliran pembuluh limfe yang
melewatinya.
4. Bagaimana tanda dan gejala limfadenopati ?
ditandai pembengkakan pada satu atau lebih kelenjar getah bening, biasanya di leher dan
ketiak, tetapi kadang kala di tempat lain. Gejala ini biasanya cepat hilang tanpa diobati.
5. Kenapa bisa terjadi benjolan dileher kiri Tn A ?
karena dilewati oleh aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa antigen (mikroba,
zat asing) dan memiliki sel pertahanan tubuh maka apabila ada antigen yang menginfeksi
maka kelenjar getah bening dapat menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yang lebih banyak
untuk mengatasi antigen tersebut sehingga kelenjar getah bening membesar.
6. Bagaimana keterkaitan kelenjar limfa dengan system imunitas ?
Hubungan antara kelenjar limfa dengan sistem imunitas adalah kelenjar limfa juuga termasuk
dalam pertahanan tubuh. Kelenjar limfa memiliki sel pertahanan tubuh, jika ada antigen yang
menginfeksi maka kelenjar limfa dapat menghasilkan sel – sel pertahanan tubuh yang lebih
banyak untuk mengatasi antigen tersebut.
Langkah 4 (menginventarisasi secara sistematis berbagai penjelasan yang telah didapatkan kelompok pada langkah 3)
Ada hubungan antara benjolan sebesar telur ayam dileher Tn A dengan limfadenopati.
Ada hubungan antara limfadenopati dan system hematologis.
Ada hubngan antara tanda dan gejala yang dialami Tn A dengan penyakit yang dideritanya.
Langkah 5 (merumuskan sasaran pembelajaran) Limfoma.
Hitung Darah Lengkap Denga diferensial dan hitung TrombositDarah sering diperiksa untuk mengetahui keadekuatan jumlah sel dan fungsinya.
Pemeriksaan yang paling sering dilakukan adalah hitung darah lengkap, yang memberi informasi jumlah, konsentrasi, dan karakter fisil sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit yang ada didalam sampel darah vena. Hitung darah lengkap diferensial bergantung usia dan pada tingkat yang lebih rendah, bergantung janis kelamin. Latihan atau olahraga,status reproduksi, dan berbagai jenis obat dapat menyebabkan deviasi hasil pemeriksaan. Hitung darah lengkap diferensial digunakan sebagai bagian dari pemeriksaan fisik, untuk penapisan kondisi spesifik, dan untuk menentukan kesehatan praoperatif. Hitung darah lengkap juga digunakan untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan terapi.
Ukuran sel darah merah ditunjukkan dengan mean corpuscular volume (MCV) atau volume korpuskular rata-rata dan mean corpuscular hemoglobin concretation (MCHC) atau konsentrasi hemoglobin korpuskular rata-rata yang memberi informasi tambahan pada pasien penderita anemia. Sel darah merah juga diperiksa RDW (red cell size distribution width) didalam sampel darah. Jika RDW tinggi, hal ini berarti ada rentang ukuran sel darah merah yang cukup luas di dalam sampel darah. RDW bermanfaat untuk membedakan jenis-jenis anemia yang hampir sama. Sebagai contoh pasien dengan selmikrositik (kecil) yang memiliki RDW normal dapat mengalami abnormalitas hemoglobin seperti talasemia, sementara pasien drngan sel mikrositik yang hampir sama tetapi RDW tinggi lebih tinggi cenderung mengalami defisiensi zat besi. Kombinasi nilai sel darah merah lainnya memberi penanda yang berbeda untuk etiologi gangguan darah.
Pemeriksaan darah lainnya adalah golongan darah ABO dan antigen Rh serta pemeriksaan untuk mengidentifikasi adanya mikroorganisme dan titer antibodi. Laju sedimentasi eritrosit (SED) adalah pemeriksaan yang mengevaluasi kecenderungan sel darah merah untuk terpisah dari bagian darah yang tidak membeku dalam satu jam. Pemeriksaan ini berdasarkan fakta bahwa inflamasi dan proses lain yang hampir sama menstimulasi hepar untuk melepaskan sejumlah protein ke dalam darah, yang menyebabkan sel darah beragregasi bersama-sama, menjadi lebih berat dan akhirnya mengendap ke dasar wadah. Karena hal ini, laju SED sering kali meningkat secara tidak spesifik pada penyakit inflamasi.
Nilai Hitung Darah Lengkap Dengan differensial Dan Hitung Trombosit (Orang Dewasa)
Hitung sel darah merah: 4,0-5,5 juta/ml darah Hitung sel darah putih: 5.000-10.000/ml darah Hitung trombosit: 140.000-40.0000/ml darah Hematokrit (% sel darah merah): 42-52% untuk pria; 36-48% untuk wanita) Hemoglobin:14,0-17,5 gram/100 ml untuk pria; 12,0-16,0 gram/100 ml untuk wanita
Neutrofil: 50%-62% Eosinofil: 0%-3% Basofil:0%-1% Limfosit:25%-40% Monosit:3%-7%
Pemeriksaan Ukuran Sel Darah Merah dan Hemoglobin (dewasa) MCV: 82-98 fL/sel darah MCHC: 32-36 g/dL RDW:11,5-14,5 koefisien variasi ukuran sel darah merah
Laju Sedimentasi Laju SED: 0-20 mm/jam
Waktu PembekuanWaktu pembekuan adalah lama waktu pembekuan yang terjadi setelah penusukan luka standart pada kulit. Waktu pembekuan diukur dalam menit dan mengindikasikan status fungsi trombosit, terutama efektifitas sumbatan trombosit. Waktu pembekuan tidak lebih dari 15 menit (normal: 3,0-9,0 menit) untuk penusukan lengan.Masa Troboplastin parsial/protombin
PTT (pratial thromboplastin time) dan PT (prothrombin time) mendeteksi defisiensi dalam aktifitas berbagai faktor pembekuan. Kedua pemeriksaan mengevaluasi bekuan dalam sampel darah vena.
PTT menunjukkan efektifitas jalur intrinsik koagulasi dan tidak boleh lebih dari 90 detik (normal: 30 sampai 40 detik). Pemeriksaan ini penting dalam menentukan efektifitas dan keamanan terapi herapin.
PT mendemonstrasikan efektifitas faktor koagulasi vitamin K-dependen, terutama jalur ekstrinsik dan jalur umumnya koagulasi. PT seharusnya tidak lebih dari 40 detik, atau sampai 2,5 kali level kontrol (normal: 11 sampai 13 detik). PT digunakan untuk menentukan efektifitas terapi warfarin (Coumadin).
Langkah 6 (mengumpulkan informasi tambahan diluar waktu diskusi kelompok/belajar mandiri)
Langkah 7 (melakukan sintesa dan pengujian informasi yang telah terkumpul)LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Limfadenopati adalah suatu tanda dari infeksi berat dan terlokalisasi (Tambayong, 2000; 52).
Limfadenopati adalah digunakan untuk menggambarkan setiap kelainan kelenjar limfe
(Price, 1995; 40).
Limfadenopati adalah pembengkakan kelenjar limfe (Harrison, 1999; 370).
Dari pengertian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
Limfadenopati adalah kelainan dan pembengkakan kelenjar limfe sebagai tanda dari infeksi
berat dan terlokalisasi.
B. Etiologi
Peningkatan jumlah limfosit makrofag jinak selama reaksi terhadap antigen.
Infiltrasi oleh sel radang pada infeksi yang menyerang kelenjar limfe.
Proliferasi in situ dari limfosit maligna atau makrofag.
Infiltrasi kelenjar oleh sel ganas metastatik.
Infiltrasi kelenjar limfe oleh makrofag yang mengandung metabolit dalam penyakit cadangan
lipid.
(Harrison, 1999; 370)
C. Tanda dan Gejala
a. demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38 oC.
b. sering keringat malam.
c. Kehilangan berat badan lebih dari 10% dalam 6 bulan.
d. Timbul benjolan di bagian leher.
D. Patofisiologi
Sistem limfatik berperan pada reaksi peradangan sejajar dengan sistem vaskular darah.
Biasanya ada penembusan lambat cairan interstisial kedalam saluran limfe jaringan, dan limfe
yang terbentuk dibawa kesentral dalam badan dan akhirnya bergabung kembali kedarah vena.
Bila daerah terkena radang, biasanya terjadi kenaikan yang menyolok pada aliran limfe dari
daerah itu. Telah diketahui bahwa dalam perjalanan peradangan akut, lapisan pembatas
pembuluh limfe yang terkecil agak meregang, sama seperti yang terjadi pada venula, dengan
demikian memungkinkan lebih banyak bahan interstisial yang masuk kedalam pembuluh
limfe. Bagaimanapun juga, selama peradangan akut tidak hanya aliran limfe yang bertambah,
tetapi kandungan protein dan sel dari cairan limfe juga bertambah dengan cara yang sama.
Sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan melalui pembuluh limfe
menguntungkan karena cenderung mengurangi pembengkakan jaringan yang meradang
dengan mengosongkan sebagian dari eksudat. Sebaliknya, agen-agen yang dapat
menimbulkan cedera dapat dibawa oleh pembuluh limfe dari tempat peradangan primer
ketempat yang jauh dalam tubuh. Dengan cara ini, misalnya, agen-agen yang menular dapat
menyebar. Penyebaran sering dibatasi oleh penyaringan yang dilakukan oleh kelenjar limfe
regional yang dilalui oleh cairan limfe yang bergerak menuju kedalam tubuh, tetapi agen atau
bahan yang terbawa oleh cairan limfe mungkin masih dapat melewati kelenjar dan akhirnya
mencapai aliran darah. (Price, 1995; 39 - 40).
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis dapat menghasilkan petunjuk tentang
kemungkinan diagnosis ini dan evaluasi lebih lanjut secara langsung ( misalnya hitung darah
lengap, biakan darah, foto rontgen, serologi, uji kulit). Jika adenopati sistemik tetap terjadi
tanpa penyebab yang jelas tanpa diketahui, biopsi kelenjar limfe dianjurkan. (Harrison, 1999;
372). Biopsi sayatan: Sebagian kecil jaringan tumur mame diamdil melalui operasi dengan
anestesi umum jaringan tumor itu dikeluarkan, lalu secepatnya dikirim kelaborat untuk
diperriksa. Biasanya biopsi ini dilakukan untuk pemastian diagnosis setelah operasi. ( Oswari,
2000; 240 ). Anestesi umum menyebabkan mati rasa karena obat ini masuk kejaringan otak
dengan tekanan setempat yang tinngi. ( Oswari, 2000; 34 ). Pada awal pembiusan ukuran
pupil masih biasa, reflek pupil masih kuat, pernafasan tidak teratur, nadi tidak teratur,
sedangkan tekanan darah tidak berubah, seperti biasa. (Oswari, 2000; 35).
E. Manifestasi Klinis
Kelenjar limfoma cenerung teraba kenyal, seperti karet, saling berhubungan, dan tanpa
nyeri. Kelenjar pada karsinoma metastatik biasanya keras, dan terfiksasi pada jaringan
dibawahnya. Pada infeksi akut teraba lunak, membengkak secara asimetrik, dan saling
berhubungan, serta kulit di atasnya tampak erimatosa. (Harrison, 1999; 370).
F. Pemeriksaan Penunjang
Hitung darah lengkap.
Biakan darah.
Foto rontgen.
Serologi.
Uji kulit.(Harrison, 1999; 372).
G. Penatalaksanaan
1. Therapy Medik
Konsultasi dengan ahli onkology medik ( di RS type A dan B)
Limfoma non hodkin derajat keganasan rendah (IWF)
Tanpa keluhan : tidak perlu therapy
Bila ada keluhan dapat diberi obat tunggal siklofosfamide dengan dosis permulaan po tiap
hari atau 1000 mg/m 2 iv selang 3 – 4 minggu.
Bila resisten dapat diberi kombinasi obat COP, dengan cara pemberian seperti pada LH diatas
Limfona non hodgkin derajat keganasan sedang (IWF)
Untuk stadium I B, IIB, IIIA dan B, IIE A da B, terapi medik adalah sebagai terapy utama.
Untuk stadium I A, IE, IIA diberi therapy medik sebagai therapy anjuran
Minimal : seperti therapy LH
Ideal : Obat kombinasi cyclophospamide, hydrokso – epirubicin, oncovin,prednison (CHOP)
dengan dosis :
C : Cyclofosfamide 800 mg/m 2 iv hari I
H : hydroxo – epirubicin 50 mg/ m 2 iv hari I
O : Oncovin 1,4 mg/ m 2 iv hari I
P : Prednison 60 mg/m 2 po hari ke 1 – 5
Perkiraan selang waktu pemberian adalah 3 – 4 minggu
Lymfoma non – hodgkin derajat keganasan tinggi (IWF)
Stadium IA : kemotherapy diberikan sebagai therapy adjuvant
Untuk stadium lain : kemotherapy diberikan sebagai therapy utama
Minimal : kemotherapynya seperti pada LNH derajat keganasan sedang (CHOP)
Ideal : diberi Pro MACE – MOPP atau MACOP – B
2. Therapy radiasi dan bedah
Konsultasi dengan ahli radiotherapy dan ahli onkology bedah, selanjutnya melalui yim
onkology ( di RS type A dan B)
H. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien limfadenopati adalah:
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasit.
Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas.
Pola nafas tidak efetif berhubungan dengan neouromuscular, ketidak imbangan persptual.
Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran
integritas pembuluh darah, perubahan dalam kemampuan pembekuan darah.
I. Intervensi
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
Tujuan: Mencapai penyembuhan tepat waktu,bebas drenase purulen atau eritema dan tidak
demam ( doengos, 1999; 796 – 797 )
Interensi:
- Tingkatkan cuci tangan yang baik pada setaf dan pasien.
- Gunakan aseptik atau kebersinan yang ketet sesuai indikasi untuk menguatkan atau menganti
balutan dan bila menangani drain.insruksian pasien tidak untuk menyentuh atau menggaruk
insisi.
- Kaji kulit atau warna insisi. Suhu dan integrits: perhatikan adanya eritema /inflamasi
kehilangan penyatuan luka.
- Awasi suhu adanya menggigil
- Dorong pemasukan cairan,diey tinggi protein dengan bentuk makanan kasar.
- Kolaborasi berikan antibiotik sesuai indikasi
Rasional :
- Menurunkan resiko kontaminasi silang.
- Mencegah kotaminasi dan resiko infeki luka,dimana dapat memerlukan post prostese.
- Memberikan informasi trenteng status proses penyembuhan dan mewaspadakan staf
terhadap dini infeksi.
- Meskipun umumnya suhu meningkatpdad fase dini pasca operasi dan/atua adanya menggigil
biasanya mengindikasikan terjadinya infeksi memerlukan inetrvensi untuk mencegah
komplikasi lebih serius.
- Mempertahankan keseimbangan cairan dan nutrisi untuk mendukung perfusi jaringan dan
memberikan nutrisi yang perlu untuk regenerasi selular dan penyembuhan jaringan.
- Mungkin berguna secara profilaktik untuk mencegah infeksi.
2. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot.
Tujuan: mengatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol / hilang.
( doengos, 1999; 915 – 917 )
Intervensi :
- Evaluasi rasa sakit secara regular (mis, setiap 2 jam x 12 ), catat karakteristik, lokasi n
intensitas ( skala 0-10 ).
- Kaji penyebab ketidaknyamanan yang mungkin selain dari prosedur operasi.
- Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan, sesui kebutuhan.
- Lakukan reposisi sesui petunjuk, misalnya semi - fowler; miring.
- Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya latihan napas dalam, bimbingan imajinasi,
visualisasi.
- Berikan perwatan oral reguler.
Rasional:
- Sediakan informasi mengenai kebutuhan / efektifitas intervensi. Catatan: sakit kepala frontal
dan / atau oksipital mungkin berekembang dalam 24-72 jam yang mengikuti anestesi spinal,
mengharuskan posisi terlentang, peningkatan pemasukan cairan, dan pemberitahuan ahli
anestesi.
- Ketidaknyamanan mungkin disebabkan / diperburuk dengan penekanan pada kateter
indwelling yang tidak tetap, selang NG, jalur parenteral ( sakit kandung kemih, akumulasi
cairan dan gas gaster, dan infiltrasi cairan IV/ medikasi.
- Pahami penyebab ketidaknyamanan ( misalnya sakit otot dari pemberian suksinilkolin dapat
bertahan sampai 48 jam pasca operasi, sakit kepala sinus yang disosialisasikan dengan nitrus
oksida dan sakit tenggorok dan sediakan jaminan emosional. Catatan: peristasia bagian-
bagian tubuh dapat menyebabkan cedera saraf. Gejala – gejala mungkin bertahan sampai
berjam-jam atau bahkan berbulan – bulan dan membutuhkan wevaluasi tambahan.
- Mungkin mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi. Posisi semi – Fowler dapat
mengurangi tegangan otot abdominal dan oto punggung artritis, sewdangkan miring
mengurangi tekanan dorsal.
- Lepaskan tegangan emosional dan otot; tingkatkan perasaan kontrol yang mungkin dapat
meningkatkan kemam puan koping.
- Mengurangi ketidaknyamanan yang di hubungkan dangan membaran mukosa yang kering
pada zat – zat anestesi, restriksi oral.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan neouromuskular, ketidak imbangan persptual.
Tujuan: Menetapkan pola nafas normal / efektif dan bebas dari sianosis dan tanda – tanda
hipoksai lain. ( doengos, 1999; 911 – 912 )
Intervensi:
- Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala, hipereksentensi rahang, aliran
udara feringeal oral.
- Obserefasi dan kedalamam pernafasan, pemakaian otot – otot bantu pernafasan, perluasan
rongga dada, retraksi atau pernafasan cuping hidung, warna kulit dan aliran udara.
- Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernafasan dan jenis
pembedahan.
- Observasi pengembalian fungsi otot terutama otot pernafasan.
- Lakukan penghisapan lendir jika perlu.
- Kaloborasi: berikan tambahan oksigen sesui kebutuhan.
Rasional:
- Mencegah obstruksi jalan nafas.
- Dilakukan untuk memastikan efektivitas pernafasan sehingga upaya memperbaikinya dapat
segera dilakukan.
- Elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi dari muntah, posisi yang
benar akan mendoromg ventilasi pada lobus paru bagian bawah dan menurunkan tekanan
pada diafragma.
- Setekah pemberian obat – obat relaksasi otot selama masa intra operatif pengembalian fungsi
otot pertama kali terjadi pada difragma, otot – otot interkostal, dan laring yang akan diikuti
dengan relaksasi dengan relaksasi kelompok otot – otot utma seperti leher, bahu, dan otot –
otot abdominal, selanjutnya diikuti oleh otot – otot berukuran sedang seperti lidah, paring,
otot – otot ekstensi dan fleksi dan diakhiri oleh mata, mulut, wajah dan jari – jari tangan.
- Obstruksi jalan nafas dapat terjadi karena danya darah atau mukus dalam tenggorok atau
trakea.
- Dilakukan untuk meningkatkan atau memaksimalkan pengambilan oksigen yang akan diikat
oleh Hb yang mengantikan tempat gas anestesi dan mendorng pengeluaran gas tersebut
melalui zat – zat inhalasi.
4. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran
integritas pembuluh darah, perubahan dalam kemampuan pembekuan darah.
Tujuan: Mendemonstrasikan keseimbangan cairan yang adekuat, sebagaimana ditunjukkan
dengan tanda – tanda vital yang stabil, palpasi denyut nadi dengan kualitas yang baik, turgor
kulit normal, membran mukosa lembab, dan pengeluaran urine yang sesui. ( doengos, 1999;
913 –915)
Intervensi:
- Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran ( termasuk pengeluaran gastrointestinal ).
- Kaji pengeluaran urinarus, terutama untuk tipe prosedur operasi yang dilakukan.
- Berikan bantuan pengukuran berkemih sesuai kebutuhan. Misalnya privasi, posisi duduk, air
yang mengalir dalam bak, mengalirkan air hamgat diatas perineum.
- Catat munculnya mual/muntah, riwayat pasien mabuk perjalanan.
- Periksa pembalut, alat drein pada intrval reguler. Kaji luka untuk terjadinya pembengkakan.
- Kalaborasi: Berikan cairan pariental, pruduksi darah dean / atau plasma ekspander sesuai
petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperlukan.
Rasional:
- Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran cairan/
kebutuhan pemggantian dan pilihan – pilihan yang mempengaruhi intervensi.
- Mungkin akan terjadi penurunan ataupun penghilangan setelah prosedur pada sistem
genitourinarius dan / atau struktur yang berdekatan.
- Meningkatkan relaksasi otot perineal dan memudahkan upaya pengosongan.
- Wanita, pasien dengan obesitas, dan mereka yang memiliki kecenderungan mabuk
perjalanan penyakit memiliki resiko mual/ muntah yang lebih tinggi pada masa pasca operasi.
Selain itu, semakin lama durasi anestesi, semakin resiko untuk mual, catatan: Mual yang
terjadi selama 12 –24 jam pasca operasi umumnya dibangunkan dengan anestesi( termasuk
anestesi regional ),. Mual yang bertahan lebih dari 3 hari pasca operasi mungkin dihubungkan
dengan pilihan narkotik untuk mengontrol rasa sakit atau tr erap oabt – abatan lainnya.
- Perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada hipovolemia / hemoragi. Pembengkakan
lokal mungkin mengindikasikan formasi hematoma/ perdarahan.
- Gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. Catat waktu penggantian volume
sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi, misalnya ketidak seimbangan.
Askep Limfadenopaty
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama : Tn A
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : laki – laki
Agama : islam
Alamat : Jl.JA.soeprapto No.25 bogo nganjuk
Suku : jawa
Mrs : 29 – 09 – 2011 jam 13.00
Pengkajian : 1 – 10 – 2011
2. Riwayat penyakit sekarang
Alasan utama MRS :
Keluhan utama :
Mual muntah, tidak nafsu makan dan sering keringat malam.
3. Riwayat penyakit dahulu
Tn. A pernah MRS dengan penyakit Hipertensi.
4. Riwayat penyakit keluarga
Tidak mempunyai penyakit
5. Pola – pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Kebiasaan dengan mengkonsumsi 3 bungkus / hari, jamu, olah raga/gerak badan(-).
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Sebelum MRS klien makan 3 x sehari dengan porsi cukup dan suka makan diluar rumah, saat
MRS pemenuhan nutrisi bubur kasar 1 porsi habis setiap kali makan. Kesulitan makan tidak
ada, keadaan yang mengganggu nutrisi tidak ada, status gizi yang berhubungan dengan
keadaan tubuh : postur tubuh tinggi, besar, keadaan rambut bersih.
BAB
Frekuensi : 1 x / 3 hari
Warna dan bau : bau khas
Konsistensi : padat
Keluhan : tidak ada
BAK
Frekuensi : kondom cat
Warna dan bau : bau khas urine
Keluhan : tidak ada
c. Pola tidur dan istirahat
Tidur
Frekuensi : 2 x sehari
Jam tidur siang : 1 – 3 jam / hari
Jam tidur malam : 6 – 7 jam / hari
Keluhan : tidak ada
Istirahat
Frekuensi : 4 – 6 x / hari
Keluhan : tidak ada
d. Pola aktivitas
Klien biasanya duduk seharian untuk membuat pola rancangan baju dari pemesanan. Olah
raga kadang – kadang seminggu sekali. Jalan – jalan pagi ke alun – alun.
e. Pola sensori dan kognitif
sensori :
daya penciuman, daya rasa, daya raga, daya pendengaran baik.
Kognitif :
Proses berfikir, isi pikiran, daya ingat baik
f. Pola penanggulangan stres
Penyebab stres, mekanisme terhadap stres, adaptasi terhadap stres, pertahanan diri sementara
biasanya klien meminta bantuan terutama istri.
6. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan leher : ditemukan benjolan sebesar telur ayam dan tampak kemerahan pada
leher kiri.
b. Pemeriksaan kulit :
7. Analisa data
No. Data Etiologi Masalah
1. DS : pasien mengatakan lemas
DO : N : 60 x/menit, TD : 100/60
mmHg
- Wajah pucat
- Tubuh lemas
Anemia, lemah,
dan letih.
Intoleransi aktifitas
2. DS : pasien mengatakan sesak
DO : RR : 30 x/menit,
Hb yang mengikat
O2 menurun, suplay
O2 ke jaringan
menurun.
Pola nafas tidak
efektif
3. DS : pasien mengatakan tidak nafsu
makan.
DO : BB: 50 kg, LILA : 38 cm, Hb:
12 gram/DI, anorexia
Mual, muntah,
anorexia, dan
anemia.
Ketidak
seimbangan nutrisi
4. DS : pasien mengatakan nyeri pada
leher kiri saat ditekan.
DO :
- P : benjolan pada leher kiri
- Q : berat
- R : leher kiri
- S : 7
- T : saat tekan
Benjolan pada
leher kiri bila
ditekan.
Nyeri
8. Diagnosa Keperawatan
a. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan anemia, lemah, dan letih.
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan palpitasi, suplay O2 kejaringan menurun.
c. Ketidak seimbangan nutrisi berhubungan dengan mual, muntah, anorexia, dan anemia.
d. Nyeri berhubungan dengan benjoln pada leher kiri bila ditekan.
9. Intervensi
Tanggal No Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
1
Oktober
2011
1 Intoleransi
aktifitas
berhubungan
dengan
anemia,
lemah, dan
letih.
Dalam
waktu 2 x
24 jam
anemia,
lemah, letih
sudah
berkurang
dan dapat
melakukan
aktifitas
dengan
normal
kembali.
Secara
subyektif
pasien
mengatakan
bahwa lemas
sudah
berkurang.
Secara
obyektif
didapatkan
N : 75 – 100
x/menit, TD :
110 – 120/ 80
– 90 mmHg,
wajah sudah
tidak tampak
pucat, dan
tubuh tidak
lemas.
- Berikan motivasi kepada klien terhadap peningkatan aktivitas
- Bantu atau perintahkan klien untuk mengambil nafas dalam agar pasien relaksasi
- Kaji respon emosional dan spiritual
- Motivasi dapat membantu klien untuk lebih bersemangat dalam melakukan atau menigkatkan aktifitas sehari – harinya
- Relaksasi mengurangi resiko kelelahan pada klien
- Respon
emosional
dan spiritual
mempengaru
hi kondisi
pasien dalam
melakukan
aktifitas
sehari –
harinya.
2 Pola napas
tidak efektif
berhubungan
Dalam
waktu 2x24
jam sesak
Secara
subyektif
pasien
- Kaji TTV
pasien.
- Nilai TTV yang tidak normal menujukkan adanya
dengan
palpitasi,
suplay O2
kejaringan
menurun.
nafas sudah
berkurang,
suplay O2
ke jaringan
terpenuhi.
mengatakan
bahwa sesak
nafas sudah
berkurangdan
secara
obyektif RR:
18 – 24
x/menit, serta
suplay atau
asupan O2 ke
jaringan
terpenuhi.
- Berikan terapi oksigen
- Latih klien untuk bernafas secara perlahan – lahan, bernafas lebih efektif.
- Pertahankan
jalan udara
pasien
dengan
memiringkan
kepala,
hipereksenten
si rahang,
aliran udara
feringeal oral.
abnormalitas pada bagian kerja organ dalam pada tubuh klien.
- Terapi oksigen dapat membantu pengurangan beban paru
- Bernafas perlahan – lahan dapat membantu pola nafas menjadi lebih efektif
- Mencegah
obstruksi
jalan nafas.
3 Ketidak
seimbangan
nutrisi
berhubungan
dengan mual,
muntah,
anorexia, dan
anemia.
Dalam
waktu 2x24
jam nutrisi
pasien
dapat
terpenuhi
dan kondisi
tubuh
kembali
normal.
Secara
subyektif
pasien
mengatakan
bahwa mul
dan
muntahnya
sudah
sembuh dan
secara
- Kaji
kebiasaan
kesulitan
makan dan
cacat BB dan
ukuran tubuh.
- Anjurkan
agar pasien
memakan
makanan
- Sebagai
acuhan
pemberian
intervensi
lanjutan yang
lebih efektif.
- Untuk
menghindari
makanan
yang dapat
obyektif
anorexia dan
anemia sudah
teratasi.
yang
disediakan
oleh RS.
- Jelaskan
manfaat
makanan bila
dikaitkan
dengan
kondisi
pasien saat
ini.
- Berikan
motivasi dan
dukungan
psikologis.
- Kolaborasi
contohnya
dengan
memberikan
multivitamin
penambah
nafsu makan.
mengganggu
proses
penyembuha
n pasien.
- Dengan
pemahaman
pasien akan
lebih
kooperatif
mengiluti
aturan.
-
Meningkatka
n dan
memotivasi
pasian secara
psikologis.
- Memenuhi
asupan
vitamin yang
kurang dari
penurunan
asupan
nutrisi secara
umum dan
memperbaiki
daya tahan.
4 Nyeri
berhubungan
dengan
benjolan pada
leher kiri bila
ditekan.
Dalam
waktu 2x24
jam nyeri
sudah
berkurang.
Secara
subyektif
pasien
mengatakan
bahwa nyeri
tekan tekan
- Catat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, lama, penyebab, dan skala.
- Variasi
penampilan
dan perilaku
klien karena
nyeri terjadi
sebagai
pada leher
kirinya sudah
berkurang.
Secara
obyektif skala
nyari menjadi
1.
- Luangkan waktu minimal 10 menit setiap pergantian tugas jaga untuk menizinkan pasien mengungkapkan perasaannya.
- Ajarkan pasien tehnik pengendalian nyeri alternatif seperti umpan balik, dan relaksasi.
temuan
pengkajian.
- Untuk
meningkatka
n rasa
kendalinya,
mengurasi
isolasi, dan
menumbuhk
an rasa
percaya.
- Untuk
mengurangi
ketergantung
an terhadap
analgesik.
Recommended